SASARAN DAN KEBIJAKSANAAN POKOK PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG KEDUA DAN REPELITA VI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SASARAN DAN KEBIJAKSANAAN POKOK PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG KEDUA DAN REPELITA VI"

Transkripsi

1 SASARAN DAN KEBIJAKSANAAN POKOK PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG KEDUA DAN REPELITA VI Oleh: Ginandjar Kartasasm ita Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Ketua Bappenas DOI.<Ul\4FiI.J]-ASl & ARSIF EAPPENAS.Acc. No. : CIaES : ctrecked,']j.:.'.3...;..?tr Disampaikan pada MUNAS KORPRI KE-lV Jakarta, 13 April 1994

2 SASARAN DAN KEBIJAKSANAAN POKOK PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG KEDUA DAN REPELITA VI Oleh: G ina n dja r Ka rtasa sm ita Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Repelita Vl dirancang dan disusun berdasarkan: a. b. Arahan GBHN Hasil-hasil pembangunan dalam PJP I sebagai modal dasar dan garis awal PJP ll. Tantangan-tantangan yang diperkirakan akan dihadapi, serta kendala yang dapat menghambat dan harus diatasi dan peluang yang dapat dimanfaatkan dalam pelaksanaan pembangunan di masa depan. 2. Dalam naskah Repelita Vl terkandung pula rencana Pembangunan Jangka Panjang Kedua dalam garis besarnya, yang memuat sasaran-sasaran yang akan dicapai 25 tahun mendatang. Repelita Vl merupakan bagian dari upaya mencapai sasaran-sasaran dalam PJP ll tersebut dalam kurun 5 tahun mendatang. 3. Rencana Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun kedua atau PJP ll disusun berdasarkan petunjuk-petunjuk pokok GBHN 1993 sebagai berikut: c:ws6/samb-94/korpri, bahan ceramah MENPPN pada Munas KORPRI Jakarta, 13 April 1994

3 a. Pertama-tama menjadi pegangan adalah nilai-nilai dasar 'yang menjiwai GBHN 1993, yaitu makna dan hakekat pembangunanasional, asas-asas pembangunanasional, modal dasar, faktor dominan, Wawasan Nusantara, konsepsi ketahanan nasional serta kaidah-kaidah penuntun dalam pelaksanaan pembangunan. b. PJP ll merupakan proses kelanjutan, peningkatan, perluasan dan pembaruan dari PJP l. Tujuan Pembangunan Jangka Panjang Kedua adalah mewujudkan bangsa yang majudan mandiri serta sejah- tahap pembangunan tera lahir batin sebagai landasanbagi berikutnya. d. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, sasaran umum Pembangunan Jangka Panjang Kedua adalah terwujudnya kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri dalam suasana tenteram dan sejahtera lahir batin. Untuk mencapai sasaran tersebut, titik berat Pembangunan Jangka Panjang Kedua diletakkan pada bidang ekonomi, yang merupakan penggerak utama pembangunan, seiring dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan didorong secara saling memperkuat, saling terkait dan terpadu dengan pembangunan bidang-bidang lainnya. f. Pelaksanaan PJP ll tetap bertumpu kepada Trilogi Pembangunan. 4. Di samping arahan GBHN 1993, dalam menyusun rencana PJP ll dan Repelita Vl berbagai tantangan perlu pula mendapat c:ws6/samb-94/korpri, bahan ceramah MENPPN pada Munas KORPRI Jakana, 13 April

4 perhatian, di antaranya masalah-masalah yang belum terselesaikan secara tuntas dalam PJP l, serta yang akan kita hadapi dalam perjalanan membangun selama PJP ll. Berbagai tantangan, kendala, dan peluang tersebut akan mempengaruhi penetapan sasaran, jadwal pencapaiannya, serta kebijaksanaan untuk mewujudkannya. Keseluruhannya itu diupayakan untuk diperhitungkan dalam penyusunan Repelita Vl sebagai bagian dan tahap awal PJP ll. Beberapa diantaranya ingin kami kemukakan di sini Selama PJP I kesejahteraan rakyat telah meningkat secara nyata seperti tercermin dalam peningkatan pendapatan per kapita dari sekitar US $ 70 pada tahun 1969 menjadi sekitar US$ 700 pada tahun Walaupun peningkatan ini cukup besar, pendapatan per kapita rakyat Indonesia masih rendah, apabila misalnya dibandingkan dengan negara-negara tetangga dan negara berkembang lainnya yang sekarang telah menjadi negara industri. Mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain merupakan tantangan besar dalam Repelita Vl dan PJP ll. Selanjutnya meskipun telah banyak dicapai kemajuan dalam PJP l, namun masih terdapat berbagai kesenjangan, yaitu kesenjangan antardaerah, misalnya kawasan barat dan timur Indonesia dan kesenjangan antara daerah perdesaan dan perkotaan; antarsektor terutama pertanian dengan industri dan jasa; dan kesenjangan antargolongan ekonomi atau strata pendapatan masyarakat. Adanya berbagai kesenjangan tersebut merupakan masalah dalam upaya mewujud kan cita-cita keadilan sosial bangsa Indonesia. Selain itu kesenjangan juga berarti bahwa potensi-potensi tidak termanfaatkan secara optimal. Karena itu, mening katkan pemerataan atau memperkecil kesenjangan merupakan tantangan besar pula dalam PJ P II. c:ws6/samb-94/korpri, bahan ceramah MENPPN pada Munas KORPRI Jakarta, 13 April 1994

5 7. Dalam kaitan itu selama PJP lpenduduk yang berada di bawah garis kemiskinan sudah sangat menurun jumlahnya dalam 20 tahun terakhir yaitu dari 60 persen menjadi 15 persen. Namun 15 persen itu berarti satu dari setiap tujuh orang Indonesia adalah sangat miskin. Selain menyangkut masalah kemanusiaan yang mendasar penduduk miskin bukanlah penduduk yang produktif. Oleh sebab itu, salah satu tantangan dalam PJP ll adalah menuntaskan masalah kemiskinan agar penduduk miskin meningkat kesejahteraannya dan sekaligus perannya dalam pembangunan Pertumbuhan berarti percepatan peningkatan produksi yang memerlu kan perluasan pasar dalam skala besar yang sangat ditentukan oleh kemampuan bersaing dalam memasarkan hasilhasil produksi. Peningkatan daya saing memerlukan tingkat efisiensi dan produktivitas yang lebih tinggi dan berarti memerlu kan sumber daya manusia yang makin berkualitas. Oleh sebab itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia sangat strategis dan penting dan merupakan tantangan pula dalam PJP ll. Dalam PJP ll masih akan terjadi pertumbuhan angkatan kerja yang relatif tinggi, padahal sekarang ini jumlah tenaga kerja yang menganggur, setengah menganggur, ataupun bekerja penuh dengan produktivitas dan penghasilan yang rendah masih cukup besar. Menciptakan lapangan kerja dalam jumlah yang cukup besar selama 25 tahun yang akan datang merupakan tantangan yang tidak ringan. Masalah kita yang lebih besar lagi sebenarnya adalah menghilangkan keadaan setengah pengangguran, yang dewasa ini mencapai sekitar 36 persen dari orang yang bekerja. Adanya setengah pengangguran yang besar menekan produktivitas dan menghambat penyerapan angkatan kerja baru. c:ws6/samb-94/komri. bahan ceramah MENPPN oada Munas KORPRI Jakarta. 13 Aoril

6 10. Berkaitan dengan masalah angkatan kerja masalah pokok lain dalam PJP ll, seperti juga dalam PJP ladalah masalah kependudukan. Meskipun laju pertumbuhannya sudah dapat ditekan, tetapi angka absolutnya tetap tinggi. Pada akhir PJP ll penduduk Indonesia sudah akan berjumlah sekitar 258 juta dari 189 juta sekarang; selain itu persebarannya tidak merata. Juga dalam PJP ll akan terjadi proses perpindahan penduduk dari perdesaan ke perkotaan yang makin cepat didorong oleh proses industrialisasi. Pada akhir PJP ll sekitar separuh pendudu k Indonesia diperkirakan akan berada di wilayah perkotaan. Hal ini membawa berbagai dampak dan akibat. Daerah perdesaan akan kehilangan tenaga kerja yang umumnya produktif dan terdidik dan daerah perkotaan akan menghadapi masalah sosial ekonomi dan sosial politik akibat urbanisasi. 11. Selanjutnya kegiatan ekonomi yang mening kat akan meningkatkan limbah produksi yang mempunyai dampak langsung terhadap lingkungan. Di samping itu, kenaikan produksi akan meningkatkan pula kebutuhan akan bahan mentah, yang sebagian besar memanfaatkan sumber daya alam, dan ada di antaranya telah mendekati keadaan kritis, seperti tanah dan air di Jawa, serta sumber daya energi terutama minyak bumi. Menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan tantangan besar pula dalam PJP ll yang diinginkan sebagai pembangunan yang berkelanjutan. 12. Selain itu, dalam proses modernisasi bangsa menjadi tantangan pula untuk memelihara, mengembangkan, dan memantapkan pranata sosial dan budaya agar keterbukaan masyarakat dan interaksi dengan bangsa lain serta pertumbuhan ekonomi yang cepat, tidak menimbulkan masalah sosial yang merugikan kepribadian dan keutuhan bangsa serta mengganggu stabilitas nasional. c:ws6/samb-94/korpri, bahan ceramah MENPPN pada Munas KORPRI Jakarta, 13 April 1994

7 13. Juga perlu diperhitungkan situasi di luar negeri yang tidak senantiasa menguntungkan. Ketidakpastian ekonomi dunia, adanya blok-blok perdagangan, f luktuasi mata uang, harga minyak yang cenderung turun, adanya gejala isyu politik dikaitkan dengan perdagangan dan kerja sama ekonomi, merupakan masalah-masalah yang perlu diantisipasi kemungkinan dampaknya bagi upaya pembangunan. 14. Dari berbagai petunjuk GBHN 1993 kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan merupakan kata-kata kunci dalam pembangunan jangka panjang kedua. Atas dasar itu sasaran-sasaran PJP ll dikembangkan untuk mencerminkan tingkat kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan bangsa yang meningkat tinggi seperti yang dikehendaki dalam GBHN. 15. Untuk mencapai kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan seperti yang diinginkan, kegiatan ekonomi harus berkembang dengan cepat. Sehubungan dengan itu, dalam PJP ll pertumbuhan ekonomi diproyeksikan cukup tinggi, yaitu rata-rata sekitar 7 persen per tahun (Tabel A.lV.a hal 2).Tingkat pertumbuhan ini bahkan lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan 25 tahun pertaffid, yaitu rata-rata 6,8 persen, yang oleh masyarakat internasional dinilai sebagai tingkat pertumbuhan yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi itu diiringi oleh penurunan laju pertumbuhan penduduk hingga menjadi di bawah 0,9 persen per tahun menjelang akhir PJP ll. Dengan kedua sasaran itu maka sasaran pendapatan per kapita Indonesia pada akhir PJP ll diharapkan akan meningkat menjadi hampir 4 kali lipat dari tingkat yang sekarang dalam harga nyata, atau sekitar US$ 2600 pada harga tahun 1989/90 (Tabel A.lV.b hal. 2l'. c:ws6/samb-94/komri. bahan ceramah MENPPN oada Munas KORPRI Jakarta. 13 Anril

