TESIS - TM DHIKA ADITYA PURNOMO NRP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TESIS - TM DHIKA ADITYA PURNOMO NRP"

Transkripsi

1 TESIS - TM OPTIMASI MULTI RESPON PADA PROSES PEMESINAN WIRE ELECTRICAL DISCHARGE MACHINING (WEDM) BAJA PERKAKAS BUDERUS 2080 DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI-GREY-FUZZY DHIKA ADITYA PURNOMO NRP DOSEN PEMBIMBING Dr. Ir. Helena Carolina Kis Agustin, DEA Ir. Bobby Oedy P. Soepangkat, M.Sc., Ph.D PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN REKAYASA DAN SISTEM MANUFAKTUR JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015

2 THESIS - TM OPTIMIZATION OF MULTI-RESPONSE OF WIRE ELECTRICAL DISCHARGE MACHINING (WEDM) PROCESS OF BUDERUS TOOL STEEL 2080 USING TAGUCHI-GREY-FUZZY METHOD DHIKA ADITYA PURNOMO NRP ADVISOR Dr. Ir. Helena Carolina Kis Agustin, DEA Ir. Bobby Oedy P. Soepangkat, M.Sc., Ph.D MASTER PROGRAM FIELD STUDY OF ENGINEERING AND MANUFACTURING SYSTEM DEPARTEMENT OF MECHANICAL ENGINEERING FACULTY OF INDUSTRIAL TECHNOLOGY SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY SURABAYA 2015

3

4 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis diberi kesempatan untuk dapat menyelesaikan penyusunan Tesis ini. Tesis dengan judul OPTIMASI MULTI RESPON PADA PROSES PEMESINAN WIRE ELECTRICAL DISCHARGE MACHINING (WEDM) BAJA PERKAKAS BUDERUS 2080 DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI-GREY-FUZZY disusun sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Teknik pada Program Studi Rekayasa dan Sistem Manufaktur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak atas segala bantuan dan dorongan serta dedikasinya yang telah membantu penyusunan Tesis ini hingga selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Prof. Ir. Sutardi, M.Eng., Ph.D. selaku Kepala Program Studi Teknik Mesin Program Pascasarjana FTI - ITS. 2. Ibu Dr. Ir. Helena Carolina Kis Agustin, DEA. sebagai dosen pembimbing pertama. 3. Bapak Ir. Bobby O.P. Soepangkat, M.Sc, Ph.D. sebagai dosen pembimbing kedua. 4. Bapak Arif Wahyudi, S.T., M.T., Ph.D. dan Bapak Ir. Hari Subiyanto, M.Sc. sebagai dosen penguji seminar tesis. 5. Ibu, ayah dan adikku tersayang Dhela Adeliya P., yang telah banyak memberikan kekuatan dan semangat serta doa restunya kepada penulis. 6. Seluruh staf pengajar di Jurusan Teknik Mesin yang selalu memberi atmosfer kampus yang menyenangkan. 7. Seluruh staf dan karyawan Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri dan Program Pascasarjana ITS. 8. Teman-teman kuliah S2 Rekayasa dan Sistem Manufaktur Mega Diantoro dan Hasriadi serta teman seperjuangan Rahayu Mekar B., Rifky M. Yusron dan Saiful Arif atas segala bantuan dan dukungannya. vii

5 9. Dosen pengajar dan Staf Lab. Manufaktur PPNS Bapak Bayu Wiro, Fipka Bisono, Mas Harya Adi, M. Yasir, Ressa dan Gustav yang telah banyak membatu dalam penelitian ini. 10. Teman-teman Lab. Manufaktur Teknik Mesin ITS. 11. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu-satu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tesis ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata penulis berharap semoga Tesis ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya di bidang proses manufaktur. Aamiin. Surabaya, 31 Januari 2015 Penulis viii

6 OPTIMASI MULTI RESPON PADA PROSES PEMESINAN WIRE ELECTRICAL DISCHARGE MACHINING (WEDM) BAJA PERKAKAS BUDERUS 2080 DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI-GREY-FUZZY Nama Mahasiswa : Dhika Aditya Purnomo NRP : Pembimbing I : Dr. Ir. Helena Carolina Kis Agustin, DEA Pembimbing II : Ir. Bobby Oedy P. Soepangkat, M.Sc., Ph.D ABSTRAK Proses pemesinan wire electrical discharge machining (WEDM) banyak digunakan dalam dunia industri untuk proses pemotangan logam dengan tingkat kekerasan bahan yang tinggi dan dengan bentuk geometri yang kompleks. Pengaturan variabel-variabel proses WEDM yang tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya kekasaran permukaan benda kerja yang tinggi, tingkat kepresisian yang rendah dan waktu proses pemesinan yang lama, serta juga dapat menurunkan kekuatan bahan pada permukaan benda kerja. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pengaturan level-level dari variabel-variabel proses WEDM yang tepat untuk memenuhi karakteristik kualitas dari respon laju pengerjaan bahan, lebar pemotongan, kekasaran permukaan dan tebal lapisan recast secara serentak. Penelitian tentang optimasi proses WEDM dilakukan pada baja perkakas Buderus 2080 dengan menggunakan kawat elektroda zinc coated brass wire. Percobaan dilakukan dengan memvariasikan empat variabel proses, yaitu arc on time, on time, open voltage dan servo voltage. Variabel proses arc on time memiliki dua level, yaitu sebesar 1 A dan 2 A. Variabel proses on time memiliki tiga level, yaitu sebesar 2 s, 4 s dan 6 s. Variabel proses open voltage memiliki tiga level, yaitu sebesar 75 V, 90 V dan 105 V. Variabel proses servo voltage memiliki tiga level, yaitu sebesar 30 V, 40 V dan 50 V. Rancangan percobaan pada penelitian ini berupa Taguchi dengan matriks ortogonal L18(2 1 x3 3 ). Percobaan dilakukan dengan dua kali replikasi. Metode yang digunakan untuk mengoptimasi karakteristik multi respon secara serentak adalah grey relational analysis (GRA) dan logika fuzzy. Karakteristik kualitas respon pada penelitian ini adalah semakin besar semakin baik untuk respon laju pengerjaan bahan dan semakin kecil semakin baik untuk respon lebar pemotongan, kekasaran permukaan dan tebal lapisan recast. Hasil penelitian menunjukkan bahwa besar kontribusi dari variabel-variabel proses dalam mengurangi variansi total respon yang diamati secara serentak adalah on time sebesar 63.20%, open voltage sebesar 14.19%, servo voltage sebesar 6.45% dan arc on time sebesar 4.00%. Respon-respon yang memenuhi karakteristik kualitasnya dapat dicapai dengan mengatur variabel proses arc on time pada 1 A, on time pada 2 s, open voltage pada 75 V dan servo voltage pada 30 V. Kata kunci: kekasaran permukaan, laju pengerjaan bahan, lapisan recast, lebar pemotongan, Taguchi-grey-fuzzy, WEDM iii

7 OPTIMIZATION OF MULTI-RESPONSE OF WIRE ELECTRICAL DISCHARGE MACHINING (WEDM) PROCESS OF BUDERUS TOOL STEEL 2080 USING TAGUCHI-GREY-FUZZY METHOD Name : Dhika Aditya Purnomo NRP : Supervisor I : Dr. Ir. Helena Carolina Kis Agustin, DEA Supervisor II : Ir. Bobby Oedy P. Soepangkat, M.Sc., Ph.D ABSTRACT Wire electrical discharge machining (WEDM) is widely used in machining of complex components made from high hardness and high thoughness materials. Material removal rate, cutting width, surface roughness, and recast layer thickness are some responses that used to evaluate the performance of WEDM process. The aim of this experiment is to identify the combination of process parameters for achieving required multiple performance characteristic in WEDM process. This experiment was conducted by using Buderus tool steel 2080 with zinc coated brass wire. The four important process parameters such as arc on time, on time, open voltage and servo voltage are taken as input parameters. Arc on time was set at two different levels while the other three were set at three different levels. Based on Taguchi method, an L18(2 1 x3 3 ) orthogonal array was chosen for the design of experiments. Grey relational analysis combined with fuzzy logic method was applied to determine the optimum machining parameters for the WEDM process. The quality characteristic of material removal rate is larger-is-better while the quality characteristic of surface roughness, cutting width and recast layer thickness is smaller-is-better. Experimental results show that on time gives the highest contribution for reducing the total variation of the multiple responses, followed by open voltage, servo voltage and arc on time. The maximum material removal rate and minimum cutting width, surface roughness and recast layer thickness could be obtained by using the values of arc on time, on time, open voltage and servo voltage of 1 A, 2 s, 75 V and 30 V respectively. Keywords: cutting width, material removal rate, recast layer, surface roughness, Taguchi-grey-fuzzy, WEDM v

8 DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN..... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR TABEL... xv BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Asumsi Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI Electrical Discharge Machining (EDM) Wire Electrical Discharge Machining (WEDM) Mekanisme Pemotongan pada WEDM Variabel-variabel pada WEDM Jenis-jenis Kawat Elektroda Pembilasan Geram (Flushing) Kekasaran Permukaan Lebar Pemotongan Laju Pengerjaan Bahan Lapisan Recast Metode Taguchi Rancangan Percobaan Taguchi Uji Asumsi Residual Metode Taguchi-grey-fuzzy Interpretasi Hasil Percobaan ix

9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Tahapan Penelitian Variabel-variabel Penelitian Variabel Proses Variabel Respon Variabel Konstan Variabel Gangguan Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan Penelitian Peralatan Penelitian Rancangan Percobaan Pengaturan Variabel pada Mesin WEDM Pemilihan Matriks Ortogonal Langkah-langkah Percobaan Pengukuran dan Pengambilan Data Pengambilan Data LPB Pengambilan Data Kerf Pengambilan Data KP Pengambilan Data Tebal LR Karakteristik Respon Optimum.. 59 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Data Hasil Percobaan Perhitungan Rasio S/N Normalisasi Rasio S/N Perhitungan Grey Relational Coefficient (GRC) Fuzzification Penentuan Fuzzy Rules Defuzzification Hasil Optimasi Analisa Variansi dan Persen Kontribusi Pengujian Asumsi Residual Uji Independen Uji Identik Uji Kenormalan Prediksi Respon Optimum Percobaan Konfirmasi Perbandingan antara Respon Hasil Kombinasi Awal dan Kombinasi Optimum x

10 4.14 Pembahasan Pengaruh Variabel-variabel Proses Terhadap Multi Respon Pengaruh Variabel-variabel ProsesTerhadap Respon Individu BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

11 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Nilai kekasaran dan tingkat kekasaran Tabel 2.2 Nilai kekasaran yang dapat dicapai oleh beberapa proses pemesinan Tabel 2.3 Matriks ortogonal L18(2 1 x3 7 ) Tabel 2.4 Tabel analisis variansi (ANAVA) Tabel 2.5 Penempatan rasio S/N Tabel 2.6 Tabel respon grey fuzzy reasoning grade Tabel 3.1 Spesifikasi mesin WEDM 32GF Tabel 3.2 Variabel-variabel konstan Tabel 3.3 Variabel-variabel proses dan masing-masing level Tabel 3.4 Total derajat kebebasan variabel-variabel respon Tabel 3.5 Rancangan percobaan Taguchi L18(2 1 x3 3 ) Tabel 3.6 Urutan percobaan matriks ortogonal L18(2 1 x3 3 ) replikasi pertama.. 53 Tabel 3.7 Urutan percobaan matriks ortogonal L18(2 1 x3 3 ) replikasi kedua Tabel 4.1 Data hasil percobaan Tabel 4.2 Data rasio S/N Tabel 4.3 Data normalisasi rasio S/N Tabel 4.4 Deviation sequence Tabel 4.5 Grey relational coefficient Tabel 4.6 Fuzzy rules Tabel 4.7 Grey fuzzy reasoning grade (GFRG) Tabel 4.8 Rata-rata nilai GFRG pada masing-masing level Tabel 4.9 Kombinasi variabel proses respon optimum Tabel 4.10 ANAVA dan kontribusi GFRG Tabel 4.11 Kondisi hipotesis nol multi respon Tabel 4.12 Hasil respon percobaan konfirmasi pada kombinasi optimum.. 82 Tabel 4.13 Rasio S/N percobaan konfirmasi kombinasi optimum Tabel 4.14 GFRG percobaan konfirmasi kombinasi optimum xv

12 Tabel 4.15 Pengaturan level kombinasi awal Tabel 4.16 Respon percobaan kondisi awal Tabel 4.17 Rasio S/N kombinasi awal Tabel 4.18 Perbandingan GFRG kondisi awal dan kondisi optimum Tabel 4.19 Perbandingan respon individu pada kondisi awal dan kondisi optimum Tabel 4.20 Hasil uji kenormalan data pada kombinasi awal Tabel 4.21 Hasil uji kenormalan data pada kombinasi optimum Tabel 4.22 Hasil uji kesamaan variasi Tabel 4.23 Hasil uji kesamaan rata-rata xvi

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Klasifikasi proses pemesinan EDM... 8 Gambar 2.2 Skema proses pemesinan WEDM... 9 Gambar 2.3 Proses pembentukan bunga api listrik pada WEDM... 9 Gambar 2.4 Mekanisme proses pemotongan benda kerja pada WEDM Gambar 2.5 Proses flushing pada pemesinan WEDM Gambar 2.6 Penyimpangan rata-rata aritmatika Gambar 2.7 Parameter dalam profil permukaan Gambar 2.8 Proses pembentukan kerf pada WEDM Gambar 2.9 Volume benda kerja yang terbuang pada proses WEDM Gambar 2.10 Lapisan-lapisan permukaan benda kerja pada proses WEDM.. 22 Gambar 2.11 Langkah-langkah optimasi Taguchi-grey-fuzzy. 33 Gambar 2.12 Fungsi keanggotaan kurva segitiga Gambar 2.13 Fungsi keanggotaan kurva trapesium Gambar 3.1 Diagram alir metode penelitian Gambar 3.2 Mesin WEDM CHMER 32GF Gambar 3.3 Nikon measurescope Gambar 3.4 Scanning electron microscope (SEM) Inspect s Gambar 3.5 Mitutoyo surftest Gambar 3.6 Skema proses pemotongan Gambar 3.7 Volume benda kerja yang terbuang Gambar 3.8 Skema proses pengukuran kerf Gambar 3.9 Skema proses pengukuran KP Gambar 3.10 Skema proses pengukuran tebal LR Gambar 4.1 Fungsi keanggotaan untuk kerf, LPB, KP dan LR Gambar 4.2 Fungsi keanggotaan grey fuzzy reasoning grade (GFRG) 68 Gambar 4.3 Ilustrasi fuzzy rules Gambar 4.4 Plot nilai GFRG masing-masing level variabel proses. 74 Gambar 4.5 Plot ACF Gambar 4.6 Plot residual versus fitted values Gambar 4.7 Plot uji distribusi normal xiii

14 Gambar 4.8 Plot rata-rata percobaan konfirmasi dan interval keyakinan perdiksi.. 84 Gambar 4.9 SEM lebar pemotongan (kerf) Gambar 4.10 SEM kekasaran permukaan (KP) Gambar 4.11 SEM lapisan recast (LR) xiv

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wire electrical discharge machining (WEDM) adalah salah satu proses pemesinan non-konvesional yang paling populer dan sekarang banyak diaplikasikan di industri-industri aerospace, otomotif, nuklir, medis dan pembuatan die-mould. Proses WEDM memanfaatkan energi termal dari loncatan bunga api akibat perbedaan tegangan antara elektroda dan benda kerja yang bersifat konduktif didalam suatu media dielektrik. Pada umumnya elektroda yang digunakan pada proses WEDM adalah kawat kuningan dengan diameter antara 0,05 mm sampai 0,35 mm. Loncatan bunga api panas akan melelehkan sebagian kecil dari benda kerja. Lelehan benda kerja tersebut akan membentuk geram yang akan dibawa keluar oleh aliran cairan dielektrik dan sebagian lain akan tertinggal di permukaan benda kerja membentuk lapisan recast. Lapisan ini bersifat sangat keras dan getas, sehingga dapat menyebabkan menurunnya ketangguhan dan ketahanan lelah suatu material (Zeilmann dkk., 2013). Baja perkakas Buderus 2080 memiliki sifat tahan aus yang tinggi dan memiliki sifat mampu mesin yang baik. Tingkat kekerasan dari baja perkakas Buderus 2080 dapat mencapai HRC setelah mengalami proses perlakuan panas. Baja ini biasa digunakan sebagai bahan pembuatan shearing blade untuk memotong pelat sampai ketebalan 3 mm, deep drawing dies, broaching tools, drawing cones, compression moulding dies untuk keramik, sandblasting nozzles dan trimming dies serta untuk bahan plastic mould. Kinerja dari proses pemesinan WEDM biasanya dievaluasi dari laju pengerjaan bahan (LPB), lebar pemotongan (kerf), kekasaran permukaan (KP), dan ketebalan lapisan recast (LR). LPB sangat erat kaitannya dengan laju produksi dari suatu proses pemesinan WEDM. KP merupakan karakteristik kualitas hasil akhir suatu produk. Kerf menentukan tingkat keakurasian dimensi benda kerja yang dihasilkan (Tosun dkk., 2004), sedangakan ketebalan LR berpengaruh terhadap sifat-sifat mekanis permukaan benda kerja. 1

16 Suatu penelitian mengenai variabel-variabel proses pemesinan WEDM terhadap variabel respon LPB dan KP pada bahan SKD 61 telah dilakukan oleh Kumar dan Singh (2012). Variabel-variabel proses yang digunakan adalah pulse on time, pulse off time, open voltage, feed rate override, wire feed, servo voltage, wire tension, dan flushing pressure. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meningkatnya nilai variabel pulse on time, dan menurunnya nilai variabel pulse off time dan open voltage akan meningkatkan LPB. Nilai KP menurun dengan menurunnya nilai variabel pulse on time, open voltage dan wire feed. Penentuan kombinasi variabel-variabel proses agar tercapai respon yang optimum, harus dilakukan dengan menggunakan rancangan percobaan yang tepat. Hal ini bertujuan untuk mengurangi proses coba-coba, sehingga waktu dan biaya proses pemesinan dapat diminimumkan. Metode Taguchi adalah salah satu rancangan percobaan yang dapat digunakan dalam penelitian. Tetapi metode Taguchi tidak bisa digunakan untuk melakukan optimasi multi respon secara serentak. Untuk optimasi multi respon secara serentak dapat digunakan gabungan metode Taguchi dengan grey relational analysis (GRA) maupun fuzzy logic. Penelitian pada proses WEDM dengan variabel respon KP dan integritas permukaan benda kerja (IPBK) telah dilakukan dengan menggunakan metode Taguchi (Hassan dkk., 2009). Variabel-variabel proses yang digunakan adalah pulse on time dan pulse current dengan masing-masing variabel memiliki tiga level. Rancangan percobaan yang digunakan adalah matriks ortogonal L9. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah baja AISI 4140 dengan elektroda kawat kuningan berdiameter 0,1-0,33 mm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikan nilai pulse on time dan pulse current berbanding lurus terhadap variabel respon KP maupun kedalaman dari microcracks dan microvoids. Penelitian tentang optimasi multi respon pada proses WEDM dengan variabel respon KP dan LPB dilakukan dengan menggabungkan metode Taguchi dan logika fuzzy (Puri dan Deshpande, 2004). High-Carbon-High-Chromium (HCHCr) digunakan sebagai bahan penelitian dengan kawat elektroda kuningan. Variabelvariabel proses yang divariasikan adalah gap voltage, wire feed, gap current dan duty factor dengan masing-masing variabel memiliki dua level. Hasil penelitian 2

17 menunjukkan bahwa variabel gap voltage dan gap current memiliki persen kontribusi yang cukup besar terhadap total variasi respon KP dan LPB. Studi tentang optimasi multi respon tebal LR dan KP pada proses pemesinan WEDM telah dilakukan oleh Rupajati (2013). Bahan yang digunakan adalah baja perkakas AISI H13 dengan menggunakan elektroda kawat kuningan berdiameter 0,25 mm. Rancangan percobaan menggunakan metode Taguchi dengan matriks ortogonal L18. Metode yang digunakan untuk mengoptimasi karakteristik multi respon secara serentak menggunakan metode logika fuzzy. Variabel-variabel proses yang divariasikan adalah arc on time, on time, open voltage, off time dan servo voltage. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel proses on time memiliki kontribusi sebesar 43,27%, open voltage sebesar 19,45%, servo voltage sebesar 15,64%, arc on time sebesar 11,66% dan off time sebesar 3,68% dalam mengurangi total variasi respon LR dan KP. Lusi (2013) melakukan penelitian tentang pengaturan variabel proses pada proses pemesinan WEDM yang bertujuan untuk mengoptimalkan LPB, kerf dan KP secara serentak. Bahan yang digunakan adalah SKD 61 dengan kawat elektroda kuningan berdiameter 0,25 mm. Metode optimasi yang digunakan adalah menggunakan metode Taguchi-grey-fuzzy. Penelitian dilakukan dengan memvariasikan variabel proses on time, off time, open voltage, arc on time dan servo voltage. Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel proses yang memiliki kontribusi terbesar dalam mengurangi variasi total respon LPB, kerf dan KP secara serentak berturut-turut adalah on time, servo voltage, open voltage dan arc on time yaitu sebesar 46,25%, 16,88%, 17,28% dan 1,55%. Berdasarkan evaluasi dari penelitian-penelitian yang ada, penelitian tentang optimasi pengaturan variabel-variabel proses pemesinan WEDM perlu dilakukan untuk menghasilkan respon kerf, KP dan tebal LR yang minimum serta LPB yang maksimum. Rancangan percobaan pada penelitian menggunakan matriks ortogonal L18, sedangkan metode optimasi menggunakan kombinasi metode Taguchi-greyfuzzy. 3

18 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka ditetapkan perumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Berapa kontribusi dari variabel-variabel proses on time, arc on time, open voltage, dan servo voltage dalam mengurangi variasi total dari variabel respon LPB, kerf, KP serta tebal LR secara serentak pada proses pemesinan WEDM? 2. Bagaimana menentukan pengaturan yang tepat dari variabel-variabel proses tersebut sehingga dapat memaksimumkan LPB dan meminimumkan kerf, KP dan tebal LR? Batasan Masalah Agar penelitian lebih fokus dan tidak keluar dari tujuan yang diinginkan, maka diberlakukan batasan-batasan masalah sebagai berikut: 1. Tidak membahas sistem elektronika, sistem kontrol dan pemrograman CNC yang digunakan pada proses pemesinan. 2. Tidak membahas proses perlakuan panas pada bahan yang digunakan. 3. Tidak membahas tentang komponen biaya pada proses pemesinan. 4. Tidak membahas perubahan struktur mikro LR yang timbul pada permukaan benda kerja hasil pemotongan Asumsi Penelitian Asumsi-asumsi yang diberlakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel-variabel yang tidak diteliti dianggap konstan dan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap respon yang diteliti. 2. Tidak ada interaksi antar variabel-variabel proses. 3. Bahan yang digunakan memiliki kehomogenan sifat mekanik dan komposisi kimia. 4. Mesin bekerja dalam kondisi baik. 5. Alat ukur yang digunakan dalam keadaan layak dan terkalibrasi. 4

19 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui besar kontribusi dari variabel proses on time, arc on time, open voltage, dan servo voltage dalam mengurangi variasi total dari variabel respon LPB, kerf, KP serta tebal LR secara serentak pada proses pemesinan WEDM. 2. Menentukan pengaturan yang tepat dari variabel-variabel proses tersebut sehingga dapat memaksimumkan LPB, dan meminimumkan kerf, KP dan tebal LR. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menambah database tentang pengaturan variabel-variabel proses pemesinan WEDM mengenai LPB, kerf, KP dan tebal LR. 2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian sejenis dalam rangka pengembangan pengetahuan tentang optimasi pada proses pemesian WEDM. 3. Dapat digunakan sebagai masukan bagi operator dalam melakukan pengaturan variabel-variabel proses pemesinan pada mesin WEDM agar mampu menghasilkan luaran produk dengan tingkat kekasaran yang rendah dan ketelitian yang tinggi dengan waktu proses pemesinan yang lebih singkat. 5

20 [halaman ini sengaja dikosongkan] 6

21 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Electrical Discharge Machining (EDM) EDM merupakan salah satu proses pemesinan non-konvensional yang memanfaatkan energi termal. Energi termal pada proses EDM berasal dari proses loncatan bunga api listrik akibat adanya perbedaan muatan antara elektroda dan benda kerja. Loncatan bunga api terjadi secara periodik terhadap waktu (Pandey dan Shan, 1980). Panas dari loncatan bunga api akan menyebabkan terjadinya pelelehan lokal pada benda kerja dan elektroda, yang kemudian terbawa oleh aliran fluida yang berada pada celah diantara benda kerja dan elektroda. Dengan demikian, besarnya kecepatan proses pemotongan benda kerja dipengaruhi oleh temperatur leleh dari benda kerja itu sendiri. Hal ini menyebabkan proses EDM dapat digunakan untuk melakukan proses pemotongan pada benda kerja yang memiliki kekerasan dan kekuatan yang sangat tinggi yang tidak mampu dikerjakan oleh proses pemesinan konvensional. Beberapa keunggulan dari proses pemesinan EDM adalah sebagai berikut (Pandey dan Shan, 1980): 1. Tidak terjadi kontak fisik antara pahat dan benda kerja sehingga benda kerja tidak mengalami chatter maupun deformasi mekanik. 2. Mampu memotong benda kerja yang memiliki bentuk sangat kompleks dengan tingkat kepresisian dan kualitas permukaan yang sangat baik. 3. Mampu memotong benda kerja yang sangat keras selama benda kerja bersifat konduktif. 4. Hampir semua pekerjaan yang dapat dilakukan pada proses pemesinan konvensional juga bisa dilakukan dengan proses ini. 5. Distribusi kawah kecil yang dihasilkan dari proses ini tidak akan menurunkan kekuatan benda kerja secara signifikan. 6. Faktor operator dalam menghasilkan kualitas benda kerja dapat diabaikan karena proses ini dijalankan secara otomatis menggunakan program CNC. 7

