BAB I PENDAHULUAN. dimana sangat dibutuhkan sekali dana dan anggaran dalam menyokong

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. dimana sangat dibutuhkan sekali dana dan anggaran dalam menyokong"

Transkripsi

1 15 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perwujudan tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya suatu masyarakat yang sejahtera. Seiring dengan perkembangan jaman yang pesat, dimana sangat dibutuhkan sekali dana dan anggaran dalam menyokong pembangunan yang merata disegala sektor maupun aspek kehidupan. Oleh karena itu disusun suatu perencanaan, baik yang mencakup tahapan pembangunan jangka panjang, jangka menengah, dan rencana jangka pendek. Dalam mewujudkan upaya tersebut, titik berat pembangunan diletakkan dibidang ekonomi. Untuk menunjang tercapainya sasaran dan tujuan pembangunan tersebut, diperlukan serangkaian kebijaksanaan yang saling mendukung, diantaranya adalah kebijaksanaan fiskal. Kebijaksanaan fiskal ini berkaitan erat dengan masalah Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN). Pajak merupakan sumber penerimaan dalam negeri terbesar yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dimana penerimaan utamanya berasal dari pajak. Khususnya dari segi penerimaan negara, pajak merupakan sumber penerimaan terbesar saat ini dan juga tahun-tahun sebelumnya. Oleh karena itu, pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang harus berkembang dan meningkat sesuai dengan perkembangan kemampuan rakyat dan laju pembangunan. Dengan dana yang memadai

2 16 pemerintah akan mampu membiayai berbagai proyek besar sampai ke sektorsektor yang selama ini kurang mendapat perhatian. Melalui pajak pemerintah dapat mengatur keseimbangan kehidupan perekonomian dan pemanfaatan dana untuk membangun sarana dan prasarana yang dibutuhkan masyarakat. Hal ini dilakukan dalam rangka menunjang tekad untuk menegakkan kemandirian pembiayaan pembangunan, maka penggalian dan penggerakan sumber penerimaan dalam negeri haruslah didasarkan kepada penerimaan pajak dengan tetap memperhatikan kemampuan pembiayaan oleh masyarakat dan dunia usaha. Untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak, pemerintah melakukan berbagai upaya antara lain dengan menyederhanakan administrasi pajak dan meningkatkan penegakan hukum bagi Wajib Pajak dan petugas pajak yang melanggar ketentuan perundang - undangan perpajakan. Target pajak yang harus dicapai Direktorat Jenderal Pajak untuk tahun 2014 mencapai Rp Triliun ( Untuk dapat mencapai target tersebut diperlukan upaya-upaya maksimal terutama dalam menyadarkan Wajib Pajak dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya. Suksesnya pencapaian target tersebut perlu didukung dengan salah satunya tingkat kepuasan dan kepatuhan Wajib Pajak. Untuk meningkatkan kepuasan dan kepatuhan Wajib Pajak dapat dilakukan dengan mengedepankan upaya pelayanan, penyuluhan dan kehumasan dibandingkan tindakan pengawasan. Berdasarkan bukti-bukti yang ada, menunjukkan bahwa Wajib Pajak membutuhkan penyuluhan secara langsung, oleh sebab itu perlu disusun strategi penyuluhan

3 17 berupa kelas pajak bagi calon Wajib Pajak, Wajib Pajak baru dan Wajib Pajak terdaftar. Direktorat Jenderal Pajak sebagai instansi pemerintahan di bawah Departemen Keuangan sebagai pengelola sistem perpajakan di Indonesia berusaha meningkatkan penerimaan pajak dengan mereformasi pelaksanaan sistem perpajakan yang lebih modern. Untuk mewujudkan tujuan tersebut salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah melakukan reformasi perpajakan. Reformasi atau perubahan sistem mendasar terjadi pada pengelolaan perpajakan Indonesia dari sistem Official Assessment ke sistem Self Assessment. Self assessment system dimana memberikan kepercayaan penuh terhadap Wajib Pajak (Wajib Pajak) untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakan kepada fiskus. Tujuan reformasi perpajakan menurut Sony dan Siti (2006) adalah meningkatkan kualitas pelayanan kepada Wajib Pajak (Tax Payer s Service Quality) sebagai sumber aliran dana untuk mengisi kas Negara, menekan terjadinya penyelundupan pajak (tax evasion) oleh Wajib Pajak, meningkatkan kepatuhan bagi Wajib Pajak dalam penyelenggaraan kewajiban perpajakannya, menerapkan konsep good governance, adanya transparansi, responsibility, keadilan, dan akuntabilitas dalam meningkatkan kinerja instansi pajak. Kontribusi pajak dalam mendanai pengeluaran negara yang terus meningkat membutuhkan dukungan berupa peningkatan kesadaran masyarakat Wajib Pajak untuk memenuhi kewajibannya secara jujur. Menurut Safri Nurmanto dalam Siti Kurnia Rahayu (2010) mengatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan

4 18 sebagai sutau keadaan di mana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung Self Assessment system, dimana Wajib Pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakannya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar serta melaporkan pajaknya tersebut. Menurut Safri Nurmantu (2003), terdapat dua macam kepatuhan yaitu kepatuhan material dan kepatuhan formal. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif /hakekat memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang - undang perpajakan. Sedangkan yang dimaksud kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang - undang perpajakan. Kewajiban perpajakan formal diatur dalam Undang - undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Kewajiban pajak yang secara langsung dikenakan kepada Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan, disebut Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan dikenakan terhadap orang pribadi dan badan, karena mereka memperoleh penghasilann dalam jumlah tertentu, dan dalam jumlah itu, memenuhi syarat untuk dikenakan pajak. Sejak reformasi perpajakan tahun 1983, Indonesia menganut sistem pemungutan self assesment system. Sistem self assesment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan

5 19 perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada ditangan Wajib Pajak. Wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang-undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi,serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu, Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, melaporkan dan mempertanggungjawabkan sendiri pajak yang terutang. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada Wajib Pajak sendiri (peran domain ada pada Wajib Pajak). Sistem self assesment menuntut Wajib Pajak agar mandiri dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Salah satu contoh penerapan sistem self assesment adalah dalam hal melaporkan surat pemberitahua. Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan sarana bagi Wajib Pajak untuk melaporkan hal-hal yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan. SPT dapat dibedakan atas SPT Masa dan SPT tahunan. SPT tahunan, yaitu SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan yang terdiri atas SPT tahunan PPH Wajib Pajak Badan, SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi. Pemerintah dengan berbagai cara melakukan sosialisasi agar masyarakat menyadari bahwa pajak itu untuk kepentingan bersama. Dengan diberlakukannya peraturan yang mengatur perpajakan pemerintah mengharapkan setiap Wajib Pajak harus memenuhi kewajiban perpajakannya. Namun pada kenyataannya masih banyak Wajib Pajak yang tidak menyadari atau tidak mau memenuhi

6 20 kewajiban perpajakannya. Contohnya masih banyak Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT. Untuk mengantisipasi Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya selain telah mengatur sanksi dan denda perlu upaya dalam mengantisipasi karena dapat mengurangi potensi pajak yang seharusnya diterima oleh negara. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik melakukan penelitian apakah ada pengaruh sosialisasi yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Maka judul penelitian ini adalah DAMPAK PELAKSANAAN SOSIALISASI PERPAJAKAN TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK (STUDI PADA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN DI KPP PRATAMA MEDAN KOTA). B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka Perumusan masalah yang menjadi fokus perhatian peneliti adalah : Bagaimana dampak pelaksanaan sosialisasi perpajakan terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak (studi pada penyampaian surat pemberitahuan tahunan di kantor pelayanan pajak pratama Medan Kota)? C. TUJUAN PENELITIAN Dari permasalahan penelitian yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah : Mengetahui dampak pelaksanaan sosialisasi perpajakan

7 21 terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak (studi pada penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota). D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini akan memberikan manfaat bagi berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat tersebut adalah: 1. Secara Ilmiah Secara ilmiah sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis, dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Program Studi Ekstensi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. 2. Secara praktis Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai kontribusi terhadap pemecahan permasalahan yang terkait dengan peningkatan pemahaman mengenani perpajakan dan secara khusus terhadap kepatuhan Wajib Pajak, dan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau sumbangan pemikiran bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota sebagai salah satu lembaga yang mengurus pelayanan kepada masyarakat agar kiranya mengoptimalkan pelayanan publik yang berkualitas serta dapat mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya.