8 16. Untuk mencapai berbagai sasaran itu sektor industri harus sudah berfungsi sebagai motor penggerak perekonomian. Selain itu sektor industri juga diandalkan sebagai penyerap utama lapangan kerja yang produktif yang secara bertahap menggantikan sektor pertanian. Selama PJP ll sektor industri diharapkan tumbuh rata-rata di atas 9 persen setahun (Tabel A.lV.a.2 hal. 2l.Keterkaitan sektor industri dan sektor pertanian ditingkatkan dengan makin mengembangkan agroindustri dan agrobisnis. Demikian pula keterkaitan industri dengan sektor yang mengelola sumber daya alam lainnya seperti pertambangan, sehingga struktur industri menjadi lebih kukuh. 17. Dengan makin majunya sektor industri maka sumbangan sektor pertanian dalam PDB diperkirakan terus menurun. Namun pertanian masih akan tetap memegang peranan strategis dalam PJP ll. Di samping fungsinya memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduk yang jumlahnya besar, sektor pertanian masih akan merupakan sumber mata pencaharian utama dari sebagian besar angkatan kerja di Indonesia. Oleh karena itu sektor pertanian masih diharapkan tumbuh relatif cukup tinggi, yaitu sekitar 3,5 persen setahun (Tabel A.lV.a.1 hal. 2\. 18. Pembangunan sektor industri dan pertanian memerlukan dukungan sektor lain seperti jasa perhubungan, perdagangan, dan pelayanan keuangan yang andal dan efisien. Sektor-sektor lainnya diharapkan tumbuh dengan rata-rata lebih dari 7 persen setahun (Tabel A.lV.a.3 hal. 21'. Keterkaitan yang makin kuat antara sektor industri dan pertanian dan dengan sektor jasa sangat penting dalam membangun jaringan kegiatan ekonomi yang efisien dan produktif. 19. Seiring dengan pembangunan ekonomi, titik berat pembangunan dalam PJP ll adalah kualitas sumber daya manusia. c:ws6/samb-94/korpri, bahan ceramah MENPPN pada Munas KORPRI Jakarta, 13 April

9 Kebijaksanaan di bidang pendidikan, kesehatan dan kesempatan kerja adalah unsur-unsur utama dalam pengembangan sumber daya manusia. Semua unsur tersebut sangat erat keterkaitannya dan memerlukan upaya yang bersungguhsungguh untuk meningkatkannya dalam 25 tahun yang akan datang. 20, Di bidang pendidikan (Tabel A.lll.4 pada hal. 1\, program yang utama adalah pendidikan dasar 9 tahun yang akan dimulai dalam tahun pertama Repelita Vl dan diharapkan sudah tuntas selambat-lambatnya pada akhir Pelita Vlll. Setelah itu diharapkan sudah bisa mulai dipersiapkan wajib belajar 12 tahun untuk tahap selanjutnya. Pada akhir PJP ll diharapkan angka partisipasi pendidikan SLTA sudah mencapai 80 persen dari sekarang sekitar 33 persen, dan pendidikan tinggi sudah mencapai 25 persen dari sekarang sekitar 10,5 persen. Pendidikan juga sudah harus makin mengarah dan tanggap terhadap kebutuhan pasar kerja. 21. Erat kaitannya dengan pendidikan dan amat pokok peranannya bagi pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas adalah pembangunan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pentingnya hal ini, sehingga dalam GBHN 1993 ilmu pengetahuan dan teknologi ditempatkan sebagai salah satu bidang pembangunan sejajar dengan bidang-bidang pembangunan lainnya. Peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, akan tercermin dalam peningkatan kadar teknologi pada produk yang kita hasilkan sehingga mampu meningkatkan daya saing di pasar dunia. 22. Di bidang kesehatan (Tabel A.lll.1 dan 2 hal.1) peningkatan pelayanan kesehatan dan perbaikan gizi masyarakat akan meningkatkan usia harapan hidup menjadi 71 tahun, dari c:ws6lsamb-94/korpri, bahan ceramah MENPPN pada Munas KORPRI Jakarta, 13 April

10 sekarang sekitar 63 tahun. Tingkat kematian bayi per kelahiran hidup turun dari 58 menjadi sekitar , Dengan berbagai upaya tersebut, kita harapkan tambahan angkatan kerja yang berjumlah sekitar 69 juta selama PJP ll yaitu dari 78,8 juta pada akhir PJP I menjadi 147,9 juta pada akhir PJP ll, sebanyak mungkin dapat diserap (Tabel A.ll hal. 1). 24. Selanjutnya mengenai rencana pembangunan dalam lima tahun mendatang atau Repelita Vl. 25. Sejalan dengan sasaran umum PJP ll, GBHN mengamanatkan bahwa sasaran umum Repelita Vl adalah tumbuhnya sikap kemandirian dalam diri manusia dan masyarakat Indonesia melalui peningkatan peran serta, efisiensi, dan produktivitas rakyat dalam rangka meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan lahir batin. Sejalan pula dengan titik berat pembangunan dalam PJP ll prioritas Repelita Vl adalah pembangunan sektor-sektor di bidang ekonomi dengan keterkaitan antara industri dan pertanian serta bidang pembangunan lainnya seiring dengan pening katan kualitas sumber daya manusia. 26. Untuk mencapai tujuan dan sasaran umum GBHN 1993 seperti dijabarkan di atas, disusun sasaran dan kebijaksanaan pembangunan dalam Repelita Vl, berdasarkan: 1) hasil-hasil yang dicapai selama PJP l; 2) sasaran-sasaran yang ingin dicapai dalam PJP ll seperti yang tadi telah diungkapkan; 3) tantangan dan kendala yang dihadapi baik dari dalam maupun dari luar negeri; dan 4) peluang pengembangan yang bersumber dari dalam maupun luar negeri. c:ws6/samb-94/korpri, bahan ceramah MENPPN pada Munas KORPRI Jakarta, 13 April