22 Proses pemesinan EDM secara umum dibagi menjadi beberapa jenis seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.1 berikut ini: Gambar 2.1 Klasifikasi proses pemesinan EDM (Pandey dan Shan, 1980) 2.2 Wire Electrical Discharge Machining (WEDM) Proses pemesinan WEDM pada dasarnya sama dengan proses pemesinan EDM, tetapi proses WEDM menggunakan elektroda berupa kawat dengan ukuran diameter tertentu. Pada umumnya, kawat elektroda dihubungkan pada kutub negatif dan benda kerja dihubungkan pada kutub positif. Pada WEDM, proses pemotongan benda kerja dilakukan oleh sejumlah loncatan bunga api listrik yang terjadi diantara celah benda kerja dan kawat elektroda. Bunga api listrik akan meloncat dari kawat elektroda yang merupakan kutub negatif menuju benda kerja yang merupakan kutub positif. Bunga api listrik tersebut terjadi secara periodik terhadap waktu. Prinsip dasar proses WEDM ditunjukkan pada Gambar

23 Gambar 2.2 Skema proses pemesinan WEDM (Nourbakhsh, 2012) Pembentukan bunga api listrik pada proses WEDM diawali dengan pengisian beda potensial antara elektroda dan benda kerja. Pada kondisi ini tidak ada arus listrik yang mengalir. Beda potensial yang terjadi diantara benda kerja dan elektroda menyebabkan terjadinya medan listrik. Hal tersebut akan menyebabkan munculnya pergerakan ion positif dan elektron menuju kutub yang berlawanan. Dengan demikian terbentuklah saluran ion yang bersifat konduktif. Proses pembentukan bunga api listrik pada proses WEDM ditunjukkan pada Gambar 2.3. Geram Arus Selubung gas Melted zone benda kerja Melted zone elektroda Benda kerja Bunga api listrik Cairan dielektrik Elektroda kawat Gambar 2.3 Proses pembentukan bunga api listrik pada WEDM (Kunieda dkk., 2005) 9

24 Mekanisme Pemotongan pada WEDM Pada proses pemesinan WEDM, setiap loncatan bunga api listrik yang memiliki energi tinggi akan menumbuk benda kerja. Hal ini akan menyebabkan terjadinya perubahan energi listrik menjadi energi panas sehingga permukaan benda kerja maupun elektroda akan mengalami kenaikan suhu sekitar C. Suhu tersebut menyebabkan benda kerja dan elektroda meleleh kemudian menguap. Hal ini akan menimbulkan gelembung udara yang akan terus mengembang sesuai dengan kenaikan suhu yang terjadi. Loncatan bunga api listrik akan terhenti sesaat memasuki off time. Pada saat off time terjadi penurunan temperatur secara mendadak pada benda kerja dan elektroda. Sebagai akibatnya, gelembung gas akan meledak dan terpencar keluar sehingga meninggalkan kawah-kawah halus pada permukaan benda kerja. Cairan dielektrik menyebabkan lelehan benda kerja dan elektroda akan membeku dengan cepat. Hasil pembekuan itulah yang akan dibawa keluar oleh cairan dielektrik berupa geram dan sebagian akan tertinggal dipermukaan benda kerja membentuk lapisan recast. Secara sederhana urutan mengenai mekanisme proses pemotongan benda kerja pada WEDM diilustrasikan oleh Gambar

25 Saat kawat elektroda berada cukup dekat dengan benda kerja akan terjadi loncatan bunga api (on time) Benda Kerja Kawat V Power Supply Cairan dielektrik (a) A Temperatur bunga api listrik yang sangat panas menyebabkan melelehnya sebagian kecil dari benda kerja dan juga kawat elektroda (b) Meledaknya selubung gas menyebabkan benda kerja dan kawat elektroda yang meleleh terpencar keluar dan membentuk geram (off time) (c) Geram-geram yang terbentuk akan terbuang bersama dengan aliran cairan dilektrik (d) Gambar 2.4 Mekanisme proses pemotongan benda kerja pada WEDM: a) Proses loncatan bunga api dari kawat elektroda ke benda kerja pada saat on time, b) Proses pelelehan benda kerja dan kawat elektroda akibat temperatur bunga api, c) Proses terbentuknya geram pada saat off time, d) Proses pembuangan geram oleh cairan dielektrik. (Sommer dan Sommer, 2005) 11

26 Variabel-variabel pada WEDM Variabel-variabel pada proses pemesinan WEDM menurut Instruction Manual Book Wirecut EDM CHMER CW G32F adalah sebagai berikut: 1. Open voltage (OV) Open voltage adalah variabel yang mengatur besarnya tegangan antara benda kerja dan kawat elektroda selama proses pemesinan. 2. Low power (LP) Low power merupakan variabel yang mengatur jenis sumber energi pemotongan (AC atau DC) dan besarnya energi tersebut. 3. On time (ON) dan off time (OFF) On time adalah waktu terjadinya loncatan bunga api berlangsung, sedangkan off time adalah jeda waktu antara loncatan bunga api. Pada saat off time tidak terjadi loncatan bunga api sehingga memungkinkan terjadinya pembilasan geram oleh cairan dielektrik. Nilai off time yang rendah dapat mempercepat proses pemotongan tetapi dapat menyababkan kawat elektroda putus. 4. Arc on time (AN) dan arc off time (AFF) Arc on time adalah variabel yang mengatur besarnya arus tambahan, sedangkan arc off time adalah variabel yang mengatur frekuensi arus tambahan tersebut. 5. Servo voltage (SV) Servo voltage adalah variabel yang digunakan untuk menentukan respon kecepatan pemakanan sesuai dengan kondisi pemotongan. Semakin kecil SV semakin cepat proses pemotongan tetapi gap akan semakin kecil yang dapat menyebabkan short circuit. Dengan kata lain SV berfungsi untuk menjaga seberapa besar gap agar tidak terjadi short circuit. 6. Feedrate override (FR) Feedrate override adalah variabel yang digunakan untuk menyesuaikan kecepatan pemakanan benda kerja. 12

27 7. Wire feed (WF) Wire feed adalah variabel yang digunakan untuk mengatur kecepatan pemakanan kawat elektroda. 8. Wire tension (WT) Wire tension adalah variabel yang digunakan untuk mengatur ketegangan kawat elektroda. 9. Water flow (WL) Water flow adalah variabel yang digunakan untuk mengatur tekanan flushing dari upper dan lower nozzle. 10. Feedrate mode (FM) dan feedrate (F) Feedrate mode adalah variabel yang digunakan untuk memilih kecepatan pemakanan servo atau kecepatan pemakanan konstan, sedangkan feedrate adalah variabel yang digunakan untuk menentukan besarnya kecepatan pemakanan yang konstan Jenis-jenis Kawat Elektroda Pemilihan jenis kawat pada dasarnya tergantung pada sifat fisis dan mekanis dari benda kerja. Kawat elektroda yang ideal harus memiliki karakteristik seperti konduktivitas listrik yang baik dan kekuatan tarik yang tinggi. Jenis-jenis kawat elektroda yang biasa digunakan adalah (Guitrau, 1997): 1. Elektroda kawat tembaga Elektroda kawat tembaga merupakan kawat yang digunakan pertama kali pada proses WEDM. Kawat elektroda ini memiliki beberapa kekurangan yaitu memiliki kekuatan tarik yang rendah dan sangat mudah menyerap panas pada proses pemotongan sehingga kawat ini sangat mudah putus. 2. Elektroda kawat kuningan Elektroda kawat kuningan merupakan paduan dari tembaga (Cu) dan seng (Zn). Pada umumnya, kawat ini memiliki presentase Zn yang tinggi sehingga baik untuk proses pemesinan WEDM. Kelebihan dari elektroda kawat kuningan ini adalah mempunyai kekuatan tarik yang tinggi dibandingkan dengan kekuatan tarik elektroda kawat tembaga. 13

28 3. Elektroda kawat berpelapis Banyak kawat elektroda khusus yang digunakan untuk mengerjakan benda kerja dengan karakteristik tertentu, diantaranya: a. Zinc coated brass wire Zinc coated brass wire adalah kawat yang terbuat dari kuningan dan dilapisi oleh seng (Zn). Kawat elektroda ini cocok untuk proses pemesinan dengan kecepatan pemotongan yang tinggi dan benda kerja yang tebal. b. Zinc coated copper wire Zinc coated copper wire adalah kawat yang terbuat dari tembaga (Cu) dan dilapisi oleh seng (Zn). Kawat elektroda ini cocok untuk proses pemesinan berbagai jenis material, termasuk karbida Pembilasan Geram (Flusing) Pembilasan geram (flushing) adalah pembuangan geram yang dihasilkan saat proses pemesinan pada WEDM. Proses ini dilakukan oleh cairan dielektrik yang mengalir dari dua buah nozzle yang berada di bagian atas dan bawah benda kerja. Pembilasan geram yang tidak sempurna akan menyebabkan terjadinya penimbunan geram yang dihasilkan. Penimbunan geram tersebut akan menyebabkan loncatan bunga api menjadi tidak teratur sehingga dapat menyebabkan kawat elektroda putus. Proses fluhsing pada pemesinan WEDM ditunjukkan pada Gambar 2.5. Nozzle menyentuh benda kerja atau hanya berjarak mm Nozzle Benda kerja yang akan dipotong Arah pemotongan Geram Aliran flushing Diamond Guide Gambar 2.5 Proses flushing pada pemesinan WEDM (Portt, 1922) 14

29 2.3 Kekasaran Permukaan Kekasaran permukaan merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting dalam bidang manufaktur maupun dalam perancangan komponen mesin (Rochim, 2001). Kekasaran permukaan didefinisikan sebagai ketidakaturan konfigurasi permukaan pada suatu benda atau bidang. Konfigurasi permukaan yang dihasilkan dari proses WEDM adalah konfigurasi permukaan yang bentuknya berupa kawah-kawah kecil pada suatu permukaan. Besar kecilnya kawah yang dihasilkan pada proses WEDM tergantung pada energi listrik yang terkandung pada setiap loncatan bunga api. Penyimpangan rata-rata aritmatika (Ra) merupakan jumlah rata-rata puncak tertinggi dan terendah dari setiap gelombang yang diukur pada panjang tertentu. Penyimpangan rata-rata aritmatika (Ra) sebagai harga rata-rata dari ordinatordinat profil efektif garis rata-ratanya. Profil efektif merupakan garis bentuk dari potongan permukaan efektif oleh sebuah bidang yang telah ditentukan secara konvensional terhadap permukaan geometris ideal. Ilustrasi yang lebih jelas terhadap permukaan geometris, permukaan efektif, profil geometris, dan profil efektif ditunjukkan oleh Gambar 2.6. Gambar 2.6 Penyimpangan rata-rata aritmatika (Rochim, 2001) 15

30 Nilai Ra ditentukan dari nilai-nilai ordinat (y1,y2,y3,...,yn) yang dijumlahkan tanpa memperhitungkan tandanya. Secara umum Ra dirumuskan (Rochim, 2001): 1 1 Ra = l l 1 0 y dx Harga Ra tersebut dapat didekati oleh persamaan: n 1 Ra = n i 1 y i (2.1) (2.2) Ra = dengan: Ra yn n l y1 y2 y3... yn (2.3) n = nilai kekasaran aritmatika = tinggi atau dalamnya profil hasil pengukuran jarum peraba = frekuensi pengukuran = panjang sampel yang telah ditentukan, yaitu panjang dari profil efektif yang diperlukan untuk menentukan kekasaran permukaan dari permukaan yang diteliti. Posisi Ra dan bentuk profil, panjang sampel dan panjang pengukuran yang dibaca oleh alat ukur kekasaran permukaan dapat dilihat pada Gambar 2.7. Gambar 2.7 Parameter dalam profil permukaan (Rochim, 2001) 16

31 Keterangan dari Gambar 2.7 adalah sebagai berikut (Rochim, 2001): 1. Profil geometris ideal (Geometrically ideal profile) Profil ini merupakan profil dari geometris permukaan yang ideal yang tidak mungkin diperoleh karena banyaknya faktor yang mempengaruhi dalam proses pembuatannya. Bentuk dari profil geometris ideal ini dapat berupa garis lurus, lingkaran dan garis lengkung. 2. Profil referensi (Reference profile) Profil ini digunakan sebagai dasar dalam menganalisis karakteistik dari suatu permukaan. Bentuk profil ini sama dengan bentuk profil geometris ideal, tetapi tepat menyinggung puncak tertinggi dari profil terukur pada panjang sampel yang diambil dalam pengukuran. 3. Profil terukur (Measured profile) Profil terukur adalah profil dari suatu permukaan yang diperoleh melalui proses pengukuran. Profil inilah yang dijadikan sebagai data untuk menganalisis karakteristik kekasaran permukaan produk pemesinan. 4. Profil dasar (Root profile) Profil dasar adalah profil referensi yang digeserkan ke bawah hingga tepat pada titik paling rendah pada profil terukur. 5. Profil tengah (Centre profile) Profil tengah adalah profil yang berada di tengah-tengah dengan posisi sedemikian rupa sehingga jumlah luas bagian atas profil tengah sampai pada profil terukur sama dengan jumlah luas bagian bawah profil tengah sampai pada profil terukur. Profil tengah ini sebenarnya merupakan profil referensi yang digeserkan ke bawah dengan arah tegak lurus terhadap profil geometris ideal sampai pada batas tertentu yang membagi luas penampang permukaan menjadi dua bagian yang sama yaitu atas dan bawah. 17

32 ISO (International Organization for Standardization) telah mengklasifikasikan nilai kekasaran rata-rata aritmetik (Ra) menjadi 12 tingkat kekasaran seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1. Angka kekasaran permukaan ini bertujuan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan dalam menginterpretasikan satuan harga kekasaran permukaan. Dengan adanya satuan harga ini, kekasaran permukaan dapat dituliskan langsung dengan menyatakan harga Ra atau dengan menggunakan tingkat kekasaran ISO. Tabel 2.1 Nilai kekasaran dan tingkat kekasaran Tingkat kekasaran Nilai kekasaran Panjang sampel ISO Number R a (µm) (mm) Keterangan N N Sangat halus N3 0.1 N Halus N5 0.4 N6 0.8 N Normal N8 3.2 N9 6.3 N Kasar N11 25 N Sangat kasar Sumber: Rochim, 2001 Beberapa contoh nilai kekasaran yang dapat dicapai oleh beberapa proses pemesinan ditunjukkan pada Tabel

33 Tabel 2.2 Nilai kekasaran yang dapat dicapai oleh beberapa proses pemesinan Sumber: Rochim, 2001 Kasar Normal Halus Penggunaan parameter Ra sebenarnya tidak mempunyai dasar yang kuat untuk mengidentifikasi ketidakteraturan konfigurasi permukaan karena beberapa profil permukaan dapat menghasilkan nilai Ra yang hampir sama. Akan tetapi, parameter Ra cocok digunakan untuk memeriksa kualitas permukaan akhir benda kerja yang dihasilkan dalam jumlah banyak. Parameter Ra lebih peka terhadap penyimpangan yang terjadi pada proses pemesinan bila dibandingkan dengan parameter-parameter kekasaran permukaan yang lain. Dengan demikian pencegahan akan dapat dilakukan jika muncul tanda-tanda penambahan angka kekasaran permukaan benda kerja. 19

34 2.4 Lebar Pemotongan Pada proses WEDM benda kerja merupakan kutub positif dan dan elektroda kawat merupakan kutub negatif yang dipisahkan oleh celah yang dikontrol terusmenerus dengan sebuah mesin. Celah tersebut diisi oleh cairan dielektrik yang berfungsi sebagai pendingin, dan pembilas yang bertugas untuk menghilangkan partikel-partikel yang terkikis (geram) di daerah pemotongan. Uraian tersebut diilustrasikan pada Gambar 2.8 berikut. Benda kerja Kerf Cairan dielektrik - Kawat Diameter kawat + Gambar 2.8 Proses pembentukkan kerf pada WEDM (Ghodsiyeh dkk., 2013) Celah yang dihasilkan dari proses pemotongan disebut sebagai kerf dan sangat penting pada proses pemesinan WEDM. Ukuran celah atau kerf diatur oleh sistem kontrol servo agar tidak terjadi kontak fisik antara kawat elektroda dengan benda kerja yang dapat menyebabkan short circuit. Lebar celah yang dihasilkan lebih besar dari diameter elektroda kawat yang digunakan seperti ditunjukkan pada Gambar Laju Pengerjaan Bahan Laju pengerjaan bahan adalah banyaknya volume benda kerja yang terbuang setiap satuan waktu. Variabel-variabel proses yang mempengaruhi laju pengerjaan bahan adalah frekuensi loncatan bunga api, besarnya arus dan tegangan listrik tiap loncatan bunga api, bahan elektroda, bahan benda kerja dan kondisi flushing cairan dielektrik (Krar dan Check, 1997). 20

35 Laju pengerjaan bahan dalam proses WEDM secara umum dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: LPB b h l (mm 3 /min) t (2.4) dengan: b = tebal benda kerja (mm) h = lebar pemotongan (mm) l = panjang pemotongan (mm) t = waktu pemotongan (min) Gambar 2.9 Volume benda kerja yang terbuang pada proses WEDM Perhitungan LPB secara sederhana ditunjukkan pada Gambar 2.9, yaitu dengan membagi volume benda kerja yang terbuang (b x h x l) dengan waktu yang dibutuhkan selama proses pemotongan. 2.6 Lapisan Recast Lapisan recast adalah lapisan putih pada permukaan benda kerja yang terbentuk akibat pengaruh panas yang ditimbulkan oleh loncatan bunga api listrik. Lapisan recast merupakan bagian dari benda kerja yang meleleh akibat bunga api listrik kemudian membeku dan membentuk lapisan baru pada permukaan benda kerja. Lapisan recast tidak mungkin dihilangkan dalam proses pemesinan WEDM sehingga pengaturan variabel-variabel yang ada hanya dapat meminimalkan ketebalan lapisan recast yang terbentuk. 21

36 Benda kerja yang mengalami proses pemesinan dengan WEDM memiliki kekerasan permukaan yang tidak lagi homogen. Hal ini terjadi karena pada benda kerja terbentuk tiga lapisan baru dengan karakteristik yang berbeda-beda. Ketiga lapisan ini adalah white layer atau lapisan recast, heat affected zone (HAZ), dan bulk material atau material induk. Ketiga lapisan tersebut ditunjukkan pada Gambar Gambar 2.10 Lapisan-lapisan permukaan benda kerja pada proses WEDM (Zeilmann dkk., 2013) Lapisan recast dan HAZ telah mengalami perubahan sifat mekanis karena pengaruh panas selama proses pemesinan berlangsung. Lapisan recast bersifat sangat keras dan getas. Sifat getas pada lapisan ini sangat rentan mengandung microcrack dan dapat menyebabkan menurunya ketangguhan dan ketahanan lelah suatu material. Variabel-variabel proses yang digunakan untuk meminimalkan tebal lapisan recast juga mempengaruhi kedalaman lapisan HAZ yang terbentuk. Kedalaman HAZ dan lapisan recast dipengaruhi oleh arus, jenis power supply dan jumlah skim cutting (Sommer dan Sommer, 2005). Jenis power supply yang dapat meminimalkan tebal lapisan recast dan kedalaman HAZ adalah DC power supply. Walaupun variabel-variabel proses yang digunakan untuk meminimalkan ketebalan lapisan recast juga mempengaruhi kedalaman HAZ, pada umumnya proses optimasi hanya dilakukan pada ketebalan lapisan recast. Hal ini dilakukan karena lapisan recast berwarna putih sehingga mudah dikenali tanpa harus melakukan proses etsa. 22

37 2.7 Metode Taguchi Metode Taguchi merupakan metodologi baru dalam bidang teknik yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas produk dan proses serta dapat menekan biaya dan resources seminimal mungkin. Metode Taguchi berupaya mencapai sasaran tersebut dengan menjadikan produk dan proses tidak sensitif terhadap berbagai faktor gangguan (noise), seperti material, perlengkapan manufaktur, tenaga kerja manusia dan kondisi-kondisi operasional. Metode Taguchi menjadikan produk dan proses memiliki sifat robust terhadap faktor-faktor gangguan tersebut. Oleh karena itu, metode Taguchi juga disebut robust design. Metode Taguchi memperkenalkan pendekatan desain eksperimen yang dapat merancang suatu proses yang robust terhadap kondisi lingkungan, mengembangkan kualitas produk yang robust terhadap variasi komponen, dan meminimalkan variasi di sekitar target. Metode Taguchi memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan metode desain eksperimen lainnya. Kelebihan-kelebihan tersebut antara lain (Soejanto, 2009): 1. Lebih efisien karena dapat melaksanakan penelitian yang melibatkan banyak variabel proses dan banyak level. 2. Dapat memperoleh proses yang menghasilkan produk secara konsisten dan robust terhadap variabel yang tidak dapat dikontrol. 3. Menghasilkan kesimpulan mengenai level dari variabel proses yang menghasilkan respon optimum. Namun demikian, metode Taguchi memiliki struktur rancangan yang sangat kompleks, sehingga pemilihan rancangan percobaan harus dilakukan secara hatihati dan sesuai dengan tujuan penelitian. Desain eksperimen adalah proses mengevaluasi dua variabel proses atau lebih secara serentak terhadap kemampuannya untuk mempengaruhi rata-rata atau variabilitas hasil gabungan dari karakteristik produk atau proses tertentu. Untuk mencapai hal tersebut secara efektif, variabel proses dan level variabelnya dibuat bervariasi kemudian hasil dari kombinasi pengujian tertentu diamati sehingga kumpulan hasil selengkapnya dapat dianalisis. Hasil analisis ini kemudian digunakan untuk menentukan variabel-variabel yang berpengaruh dan tindakan yang dapat membuat perbaikan lebih lanjut. 23

38 2.8 Rancangan Percobaan Taguchi Secara umum, rancangan percobaan Taguchi dibagi menjadi dua tahap utama yang mencakup semua pendekatan penelitian. Kedua tahap tersebut adalah sebagai berikut (Soejanto, 2009): 1. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan merupakan tahap terpenting. Pada tahap ini seseorang peneliti dituntut untuk mempelajari penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Kecermatan pada tahap ini akan menghasilkan penelitian yang memberikan informasi positif atau negatif. Informasi positif terjadi apabila hasil penelitian memberikan indikasi tentang variabel dan level yang mengarah pada peningkatan performansi produk. Informasi negatif terjadi apabila hasil eksperimen gagal memberikan indikasi tentang variabel-variabel yang mempengaruhi respon. Tahap ini terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut: (a) Perumusan masalah Masalah harus dirumuskan secara spesifik. Perumusan masalah harus jelas secara teknis sehingga dapat dituangkan ke dalam penelitian yang akan dilakukan. (b) Penentuan tujuan penelitian Tujuan penelitian yang ditentukan harus dapat menjawab masalah yang telah dirumuskan. (c) Penentuan variabel respon Variabel respon memiliki nilai yang tergantung pada variabel-variabel yang lain sehingga disebut juga sebagai variabel bebas. (d) Pengidentifikasian variabel proses Variabel proses adalah variabel yang perubahannya tidak tergantung pada variabel lain. Pada langkah ini, akan dipilih variabel-variabel yang akan diselidiki pengaruhnya terhadap variabel respon yang bersangkutan. Dalam suatu penelitian, tidak semua variabel yang diperkirakan mempengaruhi respon harus diselidiki. Dengan demikian, penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. 24

39 (e) Pemisahan variabel proses dan variabel gangguan Variabel-variebel yang diamati dapat dibagi menjadi dua yaitu, variabel proses dan variabel gangguan. Dalam rancangan percobaan Taguchi, keduanya perlu diidentifikasi dengan jelas sebab pengaruh antar kedua variabel tersebut berbeda. Variabel proses adalah variabel yang nilainya dapat dikendalikan, sedangkan variabel gangguan adalah variabel yang nilainya tidak dapat dikendalikan atau biasa disebut sebagai factor noise. (f) Penentuan jumlah dan nilai level variabel proses Pemilihan jumlah level akan mempengaruhi ketelitian hasil dan biaya pelaksanaan penelitian. Semakin banyak level yang diteliti maka hasil penelitian yang diperoleh akan semakin akurat, tetapi biaya yang harus dikeluarkan akan semakin banyak. (g) Perhitungan derajat kebebasan Derajat kebebasan adalah sebuah konsep untuk mendeskripsikan seberapa besar penelitian harus dilakukan dan seberapa banyak informasi yang dapat diberikan oleh penelitian tersebut. Perhitungan derajat kebebasan dilakukan untuk menentukan jumlah penelitian yang akan dilakukan untuk menyelidiki variabel proses yang diamati. Derajat kebebasan dari matriks ortogonal (υmo) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: υmo = jumlah percobaan 1 (2.5) Derajat kebebasan dari variabel proses dan level (υfl) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: υfl = jumlah level variabel proses 1 (2.6) (h) Pemilihan matriks ortogonal Pemilihan matriks ortogonal yang sesuai ditentukan oleh jumlah derajat kebebasan dari jumlah variabel proses dan jumlah levelnya. Matriks ortogonal memiliki kemampuan untuk mengevaluasi sejumlah variabel proses dengan jumlah percobaan yang minimum. Suatu matriks ortogonal dilambangkan dalam bentuk: 25