8 22 3. Secara akademis Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik langsung maupun secara tidak langsung bagi kepustakaan Program Studi Ekstensi Ilmu Administrasi Negara. E. KERANGKA TEORI Studi kepustakaaan berkaitan dengan kajian teoritis dan referensi lain yang terkait dengan nilai, budaya, norma yang berkembang pada situasi sosial yang diteliti (Sugiyono, 2007:14). Teori merupakan seperangkat konsep, definisi dan preposisi yang saling berhubungan yang disusun secara sistematis sebagai hasil dari penulisan ilmiah terdahulu dengan menggunakan seperangkat metodologi penulisan tertentu untuk menjelaskan gejala tertentu atau hubungan-hubungan dalam fenomena yang sedang diteliti. Berbagai teori yang dikemukakan dalam kajian teori disini merupakan sarana untuk menjawab rumusan masalah yang telah dituliskan di muka dan sebagai landasan untuk melakukan analisis dalam penelitian ini. 1. Evaluasi Kebijakan a. Definisi Evaluasi Kebijakan Evaluasi merupakan salah satu tahapan penting dalam proses kebijakan publik, namun seringkali tahapan ini diabaikan dan hanya berakhir pada tahap implementasi. Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan (Subarsono, 2008:119). Evaluasi kebijakan digunakan untuk menilai

9 23 sejauhmana keefektifan kebijakan publik untuk dipertanggungjawabkan kepada publiknya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi dibutuhkan untuk melihat kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Menurut Muhadjir dalam Widodo (2008:112) mengemukakan Evaluasi kebijakan publik merupakan suatu proses untuk menilai seberapa jauh suatu kebijakan publik dapat membuahkan hasil, yaitu dengan membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan dan/atau target kebijakan publik yang ditentukan. Dalam bahasa yang lebih singkat Jones dalam Winarno (2007:166) mengartikan evaluasi adalah Kegiatan yang bertujuan untuk menilai manfaat suatu kebijakan. Serta secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai Kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang menyangkut substansi, implementasi, dan dampak. Hal ini berarti bahwa proses evaluasi tidah hanya dapat dilakukan pada tahapan akhir saja, melainkan keseluruhan dari proses kebijakan dapat dievaluasi. Dari beberapa pendapat para ahli mengenai yang dimaksud dengan evaluasi kebijakan dapat disimpulkan bahwa evaluasi kebijakan adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan, keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kebijakan publik dan menilai manfaat suatu kebijakan dengan membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan dan/atau target kebijakan publik yang ditentukan dengan kata lain menyangkut substansi, implementasi, dan dampak suatu kebijakan publik.

10 24 Dalam Bingham dan Felbinger, Howlet dan Ramesh (1995) dalam Nugroho (2009: ) mengelompokan evaluasi menjadi tiga, yaitu : 1) Evaluasi administratif, yang berkenaan dengan evaluasi sisi administratif anggaran, efisiensi, biaya dari proses kebijakan di dalam pemerintah yang berkenaan dengan : a) effort evaluation, yang menilai dari sisi input program yang dikembangkan oleh kebijakan b) Performance evaluation, yang menilai keluaran dari program yang dikembangkan oleh kebijakan. c) adequacy of performance evaluation atau effectiveness evaluation, yang menilai apakah program dijalankan sebagaimana yang sudah ditetapkan. d) effeciency evaluation, yang menilai biaya program dan memberikan penilaian tentang keefektifan biaya tersebut. e) process evaluation, yang menilai metode yang dipergunakan oleh organisasi untuk melaksanakan program. 2) Evaluasi judical, yaitu evaluasi yang berkenaan dengan isu keabsahan hukum tempat kebijakan diimplementasikan, termasuk kemungkinan pelanggaran terhadap konstitusi, sistem hukum, etika, aturan administrasi negara, hingga hak asasi manusia. 3) Evaluasi politik, yaitu menilai sejauh mana penerimaan konstituten politik terhadap kebijakan publik yang diimplementasikan. Sedangkan menurut Dane (Wibawa, 1994) menyebutkan ada dua tipe evaluasi kebijakan, yaitu :

11 25 1) Sumative evaluation, adalah penilaian dampak dari suatu program. Disebut juga dengan evaluasi dampak (out come evaluation). 2) Formative evaluation, adalah penilaian terhadap proses dari program, disebut pula evaluasi proses. Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup susbtansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini, evaluasi kebijakan dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebiajakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evalusai kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalahmasalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan. b. Sifat Evaluasi Gambaran utama evaluasi adalah bahwa evaluasi menghasilkan tuntutantuntutan yang bersifat evaluatif. Menurut Dunn (2003: ), evaluasi mempunyai sejumlah karakteristik yang membedakannya dari metode-metode analisis kebijakan lainnya : 1. Fokus nilai. Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari sesuatu kebijakan dan program. Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau kegunaan sosial kebijakan atau program, dan buka sekedar usaha untuk mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijakan yang terantisipasi dan tidak terantisipasi. Karena ketepatan tujuan dan sasaran kebijakan dapat

12 26 selalu dipertanyakan, evaluasi mecakup prosedur untuk mengevaluasi tujuantujuan dan sasaran itu sendiri. 2. Interdependensi fakta-nilai. Tuntutan evaluasi tergantung baik fakta maupun nilai. Untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program tertentu telah mencapai tingkat kinerja yang tertinggi (atau rendah) diperlukan tidak hanya bahwa hasil-hasil kebijakan berharga bagi sejumlah individu, kelompok atau seluruh masyarakat untuk menyatakan demikian harus didukung oleh bukti bahwa hasil-hasil kebijakan secara aktual merupakan konsekuensi dari aksi-aksi yang dilakukan untuk memecahkan masalah tertentu. Oleh karena itu, pemantauan merupakan prasyarat bagi evaluasi. 3. Orientasi masa kini dan masa lampau. Tuntutan evaluatif, berbeda dengan tuntutan-tuntutan advokatif, diarah pada hasil sekarang dan masa lalu, ketimbangan hasil di masa depan. Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah aksi-aksi dilakukan (ex post). Rekomendasi yang juga mencakup premispremis nilai, bersifat prospektif dan dibuat sebelum aksi-aksi dilakukan (ex ante). Dualitas nilai. Nilai-nilai yang mendasari tuntutan-tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara. Evaluasi sama dengan rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada (misalnya kesehatan) dapat dianggap sebagai intrinsik (diperlukan bagi dirinya) ataupun ekstrinsik (diperlukan karena hal itu mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan lain). Nilai-nilai sering ditata di dalam suatu hirarki yang

13 27 merefleksikan kepentingan relatif dan saling ketergantungan antar tujuan dan sasaran. c. Fungsi dan Tujuan Evaluasi Kebijakan Sebagai salah satu tahapan dalam proses kebijakan, evaluasi memiliki fungsi dan tujuan. Menurut Wibawa dalam Nugroho (2009 : ), evaluasi kebijakan publik memilik empat fungsi, yaitu: 1. Eksplanasi. Melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hungungan antar berbagai dimensi realitas yang diamatinya. Dari evaluasi ini evaluator dapat mengidentifikasi masalah,kondisi, dan aktor yang mendukung keberhasilan atau kegagalan kebijakan. 2. Kepatuhan. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lainnya, sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan oleh kebijakan. 3. Audit. Melalui evaluasi dapat diketahui, apakah output benar-benar sampai ke tangan kelompok sasaran kebijakan, atau justru ada kebocoran atau penyimpangan. 4. Akunting. Dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial-ekonomi dari kebijakan tersebut. Beberapa ahli juga mengemukakan tentang tujuan-tujuan dari evaluasi, Subarsono (2008 : 120) merinci beberapa tujuan dari evaluasi antara lain sebagai berikut :

14 28 1. Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan. Melalui evaluasi maka dapat diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan. 2. Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Dengan evaluasi juga dapat diketahui derajad diketahui berapa biaya dan manfaat suatu kebijakan. 3. Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan. Salah satu tujuan evaluasi adalah mengukur berapa besar dan kualitas pengeluaran atau output dari suatu kebijakan. 4. Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut, evaluasi ditujukan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif maupun negatif. 5. Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan. Evaluasi juga bertujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target. 6. Sebagai bahan masukan (input) unutk kebijakan yang akan datang. Tujuan akhir evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses kebijakan ke depan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik. Oleh karena itu evaluasi kebijakan, pada prinsipinya digunakan untuk mengevaluasi empat asek dalam proses kebijakan publik (Wibawa, yuyun, agus, 1994:35), yaitu : 1) proses pembuatan kebijakan 2) proses implementasi 3) konsekuensi kebijakan

15 29 4) efektifitas dampak kebijakan d. Pendekatan Evaluasi Kebijakan Evaluasi kebijakan publik memiliki tipe dan pendekatan yang beragam dan berbeda, tergantung dari pada tujuan ataupun sudut pandang dari para evaluator yang akan melakukan evaluasi. Dunn (2003 : ) membagi pendekatan evaluasi menjadi tiga bagian antara lain : 1. Evaluasi semu Evaluasi semu (pseudo evaluation) adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap individu. Asumsi utama dari evaluasi semu adalah bahwa ukuran tentang manfaat atau nilai merupakan sesuatu yang dapat terbukti sendiri (self evident) atau tidak kontroversial. 2. Evaluasi formal. Evaluasi formal merupakan pendekatan yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan cepat dipercaya mengenai hasil-hasil kebijakan tetapi mengevaluasi hal tersebut atas dasar tujuan program kebijakan yang telah dimumkan secara formal oleh pembuat kebijakan dan administrator program. Asumsi utama dari evaluasi formal adalah bahwa tujuan dan target dirumuskan secara formal adalah merupakan ukuran yang tepat untuk manfaat atau nilai kebijakan program. 3. Evaluasi keputusan teoritis.

