KAJIAN SOSIAL EKONOMI SISTEM INTEGRASI SAPI DENGAN KELAPA SAWIT (SISKA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN SOSIAL EKONOMI SISTEM INTEGRASI SAPI DENGAN KELAPA SAWIT (SISKA)"

Transkripsi

1 KAJIAN SOSIAL EKONOMI SISTEM INTEGRASI SAPI DENGAN KELAPA SAWIT (SISKA) ISHAK MANTI 1, AZMI 1, EKO PRIYOTOMO 1, dan DAPOT SITOMPUL 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu 2 PT Agricinal ABSTRAK ISHAK MANTI, AZMI, EKO PRIYOTOMO, dan DAPOT SITOMPUL Kajian Sosial Ekonomi Sistem Integrasi Sapi dengan Kelapa Sawit (SISKA). Pengkajian sosial ekonomi sistem integrasi sapi dalam perkebunan kelapa sawit (SISKA) dilakukan untuk mengetahui keragaan dan efisiensi yang diperoleh, mencari teknologi yang tepat, serta kendala dan faktor pendorong dalam pelaksanaannya. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan juni 2003 di PT.Agricinal yang telah mengintegrasikan ternak sapi dalam kebun sawitnya sejak tahun 1997, metode yang digunakan adalah deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SISKA meringankan kerja pemanen dalam mengumpulkan tadan buah segar (TBS) sehingga meningkatkan kemampuan kerja pemanen dari areal kerja (ancak) 10 ha menjadi 15 ha. Ternak sapi menghasilkan kotoran yang potensial untuk dijadikan kompos (pupuk) untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia dan biaya produksi. Hasil samping perkebunan kelapa sawit (pelepah, daun, rumput, solid, bungkil inti sawit) dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. Daya tampung sapi dalam 1 ancak (15 ha) dari komponen pelepah, daun, dan rumput adalah 23 unit ternak sapi dewasa. Skala usaha 1 ekor induk tanpa memperhitungkan biaya tenaga kerja menghasilkan R/C 2,37; NPV Rp ; dan IRR 37,3%. Skala usaha 3 ekor induk sapi dengan memperhitungkan biaya tenaga kerja memberikan R/C 2,46; NPV Rp dan IRR 39%; selanjutnya pada skala usaha 6 induk + 1 jantan menunjukkan suatu usaha yang komersial dengan R/C 3,13; NPV Rp dan IRR diatas 50%. Kata kunci: Integrasi, sapi dan kajian ekonomi ABSTRACT ISHAK MANTI, AZMI, EKO PRIYOTOMO and DAPOT SITOMPUL Socio-Economic Assessment of Cattle Integration in Palm Oil Plantation. Study of integration cattle in the oil palm plantation (SISKA) was done to know performance and efficiency, create right technology and constrain and support factors. This research was conducted on June 2003 in PT.Agricinal which since 1997 applied cattle integration, and use description analysis method. This research show that SISKA can help harvester and will increasing working capability from area 10 ha become 15 ha as called ancak. Feces from cattle can make kompos (fertilizer) and potential to reducing applied chemical fertilizer or cost production of oil palm. Side products from oil palm plantation (fronds, leaf, grass, solid, palm kernel cake) can use as cattle fed. Caring capacity from 15 ha area oil palm plantation (1 ancak) are 23 unit cattle (based on available of fronds, leaf, grass). Using 1 bull without calculate worker cost give R/C 2,34; NPV Rp.2.241; IRR 37,3%. But used 3 bull with calculate worker cost give R/C 2,46; NPV Rp ; and IRR 39%, and used 6 bull + 1 cow show prospective and potential to commercial activity with R/C 3,13; NPV Rp and IRR up to 50%. Key words: Integration, cattle and economic assessment 245

2 PENDAHULUAN Latar belakang Konsumsi daging ternak ruminansia besar perkapita mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, di lain pihak pertumbuhan populasinya seimbang dengan pertumbuhan penduduk. Kedua gambaran tersebut menunjukan bahwa kenaikan permintaan daging ruminansia lebih besar dari kenaikan penawarannya. Ekses permintaan tersebut diperkuat bahwa harga daging sapi mengalami kenaikan dari waktu ke waktu. Situasi ini memberi petunjuk bahwa ada peluang yang besar untuk pengembangan agribisnis khususnya ternak ruminansia besar di Indonesia (NYAK ILHAM, 2001). Secara nasional permintaan kebutuhan daging sapi belum mampu dipenuhi oleh produksi dalam negeri, sebagai gambaran pada tahun 2000 permintaan nasional tercatat sebesar ton, yang hanya mampu dipenuhi oleh produksi dalam negeri sebesar ton (7,35%), dan kekurangannya masih dipenuhi dari import (DIREKTORAT JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN, 2001). Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama perkebunan di Indonesia. Propinsi Bengkulu sendiri pada tahun 2001 luas pertanamannya mencapai sekitar ha, yang terdiri dari ha tanaman belum menghasilkan (TBM), ha tanaman menghasilkan (TBM), dan sisanya seluas 200 ha merupakan tanaman tua. Ke depan nampaknya perkebunan kelapa sawit akan semakin luas karena sampai saat sekarang masih memberikan keuntungan yang menjanjikan terbukti dengan banyaknya pengembangan perkebunan kelapa sawit baik yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan maupun oleh rakyat. Pada areal perkebunan kelapa sawit banyak terdapat rerumputan yang keberadaannya tidak dikehendaki atau sebagai gulma (tumbuhan pengganggu). Pengendalian terhadap gulma selama ini masih dilakukan secara kimiawi dan mekanis yang tentunya memerlukan biaya cukup besar. Sebagian besar gulma yang terdapat pada areal kebun sawit itu sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia (GINTING dan PURBA, 1977). Pada perkebunan sawit setiap panen tandan buah segar (TBS) selalu memangkas pelepah. Pelepah yang dipangkas dibiarkan begitu saja dalam areal kebun sawit dengan maksud supaya terurai dan menjadi bahan organik. Pelepah beserta daun sawit juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia. Selain menghasilkan CPO pabrik kelapa sawit juga menghasilkan bungkil inti sawit, lumpur sawit/solid. Keberadaan bungkil inti sawit dan solid selama ini umumnya masih menjadi limbah yang memerlukan biaya untuk penanganannya. Potensi yang belum tergali dari bungkil inti sawit dan solid adalah sebagai pakan ternak ruminansia, karena ternyata ternak sapi, mampu tumbuh dan berkembang dengan diberi pakan solid serta bungkil inti sawit, meski penelitian lanjut masih sangat diperlukan. Ternak sapi akan menghasilkan kotoran yang dapat dijadikan kompos bagi kebun sawit, penggunaan kompos disamping akan memenuhi kebutuhan unsur hara juga dalam jangka panjang akan meningkatkan kesuburan dan memperbaiki struktur maupun tekstur tanah. Pekerjaan terberat di kebun sawit adalah waktu panen, disamping memotong TBS, pemanen juga harus membawa dan mengumpulkannya di lokasi TPH. Dengan dibantu tenaga ternak sapi maka pekerjaan pemanen akan menjadi lebih ringan. Pemeliharaan ternak juga akan mendapatkan nilai tambah dari hasil perkembangan ataupun dari hasil peningkatan berat badannya, nilai tambah tersebut akan sangat potensial untuk meningkatkan pendapatan secara keseluruhan. 246

3 Paparan dan uraian tersebut menggambarkan bahwa sangat memungkinkan integrasi antara perkebunan kelapa sawit dengan ternak ruminansia besar. Oleh karena itu Badan Litbang melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu bekerjasama dengan PT Agricinal melakukan pengkajian secara terpadu, terutama terhadap aspek sosial ekonomi kegiatan SISKA yang dilakukan PT Agricinal. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui keragaan serta peningkatan efisiensi yang diperoleh dari penerapan Sistem Integrasi Sapi dalam Perkebunan Kelapa Sawit (SISKA), (2) untuk mengidentifikasi faktor pendorong dan kendala penerapan SISKA dan (3) mencari teknologi yang tepat untuk meningkatkan efisiensi usaha ternak dalam SISKA. METODOLOGI PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu suatu metode untuk meneliti suatu kondisi, kelompok manusia, obyek, pemikiran atau suatu peristiwa pada masa sekarang. Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian atau memberikan gambaran hubungan antar fenomena, menguji hipotesa, membuat prediksi serta implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan (NAZIR, 1988). Pemecahan masalah tersebut dilakukan dengan mengumpulkan data, menyusun dan menganalisisnya. Hasil akhir penelitian disajikan dalam bentuk deskripsi, yang dilengkapi dengan tabel dari variabel-variabel yang dianalisis, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Lokasi penelitian dilakukan di PT Agricinal karena telah mengintegrasikan ternak sapi dalam kebun sawitnya semenjak tahun Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder dan data primer dalam kurun waktu sampai akhir bulan Mei Data sekunder didapatkan dari PT Agricinal, sedangkan data primer diperoleh dari wawancara langsung secara purposive sampling terhadap petani serta pemanen. Data dan informasi yang telah dikumpulkan dipilah dan disarikan serta dianalisis untuk kemudian didiskripsikan guna menjawab tujuan yang telah ditetapkan. Gambaran umum PT Agricinal HASIL DAN PEMBAHASAN PT Agricinal merupakan perusahaan inti dari perkebunan kelapa sawit dengan pola PIR Hak Guna Usaha (HGU) kebun inti seluas ha, telah ditanami ha (terbagi dalam 10 afdeling) dengan status tanaman sudah menghasilkan. Sedangkan perluasan kebun inti ha (dua afdeling). Seluruhnya berlokasi di kecamatan Putri Hijau (Kebun Selebat) yang jaraknya sekitar 130 km dari kota Bengkulu, sekaligus menjadi pusat kegiatan. Kebun plasma seluas ,96 ha akan dikembangkan hingga mencapai ha dengan hak pengembangan ha per tahun. Jumlah peserta plasma sebanyak KK, terdapat di 66 desa terbagi dalam 5 wilayah dengan rerata kepemilikan berkisar antara 1,5 s/d 2 hektar. Kelima wilayah ini berada dalam kawasan 9 kecamatan di kabupaten Bengkulu Utara. Sebagaian besar merupakan daerah transmigrasi. Dari 66 desa plasma 10 desa diantaranya telah dialokasikan sapi oleh PT. Agricinal melalui koperasi karyawan Senaba Makmur (SM) sejak tahun 1997, dengan total populasi sebanyak 771 ekor. Sedangkan di lokasi Inti yang tersebar pada 10 afdeling populasi ternak sapi sebanyak ekor. 247

4 Integrasi usaha adalah suatu kegiatan yang memadukan dua atau lebih usaha dengan tujuan untuk meningkatkan keuntungan. Peningkatan keuntungan diperoleh akibat dari peningkatan efisiensi dari salah satu atau kedua usaha yang dipadukan. Efisiensi diperoleh karena usaha kesatu disamping menghasilkan produk utamanya juga menghasilkan produk yang dipergunakan sebagai input usaha kedua dan juga terjadi hal yang sebaliknya. Dalam SISKA dari kebun sawit dihasilkan batang, pelepah, daun dan terdapat hijauan gulma. Sedang dari pabrik sawit akan dihasilkan tandan kosong, serabut buah, cangkang, solid serta bungkil inti sawit. Keseluruhan dapat dimanfaatkan dalam mendukung pemeliharaan ternak sapi, kecuali serabut buah dan cangkang yang biasanya dikembalikan kekebun. Sedang ternak sapi menghasilkan daging (dari penggemukan/betina afkir), bibit bakalan, pupuk dan tenaga. Dari SISKA tersebut diharapkan dapat meningkatkan keuntungan perusahaan dan meningkatkan kesejahteraan buruh perkebunan, karyawan serta petani plasma. Pengelolaan SISKA Integrasi sapi dengan perkebunan kelapa sawit relatif mudah dilaksanakan, bila kedua usaha dikendalikan dan dikelola dalam satu wadah, karena yang dihadapi terutama masalah perpaduan teknis dari kedua komoditas yang berbeda. Sistem integrasi sapi dan sawit yang sekarang dilakukan oleh PT.Agricinal ada tiga pengelola yang terlibat didalamnya yaitu pihak perkebunan, koperasi karyawan dan peternak (dalam hal ini karyawan perkebunan dan petani plasma). Dengan demikian untuk kelancaran berlangsungnya proses integrasi akan terakumulasi beberapa aspek antara lain menyangkut ketersediaan teknologi, tranfer teknologi, masalah sosial maupun kelembagaan. Sebagai pencetus gagasan PT.Agricinal mempunyai peran dan fungsi utama sebagai perencana, penggerak dan pengendali dengan menyediakan staf ahli peternakan, mengusahakan modal untuk pembelian sapi serta wawasan pengembangannya. Koperasi karyawan berperan sebagai pengelola dana dari PT Agricinal untuk pembelian sapi maupun biaya lain yang diperlukan. Koperasi juga berperan dalam kegiatan pemasaran. Dalam penyelenggaraan SISKA, peranan koperasi karyawan sangat besar. Pihak koperasi merupakan wadah karyawan dan petani plasma. Koperasi memberi pelayanan kebutuhan serta sebagai penyambung kepentingan anggota dengan perusahaan. Pelayanan kredit diberikan untuk pembelian kebutuhan rumah tangga karyawan dan kebutuhan modal usaha termasuk kebutuhan pembelian ternak, kandang, obat-obatan dan sarana produksi lainnya. Imbalan bagi koperasi berupa keuntungan dalam bentuk sisa hasil usaha (SHU). Pengadaan dan perkembangan sapi Sapi yang diintroduksi adalah sapi Bali dan terutama sapi betina. Sapi Bali adalah jenis sapi yang sudah adaptasi baik di daerah ini dan merupakan jenis ternak yang umum dipelihara penduduk setempat serta daya berkembang biaknya tinggi. Dipilih sapi betina terutama untuk usaha meningkatkan populasi sehingga cepat tersedia sapi untuk membantu tenaga panen maupun memproduksi bakalan. Jumlah sapi yang disalurkan kepada buruh panen dimulai pada penghujung tahun 1966 sampai pertengahan tahun 2003 seperti tertera pada Tabel 1. Sapi yang disalurkan pada tahun 1966 hanya 6 ekor betina khusus untuk karyawan di emplacement. Sampai Mei 2003, jumlah sapi yang disalurkan 1388 ekor dengan rincian 923 ekor diperuntukkan bagi buruh panen dikebun inti dan 465 ekor untuk petani plasma. Sapi yang disalurkan berasal dari 3 lokasi yaitu dari lokal Bengkulu (212 ekor), propinsi Sumatera Selatan (111 ekor) dan dari Lampung (1.065 ekor). 248

5 Sapi lokal sebagai usaha awal dialokasikan untuk pemanen di kebun inti. Penyaluran bagi petani plasma dilakukan mulai tahun 1999 yang seluruhnya dari Lampung. Sapi yang disalurkan sejak 1996 sampai 1999 mempergunakan modal milik PT Agricinal atau pinjaman dari bank atas tanggungan PT.Agricinal. Sapi yang disalurkan pada tahun 2003 berasal dari Lampung, seluruhnya dialokasikan untuk pemanen di kebun inti. Dana pembelian sapi yang dialokasikan pada tahun 2003 berasal dari Kredit Ketahanan Pangan dengan tingkat bunga 18% setahun dan bunga yang diwajibkan bagi peternak sebesar 19,5%. Tambahan 1,5% merupakan biaya operasional pengelola dalam hal ini koperasi. Tabel 1. Jumlah pengadaan sapi program PT Agricinal Tahun Jumlah pengadaan sapi menurut daerah asal dan jenis kelamin Jumlah pengadaan sapi Lokal Palembang Lampung (Ekor) Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jumlah Jumlah ,333 1,388 Sumber data: PT Agricinal Dari pengamatan sapi yang didatangkan pada tahun 2003, jumlah kematian sekitar 10% dari jumlah sapi yang didatangkan. Berdasarkan pengamatan, informasi petugas maupun pemanen hal ini disebabkan beberapa hal: Jauhnya jarak tempuh dengan kondisi perjalanan berat serta penanganan yang kurang baik saat berada di atas truk pengangkut menyebabkan ternak sangat stres dan lemah kondisinya. Pada beberapa ekor sapi bakalan yang mati, ditemukan memar dan patahnya beberapa tulang rusuk (pengamatan setelah dipotong) serta terjadinya pembengkakan pada limpa, kemungkinan sebagai akibat sapi mengkonsumsi hijauan/pakan dengan mutu yang kurang baik di tempat umbaran. Belum dilaksanakannya kandang karantina sebagai upaya adaptasi dan pemulihan kondisi sapi bakalan yang baru datang, sehingga perlakuan di tingkat pemanen untuk pemulihan kondisi dan adaptasi sangat beragam. Meskipun pada minggu pertama pemanen diwajibkan untuk memberi telur ayam sebagai tambahan pakan/penguat, namun pemberian pakan basal perlu penyesuaian bertahap terhadap pakan yang biasa diberikan di tempat asal terutama pemberian air minum. Di Propinsi Lampung diberikan limbah pabrik nenas serta rumput lapangan sebagai pakan utama, sedang dilokasi baru kebanyakan sudah diberikan pelepah, atau bahkan bungkil serta solid bersama dengan ternak yang sudah lama di lokasi. 249

6 Ternak bakalan yang baru beberapa hari diterima pemanen, telah dibawa dan diangon di kebun sawit bersama dengan sapi lain yang sudah lama dipelihara pemanen. Resiko sapi bakalan memakan rumput/hijauan lain sekitar pokok sawit yang kemungkinan baru disemprot dengan racun pembasmi sangat besar sehingga menyebabkan kematian. Disamping itu banyak sapi bakalan yang terserang penyakit mata dan cacingan sebagai akibat tertular cacing saat diangon di kebun (hal ini terlihat dari bulu badan sapi yang kusam dan kasar) serta kurusnya tubuh sapi meskipun mengkonsumsi pakan cukup banyak. Situasi tersebut di atas juga sebagai akibat tenaga pemanen dan keluarganya belum begitu menguasai cara praktis beternak sapi. Terlalu mengandalkan dan terlalu tegantung dengan petugas peternakan dari perusahaan yang sampai saat ini jumlahnya belum memadai (2 orang untuk ekor sapi di lokasi inti). Hingga bulan Mei 2003 jumlah sapi keseluruhan sebanyak ekor, ekor milik pemanen di kebun inti dan 771 ekor dipelihara petani plasma. Sampai awal 2000, jumlah sapi yang disalurkan di kebun inti sekitar sekitar 323 ekor dan sampai Mei 2003 jumlah sapi tidak termasuk sapi yang baru disalurkan (567 ekor yang masih hidup) menjadi berjumlah ekor atau lebih dari empat kali lipat jumlah sapi yang dintroduksikan. Jumlah sapi yang disalurkan kepada petani plasma sampai awal 2000 sebanyak 465 ekor. Jumlah sapi pada bulan Mei 2003 sebanyak 771 ekor atau 1,67 kali jumlah yang disalurkan sampai awal Peningkatan populasi sapi di lokasi plasma relatif rendah dibanding inti. Hal ini disebabkan antara lain penyaluran ke plasma baru dilakukan tahun 1999, kematian pada awal penerimaan cukup tinggi, disamping itu pengembalian sapi dari petani ke koperasi tidak selalu dialokasikan kepada petani plasma. Tingkat perkembangan/kelahiran anak berdasarkan data laporan yang ditulis PT. Agricinal, di wilayah inti dari jumlah induk pada bulan Januari tahun 2000 sebanyak 409 ekor, pada bulan Januari 2002 terlahir anak sapi sebanyak 173 ekor (82 ekor jantan dan 91 ekor betina). Dengan demikian tingkat kelahiran hanya sebesar 42,30%. Di wilayah plasma dari jumlah induk pada bulan Januari tahun 2000 sebanyak 402 ekor, pada bulan Januari tahun 2002 terlahir anak sapi sebanyak 154 ekor (55 ekor jantan dan 99 ekor betina). Dengan demikian tingkat kelahiran anak di wilayah plasma sebesar 38,31%, lebih rendah dibandingkan dengan kelahiran diwilayah inti. Hal ini masih perlu penelusuran lebih lanjut, dikarenakan recording terhadap perkembangan sapi masih perlu disempurnakan. Teknologi pemeliharaan sapi Pemeliharaan sapi peternak di kebun inti dilakukan dengan pola pengangonan dan di kandang. Pada pagi hari sapi digiring kekebun sawit yang akan dipanen. Sampai di kebun, sapi dilepas agar makan rumput yang tumbuh dalam areal kebun.. Buruh panen bekerja memanen buah sawit yang dibantu tenaga perawat. Setelah pekerjaan panen selesai, buruh panen beserta perawat bersamasama melakukan perawatan tanaman dan mengupas kulit pelepah untuk pakan sapinya. Pada panen kelapa sawit, pekerjaan pertama adalah memotong pelepah tempat bersandar/bertengger buah sawit yang akan dipanen. Selanjutnya memotong tandan buah kelapa sawit. Pelepah beserta daun inilah yang menjadi pakan utama ternak sapi. Pelepah dikupas kulit luarnya dan bagian dalamnya dipergunakan untuk pakan ternak. Sebagian besar pemanen/istri pemanen/anak pemanen masih memotong pelepah dengan parang di rumah setelah pulang dari kebun. Di afdeling II telah diintroduksikan mesin pemotong. Namun berdasarkan pengalaman dan hasil pengamatan, sapi lebih menyukai pelepah hasil potongan parang (golok). Disebabkan jika 250

7 dipotong dengan mesin, kondisi pelepah serabutnya lebih terurai dan banyak kandungan air terbuang, sedang jika dipotong dengan parang serat pelepah lebih utuh dan kondisinya lebih berair. Untuk itu perlu introduksi mesin pemotong pelepah bukan dengan gerak berputar tetapi mungkin naik turun mirip cara kerja pemotongan pelepah dengan parang. Pelepah yang telah dipotong-potong inilah yang diberikan untuk pakan ternak, selain rumput unggul King Grass (ditemui pada 1 responden) serta rumput lapangan sesuai dengan kondisi sekitar afdeling. Sampai saat ini daun berikut lidinya belum pulang masih ditinggal di kebun. Berdasarkan kunjungan ke seluruh afdeling hanya 1 pemanen yang ditemui membawa pelepah potongan yang belum dikupas, terkadang dibawa juga bersama lidinya. Kulit pelepah dimanfaatkan untuk pagar halaman serta membuat keranjang, sedang lidinya dimanfaatkan untuk sapu atau juga membuat anyaman keranjang kecil sebagai hiasan. Sapi milik petani plasma dipelihara dalam kandang semacam sapi kereman. Penggembalaan sapi jarang dilakukan. Sapi tetap tinggal di kandang dan disediakan pakan. Pakan utama sapi adalah rumput atau dedaunan yang diambil di kebun atau ladang di desa tersebut. Bahkan peternak juga mengambil pakan sekitar 5 km dari rumahnya yang diangkut dengan menggunakan sepeda motor. Penggunaan pakan dari hasil samping sawit belum dikenal oleh petani plasma. Para petani sudah mendengar bahwa pelepah sawit dapat dijadikan pakan ternak, tetapi belum mengetahui cara mengolahnya. Pihak perkebunan belum memperkenalkan penggunaan pelepah untuk pakan karena umumnya rumput masih berlimpah. Setiap peternak mempunyai kandang tersendiri yang dilengkapi dengan tempat pakan dan penampungan kotoran. Kandang-kandang tersebut dibangun berkelompok pada lokasi dekat perumahan karyawan agar mudah melakukan pengawasan, perawatan dan pengumpulan pukan. Disamping itu, pembangunan kandang secara berkelompok dapat dilakukan penjagaan keamanan secara bergilir, mudah untuk pengamatan masa birahi, melakukan penimbangan dll. Kandang sapi pemanen dibangun sendiri peternak di lahan perkebunan di sekeliling perumahan pemanen di masing-masing afdeling. Perkiraan nilai kandang sekitar Rp ,- sampai Rp ,- tergantung besar kecinya kandang. Besar kandang bervariasi ada yang hanya muat 2 ekor sampai 6 ekor per kandang. Bangunan kandang sebagian besar berlantai tanah. Beberapa orang peternak memberi papan pada lantai kandangnya agar tidak becek. Luas kandang milik petani plasma umumnya lebih besar dibandingkan dengan kandang sapi milik buruh pemanen. Hal ini dimungkinkan karena pada umumnya pemilikan lahan pekarangan relatif luas dan tersedia bahan kayu yang umumnya dicari sendiri oleh petani. Kandang yang dibuat oleh petani berisi 3 sampai empat ekor sapi. Dari salah satu kandang yang dikunjungi berisi 3 ekor sapi terdiri dari seekor induk yang sedang bunting dan 2 ekor sapi jantan. Sapi induk berasal dari perusahaan sedang bunting ketiga. Sedang dua ekor sapi jantan milik petani sendiri yang dibeli untuk digemukkan. Fasilitas kandang antara lain dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat penampungan kotoran. Pupuk kandang tidak dijual tapi dipergunakan untuk pemupukan kebun sawit sendiri. Perkawinan sapi dilakukan secara alami baik sapi di lokasi kebun inti maupun di plasma. Meskipun demikian ada perbedaan antara perkawinan sapi di kebun inti dan plasma. Perkawinan sapi di kebun inti terjadi di pengangonan sehingga tidak jelas jantan mana yang telah mengawini. Perkawinan ternak sapi di lokasi plasma dilakukan dengan system kawin alam dengan memilih pejantan yang baik. Para peternak telah paham tanda-tanda birahi dan membawa sapi betinanya ke rumah pemilik pejantan untuk dikawinkan. Pada umumnya belum ada pembebanan biaya untuk perkawinan sapi di plasma. Belum banyak dipergunakan input produksi pada usaha ternak baik 251

8 peternak di kebun inti maupun peternak di plasma. Sebagian kecil peternak menggunakan campuran dedak sebagai campuran pelepah. Penggunaan tenaga kerja peternak di lokasi inti relatif kecil antara lain untuk pembersihan kandang dan mengupas pelepah atau menyabit. Curahan kerja peternak di plasma relatif lebih tinggi antara lain membersihkan kandang, memandikan sapi dan menyabit rumput. Daya tampung sapi Berdasarkan pengamatan di kebun pada semua areal afdeling, setiap satu buah tandan sawit yang diturunkan (dipanen), tersedia 2 batang pelepah segar yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan sapi. Dengan demikian ketersediaan pelepah sangat tergantung dari jumlah TBS yang diturunkan setiap harinya. Berdasarkan hasil pengamatan dan data yang diperoleh dari kantor Afdeling II, VI dan X, realisasi panen harian pada 20 Mei - 19 Juni 2003 yang meliputi luas areal panen (ha) dan jumlah TBS yang dipanen dapat dijelaskan bahwa jumlah pelepah dikupas yang dibawa pulang pemanen berkisar batang. Dari penimbangan sample, pelepah yang dibawa pulang pemanen setelah dikupas di kebun, diperoleh rerata seberat 1,14 kg/batang dengan panjang rerata 1,75 meter. Dari perhitungan, didapatkan daya dukung pakan dari batang pelepah per ancak tetap 15 hektar adalah sebesar 4,40 Unit Ternak Dewasa (lampiran 1). Berdasarkan potensi pelepah yang tersedia rerata panjang 4,80 meter dan berat 4,95 kg, sedangkan saat ini baru digunakan sepanjang 1,75 m dengan berat 1,14 kg/pelepah. Maka masih banyak pelepah yang belum dimanfaatakan yaitu sepanjang 3,05 m dengan berat 3,81 kg. Dengan demikian sebenarnya daya tampung ancak 15 hektar diperkirakan bisa mencapai 19,10 Unit Ternak Dewasa. Pada saat di kebun selain memakan rumput liar/lapangan sapi juga mengkonsumsi terutama ujung daun sawit yang pelepahnya tidak dimanfaatkan pemanen. Ternak sapi mampu membelah dan memisahkan sendiri daun yang masih menempel pada lidi pelepah. Namun sebagian besar ternak sapi lebih menyukai ujung daun. Jumlah daun yang dikonsumsi sapi pada saat pengamatan belum dapat diukur. Namun dari potensi daun tersedia dalam ancak tetap selama sehari dapat tertampung sebanyak 2,51 Unit Ternak Dewasa (lampiran 2). Selain mengkonsumsi daun sawit saat diangon, sapi juga memakan hijauan berupa gulma yang ada di areal kebun. Berdasarkan pengamatan di lapangan keragaan besarnya konsumsi sapi saat diangon serta jumlah hijauan gulma yang tersedia dikebun belum diukur. Namun berdasarkan hasil hasil penelitian LUBIS et al. tahun 1995, pada saat umur kelapa sawit mencapai lebih kurang 10 tahun, tersedia hijauan berupa gulma sebanyak 5 ton/ha /tahun. Berdasarkan perhitungan unit ternak dewasa, maka ancak tetap dapat menampung 1,39 Unit Ternak Dewasa (lampiran 3). Rangkuman daya dukung pakan ternak dari uraian di atas tertera pada tabel 2. Tabel 2. Daya dukung pakan ternak dari pelepah, daun dan hijauan gulma per ancak (15 Ha) Potensi daya dukung Batang pelepah Daun kelapa sawit Hijauan gulma TOTAL Daya tampung ternak (unit ternak) 19,10 2,51 1,39 23,00 Sejak awal tahun 2003 telah dimulai dan dijajaki pemberian solid dan bungkil inti sawit kepada ternak sapi dengan pakan basal tetap berupa pelepah, daun serta gulma dikebun. Tahap awal dari 252

9 pengamatan sampai akhir Mei 2003, palatabilitas ternak terutama terhadap solid sangat baik meskipun ada sebagian sapi yang memang belum begitu menyukai bungkil inti sawit. Tingkat konsumsi dan kebutuhan sapi serta upaya peningkatan palatabilitas ransum perlu penelitian khusus, sampai tulisan ini dibuat masih berlangsung penelitian yang dilaksanakan oleh Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor. Pola perkreditan sapi Untuk membantu para pemanen, pihak perkebunan menyediakan atau mengusahakan dana pinjaman untuk pembelian sapi. Setiap keluarga panen diberi bantuan kredit sapi dengan bunga 19,5 persen setahun. Anggota keluarga yang mendapat bantuan kredit adalah pemanen dengan plafon 4 ekor sapi, istri pemanen 2 ekor dan anak pemanen seekor. Pengembalian kredit diangsur selama 3 tahun dengan bunga menurun sesuai dengan sisa kredit yang belum dibayar. Untuk meringankan peternak dapat mengangsur kreditnya dari perolehan upah sebagai buruh panen atau pendapatan lainnya. Total piutang pada periode bulan April sebesar Rp ,- yang terdiri dari saldo bulan lalu sebesar 90 dan 10% merupakan pinjaman yang diberikan selama periode ini. Dari pinjaman pokok sebesar tersebut di atas telah diangsur sebanyak Rp ,- atau 1,26% dari total pinjaman. Sumber uang yang dipergunakan untuk membayar kredit pokok berasal dari potongan gaji sebagai karyawan (56,5%), pembayaran tunai (21%) dan dari hasil penjualan pupuk kotoran sapi ke perkebunan (22,5%). Untuk meringankan beban bunga pinjaman, nasabah diwajibkan untuk membayar bunga setiap bulan. Pembayaran bunga terutama dari hasil penjualan pupuk kandang ke perkebunan. Perolehan penjualan pupuk kandang dipergunakan istilah prestasi pupuk kandang (P.P.K). Seluruh P.P.K dipergunakan untuk pembayaran kredit terutama beban bunga. Bila P.P.K berlebih dari pembayaran bunga pinjaman, sisanya dipergunakan untuk pembayaran pokok kredit. Total bunga yang harus dibayar pada periode April 2003 sebesar Rp ,-, yang terdiri dari bunga pinjaman bulan April sebesar 98% dari total bunga dan 2 persen tunggakan bunga bulan lalu. Pembayaran bunga pada periode ini sebesar Rp ,- yang berasal dari perolehan P.P.K sebesar 59% dari total pembayaran dan 41% dipotong dari pendapatan sebagai karyawan perusahaan. Hampir seluruh nasabah kredit ternak membayar angsuran bunga dan hanya seorang nasabah yang tidak melakukan pembayaran bunga tanpa melihat besarnya. Dari sisi jumlah nasabah yang mengangsur pokok kredit sebayak 55% nasabah yang lunas mengangsur dengan penjualan pupuk kandang kepada perusahaan Analisis kelayakan usaha Dalam menganalisis kelayakan usaha dipergunakan data harga-harga sesuai dengan yang berlaku pada tahun berjalan. Tahun awal usaha adalah tahun 1997 dan tahun akhir 2003, tingkat bunga 19,5 persen setahun. Analisa kelayakan pada skala 1 ekor induk tanpa memperhitungkan biaya tenaga kerja memberikan indikasi usaha tersebut layak dengan tingkat R/C (Revenue per Cost) sebesar 2,37; NPV (Net Present Value) sebesar Rp dan IRR (Internal Rate of Return) sebesar 37,3%. Sedangkan jika memperhitungkan biaya tenaga kerja akan diperoleh IRR sebesar 0,86% dengan NPV negatif yaitu sebesar -Rp

10 Analisa kelayakan pada skala usaha 3 ekor induk sapi dengan memperhitungkan biaya tenaga kerja mengindikasikan bahwa usaha tersebut layak dengan R/C sebesar 2,46; NPV sebesar Rp dan IRR sebesar 39%. Dengan menggunakan analisis sensitivitas penurunan tingkat penerimaan sebesar 10% usaha tersebut masih memberikan hasil yang layak secara finansial. Analisa kelayakan pada skala usaha 6 ekor induk sapi dan 1 pejantan mengindikasikan bahwa pada skala tersebut merupakan prospek usaha yang sangat menggairahkan dengan angka R/C sebesar 3,13; IRR lebih dari 50% dan nilai NPV sebesar Rp Dari analisa tersebut dianjurkan agar pemanen memelihara sapi lebih dari 1 ekor, hal ini disebabkan jika diperhitungkan biaya tenaga kerja pemanen akan rugi. IRR hanya 0,86% lebih kecil dari bunga bank berlaku (19,5%). Sedang pemeliharaan 3 ekor induk ataupun 6 ekor induk dengan 1 pejantan, keduanya layak dilakukan. Kalau tenaga kerja memungkinkan lebih baik pemanen memelihara 6 ekor induk dengan 1 pejantan. Tenaga kerja perlu dipertimbangkan sebab pada tahun ketiga kalau diasumsikan tingkat perkembangan ternak 50%, pemanen sudah harus memelihara sapi sejumlah lebih kurang 15 ekor. Untuk pemeliharaan sebanyak ini diperlukan tenaga kerja khusus. Model yang dikembangkan PT.Agricinal dalam pemberdayaan peternak binaan dan direkomendasikan pada tahap awal setiap pemanen ditargetkan memelihara sapi 6 ekor betina dengan 1 pejantan, sedang nantinya kalau sapi yang dipelihara telah berjumlah 20 ekor atau lebih akan ditetapkan peternak khusus yang mereka sebut: Cowboy. Cowboy bukan seorang pemanen tetapi kerabat, anggota keluarga atau pemanen yang telah mengundurkan diri sebagai pemanen karena usia atau berganti profesi untuk khusus hanya memelihara sapi. Manfaat dan efisiensi SISKA Dengan diterapkannya SISKA aset yang dimiliki pemanen menjadi meningkat yaitu berupa ternak sapi. Para pemanen memelihara sapi berkisar antara 2 hingga 11 ekor dengan rata rata sebanyak 5,6 ekor. Pemilikan aset produktif berupa ternak sapi akan potensial untuk meningkatkan pendapatan pemanen ataupun karyawan secara keseluruhaan. Dengan menggunakan ternak sapi sebagai pengangkut TBS maka terjadi efisiensi penggunaan tenaga kerja dan meningkatkan kemampuan seorang pemanen dalam mengelola kebun dari semula ancak giring seluas 10 ha menjadi ancak tetap seluas 15 ha. Meningkatnya luasan yang dapat dikelola pemanen berimbas pada meningkatnya upah yang mereka terima. Upah yang diterima bervariasi dari Rp hingga Rp dengan rata-rata Rp per bulan. Dengan diintegrasikannya ternak sapi dalam kebun sawit, akan tersedia pupuk organik dari kotoran sapi yang secara nyata akan menghemat pemakaian pupuk kimia, dan dalam jangka panjang akan memperbaiki struktur dan tingkat kesuburan tanah. Berdasarkan keragaan dan perhitungan, dari total populasi ternak sapi di wilayah inti sebanyak ekor dapat dihasilkan kompos sebanyak 1.792,8 ton per tahun (lampiran 4). Produksi kompos sebanyak 1.792,8 ton per tahun tersebut baru dapat untuk memupuk areal kebun seluas 896,4 ha per tahun (14,94% dari areal kebun inti). Sampai saat ini perusahaan masih menggunakan pupuk buatan untuk pemupukan kebun inti dengan total pembiayaan mencapai Rp. 2 milyar per tahun. Pekerjaan karyawan paling berat pada perkebunan sawit adalah kegiatan panen. Para pemanen harus memotong pelepah tempat bersandar/bertenggernya buah sawit yang akan dipanen. Setelah pelepah dipotong, baru dilakukan pemotongan tandan buah segar (TBS). Kegiatan berikutnya mengangkut atau memikul TBS dari sekitar pokok pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH). Pekerjaan memikul TBS ke TPH inilah yang digantikan oleh tenaga sapi. Pengangkutan TBS 254

11 dengan sapi dilakukan dengan menggunakan gerobak untuk lokasi yang relatif datar. Sedangkan untuk tanaman kelapa sawit yang berada pada lokasi curam dan terjal, pengangkuan oleh sapi dengan membawa beban di punggung (sapi beban). Pengangkutan TBS ke TPH dengan sapi sebagai penarik gerobak maupun sebagai pembawa beban, ternyata banyak mengemat tenaga pemanen. Seorang buruh panen mendapat pekerjaan memanen pada kebun sawit di lokasi dan luasan tertentu disebut ancak. Sebelum diintroduksikan sapi untuk membantu pemanen mengangkut TBS, ancak seorang pemanen hanya seluas 10 hektar. Ancak yang menjadi tugas pemanen tidak menetap tetapi dapat berpindah oleh karena itu disebut ancak giring. Setelah diintroduksi ternak untuk mengangkut TBS ke TPH dilakukan perubahan luas areal ancak. Kewajiban seorang buruh panen yang pekerjaannya dibantu ternak sapi dalam satu ancak menjadi seluas 15 ha. Lokasi ancak seorang buruh panen sudah tertentu disebut ancak tetap. Penentuan ancak tidak didasarkan pada kegiatan seorang tenaga panen tetapi berdasarkan tenaga kerja keluarga pemanen. Kegiatan tenaga kerja keluarga panen tidak hanya memanen tetapi juga melakukan pemeliharaan dan perawatan areal kebun maupun tanaman. Pada waktu ancak giring tidak jarang buah yang seharusnya sudah waktunya dipanen tidak diturunkan, cara penyusunan pelepah tidak teratur dan yang lebih penting, tanggung jawab pemanen terhadap hasil TBS yang dipanen tidak jelas orangnya. Dengan ancak tetap suplai TBS untuk keberlangsungan pabrik lebih terjamin dan pakan ternak tersedia secara berkelanjutan. Dengan bantuan ternak mengangkut TBS juga akan merubah design kebun karena tidak memerlukan jalan yang lebar lagi, sehingga jumlah tanaman dapat ditingkatkan sekitar 5%. Dengan adanya usaha baru di bidang peternakan di lokasi kebun sawit akan meningkatkan aktifitas dan kinerja kelembagaan yang terkait (koperasi), dan akan menumbuhkan mitra kerja sebagai agen-agen pendukung. KESIMPULAN DAN SARAN Integrasi ternak sapi dalam kebun sawit nyata memberikan manfaat dan effisiensi terhadap pemanen dan perusahaan, terutama dalam penggunaan tenaga kerja, potensi meningkatkan pendapatan, potensi mengurangi pemakaian pupuk kimia (meskipun masih perlu penelitian lanjut). Integrasi sapi juga akan merubah design kebun sehingga berpotensi untuk meningkatkan populasi tanaman berkisar 5%. Semua pemanen inti telah memanfaatkan pelepah dan beberapa orang juga memberi rumput lapangan serta rumput unggul Raja sebagai pakan sapi sesuai dengan ketersediaan di sekitar afdeling namun belum memperhitungkan jumlah dan nilai gizinya. Di masa datang pihak perusahaan perlu mengarahkan pemanen agar memberi pakan sesuai jumlah dan nilai gizi dengan membuat ransum blok berbasis hasil penelitian Balitnak Ciawi Bogor (sedang berlangsung). Pelepah yang dicincang mesin (afdeling II) kurang disukai sapi, untuk itu perlu dilakukan perubahan design mesin pencincang. Daya tampung kebun seluas 15 ha (1 ancak tetap) berdasarkan ketersediaan pelepah, daun dan gulma yang ada dapat menampung 23 Unit Ternak Dewasa. Untuk memperbesar daya dukung perlu diupayakan ketersediaan hasil samping lain dari solid dan bungkil inti sawit. Analisa kelayakan menunjukkan bahwa pada skala usaha 3 ekor induk sapi masih bersifat tabungan, dengan skala usaha 6 ekor induk + 1 ekor jantan memberikan gambaran bahwa usaha tersebut menuju usaha yang komersial untuk satu ancak seluas 15 hektar. 255

12 Upaya PT Agricinal memberi bantuan kredit sapi kepada pemanen sangat positif, apalagi kesempatan membayar bunga pinjaman berasal dari pupuk kandang yang dibeli perusahaan. Hal ini terbukti dari seluruh pemanen lancar membayar angsuran bunga. DAFTAR PUSTAKA PURBA, A., P. GIRSANG, Z. POELOENGAN dan A.U. LUBIS Pemanfaatan Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Untuk Ternak Domba dan Kambing. Warta PPKS Vol. 3(3): PURBA, A. dan SIMON P. GINTING Integrasi Perkebunan Kelapa Sawit dengan Ternak Ruminansia. Warta PPKS Vol. 5(2): ANONYMOUS Bengkulu dalam Angka Tahun Kantor Statistik Propinsi Bengkulu ASHARI, U.H. PRAYOGO, NYAK ILHAM dan W. BAMBANG Usaha Sapi Potong Rakyat Sebagai Model yang Prospektif dan Berpola Industri. Sebuah kasus Sapi Potong Rakyat di Propinsi Lampung. Prosiding Seminar nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Badan Litbang Pertanian, Puslitbangnak, Bogor Hlm TALIB, C., A. BUMUALIM dan A. POHAN Pengaruh Perbaikan Pakan pada Pola Sekresi Hormon Progesteron Induk sapi Bali Bibit dalam Periode Postpartum. Prosiding Seminar nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Badan Litbang Pertanian, Puslitbang Peternakan, Bogor DAPOT M. SITOMPUL Desain Pembangunan Kebun dengan Sistem Usaha Terpadu Ternak Sapi Bali. Agricinal. WIDJAJA, E. dan B. N. UTOMO Pemanfaatan Limbah Kelapa sawit Solid Sebagai Pakan Tambahan Ternak Ruminansia di Kalimantan Tengah. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Badan Litbang Pertanian, Puslitbang Peternakan, Bogor Hlm HIDAYATI, H., C. TALIB dan A. POHAN Produktivitas Padang Penggembalaan Rumput Alam Untuk Menghasilkan Sapi Bibit di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Badan Litbang Pertanian, Puslitbang Peternakan, Bogor NYAK ILHAM Analisis Penawaran dan Permintaan daging Sapi di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Badan Litbang Pertanian, Puslitbang Peternakan, Bogor Hlm DWIYANTO, K., BAMBANG R. PRAWIROPUTRA dan DARWINSYAH LUBIS Integrasi Tanaman-Ternak dalam Pengembangan Agribisnis yang Bberdaya Saing, Berkelqanjutan dan Berkerakyatan. Abstrak Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Badan Litbang Pertanian, Puslitbang Peternakan, Bogor Hal 27. PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT Term of Reference (TOR) Riset Kerjasama. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. SUWADJI, E. B.H SASANGKA dan SRI UTAMI Penanaman jamur Coprinus cinereus dan Penggunaannya Untuk Pakan Ternak. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Badan Litbang Pertanian, Puslitbang Peternakan, Bogor Hlm

13 Lampiran 1. Perhitungan ketersediaan pelepah sawit Berdasarkan penimbangan sampel yang dibawa pulang pemanen, rerata berat 1 batang pelepah telah dikupas 1,14 kg dengan rerata panjang 1,75 meter. Setiap TBS yang dipanen tersedia 2 batang pelepah belum dikupas yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan sapi. Dengan demikian ketersediaan pelepah sangat tergantung dari jumlah TBS yang diturunkan/dipanen. Dari total areal panen 1 bulan di Afd. II, VI dan X seluas hektar dan total TBS yang diturunkan berjumlah: buah, maka satu hektar kebun sawit dapat menghasilkan buah : ha = 22,51 TBS/hari. Setiap hari pemanen bekerja dalam ancak tetap seluas 2,5 hektar maka areal 2,5 hektar tersebut dapat menyediakan : 22,51 TBS x 2 batang pelepah belum dikupas x 2,5 hektar = 112,55 batang pelepah belum dikupas (PBD) setiap 2,5 hektar = 112,55 PBD x 1,14 kg/berat 1 batang pelepah telah dikupas = 128,31 kg PTD setiap 2,5 hektar. Dalam ancak 15 hektar 769,84 kg PTD/15 ha PTD harus tersedia setiap hari dalam 1 minggu padahal kerja pemanen hanya 6 hari, dengan demikian ketersediaan PTD setiap hari = 109,98 kg PTD/hari. Kebutuhan hijauan/pakan berserat 1 ekor sapi seberat 250 kg sebesar 10% dari bobot badan = 25 kg. Ancak tetap 15 hektar dalam 1 hari dapat menyediakan PTD untuk : 109,98 kg PTD : 25 kg = 4,40 Unit Ternak Dewasa. Pada pengamatan lanjut sebenarnya pelepah masih belum seluruhnya dimanfaatkan. Rerata panjang pelepah efektif yang dapat dimanfaatkan seharusnya 4,80 meter dengan rerata berat 4,95 kg. Maka daya tampung lahan/ancak tetap 15 hektar dapat sebesar : (4,95 kg : 1,14 kg) x 4,40 = 19,10 Unit Ternak Dewasa Lampiran 2. Perhitungan ketersediaan daun sawit Jumlah helai daun rerata sebanyak 300 helai setiap pelepah dengan dengan helaian panjang daun cm/helai, rerata berat daun setelah dipisahkan dari lidinya sebesar 0,65 kg/pelepah. Berdasarkan ketersediaan jumlah pelepah belum dikupas sebanyak 112,55 batang pelepah/2,5 ha/hari, maka ketersediaan daun sawit sebagai sumber pakan sebanyak: 112,55 batang pelepah/2,5 ha/hari x 0,65 = 73,16 kg. Dalam ancak 15 hektar = 73,16 x 6 = 438,96 kg daun sawit Daun sawit harus tersedia setiap hari dalam 1 minggu (selama 7 hari), padahal kerja pemanen hanya 6 hari, dengan demikian ketersediaan daun sawit setiap hari = 438,96 kg daun sawit : 7 hari = 62,71 kg daun sawit/hari Kebutuhan hijauan/pakan berserat 1 ekor sapi seberat 250 kg sebesar 10% dari bobot badan = 25 kg. Ancak tetap 15 hektar dalam 1 hari dapat menyediakan daun sawit untuk : 62,71 kg : 25 kg = 2,51 Unit Ternak Dewasa 257

14 Lampiran 3. Perhitungan ketersediaan gulma/hijauan Berdasarkan hasil penelitian LUBIS et al. (1995), jumlah gulma pada kebun sawit pada saat tanaman berumur lebih kurang 10 tahun sebanyak 5 ton/hektar/tahun = 13,89 kg/ha/hari. Dalam ancak tetap 2,5 hektar yang dikerjakan dalam waktu 1 hari 2,5 x 13,89 kg/ha/hari = 34,72 kg. Kebutuhan ternak dewasa seberat 250 kg diperlukan 25 kg pakan hijauan. Maka daya tampung ancak 1 hari seluas 2,5 hektar = 34,72 kg : 25 kg = 1,39 Unit Ternak Dewasa Lampiran 4. Perhitungan pemanfaatan pupuk kandang Jumlah sapi dalam kebun inti s/d akhir bulan Mei 2003 sebanyak = ekor. Terdiri dari: ekor sapi dewasa, 224 ekor sapi remaja, 603 ekor sapi anak Berdasarkan hasil penelitian, 1 ekor sapi dewasa dapat menghasilkan : 4-5 ton kotoran segar setiap tahun (rerata 4,5 ton) dan dapat dijadikan kompos sebanyak 2 ton cukup untuk memupuk lahan seluas 1 hektar. Untuk menghitung ini beberapa kriteria sapi harus disesuaikan dengan ratio 1 ekor sapi dewasa dengan berat rata-rata 250 kg per ekor dengan perhitungan sebagai berikut : Sapi dewasa = ekor x berat rata-rata 250 kg = kg Sapi remaja = 224 ekor x berat rata-rata 150 kg = kg Sapi anak = 603 ekor x berat rata-rata l00 kg = kg Jumlah = kg Setara dengan kg : 250 kg = 1.593,6 ekor sapi dewasa Kalau sapi dipelihara terus menerus dalam kandang maka populasi sebanyak 1.593,6 ekor sapi (yang yang telah disetarakan dalam unit ternak) yang berada di lokasi inti PT.Agricinal tersebut dapat menghasilkan kotoran segar sebanyak : 1.593,6 ekor x kg = kg kotoran sapi segar selama 1 tahun (360 hari). Dapat dijadikan kompos sebanyak : kg : kg = 3.585,6 ton kompos/tahun = 9,96 ton kompos/hari = 0,41 ton kompos/jam Pada kenyataannya sapi dipelihara dengan cara : Pagi sejak pukul dibawa berjalan ke kebun dengan jarak tempuh rata rata 1 jam perjalanan, kemudian di areal kebun efektif hingga rata pukul Kembali ke pemukiman untuk diikat di areal luar sekitar kandang. Pukul baru dimasukkan kedalam kandang. Alokasi waktu rinci sebagai berikut : 2 jam : pulang pergi ke dan dari kebun 7 jam : berada dalam areal kebun 3 jam : di areal luar sekitar kandang 12 jam : di dalam kandang Dengan demikian setiap hari hanya dari 12 jam keberadaan sapi dalam kandang yang dapat diharapkan hasil kotorannya untuk dijadikan kompos : 12 jam x 0,41 ton = 4,98 ton kompos/hari. 4,98 ton x 360 hari = 1.792,8 ton kompos/tahun dapat untuk memupuk 896,4 hektar lahan per tahun dari populasi sapi 1593,6 Unit Ternak Dewasa. 258

15 DISKUSI Pertanyaan: 1. Istilah SISS sebaiknya diseragamkan dengan istilah SISKA untuk semua makalah yang diperbaiki. Hal tersebut perlu disepakati sehingga ada keseragaman dalam membuat istilah yang sudah dipromosikan waktu di Bengkulu. 2. Tujuan penelitian sebaiknya tidak dipisahkan seperti dalam membuat proposal. Tetapi dalam tulisan ilmiah sebaiknya digabung dalam bab pendahuluan dalam kalimat yang menyambung. Contoh. Tujuan penelitian adalah (1)., (2). dan (3) dan seterusnya. 3. Gambaran umum PT Agricinal sebaiknya dimasukkan dalam Hasil dan Pembahasan, karena hal tersebut merupakan salah satu temuan yang dihasilkan dalam penelitian ini. Walaupun sifatnya hanya deskripsi lokasi pengamatan. 4. Data perkembangan ternak sapi di PT Agricinal kenapa tidak dicantumkan dalam Tabel, sehingga akan lebih mudah dipahami termasuk data kelahiran maupun kematian secara periodik baik bulanan maupun tahunan, baru dibahas dalam narasi. 5. Halaman 14 alinea I, apa yang dimaksud belum jelas dan membingungkan dibandingkan dengan kalimat pada alinea sebelumnya tentang produksi dan daya dukung pelepah sawit mencapai sekian unti ternak sapi dewasa. Mana yang lebih benar atau kalau berbeda pengertiannya sebaiknya dijelaskan. 6. Agar lebih menarik sebagai gambaran daya dukung ternak sebaiknya dibuatkan tabel, sebagai contoh potensi di afdeling seluas 15 ha berdasarkan daya dukung : batang pelepah, daun sawit dan hijauan gulma seperti berikut : baru dibuatkan narasi. Jawaban: 1. Arahan dan pemikiran Kepala Badan Litbang Pertanian sewaktu di Bengkulu adalah: tanaman kelapa sawit telah terlebih dahulu ada sebelum dipeliharanya ternak sapi. Jadi kalaupun kita akan membuat singkatan kalimat kelapa sawit di depan baru sapi di belakang. Dengan demikian sebenarnya istilah SISKA kurang tepat, lebih tepat dan agak mendekati dipakai istilah SISS. Namun karena istilah SISKA telah dipromosikan dan memang ada kecenderungan lebih mudah diingat, maka kami juga menyetujui untuk memakai istilah SISKA. 2. Pertanyaan lain yang tercantum dalam daftar editing pada prinsipnya dapat diterima dan telah dipergunakan sebagai bahan penyempurnaan makalah. Namun perlu juga kami sampaikan bahwa penyusunan makalah terdahulu memang terdapat beberapa pernyataan yang tidak didukung dengan angka-angka terinci (datanya ada dan lengkap). Hal ini disebabkan persyaratan penulisan yang kami terima harus berjarak 2 spasi maksimal 20 halaman serta dicetak dalam format A4 sehingga perlu mempersingkat beberapa pernyataan yang sebenarnya kalau tidak cermat dapat memberi arti lain kepada pembaca, seperti halnya halaman 14 alinea I. 3. Halaman 14 alinea I tetap kami cantumkan yang menginformasikan potensi pelepah sawit yang ada sebagai pakan. Mudah-mudahan perubahan ini bisa lebih memperjelas apa yang dimaksud, begitu juga terhadap analisis kelayakan usaha. 259

16 4. Kemudian perlu kami luruskan bahwa saran pembuatan daftar table pada daftar editing, tentang daya dukung pakan ternak tertulis potensi daya dukung batang pelepah daya tampung ternak 4,40 unit ternak. Angka ini bukan angka potensi tetapi data keragaan dari perhitungan jumlah pelepah yang sekarang baru dimanfaatkan pemanen di PT. Agricinal. Pada lampiran 1 telah dihitung bahwa potensi batang pelepah yang ada kalau dimanfaatkan semua dapat menampung 19,10 Unit Ternak Dewasa. 260

SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA

SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA Suplemen 5 SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA Latar Belakang Sejak tahun 2008, Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan telah menginisiasi program pengembangan ternak sapi yang

Lebih terperinci

DESAIN PEMBANGUNAN KEBUN DENGAN SISTEM USAHA TERPADU TERNAK SAPI BALESIA

DESAIN PEMBANGUNAN KEBUN DENGAN SISTEM USAHA TERPADU TERNAK SAPI BALESIA DESAIN PEMBANGUNAN KEBUN DENGAN SISTEM USAHA TERPADU TERNAK SAPI BALESIA DAPOT SITOMPUL PT Agricinal PENDAHULUAN Usaha ternak terpadu dengan perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sistem management

Lebih terperinci

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan BAB VII PENUTUP Perkembangan industri kelapa sawit yang cepat ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain : (i) secara agroekologis kelapa sawit sangat cocok dikembangkan di Indonesia ; (ii) secara

Lebih terperinci

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN MASKAMIAN Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan Jl. Jenderal Sudirman No 7 Banjarbaru ABSTRAK Permintaan pasar

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI-KELAPA SAWIT DI PROVINSI BENGKULU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI-KELAPA SAWIT DI PROVINSI BENGKULU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI-KELAPA SAWIT DI PROVINSI BENGKULU GUNAWAN dan AZMI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 ABSTRAK Permintaan

Lebih terperinci

Komparasi Kelayakan Finansial Usaha Perkebunan Sawit Rakyat dengan Sistem Integrasi Sawit-Sapi dengan Usaha Perkebunan Sawit Tanpa Sistem Integrasi

Komparasi Kelayakan Finansial Usaha Perkebunan Sawit Rakyat dengan Sistem Integrasi Sawit-Sapi dengan Usaha Perkebunan Sawit Tanpa Sistem Integrasi Komparasi Kelayakan Finansial Usaha Perkebunan Sawit Rakyat dengan Sistem Integrasi Sawit-Sapi dengan Usaha Perkebunan Sawit Tanpa Sistem Integrasi Yudi Setiadi Damanik, Diana Chalil, Riantri Barus, Apriandi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI JAMBI

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI JAMBI Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BAMBANG PRAYUDI 1, NATRES ULFI 2 dan SUPRANTO ARIBOWO 3 1 Balai Pengkajian

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

pengusaha mikro, kecil dan menegah, serta (c) mengkaji manfaat ekonomis dari pengolahan limbah kelapa sawit.

pengusaha mikro, kecil dan menegah, serta (c) mengkaji manfaat ekonomis dari pengolahan limbah kelapa sawit. BOKS LAPORAN PENELITIAN: KAJIAN PELUANG INVESTASI PENGOLAHAN LIMBAH KELAPA SAWIT DALAM UPAYA PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DI PROVINSI JAMBI I. PENDAHULUAN Laju pertumbuhan areal perkebunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK Susy Edwina, Dany Varian Putra Fakultas Pertanian Universitas Riau susi_edwina@yahoo.com

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI DAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU. Afrizon dan Andi Ishak

POTENSI PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI DAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU. Afrizon dan Andi Ishak POTENSI PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI DAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU Afrizon dan Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu ABSTRAK Integrasi sapi dengan kelapa

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING (Prospect of Beef Cattle Development to Support Competitiveness Agrivusiness in Bengkulu) GUNAWAN 1 dan

Lebih terperinci

Inovasi Ternak Dukung Swasembada Daging dan Kesejahteraan Peternak

Inovasi Ternak Dukung Swasembada Daging dan Kesejahteraan Peternak Agro inovasi Inovasi Ternak Dukung Swasembada Daging dan Kesejahteraan Peternak Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jl. Ragunan No.29 Pasar Minggu Jakarta Selatan www.litbang.deptan.go.id 2 AgroinovasI

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus)

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi Bali adalah salah satu bangsa sapi murni yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus) dan mempunyai bentuk

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu : PROJECT DIGEST NAMA CLUSTER : Ternak Sapi JUDUL KEGIATAN : DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI pembibitan menghasilkan sapi bakalan super (bobot lahir > 12 kg DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TTU PENANGGUNG JAWAB

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Perkebunan tahun 2008 di Indonesia terdapat seluas 7.125.331 hektar perkebunan kelapa sawit, lebih dari separuhnya

Lebih terperinci

Johanis A. Jermias; Vinni D. Tome dan Tri A. Y. Foenay. ABSTRAK

Johanis A. Jermias; Vinni D. Tome dan Tri A. Y. Foenay.    ABSTRAK PEMANFAATAN GULMA SEMAK BUNGA PUTIH (Chromolaena odorata) SEBAGAI BAHAN PEMBUAT PUPUK ORGANIK BOKHASI DALAM RANGKA MENGATASI PENYEMPITAN PADANG PEMGGEMBALAAN DAN MENCIPTAKAN PERTANIAN TERPADU BERBASIS

Lebih terperinci

BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan

BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan LAPORAN PENYULUHAN DALAM RANGKA MERESPON SERANGAN WABAH PENYAKIT NGOROK (Septicae epizootica/se) PADA TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SAMOSIR BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan komoditi utama perkebunan di Indonesia. Komoditas kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis dalam

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan komoditi utama perkebunan di Indonesia. Komoditas kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan komoditi utama perkebunan di Indonesia. Komoditas kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis dalam perekonomian Indonesia. Pertama, minyak

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

INTEGRASI SAPI-SAWIT DI KALIMANTAN TENGAH (Fokus Pengamatan di Kabupaten Kotawaringin Barat)

INTEGRASI SAPI-SAWIT DI KALIMANTAN TENGAH (Fokus Pengamatan di Kabupaten Kotawaringin Barat) INTEGRASI SAPI-SAWIT DI KALIMANTAN TENGAH (Fokus Pengamatan di Kabupaten Kotawaringin Barat) Ermin Widjaja PENDAHULUAN Luas perkebunan di Kalimantan Tengah berkembang dengan pesat dari 712.026 Ha pada

Lebih terperinci

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa Kelayakan Usaha BAB V KELAYAKAN USAHA Proses pengambilan keputusan dalam menentukan layak tidaknya suatu usaha sapi potong dapat dilakukan melalui analisis input-output. Usaha pemeliharaan sapi potong

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR DAN PANJANG CACAHAN RUMPUT RAJA TERHADAPEFISIENSI BAGIANYANGTERMAI{AN DOMBA DEWASA

PENGARUH UMUR DAN PANJANG CACAHAN RUMPUT RAJA TERHADAPEFISIENSI BAGIANYANGTERMAI{AN DOMBA DEWASA PENGARUH UMUR DAN PANJANG CACAHAN RUMPUT RAJA TERHADAPEFISIENSI BAGIANYANGTERMAI{AN DOMBA DEWASA Bambang Kushartono, Nani Iriani clan Gunawan Balai Penelitian Ternak, Po Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Keterbatasan

Lebih terperinci

HASIL SAMPINGAN KELAPA SAWIT HARAPAN BESAR BAGI PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI PROVINSI RIAU

HASIL SAMPINGAN KELAPA SAWIT HARAPAN BESAR BAGI PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI PROVINSI RIAU HASIL SAMPINGAN KELAPA SAWIT HARAPAN BESAR BAGI PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI PROVINSI RIAU Ketersediaan rumput alam yang semakin terbatas dengan kualitas yang kurang memadai sudah saatnya peternak berpindah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

DUKUNGAN PEMBIAYAAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA INTEGRASI SAPI KELAPA SAWIT

DUKUNGAN PEMBIAYAAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA INTEGRASI SAPI KELAPA SAWIT DUKUNGAN PEMBIAYAAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA INTEGRASI SAPI KELAPA SAWIT ALEXANDER F.H. ROEMOKOY Group Head Credit Recovery Group PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. PENDAHULUAN Sektor usaha pertanian nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

SUMBERDAYA INDUSTRI KELAPA SAWIT DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI NASIONAL

SUMBERDAYA INDUSTRI KELAPA SAWIT DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI NASIONAL SUMBERDAYA INDUSTRI KELAPA SAWIT DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI NASIONAL Firman RL Silalahi 1,2, Abdul Rauf 3, Chairani Hanum 3, dan Donald Siahaan 4 1 Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Medan,

Lebih terperinci

Prospek Pengembangan Sistem Integrasi Perkebunan Kelapa Sawit dan Peternakan Sapi untuk Meningkatkan Pendapatan Petani di Kabupaten Lampung Selatan

Prospek Pengembangan Sistem Integrasi Perkebunan Kelapa Sawit dan Peternakan Sapi untuk Meningkatkan Pendapatan Petani di Kabupaten Lampung Selatan Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Lampung 24 Mei 2014 ISBN 978-602-70530-0-7 halaman 349-355 Prospek Pengembangan Sistem Integrasi Perkebunan Kelapa Sawit dan

Lebih terperinci

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak kurang dimanfaatkan, sehingga dapat mencemari l

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak kurang dimanfaatkan, sehingga dapat mencemari l EVALUASI SISTEM INTEGRASI SAPI - SAWIT DI KABUPATEN PASER LUDY K. KRISTIANTO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur ii. Pangeran.M. Noor PO BOX 1237, Sempaja - Samarinda ABSTRAK Teknologi

Lebih terperinci

SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI

SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI BUSTAMI dan ENDANG SUSILAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi ABSTRAK Ternak kerbau mempunyai nilai sejarah kebudayaan masyarakat Jambi. Pada

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Matheus Sariubang, Novia Qomariyah dan A. Nurhayu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. P. Kemerdekaan

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya sebagai Pakan Ternak pembukaan lahan perkebunan, kehutanan, dan pert

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya sebagai Pakan Ternak pembukaan lahan perkebunan, kehutanan, dan pert HASIL-HASIL PENGKAJIAN/PENELITIAN PENGEMBANGAN SAPI TERPADU DENGAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PASER MASTUR dan LUDY K. KRISTIANTO Balai Pengkajian Teknologi Pertantan Kalimantan Timur ii. Pangeran M. Noor

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak pemanfaatan sumberdaya pakan berupa limbah pert

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak pemanfaatan sumberdaya pakan berupa limbah pert KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERBIBITAN TERNAK SAPI DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT SJAMSUL BAHRI Direkorat Perbibitan, Di jen Peternakan - Departemen Pertanian JI. Harsono RM No. 3 Gedung C Lantai VIII - Kanpus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu bisnis yang dinilai prospektif saat ini. Karakteristik investasi dibidang perkebunan kelapa sawit teramat berbeda

Lebih terperinci

PELEPAH DAN DAUN SAWIT SEBAGAI PAKAN SUBSTITUSI HIJAUAN PADA PAKAN TERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN LUWU TIMUR SULAWESI SELATAN

PELEPAH DAN DAUN SAWIT SEBAGAI PAKAN SUBSTITUSI HIJAUAN PADA PAKAN TERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN LUWU TIMUR SULAWESI SELATAN PELEPAH DAN DAUN SAWIT SEBAGAI PAKAN SUBSTITUSI HIJAUAN PADA PAKAN TERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN LUWU TIMUR SULAWESI SELATAN (Midrib and leaf palm as substituting forages for feed cattle at East Luwu

Lebih terperinci

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN H. MASNGUT IMAM S. Praktisi Bidang Peternakan dan Pertanian, Blitar, Jawa Timur PENDAHULUAN Pembangunan pertanian berbasis sektor peternakan

Lebih terperinci

DUKUNGAN USAHA PERKEBUNAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT TERHADAP USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KALIMANTAN SELATAN

DUKUNGAN USAHA PERKEBUNAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT TERHADAP USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KALIMANTAN SELATAN DUKUNGAN USAHA PERKEBUNAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT TERHADAP USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN 1, IKA SUMANTRI 2 dan ENI SITI ROHAENI 1 1 Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong Sampai hari ini tingkat kebutuhan daging sapi baik di dalam maupun di luar negeri masih cenderung sangat tinggi. Sebagai salah satu komoditas hasil peternakan,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN HASIL IKUTAN TANAMAN SAWIT SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI SUMATERA BARAT

PEMANFAATAN HASIL IKUTAN TANAMAN SAWIT SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI SUMATERA BARAT PEMANFAATAN HASIL IKUTAN TANAMAN SAWIT SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI SUMATERA BARAT (Oil Palm By Products as Beef Cattle Feeds in West Sumatera) Jefrey M Muis, Wahyuni R, Ratna AD, Bamualim AM Balai Penggkajian

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi (Kasus di Kelurahan Ekajaya, Kecamatan Jambi Selatan Kotamadya Jambi)

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi (Kasus di Kelurahan Ekajaya, Kecamatan Jambi Selatan Kotamadya Jambi) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi (Kasus di Kelurahan Ekajaya, Kecamatan Jambi Selatan Kotamadya Jambi) Sambas Mulyana 1 Intisari Tujuan penelitian ini untuk mengetahui

Lebih terperinci

Temu Lapang Bioindustri Sawit-Sapi

Temu Lapang Bioindustri Sawit-Sapi Temu Lapang Bioindustri Sawit-Sapi Bangkinang-Salah satu kegiatan diseminasi inovasi hasil penelitian dan Pengkajian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau adalah kegiatan temu lapang. Pada sabtu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI Pita Sudrajad, Muryanto, dan A.C. Kusumasari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah E-mail: pitosudrajad@gmail.com Abstrak Telah

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 (SUATU SUMBANG SARAN PEMIKIRAN) Oleh: Suharyanto PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK JURUSAN

Lebih terperinci

Seminar Oplimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak 3,25 persen dan 2,89 persen seperti disajikan p

Seminar Oplimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak 3,25 persen dan 2,89 persen seperti disajikan p POTENSI PENGEMBANGAN INTEGRASI TERNAK DAN SAWIT DI KALIMANTAN BARAT TATANG M. IBRAHIM dan L.M. GUFRONI AR Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Baral ii. Budi Utomo No. 45 Siantan Hulu Kotak

Lebih terperinci

Seminar Oplimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawn dan industri Olahannya sebagai Pakan Ternak setelah tahun 2004 sudah mencapai luasan

Seminar Oplimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawn dan industri Olahannya sebagai Pakan Ternak setelah tahun 2004 sudah mencapai luasan POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN SAWIT SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF TERNAK SAPI PADA MUSIM KEMARAU DI KABUPATEN TANAH LAUT AHMAD SUBHAN, ENI SITI ROHAENI dan AKHMAD HAMDAN Balai PengkajIan Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INTEGRASI KERBAU DAN SAPI POTONG KELAPA SAWIT DI SUMATERA BARAT

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INTEGRASI KERBAU DAN SAPI POTONG KELAPA SAWIT DI SUMATERA BARAT Seminar dan Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau 27 POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INTEGRASI KERBAU DAN SAPI POTONG KELAPA SAWIT DI SUMATERA BARAT FERDINAL RAHIM Fakultas Peternakan Universitas Andalas,

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK

ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui usaha penggemukan ternak kambing pola kooperator (perlakuan)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan terhadap daging khususnya daging sapi di Propinsi Sumatera Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sumatera Barat

Lebih terperinci

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL Aspek finansial merupakan aspek yang dikaji melalui kondisi finansial suatu usaha dimana kelayakan aspek finansial dilihat dari pengeluaran dan pemasukan usaha tersebut selama

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN TENAGA KERJA RUMAH TANGGA PADA PEMELIHARAAN DOMBA DI KECAMATAN BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG

ANALISIS PENGGUNAAN TENAGA KERJA RUMAH TANGGA PADA PEMELIHARAAN DOMBA DI KECAMATAN BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG ANALISIS PENGGUNAAN TENAGA KERJA RUMAH TANGGA PADA PEMELIHARAAN DOMBA DI KECAMATAN BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG ANALYSIS OF USE FAMILY LABOR CULTIVATION OF SHEEP LIVESTOCK IN THE SUBDISTRICT BUAHDUA DISTRICT

Lebih terperinci

BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS

BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

RESPON KINERJA PRODUKSI DOMBA YANG MEMPEROLEH SUBSTITUSI PAKAN BERBASIS LIMBAH PERKEBUNAN

RESPON KINERJA PRODUKSI DOMBA YANG MEMPEROLEH SUBSTITUSI PAKAN BERBASIS LIMBAH PERKEBUNAN RESPON KINERJA PRODUKSI DOMBA YANG MEMPEROLEH SUBSTITUSI PAKAN BERBASIS LIMBAH PERKEBUNAN Endang Romjali dan Dicky Pamungkas Loka Penelitian Sapi Potong Grati ABSTRAK Guna mengetahui pemanfaatan limbah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkat, rata-rata konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat

I. PENDAHULUAN. meningkat, rata-rata konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor peternakan merupakan sektor yang cukup penting di dalam proses pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat. Produk peternakan merupakan sumber protein hewani. Permintaan

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN SAPI POTONG DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI DI KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

POTENSI PENGEMBANGAN SAPI POTONG DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI DI KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR POTENSI PENGEMBANGAN SAPI POTONG DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI DI KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Muhamad Rizal, Nur Rizqy Bariroh dan Retno Widowati Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN ABSTRAK

ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN ABSTRAK ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN Sunanto dan Nasrullah Assesment Institution an Agricultural Technology South Sulawesi, Livestock research center ABSTRAK

Lebih terperinci

POTENSI LIMBAH SAWIT UNTUK PAKAN TERNAK SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI LIMBAH SAWIT UNTUK PAKAN TERNAK SAPI DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI LIMBAH SAWIT UNTUK PAKAN TERNAK SAPI DI KALIMANTAN SELATAN ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No. 4 Banjarbaru, kalimantan Selatan Telpon (0511) 4772346 dan Fax (0511)

Lebih terperinci

KAJIAN PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN TERINTEGRASI TANAMAN TERNAK

KAJIAN PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN TERINTEGRASI TANAMAN TERNAK LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2014 KAJIAN PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN TERINTEGRASI TANAMAN TERNAK Oleh : Nyak Ilham Saptana Bambang Winarso Herman Supriadi Supadi Yonas Hangga Saputra PUSAT ANALISIS SOSIAL

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak pakan hijauan ternak ruminansia. Pada pabrik pe

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak pakan hijauan ternak ruminansia. Pada pabrik pe INTEGRASI SAWIT - SAPI SALAH SATU ALTERNATIF PEMANFAATAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan AHMAD SUBHAN Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur

Lebih terperinci

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak unggul (DISTANBUNNAK TANAH BUMBU, 2006). ANDJAM

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak unggul (DISTANBUNNAK TANAH BUMBU, 2006). ANDJAM POTENSI LIMBAH PENGOLAHAN KELAPA SAWIT UNTUK PAKAN TERNAK DI KABUPATEN TANAH BUMBU (Kasus di PT. Gawi Makmur Kalimantan, Satui) SURYANA, AGus HASBIANTG dan YANUAR PRIBADI Balai Selatan ii. P. Batur Barat

Lebih terperinci

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA Kasus Kelompok Tani Karya Agung Desa Giriwinangun, Kecamatan Rimbo Ilir, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi NOVRI HASAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi I. PENDAHULUAN.. Latar Belakang Dalam era otonomi seperti saat ini, dengan diberlakukannya Undang- Undang No tahun tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi sesuai dengan keadaan dan keunggulan daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia. Selain menghasilkan produksi utamanya berupa minyak sawit dan minyak inti sawit, perkebunan kelapa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN DALAM SISTEM INTEGRASI TERNAK UNTUK MEMACU KETAHANAN PAKAN DI PROVINSI ACEH PENDAHULUAN

PEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN DALAM SISTEM INTEGRASI TERNAK UNTUK MEMACU KETAHANAN PAKAN DI PROVINSI ACEH PENDAHULUAN PEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN DALAM SISTEM INTEGRASI TERNAK UNTUK MEMACU KETAHANAN PAKAN DI PROVINSI ACEH Nani Yunizar 1), Elviwirda 1), Yenni Yusriani 1) dan Linda Harta 2) 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana Peternakan Maju Bersama dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Untuk menilai layak atau tidak usaha tersebut

Lebih terperinci

Mungkur dan Gading Jaya. kebun Limau. PT Selapan Jaya, OKI ha ha, Musi Banyuasin. PT Hindoli, 2, kebun Belida dan Mesuji

Mungkur dan Gading Jaya. kebun Limau. PT Selapan Jaya, OKI ha ha, Musi Banyuasin. PT Hindoli, 2, kebun Belida dan Mesuji Tabel 13 Perbandingan Karakteristik Kebun Kelapa Sawit Inti dan Plasma Contoh di Sumatera Selatan Tahun 2002 No Karakteristik Betung Barat 1 Nama lain IV Betung Talang Sawit Sungai Lengi II B Sule PT Aek

Lebih terperinci

POTENSI, PELUANG DAN ALTERNATIF PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI-KELAPA SAWIT DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

POTENSI, PELUANG DAN ALTERNATIF PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI-KELAPA SAWIT DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR POTENSI, PELUANG DAN ALTERNATIF PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI-KELAPA SAWIT DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR M. BASIR NAPPU dan LUDY K. KRISTIANTO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur

Lebih terperinci

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp. 41-47 ISSN 2303 1093 Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower F.N.L. Lubis 1*, S. Sandi

Lebih terperinci

KAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU

KAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU KAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU Zul Efendi, Harwi Kusnadi, dan Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

Seminar Oplimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya sebagai Pakan Ternak C O

Seminar Oplimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya sebagai Pakan Ternak C O MODEL KELEMBAGAAN DAN ANALISIS USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH YANG TERINTEGRASI DENGAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT UKA KUSNADI 1 dan ABDULLAH M. BAMUALIM 2 'Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 2

Lebih terperinci

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU Jenis Bambang Lanang Analisis Ekonomi dan Finansial Pembangunan Hutan Tanaman penghasil kayu Jenis bawang Analisis

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK 7.1. Pola Usahatani Pola usahatani yang dimasukkan dalam program linier sesuai kebiasaan petani adalah pola tanam padi-bera untuk lahan sawah satu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sapi mencapai 19 persen dari jumlah konsumsi daging Nasional (Dirjen

II. TINJAUAN PUSTAKA. sapi mencapai 19 persen dari jumlah konsumsi daging Nasional (Dirjen 9 II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Ternak Sapi Sapi merupakan penghasil daging utama di Indonesia. Konsumsi daging sapi mencapai 19 persen dari jumlah konsumsi daging Nasional (Dirjen Peternakan, 2009). Konsumsi

Lebih terperinci

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu Berdasarkan hasil pendataan sosial ekonomi penduduk (PSEP) yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2005 diketahui jumlah keluarga miskin di Desa Sitemu 340 KK. Kriteria

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan

Lebih terperinci

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur

pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur Latar Belakang 1. Kebutuhan konsumsi daging cenderung mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... SAMPUL DALAM. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI.. ABSTRACT... RINGKASAN... HALAMAN PERSETUJUAN.. TIM PENGUJI.. RIWAYAT HIDUP.

DAFTAR ISI... SAMPUL DALAM. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI.. ABSTRACT... RINGKASAN... HALAMAN PERSETUJUAN.. TIM PENGUJI.. RIWAYAT HIDUP. DAFTAR ISI ISI SAMPUL DALAM. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI.. ABSTRACT... ABSTRAK RINGKASAN... HALAMAN PERSETUJUAN.. TIM PENGUJI.. RIWAYAT HIDUP. KATA PENGANTAR. DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR

Lebih terperinci