Review Artikel : Perkembangan Vaksin untuk Schistosoma japonicum. Vaccines Development for Schistosoma japonicum : A Literature Review

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Review Artikel : Perkembangan Vaksin untuk Schistosoma japonicum. Vaccines Development for Schistosoma japonicum : A Literature Review"

Transkripsi

1 Review Artikel : Perkembangan Vaksin... (Anis Nurwidayati) Review Artikel : Perkembangan Vaksin untuk Schistosoma japonicum Vaccines Development for Schistosoma japonicum : A Literature Review Anis Nurwidayati* Balai Litbang P2B2 Donggala, Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI Jl. Masitudju No.58 Labuan Panimba, Labuan, Donggala, Sulawesi Tengah, Indonesia INFO ARTIKEL Article History: Received: 7 Oct Revised: Des Accepted: 22 Des Keywords: schistosomiasis, Schistosoma japonicum, vaccine Kata Kunci: schistosomiasis, Schistosoma japonicum, vaksin A B S T R A C T / A B S T R A K Schistosomiasis infects 261 million people in 78 countries with 600 million people at risk of infection. Schistosomiasis in Indonesia is due to blood trematode Schistosoma japonicum and Oncomelania hupensis lindoensis snail as intermediate host. Schistosomiasis control is conducted by the management of environment as well as treatment with praziquantel. The long periode and continously drug use may result in drug resistance. Based on these, vaccines against schistosomiasis, as schistosomiasis control strategies in the future, is needed. This review was aimed to describe some of the vaccine candidates against S. japonicum with their level of efficacy, which composed by many schistosomiasis vaccine-related scientific literature. Schistosomiasis vaccine candidate proteins showed varying levels of efficacy and no one has the most potential. Although the development of vaccines against schistosomiasis is quite difficult, the research must still be continued. Schistosomiasis menginfeksi 261 juta orang di 78 negara dengan 600 juta orang berisiko terinfeksi. Schistosomiasis di Indonesia disebabkan cacing trematoda darah Schistosoma japonicum dengan hospes perantara keong Oncomelania hupensis lindoensis. Pengendalian schistosomiasis dilakukan dengan pengelolaan lingkungan maupun pengobatan dengan praziquantel. Penggunaan obat yang berlangsung terus menerus berpotensi untuk terjadinya resistensi. Berdasarkan hal tersebut diperlukan adanya vaksin anti schistosomiasis sebagai strategi pengendalian schistosomiasis di masa depan. Review ini bertujuan untuk menggambarkan beberapa kandidat vaksin terhadap S. japonicum dengan tingkat efikasinya. Metode penulisan ini menggunakan penelusuran literatur ilmiah terkait vaksin schistosomiasis. Berbagai protein kandidat vaksin schistosomiasis yang sudah diteliti menunjukkan tingkat efikasi yang bervariasi dan belum ada yang paling potensial. Meskipun pengembangan vaksin anti schistosomiasis cukup sulit, namun upaya tersebut harus tetap dilakukan. *Alamat Korespondensi : anisnurw21@gmail.com PENDAHULUAN Schistosomiasis merupakan penyakit parasit paling mematikan kedua setelah 1 malaria. Penyakit ini menimbulkan dampak kerugian ekonomi dan masalah kesehatan masyarakat di banyak negara berkembang. Schistosomiasis menginfeksi 261 juta orang di 78 negara dengan 600 juta orang berisiko terinfeksi. Penyakit ini tersebar di negaranegara berkembang baik tropik maupun subtropik yaitu China, Jepang, Philipina, 1 Indonesia, Vietnam, Laos, Thailand, Kamboja. Beberapa spesies cacing schistosoma yang menginfeksi manusia telah diketahui, 2016 Jurnal Vektor Penyakit. All rights reserved yang mana tergantung pada jenis keong perantara yang berbeda beda. Schistosoma haematobium menyebabkan schistosomiasis urinaria di Afrika, Timur Tengah dan Mediterania bagian timur. Empat spesies c a c i n g y a n g l a i n m e n y e b a b k a n schistosomiasis intestinal, yaitu S. intercalatum terjadi di sepuluh negara di kawasan hutan hujan di Afrika, S. mansoni ditemukan di lebih dari 52 negara di Afrika, Karibia, Mediterania bagian timur, Amerika Latin; S. japonicum dan S. mekongi ditemukan 1 di asia dan kawasan pasifik. 59