16 30 Evaluasi keputusan teoritis adalah pendekatan yang menggunakan metodemetode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai macam pelaku kebijakan. Asumsi dari evaluasi teoritis keputusan adalah bahwa tujuan dan sasaran dari perilaku kebijakan baik yang dinyatakan secara formal maupun secara tersembunyi merupakan ukuran yang layak terhadap manfaat atau nilai kebijakan dan program. Tabel 1.1 : Pendekatan Evaluasi Manurut William Dunn Pendekatan Tujuan Asumsi Bentuk-Bentuk Utama Evaluasi Semu Menggunkan metode Ukuran manfaat atau 1. Eksperimental deskriptif untuk nilai terbukti dengan sosial menghasilkan informasi sendirinya atau tidak 2. Akuntansi yang valid tentang hasil kebijakan controversial sistem sosial 3. Pemeriksaan sosial 4. Sintesis riset dan praktik Evaluasi Formal Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi Tujuan dan sasaran dari pengambil kebijakan dan 1. Evaluasi perkembangan 2. Evaluasi yang terpercaya dan valid administrator yang eksperimental mengenai hasil kebijakan secara resmi 3. Evaluasi proses secara formal diumumkan diumumkan retrospektif sebagai tujuan program merupakan ukuran 4. Evaluasi hasil kebijakan yang tepat dari manfaat atau nilai retrospektif

17 31 Evaluasi Menggunakan metode Keputusan deskriptif untuk Teoritis menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan yang secara eksplisit diinginkan oleh berbagai pelaku kebijakan. Sumber : Dunn (2003:612) Tujuan dan sasaran dari berbagai pelaku yang diumumkan secara formal ataupun diam-diam merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai. 1. Penilaian tentang dapat tidaknya evaluasi 2. Analisis utilitas multiatribut e. Tahapan dan Kendala Evaluasi Kebijakan Evaluasi dalam pelaksanaanya memiliki tahapan atau langkah-langkah yang dapat dilakukan agar dapat berjalan secara sistematis. Evaluasi dengan ilmiah merupakan evaluasi yang mempunyai kemampuan yang lebih baik untuk menjalankan evaluasi kebijakan dibandingkan dengan tipe evaluasi lain (Winarno, 2007 : 169). Edward A. Suchman di sisi lain lebih masuk ke sisi praktis dengan mengemukakan tujuh langkah dalam evaluasi kebijakan (Winarno, 2007 : 169), yaitu : 1) Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi. 2) Analisis terhadap masalah. 3) Deskripsi dan standardisasi kegiatan. 4) Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi. 5) Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab lain. 6) Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.

18 32 Menurut Suchman, mendefinisikan masalah merupakan tahap paling penting dalam evaluasi kebijakan.setelah masalah didefinisikan dengan jelas maka tujuan-tujuan dapat disusun dengan jelas pula. Oleh karena itu, ia juga mengidentifikasi beberapa pertanyaan operasional untuk menjalankan riset evaluasi seperti : 1) Apakah yang menjadi isi dari tujuan program? 2) Siapa yang menjadi target program? 3) Kapan perubahan yang diharapkan terjadi? 4) Apakah tujuan yang ditetapkan satu atauan banyak (unitary or multiple)? 5) Apakah dampak yang diharapkan besar? 6) Bagaimanakah tujuan-tujuan tersebut dicapai? Langkah-langkah tersebut dibuat agar suatu evaluasi dapat efektif dengan berjalan secara sistematis. Pada pelaksanaanya sendiri, evaluasi tidak terlepas dari kemungkin timbulnya masalah atau kendala. Hal ini disebabkan evaluasi juga merupakan proses yang kompleks, sehingga kendala atau masalah tersebut dapat menghambat pelaksanaan evaluasi tersebut. Anderson dalam Winarno (2007 : ) mengidentifikasi enam masalah yang akan dihadapi dalam proses evaluasi kebijakan. 1) Ketidakpastian atas tujuan-tujuan kebijakan. Bila tujuan-tujuan dari suatu kebijakan tidak jelas atau tersebar, maka kesulitan yang timbul adalah menentukan sejauh mana tujuan-tujuan tersebut telah dicapai. Ketidakjelasan biasanya berangkat dari proses penetapan kebijakan.

19 33 2) Kausalitas. Terdapat kesulitan dalam melakukan penentuan kausalitas antara tindakan-tindakan yang dilakukan terutama dalam masalah-masalah yang kompleks. Seringkali ditemukan suatu perubahan terjadi, tetapi tidak disebabkan suatu tindakan atau kebijakan. 3) Dampak kebijakan yang menyebar. Tindakan-tindakan kebijakan mungkin mempengaruhi kelompok-kelompok lain selain kelompok-kelompok yang menjadi sasaran kebijakan. Hal ini sebagai akibat dari eksternalitas atau dampak yang melimpah yakni suatu dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan pada keadaan atau kelompok selain mereka yang menjadi sasaran kebijakan. 4) Kesulitan-kesulitan dalam memperoleh data. Kekurangan data statistik dan informasi-informasi lain yang relevan akan menghalangi para evaluator untuk melakukan evaluasi kebijakan. 5) Resistensi pejabat. Para pejabat pelaksana program mempunyai kecenderungan untuk tidak mendorong studi-studi evaluasi, menolak memberikan data, atau tidak menyediakan dokumen yang lengkap. 6) Evaluasi mengurangi dampak. Berdasarkan alasan tertentu, suatu evaluasi kebijakan yang telah dirampungkan mungkin diabaikan atau dikritik sebagai evaluasi yang tidak meyakinkan. Hal inilah yang mendorong mengapa suatu evaluasi kebijakan yang telah dilakukan tidak mendapat perhatian yang semsetinya bahkan diabaikan, meskipun evaluasi tersebut benar. f. Bentuk Analisis Kebijakan Analisis kebijakan publik berdasarkan kajian kebijakannya dapat dibedakan antara analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik tertentu dan

20 34 sesudah adanya kebijakan publik tertentu. Keduanya baik analisis kebijakan sebelum maupun sesudah adanya kebijakan mempunyai tujuan yang sama yakni memberikan rekomendasi kebijakan kepada penentu kebijakan agar didapat kebijakan yang lebih berkualitas. Dunn (2003:117) membedakan tiga bentuk utama analisis kebijakan publik, yaitu: 1) Analisis Kebijakan Prospektif. Analisis kebijakan prospektif yang berupa produksi dan tranformasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan diimplementasikan (ex ante). Analisis kebijakan disini merupakan suatu alat untuk mensintesakan informasi untuk dipakai dalam merumuskan alternatif dan preferensi kebijakan yang dinyatakan secara komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan kualitatif sebagai landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan kebijakan. 2) Analisis Kebijakan Retrospektif. Analisis kebijakan retrospektif adalah sebagai penciptaan dan tranformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan. Evaluasi proses retrospektif, yang cenderung dipusatkan pada masalah-masalah dan kendala-kendala yang terjadi selama implementasi kebijakan dan program. Evaluasi retrospektif lebih menggantungkan pada deskripsi ex post facto tentang kegiatan aktivitas program yang sedang berjalan, yang selanjutnya berhubungan dengan keluaran dan dampak. 3) Analisis kebijakan yang terintegrasi. Analisis kebijakan yang terintegrasi merupakan bentuk analisis yang mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan kebijakan diambil.

21 35 g. Model Evaluasi Kebijakan Menurut Wayne Parsons (2008: ), ada dua macam model evaluasi kebijakan yang digunakan yaitu : 1. Evaluasi Formatif Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan ketika kebijakan atau program yang sedang diimplementasikan merupakan analisis tentang seberapa jauh sebuah program diimplementasikan dan apa kondisi yang bisa meningkatkan keberhasilan implementasi. Pada fase implementasi memerlukan evaluasi formatif yang akan memonitor cara dimana sebuah program dikelola atau diatur untuk menghasilkan umpan balik yang bisa berfungsi untuk meningkatkan proses implementasi. Rossi dan Freeman dalam buku Parsons mendeskripsikan model evaluasi ini sebagai evaluasi pada tiga persoalan : - Sejauh mana sebuah program mencapai target populasi yang tepat - Apakah penyampaian pelayanannya konsisten dengan spesifikasi desain program atau tidak - Sumber daya apa yang dikeluarkan dalam melakukan program 2. Evaluasi Sumatif Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur bagaimana kebijakan atau program secara aktual berdampak pada problem yang ditanganinya. Model evaluasi ini pada dasarnya adalah model penelitian komparatif yang mengukur beberapa persoalan yaitu : a) Membandingkan sebelum dan sesudah program diimplementasikan

22 36 b) Membandingkan dampak intervensi terhadap satu kelompok dengan kelompok lain atau antara satu kelompok yang menjadi subjek intervensi dan kelompok lain yang tidak (kelompok kontrol) c) Menbandingkan apa yang terjadi dengan apa yang mungkin terjadi tenpa intervensi d) Atau membandingkan bagaimana bagian-bagian yang berbeda dalam satu wilayah mengalami dampak yang berbeda-beda akibat dari kebijakan yang sama. h. Kriteria Evaluasi Kebijakan Evaluasi kebijakan publik, dalam tahapan pelaksanaannya menggunakan pengembangan beberapa indikator untuk menghindari timbulnya bias serta sebagai pedoman ataupun arahan bagi evaluator. Kriteria-kriteria yang ditetapkan menjadi tolak ukur dalam menentukan berhasil atau tidaknya suatu kebijakan publik. Nugroho (2009 : 536) menjelaskan bahwasannya evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik.william N. Dunn (2003 : ) mengemukakan beberapa kriteria rekomendasi kebijakan yang sama dengan kriteria evaluasi kebijakan, kriteria rekomendasi kebijakan sebagai berikut :

23 37 Tabel 1.2 : Kriteria Evaluasi Kebijakan Tipe Kriteria Pertanyaan Ilustrasi Efektifitas Apakah hasil yang diinginkan telah dicapai? Seberapa banyak usaha yang Efisiensi diperluka untuk mencapai hasil yang diinginkan? Seberapa jauh pencapaian hasil yang Kecukupan diinginkan memecahkan masalah? Apakah biaya dan manfaat Perataan didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kelompok yang berbeda? Apakah hasil kebijakan memuaskan Responsivitas kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-kelompok tertentu? Apakah hasil (tujuan) yang Ketepatan diinginkan benar-benar berguna atau bernilai? Sumber : William N. Dunn, 2003, Pengantar Ana Unit pelayanan Unit biaya Manfaat bersih Rasio biaya-manfaat Biaya tetap (masalah tipe I) Efektivitas tetap (masalah tipe II) Kriteria Pareto Kriteria kaldor- Hicks Kriteria Rawls Konsistensi dengan survai warga negara Program publik harus merata dan efisiensi Kriteria-kriteria diatas merupakan tolak ukur atau indikator dari evaluasi kebijakan publik. Karena penelitian ini menggunakan metode kualitatif maka pembahasan dalam penelitian ini berhubungan dengan pertanyaan yang dirumuskan olleh William N.Dunn untuk setiap kriterianya. Untuk lebih jelasnya setiap indikator tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

24 38 1) Efektivitas Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas disebut juga hasil guna. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Apabila pencapaian tujuan-tujuan organisasi semakin besar dari pada organisasi, maka makin besar pula hasil yang akan dicapai dari tujuan-tujuan tersebut. Willian N. Dunn dalam bukunya yang berjudul pengantar Analisis Kebijakan Publik : Edisi Kedua, menyatakan bahwa : Efektivitas (effectiveness) berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang diharapkan,atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis, selalu diukur dari unit produk atau layanan atau nilai moneternya (Dunn,2003 :429). Apabila setelah pelaksanaan kegiatan kebijakan publik ternyata dampaknya tidak mampu memecahkan permasalahan yang tengah dihadapi masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa suatu kegiatan kebijakan tersebut telah gagal, tetapi adakalanya suatu kebijakan publik hasilnya tidak langsung efektif dalam jangka pendek, akan tetapi setelah melalui proses tertentu. Menurut pendapat Cambell yang dikutip oleh Richard M. Steers dalam bukunya Efektivitas Organisasi menyebutkan beberapa ukuran dari pada efektivitas, yaitu : - Kualitas artinya kualitas yang dihasilkan oleh organisasi; - Produktivitas artinya kuantitas dari jasa yang dihasilkan;

25 39 - Kesiagaan yaitu penilaian menyeluruh sehubungan dengan kemungkinan; dalam hal penyelesaian suatu tugas khusus dengan baik; - Efisiensi merupakan perbandingan beberapa aspek prestasi terhadap biaya untuk menghasilkan prestasi tersebut; - Penghasilan yaitu jumlah sumber daya yang masih tersisa setelah semua biaya dan kewajiban dipenuhi; - Pertumbuhan adalah suatu perbandingan mengenai eksistensi sekarang dan masa lalunya; - Stabilitas yaitu pemeliharaan struktur, fungsi dan sumber daya sepanjang waktu; - Kecelakaan yaitu frekuensi dalam hal perbaikan yang berakibat pada kerugian waktu; - Semangat kerja yaitu adanya perasaan terikat dalam hal pencapaian tjuan, yaitu melibatkan usaha tambahan, kebersamaan tujuan dan perasaan memiliki; - Motivasi artinya adanya kekuatan yang muncul dari setiap individu untuk mencapai tujuan; - Kepaduan yaitu fakta bahwa para anggota organisasi saling menyukai satu sama lain, artinya bekerja sama dengan baik, berkomunikasi dan mengkoordinasikan; - Keluwesan adaptasi artinya adanya suatu rangsangan baru untuk mengubah prosedur standar operasinya, yang bertujuan untuk mencegah keterbekuan terhadap rangsangan lingkungan; (Dalam Steers,1985:46-48)

26 40 Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukakan diatas, maka ukuran efektivitas merupakan suatu standar akan terpenuhinya mengenai sasaran dan tujuan yanag akan dicapai. 2) Efisiensi Jika bicara mengenai efisiensi maka kita akan membayangkan hal penggunaan sumber daya (resources) secara optimum untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Maksudnya adalah efisiensi akan terjadi jika penggunaan sumber daya diberdayakan secara optimum sehingga suatu tujuan akan tercapai. William N. Dunn berpendapat bahwa : Efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi yang merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi,adalah merupakan hubungan antara efektivitas dan usaha, yang terkahir umunya diukur dari ongkos moneter. Efisieni biasanya ditentukan melalui perhitungan biaya per unit produk atau layanan. Kebijakan yang mencapai efektivitas tertinggi dengan biaya terkecil dinamakan efisiensi. (Dunn,2003:430) Apabila sasaran yang ingin dicapai oleh suatu kebijakan publik ternyata sangat sederhana sedangkan biaya yang dikeluarkan melalui proses kebijakan terlampau besar dibandingkan dengan hasil yang dicapai. Ini berarti kegiatan telah melakukan pemborosan dan tidak layak untuk dilaksanakan. 3) Kecukupan Kecukupan dalam kebijakan publik dapat dikatakan tujuan yang telah dicapai sudah dirasakan mencukupi dalam berbagai hal. William N. Dunn mengemukakan bahwa kecukupan (adequacy) berkenaan dengan seberapa jauh

27 41 suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah (Dunn,2003 :430) Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kecukupan masih berhubungan dengan efektivitas dengan mengukur atau memprediksi seberapa jauh alternatif yang ada dapat memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan dalam menyelesaikan masalah yang terjadi. Hal ini, dalam kriteria kecukupan menekankan pada kautnya hubungan antara alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan. 4) Perataan Perataan dalam kebijakan publik dapat dikatakan mempunyai arti dengan keadilan yang diberikan dan diperoleh sasaran kebijakan publik. Willian N.Dunn menyatakan bahwa kriteria kesamaan (equity) erat berhubungan dengan rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat (Dunn, 2003:434). Kebijakan yang berorientasi pada perataan adalah kebijakan yang akibatnya atau usaha secara adil didistribusikan. Suatu program tertentu mungkin dapat efektif,efisiensi, dan mencukupi apabila biaya-manfaat merata. Kunci dari perataan yaitu keadilan atau kewajaran. 5) Responsivitas Responsivitas dalam kebijakan publik dapat diartikan sebagai tanggapan sasaran kebijakan publik atas penerapan suatu kebijakan. Menurut William N.Dunn, responsivitas (responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok

28 42 masyarakat tertentu (Dunn, 2003:437). Suatu keberhasilan kebijakan dapat dilihat melalui tanggapan masyarakat yang menanggapi pelaksanaan setelah terlebih dahulu memprediksi pengaruh yang akan terjadi jika suatu kebijakan akan dilaksanakan, juga tanggapan masyarakat setelah dampak kebijakan sudah mulai dapat dirasakan dalam bentuk positif berupa dukungan ataupun wujud yang negatif berupa penolakan. Dunn pun mengemukakan bahwa: Kriteria responsivitas adalah penting karena analisis yang dapat memuaskan semua kriteria lainnya (efektivitas,efisiensi,kecukupan,kesamaan) masih gagal jika belum menanggapi kebutuhan aktual dari kelompok yang semestinya diuntungkan dari adanya suatu kebijakan (Dunn,2003:437) Oleh karena itu, kriteria responsivitas cerminan nyata kebutuhan, preferensi, dan nilai dari kelompok-kelompok tertentu terhadap kriteria efektivitas,efisiensi,kecukupan, dan kesamaan. 6) Ketepatan Ketepatan merujuk pada nilai atau harga dari tujuan program dan pada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuab tersebut. William N.Dunn menyatakan bahwa kelayakan (Appropriateness) adalah: Kriteria yang dipakai untuk menseleksi sejumlah alternatif untuk dijadikan rekomendasi dengan menilai apakah hasil dari alternatif yang direkomendasikan tersebut merupakan pilihan tujuan yang layak. Kriteria kelayakan dihubungkan dengan rasionalitas substantif, karena kriteria ini menyangkut substansi tujuan bukan cara atau instrumen untuk merealisasikan tujuan tersebut. (Dunn, 2003:499)

