KESENJANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR PRODUK PERTANIAN ANTARA KAWASAN BARAT DENGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA. Disusun Oleh: Ainun Mardiah A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KESENJANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR PRODUK PERTANIAN ANTARA KAWASAN BARAT DENGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA. Disusun Oleh: Ainun Mardiah A"

Transkripsi

1 KESENJANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR PRODUK PERTANIAN ANTARA KAWASAN BARAT DENGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA Disusun Oleh: Ainun Mardiah A1453 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 RINGKASAN AINUN MARDIAH. Kesenjangan Produksi Dan Ekspor Produk Pertanian Antara Kawasan Barat Dan Timur Indonesia. Di Bawah Bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS Pembangunan ekonomi yang tidak merata di semua sektor pembangunan menimbulkan terjadinya kesenjangan. Terutama di dua kawasan terbesar Indonesia yaitu kawasan barat dan timur. Dimana perkembangan ekonomi di suatu wilayah yang lebih cepat dibandingkan dengan wilayah lainnya menyebabkan adanya kesenjangan kesejahteraan dan kemajuan daerah. Hal ini terjadi disebabkan masih terpusatnya kegiatan pembangunan ekonomi di kawasan yang padat penduduk. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peran yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar yaitu sekitar 13,40 persen pada tahun Produk pertanian yang dikembangkan diantaranya produk yang berasal dari sektor perkebunan dan hortikultura. Pelabuhan yang merupakan salah satu fasilitas yang harus tersedia dalam kegiatan perdagangan, dapat berpengaruh terhadap besar kecilnya perolehan pendapatan untuk daerah tersebut. Selain itu pelabuhan ini berperan sebagai jembatan dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Perkembangan ekspor komoditas hortikultura berfluktuatif tiap tahunnya. Terlihat pada tahun 2004 volume ekspor sebesar ton dengan nilai US$ 177 juta, sedangkan pada tahun 2005 meningkat menjadi sebesar ton dengan nilai US$ 228 juta. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan produksi dan ekspor produk pertanian di kawasan barat dan timur Indonesia, serta menganalisis kesenjangan rasio ekspor terhadap produksi dan produvitas pertanian antara Kawasan Barat dengan Timur Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang bersumber dari instansi yang terkait dengan penelitian seperti Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, perpustakaan, internet serta berbagai penelitian terdahulu yang terkait dalam penelitian ini. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang berupa data tahunan produksi dan ekspor dari tiap komoditi pertanian per pelabuhan. Dalam penelitian ini menggunakan pemetaan dan metode kuantitatif. Pemetaan digunakan untuk menggambarkan penyebaran antara produksi dan ekspor produk pertanian tiap tahunnya per provinsi, serta memperlihatkan perkembangan dan kesenjangan antara kawasan di KBI dan KTI. Sedangkan model kuntitatif dengan menggunakan Uji Mann-Whitney untuk mengidentifikasi perbedaan antara ekspor dan produksi tiap provinsi yang signifikan pada kawasan barat dan timur Indonesia. Dari hasil penelitian menunjukkan Komoditas pertanian yang memiliki tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor yang hampir serupa antara kawasan barat dan timur yaitu buah jeruk dan tanaman kakao. Untuk buah jeruk tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor sangat rendah baik di kawasan barat maupun 2

3 timur, sedangkan tanaman kakao pertumbuhannya meningkat dengan cepat baik di kawasan barat maupun kawasan timur. Tingkat pertumbuhan ekspor dan produksi antara kawasan barat dan timur terdapat kesenjangan yang signifikan yaitu pada komoditas tanaman sayuran diantaranya kubis, kentang, tomat, bawang merah, dan bawang putih. Pada tanaman perkebunan hal ini terjadi pada komoditas sawit, kopi dan teh, sedangkan pada tanaman buah yaitu mangga, manggis, pisang dan nenas. Secara umum untuk seluruh komoditas yang dianalisis, pertumbuhan produksi maupun ekspor di kawasan Indonesia menunjukkan kesenjangan. Pertumbuhan ekspor kawasan barat cenderung meningkat, berbeda pada kawasan timur, dimana tingkat pertumbuhan ekspor berjalan lambat bahkan cenderung menurun. Dilihat dari tingkat produvitas secara keseluruhan komoditi terkecuali komoditi kakao, kawasan barat memiliki produvitas lebih tinggi dari pada kawasan timur. 3

4 KESENJANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR PRODUK PERTANIAN ANTARA KAWASAN BARAT DENGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA Oleh: AINUN MARDIAH A1453 Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

5 Judul Skripsi Nama NRP : Kesenjangan Produksi dan Ekspor Produk Pertanian Antara Kawasan Barat dengan Kawasan Timur Indonesia : Ainun Mardiah : A1453 Menyetujui, Dosen Pembimbing Muhammad Firdaus, Ph.D NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP Tanggal Kelulusan: 5

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL KESENJANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR PRODUK PERTANIAN ANTARA KAWASAN BARAT DENGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH OLEH PIHAK LAIN. Bogor, January 2008 Ainun Mardiah A1453 6

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 15 Agustus 1985 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Hartanto Hadiono dan Ibu Lindawati. Pada tahun 1997 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Panaragan Kidul Bogor. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan pendidikan di SMPN 6 Bogor. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 6 Bogor. Pada tahun yang sama yaitu tahun 2003 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada program studi Ekonomi Pertanian Sumberdaya (EPS), jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian. 7

8 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah Tuhan Yang Maha Esa, atas anugrah, berkat dan kasih sayang-nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi penelitian yang berjudul Kesenjangan Produksi dan Ekspor Produk Pertanian antara Kawasan Barat dengan Kawasan Timur Indonesia. Penulisan Skripsi ini untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana pada Fakultas Pertanian, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Dalam skripsi ini penulis mencoba memetakan produksi dan ekspor serta menganalisis kesenjangan pada produk pertanian antara kawasan barat dan timur Indonesia. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Muhammad Firdaus, Ph.D selaku pembimbing skripsi, yang telah memberikan bimbiungan dan arahan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, serta semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari masih memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis senantiasa menerima setiap saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Januari 2008 Penulis 8

9 UCAPAN TERIMAKASIH Segala Puji Bagi Allah Tuhan semesta alam atas kasih dan sayang-nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu dalam persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada : 1. Bapak Muhammad Firdaus, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi, atas semua masukan, bimbingan, kesabaran dan perhatiannya. 2. Ibu Ir. Yayah K. Wagiono MEc selaku dosen penguji utama, atas saran dan masukkannya. 3. Ibu Eva Anggraini SP. Msi selaku dosen penguji wakil departemen, atas semua saran dan masukannnya. 4. Mama Lindawati dan papa Hartanto Hadiono atas semua kasih sayang dan dukungannya serta semua doa-doanya. 5. Kakakku Nur Hasanah dan Nurul Hikmah serta adikku tersayang Putri Azmi atas dukungannya dan perhatiannya. 6. Hamna, Andi, Icha, Vega, Dara, atas dukungan bantuan, persahabatan, perhatian, dan kepeduliannya serta teman-teman EPS 40 seluruhnya, semoga persahabatan yang sudah terjalin ini tidak terpisahkan. 7. Teman satu bimbingan skripsi Tunjung Pawestri, Iwan Kurniawan dan Monsaputra atas kebersamaannya dan dukungan semangatnya. 8. Staf Departemen EPS (ESL) Mbak Pini, Mbak Santi, Mbak Sofi, dan Pak Husein. 9. Semua pihak yang telah membantu, Terima Kasih. 9

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesenjangan Antar Daerah Batasan Kawasan Indonesia Penelitian Terdahulu Kesenjangan Wilayah Ekspor dan Produksi Komoditas Pertanian di Indonesia III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kesenjangan Ekonomi Wilayah Penyebab Ketimpangan Teori Perdagangan Faktor Penghambat Perdagangan Metode Analisis Pemetaan Analisis Tipologi Daerah Uji Mann-Whitney Kerangka Pemikiran Operasional Hipotesis IV. METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan Data Metode Analisis Data Analisis Tipologi Daerah Uji Mann-Whitney

11 V. GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN 5.1 Komoditas Perkebunan Komoditas Hortikulturra VI. HASIL PEMBAHASAN 6.1 Penyebaran Produksi dan Ekspor Produk Pertanian Komoditas Perkebunan Komoditas Buah Komoditas Sayuran Profil Pertumbuhan Sektor Pertanian Berdasarkan Komoditas Komoditas Perkebunan Komoditas Buah Komoditas Sayuran Kesenjangan Keterbukaan Perdagangan Produk Pertanian Antara Kawasan Barat dengan Timur Indonesia Kesenjangan Produvitas Kesenjangan Ekspor Kesenjangan Rasio Ekspor Terhadap Produksi Produk Pertanian Implikasi Kebijakan VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

12 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun Perkembangan Ekspor Indonesia Tahun Neraca Ekspor-Impor Produk Pertanian Tahun Neraca Ekspor-Impor Produk Perkebunan Ekspor Produk Perkebunan Unggulan Tahun (Kg) Jenis Data Tipologi daerah Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia Tahun (Ha) Uji Perbedaan Produvitas Buah Antara Kawasan Barat Dengan Timur Indonesia Tahun Uji Perbedaan Produvitas Sayuran Antara Kawasan Barat Dengan Timur Indonesia Tahun Uji Perbedaan Produvitas Perkebunan Antara Kawasan Barat Dengan Timur Indonesia Tahun Uji Perbedaan Ekspor Buah Antara Kawasan Barat Dengan Timur Indonesia Tahun Uji Perbedaan Ekspor Sayuran Antara Kawasan Barat Dengan Timur Indonesia Tahun Uji Perbedaan Ekspor Perkebunan Antara Kawasan Barat Dengan Timur Indonesia Tahun Uji Perbedaan Rasio Ekspor Terhadap Produksi Buah Antara Kawasan Barat Dengan Timur Indonesia Tahun Uji Perbedaan Rasio Ekspor Terhadap Produksi Sayuran Antara Kawasan Barat Dengan Timur Indonesia Tahun Uji Perbedaan Rasio Ekspor Terhadap Produksi Perkebunan Antara Kawasan Barat Dengan Timur Indonesia Tahun

13 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Kurva Perdagangan Internasional Kerangka Operasional Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Sawit di Kawasan Barat Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Sawit di Kawasan Timur Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Kopi di Kawasan Barat Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Kopi di Kawasan Timur Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Kakao di Kawasan Barat Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Kakao di Kawasan Timur Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Karet di Kawasan Barat Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Karet di Kawasan Timur Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Teh di Kawasan Barat Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Teh di Kawasan Timur Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Mangga di Kawasan Barat Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Mangga di Kawasan Timur Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Manggis di Kawasan Barat Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Manggis di Kawasan Timur Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Pisang di Kawasan Barat Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Pisang di Kawasan Timur Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Nenas di Kawasan Barat Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Nenas di Kawasan Timur Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Jeruk di Kawasan Barat Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Jeruk di Kawasan Timur Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Kubis di Kawasan Barat Indonesia Tahun

14 24. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Kubis di Kawasan Timur Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Kentang di Kawasan Barat Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Kentang di Kawasan Timur Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Tomat di Kawasan Barat Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Tomat di Kawasan Timur Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Bawang Merah di Kawasan Barat Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Bawang Merah di Kawasan Timur Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Bawang Putih di Kawasan Barat Indonesia Tahun Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Bawang Putih di Kawasan Timur Indonesia Tahun

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang telah dilakukan hingga sekarang belum sepenuhnya dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia, meskipun banyak hasil yang telah dimanfaatkan dari pembangunan tersebut. Hal ini ditunjukkan masih adanya ketidakmerataan di semua sektor pembangunan khususnya terlihat diantara wilayah di Indonesia. Dampak dari ketidakmeraatan ini yang menimbulkan terjadinya kesenjangan. Dimana perkembangan ekonomi di suatu wilayah yang lebih cepat dibandingkan dengan wilayah lainnya menyebabkan adanya kesenjangan kesejahteraan dan kemajuan daerah (Kuncoro, 2002). Kesenjangan wilayah ini dapat terlihat dari pendapatan ekonomi wilayahnya yang ditunjukkan dari besar kecilnya nilai PDRB. Semakin tinggi nilai PDRB suatu wilayah maka kinerja perekonomiannya lebih maju jika dibandingkan dengan nilai PDRB yang rendah. Nilai PDRB tahun 2005 berdasarkan atas harga konstan tahun 2000 sebesar , besarnya nilai PDRB ini disumbang dari dua wilayah Indonesia yaitu Kawasan Barat (KBI) dan Kawasan Timur (KTI) yang masing-masing sebesar dan Terlihat bahwa PDRB di kawasan timur lima kali lipatnya PDRB kawasan barat, sehingga dapat dikatakan bahwa kawasan barat lebih maju dibandingkan kawasan timur. Padahal secara luas wilayah kawasan timur lebih luas dari pada kawasan barat yaitu sebesar ,19 Km 2 sedangkan kawasan barat hanya sebesar ,53 Km 2. Dengan kata lain luas kawasan timur dua 15

16 kali lipatnya dari kawasan barat. Selain itu secara geografis kawasan timur merupakan kawasan yang berpotensi besar untuk dapat dikembangkan. Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun Tahun Provinsi Kawasan Barat Kawasan Timur Indonesia Sumber : BPS 2006 Penyebab perbedaan PDRB ini diantaranya masih terpusatnya kegiatan ekonomi di kawasan barat yang padat penduduk. Alasan lainnya yaitu kawasan timur yang berada jauh dari pusat pemerintahan, sehingga berimplikasi pada rendahnya tingkat perhatian pemerintah pusat terhadap wilayah ini. Salah satu sektor yang memiliki kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto diantaranya sektor pertanian yang menyumbang sebesar 13,40 persen pada tahun Padahal untuk sektor lainnya memiliki kontribusi yang jauh lebih besar dari kontribusi sektor pertanian. Kegiatan perekonomian non migas meningkatkan nilai ekspor dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 4,79 persen selama periode Pada Tahun 2004 nilai ekspor non migas mencapai US$ 47,4 miliar atau naik 5,24 persen dibandingkan tahun Begitu pula tahun 2005 nilainya naik 17,93 persen menjadi US$ 55,9 miliar. Peningkatan ini menunjukkan ekspor non migas memiliki peran yang sangat berarti dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan pada tabel 2. 16

17 Tabel 2. Perkembangan Ekspor Indonesia Tahun Migas Non Migas Ekspor Jumlah Jumlah Jumlah Tahun Nilai Ekspor Nilai Ekspor Nilai Ekspor Ekspor Ekspor Ekspor (juta US$) (juta US$) (juta US$) (ribu ton) (ribu ton) (ribu ton) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,4 Sumber : BPS 2006 Dari perkembangan ekspor non migas ini sektor pertanian mempunyai peran yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Dalam suatu perekonomian terbuka besarnya kontribusi produk pertanian terhadap pendapatan nasional baik melalui pasar maupun melalui keterkaitan produksi dengan sektor-sektor non-pertanian sangat dipengaruhi oleh kesiapan dari sektor pertanian sendiri dalam menghadapi persaingan dari luar (Tambunan, 2001). Pada Tabel 3 terlihat bahwa kesiapan dari produk pertanian sudah mengalami pemulihan dari tahun volume ekspor mencapai 12,6 juta ton/ tahun. Volume ekspor produk pertanian yang terdiri dari tanaman pangan, perkebunan, hortikultura dan peternakan baik segar maupun olahan terus mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun pada tahun 1998 volume ekspor sebesar 6,8 juta ton terus meningkat hingga pada tahun 2005 mencapai 18,1 juta ton. Pada tahun 2005 inilah kondisi ekspor yang tertinggi yang pernah dicapai oleh sektor pertanian. Jika ditinjau dari sisi penerimaan devisanya, ekspor pertanian yang turun di masa krisis mengalami pemulihan di tahun yaitu dari US$ 4.582,5 juta/tahun meningkat menjadi US$ 6.540,1 juta/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum sektor pertanian terus 17

18 mengalami pertumbuhan yang merupakan indikasi bahwa kinerja sektor pertanian telah tumbuh dan mampu memberikan kontribusi dalam perbaikan neraca perdagangan non-migas. Tabel 3. Neraca Ekspor-Impor Produk Pertanian Tahun Tahun Volume (juta Ton) Nilai (juta US$) Ekspor Impor Neraca Ekspor Impor Neraca ,8 10,2-3, , ,3 712, ,8 14,7-5, ,2 222, ,5 13,5-4, , ,2 466, ,6 13,6-2, , ,2-275, ,6 13,6-2, , , , ,6 13,5-1, , , ,1 13,0 2, , , , ,1 13,2 4, , , ,4 Rata-rata ,8 12,5-4, , ,2 467,3 Rata-rata ,6 13,1-0, , , ,4 Sumber: Departemen Pertanian 2006 Pada waktu krisis yang dilanda Indonesia, pengembangan ekonomi wilayah dengan memanfaatkan tradisi pertanian merupakan nilai tambah bagi suatu daerah tersebut yang menjadikan sektor pertanian sektor yang diandalkan cukup kuat menghadapi goncangan ekonomi dan ternyata dapat memulihan perekonomian nasional. Maka perlu adanya peningkatan daya saing produk pertanian khususnya mengacu pada ekspor di berbagai wilayah Indonesia. Di antara daerah di Indonesia kontribusi sektor pertanian terbesar terdapat pada Kawasan Barat Indonesia (KBI). Penyebab terjadinya hal ini karena adanya pemusatan kegiatan perekonomian di kawasan barat. Beda halnya kawasan di timur Indonesia, sektor pertanian hanya merupakan kegiatan pendukung dan tidak berorientasi pada pasar, menyebabkan ketertinggalan yang cukup jauh dengan kawasan barat. 18

19 1.2. Perumusan Masalah Indonesia adalah negara agraris yang mempunyai keunggulan komparatif dalam bidang pertanian. Sampai saat ini hal tersebut belum mampu didayagunakan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat dengan kondisi wilayah yang sesuai untuk pengembangan berbagai komoditas. Hal ini menjadi salah satu permasalahan timbulnya kesenjangan (gap) diantara wilayah Indonesia yang hingga kini belum dapat terselesaikan yaitu antara Kawasan Barat dan Timur Indonesia. Kesenjangan yang dapat ditunjukan dari tinggi rendahnya PDRB, mengindikasikan cepat lambatnya tingkat pembangunan dari suatu daerah akibat dari kegiatan perdagangan yang di dilakukan daerah tersebut. Diantara dua kawasan besar Indonesia, kawasan barat memiliki nilai PDRB yang lebih tinggi dari pada kawasan timur (Tabel 1), yang berarti banyak kegiatan perdagangan yang di lakukan pada kawasan ini. Pertanian yang merupakan salah satu sektor penyumbang PDRB memiliki kontribusi besar. Hal ini terbu mampu memberikan andil dalam mendorong ekspor nonmigas 1 serta terhadap kontribusi dari tiap produksi pertanian di semua provinsi di Indonesia. maka perlu perhatian yang besar, karena menghasilkan berbagai keragaman dan keunikan yang bernilai tinggi, serta dapat menciptakan daya tarik kuat yang berpeluang besar menjadi andalan dalam perekonomian. Produksi pertanian selama kurun lima tahun di kawasan timur belum menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya, dimana masih memperlihatkan bahwa kawasan barat jauh lebih tinggi dari kawasan timur. Begitu pula halnya 1 Informasi pentingnya pertanian dalam ekspor non migas ini diperoleh dari artikel pada yang berjudul Kata Kuncinya Agroindustri 19

20 dengan ekspor di antara kawasan in. Penyebabnya karena kinerja ekonomi pada Kawasan Timur Indonesia masih tergolong rendah. Walaupun demikian saat krisis yang menghadang pelaku ekonomi di Pulau Jawa, untuk wilayah di kawasan timur yang sejak dulunya berbasis pertanian justru mendapat tambahan pendapatan serta mampu bertahan dalam perekonomiannya. Produk pertanian yang sekarang ini banyak dikembangkan diantaranya berasal dari perkebunan dan hortikultura. Komoditas ini mampu memberikan pertumbuhan tinggi dalam perekonomian nasional yang berpotensi sebagai penghasil devisa negara. Produk perkebunan yang dapat diandalkan adalah tanaman kelapa sawit, teh, kopi, karet, dan kakao. Dimana perkebunan merupakan sektor pertanian yang menyumbang PDRB tiap wilayah dengan kinerja ekspornya serta memberikan nilai neraca perdagangan seluruh sektor pertanian yang positif. Pada Tabel 4 neraca perdagangan produk perkebunan dari tahun ke tahun selalu surplus, yang menggambarkan bahwa produk ini mampu bersaing di pasar internasional sehingga memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam devisa perdagangan. Sektor ini memberikan surplus perdagangan yang sangat tinggi dilihat dari neraca perdagangan pada tahun 2000 hingga 2005 sebesar US$ juta/tahun menjadi US$ juta/tahun. Tabel 4. Neraca Ekspor-Impor Produk Perkebunan Tahun Volume (juta Ton) Nilai (juta US$) Ekspor Impor Neraca Ekspor Impor Neraca ,3 2,4 5, ,4 2,4 6, ,5 1,7 8, ,4 2,2 8, ,4 1,8 11, ,5 2,3 14, Rata-rata ,3 2,1 9, , , Sumber: Departemen Pertanian

21 Besarnya surplus perdagangan yang diperoleh tidak terlepas dari kontribusi setiap daerah dalam menyumbang ekspor perkebunan. Ekspor komoditas unggulan perkebunan di Indonesia di dominasi oleh kawasan bagian barat Indonesia dari tahun Komoditas yang terbesar penyumbang devisa perdagangan diantaranya adalah komoditas kelapa sawit yang mencapai sekitar 1 juta ton pada tahun 2005 di Kawasan Barat Indonesia. Di bandingkan kawasan timur yang hanya sekitar 79 ribu ton pada tahun 2005 (Tabel 5). Selain itu dalam sektor pertanian, sejalan dengan kebijakan diversifikasi ekspor, pemerintah mulai memperhatikan dengan serius pada pengembangan komoditi hortikultura. Komoditi hortikultura merupakan salah satu komoditas yang potensial dijadikan komoditas andalan ekspor karena banyaknya jumlah dan ragam jenis komoditas ini yang sudah diperdagangkan ke luar negeri yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Namun hal ini masih terhambat pada produksi untuk menyumbang ekspor Indonesia. Perkembangan ekspor komoditas hortikultura berfluktuatif tiap tahunnya. Terlihat pada tahun 2004 volume ekspor sebesar ton dengan nilai US$ 177 juta, sedangkan pada tahun 2005 meningkat menjadi sebesar ton dengan nilai US$ 228 juta. Tabel 5. Ekspor Produk Perkebunan Unggulan Tahun (Kg) Komoditas Kawasan KBI Teh KTI KBI Kopi KTI KBI Karet KTI KBI Kakao KTI KBI Sawit KTI Sumber: Departemen Perdagangan

22 Komoditas hortikultura yang diandalkan untuk ekspor adalah buah dan beberapa sayuran. Beberapa buah diantaranya adalah buah mangga, manggis, pisang, nanas dan jeruk, sedangkan sayuran adalah kubis, kentang, tomat, bawang merah dan bawang putih (Departemen Pertanian 2005). Pada produksi buah nasional masih didominasi dari kawasan barat. Pada Tahun 2004 produksi buah yang dihasilkan di KBI jauh lebih besar yaitu sebesar ton dibandingkan KTI yaitu sebesar ton. Begitu juga pada Tahun 2005 walaupun produksi mengalami peningkatan di KTI sebesar ton namun posisi KBI masih tertinggi yaitu sebesar ton. Begitu pula halnya untuk komoditas sayuran produksi di KBI yaitu sebesar ton yang masih lebih besar di bandingkan KTI sebesar ton pada tahun Produvitas yang dihasilkan dari komoditas buah antara kawasan Indonesia yaitu KBI dan KTI pada tahun 2005 sebesar 62,61 ton/ha dan 47,27 ton/ha. Jumlah tersebut dapat mencerminkan bahwa hasil yang diperoleh dari setiap 1 Ha lahan yang diusahakan menghasilkan sekitar 62,61 ton yang lebih tinggi dari KTI yang hanya 47,27 ton setiap 1 Ha luas lahan yang diusahakan. Sedangkan untuk komoditas sayuran produvitas pada tahun 2005 di KBI sebesar ton/ha dan KTI sebesar 25,26 ton/ha. Sayuran pun sama halnya dengan buah, dimana produvitas KBI lebih unggul dari pada KTI dengan total secara keseluruhan luas lahan sayuran sebesar Ha. Dari alasan tersebut sebenarnya Indonesia mampu menjadi pelaku raksasa ekspor buah dunia, dan komoditas lainnya namun banyak hal yang harus dilakukan seperti peningkatan mutu, produvitas dan efisiensi usaha. Padahal dengan keanekaragaman tersebut Indonesia dapat meningkatkan ekspor komoditas 22

23 pertaniannya. Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas maka permasalahan yang akan dikemukakan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana sebaran produksi dan ekspor produk pertanian di Kawasan Barat dan Timur Indonesia? 2. Bagaimana kesenjangan rasio ekspor terhadap produksi dan produvitas pertanian antara Kawasan Barat dengan Timur Indonesia? 1.3. Tujuan Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Memetakan produksi dan ekspor produk pertanian di Kawasan Barat dan Timur Indonesia. 2. Menganalisis kesenjangan rasio ekspor terhadap produksi dan produvitas pertanian antara Kawasan Barat dengan Timur Indonesia. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam memberikan informasi, masukan dan sebagai bahan pertimbangan terutama bagi para pengambil kebijakan khususnya pemerintah. Selain itu dapat berguna bagi penulis dan para peneliti lainnya. 23

24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesenjangan Antar Daerah Menurul Cornelis Lay dalam Lia (1995), keterbelakangan dan kesenjangan daerah ini dapat dibagi atas empat pemikiran utama yaitu keseimbangan regional (self balance), ketidakseimbangan regional (disequilibrium), ketergantungan struktural (spatial inequality), dan kebijaksanaan negara. a. Keseimbangan regional, asumsi yang digunakan adalah mekanisme pasar dipercayakan sebagai alokator sumberdaya paling efisien. Ketimpangan harus terjadi sebagai fenomena awal pembangunan karena perbedaan kemampuan untuk tumbuh yang bersifat prinsipil antara satu daerah dengan daerah lain. Teori ini menjelaskan bahwa semakin matangnya struktur perekonomian suatu wilayah maka secara alami ketimpangan tersebut berakhir. b. Ketidakseimbangan regional, menurut teori ini kesenjangan terjadi akibat kekuatan pasar dan struktural dari sistem kapitalisme. Efek timbal balik yang dihasilkan dari mekanisme kekuatan pasar yaitu backwash effect dan spread effect yang dapat menjelaskan kesenjangan wilayah. Menurut Hirschman (1976) kesenjangan akan diseimbangkan melalui trickle down effcts yang bekerja melalui permintaan produk dan input faktor. Pemikir lainnya melandaskan penyebaran spasial avitas ekonomi cenderung untuk 24

25 mempromosikan pemusatan pertumbuhan pada sejumlah wilayah atas biaya yang mesti oleh wilayah lainnya. c. Ketergantungan struktural, kesenjangan daerah diyakini sebagai kondisi yang wajib hukumnya bagi berkembangnya pusat-pusat dan sebagai terminal akhir dari proses bekerjanya kekuatan pasar secara global. Akibatnya ketergantungan struktural dianggap merupakan produk dari sistem kapitalisme disamping produk pemerataan. d. Kebijaksanaan Negara, kebijaksanaan yang bias, diskriminatif, dan tidak tepat dipandang sebagai sebab-sebab penting dalam memahami fenomena kesenjangan. Istilah bias menggambarkan terjadinya inefisiensi dan kesenjangan sebagai akibat konsentrasi modal dan penerapan industrialisasi padat modal dalam situasi dimana tenaga kerja berlimpah sedangkan modal langka. Hal ini bersumber pada kebijaksanaan terhadap kawasan satu dengan yang lainnya. 2.2 Batas Kawasan Indonesia Indonesia yang terbagi menjadi dua kawasan besar yaitu Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. Penentuan batas kawasan ini tidak hanya berdasarkan letak geografisnya, namun banyak aspek yang menjadi pembatas kedua wilayah ini diantanya aspek kinerja perekonomian, demografi, sumberdaya alam, sarana dan prasarana, serta aspek sosial ekonomi. Berdasarkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 dan Keputusan Presiden RI Nomor 55 tahun 2001 wilayah yang termasuk pada Kawasan Barat Indonesia (KBI) terdiri dari Jawa, Sumatra, Bali. Sedangkan 25

26 Kawasan Timur Indonesia (KTI) terdiri dari Kalimantan, NTB, NTT, Sulawesi, Gorontalo, Maluku, dan Provinsi di Irian Jaya. 2.3 Penelitian Terdahulu Kesenjangan Wilayah Berdasarkan hasil penelitian Rahayu (2006), mengenai kesenjangan di wilayah pesisir menunjukan bahwa antar PDRB dan kesenjangan memiliki hubungan yang negatif yang artinya pada tahap pertumbuhan awal terjadi pemeratan pendapatan yang memburuk, sedangkan pada tahap pertumbuhan lanjut pemerataan semakin membaik. Analisis yang digunakan adalah Index Williamson yang memperlihatkan kesenjangan di tingkat provinsi lebih besar dibandingkan masing-masing wilayah pesisir dan non pesisir berkaitan dengan perbedaan struktur ekonomi yang berpengaruh terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan. Lia (1995) meneliti kesenjangan kondisi ekonomi regional kawasan barat dan kawasan timur Indonesia dengan menggunakan deskriptif tabulasi dan model persamaan simultan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan kesenjangan regional. Hasil penelitian ini faktor yang mempengaruhi pertumbuhan suatu daerah secara nyata adalah pendapatan regional yang mencerminkan nilai tambah, kapital, investasi, tenaga kerja yang dipengaruhi tingkat pendidikan, upah, jumlah penduduk dan pembiayaan pembangunan baik dari pusat maupun pendapatan asli daerah yang mempengaruhi secara tidak langsung pembentukan investasi. Hasil analisis deskriptif menunjukkan kesenjangan PDRB non migas dan PDRB non migas per kapita menunjukkan KBI memiliki keadaan yang lebih baik dari pada KTI. Selain itu kesenjangan dalam arus penanaman modal/ investasi, 26

27 kapital, pembiayaan pembangunan baik dari pusat maupun PAD, tingkat kemampuan baca-tulis, tingkat partisipasi pendidikan uang mempengaruhi kualitas SDM serta tingkat partisipasi angkatan kerja yang menunjukan ketidakmerataan distribusi dan produvitas tenaga kerja. Pada fungsi produksi, nilai elastisitas tenaga kerja dan kapital menunjukkan nilai elastisitas kapital tertinggi terdapat di KBI yaitu Jawa dan Bali, sedangkan di KTI yaitu Irian, Maluku, tapi untuk elastisitas tenaga kerja menunjukan tanda koefisien negatif. Indeks efisiensi menunjukkan KTI memiliki nilai yang lebih baik dari KBI yang artinya KTI memiliki potensi yang besar dalam distribusi akumulasi kapital Ekspor dan Produksi Komoditas Pertanian di Indonesia Edwin (2004) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor komoditi teh Indonesia, serta daya saing komoditi teh di pasar Internasional. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif untuk melihat perkembangan produksi dan ekspor teh di Indonesia, dan metode kuantitatif dengan model persamaan regresi berganda untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor teh. Dari hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan luas areal perkebunan teh selama sepuluh tahun ( ) hanya sekitar 1,56 persen, dimana luas lahan yang paling besar dimiliki oleh pelaku perkebunan rakyat. Daerah yang paling luas untuk perkebunan teh adalah provinsi Jawa Barat sedangkan yang paling kecil adalah DI Aceh. 27

28 Dilihat dari hasil model regresi berganda dintara variabel-variabel yang mempengaruhi ekspor yaitu produksi teh domestik, volume ekspor teh Indonesia tahun sebelumnya, harga teh dunia, harga teh dunia tahun sebelumnya, konsumsi teh domestik dan harga teh domestik, variabel yang berpengaruh nyata pada taraf 5 persen adalah variabel produksi teh domestik, volume ekspor tahun sebelumnya dan konsumsi teh domestik, sedangkan sisanya tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan perhitungan elastisitas semua variabel kurang elastis atau bersifat inelastis, namun hanya variabel produksi domestik yang memiliki keelastisitasan lebih dari satu dengan kata lain ekspor teh Indonesia cukup peka terhadap perubahan produksi teh domestik. Yopi (2005) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan ekspor tomat segar Indonesia. Metode yang digunakan deskriptif tabulasi dan model regresi liner berganda. Hasil yang diperoleh menunjukkan jumlah produksi tomat Indonesia selama tiga tahun terakhir ( ) tidak sejalan dengan ekspor nya, hal ini disebabkan menurunnya kualitas tomat segar ekspor sehingga tidak dapat memenuhi standar ekspor yang berlaku. Berdasarkan persamaan produksi tomat Indonesia diantara variabel penjelas yaitu luas areal tanaman tomat, tingkat teknologi, harga tomat ekspor, dan harga pupuk urea. Variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi tomat Indonesia pada taraf satu Persen adalah luas areal tanaman tomat dan tingkat teknologi, dimana nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 99,4 persen. Untuk persamaan ekspor tomat segar Indonesia yang terdiri dari variabel produksi tomat Indonesia, ekspor tomat tahun sebelumnya, harga tomat ekpor tahun sebelumnya dan laju inflasi, yang berpengaruh nyata pada taraf sepuluh persen adalah ekspor 28

29 tomat tahun sebelumnya dan harga tomat domestik dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) 63.4 persen. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini menganalisis sebaran produksi dan ekspor untuk komoditas pertanian diantara dua kawasan besar Indonesia yaitu kawasan barat dan timur. Alat analisis yang digunakan yaitu pemetaan yang menggambarkan secara kasat mata penyebarannya. Selain itu menganalisis kesenjangan untuk produk pertanian di dua kawasan ini, serta dalam penelitian ini membagi wilayah indonesia menjadi empat kriteria/ kategori yang menunjukkan laju pertumbuhan ekspor dan produksinya. 29

30 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kesenjangan Ekonomi Wilayah Kesenjangan menurut Sudibyo (1994) adalah ketidakmerataan akses terhadap sumberdaya ekonomis. Penyebab yang paling kategorikal dari kesenjangan dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Kesenjangan Fungsi Produksi dan Distribusi Nilai Tambah Dalam teori ekonomi, produvitas adalah fungsi dari faktor-faktor produksi. Pada masyarakat yang struktur pasarnya mendekati pasar persaingan sempurna, produvitas sangat di tentukan oleh faktor produksi tenaga kerja dan faktor kapital (dalam bentuk peralatan produksi). Maka produvitas adalah fungsi dari tenaga kerja dan kapital, dengan munculnya pemikiran baru sebagian dari unit produksi mentransformasikan faktor produksi dalam bentuk human capital yang bersubtantif dari kemajuan teknologi dan pengetahuan. Kesenjangan terjadi sebagai akibat dari perbedaan produvitas. Perbedaan ini dapat terjadi antara sektor pertanian dan industri, sektor tradisional dan moderen. Di sektor pertanian, susunan kapital masih rendah sehingga produvitas yang dimiliki rendah dan faktor produksi sederhana. Sementara transformasi faktor produksi di sektor industri susunan kapital sudah terjadi dan menjadi lebih produf dibandingkan dengan sektor pertanian.

31 Masalah yang timbul dalam distribusi nilai tambah adalah keadilan pembagian hasil antar pemasok tenaga kerja, modal dan intelektual. Masalah ini muncul dalam unit produksi disebabkan pembagian nilai tambah tidak dapat dilakukan melalui mekanisme pasar secara sempurna. Jika tingkat industrialisasi yang tinggi, sehingga mekanisme ketidakadilan nilai tambah mengakibatkan kesenjangan antar daerah dan golongan. 2. Perbedaan Tingkat Monetisasi antar Daerah Asumsinya daerah yang memiliki tingkat monetisasi yang lebih tinggi akan lebih makmur karena akan menikmati kemudahan memperoleh akses dana sehingga akan memudahkan investasi dalam bentuk fisik kapital dan meningkatkan kapasitas produksi. Tingkat susunan dan akumulasi kapital cenderung lebih tinggi dibandingkan daerah yang memiliki tingkat monetisasi yang lebih rendah. Dalam melaksanakan pembangunan, pembiayaan diperoleh dari tiga kelompok sumber dana yaitu pertama, dana pendapatan asli daerah (PAD); kedua alokasi dari pusat; ketiga, dana melalui investasi swasta. Kelompok pertama umumnya relatif kecil dibandingkan dengan alokasi dana dari pusat. Sedangkan investasi swasta sangat tergantung pada insentif yang tercipta di daerah yang bersangkutan. Insentif tersebut dapat bersifat artifisial misalnya keringanan pajak, penyederhanaan prosedur (deregulasi dan debirokratisasi) serta penyediaan infrastruktur, dan dapat pula merupakan faktor alamiah seperti kekayaan sumber daya di daerah tersebut. Sehingga keseimbangan pembangunan dan kesenjangan antara KBI dan KTI juga dipengaruhi oleh faktor pembiayaan. 31

32 Menurut wood (1994) pencapaian pendidikan, dianggap akumulasi human capital yang berpengaruh terhadap pertumbuhan. Romer (1989) juga mendukung hal tersebut dan memasukkan kualitas sumber daya manusia sebagai Research and Development (R&D), hal ini dapat melengkapi antara satu dengan yang lainnya Penyebab Ketimpangan Menurut Adi 2001, ketimpangan suatu daerah dapat juga disebabkan oleh perbedaan laju pertumbuhan PDRB antar wilayah, dimana yang dipengaruhi oleh pembentukkan modal, struktur ekonomi/ industri dan perbedaan tingkat keterbukaan (openess) ekonomi secara relatif (Adi, 2001). a. Pembentukan Modal Bruto Pada model Harrod-Domar, pembentukan modal bruto terdiri dari investasi pihak perusahaan swasta, pihak masyarakat lainnya dan pihak pemerintah. Besarnya dana dari pihak pemerintah dilihat dari APBN dan APBD. Penanaman modal oleh pihak swasta selalu memperhatikan potensi daerah karena dari potensi tersebut dapat menghasilkan keuntungan, karena pada umumnya investasi swasta lebih bermotifkan keuntungan. Dalam situasi prasarana dan sarana yang belum memadai, investasi akan sulit dilakukan. Beda halnya investasi yang dilakukan oleh pemerintah yang tidak hanya bertujuan menghasilkan pendapatan daerah yang tinggi, tapi juga bertujuan untuk sosial. Kebijakan pembangunan suatu negara dengan wilayah yang luas dan terdiri dari pulau-pulau serta penyebaran penduduk yang tidak merata tidak akan sama dengan negara yang wilayahnya relatif kurang luas dan tidak terdiri dari banyak pulau. Dimana pada tahap awal pembangunan dana yang dikumpulkan 32

33 pemerintah untuk pembangunan relatif kecil sehingga pembangunan seluruh wilayah sekaligus tidak mungkin dilakukan. Bila hal ini dilakukan secara merata tidak akan menguntungkan. Selain itu wilayah yang berpenduduk banyak memerlukan pembentukan modal yang lebih besar untuk meningkatkan kapasitas produksi sebagai suatu cara untuk menciptakan lapangan kerja baru untuk menampung tambahan tenga kerja yang memasuki pasaran kerja. b. Struktur Ekonomi Struktur ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari kontribusi masing-masing sektor ekonomi. Struktur ekonomi wilayah di Indonesia dipengaruhi oleh potensi yang dimiliki wilayah yaitu sumber-sumber yang ada. Sektor tersebut dikelompokkan dalam sektor primer yaitu sektor pertanian dan pertambangan, sektor sekunder yaitu pengolahan lebih lanjut produksi sektor primer, dan sektor tersier yaitu berhubungan dengan jasa. Pada tahap awal pembangunan suatu negara menunjukkan sektor primer mempunyai peranan yang penting dalam pembentukkan pendapatan suatu negara/ wilayah. Pada tahun berikutnya peran sektor primer terhadap pendapatan berkurang dan kontribusi sektor sekunder lebih besar. Berkembangnya sektor sekunder tidak terlepas dari kebijakan pemerintah. Pada beberapa daerah, kebijakan pemerintah ini sangat besar pengaruhnya tapi di sebagian daerah lainnya tidak berpengaruh. c. Keterbukaan (Openness) Para ekonom berpendapat bahwa liberalisasi perdagangan mempercepat pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi menciptakan lingkungan yang membuat liberalisasi perdagangan terjadi. Liberalisasi perdagangan memerlukan 33

34 masuknya barang modal yang akan berdampak pada pembangunan. Pemasukan barang modal dari dalam negeri memberikan dampak peningkatan kemampuan untuk memproduksi. Keterbukaan yang dimaksud adalah ratio/ jumlah nilai ekspor dan impor dibagi dengan nilai PDRB. Besar kecilnya angka ratio keterbukaan sangat dipengaruhi oleh besar ekspor, impor dan PDRB. Tingginya ekspor suatu daerah menunjukan daerah tersebut mempunyai comparative advantage (daya saing) dari komoditi yang diekspornya dan mempunyai arti terhadap efisiensi dan produvitas. Efisiensi pada beberapa sub sektor akan mempengaruhi sektor atau sub sektor ekonomi lainnya. Tingginya impor menunjukkan selain besar impor untuk komoditi konsumsi dalam negeri juga untuk bahan baku bagi keperluan industri yang sebagian ada yang diekspor serta untuk barang modal Teori Perdagangan Menurut Heckscher-Ohlin, Adam Smith dan David Ricardo, perdagangan antar negara akan terjadi apabila ada perbedaan ongkos produksi yang sangat di pengaruhi oleh persediaan sumber daya alam, terutama tenaga kerja dan kapital. Negara-negara yang melakukan perdagangan Internasional akan mendapatkan keuntungan (gain from trade) dari division of labour melalui spesialisasi produksi menurut keunggulan komparatifnya. Dalam kegiatan ekspor suatu komoditi, Kindleberger dan Linder (1991) dalam Purmono (2004) menyatakan bahwa volume ekspor suatu komoditi tertntu dari suatu negara lain merupakan selisih antara penawaran domstik dan perminrtaan domestik yang disbut sebagai kelebihan penawaran (excess supply). 34

35 Di sisi lain kelebihan penawaran dari suatu negara tersebut merupakan permintaan impor bagi negara lain atau merupakan kelebiahn permintaan (excess demand). Secara teoritis, jika ada suatu negara yaitu negara A dan B, yang memiliki fungsi permintaan dan penawaran domestik masing-masing sebesar D A san S A untuk negara A, serta D B dan S B untuk negara B. Asumsi yang digunakan sebelum terjadinya perdagangan bahwa struktur harga di negara A yang lebih rendah dari negara B, sehingga keseimbangan awal masing-masing negara yaitu E A dan E B. P P P P A S D E B b S A P B x P E d I m E A D A o Q Q Q QA QI QB Negara A Pasar Internasional Negara B Gambar 1. Kurva Perdagangan Internasional D D a S B D B Suplai di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih besar dari P A, sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari P B. Pada saat harga Internasional sebesar P A maka di negara B terjadi excess demand sebesar a, sedangkan jika harga internasional sebesar P B maka negara A akan terjadi excess supply sebesar b. Dari a dan b tersebut maka terjadi kurva ES dan ED, dimana ES dan ED adalah kurva excess suppy dan excess demand di pasar internmasional. Perpaduan ES dan ED akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional, yaitu sebesar PI. Dengan adanya perdaganagn tersebut maka negara A akan mengekspor sebesar x, sedangkan negara B mengimpor sebesar m. Di pasar internasional besarnya x 35

36 akan sama dengan m yaitu sebesar QI. Dengan kata lain besarnya ekspor dalam perdagangan internasional akan sama dengan besarnya impor komoditi tersebut. Harga yang terjadi di pasar internasional merupakan keseimbangan antara penawaran dan permintaan dunia. Perubahan dalam produksi dunia akan mempengaruhi penawaran dunia. Perubahan dalam produksi dunia akan mempengaruhi penawaran dunia, sedangkan perubahan dalam konsumsi dunia akan mempengaruhi permintaan dunia. Kedua perubahan tersebut pada akhirnya mempengaruhi harga dunia Faktor Penghambat Perdagangan Kegiatan perdagangan yang masih terhambat oleh berbagi faktor, secara umum terdapat dua kendala utama yang menghambat perdagangan tersebut. Pertama adalah kendala internal dan kedua adalah kendala eksternal, yaitu: 1. Kendala internal diantaranya: a. Melemahnya daya saing komoditas ekspor, padahal persaingan semakin ketat. Penyebabnya terutama karena munculnya komoditas yang serupa dengan kualitas lebih baik dan harga lebih murah. Penyebab lainnya karena penggunaan bibit yang bukan bibit unggul serta kemampuan untuk memproduksi barang dalam jumlah dan kualitas sehingga mutu menjadi tidak konsisten. b. Faktor ekonomi biaya yang tinggi terutama disebabkan oleh banyaknya pungutan tidak resmi dan menghadapi jalur birokrasi yang panjang yang menghambat kelancaran dalam pengurusan barang-barang untuk diekspor. 36

37 c. Sumber daya manusia yang rendah, dimana SDM ini mencerminkan tersedianya knowledge resources antara lain dalam bentuk institusi penelitian dan pengembanagn (R&D), selain itu hambatan dari penguasaan teknologi. 2 Kendala eksternal diantaranya: a. Permintaan dan daya beli di pasar atau negara tujuan semakin menurun, karena jumlah dan kualitas yang belum memenuhi standar. Selain itu kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi atau kehendak pasar baik dalam variasi produk, distribusi, harga, ketentuan pembayaran dan sebagainya. b. Tidak adanya standar efisiensi pelabuhan yang sama dengan pelabuhan internasional, sehingga banyak hambatan seperti kurangnya infrastruktur yang mendukung diantaranya sektor transportasi yang belum efisien dalam operasinya dan fasilitas lainnya. c. Kurangnya peran pemerintah untuk mencapai keunggulan kompetitif, melalui kebijakan regulasi, deregulasi, anti-monopilo, dan sebagainya yang belum mampu mempengaruhi persaingan yang ada. 3.2 Metode Analisis Pemetaan Pemetaan merupakan bentuk khusus dari grafis yang digunakan untuk menyajikan hasil analisis wilayah. Menurut Fienberg (1979) dalam Susetyo menyatakan bahwa peta dapat memberikan pengertian mengenai suatu masalah atau untuk menyajikan informasi secara rapi. 37

