BAB II TELAAH PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TELAAH PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Manajemen Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional (2001), mendiskripsikan bahwa dalam paradigma baru manajemen manajemen pendidikan menegaskan fungsi-fungsi pendidikan yang disentralisasikan ke sekolah sebagai berikut: a) Perencanaan b) Kurikulum c) Pembelajaran d) Ketenagaan e) Fasilitas f) Keuangan g) Peserta didik h) Hubungan Sekolah dengan Masyarakat i) Iklim Sekolah. Mulyasa (2004), mendeskripsikan pengertian manajemen pendidikan adalah proses pengembangan kegiatan kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Proses pengendalian kegiatan kelompok tersebut mencakup perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), dan pengawasan (controlling) sebagai suatu proses untuk menjadikan visi menjadi aksi. Lebih lanjut, Rivai dan Murni (2012), sebagaimana halnya pada manajemen secara umum, manajemen pendidikan meliputi empat hal pokok, yaitu: perencanaan pendidikan, pengorganisasian pendidikan, penggiatan pendidikan, dan pengendalian atau pengawasan pendidikan. Secara umum terdapat sepuluh komponen utama pendidikan, yaitu: peserta didik, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, paket instruksi 11

2 pendidikan, metode pengajaran, kurikulum pendidikan, alat instruksi dan alat penolong instruksi, fasilitas pendidikan, anggaran pendidikan, dan evaluasi pendidikan. Perencanaan pendidikan dimaksudkan untuk mempersiapkan semua komponen pendidikan, agar dapat terlaksana proses belajar mengajar yang baik dalam penyelenggaraan pendidikan dalam mencapai sasaran pendidikan yang diharapkan. Pengorganisasian pendidikan ditujukan untuk menghimpun semua potensi komponen pendidikan dalam suatu organisasi yang sinergis untuk dapat menyelenggarakan pendidikan dengan sebaik-baiknya. Kegiatan pendidikan adalah pelaksanaan dari penyelenggaraan pendidikan yang telah direncanakan dan dilaksanakan oleh organisasi penyelenggara pendidikan dengan memerhatikan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam perencananaan dalam rangka mencapai hasil pendidikan yang optimal. Pengendalian pendidikan dimaksudkan untuk menjaga agar penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan dan semua komponen pendidikan digerakkan secara sinergis dalam proses yang mengarah kepada pencapaian tujuan pendidikan yang dijabarkan dalam sasaran-sasaran menghasilkan output secara optimal seperti yang telah ditetapkan dalam perencanaan pendidikan. Terkait dengan keempat pengertian tersebut, manajemen pendidikan merupakan proses kerja sama untuk mencapai tujuan. Dalam lingkup pendidikan di sekolah, kegiatan manajemen dalam bentuk penataan 12

3 yang meliputi mengatur, memimpin, mengelola, merencanakan, melaksanakan dan mengawasi sumber daya yang terdiri dari pendidik, peserta didik, dan masyarakat pengguna jasa pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang dipercaya menghasilkan kualitas lebih baik. Manajemen pendidikan pada hakikatnya menyangkut tujuan pendidikan, manusia yang melakukan kerjasama, proses sistemik dan sistematik, serta sumber-sumber yang didayagunakan secara dinamis. 2.2 Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Sejarah MBS di Indonesia Mengenal dan mendalami lebih jauh tentang MBS, sebagai bagian dari pelaku di bidang pendidikan setidaknya kita mengetahui sejarah dan perjalanan yang cukup panjang perkembangan MBS yang ada di Indonesia hingga sekarang ini. Dilihat dari perjalanannya, kebijakan MBS di Indonesia secara relatif sungguh-sungguh baru dimulai sejak tahun 1999/2000, yaitu dengan peluncuran dana bantuan yang disebut dengan Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM). Dana bantuan ini disetor langsung ke rekening sekolah, tidak melalui alur birokrasi pendidikan di atasnya (Dinas Diknas). Memasuki tahun anggaran 2003, dana BOMM diubah namanya menjadi Dana Rintisan untuk Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), khususnya untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Program ini sejalan dengan implementasi dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 13

4 2004 tentang Otonomi Daerah di bidang pendidikan dan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) Tahun Berangkat dari pengalaman di Amerika Serikat, agaknya diperlukan waktu cukup lama bagi manajemen sekolah di Indonesia untuk secara sungguh-sungguh dilaksanakan secara berbasis pada pendekatan MBS (Danim, 2007) Pengertian MBS Depdiknas (2001), memberi batasan Manajemen Berbasis sekolah sebagai bentuk alternatif pengelolaan sekolah dalam rangka desentralisasi pendidikan, yang ditandai adanya kewenangan pengambilan keputusan yang luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang relatif tinggi, dalam kerangka kebijakan nasional. Sejalan dengan pengertian di atas, UU No. 20 Tahun 2003 pada bagian penjelasan pasal 51 ayat 1 menyatakan: Manajemen Berbasis Sekolah atau Madrasah adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah atau madrasah dan pendidik dibantu oleh komite sekolah atau madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan. Mulyono (2008), mengemukakan bahwa MBS merupakan strategi untuk mewujudkan sekolah yang efektif dan produktif. MBS merupakan paradigma baru manajemen pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada sekolah, dan pelibatan masyarakat dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi 14

5 diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. MBS merupakan suatu ide tentang pengambilan keputusan pendidikan yang diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah. Pemberdayaan sekolah dengan memberikan otonomi yang lebih besar, di samping menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat juga merupakan sarana peningkatan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. MBS adalah suatu konsep yang menempatkan kekuasaan pengambilan keputusan berkaitan dengan pendidikan yang diletakkan pada tempat paling dekat dengan proses belajar mengajar. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran; Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas; sedangkan sekolah berarti lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat untuk menerima dan memberikan pelajaran (KBBI, 2008). Berdasarkan makna leksikal tersebut, maka Manajemen Berbasis Sekolah dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran. Terkait dengan makna tersebut, MBS merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi murid. Hal ini juga berpotensi untuk 15

6 meningkatkan kinerja staf, menawarkan partisipasi langsung kepada kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman kepada masyarakat terhadap pendidikan Tujuan MBS Rohiat (2008), mengemukakan tujuan dari MBS adalah meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan tanggungjawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata pengelolaan sekolah yang baik, yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Kinerja sekolah meliputi peningkatan kualitas, efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan inovasi pendidikan, seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini: Kualitas dan Inovasi Konteks Input Proses Output Outcome Produktivitas Efektivitas Efisiensi Internal Efisiensi Eksternal Gambar 2.1 Kinerja Sekolah Terkait dengan MBS, Umiarso dan Gojali (2010), mendeskripsikan bahwa tujuan utama Manajemen 16

