PDF hosted at the Radboud Repository of the Radboud University Nijmegen

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PDF hosted at the Radboud Repository of the Radboud University Nijmegen"

Transkripsi

1 PDF hosted at the Radboud Repository of the Radboud University Nijmegen The following full text is an author's version which may differ from the publisher's version. For additional information about this publication click this link. Please be advised that this information was generated on and may be subject to change.

2 De Indonesische vertaling van Interculturele communicatie: te veel cultuur, te weinig communicatie? ( reeds toegestuurd), verschenen in: Achmad Sunjayadi, Christina Suprihatin & Kees Groeneboer (eds.) (2011), Empat puluh tahun studi Belanda di Indonesia / Veertig jaar studie Nederlands in Indonesië. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Komunikasi antarbudaya: banyak budaya, kurang komunikasi? Herman Giesbers 1 Komunikasi Berkomunikasi adalah saling bertukar visi. Seorang penutur menyatakan pendapatnya tentang sesuatu, menyuruh seseorang melakukan sesuatu, menuturkan sebuah cerita untuk menghibur pendengarnya atau menjadikan dirinya menarik, atau keduanya sekaligus. Bisa jadi ia sekedar ingin berbincang untuk menciptakan suasana yang menyenangkan. Bagaimanapun, penutur ingin sekali mendapat tanggapan dari orang lain, sehingga ia tahu apa pendapat orang lain tentang visinya, dengan kata lain ia mengharapkan visi orang tersebut. Bila ia mengeluarkan pendapat, apakah sudah jelas, dan jika sudah, apa pendapat lawan bicaranya? Apakah jelas kalau ia menceritakan sesuatu hanya untuk sekedar bergurau dan bukan untuk menggoda seseorang? Apakah si pendengar tahu bahwa pembicara tidak ingin terlibat dalam percakapan yang berat, bahwa ia ingin berbincang sekedar untuk menciptakan suasana yang menyenangkan? Dalam kesempatan ini saya sengaja tidak berbicara mengenai istilah yang terkenal dengan sebutan buizenpostmetafoor (Janssen 2002:13) yaitu bila seseorang mengirimkan pesannya kepada orang lain, yang kemudian membuka pesan tersebut dan mengirimkan kembali pesan baru, dan seterusnya (model pengirim-penerima dari Shannon & Weaver). Dalam berkomunikasi, dan tentunya dalam interaksi lisan, pesan tidak dikemas dan dibuka dan bolak-balik mengudara, melainkan disusun oleh pembicara dan mitra bicara berdasarkan musyawarah bersama. Dengan saling bertukar pendapat (berunding), bertukar visi, maka dua orang atau lebih akan bersepakat bahwa itu adalah sebuah gurauan atau bukan sama sekali. Proses perundingan semacam itu jelas akan berlangsung semakin mudah apabila orang saling mengenal dengan baik, apabila mereka memiliki kerangka acuan yang sama, menginterpretasikan realita dan membentuknya dengan cara yang kurang lebih sama, juga apabila mereka menata dunianya dengan cara yang secara garis besar sama: mereka yang sudah saling mengenal bertahun-tahun, sepenggal kata saja kerap kali sudah cukup. Budaya Budaya merupakan sumber yang penting bagi kerangka acuan yang terpilah, untuk siapa orang menata dunianya dan itu pun merupakan pertanyaan bagi komunikasi antarbudaya (selanjutnya KA): bagaimana budaya dan perbedaan budaya mempengaruhi komunikasi? Pemikiran yang sudah, maupun yang belum dibicarakan adalah semakin besar perbedaan, maka akan semakin 1 Dr. Herman Giesbers, dosen komunikasi pada Jurusan Komunikasi Perusahaan, Radboud Universiteit Nijmegen dan dosen Pendidikan Guru Bahasa Belanda pada Hogeschool Arnhem dan Nijmegen. Tahun menjadi dosen tamu pada Program Studi Belanda Universitas Indonesia. H.Giesbers@let.ru.nl Terjemahan: Lilie M. Roosman. 1

3 besar pula masalah komunikasi ( gesekan budaya ) tersebut. Dari pemikiran itu pula akan tampak bahwa pada dekade terakhir banyak perhatian dicurahkan untuk perbedaan budaya dan komunikasi antarbudaya. Memang, dunia ini adalah sebuah perkampungan global dan migrasi merupakan fenomena global, baik di dalam maupun antar negara. Kesempatan setiap orang untuk bertemu seseorang baik untuk urusan pribadi dan/atau bisnis dengan demikian semakin besar, sehingga tidak akan cukup hanya dengan sepenggal kata. KA sementara ini sudah jauh melewati tahap memberikan tips melepas sepatu saat mengunjungi tetangga yang berasal dari Turki, bagaimana meminum teh saat berkunjung ke keluarga Maroko, atau kebiasaan membuka hadiah. Bukan karena semua itu tidak penting. Kadang-kadang hal-hal praktis semacam itu bahkan dapat menimbulkan luapan emosi dalam debat publik, seperti yang dialami bekas menteri Verdonk yang sebagai seorang wanita tidak mendapat jabat tangan dari seorang pria Muslim. Akan tetapi kebanyakan buku terbaru yang memusatkan perhatiannya pada KA sependapat bahwa ada nilai-nilai yang lebih dalam di balik perbedaan-perbedaan fisik semacam itu. Ini adalah masalah memahami bagaimana orang lain berpikir, menata dunianya, dan bagaimana Anda hidup di dunia ini. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan mengenai bagaimana Anda dan orang lain menjawab pertanyaan seperti: bagaimana kita saling berhadapan sebagai manusia, apa pandangan kita tentang kekuasaan dan hubungan kekuasaan, bagaimana kita melihat hubungan pria dan wanita, bagaimana hubungan kita dengan lingkungan alam kita, bagaimana kita melihat masa lalu dan masa depan? Semua masyarakat mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan semacam itu dan dari jawaban-jawaban tersebut masyarakat dibagi berdasarkan nilai-nilai yang mereka akui. Perbedaan tersebut ternyata tidak dapat dikatakan sebagai perbedaan hitam-putih yang sederhana. Sejauh ini, terutama negara-negara dan kelompok-kelompok etnis yang diteliti, kelompok-kelompok masyarakat saling memiliki perbedaan atau justru persamaan dalam beberapa dimensi nilai. Pembagian dimensi nilai yang terkenal di dunia tak diragukan lagi adalah dari Hofstede (Hofstede 1995, Hofstede dan Hofstede 2005). Awalnya, berdasarkan penelitian terhadap pegawai IBM di seluruh dunia dengan fungsi yang sepadan, ia menemukan bahwa setiap negara menempatkan diri mereka berbeda satu sama lain berdasarkan lima dimensi nilai berikut, yang dirangkum berikut ini berdasarkan kutub-kutub ekstrim. Contoh diambil dari Claes dan Gerritsen (2007): - Kolektivisme individualisme: seseorang memperoleh identitas dari perannya di dalam kelompok (Asia Tenggara) atau dari dirinya sendiri dan apa yang ia lakukan (Eropa Barat)? [N.B. Dimensi ini sama sekali tidak menjelaskan masalah sosial/altruistis versus keegoisan.] - Besar kecil jurang kekuasaan: apakah orang menganggap lumrah apabila kekuasaan tidak terbagi dengan adil (Asia Tenggara) atau tidak (negara-negara berbahasa Inggris, Belanda)? - Feminitas maskulinitas: apakah yang berlaku, baik bagi laki-laki maupun perempuan, kualitas hidup (negara-negara Skandinavia, Belanda; Indonesia dianggap sebagai negara yang pada umumnya berpandangan feminin) atau keberhasilan (negaranegara berbahasa Inggris dan negara-negara berbahasa Jerman, Jepang)? - Kuat lemahnya penghindaran ketidakpastian: apakah orang takut terhadap sesuatu yang tidak dikenal dan lebih suka melihat segala sesuatu yang sedapat mungkin tercatat resmi dan diatur (negara-negara Eropa Selatan, Belgia, Jepang). - Orientasi jangka pendek jangka panjang: apakah investasi harus cepat membuahkan hasil (negara-negara berbahasa Inggris; diikuti Belanda dengan skala rata-rata ) ataukah lebih mengutamakan ketekunan untuk mendapatkan hasil dalam jangka panjang (Asia Timur)? 2

