BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Kajian Tentang Anak Tunagrahita Ringan a. Pengertian Anak Tunagrahita Ringan Istilah tunagrahita diambil dari kata tuna dan grahita, tuna artinya merugi dan grahita artinya pikiran. Anak tunagrahita merupakan anak yang mempunyai intelegensi di bawah rata-rata anak normal sehingga mengakibatkan perkembangan dan menunjukkan perilaku adaptif dalam kehidupan sehari-hari. American Psychiatric Association (2013: 33) yang menyatakan bahwa Intellectual disability (intellectual developmental disorder) is a disorder with onset during the developmental period that includes both intellectual and adaptive function deficits in conceptual, social, and practical domains. Berdasarkan pengertian tersebut dapat diartikan bahwa gangguan intelektual (gangguan perkembangan intelektual) adalah gangguan selama periode perkembangan yang meliputi gangguan intelektual dan fungsi adaptasi dengan konseptual, sosial, dan kemampuan bina diri yang rendah. Anak tunagrahita ringan merupakan salah satu jenis anak tunagrahita secara umum, anak tunagrahita ringan dapat diberikan pembelajaran dan pelatihan sampai setara kelas 5 sekolah dasar. Sesuai pendapat Kemis & Rosnawati (2013: 12) tunagrahita ringan atau educable adalah, Anak yang pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan dalam akademik setara dengan anak regular pada kelas 5 Sekolah Dasar. Wijaya (2013: 23) anak tunagrahita ringan adalah anak yang memiliki keadaan fungsi tertentu dalam diri manusia yang dimulai di masa kanakkanak dan ditandai oleh keterbatasan kecerdasan maupun keterampilan adaptif dan masih mempunyai kemampuan dalam akademik setara dengan 7

2 8 anak regular pada kelas 5 sekolah dasar. Wijaya (2013: 102) anak tunagrahita ringan adalah anak tunagrahita yang masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana dengan bimbingan dan pendidikan. Mangunsong (2014: 131) anak tunagrahita ringan merupakan, Anak cacat mental yang mampu didik bila dilihat dari segi pendidikan. Mereka pun tidak memperlihatkan kelainan fisik mencolok, walaupun perkembangan fisiknya sedikit agak lambat dari pada anak rata-rata. Choiri dan Yusuf (2009: 12), Anak tunagrahita ringan adalah anak yang mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mentalintelektual di bawah rata-rata dengan IQ sehingga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Parwoto (2007: 1) anak tunagrahita ringan adalah anak tunagrahita yang mempunyai fungsi intelektual yang secara signifikan di bawah normal dengan IQ antara skala WISC, diikuti kurangnya dalam penyesuaian tingkah laku selama masa perkembangan. Mumpuniarti (2013: 64) mengatakan, Anak tunagrahita ringan (mild mentally retarded) adalah anak yang tingkat kecerdasannya (IQ) berkisar antara 50 sampai dengan 70. Muhammad (2008: 97-98) mengungkapkan bahwa anak tunagrahita ringan adalah anak yang tingkat kecerdasannya berkisar IQ yang berpotensi untuk mandiri dengan pendidikan dan latihan yang sesuai serta dapat membuat keahlian tinggi atau hanya membutuhkan keahlian rendah. Pratiwi dan Murtiningsih (2013: 47), Anak-anak yang tergolong tunagrahita ringan disebut juga dengan istilah debil atau tunagrahita yang mampu didik. Sebutan tersebut karena anak tunagrahita kategori ini masih dapat menerima pendidikan sebagaimana anak normal, tetapi dengan kadar ringan dan cukup menyita waktu. Pendapat itu senada dengan Meimulyani & Caryoto (2013: 15) yang mengatakan bahwa, Anak tunagrahita ringan memiliki IQ 51-70),

3 9 anak yang tergolong dalam tunagrahita ringan memiliki banyak kelebihan dan kemampuan, mereka mampu dididik dan dilatih. Berdasarkan uraian beberapa pendapat maka dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita ringan adalah anak tunagrahita yang tidak mengalami kelainan fisik berat,dan dapat dididik serta dilatih dengan kemampuan akademik setara kelas 5 Sekolah Dasar. b. Faktor Penyebab Anak Tunagrahita Ringan Beberapa faktor yang menyebabkan seorang anak mengalami tunagrahita ringan perlu dikaji agar dapat dilakukan usaha pencegahannya. Smart (2012: 52 53) penyebab tunagrahita adalah: 1) Anomali genetic atau kromosom a) Down syndrome, trisotomi pada kromosom 2. b) Fragile X syndrome, malformasi kromosom X, yaitu ketika kromosom X terbelah dua, Mayoritas laki-laki dan sepertiga dari populasi penderita mengalami RM sedang. c) Recessive genic disease, salah mengarahkan pembentukan enzim sehingga menggangu proses metabolisme. 2) Penyakit infeksi, terutama pada trimester pertama karena janin belum memiliki sistem kekebalan dan merupakan saat kritis bagi perkembangan otak. 3) Kecelakan dan menimbulkan trauma di kepala 4) Prematuritas (bayi lahir sebelum waktunya / kurang dari 9 bulan) 5) Bahan kimia yang berbahaya, keracunan pada ibu berdampak pada janin, atau polutan lainnya yang terhirup oleh anak. Pendapat Geniofam (2010: 26 27) tunagrahita disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: 1) Genetis a) Kerusakan atau kelainan biokimiawi b) Abnormalitas kromosom Anak tunagrahita yang lahir disebabkan oleh faktor ini pada umumnya memiliki IQ antara dan rata-rata memiliki IQ ) Prenatal a) Infeksi Rubella (cacar) b) Faktor Rhesus 3) Pada saat Kelahiran

4 Tunagrahita yang disebabkan oleh kejadian yang terjadi pada saat kelahiran adalah luka-luka pada saat kelahiran, sesak nafas (asphyxia), dan lahir prematur. 4) Setelah Lahir Penyakit-penyakit akibat infeksi misalnya meningitis (peradangan pada selaput otak) dan problem nutrisi yaitu kekurangan gizi, misalnya kekurangan protein yang diderita bayi dan awal masa kanak-kanak dapat menyebabkan tunagrahita. 5) Faktor Sosio-Kultural Sosio kultural atau sosial budaya lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan intelektual manusia. 6) Gangguan Metabolisme/Nutrisi a) Phenylketonuria, gangguan pada metabolisme asam amino atau gangguan pada enzym phenylketonuria. b)gargoylisme, gangguan metabolisme saccbaride dalam hati, limpa kecil, dan otak. c) Cretinisme, Gangguan pada hormon tiroid yang dikenal karena defisiensi iodium. Efendi (2006: 91) menyatakan bahwa penyebab tunagrahita ringan yaitu: 1) Kelainan atau keturunan yang timbul pada benih plasma 2) Kelainan atau keturunan yang dihasilkan selama penyuburan telur 3) Kelainan atau keturunan yang diakibatkan dengan implantasi 4) Kelainan atau keturunan yang timbul dalam embrio 5) Kelainan atau keturunan yang timbul dari luka saat kelahiran 6) Kelainan atau keturunan yang timbul dalam janin 7) Kelainan atau keturunan yang timbul pada masa bayi dan masa kanan-kanan Pratiwi dan Murtiningsih (2013: 48) secara umum faktor penyebab tunagrahita dikelompokkan, sebagai berikut: 1) Faktor genetis atau keturunan, yang dibawa dari gen ayah dan ibu. Faktor ini bisa diantisipasi dengan konsultasi kesehatan pra-marital dan sebelum kelahiran. 2) Faktor metabolisme dan gizi yang buruk, hal ini terjadi saat ibu sedang hamil atau menyusui. Antisipasi bisa dilakukan dengan memperhatikan gizi ibu dan rajin memeriksakan janin serta bayi ke bidan, dokter, atau petugas kesehatan setempat. 3) Infeksi dan keracunan yang bisa terjadi saat kehamilan. Infeksi rubella dan sipilis dinyatakan sebagai dua faktor yang membawa dampak buruk bagi perkembangan janin termasuk terjadinya tunagrahita. Hal ini bisa dicegah dengan cara merawat kesehatan 10

5 sebelum dan selama kehamilan serta melakukan imunisasi sesuai saran ahli terhadap pencegahan beberapa penyakit berbahaya yang mungkin timbul. 4) Proses kelahiran, terdapat beberapa proses kelahiran yang menggunakan alat bantu untuk bayi yang sulit keluar. Proses tersebut bisa melukai otak bayi dan berkemungkinan mengalami tunagrahita. 5) Lingkungan buruk, di antaranya lemahnya ekonomi dan kurangnya pendidikan sehingga keadaan kehamilan dan masa menyusui menjadi kurang optimal. Penanganan dan pengasuhan yang tidak baik juga bisa menyebabkan adanya beberapa masalah seperti tunagrahita. Harris dalam Wijaya (2013: 24) beberapa penyebab penurunan intelektual adalah, anomali dalam kromosom atau gen (misalnya sindrom down, sindrom fragile x), kelahiran prematur (misalnya kerusakan otak terjadi akibat kekurangan oksigen), masalah kehamilan (misalnya ibu terkena rubella atau campak pada awal kehamilan, atau efek obat, alkohol), penyakit (misalnya maningitis atau campak), cedera (misalnya cedera otak), lingkungan (misalnya trauma). Kemis dan Rosnawati (2013: 15-16) penyebab tunagrahita secara umum adalah, infeksi atau intoxikasi, rudapaksa atau sebab fisik lain, gangguan metabolisme atau nutrisi, penyakit otak yang nyata (kondisi setelah lahir), akibat penyakit atau pengaruh sebelum lahir yang tidak diketahui, akibat kelainan kromosomal, gangguan waktu kehamilan, gangguan jiwa berat, pengaruh lingkungan, dan kondisi-kondisi lain yang tak tergolongkan. Beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab ketunagrahitaan pada seseorang dikarenakan sesuatu hal atau penyakit atau gangguan lainnya yang terjadi pada masa prenatal, perinatal, dan postnatal. Macam-macam penyebab tunagrahita tersebut maka akan berdampak pada karakteristik masing-masing anak tunagrahita ringan. 11

6 c. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan Karakteristik anak tunagrahita ringan menurut pendapat Wardani, dkk. dalam Apriyanto(2012: 36) menyatakan : Meskipun tidak dapat menyamai anak normal yang sesuai dengannya, mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Kecerdasannya berkembang dengan kecepatan antara setengah dan tiga perempat kecepatan anak normal dan berhenti pada usia muda. Mereka dapat bergaul dan mempelajari pekerjaan yang hanya memerlukan semi skilled. Pada usia dewasa kecerdasannya mencapai tingkat usia anak normal 9 dan 12 tahun. Meimulyani dan Caryanto (2013: 15) karakteristik anak tunagrahita ringan adalah: Anak yang tergolong dalam tunagrahita ringan memiliki banyak kelebihan dan kemampuan. Mereka mampu didik dan dilatih. Misalnya, membaca, menulis, berhitung, menjahit, memasak, bahkan berjualan. Tunagrahita ringan lebih mudah diajak berkomunikasi. Selain itu kondisi fisik mereka tidak begitu mencolok. Mereka mampu berlindung dari bahaya apapun. Karena itu anak tunagrahita ringan tidak memerlukan pengawasan ekstra. Mangunsong (2014: 131) anak tunagrahita ringan adalah Mereka termasuk yang mampu didik, bila dilihat dari segi pendidikan. Mereka tidak memperlihatkan kelainan fisik yang mencolok, walaupun perkembangan fisiknya sedikit agak lambat dari pada anak rata-rata. Pratiwi dan Murtiningsih (2013: 47) anak tunagrahita ringan rata-rata memiliki tingkat inteligensi antara 50-80, dapat melakukan kegiatan dengan tingkat kecerdasan anak-anak normal usia 12 tahun, dapat dilatih dan dibiasakan untuk belajar dan berpikir. Humaira (2012: 96) anak tunagrahira ringan atau mampu didik memiliki karakteristik yang dapat dikembangkan yaitu membaca, menulis, mengeja, menulis, menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain, dan dapat melakukan keterampilan sederhana. Hakim, Soegiyanto, dan Soekardi (2013: 204) karakteristik anak tunagrahita mampu didik atau tunagrahita ringan pada segi mental dan intelektualnya, 12

7 13 walaupun keadaan fisiknya sama dengan anak normal tetapi kemampuan berpikirnya rendah, kurang dapat mengendalikan diri, perhatian dan kemampuan berpikirnya lemah dan tidak mampu belajar sendiri tentang kehidupan sehari-hari, sedangkan karakteristik jasmaninya cenderung lebih lambat. Kemis dan Rosnawati (2013: 17-18) menjelaskan beberapa karakteristik yang sering nampak pada anak tunagrahita ringan yaitu lamban dalam mempelajari hal baru dan mengalami kesulitan dalam menggeneralisasi hal-hal baru. Kesimpulan dari pendapat tersebut bahwa karakteristik anak tunagrahita ringan yaitu mempunyai kemampuan akademik sampai usia anak normal 9 sampai 12 tahun sehingga dapat membaca, menulis, berhitung; mampu didik dan latih; mampu melakukan pekerjaan sehari-hari dengan sederhana; serta kondisi fisik sama seperti anak normal hanya perkembangannya agak lambat. Dengan adanya karakteristik anak tunagrahita ringan maka muncul permasalahan yang akan dialami anak tunagrahita ringan baik secara fisik, psikis, dan sosial. d. Permasalahan Anak Tunagrahita Ringan Hambatan atau permasalahan yang dialami anak tunagrahita ringan yaitu, Hambatan anak tunagrahita ringan menurut Apriyanto (2012: 49-51) 1) Hambatan belajar, tunagrahita ringan mengalami kesulitan berpikir secara abstrak, belajar apapun harus terkait dengan objek yang bersifat konkrit 2) Hambatan penyesuaian diri, kadang-kadang anak tunagrahita ringan kesulitan dalam memahami dan mengartikan norma lingkungan 3) Gangguan bicara dan bahasa, pemahaman bahasa lebih lambat dibandingkan anak normal seusianya 4) Kepribadian, anak tunagrahita ringan memiliki ciri kepribadian yang berbeda dari anak-anak pada umumnya Alimin, Homidjah, dan Nurhamidah (2007: 8) dalam hasil penelitiannya menyebutkan bahwa, Anak tunagrahita mengalami

8 14 cognitive deficite yang tercermin dalam salah satu atau lebih proses kognitif seperti, persepsi, daya ingat, mengembangkan ide, evaluasi, dan penalaran. Kemis dan Rosnawati (2013: 21) masalah-masalah yang dihadapi anak tunagrahita yaitu, masalah belajar, masalah penyesuaian diri, gangguan bicara dan bahasa, dan masalah kepribadian (isolasi dan penolakan, labeling dan stigma, stress keluarga, frustasi dan kegagalan, disfungsi otak, dan kesadaran rendah). Delphie (2012: 68) secara keseluruhan, anak dengan hendaya perkembangan mempunyai kelemahan pada segi : 1) Keterampilan gerak, 2) fisik yang kurang sehat, 3) koordinasi gerak, 4) kurangnya perasaan percaya diri terhadap situasi dan keadaan sekelilingnya, 5) keterampilan gross dan fine motor yang kurang.berdasarkan pendapat ketiga ahli maka dapat dibuat kesimpulan bahwa permasalahan anak tunagrahita ringan adalah permasalahan akademik karena hambatan kognitif, permasalahan kepribadian, dan permasalahan sosial. 2. Kajian Tentang Pembelajaran Matematika Pada Materi Bangun Datar a. Definisi Pembelajaran Matematika Pembelajaran matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang penting dalam kehidupan. Ismail (2006: 204), Matematika dipandang sebagai suatu Ilmu Pengetahuan untuk masa kini, yang meliputi pengetahuan tentang berhitung dan ilmu ukur. Oleh karena itu, dibutuhkan cara berpikir logis, rasional, dan exact (pasti) agar dapat untuk menyelesaikan berbagai masalah. Pembelajaran matematika menurut Sundayana (2013: 24) adalah, Pelatihan simbol-simbol dengan penekanan pada pemberian informasi dan latihan penerapan algoritma. Asfandiyar (2009: 44) pembelajaran matematika adalah, Pembelajaran menganalisis dan menjabarkan alasan logis, serta kemampuan mengonstruksikan solusi dari persoalan yang timbul.hudojo dalam Hasratuddin (2014: 30) menyatakan bahwa

9 15 matematika merupakan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol yang tersusun secara hirarkis dan perlu kegiatan mental yang tinggi. Soviawati (2011: 84) pembelajaran matematika adalah usaha sadar guru untuk membentuk watak, peradaban, dan meningkatkan mutu kehidupan peserta didik serta membantu siswa dalam belajar matematika agar tercipta komunikasi matematika yang baik sehingga matematika itu lebih mudah dipelajari dan lebih menarik. James dalam Hasratuddin (2014: 32) menyatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep berhubungan lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu proses mempelajari penghitungan, pengukuran, dan bentuk dengan simbol yang logis dari permasalahan yang ada. Pembelajaran matematika pada anak tunagrahita ringan hendaknya sesuai dengan kemampuannya. b. Materi Pembelajaran Matematika Anak Tunagrahita Ringan Ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan Sekolah Dasar Luar Biasa Tunagrahita seperti yang tercantum dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang tercantum dalam Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (2006: 101) adalah sebagai berikut: 1) Bilangan 2) Geometri dan Pengukuran 3) Pengolahan Wijaya (2013: ), Ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan sekolah dasar luar biasa tunagrahita seperti yang tercantum dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar meliputi aspek-aspek bilangan, geometri dan pengukuran, dan pengolahan

10 data. Mumpuniarti (2013: 121) dasar pembelajaran matematika anak tunagrahita ringan adalah: 1) Menghitung merupakan keterampilan hubungan kuantitas dan keanekaragaman pengoperasiannya. 2) Pembelajaran bilangan (number) Anak tunagrahita harus belajar untuk bidang yang ada hubungannya dengan angka kardinal (satu, dua, atau tiga), angka ordinal (dalam urutan kesatu, kedua, ketiga) dan angka rasional (setengahnya, sepertiganya, seperempatnya). Konsep pembelajaran tersebut memerlukan tentang konsep kuantitas dan kontinum. 3) Pengangkaan (numeration) Anak tunagrahita agar memiliki konsep angka perlu belajar tentang hubungan pasangan antara belajar verbal terkait dengan simbol yang dikatakan secara verbal. 4) Hubungan (relation). Hubungan melibatkan korespondensi dua atau lebih tentang susunan. Keterampilan khusus ini termasuk konsep sama dan ketidaksamaan, penempatan (di tengah, di belakang, di depan) dan perbandingan. Semua keterampilan ini membutuhkan pembelajaran konsep dan penamaannya dapat menggunakan bantuan benda konkrit dan gambar permainan. 5) Pengukuran (measurement) Pengukuran termasuk penggunaan bilangan untuk mendiskripsikan objek dan hubungan tentang waktu, uang, temperatur, cairan, berat dan unit-unit secara garis lurus (linier). 6) Pengoperasian bilangan cacah (opertion with whole number) Termasuk dalam keterampilan ini menghitung, menambah, mengurang, mengalikan dan membagi. 7) Pengoperasian bilangan rasional (operation with rasional number) 8) Pemecahan masalah (problem solving) Keterampilan ini melibatkan penggunaan hitung untuk menjelaskan hal-hal yang belum diketahui dalam situasi praktis sehari-hari. Delapan bidang hitung untuk siswa tunagrahita tersebut diberikan dengan mempertimbangkan taraf perkembangan kemampuan yang telah dicapai, serta usia mental tunagrahita yang bersangkutan. Bangun datar dalam pembelajaran matematika kelas III SDLB semester 2 termasuk dalam materi Geometri dan Pengukuran. Standar 16

11 17 kompetensi dalam materi geometri dan pengukuran yaitu, 1) memahami unsur dan sifat bangun datar sederhana, 2) menggunakan pengukuran waktu, panjang, dan berat dalam pemecahan masalah. Implikasi teori Van Hielle dalam (Chairani, 2013:21-22) geometri dalam sekolah dasar terdiri dari panjang, lebar, bentuk, sudut, dan sisi. Jadi bangun datar persegi, persegi panjang, segitiga, dan lingkaran termasuk dalam materi geometri karena mamiliki unsur bentuk panjang, lebar, sudut, dan sisi. Materi pelajaran bangun datar sederhana dalam penelitian ini berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) untuk Sekolah Dasar Kelas III Semester 2 materi Geometri dan Pengukuran dengan Standar Kompetensi (4. Memahami unsur dan sifat-sifat bangun datar sederhana).geometri dalam pembelajaran matematika anak tunagrahita ringan merupakan bangun datar sederhana. c. Definisi Bangun Datar dalam Matematika Bangun datar atau disebut geometri datar merupakan salah satu materi dalam pelajaran matematika anak tunagrahita ringan sekolah dasar. Bangun datar menurut Asfandiyar (2009: 52), Sebuah konsep garis melengkung, lurus, zig-zag, bulat, persegi, atau kerucut. Glover dalam Nalole (2014: 19) menyatakan bahwa plane shape (bangun datar) adalah bangun rata yang mempunyai sisi lurus ataupun lengkung. Bangun datar merupakan bangun dua dimensi, karena memiliki panjang dan lebar, tetapi tidak memiliki tinggi atau ketebalan. Eruman (2007: 87), Geometri datar merupakan bentuk bangun datar yang memiliki ciri-ciri spesifik tertentu, yaitu persegi, persegi panjang, segitiga, trapesium, jajar genjang, dan belah ketupat. Runtukahu dan Kandou (2014: ) menyatakan bahwa bangun datar atau bangun dua dimensi adalah kurva tertutup sederhana yang terletak pada

12 18 bidang yang terdiri dari garis - garis yang saling berhubungan. Nalole (2014: 20) menyatakan bahwa bangun datar merupakan bangun dua dimensi yang hanya memiliki panjang dan lebar yang dibatasi oleh garis lurus atau lengkung. Rohmad dalam Usman (2010: 3) bangun datar dapat didefinisikan sebagai bangun rata yang mempunyai dua dimensi yaitu panjang dan lebar, tetapi tidak mempunyai tinggi dan tebal. Elfawati (2012: 199), Bangun datar adalah ilmu yang berhubungan dengan pengenalan bentuk dan pengukuran.pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bangun datar adalah ilmu yang mempelajari bentuk dari garis lurus atau lengkung sehingga menjadi sebuah bentuk seperti persegi, persegi panjang, segitiga, lingkaran, trapesium, jajar genjang, dan belah ketupat. Adanya definisi bangun datar maka macammacam bangun datar juga perlu untuk dikaji guna memperoleh pemahaman dalam mempelajari bangun datar. d. Macam - macam Bangun Datar Macam-macam bangun datar menurut Eruman (2007: 101) adalah, Persegi, persegi panjang, segitiga, lingkaran, jajar genjang, trapesium, dan belah ketupat. Sedangkan macam-macam bangun datar menurut Sutan dalam Elfawati (2012: 199), Bangun datar terdiri dari Persegi, persegi panjang, segitiga, lingkaran, trapesium, jajar genjang, dan belah ketupat. KTSP (2006) bangun datar pada materi pelajaran matematika kelas III sekolah dasar terdiri dari persegi, persegi panjang, segitiga, dan lingkaran. Djuwita (2015: 4), Jenis-jenis bangun datar yaitu persegi, persegi panjang, segitiga, jajar genjang, belah ketupat, layang-layang, trapesium, dan lingkaran. Nalole (2014: 19) jenis bangun datar bermacam-macam antara lain persegi, persegi panjang, segitiga, jajar genjang, trapesium, layang-layang, belah ketupat, dan lingkaran.heruman dalam Hidayati (2012: 5) bentuk-bentuk bangun datar antara lain yaitu, persegi, persegi

13 19 panjang, segitiga, trapesium, jajar genjang, belah ketupat, layang-layang, dan lingkaran. Kesimpulan dari beberapa pendapat tersebut bahwa macam-macam bangun datar yaitu, persegi, persegi panjang, segitiga, llingkaran, jajar genjang, trapesium, belah ketupat, dan layang-layang. Pembelajaran anak tunagrahita ringan kelas III sekolah dasar hanya pada pengenalan bangun datar sederhana yaitu persegi, persegi panjang, segitiga, dan lingkaran. Pengertian dan macam-macam bangun datar yang diberikan kepada anak tunagrahita ringan hendaknya sesuai dengan kemampuannya. e. Kemampuan Anak Tunagrahita Ringan Terhadap Pembelajaran Bangun Datar Materi pembelajaran matematika yang diberikan untuk anak normal dengan anak tunagrahita tentu berbeda. Pembelajaran matematika yang diberikan kepada anak tunagrahita harus sesuai kemampuan anak, kemampuan berpikir, kemampuan menalar, memahami konsep, menggunakan indra yang dimiliki serta kemandirian anak dalam kegiatan pembelajaran. Wijaya (2013: 36) proses belajar anak tunagrahita akan mengalami hambatan atau kesulitan apabila kemampuan persepsi, kemampuan mengingat, proses kognitif, dan kemampuan perhatiannya terganggu. Sehingga pembelajaran yang diberikan kepada anak tunagrahita ringan harus memperhatikan kemampuan yang dimilikinya. Bangun datar adalah bangun dua dimensi yang hanya memiliki garis lurus atau lengkung seperti persegi, persegi panjang, segitiga, belah ketupat, layang-layang dan lingkaran. Pembelajaran yang akan diberikan kepada anak tunagrahita kelas III semester 2 di SDLB Negeri Karanganyar tahun pelajaran 2015/2016 terbatas pada bangun datar sederhana yaitu persegi, persegi panjang, segitiga dan lingkaran. Hal itu sesuai kondisi anak tunagrahita ringan yang memiliki kemampuan dan hambatan dalam mempelajari suatu hal. Kemampuan belajar matematika anak tunagrahita

14 20 ringan sesuai pendapat Apriyanto (2012: 13), Educable atau tunagrahita ringan mempunyai kemampuan dalam akademik sampai setara dengan anak regular pada kelas 5 sekolah dasar.hasil kajian tentang pemahaman kemampuan anak tunagrahita ringan terhadap bangun datar, media pembelajaran dibutuhkan untuk mempermudah pemahaman anak. 3. Kajian Tentang Media Plastisin a. Definisi Media Pembelajaran Media sering digunakan dalam proses pembelajaran dengan berbagai macam dan tujuan masing-masing media. Definisi media dari beberapa pendapat antara lain, Anitah (2009: 5), Media pembelajaran adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pembelajaran untuk menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Sutirman (2013: 15) media pembelajaran adalah perantara atau pengantar yang dapat digunakan untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Criticos dalam Daryanto (2013: 4), Media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan. Gerlach dan Ely dalam Sundayana (2013: 4) menyatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah, Manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Gagne dalam Sadiman. dkk(2012: 6), Media pembelajaran adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Kustandi dan Sutjipto (2011: 8), Media pembelajaran adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar dan berfungsi untuk memperjelas makna pesan yang disampaikan, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih baik dan sempurna.

15 21 Indriana (2011: 15) menyatakan media merupakan alat bantu yang sangat bermanfaat bagi para pendidik dan peserta didik dalam proses mengajar. Arsyad (2013: 3) media adalah, Alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.musfiqon (2012: 28), Media pembelajaran didefinisikan sebagai alat bantu berupa fisik maupun nonfisik yang sengaja digunakan sebagai perantara antara guru dan siswa dalam memahami materi pembelajaran agar lebih efektif dan efisien. Sadiman, dkk (2012: 7) menyatakan media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan informasi atau pesan dari pengirim ke penerima pesan sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat peserta didik sedemikian rupa sehingga proses belajar mengajar terjadi. Kesimpulkan dari beberapa pendapat terebut bahwa media pembelajaran adalah sesuatu alat atau bahan yang digunakan untuk mempermudah siswa dalam memahami suatu pengetahuan atau pelajaran agar efektif dan efisien, sehingga media pembelajaran mempunyai manfaat yang sangat penting dalam pembelajaran. b. Manfaat Media Pembelajaran Media pembelajaran di gunakan untuk memmpermudah penyampaian materi atau maksud dari sesuatu hal agar mudah dipahami oleh siswa. Manfaat media pembelajaran menurut Kustandi dan Sutjipto (2011: 24) adalah: 1) Meningkatkan rasa saling pengertian dan simpati dalam kelas. 2) Menghasilkan perubahan tingkah laku siswa. 3) Menunjukkan hubungan antara mata pelajaran, kebutuhan dan minat siswa dengan meningkatkanya motivasi belajar siswa. 4) Membawa kesegaran dan variasi bagi pengalaman belajar siswa. 5) Menghasilkan hasil belajar lebih bermakna bagi berbagai kemampuan siswa.

16 6) Mendorong pemanfatan yang bermakna dari mata pelajaran dengan jalan melibatkan imajinasi dan partisipasi aktif yang mengakibatkan meningkatnya hasil belajar. 7) Memberikan umpan balik yang diperlukan agar dapat membantu siswa menemukan seberapa banyak hal yang telah mereka pelajari. 8) Melengkapi pengalaman yang kaya konsep-konsep bermakna yang dapat dikembangkan. 9) Memperluas wawasan dan pengalaman siswa yang mencerminkan pembelajaran non verbalistik serta membantu generalisasi yang tepat. 10) Menyakinkan diri bahwa urutan dan kejelasan pikiran yang siswa butuhkan untuk mengembangkan struktur konsep dan sistem gagasan yang bermakna. Manfaat media pembelajaran menurut Hamalik dalam Sundayana (2013: 10) adalah: 1) Meletakkan dasar-dasar yang konkrit untuk berpikir, oleh karena itu mengurangi verbalisme. 2) Memperbesar perhatian para siswa. 3) Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar. 4) Memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan siswa. 5) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu, terutama dalam gambar hidup. 6) Membantu tumbuhnya pengertian, dengan demikian membantu perkembangan kemampuan berbahasa. 7) Memberikan pengalaman-pengalaman yang tidak diperoleh dengan cara yang lebih mendalam serta keragaman yang lebih banyak dalam belajar. Manfaat media pembelajaran menurut Daryanto (2013: 5) adalah: 1) Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis. 2) Mengatasi keterbatasan ruangm waktu, tenaga, dan daya indra. 3) Menimbulkan minat belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar. 4) Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori dan kinestetiknya. 22

17 5) Memberikan rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama. 6) Proses pembelajaran mengandung lima komponen komunikasi yaitu, guru atau komunikator, bahan pembelajaran, media pembelajaran, siswa atau komunikan, dan tujuan pembelajaran Muhson (2010:4) manfaat media pembelajaran adalah: 1) Menkonkretkan konsep-konsep yang bersifat abstrak, sehingga dapat mengurangi verbalisme. 2) Membangkitkan motivasi, sehingga dapat memperbesar perhatian individual siswa untuk seluruh anggota kelompok. 3) Memfungsikan seluruh indera siswa, sehingga kelemahan dalam salah satu indera dapat diimbangi dengan kemampuan indera lainnya. 4) Mendekatkan dunia teori/konsep dengan realita yang sukar diperoleh dengan cara-cara lain selain menggunakan media pembelajaran. Misalnya mempelajari tentang antariksa, binatang buas, dll. 5) Meningkatkan kemungkinan terjadinya interaksi langsung antar siswa dengan lingkungan. 6) Memberikan kesamaan dalam pengamatan. Manfaat media pembelajaran menurut Nurseto (2011: 22) adalah: 1) Menyamakan persepsi siswa Dengan melihat objek yang sama dan konsisten maka siswa akan memiliki persepsi yang sama. 2) Mengkonkritkan konsep-konsep yang abstrak Misalnya untuk menjelaskan tentang sistem berhembusnya angin, sistem perekonomian, sistem pemerintahan, dan sebagainya. Bisa menggunakan media gambar, grafik atau bagan sederhana. 3) Menjelaskan objek-objek yang terlalu berbahaya atau sukar di dapat ke dalam lingkungan belajar Misalnya guru menjelaskan gambar atau film tentang binatang buas, gunung meletus, kutup utara, dan sebagainya. 23

18 24 4) Menampilkan objek yang terlalu besar atau kecil Misalnya guru akan menyampaikan gambar tentang objek yang terlalu besar seperti kapal laut, pesawat terbang, candi, dan sebagainya. Atau guru menyampaikan objek yang terlalu kecil seperti bakteri, virus, semut, dan benda atau hewan kecil lainnya. 5) Memperlihatkan gerakan yang terlalu cepat atau lambat Misalnya menggunakan film dengan teknik slow motionatau gerakan lambat untuk memperlihatkan melesatnya anak panah, lintasan peluru, suatu ledakan, dan sebagainya. Dan dapat memperlihatkan gerakangerakan lambat seperti pertumbuhan kecambah, pertumbuhan janin, mekarnya bunga, dan sebagainya. Kesimpulan dari beberapa pendapat tentang manfaat media pembelajaran adalah dengan menggunakan media pembelajaran dapat meningkatkan minat siswa untuk belajar, meningkatkan interaksi siswa dengan guru, menpermudah atau mempertegas materi yang disampaikan guru, menyederhanakan sesuatu hal yang sulit dipelajari secara langsung, dan mempermudah memahamkan konsep terhadap siswa. Manfaat yang di peroleh dari penggunaan media dalam pembelajaran sangat efektif dan efisien, maka peneliti menggunakan media plastisin untuk pembelajaran dalam penelitiannya. c. Definisi Plastisin Plastisin juga di sebut clay atau play dough. Definisi plastisin dari beberapa pendapat yaitu, Ismail (2006: 222), Plastisin merupakan pengganti tanah liat yang dapat dibentuk tanpa menyisakan kotoran pada lengan atau pakaian. Plastisin terbuat dari campuran tepung dan lilin basah yang diberi warna. Asfandiyar (2009: 107) plastisin adalah, Lilin mainan yang bisa dibuat dalam berbagai ragam bentuk. Gusnita (2012: 60), Plastisin merupakan salah satu bahan yang terbuat dari bahan yang lentur dan dapat

19 25 dibentuk sesuai keinginan. Wirastania (2012: 14)plastisin atau clay merupakan bahan polymer yang terbuat dari bahan dasar yang mudah ditemukan yang dapat dibentuk menjadi kerajinan unik dengan berbagai fungsi. Dengo (2015: 8) playdough atau lilin mainan atau plastisin adalah alat bantu pembelajaran berupa adonan mainan yang terbuat dari tepung yang mudah dibentuk oleh anak yang berguna untuk melatih kegiatan koordinasikan jari jemari tangan dengan mata pada motorik halus anak usia dini.hartati dan Widiana (2011: 101) play dough merupakan mainan dari lilin yang dapat diubah-ubah bentuknya. Plastisin juga disebut lilin malam atau clay. Clay dalam arti sesungguhnya adalah tanah liat, clay juga ada yang terbuat dari bermacammacam bahan tetapi adonannya memiliki sifat seperti clay (liat atau dapat dibentuk). Kesimpulan penulis dari beberapa definisi plastisin, maka disimpulkan bahwa plastisin adalah lilin mainan yang terbuat dari tepung yang bersifat lentur dan mudah dibentuk dengan banyak warna yang digunakan untuk permainan anak-anak. Selain sebagai alat permainan anak, plastisin juga mempunyai manfaat dan tujuan dalam penggunaannya, manfaat dalam aspek kognitif dan motorik dalam penelitian ini di gunakan dalam pembelajaran matematika anak tunagrahita ringan. d. Manfaat dan Tujuan Penggunaan Plastisin Manfaat plastisin menurut Mirna dalam Gusnita (2012: 62) antara lain, Dapat membantu dan mengembangkan imajinasi anak, membentuk dan mengembangkan daya bereksplorasi anak serta melatih keterampilan motorik halus anak. Riswanti (2014: 17) penggunaan media plastisin dalam pembelajaran anak-anak dengan maksud, Mengembangkan kemampuan anak dalam membuat kontruksi dengan bahan yang elastis, untuk mengembangkan motorik halus anak dalam koordinasi mata dan

20 26 tangan, dapat melatih otak kanan anak dalam mengembangkan kreativitas anak. Menurut penelitian Ismail dalam Kartini dan Sujarwa (2014: 201), Media plastisin dapat melatih dan mengembangkan kreativitas anak, memberikan pengalaman yang menyenagkan dan memuaskan bagi anak, dan melatih imajinasi anak. Menurut Sari(2015:3) bermain menggunakan plastisin mempunyai manfaat yaitu melatih kreatifitas, mengembangkan keinginan dan imajinasi anak. Hartati dan Widiana (2011: 101) beberapa manfaat dari bermain play dough atau plastisin antara lain, dapat meningkatkan perkembangan otak, meningkatkan perkembangan motorik halus dan motorik kasar anak, mengembangkan kemampuan imajinasi dan kreativitas anak, dan meningkatkan rasa ingin tahu anak. Dengo (2015: 9) bermain plastisin atau play dough sangat bermanfaat bagi anak untuk melatih emosinya, dapat meningkatkan kreativitas anak dalam mengembangkan seni serta dapat bermanfaat bagi perkembangan anak. Berdasarkan pendapat tersebut disimpulkan bahwa manfaat dan tujuan penggunaan media plastisin dalam pembelajaran adalah dapat mengembangkan imajinasi anak, mengembankan kreativitas anak, dan meningkatkan kemampuan motorik halus anak dalam bereksplorasi.penggunaan media plastisin memiliki kelebihan dan kelemahan sesuai dengan tujuan penggunaannya. e. Kelebihan dan Kelemahan Plastisin Kelebihan penggunaan media plastisin Siswanti (2012: 125), Lunak sehingga mudah dibentuk menjadi beberapa model, dapat digunakan berulang-ulang, berbagai macam warna. Mulatsih, Sopandi, dan Amsyaruddin (2015: 99) Bermain plastisin merupakan kegiatan yang sangat disenangi oleh setiap anak, karena plastisin menarik yang terdiri dari warna-warni ynag banyak sehingga menarik bagi anak, mudah digunakan dan dibentuk, dan tidak berbahaya bagi anak.

21 27 Kelebihan menggunkan media plastisin menurut penelitian Rochayah (2012: 21), Plastisin adalah benda lunak yang bisa ditekantekan, diremas-remas, dibentuk, dicetak sesuai dengan keinginan dan imajinasi anak. Hartati dan Widiana (2011: 101) play dough atau plastisin merupakan mainan dari lilin yang dapat diubah-ubah bentuknya, cara memainkannya sederhana, tidak mahal, dapat dibuat sendiri dari bahan yang sederhana dan mudah didapat. Gusnita (2012: 60) plastisin dibuat dari bahan yang lentur dan dapat dibentuk sesuai keinginan, warnanya bermacam-macam sehingga menarik bagi anak-anak. Rochayah (2012: 22) plastisin atau lilin malam biasanya untuk mainan anak, banyak dijual di toko dengan banyak, mudah dibentuk, lunak, dan dapat diolah kembali.septiany (2014: 8) kelebihan menggunakan media plastisin untuk anak-anak yaitu plastisin banyak dijual di toko, bermacam-macam warna, mudah dibentuk, memberikan banyak kesempatan anak-anak untuk mendapatkan pengalaman kreatif, dan anak-anak dapat mengekspresikan kreativitasnya. Menurut penelitian Mushonif (2013: 18) kelebihan yang di dapat dari bermain menggunakan media plastisin adalah adanya kebebasan gerak dan adanya komunikasi untuk mengutarakan makna bentuk dari plastisin yang digunakan. Kesimpulan dari beberapa pendapat tentang kelebihan penggunaan media plastisin adalah plastisin mudah digunakan anak-anak, mudah dibentuk, bahannya tidak berbahaya dan lunak, dapat digunakan secara berulang-ulang, mudah di perolah, dan banyak macam warnanya. Dengan menggunakan media plastisin diharapkan anak lebih senang membuat suatu bentuk dengan kreasinya dan akan lebih mudah memahami bentuk tersebut. Kelemahan penggunaan media plastisin dari pendapat Gusbandono, Sukardjo, dan Utomo (2013: 108) adalah, Tidak dapat membuat obyek yang besar karena membutuhkan ruang besar dan perawatannya rumit dan kelemahan-kelemahan media sederhana tiga yaitu

22 28 tidak bisa menjangkau sasaran dalam jumlah yang besar.kesimpulannya bahwa kelemahan penggunaan media plastisin adalah tidak bisanya membuat objek yang terlalu besar, dan jika membuat objek membutuhkan ruang dan perwatan yang lebih. Manfaat, tujuan, serta kelebihan dari penggunaan media plastisin dapat di gunakan sebagai media pembelajaran bagi anak tunagrahita ringan yang lebih mudah mempelajari sesuatu hal secara konkrit. f. Penggunaan Media Plastisin Untuk Pembelajaran Bangun Datar Pada Siswa Tunagrahita Ringan Media plastisin merupakan salah satu alat permainan edukatif. Alat permainan edukatif merupakan seperangkat instrumen, metode, atau alat yang di gunakan seseorang dalam rangka mendidik anak dengan menekankan konsep bermain sambil belajar. Salah satu manfaat penggunaan alat permainan atau alat peraga untuk belajar adalah dapat menambah pemahaman atau pengertian anak terhadap sesuatu hal. Seperti pendapat Ismail (2006: 183), Alat peraga dapat membantu murid mengerti lebih baik. Melalui indera penglihatan dan pendengaran, murid dapat mengerti pelajaran dengan memahami perbedaan arti, warna, serta bentuk. Media plastisin digunakan untuk media pembelajaran materi bangun datar sederhana pada anak tunagrahita ringan. Penggunaan media plastisin untuk pembelajaran mengenal bangun datar sederhana adalah dengan memberikan contoh bentuk bangun datar sederhana dari plastisin dan anak diminta membuat bentuk bangun datar sederhana dari plastisin sesuai kreatifitas masing-masing anak, dengan penjelasan dan indikator lain untuk meningkatkan kemampuan mengenal bangun datar sederhana pada anak. Alasan penulis menggunakan media plastisin dalam pembelajaran ini karena mudah digunakan, aman digunakan, salah satu permainan yang

23 29 disukai anak, banyak pilihan warna, dapat meningkatkan kemampuan motorik halus anak, dan sangat mudah untuk memperkenalkan dan memahamkan bentuk bangun datar pada anak. Jadi anak bisa mempelajari macam bentuk bangun datar sederhana secara visual, secara motorik, dan dapat membuat bentuk bangun datar secara langsung dari plastisin. Penggunaan media plastisin dalam pembelajaran matematika materi bangun datar sederhana untuk anak tunagrahita ringan, diharapkan tidak hanya melalui teori dan gambar saja namun anak juga bisa mengeksplora kemampuan memahami bangun datar dengan sebuah media. Kustandi dan Sutjipto (2011: 23), Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar serta meningkatkan proses dan hasil belajar. Penelitian yang relevan untuk bahan penguat dalam penelitian tentang upaya meningkatkan kemampuan mengenal bangun datar sederhana melalui penggunaan media plastisin, penulis mengutip beberapa penelitian yang relevan, yaitu : a. Hasil penelitian oleh Kartini dan Sujarwa (2014: ): Penggunaan Media Plastisin Untuk Meningkatkan Kreatifitas Anak Usia Dini. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka disimpulkan bahwa: Ada perbedaan yang signifikan mengenai kreativitas anak usia dini antara kelompok anak yang diajarkan menggunakan media pembelajaran plastisin dengan kelompok kontrol yang menggunakan media balok di TK ABA 5 Mataram, sehingga guru perlu mempertimbangkan penggunaan media pembelajaran plastisin untuk mengembangkan kreativitas anak usia dini. b. Hasil penelitian oleh Leni Mushonifah (2013: ): Meningkatkan Kreativitas Anak Usia Dini Melalui Bermain Plastisin Di RA Khoirul Ummah. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka disimpulkan bahwa:

24 30 Bermain plastisin dapat menumbuhkan minat seni dan meningkatkan keberhasilan seni anak di RA Khoirul Ummah Desa Klaling Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus. c. Hasil penelitian oleh Reni Puspita Sari (2015: 1-8): Pengaruh Penggunaan Bermain Plastisin Terhadap Peningkatan Kreativitas Anak Usia 5-6 Tahun. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka disimpulkan bahwa: Penggunaan media plastisin dapat meningkatkan kreativitas anak usia 5-6 tahun di TK Al Azhar 1 Bandar Lampung tahun pelajaran 2014/2015 dengan hasil anak dapat membuat kombinasi bentuk, kombinasi warna, dan kemampuan anak bereksperimen dalam pembelajaran meningkat. Berdasarkan beberapa penelitian di atas, maka peneliti mencoba untuk menggunakan media plastisin untuk meningkatkan kemampuan mengenal bangun datar sederhana pada anak tunagrahita ringan. B. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir merupakan suatu penalaran dalam mencapai sebuah jawaban sementara dari masalah yang telah dirumuskan. Kerangka berpikir di gunakan dalam penyusunan penelitian dengan tujuan mempermudah memahami isi penelitian yang dilakukan. Pelajaran matematika cenderung tidak disukai oleh anak karena materi yang sulit dipahami anak, padahal pelajaran matematika wajib di ajarkan di sekolah dasar, hal itu juga dialami anak tunagrahita. Anak tunagrahita mengalami hambatan intelegensi, daya ingat yang rendah, dan mengalami kesulitan dalan penyesuaian sosial. Dalam pemahaman pembelajaran matematika faktor guru juga mempengaruhi minat anak dalam kegiatan pembelajaran, media atau alat ajar dalam pembelajaran yang digunakan guru selama ini masih konvensional sehingga anak tidak

25 31 tertarik dengan pelajaran dan mengakibatkan pemahaman terhadap materi pelajaran matematika anak tunagrahita ringan rendah atau tidak maksimal. Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis memiliki pemikiran untuk menggunakan media plastisin. Media ini dipilih karena sesuai dengan karakteristik anak tunagrahita yang sulit berpikir abstrak yang dapat dibantu dengan benda konkrit yang menyenangkan sehingga dapat memahami materi pembelajaran. Melalui media plastisin ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan pemahaman siswa pada pelajaran matematika materi bangun datar. Berdasarkan uraian di atas, dapat digambarkan kerangka berpikir dalam penelitian ini sebagai berikut: Pembelajaran matematika materi bangun datar sederhana Anak tunagrahita ringan kelas III SDLB Negeri Karanganyar Sebelum menggunakan media plastisin Setelah menggunakan media plastisin Kemampuan anak tunagrahita ringan mengenal bangun datar sederhana rendah Kemampuan anak tunagrahita ringan mengenal bangun datar sederhana meningkat Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

26 32 C. Hipotesis Menurut Prasetyo dan Jannah (2013: 76) menyatakan bahwa hipotesis merupakan proposisi yang akan diuji keberlakuannya, atau merupakan suatu jawaban sementara atas pertanyaan penelitian. Musfiqon (2012: 46) menyatakan bahwa hipotesis merupakan dugaan sebelum pembenaran atas jawaban masalah penelitian. Kesimpulan dari definisi hipotesis adalah jawaban sementara yang masih harus diuji kebenarannya.berdasarkan rumusan masalah dan kajian teori, maka penulis ajukan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut. Media plastisin efektif untuk meningkatkan kemampuan mengenal bangun datar sederhana pada siswa tunagrahita ringan kelas III semester 2 di SDLB Negeri Karanganyar Tahun pelajaran 2015/2016.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah hak semua anak, demikian pula dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus sudah diatur dalam Undang-Undang No.20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggarannya pendidikan di Indonesia telah dijamin seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar 2 HAKIKAT ANAK DIDIK

Kegiatan Belajar 2 HAKIKAT ANAK DIDIK Kegiatan Belajar 2 HAKIKAT ANAK DIDIK A. Pengantar Kita mengetahui bahwa dalam perkembangannya seorang anak berbeda dengan orang dewasa. Hal ini dapat kita lihat dengan jelas baik itu dalam bentuk fisik

Lebih terperinci

JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA

JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA PLASTISIN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGENAL BANGUN DATAR SEDERHANA PADA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN KELAS III SDLB NEGERI KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tujuan dan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tujuan dan cita-cita 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tujuan dan cita-cita setiap bangsa di dunia. Salah satu faktor pendukung utama bagi kemajuan suatu negara adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Konsep, Konsepsi dan Prakonsepsi Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek, misalnya benda-benda atau kejadian-kejadian yang mewakili kesamaan ciri khas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR TUNAGRAHITA, MEDIA TANGGA BILANGAN, KEMAMPUAN BERHITUNG PENJUMLAHAN

BAB II KONSEP DASAR TUNAGRAHITA, MEDIA TANGGA BILANGAN, KEMAMPUAN BERHITUNG PENJUMLAHAN 12 BAB II KONSEP DASAR TUNAGRAHITA, MEDIA TANGGA BILANGAN, KEMAMPUAN BERHITUNG PENJUMLAHAN A. Tunagrahita 1. Pengertian Tunagrahita Anak tunagrahita secara umum mempunyai tingkat kecerdasan kemampuan intelektual

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengetahuan dan kecakapan. Menurut Wina Sanjaya (2006:113) belajar. di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengetahuan dan kecakapan. Menurut Wina Sanjaya (2006:113) belajar. di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah. 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Belajar Menurut Witherington dalam Hanafiah dan Suhana (2009:7) belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons baru yang berbentuk

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN. By: IRMA NURIANTI. SKM, M.Kes

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN. By: IRMA NURIANTI. SKM, M.Kes PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN By: IRMA NURIANTI. SKM, M.Kes Definisi ANAK DULU: < 12 THN; < 15 THN; < 16 THN UU Tenaga Kerja, UU Perkawinan [UU No. 9 TAHUN 1979 ttg Kesejahteraan Anak: USIA < 21 thn dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu sejak lahir yang meliputi pertumbuhan dan perkembangan. Perubahan yang cukup mencolok terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bisa merangsang motorik halus anak. Kemampuan ibu-ibu dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang bisa merangsang motorik halus anak. Kemampuan ibu-ibu dalam BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Rendahnya kemampuan anak disebabkan oleh kurangnya kegiatan yang bisa merangsang motorik halus anak. Kemampuan ibu-ibu dalam deteksi dini gangguan perkembangan

Lebih terperinci

Tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Subaverage),

Tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Subaverage), TUNA GRAHITA Tunagrahita Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental (mental retardation). Tuna = Merugi. Grahita = Pikiran. Retardasi Mental (Mental Retardation/Mentally Retarded) = terbelakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu TPA, Playgroup dan PAUD sejenis (Posyandu). Pendidikan formal yaitu. Taman Kanak-kanak (TK) maupun Raudhatul Athfal (RA).

BAB I PENDAHULUAN. yaitu TPA, Playgroup dan PAUD sejenis (Posyandu). Pendidikan formal yaitu. Taman Kanak-kanak (TK) maupun Raudhatul Athfal (RA). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dimulai dari usia 0-6 tahun. Pendidikan ini dapat dilaksanakan oleh beberapa lembaga pendidikan, antara lain pendidikan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BERMAIN PLASTISIN TERHADAP PENINGKATAN KREATIVITAS ANAK USIA 5-6 TAHUN JURNAL. Oleh RENI PUSPITA SARI ( )

PENGARUH PENGGUNAAN BERMAIN PLASTISIN TERHADAP PENINGKATAN KREATIVITAS ANAK USIA 5-6 TAHUN JURNAL. Oleh RENI PUSPITA SARI ( ) PENGARUH PENGGUNAAN BERMAIN PLASTISIN TERHADAP PENINGKATAN KREATIVITAS ANAK USIA 5-6 TAHUN JURNAL Oleh RENI PUSPITA SARI (1113054045) FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun (NAEYC, 1992). Anak usia

I. PENDAHULUAN. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun (NAEYC, 1992). Anak usia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak usia dini berada pada

Lebih terperinci

MENGENAL ANAK TUNAGRAHITA. anak yang biasa-biasa saja, bahkan ada anak yang cepat. Yang menjadi persoalan dalam

MENGENAL ANAK TUNAGRAHITA. anak yang biasa-biasa saja, bahkan ada anak yang cepat. Yang menjadi persoalan dalam 1 MENGENAL ANAK TUNAGRAHITA A. Pengertian Dilihat dari tingkat kecerdasannya, ada anak normal, ada anak di bawah normal, dan ada anak di atas normal. Sehingga dalam belajarnya pun ada anak yang lamban,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah matematika berasal dari kata Yunani mathein atau manthenein

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah matematika berasal dari kata Yunani mathein atau manthenein 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Matematika Istilah matematika berasal dari kata Yunani mathein atau manthenein yang artinya mempelajari. Mungkin juga kata itu erat hubungannya dengan kata

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan rata rata anak seusianya atau anak anak pada umumnya. Perbedaan ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan rata rata anak seusianya atau anak anak pada umumnya. Perbedaan ini BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki perbedaan dengan rata rata anak seusianya atau anak anak pada umumnya. Perbedaan

Lebih terperinci

Menurut Hamalik (1994) belajar merupakan suatu pertumbuhan atau perubahan dalam

Menurut Hamalik (1994) belajar merupakan suatu pertumbuhan atau perubahan dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA 1. Pengertian Belajar Matematika Menurut Hamalik (1994) belajar merupakan suatu pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam bertingkah laku yang baru berkat

Lebih terperinci

Tinjauan Mata Kuliah Masa TK : perkembangan fisik dan kemampuan anak berlangsung sangat cepat. Perkembangan Motorik Perkembangan motorik identik denga

Tinjauan Mata Kuliah Masa TK : perkembangan fisik dan kemampuan anak berlangsung sangat cepat. Perkembangan Motorik Perkembangan motorik identik denga Metode Pengembangan Fisik Drs. Rumpis Agus Sudarko, M.S. FIK-UNY Tinjauan Mata Kuliah Masa TK : perkembangan fisik dan kemampuan anak berlangsung sangat cepat. Perkembangan Motorik Perkembangan motorik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Teori 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Tinjauan tentang Anak Tunagrahita a. Definisi Anak Tunagrahita Tunagrahita mempunyai istilah lain yaitu lemah pikiran (Feeble-Minded),

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. A. Teori Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Dini. Pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini yang dilihat dari sudut

KAJIAN PUSTAKA. A. Teori Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Dini. Pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini yang dilihat dari sudut 8 II. KAJIAN PUSTAKA A. Teori Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Dini Pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini yang dilihat dari sudut pandang teori konstruktivisme dapat diartikan dan diuraikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak memiliki masa emas untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak memiliki masa emas untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini Perkembangan anak usia dini merupakan perkembangan yang sangat penting untuk generasi penerus bangsa. Karena anak usia dini merupakan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya pendidikan di Indonesia telah dijamin seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda perkembangan fisik, mental, atau sosial dari perkembangan

Lebih terperinci

PERANAN KEGIATAN MENGGAMBAR DALAM MENINGKATKAN MOTORIK HALUS PADA ANAK DI KELOMPOK B TK BUNGAMPUTI DWP UNTAD PALU

PERANAN KEGIATAN MENGGAMBAR DALAM MENINGKATKAN MOTORIK HALUS PADA ANAK DI KELOMPOK B TK BUNGAMPUTI DWP UNTAD PALU PERANAN KEGIATAN MENGGAMBAR DALAM MENINGKATKAN MOTORIK HALUS PADA ANAK DI KELOMPOK B TK BUNGAMPUTI DWP UNTAD PALU Arni Anggriyani 1 ABSTRAK Pengembangan motorik halus adalah kemampuan yang berhubungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Maket Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan sebagai perantara

Lebih terperinci

Santi E. Purnamasari, M.Si., Psi.

Santi E. Purnamasari, M.Si., Psi. Santi E. Purnamasari, M.Si., Psi. 1. Tumbuh kembang adalah proses yang kontinu dari konsepsi sampai dewasa. Dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan bawaan 2. Pada periode tertentu ada masa percepatan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi bagian terpadu dan tak terpisahkan dari peningkatan. yang digunakan dalam proses pembelajaran, kemajuan teknologi dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi bagian terpadu dan tak terpisahkan dari peningkatan. yang digunakan dalam proses pembelajaran, kemajuan teknologi dapat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan sebuah pelaksanaan Pendidikan ditentukan oleh beberapa hal yang salah satunya adalah kualitas pembelajaran. Upaya peningkatan mutu pembelajaran menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika terbentuk sebagai hasil observasi dan pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran sistematis,

Lebih terperinci

Hourcade & Martin dalam Wantah ( 2007: 10) juga mengemukakan bahwa berdasarkan data menunjukan bahwa kira-kira 85% dari anak

Hourcade & Martin dalam Wantah ( 2007: 10) juga mengemukakan bahwa berdasarkan data menunjukan bahwa kira-kira 85% dari anak BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan Tentang Anak Tunagrahita Ringan a. Pengertian Anak Tunagrahita Ringan Terdapat banyak istilah yang digunakan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah bosan, sulit memecahkan suatu masalah dan mengikuti pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. mudah bosan, sulit memecahkan suatu masalah dan mengikuti pelajaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus salah satu tujuannya adalah agar anak dapat mengurus diri sendiri dan tidak tergantung pada orang lain. Agar dapat mengurus

Lebih terperinci

PENGARUH PERMAINAN CONGKLAK TERHADAP KEMAMPUAN OPERASI HITUNG PENJUMLAHAN PESERTA DIDIK TUNAGRAHITA KELAS III SDLB

PENGARUH PERMAINAN CONGKLAK TERHADAP KEMAMPUAN OPERASI HITUNG PENJUMLAHAN PESERTA DIDIK TUNAGRAHITA KELAS III SDLB PENGARUH PERMAINAN CONGKLAK TERHADAP KEMAMPUAN OPERASI HITUNG PENJUMLAHAN PESERTA DIDIK TUNAGRAHITA KELAS III SDLB Septina Tria Pratiwi 1 Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga masa dewasa. Perkembangan yang dilalui tersebut merupakan suatu perubahan yang kontinu

Lebih terperinci

belajar, belajar seraya bermain, dengan demikian anak akan memiliki kesempatan untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan dan

belajar, belajar seraya bermain, dengan demikian anak akan memiliki kesempatan untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan di Taman kanak-kanak/ TK merupakan pendidikan yang menjadi pondasi dari seluruh pendidikan yang akan ditempuh di jenjang selanjutnya. TK/ taman kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup Kebermaknaan adalah berarti, mengandung arti yang penting (Poewardarminta, 1976). Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan dari anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan dari anak-anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan dari anak-anak normal pada umumnya. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indriani, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bilangan merupakan hal yang sering anak-anak jumpai disekolah. Menurut hasil penelitian seorang ahli pada surat kabar Kompas dikatakan bahwa 46 % anak-anak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Pemahaman Pemahaman terhadap suatu pelajaran diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini pada hakikatnya adalah anak yang berusia 0-6 tahun yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini pada hakikatnya adalah anak yang berusia 0-6 tahun yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini pada hakikatnya adalah anak yang berusia 0-6 tahun yang sedang berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersebut adalah dengan membuat UU. No. 20 tahun 2003 tentang. SISDIKNAS pasal 1 butir 14 yang bunyinya :

I. PENDAHULUAN. tersebut adalah dengan membuat UU. No. 20 tahun 2003 tentang. SISDIKNAS pasal 1 butir 14 yang bunyinya : 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu amanat luhur yang tercantum dalam UUD 1945 adalah, "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa." Setiap manusia memiliki potensi/bakat kecerdasan, tanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. taraf kelainannya. American Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam

BAB I PENDAHULUAN. taraf kelainannya. American Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata yang terjadi pada saat masa perkembangan dan memiliki hambatan dalam penilaian adaptif. Secara

Lebih terperinci

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI. Rita Eka Izzaty

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI. Rita Eka Izzaty TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI Rita Eka Izzaty SETUJUKAH BAHWA Setiap anak cerdas Setiap anak manis Setiap anak pintar Setiap anak hebat MENGAPA ANAK SEJAK USIA DINI PENTING UNTUK DIASUH DAN DIDIDIK DENGAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Anak Tunagrahita a. Pengertian Anak Tunagrahita Istilah untuk anak tunagrahita dalam bahasa Indonesia bervariasi yaitu terbelakang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Alat Peraga Alat peraga merupakan alat bantu atau penunjang yang digunakan oleh guru untuk menunjang proses belajar mengajar. Pada siswa SD alat peraga sangat dibutuhkan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aktivitas Belajar Aktivitas belajar siswa merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi selama proses belajar mengajar. Kegiatan kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak Usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak Usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak Usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak usia dini berada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Sutjihati Somantri (2005: 107 ) anak tunagrahita sedang

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Sutjihati Somantri (2005: 107 ) anak tunagrahita sedang BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian tentang Anak Tunagrahita Sedang 1. Pengertian Anak Tunagrahita sedang Menurut Sutjihati Somantri (2005: 107 ) anak tunagrahita sedang disebut juga embisil. Kelompok ini memiliki

Lebih terperinci

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) olume 1 Nomor 3 MENINGKATKAN PENGENALAN BANGUN DATAR SEDERHANA MELALUI MEDIA PUZZLE BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN Oleh : Elfawati Abstract Latar belakang penelitian ini berawal dari anak tunagrahita ringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan adalah usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan adalah usaha sadar dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar,

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar, hanya saja masalah tersebut ada yang ringan dan ada juga yang masalah pembelajarannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah terlepas dari matematika. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari berbagai perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak dan terbagi

Lebih terperinci

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunalaras (SDLB-E)

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunalaras (SDLB-E) 41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunalaras (SDLB-E) A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan modal dasar untuk menyiapkan insan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan modal dasar untuk menyiapkan insan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan modal dasar untuk menyiapkan insan yang berkualitas. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu lembaga pendidikan yang dapat menghasilkan

Lebih terperinci

DESKRIPSI PENGENALAN BENTUK GEOMETRI PADA ANAK USIA 4-5 TAHUN DI TK TERATAI KECAMATAN BOLIYOHUTO KABUPATEN GORONTALO

DESKRIPSI PENGENALAN BENTUK GEOMETRI PADA ANAK USIA 4-5 TAHUN DI TK TERATAI KECAMATAN BOLIYOHUTO KABUPATEN GORONTALO 1 DESKRIPSI PENGENALAN BENTUK GEOMETRI PADA ANAK USIA 4-5 TAHUN DI TK TERATAI KECAMATAN BOLIYOHUTO KABUPATEN GORONTALO NURNANINGSIH AHMAD Universitas Negeri Gorontalo Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

2015 PENGGUNAAN MEDIA PLAYDOUGH TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN ANAK TUNARUNGU YANG DISERTAI CEREBRAL PALSY KELAS VII DI SLB-B YPLB MAJALENGKA

2015 PENGGUNAAN MEDIA PLAYDOUGH TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN ANAK TUNARUNGU YANG DISERTAI CEREBRAL PALSY KELAS VII DI SLB-B YPLB MAJALENGKA A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Setiap manusia mendapatkan pengetahuan salah satunya dari indera pendengaran. Melalui pendengaran manusia meniru apa yang dikatakan oleh manusia lain. Dari hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menemukan potensi tersebut. Seorang anak dari lahir memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. dapat menemukan potensi tersebut. Seorang anak dari lahir memerlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap anak dilahirkan bersamaan dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Merupakan tugas orang tua dan guru sebagai pendidik untuk dapat menemukan potensi tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dimulai dari usia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dimulai dari usia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dimulai dari usia 0-6 tahun. Pendidikan ini dapat dilaksanakan oleh beberapa lembaga pendidikan antara lain pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan sangatlah penting bagi setiap manusia dalam rangka mengembangkan segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Guruan (Association for Education and Communication technology) AECT dalam

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Guruan (Association for Education and Communication technology) AECT dalam BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pengertian Media Secara harfiah, kata media berasal dari bahasa latin medium yang memiliki arti perantara atau pengantar. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Pendidikan usia dini dilakukan melalui

BAB I PENDAHULUAN. sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Pendidikan usia dini dilakukan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Desi Nurdianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN Desi Nurdianti, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peraturan Pemerintah No. 72 (Amin, 1995: 11) menyebutkan bahwa anak tunagrahita adalah Anak-anak dalam kelompok dibawah normal dan atau lebih lamban daripada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan anak bermain mempunyai arti yang penting. Bermain merupakan ciri khas anak. Bermain akan menghilangkan kejenuhan anak dan membuat anak menemukan kesenangan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 2.1 Hakikat Sains 2.1.1 Pengertian Sains Pada dasarnya setiap anak dilahirkan dengan bakat untuk menjadi ilmuwan, ia dilahirkan dengan membawa sesuatu keajaiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan rangsangan/ stimulasi yang berguna agar potensi berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan rangsangan/ stimulasi yang berguna agar potensi berkembang, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan anak balita periode penting dalam tumbuh kembang adalah masa balita. Dalam perkembangan anak terdapat masa kritis, dimana diperlukan rangsangan/ stimulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa sesuai dengan tujuan. Tujuan pembelajaran menurut Undang-Undang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. siswa sesuai dengan tujuan. Tujuan pembelajaran menurut Undang-Undang Sistem BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses yang kompleks (rumit), namun dengan maksud yang sama yaitu, memberi pengalaman belajar pada siswa sesuai

Lebih terperinci

08. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan

08. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan 08. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Proses Pembelajaran. Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan.

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Proses Pembelajaran. Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan. BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Proses Pembelajaran Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan. Suyono dan Hariyanto (2014) mengatakan belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi, karena dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi, karena dalam proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan bagian terpenting dalam pendidikan. Karena ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi, karena dalam proses pendidikan terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Taman Kanak-kanak Anak adalah generasi masa depan yang memiliki pribadi unik, zaman yang akan datang adalah milik anak-anak kita. Masa kanak-kanak adalah

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI KEGIATAN MELIPAT KERTAS

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI KEGIATAN MELIPAT KERTAS 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam perkembangan anak secara keseluruhan. Perkembangan fisik sangat berkaitan erat dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. informasi kepada siswa. Media berasal dari bahasa Latin dan merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. informasi kepada siswa. Media berasal dari bahasa Latin dan merupakan 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Media Media adalah suatu sarana yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata

Lebih terperinci

Oleh : ARLINDA IKAWATI A

Oleh : ARLINDA IKAWATI A PENGGUNAAN MEDIA REALIA DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA POKOK BAHASAN LUAS DAN KELILING BANGUN DATAR PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 01 NGADILUWIH KECAMATAN MATESIH KABUPATEN KARANGANYAR

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan komunikasi matematis Menurut Wardani (2008) matematika merupakan sebuah alat komunikasi yang sangat kuat, teliti, dan tidak membingungkan. Dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mampu berkompetensi baik secara akademik maupun non akademik. Memenuhi kebutuhan pendidikan yang mampu mengembangkan akademik

I. PENDAHULUAN. mampu berkompetensi baik secara akademik maupun non akademik. Memenuhi kebutuhan pendidikan yang mampu mengembangkan akademik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat di zaman globalisasi sekarang ini membutuhkan manusia yang mampu berkompetensi baik secara akademik maupun non akademik. Memenuhi kebutuhan pendidikan yang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar. perantara atau pengantar. Association for Education and Communication

BAB III LANDASAN TEORI. sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar. perantara atau pengantar. Association for Education and Communication BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Media Menurut Purnamawati dan Eldarni (2001:4) media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Anak Tunagrahita Sedang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Anak Tunagrahita Sedang BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Anak Tunagrahita Sedang 1. Pengertian Anak Tunagrahita Sedang Anak tunagrahita sedang biasa disebut dengan anak mampu latih, artinya anak masih mampu dilatih keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Muhammad Zaenudin As, 2016 UPI Kampus Serang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Muhammad Zaenudin As, 2016 UPI Kampus Serang 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan bagi anak usia dini adalah pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh dan pemberian kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang tepat bagi anak sejak masa usia dini. aspek perkembangan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual mengalami

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang tepat bagi anak sejak masa usia dini. aspek perkembangan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual mengalami 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa usia dini merupakan masa keemasan bagi seorang anak, sering disebut masa Golden Age, biasanya ditandai oleh terjadinya perubahan yang sangat cepat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) Pengertian Kesejahteraan Psikologis

BAB II TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) Pengertian Kesejahteraan Psikologis BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) 2.1.1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis adalah keadaan dimana seseorang memiliki kondisi yang

Lebih terperinci

Tulisan yang mempunyai pengait kata Alat Permainan edukatif APE kreatif ala TBIF

Tulisan yang mempunyai pengait kata Alat Permainan edukatif APE kreatif ala TBIF Tulisan yang mempunyai pengait kata Alat Permainan edukatif APE kreatif ala TBIF 30/06/2009 Disimpan dalam Uncategorized Tagged Alat Permainan edukatif, barang bekas, kreatif, Mainan, mainan anak Sesungguhnya

Lebih terperinci

BIMBINGA G N N P ADA S ISWA W DENGAN HAMBATA T N

BIMBINGA G N N P ADA S ISWA W DENGAN HAMBATA T N BIMBINGAN PADA SISWA DENGAN HAMBATAN KECERDASAN (TUNAGRAHITA) DEFINISI Tunagrahita merupakan kondisi yg kompleks, menunjukkan kemampuan intektual yang rendah dan mengalami hambatan dalam perilaku adaptif

Lebih terperinci

TUMBANG PRENATAL, NEONATAL, BAYI COLTI SISTIARANI

TUMBANG PRENATAL, NEONATAL, BAYI COLTI SISTIARANI TUMBANG PRENATAL, NEONATAL, BAYI COLTI SISTIARANI REFERENSI 1. Tumbuh Kembang Anak Soetjiningsih EGC Jakarta, 1995 2. Psikologi Ibu dan Anak untuk Kebidanan ---- Herawati Mansur, Salemba Medika 2009 3.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran dapat lebih menarik jika menggunakan media pembelajaran.

TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran dapat lebih menarik jika menggunakan media pembelajaran. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Animasi Multimedia Pembelajaran dapat lebih menarik jika menggunakan media pembelajaran. Menurut Arsyad (2000:4) media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaran Matematika di SD Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar Matematika Menurut Slameto (dalam Bahri, 2008:13), Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan manusia yang memiliki karakteristik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan manusia yang memiliki karakteristik yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan manusia yang memiliki karakteristik yang khas, dikatakan memiliki karakteristik yang khas dikarenakan mempunyai rasa ingin tahu yang

Lebih terperinci

Media Pembelajaran BAB I

Media Pembelajaran BAB I BAB I HAKIKAT MEDIA DALAM PEMBELAJARAN A. PEMBELAJARAN SEBAGAI PROSES KOMUNIKASI Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang melibatkan seseorang dalam upaya memperoleh pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar kearah pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DIKTAT MENGGUNAKAN PERKAKAS TANGAN DI SMK MUHAMMADIYAH 1 BANTUL. Artikel. Oleh RIYANTO NIM

PENGEMBANGAN DIKTAT MENGGUNAKAN PERKAKAS TANGAN DI SMK MUHAMMADIYAH 1 BANTUL. Artikel. Oleh RIYANTO NIM PENGEMBANGAN DIKTAT MENGGUNAKAN PERKAKAS TANGAN DI SMK MUHAMMADIYAH 1 BANTUL Artikel Oleh RIYANTO NIM. 08503242008 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA MARET

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Kebudayaan No. 0486/U/1992 tentang Taman Kanak-kanak adalah

BAB I PENDAHULUAN. dan Kebudayaan No. 0486/U/1992 tentang Taman Kanak-kanak adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Kanak-kanak adalah bagian dari pendidikan anak usia dini bagi anak usia 4 8 tahun sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar (PP No. 27 Tahun 1990 Bab I pasal 1)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Komunikasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Komunikasi Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK 1. Deskripsi Konseptual a. Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi secara umum diartikan sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan ke penerima pesan

Lebih terperinci

BAB I PANDAHULUAN. kehidupan selanjutnya dan memiliki sejumlah karakteristik tertentu.

BAB I PANDAHULUAN. kehidupan selanjutnya dan memiliki sejumlah karakteristik tertentu. 1 BAB I PANDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah sosok individu sebagai makhluk sosial kultural yang sedang mengalami proses perkembangan yang sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, motorik dan sosio emosional. Berdasarkan Pemerdiknas No. 58. Standar Pencapaian perkembangan berisi kaidah pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, motorik dan sosio emosional. Berdasarkan Pemerdiknas No. 58. Standar Pencapaian perkembangan berisi kaidah pertumbuhan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis

Lebih terperinci