HUBUNGAN PENGGUNAAN PERANTI DENGAR DAN BISING MESIN TERHADAP FUNGSI PENDENGARAN PADA SISWA SMK X DI TANGERANG SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN PENGGUNAAN PERANTI DENGAR DAN BISING MESIN TERHADAP FUNGSI PENDENGARAN PADA SISWA SMK X DI TANGERANG SELATAN"

Transkripsi

1 HUBUNGAN PENGGUNAAN PERANTI DENGAR DAN BISING MESIN TERHADAP FUNGSI PENDENGARAN PADA SISWA SMK X DI TANGERANG SELATAN Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : Isna Akmalia NIM: PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M

2 ii

3 iii

4 iv

5 KATA PENGANTAR Assalamualaikum wr.wb. Alhamdulilahirabbil alamin, puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-nya peneliti dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan pada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada umatnya sampai akhir zaman. Penelitian ini tidak dapat diselesaikan dengan baik tanpa adanya bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid selaku Ketua Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter yang telah membimbing penulis selama menjalani pendidikan di Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku Penanggung Jawab Riset Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2013 yang selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan penelitian ini. 4. dr. Fikri Mirza Putranto, Sp.THT-KL selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk membimbing penulis baik dalam pengambilan data, penyusunan laporan, hingga laporan ini dapat terselesaikan. 5. dr. Marita Fadhilah, Ph.D selaku Pembimbing II yang terus memberikan bimbingan, arahan, dan saran-saran yang sangat membangun dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan penelitian. 6. Dr. Iting Shofwati, ST., MKKK selaku PJ Laboratorium K3 yang telah memberikan izin penggunaan alat serta Mbak Anis selaku laboran Kesling dan v

6 Kak Ami selaku laboran K3, telah membantu penulis dalam penggunaan alat laboratorium. 7. Kedua orang tua, IPDA H. Arsyad S.Pdi dan Hj. Royanih S.Ag,M.MPd yang selalu memberikan doa, nasihat, dan kasih sayang, serta pengorbanan yang penuh keikhlasan dan keridhaan yang menjadikan kelancaran dalam setiap langkah hidup penulis. Serta kepada adik adik penulis, Nazmia Baladini dan Gina Qadaria serta seluruh keluarga besar yang menjadi penyemangat untuk menggapai cita cita. 8. Riski Bastanta Ginting, yang terus mengingatkan, menemani dan memberikan semangatnya kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. 9. Febianza Mawaddah Putri, Zaima Dzatul Ilma, dan M. Iqbal Khusni temanteman seperjuangan dalam penelitian ini yang terus berjalan bersama, menghabiskan waktu, tenaga, pikiran dan semangat bersama dalam menyelesaikan penelitian ini. 10. Hazrina Julia, Salsabila Firdausi, Arwinda Tanti M, dan Tiara Bayyina, terima kasih atas bantuan, do a, semangat, motivasi, keceriaan, dan canda tawa yang diberikan. 11. Seluruh mahasiswa PSKPD 2013 yang selalu memberikan semangat dan motivasi. 12. Maria dan Saepulloh, selaku audiolog pada pemeriksaan audiometri, Yudi, selaku wali kelas di SMK 2 tangsel, dan segenap civitas SMK 2 Tangsel yang telah memberikan izin atas penggunaan sarana dan prasarana di lokasi pada penelitian ini. 13. Seluruh percontoh yang telah bersedia menjadi sampel penelitian sehingga penulis bisa mendapatkan ilmu yang baru dari hasil penelitian ini. 14. Seluruh pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan baik langsung maupun tak langsung yang tentunya tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak dalam mewujudkan laporan penelitian yang jauh lebih baik. Hasil laporan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua pihak. vi

7 Semoga penelitian yang telah dilakukan ini mendapat barokah dan ridho dari Allah SWT, Aamiin. Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh Ciputat, 18 Oktober 2016 Penulis vii

8 ABSTRAK Isna Akmalia. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Hubungan Penggunaan Peranti Dengar dan Bising Mesin terhadap Fungsi Pendengaran pada Siswa SMK X di Tangerang Selatan Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh peranti dengar (PD) terhadap fungsi pendengaran pada siswa SMK. Metode : Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional yang terdiri dari 48 percontoh, 22 orang dari pengguna PD berisiko dan 26 orang dari pengguna PD tidak berisiko. Seluruh percontoh mengisi kuesioner perilaku penggunaan PD, dan dilakukan pemeriksaan otoskop, pemeriksaan dosis bising, serta pengukuran ambang dengar dengan audiometri nada murni oleh audiolog. Hasil : Penggunaan PD tidak berhubungan bermakna secara statistik dengan kejadian takik, dilihat dari nilai p=0,674. Takik pada pengguna PD berisiko sebesar 9,1% di telinga kanan dan sebesar 4,5% di telinga kiri sedangkan pada pengguna PD tidak berisiko sebesar 3,8% pada telinga kanan dan sebesar 11,5% pada telinga kiri. Gangguan dengar pada pengguna PD berisiko sebesar 0% sedangakan pada pengguna PD tidak berisiko sebesar 3,8%. Simpulan : Penggunaan PD tidak berhubungan dengan fungsi pendengaran pada siswa SMK X di Tangerang Selatan. Kata kunci: Peranti Dengar (PD), gangguan pendengaran akibat bising, takik, gangguan dengar, siswa SMK, bising mesin ABSTRACT Isna Akmalia. Medical Profession and Education Study Program. Corelation Between The Use of Listening Device and Machine Noise to Hearing Function on X pre-vocational School in South Tangerang Objective : To investigate the effect of personal listening device (PLD) on hearing function in pre-vocational student. Methods : This cross sectional study was carried out among 48 students who eligible for participation, which consists of 22 PLD users at risk and 26 regular PLD users. All participants filled out questionnaires of PLD usage behavior, completed otoscope examination, noise dosage examination, and performed pure tone audiometry by audiologist. Result : The use of PLD was not significantly corelated with acoustic notches, based on p=0,674. Acoustic notches on right ear in PLD users at risk is 9,1% and on the left ear is 4,5% whereas acoustic notches on right ear in regular PLD users is 3,8% and on the left ear is 11,5%. Hearing disfunction in PLD users at risk is 0% whereas in regular PLD users is 3,8%. Conclusion : The use of PLD was not corelated with hearing function on pre-vocational students in South Tangerang. Key words : Personal Listening Device (PLD), noise induced hearing loss, acoustic notch, hearing disfunction, vocational students, machine noise viii

9 DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN.....ii LEMBAR PERSETUJUAN....iii LEMBAR PENGESAHAN....iv KATA PENGANTAR.....v ABSTRAK......viii DAFTAR ISI....ix DAFTAR TABEL...xii DAFTAR GAMBAR......xiii DAFTAR LAMPIRAN......xiv BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Hipotesis Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian Bagi Peneliti Bagi Subjek Penelitian Bagi Masyarakat....4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori Anatomi dan Histologi Telinga Fisiologi dan Mekanisme Pendengaran Bunyi Jenis-Jenis Bunyi berdasarkan Frekuensi Intensitas Bunyi dan Skala Desibel Gangguan Pendengaran Gangguan Pendengaran Akbiat Bising Pengaruh Kebisingan pada Pendengaran Penggolongan Gangguan Pendengaran Akibat Bising Patogenesis Gangguan Pendengaran Akbiat Bising Pengukuran Bising Langkah-Langkah untuk Mengukur Bising Cara Kalibrasi SLM Alat Pelindung Telinga Jenis-Jenis Alat Pelindung Telinga...25 ix

10 2.1.8 Pemeriksaan Audiometri Prosedur Tes Audiometri Nada Murni Interpretasi Hasil Pengukuran Audiometri Jenis-Jenis Peranti Dengar Kerangka Teori Kerangka Konsep Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Populasi dan Sampel yang Diteliti Populasi Target Populasi Terjangkau Sampel Jumlah Sampel Cara Pemilihan Sampel Kriteria Sampel Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi Alat dan Bahan Pengumpulan Data Cara Kerja Penelitian Alur Penelitian Manajemen Data Pengumpulan Data Pengolahan Data Analisis Data Analisis Data Univariat Analisis Data Bivariat Rencana Penyajian Data BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Percontoh Sebaran Karakter Bising Mesin Prevalensi Kejadian Takik dan Gangguan Dengar pada Siswa SMK Pengguna PD Berisiko dan Pengguna PD Tidak Berisiko Hubungan Skor Perilaku Pengguna PD terhadap Kejadian Takik Keterbatasan Penelitian BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran x

11 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Histologi Telinga Dalam Tabel 2.2 Intensitas dan Waktu Paparan Bising yang Diperkenankan Tabel 2.3 Batas Paparan Kebisingan yang diizinkan menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) Tabel 2.4 Tingkat Kebisingan Berdasarkan Keputusan Mentri Lingkungan Hidup Tabel 2.5 Definisi Operasional Tabel 4.1 Karakteristik Percontoh Berdasarkan Perilaku Pengguna PD Tabel 4.2 Karakteristik Bising Mesin Tabel 4.3 Prevalensi Kejadian Takik dan Gangguan Dengar pada Siswa SMK Pengguna PD Berisiko dan Pengguna PD Tidak Berisiko Tabel 4.4 Hubungan Perilaku Penggunaan PD terhadap Kejadian Takik Tabel 4.5 Tingkat Kebisingan Latar Belakang Maksimum yang Diperbolehkan selama Pengujian Audiometri menurut ANSI S , OSHA Tabel D-2 (1981), dan OSHA Tabel D-1 (1983) xii

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Anatomi Telinga... 5 Gambar 2.2 Tulang Pendengaran... 6 Gambar 2.3 Sistem Kanal Telinga Dalam... 8 Gambar 2.4 Innervasi Telinga Dalam... 8 Gambar 2.5 Internal Koklea Gambar 2.6 Organ Corti Gambar 2.7 Transmisi Suara dalam Telinga Gambar 2.8 Gelombang Frekuensi di Regio Membran Basilar Gambar 2.9 Potensial Koklea dan Distribusi Elektrolit Gambar 2.10 Jaras Aferen Audiotori Gambar 2.11 SLM Krisbow KWD Gambar 2.12 Formable Gambar 2.13 Molded/Pre Molded Plug Gambar 2.14 Tutorial Menggunakan Sumbat Telinga dengan Benar Gambar 2.15 Ear Muff Gambar 2.16 Helm Gambar 2.17 Audiogram beserta Simbol-Simbol Audiometri Gambar 2.18 Audiogram Tuli Konduktif Gambar 2.19 Audiogram Tuli Sensorineural Gambar 2.20 Audiogram Tuli Campuran Gambar 2.21 Circumaural Headphone Gambar 2.22 Supraaural Headphone Gambar 2.23 Earphone Gambar 2.24 Canalphone xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lembar Informed Consent dan Kuesioner Responden Subjek Penelitian Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Penelitian dan Pengambilan Data Lampiran 3 Surat Izin Peminjaman Alat SLM Lampiran 4 Gambar Proses Penelitian Lampiran 5 Audiogram Lampiran 6 Hasil Uji Statistik Lampiran 7 Riwayat Hidup Penulis xiv

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan peningkatan penggunaan teknologi mobile seperti telepon seluler dan alat musik portabel, gangguan pendengaran kini muncul sebagai fokus kesehatan masyarakat 1, terutama pada anak-anak dan remaja. Tahun 2006, 1 dari 5 remaja berusia tahun menderita gangguan pendengaran di Amerika. 2 Kebanyakan dari kaum muda ini menderita gangguan pendengaran frekuensi tinggi bilateral yang sering disebabkan oleh paparan kebisingan. 2 Data menyebutkan 12,5% dari anak yang berusia 6-19 tahun atau sekitar 5,2 juta terbukti mengalami peningkatan ambang pendengaran karena paparan kebisingan (Niskar et al., 2001) 3. Penggunaan peranti dengar (PD) pada remaja tahun umumnya dipasang pada volume maksimal 4 yang memiliki rata-rata 105 desibel 5. World Health Organization (WHO) juga melaporkan anak-anak Amerika Utara dapat menerima kebisingan di sekolah lebih tinggi dari pada pekerja pabrik yang bekerja 8 jam (WHO, 1997). 3 Paparan berulang dan lama terhadap suara 85 desibel dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Proses terjadinya gangguan pendengaran akibat kebisingan adalah bertahap sehingga tidak disadari kapan fungsi pendengaran mulai terganggu. 5 Gangguan pendengaran akibat bising pada anak berusia 16 tahun akan memperburuk hingga melemahkan fungsi pendengaran dikehidupan mendatang meskipun terjadi secara bertahap. 3 Review dari Scientific Committee on Emerging and Newly Identified Health Risks on Health Risks of Personal Music Players (PMP) menyebutkan bahwa 5-10% pendengar beresiko tinggi gangguan pendengaran permanen setelah selama 5 tahun atau lebih mendapat paparan. 6 Awal studi epidemiologi gangguan pendengaran yang disebabkan oleh bising mengeksplorasi adanya hubungan atau faktor risiko antara pekerjaan, 1

16 2 paparan tingkat kebisingan dan derajat gangguan pendengaran. 7 Survey terakhir dari Multi Center Study (MCS) juga menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu dari empat negara di Asia Tenggara dengan prevalensi gangguan pendengaran cukup tinggi, yakni 4,6 % sementara tiga negara lainnya yakni Sri Lanka (8,8 %), Myanmar (8,4 %), dan India (6,3 %). Menurut studi tersebut prevalensi angka 4,6 % cukup untuk menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat akibat ganngguan pendengaran. 8 Kebijakan pemerintah dalam pengembangan pendidikan yaitu perluasan akses terhadap pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mencanangkan road map SMK yang menargetkan rasio SMA:SMK = 50:50, dengan SMK, 3,06 juta siswa, dan guru pada tahun 2009/2010. Pengembangan SMK ditempuh dengan melengkapi sekolah dengan fasilitas perpustakaan, bengkel dan laboratorium untuk semua SMK (Joko Sutrisno, 2007: 33). Tantangan yang dihadapkan yaitu risiko gangguan pendengaran terhadap bising yang berasal dari penggunaan alat-alat dan mesin. Salah satu aspek penting bagi suatu SMK adalah aspek keselamatan dan kesehatan kerja bagi segenap warga sekolah, baik itu guru, karyawan, siswa serta serta masyarakat sekitar sekolah. 9 Sebagai langkah awal untuk membangun kesadaran yang optimal diperlukan suatu analisis tentang kondisi bahaya yang ada. Diharapkan penelitian ini mampu menjadi informasi awal untuk menyusun rencana pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sebagai bagian penting manajemen bengkel di SMK. 9 Peneliti ingin mengetahui perbandingan fungsi pendengaran pada siswa SMK pengguna PD berisiko dan pengguna PD tidak berisiko dengan menggunakan desain penelitian cross sectional.

17 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat hubungan antara penggunaan peranti dengar terhadap fungsi pendengaran pada siswa SMK X di Tangerang Selatan? 1.3. Hipotesis Terdapat hubungan antara penggunaan peranti dengar terhadap fungsi pendengaran pada siswa SMK X di Tangerang Selatan Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara penggunaan peranti dengar terhadap fungsi pendengaran pada siswa SMK yang terpapar bising mesin Tujuan Khusus Mengetahui gambaran perilaku penggunaan PD, yakni lama penggunaan PD, durasi penggunaan PD dalam satu hari, frekuensi penggunaan PD dalam satu minggu, dan tingkat volume/dosis kebisingan yang biasa didengarkan oleh siswa SMK. Mengetahui gambaran perilaku penggunaan alat pelindung telinga dan karakteristik bising mesin pada SMK X. Mengetahui apakah terdapat hubungan antara perilaku penggunaan PD dengan kejadian takik pada pemeriksaan audiometri. Mengetahui angka gangguan dengar pada siswa SMK.