7 Berbasis Sekolah adalah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan suasana yang kondusif. Tujuan utama penerapan MBS menurut Rivai dan Murni (2012) adalah untuk penyeimbangan struktur kewenangan antara sekolah, pemerintah daerah pelaksanaan proses dan pusat sehingga manajemen menjadi lebih efisien. Kewenangan terhadap pembelajaran diserahkan kepada unit yang paling dekat dengan pelaksanaan proses pembelajaran itu sendiri yaitu sekolah. Disamping itu, untuk memberdayakan sekolah agar sekolah dapat melayani masyarakat secara maksimal sesuai dengan keinginan masyarakat tersebut. Tujuan penerapan MBS adalah untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif. Lebih rincinya MBS bertujuan untuk: a) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia; b) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama; c) Meningkatkan tanggungjawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan 17

8 d) Meningkatkan kompetisi yang sehat antarsekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa tujuan MBS adalah peningkatan mutu pendidikan, yaitu dengan memandirikan sekolah untuk mengelola lembaga bersama pihak-pihak terkait (guru, peserta didik, masyarakat, wali murid, dan instansi lain). Dengan demikian, sekolah dan masyarakat tidak perlu lagi menunggu instruksi dan sosialisasi dari pemerintah untuk mengambil langkah-langkah dalam memajukan pendidikan. Masyarakat dapat mengembangkan suatu visi pendidikan sesuai dengan kondisi setempat dan melaksanakannya secara mandiri Manfaat MBS MBS dipandang sebagai alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. MBS adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan daerah ke tingkat sekolah. Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih besar kepada kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka. MBS dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi murid. Dengan demikian MBS adalah upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya. 18

9 Penerapan MBS (Rivai dan Murni, 2013) yang efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa manfaat dari MBS, antara lain: a) Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan mutu pembelajaran. b) Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan pen- ting. c) Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran. d) Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah. e) Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah. f) Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level Komponen-komponen MBS Komponen-komponen MBS meliputi Manajemen, Proses Belajar Mengajar, Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya dan Administrasi, dan masing-masing komponen dapat diuraikan seperti tabel di bawah ini: Tabel 2.1 Komponen-komponen MBS Manajemen Menyediakan manajemen/ organisasi kepemimpinan sekolah Proses Belajar Mengajar Meningkatkan mutu belajar murid Sumber Daya Manusia Menyebarkan staf dan menempatkan personel yang dapat memenuhi semua kebutuhan murid Sumber Daya dan Administrasi Mengidentifikasi dan mengalokasikan sumber daya sesuai dengan kebutuhan 19

10 Manajemen Menyusun rencana sekolah dan merumuskan kebijakan Mengelola operasional sekolah Menjamin adanya komunikasi yang efektif antara sekolah dan masyarakat terkait (school community) Mendorong partisipasi masyarakat Menjamin terpeliharanya sekolah yang akuntabel Tabel 2.1 (lanjutan) Komponen-komponen MBS Proses Belajar Mengajar Menyusun kurikulum yang cocok dan tanggap terhadap kebutuhan para murid Menawarkan pengajaran yang efektif Menyediakan program pengembangan pribadi murid Sumber : Rivai dan Murni, Sumber Daya Manusia Memilih staf yang memiliki wawasan MBS Menyediakan kegiatan untuk pengembangan profesi pada semua staf Menjamin kesejahteraan staf dan murid Mengatur pembahasan tentang kinerja sekolah Sumber Daya dan Administrasi Mengelola alokasi dana sekolah Menyediakan dukungan administratif Mengelola pemeliharaan gedung dan sarana lainnya Prinsip MBS Dalam mengimplementasikan MBS, terdapat empat prinsip yang dapat dipahami yaitu: kekuasaan; pengetahuan; sistem informasi; dan sistem penghargaan, (Rivai dan Murni, 2012). 20

11 a. Kekuasaan Kepala sekolah memiliki kekuasaan yang lebih besar untuk mengambil keputusan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sekolah dibandingkan dengan sistem pendidikan sebelumnya. Kekuasaan ini dimaksudkan untuk memungkinkan sekolah berjalan dengan efektif dan efisien. Kekuasaan yang dimiliki kepala sekolah akan efektif apabila mendapat dukungan partisipasi dari berbagai pihak, terutama guru dan orang tua murid. Seberapa besar kekuasaan sekolah tergantung seberapa jauh MBS dapat diimplementasikan. Pemberian kekuasaan secara utuh sebagaimana dalam teori MBS tidak mungkin dilaksanakan dalam seketika, melainkan ada proses transisi dari manajemen yang dikontrol pusat ke MBS. Kekuasaan yang lebih besar yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam pengambilan keputusan perlu dilaksanakan dengan demokratis antara lain dengan: a) melibatkan semua pihak, khususnya guru dan orang tua; b) membentuk tim-tim kecil di level sekolah yang diberi kewenangan untuk mengambil keputusan yang relevan dengan tugasnya; c) menjalin kerjasama dengan organisasi di luar sekolah. b. Pengetahuan Kepala sekolah dan seluruh warga sekolah harus menjadi seseorang yang berusaha secara terus menerus menambah pengetahuan dan keterampilan dalam rangka meningkatkan mutu sekolah. Untuk itu, sekolah diharapkan memiliki sistem pengembangan sumber 21

12 daya manusia (SDM) melalui berbagai pelatihan atau workshop guna membekali guru dengan berbagai kemampuan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar. Pengetahuan yang penting diharapkan dimiliki oleh seluruh staf adalah: a) pengetahuan untuk meningkatkan kinerja sekolah; b) memahami dan dapat melaksanakan berbagai aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan quality assurance, quality control, self assessment, school review, benchmarking, SWOT, dan lain-lain. c. Sistem Informasi Sekolah yang melakukan MBS perlu memiliki informasi yang jelas berkaitan dengan program sekolah. Informasi ini diperlukan agar semua warga sekolah serta masyarakat sekitar dapat dengan mudah memeroleh gambaran kondisi sekolah. Dengan informasi tersebut warga sekolah dapat mengambil peran dan partisipasi. Di samping itu, ketersediaan informasi sekolah akan memudahkan pelaksanaan monitoring, evaluasi dan akuntabilitas sekolah. Informasi yang amat penting untuk dimiliki sekolah antara lain yang berkaitan dengan kemampuan guru dan prestasi murid. d. Sistem Penghargaan Sekolah yang melaksanakan MBS perlu menyusun sistem penghargaan untuk memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang berprestasi. Sistem penghargaan ini diperlukan untuk mendorong karier 22