29 43 Artinya ketepatan dapat diisi oleh indikator keberhasilan kebijakan lainnya (bila ada). Misalnya dampak lain yang tidak mampu diprediksi sebelumnya baik dampak tak terduga secara positif maupun negatif atau dimungkinkan alternatif lain yang dirasakan lebih baik dari suatu pelaksanaan kebijakan sehingga kebijakan bisa lebih dapat bergerak secara lebih dinamis. i. Metode Evaluasi Menurut Finsterbusch dan Motz dalam Subarsono (2008:128), untuk melakukan evaluasi terhadap program yang telah diimplementasikan, ada beberapa metode evaluasi yang dapat dipilih yakni : 1. Single program after-only, yaitu informasi diperoleh berdasarkan keadaan kelompok sasaran sesudah program dijalankan 2. Single program befora-after, yaitu informasi yang diperoleh berdasarkan perubahan keadaan sasaran sebelum dan sesudah program dijalankan. 3. Comparative after-only, yairu informasi yang diperoleh berdasarkan keadaan sasaran dan bukan sasaran program dijalankan. 4. Comparative before-after, yaitu informasi yang diperoleh berdasarkan efek program terhadap kelompok sasaran sebelum dan sesudah program dijalankan.

30 44 Tabel 1.3 Metodologi untuk Evaluasi Program Jenis Evaluasi Pengukuran kondisi kelompok sasaran Kelompok Kontrol Informasi yang diperoleh Sebelum Sesudah Single Program After- Only Tidak Ya Tidak Ada Keadaan Kelompok sasaran Single Program Before- After Ya Ya Tidak Ada Perubahan Kelompok sasaran Comparative After-Only Tidak Ya Ada Keadaan kelompok sasaran dan kelompok kontrol Comparative Before- Ya Ya Ada Efek program After terhadap kelompok sasaran dan kelompok kontrol Sumber : Subarsono (2008:130) j. Evaluasi Dampak Sebelumnya telah disebutkan bahwa evaluasi kebijakan adalah suatu untuk menentukan dampak dari kebijakan pada kondisi-kondisi kehidupan nyata. Dampak adalah perubahan kondisi fisik maupun sosial sebagai akibat dari output kebijakan. Akibat dari output kebijakan ada dua macam yakni :

31 45 1. Akibat yang dihasilkan oleh suatu intervensi program pada kelompok sasaran (baik akibat yang diharapkan atau tidak diharapkan) dan akibat tersebut mampu menimbulkan pola perilaku baru pada kelompok sasaran (impact). 2. Akibat yang dihasilkan oleh suatu intervensi program pada kelompok sasaran, baik yang sesuai dengan yang diharapkan atau tidak dan akibat tersebut tidak mampu menimbulkan perilaku baru pada kelompok sasaran (effects). Evaluasi dampak merupakan usaha menentukan dampak atas implementasi kebijakan yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan pada keadaankeadaan atau kelompok-kelompok di luar sasaran atau tujuan kebijakan. Menurut Lester dan Stewart dalam Winarno (2007: ), setidaknya ada tigal hal yang dapat dilakukan oleh seseorang evaluator didalam melakukan evaluasi kebijakan publik, yaitu: pertama, evaluasi kebijakan mungkin menjelaskan keluaran-keluaran kebijakan, misalnya pekerjaan, uang, materi yang diproduksi, dan pelayanan yang disediakan. Keluaran ini merupakan hasil yang nyata dari adanya kebijakan, namun tidak memberi makna sama sekali bagi seorang evaluator. Kedua, evaluasi kebijakan barangkali mengenai kemampuan kebijakan dalam memperbaiki masalah-masalah sosial, misalnya usaha untuk mengurangi kemacetan lalu lintas atau tingkat kriminallitas. Dan ketiga, evaluasi kebijakan barangkali menyangkut konsekuensi-konsekuensi kebijakan dalam bentuk policy feedback, termasuk didalamnya adalah reaksi dari tindakan-tindakan pemerintah atau pernyataan dalam sistem pembuatan kebijakan atau dalam beberapa pembuat keputusan.

32 46 Pada sisi yang lain, Thomas R. Dye dalam Winarno (2007: ) menyatakan dampak dari suatu kebijakan mempunyai beberapa dimensi dan semuanya harus diperhitungkan dalam membicarakan evaluasi. 1. Dampak kebijakan pada masalah-masalah publik dan dampak kebijakan pada orang-orang yang terlibat 2. Kebijakan-kebijakan mungkin mempunyai dampak pada keadaan-keadaan atau kelompok-kelompok diluar sasaran atau tujuan kebijakan 3. Kebijakan mungkin akan mempunyai dampak pada keadaan-keadaan sekarang dan keadaan dimasa yang akan datang 4. Evaluasi juga menyangkut unsur yang lain, yakni biaya langsung yang dikeluarkan untuk membiayai program-program kebijakan publik 5. Dimensi yang terakhir dari evaluasi kebijakan adalah menyangkut biayabiaya tidak langsung yang ditanggung oleh masyarakat atau beberapa anggota masyarakat akibat adanya kebijakan publik. Sekalipun dampak yang sebenarnya dari suatu kebijakan mungkin sangat jauh dari yang diharapakan atau diinginkan, tetapi kebijakan tersebut pada dasarnya mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang penting bagi masyarakat. k. Model Evaluasi Yang Digunakan Peneliti Di dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan evaluasi dampak dengan menggunakan model single program after-only. Peneliti hendak melihat keadaan kelompok sasaran sesudah program dijalankan.

33 47 2. Reformasi Administrasi Perpajakan a. Pengertian Reformasi Perpajakan Reformasi perpajakan adalah perubahan yang mendasar pada disegala aspek perpajakan. Reformasi perpajakan yang sekarang menjadi prioritas menyangkut modernisasi administrasi perpajakan jangka menengah (tiga atau hingga enam tahun) dengan tujuan tercapainya, pertama, tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi. Kedua, kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi. Dan ketiga, produktivitas aparat perpajakan yang tinggi. Sebagaimana kondisi masyarakat yang selalu berubah dan tuntutan adanya reformasi diseua bidang, kondisi dan situasi yang terjadi didalam proses pemberian pelayanan maupun penerapan administrasi kepada Wajib Pajak sudah semakin kritis dalam melihat setiap perubahan kebijakan pemerintah terutama dalam bidang fiskal. Kondisi ini mau tidak mau mengharuskan Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan reformasi dibdang perpajakan. Sebagaimana yang menjadi sasarn sejak tahun 2002, bahwa reformasi perpajakan secara komperhensif sebagai satu kesatuan dilakukan terhadap tiga bidang pokok atau utama secara langsung menyentuh pilar perpajakan, yaitu: 1) Bidang administrasi, yakni melallui modernisasi administasi perpajakan. 2) Bidang peraturan, dengan melakukan amandemen terhadap Undang - undang perpajakan. 3) Bidang pengawasan, membangun bank data perpajakan nasional.

34 48 b. Reformasi Administrasi Perpajakan Indonesia Administrasi perpajakan ialah cara-cara atau prosedur pengenaan dan pemungutan perpajakan. Administrasi pajak dalam arti sempit merupakan penatausahaan dan pelayanan atas hak-hak dan kewajiban-kewajiban pembayaran pajak, baik penatausahaan dan pelayanan yang dilakukan di kantor pajak maupun ditempat Wajib Pajak, sedangkan administrasi pajak dalam arti luas meliputi fungsi, sistem dan organisasi atau kelembagaan. Sebagai suatu fungsi, administrasi perpajakan meliputi perencanaa, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian perpajakan. Sebagai suatu sistem, adminisrasi perpajakan merupaka seperangkat unsur (subsistem) yaitu peraturan perundang - undangan, sarana dan prasarana, dan Wajib Pajak yang saling berkaitan yang secara bersama-sama menjalankan fungsi dan tugasnya untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan sebagai lembaga administrasi perpajakan merupakan institusi yang mengelola sistem dan mengelola proses perpajakan yang terwujud pada kantor pusat, wilayah, dan pelayanan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia juga merupakan salah satu tolak ukur kinerja administrasi pajak. Administrasi perpajakan memegang peranan yang sangat penting karena seharusnya bukan saja sebagai perangka laws enforcement, tetapi lebih penting daripada itu, sebagai service point yang memberikan pelayanan prima kepada masyarakat sekaligus informasi perpajakan. Pembaruan sistem administrasi perpajakan harus disusun dengan sebaik baiknya sehingga menjadi instrumen yang mampu bekerja secara efektif dan

35 49 efisien. Menurut Carlos A Silvani (1992), administrasi perpajakan dikatakan efektif apabila mampu mengatasi masalah masalah berikut : 1) Wajib Pajak yang tidak terdaftar (unregistered taxpayers) Ini artinya, sejauh mana administrasi pajak mampu mendeteksi dan mengambil tindakan terhadap masyarakat yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak walaupun seharusnya yang bersangkutan sudah memenuhi ketentuan untuk menjadi Wajib Pajak. 2) Wajib Pajak yang tidak menyampaikan surat pemberitahuan (stopfiling taxpayers) Yaitu Wajib Pajak yang sudah terdaftar di administrasi kantor pajak, tetapi tidak menyampaikan surat pemberitahuan. Administrasi pajak dituntut untuk dapat mengumpulkan data sekaligus menindaklanjutinya dengan meminimalkan kasus. 3) Penyelundupan pajak (tax evaders) Yaitu Wajib Pajak yang melaporkan pajak lebih kecil dari yang seharusnya menurut ketentua perundang undangan perpajakan. Sistem Self Assessment yang sekarang berlaku memang rentan menyebabkan terjadinya modus kejahatan seperti ini, karena sangat tergantung dari kejujuran Wajib Pajak. 4) Penunggak pajak (delinquent taxpayers) Dari tahun ke tahum selalu ada tunggakan pajak yang terjadi, bahkan menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Permasalahan ini seolah sudah menjadi benang kusut yang selalu dihadapi oleh otoritas pajak setiap tahunnya.

36 50 Reformasi administrasi perpajakan adalah penyempurnaan kinerja administrasi, baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan agar efisien dan ekonomis dan cepat (Nasucha : 2004). Hal hal yang dibutuhkan agar reformasi administrasi perpajakan berhasil yaitu: - Struktur pajak disederhanakan untuk kemudahan, kepatuhan, dan administrasi; - Strategi reformasi yang cocok harus dikembangkan; - Komitmen politik yang kuat terhadap peningkatan administrasi perpajakan. Elemen dasar reformasi administrasi perpajakan menurut Pallechio (19950 seperti yang dikutip oleh Nasucha memiliki syarat sebagai berikut: - Komitmen politik yang berkelanjutan; - Staf yang mampu berkosentrasi terhadap pekerjaan dalam jangka panjang; - Strategi yang tepat dan didefinisikan dengan baik karena tidak ada strategi yang cocok untuk semua negara; - Pendidikan dan pelatihan pegawai; - Tersedia dana dan sumber daya lain yang cukup. Mengacu kepada prinsip prinsip good governance reformasi administrasi perpajakan dengan mengedepankan tujuan penerimaan negara dan mendorong tingkat kepatuhan sukarela, mengarah ke hal hal berikut : 1) Partisipasi masyarakat yang yang tertib sosial karena pajak pada hakekatnya dari masyarakat, oleh masyarakat dan untu masyarakat.

37 51 2) Landasan dan kepastian hukum pengenaan, pemungutan, dan penarikan pajak. 3) Transparansi baik dari administrasi perpajakan, masyarakat yang membayar pajak maupun pihak yang terkait dengan sistem perpajakan. 4) Responsiveness, yaitu peka dan fleksibel terhadap pertumbuhan sosial, politik, hukum, ekonomi dan kebutuhan publik. 5) Keadilan dalam sistem perpajakan. 6) Adanya visi strategi dari administrator pajak. 7) Prnsip efektivitas dan efisiensi. 8) Profesionalisme dalam proses perpajakan. 9) Akuntabilitas dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. 10) Supervisi sehat. (Nasucha: 2004) Reformasi Perpajakan di Indonesia telah dilakukan pertama sekali pada tahun 1983 dimana saat itu terjadi reformasi atau perubahan sistem mendasar atas pengelolaan perpajakan Indonesia dari sistem Official Assessment ke sistem Self Assessment. Langkah pemerintah untuk terus meningkatkan penerimaan dari sektor pajak yaitu dengan melakukan reformasi perpajakan dari Official Assessment System menjadi Self Assessment System. Dalam official assessment system tanggung jawab pemungutan terletak sepenuhnya pada penguasa pemerintah, sedangkan dalam Self Assessment system Wajib Pajak diberi kepercayaan penuh untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan besarnya pajak yang terhutang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan.

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh kemampuan bangsa untuk dapat memajukan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh kemampuan bangsa untuk dapat memajukan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan oleh kemampuan bangsa untuk dapat memajukan kesejahteraan masyarakat, maka diperlukan dana untuk

Lebih terperinci

EVALUASI KEBIJAKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DI SMA NEGERI 1 AMPIBABO KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG

EVALUASI KEBIJAKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DI SMA NEGERI 1 AMPIBABO KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG EVALUASI KEBIJAKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DI SMA NEGERI 1 AMPIBABO KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG Rifka S. Akibu Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Efektivitas Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas disebut juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara yang berkembang, Indonesia terus melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara yang berkembang, Indonesia terus melaksanakan 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai Negara yang berkembang, Indonesia terus melaksanakan pembangunan di segala bidang, yaitupembangunan di bidang ekonomi, sosial budaya, hukumdaln lain-lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut, maka pemerintah perlu banyak memperhatikan masalah

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut, maka pemerintah perlu banyak memperhatikan masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik

Lebih terperinci

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR Evaluasi Kebijakan Sebagai Tahapan Penting Kebijakan Publik Oleh: Sari Wahyuni, S.Ap Staf Biro Organisasi Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Barat I. Pendahuluan Sebuah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang penting selain penerimaan bukan pajak. Pembayaran pajak sangat penting bagi negara untuk pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pajak merupakan salah satu penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pajak merupakan salah satu penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan salah satu penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang memiliki peranan penting dalam menunjang penyelenggaraan negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, oleh karena itu negara menempatkan perpajakan sebagai perwujudan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, oleh karena itu negara menempatkan perpajakan sebagai perwujudan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap masyarakat,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Soemitro (dalam Sumarsan, 2013:3) pajak adalah iuran rakyat

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Soemitro (dalam Sumarsan, 2013:3) pajak adalah iuran rakyat 25 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Definisi Pajak Menurut Soemitro (dalam Sumarsan, 2013:3) pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang

BAB I PENDAHULUAN. jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan alat yang digunakan pemerintah dalam mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontraprestasi yang langsung dapat digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. kontraprestasi yang langsung dapat digunakan untuk membayar pengeluaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal atau kontraprestasi yang langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak bisa hanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak bisa hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak bisa hanya menggantungkan dana dari luar negeri saja, melainkan harus menggali sendiri terutama dari

Lebih terperinci

Kuliah 12 EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK

Kuliah 12 EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK Kuliah 12 EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK Agenda PENGERTIAN DAN KRITERIA EVALUASI INDIKATOR EVALUASI KENDALA DALAM EVALUASI I. Pengertian dan Kriteria Evaluasi EVALUASI KEBIJAKAN MERUPAKAN TAHAPAN PROSES PEMBUATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak bukan lagi sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia, karena

BAB I PENDAHULUAN. Pajak bukan lagi sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak bukan lagi sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia, karena pajak mempunyai peranan yang sangat besar dalam menjalankan roda pemerintahan. Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur (Punarbhawa dan Aryani, 2013). Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur (Punarbhawa dan Aryani, 2013). Pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini negara Indonesia akan terus melakukan pembangunan nasional di berbagai bidang yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur (Punarbhawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemerintah yang berlangsung secara berkesinambungan. Tentunya

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemerintah yang berlangsung secara berkesinambungan. Tentunya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan nasional merupakan salah satu kegiatan pemerintah yang berlangsung

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini peranan pajak sebagai tulang punggung penerimaan dalam

Bab 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini peranan pajak sebagai tulang punggung penerimaan dalam Bab 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada saat ini peranan pajak sebagai tulang punggung penerimaan dalam negeri menjadi semakin diperhitungkan. Dengan adanya pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bagi Indonesia, penerimaan pajak sangat besar peranannya mengamankan anggaran negara dalam APBN setiap tahun. Kondisi itu tercapai ketika harga minyak bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melakukan perbaikan, pembangunan, dan kemajuan negara ini salah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melakukan perbaikan, pembangunan, dan kemajuan negara ini salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam melakukan perbaikan, pembangunan, dan kemajuan negara ini salah satunya yaitu berasal dari pembayaran pajak masyarakat negara ini, tetapi melihat dari situasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang cukup signifikan, baik secara nominal maupun persentase

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang cukup signifikan, baik secara nominal maupun persentase BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peranan penerimaan perpajakan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan, baik secara nominal maupun persentase terhadap seluruh pendapatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Novi Norma Melya Nugraha, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Novi Norma Melya Nugraha, 2015 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum yang berpedoman pada Pancasila dan juga berpegang teguh pada aturan yang ada di negaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemakmuran rakyat, dan memelihara fakir miskin dan anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemakmuran rakyat, dan memelihara fakir miskin dan anak-anak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila. Dalam UUD 1945 menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkesinambungan selama 4 tahun terakhir dalam APBN.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkesinambungan selama 4 tahun terakhir dalam APBN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber penerimaan yang sangat vital bagi negara. Tidak dapat dipungkiri bahwa pajak memiliki peranan penting dalam menunjang penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Pembangunan di segala bidang merupakan tanggung jawab pemerintah dan rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan bernegara dan dalam perkembangan ekonomi, khususnya dalam pembangunan karena pajak merupakan sumber

Lebih terperinci

Kuliah 13. Marlan Hutahaean 1

Kuliah 13. Marlan Hutahaean 1 Kuliah 13 Evaluasi Kebijakan Marlan Hutahaean 1 Agenda Pengertian dan Kriteria Evaluasi Indikator Evaluasi Kendala dalam Evaluasi Marlan Hutahaean 2 Pengertian dan Kriteria Evaluasi Marlan Hutahaean 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dari tahun ke tahun kontribusi pajak pada penerimaan negara terus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dari tahun ke tahun kontribusi pajak pada penerimaan negara terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari tahun ke tahun kontribusi pajak pada penerimaan negara terus mengalami peningkatan. Kontribusi sektor perpajakan yang meningkat itu menunjukkan pemerintah tetap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan dalam perkembangan ekonomi, khususnya dalam pembangunan karena

BAB 1 PENDAHULUAN. dan dalam perkembangan ekonomi, khususnya dalam pembangunan karena BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pajak mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan bernegara dan dalam perkembangan ekonomi, khususnya dalam pembangunan karena pajak merupakan sumber

Lebih terperinci

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR I. Pendahuluan Banyaknya kebijakan yang tidak sinkron, tumpang tindih serta overlapping masih jadi permasalahan negara ini yang entah sampai kapan bisa diatasi. Dan ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Berbagai kasus yang menyeret aparatur pajak dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Berbagai kasus yang menyeret aparatur pajak dalam beberapa BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Pajak merupakan pendapatan negara yang cukup potensial untuk dapat mencapai keberhasilan pembangunan. Pajak juga merupakan sumber penerimaan negara yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, antara lain dengan cara menggali, mendorong, dan. mengembangkan sumber-sumber penerimaan dari dalam negeri agar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, antara lain dengan cara menggali, mendorong, dan. mengembangkan sumber-sumber penerimaan dari dalam negeri agar BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Saat ini pajak merupakan sumber utama dana penerimaan negara Indonesia. Sasaran utama kebijakan peningkatan penerimaan keuangan negara di Indonesia, antara lain dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak bersifat dinamik dan mengikuti perkembangan kehidupan sosial dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak bersifat dinamik dan mengikuti perkembangan kehidupan sosial dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak bersifat dinamik dan mengikuti perkembangan kehidupan sosial dan ekonomi negara serta masyarakatnya. Tuntutan akan peningkatan penerimaan, perbaikan-perbaikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. tahun 2009 (KUP) pasal 1 ayat 1 bahwa pajak adalah kontribusi wajib pajak

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. tahun 2009 (KUP) pasal 1 ayat 1 bahwa pajak adalah kontribusi wajib pajak 8 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Definisi Pajak Menurut Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional berasal dari penerimaan pajak yang menyumbang sekitar 70% dari

BAB I PENDAHULUAN. nasional berasal dari penerimaan pajak yang menyumbang sekitar 70% dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa salah satu penopang pendapatan nasional berasal dari penerimaan pajak yang menyumbang sekitar 70% dari seluruh penerimaan negara. Pajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan sosial ekonomi, teknologi, dan informasi telah mengubah berbagai aspek perilaku bisnis dan perekonomian dunia. Salah satu ciri utama globalisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Tabel Penerimaan Dalam Negeri Tahun (dalam miliar rupiah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Tabel Penerimaan Dalam Negeri Tahun (dalam miliar rupiah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seperti yang telah diketahui bahwa negara dalam hal menyelenggarakan pemerintahan termasuk membiayai pembangunan membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya berasal dari penerimaan pajak. Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. satunya berasal dari penerimaan pajak. Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang membutuhkan anggaran yang cukup besar setiap tahunnya untuk melaksanakan berbagai macam pembangunan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pajak merupakan bagian dari sumber penerimaan negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pajak merupakan bagian dari sumber penerimaan negara yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia pajak merupakan bagian dari sumber penerimaan negara yang dianggap paling potensial, oleh karena itu pajak digunakan sebagai sumber pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seoptimal mungkin melalui perluasan sumber penerimaan negara non migas, guna

BAB I PENDAHULUAN. seoptimal mungkin melalui perluasan sumber penerimaan negara non migas, guna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya pasar bebas yang sedang terjadi telah menghilangkan batas ruang dan waktu setiap individu di dunia. Pasar bebas terjadi dalam berbagai sektor termasuk perekonomian.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Resmi (2008), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Resmi (2008), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Perpajakan 2.1.1 Definisi Pajak Definisi pajak yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro dalam Siti Resmi (2008), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah selalu ingin mensejahterakan rakyatnya dan ini dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah selalu ingin mensejahterakan rakyatnya dan ini dapat dilihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah selalu ingin mensejahterakan rakyatnya dan ini dapat dilihat dengan usaha pemerintah dalam melakukan pembangunan nasional. Pembangunan nasional adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam undang undang. Dalam pembangunan ini tidak akan tercapai apabila

BAB I PENDAHULUAN. dalam undang undang. Dalam pembangunan ini tidak akan tercapai apabila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan di Indonesia merupakan program pemerintah dalam memajukan bangsa dengan cara membangun dalam segala bidang, misalnya pembangunan dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang cukup dominan dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang cukup dominan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang cukup dominan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Indonesia. Dominan dimaksud karena sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang dilaksanakan secara bertahap, berencana dan berkesinambungan menurut arah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 16 tahun 2009 menyatakan bahwa pajak adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 16 tahun 2009 menyatakan bahwa pajak adalah kontribusi wajib BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undangundang Nomor 16 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan baik untuk belanja rutin maupun pembangunan. Bagi Indonesia penerimaan pajak sangat besar peranannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum (Mohammad Zain, 2007). Pajak diartikan sebagai pungutan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. umum (Mohammad Zain, 2007). Pajak diartikan sebagai pungutan yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal atau kontraprestasi yang langsung

Lebih terperinci

B a b I P e n d a h u l u a n 1 BAB I PENDAHULUAN. Pajak memegang peranan penting dalam perekonomian negara kita. Hal ini dikarenakan

B a b I P e n d a h u l u a n 1 BAB I PENDAHULUAN. Pajak memegang peranan penting dalam perekonomian negara kita. Hal ini dikarenakan B a b I P e n d a h u l u a n 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak memegang peranan penting dalam perekonomian negara kita. Hal ini dikarenakan pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat merealisasikan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat merealisasikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan salah satu kegiatan pemerintah yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Mardiasmo (2011 : 1) : BAB II LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Pajak a. Definisi Pajak Membahas mengenai perpajakan tidak terlepas dari pengertian pajak itu sendiri, menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam bukunya Mardiasmo

Lebih terperinci

Terdapat definisi mengenai kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukan oleh Safri Nurmantu. dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah sebagai berikut:

Terdapat definisi mengenai kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukan oleh Safri Nurmantu. dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah sebagai berikut: KEPATUHAN PAJAK DAN TAX EVASION Terdapat definisi mengenai kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukan oleh Safri Nurmantu dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah sebagai berikut: Kepatuhan Wajib Pajak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara adalah dari sektor perpajakan. Pajak adalah salah satu sumber penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. negara adalah dari sektor perpajakan. Pajak adalah salah satu sumber penerimaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan pemerintahannya, Indonesia memiliki beberapa bentuk penerimaan bagi pendapatan negara. Salah satu bentuk penerimaan terbesar negara adalah dari sektor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak dapat memperbaiki hal tersebut dan menjadi solusi yang efektif.