2 Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 10 No. 2, 2016 : Schistosomiasis di Indonesia merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan cacing trematoda darah S. japonicum dengan hospes perantara keong Oncomelania hupensis lindoensis. Schistosomiasis sering disebut juga sebagai demam keong di daerah endemis di Indonesia. Schistosomiasis di Indonesia hanya ditemukan di Provinsi Sulawesi Tengah yaitu di dataran tinggi Lindu, Kabupaten Sigi dan dataran tinggi Napu dan dataran tinggi Bada, 2 Kabupaten Poso. Pengendalian schistosomiasis sudah lama dilakukan, baik dengan pengelolaan linkungan maupun pengobatan dengan 3 praziquantel (PZQ). Penggunaan PZQ memiliki beberapa keterbatasan, di antaranya adalah penggunaannya yang berlangsung terus menerus selama lebih dari dua puluh 4 tahun berpotensi untuk terjadinya resistensi. Keterbatasan lain adalah PZQ tidak dapat mencegah terjadinya infeksi schistosomiasis. Schistosomiasis juga masih ditemukan semakin luas di beberapa wilayah, misalnya di Cina. Prevalensi kasus schistosomiasis di Provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia tahun berfluktuasi yaitu 2,12%, 0,26%, 5 1, 1 3 %, 0, 7 9 %, 1, 0 1 %, 1, 2 4 %. Schistosomiasis di China masih ditemukan di 10 provinsi, dengan prevalensi bervariasi dari di bawah satu persen sampai di atas 20% pada tahun Upaya pengendalian sudah dilakukan sejak tahun 1950an di China baik dengan pengobatan dengan Praziquantel 6 m a u p u n p e n g e l o l a a n l i n g k u n g a n. Schistosomiasis di Filipina ditemukan di 28 provinsi dengan prevalensi rata-rata 2,5% pada tahun Pengendalian terutama dilakukan pada manusia dengan pengobatan menggunakan Praziquantel yang telah 7 berlangsung lebih dari 20 tahun. Berdasarkan hal tersebut diperlukan adanya vaksin anti schistosomiasis sebagai strategi pengendalian schistosomiasis di masa 8-10 depan. R e v i e w i n i b e r t u j u a n u n t u k menggambarkan beberapa kandidat vaksin terhadap S. japonicum. BAHAN DAN METODE Metode penulisan ini menggunakan penelusuran literatur dengan menelaah a r t i k e l d a n j u r n a l i l m i a h t e r k a i t p e r k e m b a n g a n p e n e l i t i a n v a k s i n schistosomiasis, terutama untuk S. japonicum. Penelitian pengembangan vaksin untuk schistosomiasis sudah dimulai sejak lebih dari 20 tahun lalu. Pada tahun 1990-an WHO m e n y e d i a k a n p e n d a n a a n u n t u k pengembangan kandidat vaksin anti schistosomiasis. Sampai dengan saat ini sudah diteliti lebih dari 100 jenis antigen dari cacing 11 schistosoma. Akan tetapi pada literatur ini hanya beberapa antigen yang dibahas dengan kelebihan dan kekurangan dari antigen tersebut. HASIL Respon imun schistosomiasis P e n g e m b a n g a n v a k s i n a n t i schistosomiasis tidak dapat terpisah dari pemahaman mengenai respon imun terhadap schistosomiasis. Gejala kronis schistosomiasis lebih banyak bukan disebabkan oleh cacing dewasa, melainkan oleh respon imun sel T penderita dalam melawan telur cacing S. japonicum yang terperangkap dalam jaringan, terutama di hati dan usus. Telur S. japonicum yang terperangkap mengeluarkan molekul + yang memicu sel T CD4 untuk membentuk granuloma, peradangan dengan melibatkan eosinofil, monosit, dan limfosit, yang dikenal dengan hipersensitivitas tipe Delayed Type Hypersensitivity (DTH). Granuloma juga ditandai dengan adanya penumpukan kolagen dalam jaringan hati yag diikuti dengan 12 fibrosis. Penelitian juga menunjukkan bahwa Inter Leukin (IL-13) dan IL-13 receptor complex berperan penting sebagai pengatur utama dalam perkembangan tingkat keparahan schistosomiasis. Beberapa penelitian tentang reinfeksi setelah pengobatan schistosomiasis menunjukkan bahwa penduduk yang tinggal di daerah endemis schistosomiasis mendapatkan imunitas dapatan/acquired immunity setelah beberapa tahun terpapar infeksi S. mansoni, S. haematobium atau S japonicum. Imunitas dapatan terhadap schistosomiasis diperantarai oleh sel T helper 2 (Th2) dengan bantuan immunoglobulin E (IgE). 60

3 Review Artikel : Perkembangan Vaksin... (Anis Nurwidayati) Kandidat vaksin anti Schistosoma japonicum Penelitian untuk mengidentifikasi antigen yang relevan sebagai kandidat vaksin telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kandidat vaksin schistosomiasis dapat menargetkan pencegahan infeksi schistosomiasis maupun mengurangi fekunditas parasit. Target antigen yang menjadi gold standard kandidat vaksin adalah yang dapat mengurangi jumlah cacing schistosoma dalam tubuh, mengingat bahwa telur cacing bertanggung jawab baik dalam patologi maupun penularan schistosomiasis. Antigen kandidat vaksin yang memiliki kemampuan menurunkan fekunditas cacing d a n v i a b i l i t a s t e l u r j u g a d a p a t dipertimbangkan. Beberapa penelitian antigen kandidat vaksin menunjukkan efikasi yang bervariasi (Tabel 1.) Tabel 1. Protein kandidat vaksin S. japonicum dan efikasinya dalam hewan coba tikus dan hospes reservoir S. japonicum Antigen (nataive dan protein rekombinan) Singkatan Ukuran (kda) Target / Sasaran Vaksin Paramyosin (native) Sj³ ¹ ³ ¹ Schistosomula, cacing dewasa Paramyosin (rekombinan) Sj³ ¹ ³ ¹ Schistosomula, cacing dewasa Integral membran protein Sj67 67 Semua tahap (rekombinan) cacing Calpain sub unit Calpain ² 4 Semua tahap (recombinan) cacing 6⁰ -kda Gluthatione S Sj6⁰ GST 6⁰ Semua tahap Transferase (rekombinan) cacing Serin Protease Inhibitor(rekombinan) Fatty Acid Binding Protein (FABP rekombinan) Sumber : Data sekunder 9,10,14.21 Serpin 89 Cacing dewasa Inhibitor Protease Serin Sj58 58 Semua Tahap Mengikat asam lemak Fungsi Biologis ± Penurunan Jumlah Cacing Mencit Hospes lain Protein 6¹ (domba, kontraktil sapi) Protein ¹ -60 (kerbau, kontraktil babi, domba) Protein 6¹ (kerbau, membran sapi, domba) Protease Enzim (kerbau. sapi, babi, domba) 7⁰ (tikus, domba) PEMBAHASAN Berdasarkan Tabel 1. dapat dilihat bahwa b e b e r a p a k a n d i d a t v a k s i n a n t i schistosomiasis belum menunjukkan protein antigen yang paling efektif. Setiap protein kandidat vaksin memiliki kelebihan maupun kekurangan masing masing. Berikut adalah sedikit ulasan dari beberapa protein kandidat vaksin anti schistosomiasis japonica. Paramyosin (Sj97) Paramyosin adalah protein myofibril berukuran 97-kDa denngan struktur berbentuk coil/kumparan/spiral. Protein ini ditemukan terutama pada invertebrata. Paramyosin ditemukan pada bagian permukaan/tegumen schistosomula saat berada di organ paru hospes yang memiliki berbagai fungsi. Kelebihan protein paramyosin baik native maupun rekombinan ( S j 9 7 ) a d a l a h d a p a t m e m b e r i k a n perlindungan terhadap cacing S. japonicum pada mencit, kerbau, dan hospes mamalia 22 lain. Penelitian juga menunjukkan bahwa antibodi isotipe pada manusia dan sitokin Th2 menunjukkan respon yang baik terhadap Sj97. Kekurangan protein ini adalah ketersediaan protein tersebut dalam bentuk larutan, mungkin disebabkan karena bentuk protein coil/terpilin dan ukurannya yang besar. Kesulitan tersebut menyebabkan protein sulit untuk diperoleh dalam jumlah 23 yang cukup. Kekurangan tersebut memicu penelitian lebih lanjut dengan pembuatan vaksin rekombinan protein paramyosin. Fragmen gen penyandi protein tersebut diambil dan diekspresikan dalam bakteri Pichia pastoris atau Escherichia coli. Protein rekombinan tersebut berhasil diproduksi dalam jumlah banyak dan dipurifikasi untuk disuntikkan pada mencit BALB/c. Protein rekombinan tersebut memiliki kelebihan berupa imunogenitas yang tinggi dan menginduksi 61