13 warga sekolah, yaitu guru, karyawan dan murid. Dengan sistem ini diharapkan akan muncul motivasi dan etos kerja dari kalangan sekolah. Sistem penghargaan yang dikembangkan diupayakan bersifat adil dan merata. Dalam panduan MBS untuk sekolah dasar, dijelaskan tentang sepuluh prinsip MBS (Depdiknas 2001). Prinsip-prinsip tersebut yaitu : a) Keterbukaan, artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan secara terbuka dengan sumber daya manusia di sekolah dan masyarakat (kepala sekolah, pendidik, siswa, dan tokoh masyarakat); b) Kebersamaan, artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan bersama oleh sekolah dan masyarakat; c) Berkelanjutan, artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan secara berkelanjutan tanpa dipengaruhi pergantian pimpinan sekolah; d) Menyeluruh, artinya manajemen berbasis sekolah yang disusun hendaknya mencakup semua komponen yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan; e) Pertanggungjawaban, artinya pelaksanaan manajemen berbasis sekolah dapat dipertanggungjawabkan ke masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan; f) Demokratis, artinya keputusan yang diambil dalam manajemen berbasis sekolah hendaknya dilaksanakan atas dasar musyawarah antara komponen sekolah dan masyarakat; g) Kemandirian sekolah, artinya sekolah memiliki prakarsa, inisiatif dan inovatif dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan; h) Berorientasi pada mutu, artinya berbagai upaya yang dilakukan selalu didasarkan pada peningkatan mutu; i) Pencapaian standar pelayanan minimal secara total, bertahap dan berkelanjutan; j) Pendidikan untuk semua, artinya semua anak memiliki hak memperoleh pendidikan yang sama. Dalam implementasi di sekolah, prinsip-prinsip MBS di atas dimaksudkan untuk memenuhi tercapainya standar pelayanan minimal terhadap pengguna jasa pendidikan. Bahkan dari uraian prinsip-prinsip 23

14 MBS sebagaimana tertuang di atas prinsip-prinsip tersebut menjadi bagian yang penting dalam pengelolaan manajemen sekolah, keterkaitan antara prinsip yang satu dengan yang lain memberikan arti bagi penguatan pengelolaan sekolah, sekolah diharapkan mampu berkreasi melalui ide-ide kreatif yang dapat membangkitkan gairah kerja dan motivasi sumber daya sekolah dalam rangka pencapaian tujuan sekolah secara optimal Karakteristik MBS MBS yang telah dilaksanakan merupakan bentuk operasional desentralisasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah. Hal ini diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan efisiensi dan efektivitas kinerja sekolah, dengan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Sebab peserta didik biasanya datang dari berbagai latar yang berbeda, salah satu perhatian sekolah sebaiknya ditujukan pada asas pemerataan, baik dalam bidang sosial, ekonomi, maupun politik. Di sisi lain, sekolah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, partisipasi, dan kualitas, serta bertangungjawab kepada masyarakat dan pemerintah. Karakteristik MBS dapat diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerjanya, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem administrasi secara keseluruhan. Karakteristik dasar MBS adalah pemberian otonomi yang luas kepada sekolah, partisipasi masyarakat dan orang tua peserta 24

15 didik yang tinggi, kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional, serta adanya kerjasama yang baik dan profesional. Menurut Levacic, seperti yang dikutip oleh Bafadhal (2003), bahwa dalam MBS ada tiga karakteristik yang menjadi ciri khas dan harus dikedepankan dari yang lain pada manajemen tersebut: Pertama, kekuasaan dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan peningkatan mutu pendidikan yang didesentralisasikan kepada para stakeholder sekolah. Kedua, domain manajemen peningkatan mutu pendidikan yang mencakup keseluruhan aspek peningkatan mutu pendidikpendidikan, mencakup kurikulum, kepegawaian, keuangan, sarana prasarana, dan penerimaan siswa baru. Ketiga, walaupun keseluruhan domain manajemen peningkatan mutu pendidikan didesantralisasikan kepada sekolah-sekolah, namun diperlukan regulasi yang mengatur fungsi kontrol pusat terhadap keseluruhan pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab pemerintah. Menurut Edmon, seperti yang dikutip oleh Suryosubroto (2004), mengemukakan berbagai indikator yang menunjukkan karakteristik dari konsep MBS, antara lain: a. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib; b. Sekolah memiliki visi dan target mutu yang ingin dicapai; c. Sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat; d. Adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah (kepala sekolah guru, dan staf lainnya, termasuk siswa) untuk berprestasi; e. Adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutsn IPTEK; f. Adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademis dan administratif, serta pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan/perbaikan mutu; dan g. Adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid serta masyarakatnya. 25

16 Saud, seperti yang dikutip oleh Mulyasa (2004), mengatakan bahwa berdasarkan pelaksanaan di negara maju, MBS mempunyai beberapa karakteristik dasar, yaitu pemberian otonomi yang luas kepada sekolah, partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi, kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional, serta adanya teamwork yang tinggi dan profesional. Pada tataran ini, apabila manajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada tingkat sekolah, maka MBS akan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada. Karakteristik MBS dapat dilihat dari sudut sejauh mana sekolah tersebut dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, kegiatan belajar mengajar, pengelolaan sumber daya manusia, dan sumber daya serta pengelolaan administrasi yang baik. Adapun karakteristik sekolah yang melaksanakan manajemen berbasis sekolah dapat digambarkan dalam tabel berikut. Tabel 2.2 Karakteristik sekolah yang melaksanakan MBS Organisasi Sekolah Kegiatan Belajar Mengajar Sumber Daya Manusia Sumber Daya dan Administrasi Meningkatkan kualitas belajar peserta didik. Menyediakan manajemen/ organisasi/ kepemimpinan Transformasional Memberdayakan staf dan menempatkan personel yang dapat melayani keperluan Mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan dan mengalokasikan sumber 26