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak dapat memperbaiki hal tersebut dan menjadi solusi yang efektif. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang sebenarnya memiliki banyak potensi untuk menjadi negara yang lebih maju. Tetapi pada kenyataannya, Indonesia belum bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus i BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keinginan setiap masyarakat agar terciptanya tata pemerintahan yang baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus berusaha memperbaiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Namun, sebagai upaya mewujudkan kemandirian negara, pemerintah terus

BAB I PENDAHULUAN. Namun, sebagai upaya mewujudkan kemandirian negara, pemerintah terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk terbesar nomor empat di dunia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa (www.bps.go.id). Pemerintah dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Tujuan utama dari kebijakan keuangan negara di bidang penerimaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Tujuan utama dari kebijakan keuangan negara di bidang penerimaan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tujuan utama dari kebijakan keuangan negara di bidang penerimaan dalam negeri yaitu untuk menggali, mendorong, dan mengembangkan sumber-sumber penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya administrasi perpajakan, untuk administrasi pajak pusat, diemban oleh

BAB I PENDAHULUAN. adanya administrasi perpajakan, untuk administrasi pajak pusat, diemban oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengeluaran rutin pemerintah dibiayai oleh sumber utama penerimaan pemerintah yaitu pajak. Proses pengenaan dan pemungutan pajak ini memerlukan adanya administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah suatu kegiatan yang seiring berjalannya waktu terus menerus berlangsung dan saling berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pajak merupakan penerimaan terbesar Indonesia. Pajak merupakan alat yang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pajak merupakan penerimaan terbesar Indonesia. Pajak merupakan alat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini pajak merupakan penerimaan terbesar Indonesia. Pajak merupakan alat yang digunakan pemerintah dalam mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah dengan dukungan segenap komponen bangsa senantiasa berkomitmen untuk menjalankan amanat dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sasaran utama dari kebijaksanaan keuangan negara di bidang penerimaan dalam negeri adalah untuk menggali, mendorong, dan mengembangkan sumbersumber penerimaan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak (Pangestu, Rusmana:2014). Realisasi penerimaan pajak tahun 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak (Pangestu, Rusmana:2014). Realisasi penerimaan pajak tahun 2014 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan tumpuan sumber penerimaan negara Indonesia. Hal ini terlihat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang menunjukkan bahwa sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modern. Hal tersebut dilakukan dengan menerapkan self assessment system dan

BAB I PENDAHULUAN. modern. Hal tersebut dilakukan dengan menerapkan self assessment system dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan dalam negeri yang terbesar, digunakan untuk membiayai pengeluaran dan pembangunan pemerintah. Berdasarkan data Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perpajakan ditentukan melakukan kewajiban perpajakan.

BAB I PENDAHULUAN. perpajakan ditentukan melakukan kewajiban perpajakan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditujukan dan digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak bersifat dinamik, sifat ini dibuktikan dari pajak selalu mengikuti

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak bersifat dinamik, sifat ini dibuktikan dari pajak selalu mengikuti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak bersifat dinamik, sifat ini dibuktikan dari pajak selalu mengikuti perkembangan. Perbaikan dan perubahan mendasar selalu dilakukan dalam segala aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan maksimal dengan biaya yang optimal (Nasucha, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan maksimal dengan biaya yang optimal (Nasucha, 2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan sumber penerimaan pemerintah yang digunakan untuk membiayai pengeluran pemerintah dan pembangunan. Administrasi perpajakan diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak mempunyai kontribusi cukup tinggi dalam penerimaan negara. Pada beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Pajak mempunyai kontribusi cukup tinggi dalam penerimaan negara. Pada beberapa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak mempunyai kontribusi cukup tinggi dalam penerimaan negara. Pada beberapa tahun terakhir ini, penerimaan dari sektor fiskal mempunyai proporsisi lebih dari 50%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar diantara bentuk-bentuk

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar diantara bentuk-bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam Anggaran Penerimaan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pajak Menurut Pasal 1 ayat 1 UU No.16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penerimaan sektor pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penerimaan sektor pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penerimaan sektor pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sangat penting, maka dari itu pemerintah mengintensifkan pemasukan dari sektor

Lebih terperinci

Kuliah 6. Marlan Hutahaean 1

Kuliah 6. Marlan Hutahaean 1 Kuliah 6 Evaluasi Kebijakan Marlan Hutahaean 1 Agenda Pengertian dan Kriteria Evaluasi Kendala dalam Evaluasi Marlan Hutahaean 2 Pengertian dan Kriteria Evaluasi Marlan Hutahaean 3 Pengertian dan Kriteria

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Pajak 2.1.1 Definisi Pajak Pengertian pajak menurut Prof. Rochmat Soemitro, SH dalam Mardiasmo (2011), menyatakan: Pajak adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang dipungut oleh pemeritah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang dipungut oleh pemeritah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang dipungut oleh pemeritah pusat maupun daerah. Bagi masyarakat pajak dirasakan sebagai beban, sedangkan bagi negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pajak yang didefenisikan oleh Rochmat Soemitro adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan peningkatan jumlah dan kebutuhan masyarakat. (Lubis, 2015)

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan peningkatan jumlah dan kebutuhan masyarakat. (Lubis, 2015) BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pajak merupakan suatu sumber utama penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran untuk pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan semangat otonomi daerah dan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan lainnya yaitu penerimaan migas maupun penerimaan bukan pajak,

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan lainnya yaitu penerimaan migas maupun penerimaan bukan pajak, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang penting dalam menopang keberlanjutan pembangunan suatu negara selain sumber penerimaan lainnya yaitu penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Monitoring dan Evaluasi dalam Program Pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Monitoring dan Evaluasi dalam Program Pemberdayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka menjalankan sebuah program pemberadayaan masyarakat dibutuhkan perencanaan yang sistematis, perencanaan yang baik akan terlihat dari singkronisasi antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Kontribusi Penerimaan Pajak Terhadap Penerimaan Negara

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Kontribusi Penerimaan Pajak Terhadap Penerimaan Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahun pemerintah melakukan pembangunan di segala bidang untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa berjalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjelaskan suatu kondisi dimana seseorang taat terhadap perintah atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjelaskan suatu kondisi dimana seseorang taat terhadap perintah atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Kepatuhan (Compliance Theory) Teori kepatuhan (compliance theory) merupakan teori yang menjelaskan suatu kondisi dimana seseorang taat terhadap perintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor, khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. sektor, khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia saat ini sedang mengalami berbagai permasalahan di berbagai sektor, khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya tingkat inflasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) pembangunan Nasional. Untuk itu perlu adanya peningkatan kesadaran dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) pembangunan Nasional. Untuk itu perlu adanya peningkatan kesadaran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Sebagaimana kita ketahui, peranan pajak semakin besar dan penting dalam menyumbang penerimaan Negara dalam rangka kemandirian membiayai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spirituil. Untuk dapat. mendapatkan dukungan dari masyarakat (Waluyo dan Ilyas, 2000: 1)

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spirituil. Untuk dapat. mendapatkan dukungan dari masyarakat (Waluyo dan Ilyas, 2000: 1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia sebagai salah satu negara yang dikategorikan berkembang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia sebagai salah satu negara yang dikategorikan berkembang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai salah satu negara yang dikategorikan berkembang masih memerlukan pembangunan pada berbagai aspek. Sumber pendanaan aktivitas pembangunan negara diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang membutuhkan dana untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang membutuhkan dana untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang membutuhkan dana untuk membiayai pembangunan. Sumber dana pembangunan berasal dari berbagai sumber pendapatan negara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan di Indonesia sangatlah penting untuk mensejahterakan masyarakat. Pembangunan tidak akan tercapai apabila tidak ada kerja sama antara pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia maupun negara lainnya dalam menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia maupun negara lainnya dalam menjalankan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia maupun negara lainnya dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunannya tentu memerlukan anggaran yang sangat besar. Penerimaan anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Pajak merupakan salah satu simbol eksistensi suatu negara karena menjadi salah satu bukti bahwa pemerintahan negara tersebut diakui oleh rakyat. Jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan penerimaan negara yang yang berasal dari dalam negeri tanpa harus

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan penerimaan negara yang yang berasal dari dalam negeri tanpa harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembiayaan belanja negara yang semakin lama semakin bertambah besar memerlukan penerimaan negara yang yang berasal dari dalam negeri tanpa harus bergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan nasional, sebagaimana tertuang dalam alinea II Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. tujuan nasional, sebagaimana tertuang dalam alinea II Pembukaan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang sekaligus merupakan proses pengembangan keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional di berbagai bidang guna mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional di berbagai bidang guna mewujudkan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini bangsa Indonesia sedang dan akan terus melaksanakan pembangunan nasional di berbagai bidang guna mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan APBN 2013 memberikan alokasi yang cukup besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan APBN 2013 memberikan alokasi yang cukup besar terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebijakan APBN 2013 memberikan alokasi yang cukup besar terhadap subsidi energi seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) sekitar 193,8 Triliun atau 11,5 persen dialokasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan baik secara nominal maupun

BAB I PENDAHULUAN. ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan baik secara nominal maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepatuhan pajak merupakan masalah klasik yang dihadapi di hampir semua negara yang menerapkan sistem perpajakan (Hutagaol, 2007). Kepatuhan Wajib Pajak dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan menurut para ahli seperti yang telah dikemukan oleh Anderson dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan menurut para ahli seperti yang telah dikemukan oleh Anderson dalam 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Makna Kebijakan Kebijakan menurut para ahli seperti yang telah dikemukan oleh Anderson dalam Winarno (2012:21) mendefinisikan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (APBN) sangat penting bagi penerimaan Negara karena pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. (APBN) sangat penting bagi penerimaan Negara karena pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penerimaan sektor pajak dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sangat penting bagi penerimaan Negara karena pemerintah mengintensifikasikan pemasukan

Lebih terperinci