4 Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 10 No. 1, 2016 : antibodi dengan baik, yang terdeteksi dengan 14 titer yang tinggi pada uji ELISA. Integral Membran Protein (Sj23) Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa protein integral membran yang berbentuk tetraspanin ini adalah kandidat utama vaksin anti schistosomiasis japonica. Vaksin awal yang diteliti adalah dari cacing S. japonicum dari China berupa vaksin peptida sinteis, kemudian dikembangkan dalam bentuk vaksin DNA plasmid. Keduanya menunjukkan hasil yaitu dapat menginduksi perlindungan terhadap schistosomiasis pada mencit. Efek perlindugan terhadap schistosomiasis vaksin protein Sj23 pada babi dan mencit diperkuat oleh Inter Leukin (IL)- 12 dan suatu imunostimulator CgG. Kelebihan dari kandidat vaksin Sj23 adalah dapat mereduksi jumlah cacing dan telur, serta menurunkan granuloma akibat telur yang terperangkap di jaringan hati, karena protein Sj23 dapat memproduksi zat antipatologi 24,25 dengan baik. Calpain Calpain diketahui memiliki efikasi tinggi terhadap S. mansoni. Pada saat diujikan terhadap S. japonicum, hasilnya juga cukup baik. Mencit yang diberikan vaksin calpain menunjukkan adanya reduksi jumlah cacing dan penurunan produksi telur pada cacing betina. Respon imun yang bekerja terhadap vaksin calpain S.japonicum adalah respon imun seluler dan humoral. Pada mencit yang divaksin, menunjukkan adanya peningkatan kadar Nitrit Oxide Synthase. Selain itu pada limpa mencit yang divaksin menunjukkan adanya peningkatan produksi IFN-g yang + diaktifasi oleh sel T CD4. Kelebihan protein ini adalah protein calpain dapat ditemukan pada kelenjar penetrasi dan cairan sekresi serkaria, sehingga dapat memberikan 17 perlindungan di awal infeksi. 26-kDa Gluthatione S Transferase (Sj26) Protein SJ26GST termasuk dalam kelompok ezim isoform yang mengkatalisasi proses detoksifikasi molekul lipofilik. Kelebihan protein ini sehingga dipilih sebagai kandidat vaksin adalah fungsi fisiologis protein yang sangat penting bagi cacing Schistosoma, yaitu dapat mengkatalisis obat anti schistosomiasis. Vaksin dari protein rekombinan Sj26GST menunjukkan efek antifekunditas yang cukup, dan lebih signifikan dalam mereduksi jumlah cacing. Antibodi anti Sj26GST ditemukan pada kerbau yang divaksin. Hasil vaksinasi pada kerbau menunjukkan penurunan jumlah telur yang dikeluarkan bersama tinja, telur yang tertimbun di jaringan hepar dan usus. Sebagai tambahan, vaksin Sj26GST juga memiliki kemampuan menurunkan daya tetas telur cacing S. japonicum sampai dengan 40%. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa daya tahan vaksin ini dalam tubuh sapi dan kerbau dapat mencapai waktu paling 13,18,25 sedikit satu tahun. Serin Proteinase Inhibitor (Serpin) Serin proteinase inhibitor mewakili kelompok besar inhibitor endogen yang mengatur proses proteolitik dalam berbagai fungsi fisiologis. Kelebihan protein ini adalah memiliki fungsi fisiologis yang sangat penting d a l a m ke l a n g s u n gan h i d u p c a c i n g Schistosoma, salah satunya mengatur proses lisis protein dalam metabolisme cacing. Protein serpin banyak ditemukan di bagian kulit / tegumen cacing dewasa S. japonicum. Penelitian vaksin protein rekombinan protein serpin yang diekspresikan pada bakteri E. coli kemudian diimunisasikan pada kelinci, menunjukkan adanya produksi antibodi IgE dan IgG1 spesifik. Respon terhadap vaksin protein serpin didominasi oleh tipe respon imun Th-2, ditunjukkan dengan tinginya proliferasi / perbanyakan sel limfosit B yang mengekspresikan sitokin CD19. Vaksinasi pada mencit menunjukkan adanya kemampuan perlindungan terhadap infeksi S. japonicum. Kemampuan tersebut terlihat dari adanya penurunan jumlah cacing dan produksi telur sebesar kurang lebih 36% dan 26 39%. Fatty Acid Binding Protein/FABP (Sj14) S. japonicum sama seperti dengan cacing parasit lain, tidak dapat mensintesis asam lemak rantai panjang atau sterol, sehingga bergantung sepenuhnya pada hospes untuk hal tersebut. Protein ini dipilih sebagai 62