11 27. Setiap upaya perencanaan pembangunan perlu dimulai dengan upaya untuk mengatasi masalah angkatan kerja. Terutama bagi bangsa Indonesia, seperti dikemukakan pada awal sajian ini, masalah penyediaan lapangan kerja produktif merupakan tantangan yang sangat mendesak dalam Repelita Vl. Sebagian besar dari pencari kerja baru adalah anak-anak muda dan di antaranya berpendidikan menengah dan tinggi, yang menyebabkan masalah kesempatan kerja menjadi lebih rumit dan peka (Tabel B- 1.ll hal. 41. Pada Repelita Vl angkatan kerja diperkirakan akan meningkat dengan sekitar 12,6 juta orang. 28. Pemecahan masalah lapangan kerja berdimensi luas. Pertamatama masalah ini ingin diatasi dari sumber awalnya, yaitu melalui upaya menurunkan laju pertumbuhan penduduk. Dalam Repelita Vl dengan program-program kependudukan laju pertumbuhan penduduk diupayakan dapat diturunkan hingga mencapai sekitar 1,5 persen pada tahun terakhir Repelita Vl dari sedikit di bawah 1,7 persen pada tahun terakhir Repelita V. Dengan tingkat pertumbuhan tersebut, jumlah penduduk pada akhir Repelita Vl diperkirakan mencapai sekitar 2O4 juta jiwa (Tabel B-1.l hal. 3). 29. Di samping segi kuantitatifnya, segi kualitatifnya perlu mendapat perhatian pula karena berpengaruh pada pemecahan masalah kesempatan kerja. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kekuatan pembangunan dan sekaligus tujuan pembangunan, Kualita sumber daya manusia tercermin antara lain pada taraf pendidikan dan derajat kesehatannya. 30. Dalam Repelita Vl pembangunan di bidang pendidikan diarahkan pada penlngkatan kualitas serta pemerataan pendidikan, terutama pendidikan dasar serta pendidikan kejuruan, untuk menghasilkan tenaga-tenaga terampil dan profesional yang memenuhi kebutuhan pembangunan. Program yang amat c:ws6/samb-94/korpri, bahan ceramah MENPPN pada Munas KORPRI Jakarta, 13 April

12 penting dalam Repelita Vl adalah dimulainya wajib belajar 9 tahun. Upaya ini perlu dilakukan secara cermat karena kita menyadari banyak kendalanya. Kendala yang paling utama adalah kondisi sosial-ekonomi masyarakat, di mana banyak rumah tangga yang terpaksa mempekerjakan anggota keluarganya yang berumur di bawah 15 tahun untu k mencari nafkah. Pada akhir PJP I anak usia di bawah 15 tahun yang terpaksa bekerja masih berjumlah 2,4 juta. Sasaran yang akan dicapai di bidang pendidikan dalam Repelita Vl ada pada Tabel B- 1. lv.3 pada hal Pembangunan kesehatan dalam Repelita Vl diarahkan untuk meningkatkan kualitas dan pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat termasuk perbaikan gizi. Beberapa indikator yang merupakan sasaran penting dalam Repelita Vl ada pada tabel B-1, antara lain: a. Angka kematian bayi diharapkan menurun dari 58 orang per 1000 kelahiran hidup menjadi 50 orang per 1000 kelahiran hidup (Tabel B-1. V.1 hal. 5). b. Dengan demikian harapan Hidup Waktu Lahir diharapkan meningkat dari 62,7 tahun menjadi 64,6 tahun (Tabel B- 1.lV.2 hal.6l. 32. Untuk menanggulangi masalah kesempatan kerja dan sekaligus memantapkan proses tinggal landas, dalam Repelita Vl diupayakan untuk mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang cukup memadai disertai dengan pemerataan yang makin meluas dan stabilitas yang senantiasa terpelihara mantap. 33. Selama Repelita Vl laju pertumbuhan ekonomi diupayakan untu k mencapai rata-rata 6,2 persen per tahun. Sumberc:ws6/samb-94/korpri, bahan ceramah MENPPN pada Munas KORPRI Jakana, 13 April

13 sumber pertumbuhan utama selain berasal dari peningkatan investasi dan peningkatan pemanf aatan tenaga kerja, juga berasal dari peningkatan produktivitas seluruh perekonomian (Tabel B dan 2 hal.4 dan 5). Dalam Repelita Vl, sekitar 22 persen dari pertumbuhan ekonomi merupakan sumbangan dari peningkatan produktivitas masyarakat. Sejalan dengan itu, produktivitas tenaga kerja yang diukur dengan nisbah nilai tambah per pekerja rata-rata akan meningkat sebesar 3,3 persen per tahun. Peningkatan produktivitas tersebut akan dicapai melalui peningkatan produktivitas modal dan tenaga kerj a, peningkatan ef isiensi kelembagaan, dan penerapan teknologi. 34. Secara sektoral (Tabel B-1.lll.1 dan 3 pada hal. 4 dan 5), sasaran pertumbuhan pertanian adalah rata-rata sekitar 3,4 persen per tahun, industri pengolahan rata-rata 9,4 persen per tahun dan di dalamnya industri pengolahan non-migas diproyeksikan meningkat dengan rata-rata 10,3 persen per tahun, sedangkan sektor lain pertumbuhannya rata-rata 6,0 persen per tahun. Dengan perkembangan sektoral seperti itu, peranan sektor industri dalam harga konstan 1989/90 akan meningkat menjadi sekitar 24,1 persen dan sektor pertanian turun menjadi sekitar 17,6 persen. 35. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut dan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,5 persen pada akhir Repelita Vl, Produk Domestik Bruto nominal per kapita Indonesia akan melampaui US$ 1.OOO. PDB per kapita secara nyata akan meningkat sekitar 4,7 persen per tahun. 36. Dengan berbagai langkah tersebut di atas dan dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,2 persen setahun, dalam Repelita Vl akan diciptakan lapangan kerja baru bagi 11,9 juta orang (Tabel B h al 4l. Sektor pertanian diharapkan c:ws6/samb-94/korpri, bahan ceramah MENPPN pada Munas KORPRI Jakarta, 13 April

14 menyerap sekitar 1,9 juta orang, industri sekitar 3 juta orang dan sektor-sektor lain 7 juta orang. Dengan demikian maka tingkat pengangguran terbuka yang pada tahun 1990 diperkirakan 3,2 persen akan dapat diturunkan menjadi 0,8 persen pada akhir Repelita Vl. Selain itu, dalam rangka mengurangi setengah pengangguran, jam kerja rata-rata per pekerja diupayakan mening kat. 37. Untu k mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi tersebut di atas dipersyaratkan tersedianya dana investasi yang memadai, yang diperkirakan sekitar Rp 660 triliun atau sekitar 8O persen lebih besar dari realisasi investasi selama Repelita V atau 175 persen lebih besar dari rencana investasi Repelita V (Tabel B- 1.V hal. 6). Investasi tersebut terdiri atas investasi pemerintah sebesar Rp 176 triliun dan investasi swasta sebesar Rp 484 triliun atau lebih dari 73 persennya. 38. Untuk mencapai sasaran laju pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan, penghimpunan dana investasi harus sejalan dengan peningkatan efisiensi penggunaannya. Inti dari permasalahannya adalah meningkatkan efisiensi dan produktivitas secara menyeluruh di segala bidang. Untuk itu, perlu digali dan dikembangkan secara maksimal sumber-sumber pertumbuhan pembangunan yang berasal dari dalam negeri. 39. Salah satu langkah penting dalam rangka peningkatan efisiensi investasi adalah upaya penurunan dana investasi yang dibutuhkan bagi setiap satuan peningkatan produksi. Upaya ini mencakup antara lain: a. melanjutkan kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi untuk menghapuskan hambatan yang menghalangi gerak perekonomian; c:ws6/samb-94/korpri, bahan ceramah MENPPN pada Munas KORPRI lakarta, 13 April

15 b. melanjutkan upaya penyempurnaan dan pemantapan kelembagaan dan aparatur secara menyeluruh baik di sektor pemerintah di pusat maupun daerah, di sektor swasta dan masyarakat pada umumnya; memanfaatkan secaraoptimal kapasitas yang ada serta memelihara sarana danprasarana yang telah dibangun; d. mempertajam prioritasdana investasi pemerintah; mendorong kegiatan investasi masyarakat; t. memberi perhatian khusus bagi pengembangan usaha menengah dan kecil termasuk koperasi yang banyak menyerap tenaga kerja, serta memperkukuh struktur dunia usaha nasional. 40. Penerimaan Pemerintah dalam APBN selama Repelita Vl diperkirakan berjumlah Rp 443,5 triliun dengan perincian Rp 382,0 triliun merupakan penerimaan dalam negeri, dan Rp 61,5 triliun merupakan bantuan luar negeri (Tabel B-9 hal. 17l'. 41. Penerimaan pajak (Tabel B-1,V1 hal.7 ) diharapkan meningkat rata-rata 17,3 persen per tahun dalam Repelita Vl, sehingga peranan penerimaan pajak dalam penerimaan dalam negeri akan meningkat dari sekitar 64 persen pada akhir Repelita V menjadi sekitar 77 persen pada akhir Repelita Vl. Pada akhir Repelita Vl peranan penerimaan migas hanyalah tinggal 15,6 persen dibanding 28,7 persen pada akhir Repelita V. 42. Dalam rangka membangun kemandirian selama Repelita Vl, peranan bantuan luar negeri sebagai sumber dana untuk pembangunan diusahakan terus berkurang, sedangkan peranan tabungan pemerintah diupayakan terus meningkat. Dana c:ws6/samb-94/korpri, bahan ceramah MENPPN pada Munas KORPRI Jakarta, 13 April

16 bantuan luar negeri terutama yang bersyarat lunak dimanfaatkan secara maksimal dengan tetap memperhatikan batasbatas yang aman. Dalam hubungan itu peranan tabungan pemerintah dalam anggaran pembangunan akan meningkat dari sekitar 62 persen pada akhir Repelita V menjadi sekitar 6B persen pada akhir Repelita Vl. 43. Dalam Repelita Vl, penghasilan devisa dari ekspor nonmigas akan meningkat dengan rata-rata 16,8 persen per tahun sehingga mencapai sekitar US$ 61 miliar pada akhir Repelita Vl (Tabel B-1.Vll hal.7). Peningkatan ekspor nonmigas terutama diharapkan dari ekspor hasil industri pengolahan yang meningkat dengan rata-rata 17,8 persen per tahun sehingga mencapai sekitar US $ 55 miliar pada akhir Repelita Vl (Tabel B-1.Vll hal Posisi hutang luar negeri diproyeksikan senantiasa berada di dalam batas-batas yang aman, bahkan sebagai persentase dari PDB, stok hutang Indonesia diharapkan turun dari sekitar 57 persen pada akhir Repelita V menjadi sekitar 46 persen pada akhir Repelita Vl (Tabel B-1.Vlll hal. B). Rasio pelunasan hutang pemerintah dan swasta terhadap ekspor (Debt Service Ratio) diupayakan pula terus menurun dari sekitar 30,5 persen pada akhir Repelita V menjadi sekitar 20,6 persen pada akhir Repelita Vl. Keseluruhannya itu akan mencerminkan keadaan ekonomi yang makin mandiri. 45. Untuk mendukung kegiatan ekonomi yang makin meningkat, prasarana ekonomi seperti jalan, jembatan, pengairan, pelabuhan laut dan udara, sarana pengangkutan, tenaga listrik, telekomunikasi, dan sarana pengairan akan terus dibangun. Ketersediaan prasarana ekonomi yang tidak seimbang dengan peningkatan produksi dan jasa merupakan kendala dan mengurangi tingkat efisiensi ekonomi secara nasional dan pada c:ws6/samb-94/korpri, bahan ceramah MENPPN pada Munas KORPRI Jakarta, 13 April