40 La (b c ) (2.7) dengan: L = rancangan bujursangkar latin a = banyaknya percobaan b = banyaknya level variabel proses c = banyaknya variabel proses Matriks ortogonal L18 (2 1 x3 3 ) adalah salah satu contoh matriks ortogonal standar dengan beberapa level gabungan. Matriks ortogonal L18 (2 1 x3 3 ) ditunjukkan pada Tabel 2.3. Kolom pertama terdiri dari dua level, dan ketiga kolom yang lainnya terdiri dari tiga level. Tabel 2.3 Matriks ortogonal L 18 (2 1 x3 3 ) Kombinasi Kolom variabel proses A B C D

41 2. Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan terdiri dari dua hal, yaitu penentuan jumlah replikasi dan randomisasi pelaksanaan eksperimen. (a) Jumlah replikasi Replikasi adalah pengulangan kembali perlakuan yang sama pada kondisi yang sama dalam sebuah percobaan untuk mendapatkan ketelitian yang lebih tinggi, mengurangi tingkat kesalahan serta memperoleh harga taksiran dari kesalahan. (b) Randomisasi Pengaruh variabel-variabel lain yang tidak diinginkan atau tidak dapat dikendalikan selalu ada dalam sebuah penelitian. Pengaruh itu dapat diperkecil dengan menyebarkan variabel-varibel tersebut melalui randomisasi (pengacakan) urutan percobaan. Secara umum, randomisasi dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: Meratakan pengaruh dari variabel-variabel yang tidak dapat dikendalikan pada semua unit percobaan. Memberikan kesempatan yang sama pada semua unit percobaan untuk menerima suatu perlakuan sehingga ada kehomogenan pengaruh dari setiap perlakuan yang sama. Mendapatkan hasil percobaan yang bebas satu sama lain. Jika replikasi bertujuan untuk memungkinkan dilakukannya uji signifikansi, maka randomisasi bertujuan untuk memberikan validasi terhadap uji signifikansi tersebut dengan menghilangkan sifat bias. 3. Tahap Analisis Pada tahap ini, pengumpulan dan pengolahan data dilakukan. Tahap ini meliputi pengumpulan data, pengaturan data, perhitungan serta penyajian data dalam suatu tampilan tertentu yang sesuai dengan rancangan yang dipilih. Selain itu, perhitungan dan pengujian data statistik dilakukan pada data hasil percobaan. 27

42 (a) Analisis variansi (ANAVA) Analisis variansi adalah teknik yang digunakan untuk menganalisis data yang telah disusun dalam desain secara statistik. Analisis ini dilakukan dengan menguraikan seluruh variansi atas bagian-bagian yang diteliti. Pada tahap ini, akan dilakukan pengklasifikasian hasil eksperimen secara statistik sesuai dengan sumber variasi sehingga dapat mengidentifikasi kontribusi variabel proses. Dengan demikian akurasi perkiraan model dapat ditentukan. Analisis variansi pada matriks ortogonal dilakukan berdasarkan perhitungan jumlah kuadrat untuk masing-masing kolom. Analisis variansi digunakan untuk menganalisis data percoban yang terdiri dari dua variabel proses atau lebih dengan dua level atau lebih. Tabel ANAVA terdiri dari perhitungan derajat kebebasan (degree of freedom, df), jumlah kuadrat (sum of square, SS), kuadrat tengah (mean of square, MS), dan F hitung (Fratio, F0) seperti ditunjukkan pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Tabel analisis variansi (ANAVA) Sumber variasi Sum of square (SS) Degree of freedom (df) Mean square (MS) FRatio (F0) Variabel proses A SS A na A i y 2 n i 1 ka 1 MS SS df A MS MSE Variabel proses B SS nb B i y 2 n i 1 kb 1 MS SS df B MS MSE Residual SS SS SS SS df T- df A -df B MSE SSE df E Total SS T y i y 2 N i 1 N 1 Sumber: Ross, 2008 dengan: ka = banyaknya level pada variabel proses A kb = banyaknya level pada variabel proses B na = banyaknya replikasi level variabel proses A nb = banyaknya replikasi level variabel proses B N = rata-rata total = jumlah total pengamatan 28

43 (b) Uji distribusi F Pengujian uji distribusi F dilakukan dengan cara membandingkan variansi yang disebabkan oleh masing-masing variabel proses dan error. Variansi error adalah variansi setiap individu dalam pengamatan yang timbul karena variabel-variabel yang tidak dapat dikendalikan. Secara umum, hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini untuk variabel proses yang tidak diambil secara random (fixed) adalah: H0 : μ1 = μ2 = μ3 = = μk H1 : sedikitnya ada satu pasangan μ yang tidak sama Kegagalan menolak H0 mengindikasikan tidak adanya perbedaan rata-rata dari nilai respon yang dihasilkan pada perlakuan yang berbeda, sedangkan penolakan H0 mengindikasikan adanya perbedaan rata-rata dari nilai respon tersebut. Respon pada setiap eksperimen dapat dimodelkan dalam bentuk (Bhattacharyya dan Johnson, 1977): Yij = μ + αi + βj + eij (2.8) Oleh karena itu, hipotesis yang dapat digunakan dalam pengujian ini adalah: Untuk taraf variabel proses A H0 : α1 = α 2 = α 3 = = α i = 0 H1 : paling sedikit ada satu α i 0 Untuk taraf variabel proses B H0 : β1 = β2 = β3 = = βj = 0 H1 : paling sedikit ada satu βj 0 Kegagalan menolak H0 mengindikasikan tidak adanya pengaruh variabel proses A dan variabel proses B terhadap respon serta tidak ada interaksi antara variabel proses A dengan variabel proses B, sedangkan penolakan H0 mengindikasikan adanya pengaruh variabel proses A dan variabel proses B terhadap respon serta adanya interaksi antara variabel proses A dengan variabel proses B. Kegagalan menolak atau penolakan H0 berdasarkan pada nilai Fhitung yang dirumuskan: 29

44 MS Untuk taraf variabel proses A Fhitung = A (2.9) MSE MS Untuk taraf variabel proses B Fhitung = B (2.10) MSE Kegagalan menolak H0 pada masing-masing kasus dilakukan jika mengalami kondisi berikut: Untuk taraf variabel proses A Fhitung < Untuk taraf variabel proses B Fhitung < F, (2.11) A, E F (2.12), B, E Bila menggunakan perangkat lunak statistik, kegagalan menolak H0 dilakukan jika Pvalue lebih besar daripada α (taraf signifikansi). Kegagalan menolak H0 bisa juga dilakukan apabila nilai Fhitung > 2 (Park, 1996). (c) Rasio S/N Rasio S/N (signal to noise ratio) digunakan untuk memilih variabel-variabel proses yang memiliki kontribusi dalam mengurangi variansi, mengetahui level variabel proses mana yang berpengaruh terhadap hasil eksperimen dan meminimalkan karakteristik kualitas terhadap variabel gangguan. Perhitungan rasio S/N tergantung dari jenis karakteristik kualitas, yaitu: 1. Semakin kecil semakin baik (Smaller the better) Semakin kecil semakin baik adalah karakteristik kualitas dengan batas nilai 0 dan non negatif, sehingga nilai semakin kecil atau mendekati nol adalah nilai yang diinginkan. Rasio S/N untuk karakteristik ini dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut (Park, 1996): n 2 y S/N = -10 i log (2.13) i 1 n 30

45 2. Tertuju pada nilai tertentu (Nominal the best) Karakteristik ini adalah karakteristik kualitas dengan nilai/target tidak nol dan terbatas, sehingga nilai yang semakin mendekati target tersebut adalah nilai yang diinginkan. Rasio S/N untuk karakteristik ini dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut (Park, 1996): n 2 ( y i y) S/N = -10 log (2.14) i 1 n 3. Semakin besar semakin baik (Larger the better) Semakin besar semakin baik adalah karakteristik kualitas dengan rentang nilai tak terbatas dan non negatif sehingga nilai yang semakin besar adalah nilai yang diinginkan. Rasio S/N untuk karakteristik ini dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut (Park, 1996): S/N = -10 n 2 (1/ y i ) log (2.15) i 1 n 2.9 Uji Asumsi Residual Residual didefinisikan sebagai selisih antara nilai pengamatan dan nilai dugaannya ei = Yi Ŷi. Dalam analisis regresi terdapat asumsi bahwa residual bersifat bebas satu sama lain (independen), mempunyai rata-rata sama dengan nol dan variansi yang konstan σ 2 (identik), serta berdistribusi normal atau ~ IIDN (0, ) i 2. Oleh karena itu dalam setiap pendugaan model harus dilakukan pemeriksaan asumsi tersebut apakah terpenuhi atau tidak. 1. Uji indepedensi Uji independen digunakan untuk menjamin bahwa pengamatan telah dilakukan secara acak, yang berarti antar pengamatan tidak ada korelasi (independen). Pemeriksaan asumsi ini dilakukan dengan menggunakan plot autocorrelation function (ACF). 31

46 2. Uji homogenitas Pengujian homogenitas varians atau uji identik bertujuan untuk memenuhi apakah residual mempunyai penyebaran yang sama. Hal ini dilakukan dengan memeriksa plot e i terhadap Yˆ i (secara visual). Jika penyebaran datanya acak (menyebar disekitar garis nol) dan tidak menunjukkan pola-pola tertentu, maka asumsi identik terpenuhi. 3. Uji kenormalan Normal probability plot pada software Minitab menyatakan probabilitas dari residual suatu respon. Selain itu, dengan Kolmogorov-Smirnov normality test juga dapat digunakan dalam pengujian kenormalan residual. Hipotesa yang digunakan adalah: H0 : residual berdistribusi normal. H1 : residual tidak berdistribusi normal. Gagal tolak H0 apabila Pvalue > α 2.10 Metode Taguchi-grey-fuzzy Dalam metode Taguchi, optimasi hanya dapat dilakukan untuk satu respon saja. Untuk melakukan optimasi beberapa respon secara serentak digunakan gabungan dari metode Taguchi, grey relational analysis (GRA) dan logika fuzzy. Metode GRA diawali dengan teori grey system yang dibuat oleh Dr. Julong Deng pada tahun 1982, yang merupakan dasar dari suatu metode baru yang difokuskan pada studi tentang permasalahan yang memiliki data dan informasi yang minimum. Metode ini digunakan untuk membangun model hubungan dan melakukan analisis hubungan antar respon dan parameter, serta sebagai dasar dalam melakukan prediksi maupun pengambilan keputusan. GRA merupakan salah satu metode yang dibangun berdasarkan teori grey. Pada dasarnya GRA digunakan dalam optimasi untuk mengubah beberapa respon menjadi satu respon. Logika fuzzy pertama kali diformulasikan oleh Dr. Zadeh pada tahun Metode ini diformulasikan dalam upaya mencari nilai tengah antara nol dan satu. Dr. Zadeh melakukan modifikasi pada teori himpunan, dimana setiap anggotanya 32

47 memiliki derajat keanggotaan yang selalu bernilai kontinyu antara nol sampai satu. Himpunan ini disebut sebagai himpunan kabur (fuzzy set). Logika fuzzy mempunyai kemampuan untuk memproses variabel respon yang bersifat kabur atau yang tidak dapat dideskripsikan secara pasti, misalnya tinggi, lambat, dan bising. Ketidakjelasan dalam menggambarkan suatu variabel respon dapat secara alami dimodelkan dengan menggunakan logika fuzzy (Dhavamani dan Alwarsamy, 2011). Dalam logika fuzzy, variabel respon yang bersifat kabur direpresentasikan sebagai sebuah himpunan yang anggotanya adalah suatu nilai tegas (crisp) dan derajat keanggotaan (membership function). Langkah-langkah untuk proses optimasi dengan metode Taguchi-Grey-Fuzzy dapat dilihat pada Gambar Menghitung nilai rasio S/N untuk masing-masing respon 2 Normalisasi rasio S/N dari masing-masing respon (grey relational generating) 3 Menentukan nilai dari,,, dan Menghitung grey relational coefficient ξ 4 Fuzzification (Menggunakan fungsi keanggotaan) 5 Mengaplikasikan fuzzy rules Gambar 2.11 Langkah-langkah optimasi Taguchi-grey-fuzzy A 33

48 A 6 Defuzzification (Menghasilkan grey fuzzy reasoning grade) 7 Membuat tabel respon dan grafik respon untuk masing-masing level dari variabel-variabel proses 8 Menentukan pengaturan variabel-variabel proses yang menghasilkan respon optimum 9 Melakukan prediksi grey fuzzy reasoning grade (GFRG) untuk kondisi respon optimum Gambar 2.11 Langkah-langkah optimasi Taguchi-grey-fuzzy (lanjutan) Rincian dari langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Menghitung rasio S/N untuk masing-masing respon. Perhitungan rasio S/N dilakukan berdasarkan karakteristik dari masingmasing respon sesuai dengan persamaan 2.13 sampai dengan persamaan Normalisasi data untuk masing-masing respon Pada penelitian ini, normalisasi dilakukan pada rasio S/N di mana rasio S/N memiliki karakteristik semakin besar semakin baik. Nilai S/N rasio dinormalkan menjadi nilai yang besarnya antara 0 dan 1. Tabel 2.5 menunjukkan penempatan nilai respon untuk proses normalisasi. Tabel 2.5 Penempatan Rasio S/N Rasio S/N 1 Rasio S/N 2 Rasio S/N k Kombinasi Kombinasi Kombinasi i

49 Cara yang digunakan untuk proses normalisasi sesuai dengan karakteristik respon yang meliputi semakin besar semakin baik (larger the better), semakin kecil semakin baik (smaller the better) dan tertuju pada nilai tertentu (nominal the best). Persamaan yang digunakan dalam proses normalisasi untuk respon dengan karakteristik semakin besar semakin baik (Huang dan Liao, 2003) adalah: min max min (2.16) Proses normalisasi untuk respon dengan karakteristik semakin kecil semakin baik menggunakan persamaan sebagai berikut (Huang dan Liao, 2003): max max min (2.17) Persamaan yang digunakan dalam proses normalisasi untuk respon dengan karakteristik tertuju pada nilai tertentu adalah (Huang dan Liao, 2003): 1 max dengan: (2.18) max = nilai terbesar dari min = nilai terkecil dari = nilai target dari 3. Menentukan deviation sequence, Deviation sequence, adalah selisih absolut antara nilai maksimum hasil normalisasi yang besarnya satu dengan data yang telah dinormalisasi. Penentuan deviation sequence dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut (Datta dan Mahapatra, 2010):, (2.19) 35

50 4. Menentukan grey relational coefficient ξ Grey relational coefficient menunjukkan hubungan antara kondisi yang ideal (terbaik) dengan kondisi aktual dari respon yang dinormalisasi. Grey relational coefficient (GRC) akan bernilai satu apabila respon yang dinormalisasikan tersebut cocok dengan kondisi yang ideal. Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan nilai tersebut adalah (Datta dan Mahapatra, 2010): ξ, (2.20) dengan: min max min, max, = distinguish coefficient. Pada umumnya nilai distinguish coefficient diatur berdasarkan kebutuhan dan besarnya antara 0 dan 1. Nilai distinguish coefficient yang digunakan pada umumnya adalah 0,5 (Tosun, 2006). Nilai grey relational coefficient yang tinggi menunjukkan bahwa hasil eksperimen memiliki hubungan yang dekat dengan nilai normalisasi yang terbaik pada respon tersebut. 5. Tahap fuzzification Fuzzification merupakan proses pengubahan nilai awal, yaitu grey relation coefficient menjadi bilangan fuzzy dengan menggunakan fungsi keanggotaan. Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang digunakan untuk menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (sering juga disebut dengan derajat keanggotaan). Interval nilai keanggotaan yang digunakan adalah antara 0 sampai 1. Pendekatan fungsi digunakan sebagai salah satu cara untuk mendapatkan nilai keanggotaan. Ada dua fungsi keanggotaan yang umum digunakan dalam penelitian, yaitu fungsi keanggotaan kurva segitiga dan kurva trapesium. 36

51 Fungsi keanggotan kurva segitiga pada dasarnya merupakan gabungan antara 2 garis linear, yaitu fungsi linier naik dan fungsi linier turun. Fungsi keanggotaan kurva segitiga adalah sebagai berikut (Ratnawati, 2011): 0; ; ; 0; (2.21) Fungsi keanggotaan kurva segitiga ditunjukkan pada Gambar Gambar 2.12 Fungsi keanggotaan kurva segitiga Fungsi keanggotaan kurva trapesium pada dasarnya seperti bentuk segitiga, hanya saja ada beberapa titik yang memiliki nilai keanggotaan sama, yaitu bernilai satu. Fungsi keanggotaan kurva trapesium adalah sebagai berikut (Ratnawati, 2011): 0; ; 1; ; 0 (2.22) Bentuk fungsi keanggotaan kurva trapesium ditunjukkan pada Gambar

52 Gambar 2.13 Fungsi keanggotaan kurva trapesium 6. Mengaplikasikan fuzzy rules Fuzzy rules merupakan aturan yang menjelaskan mengenai hubungan antara output dan nilai-nilai tertentu pada masing-masing variabel input. Selain itu, fuzzy rules juga merupakan alat penarik kesimpulan akan menghasilkan nilai fuzzy berdasarkan logika fuzzy. Biasanya fuzzy rules dibuat berdasarkan pengelompokkan dengan bentuk batasan aturan if-then (jika-maka), contohnya sebagai berikut: Aturan ke-1: Jika x1 adalah A1, x2 adalah B1,..., dan xk adalah Y1 maka y adalah Z1, Aturan ke-2: Jika x1 adalah A2, x2 adalah B2,..., dan xk adalah Y2 maka y adalah Z2, Aturan -n : Jika x1 adalah An, x2 adalah Bn,..., dan xk adalah Yn maka y adalah Zn, Derajat keragaman dari keanggotaan dari himpunan fuzzy akan dihitung berdasarkan nilai dari x1, x2, hingga xk, dan y, sedangkan A, B hingga Y adalah himpunan fuzzy yang ditetapkan berdasarkan fungsi keanggotaan. Sebuah output fuzzy multi respon dihasilkan dengan menggunakan operasi max-min inference dan fuzzy rule. Apabila x1, x2, hingga x3 adalah GRC, maka fungsi keanggotaan dari y yang merupakan output multi respon dapat dirumuskan sebagai berikut (Lin dan Lin, 2002): 38

53 μz 0 y = (μa 1 x 1 μb 1 x 2 μc 1 x 3 μz 1 x 3 (μa k x 1 μb k x 2 μc k x 3 μz n x 3 (2.21) Dimana secara berturut-turut dan adalah operasi minimum dan maksimum. 7. Defuzzification Defuzzification merupakan pengubahan nilai fuzzy menjadi grey fuzzy reasoning grade (GFRG) dengan cara melakukan pemetaan himpunan fuzzy ke himpunan tegas (crisp). Metode yang paling sering digunakan pada proses defuzzification adalah metode centroid. Pada metode ini, defuzzification yang dilakukan dengan cara mengambil titik pusat (z* ) daerah fuzzy. Metode ini dapat dirumuskan sebagai berikut berikut (Lin dan Lin, 2002): Z* = (2.22) atau dapat dirumuskan (Kusumadewi dan Purnomo, 2010) sebagai berikut: Z* = (2.23) dengan: = nilai GFRG = nilai domain ke-j = derajat keanggotaan 8. Menentukan kombinasi variabel proses untuk respon optimum Semakin besar nilai GFRG, semakin baik pula respon dari proses pada kombinasi variabel-variabel tersebut. Penentuan kombinasi variabel terbaik diawali dengan membuat tabel respon dari GFRG seperti yang ditunjukkan pada Tabel

54 Tabel 2.6 Tabel respon grey fuzzy reasoning grade Level 1 Level 2 Level j Variabel 1 Y 11 - Y 1j Variabel 2 Y 21 - Y 2j - Variabel i Y i1 - Y ij Max-Min Q 1 Q j Yij adalah rata-rata nilai GFRG yang dikelompokkan berdasarkan variabel i dan level j. Grafik respon dibuat berdasarkan tabel respon untuk memudahkan pemilihan level dari variabel yang menghasilkan respon yang optimal. 9. Memprediksi nilai GFRG hasil optimasi Nilai prediksi GFRG berdasarkan kombinasi level variabel proses untuk menghasilkan respon yang optimal dapat dihitung menggunakan rumus (Lin dan Lin, 2002): dengan: (2.24) = nilai rata-rata dari keseluruhan GFRG i = rata-rata GFRG pada level optimal = jumlah variabel proses yang mempengaruhi respon secara signifikan 2.11 Interpretasi Hasil Percobaan Interpretasi yang dilakukan pada hasil percobaan dengan menggunakan kombinasi metode Taguchi dan logika fuzzy adalah sebagai berikut: 1. Persen Kontribusi Persen kontribusi merupakan porsi masing-masing variabel proses dan/atau interaksi variabel proses yang signifikan terhadap total variansi yang diamati. Persen kontribusi merupakan fungsi dari jumlah kuadrat dari masing- 40

55 masing variabel proses yang signifikan. Persen kontribusi menunjukkan kekuatan relatif dari suatu variabel untuk mereduksi variasi. Persen kontribusi dihitung untuk variabel proses, interaksi variabel proses, dan error. Jika persen kontribusi error kurang dari 15%, maka berarti tidak ada variabel proses yang berpengaruh terabaikan. Tetapi jika persen kontribusi error lebih dari 15% mengindikasikan ada variabel proses yang berpengaruh terabaikan sehingga error yang terjadi terlalu besar. Persen kontribusi suatu variabel proses dirumuskan dengan menggunakan persamaan (Ross, 2008): SS' A ρ = x100% SS T (2.25) dengan: SS'A = SSA - dfa. MSE (2.26) SSA = jumlah kuadrat dari variabel proses A SST = jumlah kuadrat total dfa = derajat kebebasan dari variabel proses A MSE = rata-rata kuadrat dari error 2. Interval Keyakinan (a) Interval keyakinan untuk kondisi optimum prediksi Untuk menghitung interval keyakinan untuk kondisi optimum prediksi menggunakan rumus (Ross, 2008): CI F,, MS n (2.27) CI CI (2.28) p p dengan: n eff = banyaknya pengamatan efektif (2.29) = total percobaan 1 + jumlah derajat kebebasan variabel untuk menduga rata-rata = rata-rata GFRG prediksi pada kondisi optimum 41

56 (b) Interval keyakinan untuk memprediksi percobaan konfirmasi Untuk menghitung interval keyakinan untuk memprediksi percobaan konfirmasi menggunakan rumus (Ross, 2008): CI F,, MS 1 n 1 r (2.30) dengan: r = jumlah sampel dalam percobaan konfirmasi. CI CI (2.31) CE CE 3. Percobaan Konfirmasi Pada penelitian tentang optimasi proses langkah terakhir yang harus dilakukan adalah percobaan konfirmasi. Percobaan ini dilaksanakan dengan melakukan percobaan yang menggunakan kombinasi level variabel proses hasil optimasi. Tujuan dari percobaan konfirmasi adalah untuk melakukan validasi terhadap kesimpulan yang diambil pada tahap analisa. Percobaan konfirmasi dilakukan untuk mencocokkan hasil respon prediksi dengan hasil respon secara aktual (Ross, 2008). Selain itu, percobaan konfirmasi dilakukan untuk membandingkan respon pada kondisi awal dengan respon setelah dilakukan proses optimasi. Langkah-langkah dalam percobaan konfirmasi dapat diuraikan sebagai berikut: a. Menentukan kombinasi variabel proses dan level-levelnya untuk menghasilkan respon optimum. b. Melakukan percobaan berdasarkan kombinasi untuk respon optimum. c. Membandingkan rata-rata hasil percobaan konfirmasi dengan rata-rata hasil prediksi. Percobaan konfirmasi dinyatakan berhasil bila: a. Rata-rata hasil percobaan konfirmasi mendekati rata-rata hasil prediksi. b. Rata-rata respon hasil percobaan konfirmasi berada didalam interval keyakinan (1- ) 100% dari rata-rata respon hasil prediksi. 42

57 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Peneletian Tahapan penelitian dilakukan agar penelitian lebih fokus dan terarah pada tujuan penelitian. Tahapan yang dilakukan pada penelitian ditunjukkan oleh diagram alir pada Gambar 3.1 sebagai berikut: Mulai Identifikasi Masalah Penetapan Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian Studi Pustaka Perancangan Percobaan Variabel Proses: Variabel Konstan: (1A dan 2A) (2μs, 4μs dan 6μs) (75V, 90V dan 105V) (30V, 40V dan 50V) Variabel Respon: (10 DCEN) (13 μs) (15 μs) (8 g) (10 mm/s) Lebar Pemotongan ( ) (6 kg) Laju pengerjaan bahan (LPB) Kekasaran permukaan (KP) (9 mm/sec) (0 servo) Tebal lapisan (LR) (1 mm/min) Ø Kawat elektroda (0.25 mm) Mesin WEDM: CHMER G32F Bahan: Baja perkakas Buderus 2080 yang sudah dikeraskan (panjang 200 mm, lebar 40 mm, tebal 15 mm) Cairan Dielektrik: Kawat Elektroda: AC CUT VS 900 Rancangan Percobaan: Matriks ortogonal L 18 Persiapan Percobaan: Mesin WEDM Benda kerja (200 mm x 40 mm x 15 mm) Kawat elektroda Alat uji kekasaran Alat uji Alat bantu A B Gambar 3.1 Diagram alir metode penelitian 43

58 Gambar 3.1 Diagram alir metode penelitian (lanjutan) 44

59 3.2 Variabel-variabel Penelitian Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh dari hasil percobaan. Variabel-variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Variabel Proses Variabel kontrol atau variabel proses merupakan variabel yang dapat dikendalikan dan nilainya dapat ditentukan berdasarkan tujuan dari penelitian serta pertimbangan-pertimbanagn lain. Variabel-variabel proses yang digunakan pada penelitian ini adalah: a. Arc on time (AN) b. On time (ON) c. Open voltage (OV) d. Servo voltage (SV) Variabel Respon Variabel respon merupakan variabel yang akan diamati dalam penelitian. Nilai variabel ini dipengaruhi oleh nilai variabel-variabel proses yang telah ditentukan. Variabel-variabel respon yang digunakan pada penelitian ini adalah: a. Laju pengerjaan bahan (LPB) b. Kekasaran permukaan benda kerja (KP) c. Lebar pemotongan (kerf) d. Tebal lapisan recast (LR) Variabel Konstan Variabel konstan merupakan variabel yang tidak diteliti dalam penelitian. Nilai variabel ini dijaga konstan agar tidak berubah selama percobaan, sehingga tidak mempengaruhi variabel respon. Variabel-variabel yang menjadi variabel konstan pada penelitian ini adalah: a. Low power (LP) b. Arc off time (AFF) c. Feedrate override (FR) d. Wire feed (WF) e. Wire tension (WT) 45

60 f. Water flow (WL) g. Feedrate mode (FM) h. Feedrate (F) i. Off time (OFF) Variabel Gangguan Variabel gangguan atau biasa disebut sebagai noise factor adalah variabel yang memiliki pengaruh terhadap variabel respon, tetapi sangat sulit atau tidak bisa kendalikan. Variabel-variabel yang mungkin menjadi noise factor dalam penelitian ini adalah temperatur cairan dielektrik, konsentrasi partikel-partikel lain dalam cairan dielektrik dan kondisi permukaan kawat elektroda. Variabel-variabel ini tidak dimasukkan ke dalam rancangan percobaan, sehingga pengambilan data dilakukan dengan replikasi untuk mengatasi pengaruh noise factor pada hasil penelitian. 3.3 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan dan peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bahan Penelitian 1. Benda kerja Bahan yang digunakan adalah baja perkakas Buderus 2080 yang telah mengalami perlakuan panas dengan kekerasan sebesar 61 HRC. Panjang benda kerja adalah sebesar 200 mm, lebar 40 mm dan tebal 15 mm. 2. Kawat elektroda Kawat elektroda yang digunakan adalah kawat jenis zinc coated brass wire AC CUT VS 900 yaitu kawat berbahan kuningan yang dilapisi zinc dengan diameter 0,25 mm Peralatan Penelitian 1. Mesin WEDM Mesin WEDM yang digunakan pada penelitian ini adalah CHMER tipe 32GF seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2, sedangkan spesifikasi mesin tersebut bisa dilihat pada Tabel 3.1 sebagai berikut: 46

61 Tabel 3.1 Spesifikasi mesin WEDM 32GF Model 32GF Flusing Satuan Sumbu X, Y 360x250 mm Lintasan U,V,Z 60x60x220 mm Ukuran maksimal benda kerja 725x560x215 mm Berat maksimal benda kerja 300 kgs Kecepatan makan maksimal X,Y 800 mm/min Rentang diameter kawat Ø0.15- Ø0.30 mm Kecepatan makan kawat maksimal 300 mm/s Gambar 3.2 Mesin WEDM 32GF 2. Peralatan ukur a. Measurescope Pengukuran kerf pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Nikon measurescope 20 seperti ditunjukkan pada Gambar 3.3. Alat ini memiliki kecermatan hingga 0,001 mm. Panjang yang dapat diukur dengan menggunakan alat ini adalah ±20 mm. 47

62 Gambar 3.3 Nikon measurescope 20 b. Scanning electron microscope (SEM) Pengukuran tebal LR pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan SEM Inspect s50 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.4. Alat ini memiliki perbesaran sampai kali dengan resolusi kedalaman nanometer. Gambar 3.4 Scanning electron microscope (SEM) Inspect s50 48

63 c. Surface roughness tester Pengukuran kekasaran permukaan benda kerja pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Mitutoyo surftest 301 yang memiliki kecermatan hingga 0,01 μm. Gambar 3.5 menunjukkan alat ukur Mitutoyo surftest 301. Gambar 3.5 Mitutoyo surftest Peralatan bantu yang terdiri dari: Gerinda dan kertas gosok Alat ini digunakan untuk meratakan dan menghaluskan permukaan benda kerja serta untuk membersihkan benda kerja dari kotoran yang bersifat isolator seperti cat, lilin, plastik, karat, oli, dan lain-lain. Mistar ingsut Alat ini digunakan untuk mengukur dimensi benda kerja, dan mempunyai kecermatan hingga 0,05 mm. Meja rata Meja rata digunakan untuk meletakkan benda kerja pada saat melakukan pengukuran kekasaran permukaan. Stopwatch Alat ini digunakan untuk mengukur waktu pemotongan benda kerja pada saat melakukan percobaan. 49

64 3.4 Rancangan Percobaan Pengaturan Variabel pada Mesin WEDM Pengaturan variabel-variabel pada mesin WEDM dilakukan dengan mengacu pada buku Wire Cut Cutting Data Manual. Nilai dari variabelvariabel yang digunakan adalah untuk kawat elektroda dengan diameter 0,25 mm dan ketebalan benda kerja 15 mm, serta untuk kondisi pemotongan kasar. Pengaturan nilai variabel-variabel konstan ditunjukkan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Variabel-variabel konstan No Variabel konstan Nilai Satuan 1 Low power (LP) 10 DCEN 2 Arc off time (AFF) 13 s 3 Feed rate override (FR) 9 mm/min 4 Wire tension (WT) 8 g 5 Wire feed (WF) 10 mm/s 6 Water flow (WL) 6 kg 7 Feed rate (F) 1 mm/min 8 Feed rate mode (FM) 0 servo 9 Off time (OFF) 15 s 10 Kawat elektroda 0.25 mm Penentuan level-level dari variabel-variabel proses dilakukan dengan beberapa pertimbangan, antara lain: Nilai masing-masing level mengacu pada buku wire cut cutting data manual dan penelitian-penelitian sebelumnya. Nilai pada level tersebut masih dapat digunakan pada proses pemotongan dan tidak terjadi short circuit. Hal ini bisa ditempuh dengan cara melakukan percobaan pendahuluan. 50

65 Berdasarkan pertimbangan di atas telah ditentukan nilai masing-masing level dari variabel-variabel proses ditunjukkan pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Variabel-variabel proses dan masing-masing level No Variabel proses Satuan Level 1 Level 2 Level 3 1 Arc on time (AN) A On time (ON) µs Open voltage (OV) V Servo voltage (SV) V Pemilihan Matriks Ortogonal Matriks ortogonal yang akan digunakan dalam penelitian harus memiliki derajat kebebasan yang sama atau lebih besar daripada total derajat kebebasan variabel-variabel proses yang telah ditetapkan. Pada percobaan ini tidak terjadi interaksi antar variabel-variabel proses. Derajat kebebasan dari variabel-variabel proses tersebut dihitung dengan menggunakan persamaan 2.6 dan disajikan pada Tabel 3.4 sebagai berikut: Tabel 3.4 Total derajat kebebasan variabel-variabel respon No Variabel proses Jumlah level (k) df = (k-1) 1 Arc on time (AN) On time (ON) Open voltage (OV) Servo voltage (SV) 3 2 Total 7 Tabel 3.4 menunjukkan bahwa total derajat kebebasan adalah tujuh, sedangkan jika dilihat dari jumlah levelnya rancangan diatas termasuk mixed level. Maka matriks ortogonal yang sesuai untuk percobaan dengan derajat kebebasan tujuh dan memiliki satu variabel dengan dua level dan tiga variabel dengan tiga level adalah L18(2 1 x3 3 ). Rancangan percobaan Taguchi matriks ortogonal L18(2 1 x3 3 ) ditunjukkan oleh Tabel 3.5 sebagai berikut: 51

66 Tabel 3.5 Rancangan percobaan Taguchi L 18(2 1 x3 3 ) Kombinasi Variabel AN ON OV SV Pengambilan data dilakukan secara acak dengan kombinasi variabelvaraibel mengacu pada rancangan percobaan sesuai dengan matriks ortogonal L18(2 1 x3 3 ) pada Tabel 3.5. Pengacakan ini dilakukan dengan menggunakan bilangan random. Replikasi kombinasi variabel pada percobaan dilakukan sebanyak dua kali untuk mengatasi kesalahan-kesalahan akibat faktor noise. Tabel 3.6 menunjukkan urutan percobaan yang sesuai dengan kombinasi matriks ortogonal L18 setelah dilakukan pengacakan untuk replikasi pertama, sedangkan untuk replikasi kedua ditunjukkan pada Tabel

67 Tabel 3.6 Urutan percobaan matriks ortogonal L 18(2 1 x3 3 ) replikasi pertama Urutan Kombinasi Variabel AN ON OV SV Tabel 3.7 Urutan percobaan matriks ortogonal L 18(2 1 x3 3 ) replikasi kedua Urutan Kombinasi Variabel AN ON OV SV

68 Tabel 3.7 Urutan percobaan matriks ortogonal L 18(2 1 x3 3 ) replikasi kedua (lanjutan) Urutan Kombinasi Variabel AN ON OV AN Pemotongan material dilakukan sepanjang 10 mm untuk masingmasing kombinasi. Setelah semua proses pemotongan selesai kemudian dilakukan proses pengukuran kerf dengan measurescope. Benda kerja kemudian dipotong secara memanjang untuk mendapatkan masing-masing spesimen untuk dilakukan proses pengukuran KP dan tebal LR. Skema proses pemotongan benda kerja ditunjukkan pada Gambar 3.6. Spesimen Gambar 3.6 Skema proses pemotongan 54

69 3.5 Langkah-langkah Percobaan Langkah-langkah percobaan yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Membersihkan benda kerja dari kototan-kotoran yang bersifat isolator yang dapat mengganggu proses pemotongan. 2. Memasang benda kerja ke meja mesin WEDM kemudian diatur kelurusannya dengan menggunakan dial indicator. 3. Mengatur titik referensi pemesinan pada benda kerja sesuai dengan program CNC yang telah dibuat. 4. Memasang kawat elektroda zinc coated brass wire berdiameter 0,25 mm pada mesin WEDM. 5. Mengatur variabel-variabel pada mesin WEDM sesuai dengan rancangan percobaan yang telah ditetapkan. 6. Melakukan proses pemotongan berdasarkan urutan percobaan yang telah ditentukan pada Tabel 3.6 dan Mencatat waktu yang dibutuhkan pada setiap proses pemotongan untuk masing-masing percobaan. 8. Melepas dan membersihkan benda kerja dari sisa cairan dielektrik yang dapat menyebabkan karat setelah proses pemotongan selesai. 9. Mengukur kerf dan panjang pemotongan dengan menggunakan measurescope untuk menghitung LPB dengan menggunakan rumus Mengukur KP dengan menggunakan surface roughness tester. 11. Mengambil gambar tebal LR yang terbentuk pada permukaan benda kerja dengan foto SEM. Kemudian dihitung tebalnya dengan menggunakan batuan perangkat lunak Auto CAD. 55

70 3.6 Pengukuran dan Pengambilan Data Pengambilan Data Laju Pengerjaan Bahan (LPB) LPB dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.4, yaitu dengan membagi volume benda kerja yang terbuang dengan waktu yang ditempuh selama proses pemotongan pada masing-masing percobaan. Volume benda kerja yang terbuang adalah b x h x l seperti ditunjukkan pada Gambar 3.9. Gambar 3.7 Volume benda kerja yang terbuang Panjang pemotongan aktual diukur dengan langkah yang sama seperti pada proses pengukuran kerf, yaitu dengan menggunakan measurescope. Panjang pemotongan aktual perlu diukur dengan measurescope karena panjang pemotongan aktual belum tentu sama dengan program CNC yang dibuat. Hal ini disebabkan karena pengaruh besar kecilnya energi saat proses pemotongan yang dapat menyebabkan penjang pemotongan aktual lebih besar daripada panjang pemotongan yang ada pada program CNC. Pengukuran panjang pemotongan dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan kemudian hasilnya di rata-rata. 56

71 Pengambilan Data Lebar Pemotongan (Kerf) Pengukuran jarak pada measurescope dilakukan dengan menggunakan prinsip proyeksi serta pembesaran penampang benda kerja. Oleh karena itu, benda kerja yang akan diukur harus benar-benar diletakkan tegak lurus terhadap lensa pengukur. Pengukuran dan pengambilan data kerf ditunjukkan oleh Gambar 3.8. y y x x kerf kerf Gambar 3.8 Skema proses pengukuran kerf Pengukuran dilakukan dengan menempatkan salah satu sisi celah pemotongan sejajar dan tepat berimpit pada salah satu sumbu referensi (sumbux atau sumbu-y). Kemudian skala poros pengatur pergeseran meja diposisikan ke nol. Selanjutnya benda kerja digeser hingga sisi celah yang lain berimpit dengan sumbu referensi. Lebar pemotongan diperoleh dengan menghitung nilai pengukuran yang didapatkan dari posisi pertama dan kedua. Nilai pengukuran pada masing-masing posisi ditunjukkan oleh skala poros pengatur pergeseran yang terdapat pada measurescope. Untuk mendapatkan hasil yang baik pengukuran kerf dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan pada setiap kerf-nya kemudian hasilnya di rata-rata. 57

72 Pengambialan Data Kekasaran Permukaan (KP) Angka kekasaran permukaan yang diamati adalah kekasaran aritmatika (Ra) yang dinyatakan dalam μm. Untuk mendapatkan hasil KP yang baik pengukuran KP dilakukan sebanyak tiga kali di daerah permukaan yang berbeda dan kemudian hasilnya di rata-rata. Arah pengukuran KP dilakukan secara tegak lurus dengan arah pemotongan. Tabel 2.1 merekomendasikan panjang sampel untuk pengukuran KP untuk tingkat kekasaran normal adalah sebesar 0,8 mm. Skema proses pengukuran KP ditunjukkan pada Gambar 3.7. Arah pemakanan Kawat elektroda Arah pengukuran KP Arah pemotongan Gambar 3.9 Skema proses pengukuran KP Pengambilan Data Tebal Lapisan Recast (LR) Dalam melakukan pengukuran tebal LR pada benda kerja hasil pemotongan, tidak diperlukan proses etsa. Hal ini karena LR berwarna putih sehingga mudah untuk dikenali. Tebal LR diamati dengan menggunakan SEM dengan kali perbesaran. Pengukuran tebal LR dilakukan pada setiap foto SEM dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Auto CAD, yaitu dengan cara menarik garis ukur antara kedua tepi lapisan seperti yang ditunjukkan pada Gambar Pengukuran tebal LR dilakukan di sepuluh titik yang berbeda kemudian hasilnya di rata-rata. 58

73 LR Spesimen Material Induk Gambar 3.10 Skema proses pengukuran tebal LR 3.7 Karakteristik Respon Optimum Karakteristik respon optimum yang digunakan pada penelitian ini adalah semakin kecil semakin baik dan semakin besar semakin baik. Karakteristik semakin besar semakin baik berlaku untuk LPB. Karakteristik semakin kecil semakin baik berlaku untuk kerf, KP, dan tebal LR. Nilai LPB yang paling diharapkan adalah yang paling maksimum, sedangkan kerf, KP, dan tebal LR yang paling minimum adalah yang paling diharapkan. Untuk perhitungan rasio S/N masing-masing variabel respon dilakukan dengan menggunakan perangkat komputasi statistik. 59

74 [Halaman ini sengaja dikosongkan] 60

75 BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hasil Percobaan Hasil percobaan diperoleh berdasarkan rancangan percobaan Taguchi berupa matriks ortogonal L18(2 1 x3 3 ). Yaitu dengan mengkombinasikan variabel-varibel proses pada proses pemesinan WEDM yang diduga memiliki pengaruh terhadap respon yang diteliti. Variabel-variabel proses tersebut meliputi arc on time (AN), on time (ON), open voltage (OV) dan servo voltage (SV). Percobaan dilakukan secara acak dengan dua kali replikasi. Proses pemotongan dilakukan dengan jarak yang telah ditentukan. Selama proses berlangsung waktu proses pemotongan diukur dengan menggunakan stopwatch. Setelah semua percobaan selesai kemudian dilakukan pengukuran lebar pemotongan (kerf) dan panjang pemtongan sesungguhnya dengan menggunakan measurescope. Selanjutnya dilakukan perhitungan laju pengerjaan bahan (LPB). Pengukuran berikutnya adalah pengukuran kekasaran permukaan (KP) dan yang terakhir adalah pengukuran tebal lapisan recast (LR) yang diukur dari foto SEM dengan bantuan perangkat lunak Auto CAD. Hasil percobaan secara keseluruhan ditunjukkan pada Tabel 4.1 dan selanjutnya data diolah sesuai dengan langkah-langkah optimasi yang ditunjukkan pada Gambar Tabel 4.1 Data hasil percobaan Kerf (mm) LPB (mm 3 /min) KP (µm) LR (µm) Komb. R1 R2 R1 R2 R1 R2 R1 R

76 Tabel 4.1 Data hasil percobaan (lanjutan) Komb. Kerf (mm) LPB (mm 3 /min) KP (µm) LR (µm) R1 R2 R1 R2 R1 R2 R1 R Sumber: Hasil pengukuran 4.2. Perhitungan Rasio S/N Metode Taguchi menggunakan pendekatan rasio S/N untuk meneliti faktor noise terhadap variasi yang timbul. Perhitungan nilai rasio S/N tergantung dari jenis karakteristik kualitas dari masing-masing respon. Respon LPB memiliki karakteristik semakin besar semakin baik, nilai rasio S/N dihitung menggunakan persamaan Rasio S/N kerf, KP dan LR dihitung dengan menggunakan persamaan 2.13 karena memiliki karakteristik kualitas respon semakin kecil semakin baik. Contoh perhitungan rasio S/N LPB dengan karakteristik kualitas respon semakin besar semakin baik pada kombinasi pertama adalah sebagai berikut. 62

77 S/N = -10 n log i 1 (1/ y i n 2 ) 2 (1/11,51 ) (1/11,83 S/N = -10 log 2 2 S/N = -10 log 0,02735 S/N = 15,63 Sesuai dengan rumus pehitungan rasio S/N untuk setiap karakteristik kualitas pada masing-masing respon, nilai rasio S/N kerf, LPB, KP dan LR ditunjukkan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Data rasio S/N Komb. Variabel proses AN ON OV SV ) Kerf LPB KP LR Sumber: Hasil perhitungan Maks Min

78 4.3. Normalisasi Rasio S/N Normalisasi dilakukan untuk mentransformasi nilai rasio S/N menjadi nilai yang besarnya antara nol sampai satu. Proses normalisasi dilakukan berdasarkan karakterisistik kualitas respon rasio S/N. Karakteristik kualitas untuk rasio S/N adalah semakin besar semakin baik. Karakteristik kualitas respon semakin besar semakin baik berlaku untuk masing-masing rasio S/N kerf, LPB, KP dan LR. Perhitungan rasio S/N dilakukan menggunakan persamaan Contoh perhitungan normalisasi rasio S/N untuk respon LPB pada kombinasi pertama adalah sebagai berikut: X i * k = X i k - min X i k k max X i k - min X i k k k X i * 1 = 15,630-13,886 28,155-13,886 X i * 1 = 0,122 Hasil perhitungan normalisasi rasio S/N masing-masing respon pada setiap kombinasi ditunjukkan pada Tabel 4.3 sebagai berikut. Tabel 4.3 Data normalisasi rasio S/N Komb. Rasio S/N Kerf LPB KP LR Kerf LPB KP LR

79 Tabel 4.3 Data normalisasi rasio S/N (lanjutan) Komb. Rasio S/N Kerf LPB KP LR Kerf LPB KP LR Sumber: Hasil perhitungan 4.4. Perhitungan Grey Relational Coefficient (GRC) Nilai GRC pada masing-masing respon dihitung menggunakan persamaan Sebelum menghitung nilai GRC harus dihitung terlebih dahulu nilai deviation squence, pada masing-masing respon. Perhitungan nilai, dilakukan dengan menggunakan persamaan Contoh perhitungan nilai, respon LPB pada kombinasi pertama adalah sebagai berikut: 0,i k = X 0 k -X * i k 0,i 1 = ,i 1 = 0,878 Nilai GRC dihitungan berdasarkan nilai, pada masing-masing responnya. Contoh perhitungan nilai GRC respon LPB pada kombinasi pertama adalah sebagai berikut: ξ i k = min + ζ max 0,i (k) + ζ max ξ i 1 = ξ i 1 = 0,363 0, x 1,000 0, x 1,000 Hasil perhitungan nilai, masing-masing respon untuk setiap kombinasi ditunjukkan pada Tabel 4.4, dan nilai GRC ditunjukkan pada Tabel

80 Tabel 4.4 Deviation sequence Komb. Kerf LPB KP LR Maks Min Sumber: Hasil perhitungan Tabel 4.5 Grey relational coefficient Komb. Kerf LPB KP LR

81 Tabel 4.5 Grey relational coefficient (lanjutan) Komb. Kerf LPB KP LR Sumber: Hasil perhitungan 4.5. Fuzzification Variabel-variabel input dari sistem logika fuzzy pada penelitian ini adalah menggunakan nilai GRC dari masing-masing respon kerf, LPB, KP dan LR. Nilai GRC dari masing-masing respon akan diubah kedalam linguistic fuzzy subsets menggunakan fungsi keanggotaan. Fungsi keanggotaan yang digunakan pada variabel input adalah bentuk segitiga (triangle) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. Fungsi keanggotaan dari masing-masing respon dikelompokkan secara uniform kedalam tiga kelas fuzzy subsets yaitu small (S), medium (M) dan large (L). (x) Derajat keanggotaan Koefisien grey relational x Gambar 4.1 Fungsi keanggotaan untuk kerf, LPB, KP dan LR 67

82 Variabel output dari dari sistem logika fuzzy pada penelitian ini adalah grey fuzzy reasoning grade (GFRG). Fungsi keanggotaan yang digunakan pada variabel output sama dengan fungsi keanggotaan pada variabel input yaitu fungsi keanggotaan bentuk segitiga (triangle) seperti ditunjukkan pada Gambar 4.2. Pada variabel output fungsi keanggotaan GFRG dikelompokkan kedalam sembilan kelas fuzzy subsets yaitu tiny (T), very small (VS) small (S), smaller middle (SM), middle (M), larger middle (ML), larger (L), very large (VL) dan huge (H). (x) Derajat keanggotaan Grey fuzzy reasoning grade x Gambar 4.2 Fungsi keanggotaan grey fuzzy reasoning grade (GFRG) 4.6. Penentuan Fuzzy Rules Dasar aturan fuzzy adalah sekelompok aturan pengontrolan jika-maka (if-then control) yang menyatakan hubungan antara variabel input dan variabel output. Pada penelitian ini terdapat empat variabel input yaitu GRC dari respon kerf, LPB, KP dan LR dengan masing-masing memiliki tiga fuzzy subsets. Fuzzy rules yang dibutuhkan untuk mengkombinasikan seluruh variabel input adalah sebanyak delapan puluh satu fuzzy rules. Tabel 4.6 menunjukkan fuzzy rules yang digunakan pada penelitian ini. Arti dari fuzzy rules pada Tabel 4.6 adalah sebagai berikut: Rule 1 : Jika GRC (kerf) adalah S dan GRC (LPB) adalah S dan GRC (KP) adalah S dan GRC (LR) adalah S, maka GFRG adalah T. 68

83 Rule 2 : Jika GRC (kerf) adalah S dan GRC (LPB) adalah S dan GRC (KP) adalah S dan GRC (LR) adalah M, maka GFRG adalah VS. Rule 81 : Jika GRC (kerf) adalah L dan GRC (LPB) adalah L dan GRC (KP) adalah L dan GRC (LR) adalah L, maka GFRG adalah H. Tabel 4.6 Fuzzy rules Rules no. Variabel input GRC Kerf LPB KP LR Variabel output GFRG 1 S S S S T 2 S S S M VS 3 S S S L MS 4 S S M S T 5 S S M M S 6 S S M L MS 7 S S L S VS 8 S S L M MS 9 S S L L ML 10 S M S S T 11 S M S M S 12 S M S L M 13 S M M S VS 14 S M M M MS 15 S M M L ML 16 S M L S S 17 S M L M M 18 S M L L L 19 S L S S VS 20 S L S M MS 21 S L S L ML 22 S L M S S 23 S L M M M 24 S L M L L 25 S L L S MS 26 S L L M ML 27 S L L L VL 28 M S S S T 29 M S S M S 30 M S S L M 31 M S M S VS 32 M S M M MS 69

84 Tabel 4.6 Fuzzy rules (lanjutan) Rules no. Variabel input GRC Kerf LPB KP LR Variabel output GFRG 33 M S M L ML 34 M S L S S 35 M S L M M 36 M S L L L 37 M M S S VS 38 M M S M MS 39 M M S L ML 40 M M M S S 41 M M M M M 42 M M M L L 43 M M L S MS 44 M M L M ML 45 M M L L VL 46 M L S S S 47 M L S M M 48 M L S L L 49 M L M S MS 50 M L M M ML 51 M L M L VL 52 M L L S M 53 M L L M L 54 M L L L VL 55 L S S S VS 56 L S S M MS 57 L S S L ML 58 L S M S S 59 L S M M M 60 L S M L L 61 L S L S MS 62 L S L M ML 63 L S L L VL 64 L M S S S 65 L M S M M 66 L M S L L 67 L M M S MS 68 L M M M ML 69 L M M L VL 70 L M L S M 71 L M L M L 72 L M L L VL 70

85 Tabel 4.6 Fuzzy rules (lanjutan) Rules no. Variabel input GRC Kerf LPB KP LR Variabel output GFRG 73 L L S S MS 74 L L S M ML 75 L L S L VL 76 L L M S M 77 L L M M L 78 L L M L VL 79 L L L S ML 80 L L L M VL 81 L L L L H Sumber: Perangkat komputasi numerik 4.7. Defuzzification Defuzzification merupakan proses pemetaan himpunan fuzzy ke dalam himpunan tegas (crips). GRC dari masing-masing respon digunakan sebagai variabel input pada proses defuzzification. Variabel input kemudian diolah didalam fuzzy inference engine berdasarkan komposisi fuzzy rules yang telah ditetapkan untuk menghasilkan suatu output. Output yang dihasilkan adalah GFRG yang berupa suatu bilangan pada domain himpunan fuzzy tersebut. Proses defuzzification dilakukan dengan menggunakan metode centroid (titik tengah). Ilustrasi aturan fuzzy untuk proses penegasan ditunjukkan pada Gambar 4.3. Gambar 4.3 Ilustrasi fuzzy rules 71

86 Gambar 4.3 Ilustrasi fuzzy rules (lanjutan) Hasil proses defuzzification yang berupa nilai GFRG untuk setiap kombinasi ditunjukkan pada Tabel 4.7. GFRG akan digunakan sebagai variabel respon yang mewakili variabel respon kerf, LPB, KP, dan LR secara serentak. 72

87 Tabel 4.7 Grey fuzzy reasoning grade (GFRG) No. GFRG No. GFRG Sumber: Hasil perhitungan 4.8. Hasil Optimasi Rancangan percobaan Taguchi berupa matriks ortogonal mampu untuk mengelompokkan pengaruh dari masing-masing variabel pada pada level yang berbeda. Contoh perhitungan rata-rata nilai GFRG variabel proses AN pada level 1 adalah sebagai berikut: 0, , , , , ,4251+0, ,4310 η V = 9 η V = 0,5571 Perhitungan rata-rata nilai GFRG pada masing-masing variabel proses untuk setiap levelnya ditunjukkan pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Rata-rata nilai GFRG pada masing-masing level Variabel proses Level 1 Level 2 Level 3 Selisih AN ON OV SV Rata-rata total Sumber: Hasil perhitungan 73

88 Plot untuk nilai rata-rata dari GFRG pada masing-masing level dari variabel proses AN, ON, OV dan SV ditunjukkan pada Gambar GFRG AN1 AN2 ON1 ON2 ON3 OV1 OV2 OV3 SV1 SV2 SV3 Level variabel proses Rata rata Gambar 4.4 Plot nilai GFRG masing-masing level variabel proses Level variabel proses yang paling optimum dapat dilihat dari nilai GFRG yang paling besar. Berdasarkan plot rata-rata nilai GFRG masing-masing level dari variabel proses yang ditunjukkan pada Gambar 4.4, maka dapat ditentukan kombinasi level-level variabel proses yang menghasilkan respon optimum. Kombinasi level dari variabel proses tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Kombinasi variabel proses respon optimum Variabel proses Level Nilai AN 1 1 A ON 1 2 µs OV 1 75 V SV 1 30 V Sumber: Hasil perhitungan 4.9. Analisis Variansi dan Persen Kontribusi Analisis variansi (ANAVA) digunakan untuk mengetahui variabel-variabel proses yang memiliki pengaruh secara signifikan dan besarnya kontribusi terhadap respon yang diteliti. Pada penelitian ini ANAVA dilakukan terhadap data GFRG yang mewakili semua respon secara serentak. 74

89 Contoh perhitungan ANAVA GFRG dilakukan berdasarkan rumus pada Tabel 2.4 adalah sebagai berikut: SS T = (y i -y ) 2 n i=1 SST = (0,8297-0,5315) 2 +(0,6659-0,5315) 2 +(0,6197-0,5315) 2 +(0,6219-0,5315) 2 + (0,4749-0,5315) 2 +(0,4251-0,5315) 2 +(0,5019-0,5315) 2 +(0,4438-0,5315) 2 + (0,4310-0,5315) 2 +(0,6570-0,5315) 2 +(0,6233-0,5315) 2 +(0,5724-0,5315) 2 + (0,5929-0,5315) 2 +(0,4006-0,5315) 2 +(0,4586-0,5315) 2 +(0,3767-0,5315) 2 + (0,4359-0,5315) 2 +(0,4352-0,5315) 2 SST = 0,25058 SS AN = n AN (A i - y ) 2 n i=1 SSAN = 9 x [(0,5571-0,5315) 2 +( ,5315) 2 ] SSAN = 0,01182 MSAN = SS AN df AN MSAN = 0, MSAN = 0,01182 Hasil perhitungan ANAVA untuk GFRG secara keseluruhan ditunjukkan pada Tabel Tabel 4.10 ANAVA dan kontribusi GFRG Source DF SS MS F P value AN % ON % OV % SV % Error % Total % Sumber: Hasil perhitungan 75

90 Nilai Fhitung yang lebih besar dari Ftabel menunjukkan bahwa variabel proses tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap respon yang diteliti. Hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1) yang digunakan pada uji hipotesis dengan menggunakan distribusi F adalah sebagai berikut: 1. Variabel proses AN H0 : µ1 = µ2 H1 : µ1 µ2 Kesimpulan: Fhitung = 6,6 > F(0.05;1;10) = 4,96 maka H0 ditolak, artinya rata-rata variabel proses AN pada level satu tidak sama dengan rata-rata variabel proses AN pada level dua. Dengan kata lain variabel proses AN memiliki pengaruh yang signifikan terhadap respon GFRG. 2. Variabel proses ON H0 : µ1 = µ2 = µ3 H1 : µ1 µ2 µ3 (paling sedikit ada satu µ yang tidak sama) Kesimpulan: Fhitung = 45,2 > F(0.05;2;10) = 4,10 maka H0 ditolak, artinya paling sedikit ada satu rata-rata level variabel proses ON yang tidak sama. Dengan kata lain variabel proses ON memiliki pengaruh yang signifikan terhadap respon GFRG. 3. Variabel proses OV H0 : µ1 = µ2 = µ3 H1 : µ1 µ2 µ3 (paling sedikit ada satu µ yang tidak sama) Kesimpulan: Fhitung = 10,93 > F(0.05;2;10) = 4,10 maka H0 ditolak, artinya paling sedikit ada satu rata-rata level variabel proses OV yang tidak sama. Dengan kata lain variabel proses OV memiliki pengaruh yang signifikan terhadap respon GFRG. 76

91 4. Variabel proses SV H0 : µ1 = µ2 = µ3 H1 : µ1 µ2 µ3 (paling sedikit ada satu µ yang tidak sama) Kesimpulan: Fhitung = 5,51 > F(0.05;2;10) = 4,10 maka H0 ditolak, artinya paling sedikit ada satu rata-rata level variabel proses SV yang tidak sama. Dengan kata lain variabel proses SV memiliki pengaruh yang signifikan terhadap respon GFRG. Berdasarkan uji hipotesis dengan menggunakan distribusi F, menunjukkan bahwa seluruh variabel proses memiliki pengaruh yang signifikan terhadap GRFG. Kondisi H0 untuk masing-masing variabel proses ditunjukkan pada Tabel Tabel 4.11 Kondisi hipotesis nol multi respon Sumber variasi Kondisi H 0 AN ditolak ON ditolak OV ditolak SV ditolak Persen kontribusi menunjukkan porsi dari masing-masing variabel proses terhadap total variasi respon yang diamati. Jika besar persen kontribusi error kurang dari lima belas persen, maka tidak ada variabel proses yang berpengaruh terabaikan. Jika besar persen kontribusi error lebih dari lima belas persen, maka mengindikasikan ada variabel proses yang berpengaruh terabaikan. Persen kontribusi yang ditunjukkan pada Tabel 4.10 dihitung dari hasil analisis variansi dengan menggunakan persamaan 2.25 dan Contoh perhitungan persen kontribusi untuk variabel proses AN adalah sebagai berikut: SS'AN = SSAN dban. MSE SS'AN = 0, , SS'AN = 0,

92 ρ AN = SS' AN SS T x 100 % ρ AN = 0, ,25058 x 100 % ρ AN = 4,00 % Pengujian Asumsi Residual Analisis variansi mensyaratkan bahwa residual harus memenuhi asumsi IIDN (0,σ 2 ), yaitu residual harus bersifat identik, independen dan berdistribusi normal dengan mean nol dan nilai variansi tertentu. Berikut ini adalah pengujian yang dilakukan terhadap residual: Uji Independen Pengujian independen pada penelitian ini dilakukan menggunakan auto correlation function (ACF). Berdasarkan plot ACF yang ditunjukkan pada Gambar 4.5, tidak ada nilai ACF pada setiap lag yang keluar dari batas interval. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada korelasi antar residual artinya residual bersifat independen. Autocorrelation Autocorrelation Function for RESI_MEANS (with 5% significance limits for the autocorrelations) Lag 4 5 Gambar 4.5 Plot ACF 78

93 Uji Identik Asumsi residual bersifat identik pada penelitian ini dilakukan secara visual, yaitu dengan plot antara residual dan fitted value seperti ditunjukkan pada Gambar 4.6. Dari plot menunjukkan bahwa data tersebar secara acak dan tidak membentuk tren atau pola tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa asumsi residual bersifat identik terpenuhi. Versus Fits (response is Means) Residual Fitted Value Gambar 4.6 Plot residual versus fitted values Uji Kenormalan Pengujian asumsi residual normal (0,σ 2 ) dilakukan melalui uji Kolmogorov-Smirnov. Hipotesis yang digunakan adalah: H0 : Residual berdistribusi normal H1 : Residual tidak berdistribusi normal H0 ditolak jika p-value lebih kecil dari pada α = 0,05. Gambar 4.7 menunjukan bahwa dengan uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh: P-value > 0,150 yang berarti lebih besar dari α = 0,05. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa H0 gagal ditolak atau residual berdistribusi normal. 79

94 Mean bernilai sebesar -9,25186E-18 yang berarti sangat kecil atau mendekati nol. Variansi residual adalah sebesar (0,162) 2 = 0, Dengan demikian asumsi residual berdistribusi normal dengan nilai mean sama dengan nol (atau mendekati nol) dan memiliki variasi tertentu (sebesar 0,026244) telah terpenuhi. Probability Plot of RESI_MEANS Normal Percent Mean E-18 StDev N 18 KS P-Value > RESI_MEANS Gambar 4.7 Plot uji distribusi normal Prediksi Respon Optimum Prediksi dari nilai GFRG optimum dapat dihitung berdasarkan kombinasi nilai rata-rata GFRG pada masing-masing level dari variabel proses yang menghasilkan respon optimum seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.8. Kombinasi dari variabel proses yang berpengaruh secara signifikan dan menghasilkan nilai GFRG yang optimum adalah sebagai berikut: 1. Variabel proses AN pada level 1 2. Variabel proses ON pada level 1 3. Variabel proses OV pada level 1 4. Variabel proses SV pada level 1 80

95 Nilai prediksi GFRG dihitung dengan menggunakan persamaan 2.24 sebagai berikut: o μ = γ m + γ i - γ m i=1 μ = 0, ,5571-0, ,6613-0, ,5967-0, (0,5667-0,5315) μ = 0,7874 Dari perhitungan diperoleh nilai rata-rata GFRG prediksi untuk kombinasi variabel proses yang menghasilkan respon optimum adalah sebesar Penentuan interval keyakinan rata-rata GFRG prediksi dihitung berdasarkan persamaan Jumlah pengamatan efektif dihitung dengan menggunakan persamaan 2.29 sebagai berikut: neff = neff = 1 jumlah derajat kebebasan ( ) jumlah total percobaan variabel proses untuk menduga rata - rata neff = 4,5 Perhitungan interval keyakinan rata-rata GFRG prediksi hasil optimasi adalah sebagai berikut: CI p = F (,1,df E ) MS E n eff CI p = F (0.05,1,10) 0, ,5 4,96 x 0, CI p = 4,5 CI p = 0,0445 Dengan demikian interval keyakinan nilai rata-rata GFRG prediksi yang menghasilkan respon optimum dengan tingkat keyakinan 95% adalah 0,7874 ± 0,0445 (0,7430 μ GFRG 0,8319). 81

96 4.12. Percobaan Konfirmasi Untuk memvalidasi hasil percobaan yang telah dilakukan maka perlu dilakukan pembandingkan antara nilai rata-rata GFRG hasil percobaan konfirmasi dengan interval keyakinan rata-rata GFRG prediksi. Oleh karena itu perlu dilakukan percobaan konfirmasi. Percobaan konfirmasi dilakukan dengan pengaturan menggunakan kombinasi optimum hasil optimasi seperti ditunjukkan pada Tabel 4.9. Pada penelitian ini percobaan konfirmasi dilakukan dengan replikasi sebanyak tiga kali. Hasil dari percobaan konfirmasi dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.12 Hasil respon percobaan konfirmasi pada kombinasi optimum Percobaan Kerf LPB KP LR (mm) (mm 3 /min) ( m) ( m) Rata-rata Sumber: Hasil percobaan Langkah berikutnya yaitu perhitungan rasio S/N terhadap nilai-nilai respon yang diperoleh dari percobaan konfirmasi. Hasil perhitungan rasio S/N pda masingmasing respon percobaan konfirmasi ditunjukkan pada Tabel Tabel 4.13 Rasio S/N percobaan konfirmasi kombinasi optimum Rasio S/N Kerf LPB KP LR Kombinasi optimum Sumber: Hasil perhitungan Setelah menghitung rasio S/N kemudian dilakukan perhitungan deviation squence dan GRC. Langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan GFRG. Hasil perhitungan GFRG percobaan konfirmasi ditunjukkan pada Tabel

97 Tabel 4.14 GFRG percobaan konfirmasi untuk kombinasi optimum Kombinasi optimum GRC GFRG Kerf LPB KP LR Sumber: Hasil perhitungan Interval keyakinan rata-rata GFRG percobaan konfirmasi dihitung dengan menggunakan persamaan Perhitungan interval keyakinan GFRG adalah sebagai berikut: neff = neff = 1 jumlah derajat kebebasan ( ) jumlah total percobaan variabel proses untuk menduga rata - rata neff = 4,5 CI F,, MS 1 n 1 r CI F 0.05,1, , CI 4,96 x 0, x 1 4, CI 0,07028 Dengan demikian interval keyakinan nilai rata-rata GFRG percobaan konfirmasi dengan tingkat keyakinan 95% adalah 0,8292 ± 0,07028 (0,7589 μ GFRG 0,8995). 83

98 Gambar 4.8 Plot rata-rata percobaan konfirmasi dan interval keyakinan perdiksi Gambar 4.8 menunjukkan interval keyakinan nilai rata-rata GFRG hasil percobaan konfirmasi dan interval keyakinan nilai rata-rata GFRG hasil prediksi. Kombinasi level-level dari variabel proses yang menghasilkan respon optimum dinyatakan valid apabila nilai rata-rata GFRG percobaan konfirmasi berada di dalam interval rata-rata GFRG prediksi. Berdasarkan Gambar 4.8, nilai rata-rata GFRG percobaan konfirmasi (0,8292) berada didalam interval rata-rata prediksi (0,7430 μ GFRG 0,8319). Maka dapat disimpulkan bahwa pengaturan kombinasi level-level variabel proses pada kondisi optimum yang telah didapat adalah valid Perbandingan antara Respon Hasil Kombinasi Awal dan Kombinasi Optimum Kombinasi awal merupakan pengaturan kombinasi variabel proses yang biasa digunakan dalam proses pemotongan WEDM. Pada penelitian ini kombinasi awal diatur pada level tengah, yaitu pada level dua untuk variabel proses yang memiliki tiga level. Untuk variabel proses yang memiliki dua level kombinasi awal diatur pada level satu. Tujuan dari percobaan dengan menggunakan kombinasi awal ini adalah untuk mengetahui peningkatan karakteristik kinerja dari masing-masing respon baik secara individu maupun secara serentak. Hal ini dalakukan dengan 84

99 membandingakan hasil respon sebelum dilakukan optimasi (kombinasi awal) dengan respon setelah dilakukan optimasi (kombinasi optimum). Pengaturan kombinasi variabel proses yang digunakan sebagai kondisi awal ditunjukkan pada Tabel Tabel 4.15 Pengaturan level kombinasi awal Variabel proses Kombinasi awal Level Nilai AN 1 1 A ON 2 4 s OV 2 90 V SV 2 40 V Percobaan dengan menggunakan kombinasi awal dilakukan dengan replikasi sebanyak tiga kali. Hasil masing-masing dari percobaan pada kondisi awal ditunjukkan pada Tabel Tabel 4.16 Respon percobaan kondisi awal Percobaan Kerf LPB KP LR (mm) (mm 3 /min) ( m) ( m) Rata-rata Sumber: Hasil percobaan Langkah berikutnya yaitu perhitungan rasio S/N terhadap nilai-nilai respon yang diperoleh. Hasil perhitungan rasio S/N pda masing-masing respon percobaan pada kondisi awal ditunjukkan pada Tabel Tabel 4.17 Rasio S/N kombinasi awal Rasio S/N Kerf LPB KP LR Kombinasi awal Sumber: Hasil perhitungan 85

100 Setelah menghitung rasio S/N masing-masing respon kemudian dilakukan normalisasi terhadap rasio S/N untuk mendapatkan nilai GRC. Langkah terakhir adalah menentukan nilai GFRG untuk dibandingkan dengan nilai GFRG pada kondisi optimum. Tabel 4.18 menunjukkan nilai GFRG pada percobaan konfirmasi kondisi optimum adalah sebesar 0,8292 dan nilai GFRG pada percobaan dengan menggunakan kombinasi awal yaitu sebesar 0,5136. Berdasarkan nilai GFRG yang diperoleh menunjukkan bahwa setelah dilakukan optimasi nilai GFRG mengalami peningkatan sebesar 61,45% dibandingkan dengan nilai GFRG sebelum dilakukan optimasi. Tabel 4.18 Perbandingan GFRG kondisi awal dan kondisi optimum GRC GFRG Kerf LPB KP LR Kombinasi awal Kombinasi optimum Peningkatan % Sumber: Hasil perhitungan Karakteristik kualitas semakin kecil semakin baik dari respon kerf, KP dan LR telah terpenuhi. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya penurunan nilai dari masing-masing respon secara individu setelah dilakukan optimasi. Besarnya penurunan nilai dari masing-masing respon kerf, KP dan LR berturut-turut adalah sebesar 8,06%, 28,27% dan 30,46%. Karakteristik kualitas semakin besar semakin baik dari respon LPB secara individu hal ini belum terpenuhi, karena terjadi penurunan nilai sebesar 51,01%. Perbandingan nilai masing-masing respon secara individu sebelum dan setelah dilakukan optimasi ditunjukkan pada Tabel Tabel 4.19 Perbandingan respon individu pada kondisi awal dan kondisi optimum Kombinasi Kombinasi Variabel respon Keterangan awal optimum Kerf % Turun LPB % Turun KP % Turun LR % Turun Sumber: Hasil perhitungan 86

101 Untuk menguji bahwa nilai respon pada kombinasi awal dengan respon pada kondisi optimum adalah berbeda, maka perlu dilakukan validasi secara statistik. Adapun uji statistik yang digunakan adalah sebagai berikut: a) Uji kenormalan H0 : Data berdistribusi normal H1 : Data tidak berdistribusi normal H0 ditolak jika p-value lebih kecil dari pada α = 0,05. Hasil uji kenormalan data pada masing-masing respon untuk kombinasi awal ditunjukkan pada Tabel 4.20 dan untuk kombinasi optimum ditunjukkan pada Tabel Tabel 4.20 Hasil uji kenormalan data pada kombinasi awal Respon P-value Keterangan Kesimpulan Kerf H 0 gagal ditolak Berdistribusi normal LPB > H 0 gagal ditolak Berdistribusi normal KP > H 0 gagal ditolak Berdistribusi normal LR > H 0 gagal ditolak Berdistribusi normal Sumber: Hasil perhitungan Tabel 4.21 Hasil uji kenormalan data pada kombinasi optimum Respon P-value Keterangan Kesimpulan Kerf > H 0 gagal ditolak Berdistribusi normal LPB > H 0 gagal ditolak Berdistribusi normal KP > H 0 gagal ditolak Berdistribusi normal LR > H 0 gagal ditolak Berdistribusi normal Sumber: Hasil perhitungan Tabel 4.20 dan Tabel 4.21 menunjukkan bahwa nilai P-value untuk masingmasing respon baik pada kombinasi awal maupun pada kombinasi optimum adalah lebih besar dari α = 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pada kombinasi awal dan data pada kombinasi optimum adalah berdistribusi normal. 87

102 b) Uji kesamaan variansi H0 : = H1 : H0 ditolak jika p-value lebih kecil dari pada α = 0,05. Hasil uji kesamaan variansi antara data pada kombinasi awal dan data pada kombinasi optimum untuk masing-masing respon ditunjukkan pada Tabel Tabel 4.22 Hasil uji kesamaan variasi Respon P-value Keterangan Kesimpulan Kerf H 0 gagal ditolak Variansi sama LPB H 0 gagal ditolak Variansi sama KP H 0 gagal ditolak Variansi sama LR H 0 gagal ditolak Variansi sama Sumber: Hasil perhitungan Tabel 4.22 menunjukkan bahwa P-value pada masing-masing respon adalah lebih besar dari α = 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data dari kedua sumber, yaitu kombinasi awal dan kombinasi optimum memiliki variansi yang sama. c) Uji kesamaan rata-rata H0 : μ1 = μ2 H1 : μ1 μ2 H0 ditolak jika p-value lebih kecil dari pada α = 0,05. Hasil uji kesamaan rata-rata antara data pada kombinasi awal dan data pada kombinasi optimum untuk masing-masing respon ditunjukkan pada Tabel Tabel 4.23 Hasil uji kesamaan rata-rata Respon P-value Keterangan Kesimpulan Kerf H 0 ditolak Rata-rata tidak sama LPB H 0 ditolak Rata-rata tidak sama KP H 0 ditolak Rata-rata tidak sama LR H 0 ditolak Rata-rata tidak sama Sumber: Hasil perhitungan 88

103 Berdasarkan hasil pengujian kesamaan rata-rata yang ditunjukkan pada Tabel 4.25, nilai p-value untuk masing-masing respon adalah kurang dari α = 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara statistik dengan tingkat keyakinan 95% nilai rata-rata masing-masing respon pada kondisi awal dengan nilai rata-rata masing-masing respon pada kondisi optimum adalah berbeda Pembahasan Pengaruh Variabel-variabel Proses Terhadap Multi Respon Penelitian ini dilakukan pada proses pemotongan baja perkakas Buderus 2080 dengan menggunakan proses pemesinan WEDM. Analisis variansi pengaruh variabel proses AN, ON, OV dan SV terhadap multirespon (GFRG) ditunjukkan pada Tabel Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel proses ON memiliki pengaruh yang paling besar terhadap nilai GFRG. Variabel proses ON memiliki kontribusi terhadap total variansi sebesar 63,20%. Selanjutnya, variabel proses OV memberikan kontribusi sebesar 14,19%, varibel proses SV memberikan kontribusi sebesar 6,45%, dan varibel proses AN memberikan kontribusi sebesar 4,00%. Tabel 4.10 juga menunjukkan bahwa error memberikan kontribusi yang relatif cukup besar, yaitu 12,15%. Hal ini berarti bahwa masih ada variabel-variabel lain yang memiliki pengaruh terhadap respon yang diamati. Variabel-variabel tersebut biasa dikenal sebagai faktor noise, yaitu variabelvariabel yang sulit atau bahkan tidak bisa dikendalikan. Contoh dari faktorfaktor noise pada WEDM antara lain seperti kemurnian dari cairan dielektrik, temperatur cairan dielektrik dan tekanan flushing. Penentuan nilai-nilai level dari variabel-variabel proses yang kurang tepat juga bisa mengakibatkan variabel-variabel tersebut menjadi tidak signifikan atau besar kontribusi variabel-variabel terhadap total variansi respon yang diteliti menjadi relatif kecil. 89

104 Pengaruh Variabel-variabel Proses Terhadap Respon Individu Pengaruh dari variabel-variabel proses yang meliputi AN, ON, OV dan SV terhadap respon individu kerf, LPB, KP dan LR dapat diketahui dengan membandingkan data yang diperoleh dari percobaan pada kondisi optimum dan kondisi awal seperti ditunjukkan pada Tabel (a) (b) Gambar 4.9 SEM lebar pemotongan (kerf) (a) kerf pada kondisi awal (AN 1ON 2OV 2SV 2) dengan nilai rata-rata total sebesar 0,347 mm. (b) kerf pada kondisi optimum (AN 1ON 1OV 1SV 1) dengan nilai rata-rata total sebesar 0,319 mm. Foto SEM pada Gambar 4.9(a) menunjukkan lebar pemotongan yang dihasilkan dari proses pemotongan dengan menggunakan kombinasi awal (AN1ON2OV2SV2) dan kondisi optimum (AN1ON1OV1SV1) ditunjukkan pada Gambar 4.9(b). Nilai rata-rata lebar pemotongan yang terjadi pada kombinasi optimum adalah sebesar 0,319 mm, nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai rata-rata lebar pemotongan pada kombinasi awal, yaitu sebesar 0,347 mm. 90

105 (a) KP pada kondisi awal (AN1ON2OV2SV2) dengan nilai rata-rata total sebesar 1,91 m. (a) KP pada kondisi optimum (AN1ON1OV1SV1) dengan nilai rata-rata total sebesar 1,37 m. Gambar 4.10 SEM kekasaran permukaan (KP) Gambar 4.10(a) menunjukkan foto SEM kekasaran permukaan yang terjadi pada pengaturan kombinasi awal (AN1ON2OV2SV2) dan Gambar 4.10(b) pada pengaturan kombinasi optimum (AN 1ON 1OV 1SV 1). Pengaturan nilai variabel proses AN, ON dan OV yang lebih kecil menyababkan energi yang digunakan untuk mengikis permukaan benda kerja juga akan semakin kecil. Sebagai akibatnya nilai rata-rata kekasaran permukaan yang dihasilkan pada kombinasi optimum yaitu sebesar 1,37 m lebih kecil dibandingkan dengan kombinasi awal yaitu sebesar 1,91 m. (a) LR pada kondisi awal (AN1ON2OV2SV2) dengan nilai rata-rata total sebesar 6,989 m. (a) LR pada kondisi optimum (AN1ON1OV1SV1) dengan nilai rata-rata total sebesar 4,860 m. Gambar 4.11 SEM lapisan recast (LR) 91

106 Tebal lapisan recast yang dihasilkan oleh variasi kombinasi variabel proses dapat diukur berdasarkan foto SEM yang diperoleh. Gambar 4.11(a) menunjukkan tebal lapisan recast pada kombinasi awal (AN1ON2OV2SV2) dan tebal lapisan recast pada kombimasi optimum (AN 1ON 1OV 1SV 1) ditunjukkan pada Gambar 4.11(b). Pada kombinasi optimum nilai variabel proses lebih kecil dibandingkan dengan kombinasi awal. Energi yang dihasilkan untuk mengikis benda kerja akan semakin kecil sehingga tebal lapisan recast yang dihasilkan juga semakin kecil. Nilai rata-rata tebal lapisan recast yang terjadi pada kondisi awal adalah sebesar 6,989 m dan rata-rata tebal lapisan recast pada kondisi optimum adalah sebesar 4,860 m. Pembahasan lebih dalam mengenai pengaruh dari masing-masing variabel proses terhadap masing-masing respon secara individu adalah sebagai berikut: a. Variabel proses arc on time (AN) Variabel proses AN adalah variabel proses yang mengatur besarnya arus tambahan pada proses pemotongan WEDM. Nilai AN yang lebih besar akan menghasilkan energi yang digunakan untuk mengikis benda kerja menjadi lebih besar. Hal ini akan membuat waktu proses pemotongan menjadi lebih singkat. Energi yang lebih besar akan menyebabkan panas terkonduksi lebih dalam. Lapisan HAZ yang terbentuk menjadi lebih tebal sehingga lapisan recast yang terbentuk juga akan semakin tebal. Selain itu, benda kerja yang terkikis akan semakin banyak dan kawah yang terbentuk pada permukaan benda kerja juga akan semakin dalam. Hal ini akan menyebabkan lebar pemotongan menjadi lebih besar dan kekasaran permukaan menjadi lebih tinggi. 92

107 b. Variabel proses on time (ON) Proses pemotongan pada proses pemesinan WEDM hanya terjadi pada saat on time, nilai ON yang lebih besar akan mengakibatkan terjadinya waktu peloncatan bunga api listrik yang semakin panjang. Hal ini akan menyebabkan semakin banyaknya benda kerja yang terkikis dalam setiap satuan waktu, sehingga waktu pemotongan benda kerja menjadi semakin singkat. Semakin besar nilai ON, maka energi yang dihasilkan juga akan semakin besar. Energi yang besar akan membuat benda kerja terkikis semakin banyak sehingga lebar pemotongan yang terjadi juga akan semakin besar. Energi yang lebih besar juga akan menyebabkan panas terkonduksi lebih dalam. Lapisan HAZ yang terbentuk menjadi lebih tebal sehingga lapisan recast yang terbentuk juga akan semakin tebal. Selain itu, energi yang lebih besar akan membuat kawah yang terbentuk pada permukaan benda kerja semakin dalam, sehingga kekasaran permukaan yang dihasilkan juga semakin tinggi. c. Variabel proses open voltage (OV) Pada proses pemotongan WEDM benda kerja dan kawat elektroda tidak saling bersentuhan dan dipisahkan oleh cairan dielektrik. Loncatan bunga api listrik akan terjadi ketika beda potensial cukup untuk mengionisasi cairan dielektrik. Beda potensial tersebut sangat menentukan besarnya energi loncatan bunga api listrik dan ditentukan oleh nilai OV yang diberikan. Semakin besar nilai OV, maka semakin besar pula beda potensial yang terjadi. Dengan demikian, energi yang digunakan untuk mengikis benda kerja akan semakin besar. Hal ini juga akan membuat waktu proses pemotongan menjadi semakin singkat. Selain itu, benda kerja yang terkikis semakin banyak dan kawah yang terbentuk pada permukaan benda kerja juga akan semakin dalam. Sebagai akibatnya lebar pemotongan menjadi lebih besar dan kekasaran permukaan menjadi lebih tinggi. 93

108 d. Variabel proses servo voltage (SV) Servo voltage adalah variabel yang digunakan untuk menentukan seberapa cepat respon pemakanan untuk mengubah kondisi pemotongan. Semakin kecil SV maka semakin cepat proses pemotongan, tetapi gap akan semakin kecil dan akan menyebabkan kawat putus. Dengan kata lain SV berfungsi untuk menjaga seberapa besar gap agar tidak terjadi kawat putus. Pengikisan benda kerja selama proses pemotongan membuat jarak antara benda dan elektroda menjadi lebar. Hal ini tentu saja akan membuat beda potensial antara benda kerja dan kawat elektroda menjadi lebih kecil. Untuk mengatasi hal tersebut, jarak antara benda kerja dan kawat elektroda dapat diatur dengan menentukan besar tegangan referensi. Besar tegangan referensi tersebut diatur dengan melakukan pengaturan nilai SV. Dengan nilai SV yang kecil, maka servo control akan berusaha untuk memperoleh beda potensial yang sesuai dengan tegangan referensi pada jarak yang sempit. Sebagai akibatnya, kecepatan pemotongan akan meningkat sehingga waktu yang dibutuhkan akan semakin singkat. Selain itu, lebar pemotongan akan semakin sempit dan kekasaran permukaan yang dihasilkan juga akan semakin kecil. 94

109 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan, proses optimasi, percobaan konfirmasi dan analisis yang telah dilakukan, maka dari penelitian yang berjudul Optimasi Multi Respon pada Proses Pemesinan Wire Electrical Discharge Machining (WEDM) Baja Perkakas Buderus 2080 dengan Menggunakan Metode Taguchi-grey-fuzzy, ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Kontribusi variabel-variabel proses dalam mengurangi variasi total dari respon laju pengerjaan bahan, lebar pemotongan, kekasaran permukaan dan tebal lapisan recast secara serentak adalah sebagai berikut: On time sebesar 63,20% Open voltage sebesar 14,19% Servo voltage sebesar 6,45% Arc on time sebesar 4,00% 2. Pengaturan kombinasi variabel-variabel proses yang secara signifikan dapat memaksimumkan laju pengerjaan bahan, meminimumkan lebar pemotongan, kekasaran permukaan dan tebal lapisan recast secara serentak adalah sebagai berikut: Arc on time pada 1 A On time pada 2 s Open voltage pada 75 volt Servo voltage pada 30 volt 95

110 5.2. Saran Adapun saran yang dapat diberikan setelah melakukan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Metode optimasi multi respon dalam penelitian ini adalah grey relational analysis dan Logika fuzzy. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan metode-metode optimasi yang lain sebagai perbandingan. 2. Pada penelitian ini kontribusi error masih sebesar 12,15%, maka pada penelitian selanjutnya disarankan untuk memperhitungkan faktor-faktor noise seperti kemurnian cairan dielektrik, temperatur cairan dielektrik dan tekanan flushing untuk mengurangi besarnya error. 3. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk mencoba menggunakan level variabel-variabel proses dengan rentang yang berbeda untuk membandingkan besarnya kontribusi variabel proses dalam mengurangi variasi total respon yang diteliti. 96

111 LAMPIRAN 1 DATA SPESIFIKASI MESIN WIRE CUT EDM CHMER G32F Tabel L1. Spesifikasi mesin WEDM CHMER CW32GF Sumber: Instruction Manual Book Wire cut EDM CHMER CW32GF 99

112 LAMPIRAN 2 CUTTING DATA DESCRIPTION Tabel L2. Cutting data description pada mesin WEDM CHMER CW32GF SIMBOL VARIABEL OV LP Open voltage Low power 0 ~ 15 (70V ~ 140V) KETERANGAN 0 = 70V 8 = 110V 1 = 75V 9 = 115V 2 = 80V 10 = 120V 3 = 85V 11 = 125V 4 = 90V 12 = 130V 5 = 95V 13 = 135V 6 = 100V 14 = 140V 7 = 105V 15 = 145V 0 ~ 30 LP = 0 LP = 1 LP = 2 LP = 20 LP = 3~9 LP = 10 LP = 11 LP = 12 LP = 30 LP = 13~29 ON On time 1 s ~ 10 s OFF Off time 7 s ~ 50 s AN Arc on time 1 ~ 7 AFF Arc off time 3 ~ 50 SV Servo voltage 10V ~ 75V FR Feedrate override 0 ~50 DC rough cutting DC spark alignment DC fine cutting DC moderate cutting N/A (Not Available) AC rough cutting AC spark alignment AC fine cutting AC moderate cutting Super finishing cutting 100

113 Tabel L2. Cutting data description pada mesin WEDM CHMER CW32GF (lanjutan) SIMBOL VARIABEL KETERANGAN 0 ~ 15 (slow fast) 0 = 0 mm/sec 8 = 170 mm/sec 1 = 0 mm/sec 9 = 200 mm/sec 2 = 5 mm/sec 10 = 220 mm/sec WF Wire feed 3 = 25 mm/sec 11 = 250 mm/sec 4 = 60 mm/sec 12 = 290 mm/sec 5 = 90 mm/sec 13 = 300 mm/sec 6 = 110 mm/sec 14 = 330 mm/sec 7 = 140 mm/sec 15 = 340 mm/sec 0 ~ 15 0 = 490 g 8 = 1000 g 1 = 490 g 9 = 1180 g 2 = 490 g 10 = 1390 g WT Wire tension 3 = 520 g 11 = 1610 g 4 = 560 g 12 = 1840 g 5 = 630 g 13 = 2060 g 6 = 730 g 14 = 2200 g 7 = 870 g 15 = 2400 g WL Wire flow 0 ~ 7 (weak strong) FM Feedrate mode FM = 0 (servo) FM = 1 (constant) F Feedrate 0 ~ 500 mm/min (valid only when FM = 1) Sumber: Instruction Manual Book Wire cut EDM CHMER CW32GF 101

114 LAMPIRAN 3 DATA WAKTU PROSES PEMOTONGAN Tabel L3. Waktu proses pemotongan REPLIKASI 1 REPLIKASI 2 Kombinasi Waktu (detik) Kombinasi Waktu (detik) Sumber: Hasil pengukuran 102

115 LAMPIRAN 4 DATA LEBAR PEMOTONGAN (KERF) & PANJANG PEMOTONGAN Tabel L4.1 Lebar dan panjang pemotongan replikasi 1 Komb. Panjang Mean Kerf mm Mean mm Sumber: Hasil pengukuran 103

116 Tabel L4.2 Lebar dan panjang pemotongan replikasi 2 Komb. Panjang Mean Kerf mm Mean mm Sumber: Hasil pengukuran 104

117 LAMPIRAN 5 DATA LAJU PENGERJAAN BAHAN (LPB) Tabel L5.1 Laju pengerjaan bahan replikasi 1 Komb. Kerf (a) mm Panjang (b) mm Tebal (c) mm Waktu (d) min LPB = (a.b.c)/d mm 3 /min

118 Tabel L5.2 Laju pengerjaan bahan replikasi 2 Komb. Kerf (a) mm Panjang (b) mm Tebal (c) mm Waktu (d) min LPB = (a.b.c)/d mm 3 /min

119 LAMPIRAN 6 DATA KEKASARAN PERMUKAAN (KP) Tabel L6. Kekasaran permukaan Komb. REPLIKASI 1 Mean REPLIKASI m Mean m

120 108 Tabel L7.1 Tebal lapisan recast replikasi 1 Komb. DATA TEBAL LAPISAN RECAST (KP) Tebal lapisan recast Mean m LAMPIRAN 7 108

121 Tabel L7.2 Tebal lapisan recast replikasi Komb. Tebal lapisan recast Mean m 109

122 LAMPIRAN 8A FOTO SCANNING ELECTRON MICROSCOPE (SEM) PADA LAPISAN RECAST (LR) REPLIKASI 1 Gambar L8A.1 LR kombinasi 1 Gambar L8A.2 LR kombinasi 2 Gambar L8A.3 LR kombinasi 3 Gambar L8A.4 LR kombinasi 4 Gambar L8A.5 LR kombinasi 5 Gambar L8A.6 LR kombinasi 6 110

123 Gambar L8A.7 LR kombinasi 7 Gambar L8A.8 LR kombinasi 8 Gambar L8A.9 LR kombinasi 9 Gambar L8A.10 LR kombinasi 10 Gambar L8A.11 LR kombinasi 11 Gambar L8A.12 LR kombinasi

124 Gambar L8A.13 LR kombinasi 13 Gambar L8A.14 LR kombinasi 14 Gambar L8A.15 LR kombinasi 15 Gambar L8A.16 LR kombinasi 16 Gambar L8A.17 LR kombinasi 17 Gambar L8A.18 LR kombinasi

125 LAMPIRAN 8B FOTO SCANNING ELECTRON MICROSCOPE (SEM) PADA LAPISAN RECAST (LR) REPLIKASI 2 Gambar L8B.1 LR kombinasi 1 Gambar L8B.2 LR kombinasi 2 Gambar L8B.3 LR kombinasi 3 Gambar L8B.4 LR kombinasi 4 Gambar L8B.5 LR kombinasi 5 Gambar L8B.6 LR kombinasi 6 113

126 Gambar L8B.7 LR kombinasi 7 Gambar L8B.8 LR kombinasi 8 Gambar L8B.9 LR kombinasi 9 Gambar L8B.10 LR kombinasi 10 Gambar L8B.11 LR kombinasi 11 Gambar L8B.12 LR kombinasi

127 Gambar L8B.13 LR kombinasi 13 Gambar L8B.14 LR kombinasi 14 Gambar L8B.15 LR kombinasi 15 Gambar L8B.16 LR kombinasi 16 Gambar L8B.17 LR kombinasi 17 Gambar L8B.18 LR kombinasi

128 LAMPIRAN 9 DATA PERCOBAAN AWAL DAN PERCOBAAN KONFIRMASI Tabel L9.1 Lebar pemotongan (kerf) kombinasi awal (AN 1ON 2OV 2SV 2) Trial Kerf Mean mm Tabel L9.2 Lebar pemotongan (kerf) kombinasi optimum (AN 1ON 1OV 1SV 1) Trial Kerf (mm) Mean mm Tabel L9.3 Laju pengerjaan bahan (LPB) kombinasi awal (AN 1ON 2OV 2SV 2) Panjang Mean Kerf Tebal Waktu LPB Trial mm mm mm min mm 3 /min (a) (b) (c) (d) [(a.b.c)/d] Tabel L9.4 Laju pengerjaan bahan (LPB) kombinasi optimum (AN 1ON 1OV 1SV 1) Panjang Mean Kerf Tebal Waktu LPB Trial mm mm mm min mm 3 /min (a) (b) (c) (d) [(a.b.c)/d]

129 Tabel L9.5 Kekasaran permukaan Komb. AWAL Mean OPTIMUM m Mean m Tabel L9.6 Tebal lapisan recast kombinasi awal (AN 1ON 2OV 2SV 2) 117 Trial Tebal lapisan recast Mean m Tabel L9.7 Tebal lapisan recast kombinasi optimum (AN 1ON 1OV 1SV 1) Trial Tebal lapisan recast Mean m

130 LAMPIRAN 10 FOTO SCANNING ELECTRON MICROSCOPE (SEM) PERCOBAAN AWAL PERCOBAAN KONFIRMASI Gambar L10.1 Kombinasi awal 1 Gambar L10.2 Kombinasi optimum 1 Gambar L10.3 Kombinasi awal 2 Gambar L10.4 Kombinasi optimum 2 Gambar L10.5 Kombinasi awal 3 Gambar L10.6 Kombinasi optimum 3 118

131 LAMPIRAN 11A ANALISIS RESPON INDIVIDU LEBAR PEMOTONGAN (KERF) Tabel L11A. ANAVA rasio S/N untuk lebar pemotongan (kerf) Variabel proses df SS MS F P-value % Kontribusi AN ON OV SV Error Total Main Effects Plot AN ON Mean OV SV Gambar L11A. Main effect plot rasio S/N untuk kerf 119

132 LAMPIRAN 11B ANALISIS RESPON INDIVIDU LAJU PENGERJAAN BAHAN (LPB) Tabel L11B. ANAVA rasio S/N untuk laju pengerjaan bahan (LPB) Variabel proses df SS MS F P-value % Kontribusi AN ON OV SV Error Total Main Effects Plot AN ON Mean OV SV Gambar L11B. Main effect plot rasio S/N untuk LPB 120

133 LAMPIRAN 11C ANALISIS RESPON INDIVIDU KEKASARAN PERMUKAAN (KP) Tabel L11C. ANAVA rasio S/N untuk kekasaran permukaan (KP) Variabel proses df SS MS F P-value % Kontribusi AN ON OV SV Error Total Main Effects Plot 6 AN ON Mean 6 1 OV SV Gambar L11C. Main effect plot rasio S/N untuk KP 121

134 LAMPIRAN 11D ANALISIS RESPON INDIVIDU TEBAL LAPISAN RECAST (LR) Tabel L11D. ANAVA rasio S/N untuk tebal lapisan recast (LR) Variabel proses df SS MS F P-value % Kontribusi AN ON OV SV Error Total Main Effects Plot 7 AN ON Mean OV SV Gambar L11D. Main effect plot rasio S/N untuk LR 122

135 LAMPIRAN 12A UJI KESAMAAN RATA-RATA PENGATURAN KOMBINASI AWAL DENGAN PENGATURAN KOMBINASI OPTIMUM LEBAR PEMOTONGAN (KERF) Langkah-langkah dari uji kesamaan rata-rata adalah sebagai berikut: a) Uji kenormalan data Probability Plot of KerfA Normal Mean StDev N 3 KS P-Value Percent KerfA Gambar L12A.1 Probability plot dari respon kerf kombinasi awal Probability Plot of KerfO Normal Mean StDev N 3 KS P-Value >0.150 Percent KerfO Gambar L12A.2 Probability plot dari respon kerf kombinasi optimum Nilai p-value lebih besar dari α=0,05 maka H0 gagal ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa data kerf pada kombinasi awal dan pada kombinasi optimum berdistribusi normal. 123

136 b) Uji kesamaan variansi Test and CI for Two Variances: KerfA, KerfO Method Null hypothesis Variance(KerfA) / Variance(KerfO) = 1 Alternative hypothesis Variance(KerfA) / Variance(KerfO) not = 1 Significance level Alpha = 0.05 Statistics Variable N StDev Variance KerfA KerfO Ratio of standard deviations = Ratio of variances = % Confidence Intervals CI for Distribution CI for StDev Variance of Data Ratio Ratio Normal (0.061, 2.360) (0.004, 5.571) Continuous ( *, *) ( *, *) Tests Test Method DF1 DF2 Statistic P-Value F Test (normal) Levene's Test (any continuous) Nilai p-value lebih besar dari α=0,05 maka H0 gagal ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa data kerf pada kombinasi awal dan pada kombinasi optimum memiliki variansi yang sama. c) Uji kesamaan rata-rata Two-sample T for KerfA vs KerfO N Mean StDev SE Mean KerfA KerfO Difference = mu (KerfA) - mu (KerfO) Estimate for difference: % CI for difference: ( , ) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = P-Value = DF = 4 Both use Pooled StDev = Nilai p-value kurang dari α=0,05 maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata kerf pada kombinasi awal dan nilai rata-rata kerf pada kombinasi optimum adalah berbeda. 124

137 LAMPIRAN 12B UJI KESAMAAN RATA-RATA PENGATURAN KOMBINASI AWAL DENGAN PENGATURAN KOMBINASI OPTIMUM LAJU PENGERJAAN BAHAN (LPB) Langkah-langkah dari uji kesamaan rata-rata adalah sebagai berikut: a) Uji kenormalan data Probability Plot of LPBA Normal Mean StDev N 3 KS P-Value >0.150 Percent LPBA Gambar L12B.1 Probability plot dari respon LPB kombinasi awal Probability Plot of LPBO Normal Mean StDev N 3 KS P-Value >0.150 Percent LPBO Gambar L12B.2 Probability plot dari respon LPB kombinasi optimum Nilai p-value lebih besar dari α=0,05 maka H0 gagal ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa data LPB pada kombinasi awal dan pada kombinasi optimum berdistribusi normal. 125

138 b) Uji kesamaan variansi Test and CI for Two Variances: LPBA, LPBO Method Null hypothesis Variance(LPBA) / Variance(LPBO) = 1 Alternative hypothesis Variance(LPBA) / Variance(LPBO) not = 1 Significance level Alpha = 0.05 Statistics Variable N StDev Variance LPBA LPBO Ratio of standard deviations = Ratio of variances = % Confidence Intervals Distribution CI for StDev CI for of Data Ratio Variance Ratio Normal (0.571, ) (0.326, ) Continuous ( *, *) ( *, *) Tests Test Method DF1 DF2 Statistic P-Value F Test (normal) Levene's Test (any continuous) Nilai p-value lebih besar dari α=0,05 maka H0 gagal ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa data LPB pada kombinasi awal dan pada kombinasi optimum memiliki variansi yang sama. c) Uji kesamaan rata-rata Two-sample T for LPBA vs LPBO N Mean StDev SE Mean LPBA LPBO Difference = mu (LPBA) - mu (LPBO) Estimate for difference: % CI for difference: (6.0519, ) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = P-Value = DF = 4 Both use Pooled StDev = Nilai p-value kurang dari α=0,05 maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata LPB pada kombinasi awal dan nilai rata-rata LPB pada kombinasi optimum adalah berbeda. 126

139 LAMPIRAN 12C UJI KESAMAAN RATA-RATA PENGATURAN KOMBINASI AWAL DENGAN PENGATURAN KOMBINASI OPTIMUM KEKASARAN PERMUKAAN (KP) Langkah-langkah dari uji kesamaan rata-rata adalah sebagai berikut: a) Uji kenormalan data Probability Plot of KPA Normal Mean StDev N 3 KS P-Value >0.150 Percent KPA Gambar L12C.1 Probability plot dari respon KP kombinasi awal Probability Plot of KPO Normal Mean StDev N 3 KS P-Value >0.150 Percent KPO Gambar L12C.2 Probability plot dari respon KP kombinasi optimum Nilai p-value lebih besar dari α=0,05 maka H0 gagal ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa data KP pada kombinasi awal dan pada kombinasi optimum berdistribusi normal. 127

140 b) Uji kesamaan variansi Test and CI for Two Variances: KPA, KPO Method Null hypothesis Variance(KPA) / Variance(KPO) = 1 Alternative hypothesis Variance(KPA) / Variance(KPO) not = 1 Significance level Alpha = 0.05 Statistics Variable N StDev Variance KPA KPO Ratio of standard deviations = Ratio of variances = % Confidence Intervals CI for Distribution CI for StDev Variance of Data Ratio Ratio Normal (0.160, 6.245) (0.026, ) Continuous ( *, *) ( *, *) Tests Test Method DF1 DF2 Statistic P-Value F Test (normal) Levene's Test (any continuous) Nilai p-value lebih besar dari α=0,05 maka H0 gagal ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa data KP pada kombinasi awal dan pada kombinasi optimum memiliki variansi yang sama. c) Uji kesamaan rata-rata Two-sample T for KPA vs KPO N Mean StDev SE Mean KPA KPO Difference = mu (KPA) - mu (KPO) Estimate for difference: % CI for difference: (0.5054, ) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = P-Value = DF = 4 Both use Pooled StDev = Nilai p-value kurang dari α=0,05 maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata KP pada kombinasi awal dan nilai rata-rata KP pada kombinasi optimum adalah berbeda. 128

141 LAMPIRAN 12D UJI KESAMAAN RATA-RATA PENGATURAN KOMBINASI AWAL DENGAN PENGATURAN KOMBINASI OPTIMUM TEBAL LAPISAN RECAST (LR) Langkah-langkah dari uji kesamaan rata-rata adalah sebagai berikut: a) Uji kenormalan data Probability Plot of LRA Normal Mean StDev N 3 KS P-Value >0.150 Percent LRA Gambar L12D.1 Probability plot dari respon LR kombinasi awal Probability Plot of LRO Normal Mean StDev N 3 KS P-Value >0.150 Percent LRO Gambar L12D.2 Probability plot dari respon LR kombinasi optimum Nilai p-value lebih besar dari α=0,05 maka H0 gagal ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa data LR pada kombinasi awal dan pada kombinasi optimum berdistribusi normal. 129

142 b) Uji kesamaan variansi Test and CI for Two Variances: LRA, LRO Method Null hypothesis Variance(LRA) / Variance(LRO) = 1 Alternative hypothesis Variance(LRA) / Variance(LRO) not = 1 Significance level Alpha = 0.05 Statistics Variable N StDev Variance LRA LRO Ratio of standard deviations = Ratio of variances = % Confidence Intervals Distribution CI for StDev CI for of Data Ratio Variance Ratio Normal (0.310, ) (0.096, ) Continuous ( *, *) ( *, *) Tests Test Method DF1 DF2 Statistic P-Value F Test (normal) Levene's Test (any continuous) Nilai p-value lebih besar dari α=0,05 maka H0 gagal ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa data LR pada kombinasi awal dan pada kombinasi optimum memiliki variansi yang sama. c) Uji kesamaan rata-rata Two-sample T for LRA vs LRO N Mean StDev SE Mean LRA LRO Difference = mu (LRA) - mu (LRO) Estimate for difference: % CI for difference: (1.833, 2.433) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = P-Value = DF = 4 Both use Pooled StDev = Nilai p-value kurang dari α=0,05 maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata LR pada kombinasi awal dan nilai rata-rata LR pada kombinasi optimum adalah berbeda. 130

143 LAMPIRAN 13 SERTIFIKAT MATERIAL BAJA PERKAKAS BUDERUS

144 LAMPIRAN 14 SERTIFIKAT PERLAKUAN PANAS MATERIAL 132

145 DAFTAR PUSTAKA Bagiasna, K. (1979), Proses-proses Nonkonvensional, Departemen Teknik Mesin ITB, Bandung. Ghodsiyeh, D., Golshan, A., Shirvanehdeh, J. A. (2013), Review on Current Research Trends in Wire Electrical Discharge Machining (WEDM), Indian Journal of Science and Technology, Vol. 6, hal Groover, M. P. (2002), Fundamentals of Modern Manufacturing, 2 nd edition, John Wiley and Sons, Inc., New York. Guitrau, E. B. (1997), The EDM Handbook, Hanser Gardner Publications, Cincinnati. Hassan, M. A., Mehat, M. S., Sharif, S., Daud, R., Tomadi, S. H., dan Reza, M. S. (2009), Study of The Surface Integrity of AISI 4140 Steel in Wire-Electrical Discharge Machining, Proceedings of the International Multi Conference of Engineers and Computer Scientists, Vol. II, hal Huang, J. T. dan Liao, Y. S. (2003), Optimization of Machining Parameters of Wire-EDM based on Grey Relational and Statistical Analysis, International Journal of Production Research, Vol 41, hal Kumar, A. dan Singh, D. K. (2012), Strategic Optimization and Investigation Effect of Process Parameters on Performance of Wire Electric Discharge Machine, International Journal of Engineering Science and Technology (IJEST), Vol. 4, hal Kusumadewi, S. dan Purnomo, H. (2010), Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan, Edisi kedua, Graha Ilmu, Yogyakarta. Lin, J. L. dan Lin, C. L. (2002), The Use of Orthogonal Array with Grey Relational Analysis to Optimize the Electrical Discharge Machining Process Performance with Multiple Characteristics, International Journal of Machine Tools and Manufacture, Vol. 42, hal Lusi, N. (2013), Optimasi Parameter Pemesinan Untuk Laju Pengerjaan Bahan, Lebar Pemotongan dan Kekasaran Permukaan Pada Proses Pemesinan Wire-Electrical Discharge Machining (WEDM) Meterial SKD61 dengan Metode Taguchi-Grey-Fuzzy, Tesis yang Tidak Dipublikasikan, Program Magister Teknik Mesin FTI ITS, Surabaya. Pandey, P. C. dan Shan, H. S. (1980), Modern Machining Processes, Tata McGraw- Hill Publishing Company Limited, New Delhi. Park, S. H. (1996), Robust Design and Analysis for Quality Engineering, 1 st edition, Chapman & Hall, London. 97

146 Puri, Y. M. dan Deshpande, N. V. (2004), Simultaneous Optimization of Multiple Quality Characteristics of WEDM Based on Fuzzy Logic and Taguchi Technique, Proceedings of the Fifth Asia Pacific Industrial Engineering and Management Systems Conference, hal Rochim, T. (2001), Proses Pemesinan, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Ross, P. J. (2008), Taguchi Techniques for Quality Engineering, McGraw-Hill Companies, Inc., Taiwan. Rupajati, P. (2013), Optimasi Tebal Lapisan Recast dan Kekasaran Permukaan pada Proses Pemesinan Wire Electrical Discharge Machining (Wire-EDM) Baja Perkakas AISI H13 dengan Menggunakan Metode Taguchi dan Logika Fuzzy serta Analisis Microcracks pada Benda Kerja, Tesis yang Tidak Dipublikasikan, Program Magister Teknik Mesin FTI ITS, Surabaya. Soejanto, I. (2009), Desain Eksperimen dengan Metode Taguchi, Graha Ilmu, Yogyakarta. Sommer, C. dan Sommer, S. (2005), Complete EDM Handbook, Advanced Publishing Inc., Houston. Tosun, N., Cogun, C., dan Tosun, G. (2004), A Study on Kerf and Material Removal Rate in Wire Electrical Discharge Machining based on Taguchi Method, Journal of Materials Processing Technology, Vol. 152, hal Zadeh, L. (1965), Fuzzy Sets, Jurnal Information and Control, Vol. 8, hal (2006), Instruction Manual Book Wirecut CHMER CW 32GF, Ching Hung Machinery and Electric Indutrial Co., Ltd. 98

147 BIODATA PENULIS Dhika Aditya Purnomo, dilahirkan di kota Ponorogo pada tanggal 07 Oktober Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Purnomo dan Ibu Susmiati. Pendidikan dasar ditempuh di SDN Brahu, lulus pada tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 2 Ponorogo, lulus pada tahun Pendidikan sekolah menengah atas ditempuh di SMA Negeri 2 Ponorogo sampai pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan D4 selama empat tahun di Perguruan Tinggi PPNS (Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya) jurusan Teknik Desain dan Manufaktur. Gelar sarjana sain terapan diperoleh setelah menamatkan pendidikannya pada tahun Pada tahun 2013 penulis melanjutkan studi S2 di ITS (Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya) tepatnya di jurusan Teknik Mesin program studi Rekayasa dan Sistem Manufaktur dengan program beasiswa Fresh Graduate. Saat ini penulis mempunyai keinginan untuk mengembangkan hasil dari tesisnya menjadi penelitian-penelitian lanjut di bidang proses manufaktur.

Tugas Akhir TM

Tugas Akhir TM Tugas Akhir TM - 091486 OPTIMASI LAJU PENGERJAAN BAHAN (LPB) DAN KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES WIRE-ELECTRIC DISCHARGE MACHINING MATERIAL SKD-11 DENGAN METODE TAGUCHI DAN LOGIKA FUZZY Jurusan Teknik

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR METALURGI TEKNIK MESIN - ITS

SIDANG TUGAS AKHIR METALURGI TEKNIK MESIN - ITS SIDANG METALURGI TEKNIK MESIN - ITS PENGARUH PROSES PEMOTONGAN MENGGUNAKAN WIRE-EDM TERHADAP LAPISAN RECAST DAN HEAT AFFECTED ZONE (HAZ) PADA BAJA HIGH SPEED STEEL (HSS) BOHLER MO RAPID EXTRA 1200 OLEH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. machining adalah proses pemotongan bahan dengan memanfaatkan energi

BAB I PENDAHULUAN. machining adalah proses pemotongan bahan dengan memanfaatkan energi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Electrical discharge machining (EDM) atau disebut juga spark machining adalah proses pemotongan bahan dengan memanfaatkan energi panas yang dihasilkan oleh loncatan

Lebih terperinci

Oleh : M. Mushonnif Efendi ( ) Dosen Pembimbing : Dr. Sony Sunaryo, M.Si.

Oleh : M. Mushonnif Efendi ( ) Dosen Pembimbing : Dr. Sony Sunaryo, M.Si. OPTIMASI WAKTU PEMOTONGAN BAJA HSS PADA WIRE-EDM MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI Oleh : M. Mushonnif Efendi (307 030 05) Dosen Pembimbing : Dr. Sony Sunaryo, M.Si. Prodi D3 STATISTIKA FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Besar Arus dan Arc On-Time Pada Electrical Discharge Machining (EDM) Sinking

Studi Pengaruh Besar Arus dan Arc On-Time Pada Electrical Discharge Machining (EDM) Sinking Studi Pengaruh Besar dan Arc On-Time Pada Electrical Discharge Machining (EDM) Sinking Terhadap Kekasaran Permukaan Benda Kerja dan Keausan Elektroda Roche Alimin, Juliana Anggono, Rinto Hamdrik Jurusan

Lebih terperinci

Kecepatan potong Kecepatan makan Kedalaman potong. Kekasaran Permukaan

Kecepatan potong Kecepatan makan Kedalaman potong. Kekasaran Permukaan Kecepatan potong Kecepatan makan Kedalaman potong Kekasaran Permukaan Kombinasi Parameter Respon Optimum Single Respon Multi Respon V vf a F Ra LPM Sifat mampu mesin yang baik. Kekerasan 170 210 HB. Kekerasannya

Lebih terperinci

OPTIMASI MULTIRESPON PROSES PEMESINAN WIRE-EDM PADA BAJA PERKAHAS HSS MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI

OPTIMASI MULTIRESPON PROSES PEMESINAN WIRE-EDM PADA BAJA PERKAHAS HSS MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI Bachtiar & Usman Dinata, Optimasi Multirespon Proses Pemesinan,... 19 OPTIMASI MULTIRESPON PROSES PEMESINAN WIRE-EDM PADA BAJA PERKAHAS HSS MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI Oleh: Bachtiar 1, Usman Dinata 2 1,2

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI JENIS MATERIAL ELEKTRODA TERHADAP PEFORMANSI PEMESINAN DRILLING EDM MENGGUNAKAN EDM TIPE RELAKSASI (RC)

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI JENIS MATERIAL ELEKTRODA TERHADAP PEFORMANSI PEMESINAN DRILLING EDM MENGGUNAKAN EDM TIPE RELAKSASI (RC) STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI JENIS MATERIAL ELEKTRODA TERHADAP PEFORMANSI PEMESINAN DRILLING EDM MENGGUNAKAN EDM TIPE RELAKSASI (RC) Adi Muttaqin 1) dan Suharjono 2) 1) Program Magister Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan teknologi, banyak material yang semakin sulit untuk dikerjakan dengan proses pemesinan konvensional. Selain tuntutan terhadap kualitas

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing Bambang Pramujati, S.T., M.Sc.Eng, Ph.D.

Dosen Pembimbing Bambang Pramujati, S.T., M.Sc.Eng, Ph.D. Muhammad Iska Rahman 2110106012 Dosen Pembimbing Bambang Pramujati, S.T., M.Sc.Eng, Ph.D. Ir. Bobby Oedy P. Soepangkat, MSc M.Sc, Ph.D. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

OPTIMASI PARAMETER PERMESINAN TERHADAP LAJU PEMBUANGAN MATERIAL DAN KETELITIAN UKURAN (OVERCUT) PADA PROSES ELECTRICAL DISCHARGE MACHINE (EDM)

OPTIMASI PARAMETER PERMESINAN TERHADAP LAJU PEMBUANGAN MATERIAL DAN KETELITIAN UKURAN (OVERCUT) PADA PROSES ELECTRICAL DISCHARGE MACHINE (EDM) //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //d //d //d //d OPTIMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Electrical discharge machining (EDM) yang merupakan metode

BAB I PENDAHULUAN. Electrical discharge machining (EDM) yang merupakan metode BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Electrical discharge machining (EDM) yang merupakan metode permesinan non-tradisional dan mulai dikembangkan diakhir tahun 1940-an, telah banyak digunakan diseluruh

Lebih terperinci

OPTIMASI MULTI RESPON DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI-GREY PADA PROSES FOAMING PRODUK SPONGE SHEET SLAA UNTUK MENURUNKAN BIAYA KERUGIAN

OPTIMASI MULTI RESPON DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI-GREY PADA PROSES FOAMING PRODUK SPONGE SHEET SLAA UNTUK MENURUNKAN BIAYA KERUGIAN OPTIMASI MULTI RESPON DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI-GREY PADA PROSES FOAMING PRODUK SPONGE SHEET SLAA UNTUK MENURUNKAN BIAYA KERUGIAN Andri Maulana Novianto 1*) dan Bobby Oedy P. Soepangkat 2) Manajemen

Lebih terperinci

Pengaruh Besar Arus Listrik Dan Tegangan Terhadap Kekasaran Permukaan Benda Kerja Pada Electrical Discharge Machining (EDM)

Pengaruh Besar Arus Listrik Dan Tegangan Terhadap Kekasaran Permukaan Benda Kerja Pada Electrical Discharge Machining (EDM) Pengaruh Besar Arus Listrik Dan Tegangan Terhadap Kekasaran Permukaan Benda Kerja Pada Electrical Discharge Machining (EDM) Dengan Metode Respon Surface P u r n o m o, Efrita AZ, Edi Suryanto Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia manufaktur khususnya pada pembuatan tool dalam industri mold

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia manufaktur khususnya pada pembuatan tool dalam industri mold 1 BAB I PENDAHULUAN 1 1. LATAR BELAKANG Electrical Discharge Machining (EDM) yang merupakan metode permesinan non-tradisional dan mulai dikembangkan di akhir tahun 1940an, telah banyak digunakan di seluruh

Lebih terperinci

MULTIRESPON PCR-TOPSIS

MULTIRESPON PCR-TOPSIS OPTIMALISASI PARAMETER TEKNIK PENGELASAN FLUX CORED ARC WELDING (FCAW) MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI MULTIRESPON PCR-TOPSIS SKRIPSI Disusun oleh : MEILIA KUSUMAWARDANI 24010211130027 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

A. Pengertian Electrical Discharge Machine

A. Pengertian Electrical Discharge Machine A. Pengertian Electrical Discharge Machine Electrical Discharge Machine merupakan mesin produksi non konvensional yang memanfaatkan proses konversi listrik dan panas, dimana energi listrik digunakan untuk

Lebih terperinci

Optimalisasi Kualitas Pemotongan Sudut Pada Mesin Wire Cutting Electric Discharge Machining (Edm)

Optimalisasi Kualitas Pemotongan Sudut Pada Mesin Wire Cutting Electric Discharge Machining (Edm) SEMINAR NASIONAL INOVASI DAN APLIKASI TEKNOLOGI DI INDUSTRI (SENIATI) 2016 ISSN : 2085-4218 Optimalisasi Kualitas Pemotongan Sudut Pada Mesin Wire Cutting Electric Discharge Machining (Edm) Eko Edy Susanto

Lebih terperinci

Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya

Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya Optimasi Parameter Mesin Laser Cutting terhadap Kekasaran dan Laju Pemotongan pada Alumunium 5083 Menggunakan Desain Eksperimen Taguchi Grey Analysis Method Fenisia Yushi D. 1, Pranowo Sidi. 2, dan Irma

Lebih terperinci

Pengaruh Arus Listrik Terhadap Temperatur Spesimen Dan Laju Pemotongan Pada Edm Drilling

Pengaruh Arus Listrik Terhadap Temperatur Spesimen Dan Laju Pemotongan Pada Edm Drilling Pengaruh Arus Listrik Terhadap Temperatur Spesimen Dan Laju Pemotongan Pada Edm Drilling Tjuk Oerbandono, Ari Noviyanto Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono 167 Malang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teknologi pemesinan saat ini telah berkembang sangat pesat, bermula pada tahun 1940-an dimana pembuatan produk benda masih menggunakan mesin perkakas konvensional

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL JIS G-3123 SS 41 DENGAN METODE TAGUCHI

PENGARUH KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL JIS G-3123 SS 41 DENGAN METODE TAGUCHI PENGARUH KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL JIS G-3123 SS 41 DENGAN METODE TAGUCHI Mustaqim 1, Kosjoko 2, Asmar Finali 3 1 Mahasiswa, 2 Dosen Pembimbing I, 3 Dosen Pembimbing II

Lebih terperinci

Optimasi Gaya Potong, Kekasaran Permukaan dan Laju Pengerjaan Material pada Proses Freis Tegak Baja AISI 1045 dengan Menggunakan Metode Taguchi-Grey

Optimasi Gaya Potong, Kekasaran Permukaan dan Laju Pengerjaan Material pada Proses Freis Tegak Baja AISI 1045 dengan Menggunakan Metode Taguchi-Grey Optimasi Gaya Potong, Permukaan dan Laju Pengerjaan Material pada Proses Freis Tegak Baja AISI 1045 dengan Menggunakan Metode Taguchi-Grey Ahmad Nur Shofa 1 *, Bambang Pramujati 1, Bobby O. P. Soepangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sudah menjadi kenyataan bahwa semua yang ada di sekitar dihasilkan dari material dan kita tergantung pada dan dibatasi juga oleh material. Revolusi material dimulai

Lebih terperinci

Optimasi Parameter Proses Pemotongan Acrylic terhadap Kekasaran Permukaan Menggunakan Laser Cutting Dengan Metode Response Surface

Optimasi Parameter Proses Pemotongan Acrylic terhadap Kekasaran Permukaan Menggunakan Laser Cutting Dengan Metode Response Surface Optimasi Parameter Proses Pemotongan Acrylic terhadap Kekasaran Permukaan Menggunakan Laser Cutting Dengan Metode Response Surface Moh. Muria Armansyah S. 1*, Endang Pudji Purwanti 2, dan Bayu Wiro Karuniawan

Lebih terperinci

Pengaruh Wire Tension Electrode Pada Mesin Wire EDM Terhadap Kepresisian Pemotongan

Pengaruh Wire Tension Electrode Pada Mesin Wire EDM Terhadap Kepresisian Pemotongan Pengaruh Wire Tension Electrode Pada Mesin Wire EDM Terhadap Kepresisian Pemotongan Eko Edy Susanto 1, Stevani Ardi Putro 2 Program Studi Teknik Mesin, e-mail: ekoedys@yahoo.co.id ABSTRAK Wire Electric

Lebih terperinci

OPTIMASI KUAT TEKAN DAN DAYA SERAP AIR DARI BATAKO YANG MENGGUNAKAN BOTTOM ASH DENGAN PENDEKATAN RESPON SERENTAK

OPTIMASI KUAT TEKAN DAN DAYA SERAP AIR DARI BATAKO YANG MENGGUNAKAN BOTTOM ASH DENGAN PENDEKATAN RESPON SERENTAK OPTIMASI KUAT TEKAN DAN DAYA SERAP AIR DARI BATAKO YANG MENGGUNAKAN BOTTOM ASH DENGAN PENDEKATAN RESPON SERENTAK Ricky Afi Damaris (), Bobby O. P. Soepangkat () Mahasiswa MMT ITS, Staf Pengajar MMT ITS

Lebih terperinci

DESAIN EKSPERIMEN PADA MESIN ELECTRICAL DISCHARGE MACHINING SKM ZNC T50

DESAIN EKSPERIMEN PADA MESIN ELECTRICAL DISCHARGE MACHINING SKM ZNC T50 DESAIN EKSPERIMEN PADA MESIN ELECTRICAL DISCHARGE MACHINING SKM ZNC T50 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Teknik Industri Disusun oleh: Rahmad Puji Utomo 11

Lebih terperinci

Pembimbing : Prof. Dr. Ing. Suhardjono MSc. Oleh : Dwi Rahmad F. NRP:

Pembimbing : Prof. Dr. Ing. Suhardjono MSc. Oleh : Dwi Rahmad F. NRP: Pembimbing : Prof. Dr. Ing. Suhardjono MSc. Oleh : Dwi Rahmad F. NRP: 2103100011 Latar Belakang Masalah Ketidakmampuan pemesinan konvensional mengerjakan produk dengan kekerasan tinggi dengan bentuk yang

Lebih terperinci

PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60

PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60 PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60 Hasrin Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl.Banda

Lebih terperinci

Parkway Street Batam Centre, Batam Jalan Kalimantan No.37, Jember. Jalan Kalimantan No.37, Jember

Parkway Street Batam Centre, Batam Jalan Kalimantan No.37, Jember. Jalan Kalimantan No.37, Jember PENGARUH PARAMETER PROSES CURRENT PULSE, ON TIME, DAN OFF TIME PADA ELECTRICAL DISCHARGE MACHINING (EDM) DIE SINKING TERHADAP NILAI KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA BAJA AISI H-13 1 Widodo, 2 Ahmad Arif

Lebih terperinci

Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir

Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir Agung Premono 1, a *, Triyono 1, R. Ramadhani 2, N. E. Fitriyanto 2 1 Dosen, Jurusan

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Time Buff Terhadap Tingkat Kekasaran dan Kekerasan Permukaan Pada Proses EDM MP-50 Material Stainless Steel SUS 304

Analisis Pengaruh Time Buff Terhadap Tingkat Kekasaran dan Kekerasan Permukaan Pada Proses EDM MP-50 Material Stainless Steel SUS 304 Analisis Pengaruh Time Buff Terhadap Tingkat Kekasaran dan Kekerasan Permukaan Pada Proses EDM MP-50 Material Stainless Steel SUS 304 Ahmad Syaifullah 1, Siswiyanti ², Rusnoto³ ¹ Mahasiswa Teknik mesin,

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA OPTIMASI PARAMETER PEMESINAN PROSES CNC FREIS TERHADAP HASIL KEKASARAN PERMUKAAN DAN KEAUSAN PAHAT MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI

TUGAS SARJANA OPTIMASI PARAMETER PEMESINAN PROSES CNC FREIS TERHADAP HASIL KEKASARAN PERMUKAAN DAN KEAUSAN PAHAT MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI TUGAS SARJANA OPTIMASI PARAMETER PEMESINAN PROSES CNC FREIS TERHADAP HASIL KEKASARAN PERMUKAAN DAN KEAUSAN PAHAT MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan

Lebih terperinci

JURNAL PENGARUH VARIASI GERAK MAKAN, KEDALAMAN POTONG DAN JENIS CAIRAN PENDINGIN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN PEMBUBUTAN BAJA ST 37

JURNAL PENGARUH VARIASI GERAK MAKAN, KEDALAMAN POTONG DAN JENIS CAIRAN PENDINGIN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN PEMBUBUTAN BAJA ST 37 JURNAL PENGARUH VARIASI GERAK MAKAN, KEDALAMAN POTONG DAN JENIS CAIRAN PENDINGIN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN PEMBUBUTAN BAJA ST 37 EFFECT OF FEEDING VARIATION, CUT DEPTH AND LEVEL OF LIQUID COOLING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi permesinan saat ini telah berkembang sangat pesat, bermula pada tahun 1940-an dimana pembuatan produk benda masih menggunakan mesin perkakas

Lebih terperinci

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (ST) Pada Program Studi Teknik Mesin UN PGRI Kediri OLEH :

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (ST) Pada Program Studi Teknik Mesin UN PGRI Kediri OLEH : ANALISA NILAI KEKERASAN BAJA KARBON RENDAH MELALUI PROSES KARBURISASI MENGGUNAKAN CAMPURAN CARBON (C) dan BARIUM KARBONAT (BaCO 3 ) DENGAN VARIASI WAKTU PENAHANAN BERBEDA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN NASKAH SOAL TUGAS AKHIR HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN NASKAH SOAL TUGAS AKHIR HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN NASKAH SOAL TUGAS AKHIR HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

Lebih terperinci

Penerapan Metode Grey Relational Analysis dan Desirability Function pada Optimasi Multi Respon Desain Taguchi

Penerapan Metode Grey Relational Analysis dan Desirability Function pada Optimasi Multi Respon Desain Taguchi Penerapan Metode Grey Relational Analysis dan Desirability Function pada Optimasi Multi Respon Desain Taguchi Sri Winarni*, Budhi Handoko, Yeny Krista Franty Departemen Statistika FMIPA Unpad *E-mail:

Lebih terperinci

Implementasi Metode Taguchi pada Proses EDM dari Tungsten Carbide

Implementasi Metode Taguchi pada Proses EDM dari Tungsten Carbide Implementasi Metode Taguchi pada Proses EDM dari Tungsten Carbide Tugas Resume Sebelum UAS Kuliah Pengendalian dan Penjaminan Mutu Disusun Oleh: Isarmadriani Meinar (3333051068) JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

Lebih terperinci

OPTIMASI MULTIRESPON PADA PROSES EDM SINKING BAJA ST 42 DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI DAN FUZZY LOGIC ABSTRACT

OPTIMASI MULTIRESPON PADA PROSES EDM SINKING BAJA ST 42 DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI DAN FUZZY LOGIC ABSTRACT OPTIMASI MULTIRESPON PADA PROSES EDM SINKING BAJA ST 42 DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI DAN FUZZY LOGIC Galang Sandy Prayogo 1, Nuraini Lusi 1, Dian Ridlo Pamuji 1 1 Program Studi Teknik Mesin Politeknik

Lebih terperinci

Purna Septiaji Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta, 55183, Indonesia

Purna Septiaji Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta, 55183, Indonesia ANALISA PERHITUNGAN MRR, OVERCUT, DAN KETIRUSAN PADA STAINLESS STEEL 304 DAN ALUMINIUM 00 DENGAN PENGARUH VARIASI TEGANGAN DAN GAP PADA PROSES ELECTRO-CHEMICAL MACHINING (ECM) MENGGUNAKAN ELEKTRODA TERISOLASI

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PROSES PRODUKSI YANG MELIBATKAN BEBERAPA FAKTOR DENGAN LEVEL YANG BERBEDA MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI SKRIPSI

OPTIMALISASI PROSES PRODUKSI YANG MELIBATKAN BEBERAPA FAKTOR DENGAN LEVEL YANG BERBEDA MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI SKRIPSI OPTIMALISASI PROSES PRODUKSI YANG MELIBATKAN BEBERAPA FAKTOR DENGAN LEVEL YANG BERBEDA MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI SKRIPSI Disusun oleh ANNISA INTAN MAYASARI 24010210120033 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR II MODUL PM2-03 PROSES NON KONVENSIONAL I

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR II MODUL PM2-03 PROSES NON KONVENSIONAL I LAPORAN PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR II MODUL PM2-03 PROSES NON KONVENSIONAL I Oleh: Kelompok 16 Anggota: Hendrastantyo Ruriandi 13111072 Dini Adilah Prabowo 13111075 Ahmad Armansyah Fauzi 13111079 Iqbal

Lebih terperinci

Optimasi Multirespon pada Proses Gurdi untuk Material S50C dengan Menggunakan Metode Taguchi-Grey Relational Analysis dan Cairan Pendingin

Optimasi Multirespon pada Proses Gurdi untuk Material S50C dengan Menggunakan Metode Taguchi-Grey Relational Analysis dan Cairan Pendingin JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No., (203) ISSN: 2337-3539 (230-927 Print) Optimasi Multirespon pada Proses Gurdi untuk Material S50C dengan Menggunakan Metode Taguchi-Grey Relational Analysis dan Cairan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR TEKNIK MANUFAKTUR

TUGAS AKHIR TEKNIK MANUFAKTUR TUGAS AKHIR TEKNIK MANUFAKTUR STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI JENIS MATERIAL ELEKTRODA TERHADAP MRR, KEKASARAN PERMUKAAN, WEAR RATIO ELEKTRODA HASIL PROSES EDM SINKING DISUSUN OLEH: AZAM WIJANARKO

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI JENIS MATERIAL ELEKTRODA TERHADAP MRR, KEKASARAN PERMUKAAN, WEAR RATIO ELEKTRODA HASIL PROSES EDM SINKING

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI JENIS MATERIAL ELEKTRODA TERHADAP MRR, KEKASARAN PERMUKAAN, WEAR RATIO ELEKTRODA HASIL PROSES EDM SINKING TUGAS AKHIR TEKNIK MANUFAKTUR STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI JENIS MATERIAL ELEKTRODA TERHADAP MRR, KEKASARAN PERMUKAAN, WEAR RATIO ELEKTRODA HASIL PROSES EDM SINKING DISUSUN OLEH: AZAM WIJANARKO

Lebih terperinci

VOLUME BAHAN TERBUANG SEBAGAI PARAMETER ALTERNATIF UMUR PAHAT

VOLUME BAHAN TERBUANG SEBAGAI PARAMETER ALTERNATIF UMUR PAHAT TUGAS SARJANA PROSES PEMOTONGAN LOGAM VOLUME BAHAN TERBUANG SEBAGAI PARAMETER ALTERNATIF UMUR PAHAT OLEH: LILIK SULAIMANSYAH NIM : 020401007 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

ABSTRAK. Optimisasi Proses Freis dengan Nicholas Baskoro. Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung

ABSTRAK. Optimisasi Proses Freis dengan Nicholas Baskoro. Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung ABSTRAK Judul Optimisasi Proses Freis dengan Nicholas Baskoro Metode Taguchi Program Studi Teknik Mesin 13102099 Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung Abstrak Dalam dunia Industri manufaktur,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN SAMPUL DALAM... HALAMAN PRASYARAT... HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN... HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN SAMPUL DALAM... HALAMAN PRASYARAT... HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN... HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN SAMPUL DALAM... HALAMAN PRASYARAT... HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN... HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS...... HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH... HALAMAN ABSTRAK... DAFTAR

Lebih terperinci

Pengaruh Besar Arus Listrik Pada Proses Wire Edm Terhadap Profile Error Involute Roda Gigi Lurus

Pengaruh Besar Arus Listrik Pada Proses Wire Edm Terhadap Profile Error Involute Roda Gigi Lurus Pengaruh Besar Arus Listrik Pada Proses Wire Edm Terhadap Profile Error Involute Roda Gigi Lurus Femiana Gapsari, Sugiarto, Nugroho Bagus Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Micro-machining merupakan bagian dari perkembangan industri dunia yang berfokus pada penggunaan fenomena, produk, maupun komponen berukuran kecil dengan struktur

Lebih terperinci

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING)

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING) ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING) IRVAN YURI SETIANTO NIM: 41312120037 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

PENGARUH CAIRAN PENDINGIN BERTEKANAN TINGGI TERHADAP GAYA POTONG, KEAUSAN TEPI PAHAT, DAN KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT MATERIAL AISI 4340

PENGARUH CAIRAN PENDINGIN BERTEKANAN TINGGI TERHADAP GAYA POTONG, KEAUSAN TEPI PAHAT, DAN KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT MATERIAL AISI 4340 TUGAS AKHIR TEKNIK MANUFAKTUR (TM091486) PENGARUH CAIRAN PENDINGIN BERTEKANAN TINGGI TERHADAP GAYA POTONG, KEAUSAN TEPI PAHAT, DAN KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT MATERIAL AISI 4340 ANDI PURWANTO

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan proses pemesinan non konvensioanal sekarang ini banyak digunakan di lingkungan industri untuk proses pengerjaan produk-produk dengan spesifikasi ukuran,

Lebih terperinci

ANALISA KEKASARAN PERMUKAAN HASIL PENYAYATAN WIRE ELECTRIC MACHINE (WEDM) DENGAN MEMAKAI PM Control MODE

ANALISA KEKASARAN PERMUKAAN HASIL PENYAYATAN WIRE ELECTRIC MACHINE (WEDM) DENGAN MEMAKAI PM Control MODE Tugas Akhir ANALISA KEKASARAN PERMUKAAN HASIL PENYAYATAN WIRE ELECTRIC MACHINE (WEDM) DENGAN MEMAKAI PM Control MODE Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Lebih terperinci

TESIS (TM ) OPTIMASI TEBAL LAPISAN RECAST

TESIS (TM ) OPTIMASI TEBAL LAPISAN RECAST TESIS (TM 142501) OPTIMASI TEBAL LAPISAN RECAST, KEKASARAN PERMUKAAN DAN MICROCRACKPADA PROSES PEMESINAN WIREELECTRICAL DISCHARGEMACHINING (WEDM) BAJA PERKAKAS SKD61 DENGAN MENGGUNAKAN METODE OPTIMASIBACK-PROPAGATION

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR II MODUL PM2-04 PROSES NON KONVENSIONAL II

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR II MODUL PM2-04 PROSES NON KONVENSIONAL II LAPORAN PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR II MODUL PM2-04 PROSES NON KONVENSIONAL II Oleh: Kelompok 16 Anggota: Hendrastantyo Ruriandi 13111072 Dini Adilah Prabowo 13111075 Ahmad Armansyah Fauzi 13111079 Iqbal

Lebih terperinci

Analisa pengaruh variasi kuat arus, media pendingin, dan merk elektroda terhadap kekuatan tarik dan distorsi sudut sambungan baja st 37

Analisa pengaruh variasi kuat arus, media pendingin, dan merk elektroda terhadap kekuatan tarik dan distorsi sudut sambungan baja st 37 Analisa pengaruh variasi kuat arus, media pendingin, dan merk elektroda terhadap kekuatan tarik dan distorsi sudut sambungan baja st 37 Hesti Istiqlaliyah 1, Am. Mufarrih 2 1 Program Sarjana Teknik Mesin,

Lebih terperinci

STUDI PROSES ELECTRICAL DISCHARGE MACHINING DENGAN ELEKTRODA TEMBAGA

STUDI PROSES ELECTRICAL DISCHARGE MACHINING DENGAN ELEKTRODA TEMBAGA STUDI PROSES ELECTRICAL DISCHARGE MACHINING DENGAN ELEKTRODA TEMBAGA Patna Partono, Tri Widodo Besar Riyadi Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani PO BOX 1 Pabelan Surakarta

Lebih terperinci

ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY

ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY Sobron Yamin Lubis & Agustinus Christian Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara

Lebih terperinci

ANALISA DAN SIMULASI GAYA POTONG PADA PROSES MACHINE DRILLING DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ANSYS

ANALISA DAN SIMULASI GAYA POTONG PADA PROSES MACHINE DRILLING DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ANSYS ANALISA DAN SIMULASI GAYA POTONG PADA PROSES MACHINE DRILLING DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ANSYS Muhammad Iska Rahman, Ahmad Nur Shofa 2, Listy Fazria Setiawan 3 Jurusan Teknik Mesin, FTI, ITS email: m.iska.rahman89@gmail.com

Lebih terperinci

PENENTUAN SETTING PARAMETER PROSES INJECTION BLOW MOLDING DENGAN METODE TAGUCHI PADA PEMBUATAN BOTOL 50 ML (STUDI KASUS DI PT.

PENENTUAN SETTING PARAMETER PROSES INJECTION BLOW MOLDING DENGAN METODE TAGUCHI PADA PEMBUATAN BOTOL 50 ML (STUDI KASUS DI PT. PENENTUAN SETTING PARAMETER PROSES INJECTION BLOW MOLDING DENGAN METODE TAGUCHI PADA PEMBUATAN BOTOL 50 ML (STUDI KASUS DI PT. X SURABAYA) Nama Mahasiswa : Deny Fahamsyah NRP : 2102 100 035 Jurusan : Teknik

Lebih terperinci

SETING PARAMETER ELECTRICAL DISCHARGE MACHINE UNTUK MENENTUKANKEKASARAN PERMUKAAN DAN LAJU PEMBUANGAN MATERIAL

SETING PARAMETER ELECTRICAL DISCHARGE MACHINE UNTUK MENENTUKANKEKASARAN PERMUKAAN DAN LAJU PEMBUANGAN MATERIAL SETING PARAMETER ELECTRICAL DISCHARGE MACHINE UNTUK MENENTUKANKEKASARAN PERMUKAAN DAN LAJU PEMBUANGAN MATERIAL Oleh: Agung Supriyanto 1) ; Joko Yunianto Prihatin 2) 1),2) Dosen Teknik Mesin Akademi Teknologi

Lebih terperinci

OPTIMASI PARAMETER PEMESINAN TANPA FLUIDA PENDINGIN TERHADAP MUTU BAJA AISI Jl. Jend. Sudirman Km 3 Cilegon,

OPTIMASI PARAMETER PEMESINAN TANPA FLUIDA PENDINGIN TERHADAP MUTU BAJA AISI Jl. Jend. Sudirman Km 3 Cilegon, OPTIMASI PARAMETER PEMESINAN TANPA FLUIDA PENDINGIN TERHADAP MUTU BAJA AISI 1045 Haryadi 1, Slamet Wiyono 2, Iman Saefuloh 3, Muhamad Rizki Mutaqien 4 1,2,3,4 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis Pahat dan Cairan Pendingin

Pengaruh Jenis Pahat dan Cairan Pendingin Pengaruh Jenis Pahat dan Cairan Pendingin PENGARUH JENIS PAHAT DAN CAIRAN PENDINGIN SERTA KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN DAN KEKERASAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL

Lebih terperinci

OPTIMASI NILAI KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT CNC DENGAN METODE TAGUCHI L 27

OPTIMASI NILAI KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT CNC DENGAN METODE TAGUCHI L 27 OPTIMASI NILAI KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT CNC DENGAN METODE TAGUCHI L 27 Abstract Pranowo Sidi Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS) Jl. Teknik Kimia, Kampus ITS, Sukolilo, Surabaya 6111,

Lebih terperinci

ANALISA KUALITAS PERMUKAAN BAJA AISI 4340 TERHADAP VARIASI ARUS PADA ELECTRICAL DISCHARGE MACHINING (EDM)

ANALISA KUALITAS PERMUKAAN BAJA AISI 4340 TERHADAP VARIASI ARUS PADA ELECTRICAL DISCHARGE MACHINING (EDM) ANALISA KUALITAS PERMUKAAN BAJA AISI 4340 TERHADAP VARIASI ARUS PADA ELECTRICAL DISCHARGE MACHINING (EDM) Sobron Lubis, Sofyan Djamil, Ivan Dion Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Tarumanagara,

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI CuCN DAN GELATIN DALAM ELEKTROLIT GEL CuCN TERHADAP KETEBALAN LAPISAN TEMBAGA PADA ELEKTROPLATING BAJA JIS G 3141

PENGARUH KONSENTRASI CuCN DAN GELATIN DALAM ELEKTROLIT GEL CuCN TERHADAP KETEBALAN LAPISAN TEMBAGA PADA ELEKTROPLATING BAJA JIS G 3141 PENGARUH KONSENTRASI CuCN DAN GELATIN DALAM ELEKTROLIT GEL CuCN TERHADAP KETEBALAN LAPISAN TEMBAGA PADA ELEKTROPLATING BAJA JIS G 3141 TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

ANALISA LAJU KEAUSAN KUNINGAN MENGGUNAKAN METODE KONTAK TWO DISK

ANALISA LAJU KEAUSAN KUNINGAN MENGGUNAKAN METODE KONTAK TWO DISK SKRIPSI ANALISA LAJU KEAUSAN KUNINGAN MENGGUNAKAN METODE KONTAK TWO DISK MUCHAMMAD NUR SUBECHAN NIM. 201254068 DOSEN PEMBIMBING TAUFIQ HIDAYAT, S.T., M.T. ROCHMAD WINARSO, S.T., M.T. TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES ELECTRICAL DISCHARGE MACHINING SINGKING MATERIAL AISI 4340 MENGUNAKAN BACK PROPAGATION ARTIFICIAL NEURAL NETWORK GENETIC ALGORITHM

OPTIMASI PROSES ELECTRICAL DISCHARGE MACHINING SINGKING MATERIAL AISI 4340 MENGUNAKAN BACK PROPAGATION ARTIFICIAL NEURAL NETWORK GENETIC ALGORITHM OPTIMASI PROSES ELECTRICAL DISCHARGE MACHINING SINGKING MATERIAL AISI 4340 MENGUNAKAN BACK PROPAGATION ARTIFICIAL NEURAL NETWORK GENETIC ALGORITHM Robert Napitupulu 1), Yuriko Adeputra 2), Otto Purnawarman

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Dalam topik penelitian ini, ada beberapa hasil yang telah dicapai dalam penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan distribusi panas yang terjadi pada proses pemesinan.

Lebih terperinci

OPTIMASI PARAMETER PROSES BUBUT PADA BAJA St 60 DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI

OPTIMASI PARAMETER PROSES BUBUT PADA BAJA St 60 DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI OPTIMASI PARAMETER PROSES BUBUT PADA BAJA St 60 DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI *Fonsa Careca 1, Rusnaldy 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro 2 Dosen Jurusan Teknik

Lebih terperinci

OPTIMASI PARAMETER PROSES PEMESINAN TERHADAP KEAUSAN PAHAT DAN KEKASARAN PERMUKAAN BENDA HASIL PROSES CNC TURNING DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI

OPTIMASI PARAMETER PROSES PEMESINAN TERHADAP KEAUSAN PAHAT DAN KEKASARAN PERMUKAAN BENDA HASIL PROSES CNC TURNING DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI TUGAS SARJANA OPTIMASI PARAMETER PROSES PEMESINAN TERHADAP KEAUSAN PAHAT DAN KEKASARAN PERMUKAAN BENDA HASIL PROSES CNC TURNING DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012 PENERAPAN METODE TAGUCHI UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PADA UNIT DRIER PROSES PEMBUATAN SABUN DI PT. X INDONESIA IMPLEMENTATION OF TAGUCHI METHOD FOR QUALITY IMPROVEMENT IN DRIER UNIT OF SOAP MAKING

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Proses Pemesinan Milling dengan Menggunakan Mesin Milling 3-axis

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Proses Pemesinan Milling dengan Menggunakan Mesin Milling 3-axis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan penemuan-penemuan proses serta teknik pemotongan logam (metal cutting) terus mendorong industri manufaktur semakin maju. Ini terlihat

Lebih terperinci

Kampus Bina Widya Jl. HR. Soebrantas Km 12,5 Pekanbaru, Kode Pos Abstract

Kampus Bina Widya Jl. HR. Soebrantas Km 12,5 Pekanbaru, Kode Pos Abstract PENGARUH VARIASI KECEPATAN PUTARAN BENDA KERJA DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PROSES GERINDA SILINDERIS DENGAN CENTER PADA BAJA AISI 4140 Novry Harryadi 1, Dodi Sofyan Arief 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBENTUKAN GERAM AISI 4140 PADA PROSES PEMESINAN KERAS, KERING DAN LAJU TINGGI SKRIPSI

KAJIAN PEMBENTUKAN GERAM AISI 4140 PADA PROSES PEMESINAN KERAS, KERING DAN LAJU TINGGI SKRIPSI KAJIAN PEMBENTUKAN GERAM AISI 4140 PADA PROSES PEMESINAN KERAS, KERING DAN LAJU TINGGI SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik FAHRUL MUHARRAM 060401003 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN TERHADAP LAJU PELEPASAN MATERIAL, OVERCUT, DAN TAPERING PADA PROSES ELECTROCHEMICAL

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN TERHADAP LAJU PELEPASAN MATERIAL, OVERCUT, DAN TAPERING PADA PROSES ELECTROCHEMICAL TUGAS AKHIR TEKNIK MANUFAKTUR STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN TERHADAP LAJU PELEPASAN MATERIAL, OVERCUT, DAN TAPERING PADA PROSES ELECTROCHEMICAL MACHINING Dosen Pembimbing : Prof. Dr.

Lebih terperinci

KOMBINASI DAN KOMPOSISI BAHAN BAKU UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PAVING RUMPUT DI CV. X SURABAYA. Irwan Soejanto ABSTRACT

KOMBINASI DAN KOMPOSISI BAHAN BAKU UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PAVING RUMPUT DI CV. X SURABAYA. Irwan Soejanto ABSTRACT KOMBINASI DAN KOMPOSISI BAHAN BAKU UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PAVING RUMPUT DI CV. X SURABAYA Irwan Soejanto ABSTRACT As a product, grass paving has its own characteristic. The producers always try to

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Objek penelitian adalah kompor induksi type JF-20122

BAB III METODE PENELITIAN. Objek penelitian adalah kompor induksi type JF-20122 BAB III METODE PENELITIAN.. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Research and Development Akademi Teknologi Warga Surakarta Jl.Raya Solo-Baki KM. Kwarasan, Grogol, Solo Baru, Sukoharjo...

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Pemesinan Untuk membuat suatu alat atau produk dengan bahan dasar logam haruslah di lakukan dengan memotong bahan dasarnya. Proses pemotongan ini dapat dilakukan dengan

Lebih terperinci

Pengaruh Perubahan Kecepatan dan Daya terhadap Lebar Celah Laser pada Mesin Laser Cutting Kapasitas 60 Watt dengan Material Akrilik

Pengaruh Perubahan Kecepatan dan Daya terhadap Lebar Celah Laser pada Mesin Laser Cutting Kapasitas 60 Watt dengan Material Akrilik Pengaruh Perubahan Kecepatan dan Daya terhadap Lebar Celah Laser pada Mesin Laser Cutting Kapasitas 60 Watt dengan Material Akrilik Fathurahman 1, Gesang Nugroho 2, Heriyanto 3 1) Program Studi Teknik

Lebih terperinci

Bab IV Data Pengujian

Bab IV Data Pengujian Bab IV Data Pengujian 4.1 Data Benda Kerja Dalam pengujian ini, benda kerja yang digunakan adalah Alumunium 2024. Komposisi dari unsur penyusunnya dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Komposisi unsur

Lebih terperinci

KAJIAN UMUR PAHAT PADA PEMBUBUTAN KERING DAN KERAS BAJA AISI 4340 MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA PVD BERLAPIS

KAJIAN UMUR PAHAT PADA PEMBUBUTAN KERING DAN KERAS BAJA AISI 4340 MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA PVD BERLAPIS KAJIAN UMUR PAHAT PADA PEMBUBUTAN KERING DAN KERAS BAJA AISI 4340 MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA PVD BERLAPIS SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik PIETER 120401043

Lebih terperinci

PROSES MOLDING PEMBUATAN KEYMASCOD SEPEDA MOTOR MAULANA MUNAZAT

PROSES MOLDING PEMBUATAN KEYMASCOD SEPEDA MOTOR MAULANA MUNAZAT PROSES MOLDING PEMBUATAN KEYMASCOD SEPEDA MOTOR MAULANA MUNAZAT 24409654 Latar Belakang Molding adalah sebuah proses produksi dengan membentuk bahan mentah menggunakan sebuah rangka kaku atau model yang

Lebih terperinci

PENGARUH GRADE BATU GERINDA, KECEPATAN MEJA LONGITUDINAL, DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES GERINDA PERMUKAAN SKRIPSI

PENGARUH GRADE BATU GERINDA, KECEPATAN MEJA LONGITUDINAL, DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES GERINDA PERMUKAAN SKRIPSI //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //d //d //d //d PENGARUH

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya produktivitas dan kualitas dari produk yang dihasilkan merupakan tantangan bagi industri permesinan masa kini seiring dengan meningkatnya pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya proses permesinan merupakan sebuah keharusan. mesin dari logam. Proses berlangsung karena adanya gerak

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya proses permesinan merupakan sebuah keharusan. mesin dari logam. Proses berlangsung karena adanya gerak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pentingnya proses permesinan merupakan sebuah keharusan dalam industri manufaktur terutama untuk pembuatan komponenkomponen mesin dari logam. Proses berlangsung karena

Lebih terperinci

PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT BAJA AISI 1045

PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT BAJA AISI 1045 PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT BAJA AISI 1045 Yuni Hermawan Jurusan Teknik Mesin -Fakultas Teknik - Universitas Jember Email: yunikaka@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

Pengujian Impak (Hentakan) Pengujian Metalografi Pengujian Korosi Parameter pada Lambung Kapal...

Pengujian Impak (Hentakan) Pengujian Metalografi Pengujian Korosi Parameter pada Lambung Kapal... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING... ii LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv HALAMAN MOTTO... v KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... viii ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Baja perkakas (tool steel) merupakan baja yang biasa digunakan untuk aplikasi pemotongan (cutting tools) dan pembentukan (forming). Selain itu baja perkakas juga banyak

Lebih terperinci

Analisa Pengaruh Gerak Makan Dan Putaran Spindel Terhadap Keausan Pahat Pada Proses Bubut Konvensional

Analisa Pengaruh Gerak Makan Dan Putaran Spindel Terhadap Keausan Pahat Pada Proses Bubut Konvensional R E.M. (Rekayasa Energi Manufaktur) Jurnal "" # $ $ % & %" % ' " () http://dx.doi.org/0.2070/r.e.m.v2i.842 Analisa Pengaruh Gerak Makan Dan Putaran Spindel Terhadap Keausan Pahat Pada Proses Bubut Konvensional

Lebih terperinci

Pengaruh Perubahan Parameter Pemesinan Terhadap Surface Roughness Produk Pada Proses Pemesinan dengan Single Cutting Tool

Pengaruh Perubahan Parameter Pemesinan Terhadap Surface Roughness Produk Pada Proses Pemesinan dengan Single Cutting Tool Pengaruh Perubahan Parameter Pemesinan Terhadap Surface Roughness Produk Pada Proses Pemesinan dengan Single Cutting Tool Sally Cahyati 1,a, Triyono, 2,b M Sjahrul Annas 3,c, A.Sumpena 4,d 1,2,3 Jurusan

Lebih terperinci

Edy Sulistiyawan. Dosen Program Studi Statistika FMIPA Universitas PGRI Adi Buana (UNIPA) Surabaya

Edy Sulistiyawan. Dosen Program Studi Statistika FMIPA Universitas PGRI Adi Buana (UNIPA) Surabaya ANALISIS OPTIMASI KETELITIAN DIMENSI, KEKASARAN PERMUKAAN DAN LAJU KEAUSAN ELEKTRODE PADA PROSES ELECTRIC DISCHARGE MACHINING DENGAN METODE TAGUCHI MULTI RESPON Edy Sulistiyawan Dosen Program Studi Statistika

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN UJI KONDUKTIVITAS LISTRIK METODE FOUR-POINT PROBE

RANCANG BANGUN MESIN UJI KONDUKTIVITAS LISTRIK METODE FOUR-POINT PROBE RANCANG BANGUN MESIN UJI KONDUKTIVITAS LISTRIK METODE FOUR-POINT PROBE SKRIPSI Disusun sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh: ADITYA YULI INDRAWAN NIM. I1413002 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

PENGARUH PARAMETER PROSES GURDI TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA MATERIAL KFRP KOMPOSIT

PENGARUH PARAMETER PROSES GURDI TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA MATERIAL KFRP KOMPOSIT PENGARUH PARAMETER PROSES GURDI TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA MATERIAL KFRP KOMPOSIT Am. Mufarrih 1 1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Nusantara PGRI Kediri E-mail: * 1 ammufarrih@gmail.com

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Variasi Konsentrasi Elektrolit KCl pada Overcut dan Ketirusan Hasil Drilling Proses ECM

Studi Eksperimental Variasi Konsentrasi Elektrolit KCl pada Overcut dan Ketirusan Hasil Drilling Proses ECM Studi Eksperimental Variasi Konsentrasi Elektrolit KCl pada Overcut dan Ketirusan Hasil Drilling Proses ECM Suhardjono Laboratorium Mesin Perkakas Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS Kampus ITS, Sukolilo, Surabaya.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian adalah suatu sistem pengambilan data dalam suatu penelitian. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yaitu suatu metode

Lebih terperinci

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING)

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING) TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING) Proses permesinan (machining) : Proses pembuatan ( manufacture) dimana perkakas potong ( cutting tool) digunakan untuk membentuk material dari bentuk dasar menjadi

Lebih terperinci