17 Tabel 2.2 (lanjutan) Karakteristik sekolah yang melaksanakan MBS Organisasi Sekolah Kegiatan Belajar Mengajar Sumber Daya Manusia Sumber Daya dan Administrasi dalam mencapai tujuan sekolah. peserta didik. daya tersebut sesuai dengan kebutuhan. Menyusun rencana sekolah dan merumuskan kebijakan untuk sekolahnya sendiri. Mengembangkan kurikulum yang cocok dan tanggap terhadap kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Memilih staf yang memiliki wawasan MBS. Mengelola sekolah secara efektif dan efisien. Mengelola kegiatan operasional sekolah. Menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang efektif. Menyediakan kegiatan untuk pengembangan profesi pada semua staf. Menyediakan dukungan administratif. Menjamin adanya komunikasi yang efektif antara sekolah dan masyarakat. Menyediakan program pengembangan yang diperlukan peserta didik. Menjamin kesejahteraan staf dan peserta didik. Mengelola dan memelihara gedung dan sarana sekolah. Berperan serta dalam memotivasi siswa Menggerakkan partisipasi masyarakat. Menyelenggarakan forum/diskusi untuk membahas kemajuan kinerja sekolah. 27

18 Tabel 2.2 (lanjutan) Karakteristik sekolah yang melaksanakan MBS Organisasi Sekolah Kegiatan Belajar Mengajar Sumber Daya Manusia Sumber Daya dan Administrasi Menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggungjawab kepada masyarakat dan sekolah. Sumber: Rivai dan Murni, (2013). Mengadopsi dari: Focus on school: the Future Organization of Education Service for Student. Australia: Departement of Education Implementasi MBS dalam pengelolaan sekolah Kesadaran masyarakat terhadap urgensi pendidikan semakin meningkat dari waktu ke waktu, hal ini dapat diindikasikan dengan animo masyarakat yang semakin banyak mempercayakan anaknya untuk bersekolah di lembaga-lembaga pendidikan yang bermutu. Sebagian besar masyarakat sadar bahwa untuk menghadapi tantangan yang semakin berat disebabkan oleh perubahan dan tantangan zaman adalah kesiapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, lembaga pendidikan yang bermutu dan mampu memberikan layanan yang maksimal kepada masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan menjadi lembaga pendidikan tujuan bahkan idola yang dipercaya masyarakat untuk mendidik anak-anaknya. Di era yang kompetitif ini bukan hanya instansi bersifat komersial saja yang dituntut untuk mening- 28

19 katkan layanan yang maksimal, akan tetapi lembaga pendidikan juga dituntut untuk bersaing dengan lembaga pendidikan yang lain guna menawarkan jasa yang mempunyai kesesuaian dan keserasian dengan kebutuhan masyarakat sebagai pengguna layanan pendidikan. Sehingga lembaga pendidikan diharapkan memiliki sistem manajemen pendidikan yang baik dan berkualitas untuk menghadapi kompetitor lain di era kompetitif ini. Artinya, apabila pendidikan akan dilaksanakan secara terencana dan teratur, maka berbagai elemen yang terlibat dalam kegiatan perlu dikenali. Untuk itu, diperlukan pengkajian usaha pendidikan sebagai suatu sistem (Nanang, 2001). Sistem di sini merupakan suatu mekanik dalam suatu anatomi pendidikan. Implementasi MBS pada hakikatnya adalah pemberian otonomi yang lebih luas kepada sekolah dengan tujuan akhir meningkatkan mutu hasil penyelenggaraan pendidikan, sehingga dapat menghasilkan prestasi yang sebenarnya melalui proses manajerial yang berkualitas. Melalui peningkatan kinerja dan partisipasi semua stakeholder-nya, maka sekolah pada semua jenjang dan jenis pendidikan dengan sifat otonomistisnya akan menjadi suatu instansi pendidikan yang organik, demokratis, kreatif, dan inovatif, serta unik dengan karakternya masing-masing untuk melakukan pembaharuan sendiri (Umiarso dan Gojali, 2010). Sejalan dengan konteks di atas, sekolah memiliki wewenang untuk mengambil keputusan. Menurut Syaiful Sagala, kekuasaan yang dimiliki sekolah antara lain mengambil keputusan berkaitan dengan serta 29

20 pengelolaan kurikulum; keputusan berkaitan dengan rekrutmen serta pengelolaan guru dan pegawai administrasi; serta keputusan berkaitan dengan pengelolaan sekolah. Adapun komponen yang didesentralisasikan adalah manajemen kurikulum, manajemen tenaga kependidikan, manajemen kesiswaan, manajemen pendanaan/keuangan, serta manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat. Secara visualistis, implementasi MBS tersebut dapat dilihat pada skema sebagai berikut: Input Proses Output Implementasi Manajemen Kurikulum, Tenaga Kependidikan, Kesiswaan, Keuangan, dan Hubungan Sekolah dengan Masyarakat Proses Pembelajaran Prestasi Belajar Siswa yang Meningkat Gambar 2.2 Bagan Implementasi MBS Implementasi MBS dalam suatu lembaga pendidikan akan menjadi lebih baik apabila lembaga tersebut melakukan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan hasil. Rivai dan Murni (2012), mengemukakan bahwa untuk mengelola sekolah di era kompetitif ini, kepala sekolah harus tampil sebagai kordinator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai kelompok yang 30

21 memiliki perbedaan di dalam masyarakat sekolah dan secara profesional harus terlibat dalam setiap proses perubahan di sekolah melalui perencanaan dan pelaksanaan MBS yang didukung penerapan prinsip-prinsip pengelolaan mutu secara total. Terkait dengan perencanaan dan pelaksanaan MBS, Rivai dan Murni (2012) menegaskan bahwa perencanaan merupakan proses penyusunan sesuatu yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan pelaksanaan dari perencanaan tersebut dapat disusun berdasarkan kebutuhan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan. Namun, yang lebih utama adalah perencanaan harus dapat dilaksanakan dengan mudah dan tepat sasaran. Berdasarkan hal tersebut, aspek-aspek yang perlu direncanakan diharapkan dapat memenuhi standar kompetensi yang terfokus pada hasil pengelolaan sekolah yang bermutu, dengan demikian untuk mencapai kompetensi tersebut diperlukan evaluasi hasil dari pelaksanaan implementasi MBS yang sudah dilakukan. Pengelolaan lembaga pendidikan berkaitan dengan MBS juga perlu memerhatikan evaluasi (feed back) dari berbagai pihak. Kriteria yang efektif digunakan untuk mengevaluasi kegiatan manajerial pendidikan adalah yang berfokus pada outcome-nya (hasil akhir). Lemahnya evaluasi dapat menjadi permasalahan serius dalam suatu kegiatan kelembagaan, dalam ranah pendidikan evaluasi sangat diperlukan untuk mengetahui apakah program yang telah direncanakan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sering 31

22 diasumsikan bahwa MBS akan bernilai hanya karena isi program tampak penting. MBS memerlukan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana tingkat ketercapaian tujuan Sekolah Potensial Sekolah potensial merupakan suatu satuan pendidikan yang belum memenuhi standar nasional pendidikan. Adapun definisi sekolah potensial yang dikutip oleh Riza Sativa dalam situs ( sativa135rsh.blogspot.com/2011/01/sekolah-bertaraf- international-sbi-dan.html) yaitu: Sekolah potensial, yaitu sekolah yang masih relatif banyak kekurangan/kelemahan untuk memenuhi kriteria sekolah yang sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam UUSPN Tahun 2003 pasal 35 maupun dalam PP No. 19 Tahun Ditegaskan dalam penjelasan PP No.19 Tahun 2005 pasa 11 ayat 2 dan 3 bahwa kategori sekolah potensial adalah sekolah yang belum memenuhi (masih jauh) dari SNP. Karena sekolah potensial tersebut belum dan masih jauh dari standar nasional pendidikan, maka untuk mengetahui karakteristik sekolah tersebut, berikut ada beberapa kriteria sekolah potensial yaitu: a) Sekolah negeri maupun swasta; b) Memiliki rata-rata UN yang lebih rendah daripada rata-rata UN untuk kriteria sekolah standar nasional (SSN), misalnya untuk penetapan SSN tahun 2006 persyaratan UN tahun 2004 minimal 6,33 dan UAN tahun ,50. Sedangkan untuk penetapan SSN tahun 2007 UN tahun 2005 minimal 6,35 dan UN tahun 2006 minimal 6,75; 32

23 c) Termasuk sekolah yang tergolong ketagori cukup atau kurang di kabupaten/kota yang bersangkutan, yaitu memiliki karakteristik cukup atau kurang terhadap 8 SNP (Standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar sarana dan prasarana, standar pendidik dan kependidikan, standar manajemen, standar pembiayaan, dan standar penilaian) atau di bawah nilai baik dan amat baik. Hal ini dibuktikan dengan penilaian kinerja sekolah yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota; d) Bukan sekolah yang didukung oleh yayasan yang memiliki pendanaan yang kuat, baik dari dalam maupun luar negeri; dan e) Sekolah dengan nilai akreditasi di bawah A Sekolah Standar Nasional (SSN) Sekolah Standar Nasional (SSN) adalah sekolah yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan, yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar sarana dan prasarana, standar tenaga pendidik dan kependidikan, standar manajemen, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Pengertian delapan standar nasional pendidikan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan; 2) Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus di- 33

24 penuhi oleh siswa pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu; 3) Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan; 4) Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan; 5) Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolah raga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi; 6) Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelengaraan pendidikan; 7) Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun; 8) Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar siswa. 34

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan Undang- undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah membawa nuansa pembaharuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keinginan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Paradigma baru manajemen

BAB I PENDAHULUAN. keinginan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Paradigma baru manajemen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses reformasi yang sedang bergulir, membawa perubahan yang sangat mendasar pada tatanan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dikeluarkannya UU No 22 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional.

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rendahnya kualitas sumber daya manusia merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. Penataan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya pendidikan tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya pendidikan tergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu aspek yang berperan penting dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan tuntutan zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya

Lebih terperinci

STRATEGI PENCAPAIAN STANDAR PENGELOLAAN SMP

STRATEGI PENCAPAIAN STANDAR PENGELOLAAN SMP STRATEGI PENCAPAIAN STANDAR PENGELOLAAN SMP Paningkat Siburian Abstrak Strategi pencapaian standar pengelolaan pendidikan merupakan cara dan upaya untuk merubah pengelolaan pendidikan pada SMP saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem perekonomian yang tidak kuat, telah mengantarkan masyarakat bangsa pada krisis yang berkepanjangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era reformasi yang sedang berjalan atau bahkan sudah memasuki pasca reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan, politik, moneter, pertahanan

Lebih terperinci

BAB V ALTERNATIF MODEL HIPOTETIK IMPLEMENTASI MANAJEMEN SEKOLAH BERMUTU. kemandirian dan kreativitas sekolah. Oleh sebab itu, SMPN RSBI sebagai

BAB V ALTERNATIF MODEL HIPOTETIK IMPLEMENTASI MANAJEMEN SEKOLAH BERMUTU. kemandirian dan kreativitas sekolah. Oleh sebab itu, SMPN RSBI sebagai BAB V ALTERNATIF MODEL HIPOTETIK IMPLEMENTASI MANAJEMEN SEKOLAH BERMUTU A. ASUMSI Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah merupakan model manajemen dalam pengelolaan sekolah yang lebih menekankan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan merupakan tugas yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan merupakan tugas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan merupakan tugas yang mudah, karena sumber daya manusia yang berkualitas bukan hanya dilihat dari penguasaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang merupakan tempat dimana

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang merupakan tempat dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang merupakan tempat dimana proses pendidikan dilakukan, mempunyai sistem yang dinamis dan kompleks. Kegiatan sekolah bukan

Lebih terperinci

Strategi Pengembangan Sekolah Efektif untuk Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi

Strategi Pengembangan Sekolah Efektif untuk Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Strategi Pengembangan Sekolah Efektif untuk Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Tjondro Indrasutanto Abstrak. Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada tahun 2003, Pemerintah Indonesia mulai memberlakukan desentralisasi tata kelola sistem pendidikan dasar dan menengah sebagai bagian dari pengalihan tanggung

Lebih terperinci

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik. A. Rasional Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 2 ayat (2) tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan yang sesuai dengan Standar Nasional

Lebih terperinci

Manajemen Mutu Pendidikan

Manajemen Mutu Pendidikan Manajemen Mutu Pendidikan Pengertian Mutu Kata Mutu berasal dari bahasa inggris, Quality yang berarti kualitas. Dengan hal ini, mutu berarti merupakan sebuah hal yang berhubungan dengan gairah dan harga

Lebih terperinci

HAKIKAT MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) 1 (School Based Management/SBM)

HAKIKAT MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) 1 (School Based Management/SBM) HAKIKAT MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) 1 (School Based Management/SBM) Oleh: Setya Raharja 2 Rasional dan Konsep Dasar MBS Manajemen berbasis sekolah (MBS) secara umum dimaknai sebagai desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan nasional saat ini sedang mengalami berbagai perubahan yang cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang bersifat universal. Di

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang bersifat universal. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang bersifat universal. Di Indonesia, pendidikan merupakan kebutuhan setiap warga negara agar memperoleh pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Manajemen Sekolah Manajemen pendidikan di tingkat sekolah merupakan suatu sistem yang setiap komponen didalamnya mempunyai kewenangan melaksanakan tugas pokok dan fungsinya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia adalah kualitas pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia adalah kualitas pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia adalah kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan berhubungan dengan proses penyelenggaraan pendidikan, sumber daya manusia

Lebih terperinci

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat Naskah Soal Ujian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Petunjuk: Naskah soal terdiri atas 7 halaman. Anda tidak diperkenankan membuka buku / catatan dan membawa kalkulator (karena soal yang diberikan tidak

Lebih terperinci

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH Manajerial Menyusun perencanaan untuk berbagai tingkatan perencanaan Memimpin dalam rangka pendayagunaan sumber daya secara optimal Menciptakan budaya dan iklim yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Menurut Suryadi (2011: 2) warga negara berhak memperoleh pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Menurut Suryadi (2011: 2) warga negara berhak memperoleh pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Negara Republik Indonesia dinyatakan bahwa salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, sekolah, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, sekolah, masyarakat, orang tua dan stake holder yang lain. Pemerintah telah memberikan otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era desentralisasi, pendidikan ini ditekankan pada kebijakan setiap sekolah untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Hal ini dapat dikatakan sebagai implementasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH Manajerial Menyusun perencanaan untuk berbagai tingkatan perencanaan Memimpin dalam rangka pendayagunaan sumber daya secara optimal Menciptakan budaya dan iklim yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 berdampak ke hampir seluruh aspek kehidupan bangsa. Salah satu dampak dari adanya reformasi adalah perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. siswa. Berdasarkan program pendidikan tersebut siswa melakukan berbagai kegiatan belajar,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. siswa. Berdasarkan program pendidikan tersebut siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kurikulum Kurikulum adalah program yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa. Berdasarkan program pendidikan tersebut siswa melakukan berbagai kegiatan

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 14 Tahun 2008 Lampiran : - TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NON FORMAL DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Kepala Sekolah, UKKS

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Kepala Sekolah, UKKS Kisi-Kisi Uji Kompetensi Kepala Sekolah, UKKS Berikut Kisi-Kisi Uji Kompetensi Kepala Sekolah (UKKS) DIMENSI KOMPETENSI INDIKATOR Manajerial Menyusun perencanaan untuk berbagai tingkatan perencanaan Merumuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan sekaligus membuka peluang-peluang baru bagi pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) PADA SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kependidikan sebagai unsur yang mempunyai posisi sentral dan strategis

BAB I PENDAHULUAN. kependidikan sebagai unsur yang mempunyai posisi sentral dan strategis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi yang ditandai dengan persaingan yang ketat dalam semua aspek kehidupan, memberi pengaruh terhadap tuntutan akan kualitas sumber daya manusia,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Dalam bab ini membahas hasil penelitian Peran dan Fungsi Komite Sekolah Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah (Studi Kasus di SMK Negeri 1 Terbanggi Besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Bandung: PT. Refika Aditama, 2008), cet. 1, hlm Rohiat, Kecerdasan Emosional Kepemimpinan Kepala Sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. (Bandung: PT. Refika Aditama, 2008), cet. 1, hlm Rohiat, Kecerdasan Emosional Kepemimpinan Kepala Sekolah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa kita adalah persoalan mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Berbagai usaha telah

Lebih terperinci

SEJARAH MBS DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA

SEJARAH MBS DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA SEJARAH MBS DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional di Cianjur Pada Tanggal 21 Mei 2009 Oleh : Asep Suryana, M.Pd. UNIERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 A. Pendahuluan Secara teoritis,

Lebih terperinci

Penerapan MBS, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan dalam Konteks

Penerapan MBS, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan dalam Konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber. Pada kenyataannya, pendidikan bukanlah suatu upaya yang sederhana, melainkan suatu

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN KOMPONEN-KOMPONEN SEKOLAH DALAM KERANGKA MBS. Rahmania Utari

PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN KOMPONEN-KOMPONEN SEKOLAH DALAM KERANGKA MBS. Rahmania Utari PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN KOMPONEN-KOMPONEN SEKOLAH DALAM KERANGKA MBS Rahmania Utari LANDASAN YURIDIS PP No. 19 tahun 2005 tentang SNP Pasal 49 ayat 1: Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran serta masyarakat dalam pendidikan pada dasarnya bukan merupakan sesuatu

I. PENDAHULUAN. Peran serta masyarakat dalam pendidikan pada dasarnya bukan merupakan sesuatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaksang Masalah Peran serta masyarakat dalam pendidikan pada dasarnya bukan merupakan sesuatu yang baru, sebab sebelumnya legitimasi legal formal peran serta masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di sekolah sehingga apa yang menjadi kelebihan sekolah dapat lebih

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di sekolah sehingga apa yang menjadi kelebihan sekolah dapat lebih A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan yang dapat dimaknai sebagai wadah untuk menuju pembangunan Nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, sekolah harus lebih memahami

Lebih terperinci

Inisiasi 1 Manajemen Berbasis Sekolah

Inisiasi 1 Manajemen Berbasis Sekolah Inisiasi 1 Manajemen Berbasis Sekolah Saudara mahasiswa, Selamat berjumpa dengan matakuliah Manajemen Berbasis Sekolah. Saudara mahasiswa saat ini Anda dalam kegiatan tutorial online. Dalam tutorial online

Lebih terperinci

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) DAN RELEVANSINYA DI ERA PENDIDIKAN MASA KINI. DR. H. Ma mur Sutisna WD, M.M.Pd Dosen FKIP Universitas Subang ABSTRAK

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) DAN RELEVANSINYA DI ERA PENDIDIKAN MASA KINI. DR. H. Ma mur Sutisna WD, M.M.Pd Dosen FKIP Universitas Subang ABSTRAK MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) DAN RELEVANSINYA DI ERA PENDIDIKAN MASA KINI DR. H. Ma mur Sutisna WD, M.M.Pd Dosen FKIP Universitas Subang ABSTRAK Banyak masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB II KERANGKA TEORITIS BAB II KERANGKA TEORITIS A. Kepemimpinan Siagian (2002) mengemukakan bahwa kepemimpinan memainkan peranan yang dominan, krusial, dan kritikal dalam keseluruhan upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan jaman.