17 gilirannya dapat mengganggu stabilitas ekonomi. Menyadari terbatasnya kemampuan Pemerintah, padahal kebutuhan prasarana amat besar, maka partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam membangun prasarana akan terus didorong, terutama di daerah yang tingkat pertumbuhannya tinggi, di mana investasi swasta mempunyai kelayakan ekonomi yang cukup tinggi.dengan demikian upaya Pemerintah dalam pembangunan prasarana dan sarana secara bertahap dapat lebih ditujukan ke wilayah yang terbelakang dan untuk masyarakat yang tertinggal, dan untuk investasi di daerah dan pada kegiatan yang diperlukan tetapi kurang menarik bagi swasta, termasuk di bidang pembangunan sumber daya manusia yang ' sifatnya mendasar. 46. Upaya untuk lebih memeratakan pembangunan serta menanggulangi kemiskinan dalam Repelita Vl akan ditingkatkan. Upaya ini didukung oleh kebijaksanaan makro, baik kebijaksanaan fiskal, moneter maupun neraca pembayaran yang serasi dan dinamis. Dalam rangka peningkatan pemerataan kesempatan berusaha, perhatian yang lebih besar diberikan untuk mengembangkan usaha kecil termasuk pengusaha sektor informal, tradisional dan koperasi melalui perluasan aksesnya terhadap sumber daya ekonomi serta kemudahan memasuki pasar. Pemerataan pembangunan antarsektor diupayakan melalui penyeimbangan secara bertahap peranan dan sumbangan ketiga sektor ekonomi, yaitu pertanian, industri, dan jasa dalam rangka menciptakan nilai tambah dan produktivitas ekonomi nasional yang tinggi sehingga ketimpangan pendapatan secara bertahap dapat dikurangi. Upaya pemerataan pembangunan daerah diwujud kan dengan mendorong investasi dan mempercepat upaya peningkatan sumber daya manusia di wilayah yang belum berkembang. c:ws6/samb-94/korpri, bahan ceramah MENPPN pada Munas KORPRI Jakarta, 13 April

18 47. Dalam rangka pembangunan daerah, perhatian khusus diberikan kepada daerah transmigrasi, daerah terpencil, daerah minus, daerah kritis, daerah perbatasan, dan daerah terbelakang lainnya, yang disesuaikan dengan prioritas dan potensi daerah yang bersangkutan. Pembangunan kawasan timur Indonesia (KTl), sesuai dengan arahan GBHN 1993, mendapatkan perhatian lebih besar dalam Repelita Vl. Pembangunan KTI dimaksudkan untuk membangun kawasan yang rata-rata masih tertinggal dibanding kawasan lainnya dengan memanfaatkan sumber daya setempat seoptimal mungkin. 48. Upaya menanggulangi kemiskinan dilakukan dengan memadukan berbagai kebijaksanaan dan program pembangunan baik kebijaksanaan dan program sektoral maupun regional. Dalam Repelita Vl upaya ini akan ditambah dengan program khusus yaitu lnpres Desa Tertinggal. Sasaran dari kebijaksanaan penanggulangan kemiskinan ini adalah berkurangnya penduduk miskin pada akhir Repelita Vl menjadi sekitar 12 juta orang, atau 6 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Pada akhir Repelita Vll masalah kemiskinan menurut pengertian kita sekarang diharapkan sebagian besar sudah teratasi. 49. Demikianlah pokok-pokok tantangan, sasaran, dan kebijaksanaan yang harus kita hadapi dalam PJP ll dan Repelita Vl. Sejak 1 April 1994 kita telah mengawali pelaksanaannya, kita telah mulai melaksanakan tahun pertama Repelita Vl, kita telah mengawali pelaksanaan PJ P ll. Sebagaimana d iamanatkan GBHN 1993 pembangunanasional diselenggarakan oleh masyarakat bersama pemerintah. Dalam hubungan ini pemerintah berkewajiban untuk memberikan pengarahan dan bimbingan, serta menciptakan iklim yang mendorong peran serta aktif masyarakat dalam pembangunan. Dengan demikian aparatur negara di pusat mau pun di daerah-daerah berperan amat penting dalam upaya meningkatkan peran serta masyarakat. c:ws6/samb-94/korpri, bahan ceramah MENPPN pada Munas KORPRI Jakarta, 13 April

19 50. Pembangunan yang makin luas dan komplek di masa-masa yang akan datang mengharuskan pelaksanaanya yang makin terdesentralisasi, dan menuntut kualitas dan integritas aparatur yang makin tinggi pula. Untuk itu unsur aparatur negara di pusat maupun di daerah menghadapi tantangan ganda, (1) secara internal harus dapat meningkatakan disiplin, pengetahuan dan keterampilannya untuk kelancaran pelaksanaan tugas; (21 secara external harus dapat meningkatkan efisinsi dan kualitas pelayanan kepada masyarakat, sehingga menimbulkan kelancaran pelaksanaan, serta meningkatkan daya saing, gairah pembangunan, dan produktivitas masyarakat. 51. Keberadaan KORPRI sebagai unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat, sebagai satu-satunya wadah pembinaan non-kedinasan bagi segenap pegawai Republik Indonesia dalam upaya meningkatkan kualitas dan integritas aparatur negara, menduduki posisi dan peranan yang amat penting; dan akan turut menentukan keberhasilan pembangunan di masa-masa yang akan datang. Selain berperanan meningkatkan kemampuan profesional, pengetahuan dan keterampilan, keberadaan KORPRI juga dimaksudkan untuk lebih meningkatkan perjuangan, pengabdian, serta kesetiaannya kepada cita-cita perjuangan bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, sangat penting. 52. Sebab itu MUNAS Keempat KORPRI ini, yang mengambil tema " Melalui Pengabdiannya KORPRI Siap Melaksanakan dan Menyukseskan Pembangunan Jangka Panjang Kedua dengan Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia", adalah sangat tepat. Tema tersebut sepenuhnya mencerminkan kesadaran bahwa keberhasilan pembangunan akan ditentukan pula oleh kualitas, integritas dan kemampuan aparatur neg ara. Kewa- c:ws6/samb-94/korpri, bahan ceramah MENPPN pada Munas KORPRI Jakarta, 13 April

20 jiban kita, segenap anggota KORPRI untuk selanjutnya melaksanakannya secara sungguh-sungguh. 53. Saya yakin, dengan berpegang teguh pada Sapta Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia, setiap fungsionaris KORPRI akan mampu menjadi teladan dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyara kat. Jakarta, 13 April 1994 c:ws6/samb-94/korpri, bahan ceramah MENPPN pada Munas KORPRI Jakarta, 13 April

BAHAN CERAMAH MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NAS IO NAL/KETUA BAPPE NAS

BAHAN CERAMAH MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NAS IO NAL/KETUA BAPPE NAS BAHAN CERAMAH MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NAS IO NAL/KETUA BAPPE NAS G i nandjar Kartasasmita Disampaikan pada: Pendiddikan Kader Tingkat Nasional Partai Persatuan Pembangunan (P3) Bogor, 3

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PADA PJP II DAN REPELITA VI

PEMBANGUNAN PADA PJP II DAN REPELITA VI PERANAN HUKUM DALAM PEMBANGUNAN PADA PJP II DAN REPELITA VI Oleh: M e n te r i N e s a ra?t,1x1'# 51itF:il'#E u n a n N a s i o n a / Ketua Bappenas L\C!{UM[:i'.,lT..\Sl & AF]Si F ffia$)elei'-i;\} Acc.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT MELALUI PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT II

PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT MELALUI PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT II PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT MELALUI PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT II PENDAHULUAN Pembangunan nasional merupakan wahana bagi kita untuk membangun kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju

Lebih terperinci

1 SUMBER :

1 SUMBER : 1 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1990 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1990/1991 1 NOMOR: 1 TAHUN 1990 (1/1990) TANGGAL: 14 MARET 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

UU 3/1998, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1998/1999

UU 3/1998, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1998/1999 UU 3/1998, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1998/1999 Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 3 TAHUN 1998 (3/1998) Tanggal: 13 MARET 1998 (JAKARTA) Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1986 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1986/1987

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1986 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1986/1987 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1986 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1986/1987 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja

Lebih terperinci

/ti. KEPEMIHAKAN PEMBANGUNA NASIONAL DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEREKONOMIAN RAlffAT. Acc. i.jo.,.3t6fi.. Class

/ti. KEPEMIHAKAN PEMBANGUNA NASIONAL DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEREKONOMIAN RAlffAT. Acc. i.jo.,.3t6fi.. Class /ti KEPEMIHAKAN PEMBANGUNA NASIONAL DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEREKONOMIAN RAlffAT Oleh: Ginandjar Kartasasm ita Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Ketua Bappenas DGKUMIt{TASt & i.iisiir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

III. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG PEMBANGUNAN

III. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG PEMBANGUNAN III. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG PEMBANGUNAN Pembangunan koperasi pada PJP I telah berhasil meningkatkan perannya dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat antara lain dengan semakin tumbuhnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1989 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1989/1990

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1989 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1989/1990 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1989 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1989/1990 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH 3.1. Visi Berdasarkan kondisi masyarakat dan modal dasar Kabupaten Solok saat ini, serta tantangan yang dihadapi dalam 20 (dua puluh) tahun mendatang, maka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1985 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1985/1986

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1985 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1985/1986 UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1985 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1985/1986 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1988/1989 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1988/1989 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 3 TAHUN 1988 (3/1988) Tanggal: 10 MARET 1988 (JAKARTA) Sumber: LN 1988/5; TLN NO. 3370 Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

UU 3/1993, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/1994

UU 3/1993, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/1994 UU 3/1993, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/1994 Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:3 TAHUN 1993 (3/1993) Tentang:ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/1994

Lebih terperinci

ASPEK STRATEGIS PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

ASPEK STRATEGIS PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL ASPEK STRATEGIS PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL Oleh: Ginandjar Kartasasmita Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Disampaikan pada Pembahasan RPP Penataan

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1979 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1979/1980

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1979 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1979/1980 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1979 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1979/1980 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, enimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PAKET KEBIJAKAN EKONOMI MENJELANG DAN SESUDAH BERAKHIRNYA PROGRAM KERJASAMA DENGAN INTERNATIONAL MONETARY FUND PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-undang No.13 Tahun 2003 Pasal 1, Tenaga Kerja adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-undang No.13 Tahun 2003 Pasal 1, Tenaga Kerja adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tenaga Kerja Berdasarkan Undang-undang No.13 Tahun 2003 Pasal 1, Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik didalam maupun diluar hubungan

Lebih terperinci

PERAN ADMINISTRASI PUBLIK DALAM PENGEMBANGAN KEMITRAAN PEMERINTAH DAN DUNIA USAHA

PERAN ADMINISTRASI PUBLIK DALAM PENGEMBANGAN KEMITRAAN PEMERINTAH DAN DUNIA USAHA PERAN ADMINISTRASI PUBLIK DALAM PENGEMBANGAN KEMITRAAN PEMERINTAH DAN DUNIA USAHA Oleh: Prof. Dr. Mustopadidjaja AR 1. Pendahuluan Pengembangan kemitraan pemerintah dan dunia usaha dalam menghadapi tantangan-tantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan I. PENDAHULUAN Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1996 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1996/1997

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1996 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1996/1997 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1996 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1996/1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA 6 BAB II PERENCANAAN KINERJA Laporan Kinerja Kabupaten Purbalingga Tahun mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk

Lebih terperinci

BAB III Visi dan Misi

BAB III Visi dan Misi BAB III Visi dan Misi 3.1 Visi Pembangunan daerah di Kabupaten Bandung Barat, pada tahap lima tahun ke II Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) atau dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1992 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1992/1993

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1992 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1992/1993 UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1992 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1992/1993 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia menetap diperkotaan. Jumlah Desa di Indonesia. lebih 375 buah ( Rahardjo Adisasmita, 2006:1 ).

BAB 1. PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia menetap diperkotaan. Jumlah Desa di Indonesia. lebih 375 buah ( Rahardjo Adisasmita, 2006:1 ). BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekitar 65% jumlah penduduk Indonesia hidup di daerah pedesaan, sisanya 35% jumlah penduduk Indonesia menetap diperkotaan. Jumlah Desa di Indonesia mencapai sekitar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR ISI PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... 2 1.3. Hubungan Antar Dokumen...

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

UU 3/1993, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/1994

UU 3/1993, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/1994 Copyright 2002 BPHN UU 3/1993, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/1994 *8463 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 3 TAHUN 1993 (3/1993) Tanggal: 10

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN 1985-2007 SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan S-1 pada Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA Kuliah SEI pertemuan 11 NANANG HARYONO, S.IP., M.Si DEPARTEMEN ADMINISTRASI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012 Perencanaan Pembangunan Ekonomi ARTHUR LEWIS dalam buku DEVELOPMENT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1973 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1973/1974

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1973 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1973/1974 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1973 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1973/1974 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 dan telah berkembang menjadi krisis ekonomi dan multidimensi, pertumbuhan ekonomi nasional relatif masih

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

Dalam rangka. akuntabel serta. Nama. Jabatan BARAT. lampiran. perjanjiann. ini, tanggungg. jawab kami. Pontianak, Maret 2016 P O N T I A N A K

Dalam rangka. akuntabel serta. Nama. Jabatan BARAT. lampiran. perjanjiann. ini, tanggungg. jawab kami. Pontianak, Maret 2016 P O N T I A N A K GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERJANJIANN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahann yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penlbangunan nasional pada kerangka makro hakekatnya mempunyai

I. PENDAHULUAN. Penlbangunan nasional pada kerangka makro hakekatnya mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belaltang Penlbangunan nasional pada kerangka makro hakekatnya mempunyai keterkaitan dengan pembangunan sektoral dan pembangunan wilayah. Pengalanlan pembangunan dibeberapa daerah

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Tenaga Kerja Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation

Lebih terperinci

Visi, Misi, Tujuan Dan Sasaran

Visi, Misi, Tujuan Dan Sasaran Visi, Misi, Tujuan Dan Sasaran Visi Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. Visi tersebut harus bersifat dapat dibayangkan (imaginable), diinginkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang sangat erat, jumlah penduduk menentukan efisiensi perekonomian dan kualitas dari tenaga kerja itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH 5.1 Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Untuk Masing masing Misi Arah pembangunan jangka panjang Kabupaten Lamongan tahun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

PEMBANGUNANASIONAL DALAM REPELITA VII. Disajikan pada Rapim ABRI di Jakarta, 3 April 1gg7

PEMBANGUNANASIONAL DALAM REPELITA VII. Disajikan pada Rapim ABRI di Jakarta, 3 April 1gg7 PEMBANGUNANASIONAL DALAM REPELITA VII Disajikan pada Rapim ABRI di Jakarta, 3 April 1gg7 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Jakarta 1997 PEMBANGUNA NASIONAL DALAM REPELITA VII Prof.'Di. Ginandjar Kartasasmita

Lebih terperinci

UU 2/1991, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992. Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992

UU 2/1991, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992. Tentang: ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992 Copyright 2002 BPHN UU 2/1991, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1991/1992 *7726 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 2 TAHUN 1991 (2/1991) Tanggal: 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia selalu mengalami perjalanan yang berfluktuasi, minyak dan gas alam yang selama ini menjadi mesin pertumbuhan, harganya dipasar internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka pengangguran dapat dicapai bila seluruh komponen masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. angka pengangguran dapat dicapai bila seluruh komponen masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran rencana pembangunan nasional adalah pembangunan disegala bidang dan mencakup seluruh sektor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016 yang mempunyai tema Memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan

Lebih terperinci

10Pilihan Stategi Industrialisasi

10Pilihan Stategi Industrialisasi 10Pilihan Stategi Industrialisasi Memasuki Milenium Ketiga yang Berpihak pada Penguatan Ekonomi Rakyat Pendahuluan Sebenarnya judul makalah yang diminta panitia kepada saya adalah Peluang Rakyat Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya pertumbuhan ekonomi mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu usaha daerah untuk

Lebih terperinci

UU 2/1996, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1996/1997

UU 2/1996, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1996/1997 UU 2/1996, ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1996/1997 Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:2 TAHUN 1996 (2/1996) Tanggal:22 MARET 1996 (JAKARTA) Tentang:ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan salah satunya untuk pembangunan nasional. Perubahan yang semakin

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG TAHAP II BEBERAPA PERMASALAHAN PENTING *)1

PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG TAHAP II BEBERAPA PERMASALAHAN PENTING *)1 PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG TAHAP II BEBERAPA PERMASALAHAN PENTING *)1 Oleh :Prof. Dr. Saleh Afiff Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Ketua Bappenas 1. Tidak lama lagi kita akan menyelesaikan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 Oleh: BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN MALANG Malang, 30 Mei 2014 Pendahuluan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang perekonomian pada suatu wilayah adalah dengan melihat pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan sejauh

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci