BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN"

Transkripsi

1 BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah perusahaan I.1.1 PT PERTAMINA ( PERSERO ) P.T Pertamina ( PERSERO ) adalah badan usaha yang bergerak di bidang eksplorasi, pengolahan dan pemasaran hasil tambang minyak dan gas bumidi Indonesia. Pertamina berdiri sejak tanggal 10 Desember 1957 dengan nama P.T PERMINA. Pada tahun 1961 P.T PERMINA berubah nama menjdi P.N PERMINA bergabung dengan P.T PERTAMIN sehingga namanya berubah menjadi P.N PERTAMINA. Berdasarkan undang-undang No. 8 tahun 1971 nama perusahaan ditetapkan menjadi PERTAMINA. Berdasarkan undangundang No. 22 tahun 2001 tanggal 23 November 2001 tentang minyak dan gas bumi, PERTAMINA berubah status hukumnya menjadi P.T PERTAMINA ( PERSERO ) pada tanggal 17 September Sejak tanggal 09 oktober 2008, P.T PERTAMINA ( PERSERO ) Unit Pengolahan berganti menjai P.T PERTAMINA ( PERSERO ) Refinery Unit. Saat ini P.T PERTAMINA ( PERSERO ) memiliki 7 Refinery Unit yang tersebar di seluruh Indonesia. REFINERY UNIT LOKASI KAPASITAS I Pangkalan Brandan 5 MBSD (Sumatera Utara), tidak aktif lagi sejak 2007 II Dumai ( Riau ) 120 MBSD III Plaju ( Sumatera 145,6 MBSD Selatan ) IV Cilacap ( Jawa 348 MBSD Tengah ) V Balikpapan 260 MBSD ( Kalimantan Timur ) VI Balongan ( Jawa 120 MBSD Barat ) VII Sorong ( Papua Barat ) 10 MBSD

2 MBSD = M ( 1000 ) Barrel Stream Day 1.1 Tabel Refinery Unit PERTAMINA di Indonesia Kapasitas Terpasang: 1031 MBSD RU- V Balikpapan RU -II DUMAI & S. PAKNING CAPACITY : 170 MBSD UNIT : C D U H V U I.1.2 HYDROCRACKER DELAYCOKER PLATFORMER RU -III MUSI CAPACITY : 118 MBSD UNIT : C D U H V U F C C U POLY PROPYLENE RU BALONGAN -VI CAPACITY : 125 MBSD UNIT : C D U ARHDM RCC COMPLEX PROPYLENE REC. LPG PLANT CDU-IV 200 MBSD Arun P.Brandan LBO Plant Caps: 9000 BPSD Dumai Musi Balongan Cepu NHT 20 MBSD HVU-II 81 MBSD PLTF 20 MBSD HCU-A 27,5 MBSD Balikpapan Cilacap RU -IV CILACAP CAPACITY : 348 MBSD UNIT : CDU I & II PLATFORMER I & II LUBE-OIL COMP.I, II, III ASPHALT PLANT PARAX. PLANT LPG REC CDU-V 60 MBSD HCU-B 27,5 MBSD Methanol Plant Bunyu Caps: T/Y Bontang PERTAMINA ( PERSERO ) REFINERY UNIT V BALIKPAPAN Total Intake Capacit y: 260 Pendirian kilang minyak PERTAMINA RU V Balikpapan dilatarbelakangi ditemukannya sumber minyak mentah ( crude oil ) di daerah Sanga-sanga pada tahun Menyusulkemudian ditemukan sumber-sumber minyak lain di Tarakan ( 1899 ), Samboja ( 1911 ) dan Bunyu ( 1922 ). Penemuan sumbersumber crude tersebut mendorong didirikan kilang Balikpapan I yang sekarang dikenal dengan kilang lama.kegiatan perminyakan di Balikpapan HVU-III 25 MBSD RU KASIM MBSD -VII CAPACITY : 10 MBSD (design) UNIT : C D U NHT PLATFORMER Kasim Joint Venture

3 diawali dengan pengeboran minyak di Balikpapan yang merupakan realisasi kerja sama antara J.H Menten dengan Firmaa Samuel & Co. Pada tahun 1896 Mr.Adams dri Samuel & Co di London mengadakan penelitian di Balikpapan dan menyimpulkan bahwa daerah ini memiliki cadangan minyak yang cukup besar. Penemuan ini mendorong dilakukannya pengeboran pada tanggal 10 Februari 1897 dan menemukan minyak yang cukup komersial untuk diusahakan. Pembangunan kilang dimulai tahun 1899 oleh Shell Transport & Trading Ltd. Selanjutnya pada tahun 1922 kilang minyak Balikpapan I didirikan. Kilang mengalami kerusakan berat karena perang dunia II dan pada tahun 1948 kilang direbailitasi. Pada yahun 1952, unit distilasi kedua dibangundan selanjutnya pada tahu 1954 unit distilasi ketiga dibangun. Unit distilasi I, II, III beserta HVU I ( High Vacum Unit ) tersebut dikelompokkan menjadi area kilang Balikpapan I. Kilang Balikpapan terdiri dari kilang lama dan kilang baru. Pada daerah kilang lama terdiri dari : Unit Penyulingan Kasar I ( PMK I ) Unit Penyulingan Kasar II ( PMK II ) Unit Penyulingan Hampa I ( HVU I ) Pabrik Lilin ( Wax Plant ) Dehidration Plant ( DHP )\ Effuent Water Treatment Plant ( EWTP ) Sejalan perkembangan kebutuhan BBM di Indonesia, kilang Balikpapan I di upgrade pada tahun 1995 dan mulai dioperasikan pada tahun 1997 dengan menggantikan fungsi unit PMK I, PMK II dan HVU I menjadi CDU V dan HVU III. Kapasitas produksi minyakmentah di kilang Balikpapan I adalah 60 MBSD. Jadi kilang Balikpapan I terdiri dari CDU V, HVU III, Wax Plant, Dehidration Plant dan Effuent Water Treatment. Kilang Balikpapan II mulai

4 dibangun pada tahun 1980 dan resmi berprestasi mulai tanggal 1 November Kilang Balikpapan II memiliki kapasitas desain 200 MBSD yang terdiri dari : Hydroskimming Complex ( HSC ) yang meliputi : o Crude Distillation Unit IV ( CDU IV ), Plant 1 o Naptha Hydrotreater ( NHT ), Plant 4 o Platformer Unit, Plant 5 o LPG Recovery Unit, Plant 6 o Sour Water Stripper Unit ( SWS ), Plant 7 o LPG Treater Unit, Plant 9 Hydrocracking Complex ( HCC ) yang meliputi : o High Vacuum Unit II ( HVU II ), Plant 2 o Hydrocracking Unibon ( HCU ), Plant 3 o Hydrogen Plant, Plant 8 o Hydrogen Recovery Plant, Plant 38 o Flare Gas Recovery, Plant 19 Pembangunan kilang Balikpapan II di latar belakangi oleh keinginan pemerintah untuk mengembangkan Indonesia Timur karena selama waktu tersebut pembangunan sebagian besar terkonsentrasi di wilayah Indonesia bagian barat dan untuk mengurangi subsidi BBM, di mana dalam RAPBN tahun 1981/1982 terungkap bahwa subsidi terbesar yang di keluarkan pemerintah adalah subsidi BBM. Subsidi yang besar tersebut di sebabkan oleh kenaikan harga minyak mentah dan Subsidi BBM dalam negri belum mencukupi. Menurut desainnya kilang Balikpapan mengolah total 260 MBSD minyak mentah. Kilang R.U.V Balikpapan adalah kilang yang dikhususkan untuk memenuhi kebutuhan BBM di Indonesia bagian timur. Namun pada kasus - kasus insidental, Produksi BBM dari kilang PERTAMINA R.U.V Balikpapan juga didistribusikan ke daerah daerah lain yang juga membutuhkan.

5 Secara kronologis, perkembangan kilang minyak P.T.PERTAMINA ( PERSERO ) R.U. V Balikpapan tertera pada tabel 3.2 berikut ini: Masa Peristiwa Ditemukan beberapa sumber minyak mentah di beberapa tempat di kalimantan timur 1922 Unit Penyulingan Minyak Kasar ( PMK ) I didirikan oleh perusahaan minyak BPM 1946 Rehabilitasi PMK I, karena mengalami kerusakan akibat PD II 1949 HVU I selesai didirikan dengan kapasitas 12 MBSD 1950 Wax Plant dan PMK I selesai didirikan, dengan kapasitas produksi 110 ton/hari dan 25 MBSD 1952 Unit PMK II selesai didirikan. Dibangun oleh P.T. shell Indonesia dan di desain ALCO dengan kapasitas 25 MBSD 1954 Modifikasi PMK III, sehingga memiliki kapasitas 10 MBSD. Mulai tahun 1985 PMK III tidak beroprasi Modifikasi wax plant, kapasitas 175 ton/hari April 1981 Kilang Balikpapan II mulai dibangun dengan hak paten proses Nov 1981 Nov 1983 dari UOP lnc Penetapan kontraktor utama, yaitu Bechtel International lnc. Dari inggris dan konsultan supervisornya adalah PROCON lnc. Dari Amerika Serikat Kilang Balikpapan II diresmikan oleh presiden Republik Indonesia ( Presiden Soeharto ) 5 Des 1997 Proyek Up-grading Kilang Balikpapan I, mencakup CDU V dan Nov 2003 HVU III, diresmikan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia Perubahan status PERTAMINA dari BUMN menjadi PERSEROan Terbatas 23 juni 2005 Proyek pembanguna Flare Gas Recovery System dan Hydrogen Recovery System diresmikan 9 okt 2008 P.T. PERTAMINA ( PERSERO ) Unit pengolahan V berganti nama menjadi P.T. PERTAMINA ( PERSERO ) Refinery Unit V 3.2 Visi dan Misi PT. PERTAMINA ( PERSERO )

6 Visi Menjadi perusahaan minyak nasional kelas dunia. Misi Menjalankan usaha inti minyak, gas, dan bahn bakar nabati secara terintegrasi berdasarkan prinsip prinsip komersial yang kuat. Tata Nilai Dalam tercapainya visi dan misinya, PERTAMINA berkomitmen untuk menerapkan tata nilai sebagai berikut : Clean ( Bersih ) Dikelolah secara profesional, menghindari benturan kepentingan, tidak menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan integrasi. Berpedoman pada asas asas tata kelola koorporasi yang baik. Competitif ( Kompetitif ) Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar biaya, dan menghargai kinerja. Confident ( Percaya Diri ) Berperan dalam Pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam reformasi BUMN, dan membangun kebanggaan bangsa Customer Focused ( Fokus pada pelanggan ) Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik pada pelanggan. Commercial ( Komersial ) Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial, menganbil keputusan berdasarkan prinsip prinsip bisnis yang sehat. Capable ( Berkemampuan )

7 Dikelola oleh pemimpin dan pekerja profesional yang memiliki talenta dan penguasaan teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan pengembangan PT. PERTAMINA ( PERSERO ) REFINERY UNIT V BALIKPAPAN Visi Menjadi kilang kebanggaan nasional yang mampu bersaing dan menguntungkan. Misi Mengelola oprasional kilang secara aman, handal, efisien, dan ramah lingkungan untuk menyediakan kebutuhan energi yang berkelanjutan. Mengoptimalkan fleksibilitas pengelola untuk memaksimalkan valuable dan product Memberikan manfaat kepada stakeholder Tata Nilai Dalam mencapai visi dan misinya, P.T. PERTAMINA ( PERSERO ) R.U.V berkomitmen untuk menerapkan tata nilai sebagai berikut : Berwawasan lingkungan Profesionalisme Kebanggaan pegawai Penerapan teknologi secara efektif dan efisien Keadilan, kejujuran, keterbukaan, dan dapat dipercaya 3.3 Arti Lambang Perusahaan

8 Gambar 3.2 Lambang P.T PERTAMINA ( PERSERO ) Elemen logo yang bebrbentuk huruf P yang secara keseluruhan merupakan presentasi bentuk panah, dimaksudkan sebagai PERTAMINA yang bergerak maju dan progesif. Warna yang berani menunjukkan langkah besar pertamina dan aspirasi perusahaan akan masa depan yang lebih positif dan dinamis. Merah Melambangkan keuletan dan ketegasan serta keberanian dalam menghadapi berbagai macam kesulitan. Hijau Melambangkan sumber daya energi yang berwawasan lingkungan. Biru Melambangkan handal, dapat di percaya dan bertanggung jawab Tulisan PERTAMINA dengan pilihan huruf yang mencerminkan kejelasan dan transparasi serta keberanian dan kesungguhan dalam bertindak sebagai wujud positioning PERTAMINA baru. 3.4 Bidang Usaha P.T. PERTAMINA ( PERSERO ) menpunyai bidang usaha migas dan panas bumi di sektor hulu dan sektor hilir. Adapun kegiatan yang di lakukan di kedua sektor :

9 Kegiatan Hulu Kegiatan sektor hulu P.T. PERTAMINA ( PERSERO ) adalah mempertahankan dan meningkatkan produksi minyak, gas, dan panas bumi. Sasaran kegiatan hulu adalah menemukan cadangan baru dan meningkatkan resource serta mengembangkan panas bumi sebagai sumber energi alternatif. Selain berkonsentrasi di dalam negeri, kegiatan sektor hulu secara bertahap mulai mengembangkan kegiatannya di luar negeri melalui kerjasama dengan Irak dan Vietnam. Kerjasama dengan negara Asia lain sedang dalam pengkajian. Produksi minyak dan gas bumi P.T. PERTAMINA ( PERSERO ) dan mitra tahun 2001 sebesar BOPD dan 806 MMSCFD. Produksi P.T. PERTAMINA ( PERSERO ) operasi sendiri dihasilkan dari daerah Operasi hulu ( DOH ) NAD, Sementara bagian utara, tengah, dan selatan, Jawa bagian barat, timur, Kalimantan serta Papua. Produksi panas bumi P.T.PERTAMINA ( PERSERO ) dan mitra tahun 2001 sebesar Wme dan energi listrik yang dihasilkan sebesar 5.909,7 GWh. Produksi P.T.PERTAMINA ( PERSERO ) operasi sendiri di hasilkan dari area panas bumi Kamojang Jawa Barat, Sibayak Sumatra Utara, dan Lahendong Sulawesi Utara. Kegiatan Hilir Bidang pengolahan Kegiatan pengolahan adalah upaya memproses minyak mentah dan gas bumi, mengusahakan tersedianya produk produk minyak dan bahan bakar minyak ( BBM ), non BBM maupun bahan baku untuk kebutuhan industri dalam negeri serta melayani pemasaran luar negeri. Prangkat kilang yang di gunakan adalah kilang minyak, kilang gas dan kilang petrokimia yang keseluruhannya di oprasikan secara optimal, ekonomis dan efisien. Tujuan bidang pengolahan adalah memenuhi dan memuaskan kebutuhan stakeholder, menghasilkan keuntungan optimal, dan menjadi unit usaha yang unggul, bersaing dan berkembang.

10 Bidang pemasaran dan niaga Kegiatan pemasaran dan niaga mencakup upaya pembekalan dan pemasaran distribusi produk produk BBM serta perluasan pemasaran non-bbm untuk kebutuhan dalam negeri dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, serta tepat waktu, dan sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah dan pembangunan nasional. Kebutuhan BBM dalam negeri saat ini mencapai lebih dari 49,5 juta kilo liter yang disalurkan melalui : transit, instalasi, seafed depot, inland depot, pilot filling station dan SPBU. Penyaluran BBM di pulau jawa selain melalui angkutan udara dan laut, selain itu di gunakan saluran pipa karena biaya lebih murah juga dari segi keselamatan lebih handal. Bidang perkapalan Untuk memelihara kehandalan distribusi BBM dalam negeri sebagai penunjang industri dipersiapkan armada transportasi laut yang handal dan ekonomis. Dengan meningkatkan kebutuhan BBM, maka muatan yang di angkut melalui laut ikut meningkat. P.T. PERTAMINA ( PERSERO ) menggunakan armada tanker baik kapal milik sendiri maupun kapal carter untuk mengangkut minyak mentah dan BBM sejumah LT ( long ton/tahun ). Dalam meningkatkan mutu dan pelayanan di bidang transportasi laut, bidang perkapalan telah memiliki standar keselamatan yang di tentukan oleh International Safety Management Code ( ISM-Code ) yaitu berupa document of Complience ( DOC ) serta Safety Management Certificate ( SMC ), Standard of Training, Certification and Watchkeeping for seafarers ( STWC ) serta mengikuti ketentuan Marine Pollution ( MARPOL ) dan Safety of Life Sea ( SOLAS ). 3.5 Lokasi & Tata Letak Pabrik Kilang minyak P.T.PERTAMINA ( PERSERO ) R.U.V terletak di kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur, tepatnya di tepi teluk Balikpapan dengan luas are 250 hektar. Lokasi Kilang Balikpapan yang berdekatan dengan laut

11 mempermudah transportasi produk dan bahan baku keluar maupun menuju kilang. Selain itu, sumber air laut sebagai air proses ataupun utilities dengan mudah di peroleh. Pemilihan teluk Balikpapan sebagai kawasan kilang di lakukan atas dasar : tersedianya pasokan minyak mentah yang cukup banyak dari kawasan sekitarnya, lokasi strategis untuk pendistribusian hasil produksi terutama ke kawasan indonesia bagian timur, dan tersedianya sarana pelabuhan untuk kepentingan distribusi minyak mentah dan hasil produksi. Lokasi kilang P.T.PERTAMINA ( PERSERO ) R.U.V Balikpapan pada peta Indonesia dapat di lihat pada gambar 3.3.

12 Kilang Balikpapan ini di bagi menjadi beberapa daerah kerja. Tata letak kilang ini di sajikan pada gambar 3.4.

13 BAB IV STRUKTUR ORGANISASI P.T.PERTAMINA ( PERSERO ) merupakan sistem organisasi di mana para staff di bagi atas cabang cabang yang berdasarkan regional.organisasi P.T.PERTAMINA ( PERSERO ) Refinery Unit V Balikpapan berada di bawah

14 wewenang dan tanggung jawab General Manager R.U.V ( GM R.U.V ) yang bertanggung jawab langsung kepada direktur unit pengolahan pertamina. General Manager PERTAMINA R.U.V berfungsi sebagai koordinator seluruh kegiatan pengolahan PERTAMINA di Balikpapan, yang tugasnya di bantu oleh beberapa Manager dan Section Head sebagai berikut : Manager 1. Operation & Manufacturing Senior Manager 2. Production Manager 3. Refinery Planning & Optimization Manager 4. Maintanance Planning & Support Manager 5. Maintanance Execution Manager 6. Engineering & Development Manager 7. Reliability Manager 8. Procurement Manager 9. Health, Safety and Environmrnt Manager 10. Operation Performance Improvement Coordinator 11. General affairs Manager 12. Human resource area/business Partner Manager 13. Manager Keuangan Region IV 14. Information Technology R.U. V Manager Section Head 1. Hydro Skimming Complex Section Head 2. Hydro cracking Complex Section Head 3. Distilling & Wax Section Head 4. Utilitis Section Head 5. Oil Movement Section Head 6. Laboratory Section Head 7. Refinery Planning Section Head 8. Supplay Chain & Distribution Section Head 9. Budget & Performance Section Head

15 10. Planning & schedulling Section Head 11. Turn Around Coordinator 12. Stationary Engineer Section Head 13. Electrical & Instrument Engineer Section Head 14. Rotating Equipment Engineer Section Head 15. Maintanance Area I Section Head 16. Maintanance Area II Section Head 17. Maintanance Area III Section Head 18. Maintanance IV Section Head 19. General Maintanance Section Head 20. Workshop Section Head 21. Marine Section Head 22. Process engineering Section Head 23. Project Engineering Section Head 24. Energy Conservation & Loss Control Section Head 25. Facility Engineering Section Head 26. Total Quality Management Section Head 27. Equipment Reliability Section Head 28. Plant Reability Section Head 29. Inventor Section Head 30. Purchasing Section Head 31. Services & Warehousing Section Head 32. Contract Office Section Head 33. Environmental Section Head 34. Fire & Insurance Section Head 35. Safety Section Head 36. Occupational Health Section Head 37. Legal Section Head 38. Public relation Section Head 39. Scurity Section Head 40. Head of People Development 41. Head of Industrial Relation

16 42. Organization Development Analyst 43. Head of Medical 44. Head of HR Service 45. Controller Section Head 46. Kepala Bagian Akuntansi Kilang 47. Kepala Bagian Perbendaharaan 4.1 Engineering and Development Tugas utama bagian ini adalah mengevaluasi kilang, memberikan saran saran peningkatan kinerja oprasi kilang secara keseluruhan, serta melakukan pengembangan proses Process Engineering Bagian ini memberikan saran dan rekomendasi atas pengolahan kilang pada bagian produksi, melakukan pengembangan dan modifikasi proses, serta melakukan evaluasi unjuk kerja proses dan peralatan kilang. Process Engineering memiliki dua spesialis, yaitu spesialis Energi dan spesialis proses kontrol, serta di bagi menjadi lima seksi, yaitu : Development Process control Environmental Process Safety Contact Engineer Project Engineering Fungsi bagian project Engineering adalah mengatur kontrak kerja, mengelola dan mengendalikan kegiatan perencanaan, pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, mempersiapkan cetak biru modifikasi terhadap kilang, menentukan pemilihan alat serta mengadakan evaluasi terhadap masalah keteknikan. Bagian ini juga menangani dan mengawasi pelaksanaan seluruh proyek untuk mencapai hasil proyek yang memenuhi standart kualitas, biaya, jadwal yang telah di tetapkan, dan nilai manfaat proyek yang menguntungkan.

17 Bagian Project Engineering terdiri dari 4 seksi, yaitu : - Pengadaan - Pengawas Kontruksi - Ahli Aroyek - Pengatur Administrasi Proyek Engineering Energy Conservation & Lost Control Bagian ini berfungsi untuk merencanakan, mengkoordinasikan, mengarahkan dan mengendalikan penyelesaian masalah. Selanjutnya bagian ini akan memberikan saran kepada bagian terkait perihal pemakaian energi dan penekanan hydrocarbon loss di lingkungan P.T.PERTAMINA ( PERSERO ) R.U.V Balikpapan dalam rangka peningkatan nilai tambah dan financial margin perusahaan Facility Engineering Fungsi bagian Facility Engineering adalah merencanakan, mengkoordinasikan, mengarahkan, serta mengendalikan kegiatan analisis dan study terhadap potensi pengengmbangan peralatan kilang. Bagian ini memberikan saran kepada bagian bagian produksi terhadap kinerja fasilitas kilang ( listrik, mekanik, rotating equipment dan material ) dan juga melakukan evaluasi modifikasi serta pengembangan non-press yang di usulkan oleh Process Engineering. Selain itu, Facility Engineering juga bertugas untuk memikirkan pemecahan permasalahan oprasi kilang dari segi mekanis, rotating, instrumentasi, dan material, termasuk penyimpan rancangan teknik untuk optimalisasi dan efisiensi, peningkatan yield, utilitas, serta peningkatan orientasi lingkungan dan keselamatan pada unit proses. Rancangan tersebut harus selaras dengan perkembangan teknologi pengilangan minyak bumi dengan biaya optimal, guna mendapat nilai tambah serta peningkatan refinery margin. Bagian Facility Engineering terdiri dari 6 seksi, yaitu:

18 Mechanical Engineering Electrical Engineering Instrument Engineering Rotating Engineering Material Engineering Civil Engineering Total Quality Manegement Bagian ini berfungsi untuk mengkoordinasikan sistem manajemen mutu PERTAMINA, baik dari standar mutu organisasi, mutu produk, maupun lingkungan. Selain itu, TMQ juga mengkoordinasikan dan mengevaluasi penilaian atau mengaudit program PERTAMINA Quality Award. 4.2 Reability Bagian ini bertugas untuk merencanakan, melaksanakan, mengkoordinir pekerjaan, pemeliharaan, dan meningkatkan kehandalan operasi kilang Equipment Reliability Bagian ini bertugas untuk melakukan pemeriksaan peralatan yang beroprasi didalm kilang seperti :sistem perpipaan, tangki, furnace, heat exchanger, boiler dan reactor, selain itu bagian ini juga mempersiapkan Turn Around ( TA ) Kilang Plant Reability Bagian ini bertugas untuk mengkoordinasikan pekerjaan pemeliharaan kilang dengan bagian maintenance & execution. 4.3 Procurement Bidang Procurement membawahi empat bagian, yaitu : Inventory Purchasing Service & Warehousing Contract Office 4.4 Healthy Safety Improvement

19 Bidang ini membawahi empat bagian yaitu : Environmental Fire & Insurance Safety Occupational Health 4.5 Operational and Manufacturing Production Bagian ini bertanggung jawab dalm mengatur dan mengoprasikan kilang secara keseluruhan. Fungsi produksi dipimpin oleh seorang Production Manager, yang secara struktural bertanggung jawab terhadap operation & manufacturing Senior Manager Hydroskimming Complex Bertanggung jawab terhadap pengoprasian CDU IV ( Crude Distilation Unit IV ), Naptha Hydrotreater, Platforming Process Unit, LPG Recovery Unit, LPG Treater, dan Sour Water Stripper Unit Hydrocracking Complex Bertanggung jawab terhadap pengoprasiannya CDU II, Hydrocracker Unibon, Hydrogen Plant, Flare Gas Recovery Unit, Hydrogen Recovery system, serta Common Facilities Distilling & Wax Bertanggung jawab dalm pengoprasian CDU V ( Crude Distilation Unit V ), High Vacum Unit III ( HVU III ), Wax Plant, Dehydration Plant, dan Effluent Water Treatment Plant ( EWTP ) Utilities Bertanggung jawab atas kesediaan steam, air, dan energy listrik dalam kelangsungan operasional kilang, sarana penunjang lainnya, dan perumahan.

20 Oil Movement Wilayah operasional bagian ini meliputi area pertangkian kilang balikpapan dan area terminal crude lawe lawe yang bertanggung jawab atas lalu lintas keluar masuknya minyak mentah serta produk produk dari kilang. Selain itu, bagian ini juga melaksanakan proses pencampuran ( Blending ) produk berdasarkan perhitungan yang dilakukan bagian Supply Chain & Distribution. Terminal Balikpapan lawe lawe adalah unit penunjang proses yang mempunyai tugas dan tanggungjawab secara umum sebagai berikut : Mengatur penerimaan minyak mentah yang akan diolah di kilang Mengatur penerimaan produk jadi dan setengah jadi dari kilang Balikpapan I & II Mengatur dan menyiapkan campuran ( Blending ) produk sesuai permintaan dari bagian refinery planning and optimization untuk selanjutnya dilakukan pengiriman. Mengatur pengiriman produk ke kapal dan UPMS VI ( Unit Pemasaran VI ). Mengelola fasilitas jetty. Terminal Balikpapan w2c30077 Terminal Balikpapan memiliki dua seksi yaitu : Tank Farm Storage yang bertugas mengawasi kegiatan pemompaan di 10 rumah pompa milik kilang serta seksi jembatan dan terminal yang bertugas dan bertanggung jawab melakukan kegiatan bongkar muat crude, produk BBM, produk non-bbm ke kapal. Terminal Lawe Lawe Terminal ini merupakan pintu masuk crude oil impor sebelum masuk ke terminal Balikpapan. Unloading Crude Oil dari kapal di lakukan dengan Buoy Mooring ( SBM ) yang terletak di tengah laut mengambang tempat bertautan pipa darat dan pipa tangker. Penyaluran crude dari terminal lawe lawe ke terminal Balikpapan di lakukan melalui jaringan pipa bawah laut.

21 Laboratory Bertugas untuk melakukan pemeriksaan, penelitian secara rutin, dan memberikan hasil analisis terhadap bahan baku dan kualitas produk yang di peroleh, serta penelitian atas pengembangan produk. Laboraturium R.U.V Balikpapan terdiri dari empat laboraturium utama, yaitu : Laboratorium Gas & Analitik Laboraturium Produksi Cair Laboraturium Evaluasi Crude Laboraturium Lindungan Lingkungan Refinery Planning & Optimalization Bertanggung jawab atas perencanaan, pelaksanaan, pengkoordinir pekerjaan, pemeliharaan, dan meningkatkan kehandalan operasi kilang. Kedudukannya adalah Planner sedangkan kilang adalah Doer. Bagian ini merencanakan pengolahan untuk mencari gross margin sebesar besarnya ( dengan pemilihan crude yang bernilai tinggi di lihat dari yield, harga maupun jadwal datang ). Secara umum bidang ini bertugas menyiapkan dan menyajikan prekpektif keekonomian kilang Balikpapan. Prekpektif keekonomian tersebut berupa laporan data data statistik mengenai evaluasi produk, hasil blending crude, dan administrasi. Bagian ini juga mengembangkan perencanaan yang ada agar dapat memaksimalkan pendapatan berdasarkan pasar dan kondisi kilang yang ada Refinery Planning Membuat rencana pengolahan bulanan dan tahunan serta potensi pengolahan dan perencanaan crude. Dalam menjalankan tugasnya, bagian ini di tunjang oleh perangkat program komputer yaitu linier programming. Salah satu bentuk programnya adalah GRTMPS ( Generalized Refinery Transportation Marketing Planning System ) Supply Chain & Distribution

22 Mengatur penjadwalan crude yang di olah setiap harinya kepada bagian produksi, menyampaikan realisasi pengolahan dan mengatur penjadwalan blending produk, serta rencana penyalurannya Budget & Performance Merencanakan key performance index dan realisasi anggaran PERTAMINA Main Planning & Support Fungsi ini membawahi lima bagian, yaitu : Planning & Scheduling Turn Around Coordinator Stationary Engineer Electrical & Instrument Engineer Rotating Equipment Engineer Maintenance & Execution Fungsi ini bertanggung jawab untuk menyediakan jasa pelayanan dan pemeliharaan peralatan mekanik, rotating, listrik dan instrumentasi untuk menunjang kehandalan operasi kilang. Maintenance Execution membawahi lima bagian, yaitu : Maintenance Area 1 Maintenance Area 2 Maintenance Area 3 Maintenance Area 4 General Maintenance Workshop Turn Around Fungsi ini membawahi tiga bagian, antara lain :

23 1. Turn Around Section Head 2. Eqwipment Overhaul Section Head 3. Schaduling Maintenance & Ser Supt Section Head 4.6 General Affairs General Affairs membawahi tiga bagian, yaitu : Legal Public Relation Security Operational Performance Improvement O.P.I. merupakan organisasi yang baru di bentuk. Bidang ini bertujuan untuk menyukseskan program transformasi PERTAMINA secara keseluruhan, yang meliputi empat main stream antara lain : Leadership, Technical Aspect, Mindset Capability, dan Management Infrastructure. 4.7 Human Resources Area/usiness Partner H.R Area/B.P.R.U.V membawahi lima bagian, yaitu : People Development Industrial Relation Organization Development Analyst Medical HR Service 4.8 Keuangan Region IV Bagian keuangan membawahi tiga bagian, yaitu : Bagian Controller Bagian Akuntasi Kilang Bagian Perbendaharaan 4.9 Information Technology Information Technology membawahi dua bagian, yaitu :

24 Bagian Pengembangan Bagian Operasi 4.10 Operational Performance Improvement Organisasi baru yang di bentuk ini bertujuan untuk mensukseskan program transformasi Pertamina secara keseluruhan yang meliputi empat mainstream antara lain : Leadership, Technical, Respect, Mindset Capability dan Management Infrastruktur. BAB V BAHAN BAKU & PRODUK 5.1 Bahan Baku Bahan Baku Utama P.T. PERTAMINA ( PERSERO ) R.U.V mengolah minyak bumi yang berasal dari dalam dan luar negeri. Berdasarkan desain, CDU IV dirancang untuk mengolah crude yang berasal dari Handil dan Bakapai, sedangkan CDU V mengolah minyak bumi dari Attaka ( 25% ), Arun ( 17% ), Minas ( 33% ) dan Widuri ( 25% ), namun karena alasan keekonomisan dan keterbatasan bahan baku, beberapa sumber crude di kalimantan di gunakan sebagai umpan kilang, crude dalam negeri yang di gunakan antara lain Widuri, Minas, Badak, Sangatta, Pelida, Cinta, Lalang, Kakap, dan Sumatera Light Crude. Crude yang di olah sebagian juga di datangkan dari luarnegri, antara lain : Malaisya ( Tapis ), Australia ( Jabiru ), Chalist dan Copper Basin, China ( Nanhai dan Xijiang ), Nile Blend Crude, Nigeria ( Nigerian Brass, Farcados, dan Qua-lboe ). Oleh karena jenis bahan baku yang beraneka ragam, crude yang pertama kali diolah akan mengalami proses pencampuran ( Blending ). Blending di lakukan

25 untuk mempertahankan kualitas bahan baku agar sedekat mungkin dengan spesifikasi bahan baku yang dapat di olah oleh kilang PERTAMINA R.U.V Pengolahan crude berdasarkan yield-nya adalah sebagai berikut : 1. Light Crude : menghasilkan banyak LPG, Light Naptha dan Heavy Naptha. 2. Medium Crude : menghasilkan banyak kerosine dan diesel oil. 3. Heavy Crude : menghasilkan banyak long residu Jumlah crude yang di olah oleh P.T.PERTAMINA ( PERSERO ) R.U.V Balikpapan saat ini sebanyak 260 MBSD. Kilang Balikpapan I mengolah 60 MBSD dan Kilang Balikpapan II mengolah 200 MBSD. Daerah pemasaran hasil pengilangan minyak P.T.PERTAMINA ( PERSERO ) R.U.V Balikpapan adalah Indonesia bagian timur ( Kalimantan, Sulawesi, sebagian Maluku dan Irian Jaya ) dan Jawa timur ( Surabaya ). Gambar 5.1 menunjukkan tipikal Komposisi crude untuk CDU IV. Sedangkan tipikal composisi crude untuk CDU V di tunjukkan oleh gambar Bahan Penunjang Bahan penunjang dalam P.T. PERTAMINA ( PERSERO ) R.U.V Balikpapan di gunakan untuk mendukung proses proses pengolahan ke dua

26 ( Secondary Treatment ), misalnya katalis untuk proses perengkahan dan proses pengkondisian ( Treatment ), seperti proses penghilangan Wax ( dewaxing ). Beberapa bahan kimia pendukung utama yang di pakai dalam proses P.T.PERTAMINA ( PERSERO ) R.U.V Balikpapan adalah : 1. Asam sulfat ( H 2 SO 4 ) 98 %, di gunakan untuk menghilangkan senyawa tak jenuh dalam proses proses pembuatan wax. 2. Activated clay, digunakan untuk penghilangan warna dan bau dalam proses pembuatan wax. Dalam hal ini, clay berfungsi sebagai absorber. 3. Kapur, banyak digunakan dalam upaya menjaga kestabilan ph dalam proses pembuatan wax, terutama dalam proses treating. 4. Polyethylene, berfungsi sebagai pengeras wax. 5. High Octane Number Mogas Component ( HOMC ), digunakan untuk menaikkan angka oktan premium dengan cara blending, terutama jika produk reformat tidak mencukupi. 6. Demulsifier, mempercepan pemecahan emulsi minyak-air dalam proses desalting crude sebelum didistilasi dalam CDU ( Crude Distillation Unit ) 7. Corrosion Inhibitor, yang dimaksud inhibitor dalam hal ini adalah inhibitor korosi yang digunakan dalam proses-proses yang rentan terhadap gas atau cairan yang bersifat korosi. Sebagai contoh. Dalam proses LPG recovery, sejumlah inhibitor di injeksikan di sebagian overhead deethanizer karena umpan mengandung sejumlah gas H 2 S sehingga dapat menyebabkan korosi pada pipa-pipa bagian overhead. 8. Amoniak, digunakan untuk menjaga kestabilan ph pada berbagai unit pemroses. 5.2 Produk P.T. PERTAMINA (PERSERO) R.U. V Balikpapan mengahasilkan beberapa macam produk yang digolongkan dalam produk bbm dan non-bbm berupa : Premium, Avtur, Korosene, ADO ( Automotive Diesel Oil ), IDO (Industrial Diesel Oil ), dan IFO (Industrial Fuel Oil ). Produk non-bbm berupa : LSWR (Low Sulphur Wax Residue ), Heavy Naphtha, LPG, dan lilin.

27 Persentase produk yang dihasilkan oleh P.T. PERTAMINA (PERSERO) R.U. V dari kapasitas produksi rata-rata BPSD dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut ini : Jenis Produk %-Volum Produk Premium 16,35 Avtur 4,20 Kerosene 17,95 Solar/ADO 28,35 Minyak Bakar/IDO 2,16 Heavy Naptha 4,72 LSWR 24,31 LPG 1,28 Ready Wax 0,51 Total 100 Tabel 5.1 Presentase produk dari kapasitas produksi kilang Bahan Bakar Minyak ( BBM ) Pertamax 92 Pertamax 92 adalah salah satu produk P.T. PERTAMINA ( PERSERO ) yang di gunakan sebagai bahan baku motor. Keunggulan dari produk ini adalah keunggulan dari oktannya yang tinggi. Spesifikasi mutunya di sajikan pada tabel 6.1. NO. ANALYSIS METHOD MIN. MAX. 1 Research Octane Number RON ASTM D Lead Content gr/l ASTM D 3237/D ,013 3 Distillation : ASTM D % Vol. Recovery C % Vol. Recovery C % Vol. Recovery C End Point C Residue % Vol R.V.P at 100 F Kpa ASTM D NO. ANALYSIS METHOD MIN. MAX. 5 Existent Gum mg/100 ml ASTM D Induction minutes ASTM D

28 7 Cu. Strip. Corrosion 3 hrs/50 C ASTM D No.1 8 Doctor Test or No. 9 IP 30 - Negative 9 Merchaptan Sulphur % Wt. ASTM D Total Sulphur % Wt. ASTM D Aromatic Content % Vol. ASTM D Olefin Content % Vol. ASTM D Oxygenate Content % Vol. MIXED Colour VISUAL Pink 12 Dye Content gr/100 L. Color Trial -... Tabel 6.1 Spesifikasi Pertamax Premium 88 Produk P.T.PERTAMINA ( PERSERO ) yang juga di gunakan untuk bahan bakar motor adalah Premium 88. Bahan bakar ini di pasarkan untuk konsumen menengah kebawah. Spesifikasinya di sajikan pada tabel 5.3. NO. ANALYSIS METHOD MIN. MAX. 1 Research Octane Number RON ASTM D Lead Content gr/l ASTM D Distillation : ASTM D % Vol. Recovery C % Vol. Recovery C *) 90 % Vol. Recovery C End Point C Residu % Vol R.V.P at 100 F Pa ASTM D *) 5 Existent Gum mg/100 ml ASTM D Induction Period minutes ASTM D Total Sulphur Wt ASTM D Cu. Strip. Corrosion 3 hrs/50 C ASTM D N0.1 NO. ANALISYIS METHOD MIN. MAX. 9 Doctor Test No. 9 IP 30 - Negative 10 Mercaptan Sulphur % wt ASTM D Colour VISUAL Yellow 12 Dye Content : Yellow gr/100 L Odor - Marketable

29 Tabel 5.3 Spesifikasi Premium Kerosene Kerosene di gunakan sebagai bahan bakar di rumah tangga. Salah satu tolak ukur kualitas yang penting adalah Smoke Point yaitu minimal 15mm, Spesifikasi lengkapnya di sajikan pada tabel 5.4. NO. ANALISYIS METHOD MIN. MAX. 1 Density 15 C g/m3 ASTM D Smoke Point mm ASTM D Burning Test ( Dry Char ) mg/kg IP Distillation : ASTM D 86 End Point C Recovery at 200 C % vol 18-5 Flash Point Able C IP Total Sulphur % mass ASTM D Cu. Strip. Corrosion 3 hrs / 50 C ASTM D No. 1 8 Colour - Tabel 5.4 Spesifikasi Kerosen Automotive Diesel Oil ( ADO ) Automotive Diesel Oil adalah bahan bakar mesin diesel. Spesifikasi lengkapnya di sajikan pada tabel 5.5. NO. ANALISYIS METHOD MIN. MAX. 1 Density 15 C g/m3 ASTM D C.C.I or ASTM D Cetane Number ASTM D Visc.Kinematic at 37.8 C cst ASTM D Pour Point C ASTM D Flash Point PMcc C ASTM D Distillation, Recovery at 300 C %vol ASTM D Total Sulphur % wt ASTM D Cu. Strip. Corrosion 3 hrs / 100 C ASTM D N0.1

30 9. Conradson Carbon Residue or % wt ASTM D ASTM D ( On 10 % vol Bottom ) 10. Ash Content % wt ASTM D Water Content % vol ASTM D Sediment by Extraction % wt ASTM D Strong Acid Number mg KOH/g ASTM D NIL 14. Total Acid Number mg KOH/g ASTM D Colour ASTM ASTM D Tabel 5.5 Spesifikasi ADO Industri Diesel Oil ( IDO ) Industrial Diesel Oil merupakan jenis bahan bakar yang juga di gunakan untuk industri terutama yang memiliki mesin diesel. IDO meripakan campuran daro 20% IFO, dan 80% ADO. Spesifikasinya di sajikan pada tabel 5.6. NO. ANALISYIS METHOD MIN. MAX. 1 Spesifikasi Gravity at 60/60 F ASTM D Strong Acid Number mg KOH/gr ASTM D NIL 3 Ash Content % wt ASTM D Colour ASTM ASTM D Conradson Carbon Residue % wt ASTM D Flash Point PMcc F ASTM D Pour Point F ASTM D Sediment by Extraction % wt ASTM D Total Sulphur % wt ASTM D Viscisity Redwood I/100 F Seconds IP Water Content % vol ASTM D Tabel 5.6 Spesifikasi IDO Industri Fuel Oil ( IFO ) Industrial Fuel Oil merupakan jenis bahan bakar yang khusus di gunakan untuk industri. Salah satu contoh penggunaannya di dalam industri, yaitu sebagai bahan bakar tungku pembakar ( furnace ). IFO merupakan hasil Blending 98% short residue, dan 2% ADO. Spesifikasi IFO disesuaikan dengan permintaan konsumen. NO. ANALISYIS METHOD MIN. MAX. 1 Strong Acid Number mg KOH/gr ASTM D NIL 2 Total Acid Number mg KOH/gr ASTM D

31 3 Ash Content % wt ASTM D Conradson Carbon Residue % wt ASTM D Flash Point PMcc C ASTM D Pour Point C ASTM D Sediment by HFT at 100 C % mass ASTM D Density 15 C kg/l ASTM D Total Sulphur % mass ASTM D Viscosity Redwood I/100 F Secounds ASTM D Water Content % vol ASTM D Alumunium ppm wt IP Sodium ppm mass ASTM D Vanadium ppm mass ASTM D Tabel 5.7 Spesifikasi IFO ( Konsumsi BP ) NO. ANALISYIS METHOD MIN. MAX. 1 Spesific Gravity at 60/60 F ASTM D Strong Acid Number mg KOH/gr ASTM D NIL 3 Calorific Value ( Gross ) Btu/lb ASTM D Conradson Carbon Residue % wt ASTM D Flash Point PMcc F ASTM D Pour Point F ASTM D Sediment by Extraction % wt ASTM D Total Sulphur % wt ASTM D Viscosity Redwood I/100 F Seconds IP Water Content % vol ASTM D Tabel 5.8 Spesifikasi IFO No.1 N O ANALYSIS METHOD MIN. MAX. 1. Spesific Gravity at 60/60 0 F ASTM D , Strong Acid Number mg KOH/gr ASTM D NIL 3. Calorific Value (Gross) Btu/lb ASTM D Conradson Carbon Residue %wt ASTM D ,0 5. Flash Point PMcc 0 F ASTM D Pour Point 0 F ASTM D Sediment by Extraction %wt ASTM D 473-0,15 8. Total Sulphur %wt ASTM D ,5 9. Viscosity Redwood l\100 0 F Seconds IP Water Content %vol ASTM D-95-0,75 Tabel 5.9 spesifikasi IFO No Non Bahan Bakar Minyak (NBM)

32 P.T. PERTAMINA (PERSERO) R.U V Balikpapan juga memproduksi Non Bahan Bakar Minyak (NBM) yaitu berupa LPG, Naptha, LSWR, dan lilin Liquified Petroleum Gas (LPG) LPG digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga, namun sekarang juga dikembangkan untuk bahan bakar mobil. Spesifikasi LPG yang diproduksi P.T PERTAMINA (PERSERO) terdiri dari dua macam, yaitu LPG propan, LPG butan, dan LPG campuran keduanya. NO. ANALYSIS METHOD MIN. MAX. 1. Spesific Grafity at 60/60 0 F ASTM D-1657 To Be Reported 2. Composition ASTM D C3 %vol - 2,5 C4 + (C4 and havier) %vol - - C3 + C4%vol - - C5 %vol - - C5 + (C5 and havier) % vol - Nil C6 + (C6 and havier) % vol 3. R.V. P at F psi ASTM D Weathering Test at 36 0 F % vol ASTM D Total Sulphur grain/100 cuft ASTM D Copper Corrosion 1 hour/100 0 F ASTM D No.1 7. Ethyl or Buthyl Mercapton Added ml/1000ag Free Water Content VISUAL - - Tabel.5.10 Spesifikasi LPG Propan NO. 1. ANALYSIS METHOD MIN. MAX. Spesific Grafity at 60/60 0 F ASTM D-1657 To Be Reported 2. Composition ASTM D-2163 C4 %vol 97,5 - C4 + (C4 and havier) %vol - - C3 + C4%vol - - C5 %vol - 2,5 C5 + (C5 and havier) % vol - - C6 + (C6 and havier) % vol - Nil 3. R.V. P at F psi ASTM D Weathering Test at 36 0 F % vol ASTM D Total Sulphur grain/100 cuft ASTM D Copper Corrosion 1 hour/100 0 F ASTM D No.1 7. Ethyl or Buthyl Mercapton Added ml/1000ag 50

33 8. Free Water Content VISUAL - - Tabel 5.11 Spesifikasi LPG Butan NO. ANALYSIS METHOD MIN. MAX. 1. Spesific Grafity at 60/60 0 F ASTM D-1657 To Be Reported 2. Composition ASTM D-2163 C2 %vol - 0,2 C4 + (C4 and havier) %vol - 2,5 C3 + C4%vol 97,5 - C5 %vol - 2,0 C5 + (C5 and havier) % vol - - C6 + (C6 and havier) % vol - Nil 3. R.V. P at F psi ASTM D Weathering Test at 36 0 F % vol ASTM D Total Sulphur grain/100 cuft ASTM D Copper Corrosion 1 hour/100 0 F ASTM D No.1 7. Ethyl or Buthyl Mercapton Added ml/1000ag Free Water Content VISUAL - - Tabel 5.12 Spesifikasi LPG Campuran Naptha Naptha merupakan salah satu bahan baku penting dalam industri petrokimia. Spesifikasi naptha yang diproduksi P.T. PERTAMINA (PERSERO) disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. NO MIN ANALYSIS METHOD.. MAX 1. Spesific Grafity at 60/60 0 F ASTM D ,68 0,74 2. Paraffins %vol ASTM D Olefins %vol ASTM D ,0 4. Total Sulphur ppm wt ASTM D Colour Saybalt ASTM D Distillation: ASTM D-86 IBP 0 C 25 - End Point 0 C Residue %vol - 2,0 7. R.V. P at F psi ASTM D ,0 8. Lead Content Ppb IP Existent Gum mg/100ml ASTM D-381-4,0 10. Arsenic Content *) Ppb UOP Total Cholire *) ppm wt UOP Mercury *) Tabel 5.13 Spesifikasi Light Naptha (konsumsi BP)

34 NO MIN ANALYSIS METHOD.. MAX 1. Spesific Grafity at 60/60 0 F ASTM D ,65 0,74 2. Paraffins %vol ASTM D Olefins %vol ASTM D ,0 4. Total Sulphur ppm wt ASTM D Colour Saybalt ASTM D Distillation: ASTM D-86 IBP 0 C 25 - End Point 0 C Residue %vol - 1,5 7. R.V. P at F psi ASTM D ,0 8. Lead Content Ppb IP Existent Gum mg/100ml ASTM D-381-4,0 10. Arsenic Content *) Ppb UOP Total Cholire *) ppm wt UOP Mercury *) 1 Tabel 5.14 Spesifikasi Light naptha (konsumsi Sietco) NO. ANALYSIS METHOD MIN. MAX 1. Spesific Grafity at 60/60 0 F ASTM D ,72-2. Paraffins %vol ASTM D Olefins %vol ASTM D ,0 4. Napthanes + Aromatics ppm wt ASTM D Total Sulphur ppm wt ASTM D Colour Saybalt ASTM D Distillation: ASTM D-86 IBP 0 C 45 - End Point 0 C Residue %vol - 2,0 8. R.V. P at F psi ASTM D-323-6,0 9. Lead Content Ppb IP Existent Gum mg/100ml ASTM D-381-4,0 11. Arsenic Content *) Ppb UOP Total Cholire *) ppm wt UOP Mercury *) Tabel 5.15 Spesifikasi Medium Naptha NO. ANALYSIS METHOD MIN. MAX 1. Spesific Grafity at 60/60 0 F ASTM D ,72-2. Paraffins %vol ASTM D

35 3. Olefins %vol ASTM D ,0 4. Napthanes + Aromatics ppm wt ASTM D Total Sulphur ppm wt ASTM D Colour Saybalt ASTM D Distillation: ASTM D-86 IBP 0 C 45 - End Point 0 C Residue %vol - 2,0 8. R.V. P at F psi ASTM D-323-6,0 9. Lead Content Ppb IP Existent Gum mg/100ml ASTM D-381-4,0 11. Arsenic Content *) Ppb UOP Total Cholire *) ppm wt UOP Tabel 5.16 Spesifikasi Medium Naptha (konsumsi BP) Premix Premix adalah bahan bakar motor. Premix mempunyai angka oktan 94 (lebih tinggi dari pertamax 92). Premix tidak digolongkan dalam produk bahan bakar minyak kerena konsumennya merupakan masyarakat menengah keatas sehingga dapat diberikan bahan pajak yang lebih tinggi. Spesifikasi disajikan pada tabel NO. ANALYSIS METHOD MIN. MAX. 1. Research Octane Number RON ASTM D Lead Content gr/l ASTM D ,30 3. Distillation ASTM D % Vol. Recovery 0 C % Vol. Recovery 0 C *) 90 % Vol. Recovery 0 C End Point 0 C Residue %vol - 2,0 4. R.V.P at F Kpa ASTM D *) 5. Existent Gum mg/100 ml ASTM D Induction Period minutes ASTM D Total Sulphur %wt ASTM D ,20 8. Cu. Strip Corrotion 3 hrs/50 0 C ASTM D No.1 9. Doctor test or NO.9 IP-30 - Negative 10. Mercaptan Sulphur %wt ASTM D , Oksigenate Content %vol Colour VISUAL Red 13. Dye Content : Yellow gr/100l - - 0, Odor - Marketable Tabel 5.17 Spesifikasi Premix

36 Lilin (Wax) Lilin merupakan produk khusus dari PT.PERTAMINA R.U. V Balikpapan. Pangsa pasarnya selain di dalam negeri juga di luar negeri. Spesifikasi disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. NO. ANALYSIS MIN. MAX. 1. Spesific Gravity To Be Repoted 2. Melting Point 0 C 58,9 60,0 0 F 138,0 140,0 3. Oil Content %vol - 1,8 4. Colour Lovibon - 1,0 Tabel 5.18 Spesifikasi Hard Semi Refined (HSR) NO. ANALYSIS MIN. MAX. 1. Spesific Gravity To Be Repoted 2. Melting Point 0 C 56,1 61,1 0 F 133,0 142,0 3. Oil Content %vol 2,0 2,8 4. Colour Lovibon - 1,0 Tabel 5.19 Spesifikasi Yellow Batik Wax (YBW) NO. ANALYSIS MIN. MAX. 1. Spesific Gravity To Be Repoted 2. Melting Point 0 C 43,3 46,1 0 F 110,0 115,0 3. Oil Content %vol - 3,5 4. Colour Lovibon - 1,0 Tabel 5.20 Spesifikasi Match Wax (MW) NO. ANALYSIS MIN. MAX. 1. Spesific Gravity To Be Repoted 2. Melting Point 0 C 60,0 62,8 0 F 140,0 145,0 3. Oil Content %vol - 1,0 4. Colour Lovibon - 1,0 Tabel 5.21 Spesifikasi Hard Paper (HHP)

37 NO. ANALYSIS MIN. MAX. 1. Melting Point 0 C 58,9 60,0 0 F 138, 0 140,0 2. Neddle Penetration (25 0 C, 100 g, 5s) - - (35 0 C, 100 g, 5s) Oil Content % massa - 0,5 4. Colour (Saybolt) Thermal Stability (Saybolt) Carbon Number Distribution Normal Parafin % - C 23 or lower % - Tabel 5.22 Spesifikasi Fully Refined Wax (FRW) Low Sulphur Wax Residue (LSWR) LSWR merupakan produk bawah distilasi vakum yang sudah tidak dapat diolah lagi dengan menggunakan unit yang ada di R.U. V Balikpapan. Low Sulphur Wax Residue merupakan salah satu produk yang diekspor terutama ke Jepang. Produk ini merupakan campuran dari 63% short residue, 25 %-35% ADO, dan 2% kerosene. NO. ANALYSIS METHOD MIN. MAX. 1. Spesific Gravity at 60/60 0 F ASTM D ,878 0, A.P.I Gravity at 60/60 0 F ASTM D ,5 29,5 3. Ash Content % wt ASTM D-482-0,10 4. Conradson Carbon Residue % wt ASTM D-189-8,0 5. Flash Point PMcc 0 F ASTM D Pour Point 0 F ASTM D Sulphur Content %wt ASTM D ,2 8. Viscosity redwood l/140 0 F Second Water Content %vol ASTM D-95-0,50 Tabel 5.23 Spesifikasi LWSR NO. ANALYSIS METHOD MIN. MAX. 1. Spesific Gravity at 60/60 0 F ASTM D ,878 0,930

38 A.P.I Gravity at 60/60 0 F ASTM D ,5 29,5 3. Ash Content % wt ASTM D-482-0,10 4. Conradson Carbon Residue % wt ASTM D-189-8,0 5. Flash Point PMcc 0 F ASTM D Pour Point 0 F ASTM D Sulphur Content %wt ASTM D ,2 8. Viscosity redwood l/140 0 F Second Water Content %vol ASTM D-95-0,50 Tabel 5.24 Spesifikasi LSWR Konsumsi BP NO. ANALYSIS METHOD MIN. MAX. 1. Spesific Gravity at 60/60 0 F ASTM D ,878 0, A.P.I Gravity at 60/60 0 F ASTM D ,5 29,5 3. Ash Content % wt ASTM D-482-0,10 4. Conradson Carbon Residue % wt ASTM D-189-8,0 5. Flash Point PMcc 0 F ASTM D Pour Point 0 F ASTM D Sulphur Content %wt ASTM D ,2 8. Viscosity redwood l/140 0 F Second Water Content %vol ASTM D-95-0,50 Tabel 5.26 Spesifikasi LSWR Konsumsi PPT NO. ANALYSIS METHOD MIN. MAX. 1. Spesific Gravity at 60/60 0 F ASTM D ,878 0, A.P.I Gravity at 60/60 0 F ASTM D ,5 29,5 3. Ash Content % wt ASTM D-482-0,10 4. Conradson Carbon Residue % wt ASTM D-189-8,0 5. Flash Point PMcc 0 F ASTM D Pour Point 0 F ASTM D Sulphur Content %wt ASTM D ,2 8. Viscosity redwood l/140 0 F Second Water Content %vol ASTM D-95-0,50 Tabel 5.26 Spesifikasi LSWR Konsumsi Sietco Blending Produk Sebagian besar produk siap jual di atas merupakan hasil blending dari produk kilang agar dapat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan pemerintah (Dirjen Migas). Dari proses blending dihasilkan: LPG

39 LPG dipasarkan di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Syarat LPG yang dipasarkan di Indonesia adalah kandungan fraksi ringan etana harus kurang dari 0,2%-volume. Dengan alasan keselamatan, LPG dicampur dengan etil merkapten untuk memberi bau khas sebagai indikator kebocoran Premium Menurut ketentuan yang berlaku, premium harus memiliki bilangan oktan 88. Oleh karena itu premium dibuat dengan cara mem-blending reformat (ON=92-95), naptha ringan (ON=70), dan naphta berat (ON=60). Apabila belum mencapai bilangan oktan 88, maka dapat digunakan HOMC (High Octane Mogas Component) yang memiliki bilangan oktan 95. Selain premium, P.T. PERTAMINA (PERSERO) R.U. V juga dapat memproduksi pertamax yang memiliki bilangan oktan 92 dan pertamax plus yang memiliki bilangan oktan ADO (Automotive Diesel Oil) Automotive Diesel Oil merupakan bahan bakar kendaraan bermotor yang bermesin diesel. ADO yang memiliki bilangan cetane minimal 45 merupakan hasil pencampuran dari gas oil ringan, gas oil berat, gas oil vakum ringan, dan gas oil vakum berat IFO (Industrial Fuel Oil) Industrial Fuel Oil merupakan jenis bahan bakar yang khusus digunakan untuk industri. Salah satu contoh penggunaannya di dalam industri, yaitu sebagai bahan bakar tungku pembakar (furnace). IFO merupakan hasil blending dari 98% short residue, dan 2 % ADO IDO (Industrial Diesel Oil) Industrial Diesel Oil merupakan jenis bahan bakar yang juga digunakan untuk industri terutama yang memiliki mesin diesel. IDO merupakan campuran dari 20% IFO, dan 80% ADO Avtur Avtur digunakan untuk memenuhi kebutuhan transportasi udara. Avtur tidak diambil sebagai produk blending untuk menjaga kualitas mengacu standar

40 internasional. Parameter yang harus diperhatikan dalam penentuan kualitas avtur adalah titik asap, titik tuang, dan turbiditas LSWR (Low Suphur Wax Residue ) Low Suphur Wax Residue merupakan salah satu produk yang diekspor terutama ke Jepang. Produk ini merupakan campuran dari 63% short residue, 25%-35% ADO, dan 2% kerosene Produk Wax Produk wax dapat dibagi menjadi empat grade berdasarkan kualitasnya. Spesifikasi produk wax berdasarkan kualitasnya dapat dilihat pada tabel 5.27 Jenis Produk Lilin Oil Content Melting point HRS (Hard Semi Refined) Max 1,8 %-berat F HHP (Hard High Parrafin) Max 1,5 %-berat F YBW (Yellow Batik Wax) Max 2 2,8% berat F FRW (Fully Refined Wax) Max 0,5% berat F Tabel 5.27 Produksi Lilin menurut Grade Kualitas Produk HSR dan HHP digunakan untuk keperluan dalam negeri. Biasanya digunakan sebagai bahan pembuatan lilin kreasi dan lilin penerangan. Untuk produk YBW, dikirim ke pusat kerajinan batik sebagai bahan baku pembuatan batik. Produk FRW diorientasikan untuk ekspor terutama ke negara Jepang dan Singapura sebagai bahan baku pembuatan kertas lilin dan kosmetik. BAB VI DESKRIPSI PROSES P.T. PERTAMINA (PERSERO) R.U. V Balikpapan terdiri dari dua kilang, yaitu kilang Balikpapan I dan kilang Balikpapan II. 6.1 Kilang Balikpapan 1 dari: Kilang Balikpapan I mempunyai kapasitas pengolahan 60 MBSD. Kilang ini terdiri Crude Distillation Unit V (CDU V)

41 High Vacuum Unit III (HVU III) Dehydration Plant (DHP) Wax Plant Effluent Water Treatment Plant (EWTP) Crude Distillation Unit V (CDU V) CDU V merupakan pengganti PMK I dan PMK II yang dulu dipakai untuk mengolah minyak mentah di kilang Balikpapan I Spesifikasi Umpan & Produk Berdasarkan desain, umpan yang masuk ke CDU V dibagi menjadi dua jenis, yaitu mixed crude/operation case I dan Minas crude / operation case II. Mixed crude / operation case merupakan sistem umpan dengan kombinasi feed sebagai berikut: Attaka Crude barel/hari atau 25%-v Arun Crude barrel/hari atau 17%-v Minas Crude barrel /hari atau 33%-v Widuri Crude15000 barrel/hari atau 25%-v Minas crude/operation case II merupakan sistem umpan yang hanya menggunakan Minas crude sebagai umpan, yaitu sebesar barrel/hari. Pada kondisi nyata, terdapat kekurangan pasokan dari minas crude. Maka crude yang diolah merupakan campuran dari beberapa jenis crude, baik dari dalam maupun luar negeri, yaitu: Tanjung Crude Sumatera Light Crude (Minas) Attaka crude Widuri crude

42 Nile blend crude Warukin crude Umpan yang digunakan pada CDU V merupakan crude yang bersifat parafinik karena orientasi kilang Balikpapan I sebernarnya adalah memproduksi wax yang merupakan produk unggulan dari P.T PERTAMINA (PERSERO) R.U. V Balikpapan. Namun pada tahun 2006 lalu terjadi kebakaran di unit wax plant, tepatnya di bagian dewaxing yang mengakibatkan produksi wax menurun drastis sehingga saat ini wax sudah tidak menjadi produk unggulan R.U.V. Balikpapan. Spesifikasi umpan CDU V dapat dilihat pada tabel 6.1 berikut ini: Spesifikasi Mixed Case Minas Attaka Arun Minas Duri Case Gravity(⁰ API) 42,6 53,9 35,2 21,1 35,98 Sulphur (%wt) 0,0556 0,02 0,08 0,21 0,10 Visc At: 10 ⁰C 1, ,32 20 ⁰C - 0, ,02 70 ⁰C 1, ,82 30 ⁰C , ⁰C 1, ,75 40 ⁰C ,6 274,4 3,56 50 ⁰C ,6-2,87 Water (%vol) < 0,1-0,6 0,3 0,3 Salt (lb/1000bbl) <0,2-11 4,6 5,6 Pour Point -55 ⁰F <-57 ⁰C 36 ⁰C 24 ⁰C 19,5 ⁰C Acidity (mmkoh/gr) 0,12 0,01 < 0,05 0,119 0,37 Metal (Ni/Vppm wt) 0,3/0,1 <1/<1 <1/8 32/1 9,3/3,1 Carbon res. (%wt) 0,38 0,02 2,8 7,4 3,05 Tabel 6.1 Spesifikasi Umpan Crude Distilation Unit V Seluruh produk bawah (long residue) dari CDU V diumpankan ke High Vacuum Unit Spesifikasi produk CDU V dapat dilihat pada tabel 6.2 Cut Mixed Case Minas Case Produk Range % vol dalam % vol dalam BPSD TBP (⁰C) crude crude BPSD LPG C 4 -C 5 2, , L. Naphta C , ,

43 H. Naphta ,88 41,30 Kerosene , , LGO , , HGO , , Residue >350 42, , Tabel 6.2 Spesifikasi Produk Crude Distilation Unit V Mekanisme Proses Umpan dialirkan dari tangki crude, kemudian dipanaskan dalam serangkaian HE dengan media pemanas produk fraksionasi. Kemudian aliran crude dipecah menjadi dua aliran parelel dan dipanaskan lebih lanjut dengan serangkaian HE sebelum masuk ke desalter. Kemudian aliran diinjeksi dengan air dan demulsifier melalui mix valve. Penambahan air bertujuan untuk melarutkan garam-garam yang terkandung dalam minyak, sedangkan demulsifier berguna untuk memecahkan emulsi antara air dan minyak. Air yang diinjeksikan berasal dari main fractionator overhead accumulator, vacuum column overhead accumulator, dan utility water. Air yang akan diinjeksikan terlebih dahulu dipanaskan pada HE dengan media pemanas produk LGO. Kemudian masing-masing aliran crude masuk ke crude desalter. Crude desalter berfungsi untuk memisahkan air dengan crude dengan prinsip electrostatic precipitation. Prinsip electrostatic precipitation adalah seperti kerja anoda dan katoda pada accu yaitu terjadi lecutan-lecutan yang menghasilkan ion + dan ion -. Ion-ion tersebut berkaitan dengan impurities sehingga terbentuk garam. Garam yang terbentuk akn mengendap. Desalter didesain untuk mengeluarkan garam lebih dari 95% dalam crude. Desalter dilengkapi dengan saluran blow down untuk membuang air dan garam-garam yang mengendap. Air dan garam terlarut akan dikirin ke sour water stripper(swr). Masing-masing aliran crude yang keluar dari desalter dipanaskan lebih lanjut dengan serangkaian HE. Pemanasan dengan HE tersebut bertujuan agar beban heater untuk memanaskan crude tidak terlalu berat. Setelah keluar dari HE, masing-masing aliran crude masuk ke dalam heater untuk dipanaskan hingga mencapai temperatur 341⁰C, lalu masuk ke kolom distilasi.

44 Pada bagian bottom dari kolom distilasi diinjeksikan Low Pressure Superheated (LPSS) yang bertekanan 10 kg/cm 2 -g untuk mengurangi tekanan parsial hidrokarbon pada reduced crude sehingga fraksi-fraksi ringan yang masih terdapat pada bagian bottom, seperti HGO dalam reduced crude, dapat teruapkan cairan yang tidak teruapkan merupakan long residue yang keluar melalui bottom. Overhead gas (O/H) yang keluar dari puncak kolom diinjeksikan dengan NH 3 dan UNICOR-LH5. Gas amoniak ditambahkan berfungsi untuk menetralisir air yang terkondensasi pada accumulator boot dan untuk mempertahankan ph pada rentang terkondensasi pada accumulator boot dan untuk mempertahankan ph pada rentang 7-9. UNICOR-LH5 merupakan inhibitor korosi yang berfungsi untuk melindungi sistem overhead dan korosi. Kondensat yang terdapat di dalam akumulator selanjutnya dialirkan ke dalam stabilizer column agar fraksi ringan (<C 4 ) dan fraksi berat (>C 7 ) terpisah. Fraksi ringan berupa LPG, sedangkan fraksi beratnya berupa naphta berat dan naphta ringan. Produk overhead yang dihasilkan stabilizer column dikondensasikan dalam sea water cooled overhead condenser, kemudian masuk stabilizer overhead receiver. Kondensat dari stabilizer column sebagian direfluks ke stabilizer column dan sebagian lagi dialirkan ke LPG recovery unit. Produk bottom dari stabilizer column sebagian dipanaskan dalam stabilizer reboiler yang menggunakan media pemanas heavy gas oil kemudian direfluks dn sebagian lainnya dialirkan ke naphta splitter. Dalam naptha splitter terjadi pemisahan antara naptha ringan dan naptha berat. Produk overhead naphta splitter masuk ke kondensor dengan media pendingin udara, lalu kondensat masuk ke naphta product cooler untuk didinginkan dengan menggunakan media pendingin air laut. Sebagian light naphta yang sudah didinginkan direfluks ke naphta splitter column dan sebagian lagi dikirim ke tangki penyimpanan. Produk bawah dan naphta splitter, yaitu naphta berat, dipompa ke heavy naphta product cooler untuk didinginkan dengan fin fan, kemudian sebagian direfluks ke naphta splitter. Naphta berat yang sudah didinginkan dialirkan ke tangki penyimpanan. Sebagian produk kerosin Light Gas Oil (LGO), dan Heavy Gas Oil (HGO) direfluks ke kolom. Panas dari produk yang direfluks dimanfaatkan pada heat

45 exchanger untuk memanaskan crude yang keluar dari desalter. Sedangkan produk yang lain, masing-masing dimasukkan ke stripper column untuk memisahkan fraksi hidrokarbon ringan yang terbawa oleh produk tersebut. Proses stripper dilakukan dengan pemanasan mengguanakan reboiler sehingga senyawa hidrokarbon ringan yang terdapat pada produk-produk tersebut menguap. Kemudian dialirkan kembali ke kolom dalam fasa gas. Secara sederhana, proses yang terjadi di CDU V dapat dilihat pada gambar 6.1 berikut ini: Gambar 6.1 Block Diagram CDU V High Vacuum Unit III (HVU III) High Vacuum Unit III digunakan untuk memisahkan komponen-komponen long residue hasil olahan CDU V. Proses pemisahan dilakukan dengan cara distilasi pada tekanan vakum. Umpan yang masuk ke dalam unit HVU III memiliki rantai karbon yang panjang dan memiliki titik didih yang cukup tinggi pada tekanan atmosferik. Jika distilasi dilakukan pada tekanan atmosferik seperti pada CDU, diperlukan suhu operasi yang cukup tinggi dan hal ini tidak menguntungkan dalam proses pengilangan minyak karena akan terjadi cracking yang tidak diharapkan. Oleh karena itu, pemisahan dilakukan di bawah tekanan vakum 1,7 kg/cm 2 -g untuk menurunkan titik didihnya. Produk yang dihasilkan adalah LVGO (Light Vacuum Gas Oil), HVGO (Heavy Vacuum Gas Oil), POD (Paraffinic Oil Distillate), dan short residue. Desain awal menunjukkan bahwa HVGO dan POD diambil tray yang sama sehingga pemilihan

46 pengambilan produk HVGO dan PDO didasarkan pada mode produksi. Akan tetapi pada tahun 2001, dilakukan modifikasi kolom sehingga produk HVGO dan POD dapat diambil secara bersamaan pada tray yang berbeda Spesifikasi Umpan & Produk Umpan yang masuk kedalam HVU III adalah produk bawah dari unit CDU V. Umpan masuk pada temperatur 160 ⁰C untuk jenis mixed crude dan 170 ⁰C untuk jenis Minas crude. Kapasitas pengolahan unit ini adalah BPSD untuk hot case (umpan dari tangki export oil existing). Spesifikasi umpan HVU III dapat dilihat pada tabel 6.3. Spesifikasi Mixed Crude Minas Crude Gravity (⁰API) 22,17 27,35 Sulphur (%wt) 0,18 0,12 Metal (ppm Ni+V) 27,2 25,6 Distilasi, %vol(⁰c) IBP Tabel 6.3 Spesifikasi Umpan High Unit III Produk dari High Vacuum Unit III adalah Light Vacuum Gas Oil (LVGO), Paraffinic Oil Distillate (POD), Heavy Vacuum Gas Oil (HVGO) dan residu yang berantai karbon sehingga tidak bisa dipisahkan dengan proses distilasi lagi. Spesifikasi produk HVU III dapat dilihat pada tabel 6.4 berikut ini: Spesifikasi Harga Metode 1. LVGO,TBP cut point (⁰C) a HVGO - Mixed crude,tbp cut point (⁰C) a. Insoluble point (⁰C) ,05 %wt ASTM D-938 b. Sulfur content c. Metal content 2 %wt 4,4 ppm min ASTM D-1552 UOP-391

47 b. POD - Minas crude, TBP cut point (⁰C) a. Congealing point (⁰C) b. Kin. Visc At 50⁰C min 9 cst min ASTM D-938 ASTM D-445 c. Wax content 45 %wt min UOP Vacuum Residue, TBP cut point - mixed crude (⁰C) minas crude (⁰C) 500 Tabel 6.4 Spesifikasi Produk High Vacuum Unit III Mekanisme Proses Long residue dari CDU V atau dari tangki penyimpanan long residue (pada saat sebelum shutdown) dipanaskan dengan rangkaian HE yang memanfaatkan panas produk sebagai preheater. Pemanasan dilanjutkan dalam charge heater berupa tungku berapi (furnance) untuk menaikkan tempertur umpan sehingga mencapai 341 ⁰C. Kondisi vakum dipertahankan mmhg dengan menggunakan steam ejektor tiga tingkat, sedangkan vacuum heater terdiri dari 8 buah burner dan setiap burner dilengkapi dengan pilot burner menggunakan fuel gas sebagai bahan bakar. Penggunaan kondisi vakum bertujuan untuk menurunkan titik didih long residue sehingga dapat terfraksionasi pada temperatur yang tidak terlalu tinggi. Distilasi pada temperatur yang terlalu tinggi akan mengakibatkan minak bumi mengalami cracking dan hal itu tidak diharapkan. Setelah mengalami pemanasan awal, long residue masuk ke vacuum column, fraksi yang keluar dari packed suction dipisahkan menjadi slop POD, Heavy Vacuum Gas Oil (HVGO) dan Light Vacuum Gas Oil (LVGO). Produk LVGO yang terpisah dipompa ke dalam tangki IDO (Industrial Diesel Oil) atau ADO (Automotive Diesel Oil) setelah didinginkan. Produk POD dipompa untuk menjadi umpan bagi wax plant. Secara sederhana, proses yang terjadi di HVU III dapat dilihat pada gambar 6.2 berikut ini:

48 Gambar 6.2 Block Diagram HVU III Dehydration Plant (DHP) Dehydration Plant adalah suatu unit yang berfungsi untuk menurunakan kadar air dari minyak mentah sampai 1% berat. Unit ini mempunyai kapasitas 9000 ton/hari. Crude yang diolah dalam unit ini biasanya berasal dari Tanjung dan Warukin. Crude tersebut mempunyai kadar lilin yang tinggi sehingga pada waktu pengiriman dari Tanjung/Warukin ke Balikpapan (melalui pipa sepanjang 240 km) dikhawatirkan terjadi pembekuan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka sebelum ditransportasikan melalui pipa, crude diinjeksi dengan air sebanyak 37% berat. Ketika tiba di Balikpapan, crude tersebut diturunkan kembali kadar airnya dengan diproses pada DHP sebelum memasuki kolom distilasi. Proses DHP secara sederhana dapat dilihat pada gambar 6.3 berikut ini:

49 Gambar 6.3 Block Diagram Dehydration Plant Crude Tanjung yang berupa suspensi diinjeksi dengan demulsifier di inlet pipa 20 in, selanjutnya dilewatkan pada heat exchanger E1 A/B. Untuk memisahkan gas sisa dari crude, crude Tanjung dari tangki T1 A/B dilewatkan ke gas separator dan kemudian dikirim ke tangki penyimpanan R Wax Plant Wax Plant merupakan pabrik untuk mendapatkan lilin yang terkandung dalam paraffic oil distillate (POD). Unit ini memisahkan lilin yang terkandung dalam POD, baik yang light maupun medium. Kualitas POD akan menentukan grade wax dan jumlah produk yang dihasilkan. Kapasitas pengolahan wax plant pada awalnya adalah 100 ton/hari, namun setelah mengalami kebakaran di unit dewaxing pada tahun 2006 lalu, kapasitas produksi pabrik ini turun drastis hingga 5 ton/hari Spesifikasi Umpan & Produk Umpan wax plant terdiri dari campuran 70-80% berat POD dengan 20-30% foots oil. Spesifikasi POD tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini: Spesifikasi Jenis I Jenis II IBP, ⁰C FBP, ⁰C Titik Beku, ⁰C Viscositas Engler 1,75 1,70 Tabel 6.5 Spesifikasi POD Pengolahan unit ini tergantung pada kualitas POD yang diolah. Wax yang dihasilkan mempunyai tingkatan/grade tertentu. Spesifikasi produk yang dihasilkan oleh wax plant dapat dilihat pada tabel 6.6 berikut ini: Grade Fully Refined Wax P P P Semi Refined Wax - Hard Semi Refined - Medium Semi Refined Jenis Lain - Match Wax Melting point (⁰F) , ,8-137 Kadar minyak (%berat) 0,5 max 0,5 max 0,5 max 1,1 1,4 4,0 1,5 Sg 0,776 0,776 0,774 0,775 0,773 0,769 0,775

50 - Batik Wax Tabel 6.6 Spesifikasi Produk Wax Plant Mekanisme Proses Secara sederhana, proses yang terjadi di wax plant dapat dilihat pada gambar 6.4 berikut ini: Gambar 6.4 Block Diagram Wax Plant Pertama-tama POD mengalami proses dewaxing. Dewaxing adalah proses yang bertujuan untuk memisahkan wax yang terkandung dalam POD yang bersuhu 44 ⁰C menjadi 30-32⁰C dengan menggunakan chiller A. Produk dari chiller A diproses dalam filter tersebut diturunkan kadar minyaknya dengan didinginkan dalam chiller B hingga mencapai suhu ⁰C. Produk dari chiller B dimasukkan ke filter press B sehingga didapatkan cake B dan filter oil B. Filter Oil B didinginkan dalam suhu chiller C hingga mencapai suhu 8-10⁰C. Produk dari chiller C diproses dalam filter press C sehingga didapatkan cake C dan filter oil. Filter Oil C digunakan sebagai fuel oil, sedangkan ketiga jenis cake, masingmasing dilelehkan dalam melting box kemudian disimpan pada tiga slack wax tank dalam kondisi cair. Media pendingin ketiga chiller adalah amoniak. Setelah selesai proses dewaxing, selanjutnya dilakukan proses sweating pada cake. Sweating bertujuan untuk mengurangi kandungan minyak dalam cake hasil operasi filter press pada proses dewaxing. Prinsip proses sweating adalah perbedaan titik leleh. Proses ini dilakukan dengan pemanasan cake secara perlahan. Alat yang dapat digunakan untuk proses sweating adalah vertical tube stave (VTS), sweating box, dan tunnel. Vertical tube stave (VTS) adalah vessel berbentuk silinder berisi tube dengan diameter 1 in sebanyak 3665 buah. VTS

51 yang terdapat pada wax plant berjumlah 16 buah dengan kapasitas masing-masing VTS adalah 40 ton. Mula-mula VTS diisi air sampai batas perforated horizontal plate, lalu cake cair yang bersuhu 60 ⁰C dialirkan dari tangki penyimpanan untuk mendinginkan cake sehingga cake yang ada diluar tube makin lama makin padat, sedangkan air yang semula terkandung dalam cake akan turun karena pada suhu 36 ⁰C air berbentuk cair. Setelah cake memadat, air yang tertampung di bagian bawah VTS dibuang. Selanjutnya cake di dalam VTS dipanaskan secara perlahan dengan laju kenaikan temparatur 1 ⁰C/jam. Pemanasan dilakukan dengan mengalirkan kukus bertekanan rendah dalam tube. Pada proses pemanasan ini, minyak akan terpisah dari padatan cake dan tertampung dalam perforated horizontal plate. Minyak yang tertampung disebut foots oil. Yield dari proses sweating adalah 35%. Lilin yang sudah mengalami proses sweating disebut sweat wax. Alat lain yang dapat dignuakan untuk proses sweating adalah sweating box. Sweating box merupakan alat sweating terbaru yang sama dengan VTS. Perbedaan VTS dengan Sweating Box adalah pada sweating box kenaikan temperaturnya lebih halus yaitu 0,1 ⁰C/jam. Sweating box khusus dioperasikan untuk menghasilkan fully refined wax (FRW), yaitu lilin yang khusus untuk diekspor ke Jepang. Alat sweating yang lain yaitu tunnel. Cara kerjanya yaitu kereta-kereta yang bersisi tray-tray dimasukkan ke dalam tunnel. Tray-tray tersebut berisi lilin dengan kandungan air dan minyak masih tinggi. Tunnel dialiri udara panas berlawanan arah dengan kereta. Tetapi proses dengan menggunakan tunnel sudah tidak dilakukan lagi karena kurang efektif. Sweat wax hasil proses sweating masih berwarna kekuningan-kuningan dan berbau. Untuk memperbaiki warna dan aroma dari produk lilin yang dihasilkan, dilakukan proses treating. Penyebab timbulnya warna adalah adanya karbon jenuh yang terkandung dalam lilin. Perbaikan dilakukan dengan treatment menggunakan H 2 SO 4 pekat (98%) sebanyak 4%-v umpan dalam tangki. Tangki yang digunakan dilengkapi dengan agitator untuk mengaduk lilin dengan H 2 SO 4. Treatment dilakukan selama 2 jam dengan temperatur ⁰C. Cara kerjanya yaitu

52 H 2 SO 4 akan mengikat basa yang terkandung dalam wax sehingga akan terbentuk garam. Setelah diaduk selama 2 jam, campuran H 2 SO 4 dan lilin didiamkan selama 2 jam sehingga garam yang terbentuk akan mengendap. Untuk menetralkan keasaman sweat wax yang telah di-treatment dengan asam sulfat, hasil treatment ditambah dengan kapur sebanyak 2%-berat. Kemudian hasilnya dipompa ke agitator clay. Treatment di agitator clay dilakukan selama 2 jam pada suhu 115 ⁰C. Treatment dengan clay bertujuan agar warna yang tidak ter-absorp oleh H 2 SO 4 dapat diserap oleh clay. Kemudian clay dan kapur dipisahkan dari finished wax melalui steam heated filter press. Sisa kapur dan clay dibongkar untuk dibuang, sedangkan finished wax lolos dari filter press dan dimasukkan ke run down drum tank. Wax cair dari run down drum tank dicetak menjadi padatan berbentuk lempengan. Proses pencetakan ini disebut moulding. Ready wax dari ke run down drum tank didinginkan dari 80 ⁰C menjadi 50 ⁰C kemudian dialirkan ke moulding press yang berjumlah 22 buah. Operasi moulding dilakukan dengan mengalirkan air pendingin ke dalam plate moulding. Setalah wax membeku, moulding press dibongkar dan wax dipanarkan dalam bentuk pelat-pelat. Proses moulding bertujuan untuk menyiapkan lilin bagi pasar domestik, sedangkan untuk pasar ekspor, lilin dipasarkan dalam bentuk cair. Pada tahun 2006 lalu unit dewaxing terbakar sehingga fungsi unit tersebut digantikan dengan unit sweating. Slack wax akan diproduksi di dalam vertical tube stave (VTS). Proses produksi slack wax ini kurang lebih sama dengan proses produksi sweat wax hanya saja laju kenaikkan temperaturnya saat terjadi sweating lebih kecil, yaitu 0,5⁰C/jam. Terbakarnya unit dewaxing ini sangat berdampak pada kapasitas produksi wax di pabrik ini. Pabrik yang dahulu mampu memproduksi wax sebanyak 100 ton/hari, kini hanya mampu memproduksi wax sebanyak 5 ton/hari. Hal ini dikarenakan proses sweating tidak mampu sepenuhnya menggantikan fungsi dari unit dewaxing untuk manghasilkan slack wax. Keterbatasan ini juga berdampak pada jenis produk wax yang dihasilkan, kini jenis wax yang biasa diekspor, yaitu FRW tidak lagi diproduksi Effluent Water Treatment Plant (EWTP)

53 Air buangan dari kilang Balikpapan dan limbah cair yang dihasilkan pada unit-unit proses kilang Balikpapan serta buangan air hujan dari area tangki yang mengandung minyak dioalah di EWTP. Unit ini berfungsi untuk mengurangi kandungan minyak dan senyawa berbahaya lainnya sampai batas aman untuk dialirkan ke laut. Pada EWTP terdapat tiga macam proses, yaitu proses secara fisik, kimiawi dan biologis. Air limbah yang dihasilkan pada unit-unit proses kilang Balikpapan masuk ke stilling zone untuk dipisahkan minyaknya dengan menggunakan oil skimmer dan buffle. Self cleaning wax screen pada bagian atas stilling zone akan mengakap lilin. Minyak dialirkan ke recover slop sump, lumpur yang mengendap dialirkan melalui empat buah sludge removal pipe, sedangkan airnya dialirkan ke gravity separator. Gravity separator dan scrapper yang bergerak kontinyu akan memisahkan minyak dengan sludge. Dalam gravity separator, 85-92% minyak yang terkandung dalam limbah dapat dipisahkan. Air yang rendah kadar minyaknya dikirim ke equilization basin. Di dalam kolam ini air diaduk dengan udara bertekanan untuk mencegah perubahan komposisi yang drastis. Dalam tangki koagulan ditambahkan tawas dan anion primer untuk mengkoagulasikan partikel, selain itu juga ditambahkan asam klorida (HCl) dan kaustik soda untuk mengontrol ph. Gumpalan partikel yang terbentuk dipisahkan secara flotasi dalam dissolved air floatator (DAF) dengan menginjeksikan air yang telah dijenuhkan dengan udara. Gumpalan akan terangkat bersama udara membentuk busa di permukaan. Busa tersebut dikumpulkan dan dibuang ke DAF scum pump oleh beberapa scrapper yang terpasang di dasar kolam. Air yang jenuh dengan udara diperoleh dengan mengeluarkan sebagian air dasar kolam dan diinjeksikan udara bertekanan lalu ditampung dalam DAF. Setelah melalui DAF, aliran menuju bioaeraton basin untuk menurunkan BOD limbah dengan bantuan mikroorganisme. Secara berkala ditambahkan asam phophate, urea dan biological sludge clarifier dari septic tank. Kemudian limbah dialirkan ke biological sludge clarifier untuk dipisahkan antara biological sludge dan air. Busa yang terbentuk di permukaan dipisahkan dengan sludge scrapper. Lumpur di dasar kolam didorong ke dalam internal sludge hopper yang kemudian dipompa kembali ke bioaeration basin, sedangkan air jernih yang dihasilkan kemudian secara over flow dialirkan ke gravity head discharge chamber.

54 6.2 Kilang Balikpapan 2 Gambar 6.5 Block Flow Diagram EWTP Kilang Balikpapan II merupakan kilang yang dibangun tahun 1981, terdiri dari dari 8 pabrik yang terbagi dalam dua kompleks yaitu kompleks hydroskimming dan kompleks hydrocracking terdiri dari tiga pabrik Hydroskimming Complex (HSC) Lima pabrik yang termasuk dalam hydroskimming complex yaitu: Crude Distillation unit IV (Plant 1) Naphta Hydrotreating Unit (Plant 4) Platformer Unit (Plant 5) LPG Treater Unit (Plant 6) Sour Water Stripping (Plant 7) Crude Distillation Unit IV (CDU IV) Plant 1

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. tanggal 10 Desember 1957 dengan nama PT.PERTAMINA pada tahun 1961

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. tanggal 10 Desember 1957 dengan nama PT.PERTAMINA pada tahun 1961 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Perusahaan PT. PERTAMINA adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimililiki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI INSTANSI PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT IV. penjelasan fase-fase yang telah dilalui oleh PT.Pertamina (Persero) :

BAB III DESKRIPSI INSTANSI PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT IV. penjelasan fase-fase yang telah dilalui oleh PT.Pertamina (Persero) : BAB III DESKRIPSI INSTANSI PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT IV A. Sejarah PT. Pertamina (Persero) PT.Pertamina (Persero) telah melewati beberapa fase perubahan, berikut ini adalah penjelasan fase-fase

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. Kilang PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan dilaksanakan. pada bulan Oktober 1994 dan diresmikan oleh Presiden

LATAR BELAKANG. Kilang PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan dilaksanakan. pada bulan Oktober 1994 dan diresmikan oleh Presiden LATAR BELAKANG Kilang PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan dilaksanakan pada bulan Oktober 1994 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 24 Mei 1995. Sumber bahan baku yang diolah di PT. PERTAMINA

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PT PERTAMINA ( PERSERO ) MARKETING OPERATION REGION V. dari minyak dan gas. Namun saat itu, pengelolaan ladang-ladang minyak

BAB III PROFIL PT PERTAMINA ( PERSERO ) MARKETING OPERATION REGION V. dari minyak dan gas. Namun saat itu, pengelolaan ladang-ladang minyak BAB III PROFIL PT PERTAMINA ( PERSERO ) MARKETING OPERATION REGION V A. Sejarah PT Pertamina ( Persero ) Sejarah PT Pertamina ( Persero ) dibagi menjadi beberapa sesi sebagai berikut: 1. Tahun 1957 Masa