4 Ada beberapa penulis dengan pengklasifikasian seperti itu (antara lain Blom 2008), dengan dimensi yang lebih sedikit atau lebih banyak, tetapi masalah (hidup) mereka yang dapat ditelusuri, ternyata serupa. The Globe Study (yang berikut ini diambil dari Hoffman 2009:234-46) telah merangkum kajian-kajian internasional yang terpenting hingga menghasilkan delapan dimensi kebudayaan: - Orientasi pada prestasi - Orientasi pada masa depan - Perlakuan yang sama terhadap pria/wanita - Keasertifan: sejauh mana setiap individu asertif, konfrontatif dan agresif dalam hubungannya dengan orang lain - Kolektivisme: dibagi menjadi kolektivisme kelembagaan, yaitu alokasi sumber daya bagi masyarakat dan dorongan untuk melakukan aksi bersama, dan kolektivisme kelompok, yaitu tingkat kebanggaan dan kesetiaan pada organisasi atau keluarga - Perbedaan kekuasaan - Orientasi pada kemanusiaan: menstimulasi kejujuran, kepedulian dan keramahtamahan - Penghindaran ketidakpastian Berdasarkan hal tersebut untuk 61 kebudayaan nasional dibuat masing-masing sebuah profil. Untuk Indonesia dan Belanda dapat dirangkum sebagai berikut (Hoffman 2009: 245-6): Indonesia mencapai nilai sangat tinggi pada orientasi pada kemanusiaan. Selanjutnya terarah pada prestasi dan masyarakatnya kolektif [...] baik kelembagaan sosial maupun yang berorientasi dalam kelompok. Orientasi masa depan dan penghindaran ketidakpastian Indonesia di atas rata-rata, sementara perbedaan kekuasaan dan perlakuan sama pria/wanita tingkatnya sedikit di bawah rata-rata. Tingkat [...] kearsetifan Indonesia cukup rendah. Belanda mencapai nilai yang sangat tinggi pada orientasi masa depan dan pada keindividuan (= sangat rendah pada kolektivisme dalam kelompok ). Yang mengejutkan adalah rendahnya perbedaan kekuasaan [...]. Yang jauh tinggi dibandingkan dengan negara lain adalah dimensi penghindaran ketidakpastian. Selanjutnya Belanda berada di atas rata-rata pada dimensi orientasi pada prestasi, keasertifan, kolektivisme kelambagaan dan perlakuan sama terhadap pria/wanita. Dengan demikian Indonesia dan Belanda memiliki persamaan dalam hal orientasi prestasi, kolektivisme kelembagaan dan orientasi masa depan. Perbedaan kita temukan pada nilai-nilai yang dicetak miring: orientasi dalam kelompok, perbedaan kekuasaan, perlakuan sama pria/wanita dan keasertifan. Dalam hal penghindaran ketidakpastian kedua negara tampaknya tidak berbeda satu sama lain dan saya perkirakan Belanda, seperti halnya Indonesia, mengutamakan kemanusiaan. Pendekatan multidimensional semacam itu, saya kira, merupakan suatu kemajuan dibandingkan dengan buku-buku resep dengan tips mengenai perbedaan budaya yang tampak dalam makanan, minuman dan sebagainya atau dengan buku-buku studi kasus seperti karya Brandt (1996) tentang Indonesia. Pendekatan ini menyajikan keterangan yang lebih mendalam tentang perbedaan-perbedaan, mengenai bagaimana kami melakukannya seperti yang kami lakukan, dan mereka melakukannya dengan cara yang lebih bernuansa dari sekedar pembagian sederhana seperti dalam Budaya menurut norma yang ketat (Fijnmazige culturen) versus Budaya menurut norma yang lebih bebas (Grofmazige culturen) dari Pinto (1994). Selain itu tampaknya pembagian yang sudah dikenal seperti orientasi yang berkaitan dengan waktu 3

5 (polikronis versus monokronis Indonesia versus Belanda) atau gaya komunikasi (konteks kuat = penggunaan bahasa tidak langsung versus konteks lemah = penggunaan langsung Indonesia versus Belanda) dapat ditempatkan dalam kaitan yang lebih umum. Orientasi waktu polikronis dan komunikasi dengan gaya konteks yang kuat kelihatan misalnya berkaitan erat dengan tingkat kolektivisme yang tinggi. Budaya dan komunikasi Sekarang apa artinya dalam penerapannya apabila kita, katakanlah, tahu bahwa orang Indonesia dan orang Belanda dapat saling memahami dalam hal orientasi prestasi, tetapi dalam hal perbedaan kekuasaan orang Belgia lebih dekat dengan orang Indonesia daripada orang Belanda? Buku-buku terapan mengenai KA (Blom 2008, Claes dan Gerritsen 2007, Hofstede 1995, Hoffman 2009, Nunez, Nunez Mahdi dan Popma 2007) atau yang memberikan perhatian pada KA (Van den Doel 2009, Grit, Guit dan Van der Sijde 2006, De Best, Bothe dan Van de Belt 2008) kerap menggunakan kasus-kasus. Pendekatan yang banyak digunakan adalah bahwa pembaca/peserta kursus harus menjelaskan kejadian-kejadian yang digambarkan dengan menggunakan teori-teori kebudayaan dan perbedaan budaya yang telah diberikan sebelumnya. Beberapa contoh dari Claes dan Gerritsen (2007:126, , 246). (1) Latihan 3.8 Pergilah ke bioskop Seorang remaja putri asal Flandria yang tinggal setahun dengan keluarga Indonesia, pada suatu hari bertanya kepada ibu angkatnya apakah ia boleh pergi ke bioskop. Tentu saja, pergilah, jawabnya. Kemudian si ibu melihat ke luar, ke langit biru yang cerah dan bertanya: Apa menurutmu tidak akan hujan? - Pesan apa yang ingin disampaikan oleh si ibu angkat? - Apa yang akan kamu lakukan menurut budayamu? (2) Latihan 5.15 Jeweran ayah angkat Seorang mahasiswa Belanda di Indonesia terheran-heran ketika ayah pada keluarga tempat ia tinggal selama setahun menjewer telinganya karena ia melakukan sesuatu yang tidak disukai si ayah. - Dapat dijelaskan berdasarkan nilai dasar yang mana perlakuan si ayah tersebut? - Mengapa mahasiswa Belanda itu sulit menerima hal tersebut? (3) Latihan 5.18 Perawat Indonesia di Belanda Rumah sakit Palang Merah Den Haag memberikan peringatan keras kepada delapan perawat yang didatangkan dari Indonesia karena menganggap mereka tidak mampu bekerja mandiri. - Berdasarkan nilai dasar yang mana masalah tersebut dapat dijelaskan? (4) Latihan 5.19 Korupsi di Indonesia? Ketika Habibie turun dari jabatannya di Indonesia pada tahun 1999, orang menuduhnya bahwa ia tidak pernah menuntut pendahulunya dan mentornya bertahun-tahun, Suharto, karena korupsi. - Dapat dijelaskan berdasarkan apa perlakuan Habibie tersebut? (5) Latihan Pembunuhan di Indonesia Di Indonesia seorang dokter dibunuh setelah ia mengkritiksalah seorang rekan kerjanya. - Terangkan berdasarkan nilai yang mana reaksi yang keras tersebut (pembunuhan berlatar-belakang kritikan) dapat dijelaskan? Latihan (1) merupakan penjelasan mengenai komunikasi dengan konteks yang kuat, (2), (3), dan (4) termasuk dalam satu subbab mengenai persamaan dan perbedaan antara Belanda, 4

6 Flandria dan budaya-budaya Asia (dan lainnya), dan (5) menutup suatu paragraf tentang penilaian dan komentar konstruktif di dalam suatu bab tentang manajemen antarbudaya. Yang tampak jelas adalah sifat latihan-latihannya yang sangat sugestif. Pertama mereka memberikan sugesti, bukan semata-mata karena formulasi dari pertanyaan-pertanyaannya, bahwa situasi yang digambarkan mewakili suatu negara, dalam hal ini Indonesia, yang bagaimanapun merupakan negara dengan lebih dari 200 juta penduduk. Orang tua angkat di Indonesia memukul Anda karena salah satu nilai dasar di negara tersebut, dan kritik bahkan dapat menyebabkan kematian. Selanjutnya jangan biarkan pertanyaan tersebut menyisakan kesalahpahaman: murid seharusnya memperoleh keterangan untuk situasi yang digambarkan dengan samar-samar hanya berdasarkan budaya saja, pun apabila banyak keterangan lain yang jelas-jelas disajikan, seperti pada (4) dan (5). Tampaknya terjadi satu mekanisme yang memang lebih sering kita lihat pada wawasan dan inovasi baru yang begitu banyak membawa pengaruh: segala sesuatu dikaitkan dengan temuan baru yang menarik (seperti internethype, penelitian genetik, pasar terbuka sebelum krisis ekonomi, perubahan iklim). Di sini: gagasan bahwa budaya merupakan penyebab dan solusi untuk segala-galanya. Komunikasi antarbudaya atau pembudayaan? Visi searah (tunnelvisie) semacam itu sesungguhnya, dalam kaitannya dengan KA dan dalam kerangka masyarakat multikultural yang lebih luas, sangat mungkin diperdebatkan. Sudut pandang realita semacam itu menghasilkan pendekatan yang membudayakan, kulturalisme: budaya dan/atau agama dianggap sebagai penjelasan bagi segala sesuatu, dan pandangan semacam ini bukanlah tanpa risiko. - Kebudayaan sendiri tidak menjelaskan apa pun dan dapat disalahgunakan untuk membicarakan apa saja dengan baik. Apabila rumah sakit pada kasus (3) di atas mengikuti penjelasan budaya tentang kurangnya kerja mandiri para perawat Indonesia, maka rumah sakit tersebut tidak perlu melihat organisasinya sendiri atau faktor-faktor lain dengan kritis, yang mungkin ikut berperan menjadikan mereka tidak mandiri, dan dapat menumpahkan kesalahan pada para perawat. Masa depan mereka di Belanda tampaknya buruk. Sebaliknya, pemegang kekuasaan selalu senang dengan penjelasan budaya semacam itu: Habibie (4) tidak perlu bertanggung jawab secara pribadi, tetapi dapat bersembunyi di balik budaya ( Begitulah yang biasa terjadi di negara kami ). - Kulturalisme mengakibatkan generalisasi yang tidak benar dan memperkuat stereotip dan pada gilirannya hal ini memperkuat lagi mentalitas kita/mereka: kita berkelakuan normal, mereka aneh. Gambaran apa yang diperoleh mahasiswa Belanda tentang Indonesia bila harus menjawab pertanyaan seperti pada soal (2) atau (5)? Mentalitas kita-mereka masih diperkuat lagi dengan kecenderungan untuk tidak menyarankan penjelasan kultural apabila pertanyaannya mengenai perilaku dalam budayanya sendiri. Pada soal (4), untuk menjelaskan perilaku Habibie, Claes dan Gerritsen memberikan sugesti nilai dasar budaya Indonesia. Akan tetapi pada latihan 7.14 dari bab yang sama tentang manajemen antarbudaya (hlm. 263) yang membahas tentang skandal keuangan pada perusahaan Ahold Belanda, kita menemukan pertanyaan seperti: Apakah menurut Anda ini merupakan penipuan? Mengapa? Dan Apakah Anda menduga adanya penipuan di perusahaan Belanda? dan ini merupakan pertanyaan-pertanyaan yang jauh lebih bernuansa (bervariasi) dibandingkan pada latihan (4). - Karakteristik perorangan dan kualitas individu dipersempit sehingga hanya budayanya saja yang dilihat. Lihat kembali kasus (3) dalam kaitan ini. Apabila pimpinan rumah sakit hanya memperhatikan penjelasan budaya dari perilaku yang diamati, maka hal tersebut 5

7 dianggap sebagai satu-satunya penyebab dan tidak lagi memperhatikan kualitas individu dan peluang kedelapan perawat masing-masing. - Kulturalisme menciptakan kekhawatiran dan menghambat komunikasi yang asli. Seperti yang diungkapkan seorang mahasiswa pendidikan guru bahasa Belanda: asalkan tidak menjadi kursus belajar berkomunikasi dengan alien. Kulturalisme menunjukkan bahwa kita harus selalu hati-hati terhadap kesalahpahaman, mencela orang tanpa sadar, melakukan kesalahan yang tidak dapat diperbaiki, dan lain sebagainya. Hal ini menghambat keberanian kita dan penggunaan keterampilan berkomunikasi kita seharihari. - Sejalan dengan butir sebelumnya adalah adanya bahaya perwalian, paternalisme. Tanpa disengaja kebanyakan buku tentang KA menciptakan gambaran tentang orang lain sebagai orang yang tidak tahu menahu tentang kita, orang Belanda/Barat. Mereka adalah orang yang sedikit naif yakni yang tetap hidup dalam dunianya (memang, seorang alien) dan karena itu harus didekati dengan sangat hati-hati, seorang yang harus kita lindungi agar tidak kehilangan muka, malu dan sebagainya. - Akhirnya, yang mengejutkan adalah bahwa hampir tidak pernah diberikan saran komunikasi yang konkret berdasarkan pemikiran kulturalisme ini. Pembaca ternyata harus menemukan sendiri atau paling-paling mendapat saran yang umum atau dangkal seperti jangan terlalu berterus terang atau saran untuk orang Indonesia seperti dalam buku Nunez (2007: 25) jangan menulis terlalu formal dan terlalu rumit jika anda mengajukan permohonan kepada orang Belanda melalui , walaupun orang tersebut mempunyai posisi yang tinggi. Blom memberikan saran pada butir 8 bergaul dengan orang-orang berbudaya maskulin : Menunjukkan pengertian dapat disalahartikan. Setelah itu bisa-bisa anda tidak lagi dianggap serius. TOPOI: model untuk komunikasi antarbudaya? Hoffman (2001, 2009) memberikan alternatif untuk pendekatan kulturalistis dari satu sisi. Baginya (belajar) melihat dari berbagai sudut pandang harus diutamakan. Intinya adalah bahwa KA, sama seperti semua komunikasi yang lain, dipengaruhi oleh banyak faktor dan bukan hanya faktor budaya. Kesalahpahaman terjadi pada setiap komunikasi, tidak hanya pada KA, dan oleh karena itu kita tidak perlu menjadikan KA lebih istimewa daripada yang ada, tidak perlu menjadikannya eksotis. Untuk analisis komunikasi (antarbudaya), berdasarkan sistem yang teoretis dari teori komunikasi Watzlawick, Hoffman mengembangkan TOPOI modelnya, singkatan yang bagus untuk kata tempat-tempat dalam bahasa Yunani. Setiap huruf mewakili satu tempat dalam proses komunikasi yang bisa jadi merupakan titik pangkal untuk menganalisis apa yang sedang terjadi. Taal (Bahasa) Anda akan mengira bahasa dengan sendirinya ada dalam komunikasi, namun ternyata yang mengejutkan adalah ia tidak ada dalam pendekatan kulturalistis. Contoh yang relatif sederhana mengenai bagaimana bahasa berperan dalam komunikasi antarbudaya adalah ketika seorang wisatawan Belanda mengungkapkan ketidaksenangannya terhadap orang Indonesia yang tak dapat dipercaya, yang hanya menyajikan nasi putih saja, padahal ia jelas-jelas memesan nasi. Hal tersebut dikarenakan ia tidak tahu bahwa di Belanda nasi sama artinya dengan nasi goreng, sementara di Indonesia nasi adalah nasi putih. Satu kasus yang juga sedikit lebih rumit adalah permintaan seorang wanita muda kepada mitra bicaranya yang orang Belanda dalam bahasa Belanda, Zou je dat niet willen ZEGGEN? (dengan penekanan pada zeggen, berarti Tidak bisakah kamu MENGATAKANnya? ), padahal maksud si wanita adalah Zou je dat 6

8 NIET willen zeggen? (dengan penekanan pada niet, berarti Bisakah kamu TIDAK mengatakannya? ) Perbedaan yang besar sekali. Kalimat yang pertama bagi penutur jati bahasa Belanda adalah bahwa ia diminta untuk mengatakan sesuatu, sementara maksud permintaan tersebut justru sebaliknya. Selanjutnya lihat kasus (3). Tidaklah mudah untuk bekerja menggunakan bahasa asing di dalam organisasi yang kompleks seperti rumah sakit dan dengan masalah ini saja pun sudah dapat menghambat misalnya mengambil inisiatif. Bahasa mungkin juga berperan dalam contoh yang diberikan Hofstede (1995:265) ketika seorang manajer asal Indonesia memperlihatkan keterkejutannya atas gurauan seorang manajer Belanda yang bertanya apakah ia sedang mencuri tatkala ia mengambil sebuah kursi dari ruang lain untuk rapat. Hofstede mengatakan bahwa orang Indonesia selalu menanggapi ejekan secara harafiah dan oleh karena itu tidak dapat menerima olok-olok bermaksud baik yang merupakan kebiasaan Belanda. Hal yang menurut saya juga memegang peranan adalah bahwa cara-cara yang subtil, misalnya intonasi ketika orang Belanda menyatakan sesuatu sebagai serius atau hanya gurauan, sulit dibedakan oleh orang yang menggunakan bahasa tersebut sebagai bahasa asing (Apalagi Hofstede tidak menyebutkan dalam bahasa apa pernyataan itu dibuat, suatu kelalaian yang kerap muncul pada kajian kasus). Hal yang penting dalam Bahasa selanjutnya adalah peran perspektif sosial yang digunakan mitra bicara dan bagaimana dialog sosial yang terjadi karenanya. Dalam opini publik Belanda orang Maroko hampir identik dengan kejahatan dan dalam konteks itu komentar tentang mencuri bagi seorang rekan Belanda-Maroko bisa sangat menyakitkan. Hal serupa berlaku untuk kontroversi pernyataan Puteri Máxima beberapa waktu lalu bahwa Orang Belanda itu tidak ada (maksudnya: tidak ada satu-satunya budaya Belanda). Lima belas tahun yang lalu pernyataan tersebut barangkali dianggap sebagai pintu yang terbuka (keterbukaan), kini diartikan sebagai pernyataan yang peka politik, karena Belanda, lain dengan dulu, sekarang terang-terangan sedang bergulat dengan masalah integrasi kaum migran dan dengan identitasnya sendiri. Perspektif sosial begitu berpengaruh pada penafsiran sesuatu dan bagaimana kita sebaiknya dapat mengatakan atau tidak mengatakan sesuatu. Ordening (Tatanan) Istilah Tatanan mengacu pada cara seseorang memandang realitas. Di sini budaya berperan Hoffman (2009: 234) dalam kaitan ini menyebutnya sebagai perbedaan tatanan kolektif atau model budaya kolektif, tetapi juga perspektif sosial mana yang diterapkan orang tersebut dan bagaimana ia pribadi berperan dalam dialog sosial yang disebut. Di sini penting untuk mengakui bahwa tatanan tersebut bukanlah sesuatu yang selalu tetap, tatanan adalah sesuatu yang dinamis, tergantung dari situasi tertentu, tetapi juga tergantung pada perubahan waktu. Manusia berubah, terutama setelah peristiwa besar seperti migrasi. Orang Indonesia di Belanda, sadar atau tidak, berperilaku berbeda daripada di keluarganya di perkampungan Jawa. Dalam konteks ini menarik untuk dicatat bahwa semakin banyak penulis yang cenderung tidak lagi menganggap dimensi kolektivisme-individualisme sebagai dimensi budaya, melainkan sebagai dimensi ekonomi (antara lain Van Oudenhoven 2002:165). Di mana pun, meningkatnya kemakmuran menggeser manusia ke arah individualisme pada dimensi ini. Hal ini pernah berlaku bagi Eropa Barat, dan sekarang berlaku bagi kekuatan ekonomi baru seperti China, India dan Indonesia. Kolektivisme tampaknya lebih merupakan kebutuhan daripada pilihan. Personen (Manusia) Kolektif, feminin atau tumbuh dalam konteks budaya yang kuat, pada akhirnya manusialah, individu unik yang membentuknya. Seperti telah dikatakan, manusia tidak dapat dikecilkan menjadi budaya, dan bukan budaya yang berkomunikasi, melainkan manusia. Sehubungan dengan ini, sangatlah aneh jika perilaku ekstrim seperti contoh (5) dihubungkan dengan budaya. Saya sendiri akan lebih dahulu menganggapnya sebagai seseorang dengan gangguan 7

9 kepribadian narsistik, dan penjelasan yang berorientasi pada manusia seperti ini juga selalu diberikan jika pelakunya adalah seorang Belanda. Saya belum pernah melihat pembunuhan yang dilakukan oleh orang Belanda, dihubungkan dengan nilai-nilai budaya Belanda. Organisatie (Organisasi) Hal yang penting di sini adalah sejauh mana peraturan, prosedur, karakteristik suatu organisasi mempengaruhi komunikasi. Faktor yang menurut saya kelihatannya penting pada kasus (3). Alih-alih menempatkan perawat Indonesia sebagai tipe yang tidak mandiri di satu sisi, manajemen bisa juga melihat sejauh mana pelbagai kekhususan organisasi mempengaruhi perilaku mereka. Lagi pula memang kelihatannya perlu direkomendasikan untuk menjelaskan susunan organisasi pada pendatang baru dengan baik. Selain itu, sikap Habibie yang mengundang kritik pada kasus (4) pastinya juga dapat dikaitkan dengan organisasi: pengaruh penguasa di balik layar dan kepentingan usahanya sendiri, misalnya. Inzet (Upaya) Upaya berkaitan dengan (belajar) memahami dan mengakui setiap motif, harapan dan tujuan dasar sebagai landasan untuk melakukan sesuatu. Pada kasus (3) berarti misalnya menganggap bahwa para perawat melakukan apa yang harus mereka lakukan dengan niat terbaik mereka. Apakah cara yang mereka pilih berbeda dari cara yang diinginkan pihak rumah sakit, adalah masalah lain mengakui belum tentu berarti menerima, tetapi dengan mengakui adanya Upaya pihak rumah sakit dapat melakukan pembicaraan yang dapat menjelaskan bahwa organisasi Belanda sangat ingin melihat upaya itu direalisasikan. Ini merupakan pendekatan yang pada hakekatnya berbeda daripada memberikan orang peringatan keras atau menjelaskan perilaku mereka dan dengan demikian melihatnya sebagai fakta yang nyata? berdasarkan nilai dasar dalam budaya mereka. Dengan pembudayaan para perawat tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan rumah sakit juga tidak berbuat banyak. Komunikasi antarbudaya dan pendidikan bahasa Belanda extra muros Hoffman melihat model TOPOI-nya dengan tegas sebagai alat bantu bagi para profesional yang karena pekerjaan mereka banyak berhubungan dengan komunikasi. Model tersebut tidak dimaksudkan sebagai instrumen yang selalu dapat diterapkan di mana-mana tanpa dipikirkan: [model-topoi] tidak boleh berfungsi sebagai sekat antara para mitra bicara (Hoffman 2009:24). Selain itu kelima tempat tersebut juga tidak selalu dapat dibedakan dengan tepat, karena kelima-limanya selalu berperan bersamaan dan saling berinteraksi. Sebagai alat bantu TOPOI tentu juga akan bermanfaat untuk belajar melihat dari berbagai sudut pandang yang sangat berguna ketika berbicara mengenai KA. Adanya berbagai sudut pandang juga berguna untuk studi Belanda di luar negeri. Mengenai Belanda, orang Belanda dan bahasa Belanda tentu saja terdapat banyak stereotip. Stereotip tersebut muncul dalam metode bahasa Belanda sebagai bahasa asing/kedua dan dalam buku kumpulan tips seperti karya Kaldenbach (1994). Tampaknya menarik untuk mempertimbangkan pertanyaan apa yang dapat dibuktikan dari penggambaran tersebut dan stereotip apa yang ditularkan dari buku ke buku. Sebaliknya, juga menarik untuk mengetahui gambaran apa yang muncul di Belanda tentang Indonesia, dialog sosial apa yang muncul tentang Indonesia (saya dapat meyakinkan Anda: Indonesia memiliki citra positif di Belanda dan penelitian kecil terhadap 58 mahasiswa Belanda menunjukkan bahwa mereka terutama mengasosiasikan Indonesia dengan makan enak, liburan/pemandangan, dan sebagainya, dan kebersamaan masa lalu kita). 8

10 Akhirnya, menurut saya, perlu untuk sedapat mungkin tetap mengikuti perspektif sosial yang penting di Belanda di bidang multikulturalisme, migrasi, integrasi dan bidang terkait lainnya. Dengan begitu baru dapat dipahami apa yang dimaksud oleh orang Belanda jika ia mengatakan kepada orang Indonesia, Kamu bukan pendatang atau bahkan, Kamu bukan orang asing. Maksudnya adalah bahwa yang diajak bicara bukanlah orang yang berasal dari Maroko, Turki atau Antilian dan barangkali juga berarti yang diajak bicara diterima. Namun, interpretasi yang terakhir itu harus kita lihat dari berbagai sudut pandang dahulu dengan atau tanpa bantuan TOPOI. Daftar pustaka Best, K. de, D. Bothe dan R. van de Belt (2008) Kerncompetentie communicatie. Groningen-Houten: Wolters-Noordhoff. Blom, H. (2008) Interculturele samenwerking in organisaties. Bussum: Coutinho. Brandt, Th. (1996) Geschäfte in Indonesien; Kunci Budaya ; Der kulturelle Schlüssel zum Erfolg. Bad Oldesloe: Goasia Verlag. Claes, M.Th. dan M. Gerritsen (2007) Culturele waarden en communicatie in internationaal perspectief. Cetakan kedua. Bussum: Coutinho. Doel, V. van den, J. Eikelboom, A. Roffel dan J. Zoon (eds.) (2009) Gespreksvoering in de juridische praktijk. Bussum: Coutinho. Grit, R., R. Guit dan N. van der Sijde (2006) Sociaal competent; Professioneel aan het werk! Groningen-Houten: Wolters-Noordhoff. Hoffman, E. (2002) Interculturele gespreksvoering; Theorie en praktijk van het TOPOI-model. Houten- Diegem: Bohn Stafleu Van Loghum. Hoffman, E. (2009) Interculturele gespreksvoering; Theorie en praktijk van het TOPOI-model. Cetakan kedua. Houten-Diegem: Bohn Stafleu Van Loghum. Hofstede, G. (1995) Allemaal andersdenkenden; Omgaan met cultuurverschillen. Cetakan kelima. Amsterdam: Contact. Hofstede, G. dan G.J. Hofstede (2005) Allemaal andersdenkenden; Omgaan met cultuurverschillen. Amsterdam: Contact. Janssen, Th. (2002) Taal, communicatie en achtergrondkennis, dalam: Th. Janssen (ed.), Taal in gebruik; Een inleiding in de taalwetenschap, hal Den Haag: Sdu. Kaldenbach, H. (1994) Doe maar gewoon; 99 tips voor het omgaan met Nederlanders. Amsterdam: Prometheus. Nunez, C., R. Nunez Mahdi dan L. Popma (2007) Interculturele communicatie; Van ontkenning tot wederzijdse integratie. Assen: Van Gorcum. Oudenhoven, J.P. van (2002) Cross-culturele psychologie; De zoektocht naar verschillen en overeenkomsten tussen culturen. Bussum: Coutinho. Pinto, D. (1994) 9

11 Interculturele communicatie; Dubbel perspectief door de drie-stappenmethode voor het doeltreffend overbruggen van cultuurverschillen. Houten-Zaventem: Bohn Stafleu Van Loghum. 10

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Chaer (2011: 1) mengemukakan bahwa bahasa adalah sistem lambang berupa bunyi, bersifat

Lebih terperinci

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 133 134 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 135 136 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 137 138

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Nusantara yang berjumlah 166 karyawan. Berikut karakteristik responden. Tabel 1.Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Nusantara yang berjumlah 166 karyawan. Berikut karakteristik responden. Tabel 1.Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. Way Seputih Bumi Nusantara yang berjumlah 166 karyawan. Berikut karakteristik responden penelitian,

Lebih terperinci

yaitu budaya Jawa mempengaruhi bagaimana maskulinitas dimaknai, seperti pendapat Kimmel (2011) bahwa maskulinitas mencakup komponen budaya yang

yaitu budaya Jawa mempengaruhi bagaimana maskulinitas dimaknai, seperti pendapat Kimmel (2011) bahwa maskulinitas mencakup komponen budaya yang yaitu budaya Jawa mempengaruhi bagaimana maskulinitas dimaknai, seperti pendapat Kimmel (2011) bahwa maskulinitas mencakup komponen budaya yang bervariasi antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Wirawan dalam Panudju dan Ida (1999:83) mengungkapkan bahwa masa remaja

Bab 1. Pendahuluan. Wirawan dalam Panudju dan Ida (1999:83) mengungkapkan bahwa masa remaja Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Wirawan dalam Panudju dan Ida (1999:83) mengungkapkan bahwa masa remaja adalah suatu masa yang pasti dialami oleh semua orang. Pada tahapan ini seorang remaja adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Antarbudaya Dalam ilmu sosial, individu merupakan bagian terkecil dalam sebuah masyarakat yang di dalamnya terkandung identitas masing-masing. Identitas tersebut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era keterbukaan dan globalisasi yang sudah terjadi sekarang yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era keterbukaan dan globalisasi yang sudah terjadi sekarang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Dalam era keterbukaan dan globalisasi yang sudah terjadi sekarang yang berkembang pesat ini, dunia pekerjaan dituntut menciptakan kinerja para pegawai yang baik

Lebih terperinci

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 121 122 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 123 124 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 125 126

Lebih terperinci

2016 ISU FEMINITAS DAN MASKULINITAS DALAM ORIENTASI PERAN GENDER SISWA MINORITAS

2016 ISU FEMINITAS DAN MASKULINITAS DALAM ORIENTASI PERAN GENDER SISWA MINORITAS BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu penyelenggara pendidikan formal yang bertujuan untuk mempersiapkan dan mengasah keterampilan para siswa

Lebih terperinci

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya)

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Nama : No HP : Alamat : Pendidikan Terakhir : 1. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Pemikiran dan perhatian ditujukan ke dalam,

Lebih terperinci

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Melalui komunikasi individu akan merasakan kepuasan, kesenangan atau

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN BAHASA INGGRIS

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN BAHASA INGGRIS STANDAR KOMPETENSI LULUSAN BAHASA INGGRIS DIREKTORAT PEMBINAAN KURSUS DAN PELATIHAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, NONFORMAL DAN INFORMAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL 2011 1 A. Latar

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan BAB V PENUTUP Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan kesimpulan dan saran sebagai penutup dari pendahuluan hingga analisa kritis yang ada dalam bab 4. 5.1 Kesimpulan

Lebih terperinci

Negosiasi Bisnis. Minggu-11: Agen, Konstituen, dan Khalayak. By: Dra. Ai Lili Yuliati, MM, Mobail: ,

Negosiasi Bisnis. Minggu-11: Agen, Konstituen, dan Khalayak. By: Dra. Ai Lili Yuliati, MM, Mobail: , Negosiasi Bisnis Minggu-11: Agen, Konstituen, dan Khalayak By: Dra. Ai Lili Yuliati, MM, Mobail: 08122035131, Email: ailili1955@gmail.co.id Jumlah Pihak Dalam Negosiasi Negosiasi antar dua orang negosiator.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu alat paling penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. data sekunder yang telah dikumpulkan oleh peneliti melalui proses. wawancara dan observasi secara langsung di lokasi penelitian.

BAB IV ANALISA DATA. data sekunder yang telah dikumpulkan oleh peneliti melalui proses. wawancara dan observasi secara langsung di lokasi penelitian. BAB IV ANALISA DATA A. Temuan Penelitian Bab ini adalah bagian dari sebuah tahapan penelitian kualitatif yang akan memberikan pemaparan mengenai beberapa temuan dari semua data yang ada. Data yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks dimana individu baik laki-laki maupun perempuan mengalami berbagai masalah seperti perubahan fisik, perubahan emosi,

Lebih terperinci

HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR. 1. Validitas dan Reliabilitas Dimensi Jarak Kekuasaan

HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR. 1. Validitas dan Reliabilitas Dimensi Jarak Kekuasaan LAMPIRAN A HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR 1. Validitas dan Reliabilitas Dimensi Jarak Kekuasaan No. Item Validitas Keterangan 1 0.649 Diterima 6 0.545 Diterima 11 0.097 Ditolak 16 0.459

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia umumnya mempunyai bidang keahlian untuk menunjang kelangsungan

I. PENDAHULUAN. Manusia umumnya mempunyai bidang keahlian untuk menunjang kelangsungan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia umumnya mempunyai bidang keahlian untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Keahlian itu sangat ditekankan pada arah dan tujuan pembentukan emosional. Seseorang

Lebih terperinci

PANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK:

PANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK: PANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK: 1 The Regional Support Office of the Bali Process (RSO) dibentuk untuk mendukung dan memperkuat kerja sama regional penanganan migrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat globalisasi dan pasar bebas mulai merambah Indonesia, terjadilah

BAB I PENDAHULUAN. Saat globalisasi dan pasar bebas mulai merambah Indonesia, terjadilah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat globalisasi dan pasar bebas mulai merambah Indonesia, terjadilah persaingan ekonomi dan teknologi untuk menjadi yang terbaik. Hal ini terutama terlihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan yang pesat saat ini. Film juga telah memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Selain

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbahasa merupakan aktivitas sosial bagi manusia. Seperti aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Berbahasa merupakan aktivitas sosial bagi manusia. Seperti aktivitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbahasa merupakan aktivitas sosial bagi manusia. Seperti aktivitas sosial lainnya berbahasa baru terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya (Alan dalam

Lebih terperinci

Makna dan Dimensi Budaya \

Makna dan Dimensi Budaya \ peran budaya: Makna dan Dimensi Budaya \ Krisna Pratama Sania Indila MAKNA DAN DIMENSI BUDAYA Kata Budaya berasal dari bahasa latin cultura,yang dalam artis luas berarti mengacu pada interaksi manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan orang lain. Kehidupan manusia mempunyai fase yang panjang, yang di dalamnya selalu mengalami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fungsi bahasa secara umum adalah komunikasi (Nababan, 1993: 38).

BAB 1 PENDAHULUAN. Fungsi bahasa secara umum adalah komunikasi (Nababan, 1993: 38). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fungsi bahasa secara umum adalah komunikasi (Nababan, 1993: 38). Komunikasi merupakan suatu hal penting dalam membangun relasi antarindividu. Dengan adanya

Lebih terperinci

Saleem Achia, Aktivis Hizbut Tahrir Inggris

Saleem Achia, Aktivis Hizbut Tahrir Inggris Saleem Achia, Aktivis Hizbut Tahrir Inggris Buku Defeating the New Caliphate menyerukan kepada orang Kristen dan Yahudi untuk bersama-sama membendung tegaknya khilafah. Seruan itu bukan basi-basi, tapi

Lebih terperinci

Kode Perilaku VESUVIUS: black 85% PLC: black 60% VESUVIUS: white PLC: black 20% VESUVIUS: white PLC: black 20%

Kode Perilaku VESUVIUS: black 85% PLC: black 60% VESUVIUS: white PLC: black 20% VESUVIUS: white PLC: black 20% Kode Perilaku 2 Vesuvius / Kode Perilaku 3 Pesan dari Direktur Utama Kode Perilaku ini menegaskan komitmen kita terhadap etika dan kepatuhan Rekan-rekan yang Terhormat Kode Perilaku Vesuvius menguraikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian manusia yang tidak dapat berdiri sendiri, artinya terkait dengan aspek kepribadian yang lain dan harus dilatihkan

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN

PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat memahami tentang arti interaksi, kontak dan komunikasi. 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bahasa Indonesia secara umum mempunyai fungsi sebagai alat komunikasi sosial. Pada dasarnya bahasa erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Manusia sebagai anggota

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan pembahasan, dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Setting Sosial Tahun 1998, di Indonesia banyak terjadi demonstrasi hingga berujung pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia. Ragam Bahasa. Dwi Septiani, S.Hum., M.Pd. Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen

Bahasa Indonesia. Ragam Bahasa. Dwi Septiani, S.Hum., M.Pd. Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen Bahasa Indonesia Modul ke: Ragam Bahasa Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Dwi Septiani, S.Hum., M.Pd. Hakikat Bahasa Kedudukan Bahasa Kedudukannya Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia dalam kehidupannya. Kemajuan zaman memiliki nilai yang positif dalam kehidupan manusia, dimana pada

Lebih terperinci

BAB V POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PARTISIPAN INDONESIA DALAM PERSEKUTUAN DOA SOLAFIDE

BAB V POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PARTISIPAN INDONESIA DALAM PERSEKUTUAN DOA SOLAFIDE BAB V POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PARTISIPAN INDONESIA DALAM PERSEKUTUAN DOA SOLAFIDE Komunikasi menjadi bagian terpenting dalam kehidupan manusia, setiap hari manusia menghabiskan sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini banyak terjadi pergeseran peran atau kedudukan antara lakilaki dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi semata-mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses berpikir manusia. Tahap kelanjutan dari proses berpikir

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses berpikir manusia. Tahap kelanjutan dari proses berpikir 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan media komunikasi manusia. Bahasa juga mengalami perkembangan dalam setiap peradapan. Bahasa sebagai media komunikasi selalu dikaitkan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah bentuk tiruan kehidupan yang menggambarkan dan membahas kehidupan dan segala macam pikiran manusia. Lingkup sastra adalah masalah manusia, kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diuraikan mengenai: (1) latar belakang; (2)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diuraikan mengenai: (1) latar belakang; (2) BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diuraikan mengenai: (1) latar belakang; (2) fokus masalah; (3) rumusan masalah; (4) tujuan penelitian; (5) manfaat penelitian; dan (6) definisi operasional.

Lebih terperinci

Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat. Negara dan bangsa akan maju jika ada prinsip kejujuran. Salah satu bangsa yang

Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat. Negara dan bangsa akan maju jika ada prinsip kejujuran. Salah satu bangsa yang BAB II GAMBARAN UMUM PRODUKTIFITAS ORANG JEPANG 2.1 Pengertian Karakter Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari

Lebih terperinci

MENULIS ITU BERCERITA!

MENULIS ITU BERCERITA! SERI JURNALISME DESA MENULIS ITU BERCERITA! Menulis itu (terasa) sulit. Demikian komentar banyak orang ketika mereka harus menulis. Benar kah demikian? Atau barangkali itu hanya pikiran kita saja? Sebelum

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS POLA KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ETNIS LAMPUNG DAN BALI DALAM MEMELIHARA KERUKUNAN HIDUP BERMASYARAKAT

BAB IV ANALISIS POLA KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ETNIS LAMPUNG DAN BALI DALAM MEMELIHARA KERUKUNAN HIDUP BERMASYARAKAT BAB IV ANALISIS POLA KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ETNIS LAMPUNG DAN BALI DALAM MEMELIHARA KERUKUNAN HIDUP BERMASYARAKAT Bagian ini menjelaskan hasil-hasil yang didapatkan dari penelitian dan mendiskusikannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disampaikan dapat diterima dan dilaksanakan oleh lawan bicaranya. Begitu juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disampaikan dapat diterima dan dilaksanakan oleh lawan bicaranya. Begitu juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan manusia merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Manusia memerlukan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesamanya agar apa yang disampaikan dapat

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Internet (interconnection-networking) adalah seluruh jaringan komputer yang saling terhubung menggunakan standar sistem global Transmission Control Protocol/Internet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Masalah kenakalan remaja merupakan salah satu bagian dari masalahmasalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat. Kenakalan remaja dapat dikategorikan sebagai perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan olahraga walaupun menguras energi namun disisi lain memiliki manfaat. berbagai aspek baik kesehatan mental maupun fisik.

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan olahraga walaupun menguras energi namun disisi lain memiliki manfaat. berbagai aspek baik kesehatan mental maupun fisik. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan olahraga tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Kegiatan olahraga walaupun menguras energi namun disisi lain memiliki manfaat secara fisik dan psikis.

Lebih terperinci

, 2015 ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA RAGAM TULIS DALAM SURAT PRIBADI MAHASISWA KOREA DI YOUNGSAN UNIVERSITY

, 2015 ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA RAGAM TULIS DALAM SURAT PRIBADI MAHASISWA KOREA DI YOUNGSAN UNIVERSITY BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Orang Indonesia pasti pandai berbahasa Indonesia, orang Belanda pasti pandai berbahasa Belanda, orang Jepang pasti pandai berbahasa Jepang, orang Korea tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. identitas sebuah organisasi maupun perusahaan dikarenakan masing-masing. memberikan dampak yang buruk terhadap organisasi tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. identitas sebuah organisasi maupun perusahaan dikarenakan masing-masing. memberikan dampak yang buruk terhadap organisasi tersebut. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar organisasi maupun perusahaan yang telah berdiri akan mempunyai budaya organisasi yang berbeda tergantung dari lingkungan perusahaan dan jenis perusahaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. umumnya para remaja, tak terkecuali para remaja Broken Home, baik pada saat

BAB IV ANALISIS DATA. umumnya para remaja, tak terkecuali para remaja Broken Home, baik pada saat BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Pada dasarnya komunikasi interpersonal digunakan pada keseharian umumnya para remaja, tak terkecuali para remaja Broken Home, baik pada saat berkomunikasi di sekolah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pemakaian bahasa dalam komunitas backpacker Indonesia memiliki

BAB V PENUTUP. Pemakaian bahasa dalam komunitas backpacker Indonesia memiliki BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Pemakaian bahasa dalam komunitas backpacker Indonesia memiliki keunikan. Hal unik dalam istilah-istilah yang digunakan oleh komunitas backpacker ini adalah banyaknya bahasa-bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warung kopi modern sekelas Starbucks. Kebiasaan minum kopi dan. pertandingan sepak bola dunia, ruang pertemuan, live music dan lain

BAB I PENDAHULUAN. warung kopi modern sekelas Starbucks. Kebiasaan minum kopi dan. pertandingan sepak bola dunia, ruang pertemuan, live music dan lain BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Warung kopi adalah tempat yang mudah dijumpai hampir di seluruh wilayah belahan dunia, mulai dari warung kopi tradisional sampai kepada warung kopi modern

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pertelevisian ditandai dengan banyaknya jenis acara yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pertelevisian ditandai dengan banyaknya jenis acara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia pertelevisian merupakan dunia yang sangat cepat berkembang. Perkembangan dunia pertelevisian ditandai dengan banyaknya jenis acara yang ditayangkan selama dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian komunikasi antar pribadi Komunikasi antar pribadi merupakan proses sosial dimana individu-individu yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo,

Lebih terperinci

Budaya Keselamatan dalam dunia Transportasi Udara

Budaya Keselamatan dalam dunia Transportasi Udara Budaya Keselamatan dalam dunia Transportasi Udara Upaya2 yang efektif untuk meynjamin keselamatan terbang harus mengedepankan pentingnya budaya. Setiap organisasi dibidang transportasi udara harus sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi

Lebih terperinci

Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Prosedur ini tidak boleh diubah tanpa persetujuan dari kantor Penasihat Umum dan Sekretaris Perusahaan Vesuvius plc.

Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Prosedur ini tidak boleh diubah tanpa persetujuan dari kantor Penasihat Umum dan Sekretaris Perusahaan Vesuvius plc. VESUVIUS plc Kebijakan Anti-Suap dan Korupsi PERILAKU BISNIS UNTUK MENCEGAH SUAP DAN KORUPSI Kebijakan: Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Tanggung Jawab Perusahaan Penasihat Umum Versi: 2.1 Terakhir diperbarui:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pembagian daerah di Indonesia pada dasarnya diatur dalam undangundang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pembagian daerah di Indonesia pada dasarnya diatur dalam undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembagian daerah di Indonesia pada dasarnya diatur dalam undangundang dan peraturan yang dibuat oleh pemerintah dalam menyelaraskan perimbangan daerah. Dalam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. permasalahan yang telah dirumuskan pada bagian terdahulu. Berdasarkan hasil analisis

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. permasalahan yang telah dirumuskan pada bagian terdahulu. Berdasarkan hasil analisis 368 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN A. Kesimpulan Sasaran utama penelitian ini adalah untuk memberi jawaban terhadap permasalahan yang telah dirumuskan pada bagian terdahulu. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi sosial memainkan peran dalam masyarakat individu atau kelompok. Interaksi diperlukan untuk berkomunikasi satu sama lain. Selain itu, masyarakat membutuhkan

Lebih terperinci

6. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

6. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 66 6. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Pada bab ini akan disimpulkan mengenai hasil penelitian yang telah disampaikan pada bab sebelumnya. Pada bab ini juga akan dijelaskan diskusi yang menyatakan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam berekspresi dapat diwujudkan dengan berbagai macam cara. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan sebuah karya sastra baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion,

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Media telah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, bahkan kita tidak akan pernah terlepas dari media. Seiring dengan perkembangan peradaban

Lebih terperinci

Lbrands Pedoman Perilaku dan Ethics Hotline

Lbrands Pedoman Perilaku dan Ethics Hotline Saat perusahaan kita berkembang, nilai-nilai kita tetap menjadi bagian utama dari segala hal yang kita lakukan: Pelanggan adalah yang utama! Seluruh hal yang kita lakukan wajib dimulai dan diakhiri dengan

Lebih terperinci

AWAS! JEBAKAN NUMERIK: PERINGKAT, NEM, DAN IPK

AWAS! JEBAKAN NUMERIK: PERINGKAT, NEM, DAN IPK AWAS! JEBAKAN NUMERIK: PERINGKAT, NEM, DAN IPK Oleh: Hendra Gunawan Di pertengahan tahun, anda mungkin sempat mendengarkan dua orangtua murid berbincang-bincang tentang anaknya yang baru saja naik kelas

Lebih terperinci

2015 PERSEPSI SISWI TERHADAP PENCITRAAN IDEAL REMAJA PUTRI

2015 PERSEPSI SISWI TERHADAP PENCITRAAN IDEAL REMAJA PUTRI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persepsi merupakan salah satu aspek kognitif manusia yang sangat penting, yang memungkinkannya untuk mengetahui dan memahami dunia sekelilingnya. Istilah persepsi berasal

Lebih terperinci

Persiapan untuk Wawancara Disiplin Mulailah untuk mempersiapkan diri dengan memperbarui bagaimana Anda tahu karyawan tersebut telah melakukan suatu

Persiapan untuk Wawancara Disiplin Mulailah untuk mempersiapkan diri dengan memperbarui bagaimana Anda tahu karyawan tersebut telah melakukan suatu Persiapan untuk Wawancara Disiplin Mulailah untuk mempersiapkan diri dengan memperbarui bagaimana Anda tahu karyawan tersebut telah melakukan suatu pelanggaran yang menjamin sebuah wawancara disipliner.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.

Lebih terperinci

TRIAD OF CONCERN KELOMPOK 3.B. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Sumatera Utara. Jalan Alumni No. 2 Kampus USU Medan PENDAHULUAN

TRIAD OF CONCERN KELOMPOK 3.B. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Sumatera Utara. Jalan Alumni No. 2 Kampus USU Medan PENDAHULUAN 1 TRIAD OF CONCERN KELOMPOK 3.B Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Jalan Alumni No. 2 Kampus USU Medan 20155 PENDAHULUAN Perawatan gigi anak secara dini sangat berguna bagi anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan pengertiannya tentang fakta-fakta atau kenyataan. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan pengertiannya tentang fakta-fakta atau kenyataan. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Citra merupakan image yang diberikan seseorang berdasarkan pengetahuan dan pengertiannya tentang fakta-fakta atau kenyataan. Untuk mengetahui citra seseorang terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai alat komunikasi, bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena hampir seluruh aktivitas manusia melibatkan bahasa. Melalui bahasa manusia

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan 25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan

Lebih terperinci

Muhammad Jusuf Kalla: Investor Yang Progresif

Muhammad Jusuf Kalla: Investor Yang Progresif Muhammad Jusuf Kalla: Investor Yang Progresif Oleh: Bagus Takwin, Niniek L. Karim, Dicky C.P, dan Nurlyta Hafiyah Sekiranya ada keputusan wapres (kepwapres), tentu semua kebijakan sudah saya ambil sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tak akan terlepas dari kodratnya, yaitu manusia sebagai makhluk sosial, yang mana ia harus hidup berdampingan dengan manusia lainnya dan sepanjang hidupnya

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN 66

Perpustakaan Unika LAMPIRAN 66 LAMPIRAN 66 LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN A-1 Skala Kepercayaan Diri Remaja Putri Overweight 67 PETUNJUK PENGISIAN SKALA 1. Tulislah terlebih dahulu identitas diri anda. 2. Bacalah setiap pernyataan dengan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. dengan sesama kita, manusia. Bahasa merupakan salah satu sarana yang

Bab 1. Pendahuluan. dengan sesama kita, manusia. Bahasa merupakan salah satu sarana yang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Banyak cara yang dapat digunakan untuk berhubungan atau berkomunikasi dengan sesama kita, manusia. Bahasa merupakan salah satu sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parfum Casablanca merupakan produk perawatan tubuh yang berupa body spray. Melalui kegiatan promosi pada iklan di televisi, Casablanca ingin menyampaikan pesan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 menempatkan bahasa memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 menempatkan bahasa memegang peranan penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum 2013 menempatkan bahasa memegang peranan penting sebagai wahana untuk menyebarkan pengetahuan dari seseorang ke orang lain. Penerima akan dapat menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaannya, baik itu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaannya, baik itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaannya, baik itu berupa kekayaan alam maupun kekayaan budaya serta keunikan yang dimiliki penduduknya. Tak heran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah salah satu generasi harapan bangsa dimana masa depan yang dicita-citakan bangsa ini berada di tangan mereka. Banyak orang menganggap bahwa mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi antarbudaya dengan baik. kemampuan komunikasi antarbudaya (Samovar dan Porter, 2010: 360).

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi antarbudaya dengan baik. kemampuan komunikasi antarbudaya (Samovar dan Porter, 2010: 360). BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan dunia bisnis yang ada membuat banyak perusahaan asing hadir di Indonesia. Berbagai perusahaan yang bergerak di bidang seperti telekomunikasi, transportasi,

Lebih terperinci

BAB IV SIMPULAN. "Dasar Cina lu." "Eh Cina lu! Cina lu!" "Woi Cina ngapain disini?"

BAB IV SIMPULAN. Dasar Cina lu. Eh Cina lu! Cina lu! Woi Cina ngapain disini? BAB IV SIMPULAN Melihat tindakan yang diambil pemerintah dengan menghilangkan panggilan Cina dan menggantinya dengan kata Tionghoa ataupun Tiongkok ke depannya memang merupakan suatu keputusan yang bagus.

Lebih terperinci

Pendidikan Meningkatkan Kualitas dan Produktivitas Kerja

Pendidikan Meningkatkan Kualitas dan Produktivitas Kerja Pendidikan Meningkatkan Kualitas dan Produktivitas Kerja Dr.H. Moh. Sidik Priadana, MS. (Universitas Pasundan Bandung) roduktivitas kerja Bangsa PIndonesia menempati urutan nomor 2 terendah di Asia, sehingga

Lebih terperinci

Team Building & Manajeman Konflik

Team Building & Manajeman Konflik Team Building & Manajeman Konflik www.kahlilpooh.wordpress.com SEMUA TENTANG PASKIBRA, PASKIBRAKA & OSIS KOTA MAGELANG PERSAHABATAN, YANG MERUPAKAN IKATAN SUCI, AKAN LEBIH SAKRAL DENGAN ADANYA KESULITAN

Lebih terperinci