BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Guna mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan pembangunan harus senantiasa memperhatikan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan berbagai unsur pembangunan, termasuk dibidang ekonomi dan hukum. Pembangunan dibidang ekonomi sebagaimana dimasud dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) periode adalah untuk mempercepat pemulihan ekonomi dan mewujudkan landasan pembangunan yang lebih kokoh bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan 1. Hal tersebut sejalan dengan arah kebijakan pembangunan dibidang hukum yang antara lain menyeimbangkan peraturan perundang-undangan yang mendukung kegiatan perekonomian dalam menghadapi era perdagangan bebas. Bahwa dalam usaha meningkatkan kebutuhan konsumtif, yang berorientasi produktif setiap masyarakat baik sebagai perorangan atau badan usaha, sangat membutuhan pendanaan, dimana sumber pendanaan tersebut dapat diperoleh melalui lembaga bank maupun lembaga non bank lainnya. Bank merupakan salah satu sumber pendanaan bagi masyarakat yang sudah 1 Penjelasan Umum Undang-Undang Hak Tanggungan, nomor : 4 Tahun 1996.

2 2 memasyarakat, salahsatu usahanya adalah menyalurkan kredit dalam bentuk pinjaman. Karena demikian pentingnya peranan bank dalam penyaluran kredit untuk proses akselerasi usaha ekonomi masyarakat guna mendukung terlaksananya proses pembangunan, maka seharusnya dalam penyaluran.kredit, pemberi dan penerima kredit serta pihak lainnya yang terkait, khususnya pemberi kredit semestinya mendapat perlindungan yang optimal dari negara. Dalam aturan hukum yang ada, perlindungan kepada para pihak diberikan melalui suatu lembaga hak jaminan, sehingga melalui lembaga ini diharapkan dapat memberi kepastian hukum bagi semua pihak yang terkait. Hal ini juga dimaksudkan sebagai suatu upaya untuk mengantisipasi timbulnya resiko bagi pemberi kredit atau kreditur dimasa yang akan datang. Penyaluran pinjaman atau kredit yang dilakukan oleh pihak bank sebagai lembaga perantara (intermediary) keuangan kepada masyarakat yang membutuhkan dana atau modal dalam berusaha, selalu dituangkan dalam suatu perjanjian sebagai landasan hubungan hukum diantara para pihak, yaitu antara kreditur dan debitur. Adanya perjanjian pinjam meminjam uang tersebut, mutlak dibutuhkan lembaga jaminan agar memberikan kepastian bagi pengembalian pinjaman yang diberikan. Keberadaan lembaga jaminan sangat dibutuhkan karena dapat memberi jaminan kepastian dan perlindungan hukum bagi pemberi kredit atau kreditur dan penerima pinjaman atau debitur. Dengan demikian ada jaminan kepastian bagi kreditur jika debitur suatu waktu wanprestasi dalam pelaksanaan

3 3 pemenuhan prestasinya 2. Sebelum Undang-Undang nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda benda yang berkaitan dengan tanah atau lasim disebut UUHT diberlakukan, mengenai lembaga jaminan atas tanah dikenal hipotheek (selanjutnya akan dituliskan hipotik) dan credietverband. Untuk lembaga jaminan hipotik diatur dalam Buku II Burgelijk Wetboek (B.W) atau Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPdt) dalam Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232, sedang lembaga jaminan credietverband diatur dalam staatblad tahun 1908 nomor 542 yang diubah dengan staatblad Namun sejak berlakunya Undang-Undang nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria atau biasa disingkat dengan UUPA melalui Pasal 51 sudah diamanatkan bahwa akan ada aturan tentang hak tanggungan dikemudian hari yang diatur melalui undang-undang. Dan setelah menunggu beberapa lama, maka lahirlah Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) 3 nomor : 4 Tahun 1996, sebagaimana akan dibahas lebih lanjut dalam tesis ini. Karena Undang Undang Hak Tanggungan (UUHT) merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria), maka tujuan untuk memberi kepastian hukum juga harus tampak dalam UUHT dan selanjutnya akan menjadi pegangan untuk menafsirkan UUHT, artinya agar ketentuan-ketentuan hak tanggungan dan peraturan pelaksananya harus ditafsirkan sebesar mungkin 2 Bank Indonesia, 1998, Urusan Kredit, Kumpulan Ketentuan Kredit Program dan Bantuan Teknis, hlm.7 3 Maria S.W. Sumardjono, 1997, Kredit Perbankan Permasalahannya Dalam Kaitannya Dengan berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan, Jurmal Hukum, No.7, Vol.4, hlm.85.

4 4 kepastian hukum pada umumnya dan kepastian hukum mengenai hak atas tanah pada khususnya 4. Selanjutnya disebutkan bahwa tujuan seperti itu kiranya selalu akan menjadi bahan pertimbangan dalam mengeluarkan peraturan-peraturan dan peraturan pelaksana lebih lanjut dari UUPA dan UUHT, serta diperhatikan pula tingkatan-tingkatan peraturan perundang-undangan dan juga agar peraturan pelaksana itu selanjutnya disusun secara sistimatis agar tujuan mencapai kepastian hukum terhadap obyek hak tanggungan khususnya hak atas tanah harus selalu menjadi prioritas 5. Menurut Maria W. Sumardjono 6, bahwa sejak UUHT dinyatakan berlaku, maka lembaga jaminan hipotik dan credietverband sepanjang menyangkut tanah berakhir, maka berakhir pula masa tugas serta peranannya. Namun menurut Herowaty Poesoko bahwa, pendapat Maria tersebut diatas tidak semuanya benar, sebab menurut Pasal 26 UUHT, eksekusi hipotik yang ada sejak mulai berlakunya UUHT, masih berlaku terhadap eksekusi hak tanggungan selama belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, dengan memperhatikan ketentuan dalam pasal 14 UUHT 7. Selanjutnya Yudha Agus Hernoko mengatakan bahwa 8, dalam praktek perbankan untuk lebih mengamankan dana yang disalurkan kreditur pada debitur 4 J.Satrio, 2002, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.4-5 (selanjutnya disebut sebagai J. Satrio I). 5 Ibid, hlm.5 6 Ibid, hlm.85 7 Op cit, hlm.86 8 Agus Yudha Hernoko, 1998, Lembaga Jaminan Hak Tanggungan sebagai Penunjang Kegiatan Perkreditan Perbankan Nasional, Tesis, Pascasarjana UNAIR, Surabaya, hlm.7.

5 5 maka dibutuhkan tambahan pengamanan berupa jaminan khusus, yang banyak digunakan adalah jaminan kebendaan berupa tanah. Penggunaan tanah sebagai jaminan kredit didasarkan pada pertimbangan bahwa tanah paling aman dan mempunyai nilai ekonomis yang relatif tinggi. Lembaga jaminan oleh Perbankan dianggap paling efektif dan aman adalah tanah dengan jaminan hak tanggungan. Hal ini didasari atas adanya kemudahan dalam mengidentifikasi obyek hak tanggungan yang jelas dan pasti eksekusinya. Disamping itu hutang yang dijamin dengan hak tanggungan harus didahulukan pembayarannya dibanding tagihan-tagihan lainnya dari uang hasil pelelangan tanah yang menjadi obyek hak tanggungan. Dengan adanya kemudahan atas hutang yang dijamin dengan hak tanggungan maka akan mempercepat setiap pelunasan piutang kreditur, sehingga dana yang telah diberikan dapat segera dikembalikan oleh debitur, dan dengan demikian dana tersebut dapat digunakan kembali untuk keperluan refinance oleh kreditur dalam bentuk penyaluran kredit baru guna kepentingan perputaran dana dalam rangka menunjang dan menggerakkan roda perekonomian masyarakat, yang secara langsung atau tidak langsung juga akan berdampak pada perekonomian nasional. Dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a dan b UUHT, memberi kemudahan pada pemegang hak tanggungan apabila debitur cidera janji. Berdasarkan pasal tersebut, pelaksanaan eksekusi terhadap benda jaminan hak tanggungan dapat

6 6 dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu 9 : 1. Penjualan Dibawah Tangan Menurut penjelasan Pasal 20 ayat (1) dan (2) UUHT, bahwa pada prinsipnya eksekusi harus dilaksanakan dengan melalui pelelangan umum, karena dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk setiap obyek hak tanggungan. Namun jika penjualan melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga yang tinggi, dengan menyimpang dari prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberi kemungkinan untuk melakukan eksekusi melalui penjualan dibawah tangan. Menurut Sutan Remy Sjahdeini 10, dalam rangka penjualan dibawah tangan, masalah yang perlu dipecahkan adalah mengenai keabsahan penjualan obyek hak tanggungan oleh bank, berdasarkan surat kuasa untuk menjual dibawah tangan dari pemberi hak tanggungan. Untuk eksekusi dibawah tangan pelaksanaannya harus memenuhi beberapa persyaratan yang antara lain adanya kesepakatan antara pihak pemberi hak tanggungan (debitur) dengan pihak penerima hak tanggungan (kreditur). Menurut Sutarno 11, dalam praktek penjualan jaminan berdasarkan surat kuasa tidak mudah dilaksanakan karena Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) menghendaki debitur hadir sendiri untuk menandatangani akta jual beli, sebab dikuatirkan suatu saat debitur menuntut pembatalan jual beli jika penjualan 9 Herowati Poesoko, 2007, Parate Executie Obyek Hak Tanggungan, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, hlm. 4 (selanjutnya disebut Herowati Poesoko I). 10 Sutan Remy Sjahdeini, 1999, Hak Tanggungan, Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah yang dihadapi oleh Perbankan, suatu kajian mengenai undang-undang, Alumni, Bandung, hlm Sutarno, 2005, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, CV.Alfabet, Bandung, hlm.293.

7 7 jaminan debitur ternyata harganya dibawah harga pasar, sehingga sangat merugikan pihak debitur atau pemilik jaminan. Kadang-kadang terjadi kreditur yang menerima kuasa dari debitur untuk menjual jaminan berbuat berbuat nakal dengan menjatuhkan harga barang jaminan tersebut jauh dibawah harga seharusnya. Untuk itu guna menghindari penjualan jaminan dibawah harga pasar, maka jaminan itu sebelum dijual perlu dilakukan penilaian oleh konsultan penilai independen atau apraiser, kemudian PPAT membuat akta jual beli dengan berpedoman pada nilai atau harganya yang diberikan oleh penilai independen tersebut. 2. Tittle Executorial Bahwa pembentuk undang-undang hak tanggungan juga menciptakan pengecualian penyelesaian hutang tidak semata-mata melalui gugatan tetapi dapat memanfaatkan sertifikat Hak Tanggungan sebagai dasar hukum untuk melakukan eksekusi. Hal ini ditentukan dalam Pasal 14 UUHT, bahwa : Sertifikat Hak Tanggungan yang memuat irah-irah dengan kata-kata, Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan Pegadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse akta hipotik sepanjang mengenai hak atas tanah" Berdasarkan jaminan ini, maka kreditur yang telah memegang sertifikat hak tanggungan, jika ternyata debitur cidera janji, dapat untuk melakukan penagihan piutang, kreditur dapat mengajukan eksekusi langsung atas jaminan tanpa harus

8 8 mengajukan gugatan 12. Herowaty Poesoko mengatakan bahwa 13, untuk eksekusi yang menggunakan tittle eksekutorial didasarkan atas grosse acte sertifikat hak tanggungan (dulu mengunakan grosse acte hipotik) dan grosse acte pengakuan hutang. Kedua grosse acte ini memang mempunyai hak eksekutorial, maka dalam hal ini pelaksanaan penjualan barang jaminan debitur tunduk pada hukum acara perdata, sebagaimana diatur dalam Pasal 224 H.I.R (Het Herziene Inlands Reglement atau Reglement Indonesia yang Diperbaharui)/ Pasal 258 RBg (Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura/ Reglement Acara Hukum untuk Daerah Luar Jawa dan Madura), yang prosedur pelaksanaannya atau eksekusinya tunduk dan patuh sebagaimana suatu putusan pengadilan, yang harus dilaksanakan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri. 3. Parate Executie Menurut Subekti, parate executie, adalah 14 : menjalankan sendiri atau mengambil sendiri apa yang menjadi haknya dalam arti tanpa perantaraan hakim, yang ditujukan atas sesuatu barang jaminan untuk'selanjutnya menjual sendiri barang tersebut. Majalah Varia Peradilan menyebutkan bahwa parate executie adalah 15, eksekusi yang dilaksanakan sendiri oleh pemegang hak jaminan (gadai 12 Ibid, hlm Op cit, hlm.5 14 Subekti, 1990, Pelaksanaan Perikatan, Eksekusi Riil dan Uang Paksa, dalam: Penemuan Hukum dan Pemecahan Masalah Hukum, Proyek Pengembangan Teknis Yusticia Peradilan, MARI, Jakarta, hlm Majalah Hukum Varia Peradilan, 1996, Th.XI, nomor 124, Januari, hlm

9 9 dan hipotik) tanpa melalui bantuan atau campur tangan pengadilan, melainkan hanya melalui bantuan Kantor Lelang Negara saja. Menurut Mariam Darus Badrulzaman, dalam Sutarno bahwa 16, Parate Eksekusi merupakan eksekusi terhadap obyek hak tanggungan yang tidak memerlukan fiat eksekusi dari Ketua Pengadilan, tetapi dapat dilakukan langsung oleh Kantor Lelang Negara, karena Parate Executie artinya menjalankan sendiri atau mengambil sendiri apa yang menjadi haknya tanpa perantara Hakim. Menjual atas kekuasaan sendiri tersebut diartikan bahwa penjualan dilakukan menurut cara yang diatur dalam Pasal 1211 KUHPdt, yaitu dilakukan dengan bantuan langsung oleh Kantor Lelang Negara tanpa memerlukan fiat dari Ketua Pengadilan Negeri. Dari pendapat tersebut diatas, dapat dipahami dengan jelas bahwa pelaksanaan parate executie merupakan cara termudah, murah dan sederhana bagi kreditur untuk memperoleh kembali piutangnya terhadap debitur jika debitur wanprestasi, dibanding dengan eksekusi yang dilakukan melalui bantuan atau campur tangan pengadilan. Ketentuan eksekusi jaminan melalui parate executie (beding vaneigen matige verkoop) diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) pasal 6, sedang ketentuan hipotik tentang parate executie diatur dalam Pasal 1178 ayat (2) KUHPdt. Tentang parate executie, undang-undang telah memberikan landasan hukum yang kuat untuk melakukan eksekusi jaminan, tetapi dalam pelaksanaannya Kantor Lelang selama ini tidak bersedia melakukan 16 Mariam Darus Badrulzaman, dalam buku Sutarno 2005, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, CV. Alfabet, Bandung, hlm.325.

10 10 pelelangan berdasarkan parate exectuie. Jika kembali memperhatikan apa yang terjadi dalam kurun waktu sejak diberlakukannya UUPA Nomor 5 Tahun 1960, sampai dengan diberlakukannya UUHT Nomor 4 Tahun 1996, maka parate executie tidak dapat dilaksanakan sebagaimana diharapkan oleh masyarakat khususnya oleh pihak perbankan yang umumnya dalam kedudukan sebagai kreditur, hal ini disebabkan karena adanya putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) Nomor : 3210 K/Pdt/1984, tertanggal 30 Januari 1986, dimana salahsatu ratio decidendi putusan MA dalam perkara itu bahwa jika dalam melakukan pelelangan atas perintah tergugat I dalam hal ini Bank-Kreditur, dimana perintah pelelangan tersebut tidak atas perintah (fiat) Ketua Pengadilan Negeri, maka menurut ketentuan dalam MARI tersebut, bahwa lelang umum itu bertentangan dengan Pasal 224 H.I.R, sehingga pelelangan tersebut adalah tidak sah. Menurut Herowaty Poesoko bahwa 17, dan celakanya lagi ternyata Putusan MARI ini didukung oleh Buku II Pedoman Mahkamah Agung Republik Indonesia yang mengharuskan adanya fiat eksekusi dari Pengadilan Negeri. Menurut M.Yahya Harahap 18, bahwa putusan MARI-No K/Pdt/1984, tanggal 30 Januari 1986 tersebut sering diperdebatkan berbagai pengkajian hukum, karena menurut kalangan putusan ini telah mematikan asas eigenmachtige verkoop yang diberikan oleh Pasal 1178 ayat 2 KUHPdt. Oleh karenanya putusan MARI itu 17 Herowati Poesoko, 2006, Parate Executie Obyek Hak Tanggungan, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, hlm. 6 (selanjutnya disebut Herowati Poesoko II). 18 M.Yahya Harahap, 1993, Perlawanan Terhadap Eksekusi Grosse Acte Serta Putusan Pengadilan dan Arbiterasi dan Standar Hukum Eksekusi, PT.Citra Aditya Bhakti, Bandung, hlm.305.

11 11 harus segera diluruskan. Pendapat berbeda di sampaikan oleh Budi Harsono, dalam ceramahnya, hukum jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan, menyatakan bahwa putusan MARI No K/Pdt/1984, tanggal 30 Januari 1986 tersebut merupakan salahsatu kemudahan yang tidak dapat dimanfaatkan, maksudnya dengan adanya putusan MA tersebut agar parate executie terlebih dahulu harus mendapatkan fiat Ketua Pengadilan Negeri. Sejak berlakunya UUHT Nomor 4 Tahun 1996, Herowaty Poesoko, mengatakan bahwa 19, bank sebagai kreditur jarang mengajukan permohonan pelelangan kepada Kantor Lelang Negara berdasarkan jaminan yang diberikan dalam pasal 6 UUHT, sebab permohonan tersebut akan ditolak oleh Kantor Lelang Negara dengan alasan bertentangan dengan putusan MARI Nomor : 3210 K/Pdt/1984, tanggal 30 Januari 1986 dan Buku II Pedoman Mahkamah Agung Republik Indonesia yang mengharuskan adanya fiat eksekusi dari Pengadilan Negeri. Karena masalah ini pulalah sehingga banyak jaminan yang dikuasai oleh bank sebagai kreditur tidak dapat dilelang eksekusi, akibatnya barang jaminan kredit macet tidak diminati untuk dibeli oleh masyarakat dengan alasan akan menimbulkan masalah hukum dikemudian hari. Masalah hukum yang dapat timbul, misalnya jika lahan yang telah dibeli tersebut harus dikosongkan, sebab pengadilan akan menolak untuk menerbitkan perintah pengosongan, dengan alasan eksekusinya tidak melalui pengadilan. Dan jika tidak perlu ada pengosongan karena tidak ada bangunan diatas tanah tersebut, 19 Ibid, hlm.19

12 12 juga tetap akan menimbulkan gugatan baru dikemudian hari, sehingga eksekusi jaminan tanpa melalui fiat Ketua Pengadilan dapat menimbulkan ketidak pastian hukum. Selanjutnya menurut M. Khoidin bahwa 20, keberadaan parate executie sesudah berlakunya undang-undang nomor 4 Tahun 1996 juga tidak dapat diberlakukan secara efektif dengan alasan seperti yang dikemukan tersebut diatas. Bahwa didalam perkembangannya parate executie diwilayah Jakarta, Bandung dan Semarang, yang diajukan oleh kreditur untuk melakukan penjualan dimuka umum (lelang) atau permohonan eksekusi berdasarkan pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan melalui perantara Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) sekarang telah berubah menjadi KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang), dalam kenyataannya KPKNL tetap meminta agar pelaksanaan eksekusi tersebut harus mendapatkan fiat Ketua Pengadilan dimana obyek hak tanggungan tersebut berada. Alasannya karena, KPKNL pernah mengalami pengalaman pahit dari pihak debitur atau pihak ketiga yang mencaricari alasan sehingga menimbulkan perkara baru yang mengkaitkan atau menggugat KPKNL 21. Sehubungan dengan adanya kenyataan dimana parate executie dalam prakteknya tidak dapat terlaksana dengan baik dan serta merta terhadap obyek hak tanggungan, dan hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam 20 M.Khoidin, 2003, Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Hak Tanggungan, Surabaya, hlm Op cit, hlm.8

13 13 pelaksanaannya, maka penulis perlu untuk mencari tahu penyebab apa yang menjadi kendala atau hambatan dalam pelaksanaan parate executie sebagaimana yang telah diamanatkan oleh undang-undang, baik oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) maupun oleh jaminan yang diberikan melalui Undang- Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 dan peraturan-peraturan lainnya sehubungan dengan Parate Executie. Karena dengan adanya kendala atau hambatan tersebut, dapat menimbulkan ketidak pastian hukum bagi para pihak khususnya bagi kreditur. Dilain sisi, dengan adanya kendala dalam pelaksanaan parate executie, dapat menjadi hambatan yang sangat serius bagi investor baik domestik maupun asing atau internasional yang akan melakuan investasi di Indonesia. Dan lebih khususnya lagi, bagi kreditur atau bank atau lembaga keuangan lainnya yang telah menyalurkan dananya dalam bentuk kredit dengan harapan, jika suatu saat debitur cidera janji akan dengan mudah, sederhana dan murah untuk melakukan esekusi melalui jaminan parate executie, namun ternyata tidak dapat dilaksanakan sebagaimana yang telah diamanatkan dengan jelas dan gamblang dalam Undang- Undang Hak Tanngungan. Jika ditelusuri dengan seksama dalam peraturan yang ada, maka pengaturan parate executie dalam UUHT, terdapat saling pertentangan dan kerancuan. Pertentangan dan kerancuan pengaturan parate exetutie dapat diperhatikan jika menghubungkan antara Pasal 6 UUHT dengan penjetasan umum angka 9 UUHT, dimana dalam pasal 6 disebutkan bahwa pelaksanaan parate executie melalui

14 14 pelelangan umum, sedangan menurut penjelasan umum angka 9, menyatakan bahwa parate executie pelaksanaannya mendasarkan pada pasal 224 HIR 22. Pasal 224 HIR, pengaturan eksekusinya ditujukan kepada grosse acte hipotik dan grosse acte pengakuan hutang. Kedua grosse acte tersebut dimaksudkan memang mempunyai hak eksekutorial, yang berarti kedua grosse acte tersebut mempunyai kekuatan sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Sehingga dengan demikian eksekusinya tunduk dan patuh sebagaimana pelaksanaan pada suatu putusan pengadilan, yang harus dilaksanakan atas perintah atau fiat Ketua Pengadilan. J.Satrio mengatakan bahwa 23, didalam doktrin kewenangan untuk menjual atas kekuasaan sendiri atau parate eksekusi, diberikan arti bahwa kalau debitur wanprestasi, kreditur bisa melaksanakan eksekusi obyek jaminan, tanpa harus minta fiat Ketua Pengadilan Negeri, tanpa harus mengikuti aturan main dalam hukum acara, untuk itu ada aturan main sendiri, tidak perlu ada sita lebih dahulu, tidak perlu melibatkan juru sita dan karenanya prosedurnya lebih mudah, sederhana dan biayanya lebih murah. Adalah janggal sekali jika ada yang mengkaitkan parate eksekusi dengan Pasal 224 HIR sebab yang diatur dalam Pasal 224 HIR adalah eksekusi berdasarkan grosse acte. Karena grosse acte yang disebutkan dalam pasal tersebut dinyatakan mempunyai kekuatan eksekutorial atau mempunyai kekuatan sebagai suatu keputusan yang telah mempunyai 22 Gede Sudharta, 1989, Pandangan Segi Hukum dan Praktek Mengenai Surat Pangakuan Hutang dan Wewenang untuk Menjual Barang Jaminan, Media Notariat, No.12-13, Thn.IV, hlm Op cit, hlm.61-62

15 15 kekuatan yang tetap, maka pelaksanaannya seperti juga pelaksanaan suatu keputusan pengadilan selalu harus dengan persetujuan Ketua Pengadilan. Kalau melaksanakan parate executie disamakan dengan melaksanakan eksekusi berdasarkan grosse, maka apa gunanya orang memperjanjikan parate executie, bukankah ia sudah mempunyai grosse acte sertifikat Hak Tanggungan 24. Dengan adanya perbedaan penjelasan sebagaimana dimaksudkan dalam penjelasan Pasal 6 dan penjelasan umum angka 9 tersebut diatas, maka pengaturan parate executie dalam UUHT Nomor 4 Tahun 1996, dapat memberi akses atau sumbangan pada terjadinya ketidakpastian hukum bagi jaminan yang diberikan berdasarkan hak tanggungan, dengan demikian secara sistimatis dan menyeluruh kondisi ini akan menimbulkan implikasi buruk bukan hanya pada bidang hukum, tetapi juga pada bidang pelaku ekonomi yang akan menanamkan modalnya atau berinvestasi di Indonesia. Menurut AS Van Nierop, dalam bukunya Hypotheekrecht, Serie Publik en Privaatrecht bahwa 25, parate eksekusi yang diatur dalam Pasal 1178 ayat (2) KUHPdt, mempunyai peranan yang sedemikian pentingnya sehingga ada yang menganggap sebagai salah satu tiang pokok atau utama bagi bangunan hipotik. Selanjutnya M. lsnaeni mengatakan bahwa 26, benteng penangkal yang disediakan oleh perangkat hukum, yang beberapa hal tidak efektif dalam menangkis resiko kerugian. Keadaan ini tentunya dapat mendatangkan keresahan dalam rangka upaya untuk mempercepat pertumbuhan 24 J. Satrio, 1998, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan Buku 2, PT. Citra Aditya, Bandung, hlm A.S Van Nierop, dlm buku Herowaty, Op cit, hlm M. Isnaeni, 1996, Hipotek Pesawat Udara Di Indonesia, CV. Dharma Muda, Surabaya, hlm.43

16 16 ekonomi yang sedang dilaksanakan saat ini. Perangkat hukum seperti peraturan tentang Parate Executie yang semestinya dapat diandalkan dan dibanggakan agar dapat ikut membantu menopang era pertumbuhan ekonomi, ternyata tidak dapat berperan sebagaimana yang diharapkan. Selanjutnya dikatakan M. Isnaeni bahwa, dengan lahirnya Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) jangan diartikan bahwa perangkat yang dibuat lalu menjadi sempurna, bagaimanapun undang-undang bukan merupakan produk final, namun undang-undang merupakan langkah awal untuk terbentuknya hukum yang lebih bercitra sebagai suatu proses yang terus tumbuh berkepanjangan sesuai dengan tuntutan kebutuhan sosial 27. Pendapat tersebut diatas sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo dan A.Pitlo menegaskan bahwa 28, undang-undang tidak mungkin lengkap. Undang-Undang hanya merupakan satu tahap dalam proses pembentukan hukum dan terpaksa mencari kelengkapannya dalam praktek hukum oleh Hakim. Demikian halnya dengan lahirnya UUHT yang merupakan pembaharuan atas lembaga jaminan atas tanah, sebagai pengganti hipotik dan credietverband. Seharusnya essensi pembaharuan hukum menurut Peter Mahmud 29, adalah pembaharuan nilai-nilai hukum bukan sekedar pembaharuan aturan hukum atau pembaharuan substansi hukumnya. 27 Ibid, hlm Sudikno Mertokusumo, A.Pitlo, 1993, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya, Bandung, hlm Peter Mahmud Marzuki, 2002, Filosofi Pembaharuan Hukum Indonesia, Jurnal Yustika Hukum dan Keadilan, Vol.5, Nomor 1, hlm

17 17 Selanjutnya Peter Mahmud mengatakan bahwa 30, berdasarkan nilai-nilai baru tersebut dibangun substansi hukum yang baru. Setelah pembangunan substansinya dibuat prosedur penegakannya dalam bentuk hukum formal aturanaturan yang bersifat prosedural tersebut tidak boleh menyisihkan atau menyimpangi ketentuan yang bersifat substantial. Sedang ketentuan-ketentuan yang bersifat substantif harus merefleksikan nilai-nilai hukum, artinya ketentuan itu tidak begitu saja dituangkan tanpa adanya ratio legis yang berupa nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Oleh karenanya berdasarkan apa yang dikemukakan diatas, maka dengan lahirnya suatu peraturan hukum dalam UUHT yang mengatur eksekusi khusus tentang parate executie masih dibutuhkan suatu pembahasan yang lebih mendalam agar peraturan tersebut tidak menimbulkan ketidakpastian hukum, berstandar ganda dan penganuliran atau penyepelehan lembaga parate executie dalam praktek hukum. Hal ini harus segera dihindari atau diminimalisir agar lembaga parate executie dapat menjadi tiang pokok yang utama bagi lembaga jaminan hak tanggungan dalam upaya pembangunan hukum yang komprehensif, terpadu dan menyeluruh, khususnya dalam bidang hukum jaminan. B. Rumusan Masalah Sehubungan dengan pembahasan yang telah diuraikan diatas, maka beberapa pokok masalah yang dapat penulis rumuskan adalah : 1. Bagaimana Hubungan Prinsip-Prinsip Hukum Jaminan dalam Ketentuan 30 Ibid, hlm.19.

18 18 Undang-Undang Hak Tanggungan?. 2. Bagaimana Pelaksanaan Parate Executie terhadap Obyek Hak Tanggungan dalam Penyelesaian Kredit Macet pada perbankan di Makassar?. 3. Bagaimana Peranan Parate Executie memberi kepastian hukum dalam penyelesaian kredit macet?. C. Keaslian Penelitian Keaslian Penelitian menurut Maria S.W. Sumardjono 31, adalah suatu masalah yang dipilih belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya atau harus dinyatakan dengan tegas bedanya dengan penelitian yang sudah pernah dilakukan. Berdasarkan informasi dan hasil penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan Universitas Gadjah Mada, sepanjang pengetahuan penulis, penelitian dengan judul Kepastian Hukum Parate Executie Terhadap Obyek Hak Tanggungan dalam Mempercepat Penyelesaian Kredit Macet belum pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya. Namun ada beberapa penelitian yang mempunyai tema hampir sama tetapi pokok permasalahannya berbeda, yaitu : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Erma Yuni Mastuti dengan judul Penyelesaian Kredit Macet Melalui Parate Eksekusi Hak Tanggungan pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta IV di Jakarta sebagai perlindungan hukum terhadap kreditur pemegang hak tanggungan dan pembeli lelang Pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah hlm Maria S.W. Sumardjono, 2001, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Jakarta, Gramedia,

19 19 Mada Yogyakarta tahun Pokok permasalahan penelitian tersebut adalah bagaimanakah penyelesaian kredit macet melalui parate eksekusi hak tanggungan pada kantor pelayanan kekayaan Negara dan lelang (KPKNL) Jakarta IV. Hasil dari penelitian tersebut adalah pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan melalui KPKNL ini disamping dapat memberikan perlindungan hukum kepada pihak bank dalam pengembalian piutangnya, juga dapat memberikan perlindungan hukum bagi pembeli lelang, hal ini terkait dengan belum adanya peraturan mengenai pengosongan obyek lelang. Selain hal itu, terdapat beberapa kasus dalam pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan yang belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal tersebut karena adanya faktor dari pihak eksternal yaitu dari pihak Badan Pertanahan Nasional dan pihak penilaian independen, namun hal tersebut tidak mempengaruhi KPKNL dalam melaksanakan lelang Penelitian yang dilakukan oleh Ronald T. Mangalik dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Eksekusi Obyek Hak Tanggungan Berdasarkan Parate Eksekusi. pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun Pokok permasalahan penelitian tersebut adalah mengenai eksistensi dan perlindungan hukum pemegang hak tanggungan pertama dalam melakukan parate eksekusi terhadap obyek hak tanggungan. Hasil dari penelitian tersebut adalah eksistensi pemegang hak tanggugan pertama belum sepenuhnya diakui dalam melakukan 32 Erna Yuni Mastuti, 2009, Penyelesaian Kredit Macet Melalui Parate Eksekusi Hak Tanggungan Pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) Jakarta IV di Jakarta Sebagai Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Dan Pembeli Lelang, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, hlm 13.

20 20 parate eksekusi, karena adanya inkonsistensi peraturan tentang prosedur pelaksanaan parate eksekusi, disatu sisi harus melalui pelelangan umum tanpa fiat ketua pengadilan negeri, disisi lain pelaksanaanya harus melalui fiat ketua pengadilan negeri. Parate eksekusi yang merupakan hak kreditur menjadi kabur dan bahkan dapat dikatakan terjadi konflik norma. Bentuk perlindungan hukumnya bagi kreditur pemegang hak tanggungan, telah dilakukan sepenuhnya dalam hal parate eksekusi terhadap obyek hak tanggungan. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 11 ayat (2) huruf e UUHT, dan berdasarkan Pasal 6 UUHT, yaitu hak dari pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri (parate eksekusi) adalah hak berdasarkan Undang-Undang, jadi tanpa perjanjianpun, hak itu sudah lahir 33. Perbedaan pokok dan yang paling mendasar antara penelitian ini dengan kedua penelitian di atas adalah pada penelitian ini, penulis mempersoalkan hubungan antara prinsip-prinsip hukum jaminan dan asas-asas UUHT, pelaksanaan dan penerapan parate executie yang tidak sesuai dengan Pasal 6 UUHT, adanya perbedaan penafsiran pasal-pasal UUHT, perbedaan interpretasi diantara pemangku kepentingan atas pengertian parate executie sehingga menimbulkan perbedaan pelaksanaan dilapangan, dimana hal ini menimbulkan ketidak pastian hukum. Penelitian dilaksanakan di Makassar, khususnya di bank BNI 46, KPKNL dan Pengadilan Negeri, dimana penulis menemukan pelaksanaan 33 Ronald T. Mangalik, 2012, Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Eksekusi Obyek Hak Tanggungan Berdasarkan Parate Eksekusi, Tesis, Program Studi Magister Kenotaritan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, hlm. 8

21 21 Parate Executie sudah dijalankan sesuai Pasal 6 UUHT, walaupun belum sepenuhnya, karena ada beberapa bank masih belum melaksanakan dengan alasan belum ada peraturan pelaksanan sebagaimana diatur dalam Pasal 26 UUHT. D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah, untuk mengetahui eksistensi dan efektivitas undang-undang khususnya dalam hal ini Undang-Undang Hak Tanggungan, sebagai berikut: a. Untuk membuktikan bahwa asas-asas undang-undang hak tanggungan sejalan, sesuai dan terkandung dalam prinsip-prinsip umum hukum jaminan. b. Untuk membuktikan bahwa parate executie berperan besar dalam usaha penyelesaian kredit macet yang terjadi pada perbankan atas obyek hak tanggungan dengan ketentuan bahwa aturan-aturan yang yang ada dalam undang-undang hak tanggungan dan peraturan pelaksana lainnya dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, sesuai aturannya, optimal dan konsisten. c. Untuk membuktikan bahwa parate executie yang diatur dalam undang-undang hak tanggungan nomor : 4 Tahun 1996, dapat memberi kepastian hukum kepada para pihak khususnya kreditur dalam upaya mempercepat penyelesaian kredit macet, dengan catatan dilakukan penerapan dan pelaksanaan yang konsisten, sistimatis dan menghormati asas hierarkhi peraturan perundangundangan yang berlaku.

22 22 E. Manfaat Penelitian Manfaat Penelitian ini penulis membedakan dalam dua manfaat yaitu, a. Manfaat teoritis. Pembahasan ini menggunakan pendekatan empiris, dan juga pendekatan doktrinal, hasilnya diharapkan berguna bagi kepentingan pengembangan teori dan ilmu pengetahuan hukum tentang Kepastian Hukum Parate Executie Terhadap Obyek Hak Tanggungan dalam Mempercepat Penyelesaian Kredit Macet, sejalan dengan prinsip-prinsip hukum jaminan dalam memberi kepastian hukum bagi Kreditur, Debitur dan Pihak-Pihak terkait lainnya. b. Manfaat praktis. Yang utama adalah mempunyai nilai kemanfaatan untuk kepentingan masyarakat khususnya bagi kreditur, sehingga dapat dijadikan masukan dalam usaha memperbaiki dan menyempurnakan aturan-aturan hukum yang berhubungan dengan parate executie dikemudian hari. Dan diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi Pemerintah, DPR, dan Institusi terkait lainnya agar dapat membuat peraturan perundang-undangan yang dapat memberi kepastian hukum.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. 13 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak Tanggungan adalah suatu istilah baru dalam Hukum Jaminan yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Bank

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kebutuhan masyarakat baik perorangan maupun badan usaha akan penyediaan dana yang cukup besar dapat terpenuhi dengan adanya lembaga perbankan yang

Lebih terperinci

PARATE EXECUTIE PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN ASET KREDITOR DAN DEBITOR

PARATE EXECUTIE PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN ASET KREDITOR DAN DEBITOR Yusuf Arif Utomo: Parate Executie Pada Hak Tanggungan 177 PARATE EXECUTIE PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN ASET KREDITOR DAN DEBITOR Oleh Yusuf Arif Utomo* Abstrak Bank dalam memberikan pinjaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, dan merupakan sarana bagi pemerintah dalam menggalakkan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN MELALUI PENJUALAN DI BAWAH TANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PD.

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN MELALUI PENJUALAN DI BAWAH TANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PD. Tinjauan Yuridis Eksekusi Hak Tanggungan Melalui Penjualan di Bawah Tangan sebagai Alternatif... TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN MELALUI PENJUALAN DI BAWAH TANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian di Indonesia mempunyai dampak yang sangat positif. Perbaikan sistem perekonomian dalam penentuan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi

Lebih terperinci

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339 KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau VOLUME 5 NO. 2 Februari 2015-Juli 2015 JURNAL ILMU HUKUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang menggerakkan roda perekonomian, dikatakan telah melakukan usahanya dengan baik apabila dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. ditentukan 3 (tiga) cara eksekusi secara terpisah yaitu parate executie,

BAB III PENUTUP. ditentukan 3 (tiga) cara eksekusi secara terpisah yaitu parate executie, BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan seluruh uraian pada bab sebelumnya, maka dalam bab penutup dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam Pasal 20 UUHT telah ditentukan 3 (tiga) cara eksekusi secara terpisah

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang Bab I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang perekonomian. Perbankan menjalankan kegiatan usahanya dengan mengadakan penghimpunan dana dan pembiayaan

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ATAS KREDIT MACET PADA PT. BANK SUMUT

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ATAS KREDIT MACET PADA PT. BANK SUMUT ADELIA NOVRIANI PURBA 1 ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ATAS KREDIT MACET PADA PT. BANK SUMUT (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No.167/Pdt.G/2013/PN.Mdn jo Putusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (dalam tulisan ini, undang-undang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang adalah di bidang ekonomi. Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang adalah di bidang ekonomi. Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan A. Latar Belakang Garis Besar Haluan Negara (GBHN) menyebutkan bahwa titik berat pembangunan jangka panjang adalah di bidang ekonomi. Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merangsang dan menumbuhkan motivasi masyarakat untuk meningkatkan. produktifitas di bidang usahanya. Meningkatnya pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. merangsang dan menumbuhkan motivasi masyarakat untuk meningkatkan. produktifitas di bidang usahanya. Meningkatnya pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era pembangunan dewasa ini, peranan kredit sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan sangatlah penting untuk menunjang, merangsang dan menumbuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi sebagai dampak krisis ekonomi global. tahun 2008 mencapai (dua belas ribu) per dollar Amerika 1).

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi sebagai dampak krisis ekonomi global. tahun 2008 mencapai (dua belas ribu) per dollar Amerika 1). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian Indonesia dalam beberapa dekade mengalami situasi yang tidak menentu. Pada tahun 1997 sistem perbankan Indonesia mengalami keterpurukan dengan adanya krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan merupakan sarana bagi pemerintah dalam mengupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyediaan dana secara cepat ketika harus segera dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyediaan dana secara cepat ketika harus segera dilakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan ketersediaan dana semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya kegiatan pembangunan. Pembangunan yang pesat di segala bidang terutama

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dalam kehidupan perekonomian sangat berkembang pesat beriring dengan tingkat kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam ditandai dengan adanya peningkatan

Lebih terperinci

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract) Definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia 7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya perekonomian suatu bangsa, menyebabkan pemanfaatan tanah menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Hal ini terlihat

Lebih terperinci

Imma Indra Dewi Windajani

Imma Indra Dewi Windajani HAMBATAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG YOGYAKARTA Imma Indra Dewi Windajani Abstract Many obstacles to execute mortgages by auctions on the Office of State Property

Lebih terperinci

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan laju perekonomian akan menimbulkan tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan laju perekonomian akan menimbulkan tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan laju perekonomian akan menimbulkan tumbuh dan berkembangnya usaha yang dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat dalam upaya mengembangkan usahanya membutuhkan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016 HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN LELANG ATAS JAMINAN KEBENDAAN YANG DIIKAT DENGAN HAK TANGGUNGAN 1 Oleh : Susan Pricilia Suwikromo 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

MANA YANG LEBIH TINGGI PUTUSAN MA-RI (TENTANG EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN) DAN UNDANG-UNDANG (TENTANG HAK TANGGUNGAN)? TAUFIQURROHMAN SYAHURI

MANA YANG LEBIH TINGGI PUTUSAN MA-RI (TENTANG EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN) DAN UNDANG-UNDANG (TENTANG HAK TANGGUNGAN)? TAUFIQURROHMAN SYAHURI MANA YANG LEBIH TINGGI PUTUSAN MA-RI (TENTANG EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN) DAN UNDANG-UNDANG (TENTANG HAK TANGGUNGAN)? TAUFIQURROHMAN SYAHURI BIRO REKRUTMEN, ADVOKASI DAN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM KYRI Mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kredit. Seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang undang nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. kredit. Seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang undang nomor 10 tahun 1998 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hukum dan pembangunan merupakan dua variable yang selalu sering mempengaruhi antara satu sama lain. Hukum berfungsi sebagai stabilisator yang mempuyai peranan

Lebih terperinci

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Mengenai Hak Tanggungan Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Tentang Hak Tanggungan PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah dibebankan pada hak atas tanah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk

Lebih terperinci

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Di Kabupaten Sleman Perjanjian adalah suatu hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law).

BAB I PENDAHULUAN. jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, dan prinsip negara hukum menuntut adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk

Lebih terperinci

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh: Drs. H. MASRUM MUHAMMAD NOOR, M.H. A. DEFINISI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini karena masyarakat sekarang sering membuat perikatan yang berasal

Lebih terperinci

EKSEKUSI TERHADAP OBYEK HAK TANGGUNGAN DENGAN BANTUAN PENGADILAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sragen) NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

EKSEKUSI TERHADAP OBYEK HAK TANGGUNGAN DENGAN BANTUAN PENGADILAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sragen) NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI EKSEKUSI TERHADAP OBYEK HAK TANGGUNGAN DENGAN BANTUAN PENGADILAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sragen) NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI Oleh : NUR HIDAYAH C.100.080.088 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain sebagai makhluk sosial dimana manusia saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, sebuah dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam Undang-Undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian merupakan landasan utama yang menopang kehidupan dari suatu negara. Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pertahanan keamanan. Tujuan dari pembangunan tersebut adalah untuk. dapat dilakukan yaitu pembangunan di bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. dan pertahanan keamanan. Tujuan dari pembangunan tersebut adalah untuk. dapat dilakukan yaitu pembangunan di bidang ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkembang, yaitu pembangunan di segala bidang, baik bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Meningkatnya pertumbuhan perekonomian menciptakan motivasi masyarakat untuk bersaing dalam kehidupan. Hal ini di landasi dengan kegiatan usaha dan pemenuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembangunan terutama pembangunan secara fisik, dana selalu merupakan masalah baik bagi pengusaha besar, menengah ataupun kecil. Dalam hal ini jasa perbankan melalui

Lebih terperinci

BAB 3 PARATE EKSEKUSI DALAM KAITANNYA DENGAN JANJI EKSEKUTORIAL DALAM HAK TANGGUNGAN, PERMASALAHAN YANG ADA SERTA PEMBAHASANNYA

BAB 3 PARATE EKSEKUSI DALAM KAITANNYA DENGAN JANJI EKSEKUTORIAL DALAM HAK TANGGUNGAN, PERMASALAHAN YANG ADA SERTA PEMBAHASANNYA BAB 3 PARATE EKSEKUSI DALAM KAITANNYA DENGAN JANJI EKSEKUTORIAL DALAM HAK TANGGUNGAN, PERMASALAHAN YANG ADA SERTA PEMBAHASANNYA 3.3 Tinjauan Umum Parate Eksekusi Dalam hal tidak diperjanjikan suatu jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk hutang merupakan hal yang lumrah dalam menjalankan bisnis bagi

BAB I PENDAHULUAN. bentuk hutang merupakan hal yang lumrah dalam menjalankan bisnis bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan ekonomi saat ini, kebutuhan akan pinjaman dalam bentuk hutang merupakan hal yang lumrah dalam menjalankan bisnis bagi para pelaku ekonomi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit 1. Pengertian Bank Membicarakan bank, maka yang terbayang dalam benak kita adalah suatu tempat di

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa

BAB I PENDAHULUAN. nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penghimpunan tabungan dari masyarakat dan pemberian kredit kepada nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa bank lainnya untuk menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari, manusia sangat tergantung kepada tanah

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari, manusia sangat tergantung kepada tanah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan faktor yang penting dalam kehidupan manusia, karena dalam kehidupan sehari-hari, manusia sangat tergantung kepada tanah untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN Oleh Jatmiko Winarno Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

Titel Eksekutorial Grosse Akta: Ketika Nama Tuhan Tidak Lagi Bermakna

Titel Eksekutorial Grosse Akta: Ketika Nama Tuhan Tidak Lagi Bermakna Titel Eksekutorial Grosse Akta: Ketika Nama Tuhan Tidak Lagi Bermakna Sumber : hukumonline.com Oleh: Imam Nasima *) Dua pertanyaan mendasar yang sering muncul sehubungan dengan permasalahan eksekusi grosse

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya Pemberian Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat yang kelebihan dana, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi menyebabkan meningkatnya usaha dalam sektor Perbankan. Fungsi perbankan yang paling utama adalah sebagai lembaga intermediary, yakni menghimpun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka Undang-Undang tersebut telah mengamanahkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap

Lebih terperinci

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN Evie Hanavia Email : Mahasiswa S2 Program MknFH UNS Widodo Tresno Novianto Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Piutang negara saat ini cukup besar terutama yang berasal dari perbankan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Piutang negara saat ini cukup besar terutama yang berasal dari perbankan. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Piutang negara saat ini cukup besar terutama yang berasal dari perbankan. Hal ini terkait dengan kegiatan pembangunan dalam negeri. Meningkatnya pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan BAB I PENDAHULUAN Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka masyarakat dan pemerintah sangat penting perannya. Perkembangan perekonomian nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Lelang sebagai suatu kelembagaan telah dikenal saat pemerintahan Hindia Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam Staatsblad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi yang terjadi, juga terjadi dalam dunia perekonomian, bahkan perkembangan kebutuhan masyarakat semakin tidak

Lebih terperinci

Keywords: Execution, Grosse deed

Keywords: Execution, Grosse deed PARATE EKSEKUSI GROSSE AKTA PENGAKUAN HUTANG Jamaluddin* 1 Abstract Grosse deed (Grosse deed of debt acknowledgment) is a deed made unilaterally by the debtor in order to provide assurance to the debtor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM UU.NO.4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA- BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM UU.NO.4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA- BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM UU.NO.4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA- BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Pendahuluan : (oleh H.SARWOHADI,S.H.,M.H. Hakim Tinggi PTA Mataram).

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PARATE EKSEKUSI OBJEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN HAK TANGGUHAN TRI KURNIAWAN AHINEA / D

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PARATE EKSEKUSI OBJEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN HAK TANGGUHAN TRI KURNIAWAN AHINEA / D KAJIAN YURIDIS TERHADAP PARATE EKSEKUSI OBJEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN HAK TANGGUHAN TRI KURNIAWAN AHINEA / D 101 10 636 ABSTRAK Hak tanggungan sebagai satu-satunya jaminan atas tanah dalam rangka perluasan

Lebih terperinci

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi

Lebih terperinci