Lebih terperinci

Disampaikan Dalam Rangka Diskusi Meja Bundar Tinjauan Persiapan Penerapan Standard EURO II Kendaraan Type Baru 2005

Disampaikan Dalam Rangka Diskusi Meja Bundar Tinjauan Persiapan Penerapan Standard EURO II Kendaraan Type Baru 2005 Disampaikan Dalam Rangka Diskusi Meja Bundar Tinjauan Persiapan Penerapan Standard EURO II Kendaraan Type Baru 2005 Direktorat Pengolahan dan Niaga Migas Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Jakarta

Lebih terperinci

Jenis pengujian atau. Spesifikasi, metode pengujian, yang diuji. sifat-sifat yang diukur

Jenis pengujian atau. Spesifikasi, metode pengujian, yang diuji. sifat-sifat yang diukur AMANDEMEN LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-116-IDN Nama Laboratorium : Laboratorium Kilang PT Pertamina (Persero) Unit Pengolahan IV, Cilacap Masa berlaku: Penandatangan sertifikat/laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Logo PT. PERTAMINA Persero

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Logo PT. PERTAMINA Persero BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Objek Studi 1.1.1 Profil PT. PERTAMINA Persero PERTAMINA adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company) yang berdiri sejak

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI BBM DARI MINYAK BUMI DAN KILANG-KILANG BBM PERTAMINA. Refining Technology DIREKTORAT PENGOLAHAN PERTAMINA Januari 2015

PROSES PRODUKSI BBM DARI MINYAK BUMI DAN KILANG-KILANG BBM PERTAMINA. Refining Technology DIREKTORAT PENGOLAHAN PERTAMINA Januari 2015 PROSES PRODUKSI BBM DARI MINYAK BUMI DAN KILANG-KILANG BBM Refining Technology DIREKTORAT PENGOLAHAN Januari 2015 AGENDA PRESENTASI 1. Minyak Bumi yang diolah di Kilang 2. Proses-Proses di Kilang 3. Kualitas

Lebih terperinci

Teknologi Minyak dan Gas Bumi. Di susun oleh : Nama : Rostati Sumarto( ) Wulan Kelas : A Judul : Sour water stripper

Teknologi Minyak dan Gas Bumi. Di susun oleh : Nama : Rostati Sumarto( ) Wulan Kelas : A Judul : Sour water stripper Teknologi Minyak dan Gas Bumi Di susun oleh : Nama : Rostati Sumarto(1500020074) Wulan Kelas : A Judul : Sour water stripper Proses Sour Water Stripping di Pabrik Minyak di Indonesia Balongan Cilacap Kilang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. berganti nama menjadi PN PERMINA dan setelah merger dengan PN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. berganti nama menjadi PN PERMINA dan setelah merger dengan PN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah PT. PERTAMINA (PERSERO) PERTAMINA adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal

Lebih terperinci

LAMPIRAN PT. PERTAMINA (PERSERO) A. Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero) 35

LAMPIRAN PT. PERTAMINA (PERSERO) A. Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero) 35 LAMPIRAN PT. PERTAMINA (PERSERO) A. Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero) 35 PT. Pertamina (Persero) adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang

Lebih terperinci

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur AMANDEMEN Nama Laboratorium : Laboratorium Kilang PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap Kimia/Fisika Paraxylene Bromine Indeks ASTM D5776-07e1(2009) Saybolt ASTM D156-07a(2008) Total sulfur

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah PT. PERTAMINA (PERSERO) dari tahun per tahun

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah PT. PERTAMINA (PERSERO) dari tahun per tahun BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah PT. PERTAMINA (PERSERO) dari tahun per tahun Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia minyak bumi memiliki peran yang penting dan strategis. Peran penting ini

Lebih terperinci

REFINERY LOCATION OPERATION AREAS HISTORY PROCESS FLOW DIAGRAM PROCESS UNIT & SUPPORTING FACILITIES PRODUCTS MAN POWER DEVELOPMENT

REFINERY LOCATION OPERATION AREAS HISTORY PROCESS FLOW DIAGRAM PROCESS UNIT & SUPPORTING FACILITIES PRODUCTS MAN POWER DEVELOPMENT MUSI REFINERY OVERVIEW REFINERY LOCATION OPERATION AREAS HISTORY AGENDA ORGANISATION STRUCTURE PROCESS FLOW DIAGRAM PROCESS UNIT & SUPPORTING FACILITIES PRODUCTS MAN POWER DEVELOPMENT REFINERY LOCATION

Lebih terperinci

Kondisi Pasokan dan Permintaan BBM di Indonesia dan Upaya Pertamina Dalam Pemenuhan Kebutuhan BBM Nasional

Kondisi Pasokan dan Permintaan BBM di Indonesia dan Upaya Pertamina Dalam Pemenuhan Kebutuhan BBM Nasional PT PERTAMINA (PERSERO) Direktorat Pengolahan Kondisi Pasokan dan Permintaan BBM di Indonesia dan Upaya Pertamina Dalam Pemenuhan Kebutuhan BBM Nasional Rachmad Hardadi Direktur Pengolahan 23 Januari 2015

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. pada tanggal 23 November 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. pada tanggal 23 November 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 2.1 Profil Perusahaan BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN PERTAMINA adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal 10 Desember 1957

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Perusahaan Profil Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Perusahaan Profil Perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Perusahaan 1.1.1 Profil Perusahaan PT Pertamina (Persero) adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAMBANGAN DAN ENERGI DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAMBANGAN DAN ENERGI DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAMBANGAN DAN ENERGI DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI No. : 002 / P / D.M. / Migas / 1979 TENTANG SPESIFIKASI BAHAN

Lebih terperinci

BAB III VACUUM DISTILLATION UNIT (VDU)

BAB III VACUUM DISTILLATION UNIT (VDU) BAB III VACUUM DISTILLATION UNIT (VDU) I. Pendahuluan Pada awalnya kilang hanya terdiri dari suatu Crude Distillation Unit (CDU) yang beroperasi dengan prinsip dasar pemisahan berdasarkan titik didih komponen

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. Fungsi Technical Services Marketing Operation Region (MOR) V

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. Fungsi Technical Services Marketing Operation Region (MOR) V BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1 Visi dan Misi Fungsi Technical Services Marketing Operation Region (MOR) V memiliki visi dan misi sebagai berikut: 2.1.1. Visi Menjadi partner lini bisnis Direktorat Pemasaran

Lebih terperinci

PT. CITRA JAYA MAKMUR SEJAHTERA. Pertamina Marine & Industry Fuel Service. Company Profile

PT. CITRA JAYA MAKMUR SEJAHTERA. Pertamina Marine & Industry Fuel Service. Company Profile PT. CITRA JAYA MAKMUR SEJAHTERA Pertamina Marine & Industry Fuel Service Company Profile PT. Citra Jaya Makmur Sejahtera 2 Profil PT. Citra Jaya Makmur Sejahtera adalah perusahaan yang bergerak di bidang

Lebih terperinci

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur. UOP CD (Calculated by Different) Total paraffine UOP

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur. UOP CD (Calculated by Different) Total paraffine UOP LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-145-IDN Nama Laboratorium : Laboratorium Unit Produksi - PT Pertamina (Persero) Unit Pengolahan VI Balongan Penandatangan sertifikat/laporan : Murdjoko;

Lebih terperinci

BAB II PT. PERTAMINA (PERSERO) MARKETING OPERATION REGION I. tahun Sejak era itu, kegiatan eksploitasi minyak di Indonesia dimulai.

BAB II PT. PERTAMINA (PERSERO) MARKETING OPERATION REGION I. tahun Sejak era itu, kegiatan eksploitasi minyak di Indonesia dimulai. BAB II PT. PERTAMINA (PERSERO) MARKETING OPERATION REGION I 2.1 Sejarah Ringkas Di Indonesia sendiri, pemboran sumur minyak pertama dilakukan oleh Belanda pada tahun 1871 di daerah Cirebon. Namun demikian,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. surat keputusan Gubernur Militer Sumatra Tengah pada tanggal 9 November 1948

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. surat keputusan Gubernur Militer Sumatra Tengah pada tanggal 9 November 1948 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Indragiri hulu Berdasarkan Undang-undang nomor 10 tahun 1948 dibentuk Kabupaten Indragiri hulu yang termasuk didalam provinsi Sumatra Tengah dan Diralisi dengan

Lebih terperinci

Oil Refinery Process Yogyakarta/ 10 November 2012

Oil Refinery Process Yogyakarta/ 10 November 2012 Oil Refinery Process Yogyakarta/ 10 November 2012 DIT. PENGOLAHAN PERTAMINA Tlp : 021-381-5481 Email : sukotjo.wakimin@pertamina.com 1 Materi Presentasi I. Gambaran umum II. Proses proses utama di kilang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu aspek kunci ketahanan negara, kemampuan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu aspek kunci ketahanan negara, kemampuan untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi adalah isu global yang terus menjadi topik perbincangan publik sebagai salah satu aspek kunci ketahanan negara, kemampuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah banyak, mudah dibawa dan bersih. Untuk bahan bakar motor gasoline. mungkin belum dapat memenuhi persyaratan pasaran.

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah banyak, mudah dibawa dan bersih. Untuk bahan bakar motor gasoline. mungkin belum dapat memenuhi persyaratan pasaran. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Semakin berkembangnya teknologi dewasa ini, maka kebutuhan akan bahan bakar minyak semakin banyak karena lebih ekonomis, tersedia dalam jumlah banyak, mudah dibawa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut merupakan kebutuhan yang esensial bagi keberlangsungan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut merupakan kebutuhan yang esensial bagi keberlangsungan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Sumber daya alam tersebut merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan energi, terutama energi fosil dalam hal ini minyak bumi. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan energi, terutama energi fosil dalam hal ini minyak bumi. Kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dan banyak negara di dunia masih sangat bergantung dengan kebutuhan energi, terutama energi fosil dalam hal ini minyak bumi. Kebutuhan akan minyak bumi terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1. Profil Perusahaan Sebagai sebuah perusahaan milik negara yang bergerak di bidang usaha minyak dan gas bumi beserta kegiatan usaha terkait lainnya

Lebih terperinci

Jenis pengujian atau. Spesifikasi, metode pengujian, yang diuji. sifat-sifat yang diukur

Jenis pengujian atau. Spesifikasi, metode pengujian, yang diuji. sifat-sifat yang diukur LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-165-IDN Fisika/kimia Passenger car engine oils, Appearance MU.01-01 (visual) heavy duty diesel engine oils Density at 15º C ASTM D 1298-99 (Reapp. 2005)

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN Energi merupakan penggerak utama roda perekonomian nasional. Konsumsi energi terus meningkat mengikuti permintaan berbagai sektor pembangunan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TEMPAT WORKSHOP. 2.1 Gambaran Umum PT. Pertamina (Persero) PERTAMINA berubah status hukumnya menjadi PT PERTAMINA (PERSERO)

BAB II GAMBARAN UMUM TEMPAT WORKSHOP. 2.1 Gambaran Umum PT. Pertamina (Persero) PERTAMINA berubah status hukumnya menjadi PT PERTAMINA (PERSERO) BAB II GAMBARAN UMUM TEMPAT WORKSHOP 2.1 Gambaran Umum PT. Pertamina (Persero) PERTAMINA adalah Badan Usaha Milik Negara minyak dan perusahaan gas (National Oil Company), yang didirikan pada tanggal 10

Lebih terperinci

BAB X VISBREAKING PROCESS

BAB X VISBREAKING PROCESS BAB X VISBREAKING PROCESS I. Pendahuluan Proses perengkahan panas (thermal cracking process) adalah suatu proses pemecahan rantai hydrocarbon dari senyawa rantai panjang menjadi hydrocarbon dengan rantai

Lebih terperinci

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015 REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas Jakarta, 13 Mei 2015 Outline Rekomendasi 1. Rekomendasi Umum 2. Pengelolaan Penerimaan Negara Dari Sektor Minyak dan Gas Bumi 3. Format Tata Kelola

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. bidang minyak dan gas yang terletak di Jl. Medan Merdeka Timur 1A,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. bidang minyak dan gas yang terletak di Jl. Medan Merdeka Timur 1A, 45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Pertamina (Persero) yang bergerak di bidang minyak dan gas yang terletak di Jl. Medan Merdeka Timur 1A,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULLUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULLUAN. I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULLUAN I.1 Latar Belakang BBM (bahan bakar minyak): adalah jenis bahan bakar (fuel) yang dihasilkan dari pengilangan (refining) minyak mentah (crude oil). Minyak mentah dari perut bumi diolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kebutuhan bahan bakar bagi penduduk di seluruh dunia semakin meningkat, sementara cadangan bahan bakar fosil semakin menipis. Oleh karena itu banyak negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Minyak bumi terutama terdiri dari campuran senyawa-senyawa hidrokarbon yang sangat kompleks, yaitu senyawa-senyawa organik yang mengandung unsurunsur karbon dan hidrogen. Di samping

Lebih terperinci

Grafik bhp vs rpm BHP. BHP (hp) Putaran Engine (rpm) tanpa hho. HHO (plat) HHO (spiral) Poly. (tanpa hho) Poly. (HHO (plat)) Poly.

Grafik bhp vs rpm BHP. BHP (hp) Putaran Engine (rpm) tanpa hho. HHO (plat) HHO (spiral) Poly. (tanpa hho) Poly. (HHO (plat)) Poly. Grafik bhp vs rpm BHP BHP (hp) 80 70 60 50 40 30 20 10 0 500 1500 2500 3500 4500 5500 Putaran Engine (rpm) tanpa hho HHO (plat) HHO (spiral) Poly. (tanpa hho) Poly. (HHO (plat)) Poly. (HHO (spiral)) Grafik

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Perusahaan PT Pertamina (Persero) Gambar 1.1 Logo PT Pertamina (Persero)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Perusahaan PT Pertamina (Persero) Gambar 1.1 Logo PT Pertamina (Persero) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Nama Perusahaan PT Pertamina (Persero) Gambar 1.1 Logo PT Pertamina (Persero) 1.1.2 Lokasi Perusahaan Jl. Medan Merdeka Timur 1A, Jakarta 10110

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 3.1. Sejarah Singkat Perusahaan PT. X merupakan perusahaan pelayaran swasta nasional yang telah berdiri semenjak tahun 1981 di Indonesia, dengan akta pendirian pada tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (supply chain management). Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Anatan dan

BAB I PENDAHULUAN. (supply chain management). Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Anatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak cara dilakukan perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya di tengah kompetisi dengan perusahaan pesaing. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah pengurangan

Lebih terperinci

Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS

Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS ANDITYA YUDISTIRA 2107100124 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. H D Sungkono K, M.Eng.Sc Kemajuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Federal Karyatama adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Federal Karyatama adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. Federal Karyatama adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur yang menghasilkan pelumas (oli). PT. Federal Karyatama berusaha untuk tepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan melalui proses pengilangan minyak mentah. Saat ini BBM telah

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan melalui proses pengilangan minyak mentah. Saat ini BBM telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan suatu jenis bahan bakar yang dihasilkan melalui proses pengilangan minyak mentah. Saat ini BBM telah menjadi kebutuhan pokok dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN DATA PERANCANGAN. Mulai. Penentuan jalur pipa

BAB III METODOLOGI DAN DATA PERANCANGAN. Mulai. Penentuan jalur pipa BAB III METODOLOGI DAN DATA PERANCANGAN 3.1. Diagram Alir Perancangan Dalam analisis perancangan ini, dapat diketahui diagram alir utama yang digunakan sebagai acuan langkah-langkah pengerjaan pada gambar

Lebih terperinci

OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA

OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA Prof. Indra Bastian, MBA, Ph.D, CA, CMA, Mediator PSE-UGM Yogyakarta,25 Agustus 2014 PRODUK GAS 1. Gas alam kondensat 2. Sulfur 3. Etana 4. Gas alam cair (NGL): propana,

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Biodiesel ICS 75.160 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 2 4 Syarat mutu...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Perusahaan PT Pertamina (Persero)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Perusahaan PT Pertamina (Persero) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Profil Perusahaan PT Pertamina (Persero) PT Pertamina (Persero) merupakan perusahaan milik negara yang bergerak di bidang energi meliputi minyak,

Lebih terperinci

Pengolahan Minyak Bumi

Pengolahan Minyak Bumi Primary Process Oleh: Syaiful R. K.(2011430080) Achmad Affandi (2011430096) Allief Damar GE (2011430100) Ari Fitriyadi (2011430101) Arthur Setiawan F Pengolahan Minyak Bumi Minyak Bumi Minyak bumi adalah

Lebih terperinci

BAB II PROSES BISNIS PERUSAHAAN

BAB II PROSES BISNIS PERUSAHAAN BAB II PROSES BISNIS PERUSAHAAN 2.1 Proses Bisnis Utama Dalam proses bisnis utamanya, Pertamina merupakan keseluruhan rantai kegiatan utama perusahaan yang terdiri dari beberapa proses bisnis yang bersifat

Lebih terperinci

Farel H. Napitupulu Staf Pengajar Departemen Teknik Mesin FT USU. m& = konsumsi bahan bakar (kg/s) LHV = low heating value (nilai kalor bawah) (kj/kg)

Farel H. Napitupulu Staf Pengajar Departemen Teknik Mesin FT USU. m& = konsumsi bahan bakar (kg/s) LHV = low heating value (nilai kalor bawah) (kj/kg) Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 7, No. 1 Januari 2006 PENGARUH NILAI KALOR (HEATING VALUE) SUATU BAHAN BAKAR TERHADAP PERENCANAAN VOLUME RUANG BAKAR KETEL UAP BERDASARKAN METODE PENENTUAN NILAI KALOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa dekade terakhir manusia mulai berpikir untuk memperoleh sumber energi baru sebagai pengganti sumber energi yang banyak dikenal dan digunakan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR MINYAK DAN GAS BUMI

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR MINYAK DAN GAS BUMI PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 4 Analisis dan Bahasan

BAB 4 Analisis dan Bahasan BAB 4 Analisis dan Bahasan 4.1 Pengumpulan Data Pada proses distribusi minyak mentah konsumsi domestik, terdapat tiga lokasi pengiriman dan penyebaran hingga lokasi akhir distribusi minyak mentah yaitu

Lebih terperinci

PT PERTAMINA (PERSERO) DIREKTORAT PENGOLAHAN. Kegiatan Operasi Kilang Pengolahan. Workshop Wartawan ESDM. Jakarta, 21 Januari 2011

PT PERTAMINA (PERSERO) DIREKTORAT PENGOLAHAN. Kegiatan Operasi Kilang Pengolahan. Workshop Wartawan ESDM. Jakarta, 21 Januari 2011 PT PERTAMINA (PERSERO) DIREKTORAT PENGOLAHAN Kegiatan Operasi Kilang Pengolahan Workshop Wartawan ESDM Jakarta, 21 Januari 2011 Agenda Overview Kilang Geografi & Overview RU s Distribusi Produk Kilang

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK

LAPORAN KERJA PRAKTEK LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. PERTAMINA (PERSERO) UNIT PENGOLAHAN VI BALONGAN - INDRAMAYU Julianto 021 060 021 PRODI D3 TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (1),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber energi yang sangat dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber energi yang sangat dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah, sumber daya alam ini menjadi salah satu penunjang utama untuk menigkatkan kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (BFO, mei 2010), mendorong kilang-kilang kelas dunia terus berusaha memperbaiki

BAB I PENDAHULUAN. (BFO, mei 2010), mendorong kilang-kilang kelas dunia terus berusaha memperbaiki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam bisnis kilang modern yang sangat dinamis dan kompetitif (BFO, mei 2010), mendorong kilang-kilang kelas dunia terus berusaha memperbaiki performance operasionalnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Gambaran Umum 1. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini yang akan menjadi objek penelitian adalah PT. Samudra Marine Indonesia yaitu perusahaan jasa pembuatan kapal, perbaikan

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahu

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1130, 2016 KEMEN-ESDM. Kilang Minyak. Skala Kecil. Pembangunan. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2016

Lebih terperinci

Pra Desain Pabrik Produksi Gasoline Pada Kilang Minyak Skala Kecil

Pra Desain Pabrik Produksi Gasoline Pada Kilang Minyak Skala Kecil F127 Pra Desain Pabrik Produksi Gasoline Pada Kilang Minyak Skala Kecil Bilal Chabibulloh, Wisnu Kusuma Atmaja, Juwari dan Renanto Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi

Lebih terperinci

MENGENAL KILANG PENGOLAHAN MINYAK BUMI (REFINERY) DI INDONESIA

MENGENAL KILANG PENGOLAHAN MINYAK BUMI (REFINERY) DI INDONESIA MENGENAL KILANG PENGOLAHAN MINYAK BUMI (REFINERY) DI INDONESIA Risdiyanta, ST., MT *) Abstrak Pengolahan adalah kegiatan utama dalam kegiatan usaha industri hilir minyak dan gas bumi, pengolahan bertujuan

Lebih terperinci

BAB II PT PERTAMINA (PERSERO) MOR I MEDAN

BAB II PT PERTAMINA (PERSERO) MOR I MEDAN BAB II PT PERTAMINA (PERSERO) MOR I MEDAN A. Sejarah Ringkas Di Indonesia sendiri, pemboran sumur minyak pertama dilakukan oleh Belanda pada tahun 1871 di daerah Cirebon. Namun demikian, sumur produksi

Lebih terperinci

BAB I fpendahuluan Bentuk, Bidang dan Perkembangan Usaha Bentuk Usaha. Adapun Visi dan Misi PT. Pertamina (Persero) :

BAB I fpendahuluan Bentuk, Bidang dan Perkembangan Usaha Bentuk Usaha. Adapun Visi dan Misi PT. Pertamina (Persero) : BAB I fpendahuluan 1.1. Bentuk, Bidang dan Perkembangan Usaha 1.1.1. Bentuk Usaha Sejak didirikan pada 10 Desember 1957, Pertamina menyelenggarakan usaha minyak dan gas bumi di sektor hulu hingga hilir.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN Nomor 11 Tahun 2014 WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUSAHAAN ATAU KEGIATAN

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN

BAB II PROFIL PERUSAHAAN 5 BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Perusahaan Di Indonesia sendiri, pemboran sumur minyak pertama dilakukan oleh Belanda pada tahun 1871 di daerah Cirebon. Namun demikian, sumur produksi pertama adalah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2018 TENTANG KEGIATAN PENYALURAN BAHAN BAKAR MINYAK, BAHAN BAKAR GAS DAN LIQUEFIED PETROLEUM GAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (1),

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Bab ini menjelaskan beberapa hal mengenai perusahaan yang menjadi tempat penelitian, yaitu PT. XYZ. Beberapa hal tersebut adalah sejarah perusahaan, ruang lingkup bidang

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Profil Perusahaan 4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan Pembangunan Proyek Percepatan Pembangkit Tenaga Listrik berbahan bakar batubara berdasarkan pada Peraturan Presiden

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BESARAN DAN PENGGUNAAN IURAN BADAN USAHA DALAM KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN PENGANGKUTAN GAS BUMI

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Produksi Liquefied Natural Gas (LNG) LNG Indonesia diproduksi dari tiga kilang utama, yaitu kilang Arun, kilang Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI UMUM Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang telah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL & PEMBAHASAN

BAB IV HASIL & PEMBAHASAN BAB IV HASIL & PEMBAHASAN 4.1 Forecast Harga Minyak WTI Dari data historis yang ada dengan rentang waktu 2005 sampai dengan Mei 2008, kita mencari forecast harga WTI yang akan digunakan sebagai dasar perhitungn

Lebih terperinci

BAB II PT. PERTAMINA (PERSERO) MARKETING OPERATION REGION I. Langkat, Sumatera Utara ketika Aeilko Janszoon Zijlker berhasil

BAB II PT. PERTAMINA (PERSERO) MARKETING OPERATION REGION I. Langkat, Sumatera Utara ketika Aeilko Janszoon Zijlker berhasil BAB II PT. PERTAMINA (PERSERO) MARKETING OPERATION REGION I 1. Gambaran Umum Perusahaan a. Sejarah Ringkas Perusahaan Pada awalnya produksi minyak di Indonesia dimulai dari daerah Langkat, Sumatera Utara

Lebih terperinci

Fungsi Jabatan Tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing jabatan adalah sebagai berikut: 1. Jajaran Direksi Perusahaan a.

Fungsi Jabatan Tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing jabatan adalah sebagai berikut: 1. Jajaran Direksi Perusahaan a. BAB XI STRUKTUR ORGANISASI A. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN Pabrik benzaldehyde ini direncanakan berbentuk perseroan terbatas sehingga untuk memperlancar jalannya manajemen di perusahaan, perlu dibuat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BESARAN DAN PENGGUNAAN IURAN BADAN USAHA DALAM KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN PENGANGKUTAN GAS BUMI

Lebih terperinci

PERTAMINA SIAP IMPOR BBM TIDAK LEWAT TRADER DPR MINTA BPK PERIKSA PETRAL

PERTAMINA SIAP IMPOR BBM TIDAK LEWAT TRADER DPR MINTA BPK PERIKSA PETRAL PERTAMINA SIAP IMPOR BBM TIDAK LEWAT TRADER DPR MINTA BPK PERIKSA PETRAL en.vivanews.com Pertamina akan berupaya memprioritaskan impor i bahan bakar minyak (BBM) dan minyak mentah dari berbagai sumber,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 pasar pelumas di Indonesia telah terbuka dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 pasar pelumas di Indonesia telah terbuka dengan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 pasar pelumas di Indonesia telah terbuka dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden RI No. 21/2001. Mulai saat itu badan usaha selain Pertamina dapat

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menuntut produsen BBM untuk menyediakan BBM ramah lingkungan. Produk

BAB I PENDAHULUAN. menuntut produsen BBM untuk menyediakan BBM ramah lingkungan. Produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu sumber energi yang paling banyak digunakan oleh penduduk Indonesia, sektor transportasi khususnya kendaraan bermotor

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI ORGANISASI

BAB II DESKRIPSI ORGANISASI BAB II DESKRIPSI ORGANISASI 2.1. Sejarah Organisasi Perusahaan yang bergerak dibidang energi ini mulai beroperasi sejak tahun 1967 ketika perusahaan yang saat itu menandatangani kontrak bagi hasil pertama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di tengah gencar - gencarnya program pemerintah mengenai konversi energi, maka sumber energi alternatif sudah menjadi pilihan yang tidak terelakkan, tak terkecuali

Lebih terperinci

RUBBER CRUDE OIL PRODUCT KNOWLEDGE

RUBBER CRUDE OIL PRODUCT KNOWLEDGE PRODUCT KNOWLEDGE RUBBER CRUDE OIL Kantor: Jl. Lawu Tegalarum 418 RT 02/13, Cangakan Karanganyar, Jawa Tengah, 57722 Telepon: 0271 494253 Pabrik: Ngamban RT 01/06 Buran, Tasikmadu Karanganyar, Jawa Tengah,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BESARAN DAN PENGGUNAAN IURAN BADAN USAHA DALAM KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN PENGANGKUTAN GAS BUMI

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007).

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia modern, bahkan akan terus meningkat akibat semakin banyaknya populasi penduduk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pres-lambang01.gif (3256 bytes) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PROFIL PERUSAHAAN. 2) Memberikan kontribusi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

PROFIL PERUSAHAAN. 2) Memberikan kontribusi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. PROFIL PERUSAHAAN PERTAMINA adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal 10 Desember 1957 dengan nama PT PERMINA. Pada tahun

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 274/KMK.06/2002 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM)

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 274/KMK.06/2002 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 274/KMK.06/2002 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. poly chloro dibenzzodioxins dan lain lainnya (Ermawati, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. poly chloro dibenzzodioxins dan lain lainnya (Ermawati, 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama ini penanganan sampah kota di negara-negara berkembang seperti Indonesia hanya menimbun dan membakar langsung sampah di udara terbuka pada TPA (Tempat Pembuangan

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Yth. : Para Pimpinan Redaksi dan hadirin yang hormati;

Lebih terperinci

ANALISA PENGENDALIAN RESIKO PEKERJAAN PEMBERSIHAN HEAT EXCHANGER DAN KONDENSOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE RISK ASSESSMENT

ANALISA PENGENDALIAN RESIKO PEKERJAAN PEMBERSIHAN HEAT EXCHANGER DAN KONDENSOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE RISK ASSESSMENT ANALISA PENGENDALIAN RESIKO PEKERJAAN PEMBERSIHAN HEAT EXCHANGER DAN KONDENSOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE RISK ASSESSMENT (Studi Kasus di PT. Pertamina RU V Balikpapan) LAPORAN KERJA PRAKTEK Diajukan Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batasan, asumsi, dan sistematika penulisan laporan.

BAB I PENDAHULUAN. batasan, asumsi, dan sistematika penulisan laporan. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang, tujuan, manfaat, batasan, asumsi, dan sistematika penulisan laporan. 1.1 Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang bangsa

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan Chevron didirikan pada tahun 1879 di Pico Canyon, California. Saat ini, Chevron Corporation yang berkantor pusat di San Ramon, California, Amerika Serikat

Lebih terperinci