BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Arsitektur di Indonesia menampilkan perbedaan bentuk dan tradisi teknologi yang mencerminkan keragaman daerah dan kekayaan warisan sejarah. Salah satu arsitektur tradisional yang ada di Indonesia adalah rumah tinggal tradisional yang tersebar dengan beragam bentuknya yang unik di wilayah Nusantara, yang menampakkan identitas lokal yang khas dalam wujudnya dan menampilkan kekayaan budaya bangsa Indonesia. Arsitektur tradisional sebagai salah satu bentuk warisan budaya merupakan pengendapan fenomena dari waktu ke waktu yang berlangsung secara runtut evolusioner, dengan situasi budaya yang penuh konflik perubahan atau perkembangan. Tuntutan akan makna dan identitas dari arsitektur semakin meningkat. Kekerdilan penalaran kognitif dan kemiskinan penghayatan afektif atas nafas dan jiwa yang melembari arsitektur tradisional selama ini telah mengakibatkan munculnya bangunan-bangunan yang berbedak tradisional, komponen fisik dan wajah visualnya dipakai, tetapi falsafah nilai, sistem perlambang dan pemaknaan sosial ditiadakan (Budihardjo, 1989). Keanekaragaman rumah tinggal tradisional yang ada di Nusantara dan di Asia Tenggara dalam nuansa seni yang tinggi dan adanya persamaan dalam filosofi, namun kaya dalam bentukan-bentukan arsitektur yang berbeda dari satu rumah dengan rumah tradisional lainnya. Fenomena ini menunjukkan kekayaan arsitektur Nusantara dari Sabang sampai Merauke dan Asia Timur lainnya (Waterson, 1997). Arsitektur adalah cermin dari kebudayaan. Oleh karena itu dari sebuah karya arsitektur kita dapat mengetahui latar belakang kebudayaan suatu bangsa. Rumah tinggal tradisional sebagai salah satu warisan kebudayaan bangsa yang wajib dilestarikan. Rumah tinggal tradisional yaitu suatu bangunan dimana struktur, cara pembuatan, bentuk, fungsi dan ragam hiasnya mempunyai khas tersendiri, yang diwariskan secara turun temurun serta dapat dipakai oleh penduduk daerah setempat untuk melakukan aktifitas kehidupan dengan sebaik baiknya. Perkembangan zaman yang sangat pesat menimbulkan perubahan-perubahan pada budaya, pola hidup, dan pemikiran manusia. Perubahan tersebut berpengaruh terhadap kebutuhan akan fasilitas hidup, sehingga secara tidak langsung akan menyebabkan perubahan 1

2 terhadap ruang sebagai tempat manusia dalam melakukan aktivitas. Perubahan budaya dan perubahan rumah tinggal dapat berasal dari dalam dan dari luar. Perubahan budaya dan bentuk perubahan rumah tinggal tidak berlangsung spontan dan menyeluruh, ada proses kesinambungan dan perubahan (continuity and change), di mana rumah tinggal dan lingkungannya merupakan produk budaya tercermin pada cara penataan ruang di dalam dan di luar rumah tinggalnya untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan baru dan kepentingan lama (Papageorgiu, 1971). Rapoport (1969) juga menunjukkan bahwa kebudayaan selalu berubah sehingga makna bangunan (rumah tinggal) maupun permukiman juga dapat berubah. Perubahan tersebut tidaklah selalu terjadi secara serentak dan pada seluruh elemen ataupun tatanannya, akan tetapi selalu dijumpai adanya unsur yang berubah dan yang tetap (constancy and change). Dalam konteks ini, Rapoport (1969:78-79) menyebutkan bahwa apabila budaya atau pandangan hidup berubah, maka berbagai aspek terkait dengannya menjadi berubah juga atau tidak berarti. Dalam kajian sudut pandang persepsi dan perilaku, tempat di mana manusia tinggal sangat terkait dengan budaya, sehingga walaupun terdapat perubahan pada dasarnya mereka menginginkan adanya kekonstanan. Umumnya diketahui bahwa kemungkinan terjadinya perubahan lebih kuat dari yang tetap. Walaupun demikian seberapapun adanya perubahan masih terdapat elemen yang tidak berubah atau selalu konstan. Suatu perubahan kebutuhan hidup dalam kehidupan manusia akan mempengaruhi dan menyebabkan perubahan pada susunan ruang-ruang di dalam rumah tinggal yang mereka huni. Dalam menentukan adanya peruangan dalam sebuah rumah tinggal, Habraken (1978) menyatakan bahwa bentuk tatanan fisik hunian (rumah tinggal) dapat dipandang sebagai satu kesatuan sistem. Rumah tinggal merupakan manifestasi kesepakatan sosial dalam arti bahwa lingkungan merupakan kelompok hunian dengan berbagai fasilitasnya. Terdapat 3 (tiga) aspek yang dapat dijadikan tolok ukur untuk melihat perubahan ruang pada rumah tinggal yang membentuk satu kesatuan sistem menurut Habraken (1978) yaitu terdiri dari physical system, stylistic system, dan spatial system. Spatial system (sistem spasial) dapat menjelaskan tentang berbagai aspek tolok ukur yang berkaitan dengan masalah keruangan. Sistem ini mencakup tentang organisasi ruang, hirarki ruang, orientasi ruang, dan hubungan ruang. Pada dasarnya sebuah rumah tinggal dapat dipandang sebagai suatu kegiatan sistem tersebut di atas. Walaupun ke-3 (tiga) aspek di atas 2

3 merupakan 1 (satu) kesatuan sistem namun terhadap konteks tertentu yang kaitannya dengan perubahan dapat berdiri sendiri. Arsitektur Melayu sebagai Lingua Franca sebuah langgam yang mampu menceritakan kehidupan etnik Melayu sebagai penghuninya. Tradisi arsitektur Melayu yang masih tertinggal kini sudah banyak yang tergerusi oleh perubahan zaman dan sebagian ada yang sudah dirubah bentuk dari aslinya, sehingga eksestensi nilai yang melekat otomatis berubah, simbol yang melekat tidak lagi mengambarkan keunikan yang dipesankan oleh leluhur terdahulu. Fungsi laten rumah tinggal tradisional Melayu umumnya dipengaruhi oleh ajaran Agama Islam dan adat istiadat Melayu yang masih bertahan sampai saat ini. Pada lingkungan kampung, keberadaan rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak berada di sepanjang Sungai Kapuas (Kapuas Besar dan Kapuas Kecil), Sungai Landak, dan di sekitar Komplek Kraton Kadriyah Pontianak. Walaupun terdapat perbedaan bentuk dan rupa tetapi harmonisasi dari perbedaan itu dapat menciptakan lingkungan yang memiliki ciri khas tersendiri. Rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak menggambarkan sebuah simbol keberadaban dan menjadi kebanggaan bagi pemiliknya, prestise yang melekat menentukan stratifikasi kedudukan penghuninya, kepercayaan diri semakin tinggi manakala rumah tinggal tersebut dibuat dari hasil proses yang benar seperti yang dilakukan oleh masyarakat sub Melayu Pontianak dengan ritual rumah tinggal baru dengan jiwa baru dan semangat baru untuk membangun jati diri identitas yang diwakilinya. Melayu di Kalimantan Barat khususnya di Pontianak identik dengan Agama Islam, di mana rumah tinggal tradisional Melayu tersebar di sepanjang aliran Sungai Kapuas Kecil, Sungai Kapuas Besar, Sungai Landak, dan di sekitar Komplek Kraton Kadariah Pontianak yang menunjukan ciri khas keislaman yang sangat kuat yaitu tradisi arsitektur bergaya tradisional Melayu Pontianak. Melayu yang mendiami daerah Kalimantan Barat terbagi dalam kelompok-kelompok atau sub Melayu seperti sub Melayu Mempawah, sub Melayu Sambas, sub Melayu Pontianak, dan lain sebagainya. Mengenai sub Melayu Pontianak, sebagaimana masyarakat Melayu pada umumnya memiliki karakteristik tertentu seperti bahasa Melayu, agama Islam, dan adat istiadat Melayu Pontianak. Ketiga karakteristik ini bertautan secara integratif sehingga menjadi jati diri (Ismail, 1988:6; Mohd, 1988:10; King, 1993:31). Untuk sub Melayu Pontianak yang berdiam di beberapa tempat di kota Pontianak sebenarnya mengalami akulturasi dan asimilasi antar sebagian unsur kebudayaan dari 3

4 masyarakat Melayu dari daerah lain setelah mengalami proses yang panjang dan tidak bisa dihindari. Hal ini menyebabkan keanekaragaman budaya dan tradisi yang menjadi ciri dari struktur masyarakat sub Melayu di Pontianak. Seperti akulturasi dan asimilasi antara unsur kebudayaan sub Melayu Pontianak dengan masyarakat Melayu dari daerah lain dengan mendiami beberapa kampung yang sama dengan nama tempat asal mereka (Rahman dkk, 2000 ; Purwana dkk, 2004). Gambar 1.1 Keberadaan Kraton Kadriyah, Mesjid Jami, Sungai Kapuas dan Rumah Tinggal Tradisional Melayu di Pontianak (Sumber : Digambar Ulang Anonim, 2002b; Dokumentasi Survey Lapangan Tahun 2011). Perkembangan terbentuknya permukiman (rumah tinggal) penduduk sehingga menjadi sebuah pusat perkotaan kecil, awalnya berada di wilayah tepian Sungai Kapuas. Perkembangan tersebut terus terjadi, sehingga melebar di area sekitar Komplek Kraton Kadriyah Pontianak, Sungai Kapuas Besar, Sungai Kapuas Kecil, dan Sungai Landak. Dengan demikian dapat dikatakan kota tersebut mulai terbentuk oleh pusat pemerintahan, perekonomian, dan permukiman hingga saat sekarang ini. Wilayah pusat Kesultanan Pontianak biasanya disebut dengan kota tradisional karena merupakan wilayah yang pertama kali atau cikal bakal terbentuknya kota Pontianak (Purwana dkk, 2004). Untuk saat sekarang ini, Komplek Kraton Kadriyah Pontianak (Kesultanan Pontianak) dan wilayah sekitarnya merupakan salah satu dari kawasan bersejarah yang ada di Pontianak. Kawasan ini dulunya merupakan pusat pemerintahan kota lama dari Kesultanan Pontianak yang kemudian berkembang menjadi bagian dari Kota Pontianak. Banyak sekali bangunan bersejarah 4

5 di kawasan tersebut diantaranya rumah tinggal tradisional, Mesjid Jami, Kraton Kadriyah serta fasilitas bangunan lainnya yang didirikan disana. Untuk rumah tinggal tradisional di kawasan tersebut terdapat pengelompokan tipe (jenis) rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak berdasarkan tingkatan hirarki tertinggi yang terbagi atas 3 (tiga) tipe meliputi yaitu : rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak tipe Potong Limas, rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak tipe Potong Godang, dan rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak tipe Potong Kawat dengan bangunan arsitektur rumah tinggalnya yang unik dan khas (Wuryanto dkk, 1986). Bentuk arsitektur rumah tinggal tradisional di kawasan tersebut merupakan bentuk bangunan arsitektur tradisional Melayu Pontianak yang telah mendapat pengaruh budaya Melayu dari daerah lain, misalnya Bugis, daratan Sumatera (misalnya Palembang, Riau), daratan Kalimantan (misalnya Banjarmasin) serta daratan Malaysia (misalnya Johor) yang mana mempunyai tipe denah rumah tinggal yang berbentuk persegi empat yang pada dasarnya memanjang ke arah belakang serta ke arah samping. Pembangunan rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak dengan segala bentuk dan ornamennya diturunkan secara turun temurun dari generasi ke generasi hingga generasi sekarang, serta masih tetap bertahan sebagai bangunan fungsional masa kini (Wuryanto dkk, 1986:46-74; Purwana dkk, 2004:83). Pada masa awal perkembangannya (tahun M), keberadaan dan perletakan rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak di wilayah permukiman (kampung) di sekitar Komplek Kraton Kadriyah Pontianak, masih mengikuti suatu pola yang sangat jelas dan keberadaannya menguatkan garis sumbu imaginer tersebut. Hal ini dikarenakan kampung-kampung yang berkembang pada era tersebut dan beberapa tahun berikutnya, masih merupakan bagian elemen desain sebuah kota tradisional yang berkonsep kosmik (religius) dengan garis sumbu imaginernya (Usmardan, 1998). Rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak yang berada di area perkampungan tersebar di sekitar Komplek Kraton Kadriyah, pada saat itu terdapat rumah tinggal yang mempunyai arah orientasi ke arah Komplek Kraton Kadriyah Pontianak dan Mesjid Jami (arah kiblat). Hal ini dikarenakan bahwasannya Komplek Kraton Kadriyah, Mesjid Jami, dan area sekitarnya dirancang (didesain) dengan konsep kosmik (religius), di mana terdapat suatu sumbu imaginer yang mengikat seluruh elemen kawasan kota tradisional tersebut. Garis sumbu imaginer ini dibentuk dari keberadaan Kraton Kadriah Pontianak-Gerbang Pintu Kote-Mesjid Jami -makam Kesultanan Pontianak yang terletak dalam satu garis lurus. 5

6 Kesan garis sumbu imaginer ini diperkuat dengan ditempatkannya Gerbang Pintu Kote pada pertengahan tahun 1778 M. Gerbang Pintu Kote ini merupakan simbol kekuasaan Kesultanan Pontianak, di mana gerbang ini merupakan gerbang kote dari Kerajaan Sanggau yang berhasil ditaklukkan oleh Pangeran Syarif Abdurrahman dan diletakkan tepat di garis sumbu imaginer antara Kraton Kadriah Pontianak dan Mesjid Jami. Adapun Sungai (air) Kapuas Besar, Kapuas Kecil, dan Landak menjadi unsur lansekap penting yang tidak terpisahkan guna mendukung konsep tersebut. Hal ini dapat terlihat dari peran dan fungsinya dalam mengikat ikon-ikon penting yang ada dalam garis sumbu imaginer. Sedangkan parit (air) yang berada di sekitar Komplek Kraton Kadriah Pontianak, selain merupakan edge (batas), juga menjadi salah satu elemen lansekap penting dalam menguatkan eksistensi garis sumbu imaginer yang ada, karena letaknya vertikal dan horisontal terhadap sumbu tersebut. Inilah konsep dasar desain dari Komplek Kesultanan Pontianak yang kemudian menjadi karakter sekaligus identitas awal kota Pontianak bersama setting alam yang ada tentunya. Namun dalam rentang kesejarahannya, di Kesultanan Pontianak sebagaimana kesultanan lainnya di Indonesia pada waktu itu telah terjadi pergeseran sosial dan politik, di mana seorang sultan (raja) sudah tidak lagi menjadi tokoh sentral (sakral) dalam pergeseran tata kehidupan masyarakat modern yang cenderung materialis-prakmatis. Akibatnya simbol-simbol kebesaran sultan berupa garis sumbu imaginer dan air (sungai dan parit) yang tadinya sangat berpengaruh dalam membentuk karakter sekaligus identitas Komplek Kesultanan Pontianak dan sekitarnya semakin memudar dan atau ditinggalkan (Usmardan, 1998). Hal mendasar terlihat dari pergeseran paradigma masyarakat terhadap simbol-simbol kekuasaan Kesultanan Pontianak, yang terlihat jelas dari ekspresi perkembangan kawasan yang berusaha menekan simbol-simbol kebesaran Kesultanan Pontianak. Fenomena yang terjadi di masyarakat sub Melayu Pontianak yang tinggal di sekitar Komplek Kraton Kadriyah Pontianak yaitu masih terdapatnya sebagian masyarakat tersebut yang masih memegang teguh adat dan tradisi sub Melayu Pontianak serta yang berasal dari Kraton Kadriyah Pontianak. Namun di lain pihak ada pula sebagian masyarakat sub Melayu Pontianak yang telah mengalami perkembangan dan pergeseran paradigma pemikiran atau perubahan pola berpikir, yaitu masyarakat di sana memandang keberadaan dari rumah tinggal tidak lagi sebagai bentuk penghormatan serta kepatuhan kepada sultan, akan tetapi memandang sebuah rumah tinggal hanya sebagai simbol dari kemajuan zaman dan status sosial saja. Perkembangan tersebut 6

7 berpengaruh terhadap budaya masyarakat sub Melayu Pontianak sekitar yang terkait dengan masalah aktivitas, fisik maupun pola ruang rumah tinggalnya pada saat ini. Sehingga ada bagian dari rumah tinggal tersebut yang masih terus dipertahankan (tetap dipertahankan) dan ada pula bagian yang telah mengalami perubahan. Gambar 1.2 Komplek Kraton Kadriyah Pontianak Dan Sekitarnya Dirancang Menggunakan Konsep Kosmik (Religius) Yang Terbentuk Dari Sumbu Imaginer Yang mengikat YangTerletak Dalam Satu Garis Lurus (Sumber : Disesuaikan Dan Digambar Ulang Dari Citra Satelit IKONOS Kota Pontianak Liputan Tahun 2010 dan Google Earth; Dokumentasi Survey Lapangan Tahun 2011; Usmardan, 1998.). Selain itu menjamurnya prasarana jalan (darat) dengan kendaraannya sebagai simbol kemajuan zaman (modern) sembari menutup parit-parit yang ada guna kelancaran transportasi darat dan penataan rumah tinggal di daerah perkampungan, terutama rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak yang berada di sekitar Komplek Kraton Kadriyah Pontianak yang tidak lagi mengacu pada garis sumbu imaginer serta semakin dimarginalisasikannya fungsi dan kesakralan dari air sungai dan parit (Usmardan, 1998). Sejak saat itu, banyak sekali terjadi perubahan ruang pada rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak yang meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan ruang diantaranya yaitu : organisasi ruang, hirarki ruang, orientasi ruang, dan hubungan ruang yang sudah tidak lagi mengikuti aturan yang berasal dari Kraton Kadriyah Pontianak serta dari adat istiadat sub Melayu Pontianak yang mereka anggap merupakan sesuatu yang hal kolot dan berbau feodal. Aturanaturan tradisi dan adat istiadat sub Melayu Pontianak yang selama ini berlaku tidak dianut atau diberlakukan secara ketat lagi. Masyarakat sub Melayu Pontianak yang tinggal di sekitar Komplek 7

8 Kraton Kadriyah Pontianak tidak menutup diri terhadap pengaruh dari luar serta perkembangan zaman, selama hal itu tidak bertentangan dengan tradisi dan budaya mereka. Untuk dapat memahami pengertian di atas, diperlukan adanya studi yang mencermati lebih dalam tentang perubahan pola ruang pada rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak. Penulisan tesis ini dilakukan untuk mewujudkan tujuan tersebut di atas dengan mengambil lokus penelitian di Kecamatan Pontianak Timur yang berada di sekitar Komplek Kraton Kadariyah Pontianak, Kalimantan Barat. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu : rumah tradisional Melayu Pontianak tipe Potong Limas, tipe Potong Godang, dan tipe Potong Kawat di sekitar Komplek Kraton Kadriyah Pontianak, Kalimantan Barat dengan segala pola ruang dan tata cara pembangunannya yang masih diwariskan dan dipertahankan sampai saat ini. Namun fenomena yang terjadi di masyarakat sub Melayu Pontianak yang tinggal di sekitar Komplek Kraton Kadriyah Pontianak saat ini, yaitu masih terdapatnya sebagian masyarakat yang masih memegang teguh adat dan tradisi Melayu Pontianak serta yang berasal dari Kraton Kadriyah Pontianak. Namun di lain pihak ada pula sebagian masyarakat sub Melayu Pontianak yang mengalami perkembangan dan pergeseran paradigma pemikiran atau perubahan pola berpikir yaitu masyarakat di sana memandang sebuah rumah tinggal tidak lagi sebagai bentuk penghormatan dan kepatuhan kepada sultan, akan tetapi memandang rumah tinggal hanya sebagai simbol kemajuan zaman dan status sosial saja. Perkembangan tersebut berpengaruh terhadap budaya masyarakat sub Melayu Pontianak yang terkait dengan aktivitas, fisik, pola ruang rumah tinggalnya pada saat ini sehingga ada bagian yang masih terus dipertahankan dan ada pula bagian yang mengalami perubahan. Selain itu menjamurnya prasarana jalan (darat) dengan kendaraannya sebagai simbol kemajuan zaman (modern) sembari menutup parit-parit yang ada guna kelancaran transportasi darat dan penataan rumah tinggal di daerah perkampungan, terutama rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak yang berada di sekitar Komplek Kraton Kadriyah Pontianak yang tidak lagi mengacu pada garis sumbu imaginer serta semakin dimarginalisasikannya fungsi dan kesakralan dari air (sungai dan parit). Sejak itu banyak sekali terjadi perubahan pada rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak yang meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan ruang, diantaranya organisasi 8

9 ruang, hirarki ruang, orientasi ruang, dan hubungan ruang yang sudah tidak mengikuti aturan yang berasal dari Kraton Kadriyah Pontianak serta dari adat dan istiadat sub Melayu Pontianak yang mereka anggap sesuatu yang hal kolot dan berbau feodal. Aturan-aturan tradisi dan adat istiadat Melayu Pontianak yang selama ini berlaku tidak dianut atau diberlakukan secara ketat lagi. Masyarakat Melayu sub Pontianak yang tinggal di sekitar Komplek Kraton Kadriyah Pontianak tidak menutup diri terhadap pengaruh luar serta perkembangan zaman, selama hal itu tidak bertentangan dengan budaya mereka. Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk meneliti perubahan pola ruang yang terjadi pada rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak di sekitar Komplek Kraton Kadriyah Pontianak yang dikaitkan dengan perkembangan kebudayaannya pada saat ini. 1.3 Pertanyaan Penelitian Dari rumusan masalah di atas maka dalam penulisan tesis ini dapat disusun menjadi beberapa pertanyaan penelitian (research questions) yang harus dijawab dalam penelitian ini, yaitu : a. Bagaimana perubahan pola ruang rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak di sekitar Komplek Kraton Kadriyah Pontianak, Kalimantan Barat? b. Faktor-faktor apakah yang bisa berpengaruh terhadap perubahan pola ruang rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak di sekitar Komplek Kraton Kadriyah Pontianak, Kalimantan Barat? 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah : a. Memberi gambaran mengenai perubahan pola ruang di rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak di sekitar Komplek Kraton Kadriyah Pontianak, Kalimantan Barat. b. Menemukan faktor-faktor yang berpengaruh pada perubahan pola ruang rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak di sekitar Komplek Kraton Kadriyah Pontianak, Kalimantan Barat. 9

10 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penulisan tesis ini berupa relevansi terhadap studi arsitektur, agar menambah wawasan baru tentang pemahaman pola ruang dalam arsitektur dan memberikan sumbangan untuk memperkaya teori perubahan pola ruang pada rumah tinggal tradisional sebagai perwujudan dari proses bermukim atau merumah. 1.6 Keaslian Penelitian Ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan permasalahan perubahan rumah tinggal. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lainnya tersebut adalah pada substansi, lokus, dan fokus penelitian. Secara terperinci perbandingan penelitian ini dengan beberapa penelitian lain sebelumnya dibahas pada uraian berikut yaitu : Sugini (1995), dengan judul Tipomorfologi Perubahan Rumah pada Perumahan Minomartani Yogyakarta, fokus menemukan tipologi dari morfologi perubahan pada rumah tipe D-15 pada rumah tinggal yang memiliki lokus di Perumahan Minomartani, RT.27/RW.06, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Yogyakarta dan mendapat kejelasan dari hal-hal yang terkait serta konstruksi kaitan yang ada dibalik perubahan tersebut. Perbedaan dengan penelitian ini lebih difokuskan pada perubahan pola ruang rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak saja yang meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan ruang, diantaranya organisasi ruang, hirarki ruang, orientasi ruang, dan hubungan ruang pada 3 (tiga) tipe rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak yaitu : tipe Potong Limas, tipe Potong Godang, dan tipe Potong Kawat dengan bangunan arsitektur rumah tinggal yang unik dan khas yang mempunyai lokus di sekitar Komplek Kraton Kadriyah Pontianak. Selain hal tersebut di atas, perbedaan penelitian juga terletak pada tujuan penelitian dan metode penelitian yang dipakai yaitu menghasilkan tipologi dalam arti kategorisasi dan klasifikasi dari perubahan dalam arti metamorforsa bentuk dan studi tentang konstruksi yang terjadi dibalik perubahan tersebut. Dalam pelaksanaannya, sasaran tersebut tidak dicapai secara bertahap atau parsial, tetapi diperoleh dengan proses yang menyatu, berkait dan simultan, dan metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan metoda fenomenologi-kualitatif. Sedangkan tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan memberi gambaran mengenai perubahan pola ruang dan menemukan faktor-faktor apa saja yang bisa berpengaruh terhadap perubahan pola ruang rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak. Untuk metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode rasionalistik-kualitatif. 10

11 Sueca (1997), dengan judul Perubahan Pola Spasial dan Arsitektural Rumah Tinggal Tradisional di Desa Adat Kesiman, Denpasar. Fokus menemukan perubahan pola spasial dan arsitektural yang terjadi pada rumah tradisional Bali dalam konteks perubahan status desa menjadi kota, perkembangan kebudayaan industri pariwisata, iklim pembangunan secara simultan yang memiliki lokus di Desa Adat Kesiman, Denpasar; Bali. Dan berharap dapat menemukan gambaran ideografis tentang keragaman pola spasial dan arsitektural yang terjadi dan sejauh mana transformasi nilai-nilai lama terjadi pada tatanan spasial dan arsitektur pada rumah kontemporer saat ini. Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak pada lokus dan fokus penelitian, pada penelitian ini lokus berada di rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak di Kecamatan Pontianak Timur yang terletak di sekitar Komplek Kraton Kadriyah Pontianak, Kalimantan Barat. Sedangkan fokus penelitian ini untuk mengkaji perubahan pola ruang rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak yang meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan ruang, diantaranya organisasi ruang, hirarki ruang, orientasi ruang, dan hubungan ruang pada 3 (tiga) tipe rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak yaitu : tipe Potong Limas, tipe Potong Godang, dan tipe Potong Kawat. Betteng (1997), dengan judul Perkembangan Sistem Spasial Rumah Adat (Tongkonan) di Toraja, Studi kasus : 5 desa yang terdapat rumah adat Tongkonan di Toraja. Menekankan pada perkembangan spasial lingkungan yang mengalami perkembangan di bagian tepian yang mempunyai lokus di desa yang masih terdapat rumah adat Tongkonan. Sedangkan kondisi spasial pada ruang inti rumah adat Tongkonan terkait dengan ritus upacara masih tetap bertahan. Perkembangan spasial terkait dengan pola pikir, status sosial, dan pariwisata. Perbedaan penelitian ini terletak pada fokus pembahasan, pembahasan lebih diarahkan memberi gambaran tentang kecenderungan perkembangan spasial lingkungan dan spasial rumah adat meliputi sistem peruangan terhadap fungsi, bentuk, dan susunan. Sedangkan penelitian ini difokuskan pada perubahan pola ruang rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak saja yang meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan ruang diantaranya organisasi ruang, hirarki ruang, orientasi ruang, dan hubungan ruang pada 3 (tiga) tipe rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak yaitu : tipe Potong Limas, tipe Potong Godang, dan tipe Potong Kawat. Sedangkan lokus terletak di Kecamatan Pontianak Timur yang berada di sekitar Komplek Kraton Kadriyah Pontianak, Kalimantan Barat. Rengkung (2000), dengan judul Keragaman Perubahan Denah Rumah Tinggal Pada Perumahan Karyawan Kantor Gubernur di Winangun, Manado, Sulawesi Utara. Mempunyai 11

12 fokus penelitian untuk mengetahui bentuk perubahan denah rumah tinggal dalam kaitan dengan sosial ekonomi dan latar belakang budaya masyarakat pemukim Minahasa. Berawal dari rumah inti dalam pertumbuhan dan perkembangan rumah tinggal tipe 54 dan rumah tipe 70 yang ada pada perumahan karyawan kantor gubernur di Winangun, Manado. Hal ini dicapai melalui pengkajian ungkapan fisik dari rumah yang ada dan informasi aspek sosial ekonomi dan latar belakang budaya dari masyarakat pemukim yang ada saat ini (sedang berlangsung) yang dinilai sebagai faktor penyebabnya. Perbedaan penelitian ini terletak pada fokus pembahasan, pembahasan lebih diarahkan pada perubahan pola ruang rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak saja yang meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan ruang, diantaranya organisasi ruang, hirarki ruang, orientasi ruang, dan hubungan ruang pada 3 (tiga) tipe rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak yaitu : tipe Potong Limas, tipe Potong Godang, dan tipe Potong Kawat dengan bangunan arsitektur rumah tinggal yang unik dan khas yang mempunyai lokus di Kecamatan Pontianak Timur yang terletak di sekitar Komplek Kraton Kadriyah Pontianak. Pamungkas (2005), dengan judul Tipologi Perubahan Spasial Rumah Tinggal Pra Huni, Studi kasus : Perumahan Timoho Asri V, Yogyakarta. Mempunyai fokus dan lokus penelitian untuk mengetahui gambaran mengenai tipologi perubahan desain spasial rumah tinggal 2 (dua) lantai tipe A,B,C,D dan rumah tinggal satu lantai tipe E,F di kawasan perumahan massal dengan tingkat status ekonomi-sosial menengah ke bawah yaitu di perumahan Timoho V Jalan Balerejo, Kelurahan Muja Muju, Kecamatan Gondokusuman, Kodya Yogyakarta yang terjadi pada saat sebelum dihuni (pra-huni). Didalam penelitiannya dijelaskan mengenai hubungan tipologi perubahan tersebut dihubungkan dengan alasan dan tujuan yang mendasari penggunaan ruang rumah tinggal. Pembahasan mengenai penggunaan ruang yang dimaksud adalah terkait dengan alasan dan tujuan perubahan rumah tinggal. Alasan perubahan spasial rumah tinggal terrkait dengan teori privasi dan kesesakan (crowding). Sementara tujuan perubahan spasial rumah tinggal terkait dengan teori teritori. Kemudian didalam penelitiannya, digambarkan mengenai pola dan bentuk perubahan spasial rumah tinggal dibandingkan terhadap rumah standar yang diajukan oleh pihak developer (pengembang) PT.Nuscon dan mencari faktor-faktor apa saja yang menyebabkan perubahan tersebut. Sedangkan pada penelitian ini melihat perubahan pola ruang rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak saja yang meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan ruang, diantaranya organisasi ruang, hirarki ruang, orientasi ruang, dan hubungan ruang pada 3 (tiga) tipe rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak yaitu : tipe Potong Limas, tipe Potong Godang, dan tipe Potong Kawat yang mempunyai lokus di Kecamatan 12

13 Pontianak Timur yang terletak di sekitar Komplek Kraton Kadriyah Pontianak. Penelitian ini dibatasi hanya mencermati sistem spasial (spatial system) rumah tinggal tradisional saja dan tidak mencermati mengenai sistem fisik (physical system), dan sistem model (stylistic system) rumah tinggalnya. Berdasarkan penelusuran dari tema-tema penelitian terdahulu yang terdapat di tabel 1.1, peneliti belum menemukan hal yang sama mengenai tema, lokus serta fokus penelitian tentang perubahan pola ruang pada rumah tinggal tradisional. Penelitian kali ini lebih menitikberatkan pada substansi perubahan pola ruang rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak di sekitar Komplek Kraton Kadriyah Pontianak. Perubahan pola ruang yang terjadi pada rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak, khususnya yang berkaitan dengan sistem spatial (spatial system) diantaranya organisasi ruang, hirarki ruang, orientasi ruang, dan hubungan ruang. Tidak mencermati mengenai mengenai sistem fisik (physical system) dan sistem model (stylistic system) pada rumah tinggal tradisionalnya. Tabel 1.1 Perbandingan Penelitian Sejenis Yang Pernah Dilakukan No. Nama Peneliti Tahun Judul Penelitian Fokus Lokus Metode 1. Sugini 1995 Tipomorfologi Perubahan Rumah Pada Perumahan Minomartani Yogyakarta. Menemukan tipologi dari morfologi perubahan rumah tipe D -15 pada rumah tinggal di Perumahan Minomartani RT.27/RW.06, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman,Yogyakarta dan mendapat kejelasan dari hal-hal yang terkait serta konstruksi kaitan yang ada dibalik perubahan tersebut. Perumahan Minomartani RT 27/RW06, Kecamatan Ngaglik,Kabupaten Sleman,Yogyakarta Metode : fenomenologikualitatif 2. Ngakan Putu Sueca 1997 Perubahan Pola Spasial Dan Arsitektural Rumah Tinggal Tradisional Di Desa Adat Kesiman, Denpasar Mengkaji perubahan pola spasial dan arsitektural yang terjadi pada rumah tradisional dalam konteks perubahan status desa menjadi kota, perkembangan kebudayaan industri pariwisata, iklim pembangunan secara simultan. Desa Adat Kesiman, Denpasar Metode : induktifkualitatif 3. Luther Betteng 4. Joseph Rengkung 1997 Perkembangan Sistem Spasial Rumah Adat (Tongkonan) Di Toraja. Studi Kasus : 5 Desa Yang Terdapat Rumah Adat Tongkonan Di Toraja Keragaman Perubahan Denah Rumah Tinggal Pada Perumahan Karyawan Kantor Gubernur Di Winangun,Manado, Memberi gambaran tentang kecenderungan perkembangan spasial lingkungan dan spasial rumah adat meliputi sistem peruangan terhadap fungsi,bentuk dan susunan. Memberi gambaran mengenai tipologi perubahan desain spasial rumah tinggal yang terjadi pada saat sebelum dihuni (pra huni) dan penjelasan mengenai hubungan tipologi perubahan tersebut dihubungkan dengan alasan dan 5 desa yang terdapat rumah adat Tongkonan di Toraja. Perumahan Karyawan Kantor Gubernur di Winangun, Manado,Sulut. Metode: rasionalistikkualitatif Metode: rasionalistikkualitatif 13

14 Sulut. tujuan yang mendasari penggunaan ruangnya. 5. Luhur Sapto Pamungkas 2005 Tipologi Perubahan Spasial Rumah Tinggal Pra Huni Studi kasus : Perumahan Timoho Asri V, Yogyakarta. Memberi gambaran mengenai tipologi perubahan desain spasial rumah tinggal yang terjadi pada saat sebelum dihuni (pra huni) dan penjelasan mengenai hubungan tipologi perubahan tersebut dihubungkan dengan alasan dan tujuan yang mendasari penggunaan ruangnya. Perumahan Timoho Asri V, Yogyakarta Metode : induktifkualitatif 6. Wahyudin Ciptadi 2014 Perubahan Pola Memberi gambaran mengenai Ruang Rumah Tinggal Tradisional Melayu Pontianak Disekitar Komplek Kraton Kadriyah, perubahan pola ruang yang terjadi pada rumah tinggal tradisional MelayuPontianak,tidak mencermati mengenai sistem fisik (konstruksi) dan sistem style (model) rumah tinggalnya. Kemudian menemukan Kalimantan Barat. faktor faktor yang berpengaruh terhadap perubahan pola ruang pada rumah tinggal tradisional Melayu Pontianak di sekitar Komplek Kraton Kadriyah Pontianak. (Sumber : Konstruksi Peneliti, 2014). Rumah Tinggal Tradisional Melayu Pontianak Yang Terletak Di Kecamatan Pontianak Timur, Disekitar Komplek Kraton Kadriyah Pontianak. Metode : rasionalistikkualitatif 14

Wahyudin Ciptadi Jurusan Teknik Arsitektur Politeknik Negeri Pontianak

Wahyudin Ciptadi Jurusan Teknik Arsitektur Politeknik Negeri Pontianak PERUBAHAN POLA ORGANISASI, HIRARKI DAN ORIENTASI RUANG RUMAH TINGGAL TRADISIONAL MELAYU PONTIANAK TIPE POTONG LIMAS DI SEKITAR KOMPLEK KRATON KADRIYAH PONTIANAK Wahyudin Ciptadi Jurusan Teknik Arsitektur

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara

1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara memiliki berbagai keistimewaan masing-masing. Proses pembuatan atau pembangunan rumah tersebut,

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No

1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Pontianak sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Barat memiliki karakter kota yang sangat unik dan jarang sekali dijumpai pada kota-kota lain. Kota yang mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan permukiman yang dihadapi kota kota besar di Indonesia semakin kompleks. Tingginya tingkat kelahiran dan migrasi penduduk yang tinggi terbentur pada kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia adalah suatu Negara yang berbentuk Republik, dengan banyak Pulau di dalamnya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan di dalamnya tumbuh berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra,

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang terletak di benua asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra, yaitu samudra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain itu kesenian juga mempunyai fungsi lain, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arsitektur sebagai produk dari kebudayaan, tidak terlepas dari pengaruh perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya proses perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan kebudayaan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan kebudayaan mulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan kebudayaan mulai dari ujung Utara sampai Selatan dan Timur sampai ke Barat baik kebudayaan asli dari bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan elemen yang sangat melekat di dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan elemen yang sangat melekat di dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan elemen yang sangat melekat di dalam kehidupan masyarakat, yang juga merupakan ekspresi yang besifat universal seperti halnya bahasa. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara berfikir, lingkungan, kebiasaan, cara

Lebih terperinci

P E N D A H U L U A N

P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Bangunan dan kawasan kota adalah artefak-artefak yang penting dalam sejarah perkembangan suatu kota. Mereka kadang-kadang dijaga dan dilestarikan dari penghancuran

Lebih terperinci

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberagaman dalam budaya Indonesia tercermin dalam berbagai kebudayaan lokal yang berkembang di masyarakat. Keragaman tersebut tidak muncul begitu saja, melainkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Budaya Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur Propinsi Sumatera Utara, yang membentang mulai dari Kabupaten Langkat di sebelah Utara, membujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang kaya akan kebudayaan yang tersebar dari Sabang sampai Marauke. Berbagai macam suku, ras adat istiadat mengenai ragam budaya Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang memiliki keanekaragaman dan warisan budaya yang bernilai tinggi yang mencerminkan budaya bangsa. Salah satu warisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah perancangan yang mencakup pengubahan-pengubahan terhadap lingkungan fisik, arsitektur dapat dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, kebudayaan ini tersebar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan paradigma rasionalistik. Metodologi kualitatif merupakan prosedur

BAB III METODE PENELITIAN. dengan paradigma rasionalistik. Metodologi kualitatif merupakan prosedur BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma rasionalistik. Metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. secara bertahap dimulai dari swadaya, boyongan, dan dibawa ketika terjadinya

BAB V KESIMPULAN. secara bertahap dimulai dari swadaya, boyongan, dan dibawa ketika terjadinya BAB V KESIMPULAN Sejarah dan keberadaan kesenian Kuda Kepang di negeri Johor Darul Takzim, Malaysia sangat dipengaruhi oleh faktor masyarakat Melayu keturunan Jawa maupun perkembangan Islam di sana. Sejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis yang

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia, terdiri dari banyak suku bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota yang disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk, pembangunan infrastruktur, dan aktivitas ekonomi yang terus meningkat menyebabkan

Lebih terperinci

ABSTRAK KAJIAN AKULTURATIF INTERIOR ISTANA MAIMUN DI MEDAN-SUMATERA UTARA (Periode Sultan Makmun Alrasyid Perkasa Alamsyah, )

ABSTRAK KAJIAN AKULTURATIF INTERIOR ISTANA MAIMUN DI MEDAN-SUMATERA UTARA (Periode Sultan Makmun Alrasyid Perkasa Alamsyah, ) ABSTRAK KAJIAN AKULTURATIF INTERIOR ISTANA MAIMUN DI MEDAN-SUMATERA UTARA (Periode Sultan Makmun Alrasyid Perkasa Alamsyah, 1873-1924) Oleh NOVALINDA NIM : 27105006 Istana Maimun merupakan salah satu peninggalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA 1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN BANGUNAN BERCIRIKAN ORNAMEN DAERAH KALIMANTAN TENGAH DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Semarang merupakan Ibu Kota Jawa Tengah yang sekaligus memiliki potensi sebagai kota pesisir yang terletak di tepian Laut Jawa. Potensi pesisir tersebut berimplikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa dengan masyarakatnya yang Pluralistic mempunyai berbagai macam bentuk dan variasi dari kesenian budaya. Warisan kebudayaan tersebut harus

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh masyarakat khusunya generasi muda. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi membuat bangunan-bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kota Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pariwisata dan kebudayaan juga merupakan pintu gerbang keluar masuknya nilai-nilai budaya

Lebih terperinci

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

ARTIKEL TENTANG SENI TARI NAMA : MAHDALENA KELAS : VII - 4 MAPEL : SBK ARTIKEL TENTANG SENI TARI A. PENGERTIAN SENI TARI Secara harfiah, istilah seni tari diartikan sebagai proses penciptaan gerak tubuh yang berirama dan diiringi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB II KAJIAN LITERATUR BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang seluas-luasnya. Sebagai bagian dari arsitektur, mesjid merupakan konfigurasi dari

BAB I PENDAHULUAN. yang seluas-luasnya. Sebagai bagian dari arsitektur, mesjid merupakan konfigurasi dari BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Pentingnya Pengetahuan Arsitektur Mesjid Mesjid merupakan tempat untuk melaksanakan ibadah kaum muslimin menurut arti yang seluas-luasnya. Sebagai bagian dari

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Upacara adat Belian merupakan suatu bentuk kebudayaan asli Indonesia yang sampai saat ini masih ada dan terlaksana di masyarakat Dayak Paser, Kalimantan Timur. Sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari banyaknya etnis yang mendiami wilayah Indonesia. ciri khas itu adalah tingkat perubahan. Setidaknya dua komponen yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dari banyaknya etnis yang mendiami wilayah Indonesia. ciri khas itu adalah tingkat perubahan. Setidaknya dua komponen yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keragaman budaya yang dimiliki bangsa Indonesia menjadi sebuah daya tarik tersendiri yang berbeda dengan bangsa lain. Budaya pada umumnya di wariskan secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aini Loita, 2014 Pola Pewarisan Budaya Membatik Masyarakat Sumedang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aini Loita, 2014 Pola Pewarisan Budaya Membatik Masyarakat Sumedang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan Indonesia dikenal unik oleh dunia dengan hasil kebudayaannya yang bersifat tradisional, hasil kebudayaan yang bersifat tradisional itu berupa seni rupa, seni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rempah-rempah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan dan kebutuhan manusia di dunia. Kehidupan masyarakat Indonesia pun sangat dekat dengan beragam

Lebih terperinci

lib.archiplan.ugm.ac.id

lib.archiplan.ugm.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan kota dewasa ini telah menunjukkan tingkat pertumbuhan yang sangat cepat. Tingkat pertumbuhan itu dapat dilihat dari makin bertambahnya bangunan-bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Timur, dikenal dengan keragaman suku asli

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Timur, dikenal dengan keragaman suku asli BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Sejarah Suku Dayak Provinsi Timur, dikenal dengan keragaman suku asli pedalamannya. Jika kita mendengar Timur, pastilah teringat dengan suku Dayak dan rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias atau disebut juga dengan ornamen di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kebudayaan yang berbeda-beda antara satu sama lain. Hal ini dapat kita

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kebudayaan yang berbeda-beda antara satu sama lain. Hal ini dapat kita BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Setiap suku atau etnik yang terdapat pada Negara kita Indonesia pasti memiliki kebudayaan yang berbeda-beda antara satu sama lain. Hal ini dapat kita lihat pada masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada abad ini gerak perubahan zaman terasa semakin cepat sekaligus semakin padat. Perubahan demi perubahan terus-menerus terjadi seiring gejolak globalisasi yang kian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tradisi mereka. Budaya dan sumber-sumber sejarah tersebut dari generasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam tradisi mereka. Budaya dan sumber-sumber sejarah tersebut dari generasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia menyimpan limpahan budaya dan sumber sejarah dalam tradisi mereka. Budaya dan sumber-sumber sejarah tersebut dari generasi ke generasi

Lebih terperinci

Prakata: Prof. Ir. ANTARIKSA, M.Eng., Ph.D

Prakata: Prof. Ir. ANTARIKSA, M.Eng., Ph.D Cara pandang dan metode penelitian berbasis fenomenologi ini dapat dimanfaatkan untuk meneliti dan memahami fenomena kampung-kampung vernakular di Timor yang sangat kaya dengan nuansa budaya lokal. Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberagaman dalam budaya Indonesia tercermin pada bagian budayabudaya lokal yang berkembang di masyarakat. Keragaman tersebut tidak ada begitu saja, tetapi juga karena

Lebih terperinci

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan beraneka ragam macam budaya. Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat unik dengan berbagai keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terkenal sebagai salah satu negeri terbesar penghasil kain tenun tradisional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terkenal sebagai salah satu negeri terbesar penghasil kain tenun tradisional yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang kaya budaya dan keberagaman etnis, bahasa, tradisi, adat istiadat, dan cara berpakaian. Indonesia terkenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Setiap kelompok etnik tersebut memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Setiap kelompok etnik tersebut memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Sulawesi Selatan dan Barat terdapat empat etnik dominan dan utama, yakni Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Setiap kelompok etnik tersebut memiliki ragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pariwisata sekarang sudah merupakan suatu tuntutan hidup dalam zaman modern ini. Permintaan orang-orang untuk melakukan perjalanan wisata, dari tahun ke tahun terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ashriany Widhiastuty, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ashriany Widhiastuty, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terbentang dari sabang hingga merauke. Oleh karena itu Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman suku dan budaya serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan hasil dari kebudayaan manusia yang dapat didokumentasikan atau dilestarikan, dipublikasikan dan dikembangkan sebagai salah salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Permukiman tradisional nelayan suku Makasar dengan permukiman resettlement Untia memiliki banyak perbedaan dibanding persamaan ditinjau dari aspek budaya dan gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Definisi perkembangan menurut kamus bahasa Indonesia adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. Definisi perkembangan menurut kamus bahasa Indonesia adalah suatu proses BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Definisi perkembangan menurut kamus bahasa Indonesia adalah suatu proses untuk menuju kedewasaan pada makhluk hidup yang bersifat kualitatif, artinya tidak dapat dinyatakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 63 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi dalam penelitian ini mengacu pada tujuan yang telah ditentukan yaitu untuk mengetahui konsep, makna atau nilai dan pengaruh dari perilaku dan tradisi budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai beragam kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan tersebut mempunyai unsur yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli

BAB I PENDAHULUAN. besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20 terjadi gelombang migrasi besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli kontrak akibat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kota Kota merupakan suatu komponen yang rumit dan heterogen. Menurut Branch (1996: 2) kota diartikan sebagai tempat tinggal dari beberapa ribu atau lebih penduduk, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki aneka ragam budaya. Budaya pada dasarnya tidak bisa ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan individu yang ada dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk yang. terdiri dari ribuan pulau-pulau dimana masing-masing penduduk dan suku

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk yang. terdiri dari ribuan pulau-pulau dimana masing-masing penduduk dan suku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk yang terdiri dari ribuan pulau-pulau dimana masing-masing penduduk dan suku bangsa yang mendiaminya dan memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. Pengembangan Seni Rupa Kontemporer di Kota Malang ini menggunakan

BAB III METODE PERANCANGAN. Pengembangan Seni Rupa Kontemporer di Kota Malang ini menggunakan BAB III METODE PERANCANGAN Metode perancangan yang digunakan dalam Perancangan Pusat Pengembangan Seni Rupa Kontemporer di Kota Malang ini menggunakan berbagai penelitian dan juga pengumpulan data dari

Lebih terperinci

Ciri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal

Ciri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal Ciri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal Andhika Bayu Chandra 15600022 4A Arsitektur Teknik Universitas PGRI Semarang Andhikabayuchandra123@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rezki Puteri Syahrani Nurul Fatimah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rezki Puteri Syahrani Nurul Fatimah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Adat adalah aturan, kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman budaya inilah yang mampu membuat bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman budaya inilah yang mampu membuat bangsa Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman budaya. Keanekaragaman budaya inilah yang mampu membuat bangsa Indonesia dikenal masyarakat Internasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk yang tidak lepas dari masa lampau dalam menjalani masa kini dan masa yang akan datang dan tidak mungkin lepas dari budayanya sendiri. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Kasus Proyek Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisi serta budaya. Keragaman suku bangsa di Indonesia menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. tradisi serta budaya. Keragaman suku bangsa di Indonesia menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagi macam suku dan terdiri dari beberapa propinsi yang memiliki adat istiadat dan budaya yang berbeda antara satu propinsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 I d e n t i f i k a s i P e r u b a h a n R u m a h T r a d i s i o n a l D e s a K u r a u, K e c. K o b a

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 I d e n t i f i k a s i P e r u b a h a n R u m a h T r a d i s i o n a l D e s a K u r a u, K e c. K o b a BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman budaya baik berupa fisik maupun non fisik. Budaya yang berupa fisik Salah satunya adalah arsitektur tradisional. Rumah tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menelusuri kota Yogyakarta tidak lengkap rasanya jika tidak mengunjungi Kampung Kauman. Kampung Kauman terletak di sebelah barat alun-alun utara kota Yogyakarta, Berada

Lebih terperinci

Hubungan Arsitektur dan Budaya. Oleh: Nuryanto, S.Pd., M.T. Bahan Ajar Arsitektur Vernakular Jurusan Arsitektur-FPTK UPI-2010

Hubungan Arsitektur dan Budaya. Oleh: Nuryanto, S.Pd., M.T. Bahan Ajar Arsitektur Vernakular Jurusan Arsitektur-FPTK UPI-2010 Hubungan Arsitektur dan Budaya Oleh: Nuryanto, S.Pd., M.T. Bahan Ajar Arsitektur Vernakular Jurusan Arsitektur-FPTK UPI-2010 Budaya dan Peradaban Budaya: Totalitas dari pola-pola perilaku yang terproyeksikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan

I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kesatuan yang memiliki beranekaragam kebudayaan. Budaya Indonesia yang beraneka ragam merupakan kekayaan yang perlu dilestarikan dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antarbudaya yang tidak terselesaikan. Dan lanjutnya, Umumnya orang menaruh

BAB I PENDAHULUAN. antarbudaya yang tidak terselesaikan. Dan lanjutnya, Umumnya orang menaruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah (Huntington & Harrison, 2000, hal. 227) mengatakan bahwa pada era globalisasi budaya-budaya lokal yang bersifat keetnisan semakin menguat, dan penguatan budaya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan Fenomena kebudayaan selalu hadir dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan Fenomena kebudayaan selalu hadir dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Fenomena kebudayaan selalu hadir dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Seperti halnya Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman budaya

Lebih terperinci

menghubungkan satu kebudayaan dengan kebudayaan lain.

menghubungkan satu kebudayaan dengan kebudayaan lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan sebuah kebisaan yang lahir atas dasar perilaku seharihari yang dianggap berkaitan erat dengan kehidupan dan proses perilaku kebiasaan itu menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman budaya, suku dan kesenian yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Salah satu suku yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

MELAYU SEBAGAI AKAR TRADISI NUSANTARA. Harnojoyo. S.sos (Plt. Walikota Palembang)

MELAYU SEBAGAI AKAR TRADISI NUSANTARA. Harnojoyo. S.sos (Plt. Walikota Palembang) MELAYU SEBAGAI AKAR TRADISI NUSANTARA Strategi Politik dalam Menciptakan Budaya Melayu Palembang Emas 2018 Harnojoyo. S.sos (Plt. Walikota Palembang) Elok budaya karena agama, Tegak Melayu karena budayanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Banyak daerah-daerah di Indonesia yang memiliki potensi pariwisata yang dapat diolah dan dikembangkan untuk dikenalkan kepada wisatawan mancanegara bahwa Indonesia

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang akan mampu menilai banyak hal mengenai budaya seperti gaya hidup,

BAB I PENDAHULUAN. seseorang akan mampu menilai banyak hal mengenai budaya seperti gaya hidup, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur merupakan produk budaya yang tidak lepas dari kehidupan manusia. Permukiman, perkotaan dan lansekap suatu daerah terbentuk sebagai hasil dari sistem kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan Rossler, 1995). Lanskap budaya pada beberapa negara di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara tidak terencana. Pada observasi awal yang dilakukan secara singkat, Kampung

BAB I PENDAHULUAN. secara tidak terencana. Pada observasi awal yang dilakukan secara singkat, Kampung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kampung Badur merupakan permukiman yang berada di pinggiran sungai Deli di Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun, Medan. Daerah pinggiran sungai, umumnya menjadi

Lebih terperinci

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL Rencana Lanskap Berdasarkan hasil analisis data spasial mengenai karakteristik lanskap pemukiman Kampung Kuin, yang meliputi pola permukiman, arsitektur bangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan identitas dari komunitas suatu daerah yang dibangun dari kesepakatan-kesepakatan sosial dalam kelompok masyarakat tertentu. Budaya menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebudayaan sebagai hasil cipta, rasa, karsa manusia merupakan satu tolok ukur dari kemajuan suatu bangsa. Semakin maju dan lestari kebudayaannya, semakin kuat pula identitas

Lebih terperinci

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki sekitar 500 kelompok etnis, tiap etnis memiliki warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad, yang dipengaruhi oleh kebudayaan India,

Lebih terperinci