5 Review Artikel : Perkembangan Vaksin... (Anis Nurwidayati) kandidat vaksin anti schistosomiasis karena komponen protein pengikat asam lemak (FABP) sangat penting dibutuhkan oleh cacing untuk mengambil asam lemak dari darah hospes. Protein FABP juga berperan vital dalam fisiologi dan kelangsungan hidup cacing parasit. Dengan demikian, protein ini tepat untuk dijadikan target vaksin maupun pengembangan obat. Induksi vaksin FABP pada mencit dan hewan mamalia uji lain menunjukkan kemampuan mereduksi jumlah cacing. Respon imun yang ditemukan pada mencit yang diimunisasi adalah peningkatan sitokin IL-2. Seperti diketahui, sitokin IL-2 dapat memicu respon imun ke arah tipe Th-1 27 yang dapat meningkatkan efikasi vaksin. Berbagai protein kandidat vaksin schistosomiasis yang sudah diteliti menunjukkan tingkat efikasi yang bervariasi 9,26 dan belum ada yang paling potensial. Cacing parasit adalah organisme eukariotik dengan ukuran cukup besar dan tersusun atas banyak protein sehingga memiliki epitop yang sangat bervariasi. Hal itu dapat menyulitkan pemilihan protein yang enjadi target vaksin. Berdasarkan hal tersebut penting untuk dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi antigen target baru untuk kandidat vaksin. Selain antigen target baru, tantangan lain adalah penelitian formulasi antigen dan teknologi rekombinan vaksin sehingga dapat diperoleh efikasi yang tinggi. 24,28 KESIMPULAN Berbagai protein kandidat vaksin schistosomiasis yang sudah diteliti menunjukkan tingkat efikasi yang bervariasi dan belum ada yang paling potensial. SARAN Meskipun pengembangan vaksin anti schistosomiasis cukup sulit dilakukan, namun upaya tersebut harus tetap dilakukan. Mengingat penggunaan obat praziquantel sudah cukup lama, dan dikhawatirkan akan resisten maka sangat dibutuhkan vaksin schistosomiasis untuk pencegahan. Dengan demikian diharapkan akan ada penelitian mengenai vaksin schistosomiasis di Indonesia. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada dewan redaksi atas saran dan masukannya dalam perbaikan tulisan. Terimakasih juga pada Balai Litbang P2B2 Donggala atas jaringan internet yang baik s e h i n g g a p e n u l i s b i s a m e l a k u k a n penelusuran literatur. DAFTAR PUSTAKA 1. W H O. S c h i s t o s o m i a s i s Fa c t S h e e t. Published Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Laporan Schistosomiasis Sulawesi Tengah 2015.; Sudomo M. Penyakit Parasitik Yang Kurang Diperhatikan di Indonesia. Orasi Pengukuhan Profr Ris Bid Entomol dan Moluska Seto EYW, Wong BK, Lu D, Zhong B. Human schistosomiasis resistance to praziquantel in China: should we be worried? Am J Trop Med H y g ; 8 5 ( 1 ) : doi: /ajtmh Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Laporan Schistosomiasis Sulawesi Tengah.; Hong Q, Yang K, Huang Y, et al. Effectiveness of a comprehensive schistosomiasis japonica control program in Jiangsu province, China, from 2005 to Acta Trop. 2011;120 S u p p l : S S doi: /j.actatropica Carabin H, Balolong E, Joseph L, et al. Estimating sensitivity and specificity of a faecal examination method for Schistosoma japonicum infection in cats, dogs, water buffaloes, pigs, and rats in Western Samar and Sorsogon Provinces, The Philippines. Int J Pa rasitol ; 3 5 ( 1 4 ) : doi: /j.ijpara Bergquist R, Mcmanus D. Strategy for the Development of a Vaccine against Schistosomiasis. 9. McManus DP, Loukas A. Current status of vaccines for schistosomiasis. Clin Microbiol Rev. 2008;21(1): doi:21/1/225 [pii]\r /cmr Ismail O. Schistosomiasis Vaccines : Literature Review and Current Status. PujEgNet ; 4 ( 2 ) : UJ 4203.pdf. 11. Siddiqui AA, Siddiqui BA, Ganley-Leal L. 63

6 Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 10 No. 1, 2016 : Schistosomiasis vaccines. Hum Vaccin ; 7 ( 1 1 ) : doi: /hv Pearce EJ, MacDonald AS. The immunobiology of schistosomiasis. Nat Rev Immunol. 2002;2(7): doi: /nri Mentink-Kane MM, Wynn TA. Opposing roles for IL-13 and IL-13 receptor alpha 2 in health and disease. Immunol Rev. 2004;202: d o i : / j x. 14. Pearson MS, Pickering DA, McSorley HJ, et al. Enhanced Protective Efficacy of a Chimeric Form of the Schistosomiasis Vaccine Antigen S m - T S P - 2. P L o S N e g l T r o p D i s ; 6 ( 3 ) : e doi: /journal.pntd Qiu C, Liu S, Hong Y, et al. Molecular characterization of thyroid hormone receptor beta from Schistosoma japonicum and assessment of its potential as a vaccine candidate antigen against schistosomiasis in BALB/c mice. Parasit Vectors. 2012;5(1):172. doi: / Rujeni N, Taylor DW, Mutapi F. Human schistosome infection and allergic s e n s i t i s a t i o n. J P a r a s i t o l R e s ; : doi: /2012/ Tang G-X, Zhou H-J, Xu J-W, et al. Schistosoma japonicum Soluble Egg Antigens Attenuate IFN-γ-Induced MHC Class II Expression in RAW Macrophages. PLoS One ; 7 ( 1 1 ) : e doi: /journal.pone Wang X, Liu F, Zhou S, et al. Partial regulatory T cell depletion prior to schistosomiasis vaccination does not enhance the protection. P L o S O n e ; 7 ( 7 ) : e doi: /journal.pone Wei F, Liu Q, Zhai Y, et al. IL-18 enhances protective effect in mice immunized with a Schistosoma japonicum FABP DNA vaccine. A c t a Tr o p ; ( 3 ) : doi: /j.actatropica Wen X, He L, Chi Y, et al. Dynamics of Th17 cells and their role in Schistosoma japonicum infection in C57BL/6 mice. PLoS Negl Trop D i s ; 5 ( 1 1 ) : e doi: /journal.pntd Li C, Yu L, Liu Z, et al. Schistosoma japonicum: the design and experimental evaluation of a multivalent DNA vaccine. Cell Mol Biol Lett. 2006;11(4): doi: /s Wu Z-D, Lü Z-Y, Yu X-B. Development of a vaccine against Schistosoma japonicum in China: a review. Acta Trop. 2005;96(2-3: doi: /j.actatropica Zhang Z, Xu H, Gan W, Zeng S, Hu X. Schistosoma japonicum calcium-binding tegumental protein SjTP22.4 immunization confers praziquantel schistosomulumicide and antifecundity effect in mice. Vaccine ; 3 0 ( 3 4 ) : doi: /j.vaccine McWilliam HEG, Driguez P, Piedrafita D, McManus DP, Meeusen ENT. Novel immunomic technologies for schistosome vaccine development. Parasite Immunol. 2012;34(5): doi: /j x. 25. Li M, Lei J, Wang T, et al. Cimetidine enhances the protective effect of GST DNA vaccine against Schistosoma japonicum. Exp P a r a s i t o l ; ( 4 ) : doi: /j.exppara Hu C, Zhu L, Luo R, et al. Evaluation of protective immune response in mice by vaccination the recombinant adenovirus for expressing Schistosoma japonicum inhibitor a p o p t o s i s p r o t e i n. P a r a s i t o l Res ; ( 1 1 ) : doi: /s Dougall AM, Skwarczynski M, Khoshnejad M, et al. Lipid core peptide targeting the cathepsin D hemoglobinase of Schistosoma mansoni as a component of a schistosomiasis va c c i n e. H u m Va cc i n I m m u n o ther ; 1 0 ( 2 ) : doi: /hv Mo AX, Agosti JM, Walson JL, Hall BF, Gordon L. Schistosomiasis elimination strategies and potential role of a vaccine in achieving global health goals. Am J Trop Med Hyg. 2014;90(1): doi: /ajtmh

LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI

LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI Kegiatan Infeksi cercaria Schistosoma japonicum pada hewan coba (Tikus putih Mus musculus) 1. Latar belakang Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan

Lebih terperinci

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN KEGIATAN PENELITIAN Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh infeksi cacing yang tergolong dalam genus Schistosoma. Ada tiga spesies Schistosoma yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Allergy Organization (WAO) tahun 2011 mengemukakan bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi dunia. 1 World Health Organization (WHO) memperkirakan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 ABSTRAK ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 Rasyika Nurul 1, Muh. Jusman Rau 2, Lisdayanthi Anggraini 2 1.Bagian Promosi Kesehatan, Program Studi

Lebih terperinci

Diterima: 27 Januari 2014; Direvisi: 3 Juli 2014; Disetujui: 27 Maret 2015 ABSTRACT

Diterima: 27 Januari 2014; Direvisi: 3 Juli 2014; Disetujui: 27 Maret 2015 ABSTRACT KO-INFEKSI SCHISTOSOMA JAPONICUM DAN SOIL TRANSMITTED HELMINTH DI DAERAH ENDEMIS SCHISTOSOMIASIS KECAMATAN LORE UTARA DAN LORE TIMUR, KAB. POSO, SULAWESI TENGAH Co-infection of Schistosoma japonicum and

Lebih terperinci

Pengenalan antigen :

Pengenalan antigen : Pengenalan antigen : Immunoglobulin & Reseptor Sel T 1 Immunoglobulin Merupakan molekul glikoprotein terdapat pada serum dan carian tubuh semua hewan mamalia Sebagian berikatan dengan sel B, yang lain

Lebih terperinci

Kontribusi Hewan Mamalia Sapi... (Gunawan, Hayani Anastasia, Phetisya Pamela F.S, Risti)

Kontribusi Hewan Mamalia Sapi... (Gunawan, Hayani Anastasia, Phetisya Pamela F.S, Risti) Kontribusi Hewan Mamalia Sapi... (Gunawan, Hayani Anastasia, Phetisya Pamela F.S, Risti) KONTRIBUSI HEWAN MAMALIA SAPI, KERBAU, KUDA, BABI DAN ANJING DALAM PENULARAN SCHISTOSOMIASIS DI KECAMATAN LINDU

Lebih terperinci

ARTIKEL PENULARAN SCHISTOSOMIASIS DIDESA DODOLO DAN MEKARSARIDATARAN TINGGINAPU SULAWESI TENGAH. Rosmini,* Soeyoko,** Sri Sumarni**

ARTIKEL PENULARAN SCHISTOSOMIASIS DIDESA DODOLO DAN MEKARSARIDATARAN TINGGINAPU SULAWESI TENGAH. Rosmini,* Soeyoko,** Sri Sumarni** ARTIKEL PENULARAN SCHISTOSOMIASIS DIDESA DODOLO DAN MEKARSARIDATARAN TINGGINAPU SULAWESI TENGAH Rosmini,* Soeyoko,** Sri Sumarni** THE TRANSMISSION OF SCHISTOSOMIASIS IN DODOLO AND MEKARSARI VILLAGES OF

Lebih terperinci

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK SEL SISTEM IMUN SPESIFIK Diana Holidah Bagian Farmasi Klinik dan Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Jember Components of the Immune System Nonspecific Specific Humoral Cellular Humoral Cellular complement,

Lebih terperinci

Spot survey on rats and schistosomiasis intermediate host snails in endemic area Bada Plateau, Poso District, Central Sulawesi Province

Spot survey on rats and schistosomiasis intermediate host snails in endemic area Bada Plateau, Poso District, Central Sulawesi Province Penelitian Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang (Epidemiology and Zoonosis Journal) Vol. 5, No. 3, Juni 2015 Hal : 115-120 Penulis : 1. Anis Nurwidayati 2. Yusran Udin 3. Risti 4. Hasrida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat yang utama di dunia. Mycobacterium tuberculosis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat yang utama di dunia. Mycobacterium tuberculosis, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di dunia. Mycobacterium tuberculosis, agen penyebab TB yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan global. World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium

Lebih terperinci

BIONOMIK SCHISTOSOMA TAPONICUM PADAMENCIT(Musmusculus)DILABORATORIUM

BIONOMIK SCHISTOSOMA TAPONICUM PADAMENCIT(Musmusculus)DILABORATORIUM BIONOMIK SCHISTOSOMA TAPONICUM PADAMENCIT(Musmusculus)DILABORATORIUM Anis Nurwidayatir, Phetisya PFSr, htan Tr' Ristil,Balai Litban gp\b?donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan' Kementerian

Lebih terperinci

Diagnosis Schistosomiasis dengan Metode Dot Blot

Diagnosis Schistosomiasis dengan Metode Dot Blot Diagnosis Schistosomiasis dengan Metode Dot Blot... (Samarang, Made Agus Nurjana. et.al) Diagnosis Schistosomiasis dengan Metode Dot Blot The Diagnosis of Schistosomiasis by Dot Blot Method Samarang*,

Lebih terperinci

INFECTION RATE HOST PERANTARA DAN PREVALENSI RESERVOIR Schistosoma japonicum DI DATARAN TINGGI BADA SULAWESI TENGAH

INFECTION RATE HOST PERANTARA DAN PREVALENSI RESERVOIR Schistosoma japonicum DI DATARAN TINGGI BADA SULAWESI TENGAH INFECTION RATE HOST PERANTARA DAN PREVALENSI RESERVOIR Schistosoma japonicum DI DATARAN TINGGI BADA SULAWESI TENGAH Infection Rate of The Intermediate Host and The Prevalence of Schistosoma Japonicum reservoirs

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

Kerentanan Schistosoma japonicum terhadap Praziquantel di Napu dan Lindu, Sulawesi Tengah Indonesia