18 Manfaat Penelitian Bagi Peneliti Memberikan informasi derajat ambang pendengaran pada siswa SMK pengguna PD berisiko dan pengguna PD tidak berisiko. Mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan dalam merancang dan melaksanakan penelitian Bagi Subjek Penelitian Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan terhadap bahaya penggunaan PD pada pendengaran yang telah terpapar bising mesin secara rutin Bagi Masyarakat Sebagai sumber data bagi instansi pendidikan, kesehatan, media informasi dan komunikasi, serta pihak-pihak yang terlibat dalam gangguan pendengaran pada remaja untuk bahan pertimbangan dalam mengedukasi para remaja sebagai upaya promotif dan preventif tentang bahaya bising.

19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Anatomi dan Histologi Telinga Telinga terbagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. 10 Telinga Luar Telinga luar terdiri dari pinna dan meatus auditori eksterna. Pinna merupakan kartilago elastik yang ditutupi kulit dan menempel ke kepala karena ligamen dan otot. 10 Meatus auditori eksterna merupakan saluran sepanjang 2,5 cm dan terdapat rambut halus serta kelenjar keringat terspesialisasi yang disebut kelenjar seruminosa. 10 Rambut dan sekret serumen berfungsi untuk mencegah debu dan benda asing masuk ke bagian internal telinga. 10 Serumen biasanya akan menguap dan keluar ke arah telinga eksternal. 10 Gambar 2.1 Anatomi Telinga 10 5

20 6 Telinga Tengah Telinga tengah berlokasi di dalam pars petrosum os temporal dengan batas anterior nasofaring melalui tuba eustachii dan batas posterior antrum timpani. 10 Dinding medial telinga tengah memiliki tingkap bulat dan tingkap oval yang menghubungkan telinga tengah dan telinga dalam. 10 Terdapat 3 osikel yaitu maleus (palu) yang terikat ke membran timpani, stapes (sanggurdi) yang melekat ke tingkap oval, dan incus (landasan) yang terletak diantaranya. Osikel dilengkapi dengan ligamen dan otot skelet. 10 Terdapat 2 otot skelet yaitu tensor timpani yang diinervasi cabang mandibular dari nervus trigerminal (V) dengan fungi protektsi yaitu membatasi peningkatan regangan membran timpani untuk mencegah kerusakan telinga dalam dari suara keras dengan menarik maleus ke anteromedial dan muskulus stapedius yang diinervasi nervus fasialis (VII) akan menarik stapes ke arah posterior untuk menurunkan transmisi getaran bunyi melalui tingkap oval. 10 Tuba eustachii menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring dan tertutup ke arah medial namun saat mengunyah dapat terbuka untuk menyamaratakan tekanan udara pada membran timpani di kedua bagian telinga. 10 Gambar 2.2 Tulang Pendengaran 10

21 7 Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari 2 sistem kanal yaitu labirin oseus dan labirin membranosa. 10 o Labirin Oseous Labirin oseus dilapisi endosteum dan terdiri dari vestibulum, kanal semisirkularis, dan koklea. 10 Ruangan ini terpisah dari labirin membranosa oleh ruang pelimfatik yang berisi cairan perilimf. 10 Komposisi perilimf serupa dengan cairan plasma sedangkan komposisi endolimf serupa dengan sitosol. Perlimf bersirkuasi dalam tunnel corti dan ruang nuel s. 11 Vestibulum Vestibulum merupakan pusat labirin tulang. 10 Pada dinding lateralnya terdapat tingkap oval (fenestra vestibuli) yang tertutup membran dan berhubungan dengan stapes serta tingkap bulat (fenestra cochleae) yang tertutup membran juga. 10 Kanalis Semisirkularis Kanalis semisirkularis merupakan saluran setengah lingkaran yang saling tegak lurus dan terbagi menjadi bagian superior, lateral, dan posterior yang bagian proksimalnya mengalami pelebaran yang disebut ampula. 10 Kanalis semisirkularis berawal dan berakhir pada vestibulum, kecuali bagian anterior posterior yang bergabung sehingga hanya ada 5 orifisium pada vestibulum. 10 Koklea Koklea terletak di anterior vestibulum, bentuknya seperti rumah siput yang mengerucut dengan diameter dasar 9 mm, tinggi 5 mm, tersusun atas 2 3/4 putaran, dan mempunyai sumbu di modiolus yaitu tonjolan tulang yang membentuk lamina spiral dimana terdapat ganglion spiral. 10

22 8 Gambar 2.3 Sistem Kanal Telinga Dalam 10 Gambar 2.4 Innervasi Telinga Dalam 10 o Labirin Membranosa Labirin membranosa terdapat di dalam labirin tulang, mengandung cairan yang disebut endolimf, dan dihubungkan dengan labirin tulang melalui untaian jaringan ikat serta vaskular. 10 Utrikulus dan Sakulus Labirin membranosa yang terdapat dalam vestibulum yaitu utrikulus dan sakulus. 10 Utrikulus dan sakulus berhubungan melalui duktus endolimfatikus kemudian bermuara di sakus endolimfatikus sedangkan sakulus berhubungan dengan duktus koklearis melalui duktus reuniens di bagian inferior. 10 Pada bagian ini terdapat makula utrikulus dan makula sakulus yang merupakan reseptor orientasi kepala terhadap gravitasi dan akselerasi. 10 Makula utrikuli yang terletak

23 9 dalam utrikulus di bagian inferior mendeteksi akselerasi horizontal linier sedangkan makula sakuli yang terletak dalam sakulus di bagian medial mendeteksi akselerasi vertikal linier. 10 Makula utrikulus dan makula sakulus terdiri dari 2 jenis sel yaitu sel sustentakular untuk menjaga sel rambut dan membentuk endolimf, serta neuroepitelium yang mempunyai 1 kinosilia dan stereosilia yang terdiri dari sel rambut tipe I (kerucut) dan sel rambut tipe II (silindrik). 10 Permukaan makula terdapat lapisan gelatin yang disebut membran otolitik yang mengandung otokonia yaitu badan kristal kecil yg terdiri dari kalisium, karbonat, dan protein. 10 Duktus Semisirkularis Labirin membranosa yang terdapat dalam kanalis semisirkularis yaitu duktus semisirkularis. 10 Pada ampula kanalis semisirkularis terdapat reseptor krista ampularis yang mendeteksi gerakan linier & angular. 10 Duktus Koklearis Labirin membranosa yang terdapat dalam koklea yaitu duktus koklearis yang terdiri dari terdiri dari 3 ruang yaitu skala vestibuli (superior), skala timpani (inferior), dan skala media atau duktus koklearis (media) yang berisi endolimf. 10 Skala vestibuli dan skala timpani yang berisi perlimf bertemu membentuk apeks koklea atau helikotrema. 10 Skala media dibatasi oleh membrana vestibularis reisnerri di superior dan membran basilaris pada bagian inferior. 10 Di dalam skala media terdapat organ corti yang tersusun atas sel-sel penyokong yang terdiri dari sel tiang, sel falang, sel border, sel hensen, sel botcher, dan sel claudius, serta sel rambut yang terdiri dari sel rambut luar dan sel rambut dalam. Permukaan organ corti diliputi materi gelatinosa yaitu membaran tektoria. 10 Sel rambut luar terdiri dari 100 stereosilia yang akan berkontak dengan membran tektoria dan diinervasi oleh saraf eferen (n. kolinergik dari ganglion spinal). 11 Sel rambut dalam memiliki silia yang berkontak langsung dengan endolimf dan diinervasi 90 % oleh serat aferen ganglion spinal. 11

24 10 Tabel 2.1 Histologi Telinga Dalam 10* Labirin Oseus Kanal Semisirkularis Vestibulum Koklea Labirin Membranosa Duktus Semisirkularis Ustrikus dan Sakulus Duktus Koklea Neuroepitelium Krista Ampularis Makula Utrikus dan Organ Corti Makula Sakulus Materi Gelatin Kupula Membran Otolit Membran Tektoria *sudah diolah kembali Gambar 2.5 Internal Koklea 10 Gambar 2.6 Organ Corti 10

25 Fisiologi dan Mekanisme Pendengaran Gambar 2.7 Transmisi Suara dalam Telinga 12 Telinga manusia dapat bervibrasi perdetik. 10 Gelombang suara dihantarkan dengan kecepatan 340 m/s. 10 Suara dari lingkungan eksternal akan dikonvergenkan oleh pinna kemudian ditransmisikan di meatus auditori eksterna ke membran timpani. 10 Membran timpani bergetar lambat pada gelombang suara frekuensi rendah dan cepat pada frekuensi tinggi. 10 Pusat membran timpani yang langsung berhubungan dengan malleus menyebabkan malleus ikut bergetar kemudian incus, dan terakhir stapes. 10 Stapes menempel ke tingkap oval sehingga tingkap oval ikut bergetar. 10 Vibrasi tingkap oval 20 kali lebih kuat karena osikulus mentransmisikan getaran dengan sempurna dari membran timpani yang berdiameter lebih besar ke tingkap oval yang berdiamter lebih kecil. 10 Pergerakan tingkap oval mendorong perilimf ke skala vestibuli. 10 Perilimf dapat bergetar jika tingkap bulat menonjol keluar seiring tingkap oval yang menonjol ke dalam. 10 Oleh karena itu dibutuhkan dua tingkap pada telinga dalam. 10 Kemudian membran vestibular pada skala vestibuli tergetar sehingga endolimf dalam duktus koklearis bergetar dan diikuti membran basilaris. 10 Pada daerah dekat tingkap oval gelombang ditransmisi dengan keceparan tinggi dan amplitudo yang rendah, seiring dengan mendekati apeks maka kecepatan akan berkurang dan amplitudo akan meningkat. 11 Selain itu,

26 12 membran basilaris bergetar pada frekuensi berbeda relatif terhadap lebarnya. Sehingga bunyi frekuensi rendah dideteksi dekat apeks koklea sedangkan bunyi frekuensi tinggi dideteksi dekat dasar koklea. 12 Elekrtomotilitas sel rambut luar mampu mengamplifikasi (40 db amplifikasi) sebelum gelombang suara mencapai sel rambut luar. 11 Vibrasi membran basilaris menyebabkan membran tektoria bergetar sehingga silia sel rambut luar bergerak melawan membran tektoria membentuk shearing motion. 12 Melalui tip links, kanal kation mechanosensitive transduction K + Na + Ca + channels pada membran siliaris terbuka. 11 Potensial endolimf berkisar +80 sampai +110 sedangkan pada sel rambut dalam -40 dan sel rambut luar Perbedaan potensial tersebut menghasilkan gaya influks kation, sehingga mendorong terjadinya depolarisasi. 11 Kemudian terjadi sekresi neurotransmitter glutamat yang akan berikatan dengan reseptor AMPA. 11 Akhirnya tercetus potensial aksi dari sel rambut luar yang aksonnya terproyeksi ke cabang koklear dari nervus VIII lalu diteruskan impulsnya ke hind brain lalu berlanjut ke superior olives yang impulsnya berjalan kontralateral dan ipsilateral dan ke n. Accesorius lalu ke lemniskus lateral yang implusnya berjalan kontralateral dan ipsilateral lalu ke inferior quadrigerminal bodies di mid brain lalu ke medial geniculatum di thalamus dan berakhir pada korteks primer auditorious pada fissura lateral lobus temporal otak dimana suara itu diinterpretasikan. 11 Gambar 2.8 Gelombang Frekuensi di Regio Membran Basilar 12

27 13 Gambar 2.9 Potensial Koklea dan Distribusi Elektrolit Bunyi Gambar 2.10 Jaras Aferen Auditori 11 Bunyi merupakan gelombang mekanik karena membutuhkan medium untuk memindahkan energi. 11 Sumber bunyi yang bergetar akan mendorong partikel medium secara horizontal ke depan dan menariknya ke belakang. 11 Karena arah gerakan partikel sejajar, maka gelombang bunyi tergolong dalam gelombang longitudinal. 11 Partikel medium yang terdorong akan mendekat dan menekan satu

28 14 sama lain sehingga menghasilkan tekanan yang tinggi. 11 Karena getaran merubah posisi partikel dari letak keseimbangnnya maka pada daerah lain didapatkan partikel medium yang meyebar terpisah dan menghasilkan tekanan yang rendah. 11 Pada medium udara daerah yang bertekanan tinggi disebut rapatan sedangkan daerah yang bertekanan rendah disebut renggangan Jenis-Jenis Bunyi berdasarkan Frekuensi Berdasarkan berapa kali partikel medium bergetar ketika gelombang bunyi melewati medium, bunyi dibedakan menjadi 3 jenis yaitu 11 : Bunyi Audiosonik Bunyi yang mempunyai rentang frekuensi antara 20 Hz Hz Bunyi Infrasonik Bunyi yang mempunyai rentang frekuensi kurang dari 20 Hz Bunyi Ultrasonik Bunyi yang mempunyai rentang frekuensi lebih dari Hz Telinga manusia mampu mendengar bunyi audiosonik namun tidak mampu mendengar bunyi infrasonik dan ultrasonik. 11 Pendengaran orang dewasa paling sensitif pada frekuensi 500 Hz-8000 Hz Intensitas Bunyi dan Skala Desibel Intensitas bunyi adalah daya gelombang yang dipindahkan melalui bidang tertentu tiap satuan luas yang tegak lurus dengan arah perambatan gelombang. 11 Telinga manusia mampu mendeteksi bunyi dengan intensitas antara W/m 2 sampai 1 W/m Intensitas yang lebih besar dari 1 W/m 2 dapat menyakitkan dan merusak telinga. 11 Intensitas ambang pendengaran manusia adalah intensitas bunyi terkecil yang masih dapat didengar oleh telinga manusia yaitu W/m Intensitas ambang perasaan adalah intensitas bunyi terbesar yang masih dapat didengar oleh telinga manusia tanpa rasa sakit yaitu 1 W/m Para ahli fisika merumuskan rentang intensitas pendengaran manusia yang sangat luas dengan

29 15 kelipatan 10 yang dinamai dengan skala desibel. 11 intensitas 10 n sama dengan 10 x n desibel. 11 Jadi suatu bunyi dengan Gangguan Pendengaran Gangguan pendengaran atau tuli di golongkan menjadi tiga yaitu gangguan pendengaran konduktif, sensorineural, dan campuran. 13 Gelombang bunyi dikonvergenkan oleh pinna kemudian ditransmisikan dalam bentuk getaran oleh membran telinga dan osikel. 10 Fungsi pendengaran ini berada pada telinga luar dan tengah. 10 Fase penghantaran gelombang disebut fase konduktif oleh karena itu apabila terdapat kelainan pada fase ini maka disebut gangguan pendengaran konduktif atau tuli konduktif. 13 Getaran bunyi yang masuk ke telinga dalam dikonversi menjadi sinyal saraf dan dikirim ke otak untuk dipersepsikan menjadi bunyi. 10 Bagian koklea dan nervus koklearis berperan dalam fase ini yang dinamakan fase sensorineural. 13 Kelainan pada fase ini disebut gangguan pendengaran sensorineural atau tuli perseptif. 13 Gangguan pendengaran sensorineural dibedakan menjadi gangguan pendengaran koklearis dan retrokoklearis. 13 Hal yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural adalah penyakit, cedera dan paparan kebisingan. Jika terjadi kelainan pada telinga luar, tengah, dan dalam yang mengakibatkan gangguan pendengaran maka tergolong dalam gangguan pendengaran atau tuli campuran Gangguan Pendengaran Akibat Bising Gangguan pendengaran akibat bising adalah tuli akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama. 14 Bising adalah bunyi yang mengganggu atau tidak dikehendaki. 14 Sedangakan secara audiologi, bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. 14 Bising yang bisa menyebabkan kerusakan organ sensorineural yaitu bunyi dengan intensitas 85 db. 14 Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising adalah 15 :

30 16 Bersifat sensorineural. Bersifat bilateral. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat (profound hearing loss). Derajat ketulian berkisar antara 40 s/d 75 db. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran yang signifikan. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekuensi 3000, 4000, dan 6000 Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekuensi 4000 Hz. Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekuensi 3000, 4000, dan 6000 Hz akan mencapai tingkat yang minimal dalam tahun. Tabel 2.2 Intensitas dan Waktu Paparan Bising yang Diperkenankan 16 Waktu pemaparan per hari Intensitas kebisingan dalam dba 8 Jam Menit ,12 Detik , , , , , , , , Catatan : Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dba walaupun hanya sesaat

31 17 Tabel 2.3 Batas Paparan Kebisingan yang diizinkan menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) 17 Tingkat Intensitas Waktu yang diizinkan per hari (jam) Bising (dba)

32 18 Tabel 2.4 Tingkat Kebisingan berdasarkan Keputusan Mentri Lingkungan Hidup 18 Peruntukan Kawasan Lingkungan Kegiatan Tingkat Kebisingan db (A) a. Peruntukan kawasan 1. Perumahan dan pemukiman Perdagangan dan jasa Perkantoran dan perdagangan Ruang hijau terubuka Industri Pemerintahan forum Rekreasi Khusus - Bandara - Stasiun KA - Pelabuhan laut 70 - Cagar budaya 60 b. Lingkungan kegiatan 1. Rumah sakit sejenisnya Sekolah sejenisnya Tempat ibadah - sejenisnya Pengaruh Kebisingan pada Pendengaran Paparan bising dengan waktu yang lama dan frekuensi bunyi serta intensitas yang tinggi awalnya akan menimbulkan reaksi tidak nyaman pada telinga tetapi lama-kelamaan tidak dianggap mengganggu karena telah teradaptasi. 14 Kemudian secara perlahan-lahan terjadi peningkatan ambang pendengaran sementara yang dapat pulih 1-2 jam. 14 Kenaikan ambang pendengaran sementara ini mula-mula terjadi pada frekuensi 4000 Hz. 14 Gejala trauma akustik tersering adalah tinnitus. 13 Tinnitus didefinisikan sebagai bunyi berdenging abnormal dalam telinga. 13 Bising

33 19 dengan intensitas tinggi yang berlangsung sekitar tahun akan menyebabkan kerusakan organ corti sehingga terjadi peningkatan ambang pendengaran permanen. 14 Umumnya frekuensi pendengaran mengalami penurunan pada Hz dan kerusakan organ corti terjadi pada frekuensi 4000 Hz. 14 Daerah organ corti sekitar 8 10 mm dari ujung basal (sesuai dengan daerah 4 khz pada audiogram) dianggap sebagai daerah yang secara khas rentan terhadap kebisingan. Hal ini dikarenakan daerah 4 khz mempunyai bentuk anatomi yang tegak lurus dengan membran timpani sehingga bunyi yang masuk ke telinga akan langsung mengenai tonotopik 4 khz. Jika seseorang terpapar oleh kebisingan maka sel rambut yang rusak pertama kali adalah yang berada pada basis koklea karena menerima gelombang suara dengan frekuensi tinggi. Oleh karena itu secara perlahan-lahan orang tersebut mengalami kenaikan ambang pendengaran Penggolongan Gangguan Pendengaran Akibat Bising Gangguan Pendengaran Akibat Bising Sementara / Noise Induced Temporary Threshold Shift (NITTS) Pada masa awal terpapar bising secara aktif dapat ditemukan adanya kenaikan ambang pendengaran pada frekuensi tinggi. 14 Pada gambaran audiometri tampak sebagai notch yang curam pada frekuensi 4000 Hz sehingga disebut acoustic notch. 14 Biasanya gangguan pendengaran ini akan pulih dengan lama waktu pemulihan tergantung pada respon masing-masing individu. 14 Gangguan Pendengaran Akibat Bising Permanen / Noise Induced Permanent Threshold Shift (NIPTS) Gangguan pendengaran yang permanen merupakan kelanjutan dari paparan bising yang lama dengan intensitas tinggi. 14 NIPTS berlangsung pada frekuensi 4000 Hz kemudian menyebar ke fekuensi sekitarnya yang lebih rendah ( Hz). 14 Gejala awal yang dirasakan adalah kesulitan mendengar pada keadaan ramai. 14 Notch terlihat pada frekuensi Hz Pada audiogram tetapi berubah menjadi datar pada frekuensi tinggi. 14

34 Patogenesis Gangguan Pendengaran Akibat Bising 13 Gelombang bunyi dengan intensitas tinggi yang terpapar dalam jangka waktu lama menyebabkan peregangan membran basilaris sehingga terjadi peregangan yang berlebihan. Akhirnya terjadi peningkatan permeabilitas membran mitokondria sel rambut luar yang akan menyebabkan beberapa hal. Pertama terjadi pembentukan reactive oxygen species (ROS) atau reactive nitrogen species (RNS). ROS tersebut akan menginduksi pembentukan sitokin inflamasi seperti TNF- dan IL-1, lipid peroksidase yang bersifat vasokonstriktor sehingga dapat menimbulkan iskemia, dan aktivasi JNK/MAPK. Sitokin inflamsi dan lipid peroksidase akan menyebabkan kerusakan sel rambut luar. Kedua peningkatan permeabilitas membran mitokondria sel rambut luar juga mengaktivasi caspase 9 dan sitokrom C, yang bersama dengan aktivasi JNK/MAPK akan menyebabkan apoptosis sel. Ketiga terjadi peningkatan influks Ca 2+ yang menyebabkan eksitasi glutamat pada post sinaps sehingga terjadi kerusakan saraf. Daerah yang mengalami kerusakan tersering secara anatomi adalah sel rambut luar dan sel pilar luar. Kerusakan stereosilia sel rambut pada bagian membran plasma, tip, tangkai (shaft) dan tip links menyebabkan pergerakan minimal dari stereosilia sehingga saluran kanal ion tidak terbuka dan terjadi penurunan influks K + dan Ca 2+. Akhirnya depolarisasi tidak terjadi dan tidak ada transmisi sinyal ke otak. Kerusakan dari silia ini bersifat irreversibel. Selain terjadi kerusakan pada sel sensoris, kerusakan juga bisa terjadi pada stria vaskularis sehingga aliran darah ke organ sensorineural terganggu. Semua hal ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran akibat bising yang bersifat sementara namun jika paparan bising terus berlangsung maka akan menyebabkan gangguan pendengaran akibat bising permanen.

35 Pengukuran Bising 19 Aspek penting sebagai parameter kebisingan antara lain tingkat kebisingan (sound pressure level), lamanya kebisingan (presentase kejadian bising dalam rentang waktu tertentu, dan pola kebisingan (siklus siang malam). Alat yang digunakan untuk pengukuran bising adalah Sound Level Meter (SLM). Terdapat peralatan tambahan pada SLM, yaitu : Kalibrator untuk mengkalibrasi SLM dengan sebuah bunyi murni yang diketahui frekuensi dan intensitasnya Spectrum analyser untuk mengetahui sebaran rekurensi kebisingan Wind screen untuk menghilangkan turbulensi angin disekitar microphone Recorder untu menginformasikan tampilan grafik nilai-nilai sinyal kebisingan Stopwatch untuk mencatat interval waktu pengukuran Gambar 2.11 SLM Krisbow KWD6-291 Prasyarat melakukan pengukuran bising adalah tidak dalam kondisi hujan, kecepatan angin 20 km/jam, dan mikrofon dilengkapi wind screen untuk

36 22 menghindari pengaruh getaran dari angin. Alat diposisikan pada ketinggian cm dari tanah atau setinggi telinga dengan orientasi 7-8 terhadap sumber bising Langkah-Langkah untuk Mengukur Bising Pasang baterai kemudian hubungkan amplifier dan microfon. 2. Cek memory card pada alat. 3. Hidupkan alat dengan cara menekan dan tahan tombol On/Off/Esc sekitar 1 detik untuk mengaktifkan instrument. 4. Kalibrasi alat dengan kalibrator, sehingga alat pada monitor sesuai dengan angka kalibrator yakni 114 db. (lihat cara kalibrasi SLM) 5. Pilih menu Set Up, kemudian tekan Enter. 6. Pilih menu battery untuk cek baterai, cek garis tanda pada monitor untuk mengetahui baterai dalam keadaan baik atau tidak. Setelah di cek, kemudian tekan enter lalu tekan esc. 7. Pilih menu Time-Date untuk mengatur tanggal dan waktu, tekan enter. Jika telah di setting, tekan esc. 8. Pilih menu meter set, kemudian tekan enter. Atur nilai pembacaan menjadi 1 detik, lalu tekan enter. 9. Pilih menu Meter Set, kemudian tekan enter, Set threshold, pilih off jika pengukuran dilakukan untuk semua kebisingan. Jika pengukuran hanya untuk frekuensi > 80 db, maka masukkan nilai 80 db pada menu threshold. Kemudian tekan esc. 10. Pilih Mode yang dipilih (SLM, 1/1, 1/3) pilih SLM. 11. Jika ingin mengaktifkan menu Auto Run, pilih menu Auto Run kemudian tekan enter, pilih menua view/set parameters lalu enter, pilih menu timed-run lalu enter, atur pengukuran selama beberapa menit yang diperlukan. Tekan esc hingga ke menu Awal. 12. Pilih menu view current study, tekan enter. Set respon time yang akan digunakan dengan menekan tombol F-S-I, dengan keterangan :

37 23 a. F (fast) Respon pencuplikan data 125 ms (untuk monitoring lingkungan) b. S (slow) Respon pencuplikan data 1 s (untuk monitoring noisy dosis) c. I (impuls) Respon pencuplikan data 35 ms 13. Pilih Respon S (slow), tekan tombol esc. 14. Pilih menu view current study, tekan enter. Kemudian Set Filter yang akan digunakan dengan menekan tombol A-C-Z-F, dengan keterangan : a. A filter untuk pengukuran pada Hz (pengukuran pada pekerja) b. C filter yang biasanya digunakan untuk mengukur kebisingan pada mesin c. Z filter linier untuk semua frekuensi d. F Flat 15. Pilih Filter C, tekan tombol esc. 16. Lakukan Pengukuran kebisingan dengan menekan menu run, pilih menu view current study, lalu enter. 17. Arahkan point mikrofon pada sumber suara yang akan diukur. 18. Tekan tombol Run/Pause sampai terlihat pilihan Run di layar. 19. Tekan lagi tombol Run/Pause untuk mem-pause pengukuran. 20. Tekan dan tahan tombol Stop selama 3 detik hitung mundur untuk menyimpan file untuk dilihat kemudian. 21. Pilih menu fike, enter menu session directory, pilih data pengukuran, enter lalu esc. Pilih menu view session, enter, lalu catat nilai max, min, dan rata-rata hasil pengukuran, kemudian tekan esc lalu tekan tombol stop. 22. Dari start menu, Tekan pilihan softkey untuk tampilan standar SPL, Pengukuran dosimeter, Level kebisingan komunitas, hasil 1/3 octav di form tabular.

38 Cara Kalibrasi Sound Level Meter (SLM) Hidupkan kalibrator pada bagian atas alat dengan cara menggeser tombol on/off, pastikan anda bisa mendengar nada bunyi yang keluar dari alat kalibrator. 2. Tempatkan kalibrator dengan adaptor pada alat SLM. 3. Nyalakan alat dengan menekan tombol on/off, tekan tombol softkey Cal di layar awal, kemudian akan muncul perintah calibrate lalu tekan enter. 4. Sesuaikan pembacaan frekuensi pada alat SLM dengan mencocokannya menggunakan kalibrator, atur nilai decibel sampai 114 db dengan menekan tombol atas/bawah, jika nilai sudah tercapai 114 db maka tekan enter. 5. Layar akan menunjukkan nilai dan waktu kalibrasi terakhir. 6. Matikan alat dengan menekan tombol on/off tahan selama 3 detik. 7. Lepaskan kalibrator dari alat SLM. 8. Matikan kalibrator dengan cara menggeser tombol on/off. 9. Alat SLM siap untuk memulai pengukuran. Catatan : Indikator kalibrator low, ditandai dengan menyalanya lampu bewarna merah yang menandakan bahwa output sudah tidak 114 db. Didalam kalibrator terdapat baterai 9 volt, sebaiknya baterai dilepas jika alat akan disimpan dalam jangka waktu lama Alat Pelindung Telinga 21 Tiga kunci utama dalam upaya menurunkan paparan bising, yaitu menurunkan waktu paparan bising, meningkatkan jarak antara pendengar dengan sumber bising, dan penggunaan alat pelindung telinga (APT). Pada dasarnya tidak ada satu alat yang paling baik untuk meredam bising pada telinga karena APT bergantung pada kenyamanan individu, ukuran kanal telinga, bising lingkungan, kegiatan yang dilakukan, dan kondisi lingkungan. Empat prinsip dalam penggunaan APT yaitu clean (menyisipkan dengan tangan dan alat yang bersih), consistent (digunakan setiap saat pada bising 85

39 25 dba), correct (menyisipkan APT dengan benar), dan comfortable (sesuai dengan kenyamanan individu). Kenyataanya meskipun APT telah digunakan tapi efektifitasnya dapat tidak tercapai karena penggunaan yang kurang tepat. Oleh karena itu diperlukan gerakan sosialisasi penggunaan APT yang berisi tentang instruksi penggunaan yang mudah pahami dan di terapkan, memberi demo metode penggunaan yang benar, dan melatih para pengguna APT hingga mampu menggunakannya dengan baik dan benar Jenis-Jenis Alat Pelindung Telinga 21 Sumbat Telinga Sumbat telinga adalah APT yang cara kerjanya menyumbat telinga dengan menutup rapat kanal auditori ekstenal sehingga suara yang mencapai membran timpani berkurang. Alat ini terbuat dari busa atau serat yang tergulung. Alat jenis ini umumnya nyaman untuk digunakan dan tersedia pada ukuran standar. Alat ini berukuran ½ - ¼ inchi atau 0,6-1,3 cm. Kelebihan alat ini antara lain ukurannya yang kecil, harganya murah, portabel, dan cukup nyaman dibanding jenis yang lain. Namun alat ini juga mempunyai kelemahan yaitu cara penyisipan yang perlu teknik khusus, mudah terkena kotoran telinga, tidak dapat dicuci, tingkat proteksi bising sesuai dengan cara pemakaian yang benar dan anatomi kanal telinga, serta sulit untuk digunakan terutama pada kanal telinga yang kecil. Contoh dari sumbat telinga antara lain foam plug, formable type, custom-molded type, dan premolded type. Sumbat telinga dapat mengurangi bising sampai dengan 30 dba. Alat ini digunakan pada bising dba.

40 26 Gambar 2.12 formable 21 Gambar 2.13 Molded /Pre Molded Plug 21 Penggunaan foam plug memiliki tingkat proteksi bising sesuai dengan cara pemakaian maka NIOSH memberikan metode penggunaan sumbat telinga yang tepat.

41 27 Gambar 2.14 Tutorial Menggunakan Sumbat Telinga dengan Benar 21 Cara menggunakan sumbat telinga dengan benar menurut NIOSH adalah sebagai berikut : 1. Putar sumbat telinga dan hadapkan sisi terkecil sumbat ke lubang telinga. 2. Tarik daun telinga ke atas belakang menggunakan tangan yang berlawanan dengan posisi telinga untuk meluruskan saluran telinga luar agar sumbat telinga menutupi telinga secara benar. 3. Tahan sumbat telinga dengan ujung jari telunjuk. Hitung dengan lantang selama 20 sampai 30 detik sambil menunggu sumbat mengembang dan memenuhi saluran telinga luar. Suara Anda akan tersamarkan ketika sumbat telah digunakan dengan benar. Sedangkan untuk menguji ulang ketepatan posisi sumbat telinga caranya adalah tutup kedua telinga Anda dengan telapak tangan. Jika suara lebih tersamarkan dengan bantuan tangan, maka sumbat telinga tidak dalam posisi yang benar. Lepaskan sumbat telinga dan ulangi prosedur dengan benar.

42 28 Tutup Telinga (Ear Muff, Protective Caps, dan Circumaural Protector) Tutup telinga adalah APT yang dilengakapi bantalan telinga yang menutupi telinga luar. Alat ini terbuat dari material yang lembut pada bagian telinganya seperti busa atau cairan. Sebelum menggunakan alat ini perlu dilakukan pengecekan karena jika bantalan telinga telah berubah struktur menjadi kaku dan kasar maka harus diganti. Satu ukuran tutup telinga ini sudah cukup sesuai untuk semua ukuran telinga. Kelebihan dari alat ini antara lain mudah digunakan, sesuai dengan ukuran telinga, waktu penggunaannya cepat, mudah telihat sehingga tidak khawatir hilang atau lupa saat menyimpan. Namun alat ini mempunyai beberapa kekurangan seperti meminimalisir gerekan kepala, mengganggu jika ada rambut, jenggot, dan menggunakan kacamata, tidak nyaman pada lingkungan panas, dan proteksi minimal pada lingkungan dengan frekuensi bising rendah. Tutup telinga dapat mengurangi bising db. Alat ini digunakan pada bising >100 dba dengan frekuensi Hz. Gambar 2.15 Ear Muff 21 Helm (Enclosure) Helm adalah APT yang dilengakapi bantalan telinga yang menutupi bagian kepala dan telinga luar. Fitur APT ini serupa dengan ear muff. Namun helm hanya dapat mengurangi bising 35 dba pada 250 Hz sampai 50 dba pada frekuensi tinggi.

43 29 Gambar 2.16 Helm Pemeriksaan Audiometri 22 Audiometer nada murni adalah suatu alat elektronik yang menghasilkan bunyi yang relatif bebas bising ataupun energi suara pada kelebihan nada. Audiometer meniru rangkaian oktaf dari skala C seperti garpu tala dengan pilihan nada 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000, dan 8000 Hz. Audiometer terdiri dari 3 bagian yaitu osilator sebagai penghasil bunyi dan penggetar tulang untuk konversi energi listrik menjadi energi akustik, peredam sebagai penghasil intensitas bunyi umumnya dengan peningkatan 5 db, dan transduser berupa headphone. Hantaran udara dapat dinilai dari headphone sedangkan hantaran tulang dapat dinilai dari osilator. Tujuan dari pemeriksaan audiometer nada murni adalah menetukan intensitas terendah dalam desibel dari tiap frekuensi yang masih dapat didengar atau mengukur ambang pendengaran. Pemeriksaan ini menghasilkan gambaran kepekaan pendengaran pada berbagi frekuensi yang disebut audiogram.

44 30 Gambar 2.17 Audiogram beserta Simbol-Simbol Audiometri Prosedur Tes Audiometri Nada Murni 24 Persiapan Pasien 1. Posisikan pasien agar tidak melihat panel kontrol dan pemeriksanya. 2. Lepaskan benda yang dapat menggangu pemasangan headphone dan mempengaruhi hasil pemeriksaan seperti anting, kacamata, topi, permen karet, wig, dan kapas dalam telinga. 3. Memeriksa adanya penyempitan liang telinga. Jika terdapat penyempitan liang telinga dapat diatasi dengan menutup telinga yang satunya atau menggunakan headphone. 4. Instruksikan dengan jelas dan tepat agar pasien memberi jawaban yang benar dan sesuai. 5. Pasang headphone sesuai dengan lubang telinga. Penentuan Ambang Pendengaran 1. Berikan rangkaian frekuensi 1000 Hz, 2000 Hz, 4000 Hz, 8000 Hz, 1000 Hz, 500 Hz, dan 250 Hz. Jika terdapat perbedaan ambang 15 db atau lebih pada interval oktaf berapapun, maka lakukan pemeriksaan dengan frekuensi setengah oktaf.

45 31 2. Mulai dengan intensitas tingkat pendengaran 0 db kemudian naikan 10 db selama 1-2 detik hingga pasien memberikan respon. 3. Jika tidak berespon tinggikan nada 5 db sedangkan jika memberikan respon maka turunkan nada 10 db hingga tidak terdengar. 4. Peningkatan berulang 5 db dilanjutkan hingga mencapai modus tipikal atau jawaban tipikal, biasanya kurang dari 3 kali peningkatan. 5. Cantumkan simbol-simbol yang sesuai hasil pemeriksaan pada audiogram. 6. Lanjutkan dengan frekuensi selanjutnya namun turunkan tingkat nada db dari ambang frekuensi yang di uji sebelumnya. 7. Teknik ini dapat dilakukan pada uji hantaran tulang maupun udara namun pada hantaran tulang tidak terdapat frekuensi 6000 dan 8000 Hz Interpretasi Hasil Pengukuran Audiometri Bila ambang hantaran tulang lebih baik (lebih peka) dari ambang hantaran udara sebesar 10 db atau lebih dan normal, maka tuli bersifat konduktif. 2. Bila ambang hantaran tulang sama dengan ambang hantaran udara dan keduanya tidak normal, maka tuli besifat sensorineural. 3. Bila ambang hantaran tulang berkurang namun masih lebih baik dari ambang hantaran udara sebesar 10 db atau lebih, maka tuli besifat campuran atau kombinasi. Gambar 2.18 Audiogram Tuli Konduktif 23

46 32 Gambar 2.19 Audiogram Tuli Sensorineural 23 Gambar 2.20 Audiogram Tuli Campuran Jenis-Jenis Peranti Dengar 25 Perkembangan teknologi yang sangat pesat menyebabkan beragamya jenis dan bentuk PD. Contoh dari PD antara lain circumaural headphone, supraaural headphone, earphone, dan canalphone.

47 33 Gambar 2.21 circumaural headphone 25 Gambar 2.22 supraaural headphone 25 Gambar 2.23 earphone 25

48 Gambar 2.24 canalphone 25 34

49 Kerangka Teori Penggunaan PD Bising mesin di lab Perilaku kebiasaan Penggunaan APT Intensitas Frekuensi Durasi Merokok alkohol Jenis Cara pakai Kepatuhan pemakaian (+) (-) Siswa SMK mesin Pergegangan berlebihan membran basalis permeabilitas membran mitikondria sel rambut luar Aktivasi caspase 9 dan sitokrom C Apoptosis sel Aktivasi JNK/MAPK Pembentukan ROS/RNS Lipid peroksidase Isoprostante s Iskemia Pembentuka n sitokin inflamasi (TNF α, IL- 1) influks Ca 2+ eksitasi glutamat post-sinaps Kerusakan saraf reseptor AMPA Kerusakan sel rambut luar sensitifitas akustik Penurunan pendengaran / Gangguan pendengaran akibat bising sementara Paparan bising berulang Gangguan pendengaran akibat bising permanen

50 Kerangka Konsep Bising: mesin + PD Frekuensi Durasi Intensitas Penggunaan APT Jenis APT Cara pemakaian Kepatuhan pemakaian Karateristik subjek : Usia Jenis kelamin Kerentanan individu Bising lingkungan : Kendaraan bermotor Tempat tinggal dikawasan pabrik Tempat tinggal di dekat rel kereta api Gangguan fungsi pendengaran Keterangan : Variabel bebas Variabel yang tidak diteliti Variabel terikat Variabel perancu Hubungan yang diteliti Hubungan yang tidak diteliti

51 Definisi Operasional Tabel 2.5 Definisi Operasional No Variabel Definisi Pengukur Alat ukur Cara pengukuran 1 Derajat pendengaran 2 Perilaku penggunaan alat pelindung telinga 3 Ambang dengar Kategori derajat pendengaran rata-rata ambang dengar dari 4 frekuensi, dimana ambang dengar 0-25 db (pendengaran normal), ambang dengar > db (tuli ringan), > db (tuli sedang), >55-70 db (tuli sedang berat), db (tuli berat), >90 db (tuli sangat berat) 14 Kebiasaan penggunaan alat pelindung telinga saat praktikum di laboratorium mesin Kekerasan suara terendah yang mampu didengar oleh responden 14 Tenaga audiolog terlatih Audiometer nada murni menggunakan hantaran udara Telinga percontoh diukur dengan 6 frekuensi dalam spektrum pendengaran ditentukan untuk masingmasing frekuensi tersebut Peneliti Kuisioner Percontoh diminta untuk mengisi kuisioner yang sesuai dengan kebiasaan penggunaan alat pelindung telinga Tenaga audiolog terlatih Audiometer nada murni menggunakan hantaran udara Percontoh diminta untuk merespon apabila mendengar suara yang keluar dari audiometer Skala pengukuran Kategorik Nominal Numerik

52 38 Tabel 2.5 Definisi Operasional (sambungan) No Variabel Definisi Pengukur Alat ukur Cara pengukuran 4 Dosis bising Tingkat Peneliti Media player Percontoh volume yang dan PD jenis diminta digunakan saat headphone mendengarkan menggunakan circumaural lagu PD menggunakan media player dengan PD yang disediakan dan memilih tingkat volume yang biasa Lama pajanan terpapar bising digunakan Peneliti Kuesioner Percontoh diminta untuk mengisi kuesioner yang berisi pertanyaan tentang durasi dan frekuensi terpapar bising Skala pengukuran Numerik 5 Gambaran gejala gangguan pendengaran Telinga berdenging, telinga lebih sensitif terhadap suara, dan kesulitan memahami pembicaraan di tempat ramai 6 Takik Peningkatan ambang dengar 1 db dibandingkan dengan frekuensi sebelumnya (2000 Hz) Peneliti Kuesioner Percontoh diminta untuk menyatakan pernah atau tidak pernah merasakan keluhan tersebut semenjak aktif menggunakan PD Tenaga audiolog terlatih Audiometer nada murni menggunakan hantaran udara Ambang dengar 4000 Hz dikurangi ambang dengar 2000 Hz Nominal Numerik

53 39 Tabel 2.5 Definisi Operasional (sambungan) No Variabel Definisi Pengukur Alat ukur Cara pengukuran 7 Pengguna PD berisiko 8 Pengguna PD tidak berisiko Kelompok pengguna PD yang memiliki skor < 13,2 dari total 6 pertanyaan pada kuesioner tentang perilaku penggunaan PD Kelompok pengguna PD yang memiliki skor > 13,2 dari total 6 pertanyaan pada kuesioner tentang perilaku penggunaan PD Peneliti Kuesioner Percontoh mengisi kuesioner tentang status penggunaan PD, tahun mulai pemakaian PD, frekuensi penggunaan PD dalam seminggu, durasi penggunaan PD dalam jam per hari, kemampuan mendengar saat menggunakan PD, dan dosis kebisingan PD yang biasa didengarkan Peneliti Kuesioner Percontoh mengisi kuesioner tentang status penggunaan PD, tahun mulai pemakaian PD, frekuensi penggunaan PD dalam satu minggu, durasi penggunaan PD dalam jam per hari, kemampuan mendengar saat menggunakan PD, dan dosis kebisingan PD yang biasa didengarkan Skala pengukuran Numerik Numerik

54 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah survey yang bersifat analitik dengan menggunakan desain cross sectional Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMK yang berlokasi di sekitar Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan pada bulan Februari Mei tahun Populasi dan Sampel Populasi dan Sampel yang Diteliti Populasi Target Populasi target dalam penelitian ini adalah siswa kelas 2 SMK pengguna PD berisiko dan pengguna PD tidak berisiko yang tepapar bising mesin Populasi Terjangkau Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah siswa kelas 2 SMK tahun ajaran yang merupakan pengguna PD berisiko dan pengguna PD tidak berisiko yang tepapar bising mesin di satu SMK yang berlokasi di sekitar Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan Sampel Sampel pada penelitian ini merupakan siswa kelas 2 tahun ajaran yang merupakan pengguna PD berisiko dan pengguna PD tidak berisiko yang tepapar bising mesin di satu SMK yang berlokasi di sekitar Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan yang memenuhi kriteria inklusi peneliti. 40

55 Jumlah sampel Besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus sampel untuk penelitian analitik tidak berpasangan dengan variabel kategorik. 27 N : Jumlah sampel zα : Tingkat kemaknaan yang ditentukan oleh tingkat kepercayaan pada α = 5%; zα = 1,96 P 2 : Proporsi standar dari pustaka = 0,29 P 1 : Proporsi yang diteliti (clinical judgement) = 0,59 zβ : Power yang ditentukan oleh peneliti = 0,8 P = ½ (P 1 + P 2 ) Q : 1 P Berdasarkan rumus besar sampel di atas, maka jumlah sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah Cara Pemilihan Sampel Sekolah yang akan dijadikan lokasi penelitian dipilih dengan cara purposif yaitu sampel ditentukan oleh peneliti yang diambil tidak secara acak sedangkan percontoh dipilih menggunakan cara simple random sampling. Simple random sampling adalah teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak sehingga setiap elemen dalam populasi memiliki kesempatan yang sama besar untuk dipilih sebagai sampel penelitian. 27

56 Kriteria Sampel Kriteria Inklusi Siswa kelas 2 SMK baik laki-laki maupun perempuan. Siswa kelas 2 di SMK yang dipilih oleh peneliti. Siswa yang hadir saat pemeriksaan Kriteria Eksklusi Siswa dengan gendang telinga robek. Siswa dengan sumbatan serumen pada telinga. Siswa yang sedang atau pernah menderita gangguan telinga seperti otitis media. Siswa dengan riwayat pernah tuli mendadak. Siswa yang tidak menyelesaikan tahapan proses pengambilan data Alat dan Bahan Pengumpulan Data Peneliti menggunakan alat dan fasilitas dalam pengumpulan data untuk menunjang kegiatan penelitian dan memperoleh hasil yang lebih baik sehingga mempermudah pengolahan data. Alat yang digunakan dalam pengumpulan data untuk penelitian ini antara lain: 1. Headphone RLENS 2. Kuisioner gambaran perilaku penggunaan PD dan perilaku penggunaan alat pelindung telinga 3. SLM krisbow tipe KWD Multimeasure application 5. Audiometri 6. Mp3 player (Laptop Lenovo Idea Pad S210 Touch) 7. Otoskop 8. Ruangan dengan intensitas bising lingkungan dibawah 40 db

57 Cara Kerja Penelitian Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: a. Merumuskan pertanyaan penelitian. b. Menetapkan desain penelitian, yaitu cross sectional. c. Menentukan besar sampel. d. Permohonan izin pelaksanaan penelitian ke pihak sekolah yang akan dijadikan lokasi penelitian. e. Pengukuran bising mesin pada tiga mesin menggunakan SLM krisbow tipe KWD6-291 dengan ketelitian ± 3,5 db. f. Memberikan penjelasan dan meminta persetujuan percontoh dengan lembar informed consent. g. Pengisian kuesioner tentang penggunaan APT dan perilaku penggunaan PD yang meliputi status penggunaan PD, tahun mulai pemakaian PD, frekuensi penggunaan PD dalam satu minggu, durasi penggunaan PD dalam jam per hari, kemampuan mendengar suara lingkungan saat menggunakan PD, dan dosis kebisingan PD yang biasa didengarkan. Siswa dibagi kedalam dua kelompok berdasarkan skor perilaku penggunaan PD yang terdiri dari beberapa kriteria, yakni status penggunaan PD (skor 1-2), tahun mulai pemakaian PD (skor 1-4), durasi penggunaan PD dalam satu hari (skor 1-3), frekuensi penggunaan PD dalam satu minggu (skor 1-5), dosis kebisingan PD (skor 1-6) dan kemampuan bercakap-cakap saat menggunakan PD (skor 1-2). Perilaku yang meningkatkan risiko terjadinya gangguan fungsi pendengaran diberi nilai skor yang lebih kecil. Pembagian kelompok tersebut didasarkan pada nilai cutoff dari skor perilaku penggunaan PD pada kuesioner. Total skor maksimal dari seluruh kriteria adalah 22 sehingga percontoh dengan total skor 1-13 digolongkan kedalam pengguna PD berisiko sedangkan percontoh dengan total skor termasuk kedalam pengguna PD tidak berisiko. h. Pemilihan sampel berdasarkan populasi target, populasi terjangkau, kriteria inklusi, dan kriteria eksklusi dengan teknik simple random sampling. Peneliti memilih 50 siswa sebagai percontoh yang dilakukan pemeriksaan audiometri.

58 44 i. Percontoh dipanggil sebanyak 4 orang ke dalam ruang pemeriksaan. Terdapat dua pos pemeriksaan, yakni pos pemeriksaan dosis bising dan pos pemeriksaan audiometri. j. Pemeriksaan dosis bising dilakukan pada percontoh terpilih. Pemeriksaan dosis bising dilakukan menggunakan laptop Lenovo tipe IdeaPad S210 Touch dan headphone jenis circumaural bermerek Rlens dengan sensitivitas 106 db ± 3 db. Percontoh diminta untuk menutup mata sambil mendengarkan musik dari headphone yang disambungkan ke media player laptop. Volume suara awal diatur dari 0 kemudian percontoh diminta untuk menaikkan volume suara sampai volume yang biasa digunakan atau dirasa nyaman. k. Percontoh juga diwawancara ulang tentang perilaku penggunaan PD seperti tahun mulai pemakaian PD, lama penggunaan PD dalam satu hari, dan frekuensi penggunaan PD dalam satu minggu. l. Pemeriksaan fisik telinga menilai struktur anatomi telinga luar dan telinga tengah terutama liang telinga dan membran timpani untuk menyeleksi kriteria eksklusi dari percontoh. Pada pemeriksaan telinga tengah menggunakan alat bantu berupa otoskop. m. Pemeriksaan audiometri dilakukan pada percontoh yang tidak memilik kriteria eksklusi. Pemeriksaan audiometri dilakukan pada ruang yang tingkat embien kebisingan 40 db. Percontoh menggunakan headphone sambil menutup mata dan diminta memberikan respon apabila mendengar nada yang dibunyikan. Pemeriksaan dilakukan pada frekuensi 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, 4000 Hz, dan 8000 Hz pada kedua liang telinga secara bergantian. Ambang dengar dapat dihutung dengan rata-rata ambang dengar pada frekuensi 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, dan 4000 Hz. Gangguan pendengaran akibat bising dapat dilihat dari kejadian takik. Takik dihitung berdasarkan kenaikan intensitas 10 db pada frekuensi 4000 Hz dibandingkan dengan frekuensi sebelumnya (2000 Hz). Gangguan dengar dikatakan apabila ambang dengar > 25 db. Pemeriksaan dilakukan oleh audiolog yang sudah terlatih dari perusahaan Hearing Vision. Terdapat 2 mesin audiometri yang digunakan saat melakukan pengukuran tersebut.

59 Alur Penelitian Pengukuran bising mesin (+) Siswa SMK kelas 2 (N=116) Pengisian kuesioner Pengguna PD berisiko (N=22) Pengguna PD tidak berisiko (N=26) Sample penelitian ditentukan dengan simple random sampling Kriteria inklusi Krteria eksklusi Sample terpilih Anamnesis mengenai perilaku penggunaan PD Pemeriksaan dosis bising PD Pemeriksaan fisik telinga Audiometri nada murni Derajat pendengaran Takik 3.7. Manajemen Data Pengumpulan Data Data penelitian ini merupakan data primer yang didapatkan dari kuesioner dan hasil pemeriksaan audiometri nada murni pada percontoh serta pengukuran bising mesin. Kuesioner tersebut berisi pertanyaan mengenai identitas percontoh yaitu nama, usia, dan jenis kelamin serta gambaran perilaku penggunaan PD. Pengukuran audiometri nada murni dilakukan untuk menentukan derajat ambang dengar dan melihat kejadian takik pada percontoh. Data dari kuesioner dan hasil

60 46 pengukuran audiometri dianalisis untuk membandingkan fungsi pendengaran pada pengguna PD berisiko dan pengguna PD tidak berisiko Pengolahan Data Pemeriksaan Data (Editing) Proses editing meliputi peninjauan ulang kelengkapan data kuesioner dan data hasil pengukuran audiometri. Pemberian Kode (Coding) Data dikode sesuai ketetapan skor dan dikategorikan kemudian dimasukkan ke dalam tabel data induk menggunakan Microsoft Excel Pemasukan dan Pemprosesan Data (Entry Data) Data dimasukan ke komputer dan diolah menggunakan software analisis data IBM SPSS v21. Pembersihan Data (Cleaning Data) Pembersihan data merupakan tahapan akhir dalam input data ke komputer dan meninjau ulang apabila masih ada kesalahan data Analisis Data Analisis Data Univariat Analisis data univariat bertujuan untuk mendeskripsikan tiap variabel dependen dan independen untuk memahami karakteristik data yang ada yaitu frekuensi, durasi, dan intensitas dari bising mesin dan peranti dengar, penggunaan APT, serta hasil pemeriksaan audiometri berupa takik dan ambang dengar. Normalitas distribusi data diuji dengan uji Kolomogorov-Smirnov untuk kelompok yang lebih dari 50 orang dan Shapiro-Wilk untuk kelompok yang kurang dari 50 orang. 27 Data dianalisa secara deskriptif untuk mengetahui rata-rata dan frekuensi. Data disajikan dalam bentuk tabel beserta interpretasinya.

61 Analisis Data Bivariat 27 Analisis data bivariat bertujuan unutk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan independen. Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Chi Square. Uji Chi Square digunakan untuk uji hipotesis korelatif variabel kategorik pada 2 kelompok tidak berpasangan. Penelitian ini menggunakan uji Chi Square untuk mengetahui hubungan antara penggunaan peranti dengar terhadap fungsi pendengaran pada siswa SMK X di Tangerang Selatan yang terpapar bising mesin. Apabila terdapat nilai expected < 5 pada lebih dari 20 % kotak maka uji yang digunakan adalah uji Fisher. Variabel dependen yaitu skor perilaku penggunaan PD (skala kategorik) dan variabel independen yaitu kejadian takik (skala kategorik). Dari hasil uji statistik akan didapatkan nilai p. Dalam penelitian ini, ditetapkan nilai α sebesar, 5 dan confidence interval (CI) sebesar 95%, sehingga pemaknaan nilai p adalah sebagai berikut: Jika p< 0,05; maka hipotesis nol ditolak, artinya terdapat hubungan antara penggunaan peranti dengar terhadap fungsi pendengaran pada siswa SMK X di Tangerang Selatan. Jika p> 0,05; maka hipotesis nol tidak ditolak, artinya tidak terdapat terdapat hubungan antara penggunaan peranti dengar terhadap fungsi pendengaran pada siswa SMK X di Tangerang Selatan Rencana Penyajian Data Penyajian data dilakukan dalam bentuk narasi dan tabel yang memperlihatkan hasil pemeriksaan ambang dengar dan pengisian kuesioner tentang perilaku penggunaan PD dan APT untuk menggambarkan hubungan fungsi pendengaran pengguna peranti dengar berisiko dan pengguna peranti dengar tidak berisiko pada SMK X di Tangerang Selatan.

62 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penggunaan PD terhadap fungsi pendengaran pada siswa SMK. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari Mei 2016 pada siswa kelas 2 di SMK Negeri X Tangerang Selatan. Pemilihan sekolah dilakukan dengan teknik purposive sampling. Polulasi terjangkau berjumlah 116 siswa kemudian dipilih 50 siswa dengan cara simple random sampling sebagai sampel penelitian. Penelitian ini merupakan penelitain cross sectional. Hasil penelitian didapatkan melalui data primer yakni kuesioner, wawancara, dan pemeriksaan audiometri nada murni. Peneliti mendapatkan 22 siswa pada pengguna PD berisiko dan 26 siswa pada pengguna PD tidak berisiko. Terdapat dua percontoh yang tidak hadir pada saat pemeriksaan audiometri sehingga total percontoh menjadi 48 orang. Pemeriksaan audiometri dilakukan pada ruang laboratorium komputer dengan bising lingkungan sebesar 50 db yang diukur menggunakan alat multimeasure application. Data primer dari audiogram digunakan untuk mengetahui hubungan fungsi pendengaran pada kelompok pengguna PD berisiko dan pengguna PD tidak berisiko. 48

63 Karakteristik Percontoh Tabel 4.1 Karakteristik Percontoh Berdasarkan Perilaku Pengguna PD Pengguna PD 1. Pengguna PD 2. Bukan Pengguna PD Lama Penggunaan PD 1. < 1 tahun tahun 3. 3 tahun 4. > 3 tahun Durasi Penggunaan Per Hari 1. < 1 jam jam 3. > 2 jam Frekuensi Penggunaan Per Minggu 1. 0 hari hari/minggu hari/minggu hari/minggu 5. Setiap hari Dosis Kebisingan PD 1. <20% 2. 20% - 30% 3. 40% - 50% 4. 60% - 70% 5. 80% - 90% % Kemampuan Bercakap-cakap saat Menggunakan PD 1. Mampu 2. Tidak mampu Variabel N (%) 100 (100) 0 (0) 0 (0) 8 (16,7) 4 (8,3) 36 (75,0) 14 (29,2) 30 (62,5) 4 (8,3) 0 (0) 9 (18,8) 3 (6,3) 22 (45,8) 14 (29,2) 18 (37,5) 7 (14,6) 12 (25,0) 8 (16,7) 3 (6,3) 0 (0) 35 (72,9) 13 (27,1) Keterangan : N, jumlah, PD, Peranti Dengar Gambaran perilaku penggunaan PD didapatkan dari pengisian kuesioner dan dikonfirmasi dengan wawancara langsung kepada percontoh. Lama penggunaan PD paling banyak adalah > 3 tahun, durasi penggunaan PD dalam satu hari paling banyak adalah 1-2 jam, dan frekuensi penggunaan PD dalam satu minggu paling banyak adalah 5-6 hari. Dosis bising yang paling banyak digunakan adalah < 20%. Data pengukuran dosis bising tidak dapat digunakan karena tidak ada alat dosimeter untuk mengkonversi volume dari media player laptop dan headphone

64 50 ke standar yang ada, sehingga data dosis bising diambil dari hasil pengisian kuesioner. Tahun mulai pemakaian PD paling banyak adalah > 3 tahun. Lama penggunaan PD selama 5 tahun perlu menjadi perhatian karena Gangguan Pendengaran Akibat Bising (GPAB) atau Noise Induced Hearing Lose (NIHL) dapat disebabkan oleh paparan bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang lama, yakni sekitar 5 sampai 10 tahun. 14 Berdasarkan literatur yang lain, kenaikan ambang pendengaran yang menetap dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan, namun terdapat pendapat lain yang menyebutkan GPAB baru akan terjadi setelah 10 sampai 15 tahun terjadi paparan. 14 Percontoh yang tidak mampu bercakap-cakap saat menggunakan PD berjumlah 27,1%. Percontoh harus menurunkan volume atau melepas PD jika ingin berkomunikasi. Data ini menunjukan bahwa lebih dari seperempat percontoh menggunakan PD dengan volume yang cukup keras sehingga menyebabkan suara lingkungan tidak dapat terdengar dengan jelas. Dosis kebisingan PD sebesar < 20% masih aman untuk digunakan dan tidak ada batasan waktu maksimum. 28 Dosis bising sebesar 80%-90% berisiko menimbulkan GPAB bila digunakan lebih dari 1 jam per hari. Penggunaan pemutar musik digital dengan volume maksimal hanya boleh digunakan maksimal 18 menit. 28 Penggunaan PD perlu disesuaikan intensitas, frekuensi dan durasi agar protektif terhadap telinga. Sangat dianjurkan penggunaan volume rendah agar lebih aman untuk pendengaran. Remaja harus diberikan informasi dan peringatan dini, seperti pengenalan pada level volume musik yang aman untuk didengarkan sehingga penyuluhan sangat penting untuk mencegah terjadinya GPAB. 29,30 Hal tersebut adalah tanggung jawab dari produsen MP3 players, tanggung jawab sekolah, pemegang kebijakan kesehatan, dan orangtua untuk memberikan informasi kepada remaja tentang potensi bahaya mendengarkan musik keras dengan menggunakan PD dan cara memberi proteksi diri terhadap bahaya bising. 3

65 Sebaran Karakter Bising Mesin Pengamatan paparan bising pada siswa SMK X dilakukan dengan cara pengisian kuesioner yang meliputi frekuensi praktikum per minggu, durasi per satu kali praktikum, dan ketersediaan APT. Pengukuran bising mesin dilakukan menggunakan SLM krisbow tipe KWD6-291 dengan ketelitian ± 3,5 db. Paparan bising mesin pada siswa SMK didapatkan sebanyak 1-3 kali perminggu dengan durasi menit. Pada saat terpapar bising siswa tidak menggunakan APT karena tidak disediakan APT dari sekolah. Tabel 4.2 Karakteristik Bising Mesin Jenis Mesin Frekuensi Bising Intensitas Bising Max Min Mesin A 3604 Hz 98,0 db 92,4 db Mesin B 4079 Hz 102,0 db 86,0 db Mesin C 5980 Hz 114,0 db 92,7 db Keterangan : Max, maksimal, Min, minimal, Hz, hertz, db, desibel Bising yang didapat oleh siswa berasal dari 3 mesin. Ketiga mesin ini adalah mesin yang biasa digunakan saat siswa SMK X melaksanakan praktikum di bengkel. Mesin C mengeluarkan bising tertinggi dengan intensitas minimal 92,7 db, intensitas maksimal 114,0 db, dan frekuensi bunyi 5980 Hz. Rata-rata intensitas bising dari intensitas minimal ketiga mesin adalah 95,2 db. Berdasarkan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi batas waktu yang diperbolehkan untuk terpapar bising sebesar 94 db adalah 1 jam. 16 Paparan bising pada siswa SMK sebesar 95,2 db dengan durasi menit sudah melewati ketetapan yang diperbolehkan sehingga berpotensi untuk menimbulkan gangguan pendengaran apalagi saat mendapatkan paparan bising mesin para siswa di SMK X tidak menggunakan APT. Pihak sekolah dinilai perlu untuk menyediakan APT. Para guru juga harus memberikan contoh bagi siswa dalam kedisiplinan penggunaan APT sehingga guru sebagai role model dapat mendorong siswa untuk merubah sikap menjadi sadar akan proteksi diri.

66 Prevalensi Kejadian Takik dan Gangguan Dengar pada Siswa SMK Pengguna PD Berisiko dan Pengguna PD Tidak Berisiko Takik dinyatakan apabila terdapat kenaikan intensitas 10 db pada frekuensi 4000 Hz dibandingkan dengan frekuensi sebelumnya (2000 Hz). Gangguan dengar didefinisikan sebagai ambang dengar > 25 db. Tabel 4.3 Prevalensi Kejadian Takik dan Gangguan Dengar pada Siswa SMK Pengguna PD Berisiko dan Pengguna PD Tidak Berisiko Pengguna PD Berisiko Pengguna PD Tidak Berisiko Variabel N (%) N (%) Takik AD 2 (9,1) 1 (3,8) Takik AS 1 (4,5) 3 (11,5) Takik Gabungan 3 (13,6) 4 (15,4) Gangguan dengar AD 0 (0) 0 (0) Gangguan dengar AS 0 (0) 1 (3,8) Gangguan dengar 0 (0) 1 (3,8) gabungan Keterangan : AD, auric detxtra, AS, auric sinistra, PD, peranti dengar, N, jumlah Hasil pemeriksaan audiometri menunjukan jumlah siswa pengguna PD berisiko yang mengalami penurunan takik pada frekuensi 4000 Hz di telinga kanan sebesar 9,1% dan telinga kiri sebesar 4,5%. Sedangkan pada pengguna PD tidak berisiko jumlah siswa yang mengalami penurunan takik di telinga kanan sebesar 3,8% dan telinga kiri sebesar 11,5%. Jumlah siswa yang mengalami gangguan dengar pada pengguna PD berisiko lebih kecil dibandingkan dengan pengguna PD tidak berisiko, yakni pada pengguna PD berisiko sebesar 0% dan pada pengguna PD tidak berisiko sebesar 3,8% Hubungan Skor Perilaku Pengguna PD terhadap Kejadian Takik Peneliti mencoba menghubungkan perilaku penggunaan PD dengan fungsi pendengaran pada percontoh dengan melihat kejadian takik.

67 53 Tabel 4.4 Hubungan Perilaku Penggunaan PD terhadap Kejadian Takik Kategori Pengguna PD Takik Tidak Takik Kategori Kejadian Takik Total p-value Berisiko Tidak Berisiko Total ,674 * Keterangan : PD, peranti dengar * Fisher Jumlah percontoh yang mengalami kejadian takik pada kelompok pengguna PD berisiko sebanyak 3 orang, sedangkan pada pengguna PD tidak berisiko sebanyak 4 orang. Hubungan penggunaan PD terhadap kejadian takik diuji menggunakan uji Fisher. Hasil uji statistik menunjukan tidak ada hubungan antara penggunaan PD terhadap kejadian takik (p=0,674, Fisher). Hal ini berbeda dengan penelitianpenelitian sebelumnya. Terdapat beberapa penelitian yang mendapatkan hasil bermakna pada hubungan antara penggunaan PD dengan fungsi pendengaran. Hal ini dapat disebabkan karena percontoh memiliki rata-rata usia sekitar 17 dan 16 tahun yang merupakan golongan usia remaja awal 32 dimana pemakaian PD baru digunakan sehingga paparan bising juga belum terlalu lama. Sel rambut telinga lebih cepat dan mudah mengkompensasi kerusakan sel akibat paparan bising yang keras dan kontinu pada usia muda. Suatu penelitian menyebutkan bahwa kejadian GPAB biasanya belum terjadi pada usia tahun, namun akan meningkat pada usia di atas 20 tahun. 33 Evaluasi gangguan fungsi pendengaran pada siswa kelas 2 SMK juga dinilai terlalu dini karena fungsi pendengaran baru akan menurun saat usia 60 tahun. Penelitian di luar negeri menunjukan angka gangguan pendengaran yang lebih tinggi karena penelitian dilakukan pada usia yang lebih tua yaitu sekitar tahun. 34 Kebiasaan mendengarkan musik keras di acara konser dan diskotik juga dapat mempengaruhi hasil penelitian. 29 Bising dari musik diskotik didapat secara

68 54 kontinu selama empat jam dalam seminggu. 30 Volume suara musik diskotik bervariasi antara 104,3 db sampai 112,4 db merupakan volume yang cukup berisiko untuk menimbulkan gangguan pendengaran. 29 Beberapa faktor ini pada akhirnya dapat mempengaruhi kebermaknaan hubungan GPAB dan penggunaan PD pada penelitian-penelitian sebelumnya. Pengaruh budaya luar seperti minum alkohol dan merokok juga mempengaruhi penurunan fungsi pendengaran. Penggunaan alkohol yang berat dapat menimbukan peningkatan low density lipoprotein (LDL) dan clotting pada darah sehingga menyebabkan gangguan perfusi pada vaskular di koklea. 35 Penelitian di jepang (case control) menyebutkan terdapat U-shaped relation terhadap penurunan pendengaran sebesar 45 % pada occational drinkers. 34 Merokok lebih dari 20 bungkus/tahun 36 dapat meningkatkan kadar kaboksihemoglobin dalam darah sehingga terjadi penurunan oksigen yang dapat digunakan sel. 36 Selain itu kandungan nikotin pada rokok juga bisa menyebabkan artherosklerosis vaskular koklear yang merupakan end artery sehingga jika vaskularisasinya terganggu secara otomatis koklea akan mengalami hipoksia 36 yang akan meningkatkan ROS sehingga sel-selnya akan mengalami apoptosis Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini tidak mencakup keseluruhan jumlah sampel yang dibutuhkan berdasarkan hasil perhitungan rumus. Keterbatasan waktu, biaya, dan populasi terjangkau menyebabkan jumlah sampel yang sedikit. Penelitian ini memerlukan 82 orang percontoh berdasarkan perhitungan rumus namun pada pelaksanaannya hanya dilakukan pada 48 percontoh saja. Pemeriksaan audiometri nada murni juga tidak dilakukan di ruang kedap suara. Tingkat embien kebisingan pada pengukuran audiometri memiliki ketentuan tertentu.

69 55 Tabel 4.5 Tingkat Kebisingan Latar Belakang Maksimum yang Diperbolehkan selama Pengujian Audiometri menurut ANSI S , OSHA Tabel D-2 (1981), dan OSHA Tabel D-1 (1983). 37 Frekuensi Tengah Oktaf-Band 500 Hz 1000 Hz 2000 Hz 4000 Hz 8000 Hz ANSI S (dibulatkan keseluruh desibel terdekat ) OSHA tabel D OSHA tabel D Keterangan : Tingkat yang ditampilkan adalah tingkat tekanan suara oktaf -band (db re 2 μpa) untuk telinga ditutupi dengan bantalan standar MX41/AR Berdasarkan OSHA tingkat embien kebisingan untuk melakukan pemeriksaan audiometri nada murni adalah sebesar 40 db. 37 Intensitas bising lingkungan yang melebihi ketentuan akan merancukan hasil sehingga hasil ambang dengar tidak akurat. Volume pada pemeriksaan dosis bising penggunaan PD yang dilakukan dengan media player berupa laptop dapat dianalisis dengan alat dosimeter dalam satuan desibel sehingga peneliti dapat membandingkan dosis bising penggunaan PD pada kedua kelompok dengan ketetapan dosis bising yang diizinkan menurut Mentri Tenaga Kerja. Peneliti juga tidak melakukan wawancara tentang paparan bising selain dari penggunaan PD pada percontoh sehingga dapat menimbulkan bias informasi. Apabila terjadi penurunan ambang dengar pada pengguna PD belum dapat dipastikan sepenuhnya bahwa gangguan tersebut diakibatkan oleh penggunaan PD.

70 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: Tidak didapatkan hubungan bermakna pada perilaku penggunaan PD dan fungsi pendengaran yang dilihat dari kejadian takik (Fisher; p 0,674). Seluruh responden merupakan pengguna PD. Lama penggunaan PD paling banyak adalah >3 tahun, durasi penggunaan PD dalam satu hari paling banyak adalah 1-2 jam dan frekuensi penggunaan PD dalam satu minggu paling banyak adalah 5-6 hari. Sedangkan untuk dosis kebisingan PD yang paling banyak digunakan adalah sekitar <20%. Pengguna PD yang mampu bercakap-cakap saaat menggunakan PD sebesar 72,9%. Paparan bising mesin pada siswa SMK didapatkan sebanyak 1-3 kali perminggu dengan durasi menit dan tidak disediakan APT saat praktikum. Didapatkan jumlah percontoh yang mengalami takik pada pengguna PD berisiko sebesar 13,6 % dan pengguna PD tidak berisiko sebesar 15,4 % serta gangguan dengar pada pengguna PD berisiko sebesar 0% dan pengguna PD tidak berisiko sebesar 3,8 % Saran Saran untuk penelitian selanjutnya adalah perlu dilakukan penelitian serupa dengan desain cohort agar dapat mengikuti perjalanan GPAB. Pihak sekolah dinilai perlu untuk menyediakan APT dan membuat kurikulum pada SOP praktikum tentang K3 untuk mengingkatkan kesadaran siswa akan bahaya bising. 56

71 57 Wawancara mengenai risiko paparan bising di luar penggunaan PD perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan faktor terjadinya GPAB di luar penggunaan PD. Alat dosimeter diperlukan untuk mengkonversi volume media player laptop dalam satuan persen ke dalam satuan desibel agar data dosis bising dapat dianalisis. Pemilihan lagu pada pemeriksaan dosis bising sebaiknya ditentukan oleh percontoh agar dosis bising yang diperoleh bukan sekedar dosis bising detectable. Pemeriksaan audiometri nada murni harus dilakukan di ruang kedap suara dengan intensitas bising dibawah 40 db dengan menggunakan booth audiometri atau alat KUDUwave sehingga gangguan pendengaran dapat dinilai secara akurat. Penilitian gangguan dengar akibat bising pada remaja yang menunjukan hasil negatif dan nilai ambang dengar pada audiometri normal dapat menggunakan pemeriksaan dengan sensitifitas yang lebih tinggi yaitu berupa Otoacoustic emissions (OAEs).

72 DAFTAR PUSTAKA 1. American Academy of Audiology group. Facts about noise-induced hearing loss. American Academy of Audiology (Sitasi dec) ; hlm 1. Diakses dari web.s3.amazonaws.com/migrated/fact%20sheets%20- %20NIHL.pdf_53998b477e1cc pdf 2. Shargorodsky J, Curhan SG, Curhan GC, Eavey R. Change in prevalence of hearing loss in us adolescents. JAMA 2010; 304 (7): William HM, Sobel J, Susan EG, Howarth L, Yongbing SHI. Noiseinduced hearing loss in children : preventing the silent epidemic. Journal of Otology 2006; 1 (1): hlm Vogel I, Brug J, Hosli EJ, van der Ploeg CP, Raat H. MP3 players and hearing loss: adolescents' perceptions of loud music and hearing conservation. J Pediatr. 2008; 152(3): National Institute on Deafness and Other Communication Disorders group. Noise-induced hearing loss. NIDCD fact sheets on Hearing and Balance (Sitasi dec) ; hlm 4. Diakses dari 6. Scientific Committee on Emerging and Newly Identified Health Risks. Potential health risks of exposure to noise from personal music players and mobile phones including a music playing function (Sitasi dec) ; hlm 80. Diakses dari pdf 7. Rabinowitz PM, Galusha D, Dixon-Ernst C, Slade MD, Cullen MR. Do ambient noise exposure levels predict hearing loss in a modern industrial cohort. Occup Environ Med 2007;64: Ali I. Mengatasi gangguan pada telinga dengan tanaman obat. Jakarta: Agromedia Pustaka 2006 :

73 59 9. Hargiyarto P. Analisis kondisi dan pengendalian bahaya di bengkel/laboratorium sekolah menengah kejuruan. Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan 2010; 1: Tortora GJ. Derrickson B. Hearing and equilibrium. Dalam : Bonnie R. Principles of anatomy and physiology.12 th edition. USA: The Mcgraw-Hill Companies. 2009; Despopoulos A. Silbernagl S. Reception and conduction of sound stimuli : central nervous system and senses. Dalam: Marianne M. Color atlas of physiology. 5 th Edition. USA: Thieme. 2003; Sherwood L. Telinga: pendengaran dan keseimbangan. Dalam: Nella Y. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakatra : EGC 2013; Kopke RD, Coleman JKM, Liu J, et al. Mechanism of noise-induced hearing loss and otoprotective strategies. Dalam : Van De Water, Thomas R. Otolaryngology : basic science and clinical review. USA: Thieme 2006; Bashiruddin J, Soetirto I. Gangguan pendengaran akibat bising (Noise Induced Hearing Loss). Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J & Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-7. Jakarta: Balai Penerbit FK UI 2012; Brookhouser PE, Worthington DW, Kelly WJ. Noise-induced hearing loss in children. Laryngoscope 1992;102: Keputusan Menteri Tenaga Kerja. Nomor: KEP 51/MEN/1999. Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.1999 (sitasi mar). Diakses dari kepmenakerno51th1999ttgambangbatasfaktorfisikaditempatkerja.pdf 17. S. Elancheliyan, Krishnakumar J. Environmental noise from construction site power systems and its mitigation. JIRSET 2013; 2 (10): Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Nomor: KEP- 48/MENLH/11/1996. Tentang Baku Tingkat Kebisingan (sitasi

74 mar). Diakses dari pdf 19. OSHA. Measurements. Dalam: Technical manual noise. (Sitasi jan): Diakses dari Program Studi Kesehatan Masyarakat. Prosedur Pemakaian Alat Sound Level Meter. FKIK UIN Jakarta 2014; 1: Hudak R. Hearing Protection Devices (HPD s). NIOSH (Sitasi aug). Diakses dari HudakHearingProtectors.pdf 22. Hernita SY. Perbanding ketepatan tes garpu tala dengan audiometri nada murni dalam penentuan jenis kurang pendengaran (Sitasi aug). Diakses dari Adams GL. Audiologi. Dalam Lassman FM, Levine SC, Greenfield DG. Boies : buku ajar penyakit THT. Jakarta : EGC 1997; Penuntun Pemeriksaan Audiometri. Dalam: Penuntun Praktikum Fisiologi Modul Indra. Jakarta: Departemen Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Frank Tom. Basic instrumen and calibration. Dalam: Audiologi Diagnosis. United State of America: Thieme Medical Publisher 2000; Sastroasmoro S. Studi cross sectional. Dalam: Ghazali MV, Sastromiharjo S, Soedjarwo SR, Soelaryo TS, Pramulyo HS. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Binarupa Aksara 1995; Dahlan MS. Uji hipotesis varibel kategorik tidak berpasangan (tabel b x k). Dalam: Aklia N. Statitiska untuk kedokteran dan kesehatan: deskriptif, bivariat, dan multivariat edisi 5. Jakarta: Salemba Medika 2013: Lisiewski SA. Noise-induced hearing loss and the abuse of mp3 players. Virginia : Scientia Marywood University 2008;

75 Biassoni EC, Serra MR, Richtert U. Recreational noise exposure and its effect on the hearing of adolescents. Part II: development of hearing disorders. Int J Audiol 2005;44: Hellstrom PA, Axelsson A, Costa O. Temporary threshold shift induced by music. Scand Audiol Suppl 1998;48: Vogel I, Brug J, Hosli EJ, van der Ploeg CP, Raat H. MP3 players and hearing loss: adolescents perceptions of loud music and hearing conservation. J Pediatr ;152(3): Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Departemen Republik Indonesia 2009 (sitasi jul). Diakses dari Daniel E. Noise and hearing loss: a review. J Sch Health 2007;77(5): Piers D, Cruickshanks KJ, Moore DR, Jones ME, Mccormack A. Et al. Cigatette smoking, passive smoking, alcohol consumption, and hearing loss. JARO 2014: 15; Kim KS. Kwon OJ. Prevalence and risk factors of hearing loss using the korean working conditions survey. Korean J Audiol 2012;16: Tatsuya Y, Lin FR, Someya S, Kashio A, Sakamoto T. Et al. Current concept in age-related hearing loss: epidemiology and mechanistic pathways. Hear Res 2013 ; 303: Franks JR. Hearing Measurement. NIOSH 1998: 18

76 LAMPIRAN Lampiran 1 Lembar Informed Consent dan Kuesioner Responden Subjek Penelitian Tanggal Pengambilan: KUOSIONER PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA KELAS DUA SMA TERHADAP PENGGUNAAN PERSONAL LISTENING DEVICE (PLD) No Kuosioner: PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT) Saya tellah mendapatkan penjelasan secara rinci dan mengerti mengenai Riset Pengetahuan dan Sikap terhadap Penggunaan LD oleh Isna Akmalia, Mahasiswa jurusan pendidikan dokter angkatan 2013 FKIK UIN Syarif Hidayatullah. Saya mengerti bahwa partisipasi saya dilakukan secara sukarela. Pernyataan bersedia diwawancarai dan diperiksa. Tangerang, Februari 2016 ( ) 62

77 63 KUOSIONER PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA KELAS DUA SMA TERHADAP PENGGUNAAN PERSONAL LISTENING DEVICE (PLD) 1. Nama I. IDENTITAS RESPONDEN 2. Usia Kelas: 3. No HP 4. Jenis Kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan II. GAMBARAN PENGGUNAAN HEADSET KEBIASAAN ANDA MENGGUNAKAN HEADSET 1. Apakah anda mendengarkan musik menggunakan headset? 1. Ya 2. Tidak 2. Sudah berapa lama anda mengunakan headset? 1. < 1 tahun tahun 3. 3 tahun 4. > 3 tahun 3. Dalam seminggu berapa hari anda mendengarkan musik menggunakan headset? hari/minggu hari/minggu hari/ minggu 4. Setiap hari 4. Berapa lama waktu yang anda 1. < 1 jam

78 64 gunakan setiap kali medengarkan musik menggunakan headset? jam 3. >2 jam 5. Media player yang biasanya anda gunakan? 1. Ipod 2. Mp3/Mp4 player 3. Handphone (HP) 4. Laptop/Komputer 7. Lain-lain : 6. Berapa tingkat volume yang biasa anda set di media player anda saat mendengarkan musik menggunakan headset? 1. < 20 % % - 30 % 3. 40% - 50 % % - 70 % % - 90 % % 7. Headset jenis apa yang biasanya 1. Circumaural anda gunakan? 2. Supra-aural

79 65 3. Earbuds atau earphones 4. Canalphones 8. Pada saat anda menggunakan headset (pada kedua telinga), 1. Ya dapat 2. Tidak dapat Apakah anda dapat dengan jelas melakukan percakapan tanpa harus menurunkan volume/ mematikan media player anda? 6

80 66 KUISONER PERBEDAAN PROPORSI PENURUNAN PENDENGARAN PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) PENGGUNA LISTENING DEVICE (LD) DAN NON-PENGGUNA LD 1. Berapa kali dalam seminggu anda berada di laboratorium mesin? a. 1 kali c. 4-6 kali b. 1-3 kali d. > 6 kali 2. Berapa lama anda berada di laboratorium mesin dalam setiap praktikum? a. 30 menit c. 1-2 jam b. 30 menit 1 jam d. 2-3 jam 3. Apakah sekolah anda menyediakan alat pelindung telinga? a. Ya b. Tidak 4. Apakah jenis alat pelindung telinga yang disediakan? (pilihlah yang sesuai) A B C 5. Apakah anda menggunakan alat pelindung telinga yang telah disediakan? a. Selalu c. Jarang

81 67 b. Sering d. Tidak pernah 6. Seberapa sering anda menggunakan alat pelindung telinga tersebut pada setiap praktikum di laboratorium mesin? (Beri tanda silang X pada garis yang sesuai dengan seberapa sering anda menggunakan alat pelindung telinga) 0 10 Tidak pernah sama sekali menggunakan alat pelindung telinga Selalu menggunakan alat pelindung telinga dalam praktikum

82 68 Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Penelitian dan Pengambilan Data

83 69 Lampiran 3 Surat Izin Peminjaman Alat SLM

84 70 Lampiran 4 Gambar Proses Penelitian Gambar 6.1 Mesin A Gambar 6.2 Mesin C Gambar 6.3 Mesin B Gambar 6.4 SLM Krisbow Tipe KWD6-291

85 71 Gambar Proses Penelitian (sambungan) Gambar 6.5 Wawancara Perilaku Penggunaan PD Gambar 6.6 Pengukuran Dosis Bising Gambar 6.7 Pemeriksaan Otoskopi Gambar 6.8 Pemeriksaan Audiometri Nada Murni

86 72 Lampiran 5 Audiogram

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Dan Mekanisme Mendengar Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Survei yang dilakukan oleh Multi Center Study (MCS) menunjukkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Survei yang dilakukan oleh Multi Center Study (MCS) menunjukkan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan pendengaran atau tuli merupakan salah satu masalah yang cukup serius dan banyak terjadi di seluruh negara di dunia. Gangguan pendengaran adalah hilangnya

Lebih terperinci

Tahun : Sistem Sensoris Pendengaran dan Keseimbangan Pertemuan 23

Tahun : Sistem Sensoris Pendengaran dan Keseimbangan Pertemuan 23 Matakuliah Tahun : 2009 : L0044/Psikologi Faal Sistem Sensoris Pendengaran dan Keseimbangan Pertemuan 23 TELINGA saraf kranial VIII (n. auditorius) terdiri dari 3 bagian : telinga luar, tengah dan dalam

Lebih terperinci

Audiometri. dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL

Audiometri. dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL Audiometri dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL Definisi Audiogram adalah suatu catatan grafis yang diambil dari hasil tes pendengaran dengan menggunakan alat berupa audiometer, yang berisi grafik batas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Anatomi Organ Pendengaran Telinga adalah organ yang berfungsi dalam pendengaran dan juga keseimbangan tubuh. Telinga dapat dibagi menjadi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pembimbing I : July Ivone,dr., M.K.K., MPd.Ked. Pembimbing II: Drs. Pinandojo Djojosoewarno,dr.,AIF.

ABSTRAK. Pembimbing I : July Ivone,dr., M.K.K., MPd.Ked. Pembimbing II: Drs. Pinandojo Djojosoewarno,dr.,AIF. ABSTRAK PENGARUH KEBISINGAN TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA KAPAL TUG BOAT PERTAMINA RU VI BALONGAN BAGIAN MESIN DENGAN MASA KERJA 11-30 TAHUN Wina Shaulla, 2010. Pembimbing I : July Ivone,dr.,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1 Anatomi telinga luar Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga (meatus acusticus eksterna) sampai membran timpani bagian lateral.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1. Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.

Lebih terperinci

BIOAKUSTIK. Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi,

BIOAKUSTIK. Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi, BIOAKUSTIK Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi, Bioakustik membahas bunyi yang berhubungan dengan makhluk hidup, terutama manusia. Bahasan bioakustik: proses pendengaran dan instrumen

Lebih terperinci

Telinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

Telinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi di sekitar kita tanpa harus melihatnya

Lebih terperinci

SENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi. Oleh

SENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi. Oleh SENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi Oleh Diar Arsyianti ( 406112402734) Universitas Negeri Malang Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGGUNAAN PERANTI DENGAR TERHADAP FUNGSI PENDENGARAN PADA SISWA SMA X DI TANGERANG SELATAN

HUBUNGAN PENGGUNAAN PERANTI DENGAR TERHADAP FUNGSI PENDENGARAN PADA SISWA SMA X DI TANGERANG SELATAN HUBUNGAN PENGGUNAAN PERANTI DENGAR TERHADAP FUNGSI PENDENGARAN PADA SISWA SMA X DI TANGERANG SELATAN Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH: Febianza

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang dilaksanakan menggunakan teknologi modern dapat menimbulkan dampak yang kurang baik bagi lingkungan,

Lebih terperinci

Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi. gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan.

Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi. gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan. _Bio Akustik_01 Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan. Apa sih yang dimaksud gelombang itu? dan apa hubungannya

Lebih terperinci

Frekuensi suara Frekuensi suara yang dapat didengar adalah antara 20 dan Hz. Orangtua hanya dapat mendengar sampai frekuensi 10 khz. Diatas 20

Frekuensi suara Frekuensi suara yang dapat didengar adalah antara 20 dan Hz. Orangtua hanya dapat mendengar sampai frekuensi 10 khz. Diatas 20 Bunyi,telinga dan pendengaran. Gelombang bunyi adalah suatu getaran mekanis dalam suatu gas,cairan dan benda padat yang merambat/berjalan menjauhi sumber. Kita dapat melihat pada gambar tentang diafragma

Lebih terperinci

BAB V. Fungsi Indera Pendengaran

BAB V. Fungsi Indera Pendengaran BAB V Fungsi Indera Pendengaran A. STRUKTUR ANATOMI TELINGA Secara anatomis, telinga manusia dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Telinga bagian luar Telinga bagian luar terdiri dari aurikula

Lebih terperinci

BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA

BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA Telinga merupakan salah satu panca indera yang penting bagi manusia yang mempunyai dua fungsi yaitu untuk pendengaran dan keseimbangan. Telinga, menurut anatominya dibagi

Lebih terperinci

Struktur dan Mekanisme Pendengaran Pada Manusia

Struktur dan Mekanisme Pendengaran Pada Manusia Struktur dan Mekanisme Pendengaran Pada Manusia Lodowina Eresyen Rumaratu Nim : 102011092 Email : dewirumaratu@yahoo.co.id Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Pendahuluan Manusia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga Dalam Telinga dalam berada pada bagian petrosus tulang temporal yang bertanggung jawab pada proses pendengaran dan keseimbangan. Telinga dalam atau labirin

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA KELAS X DAN XI TENTANG PENGGUNAAN EARPHONE DI SMA PASUNDAN 8 KOTA BANDUNG

GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA KELAS X DAN XI TENTANG PENGGUNAAN EARPHONE DI SMA PASUNDAN 8 KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan teknologi audiovisual dan telekomunikasi saat ini, menyebabkan penggunaan earphone untuk mendengarkan musik dari telepon genggam dan perangkat

Lebih terperinci

12/3/2010 YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN

12/3/2010 YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN 1 Skala vestibuli, berisi perilimf Helikotrema Skala tympani, berisi perilimf Foramen rotundum bergetar Menggerakkan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA

ANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA ANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA Sabri 1* dan Suparno 2 1 Jurusan Teknik Mesin, Universitas Syiah Kuala Jl. Tgk Syech Abdurrauf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan serta keselamatan kerja merupakan masalah penting dalam setiap proses operasional di tempat kerja. Dengan berkembangnya industrialisasi di Indonesia maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Batasan istilah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Batasan istilah 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Batasan istilah Trauma akustik adalah kerusakan sistem pendengaran akibat paparan energi akustik yang kuat dan mendadak seperti pada ledakan hebat, dentuman atau tembakan senjata

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian dan Waktu Pelaksanaan Lokasi penelitian dilaksanakan di sekitar kawasan PLTD Telaga Kota Gorontalo dan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat. Waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan keselamatan kerja. Industri besar umumnya menggunakan alat-alat. yang memiliki potensi menimbulkan kebisingan.

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan keselamatan kerja. Industri besar umumnya menggunakan alat-alat. yang memiliki potensi menimbulkan kebisingan. 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di Indonesia berkembang semakin pesat khususnya dalam bidang teknologi dan industri. Peningkatan pemanfaatan teknologi dalam dunia industri memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Auris (telinga) dibedakan atas bagian luar, tengah, dan dalam.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Auris (telinga) dibedakan atas bagian luar, tengah, dan dalam. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Anatomi Telinga dan Organ Vestibular Auris (telinga) dibedakan atas bagian luar, tengah, dan dalam. Gambar 1. Anatomi Telinga. 4 II.1.1 Telinga Luar Telinga luar merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gelombang suara (Hadinoto, 2014). Alat ini biasanya digunakan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. gelombang suara (Hadinoto, 2014). Alat ini biasanya digunakan untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Earphone adalah alat yang dapat mengubah energi listrik menjadi gelombang suara (Hadinoto, 2014). Alat ini biasanya digunakan untuk mendengarkan suara dan berbicara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah penyebab utama dari penurunan pendengaran. Sekitar 15 persen dari orang

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah penyebab utama dari penurunan pendengaran. Sekitar 15 persen dari orang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendengaran berperan penting dalam komunikasi, perkembangan bahasa dan belajar. Penurunan pendengaran dalam derajat yang ringanpun dapat mempunyai efek negatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendengaran terganggu, aktivitas manusia akan terhambat pula. Accident

BAB I PENDAHULUAN. pendengaran terganggu, aktivitas manusia akan terhambat pula. Accident BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Produktivitas manusia sangat ditunjang oleh fungsi pendengaran. Apabila pendengaran terganggu, aktivitas manusia akan terhambat pula. Accident Compensation

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan jika tidak dikehendaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan jika tidak dikehendaki BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebisingan 2.1.1. Bunyi dan Sifatnya Suma mur (1996) menyatakan bahwa bunyi adalah rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan jika tidak

Lebih terperinci

Tabel 2.1 Tangga Intensitas dari Kebisingan Skala Intensitas Desibels Batas Dengar Tertinggi

Tabel 2.1 Tangga Intensitas dari Kebisingan Skala Intensitas Desibels Batas Dengar Tertinggi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Bising umumnya didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki 3). Bunyi adalah sensasi yang timbul dalam telinga akibat getaran udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pendengaran merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan manusia yang memungkinkan manusia dapat berkomunikasi satu sama lain. Dalam ilmu kedokteran,

Lebih terperinci

GANGGUAN PENDENGARAN DI KAWASAN KEBISINGAN TINGKAT TINGGI (Suatu Kasus pada Anak SDN 7 Tibawa) Andina Bawelle, Herlina Jusuf, Sri Manovita Pateda 1

GANGGUAN PENDENGARAN DI KAWASAN KEBISINGAN TINGKAT TINGGI (Suatu Kasus pada Anak SDN 7 Tibawa) Andina Bawelle, Herlina Jusuf, Sri Manovita Pateda 1 GANGGUAN PENDENGARAN DI KAWASAN KEBISINGAN TINGKAT TINGGI (Suatu Kasus pada Anak SDN 7 Tibawa) Andina Bawelle, Herlina Jusuf, Sri Manovita Pateda 1 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

asuhan keperawatan Tinnitus

asuhan keperawatan Tinnitus asuhan keperawatan Tinnitus TINNITUS A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI Tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengar bunyi tanpa rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya

Lebih terperinci

Prasyarat Periode Metode Baku Mutu Jarak

Prasyarat Periode Metode Baku Mutu Jarak Pengukuran Bising Lingkungan Prasyarat Periode Metode Baku Mutu Jarak by : Zoel 06 Tidak dalam kondisi hujan Kecepatan angin 20 km/jam Mikrofon dilengkapi wind screen untuk menghindari pengaruh getaran

Lebih terperinci

Sensasi dan Persepsi

Sensasi dan Persepsi SENSASI Sensasi dan Persepsi Sensasi: Deteksi energi fisik yg dihasilkan /dipantulkan oleh benda-benda fisik Persepsi Sekumpulan tindakan mental yg mengatur impulsimpuls sensorik mjd 1 pola bermakna Proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bunyi. Indera pendengaran merupakan indera yang sangat penting bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. bunyi. Indera pendengaran merupakan indera yang sangat penting bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indera pendengaran merupakan salah satu indera manusia yang berfungsi untuk mengenali berbagai macam bunyi menentukan lokasi sumber bunyi. Indera pendengaran merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menilai risiko kesehatan paparan bising pada pekerja di PT X yang terpapar dan tidak terpapar kebisingan. III.1. Kerangka Kerja

Lebih terperinci

PERSEPSI PEKERJA TENTANG GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN DI PMKS PT. GIN DESA TANJUNG SIMPANG KECAMATAN PELANGIRAN INHIL-RIAU 2014

PERSEPSI PEKERJA TENTANG GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN DI PMKS PT. GIN DESA TANJUNG SIMPANG KECAMATAN PELANGIRAN INHIL-RIAU 2014 PERSEPSI PEKERJA TENTANG GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN DI PMKS PT. GIN DESA TANJUNG SIMPANG KECAMATAN PELANGIRAN INHIL-RIAU 2014 Isramilda Dosen Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Batam

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Gangguan Pendengaran, Audiometri

ABSTRAK. Kata Kunci: Gangguan Pendengaran, Audiometri ABSTRAK Gangguan pendengaran merupakan ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Deteksi dini berupa pemeriksaan audiometri banyak digunakan

Lebih terperinci

- BUNYI DAN KEBISINGAN -

- BUNYI DAN KEBISINGAN - ERGONOMI - BUNYI DAN KEBISINGAN - Universitas Mercu Buana 2011 Telinga http://id.wikipedia.org/wiki/telinga) TELINGA LUAR TELINGA TENGAH TELINGA DALAM http://v-class.gunadarma.ac.id/mod/resource/view.php?id=2458

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mempermudah segala kegiatan di bidang industri. Penerapan teknologi dapat mempermudah segala kegiatan kerja

Lebih terperinci

Sifat Alami Gelombang

Sifat Alami Gelombang Sifat Alami Gelombang Bunyi Sebagai Gelombang Mekanik Sifat alami gelombang bunyi serupa dengan gelombang slinki. Seperi halnya gelombang slinki, pada gelombang bunyi ada medium yang membawa gangguan dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis atau Rancangan dan Metode Pendekatan Jenis Penelitian ini adalah explanatory research, yaitu menjelaskan hubungan antara variabel-variabel yang telah ditetapkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 464,2 TWh pada tahun 2024 dengan rata-rata pertumbuhan 8,7% per

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 464,2 TWh pada tahun 2024 dengan rata-rata pertumbuhan 8,7% per BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi energi listrik setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan laporan proyeksi kebutuhan listrik PLN

Lebih terperinci

KEJADIAN KURANG PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN MESIN KERETA API PADA PEMUKIM PINGGIR REL DI KELURAHAN GEBANG KABUPATEN JEMBER

KEJADIAN KURANG PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN MESIN KERETA API PADA PEMUKIM PINGGIR REL DI KELURAHAN GEBANG KABUPATEN JEMBER KEJADIAN KURANG PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN MESIN KERETA API PADA PEMUKIM PINGGIR REL DI KELURAHAN GEBANG KABUPATEN JEMBER SKRIPSI Oleh Bambang Prabawiguna NIM 092010101002 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA-301) Getaran dan Gelombang Bunyi

Fisika Umum (MA-301) Getaran dan Gelombang Bunyi Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi Getaran dan Gelombang Hukum Hooke F s = - k x F s adalah gaya pegas k adalah konstanta pegas Konstanta pegas adalah ukuran kekakuan dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan pendengaran merupakan masalah utama pada pekerja-pekerja yang bekerja di tempat yang terpapar bising, misalnya pekerja di kawasan industri antara lain pertambangan,

Lebih terperinci

GAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA

GAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA GAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA Nurul Fajaria Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

Lobes Herdiman 1, Ade Herman Setiawan 2 Laboratorium Perencanaan & Perancangan Produk (P3) Jurusan Teknik Industri-UNS 1

Lobes Herdiman 1, Ade Herman Setiawan 2 Laboratorium Perencanaan & Perancangan Produk (P3) Jurusan Teknik Industri-UNS 1 PENGUKURAN INTENSITAS TINGKAT KEBISINGAN BERDASARKAN STANDAR OSHA (Occupational Safety & Health Administration) PADA AREA MESIN RING FRAME (Studi Kasus Departemen Spinning PT. Kusumaputra Santosa-Solo)

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan (perinatal) dan sesudah lahir (postnatal) (Suhardiyana, 2010).

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan (perinatal) dan sesudah lahir (postnatal) (Suhardiyana, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Telinga adalah organ pengindraan dengan fungsi ganda dan kompleks yaitu fungsi pendengaran dan fungsi keseimbangan (Hermanto, 2010). Rentang frekuensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber. Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber. Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan

Lebih terperinci

Pemeriksaan Pendengaran

Pemeriksaan Pendengaran Komang Shary K., NPM 1206238633 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia LTM Pemicu 4 Modul Penginderaan Pemeriksaan Pendengaran Pendahuluan Etiologi penurunan pendengaran dapat ditentukan melalui pemeriksaan

Lebih terperinci

SELAMAT PAGI NEUROBIOPHYSIK PENDENGARAN DISUSUN OLEH KELAS A : KELOMPOK 2

SELAMAT PAGI NEUROBIOPHYSIK PENDENGARAN DISUSUN OLEH KELAS A : KELOMPOK 2 SELAMAT PAGI NEUROBIOPHYSIK PENDENGARAN DISUSUN OLEH KELAS A : KELOMPOK 2 Nama Kelompok : Achmad Kadhafi (13-250-0020) Ferdirika Pormau (13-250-0021) Vikriya Fardiani (13-250-0025) Selly Lodarmase (13-250-0028)

Lebih terperinci

Skripsi ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : Kholid Ubaidilah NIM : J

Skripsi ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : Kholid Ubaidilah NIM : J HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN LAMA PAPARAN DENGAN PENURUNAN DAYA DENGAR PADA PEKERJA TERPAPAR KEBISINGAN IMPULSIF BERULANG DI SENTRA INDUSTRI PANDE BESI DESA PADAS KARANGANOM KABUPATEN KLATEN Skripsi ini Disusun

Lebih terperinci

SENSASI PERSEPSI Biopsikologi

SENSASI PERSEPSI Biopsikologi SENSASI PERSEPSI Biopsikologi UNITA WERDI RAHAJENG www.unita.lecture.ub.ac.id Sensasi: Sensasi dan Persepsi Deteksi energi fisik yg dihasilkan /dipantulkan oleh bendabenda fisik Persepsi Sekumpulan tindakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. praktik kedokteran keluarga (Yew, 2014). Tinnitus merupakan persepsi bunyi

BAB 1 PENDAHULUAN. praktik kedokteran keluarga (Yew, 2014). Tinnitus merupakan persepsi bunyi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tinnitus merupakan salah satu keluhan yang banyak ditemukan dalam praktik kedokteran keluarga (Yew, 2014). Tinnitus merupakan persepsi bunyi yang diterima oleh telinga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia mencapai tahap industrialisasi, yaitu adanya berbagai macam industri yang ditunjang dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Embriologi Telinga Dalam Telinga pada manusia terdiri atas tiga daerah yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar pada dasarnya merupakan corong pengumpul

Lebih terperinci

Alat Indera Manusia 1. Mata Bulu mata Alis mata Kelopak mata 2. Telinga

Alat Indera Manusia 1. Mata Bulu mata Alis mata Kelopak mata 2. Telinga Alat Indera Manusia 1. Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Yang dilakukan mata yang paling sederhana tak lain hanya mengetahui apakah lingkungan sekitarnya adalah terang atau gelap. Mata

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Organ Pendengaran 2.1.1 Anatomi telinga dalam Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua atau satu-setengah putaran. Aksis dari spiral tersebut dikenal

Lebih terperinci

Tes pendengaran rutin untuk diagnosis gangguan pendengaran Rinne, Weber, Schwabah test. Test penala nada tinggi dan nada rendah

Tes pendengaran rutin untuk diagnosis gangguan pendengaran Rinne, Weber, Schwabah test. Test penala nada tinggi dan nada rendah TEST PENALA & AUDIOMETRI NADA MURNI Yusa Herwanto Departemen THT-KL FK USU/ Rs.Adam Malik Medan GARPU PENALA (Turning Fork) Tes pendengaran rutin untuk diagnosis gangguan pendengaran Rinne, Weber, Schwabah

Lebih terperinci

11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU

11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENGINDERAAN PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU BEBERAPA KESAN TIMBUL DARI LUAR YANG MENCAKUP PENGLIHATAN, PENDENGARAN,

Lebih terperinci

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA I. PENGERTIAN Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga. Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan dan keselamatan kerja (Novianto, 2010). kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja (Kurniawidjaja, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan dan keselamatan kerja (Novianto, 2010). kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja (Kurniawidjaja, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia sekarang ini berlangsung sangat pesat seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

oleh membrane dengan lembaran tipis jaringan yang disebut membran timpani, atau gendang telinga.

oleh membrane dengan lembaran tipis jaringan yang disebut membran timpani, atau gendang telinga. Ketajaman pada Pendengaran Steaffie Eunike Cassandra 10-2011-391 E1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Email: steveeysteaffie@yahoo.com Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronis (OMSK) merupakan peradangan dan infeksi kronis pada telinga tengah dan rongga mastoid yang ditandai dengan adanya sekret yang keluar terus

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN JARAK TERHADAP SUMBER BUNYI BIDANG DATAR BERBENTUK LINGKARAN

PENGARUH PENAMBAHAN JARAK TERHADAP SUMBER BUNYI BIDANG DATAR BERBENTUK LINGKARAN PENGARUH PENAMBAHAN JARAK TERHADAP SUMBER BUNYI BIDANG DATAR BERBENTUK LINGKARAN Agus Martono 1, Nur Aji Wibowo 1,2, Adita Sutresno 1,2,* 1 Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat. memicu terjadinya Noise Induced Hearing Loss (NIHL).

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat. memicu terjadinya Noise Induced Hearing Loss (NIHL). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pabrik speaker (pengeras suara) menggunakan mesin yang menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat membuat pekerja disekitar mesin produksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Elekto Medis, Politeknik Kesehatan Surabaya, dan Sekolah Luar Biasa (SLB) Tuna Rungu mulai bulan Januari 2012-Juli 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Elekto Medis, Politeknik Kesehatan Surabaya, dan Sekolah Luar Biasa (SLB) Tuna Rungu mulai bulan Januari 2012-Juli 2012. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biofisika dan Laboratorium Instrumentasi Medis, Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

BISING VALENSIA PUTRA UTARA. Universitas Sumatera Utara

BISING VALENSIA PUTRA UTARA. Universitas Sumatera Utara KUALITAS HIDUP PENDERITA TINITUSS PADA PEKERJA PANDAI BESI YANG TERPAJAN BISING DI KOTA MEDAN VALENSIA PUTRA 100100047 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 KUALITAS HIDUP PENDERITA

Lebih terperinci

AUDIOMETRI NADA MURNI

AUDIOMETRI NADA MURNI AUDIOMETRI NADA MURNI I. Definisi Audiometri Audiometri berasal dari kata audire dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman

Lebih terperinci

GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING. Dr. Andrina Yunita Murni Rambe

GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING. Dr. Andrina Yunita Murni Rambe GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING Dr. Andrina Yunita Murni Rambe Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Gangguan pendengaran akibat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Telinga merupakan organ yang berfungsi sebagai indera pendengaran dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Telinga merupakan organ yang berfungsi sebagai indera pendengaran dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Telinga Telinga merupakan organ yang berfungsi sebagai indera pendengaran dan fungsi keseimbangan tubuh. 9 2.1.1. Anatomi telinga Telinga sebagai indera pendengar terdiri dari

Lebih terperinci

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT.INKA (PERSERO) MADIUN

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT.INKA (PERSERO) MADIUN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT.INKA (PERSERO) MADIUN Oleh : RAKHMANISA LINDHI HANIFA UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT SURABAYA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian lateral dari membran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian lateral dari membran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian lateral

Lebih terperinci

Penghasil Gelombang Bunyi. Gelombang. bunyi adalah gelombang. medium. Sebuah

Penghasil Gelombang Bunyi. Gelombang. bunyi adalah gelombang. medium. Sebuah Bunyi Penghasil Gelombang Bunyi Gelombang bunyi adalah gelombang longitudinal yang merambat melalui sebuah medium Sebuah garpu tala dapat digunakan sebagai contoh penghasil gelombang bunyi Penggunaan Garpu

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR RISIKO GANGGUAN PENDENGARAN SENSORINEURAL PADA PEKERJA PT. X SEMARANG

ANALISIS FAKTOR RISIKO GANGGUAN PENDENGARAN SENSORINEURAL PADA PEKERJA PT. X SEMARANG ANALISIS FAKTOR RISIKO GANGGUAN PENDENGARAN SENSORINEURAL PADA PEKERJA PT. X SEMARANG Sinta Marlina, Ari Suwondo, Siswi Jayanti ABSTRAK Gangguan pendengaran sensorineural merupakan gangguan pada sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebisingan 2.1.1. Definisi Bunyi Bunyi merupakan sensasi yang timbul di dalam telinga akibat getaran udara atau media lain (WHO, 1993). Namun secara fisika, bunyi adalah getaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Memasuki

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Memasuki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari

Lebih terperinci

Pentingnya Menjaga Kesehatan Telinga KAMI BEKERJA UNTUK BANGSA INDONESIA YANG LEBIH SEHAT

Pentingnya Menjaga Kesehatan Telinga KAMI BEKERJA UNTUK BANGSA INDONESIA YANG LEBIH SEHAT Pentingnya Menjaga Kesehatan Telinga KAMI BEKERJA UNTUK BANGSA INDONESIA YANG LEBIH SEHAT Hari Kesehatan Telinga & Pendengaran Sedunia 03 Maret 2018 i Indonesia sejak tahun 2010, Dtelah mencanangkan tanggal

Lebih terperinci

KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA

KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA 1. Temperatur Tubuh manusia bisa menyesuaikan diri karena kemampuannya utk melakukan proses konveksi, radiasi dan penguapan jika terjadi kekurangan

Lebih terperinci

HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PETUGAS GROUND HANDLING PT. GAPURA ANGKASA BANDARA ADI SOEMARMO BOYOLALI SKRIPSI

HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PETUGAS GROUND HANDLING PT. GAPURA ANGKASA BANDARA ADI SOEMARMO BOYOLALI SKRIPSI HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PETUGAS GROUND HANDLING PT. GAPURA ANGKASA BANDARA ADI SOEMARMO BOYOLALI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari telinga, syaraf-syaraf dan otak. Manusia dapat mendengar dari 20 Hz

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari telinga, syaraf-syaraf dan otak. Manusia dapat mendengar dari 20 Hz BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendengaran adalah kemampuan untuk mengenali suara. Dalam manusia dan binatang bertulang belakang, hal ini dilakukan terutama oleh sistem pendengaran yang terdiri dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian lateral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Risiko merupakan sesuatu yang sering melekat dalam aktivitas. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Risiko merupakan sesuatu yang sering melekat dalam aktivitas. Kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Risiko merupakan sesuatu yang sering melekat dalam aktivitas. Kegiatan apapun yang kita lakukan pasti memiliki potensi risiko (Suardi, 2007). Orang yang bekerja juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. canggih yang biasa digunakan selain pemakaian tenaga sumber daya manusia. Mesinmesin

BAB I PENDAHULUAN. canggih yang biasa digunakan selain pemakaian tenaga sumber daya manusia. Mesinmesin 1 BAB I PENDAHULUAN Teknologi dalam industri diterapkan untuk mempermudah pekerjaan dan meningkatkan hasil kerja. Mesin-mesin dalam industri merupakan terapan dari teknologi canggih yang biasa digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga Dalam Telinga dalam berada pada bagian petrosus tulang temporal yang bertanggung jawab pada proses pendengaran dan keseimbangan. Telinga dalam atau labirin terdiri

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN III.

METODE PENELITIAN III. III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kawasan Industri Kota Tangerang, khususnya di Kecamatan Jatiuwung (Gambar 4) dan dilaksanakan pada Bulan April sampai dengan Mei

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Telinga 2.1.1. Anatomi Organ Telinga Telinga merupakan sebuah organ yang mampu mendeteksi suara, mengenal suara dan berperan dalam keseimbangan posisi tubuh. Telinga mengandung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bunyi merupakan suatu gelombang berupa getaran dari molekul-molekul zat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bunyi merupakan suatu gelombang berupa getaran dari molekul-molekul zat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bunyi atau Suara dan Sifatnya Bunyi merupakan suatu gelombang berupa getaran dari molekul-molekul zat yang saling beradu satu dengan yang lain secara terkoordinasi sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lansia, menyebabkan gangguan pendengaran. Jenis ketulian yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. lansia, menyebabkan gangguan pendengaran. Jenis ketulian yang terjadi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan patologik pada organ auditorik akibat proses degenerasi pada lansia, menyebabkan gangguan pendengaran. Jenis ketulian yang terjadi pada kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan kerja. Diperkirakan sekitar sembilan juta pekerja di Amerika mengalami penurunan pendengaran

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Genap 2014/2015. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Genap 2014/2015. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Definisi 2 Noise (bising) adalah bunyi yang tidak dikehendaki, suatu gejala lingkungan (environmental phenomenon) yang mempengaruhi manusia sejak dalam kandungan dan sepanjang hidupnya. Bising

Lebih terperinci

HUBUNGAN DURASI TERPAPAR BISING DENGAN KEJADIAN NOISE INDUCED HEARING LOSS PADA PEKERJA PABRIK SPEAKER X DI PASURUAN

HUBUNGAN DURASI TERPAPAR BISING DENGAN KEJADIAN NOISE INDUCED HEARING LOSS PADA PEKERJA PABRIK SPEAKER X DI PASURUAN SKRIPSI HUBUNGAN DURASI TERPAPAR BISING DENGAN KEJADIAN NOISE INDUCED HEARING LOSS PADA PEKERJA PABRIK SPEAKER X DI PASURUAN Oleh: Nama : Lu Kwan Ying NRP : 1523013056 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Dampak kebisingan akibat pembangunan jalan layang

Dampak kebisingan akibat pembangunan jalan layang Dampak kebisingan akibat pembangunan jalan layang Secara umum jalan layang keberadaannya sangat positif dalam menata sistem lalu lintas, guna mengurangi kemacetan lalu lintas sehingga memberikan kemudahan

Lebih terperinci

Telinga Luar. Dalam kulit kanal auditorius eksterna. Glandula seminurosa. Sekresi substansi lilin. serumen. tertimbun. Kanalis eksternus.

Telinga Luar. Dalam kulit kanal auditorius eksterna. Glandula seminurosa. Sekresi substansi lilin. serumen. tertimbun. Kanalis eksternus. Gangguan pendengaran Kelainan telinga dapat menyebabkan tuli konduktif, tuli sensorineural/saraf/perseptif, atau tuli campur. 1. Tuli konduktif disebabkan kelainan di telinga luar atau telinga tengah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan kerja. Diperkirakan sekitar sembilan juta pekerja di Amerika mengalami penurunan pendengaran

Lebih terperinci

HUBUNGAN JENIS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012.

HUBUNGAN JENIS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012. HUBUNGAN JENIS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012 Oleh: DENNY SUWANTO 090100132 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci