MODEL PENYELENGGARAN PAUD INKLUSIF DI PEDESAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL PENYELENGGARAN PAUD INKLUSIF DI PEDESAAN"

Transkripsi

1 MODEL PENYELENGGARAN PAUD INKLUSIF DI PEDESAAN Tim Pengembang: Sri Wahyuningsih, Endang Sutisna,Ryana, Apipudin Reni Anggraeni Sadiah, Asep Saefudin Kontributor: Kober Aisyiah Desa Sukahening Kec. Sukahening Kab.Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Kober Nurazizah Kp. Jatimekar Desa Bojongmalaka Kec. Baleendah Kab.Bandung Provinsi Jawa Barat Tahun: 2013 A. PENDAHULUAN Di Indonesia, angka anak dengan kebutuhan khusus memang belum terdata secara akurat dan spesifik. Namun secara umum, bila menarik dari asumsi PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) yang memperkirakan bahwa paling sedikit 10% anak usia sekolah menyandang kebutuhan khusus, maka di Indonesia dengan jumlah 122

2 anak usia sekolah (5-14 tahun) sebesar 46 juta anak, diperkirakan ada kurang lebih 4,6 juta anak dengan kebutuhan khusus. Sementara itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), diperkirakan ada anak berkebutuhan khusus berusia di bawah lima tahun. Selanjutnya, berdasarkan data Hasil sensus penduduk 2010, dari 237 juta penduduk Indonesia, jumlah anak berkebutuhan khusus usia sekolah (5-18 tahun) ada anak. Dari jumlah itu sebanyak 74,6 persen belum memperoleh layanan pendidikan. Sementara, data dari Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar (PPK-LK Dikdas) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), menyebutkan bahwa jumlah ABK dengan disabilitas di Indonesia pada 2011 diperkirakan sebanyak anak, sedangkan yang telah memperoleh layanan pendidikan pada an SLB di Indonesia hanya sekitar anak. Kondisi di atas tentu sangat memprihatinkan, mengingat pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang paling fundamental yang dilindungi dan dijamin oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun nasional. UUD RI Tahun 1945 secara jelas dan tegas menjamin bahwa setiap warga Negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan, yang dipertegas dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maupun dalam Peraturan Mendiknas No. 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Disamping itu juga adanya jaminan dari berbagai instrumen hukum internasional yang telah diratifikasi Indonesia, seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948), Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua (1990), Peraturan Standar PBB tentang Persamaan Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat (1993), Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi UNESCO (1994), Undang-undang Penyandang Kecacatan (1997), Kerangka Aksi Dakar (2000) dan Deklarasi Kongres Anak Internasional (2004). Semua instrumen hukum tersebut ingin memastikan bahwa semua anak, tanpa kecuali, berhak memperoleh pendidikan. 123

3 Pendidikan Inklusif merupakan suatu pendekatan pendidikan yang inovatif dan strategis untuk memperluas akses pendidikan bagi semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus, yaitu anak yang dalam pendidikannya memerlukan pelayanan yang spesifik dan berbeda dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan, baik itu disebabkan karena kurang atau terlalu berlebihnya potensi yang dimiliki sang anak. Oleh sebab itu mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak. Sekolah umum dengan orientasi Inklusif merupakan media untuk menghilangkan sikap diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun masyarakat yang Inklusif dan mencapai pendidikan bagi semua. Pendidikan inklusif seharusnya dapat dimulai sejak anak usia dini. Selain undang-undang dan peraturan yang mendukung terselenggaranya pendidikan anak usia dini, secara konseptual dan kajian-kajian ilmiah mengenai perkembangan anak, telah menunjukkan adanya nilai-nilai positif dalam pemberian layanan pendidikan sejak dini. Oleh karena itu, perlunya rangsangan diberikan pada usia dini yang dapat meningkatkan seluruh aspek perkembangan juga didasarkan pada pandangan tersebut. Keterlambatan atau pengabaian pemberian rangsangan pada saat yang tepat akan memberi dampak negatif bagi perkembangan anak. Fenomena di lapangan saat ini menunjukkan bahwa pemberian layanan pendidikan bagi anak-anak usia dini (PAUD) berupa pendidikan, pembelajaran dan bermain anak relatif belum memperhatikan keberagaman kemampuan anak, termasuk layanan kepada anak-anak berkebutuhan khusus. Artinya ada kecenderungan pemberian treatment yang sama kepada semua anak, padahal setiap anak itu unik, baik itu bakat, minat, kemampuan maupun karakteristikkarakteristik yang lainnya, dan keunikannya tersebut merupakan penguat dalam meningkatkan mutu pembelajaran bagi anak itu sendiri. Selama ini lembaga- 124

4 lembaga pendidikan PAUD yang menerima anak-anak berkebutuhan khusus, model pembelajaran yang dilaksanakan adalah dengan menggabungkan mereka dengan anak-anak normal, dengan tujuan memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus tersebut agar dapat mengembangkan potensinya sehingga lebih maksimal. Namun, untuk dapat memberikan layanan pendidikan yang sesuai bagi anak berkebutuhan khusus tersebut, lembaga belum mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai, disamping tidak adanya refrensi tentang bagaimana cara menangani anak-anak berkebutuhan khusus. Tujuan model penyelenggaraan PAUD Inklusif di pedesaan antara lain : Memberikan acuan bagi penyelenggara PAUD di Pedesaan dalam melakukan identifikasi potensi penyelenggaraan PAUD inklusif ; Memberikan acuan bagi lembaga PAUD dalam melakuka penyiapan Diri menyelenggarakan PAUD inklusif; Memberikan acuan bagi penyelenggara PAUD dalam melakukan Sosialisasi PAUD inklusif; Memberikan acuan bagi penyelenggara PAUD dalam melakukan rekruitmen peserta didik; Memberikan acuan bagi pendidik PAUD dalam melakukan Pelaksanaan pembelajaran pada setting inklusif; Memberikan acuan bagi penyelenggara PAUD dalam melakukan pemberdayaan orang tua; Memberikan acuan bagi lembaga PAUD dalam mengembangkan kemitraan. Sasaran pengguna model penyelenggaraan PAUD inklusif di pedesaan diprioritaskan pada organisasi pelayanan pendidikan anak usia dini dan pemerhati pendidikan, yaitu meliputi: Lembaga PAUD yang akan, sedang dan/atau telah menyelenggarakan PAUD Inklusif (TK, RA, KB, TPA dan Satuan PAUD sejenis); Pendidik PAUD; Orang tua; HIMPAUDI; Forum PAUD; Pemangku kebijakan, stakeholder di daerah yang peduli dengan pendidikan anak usia dini dan anak berkebutuhan khusus; dan Dinas/instansi/institusi tertentu yang peduli dan menyelenggarakan pendidikan anak usia dini. 125

5 B. PAUD INKLUSIF DI PEDESAAN 1. Konsep PAUD Hakekat PAUD Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Sasaran program PAUD ini adalah anak usia 0 6 tahun. Untuk mencapai sasaran akhir ini diperlukan sasaran antara yaitu: orangtua yang memiliki anak usia 0-6 tahun, pendidik dan pengelola lembaga pendidikan anak usia dini, serta lembaga atau masyarakat yang menyelenggarakan PAUD. Anak Berkebutuhan Khusus Pengertian Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami hambatan perkembangan (fisik, mental-intelektual, sosial, dan emosional) dalam proses tumbuhkembangnya. Selain itu mereka memiliki kebutuhan yang spesifik untuk meningkatkan kemampuannya dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari serta memiliki kelebihan dan kekurangan yang unik. Oleh sebab itu mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus Dilihat dari aspek-aspeknya, gangguan/ kelainan dapat meliputi: 1) Gangguan/ kelainan pada Aspek Fisik/ Motorik. Gangguan/ kelainan pada koordinasi pergerakan tubuh seperti pada anak penderita tunadaksa (celebral palsy). 2) Gangguan/ kelainan pada Aspek Kognitif. 126

6 Gangguan/ kelainan pada kecerdasan/ intelegensi/ daya pikir untuk mengetahui/ mengenali/ seperti pada anak penderita tunagrahita yang mengalami keterbelakangan mental. 3) Gangguan/ kelainan pada Aspek Bahasa/ komunikasi. Gangguan/ kelainan dalam interaksi sosial seperti pada anak penderita Autis/ tunalaras. 4) Gangguan/ kelainan pada Aspek Pendengaran dan Oral. Gangguan/ kelainan pada fungsi indera pendengaran dan oral seperti pada anak penderita tunarungu dan tunawicara. 5) Gangguan/ kelainan pada Aspek Penglihatan. Gangguan/ kelainan pada fungsi mata seperti pada anak penderita tunanetra/ kekurang pendengaran. 6) Gangguan/ kelainan pada Aspek Sosial Emosional. Gangguan/ kelainan dalam pengendalian/ stabilitas emosi seperti pada anak penderita hiperaktif dan juga anak-anak berbakat intelektual (gifted children). Klasifikasi Menurut Jenis Ketunaan/Disabilitas 1) Tunanetra 2) Tunarungu 3) Tunagrahita 4) Tunadaksa 5) Autisme 6) Anak Berbakat (gifted) 7) Anak Lamban Belajar (slow learner) 8) Anak Berkesulitan Belajar (untuk TK dan SD) 9) Anak Dengan Gangguan/Kelainan Emosi/Tingkah Laku 2. Konsep Pendidikan Inklusif Pengertian 127

7 Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas regular bersama teman-teman seusianya (Sopan Shevin dalam O Neil, 1994). Pendidikan Inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/ atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersamasama dengan peserta didik pada umumnya. Pendidikan Inklusif dilaksanakan dalam rangka memberikan layanan pendidikan bagi peserta didik dengan segala kelebihan dan kekurangannya dalam suatu lembaga pendidikan yang dimodifikasi sarana dan prasarana, kurikulum, dan kegiatan pembelajarannya, serta penilaian perkembangannya, sehingga setiap anak dapat berkembang, belajar, dan berpartisipasi bersama teman sebayanya tanpa hambatan Prinsip Dasar PAUD Inklusif PAUD Inklusif pada prinsipnya adalah: a. Lingkungan belajar untuk anak usia 0 6 tahun yang dapat menerima semua anak dengan segala kelebihan dan kekurangannya. b. Sarana pembelajaran yang dimiliki system pembelajaran yang aktivitasnya dilakukan melalui bermain yang berbasis nilai, sehingga dapat menerima multi aspek dan dimensi (minat, kondisi fisik, kecerdasan, budaya, sosial ekonomi, sosial emosional, dan latar belakang kehidupan) sesuai dengan gaya belajar anak usia dini yang mengembangkan semua potensinya. c. Sarana belajar dengan guru yang: 128

8 1) Mampu menggali dan mengembangkan potensi yang dimiliki anak, dan melatih keterampilan diri anak untuk dapat mengurus dirinya sendiri dalam rangka keberlangsungan hidupnya. 2) Mampu mengembangkan potensi kecerdasan majemuk. 3) Mampu merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran yang berpusat pada anak. 4) Mampu menata lingkungan belajar yang ramah dan nyaman bagi semua anak berbasis nilai. 5) Mampu menyelenggarakan ketersediaan beragam media belajar yang mendukung seluruh perbedaan potensi anak. 6) Mampu menyediakan sarana pendukung belajar yang lain yang dapat dengan mudah dimodifikasi sesuai keberagaman kebutuhan anak, dan mudah diadaptasi dengan bahan yang tersedia di lingkungan serta terjangkau. 7) Mampu menyusun dan melaksanakan program pendidikan individual bersama orangtua anak dengan hambatan. 8) Mampu melakukan aktivitas pembelajaran yang mudah dilaksanakan dan diterima oleh semua anak serta melibatkan semua anak, tanpa adanya pemisahan. 9) Memahami benar karakteristik anak berkebutuhan khusus dan bagaimana mengakomodasi kebutuhannya. 10) Mampu membuat penilaian perkembangan yang tidak menyamaratakan anak, tidak membandingkan anak satu dengan lainnya, bersifat individual, serta mengakomodasi semua aspek perkembangan. 11) Mampu melibatkan orangtua anak dengan hambatan sebagai pendamping utama dalam kegiatan pembelajaran sampai anak mandiri. 129

9 d. Lembaga pendidikan anak usia dini yang mengutamakan kualitas daripada kuantitas, sehingga jumlah anak dalam kelompok bersifat rasional. e. Lembaga pendidikan anak usia dini yang mampu mengembangkan kepekaan setiap anggota komunitas sekolah termasuk orangtua murid, untuk dapat menerima perbedaan setiap anak. f. Lingkungan belajar yang memiliki aksesibilitas yang tidak membatasi aktivitas anak dalam bergerak menjelajahi lingkungan dalam proses pembelajaran. g. Sebuah lingkungan belajar yang mengakomodasi dan mengembangkan aspek dalam diri anak secara terintegrasi. 3. Konsep Pedesaan Desa adalah suatu wilayah yang jumlah penduduknya kurang dari jiwa dengan ciri-ciri sebagai berikut: Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa. Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukuan terhadap kebiasaan. Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam sekitar seperti iklim, keadaaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan. Ciri-ciri masyarakat desa antara lain sebagai berikut: Sistem kehidupan umumnya bersifat kelompok dengan dasar kekeluargaan (paguyuban). Masyarakat bersifat homogen seperti dalam hal mata pencaharian, agama dan adat istiadat. 130

10 Diantara warga desa mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat lain di luar batas wilayahnya. Mata pencaharian utama para penduduk biasanya bertani. Faktor geografis sangat berpengaruh terhadap corak kehidupan masyarakat. Jarak antara tempat bekerja tidak terlalu jauh dari tempat tinggal. Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota. Dengan melihat perbedaanperbedaan yang ada mudah-mudahan akan dapat mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut sebagai masyarakat Pedesaan atau masyarakat perkotaan. Ciri-ciri tersebut antara lain: Jumlah dan kepadatan penduduk Lingkungan hidup Mata pencaharian Corak kehidupan sosial Stratifikasi sosial Mobilitas sosial Pola interaksi sosial Solidaritas sosial Kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional Karakteristik umum masyarakat Pedesaan yaitu masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri dalam hidup bermasyarakat, yang biasa Nampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat dicontohkan pada kehidupan masyarakat desa di jawa. Namaun dengan adanya perubahan sosial dan kebudayaan serta teknologi dan informasi, sebagian karakteristik tersebut sudah tidak berlaku. Berikut 131

11 ini ciri-ciri karakteristik masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka yang bersifat umum. Sedangkan cara beradaptasi mereka sangat sederhana, dengan menjunjung tinggi sikap kekeluargaan dan gotong royong antara sesame, serta yang paling menarik adalah sikap sopan santun yang kerap digunakan masyarakat Pedesaan. C. PENYELENGGARAAN PAUD INKLUSIF DI PEDESAAN 1. Komponen Penyelenggaraan a. Peserta Didik 1) Kriteria calon peserta didik: Rentang usia peserta didik 3-6 tahun Memiliki dan/atau tidak memiliki hambatan dalam pertumbuhan, perkembangan, pembelajaran dan partisipasi Anak berkebutuhan khusus, baik yang pernah terdaftar di sekolah reguler/tklb, maupun yang belum dan masih berada di lingkungan keluarga. Anak berkebutuhan khusus baik yang mengalami hambatan temporer maupun permanen. 2) Rasio Secara ideal, rasio anak ABK dengan anak normal per rombongan belajar dalam pembelajaran Inklusif berdasarkan kelompok usia adalah sebagai berikut: Kelompok usia 3-<4 th = 1 : 5 (Jika dalam satu kelas Inklusif berjumlah 10 orang, maka jumlah anak ABK-nya maksimal 2 orang). Kelompok usia 4-<5 th = 1: 6 (Jika dalam satu kelas Inklusif berjumlah 12 orang, maka jumlah anak ABK-nya maksimal 2 orang). 132

12 Kelompok usia 5-<6 th = 1:7 (Jika dalam satu kelas Inklusif berjumlah 15 orang, maka jumlah anak ABK-nya maksimal 2 orang). Secara ideal, rasio anak ABK dengan pendamping/shadow teacher untuk semua kelompok usia sebagaimana di atas adalah 1:1 (Jika dalam satu kelas Inklusif terdapat 2 anak ABK, maka jumlah guru pendamping/ shadow teacher-nya 2 orang). b. Pendidik dan Pengelola Pendidik anak usia dini adalah profesional yang bertugas merencanakan, melaksanakan proses dan menilai hasil pembelajaran serta melakukan pembimbingan, pengasuhan dan perlindungan anak didik. Pendidik yang dimaksud adalah pendidik PAUD Inklusif yang bertugas di berbagai layanan PAUD, baik pada jalur TK/RA, KB, TPA dan bentuk lain yang sederajat, terdiri atas guru, guru pendamping, pengasuh, orang tua, nenek atau keluarga dari ABK dan guru pendamping khusus. Sementara, pengelola adalah penanggung jawab yang bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada lembaga PAUD inklusif, terdiri atas pengelola dan tenaga administrasi. c. Program Belajar/Kurikulum Implikasi dari penyesuaian kurikulum bagi anak berkebutuhan khusus pada penyelenggaraan PAUD Inklusif ini, maka secara operasional model kurikulum yang digunakan ada 3 (tiga) jenis, yaitu: 1) Model Kurikulum Reguler Pada model kurikulum ini peserta didik yang berkebutuhan khusus mengikuti kurikulum reguler sama seperti kawan-kawan 133

13 lainnya di dalam kelas yang sama. Jadi model kurikulum reguler ini diperuntukkan bagi peserta didik biasa dan anak berkebutuhan khusus yang dapat mengikuti kurikulum reguler. Program layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses pembimbingan belajar, motivasi dan ketekunan belajarnya. 2) Model Modifikasi Pada model kurikulum ini pendidik melakukan modifikasi pada strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada program tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan anak (anak berkebutuhan khusus). Di dalam model ini bisa terdapat anak berkebutuhan khusus yang memiliki program pembelajaran berdasarkan kurikulum reguler dan program pembelajaran individual (PPI). Misalnya seorang anak berkebutuhan khusus yang mengikuti 3 kegiatan belajar berdasarkan kurikulum reguler sedangkan kegiatan belajar lainnya berdasarkan PPI. 3) Model Program Pembelajaran Individual (PPI) Pada model kurikulum ini pendidik mempersiapkan Program Pendidikan Individual (PPI) yang dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan guru pendamping, guru pendidikan khusus, pengelola, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait. Model ini diperuntukan pada anak yang mempunyai hambatan belajar yang tidak memungkinkan untuk mengikuti proses belajar berdasarkan kurikulum reguler. Anak berkebutuhan khusus seperti ini dapat dikembangkan potensi belajarnya dengan menggunakan PPI dalam seting kelas reguler, sehingga mereka bisa mengikuti proses belajar sesuai dengan fase perkembangan dan kebutuhannya. Jadi model kurikulum modifikasi ini adalah perpaduan antara kurikulum reguler dengan kurikulum PPI, untuk 134

14 anak berkebutuhan khusus yang tidak dapat mengikuti kurikulum umum secara penuh. d. Sistem Penilaian Penilaian untuk menentukan tingkat pencapaian perkembangan anak dalam setting penyelenggaraan PAUD Inklusif adalah mengacu pada model pengembangan kurikulum yang dipergunakan, yaitu: 1) Apabila anak berkebutuhan khusus mengikuti kurikulum reguler yang berlaku untuk peserta didik pada umumnya di lembaga PAUD tersebut, maka penilaiannya menggunakan sistem penilaian yang berlaku pada lembaga PAUD tersebut. 2) Apabila anak berkebutuhan khusus mengikuti kurikulum modifikasi, maka menggunakan sistem penilaian yang dimodifikasi sesuai dengan kurikulum yang dipergunakan. 3) Apabila anak berkebutuhan khusus mengikuti kurikulum program pembelajaran individualisasi (PPI), maka penilaiannya bersifat individual dan didasarkan pada kemampuan dasar awal e. Sarana dan Prasarana Pendidikan Jenis sarana dan prasarana pendidikian yang dapat digunakan pada penyelenggaraan PAUD Inklusif di Pedesaan yakni sebagai berikut: 1) Sarana Pendidikan Berupa ketersediaan peralatan dan perlengkapan pendidikan yang dimiliki di tempat aktivitas belajar (ruang belajar/bermain) sebagai berikut : Jenis Ketersediaan Peralatan di Masing-masing ruang Jam dinding Cermin Tape recorder APE Gambar gambar dan karya anak 135

15 Alat bantu adaptif Dan lain-lain Buku, Media, dan Sumber Belajar Pendidikan Ketersediaan buku ajar dan sumber bacan lain yang tersedia di Lembaga PAUD Inklusif Jenis Buku dan Sumber Bacaan Lain 2) Prasarana Pendidikan Prasarana gedung dan lingkungan penyelenggaraan, yaitu berupa: Arena/tempat belajar dan bermain (dalam ruangan) Arena/tempat belajar dan bermain (luar ruangan) Bangunan memiliki ruang bermain dan halaman bermain yang memenuhi persyaratan,a.l: (1) Keamanan (2) Kebersihan (3) Kesehatan (4) Kenyamanan Jenis ruang lain yang dimiliki lembaga PAUD Inklusif anda (1) Ruang administrasi (2) Kamar mandi/wc f. Pembiayaan 1) Pemanfaatan biaya. Jenis pemanfaatan biaya pada penyelenggaraan PAUD inklusif antara lain untuk: Pengadaan sarana prasarana, Pengembangan SDM (peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan) Gaji pendidik dan pengelola Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai 136

16 Biaya konsultasi ke psikolog/dokter Biaya operasional pendidikan tak langsung 2) Sumber pembiayaan Sumber biaya penyelenggaraan PAUD inklusi dapat diperoleh dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, yayasan, partisipasi masyarakat, dana pendidikan desa, PNPM, jimpitan, kencleng dan/atau pihak lain yang tidak mengikat. 3) Pengawasan dan pertanggungjawaban Dalam hal keuangan, pengelola/penyelenggara PAUD inklusif perlu menerapkan prinsip-prinsip berikut: Transparansi, artinya ada keterbukaan dan kejelasan dalam hal sumber, jumlah, rincian pengunaan dan bukti pertanggungjawabannya, sehingga memudahkan bagi pihakpihak yang berkepentingan untuk mengetahuinya. Akuntabilitas, artinya pemanfaatan uang dilakukan harus sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan serta dapat dipertanggungjawabkan Efektivitas, artinya pengelola mampu mengatur keuangan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Efisiensi, artinya penggunaan dana dilakukan seminimal mungkin tanpa mengurangi mutu hasil yang telah ditetapkan. 2. Langkah-langkah Penyelenggaran PAUD Inklusif di Pedesaan adalah sebagai berikut : a. Identifikasi Potensi Penyelenggaraan PAUD Inklusif Identifikasi bertujuan untuk mencari, menemukan, dan menentukan potensi-potensi (dukungan, hambatan) bagi penyelenggaraan PAUD Inklusif seperti peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, sumber dana, kemitraan, dsb. 137

17 b. Penyiapan Diri Penyiapan diri lembaga PAUD dapat dilakukan melalui kegiatan In House Training(IHT) yang meliputi: 1) Pembekalan wawasan ABK Kegiatan ini untuk membekali para pengelola dan pendidik dengan pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan pengasuhan dan pengajaran pada Anak Berkebutuhan Khusus. Selain itu juga guru harus mengetahui persyaratan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh Anak Berkebutuhan Khusus. 2) Deteksi Dini Deteksi Dini merupakan kegiatan/ pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada anak usia dini sehingga penanganannya mudah dilakukan. Data hasil deteksi dini ditujukan untuk: (1) Penyaringan awal dalam mengidentifikasi anak usia dini yang berpotensi mengalami keterbatasan dan keterlambatan perkembangan;(2) Dasar pertimbangan untuk pengembangan potensi anak, layanan bimbingan dan konseling, dan program pembelajaran individual (PPI) secara menyeluruh; dan (3) Mengevaluasi kemajuan/ dampak kegiatan program pembelajaran individual (PPI) yang 138

18 telah dilaksanakan. (Instrumen deteksi dini dapat merujuk pada panduan yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan). c. Pengembangan Program Pembelajaran Individual (PPI) 1) Apa itu PPI? Program Pembelajaran Individual (PPI) adalah suatu rencana program tertulis yang berisi apa, siapa dan bagaimana program pembelajaran dilaksanakan. Dalam PPI tercantum tujuan yang akan dicapai, apa yang telah dicapai oleh anak dan yang belum dicapai, metode, media, evaluasi, waktu pembelajaran, tempat pembelajaran, penguatan, dan siapa yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program. 2) Siapa pengembang PPI ini? Pengembangan PPI pada awanya dilakukan oleh tim oleh guru PAUD, kepala sekolah/pengelola dengan bimbingan guru SLB/ orthopedago 3) Aspek-aspek apa yang perlu ada dalam PPI? Format dari PPI minimal berisi: a) Tujuan satu semester yang akan dicapai, b) Tujuan setiap aktivitas yang akan dikerjakan dalam kegiatan harian, c) Nama anak, d) Nama sekolah/kelas, e) Alamat anak / sekolah, f) Tanggal lahir, g) Tanggal pertemuan PPI, h) Tanggal penempatan anak di kelas regular dan atau penempatan anak di kelas pengembangan individu (bidang orientasi dan mobilitas, bina komunikasi dan persepsi serta irama, bina wicara), i) Tanggal berakhir, j) Kesimpulan dari informasi tentang anak pada saat ini. Contoh PPI terlampir. d. Menyusun /Pengadaan Bahan Belajar dan Alat Peraga Pengadaan Bahan belajar dan alat peraga dapat dibeli atau dibuat dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dilingkungan sekitar. 1) Jenis bahan belajar apa saja dapat disusun atau dibuat? 139

19 Bahan ajar dapat berbentuk buku, poster, brosur, alat- permainan edukatif, dan lain sebagainya. 2) Siapa yang menyusun/mengadakan bahan dan alat permainan edukatif? Pengelola dan pendidik berkewajiban mengadakan bahan ajar. Bila memungkinkan, dapat menyusun sendiri, bila tidak, dapat menggunakan bahan ajar yang sudah dikembangkan oleh Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan TK&PLB (P4TK TK&PLB), PP-PAUDNI, UPTD BPKB, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan Subdin PLB, Asosiasi PAUD Inklusif (API) maupun SLB terdekat dll Pengelola dan pendidik yang dibantu oleh orangtua anak membuat APE kreatif dari lingkungan sekitar yang sesuai dengan kebutuhan ABK. e. Sosialisasi PAUD Inklusif Dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: Pada forum pertemuan formal yang biasa dilakukan, misalnya rapat minggon (mingguan)desa,pertemuan Gugus PAUD,majlis taklim,arisan RW/Desa,Posyandu, Pertemuan bulanan dengan Bunda PAUD/Himpaudi Kecamatan, Pos Yandu, dsb. 140

20 Mengundang orangtua, masyarakat sekitar, dan pemerintah setempat pada suatu acara khusus misalnya gebyar PAUD, atau kunjungan rumah. f. Rekruitmen Peserta didik Dilakukan observasi terhadap calon anak, dari hasil observasi akan di ketahui apakah anak yang bersangkutan termasuk ada hambatan atau tidak Sebaiknya dilampirkan hasil test psikologi dari anak yang bersangkutan (apakah sesuai dengan tahap perkembangan anak) Jika ada kelainan pada anak yang bersangkutan,maka di konsultasikan dengan orang tua anak, khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan pendamping bagi ABK,atau tentang kemungkinan anak tersebut ikut terapi di luar sekolah.terapi di luar sekolah akan sangat membantu bagi pembelajaran di PAUD,selain itu juga tentang pola pembelajaran individual Jumlah ABK yang akan di terima di sesuaikan dengan kouta (misalnya paling banyak 2 dalam satu kelas). g. Pelaksanaan pembelajaran Proses pembelajaran pada lembaga PAUD Inklusif dilakukan dengan pendekatan individual dan kelompok berdasarkan PPI. Dalam 141

21 pembelajaran, guru PAUD Inklusif diharapkan menggunakan metode dan media yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi ABK. Proses pembelajaran ABK dapat dilakukan di dalam kelas dan di luar kelas. Jika memungkinkan ABK ditangani oleh tenaga ahli yang sesuai dengan kebutuhannya seperti fisioterapi, terapi wicara, dan terapi okupasi. i. Pemberdayaan orang tua Cara memberdayakan orangtua adalah Dengan cara mendorong dan memotivasi para orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus untuk berperan aktif sebagai pendamping ABK, dimana dalam beberapa kasus dan tahapan serta tingkat kesulitan, anak berkebutuhan khusus memerlukan pendampingan sampai pada waktu-waktu tertentu pada saat anak dapat ditinggal tanpa pendampingan khusus dalam berpartisipasi di kegiatan pembelajaran. Peran aktif orangtua anak berkebutuhan khusus sangat menentukan dalam penyelenggaraan PAUD Inklusif. Orang tua adalah pihak yang pertama dalam memahami, dan menemukan permasalahan tentang kondisi anak baik pada segi sosial, emosional, maupun fisik. j. Pengembangan kemitraan Bagaimana Langkah-langkah Pengembangan kemitraan? 1) Menyusun daftar prioritas lembaga calon mitra berdasarkan hasil identifikasi umum; 2) Menelaah keterkaitan fungsi lembaga calon mitra dengan penyelenggaraan program PAUD Inklusif; 142

22 3) Menelaah potensi program kegiatan kemitraan; 4) Menyusun rencana induk dan program kegiatan kemitraan; 5) Melakukan pendekatan formal (kelembagaan) maupun informal (kontak personal/pribadi) kepada lembaga calon mitra; 6) Melaksanakan atau mengorganisir pertemuan untuk menyusun kesepakatan jaringan kemitraan. 143

23

24 D. PENUTUP Penyelenggaraan PAUD Inklusif merupakan kegiatan penyelenggaraan yang masih baru. Mengapa PAUD Inklusif perlu mendapat perhatian khusus? Hal ini dikarenakan banyak anak berkebutuhan khusus (ABK) yang belum tertangani secara luas dimasyarakat. Pelayanan yang ditawarkan di pusat terapi memerlukan biaya yang sangat mahal dan jumlah lembaganya terbatas di pusat perkotaan. Sementara sasaran ABK ada dimana-mana dari perkotaan sampai di Pedesaan. Jika hal ini tidak ditangani secara serius dan luas, maka para orang tua akan mengalami kesulitan berkepanjangan dengan kehadiran ABK. Akibatnya ABK tidak dapat mandiri dan hidup bermasyarakat, tetapi justru akan menjadi beban orang tua, keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu akan sangat bijaksana jika pelayanan PAUD IInklusif bagi anak usia dini dapat diselenggarakan dimasyarakat secara luas. Untuk dapat diselenggarakan pelayanan PAUD Inklusif, diperlukan perangkat model yang dapat dijadikan referensi atau panduan. Proses untuk dapat membuka lembaga PAUD yang memberi pelayanan Inklusif. Model Penyelenggaraan PAUD Inklusif di Pedesaan adalah salah satu model penyelenggaraan pendidikan anak usia dini dengan karakteristik sasaran masyarakat Pedesaan yang memiliki berbagai keterbatasan sumberdaya, baik sumberdaya manusia, alam, social maupun sarana dan prasarana. Model ini mencakup komponen penyelenggaraan PAUD Inklusif, langkah-langkah penyelenggaraannya dan pengendalian.namun demikian, PTK PAUD dapat mengadaptasikannya sesuai dengan kebutuhan lingkungan. Model ini diharapkan dapat memaksimalkan penyelenggara PAUD dalam memberikan layanan pendidikan Inklusif kepada anak dengan segala keterbatasannya, sehingga tumbuh kembang anak menjadi optimal sesuai dengan apa yang diharapkan. 145

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang khusus agar memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif merupakan paradigma baru pendidikan kita dan merupakan strategi untuk mempromosikan pendidikan universal yang efektif karena dapat menciptakan sekolah

Lebih terperinci

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 SIAPAKAH? ANAK LUAR BIASA ANAK PENYANDANG CACAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PENDIDIKAN INKLUSIF Pendidikan inklusif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik yang terjadi pada peradaban umat manusia sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk dapat menerima perbedaan yang terjadi diantara umat manusia

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam lini kehidupan. Semua orang membutuhkan pendidikan untuk memberikan gambaran dan bimbingan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan untuk membangun Negara yang merdeka adalah dengan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut telah diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada umumnya adalah suatu anugerah Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia serta untuk menyiapkan generasi masa kini sekaligus yang akan datang. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu negara memiliki kewajiban untuk

Lebih terperinci

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PAREPARE

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PAREPARE WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PAREPARE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sesungguhnya bersifat terbuka, demokratis, tidak diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam konteks pendidikan untuk

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 57 TAHUN : 2012 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 57 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO,

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang berusaha menjangkau semua orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai upaya meningkatkan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga Negara dengan negaranya begitu juga sebaliknya. Hak dan kewajiban ini diatur dalam undang-undang

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia unggul dan kompetitif dalam upaya menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan

Lebih terperinci

PAUD INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

PAUD INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) Paud Inklusi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) PAUD INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) Abstrak Sri Huning Anwariningsih, Sri Ernawati Universitas Sahid Surakarta, Jl Adi Sucipto 154 Surakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban memenuhi dan melindungi hak asasi tersebut dengan memberikan kesempatan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN 2016 Oleh SRI DELVINA,S.Pd NIP. 198601162010012024 SLB NEGERI PELALAWAN KEC. PANGKALAN KERINCI KAB. PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan penting dalam perkembangan anak karena, pendidikan merupakan salah satu wahana untuk membebaskan anak dari keterbelakangan, kebodohan

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

LAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS dan PENDIDIKAN INKLUSIF

LAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS dan PENDIDIKAN INKLUSIF LAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS dan PENDIDIKAN INKLUSIF Aini Mahabbati, S.Pd., M.A Jurusan PLB FIP UNY HP: 08174100926 Email: aini@uny.ac.id Disampaikan dalam PPM Sosialisasi dan Identifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak berhak mendapat pendidikan, hal ini telah tercantum dalam deklarasi universal 1948 yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak atas pendidikan.

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi kebutuhan paling dasar untuk membangun kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan sumber daya manusia. Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat.

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif menghargai keberagaman apapun perbedaannya. Pendidikan inklusif berkeyakinan bahwa setiap individu dapat berkembang sesuai dengan potensi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kejadian diskriminasi terhadap anak berkebutuhan khusus sering kali terjadi di Indonesia. Menurut Komnas HAM, anak berkebutuhan khusus yang merupakan bagian

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan hal terpenting dalam kehidupan. Semua orang berhak untuk mendapatkan pendidikan, karena dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang sudah

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) DI KABUPATEN ACEH TIMUR

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) DI KABUPATEN ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) DI KABUPATEN ACEH TIMUR DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan berdasarkan bab III ayat 5 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id Abstrak Artikel dengan judul Model penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah akan

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.926, 2017 KEMENRISTEK-DIKTI. Pendidikan Khusus. Pendidikan Layanan Khusus. PT. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46

Lebih terperinci

Adaptif. Adaptif dapat diartikan sebagai, penyesuaian, modifikasi, khusus, terbatas, korektif, dan remedial.

Adaptif. Adaptif dapat diartikan sebagai, penyesuaian, modifikasi, khusus, terbatas, korektif, dan remedial. Adaptif Adaptif dapat diartikan sebagai, penyesuaian, modifikasi, khusus, terbatas, korektif, dan remedial. Pelatihan Adaptif Program latihan yang disesuaikan dengan kebutuhan perorangan yang dikarenakan

Lebih terperinci

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan yang menjadi acuan dari penulisan laporan ini. Dari latar belakang permasalahan tersebut maka dapat diuraikan pokok-pokok

Lebih terperinci

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta Risti Fiyana Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Matematika Dr.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka peneliti

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka peneliti BAB V SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka peneliti dapat mengemukakan beberapa simpulan sebagai berikut : A. Simpulan 1. Identitas, pengalaman dan pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu alat merubah suatu pola pikir ataupun tingkah laku manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa dalam upaya memberikan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS HERRY WIDYASTONO Kepala Bidang Kurikulum Pendidikan Khusus PUSAT KURIKULUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 6/9/2010 Herry

Lebih terperinci

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler Drs. Didi Tarsidi I. Pendahuluan 1.1. Hak setiap anak atas pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk bekal mengarungi samudera kehidupan yang semakin penuh dengan persaingan. Oleh karena itu pendidikan menjadi

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Bab I Pendahuluan 1.1. Latar belakang 1.1.1 Judul Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Karakteristik Pengguna 1.1.2 Definisi dan Pemahaman Judul Perancangan : Berasal

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara yang sudah merdeka sudah sepatutnya negara tersebut mampu untuk membangun dan memperkuat kekuatan sendiri tanpa harus bergantung pada negara lain. Maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara tanpa kecuali. Pendidikan telah menjadi bagian kehidupan yang diamanatkan secara nasional maupun internasional. Dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa pendidikan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembukaan, alinea 4 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa tujuan dibentuknya negara Indonesia di antaranya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan upaya yang dapat mengembangkan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena hanya manusia yang dapat

Lebih terperinci

Bagaimana? Apa? Mengapa?

Bagaimana? Apa? Mengapa? ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Bagaimana? Apa? Mengapa? PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penddikan adalah hak setiap warga negara. Negara berkewajiban menyelenggarakan pendidikan untuk semua warga negaranya tanpa diskriminasi. Pendidikan untuk semua diwujudkan

Lebih terperinci

PENGUATAN EKOSISTEM PENDIDIKAN MELALUI BATOBO SEBAGAI OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI DI PAUD

PENGUATAN EKOSISTEM PENDIDIKAN MELALUI BATOBO SEBAGAI OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI DI PAUD PENGUATAN EKOSISTEM PENDIDIKAN MELALUI BATOBO SEBAGAI OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI DI PAUD Oleh : Nelti Rizka, S.Tr.Keb PAUD Terpadu Mutiara Bunda Bangkinang Kab.Kampar Provinsi Riau Emai: neltrizka@gmail.com

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, dihadapkan pada banyak tantangan baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, budaya juga pendidikan. Semakin hari persaingan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, setiap individu terkadang mengalami suatu hambatan. Hambatan yang terjadi pada suatu individu beragam jenisnya. Beberapa jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agar keberlangsungan hidup setiap manusia terjamin maka kebutuhan dasar akan pendidikan harus terpenuhi sehingga lebih bermartabat dan percaya diri. Oleh karena itu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dan kemanusiaan adalah dua entitas yang saling berkaitan, pendidikan selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia memiliki kewajiban pada warga negaranya untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada warga negara lainnya tanpa terkecuali termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia menuju era globalisasi. Suatu era yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia menuju era globalisasi. Suatu era yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk membangun dan meningkatkan sumber daya manusia menuju era globalisasi. Suatu era yang ditandai dengan dinamika kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus telah dicantumkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Lebih terperinci

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK Oleh Augustina K. Priyanto, S.Psi. Konsultan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus dan Orang Tua Anak Autistik Berbagai pendapat berkembang mengenai ide sekolah reguler bagi anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah  Rizki Panji Ramadana, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak dasar bagi setiap Warga Negara Indonesia, tak terkecuali bagi anak berkebutuhan khusus. Semua anak berhak mendapatkan pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009 PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009 TENTANG PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik 1945, Amandemen IV Pembukaan, alinea IV yaitu dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam UUD 1945 dijelaskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang normal saja, tetapi juga untuk anak yang berkebutuhan khusus. Oleh karena itu pemerintah

Lebih terperinci

-3- Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN dan BUPATI HULU SUNGAI SELATAN MEMUTUSKAN :

-3- Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN dan BUPATI HULU SUNGAI SELATAN MEMUTUSKAN : BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DI KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN

Lebih terperinci

Pendidikan Inklusif. Latar Belakang, Sejarah, dan Konsep Pendidikan Inklusif dengan Fokus pada Sistem Pendidikan Indonesia

Pendidikan Inklusif. Latar Belakang, Sejarah, dan Konsep Pendidikan Inklusif dengan Fokus pada Sistem Pendidikan Indonesia Pendidikan Inklusif Latar Belakang, Sejarah, dan Konsep Pendidikan Inklusif dengan Fokus pada Sistem Pendidikan Indonesia Perkembangan SLB di Dunia 1770: Charles-Michel de l Epee mendirikan SLB pertama

Lebih terperinci

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART GUNAWAN WIRATNO, S.Pd SLB N Taliwang Jl Banjar No 7 Taliwang Sumbawa Barat Email. gun.wiratno@gmail.com A. PENGANTAR Pemerataan kesempatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan upaya sadar untuk mengembangkan kemampuan peserta didik baik di dalam maupun di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Melalui pernyataan tersebut

Lebih terperinci

PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009 1 TENTANG: PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Oleh karenanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh setiap orang dari generasi ke generasi dalam upaya peningkatan kualitas hidupnya. Undang- Undang Nomor 20

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih progresif baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka dapat

Lebih terperinci

A. Perspektif Historis

A. Perspektif Historis A. Perspektif Historis Pendidikan Luar Biasa (PLB) di Indonesia dimulai ketika Belanda masuk ke Indonesia. Mereka memperkenalkan system persekolahan dengan orientasi Barat. Untuk pendidikan bagi anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan penting dalam usaha menciptakan masyarakat yang beriman, berakhlak mulia, berilmu serta demokratis dan bertanggungjawab. Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

DESAIN PENGEMBANGAN MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN KHUSUS

DESAIN PENGEMBANGAN MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN KHUSUS DESAIN PENGEMBANGAN MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN KHUSUS (Model Bahan Ajar Program Khusus Tunarungu SLB) Oleh: Tim Pengembang KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT KURIKULUM

Lebih terperinci

Eksistensi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Terpadu

Eksistensi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Terpadu Eksistensi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Terpadu Dosen Manajemen Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri (FIAI - UNISI) Tembilahan Abstraks PAUD adalah upaya pembinaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Masalah difabel atau penyandang ketunaan merupakan satu masalah yang kompleks karena menyangkut berbagai aspek. Salah satu hal yang masih menjadi polemik adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda perkembangan fisik, mental, atau sosial dari perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, seperti yang tercantum dalam Undang Undang

Lebih terperinci

IbM TERAPI PRAKTIS BAGI KELUARGA ANAK TUNARUNGU

IbM TERAPI PRAKTIS BAGI KELUARGA ANAK TUNARUNGU IbM TERAPI PRAKTIS BAGI KELUARGA ANAK TUNARUNGU Dra. Khoiriyah, M.Pd. 1) dan Dra. Siti Rodliyah 2) 1 Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jember 2 Dosen Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN LUAR BIASA KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN LUAR BIASA Standar Utama Inti Pedagogik Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. Guru

Lebih terperinci

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP. 131 755 068 PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) Konsep special education (PLB/Pendidikan Khusus):

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus di Indonesia bila dilihat dari data statistik jumlah Penyandang Cacat sesuai hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2004 adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan,

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anak adalah anugrah dan titipan dari tuhan yang harus di jaga dan di pelihara dengan baik. Seseorang yang masih dikategorikan sebagai seorang anak adalah sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan yang dikemukakan pada bab sebelum ini, selanjutnya penulis menyimpulkan hal-hal sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Oleh karena itu negara memiliki kewajiban untuk

Lebih terperinci

Implementasi Pendidikan Segregasi

Implementasi Pendidikan Segregasi Implementasi Pendidikan Segregasi Pelaksanaan layanan pendidikan segregasi atau sekolah luar biasa, pada dasarnya dikembangkan berlandaskan UUSPN no. 2/1989. Bentuk pelaksanaannya diatur melalui pasal-pasal

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH TENTANG PERATURAN GUBERNURACEH NOMOR 92 TAHUN 2012 PENYELENGGARAANPENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT ALLAHYANG MARA KUASA

GUBERNUR ACEH TENTANG PERATURAN GUBERNURACEH NOMOR 92 TAHUN 2012 PENYELENGGARAANPENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT ALLAHYANG MARA KUASA f, b~.,( (/ GUBERNUR ACEH '--..--- L Menimbang Mengingat PERATURAN GUBERNURACEH NOMOR 92 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAANPENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT ALLAHYANG MARA KUASA GUBERNURACEH, a. bahwa

Lebih terperinci