Kerentanan Schistosoma japonicum terhadap Praziquantel di Napu dan Lindu, Sulawesi Tengah Indonesia Kerentanan Schistosoma japonicum terhadap Praziquantel di Napu dan Lindu, Sulawesi Tengah Indonesia Susceptibility of Schistosoma japonicum to Praziquantel in Napu and Lindu, Central Sulawesi, Indonesia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi penyakit endemis di beberapa daerah tropis dan subtropis dunia. Pada tahun 2006, terjadi 247 juta kasus malaria,

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

ABSTRAK. Linda Nathalia, Pembimbing: Caroline Tan Sardjono, S.Ked, PhD

ABSTRAK. Linda Nathalia, Pembimbing: Caroline Tan Sardjono, S.Ked, PhD ABSTRAK PERAN VAKSIN PADA PENCEGAHAN INFEKSI VIRUS Linda Nathalia, 2005. Pembimbing: Caroline Tan Sardjono, S.Ked, PhD Infeksi virus dapat terjadi setelah virus berhasil merusak barier pertahanan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia, dimana 2-3 milyar penduduk dunia diperkirakan telah terinfeksi TB (World Health Organization, 2015).

Lebih terperinci

Mujiyanto* ), Jastal **)

Mujiyanto* ), Jastal **) PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM IDENTIFIKASI FOKUS BARU SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI BADA KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH Mujiyanto* ), Jastal **) *) Balai

Lebih terperinci

THE EFFECTIVENESS OF DUCKS RELEASE AS SNAILS CONTROL IN THE AREA OF SCHISTOSOMIASIS IN NAPU, POSO DISTRICT, CENTRAL SULAWESI PROVINCE

THE EFFECTIVENESS OF DUCKS RELEASE AS SNAILS CONTROL IN THE AREA OF SCHISTOSOMIASIS IN NAPU, POSO DISTRICT, CENTRAL SULAWESI PROVINCE Efektivitas Pelepasan Itik Dalam Pengendalian Keong Oncomelania hupensis... (Anis Nurwidayati 1, Jastal 1, Gunawan 1, Murni 1 ) Efektivitas Pelepasan Itik dalam Pengendalian Keong Oncomelania hupensis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sejak tahun 1972 telah berkembang usaha rekayasa genetika yang memberikan harapan bagi industri peternakan, baik yang berkaitan dengan masalah reproduksi, pakan maupun kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengue. Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengue. Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam berdarah adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan satu atau lebih virus

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU KEPALA KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KEC. LINDU KAB.

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU KEPALA KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KEC. LINDU KAB. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU KEPALA KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT SCHISTOSOMIASIS DI DESA PUROO KEC. LINDU KAB. SIGI Vail Alfadri A. Mahmud 1, Yusran Haskas 2, Akmal 3 1 2 3 (Alamat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ

Lebih terperinci

PATOLOGI SERANGGA (BI5225)

PATOLOGI SERANGGA (BI5225) 1 PATOLOGI SERANGGA (BI5225) 3. Mekanisme Pertahanan Tubuh dan Imun pada Manusia PENDAHULUAN Perubahan lingkungan (suhu, suplai makanan), luka, serangan Sistem pertahanan : imuniti (Immunity) Immunity

Lebih terperinci

Media Litbangkes Vol 23 No. 3, Sept 2013,

Media Litbangkes Vol 23 No. 3, Sept 2013, FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM MENCEGAH PENULARAN SCHISTOSOMIASIS DI DUA DESA DI DATARAN TINGGI NAPU KAPUPATEN POSO, SULAWESI TENGAH TAHUN 2010 FACTORS RELATED TO COMMUNITY

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes melitus (DM) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing manis adalah kelainan metabolisme yang disebabkan oleh banyak faktor dengan gejala

Lebih terperinci

Imunisasi: Apa dan Mengapa?

Imunisasi: Apa dan Mengapa? Imunisasi: Apa dan Mengapa? dr. Nurcholid Umam K, M.Sc, Sp.A Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Jogjakarta Penyebab kematian pada anak di seluruh dunia Campak

Lebih terperinci

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang diperantarai IgE yang terjadi setelah mukosa hidung terpapar alergen. 1,2,3 Penyakit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi LOGO Pendahuluan Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi Kasus baru didunia : 8,6 juta & Angka kematian : 1,3 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen,

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen, misalnya bakteri, virus, jamur, fungus, protozoa dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang. masih menjadi masalah di negara tropis dan subtropis

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang. masih menjadi masalah di negara tropis dan subtropis BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah di negara tropis dan subtropis termasuk Indonesia. Penyebab penyakit malaria ini adalah parasit

Lebih terperinci

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A) REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI Oleh : Rini Rinelly, 1306377940 (B8A) REAKSI ANTIGEN DAN ANTIBODI Pada sel B dan T terdapat reseptor di permukaannya yang berguna untuk

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit intraseluler Protozoa, yaitu genus Plasmodium, menginfeksi 500 juta dan membunuh lebih dari 1 juta jiwa

Lebih terperinci

KONSEP DASAR IMUNOLOGI

KONSEP DASAR IMUNOLOGI KONSEP DASAR IMUNOLOGI Oleh : DR. I Ketut Sudiana,MS Staf Pengajar : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Program Pascasarjana Universitas Airlangga TUJUAN DARI PENULISAN INI ADALAH UNTUK MEMBANTU

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ limfatik sekunder Limpa Nodus limfa Tonsil SISTEM PERTAHANAN TUBUH MANUSIA Fungsi Sistem Imun penangkal benda asing yang masuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

Situasi Terkini Daerah Fokus Keong Hospes Perantara di Daerah Endemis Schistosomiasis di Sulawesi Tengah

Situasi Terkini Daerah Fokus Keong Hospes Perantara di Daerah Endemis Schistosomiasis di Sulawesi Tengah http://dx.doi.org/10.22435/bpk.v45i4.7570.215-222 Situasi Daerah Fokus Keong Hospes Perantara di Daerah... (Junus Widjaja, Hayani Anastasia, at.al) Situasi Terkini Daerah Fokus Keong Hospes Perantara di

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mayarakat secara umum harus lebih memberi perhatian dalam pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

Termasuk ke dalam retrovirus : famili flaviviridae dan genus hepacivirus. Virus RNA, terdiri dari 6 genotip dan banyak subtipenya

Termasuk ke dalam retrovirus : famili flaviviridae dan genus hepacivirus. Virus RNA, terdiri dari 6 genotip dan banyak subtipenya Felix Johanes 10407004 Rahma Tejawati Maryama 10407017 Astri Elia 10407025 Noor Azizah Ba diedha 10407039 Amalina Ghaisani K.10507094 Febrina Meutia 10507039 Anggayudha A. Rasa 10507094 Termasuk ke dalam

Lebih terperinci

Hubungan Perilaku Anak Sekolah Dasar dengan Kejadian Schistosomiasis di Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah

Hubungan Perilaku Anak Sekolah Dasar dengan Kejadian Schistosomiasis di Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah https://doi.org/10.22435/blb.v13i2.5732.183-190 Hubungan Perilaku Anak Sekolah Dasar dengan Kejadian Schistosomiasis di Kecamatan Lindu Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah The Relationship Between Elementary

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai obat antihipertensi (Palu et al., 2008). Senyawa aktif yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai obat antihipertensi (Palu et al., 2008). Senyawa aktif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) dikenal masyarakat Indonesia sebagai obat antihipertensi (Palu et al., 2008). Senyawa aktif yang terkandung seperti polisakarida,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi hiperurisemia pada populasi manusia cukup tinggi. Studi di Amerika tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 21,2% pada pria dan 21,6%

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) BAB V PEMBAHASAN 1. Kemampuan fagositosis makrofag Kemampuan fagositosis makrofag yang dinyatakan dalam indeks fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) lebih tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah atopik pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat alergi/hipersensitivitas

Lebih terperinci

ABSTRAK Penggunaan asam glycyrrhizic yang merupakan bahan aktif dari Viusid Pet sudah lazim digunakan untuk meningkatkan respon imun.

ABSTRAK Penggunaan asam glycyrrhizic yang merupakan bahan aktif dari Viusid Pet sudah lazim digunakan untuk meningkatkan respon imun. ii ABSTRAK Penggunaan asam glycyrrhizic yang merupakan bahan aktif dari Viusid Pet sudah lazim digunakan untuk meningkatkan respon imun. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh Viusid Pet terhadap

Lebih terperinci

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 1. Imunitas natural :? Jawab : non spesifik, makrofag paling berperan, tidak terbentuk sel memori 2. Antigen : a. Non spesifik maupun spesifik,

Lebih terperinci

Materi: A. Jaringan Limfoid B.1. Jaringan limfoid primer B.2. Jaringan limfoid sekunder B. Limfosit A.1. Ontogeni A.2. Klasifikasi C.

Materi: A. Jaringan Limfoid B.1. Jaringan limfoid primer B.2. Jaringan limfoid sekunder B. Limfosit A.1. Ontogeni A.2. Klasifikasi C. Materi: A. Jaringan Limfoid B.1. Jaringan limfoid primer B.2. Jaringan limfoid sekunder B. Limfosit A.1. Ontogeni A.2. Klasifikasi C. Perkembangan Limfosit dalam jaringan limfoid primer D. Diferensiasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Jamur telah menjadi bahan pengobatan tradisional di daerah oriental, seperti Jepang, Cina, Korea, dan daerah Asia lainnya sejak berabad-abad lalu, (Ooi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara berkembang seperti Indonesia masih disebabkan oleh penyakit infeksi. 1 Penyakit infeksi dapat disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondiloma akuminata (KA) merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada

Lebih terperinci

Kasus Penderita Diabetes

Kasus Penderita Diabetes Kasus Penderita Diabetes Recombinant Human Insulin Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Sejak Banting & Best menemukan hormon Insulin pada tahun 1921, pasien diabetes yang mengalami peningkatan

Lebih terperinci

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

SISTEM PERTAHANAN TUBUH SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem

Lebih terperinci

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan disekitar kita banyak mengandung agen infeksius maupun non infeksius yang dapat memberikan paparan pada tubuh manusia. Setiap orang dihadapkan pada berbagai

Lebih terperinci

POTENSI HEWAN RESERVOAR DALAM PENULARAN SCHISTOSOMIASIS PADA MANUSIA DI SULAWESI TENGAH

POTENSI HEWAN RESERVOAR DALAM PENULARAN SCHISTOSOMIASIS PADA MANUSIA DI SULAWESI TENGAH 2004 Yusuf Ridwan Posted 14 December 2004 Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana/S3 Institut Pertanian Bogor Desember 2004 Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng, M.F (Penanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi. 1 Penyakit ini banyak ditemukan di negara berkembang dan menular melalui makanan atau

Lebih terperinci

Pengobatan yang menggunakan bagian tertentu dari sistem imun untuk menyembuhkan penyakit. Sering disebut juga biologic therapy atau biotherapy.

Pengobatan yang menggunakan bagian tertentu dari sistem imun untuk menyembuhkan penyakit. Sering disebut juga biologic therapy atau biotherapy. Ika Puspita Dewi 1 Pengobatan yang menggunakan bagian tertentu dari sistem imun untuk menyembuhkan penyakit. Sering disebut juga biologic therapy atau biotherapy. Dapat dilakukan dengan : Menstimulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit inflamasi autoimun kronis yang belum jelas penyebabnya dengan gambaran klinis yang luas serta tampilan perjalanan

Lebih terperinci

MANIPULASI RESPONS IMUN DEBBIE S. RETNONINGRUM SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

MANIPULASI RESPONS IMUN DEBBIE S. RETNONINGRUM SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG MANIPULASI RESPONS IMUN DEBBIE S. RETNONINGRUM SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG JENIS PATOGEN KELAS MHC JENIS SEL T - EFEK Figure 5-2 Figure 8-27 Peran Th17 dalam sistem imun Interaksi patogen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher rahim. Di Indonesia 96% tumor payudara justru dikenali oleh penderita itu sendiri sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria masih menjadi masalah kesehatan di dunia baik di negara maju maupun di negara berkembang. Penyakit malaria telah menjangkiti 103 negara di dunia. Populasi orang

Lebih terperinci

PROFIL INTERLEUKIN-4 PASCA INJEKSI EKSTRAK KELENJAR SALIVA

PROFIL INTERLEUKIN-4 PASCA INJEKSI EKSTRAK KELENJAR SALIVA PROFIL INTERLEUKIN-4 PASCA INJEKSI EKSTRAK KELENJAR SALIVA Anopheles aconitus PADA MENCIT BALB/c SEBAGAI MODEL TRANSMISSION BLOCKING VACCINE MELAWAN MALARIA SKRIPSI Oleh Robiatul Adawiyah NIM 082010101059

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Etiologi Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (HBV). HBV merupakan famili Hepanadviridae yang dapat menginfeksi manusia.

Lebih terperinci

SISTEM IMUN SPESIFIK. Lisa Andina, S.Farm, Apt.

SISTEM IMUN SPESIFIK. Lisa Andina, S.Farm, Apt. SISTEM IMUN SPESIFIK Lisa Andina, S.Farm, Apt. PENDAHULUAN Sistem imun spesifik adalah suatu sistem yang dapat mengenali suatu substansi asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memacu perkembangan respon

Lebih terperinci

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS INFEKSI VIRUS Port d entree Siklus replikasi virus Penyebaran virus didalam tubuh Respon sel terhadap infeksi Virus

Lebih terperinci

ANALISIS GEN PENYANDI Schistosoma japonicum Gluthation s Transferase (SJ26GST) DI DATARAN TINGGI LINDU, SULAWESI TENGAH INDONESIA

ANALISIS GEN PENYANDI Schistosoma japonicum Gluthation s Transferase (SJ26GST) DI DATARAN TINGGI LINDU, SULAWESI TENGAH INDONESIA Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 42, No. 4, Desember 2014: 231-236 ANALISIS GEN PENYANDI Schistosoma japonicum Gluthation s Transferase (SJ26GST) DI DATARAN TINGGI LINDU, SULAWESI TENGAH INDONESIA Anis Nurwidayati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang utama khususnya di negara-negara berkembang. 1 Karena itu TB masih merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

MODIFIKASI LINGKUNGAN UNTUK PENGENDALIAN SCHISTOSOMIASIS DI DAERAH ENDEMIS SULAWESI TENGAH

MODIFIKASI LINGKUNGAN UNTUK PENGENDALIAN SCHISTOSOMIASIS DI DAERAH ENDEMIS SULAWESI TENGAH MODIFIKASI LINGKUNGAN UNTUK PENGENDALIAN SCHISTOSOMIASIS DI DAERAH ENDEMIS SULAWESI TENGAH THE ENVIRONMENTAL MODIFICATION TO SCHISTOSOMIASIS CONTROL IN ENDEMIC AREAS, CENTRAL SULAWESI Anis Nurwidayati*

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama di Asia dan Afrika. Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah

BAB I PENDAHULUAN. terutama di Asia dan Afrika. Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyebab utama kesakitan dan kematian didunia terutama di Asia dan Afrika. Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dipengaruhi epidemi ini ditinjau dari jumlah infeksi dan dampak yang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dipengaruhi epidemi ini ditinjau dari jumlah infeksi dan dampak yang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Epidemi Human immunodeficiency virus (HIV) / Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) merupakan krisis global dan tantangan yang berat bagi pembangunan

Lebih terperinci

Respon imun adaptif : Respon humoral

Respon imun adaptif : Respon humoral Respon imun adaptif : Respon humoral Respon humoral dimediasi oleh antibodi yang disekresikan oleh sel plasma 3 cara antibodi untuk memproteksi tubuh : Netralisasi Opsonisasi Aktivasi komplemen 1 Dua cara

Lebih terperinci

INFEKSI Schistosoma japonicum PADA HOSPES RESERVOIR TIKUS DI DATARAN TINGGI NAPU, KABUPATEN POSO, SULAWESI TENGAH TAHUN 2012

INFEKSI Schistosoma japonicum PADA HOSPES RESERVOIR TIKUS DI DATARAN TINGGI NAPU, KABUPATEN POSO, SULAWESI TENGAH TAHUN 2012 Infeksi Schistosoma Japonicum... (Made Agus Nurjana, Samarang) INFEKSI Schistosoma japonicum PADA HOSPES RESERVOIR TIKUS DI DATARAN TINGGI NAPU, KABUPATEN POSO, SULAWESI TENGAH TAHUN 2012 THE INFECTION

Lebih terperinci

TREMATODA PENDAHULUAN

TREMATODA PENDAHULUAN TREMATODA PENDAHULUAN Trematoda termasuk dalam filum Platyhelminthes Morfologi umum : Pipih seperti daun, tidak bersegmen Tidak mempunyai rongga badan Mempunyai 2 batil isap : mulut dan perut. Mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bakteri Micobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Tuberkulosis disebarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bakteri Micobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Tuberkulosis disebarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Micobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Tuberkulosis disebarkan melalui partikel

Lebih terperinci

AINUN RISKA FATMASARI

AINUN RISKA FATMASARI AINUN RISKA FATMASARI 10703043 EFEK IMUNOSTIMULASI EKSTRAK AIR HERBA PEGAGAN (CENTELLA ASIATICA URB) DAN DAUN BELUNTAS (PLUCHEA INDICA LESS) PADA MENCIT SWISS WEBSTER BETINA PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

ABSTRAK ANALISIS KADAR INTERFERON GAMMA PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DAN BUKAN PENDERITA TUBERKULOSIS

ABSTRAK ANALISIS KADAR INTERFERON GAMMA PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DAN BUKAN PENDERITA TUBERKULOSIS ABSTRAK ANALISIS KADAR INTERFERON GAMMA PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DAN BUKAN PENDERITA TUBERKULOSIS Rina Lizza Roostati, 2008, Pembimbing I : Diana K. Jasaputra, dr., M.Kes. Pembimbing II : J. Teguh

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan.

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Untuk mengerti bagaimana kedudukan dan peran imunologi dalam ilmu kefarmasian, kita terlebih dahulu harus mengetahui apakah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya peningkatan sistem kekebalan tubuh terhadap serangan berbagai virus atau antigen spesifik lainnya dewasa ini sangat perlu mendapat perhatian serius.

Lebih terperinci

KONDISI IKLIM DAN MIKROHABITAT FISIK DAERAH ENDEMIS SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI NAPU KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH

KONDISI IKLIM DAN MIKROHABITAT FISIK DAERAH ENDEMIS SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI NAPU KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 1 ISBN: 978-02-31-044-0 KONDISI IKLIM DAN MIKROHABITAT FISIK DAERAH ENDEMIS SCHISTOSOMIASIS DI DATARAN TINGGI NAPU KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH Mujiyanto1,

Lebih terperinci

APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI

APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI Aplikasi Bioteknologi mampu meningkatkan kualitas suatu organisme dengan memodifikasi fungsi biologis suatu organisme

Lebih terperinci