38 Selain itu dengan pemetaan memberikan gambaran hubungan antara fenomena yang diselidiki, secara aktual dan akurat mengenai fakta-fakta. Pada Hubungan tersebut meliputi produksi dan ekspor produk pertanian tiap tahun dari setiap provinsi di Indonesia Analisis Tipologi Daerah Analisis tipologi daerah digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola masing-masing daerah melalui pemetaan (mapping) kategorisasi wilayah. Penetapan tipologi wilayah sangat diperlukan oleh setiap wilayah untuk memahami permasalahan wilayah secara spesifik maupun mempermudah dalam perumusan kebijakan atau strategi pencapaian tujuan pembangunan daerah. Tipologi daerah memberikan bentuk penyajian khusus dari hasil analisis daerah berdasarkan indikator-indikator yang digunakan. Selain itu dengan adanya tipologi daerah ini dapat memperoleh informasi perbandingan terhadap daerahdaerah lain, termasuk mengenai keunggulan suatu daerah dan hubungannya dengan daerah lain Uji Mann-Whitney Tes Mann-Whitney digunakan untuk menguji signifikansi hipotesis komparatif dua sampel yang independen apakah telah ditarik dari populasi yang sama. Data berbentuk ordinal dan dua sampel yang berukuran tidak sama. Uji ini merupakan uji yang sering digunakan diantara uji non-parametrik lainnya untuk menguji 2 sampel independen. Tes ini merupakan alternatif lain untuk tes t 38

39 parametik yang paling berguna ketika pengukuran dalam penelitian lebih lemah dari skala interval. 3.3 Kerangka Pemikiran Operasional Pembangunan Indonesia yang tidak merata menimbulkan kesenjangan tidak hanya secara wilayah namun secara keseluruhan kegiatan perekonomian. Hal ini menggambarkan bahwa pembangunan masih terpusat pada Kawasan Barat Indonesia serta karena jauhnya Kawasan Timur dari pusat pemerintahan. Kegiatan perekonomian khususnya perdagangan banyak dilakukan di Kawasan Barat yang berdampak pada tingginya perekonomian wilayah tersebut. Hal ini didukung pula dengan adanya fasilitas dalam kegiatan perdagangan tersebut baik domestik maupun perdagangan luar negri. Pelabuhan yang merupakan salah satu fasilitas yang harus tersedia dalam kegiatan perdagangan, dapat berpengaruh terhadap besar kecilnya perolehan pendapatan untuk daerah tersebut. Selain itu pelabuhan ini berperan sebagai jembatan dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Pertanian salah satu sektor penting yang masih mengalami berbagai hambatan. Terlihat dari adanya perbedaan antara tingkat produksi dan ekspor di Kawasan Barat dan Timur. Padahal produk pertanian berpeluang besar di perdagangan Internasional untuk meningkatkan devisa Negara. Diantara berbagai produk pertanian sektor yang memiliki prospek cerah adalah perkebunan dan hortikultura. Tanaman perkebunan yang menjadi andalan Indonesia adalah kelapa sawit, kopi, kakao, karet dan teh. Sedangkan untuk 39

40 komoditas hortikutura buah dan sayur yaitu mangga, manggis, pisang, nenas, jeruk, kentang, kubis, tomat, bawang merah dan bawang putih. Selama kurun waktu lima tahun yaitu dari tahun dapat dilihat penyebaran produksi dan ekspor di Indonesia yang dilakukan dengan pemetaan. Sehingga dapat terlihat dengan jelas perbedaan tingkat produksi dan ekspor pada produk pertanian, yang dijelaskan melalui perbedaan warna antara satu wilayah dengan wilayah lainnya berdasarkan penyebaran yagng berbeda-beda berdasarkan komoditas. Setelah pemetaan dilakukan, untuk mengetahui wilayah bagian mana yang memiliki pertumbuhan produksi dan ekspor yang tinggi. Dengan kata lain untuk melihat wilayah pangsa ekspor yang besar serta kontribusi dari setiap pulau untuk ekspor pertanian, maka digunakan tipologi daerah yang membagi daerah tersebut berdasarkan besarnya tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor selama kurun waktu lima tahun. Tipologi daerah ini akan membagi daerah menjadi empat karakteristik wilayah. Kesenjangan dari tiap komoditas tersebut dapat terlihat dari tingkat produvitasnya, yang menggambarkan besarnya produksi setiap 1 ha lahan yang diusahakan, serta besarnya volume ekspor yang mengindikasikan seberapa besar kemampuan wilayah tersebut dapat melakukan kegiatan perdagangan baik dalam negri maupun luar negri pada Kawasan Barat dan Timur Indonesia. Setiap wilayah Indonesia yang memiliki keadaan geografis yang berbeda-beda dapat mempengaruhi kemampuan tingkat produksi pertanian sehingga berdampak pada kegiatan ekspornya. Namun hal ini juga menjadi masalah apakah wilayah yang produksinya tinggi akan melakukan kegiatan ekspor tinggi pula atau sebaliknya, 40

41 padahal kegiatan ekspor dilakukan apabila ada kelebihan dari produksi. Sehingga hal ini digambarkan oleh besarnya rasio antara ekspor dan produksi. Untuk melihat adanya perbedaan kesenjangan antara produvitas, ekspor, rasio antara ekspor dan produksi di KTI dan KBI, maka digunakan Uji Mann- Whitney. Uji ini digunakan karena sampel yang dianalisis merupakan dua sampel bebas. Sampel pertama menunjukkan kawasan barat dan sampel kedua untuk kawasan timur pembagian sampel ini berdasarkan wilayah provinsinya. Dari tahapan analisis tersebut maka diperoleh besarnya tingkat signifikansi kesenjangan diantara KBI dan KTI yang dilihat dari nilai P-value nya. Bagan alur kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2. 41

42 Pemerataan Pembangunan di Indonesia Kesenjangan Ekonomi kawasan Indonesia KBI KTI Perkebunan : Kelapa sawit, Kopi, Kakao, Karet, dan Teh Produksi Ekspor Sektor Pertanian Produvitas Rasio ekspor dan produksi Hortikultura: 1. Buah: Mangga, Manggis, Pisang, Nenas, Jeruk 2. Sayur: Kentang, Kubis, Tomat, Bawang Merah, Bawang Putiih Pemetaan Tipologi daerah berdasarakan pertumbuhan produksi dan ekspor Uji Mann-Whitney Perbedaan Signifikansi antara KBI dan KTI Pada produk pertanian Gambar 2. Kerangka Operasional 42

43 3.4 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran serta permasalahan yang ingin ditelaah, maka dirumuskan beberapa hipotesis sebagai berikut: 1. Produvitas yang mengindikasikan hasil tiap 1 Ha lahan komoditi pertanian yang diusahakan di wilayah KBI lebih besar dibandingkan wilayah KTI dari tahun 2001 hingga Rasio yang menggambarkan besarnya volume ekspor tiap produksinya di wilayah KBI lebih besar daripada KTI, begitu pula dengan volume ekspor di kedua kawasan tersebut. Hal ini menunjukkan besarnya kemampuan wilayah tersebut untuk berproduksi, dan dengan hasil produksi tersebut dapat mengekspor komoditi pertaniannya. 43

44 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2007 sampai Januari Jenis Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang bersumber dari instansi yang terkait dengan penelitian seperti Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, perpustakaan, internet serta berbagai penelitian terdahulu yang terkait dalam penelitian ini. Jenis data yang diperlukan tercantum pada Tabel 6. Tabel 6. Jenis Data No Jenis Data Satuan 1 Produksi Buah Mangga, Manggis, Pisang, Jeruk, Nanas, Kentang, Ton Kubis, Tomat, Bawang Merah, Bawang Putih serta Produksi Karet, Kelapa Sawit, Teh, Kopi, Kakao 2 Produvitas Buah Mangga, Manggis, Pisang, Jeruk, Nanas, Kentang, Kg/Ha Kubis, Tomat, Bawang Merah, Bawang Putih serta Produvitas Karet, Kelapa Sawit, Teh, Kopi, Kakao 2 Volume Ekspor dari masing-masing pelabuhan tiap komoditi Kg 3 Nilai Ekpor dari masing-masing pelabuhan tiap komoditi US$ 4 PDRB menurut provinsi dari Tahun Juta rupiah 5 Perkembangan ekspor migas dan non migas US$/Ton 4.2 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang berupa data tahunan produksi dan ekspor dari tiap komoditi pertanian per pelabuhan, yang kemudian diseleksi menjadi komoditi pertanian yang penting, berdasarkan acuan pada 44

45 Deptan Komoditi hortikultura yang dinyatakan berpeluang besar terhadap ekspor untuk buah adalah jeruk, mangga, manggis, pisang dan nanas, sedangkan untuk sayuran kubis, kentang, tomat, bawang merah dan bawang putih. Komoditas lainnya adalah perkebunan diantaranya kelapa sawit, teh, kopi, karet, dan kakao. Data ekspor yang diambil berdasarkan tiap pelabuhan dari tahun , serta data produksi yang diambil dari tiap provinsi tahun Metode dan Pengolahan Data Dalam penelitian ini menggunakan pemetaan dan metode kuantitatif. Pemetaan digunakan untuk menggambarkan penyebaran antara produksi dan ekspor produk pertanian tiap tahunnya per provinsi, serta memperlihatkan perkembangan dan kesenjangan antara kawasan di KBI dan KTI. Sedangkan model kuntitatif dengan menggunakan Uji Mann-Whitney untuk mengetahui ada perbedaan antara ekspor dan produksi tiap provinsi yang signifikan pada Kawasan Barat dan Timur Indonesia. Pengolahan data dilakukan secara bertahap dimulai dengan pengelompokan data, perhitungan, dan kemudian ditabelkan. Data yang ditabelkan dipersiapkan sebagi input komputer sesuai dengan model yang digunakan. Perhitungan dengan model analisis dilakukan dengan bantuan komputer. Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 13, Microsoft Excell 2003 dan Arcview GIS

46 4.4 Metode Analisis Data Analisis Tipologi Daerah Analisis ini pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama yaitu laju pertumbuhan produksi daerah dan laju pertumbuhan ekspor daerah. Dengan menentukan laju pertumbuhan produksi sebagai sumbu vertikal dan laju pertumbuhan ekspor sebagai sumbu horizontal. Daerah yang diamati dibagi menjadi empat kuadran daerah yaitu pertama daerah dengan tingkat laju pertumbuhan produksi dan ekspor yang positif, kedua daerah dengan laju pertumbuhan produksi positif namun laju pertumbuhan ekspor negatif, ketiga daerah dengan laju pertumbuhan produksi negatif namun ekspor positif, keempat daerah dengan laju pertumbuhan produksi dan ekspornya negatif. Tabel 7. Tipologi daerah Pertumbuhan ekspor (E) Pertumbuhan Produksi (Y) (Y1>Y) (Y1<Y) (E1>E) Pertumbuhan Ekspor dan Produksi positif Pertumbuhan Ekspor positif dan Produksi negatif (E1<E) Pertumbuhan Ekspor negatif dan Produksi positif Pertumbuhan Ekspor dan Produksi negatif Uji Mann-Whitney Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara produvitas, ekspor, dan rasio ekspor per produksi di setiap kawasan Indonesia. Sebelum nilai U diperoleh pada uji ini dilakukan terlebih dahulu meranking pada setiap observasi. Cara yang dilakukan untuk meranking yaitu pertama memberikan rank 1 bila bernilai terkecil, kedua memberikan rank (n 1 + n 2 ) bila bernilai terbesar. Ketiga, jika ada bernilai yang sama maka diberikan rank rata-ratanya. 46

47 Hipotesis: H 0 : Y A = Y B H 1 : Y A # Y B Uji statistik yang digunakan adalah uji-t T hit = R n n ( 1 + 1) Dimana: n 1 = ukuran sampel dari populasi 1 n 2 = ukuran sampel dari populasi 2 R = ukuran sampel dari populasi Sehingga T hit dapat dinormal bakukan menjadi : Z hit = n1n Thit 2 n1n 2( n1 + n ) Kriteria Uji : Bila Z hit > Z α/2 maka tolah H 0 Z hit < Z α/2 maka terima H 0 Jika kesimpulan nya tolah H 0 maka artinya ada perbedaan produvitas, ekspor dan rasio nya yang signifikan antara KBI dan KTI pada produk pertanian yaitu tanaman perkebunan dan hortikultura pada taraf nyata α persen dan sebaliknya. 47

48 BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN 5.1 Komoditas Perkebunan Komoditi perkebunan merupakan salah satu dari tanaman pertanian yang menyumbang besar pada pendapatan nasional karena nilai ekspor yang tinggi dibandingkan tanaman pertanian lainnya. Sebagian besar produk perkebunan yang di ekspor masih dalam bentuk bahan mentah (raw material) bukan berbentuk hasil olahan, sehingga masih kalah bersaing dengan negara lainnya. Berdasarkan status pengusahaannya perkebunan dibagi menjadi tiga yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Komoditi perkebunan yang tergolong lima besar diantaranya adalah kelapa sawit, kopi, kakao, karet dan teh. a. Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan komoditi andalan utama ekspor pertanian yang penting bagi Indonesia. Selain menghasilkan minyak kelapa sawit juga menghasilkan produk sampingan yang tinggi. Sekarang ini Indonesia menduduki posisi kedua sebagai pengekspor minyak kelapa sawit (CPO) terbesar di dunia. Menurut data dari WWF (World Wild Fund), sampai saat ini pengeksor kelapa sawit terbesar di dunia adalah Malaysia sekitar 47% dari ekspor dunia. Volume ekspor minyak sawit mentah atau CPO (Crude Palm Oil) Indonesia tahun 2006 mengalami pertumbuhan sebesar 14,5 persen, yaitu dari 10,4 juta ton menjadi 48

49 11.95 juta ton. Pada 2006 meningkatnya produksi CPO Indonesia sebesar 13 persen serta meningkatnya permintaan CPO dari luar negeri 2. Sebagian besar perkebunan sawit di Indonesia dilakukan dengan sistem PIR (Perkebunan Inti Rakyat) dimana sawit ditanam di lahan milik masyarakat dan pengolahan dilakukan oleh petani. Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia cenderung meningkat yaitu berkisar 1,97-13,36 persen dari tahun 2001 hingga berdasarkan status pengusahaannya perkebunan besar swasta sebesar 52,92 persen atau sebesar 2,91 juta hektar, sedangkan yang diusahakan oleh perkebunan rakyat seluas 1,92 juta hektar (34, 80 persen) dan hanya seluas 0,68 juta hektar (12,28 persen ) yang diusahakan oleh perkebunan besar negara. Tabel 8. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia Tahun (Ha) Pertumbuhan Tahun PR PBN PBS Jumlah (%) , , , , ,97 Sumber: Departemen Pertanian 2006 Untuk produksinya kelapa sawit Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 produksi mencapai 13,11 juta ton yang meningkat 2 Informasi mengenai volume ekpor dan produksi sawit diperoleh dari artikel pada yang berjudul ekspor CPO Indonesia diproyeksikan hanya naik jadi 11,7 juta ton 49

50 sekitar 7,26 persen dari tahun 2004 yang hanya sebesar 12,22 juta ton. Sebagian besar produksi kelapa sawit ini diekspor dan sisanya dipasarkan di dalam negeri. Di Indonesia ada empat jenis produk ekspor kelapa sawit yang di ekspor yaitu Crude Palm Oil (CPO), Other Palm Oil, Crude Oil of Palm Kernel dan Other Palm Kernel Oil. b. Kopi Kopi di Indonesia memiliki peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2004 Indonesia menempatkan peringkat keempat terbesar di dunia setelah Brazil, Kolombia dan Vietnam namun belum mampu meningkatkan produksi kopi di Indonesia. Sebelumnya posisi Indonesia berada pada posisi ketiga. Selama , ekspor kopi Indonesia terus berfluktuasi. Tahun 2000 ekspor kopi Indonesia telah mencapai ton, namun tahun berikutnya turun menjadi ton. Pada tahun 2004 ekspor kopi meningkat kembali menjadi ton, dan melonjak mencapai ton pada Hingga 2006 produksi kopi Indonesia telah mencapai ton atau naik sebesar 2,03% dari tahun sebelumnya. Namun tidak terjadi pada ekspor kopi tahun 2006 yang turun hingga 21,5 persen atau mencapai ton dibandingkan pada tahun sebelumnya sebesar ton. Ekspor kopi Indonesia baru hanya sebatas biji kopi, bukan produk yang siap konsumsi. Perkebunan kopi terbesar di Indonesia berupa perkebunan rakyat (PR) dengan luas 1,2 juta hektar atau 95,8% yang merupakan pemasok terbesar dengan volume ton atau 96,1% dari total areal tanam. Selain itu ada pula perkebunan swasta (PBS) sekitar hektar atau sekitar 21 persen dan sisanya berupa perkebunan negara yaitu sekitar 26,4 hektar atau sekitar 2,1 persen. 50

51 Umumnya sekitar 90 persen petani di Indonesia menanam kopi jenis robusta yang ditanam di sebagian besar wilayah Indonesia. Sedangkan hanya sekitar 10 persen kopi jenis arabika ditanam oleh sebagian kecil petani 3. Sehingga produvitas budi daya kopi Indonesia hanya mencapai 0,58 ton per hektar. Padahal di perdagangan dunia jenis kopi yang mendominasi adalah kopi arabika yaitu sekitar 70 persen dan sisanya kopi jenis robusta. c. Kakao Kakao merupakan salah satu komoditi unggulan pertanian Indonesia yang berperan penting dalam pembangunan perekonomian karena menghasilkan nilai devisa hingga US$ 547 juta pada tahun Sehingga Indonesia berhasil menjadi produsen kakao kedua terbesar dunia setelah pantai Gading. Hal ini disebabkan karena areal perkebunan kakao pada tahun 2004 memiliki luas yang meningkat hingga 914 ribu hektar, yang tersebar di 29 propinsi dengan sentra produksi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, NTT dan Jawa Timur. Sekitar 90 persen areal perkebunan kakao Indonesia dikelola oleh rakyat (Direktort Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004). Jumlah ekspor kakao di Indonesia telah mencapai 365 ribu ton pada tahun Namun pada tahun 2006 produksi kakao di Indonesia menurun hanya sekitar 78 ribu ton atau turun sekitar,16 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena meningkatnya serangan hama penggerek buah di seluruh sentra produksi kakao Indonesia. 3 Informasi mengenai produksi, ekspor dan wilayah kopi diperoleh dari artikel pada yang berjudul Kopi: Sedap Rasanya, Sedap Bisnisnya 51

52 Dalam pengembangan kakao nasional masih banyak masalah yang dihadapi seperti terletak pada kualitas biji kakao yang dihasilkan masih bermutu rendah, banyaknya tanaman yang terserang hama. Sehingga walupun jumlah produksi kakao Indonesia yang cukup tinggi namun dalam pengolahan kakao ini masih relatif rendah masih kalah bersaing dengan negara lainnya. Dalam perdagangan kakao dunia biji kakao dan produk akhir (cokelat) mendominasi, sedangkan produk antara seperti cacao butter, cocoa powder dan cocoa paste volumenya relatif kecil. d. Karet Pada tahun 2005 produsen karet terbesar didunia diduduki oleh Thailand, sementara Indonesia menempati posisi ke dua terbesar. Thailand memproduksi 2,9 juta ton (33%) karet alam dunia pada 2005, sementara Indonesia 2,27 juta ton (26%). Sebagian kebun karet Indonesia luasnya sekitar 3,28 juta hektar pada tahun 2005 meningkat 0,61% dari tahun sebelumnya. Dimana produksi karet ini banyak didukung oleh perkebunan rakyat yang luasnya 2,77 juta hektar, atau 84,5% dari total luas kebun karet nasional. Selebihnya, 7,3% merupakan perkebunan besar negara, dan 8,2% perkebunan besar swasta. Kondisi ini menegaskan bahwa karet penting sebagai sumber devisa. Produksi karet nasional pada 2005 mencapai 2,13 juta ton, atau naik 0,6 juta ton dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 2,06 juta ton. Perkebunan rakyat memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi karet domestik sebesar 1,72 juta ton, atau 81% dari total produksi 2005, namun saat ini produvitas karet Indonesia masih tergolong rendah karena dari area seluas 3,28 juta hektar pada 2005, produksinya hanya 2,13 juta ton yang sebagian besar terjadi pada 52

53 perkebunan rakyat, yang luasnya mencapai 2,77 juta hektar dengan produksi 1,72 juta ton per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa perkebunan rakyat hanya mampu menghasilkan 623 kilogram karet per hektar per tahun. Rendahnya produvitas karet karena bibit yang digunakan bukan bibit unggul, serta kurangnya perawatan kebun karena harga karet yang relatif rendah 4. e. Teh Pada tahun 2001 posisi Indonesia dalam perdagangan teh Internasional berada di peringkat lima setelah Sri Lanka, Kenya, RRC, dan India atau kontribusinya baru sekitar 7 persen begitu pula pada tahun Hal ini menjadikan Indonesia salah satu pemain penting dalam perdagangan teh Internasional. Sebagai penyumbang devisa negara dalam produksinya, teh Indonesia tidak hanya memenuhi kebutuhan pasar lokal, tapi juga mampu memenuhi kebutuhan mancanegara dengan ekspornya. Sekitar 94 persen produk teh Indonesia diekspor dalam bentuk curah (bulk). Jenis teh yang dihasilkan Indonesia adalah jenis teh hitam (Black Tea) dan teh hijau (Green Tea). Sebagian besar dihasilkan oleh perkebunan besar baik swasta maupun milik negara dan sisanya dihasilkan perkebunan rakyat. Jenis teh yang diekspor Indonesia persen merupakan jenis teh hitam sedangkan sisanya adalah jenis teh hijau. Hal ini disebabkan karena sekitar 71 persen jenis teh hitam mendominasi distribusi produksi teh dunia. Sedangkan teh hijau lebih banyak diproduksi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (Resmisari,2006). Pada tahun 2004 produksi teh meningkat sekitar 2,3 persen, tapi volume ekspor mengalami penurunan dari ton pada tahun 2003 menjadi hanya

54 ton pada tahun Penurunan ini terjadi karena kualitas teh Indonesia yang tidak stabil, kualitasnya akan sangat bagus dan harga tinggi pada saat musim kemarau tapi produksi yang dihasilkan sedikit. Sedangkan di musim hujan kualitas yang dihasilkan rendah dengan harga turun tapi produksi yang tinggi. Akibat ketidakstabilan ini maka teh dari Indonesia sulit ditempatkan sebagi teh utama di perdagangan teh dunia. 5.2 Komoditas Hortikultura Selain perkebunan komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dijadikan komoditas andalan ekspor karena banyaknya jumlah dan ragam jenis dari komoditas ini yang mampu berdaya saing dengan produk impor. Beda halnya dengan perkebunan, komoditas hortikultura sebagian besar produk yang diekspor sudah dalam bentuk olahan hanya sebagian kecil di ekspor dalam bentuk segar, karena sifatnya yang mudah rusak sehingga dapat menurunkan kualitas atau harga dari produk itu sendiri. Produk hortikultura yang berpeluang besar adalah buah dan sayur. Komoditas buah diantaranya yaitu mangga, manggis, pisang, nanas dan jeruk, sedangkan untuk sayuran kubis, kentang, tomat, bawang merah dan bawang putih. a. Mangga Mangga merupakan salah satu komoditi buah unggulan nasional di Indonesia yang mampu berdaya saing karena memiliki kekhasan tersendiri. Berdasarkan laporan FAO tahun 2004, Indonesia termasuk lima besar negara penghasil mangga, namun hasil ekspornya masih tergolong paling rendah. Walaupun ekspor mangga terus meningkat tiap tahunnya, tetapi proporsinya 54

55 belum memadai jika dikaitkan dengan perkembangan panen buah mangga. Hal ini mengindikasikan bahwa produksi yang besar masih mencukupi konsumsi dalam negeri yang baru mencapai 60,9% dari rekomendasi FAO sebesar 65,75 kg/kapita/tahun. Sampai saat ini, buah mangga umumnya dipasarkan dalam bentuk segar, baik untuk tujuan domestik maupun ekspor. Jenis mangga yang diekspor diantaranya mangga Arumanis 143, Manalagi 69, Golek 31, dan mangga Gedong. Sebaran produksi mangga di Indonesia sangat beragam tiap tahunnya, namun untuk wilayah bagian barat Indonesia pulau Jawa selalu memberikan kontribusi besar terhadap produksi mangga di Indonesia dari tahun Dibandingkan wilayah timur Indonesia yang masih belum meningkat jauh dari tahun Luas panen mangga berkembang cepat dari tahun 1994 s/d Pada tahun 1994 luas panen hanya ha dengan total produksi ton, tahun 2004 luas panen meningkat menjadi ha dengan produksi mencapai ton. Hal ini menunjukkan bahwa agribisnis komoditas ini merupakan usaha yang telah berperan dalam menumbuhkan sektor ekonomi. Pada masa kini dan masa mendatang, agribisnis mangga diperkirakan akan tetap mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang tumbuhnya sektor perekonomian, terutama dalam menciptakan lapangan kerja, peluang pasar dan peningkatan devisa negara. b. Manggis Manggis merupakan salah satu komoditas buah Indonesia sebagai primadona ekspor yang menjadi andalan Indonesia untuk meningkatkan 55

56 pendapatan devisa negara. Di luar negeri manggis dijuluki sebagai Queen of the Tropical Fruits yang merupakan perpaduan dari rasa asam dan manis yang tidak dimiliki oleh komoditas buah-buahan lainnya. Ekspor manggis menempati urutan pertama ekspor buah segar ke mancanegara. Sebagian besar berasal dari kebun rakyat yang sistem produksinya masih tergantung pada alam (tradisional). Meskipun penanganan budidaya dan pascapanen yang seadanya, ternyata Manggis Indonesia mampu melakukan ekspor dalam jumlah yang cukup besar, bahkan bisa bersaing dengan manggis negara lain. Volume ekspor manggis Indonesia dari tiga tahun terakhir mengalami fluktuasi dari 9.4 ton pada tahun 2003 menurun menjadi ton pada tahun 2004, namun meningkat kembali pada tahun 2005 sebesar ton. Perkembangan volume ekspor manggis di Indonesia pada masing-masing wilayah dari tahun menunjukkan wilayah bagian barat Indonesia selalu berfluktuasi dibandingkan bagian timur Indonesia yang sebagian besarnya tidak melakukan kegiatan ekspor produk manggis. Sedangkan untuk perkembangan produksi manggis terus mengalami peningkatan dari 62 ribu ton pada tahun 2004 menjadi 64 ribu ton pada tahun 2005 atau meningkat sekitar 4,18 persen. Namun hal ini baru didominasi oleh kawasan barat Indonesia tiap tahunnya. Luas panen tanaman manggis pun meningkat pada tahun 2005 sebesar 7,62 persen dari tahun 2004 atau sekitar ha pada tahun 2004 menjadi ha tahun Walaupun produksi terus meningkat namun hal ini tidak diikuti oleh peningkatan mutu buah manggis, sehingga volume ekspor pun kurang meningkat secara signifikan. 56

57 c. Pisang Pisang merupakan buah tropis yang menempati urutan kedua dalam ekspor buah nasional pada tahun Permintaan pasar terhadap pisang terus meningkat, baik untuk konsumsi segar maupun olahannya. Jenis pisang yang mempunyai peluang untuk dikembangkan ialah jenis pisang emas, pisang raja, pisang ambon dan pisang raja bulu. Buah ini berpotensi dikembangkan tanaman namun untuk meningkatkan produksi dan kualitas pisang terdapat kendala yaitu serangan penyakit layu yang dikenal dengan nama Panama. Relatif besarnya volume produksi nasional dan luas panen dibandingkan dengan komoditas buah lainnya, menjadikan buah pisang merupakan tanaman unggulan di Indonesia. Namun demikian pengelolaan pisang masih sebatas tanaman pekarangan atau perkebunan rakyat yang kurang dikelola secara intensif, tapi karena iklim yang mendukung maka tanaman pisang ini sesuai di Indonesia. Pada tahun 2005 volume ekspornya mengalami peningkatan sebesar 3.647ton senilai US $ 1,3 juta dibandingkan tahun 2004 yang hanya sebesar 992 ton atau senilai US $ Untuk produksinya tanaman pisang mencapai 5 juta ton atau sekitar 35,02 persen dari total produksi buah-buah nasional pada tahun dimana sumbangan terbesar dari pulau Jawa tiap tahunnya. d. Nenas Nenas termasuk ke dalam kelompok buah eksotik (exotic fruits) yaitu buah-buahan khas daerah tropis yang mahal harganya serta tingginya permintaan dari pasaran luar negeri, maka buah ini disebut sebagai King of The Fruit. Jenis yang banyak dikembangkan di Indonesia adalah Queen misalnya nenas Bogor dan Palembang, dan Smooth Cayene misalnya nenas subang. 57

58 Selama tahun ekspor nenas mencapai ,9 kg senilai US $ 50628,987 ribu. Sebagian besar Pangsa pasar nenas segar Indonesia meningkat seiring peningkatan volume ekspor nenas segar Indonesia. Meskipun demikian, pada tahun 2004, persentase ekspor terhadap produksi nenas segar Indonesia relatif kecil yakni 0,3 persen dari total produksi nenas sebesar ton. Untuk produksinya sendiri pada tahun 2005 meningkat sebesar 6,22 persen dari tahun 2005, dimana dari tahun pulau Jawa memiliki produksi paling tinggi diantara pulau lainnya di Indonesia serta pulau yang paling kecil memberikan kontribusinya terhadap produksi pisang pada tahun 2005 adalah daerah Gorontalo. Tetapi beda hal nya dengan volume ekspor, dimana wilayah yang menyumbang paling besar ekspornya adalah Riau sebesar kg dari total keseluruhan volume ekspor pisang di Indonesia yaitu kg pada tahun e. Jeruk Pada tahun 2004, luas panen jeruk mencapai ha dengan total produksi sebesar ton, sekaligus menempatkan posisi Indonesia sebagai negara penghasil utama jeruk dunia ke 13 setelah Vietnam. Teknologi penanganan jeruk segar untuk ekspor masih sederhana, maka perlu adanya peningkatan mutu jeruk segar. Hal ini terlihat dari membanjirnya jeruk impor tahun 2004 yang mencapai ton sedangkan ekspornya sebesar ton, sedangkan produksi jeruk nasional mencapai 1,6 juta ton persen jenis jeruk siam. Sehingga Indonesia termasuk negara pengimpor jeruk terbesar kedua di ASEAN setelah Malaysia. Jenis jeruk yang umum dibudidayakan seperti jeruk Keprok, jeruk Besar, jeruk Nipis dan jeruk Lemon. Jeruk Siam (Citrus nobilis var, microcarpa Hassk) 58

59 termasuk salah satu varietas jeruk Keprok yang paling banyak diusahakan dan mendominasi 60% pasaran jeruk nasional. Ekspor buah jeruk jenis tertentu seperti lemon, grapefruit dan pamelo terus meningkat sehingga memberikan peluang pasar yang menarik. Peluang pasar untuk mengusahakan komoditas jeruk ini masih sangat besar baik untuk pemenuhan kebutuhan pasar dalam negeri, substitusi impor maupun untuk ekspor Produksi jeruk terbesar pada tahun 2005 ada pada wilayah Sumatera Utara yaitu sebesar 3 ribu ton dari total keseluruhan produksi jeruk di Indonesia yaitu sebesar 1,3 juta ton. Begitu pula volume ekspornya yaitu sebesar 7 ribu kg dari total keseluruhan yaitu 526 ribu kg. Peringkat kedua volume ekspor diduki oleh pulau bali yaitu sebesar 169 ribu kg, namun tidak untuk produksinya, yang mana diduduki oleh pulau Jawa Timur. Sehingga memberikan gambaran bahwa produksi yang tinggi tidak berarti tinggi pula volume ekspornya. f. Kubis Kubis (Cabbage) merupakan salah satu tanaman sayuran yang memiliki peluang pasar yang baik dalam bentuk segar maupun olahan. Produksi kubis di Indonsia mengalami penurunan sebesar 9,76 persen dari tahun 2004 atau sebesar ton pada tahun 2004 menjadi sebesar ton. Begitu pula halnya dengan luas panen pada tahun 2005 yang menurun 15,09 persen dari tahun Daerah produksi terbesar tahun 2005 adalah Jawa Barat yang mencapai ton diikuti oleh Jawa Tengan dan Sumatera Utara. Volume ekspor kubis Indonesia pada tahun 2004 sebesar 26,98 ribu ton yang menurun dari tahun 2003 sebesar 42,69 ribu ton. Daerah terbesar pengekspor pada tahun 2005 adalah 59

60 Sumatera Utara yang diikuti oleh Jawa Timur dan DKI Jakarta yaitu masingmasing sebesar 26 ribu ton, 6,1 ribu ton dan 3,4 ribu ton. g. Kentang Tingkat pertumbuhan produksi kentang dari tahun cenderung mengalami peningkatan tetapi pada tahun 2005 produksi menurun sebesar 5,82 persen, sehingga tingkat pertumbuhan produksi rata-rata mencapai 5,21 persen. Pada tahun 2002 meningkat7,54 persen menjadi ton, tahun 2003 mengalami peningkatan tertinggi sebesar 13 persen menjadi ton dan tahun 2004 meningkat 6,14 persen menjadi ton, dan pada tahun 2005 produksi mengalami penurunan sebesar 5,82 persen menjadi ton. Daerah produksi terbesar pada tahun 2005 adalah Jawa Barat 259 ton, disusul oleh Jawa Tengah dan Sulawesi Utara. Luas panen kentang terbesar terdapat di Pulau Jawa sekitar 59 persen diikuti oleh Sumatera Utara sebesar 18 persen. Perkembangan volume ekspor kentang di Indonesia pun berfluktuasi namun cenderung menurun. Bentuk kentang yang diekspor berupa olahan maupun dalam bentuk segar. Volume ekspor kentang segar tertinggi dicapai pada tahun 2001 mencapai ton dan menurun 11 persen pada tahun 2002 menjadi ton hingga pada tahun 2005 mencapai ton. Uuntuk kentang olahan volume ekspor cenderung berfluktuasi pada tahun 2002 menurun 62 persen dari sebesar 618 ton menjadi 235 ton, pada tahun 2003 kembali menurun 40 persen menjadi 142 ton namun pada tahun 2004 kembali meningkat 38 persen menjadi 196 ton dan menurun hingga mencapai 57 ton pada tahun Nilai ekspor kentang segar tertinggi dicapai pada tahun

61 mencapai US $ 5 juta, sedangkan untuk kentang olahan nilai ekspor tertinggi dicapai pada tahun 2004 mencapai US $ h. Tomat Tanaman tomat merupakan sayuran yang banyak diusahakan di Indonesia secara komersil. Penghasil tomat terbesar terdapat di Jawa barat sekitar ton atau 44,25 persen. Rata-rata hasil per hektar sayuran tomat antara Jawa dan Luar Jawa berbeda, di pulau Jawa lebih tinggi dari pada luar Jawa yaitu sekitar 19,96 persen sedangkan di luar Jawa hanya 8,37 persen. Luas panen tanaman tomat pada tahun 2005 menurun sekitar 2,87 persen dari tahun Ekspor tomat tahun 2004 meningkat dari 3,92 ribu ton pada tahun 2003 menjadi 4,35 ribu ton. Daerah pengekspor tertinggi pada tahun 2005 adalah DKI sebesar kg, kemudian daerah Sumatera Utara sebesar kg. i. Bawang merah Tingginya permintaan bawang merah dalam negeri disebabkan karena komoditas ini digunakan sebagai bumbu/ penyedap makanan sehari-hari. Pengembangan bawang merah di Indonesia sebagian besar belum menggunakan benih unggul bermutu dan penerapan teknologi yang belum optimal sehingga hasil yang diberikan belum optimal. Produksi bawang merah mengalami kecenderungan yang menurun setiap tahunnya. Pada tahun 2002 produksi menurun sebesar 10,98 persen dari ton pada tahun 2001 menjadi ton. Produksi terus menurun hingga tahun 2005 sebesar 3,27 persen dari tahun 2004 sebesar ton menjadi ton. Daerah penghasil bawang merah terbesar adalah Pulau Jawa terutama Jawa 61

62 Timur dengan produksi ton pada tahun 2005 diikuti oleh Jawa Tengah dan Jawa Barat masing-masing sebesar ton dan ton. Dimana luas panen terbesar adalah di Pulau jawa sebesar 75 persen dari keseluruhan luas panen bawang merah di Indonesia, diikuti oleh Pulau Bali dan Nusa Tenggara. Besarnya ekspor bawang merah di Indonesia cenderung berfluktuasi volume ekspor tertinggi sebesar ton yaitu pada tahun 2002 dan perkembangannya terus menurun sebesar 20 persen dari tahun 2001 dan terus menurun hingga tahun 2005 yang mencapai 8 persen sehingga volume ekspor hanya mencapai ton. Daerah yang tinggi tingkat ekspornya pada tahun 2005 adalah daerah DKI Jakarta yaitu sebesar ton setelah itu daerah Sumatera Utara sebesar 397 ton. j. Bawang Putih Bawang Putih merupakan salah satu tanaman sayuran yang baru dicanangkan untuk menjadi komoditas unggulan di Indonesia, karena tingginya impor dari bawang putih ini di Indonesia. Bawang putih yang di ekspor dapat dalam bentuk segar maupun olahan. Produksi bawang putih di Indonsia mengalami penurunan sebesar 28,14 persen dari tahun 2004 atau sebesar ton tahun 2004 menjadi ton. Luas panen pada tahun 2005 menurun sebesar 33,47 persen. Daerah produksi terbesar tahun 2005 adalah Nusa Tenggara yang mencapai ton diikuti oleh Jawa Tengah sebesar 3717 ton. Kegiatan ekspor bawang putih Indonesia masih rendah, karena produksi yang rendah. Volume ekspor bawang putih pada tahun 2005 di Indonesia hanya sebesar kg yang menurun dari tahun 2004 sebesar kg. 62

63 BAB VI HASIL PEMBAHASAN 6.1 Penyebaran Produksi dan Ekspor Produk Pertanian Komoditas Perkebunan a. Komoditas kelapa Sawit Berdasarkan analisis pemetaan yang dilakukan, untuk komoditas perkebunan yaitu kelapa sawit, penyebaran poduksi terbesar ada pada provinsi Sumatra Utara dan Riau selama lima tahun yaitu dari (Gambar 3). Hampir semua kawasan bagian barat Indonesia memproduksi kelapa sawit tapi hanya pada provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali yang tidak memproduksi komoditi tersebut. Tapi dibandingkan dengan KBI, banyak kawasan di bagian timur Indonesia yang tidak berproduksi, seperti di provinsi NTB, NTT, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku dan Maluku Utara. Dalam penyebaran produksinya untuk wilayah KBI di dominasi oleh pulau Sumatra sedangkan untuk KTI oleh pulau Kalimantan. Untuk penyebaran ekspor sawit ini pada Gambar 4, provinsi yang paling tinggi ekspor sawitnya dari provinsi Sumatra Utara dan Riau, dimana kedua provinsi tersebut selama lima tahun pun berproduksi paling besar. Beda halnya dengan provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali, ketiga provinsi tersebut tidak memproduksi tapi mengekspor sawit cukup tinggi sekitar 15 ribu ton-70 ribu ton. Ekspor sawit di wilayah KTI masih begitu rendah dari tahun terlihat dari banyaknya wilayah yang tidak mengekspor yang ditunjukkan dari wilayah yang tidak berwarna. Sehingga jika dibandingkan antar KBI dan KTI dari 63

64 pemetaan tersebut KBI memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan KTI yang mengindikasikan tingginya kegiatan ekspor di KBI dibandingkan KTI. Serta kegiatan produksi sawit yang tinggi belum berarti menggambarkan ekspor yang tinggi pula. b. Komoditas Kopi Produksi kopi di Indonesia hampir semua wilayah memproduksi namun pada Gambar 5, terlihat bahwa warna gelap lebih dominan di KBI dari pada KTI yang terlihat dengan warna yang lebih terang. Untuk wilayah KBI hampir selama lima tahun Provinsi Lampung dan Sumatra Selatan mendominasi, sedangkan untuk wilayah KTI produksi kopi yang mendominasi adalah provinsi sulawesi Barat. Sedangkan penyebaran ekspor kopi di Indonesia selama lima tahun tidak merata, dimana lebih dominan menyebar di pulau Jawa dan Sumatra pada Gambar 6. Sedangkan di wilayah lainya hanya beberapa di pulau Kalimantan dan Sulawesi. Hal ini menggambarkan ekspor kopi di KBI terlihat lebih besar dibandingkan wilayah di KTI, karena dapat dilihat bahwa masih banyak wilayah KTI yang belum terasir oleh warna. Selama lima tahun ekspor kopi terbesar berada pada provinsi Lampung berturut-turut, yang berada di KBI. c. Komoditas Kakao Pada Gambar 7, untuk komoditas kakao hampir di semua wilayah Indonesia berproduksi, pulau Sulawesi merupakan penyumbang produksi kakao paling besar di banding wilayah Indonesia lainnya. Namun pada tahun 2004 dan 2005 Sumatra Barat menunjukkan peningkatan produksi kakao. Sehingga secara keseluruhan produksi menyebar secara merata antara KBI dan KTI. 64

65 Sedangkan pada kegiatan ekspor kakao didominasi oleh propinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi tengah selama lima tahun ini. Walaupun begitu ekspor kakao di wilayah KTI masih rendah karena banyaknya provinsi yang bernilai kosong pada pemetaan tersebut. Beda dengan KBI walupun kegiatan ekspor masih relatif sedikit namun hampir di semua wilayahnya mengekspor, dimana provinsi Lampung merupakan ekspor tertinggi di KBI selama dua tahun terakhir ini. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 8. d. Komoditas Karet Sebaran produksi karet di Indonesia kurang merata di Indonesia, masih banyak wilayah di KTI yang tidak berproduksi karet contohnya saja NTB dan NTT (Gambar 9). Dibandingkan KBI hampir semua wilayahnya berproduksi, propinsi yang paling besar produksinya adalah Sumatra Barat dan Sumatra selatan. Sedangkan di KTI propinsi yang paling besar produksi kakao adalah Kalimantan Barat dan Tengah sekitar 50 ribu-70 ribu ton. Untuk penyebaran ekspor karet, terlihat pada Gambar 10 bahwa kegiatan ekspor yang paling banyak dilakukan oleh kawasan barat terutama pulau Sumatra yaitu provinsi Sumatra Barat, sedangkan di kawasan timurnya beberapa provinsi di Kalimantan dan Sulawesi. Namun dibandingkan KBI dan KTI, KBI mengekspor karet lebih besar sekitar rata-rata ton selama lima tahun terakhir dibanding KTI hanya sekitar ton selama lima tahun terakhir. e. Komoditas Teh Untuk komoditas teh pada Gambar 11, penyebaran produksinya di Indonesia tidak merata dimana sebagian besar wilayah Indonesia tidak berproduksi seperti pada pulau Kalimantan, dimana dari tahun tidak 65

66 berproduksi sama sekali. Selama lima tahun dapat dilihat bahwa produksi teh hanya menyebar di pulau Sumatra dan Jawa dengan tingkat produksi tertinggi pada provinsi Jawa Barat sekitar 100 ribu ton per tahunnya. Pada Gambar tersebut sangat terlihat dengan Jelas perbedaan antara produksi KBI dan KTI, karena KTI banyak wilayah yang tidak berwarna. Sedangkan untuk ekspor teh selama lima tahun terakhir paling tinggi adalah DKI Jakarta yang disusul oleh Sumatra Barat. Wilayah tersebut menyumbang besar pada ekspor teh Indonesia. Ekspor teh di KTI tidak begitu besar karena banyak wilayah yang tidak melakukan kegiatan ekspor teh tersebut, hanya provinsi Kalimantan Barat yang melakukan ekspor yang berturut-turut selama lima tahun. Pada Gambar 12 penyebaran ekspor teh tampak terlihat jelas adanya ketimpangan antara KBI dan KTI, di sebabkan banyak wilayah KTI yang kosong (tidak Berwarna) Komoditas Buah a. Komoditas Buah Mangga Penyebaran produksi Mangga di Indonesia bervariatif namun cenderung meningkat, pada Gambar 13 terlihat pulau Sumatra pada tahun 2001 berproduksi berkisar antara ton meningkat menjadi ton pada tahun Namun secara umum produksi mangga terbesar ada pada Pulau Jawa, dimana berturut-turut selama lima tahun. Jika dibandingkan antara KBI dan KTI, penyebaran produksi mangga lebih besar di KBI karena tingginya kontribusi pulau jawa terhadap produksi mangga di KBI, beda halnya dengan KTI yang relatif rendah produksinya. 66

67 Untuk ekspor Mangga terlihat dengan jelas pada Gambar 14, bahwa ekspor selam lima tahun banyak dilakukan di KBI Yaitu DKI Jakarata, Jawa Timur dan Jawa Tengah yang terbesar. Hanya pada tahun 2003 dan 2004 saja KTI mengekspor mangga tapi itu pun hanya 1 provinsi yang mengekspor yaitu Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan. Sehingga untuk ekspor komoditi ini kegiatan di KBI lebih besar dari pada KTI karena rendahnya kinerja ekspor mangga ini hingga hampir tidak melakukan sama sekali. b. Komoditas Buah Manggis Berdasarkan Gambar 15, pemetaan untuk produksi manggis di Indonesia beragam namun terlihat bahwa produksi yang tinggi masih di dominasi oleh KBI yaitu pulau Sumatra dan Jawa. Dimana untuk KTI, selama lima tahun Kalimantan Barat merupakan produksi Manggis terbesar, tapi masih jauh jika dibandingkan dengan KBI. Pada gambar tersebut terlihat dengan jelas perbedaan produksi antara KBI dan KTI yang ditunjukkan dari perbedaan warna. Untuk ekspor manggis pada Gambar 16, hanya pada tahun 2002 dan 2003 ekspor manggis dilakukan yaitu dari provinsi Kalimatan Tengah dan NTT. Sedangkan pada tahun lainnya tidak ada kegiatan ekspor manggis. Beda halnya dengan KBI, provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur dan Bali merupakan provinsi yang ekspor manggisnya selalu tinggi tiap tahunnya. Pada gambar terlihat sangat jelas adanya ketimpangan ekspor di KBI dan KTI. c. Komoditas Buah Pisang Penyebaran produksi untuk komoditas ini terlihat merata, hampir di semua wilayah Indonesia memproduksi komoditas tersebut. Namun produksi tertinggi masih didominasi di kawasan barat Indonesia yaitu propinsi Jawa Barat. Pada 67

68 Gambar 17 menjelaskan bahwa, walaupun banyak wilayah Indonesia yang mengusahakannya tapi masih terlihat dengan jelas perbedaan antara produksi di KBI dan KTI, di KTI berkisar antara 1-90 ribu ton sedangkan KBI berkisar 100 ribu-1 juta ton selama kurun waktu lima tahun ini. Pada tahun 2002 dan 2003 terjadi penurunan produksi pisang di provinsi Sumtra Utara namun kembali memulih di tahun berikutnya. Untuk ekspor pisang dapat dilihat pada Gambar 18, penyebaran ekspor ini sangat tidak merata sehingga terlihatlah ketimpangan ekspor pisang di Indonesia yaitu antara KBI dan KTI. Pada gambar tersebut ekspor pisang banyak dilakukan pada provinsi Lampung, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Sumatra Barat, dan Riau. Beda halnya dengan KTI, ekspor pisang terlihat sangat rendah. d. Komoditas Buah Nenas Pada Gambar 19, penyebaran produksi nenas tetap di dominasi pulau Jawa terutama Jawa Barat. Dalam gambar tersebut produksi komoditas ini terlihat adanya perbedaan yang cukup besar dalam hal produksi, karena produksi nenas di KTI terlihat semakin menurun seperti provinsi Kalimantan dan Sulawesi, serta adanya peningkatan produksi di Jawa dan Sumatra tiap tahunnya. Sedangkan untuk kegiatan ekspor nenas di Indonesia masih dapat dikatakan rendah karena dari propinsi di Indonesia hanya beberapa provinsi yang melakukan kegiatan tersebut. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 20, provinsi yang tinggi ekspor nenasnya adalah provinsi Riau dan Jawa Tengah. Provinsi lainnya menyumbang ekspor nenas namun tidak sekonsisten dua propinsi tersebut. Tapi secara keseluruhan pada gambar tersebut dapat terlihat dengan sangat jelas 68

69 perbedaan ekspor nenas di Indonesia, dimana kontribusi ekspor terbesar berasal dari wilayah KBI. e. Komoditas Buah Jeruk Begitu halnya dengan komoditas jeruk, pada Gambar 21 pulau Sumatra dan Jawa merupakan pulau yang paling mendominasi produksi jeruk Indonesia, dimana sebagian besar produksi berasal dari provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Tingginya produksi ini akan semakin memperlihatkan perbedaan produksi di KBI dan KTI. Apalagi dengan terjadinya penurunan produksi di kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah dan beberapa pulau yang tidak memproduksi. Sedangkan untuk ekspor buah jeruk ini provinsi Sumatra Barat merupakan provinsi dengan tingkat ekspor besar tiap tahunnya dibanding dengan provinsi lainnya. Tapi jika membandingkan ekspor antara dua kawasan Indonesia KBI lebih unggul karena hampir tiap tahunnya Sumatra Utara, Riau, Jawa Timur selalu menyumbang terhadap produksi total Jeruk. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 22, pada gambar terlihat bahwa masih banyaknya wilayah bagian Timur yang tidak mengekspor komoditas ini pada hal komoditas ini merupakan komoditas yang diunggulkan Komoditas Sayuran a. Sayur Kubis Pada sayuran kubis di Indonesia penyebaran produksi masih berpusat di Jawa dan Sumatra, dengan produksi tertinggi di Jawa Barat untuk bagian KBI dan Sulawesi Selatan untuk wilayah KTI. Hal ini dapat tergambar dengan jelas pada 69

70 Gambar 23, dimana warna yang semakin gelap pada peta menunjukkan produksi yang tinggi. Sehingga hal ini menjadi salah satu alasan kuat dari tingginya produksi di KBI daripada KTI, sera kesenjangan yang cukup besar diantara dua kawasan tersebut. Sedangkan ekspor untuk komoditas kubis ini tidak berbeda jauh dengan produksinya, yaitu ekspor terbesar ada pada propinsi Sumatra Utara. Ekspor komoditas ini masih terlihat kecil karena banyaknya wilayah yang tidak mengekspor padahal hampir semua wilayah Indonesia memproduksinya. Selama lima tahun pada Gambar 24, ekspor di KTI mengalami penurunan karena hanya Kalimantan Timur saja yang mengekspor kubis ini, beda halnya di KBI Sumatra dan Jawa selalu bersama-sama mengekspor kubis selama lima tahun trakhir. b. Sayur Kentang Begitu halnya penyebaran produksi kentang di Indonesia (Gambar 25), yang mayoritas berasal dari pulau Sumatra dan Jawa. Hanya beberapa provinsi di KTI yang menyumbang produksi kentang Indonesia, seperti Kalimantan pada tahun tidak ada kontribusi sama sekali terhadap produksi total kentang Indonesia. Padahal kentang merupakan produk yang di unggulkan Indonesia untuk mampu bersaing dengan produk lainya. Sehingga jumlah produksi yang berbeda ini menjadi penyebab kuat akan terjadinya kesenjangan produksi kentang itu sendiri. Tidak berbeda jauh dengan ekspor kubis (Gambar 26), ekspor kentang pun masih terlihat sedikit untuk wilayah bagian timur Indonesia, dan itu pun relatif kecil. Tidak seperti di bagian barat Indonesia selama lima tahun terus mengekspor kentang untuk wilayah Sumatra dan Jawa. Hal ini mengindikasikan kinerja ekspor 70

71 di KBI lebih baik dari pada KTI, ekspor tertinggi di KBI ada pada povinsi Sumatra Utara sekitar 19 ribu-38 ribu ton per tahunnya. c. Sayur Tomat Produksi Tomat Indonesia beragam, namun selama lima tahun ini pulau jawa terlihat konsisten dengan penyebaran produksinya. Hal ini ditunjukkan dari warna gelap pada peta selama lima tahun selalu berada di pulau Jawa sehingga pulau ini menjadi penghasil tomat yang besar. Tapi untuk pulau lainnya di luar Jawa terjadi penurunan produksi selama lima tahun terakhir ini. Pada Gambar 27 terlihat dengan jelas perbedaan produksi antara KBI dan KTI yang di perlihatkan dari perbedaan warna yang tajam, dimana KBI memiliki warna yang relatif gelap daripada KTI. Untuk ekspor tomat pada Gambar 28 menunjukkan bahwa, wilayah bagian timur Indonesia sedikit yang melakukan ekspor, terutama pada tahun 2003 tidak ada satu pun provinsi yang mengekspor komoditi ini. Sehingga mengindikasikan masih rendahnya ekspor di KTI jika dibandigkan dengan KBI, paling tidak ada beberapa wilayah di KBI yang masih dapat mengekspor tomat tiap tahunnya. d. Sayur Bawang Merah Produksi bawang merah terlihat pada Gambar 29, terdapat beberapa daerah di Indonesia yang tidak memproduksi bawang merah seperti di Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah serta irian barat setiap tahunnya konsisten untuk tidak produksi. Provinsi yang berkontribusi terhadap produksi bawang merah yang tinggi diantaranya adalah provinsi yang ada di pulau Jawa. Pada gambar pun terlihat produksi yang memusat di Jawa dan Sumatra. 71

72 Kegiatan ekspor bawang merah di Indonesia masih dapat dikatakan rendah karena dari propinsi di Indonesia hanya beberapa saja dintaranya yang dapat melakukan kegiatan ekspor ini. Pada Gambar menunjukkan bahwa ekspor bawang merah di KBI lebih baik daripada di KTI, terutama pada tahun 2004 wilayah KTI tidak melakukan kegitan ekspor keluar. Sehingga dengan pemetaan dapat mewakili dari adanya kesenjangan antara ekspor di KBI dan KTI untuk komoditas ini. Ekspor terbesar selama lima tahun di provinsi Sumatra Utara sekitar ton tiap tahunnya. e. Bawang Putih Tidak beda jauh dengan komoditas lainnya di Indonesia, produksi bawang putih masih didominasi oleh pulau Sumatra dan Jawa. Hanya bagian kecil saja pulau di KTI yang memproduksi komoditas ini seperti pulau Kalimantan selama tiga tahun pulau tersebut tidak memproduksi sama sekali tapi tahun berikutnya mulai ada peningkatan, karena Kalimantan Timur mulai berproduksi komoditas unggulan tersebut. Walupun begitu perbedaan antara produksi antara KBI dan KTI tidak dapat disangkal bahwa produksi bawang putih di KBI lebih besar dari pada KTI. (Gambar 31). Berdasarkan Gambar 32, ekspor bawang putih Indonesia sangat rendah sekitar 3-6 propinsi yang mengekspor tiap tahunnya. Pada tahun 2001 Kalimantan Timut sempat berada pada tingkat ekspor yang tinggi di bandingkan KBI, tapi tahun berikutnya selalu menurun hingga 2005 hanya NTT saja yang mengekspor komoditi ini. Begitu pula dengan KBI semula Sumatra ikut menyumbang ekspor bawang putih total, tapi tahun berikutnya semakin kecil hingga tidak mengekspor sama sekali yaitu pada tahun

73 6.2 Profil Pertumbuhan Sektor Pertanian Berdasarkan Komoditas Komoditas Perkebunan a. Kelapa Sawit Berdasarkan hasil analisis tipologi, karakteristik wilayah di Indonesia untuk komoditas sawit terbagi menjadi 4 klasifikasi. Untuk provinsi di KBI berdasarkan Gambar 33, daerah yang termasuk dalam klasifikasi pertumbuhan produksi dan ekspor sawit positif adalah Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung. Kemudian yang berada pada tingkat pertumbuhan produksi positif namun ekspor negatif adalah DI Aceh, Bengkulu, Jawa Barat, Banten. Provinsi yang termasuk pada tingkat pertumbuhan produksi yang negatif dan ekspor positif adalah DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Provinsi yang termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor yang negatif adalah DI Yogyakarta. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Sawit di Kawasan Barat Indonesia Tahun Ln Pertumbuhan Produksi (%) g -2-4 Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 33. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Sawit di Kawasan Barat Indonesia Tahun

74 Ket : 1= DI Aceh 6= Sumsel 12= Jateng 16= Bali 21= Kalsel 25= Sulsel 2= Sumut 7= Bengkulu 13= DIY 17= NTB 22= Kaltim 26= Sulbar 3= Sumbar 8= Lampung 14= Jatim 18= NTT 23= Sulut 28= Gorontalo 4= Riau 10= DKI Jakarta 15= Banten 19=Kalbar 24= Sulteng 29= Maluku 5= Jambi 9= Kep. Bangka Belitung 11= Jabar Beda halnya untuk provinsi di KTI (Gambar 34), terbagi menjadi 3 klasifikasi daerah yaitu daerah yang tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor sawit positif adalah Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Provinsi yang berada pada laju pertumbuhan produksi positif tapi ekspor negatif adalah Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan dan Papua Provinsi yang termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor yang negatif adalah NTB, NTT, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku dan Maluku Utara. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mayoritas provinsi yang ada di KTI termasuk pada daerah yang negatif tingkat ekspor sawit namun positif tingkat produksinya. Sedangkan daerah yang berada di KBI mayoritas termasuk pada daerah yang positif produksi dan ekspor sawitnya. 20= Kalteng = Maluku Utara 27= Sul Tenggara 31= Papua Ln Pertumbuhan Produksi (%) Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Sawit di Kawasan Timur Indonesia Tahun l Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 34. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Sawit di Kawasan Timur Indonesia Tahun

75 b. Kopi Untuk komoditas kopi, provinsi di KBI terbagi menjadi 4 klasifikasi yaitu provinsi yang termasuk pada klasifikasi pertumbuhan produksi dan ekspor positif adalah Sumatra Utara, Riau, Jambi, Lampung. Provinsi dengan tingkat pertumbuhan produksi yang positif tapi ekspor negatif adalah Sumatra Barat, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung. Jawa Barat, Banten. Serta provinsi yang termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor yang negatif adalah DI Aceh, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Sedangkan yang termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi yang negatif tapi ekspor positif adalah Sumatra Selatan, Jawa Timur dan Bali (Gambar 35). Ln Pertumbuhan Produksi (%) j Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Kopi di Kawasan Barat Indonesia Tahun Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 35. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Kopi di Kawasan Barat Indonesia Tahun Pada Gambar 36, provinsi di KTI untuk komoditas kopi hanya terbagi menjadi 3 klasifikasi yaitu provinsi dengan laju pertumbuhan produksi positif tapi ekspor negatif adalah NTB, NTT, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku dan Maluku Utara. 75

76 Provinsi yang termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi yang negatif tapi ekspor positif adalah Sulawesi Selatan. Provinsi yang termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor yang negatif Kalimantan barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Papua. Maka sebagian besar daerah di KTI merupakan daerah yang positif tingkat produksinya tapi negatif tingkat ekspornya. Sebaliknya di KBI, sebagian besar daerahnya tingkat ekspor kopi positif dengan didukung tingkat produksi yang positif pula. Ln Pertumbuhan Produksi (%) Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Kopi di Kawasan Timur Indonesia Tahun h Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 36. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Kopi di Kawasan Timur Indonesia Tahun c. Kakao Pada komoditas perkebunan lainnya yaitu kakao, Provinsi di KBI yang termasuk pada klasifikasi positif pertumbuhan produksi dan ekspornya adalah Sumatra Utara, Riau, Lampung, Jawa Tengah (Gambar 37). Provinsi yang berada dalam tingkat pertumbuhan produksi yang positif tapi ekspor negatif adalah DI 76

77 Aceh, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Bengkulu, Banten, Bali, DI Yogyakarta. Sedangkan yang termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi yang negatif tapi ekspor positif adalah DKI Jakarta, Jawa Timur. Provinsi yang termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor yang negatif adalah Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat. Untuk Provinsi yang berada di KTI berdasarkan analisis tipologi (Gambar 38) maka yang termasuk pada daerah klasifikasi positif pertumbuhan produksi dan ekspor kakao adalah Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara. Provinsi yang berada dalam tingkat pertumbuhan produksi yang positif tapi ekspor negatif adalah Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, NTT, NTB, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku dan Papua. Ln Pertumbuhan produksi (%) Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Kakao di Kawasan Barat Indonesia Tahun g -2-3 Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 37. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Kakao di Kawasan Barat Indonesia Tahun Sedangkan yang termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi yang negatif tapi ekspor positif adalah Sulawesi Selatan. Begitu pula provinsi yang termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor yang negatif adalah 77

78 Sulawesi Barat, dan Maluku Utara. Maka sebagian besar daerah di KBI temasuk dalam daerah yang memiliki tingkat ekspor dan produksi yang positif sedangkan daerah yang berada di KTI termasuk pada daerah yang positif tingkat produksi kakao namun negatif tingkat ekspornya. Ln Pertumbuhan Produksi (%) Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Kakao di Kawasan Timur Indonesia Tahun k Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 38. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Kakao di Kawasan Timur Indonesia Tahun d. Karet Pada komoditas karet Provinsi yang termasuk pada klasifikasi positif pertumbuhan produksi dan ekspor adalah Riau dan Bali. Provinsi yang berada dalam tingkat pertumbuhan produksi yang positif tapi ekspor negatif sekitar 12 provinsi dari KBI yaitu provinsi DI Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jambi, Sumatra Selatan, Bengkulu, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten. Sedangkan hanya satu provinsi di KBI yang termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi yang negatif tapi ekspor positif yaitu DKI Jakarta. Begitu 78

79 pula dengan provinsi yang termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor karet yang negatif hanya provinsi DI Yogyakarta. (Gambar 39) Untuk provinsi yang berada di KTI, yang termasuk pada klasifikasi positif pertumbuhan produksi dan ekspor karet hanya Kalimantan Selatan. Provinsi yang berada dalam tingkat pertumbuhan produksi yang positif tapi ekspor negatif yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Maluku Utara. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Karet di Kawasan Barat Indonesia Tahun Ln Pertumbuhan Produksi (%) d Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 39. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Karet di Kawasan Barat Indonesia Tahun Sedangkan yang termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi yang negatif tapi ekspor positif tidak ada. Provinsi yang termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor yang negatif adalah NTT, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku dan Papua. Maka untuk komoditas karet di KBI termasuk pada daerah yang positif produksi namun negatif tingkat ekspornya

80 Ln Pertumbuhan Produksi (%) Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Karet di Kawasan Timur Indonesia Tahun j Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 40. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Karet di Kawasan Timur Indonesia Tahun e. Teh Berdasarkan Gambar 41, pada komoditas teh provinsi yang termasuk pada klasifikasi positif pertumbuhan produksi dan ekspor hanya Jawa Tengah, untuk Provinsi yang berada dalam tingkat pertumbuhan produksi yang positif tapi ekspor negatif adalah Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, DI Yogyakarta. Sedangkan yang termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi yang negatif tapi ekspor positif adalah Sumatra Utara, Bali. Provinsi yang termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor yang negatif adalah DI Aceh, Riau, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Timur, Banten. 80

81 Ln Pertumbuhan Produksi (%) Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Teh di Kawasan Barat Indonesia Tahun k -1 Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 41. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Teh di Kawasan Barat Indonesia Tahun Di Kawasan Timur, Provinsi yang berada dalam tingkat pertumbuhan produksi yang positif tapi ekspor negatif adalah Sulawesi Utara. Sedangkan yang termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi yang negatif tapi ekspor positif adalah Kalimantan Barat. Sebagian besar provinsi di KTI termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor yang negatif yaitu sebanyak 12 provinsi diantaranya adalah NTT, NTB, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara dan Papua. Maka dengan demikian provinsi di KTI mayoritas tergolong dalam daerah produksi dan ekspor teh yang negatif. 81

82 Ln Pertumbuhan Produksi (%) Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Teh di Kawasan Timur Indonesia Tahun j Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 42. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Teh di Kawasan Timur Indonesia Tahun Komoditas Buah a. Buah Mangga Pada komoditas buah khususnya buah mangga, berdasarkan analisis tipologi daerah yang terbagi menjadi empat klasifikasi daerah maka provinsi di KBI yang termasuk pada klasifikasi dengan tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor positif diantaranya adalah Sumatra Utara, Riau, DKI Jakarta, Jawa Timur, Bali. Provinsi yang berada dalam tingkat pertumbuhan produksi yang positif tapi ekspor negatif adalah provinsi DI Aceh, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, DI Yogyakarta. Namun di KBI tidak ada provinsi yang berada pada tingkat pertumbuhan produksi yang negatif dengan ekspor mangga yang positif. Tapi masih ada provinsi yang termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor yang negatif yaitu diantaranya provinsi Jambi dan Lampung. (Gambar 43). 82

83 Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Mangga di Kawasan Barat Indonesia Tahun Ln Pertumbuhan Produksi (%) Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 43. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Mangga di Kawasan Barat Indonesia Tahun Ket: 1= DI Aceh 6= Sumsel 12= Jateng 16= Bali 21= Kalsel 25= Sulsel 2= Sumut 7= Bengkulu 13= DIY 17= NTB 22= Kaltim 26= Sul Tenggara 3= Sumbar 8= Lampung 14= Jatim 18= NTT 23= Sulut 27= Gorontalo 4= Riau 10= DKI Jakarta 15= Banten 19=Kalbar 24= Sulteng 28= Maluku 5= Jambi 9= Kep. Bangka Belitung 11= Jabar 20= Kalteng 29= Maluku Utara = Papua Beda halnya provinsi yang berada di KTI, Provinsi yang termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi positif tapi ekspor negatif adalah NTB, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara dan Papua. Pada tingkat klasifikasi ini banyak provinsi yang tergolong sekitar 12 provinsi, namun tidak ada provinsi yang berada pada tingkat pertumbuhan produksi yang negatif dengan tingkat ekspor yang positif. Sedangkan sisa provinsi lainnya yang termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor yang negatif adalah Sulawesi Tenggara, NTT. (Gambar 44) 83

84 Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Mangga di Kawasan Timur Indonesia Tahun Ln Pertumbuhan Produksi (%) l Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 44. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Mangga di Kawasan Timur Indonesia Tahun j b. Buah Manggis Pada komoditas manggis provinsi yang termasuk pada klasifikasi positif tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor adalah Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Jawa Timur dan Bali. Banyaknya provinsi yang berada dalam tingkat pertumbuhan produksi yang positif dengan tingkat ekspor negatif, menyebabkan kegiatan ekspor untuk komoditas manggis kecil sekitar 15 provinsi yang terdiri dari 9 KBI dan 6 KTI. Provinsi di KBI tersebut diantaranya adalah DI Aceh, Jambi, Sumatra Selatan, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, DI Yogyakarta. Namun beda halnya untuk tingkat pertumbuhan produksi yang negatif dengan pertumbuhan ekspor positif hanya ada pada provinsi DKI Jakarta. Provinsi yang termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor yang negatif adalah provinsi Bengkulu. 84

85 Ln Pertumbuhan produksi (%) Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Manggis di Kawasan Barat Indonesia Tahun k -2-3 Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 45. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Manggis di Kawasan Barat Indonesia Tahun Untuk di KTI provinsi yang berada dalam tingkat pertumbuhan produksi yang positif dengan tingkat ekspor negatif adalah NTB, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Maluku Utara. Sedangkan Provinsi yang termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor yang negatif sebagian besar berada di KTI sebanyak 8 provinsi yaitu diantaranya NTT, Klimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Papua. Untuk komoditas manggis ini tidak ada provinsi yang berada pada klasifikasi dengan tingkat ekspor yang positif, sehingga dapat disimpulkan bahwa ekspor manggis di KTI sangat rendah, hal ini juga didukung oleh negatifnya tingkat produksi manggis di KTI. Padahal Manggis sangat berpotensi besar untuk dikembangkan di Indonesia karena prospek perdagangan yang besar. 85

86 Ln Pertumbuhan Produksi (%) Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Manggis di Kawasan Timur Indonesia Tahun k -2 Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 46. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Manggis di Kawasan Timur Indonesia Tahun c. Buah Pisang Pada komoditas pisang di Indonesia, tipologi daerah berdasarkan pertumbuhan ekspor dan produksinya maka provinsi di KBI yang termasuk pada klasifikasi positif tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor hanya ada pada provinsi Jawa Timur dan Bali. Untuk provinsi yang berada dalam tingkat pertumbuhan produksi yang positif dengan tingkat ekspor yang negatif antara provinsi KBI dan KTI seimbang yaitu sebanyak 10 provinsi dari KBI dan KTI. Provinsi tersebut adalah DI Aceh, Sumatra Utara, Riau, Sumatra Selatan, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, Jawa Tengah, Banten, DI Yogyakarta. Untuk tipologi daerah dengan tingkat pertumbuhan produksi yang negatif dan pertumbuhan ekspor positif hanya ada pada provinsi DKI Jakarta. Provinsi 86

87 yang termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor yang negatif terdiri dari provinsi Sumatra Barat, Jambi, Jawa Barat. (Gambar 47) Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Pisang di Kawasan Barat Indonesia Tahun Ln Pertumbuhan Produksi (%) h Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 47. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Pisang di Kawasan Barat Indonesia Tahun Sedangkan untuk tipologi daerah di KTI, provinsi yang berada dalam tingkat pertumbuhan produksi yang tinggi dengan ekspor yang negatif terdapat 10 provinsi dari KTI yaitu provinsi NTT, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara dan Papua. Sedangkan untuk provinsi yang termasuk dalam tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor yang negatif terdiri dari 7 provinsi, 3 provinsi dari KBI dan 4 propinsi dari KTI yaitu NTB, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat dan Gorontalo. Untuk dua klasifikasi lainnya, tidak ada provinsi di KTI yang termasuk, sehingga dapat dikatakan bahwa provinsi di KTI untuk komoditas pisang sangat negatif tingkat ekspornya, namun hal ini tidak seimbang dengan produksi pisang 87

88 yang cukup besar dari sebagian besar provinsinya. Untuk di KBI produksi dan ekspor pisang lebih tinggi. Ln Pertumbuhan Produksi (%) Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Pisang di Kawasan Timur Indonesia Tahun Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 48. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Pisang di Kawasan Timur Indonesia Tahun k d. Buah Nenas Untuk komoditas Nenas, provinsi yang termasuk pada klasifikasi positif tingkat pertumbuhan produksi dan ekspornya adalah provinsi Sumatra Utara, Riau, dan Bali. Untuk provinsi yang berada dalam klasifikasi yang positif tingkat pertumbuhan produksi namun pertumbuhan ekspor yang negatif adalah provinsi DI Aceh, Jambi, Sumatra Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, DI Yogyakarta, Jawa Timur. Tapi pada komoditas nenas ini tidak ada provinsi yang termasuk pada klasifikasi tingkat pertumbuhan produksi negatif dan pertumbuhan ekspor positif. untuk klasifikasi yang termasuk pada tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor yang negatif adalah Provinsi DKI Jakarta, Lampung dan Sumatra Barat. Maka 88

89 sebagian besar di KBI, untuk komoditas nenas ini produksi yang tinggi tidak mendukung tingginya ekspor nenas dari tahun ini. (Gambar 49) Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Nenas di Kawasan Barat Indonesia Tahun Ln Pertumbuhan Produksi (%) k Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 49. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Nenas di Kawasan Barat Indonesia Tahun Untuk provinsi di KTI pada komoditas nenas ini, hanya satu klasifikasi yang termasuk yaitu klasifikasi positif tingkat pertumbuhan produksi dengan tingkat pertumbuhan ekspor yang negatif diantaranya adalah provinsi NTT, NTB, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara dan Papua. Untuk klasifikasi ini antara KBI dan KTI sebagian besar di dominasi oleh KTI yaitu sebanyak 14 provinsi. Hal ini sudah tentu bahwa produksi nenas di KBI tinggi tapi ekspor yang rendah dapat dilihat dari Gambar

90 Ln Perumbuhan Produksi (%) Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Nenas di Kawasan Timur Indonesia Tahun g -1-2 Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 50. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Nenas di Kawasan Timur Indonesia Tahun h e. Buah Jeruk Komoditas buah lainnya yaitu untuk komoditas Jeruk, provinsi di KBI yang termasuk dalam klasifikasi yang positif tingkat pertumbuhan produksi dan ekspornya hanya ada dua provinsi adalah provinsi Sumatra Utara dan Riau. Sebagian besar kawasan Indonesia untuk komoditas jeruk termasuk pada klasifikasi dengan positif tingkat pertumbuhan produksinya namun negatif tingkat pertumbuhan ekspornya Sehingga yang termasuk golongan klasifikasi tersebut adalah provinsi DI Aceh, Sumatra Barat, Jambi, Sumatra Selatan, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Timur. Untuk provinsi lainnya yang termasuk pada klasifikasi tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor yang negatif adalah Provinsi Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Bali. Hal ini mengindikasikan bahwa KBI untuk 90

91 komoditas jeruk masih rendah pertumbuhan ekspornya, walaupun produksi yang cukup tinggi. Ln Pertumbuhan Produksi (%) Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Jeruk di Kawasan Barat Indonesia Tahun h -1-2 Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 51. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Jeruk di Kawasan Barat Indonesia Tahun Sedangkan klasifikasi dengan positif tingkat pertumbuhan produksinya namun negatif tingkat pertumbuhan ekspor jeruk di KTI diantaranya adalah provinsi NTT, NTB, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Maluku dan Maluku Utara. Tapi di KTI tidak ada provinsi yang termasuk pada klasifikasi dengan tingkat pertumbuhan produksi jeruk yang negatif dan pertumbuhan ekspor positif. Namun masih terdapat provinsi yang termasuk pada klasifikasi tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor yang negatif adalah Provinsi Kalimantan Tengah dan Papua. maka dapat disimpulkan bahwa kawasan di KBI dan KTI pada 91

92 komoditas jeruk, memiliki produksi yang cukup tinggi tapi dengan tingkat ekspor yang sangat rendah. (Gambar 52) Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Jeruk di Kawasan Timur Indonesia Tahun Ln Pertumbuhan Ekspor (%) j p 5-2 Ln Pertumbuhan Produksi (%) Gambar 52. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Jeruk di Kawasan Timur Indonesia Tahun Komoditas Sayuran a. Kubis Begitu pula untuk sayuran berdasarkan Gambar 53 provinsi di KBI yang termasuk dalam klasifikasi positif tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor kubisnya adalah Jawa Timur. Kemudian provinsi yang termasuk dalam klasifikasi positif tingkat pertumbuhan produksinya namun negatif tingkat pertumbuhan ekspor kubis adalah provinsi DI Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jambi, Sumatra Selatan, Lampung, Bengkulu, Jawa Tengah. Untuk provinsi yang termasuk pada klasifikasi dengan tingkat pertumbuhan produksi rendah tapi pertumbuhan ekspor positif adalah provinsi DKI Jakarta. Klasifikasi tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor yang negatif 92

93 adalah Kepulauan Bangka Belitung, Riau, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Banten, Bali. Ln Pertumbuhan Produksi (%) Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Kubis di Kawasan Barat Indonesia Tahun k Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 53. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Kubis di Kawasan Barat Indonesia Tahun Ket : 1= DI Aceh 6= Sumsel 12= Jateng 16= Bali 21= Kalsel 25= Sulsel 2= Sumut 7= Bengkulu 13= DIY 17= NTB 22= Kaltim 26= Sul Tenggara 3= Sumbar 8= Lampung 14= Jatim 18= NTT 23= Sulut 27= Gorontalo 4= Riau 10= DKI Jakarta 15= Banten 19=Kalbar 24= Sulteng 28= Maluku 5= Jambi 9= Kep. Bangka Belitung 11= Jabar Untuk KTI hanya terdapat dua klasifikasi (Gambar 54) yaitu provinsi yang termasuk dalam klasifikasi positif tingkat pertumbuhan produksinya namun tingkat pertumbuhan ekspor kubis negatif adalah NTT, NTB, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku dan Papua, dimana mayoritas provinsi tersebut berasal 14 20= Kalteng 29= Maluku Utara = Papua dari KTI. Serta sisanya merupakan termasuk pada klasifikasi tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor yang negatif adalah Kalimantan Tengah, Klimantan Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo dan Maluku Utara. Sehingga di KTI, hampir sama dengan KBI untuk komoditas kubis yaitu tingkat produksi positif tapi tingkat ekspor kubis negatif. 93

94 Ln Pertumbuhan Produksi (%) Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Kubis di Kawasan Timur Indonesia Tahun Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 54. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Kubis di Kawasan Timur Indonesia Tahun b. Kentang Pada Gambar 55 provinsi di KBI yang termasuk dalam klasifikasi tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor kentang positif adalah Sumatra Selatan, Jawa Timur, Bali. Untuk provinsi yang termasuk dalam klasifikasi positif tingkat pertumbuhan produksinya namun tingkat pertumbuhan ekspor kubis negatif adalah provinsi DI Aceh, Sumatra Barat, Jambi, Lampung, Jawa Tengah. Provinsi yang termasuk pada klasifikasi dengan tingkat pertumbuhan produksi negatif tapi pertumbuhan ekspor positif adalah provinsi DKI Jakarta dan Riau. Serta yang termasuk provinsi yang klasifikasi tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor kentang negatif adalah Sumatra Utara, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Banten. 94

95 Ln Pertumbuhan Produksi (%) Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Kentang di Kawasan Barat Indonesia Tahun h Ln Pertumbuhan Ekspor (%) 6 Gambar 55. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Kentang di Kawasan Barat Indonesia Tahun Sedangkan pada Gambar 56, provinsi di KTI yang termasuk dalam klasifikasi yang positif tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor kentangnya adalah NTT. Untuk provinsi yang termasuk dalam klasifikasi positif tingkat pertumbuhan produksinya namun tingkat pertumbuhan ekspor kubisnya negatif adalah provinsi NTB, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Provinsi yang termasuk pada klasifikasi dengan tingkat pertumbuhan produksi negatif tapi pertumbuhan ekspor positif tidak ada. Serta yang termasuk provinsi yang klasifikasi tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor kentang negatif adalah Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara dan Papua

96 Ln pertumbuhan Produksi (%) Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Kentang di Kawasan Timur Indonesia Tahun j Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 56. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Kentang di Kawasan Timur Indonesia Tahun c. Tomat Untuk komoditas tomat pada Gambar 57, provinsi di KBI yang termasuk dalam klasifikasi yang tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor tomat positif adalah Sumatra Utara, Riau dan Jawa Timur. Kemudian provinsi yang termasuk dalam klasifikasi positif tingkat pertumbuhan produksinya tapi tingkat pertumbuhan ekspor tomat negatif adalah provinsi DI Aceh, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Jambi, Lampung, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Banten. Sedangkan provinsi yang termasuk pada klasifikasi dengan tingkat pertumbuhan produksi negatif tapi pertumbuhan ekspor positif hanya provinsi DKI Jakarta. 96

97 Ln Pertumbuhan Produksi (%) j Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Tomat di Kawasan Barat Indonesia Tahun Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 57. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Tomat di Kawasan Barat Indonesia Tahun Untuk provinsi di KTI pada komoditas tomat, daerah yang termasuk dalam klasifikasi tingkat pertumbuhan produksi positif tapi tingkat pertumbuhan ekspor tomatnya negatif adalah Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Bali, NTT, NTB, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan, Gorontalo, Maluku dan Papua. Serta provinsi yang termasuk klasifikasi tingkat pertumbuhan produksi dan ekspornya negatif adalah Sulawesi Barat dan Maluku Utara. Dari empat klasifikasi tipologi daerah, KTI hanya menempati dua klasifikasi maka untuk komoditas tomat ini KTI tergolong pada daerah yang negatif akan tingkat ekspornya bahkan tidak mengekspor sama sekali. Beda dengan KBI walaupun produksi tomat yang tinggi sama dengan KTI tapi KBI mampu mengekspor di beberapa propinsi saja

98 Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Tomat di Kawasan Timur Indonesia Tahun Ln Pertumbuhan Produksi (%) h f -4 Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 58. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Tomat di Kawasan Timur Indonesia Tahun d. Bawang Merah Pada Gambar 59, tidak ada provinsi di KBI yang termasuk dalam klasifikasi tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor yang positif, serta untuk klasifikasi provinsi yang tingkat pertumbuhan produksi negatif tapi pertumbuhan ekspor positif pada komoditas bawang merah ini. Namun untuk klasifikasi yang tingkat pertumbuhan produksi positif tapi tingkat pertumbuhan ekspornya negatif yaitu provinsi DI Aceh, Sumatra Barat, Jambi, Lampung, Sumatra Selatan, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta. Kemudian untuk provinsi yang termasuk pada klasifikasi tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor bawang merah negatif adalah provinsi Sumatra Utara, Riau, Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, Jawa Timur, Bali. Sehingga sebagian besar provinsi di KBI tinggi tingkat produksi bawang merah, tapi masih terkendala pada ekspor yang rendah. 98

99 Ln Pertumbuhan Produksi (%) Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Bawang Merah di Kawasan Barat Indonesia Tahun Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 59. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Bawang Merah di Kawasan Barat Indonesia Tahun Sedangkan komoditas bawang merah di KTI, provinsi yang termasuk pada klasifikasi tingkat pertumbuhan produksi positif tapi tingkat pertumbuhan ekspornya negatif yaitu diantaranya provinsi Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara dan Papua. Serta untuk provinsi yang termasuk pada klasifikasi tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor bawang merah negatif adalah provinsi NTT, NTB, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat. Sama halnya di KBI, KTI juga hanya terdapat dua klasifikasi, maka kedua wilayah ini termasuk memiliki produksi bawang merah yang tinggi tapi ekspor yang rendah. (Gambar 60) 99

100 Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Bawang Merah di Kawasan Timur Indonesia Tahun Ln Pertumbuhan Produksi (%) Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 60. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Bawang Merah di Kawasan Timur Indonesia Tahun e. Bawang Putih Sedangkan pada komoditas sayur lainnya yaitu bawang putih pada Gambar 61 provinsi yang termasuk dalam klasifikasi yang positif tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor bawang putihnya adalah Jawa Timur. Provinsi yang termasuk dalam klasifikasi positif tingkat pertumbuhan produksinya namun tingkat pertumbuhan ekspor negatif adalah provinsi DI Aceh, Sumatra Barat, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali. Untuk klasifikasi dengan tingkat pertumbuhan produksi negatif tapi pertumbuhan ekspor positif hanya ada pada provinsi DKI Jakarta. Serta provinsi dengan klasifikasi tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor bawang putih negatif adalah Sumatra Utara, Riau, Sumatra Selatan, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, DI Yogyakarta, Banten. 100

101 Ln Pertumbuhan Produksi (%) Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Bawang Putih di Kawasan Barat Indonesia Tahun Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 61. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Bawang Putih di Kawasan Barat Indonesia Tahun Sedangkan provinsi di KTI untuk komoditas bawang putih ini, provinsi yang termasuk dalam klasifikasi tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor bawang putihnya positif adalah NTT. Provinsi yang termasuk dalam klasifikasi tingkat pertumbuhan produksinya positif namun tingkat pertumbuhan ekspor negatif adalah NTB, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan. Provinsi dengan klasifikasi tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor bawang putih negatif adalah Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara dan Papua. Sehingga mayoritas provinsi di Indonesia untuk komoditas bawang putih ini memiliki tingkat pertumbuhan ekspor yang rendah yang didominasi di kawasan KTI

102 Ln Pertumbuhan Produksi (%) Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Bawang Putih di Kawasan Timur Indonesia Tahun Ln Pertumbuhan Ekspor (%) Gambar 62. Diagram Laju Pertumbuhan Produksi dan Ekspor Bawang Putih di Kawasan Timur Indonesia Tahun Kesenjangan Keterbukan Perdagangan Produk Pertanian Antara Kawasan Barat Dengan Timur Indonesia Kesenjangan Produvitas a. Komoditas Buah Tabel 9. Uji Perbedaan Produvitas Buah antara Kawasan Barat dengan Timur Indonesia Tahun Komoditas Produvitas 2001 * Produvitas 2002 * Produvitas 2003 * Produvitas 2004 * Produvitas 2005 * Mangga Manggis Pisang Nanas Jeruk *nilai P-value Berdasarkan Uji perbedaan produvitas pada buah dari tahun 2001 hingga 2005, menunjukkan bahwa untuk produksi komoditas manggis hanya pada tahun 2004 terlihat adanya perbedaan yang nyata antara produvitas manggis di Kawasan Barat dan Timur Indonesia yang diperlihatkan dari nilai p<α yaitu sebesar pada taraf nyata 5 persen. Hal ini mengindikasikan produksi yang 102

103 dihasilkan setiap satu satuan luas areal yang ditanam di KBI jauh lebih besar dari produksi yang dihasilkan setiap satu satuan luas tanam di KTI. selain itu juga tingginya produksi manggis di KBI daripada KTI. Tetapi berbeda untuk komoditas lainnya seperti mangga, pisang, nenas dan jeruk, selama lima tahun tidak ada perbedaan yang nyata antara produvitas di KBI maupun di KTI, karena nilai probabilitas > 0.05 dengan kata lain terima Ho. Hal ini menggambarkan bahwa tidak adanya perbedaan antara produksi di setiap satuan luas lahan yang di usahakan pada kawasan di Indonesia. b. Komoditas Sayuran Berdasarkanl test statistik hasi Uji Mann-Whitney, menyatakan bahwa ada perbedaan yang nyata antara produvitas sayuran kubis di kawasan barat dan timur Indonesia yang diperlihatkan dari nilai p<α pada taraf nyata 5 persen. Hal ini mengindikasikan produksi yang dihasilkan setiap satu satuan luas areal yang ditanam di KBI jauh lebih besar dari produksi yang dihasilkan setiap satu satuan luas tanam di KTI. Selain itu juga tingginya produksi kubis di KBI daripada KTI. Tetapi tidak pada tahun 2004 dan 2005 menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata antara produvitas sayuran kubis di kawasan barat dan timur Indonesia. Beda halnya komoditas kentang hanya pada tahun 2003 tidak ada perbedaan yang nyata antara peningkatan produvitas sayuran kubis di KBI dan KTI, sedangkan pada tahun lainnya ada perbedaan peningkatan produvitas. Sebaliknya hanya pada tahun 2003 adanya perbedaan yang nyata produvitas tomat antara di KBI dan KTI. Pada bawang merah mulai tahun 2003 hingga 2005 adanya perbedaan yang nyata antara produvitas bawang merah di kawasan 103

104 barat dan timur Indonesia, dimana karena kawasan barat lebih tinggi produksi yang dihasilkan dari pada KTI. Namun beda dengan bawang putih, selam lima tahun tidak adanya perbedaan yang nyata antara produvitas bawang putih di Kawasan Barat dan Timur Indonesia. Jadi produksi di kedua kawasan tersebut tidak berbeda Tabel 10. Uji Perbedaan Produvitas Sayuran antara Kawasan Barat dengan Timur Indonesia Tahun Komoditas Produvitas 2001 * Produvitas 2002 * Produvitas 2003 * Produvitas 2004 * Produvitas 2005 * Kubis Kentang Tomat Bawang Merah Bawang Putih *nilai P-value c. Tanaman Perkebunan Pada tanaman perkebunan hanya komoditas karet dan teh ada perbedaan yang nyata antara produvitas di KBI dan KTI, itupun hanya terjadi pada tanaman karet tahun 2004 hingga 2005 sedangkan untuk teh terjadi selama lima berturut-turut dari Artinya ada peningkatan produksi setiap pertambahan luas tanam untuk karet dan teh Indonesia di KBI, dimana peningkatan tersebut lebih tinggi dari pada kawasan di timur Indonesia. Tabel 11. Uji Perbedaan Produvitas Perkebunan antara Kawasan Barat dengan Timur Indonesia Tahun Komoditas Produvitas 2001 * Produvitas 2002 * Produvitas 2003 * Produvitas 2004 * Produvitas 2005 * Kelapa Sawit Kopi Kakao Karet Teh *nilai P-value 104

105 Sedangkan untuk tanaman perkebunan lainnya dari tahun 2001 hingga 2005 tidak ada perbedaan produvitas di kedua Kawasan Indonesia. Artinya di KBI dan KTI tingkat produksi per satuan luas lahan yang ditanam tidak berbeda Kesenjangan Ekspor Analisis ekspor pada Uji Mann-Whitney ini menggambarkan kemampuan dari suatu kawasan untuk melakukan kegiatan perdagangan dengan luar negri. Jika pada hasil test ada perbedaan yang nyata maka hal ini menunjukkan kinerja ekspor di wilayah KBI juah lebih besar dari kinerja ekspor di KTI, hal ini disebabkan banyak wilayah KTI yang belum mampu mengoptimalkan daerahnya untuk dapat melakukan kegiatan ekspor a. Komoditas Buah Hasil Uji Mann-Whitney yang ditunjukan pada tabel 12 memperlihatkan bahwa pada komoditas mangga, manggis dan nenas selama lima tahun dari ada perbedaan yang nyata antara ekspor di KBI dan KTI, dimana ekspor KBI lebih besar dari KTI untuk ketiga komoditas tersebut yaitu mangga, manggis dan nenas. Sehingga mengindikasikan adanya kesenjangan ekspor antara KBI dan KTI. Hal ini di tunjukkan pada tingkat signifikansi yang lebih kecil dari taraf nyata yaitu Tabel 12. Uji Perbedaan Ekspor Buah antara Kawasan Barat dengan Timur Indonesia Tahun Komoditas Ekspor 2001 * Ekspor 2002 * Ekspor 2003 * Ekspor 2004 * Ekspor 2005 * Mangga Manggis Pisang Nanas Jeruk *nilai P-value 105

106 Sedangkan pada komoditas pisang tahun 2001, 2004 dan 2005 ada perbedaan yang nyata antara ekspor pisang di KBI dan KTI, Karena tingkat signifikansi yang lebih besar dari taraf nyata. Sebaliknya untuk komoditas jeruk selama lima tahun terakhir tidak ada perbedaan yang nyata antara ekspor di kawasan di Indonesia yaitu KBI dan KTI. b. Komoditas Sayuran Berdasarkan hasil Uji Mann-Whitney pada komoditas sayuran, hanya sedikit komoditas yang berbeda secara nyata antara ekspor di KBI dan KTI. Hal ini ditunjukan pada tabel 13 memperlihatkan untuk kubis hanya pada tahun saja ada perbedaan antara ekspor di KBI dan KTI, sedangkan tahun sebelumnya tidak berbeda tingkat ekpor di KBI dan KTI. Sayuran kentang pada tahun 2002 dan 2004 memiliki tingkat ekspor yang berbeda di KBI yang lebih besar dari KTI, sehingga perbedaan tingkat ekspor ini yang menimbulkan terjadinya kesenjangan di dua kawasan Indonesia yaitu KBI dan KTI. Tabel 13. Uji Perbedaan Ekspor Sayuran antara Kawasan Barat dengan Timur Indonesia Tahun Komoditas Ekspor 2001 * Ekspor 2002 * Ekspor 2003 * Ekspor 2004 * Ekspor 2005 * Kubis Kentang Tomat Bawang merah Bawang Putih *nilai P-value Untuk sayuran tomat hanya tahun 2003 tingkat signifikansi yang lebih kecil dari taraf nyata 0.05 yaitu yang artinya ada perbedaan yang nyata antara ekspor tomat di KBI dan KTI. Sedangkan bawang merah hanya tahun 2004 tingkat signifikansi yang lebih kecil dari taraf nyata 0.05 yaitu yang artinya ada perbedaan yang nyata antara ekspor bawang merah di KBI dan KTI. 106

107 Sebaliknya Untuk komoditas bawang putih selama lima tahun terakhir tidak ada perbedaan yang nyata antara ekspor di kawasan di Indonesia yaitu KBI dan KTI. c. Tanaman Perkebunan Komoditas kelapa sawit pada tahun memiliki perbedaan secara nyata antara ekspor di KBI dan KTI, namun untuk tahun selanjutnya tidak ada perbedaan anatra ekspor di KBI dan KTI yang ditunjukan pada tabel 14. Sedangkan untuk komoditas kopi selama lima tahun ada perbedaan yang nyata antara ekspor di KBI dan KTI yang ekspor untuk komoditas kopi di KBI yang lebih besar dari pada di KTI. Sebaliknya komoditas kakao selama lima tahun terakhir tidak perbedaan tingkat ekpor di KBI dan KTI. Tabel 14. Uji Perbedaan Ekspor Perkebunan antara Kawasan Barat dengan Timur Indonesia Tahun Komoditas Ekspor 2001 * Ekspor 2002 * Ekspor 2003 * Ekspor 2004 * Ekspor 2005 * Kelapa Sawit Kopi Kakao Karet Teh *nilai P-value Untuk komoditas karet perbedaan tingkat ekspor di Kawasan Indonesia terjadi pada tahun 2003 dan 2004 yang masing-masing tingkat signifikansi sebesar dan yang lebih kecil dari taraf nyata Beda halnya untuk komoditas teh perbedaan tingkat ekspor di Kawasan Indonesia terjadi pada tahun 2001, 2003 dan 2004 yang masing-masing tingkat signifikansi sebesar 0.025, dan sehingga dengan adanya perbedaan tingkat ekspor ini menimbulkan terjadinya kesenjangan di dua kawasan Indonesia yaitu KBI dan KTI, dimana ekspor di KBI jauh lebih tinggi daripada KTI yang mengakibatkan KTI tertinggal jauh dari KBI. 107

108 6.3.3 Kesenjangan Rasio Ekspor Terhadap Produksi Produk Pertanian Analisis rasio antara ekspor dan produksi menggambarkan kemampuan suatu wilayah untuk mengekspor dengan jumlah ketersediaan komoditas yang ada, dengan kata lain untuk melihat wilayah yang tingkat ekspornya melebihi dari tingkat produksinya. Jika ada perbedaan yang nyata antara rasio di KBI dan KTI maka berarti eskpor di KBI lebih tinggi dari pada KTI dimana tingginya ekspor melebihi produksi yang ada di wilayah tersebut. a. Komoditas Buah Berdasarkan rasio ekspor per produksi pada tiap komoditas buah memperlihatkan bahwa pada buah mangga dan manggis ada perbedaan yang nyata antara rasio ekspor di KBI dan KTI pada lima tahun terakhir, dimana rasio di KBI jauh lebih besar dari KTI. Hal ini di tunjukkan pada tingkat signifikansi yang lebih kecil dari taraf nyata yaitu 0,05. Untuk buah pisang perbedaan rasio terjadi pada tahun 2001, 2004 dan 2005 yang masing-masing dengan tingkat signifikansi sebesar 0.025, dan yang lebih kecil dari taraf nyata. Tabel 15. Uji Perbedaan Rasio Ekspor terhadap Produksi Buah antara Kawasan Barat dengan Timur Indonesia Tahun Komoditas Rasio 2001 * Rasio 2002 * Rasio 2003 * Rasio 2004 * Rasio 2005 * Mangga Manggis Pisang Nanas Jeruk *nilai P-value Untuk komoditas nanas pada tahun 2002 dan 2003 ada perbedaan yang nyata antara rasio ekspor produksi di kawasan KBI dan KTI, sedangkan tahun berikutnya mulai memperlihatkan tidak adanya perbedaan yang nyata antara rasio ekspor di KBI dan KTI. Pada buah jeruk menunjukan tidak adanya perbedaan yang nyata antar rasio ekspor di kawasan Indonesia selama lima tahun terakhir. 108

109 b. Komoditas Sayuran Hasil Uji Mann-Whitney untuk komoditas sayuran menunjukkan hanya beberapa komoditas yang memiliki perbedaan rasio ekspor dan produksi serta hanya terjadi pada tahun tertentu. Seperti halnya untuk komoditas kubis hanya pada tahun 2005 terjadi perbedaan yang nyata antara rasio ekspor di KBI dan KTI, dengan tingkat signifikansi sebesar lebih kecil dari α 0.05 yang artinya rasio di KBI jauh lebih besar dari KTI dengan kegiatan ekspor kubis di KBI lebih tinggi dari pada produksi yang tersedia di wilayah tersebut. Begitu pula untuk komoditas kentang hanya pada tahun 2002 dan 2004 dengan tingkat signifikansi berturut-turut sebesar 0.031dan yang berarti ada perbedaan antara rasio ekspor di KBI dan KTI. Tidak jauh beda dengan bawang putih, hanya tahun 2001 ada perbedaan antara rasio ekspor di KBI dan KTI dengan tingkat signifikansi sebesar Sedangkan komoditas lainnya tidak ada perbedaan yang signifikan rasio antara ekspor per produksi di KBI dan KTI. Tabel 16. Uji Perbedaan Rasio Ekspor terhadap Produksi Sayuran antara Kawasan Barat dengan Timur Indonesia Tahun Komoditas Rasio 2001 * Rasio 2002 * Rasio 2003 * Rasio 2004 * Rasio 2005 * Kubis Kentang Tomat Bawang Merah Bawang Putih *nilai P-value c. Tanaman Perkebunan Untuk komoditas perkebunan berdasarkan Hasil Uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa pada komoditas kelapa sawit hanya tahun 2001 terjadi perbedaan yang nyata antara rasio ekspor di KBI dan KTI. Artinya hanya tahun 2001 ekspor kelapa sawit di KBI lebih tinggi dari pada KTI dengan tingkat ekspor 109

110 yang melebihi produksi yang tersedia di wilayah tersebut, hal ini ditunjukkan dari tingkat signifikansi sebesar Begitu pula dengan komoditas karet hanya pada tahun 2003 dengan tingkat signifikansi sebesar yang menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara rasio ekspor produksi di kawasan KBI dan KTI. Sedangkan untuk tahun yang lain tidak menunjukkan adanya perbedaan rasio, dengan kata lain rasio di KBI dan KTI sama. Pada komoditas kopi selama lima tahun terakhir yaitu dari ada perbedaan yang signifikan antara rasio ekspor produksi di KBI dan KTI. Sehingga kesenjangan antara ekspor kopi di KBI dan KTI tampak jelas karena rasionya yang jauh lebih besar dari KTI. Untuk komoditas teh hanya tahun 2003 dan 2004 dengan tingkat signifikansi sebesar dan yang lebih kecil dari taraf nyata, menunjukkan adanya perbedaan antara rasio ekspor di KBI dan KTI pada ekspor teh Indonesia. Tabel 17. Uji Perbedaan Rasio Ekspor terhadap Produksi Perkebunan antara Kawasan Barat dengan Timur Indonesia Tahun Komoditas Rasio 2001 * Rasio 2002 * Rasio 2003 * Rasio 2004 * Rasio 2005 * Kelapa Sawit Kopi Kakao Karet Teh *nilai P-value 6.4 Implikasi Kebijakan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka terlihat bahwa kegiatan perdagangan khususnya ekspor produk pertanian di dominasi oleh Kawasan Barat. Hal ini terlihat dari kegiatan ekspor dari pelabuhan di Kawasan Barat lebih banyak daripada di Kawasan Timur. Sehingga Kawasan Timur cenderung memiliki pertumbuhan ekspor yang rendah dengan tingkat produksi yang rendah. 110

111 Hal ini mencerminkan bahwa kurang efefnya kinerja pelabuhan yang berfungsi sebagai bongkar muat barang ekspor. Pelabuhan yang masih terpusat pada Kawasan Barat khususnya Jakarta, mengindikasikan bahwa avitas pelabuhan tersebut sangat efef. Padahal produksi untuk produk pertanian sangat kecil hingga tidak berproduksi sama sekali namun untuk kegiatan ekspor pertanian sangat tinggi dibandingkan pelabuhan-pelabuhan lain di Indonesia. Pentingnya fasilitas pelabuhan ini, yang merupakan jembatan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya agar mampu meningkatkan pertumbuhan perekonomian dari suatu wilayah. Hal inilah yang menjadikan Jakarta sebagai penyumbang besar penyebab terjadinya kesenjangan yang antara KBI dan KTI. Selain itu produksi dari setiap komoditas yang masih rendah di KTI, khusus untuk KTI tanaman perkebunan memiliki produksi yang cukup tinggi dibandingkan tanaman hortikultura lainnya yaitu buah dan sayuran. Tapi masih rendah jika dibandingkan dengan KBI. Rendahnya produksi pertanian ini akan berdampak pada besar kecilnya ekspor yang dilakukan karena ekspor dilakukan apabila adanya kelebihan dari produksi setelah permintaan dalam negri terpenuhi. Untuk tanaman perkebunaan wilayah KBI masih mengungguli dengan pertumbuhan produksi dan ekspor yang tinggi. Berbeda dengan KBI, pertumbuhan produksi yang tinggi di KTI tidak didukung oleh tingkat pertumbuhan ekspornya. Padahal diantara tanaman pertanian lainya tanaman perkebunan merupakan tanaman yang memberi kontribusi besar dalam pendapatan nasional. Maka sangat disayangkan jika produksi yang tinggi tersebut tidak mampu dimanfaat untuk menghasilkan devisa bagi negara, maka perlu 111

112 adanya upaya yang dapat meningkatkan tanaman perkebunan di KTI karena wilayah ini memiliki potensi yang besar seperti luas areal tanam yang masih jauh lebih luas dari luas lahan di KBI. Tapi hal ini tidak terjadi pada tanaman perkebunan teh, karena baik di KBI dan KTI memiliki pertumbuhan ekspor yang rendah dengan produksi yang tinggi hanya di KBI. Sehingga untuk tananamn teh ini masih sangat kurang perhatiannya dibandingkan tanaman perkebunan lainnya baik di KBI dan KTI. Untuk tanam hortikultura yaitu buah dan sayuran selama rentan waktu lima tahun yaitu pertumbuhan ekspor dan produksinya hampir memiliki kesamaan yaitu wilayah KBI memiliki pertumbuhan ekspor dan produksi yang tinggi, sedangkan KTI pertumbuhan produksi tinggi namun pertumbuhan ekspornya yang rendah. Sehingga peluang di KTI untuk meningkatkan ekspor komoditi buah masih begitu besar karena sudah didukung oleh produksi buah unggulan yang semakin meningkat tiap tahunnya. Jika peluang ini dapat dimanfaat dengan sebaiknya maka kemungkinan KTI untuk menyaingi KBI dapat terjadi, karena prospek yang cerah yang dimiliki oleh buah-buah Indonesia yang menjadi unggulan di pasar Internasional. Namun hal ini tidak terjadi pada komoditas sayur bawang merah dan bawang putih, walaupun pertumbuhan produksinya tinggi baik di Kawasan Barat maupun Kawasan Timur, tapi tingkat pertumbuhan ekspornya masih sangat rendah. Sehingga untuk wilayah KTI kedua komoditas ini masih harus ditinjau lebih lanjut untuk dijadikan komoditas andalan dalam rangka peningkatan perekonomian daerah. 112

113 Berdasarkan analisis Mann-Whitney untuk produvitas komoditi pertanian antara KBI dan KTI tidak ada perbedaan yang nyata, kecuali untuk tananaman karet, dan beberapa tanaman sayuran yaitu kentang kubis dan bawang merah. Yang artinya tidak ada perbedaan antara KBI dan KTI dalam hal peningkatan produksi setiap satu hektar lahan yang diusahakan. Hal ini mengindikasikan bahwa produvitas di KBI tidak berbeda halnya dengan KTI padahal perhatian pusat berada di KBI seharusnya produvitas di KBI lebih tinggi dari KTI. Namun berbeda dari yang seharusnya sehingga karena produvitas mempengaruhi besar kecilnya ekspor maka perlu adanya perhatian seperti peningkatan areal tanam atau pemeliharaan tanama secara intensif untuk meningkatkan hasil. Jika dengan membandingkan antara ekspor dan produksi yang ditunjukkan dari rasio ekspor terhadap produksi hampir semua tanaman unggulan yaitu dari sektor perkebunan dan hortikultura menunjukan ada perbedaan yang nyata. Dimana ekspor dan produksi di KBI lebih tinggi dari KTI diantaranya untuk komoditas sawit, kopi, teh pada perkebunan, mangga, manggis, pisang, nenas, kubis, kentang, tomat pada hortikultura. Rendahnya ekspor di KTI karena rendahnya sarana dan prasarana yang mendukung, selain itu tersebarnya wilayah produksi sehingga menyulitkan untuk melakukan perdagangan serta fasilitas pelabuhan sedikit dan itupun hanya ada di beberapa pelabuhan yang mampu bekerja sebagai pelabuhan ekspor. Sehingga perlu adanya pembangunan yang dapat mendukung kegiatan perdagangan di KTI. 113

114 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Komoditas buah jeruk dan tanaman kakao di kawasan barat dan timur memiliki tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor yang hampir serupa. Untuk buah jeruk tingkat pertumbuhan produksi dan ekspor sangat rendah baik di kawasan barat maupun timur, sedangkan tanaman kakao pertumbuhannya meningkat dengan cepat di kawasan barat maupun kawasan timur. Tingkat pertumbuhan ekspor dan produksi antara kawasan barat dan timur terdapat kesenjangan yang signifikan pada komoditas tanaman sayuran diantaranya kubis, kentang, tomat, bawang merah, dan bawang putih. Pada tanaman perkebunan hal ini terjadi pada komoditas sawit, kopi dan teh, sedangkan pada tanaman buah yaitu mangga, manggis, pisang dan nenas. Secara umum untuk seluruh komoditas yang dianalisis, pertumbuhan produksi maupun ekspor di kawasan Indonesia menunjukkan kesenjangan. Pertumbuhan ekspor kawasan barat cenderung meningkat, berbeda pada kawasan timur tingkat pertumbuhan ekspor berjalan lebih lambat bahkan cenderung menurun. Dilihat dari tingkat produvitas secara keseluruhan komoditi terkecuali komoditi kakao, kawasan barat memiliki produvitas lebih tinggi dari pada kawasan timur. 114

115 7.2 Saran Secara umum produk pertanian yang diunggulkan belum mampu meningkatkan perekonomian secara keseluruhan. Komoditas ini didominasi kawasan barat, hal ini menunjukan bahwa dalam penentuan komoditas unggulan harus memperhatikan kemampuan wilayah dengan didukung luas areal yang cukup luas untuk memproduksi produk yang sesuai. Seperti produksi dan ekspor komoditas sayuran di KTI yang cenderung rendah tapi berbeda untuk komoditas perkebunan terutama untuk tanaman kakao dan karet yang memiliki peluang besar untuk dapat dikembangkan. Tersebarnya wilayah produksi pertanian yang luas dan terbatasnya sarana-prasarana seperti pelabuhan perdagangan dan fasilitas pendukungnya di kawasan timur menghambat dan menyulitkan kegiatan perdagangan khususnya ekspor. Hal ini menciptakan ketergantungan yang tinggi terhadap pelabuhan di kawasan barat. Pada penelitian ini masih terdapat beberapa kelemahan, diantaranya komoditas yang di analisis hanya pada beberapa produk pertanian yang dianggap sebagai komoditas unggulan, sedangkan pertanian dalam arti luas menyangkup beberapa sektor yaitu perikanan, peternakan, dan kehutanan selain itu juga terdapat wilayah yang tidak relevan pada komoditas yang dianalisis. Disarankan untuk mengembangkan penelitian ini menggunakan komoditi selain produk pertanian. 115

116 Dalam memilih alat analisis dirasakan masih kurang dapat mencerminkan kesenjangan antara KBI dan KTI. Jika menggunakan alat analisis yang lebih kompleks maka dapat menggambarkan kesenjangan tersebut serta lebih akurat. Selain itu dalam penelitian ini peneliti tidak menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan pada produk pertanian tersebut, sehingga tidak mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan antara KBI dengan KTI pada produk pertanian. Sehingga perlu adanya penelitian lebih lanjut. 116

117 DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Produksi Buah-buah di Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Jakarta.. Statistik Indonesia Badan Pusat Statistik. Departemen Pertanian Pola Produksi Hortikultura. Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura. Departemen Pertanian, RI. Jakarta Luas Panen, Produvitas dan Produksi Tanaman Sayuran, Buah-buahan dan Aneka Tanaman di Indonesia. Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura. Departemen Pertanian, RI. Jakarta Statistik Hortikultura Tahun 2005 Angka Tetap. Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura. Departemen Pertanian, RI. Jakarta Analisis dan Evaluasi Pengembangan Komoditas Hortikultura Unggulan. Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura. Departemen Pertanian, RI. Jakarta.. Statistik Perkebunan Kopi Indonesia Direktorat Jendral Perkebunan. Departemen Pertanian, RI. Jakarta.. Statistik Kelapa Sawit Indonesia Direktorat Jendral Perkebunan. Departemen Pertanian, RI. Jakarta.. Statistik Karet Indonesia Direktorat Jendral Perkebunan. Departemen Pertanian, RI. Jakarta.. Statistik Perkebunan Kakao Indonesia Direktorat Jendral Perkebunan. Departemen Pertanian, RI. Jakarta.. Statistik Perkebunan Teh Indonesia Direktorat Jendral Perkebunan. Departemen Pertanian, RI. Jakarta. Daniel Wayne Applied Non Parametric Statistics. United States Of America. Dwi Ernany Kajian Daya Saing Ekspor Komoditas Pertanian. Puslitbang Ekonomi dan Pembanguan. LIPI. Jakarta Elgar Edward Open-Economy Macroeconomics For Developing Countries. Cheltenham UK, Northampton, MA. USA. 117

118 Haposan Janry Analisis Tipologi Daya Saing Daerah Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Tesis. Program Pasca Sarjana IPB. Kuncoro Mudrajad Mampukah KAPET Mempercepat Pembangunan Kawasan Timur Indonesia. Jurnal. FE-UI. Jakarta. Muriza Lia Kesenjangan Kondisi Ekonomi Regional antara Kawasan Barat dan Kawasan Timur Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Saleh Yopi Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi dan Ekspor Tomat Segar Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Siegel Sidney Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Gramedia Jakarta. Sitohang Paul Dasar-dasar Ilmu Ekonomi Regional. FEUI. Jakarta. Sulaiman Wahid Statistik Non-Parametrik Contoh Kasus dan Pemecahan Dengan SPSS. Penerbit Andi Yogyakarta. Jakarta. Susetyo Budi Analisi Tipologi Kabupaten dan Kecamatan di Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Data PODES Tesis. Program Pasca Sarjana IPB. Tambunan Tulus Perekonomian Indonesia Beberapa Masalah Penting. Ghalia Indonesia. Jakarta. Tatakomara Edwin Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Komoditi Teh Indonesia, Serta Daya Saing Komoditi Teh Di Pasar Internasional. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Wijaya Adi Kajian Ketimpangan Pembangunan Ekonomi dan Pembangunan. PEP-LIPI. Jakarta. 118

119 LAMPIRAN 119

120 Volume Ekspor Produk Perkebunan dan Hortikultura Tiap Pelabuhan Tahun (Kg) Tabel 18. Volume Ekspor Kopi Tiap Pelabuhan di Indonesia Tahun (Kg) Provinsi Pelabuhan Bali Ngurah Rai (U) Bangka Belitung Pangkal Balam DKI. Jakarta SukarnoHatta (U) Tanjung Priok Jambi Jambi Kuala Tungkal Muara Sabak Jawa Barat PTT/GD BAGE Jawa Tengah Tanjung Emas Jawa Timur Juanda (U) Tanjung Perak NAD Sabang Lampung Panjang Kabil / Panau Perawang, Sumatra Pulau Kijang Tanjung Pinang Tanjung Uban Batu Ampar Bengkalis Riau Panjalai Pekanbaru Selat Panjang Singkep - Dabo Sungai Guntung Tembilahan Buatan Dumai Siak Sri Sumatera Barat Sumatera Selatan Sumatera Utara Indrapura Padang/ TL.Bayur Tabing (U) Sungai Musi SM.Badaruddin (U) Palembang- Kertapati Belawan

121 Lanjutan Provinsi Pelabuhan Medan / Polonia (U) Tanjung Balai Asahan P. Tello Hasanuddin (U) Sulawesi Ujung Pandang Selatan Pante Makasar Sulawesi Tengah Pantoloan Sulawesi Utara Kalimatan Barat Kalimatan Timur Bitung Entikong Pontianak Samarinda Nunukan Sepinggan (U) Kalimatan Selatan Banjarmasin NTT Tenau Tabel 19. Volume Ekspor Kakao Tiap Pelabuhan di Indonesia Tahun (Kg) Provinsi Pelabuhan Bali Benoa Loloan Ngurah Rai (U) Bangka Muntok Belitung Pangkal Balam DKI. Jakarta Sukarno Hatta(U) Tanjung Priok Jambi Jambi Kamp. Laut Jawa Barat PTT/GD Bage Jawa Tengah Tanjung Emas Surabaya / Juanda Jawa Timur (U) Tanjung Perak Lampung Panjang Batu Ampar Dumai Riau Kabil/ Panau Kuala Enok Pekan Baru Rengat

122 Lanjutan Provinsi Pelabuhan Sumatera Barat Padang/ TL.Bayur Sungai Musi Sumatera Palembang- Selatan Kertapati Belawan Sumatera Utara Medan / Polonia (U) Pulau Tello Kalimatan Entikong Barat Pontianak Kalimatan Selatan Kotabaru Kalimatan Tengah Sampit Kalimatan Muara Pasir Timur Samarinda Hasanuddin (U) Sulawesi Mamuju Selatan Ujung Pandang Sulawesi Loli Tengah Pantoloan Bau-Bau Sulawesi Kendari Tenggara Kolaka Pomala Sulawesi Utara Manado NTT Kupang / EL-Tari (U)

123 Tabel 20. Volume Ekspor Karet Tiap Pelabuhan di Indonesia Tahun (Kg) Provinsi Pelabuhan Bali Ngurah Rai (U) Benoa/Loloan DKI. Jakarta Sukarno Hatta (U) Tanjung Priok Jambi Muara Sabak Palmerah/ SLT Taha Jawa Barat PTT/GD Bage Jawa Tengah Tanjung Emas Jawa Timur Juanda (U) Tanjung Perak Tanjung Pinang Riau Kabil/ Panau Sekupang Lampung Panjang Sumatera Barat TL.Bayur Sumatera Selatan Sumatera Utara Sungai Musi Belawan Medan / Polonia (U) Tanjung Balai Asahan Kalimatan Barat Pontianak Kalimatan Selatan Banjarmasin Kalimatan Tengah Sampit Kalimatan Timur Samarinda Sulawesi Selatan Ujung Pandang NTT Tenau

124 Tabel 21. Volume Ekspor Teh Tiap Pelabuhan di Indonesia Tahun (Kg) Provinsi Pelabuhan Bali Ngurah Rai (U) Banten Merak Sukarno Hatta (U) DKI. Jakarta Tanjung Priok Hlm. Perdana Kusuma Jawa Barat PTT/GD Bage Jawa Tengah Tanjung Emas Adi Sumarmo Tanjung Perak Jawa Timur Bintoro Juanda (U) Lampung Panjang Sumatera Selatan Sumatera Utara Sungai Musi SM.Badaruddin (U) Tanjung Balai Asahan Belawan Polonia (U) Batu Ampar Pulau Sambu Dumai Kijang (U) Perawang Riau Sekupang Selat Panjang Tanjung Pingang Tanjung Uban Tembilahan Tg. Balai Karimun NAD Tapaktuan Kalimatan Barat Pontianak Supadio (U) Entikong Kalimatan Selatan Banjarmasin Kalimatan Lingkas Tarakan Timur Balikpapan Kal. Tengah Sampit Maluku Selatan Ambon Tenau NTT Kupang / EL-Tari (U) SulTenggara Kendari Sulawesi Utara Sulawesi Selatan Bitung Ujung Pandang

125 Tabel 22. Volume Ekspor Mangga Tiap Pelabuhan di Indonesia Tahun (Kg) Provinsi Pelabuhan Bali Ngirah Rai (U) DKI. Jakarta Sukarno Hatta (U) Tanjung Priok Jawa Tengah Adi Sumarmo Tanjung Emas Jawa Timur Juanda (U) Tanjung Perak Kalimatan Selatan Banjarmasin Batu Ampar Kabil/ Panau Riau Pekan Baru Sekupang Selat Panjang Sulawesi Selatan Hasanuddin (U) Sumatera Utara Belawan Polonia (U) Tanjung Balai Asahan Tabel 23.Volume Ekspor Manggis Tiap Pelabuhan di Indonesia Tahun (Kg) Provinsi Pelabuhan Bali Benoa/ Loloan Ngurah Rai (U) DKI. Jakarta Sukarno Hatta (U) Tanjung Priok Jawa Tengah Adi Sumarmo Tanjung Emas Jawa Timur Juanda (U) Tanjung Perak Kalimatan Tengah Pulau Pisau Kalimatan Timur Bontang Lampung Panjang NTT Tenau Bengkalis Dumai Riau Kabil/ Panau Pekan Baru Perawang, Sumatra Tanjung Batu, Riau

126 Lanjutan Tanjung Uban Provinsi Pelabuhan Tabing (U) Tl. Bayur Belawan Polonia (U) Sumatera Barat Sumatera Utara Tanjung Balai Asahan Tabel 24. Volume Ekspor Pisang Tiap Pelabuhan di Indonesia Tahun (Kg) Provinsi Pelabuhan Bali Ngurah Rai (U) DKI. Jakarta Sukarno Hatta (U) Tanjung Priok Jambi Kuala Tungkal Jawa Tengah Tanjung Emas Jawa Timur Juanda (U) Tanjung Perak Lampung Panjang Riau Batu Ampar Kabil/ Panau Sulawesi Selatan Hasanuddin (U) Ujung Pandang Belawan Sumatera Utara Tanjung Balai Asahan Tabel 25. Volume Ekspor Nenas Tiap Pelabuhan di Indonesia Tahun (Kg) Provinsi Pelabuhan Bali Ngurah Rai (U) DKI. Jakarta Sukarno Hatta (U) Tanjung Priok Jambi Kuala Tungkal Jawa Barat PTT/Gd. Bage Jawa Tengah Tanjung Emas Juanda (U) Jawa Timur Tanjung Perak Kalimatan Barat Pontianak Lampung Panjang NTT Tenau

127 Riau Lanjutan Kijang (U) Moro Sulit Pulau Kijang Provinsi Pelabuhan Selat Panjang Sungai Guntung Tanjung Pinang Tanjung Uban Tg Balai Karimun Sulawesi Utara Sam Ratulangi (U) Sumatera Selatan Sumatera Utara Sungai Gerong Belawan Polonia (U) Tanjung Balai Asahan Tabel 26. Volume Ekspor Jeruk Tiap Pelabuhan di Indonesia Tahun (Kg) Provinsi Pelabuhan Bali Ngurah Rai (U) DKI. Jakarta Sukarno Hatta (U) Tanjung Priok Jawa Timur Juanda (U) Tanjung Perak Kalimatan Barat Pontianak Kalimatan Selatan Kota Baru Kalimatan Timur Tanjung Selor Maluku Utara Labuha Maluku NTT Tenau Batu Ampar Dumai Kabil/ Panau Riau Pekan Baru Penuba Pulau Kijang Sekupang Tg Balai Karimun Sulawesi Selatan Ujung Pandang Sumatera Barat Padang/ Tl. Bayur Belawan Polonia (U) Sumatera Utara Tanjung Balai Asahan 127

128 Tabel 27. Volume Ekspor Kubis Tiap Pelabuhan di Indonesia Tahun (Kg) Provinsi Pelabuhan Bali Ngurah Rai (U) Bangka Belitung Pangkal Balam Sukarno Hatta DKI. Jakarta (U) Tanjung Priok Jambi Kuala Tungkal Jambi Palmerah/ Slt Taha Jawa Barat PTT/Gd Bage Jawa Tengah Adi Sumarmo Tanjung Emas Sepekan Jawa Timur Juanda (U) Tanjung Perak Kalimatan Pontianak Barat Kalimatan Selatan Banjarmasin Kota Baru Balikpapan Lingkas Tarakan Nunukan Kalimatan Samarinda Timur Tanjung Sangata Tanjung Aru Tanjung Selor Lampung Panjang Tenau NTT Kupang / El-Tari (U) Bengkalis Dumai Kuala Enok Kuala Gaung Pekan Baru Riau Pulau Kijang Sekupang Selat Panjang Tanjung Pinang Tanjung Uban Tg Balai Karimun Sulawesi Hasanuddin (U)

129 Selatan Ujung Pandang Sumatera Barat Tl.Bayur Lanjutan Provinsi Pelabuhan Sumatera Selatan Sumatera Utara Sungai Musi Belawan Kuala Tanjung Polonia (U) Tanjung Balai Asahan Teluk Dalam Tabel 28. Volume Ekspor Kentang Tiap Pelabuhan di Indonesia Tahun (Kg) Provinsi Pelabuhan Bali Ngurah Rai (U) Benoa/ Loloan Sukarno Hatta (U) DKI. Jakarta Tanjung Priok Hlm. Perdana Kusuma Bangka Manggak Belitung Pangkal Balam Adi Sumarmo Tanjung Emas Jawa Tengah Achmad Yani (U) Juanda (U) Jawa Timur Tanjung Perak Tuban Sepekan Jawa Barat PTT/Gd Bage Jambi Jambi Kuala Tungkal Muara Sabak Lampung Panjang Pekan Baru Kijang (U) Sungai Guntung Riau Tanjung Pinang Bengkalis Sekupang Tembilahan Batu Ampar

130 Lanjutan Dumai Selat Panjang Provinsi Pelabuhan TG Balai Karimun Tanjung Uban Belawan Polonia (U) Sibolga Sumatera Utara Tanjung Balai Asahan Kuala Tanjung Sumatera Barat Tl. Bayur Sungai Musi Palembang Sumatera Plaju Selatan SM.Badaruddin (U) Tenau NTT Kupang/ El-Tari (U) Sulawesi Selatan Ujung Pandang Sulawesi Tenggara Kendari Kalimatan Barat Pontianak Kalimatan Banjarmasin Selatan Kota Baru Balikpapan Samarinda Kalimatan Sepinggan (U) Timur Nunukan Tanjung Aru Tanjung Selor Maluku Utara Labuha Maluku

131 Tabel 29. Volume Ekspor Tomat Tiap Pelabuhan di Indonesia Tahun (Kg) Provinsi Pelabuhan Bali Benoa/ Loloan Ngurah Rai (U) DKI. Jakarta Sukarno Hatta (U) Tanjung Priok Jawa Timur Tanjung Perak Kalimatan Selatan Kota Baru Kalimatan Timur Tanjung Sangata Lampung Panjang Maluku Utara Labuha Maluku Mataram NTB Selaparang Kupang / El-Tari NTT (U) Tenau Dumai Pekan Baru Riau Pulau Sambu Sekupang TG Balai Karimun Sulawesi Hasanuddin (U) Selatan Ujung Pandang Belawan Polonia (U) Sumatera Utara Tanjung Balai Asahan 131

132 Tabel. Volume Ekspor Bawang Merah Tiap Pelabuhan di Indonesia Tahun (Kg) Provinsi Pelabuhan Sukarno Hatta DKI. Jakarta (U) Tanjung Priok Jambi Kuala Tungkal Jawa Barat PTT/ Gd Bage Jawa Tengah Tanjung Emas Jawa Timur Tanjung Perak Kalimatan Barat Pontianak Kupang / El-Tari NTT (U) Tenau Riau Dumai Tanjung Uban Sumatera Utara Belawan Tanjung Balai Asahan Teluk Dalam Tabel 31. Volume Ekspor Bawang Putih Tiap Pelabuhan di Indonesia Tahun (Kg) Provinsi Pelabuhan Bali Ngurah Rai (U) DKI. Jakarta Tanjung Priok Sukarno Hatta (U) Jawa Tengah Achmad Yani (U) Jawa Timur Juanda (U) Jawa Timur Tanjung Perak D.I Yogyakarta Adi Sucipto (U) Dumai Riau Batu Ampar Sekupang Tembilahan Sumatera Utara Belawan Sulawesi Selatan Ujung Pandang Kalimatan Timur Tanjung Redep Tenau NTT Kupang/ El-Tari (U)

133 Produvitas Komoditi Karet Mann-Whitney Test Ranks produvitas_01 produvitas_02 produvitas_03 produvitas_04 produvitas_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ a.072 a.216 a.014 a.041 a 133

134 Produvitas Komoditi Kopi Mann-Whitney Test produvitas_01 produvitas_02 produvitas_03 produvitas_04 produvitas_05 kawasan Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ a.922 a.892 a.078 a.446 a 134

135 Produvitas Komoditi Kakao Mann-Whitney Test Ranks produvitas_01 produvitas_02 produvitas_03 produvitas_04 produvitas_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ a.599 a.358 a.572 a.572 a 135

136 Produvitas Komoditi Kelapa Sawit Mann-Whitney Test Ranks produvitas_01 produvitas_02 produvitas_03 produvitas_04 produvitas_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ a.101 a.175 a.078 a.175 a 136

137 Produvitas Komoditi Teh Mann-Whitney Test produvitas_01 produvitas_02 produvitas_03 produvitas_04 produvitas_05 kawasan Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ a.002 a.004 a.004 a.004 a 137

138 Analisis Produvitas Manggis Mann-Whitney Test Ranks produvitas_01 produvitas_02 produvitas_03 produvitas_04 produvitas_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ a.154 a.423 a.022 a.208 a 138

139 Analisis Produvitas Pisang Mann-Whitney Test produvitas_01 produvitas_02 produvitas_03 produvitas_04 produvitas_05 kawasan Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ a.473 a.120 a.608 a.313 a 139

140 Analisis Produvitas Mangga Mann-Whitney Test Ranks produvitas_01 produvitas_02 produvitas_03 produvitas_04 produvitas_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ a.822 a.275 a.070 a.142 a 140

141 Analisis Produvitas Jeruk Mann-Whitney Test produvitas_01 produvitas_02 produvitas_03 produvitas_04 produvitas_05 kawasan Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ a.697 a.759 a.400 a.580 a 141

142 Analisis Produvitas Nenas Mann-Whitney Test produvitas_01 produvitas_02 produvitas_03 produvitas_04 produvitas_05 kawasan Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ a.697 a.448 a.498 a.854 a 142

143 Analisis Produvitas Bawang Merah Mann-Whitney Test Ranks produvitas_01 produvitas_02 produvitas_03 produvitas_04 produvitas_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ a.154 a.004 a.031 a.002 a Analisis Produvitas Kentang 143

144 Mann-Whitney Test produvitas_01 produvitas_02 produvitas_03 produvitas_04 produvitas_05 kawasan Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ a.022 a.077 a.034 a.047 a 144

145 Analisis Produvitas Kubis Mann-Whitney Test produvitas_01 produvitas_02 produvitas_03 produvitas_04 produvitas_05 kawasan Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ a.043 a.101 a.085 a.017 a 145

146 Analisis Produvitas Tomat Mann-Whitney Test produvitas_01 produvitas_02 produvitas_03 produvitas_04 produvitas_05 kawasan Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ a.070 a.064 a.022 a.077 a 146

147 Analisis Produvitas Bawang Putih Mann-Whitney Test Ranks produvitas_01 produvitas_02 produvitas_03 produvitas_04 produvitas_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ produvitas_ a.142 a.224 a.093 a.423 a 147

148 Analisis Ekspor Teh Mann-Whitney Test ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_05 kawasan Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_ a.110 a.038 a.025 a.179 a 148

149 Analisis Ekspor Kakao Mann-Whitney Test ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_05 kawasan Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_ a.355 a.790 a.423 a.313 a 149

150 Analisis Ekspor Karet Mann-Whitney Test ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_05 kawasan Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_ a.240 a.052 a.077 a.166 a 150

151 Analisis Ekspor Kelapa Sawit Mann-Whitney Test Ranks ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_ a.005 a.0 a.060 a.101 a 151

152 Analisis Ekspor Kopi Mann-Whitney Test ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_05 kawasan Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_ a.013 a.010 a.025 a.012 a 152

153 Analisis Ekspor Buah Jeruk Mann-Whitney Test Ranks ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_ a.400 a.423 a.400 a.984 a 153

154 Analisis Ekspor Buah Mangga Mann-Whitney Test Ranks eks_01 eks_02 eks_03 eks_04 eks_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan eks_01 eks_02 eks_03 eks_04 eks_ a.085 a.142 a.131 a.085 a 154

155 Analisis Ekspor Buah Manggis Mann-Whitney Test Ranks ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_ a.064 a.031 a.085 a.064 a 155

156 Analisis Ekspor Buah Nenas Mann-Whitney Test Ranks ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_ a.085 a.043 a.077 a.077 a 156

157 Analisis Ekspor Buah Pisang Mann-Whitney Test Ranks eks_01 eks_02 eks_03 eks_04 eks_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan eks_01 eks_02 eks_03 eks_04 eks_ a.400 a.552 a.101 a.019 a 157

158 Analisis Ekspor Tomat Mann-Whitney Test ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_05 kawasan Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_ a.216 a.140 a.711 a.520 a 158

159 Analisis Ekspor Kentang Mann-Whitney Test ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_05 kawasan Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_ a.066 a.129 a.021 a.086 a 159

160 Analisis Ekspor Kubis Mann-Whitney Test ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_05 kawasan Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_ a.151 a.281 a.027 a.017 a 160

161 Analisis Ekspor Bawang Merah Mann-Whitney Test Ranks ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_ a.264 a.175 a.247 a.232 a 161

162 Analisis Ekspor Bawang Putih Mann-Whitney Test Ranks ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan ekspor_01 ekspor_02 ekspor_03 ekspor_04 ekspor_ a.358 a.379 a.379 a a 162

163 Analisis Rasio Komoditi Kelapa Sawit Mann-Whitney Test Ranks rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_ a.140 a.281 a.495 a.520 a 163

164 Analisis Rasio Komoditi Kakao Mann-Whitney Test Ranks rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_ a.338 a.599 a.281 a.232 a 164

165 Analisis Rasio Komoditi Karet Mann-Whitney Test Ranks rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_ a.275 a.101 a.131 a.257 a 165

166 Analisis Rasio Komoditi Kopi Mann-Whitney Test Ranks rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_ a.024 a.024 a.060 a.021 a 166

167 Analisis Rasio Komoditi Teh Mann-Whitney Test Ranks rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_ a.224 a.085 a.154 a.400 a 167

168 Analisis Rasio Komoditi Pisang Mann-Whitney Test Ranks rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_ a.580 a.552 a.085 a.019 a 168

169 Analisis Rasio Komoditi Jeruk Mann-Whitney Test Ranks rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_ a.400 a.400 a.423 a a 169

170 Analisis Rasio Komoditi Mangga Mann-Whitney Test Ranks rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_ a.085 a.142 a.142 a.085 a 170

171 Analisis Rasio Komoditi Manggis Mann-Whitney Test Ranks rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_ a.154 a.120 a.154 a.093 a 171

172 Analisis Rasio Komoditi Nenas Mann-Whitney Test Ranks rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_ a.154 a.085 a.166 a.166 a 172

173 Analisis Rasio Tomat Mann-Whitney Test rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_05 kawasan Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_ a.216 a.247 a.740 a.572 a 173

174 Analisis Rasio Kentang Mann-Whitney Test rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_05 kawasan Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_ a.119 a.163 a.078 a.264 a 174

175 Analisis Rasio Kubis Mann-Whitney Test rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_05 kawasan Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_ a.576 a a.295 a.123 a 175

176 Analisis Rasio Bawang Merah Mann-Whitney Test Ranks rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_ a.401 a.401 a.572 a.572 a 176

177 Analisis Rasio Bawang Putih Mann-Whitney Test Ranks rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_05 kawasan N Mean Rank Sum of Ranks Test Statistics b Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kawasan rasio_01 rasio_02 rasio_03 rasio_04 rasio_ a.646 a.646 a.643 a.919 a 177

178 Gambar 13. Peta Sebaran Produksi Mangga Tahun

179 Gambar 14. Peta Sebaran Ekspor Mangga Tahun

180 Gambar 15. Peta Sebaran Produksi Manggis Tahun

181 Gambar 16. Peta Sebaran Ekspor Manggis Tahun

182 Gambar 17. Peta Sebaran Produksi Pisang Tahun

183 Gambar 18. Peta Sebaran Ekspor Pisang Tahun

184 Gambar 19. Peta Sebaran Produksi Nenas Tahun

185 Gambar 20. Peta Sebaran Ekspor Nenas Tahun

186 Gambar 21. Peta Sebaran Produksi Jeruk Tahun

187 Gambar 22. Peta Sebaran Ekspor Jeruk Tahun

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. Kesenjangan menurut Sudibyo (1994) adalah ketidakmerataan akses

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. Kesenjangan menurut Sudibyo (1994) adalah ketidakmerataan akses BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kesenjangan Ekonomi Wilayah Kesenjangan menurut Sudibyo (1994) adalah ketidakmerataan akses terhadap sumberdaya ekonomis. Penyebab yang

Lebih terperinci

KESENJANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR PRODUK PERTANIAN ANTARA KAWASAN BARAT DENGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA. Disusun Oleh: Ainun Mardiah A

KESENJANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR PRODUK PERTANIAN ANTARA KAWASAN BARAT DENGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA. Disusun Oleh: Ainun Mardiah A KESENJANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR PRODUK PERTANIAN ANTARA KAWASAN BARAT DENGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA Disusun Oleh: Ainun Mardiah A14303053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (self balance), ketidakseimbangan regional (disequilibrium), ketergantungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (self balance), ketidakseimbangan regional (disequilibrium), ketergantungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesenjangan Antar Daerah Menurul Cornelis Lay dalam Lia (1995), keterbelakangan dan kesenjangan daerah ini dapat dibagi atas empat pemikiran utama yaitu keseimbangan regional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT TERHADAP EKONOMI REGIONAL DAERAH RIAU

PENGARUH PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT TERHADAP EKONOMI REGIONAL DAERAH RIAU PENGARUH PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT TERHADAP EKONOMI REGIONAL DAERAH RIAU Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP Pusat Pengkajian Koperasi dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (PPKPEM) Universitas Riau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur. Dengan demikian segala upaya pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur. Dengan demikian segala upaya pelaksanaan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pada hakekatnya pembangunan nasional ditujukan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur. Dengan demikian segala upaya pelaksanaan kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan III. KERANGKA PEMIKIRAN Ekonomi Internasional pada umumnya diartikan sebagai bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis transaksi dan permasalahan ekonomi internasional (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermakana. Peranansektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap menjadi yang

BAB I PENDAHULUAN. bermakana. Peranansektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap menjadi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang menjadikan sektor pertanian sebagai basis perekonomiannya. Walaupun sumbangan sektor pertanian dalam sektor perekonomian diukur

Lebih terperinci

KETIMPANGAN DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI KAWASAN BARAT INDONESIA (KBI) OLEH RINDANG BANGUN PRASETYO H

KETIMPANGAN DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI KAWASAN BARAT INDONESIA (KBI) OLEH RINDANG BANGUN PRASETYO H KETIMPANGAN DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI KAWASAN BARAT INDONESIA (KBI) OLEH RINDANG BANGUN PRASETYO H14084020 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan menjadi sektor andalan serta mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah dan beraneka ragam. Hal ini tampak pada sektor pertanian yang meliputi komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H14052333 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan perekonomian nasional dan patut menjadi sektor andalan dan mesin penggerak pertumbuhan ekonomi karena sektor

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H14104036 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pembangunan Pertanian Dalam memacu pertumbuhan ekonomi sektor pertanian disebutkan sebagai prasyarat bagi pengembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

DAMPAK KETERGANTUNGAN PEREKONOMIAN PROVINSI JAMBI TERHADAP SUMBERDAYA ALAM TAK TERBARUKAN (PEMBERLAKUAN KUOTA EKSPOR BATUBARA)

DAMPAK KETERGANTUNGAN PEREKONOMIAN PROVINSI JAMBI TERHADAP SUMBERDAYA ALAM TAK TERBARUKAN (PEMBERLAKUAN KUOTA EKSPOR BATUBARA) DAMPAK KETERGANTUNGAN PEREKONOMIAN PROVINSI JAMBI TERHADAP SUMBERDAYA ALAM TAK TERBARUKAN (PEMBERLAKUAN KUOTA EKSPOR BATUBARA) OLEH BUDI KURNIAWAN H14094019 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H14104044 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 18 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi Nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur seperti

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia selalu berusaha untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. Pembangunan ekonomi dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan salah satu bisnis strategis dan andalan dalam perekonomian Indonesia, bahkan pada masa krisis ekonomi. Agribisnis subsektor ini mempunyai

Lebih terperinci

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H 14104053 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A

PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A14104585 PROGRAM EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengandalkan sektor migas dan non migas sebagai penghasil devisa. Salah satu sektor non migas yang mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam situasi global tidak ada satu negara pun yang tidak melakukan hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara tidak dapat memenuhi

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN CENGKEH INDUSTRI ROKOK KRETEK DI INDONESIA OLEH: ROYAN AGUSTINUS SIBURIAN A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN CENGKEH INDUSTRI ROKOK KRETEK DI INDONESIA OLEH: ROYAN AGUSTINUS SIBURIAN A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN CENGKEH INDUSTRI ROKOK KRETEK DI INDONESIA OLEH: ROYAN AGUSTINUS SIBURIAN A14301041 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING BUAH-BUAHAN TROPIS INDONESIA. Oleh WINA YUDPI MUDJAYANI H

ANALISIS DAYA SAING BUAH-BUAHAN TROPIS INDONESIA. Oleh WINA YUDPI MUDJAYANI H ANALISIS DAYA SAING BUAH-BUAHAN TROPIS INDONESIA Oleh WINA YUDPI MUDJAYANI H14102097 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN WINA YUDPI MUDJAYANI.

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI Oleh ARISA SANTRI H14050903 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

KELAPA SAWIT: PENGARUHNYA TERHADAP EKONOMI REGIONAL DAERAH RIAU. Abstrak

KELAPA SAWIT: PENGARUHNYA TERHADAP EKONOMI REGIONAL DAERAH RIAU. Abstrak KELAPA SAWIT: PENGARUHNYA TERHADAP EKONOMI REGIONAL DAERAH RIAU Almasdi Syahza 1 dan Rina Selva Johan 2 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau Email: asyahza@yahoo.co.id: syahza@telkom.net

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan utama dari pembangunan ekonomi Indonesia adalah terciptanya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan utama dari pembangunan ekonomi Indonesia adalah terciptanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama dari pembangunan ekonomi Indonesia adalah terciptanya masyarakat adil dan sejahtera. Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia meliputi pembangunan segala

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA)

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) DITA FIDIANI H14104050 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi. Judul : Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Biaya Infrastruktur, dan Investasi Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Melalui Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bali Nama : Diah Pradnyadewi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumberdaya alam, terutama dari hasil pertanian. Sektor pertanian menjadi sektor penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H14050754 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi Daerah sebagai wujud dari sistem demokrasi dan desentralisasi merupakan landasan dalam pelaksanaan strategi pembangunan yang berkeadilan, merata, dan inklusif. Kebijakan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR Oleh ANDIKA PAMBUDI A14304075 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983

Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983 VIX. KESIMPUL?LN DAN I MPLIKASI 7.1. Kesimpulan 7.1.1. Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983 dalam kurun waktu 1971-1990 sangat berfluktuasi. Tingkat pertumbuhan paling tinggi terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN 5.1 Komoditas Perkebunan Komoditi perkebunan merupakan salah satu dari tanaman pertanian yang menyumbang besar pada pendapatan nasional karena nilai ekspor yang tinggi

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARA KARAKTERISTIK DENGAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR KABUPATEN BOGOR

KETERKAITAN ANTARA KARAKTERISTIK DENGAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR KABUPATEN BOGOR KETERKAITAN ANTARA KARAKTERISTIK DENGAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR KABUPATEN BOGOR Oleh : PUTRA FAJAR PRATAMA A14304081 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

ANALISIS KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI WORTEL DI DESA SUKATANI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR PROPINSI JAWA BARAT. Oleh: KRUSTIN HALYANI A

ANALISIS KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI WORTEL DI DESA SUKATANI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR PROPINSI JAWA BARAT. Oleh: KRUSTIN HALYANI A ANALISIS KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI WORTEL DI DESA SUKATANI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR PROPINSI JAWA BARAT Oleh: KRUSTIN HALYANI A14301085 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT, DAN KEUNGGULAN KOMPARATIF. Wahono Diphayana

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT, DAN KEUNGGULAN KOMPARATIF. Wahono Diphayana TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT, DAN KEUNGGULAN KOMPARATIF Wahono Diphayana 1. MERKANTILISME a. Pandangan Merkantilisme Mengenai PI Suatu negara akan kaya atau makmur dan kuat

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berbasis pada sektor pertanian, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi telah menambahkan banyak tantangan baru bagi agribisnis di seluruh dunia. Agribisnis tidak hanya bersaing di pasar domestik, tetapi juga untuk bersaing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Seiring dengan kebijakan otonomi daerah yang telah diterapkan sejak tahun 1999, masing-masing daerah harus bekerja keras untuk meningkatkan pendapatan daerahnya masing-masing.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN UPAH MINIMUM PROPINSI (UMP) TERHADAP INVESTASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) JAWA BARAT

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN UPAH MINIMUM PROPINSI (UMP) TERHADAP INVESTASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) JAWA BARAT ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN UPAH MINIMUM PROPINSI (UMP) TERHADAP INVESTASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) JAWA BARAT Oleh : ROLAS TE SILALAHI A14304008 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi luar negeri. Apalagi bila negara tersebut semakin terbuka, keterbukaan

Lebih terperinci