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan jaman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia terus diupayakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan jaman. Pendidikan yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Merujuk pada Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan pendidikan merupakan salah satu urusan wajib yang menjadi wewenang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan sarana yang dapat mempersatukan setiap warga negara menjadi suatu bangsa. Melalui pendidikan setiap peserta didik difasilitasi, dibimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdidik yang mampu menjawab tantangan-tantangan yang. masa mengisyaratkan bahwa secara keseluruhan mutu SDM Indonesia saat ini

BAB I PENDAHULUAN. terdidik yang mampu menjawab tantangan-tantangan yang. masa mengisyaratkan bahwa secara keseluruhan mutu SDM Indonesia saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keunggulan suatu bangsa tidak lagi bertumpu pada kekayaan alam, melainkan pada keunggulan sumber daya manusia (SDM), yaitu tenaga terdidik yang mampu menjawab

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang A. Latar Belakang Bab I Pendahuluan Salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia adalah kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan berhubungan dengan proses penyelenggaraan pendidikan, sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. tersebut akan disajikan secara rinci sebagai berikut. sebelumnya maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB VI PENUTUP. tersebut akan disajikan secara rinci sebagai berikut. sebelumnya maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: BAB VI PENUTUP Bagian ini merupakan bagian terkahir dari bagian isi tesis. Pada bagian ini memuat tiga sub bab, yaitu: kesimpulan, implikasi, dan saran, Ketiga sub bab tersebut akan disajikan secara rinci

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan titik berat pembangunan dalam memasuki era global. Era globalisasi dan pasar bebas tingkat AFTA dan AFLA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD Negeri Wirosari sekolah yang unggul, kreatif, inovatif, kompetitif dan religius. Sedangkan misinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai negara di dunia tidak pernah surut melakukan upaya peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan bahwa sistem penjaminan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. program peningkatan mutu pendidikan, di antaranya adalah program

BAB I PENDAHULUAN. program peningkatan mutu pendidikan, di antaranya adalah program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan (sekarang Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan) mulai tahun 2003 mengembangkan program peningkatan mutu pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di era otonomi daerah menghadapi tantangan besar dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di era otonomi daerah menghadapi tantangan besar dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan di era otonomi daerah menghadapi tantangan besar dan kompleks yang harus direspons secara positif dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan peningkatan kualitas

Lebih terperinci

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH. OLEH: ASEP SURYANA,M.Pd.

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH. OLEH: ASEP SURYANA,M.Pd. MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH OLEH: ASEP SURYANA,M.Pd. Skema pendidikan Tumbuh dan berkembang Fisik Psikis Sosial Religi ESSQ Manusia Indonesia Seutuhnya Pendidikan Jalur, Jenis, Jenjang Orang Tua Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu persoalan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu persoalan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia adalah persoalan mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Kualitas pendidikan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Al Darmono Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ngawi Abstrak Menurut perundang-undangan, pendidikan dasar merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya melalui Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) terus

BAB I PENDAHULUAN. khususnya melalui Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah khususnya melalui Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) terus menerus berupaya melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, serta efisiensi manajemen pendidikan dalam menghadapi tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, serta efisiensi manajemen pendidikan dalam menghadapi tuntutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pendidikan nasional Indonesia dimaksudkan untuk menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan, serta efisiensi manajemen

Lebih terperinci

BAHAN AJAR (MINGGU KE 1) MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP)

BAHAN AJAR (MINGGU KE 1) MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP) BAHAN AJAR (MINGGU KE 1) MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP) VISI PENDIDIKAN NASIONAL Terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan globalisasi yang semakin terbuka. Sejalan tantangan kehidupan global,

BAB I PENDAHULUAN. dan globalisasi yang semakin terbuka. Sejalan tantangan kehidupan global, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan menghadapi dua tuntutan yaitu tuntutan dari masyarakat dan tuntutan dunia usaha. Hal yang menjadi tuntutan yaitu tentang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) a. Pengertian KTSP Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat

Lebih terperinci

UNJUK KERJA KOMITE SEKOLAH DI SMA NEGERI 3 SEMARANG TESIS

UNJUK KERJA KOMITE SEKOLAH DI SMA NEGERI 3 SEMARANG TESIS UNJUK KERJA KOMITE SEKOLAH DI SMA NEGERI 3 SEMARANG TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Manajeman Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH PADA ERA GLOBALISASI. Paningkat Siburian. Abstrak

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH PADA ERA GLOBALISASI. Paningkat Siburian. Abstrak 30 PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH PADA ERA GLOBALISASI Paningkat Siburian Abstrak Manajemen Berbasis Sekolah adalah suatu model pengelolaan sekolah yang memberdayakan semua pihak

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFEKTIVITAS SEKOLAH

PENINGKATAN EFEKTIVITAS SEKOLAH PENINGKATAN EFEKTIVITAS SEKOLAH ( Studi pada SD Negeri Sobokerto 1 dan MI Al-Islam Ngesrep 1 ) TESIS Oleh : Nama : Retnaning Winastuti NIM : Q.100030109 Program Studi : Magister Manajemen Pendidikan Konsentrasi

Lebih terperinci

MAKALAH 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KAPITA SELEKTA

MAKALAH 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KAPITA SELEKTA MAKALAH 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KAPITA SELEKTA OLEH : PASKALIS K. SAN DEY NIM. 1407046007 PASCASARJANA MANAJEMEN PENDIDIKAN UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan terwujud dengan baik apabila didukung secara optimal oleh pola. upaya peningkatan pola manajerial sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. akan terwujud dengan baik apabila didukung secara optimal oleh pola. upaya peningkatan pola manajerial sekolah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia akan terwujud dengan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Muhammad Khoerudin, 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Muhammad Khoerudin, 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu usaha menciptakan manusia yang mampu berinovasi dengan mengembangkan potensi dalam dirinya. Selain itu, pendidikan juga meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan sistem otonomi daerah menuntut pengelolaan lembaga pendidikan dilakukan dengan menggunakan sistem manajemen berbasis sekolah yang implementasinya

Lebih terperinci

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH. Cicih Sutarsih, M.Pd

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH. Cicih Sutarsih, M.Pd MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH Bahan Diklat Teknis Manajemen Kepala Sekolah SMP di Lingkungan Provinsi Jawa Barat Oleh: Cicih Sutarsih, M.Pd UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Desember 2006 KONSEP DASAR MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 JUKNIS PENYUSUNAN RENCANA KERJA SMA DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 G. URAIAN PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi merupakan era kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi merupakan era kemajuan ilmu pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi merupakan era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah menimbulkan persaingan dalam berbagai bidang, yang menuntut masyarakat Indonesia untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan terus menjadi topik yang diperbincangkan oleh banyak pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai dimensi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era persaingan global menuntut pendidikan yang berkualitas. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Era persaingan global menuntut pendidikan yang berkualitas. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era persaingan global menuntut pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang mampu menjawab tantangan perubahan dan yang mampu membawa perubahan dalam berbagai dimensi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1990 TENTANG PENDIDIKAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1990 TENTANG PENDIDIKAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 29 TAHUN 1990 TENTANG PENDIDIKAN MENENGAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN . Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN . Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pada hakekatnya adalah suatu proses yang menggambarkan pergerakan dari suatu kondisi yang lama ke kondisi yang baru. Pergerakan perubahan itu dilakukan dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1990 TENTANG PENDIDIKAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1990 TENTANG PENDIDIKAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1990 TENTANG PENDIDIKAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 2 Tahun

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Total Quality Management dalam Pendidikan Karakteristik sekolah bermutu terpadu merupakan bagian dari prinsip Total Quality Management atau Manajemen Mutu Terpadu. Oleh karena

Lebih terperinci

SIGNIFIKANSI PERAN MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)

SIGNIFIKANSI PERAN MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) SIGNIFIKANSI PERAN MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) Al Darmono Jurusan Tarbiyah, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ngawi Abstrak Manajemen Berbasis Sekolah merupakan penyerasian

Lebih terperinci

TESIS. Disusun Oleh : Much. Nur Daim. NIM : Q Program Studi : Magister Manajemen Pendidikan Konsentrasi : Manajemen Sistem Pendidikan

TESIS. Disusun Oleh : Much. Nur Daim. NIM : Q Program Studi : Magister Manajemen Pendidikan Konsentrasi : Manajemen Sistem Pendidikan IMPLEMENTASI MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH (MPMBS) DI MADRASAH IBTIDA IYAH NEGERI BANYUANYAR KEC. BANJARSARI KOTA SURAKARTA TESIS Disusun Oleh : Much. Nur Daim NIM : Q. 100 040 129 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan semata-mata bukan hanya tanggungjawab pemerintah pusat tetapi pemerintah daerah dan masyarakat, begitu juga dalam hal pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang lebih terbuka, sehingga sangat dibutuhkan kehadiran setiap

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang lebih terbuka, sehingga sangat dibutuhkan kehadiran setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kehidupan masa mendatang cenderung semakin kompleks dan penuh tantangan yang lebih terbuka, sehingga sangat dibutuhkan kehadiran setiap insan yang kompeten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang merupakan salah satu pilar pendidikan yaitu masyarakat, karena kegiatannya berlangsung di lingkungan masyarakat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah yakni: input, proses, dan out put (Rivai dan Murni, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah yakni: input, proses, dan out put (Rivai dan Murni, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di sekolah adalah salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan formal yang terstruktur dan membentuk sebuah sistem yang saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah kabupaten dan kota di

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah kabupaten dan kota di BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini, peneliti akan membahas tentang: 1) latar belakang; 2) fokus penelitian; 3) rumusan masalah; 4) tujuan penelitian; 5) manfaat penelitian; dan 6) penegasan istilah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada mutu output pengajarannya. Bila seluruh guru menunjukkan. pemimpin pengajaran yang bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan.

BAB I PENDAHULUAN. pada mutu output pengajarannya. Bila seluruh guru menunjukkan. pemimpin pengajaran yang bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajemen pembelajaran merupakan salah satu faktor dan indikator terpenting dalam pendidikan karena sekolah merupakan tempat pembelajaran. Dalam proses belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi. Dengan demikian nilai modal ( human capital ) suatu bangsa tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. investasi. Dengan demikian nilai modal ( human capital ) suatu bangsa tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu bentuk investasi sumber daya manusia ( SDM ) yang lebih penting dari investasi modal fisik. Pendidikan memberikan sumbangan yang amat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya quality controll yang mengawasi jalannya proses dan segala. Sekolah adalah sebuah people changing instituation, yang dalam

BAB I PENDAHULUAN. adanya quality controll yang mengawasi jalannya proses dan segala. Sekolah adalah sebuah people changing instituation, yang dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutu pendidikan sering diartikan sebagai karakteristik jasa pendidikan yang sesuai dengan kriteria tertentu untuk memenuhi kepuasan pengguna (user) pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manfaat penelitian secara teoritik dan praktis, serta penegasan istilah.

BAB I PENDAHULUAN. manfaat penelitian secara teoritik dan praktis, serta penegasan istilah. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan secara detail latar belakang dan alasan pemilihan judul tesis, rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian secara teoritik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas SDM. Peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. M, telah membawa perubahan besar pada kebijakan pengembangan sektor

BAB I PENDAHULUAN. M, telah membawa perubahan besar pada kebijakan pengembangan sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan dalam bidang politik di Indonesia pada penghujung abad ke 20 M, telah membawa perubahan besar pada kebijakan pengembangan sektor pendidikan. Dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

Latihan: UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH 2012

Latihan: UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH 2012 Latihan: UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH 2012 I. Pilihlah jawaban yang benar dengan memberi tanda silang (X) huruf A, B, C, atau D pada lembar jawaban! 1. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI PADA SMA NEGERI 1 SRAGEN DAN SMA NEGERI 1 GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN TESIS. Disusun oleh : AGUS SUHONO

IMPLEMENTASI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI PADA SMA NEGERI 1 SRAGEN DAN SMA NEGERI 1 GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN TESIS. Disusun oleh : AGUS SUHONO IMPLEMENTASI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI PADA SMA NEGERI 1 SRAGEN DAN SMA NEGERI 1 GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN TESIS Disusun oleh : AGUS SUHONO N I M. : Q 100040102 Program Studi : Magister Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, propinsi, kabupaten dan kota.

yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, propinsi, kabupaten dan kota. 158 BABV KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN Dalam bab terakhir ini, disajikan kesimpuian yang merupakan intisari dari keseluruhan pelaksanaan peneiitian yang sekaligus merupakan jawaban atas pertanyaan peneiitian

Lebih terperinci