PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN UKURAN TUBUH BURUNG MERPATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN UKURAN TUBUH BURUNG MERPATI"

Transkripsi

1 89 PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN UKURAN TUBUH BURUNG MERPATI Pendahuluan Parameter genetik dapat diestimasi dari nilai tertentu dengan demikian merupakan besaran yang menggambarkan kondisi genetik suatu sifat yang diamati. Besaran parameter genetik tersebut dapat diukur dan diprediksi. Adapun yang termasuk parameter genetik diantaranya adalah ripitabilitas, heritabilitas dan korelasi genetik. Parameter genetik suatu sifat diperlukan untuk seleksi sifat tersebut dan diharapkan ada peningkatan mutu genetiknya. Nilai ripitabilitas suatu sifat pada ternak merupakan salah satu parameter genetik karena nilai ripitabilitas dapat digunakan untuk mengetahui daya ulang suatu sifat yang dimiliki suatu individu selama individu tersebut hidup. Nilai ripitabilitas juga dapat digunakan untuk menduga besarnya suatu sifat yang diturunkan dari tetua kepada keturunannya, karena nilai ripitabilitas dapat untuk menduga nilai maksimum heritabilitas sifat yang diketahui nilai ripitabilitassnya. Selain itu nilai ripitabilitas dapat pula digunakan sebagai dasar kebijakan dalam melakukan seleksi. Ripitabilitas mengukur derajat asosiasi antara catatan suatu sifat pada hewan yang sama lebih dari sekali dalam kehidupan suatu hewan. Pendugaan nilai ripitabilitas menunjukkan kelebihan dalam akurasi yang diharapkan dari beberapa pengukuran (Falconer 1989). Ripitabilitas dan heritabilitas sifat reproduksi dan daya hidup pada ayam adalah rendah, seperti dilaporkan Asnah et al. (1985) dan Bennerwitz et al. (2007). Adapun ripitabilitas produksi telur pada unggas berkisar dari rendah sampai tinggi (Udeh 2010). Heritabilitas memainkan peran sentral dalam psikologi perbedaan individu. Heritabilitas adalah proporsi variasi fenotipik yang disebabkan variasi genetik. Heritabilitas juga menunjukkan besarnya perbedaan genetik dalam individu yang berkontribusi pada perbedaan antar individu untuk sifat yang diamati. Warwick et al. (1990) menyatakan bahwa nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa pengaruh utamanya adalah genetik. Faktor lain yang mempengaruhi nilai heritabilitas menurut Martojo (1992) adalah tempat dan waktu. Martojo (1992) menambahkan pula bahwa nilai heritabilitas dibagi menjadi tiga yaitu:

2 90 heritabilitas rendah berkisar antara 0-0.2; heritabilitas sedang berkisar dan heritabilitas tinggi lebih dari 0.4. Pendugaan kedua parameter genetik yaitu ripitabilitas dan heritabilitas suatu sifat diperlukan untk meningkatkan produksi. Pengetahuan tentang pendugaan nilai ripitabilitas dan heritabilitas membantu peternak merancang pemuliaan yang tepat untuk meningkatkan mutu genetik ternak. Informasi ukuran tubuh burung merpati lokal masih sangat kurang. Demikian halnya keterkaitan ukuran tubuh dengan kemampuan terbang. Adapun kriteria penilaian kemampuan terbang keduanya berbeda. Identifikasi ukuran tubuh burung merpati balap datar dan balap tinggi dapat dimanfaatkan untuk karakterisasi kedua jenis burung balap. Penelitian ini bertujuan memperoleh nilai dugaan parameter genetik dan mengidentifikasi ukuran tubuh burung merpati balap dengan burung merpati pedaging sebagai pembanding untuk mengkaji potensi merpati lokal sebagai penghsil daging. Serta memberikan informasi mengenai karakteristik ukuran tubuh dengan membedakan peubah ukuran linier yang dapat diamati pada ketiga jenis burung tersebut. Penelitian ini juga diharapkan dapat menggambarkan keterkaitan ukuran tubuh burung merpati yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan burung merpati dan sebagai alat praktis untuk seleksi di lapangan Materi dan Metode Pendugaan Nilai Parameter Genetik Penelitian berikutnya setelah diperoleh informasi produktivitas adalah pendugaan nilai parameter genetik. Informasi ini diperlukan untuk pengembangan burung merpati lokal. Materi. Sebanyak 62 pasang burung merpati digunakan pada penelitian ini. Setiap pasang burung merpati dipelihara pada kandang individual yang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat air minum, dan sarang. Pakan terdiri dari jagung dan ransum komersial yang diberikan ad libitum. Air minum juga diberikan ad libitum seperti halnya pakan. Analisis Data. Pendugaan nilai parameter genetik yaitu nilai heritabilitas dan ripitabilitas merujuk kepada (Becker 1985). Data diambil untuk menduga

3 91 keragaman genetik dengan metode analisis saudara kandung berdasarkan Becker (1985). Data dianalisis ragam seperti pada Tabel 26 untuk menghitung nilai ripitabilitas. Yij = µ + α i + e ij bahwa µ = nilai rataan umum α i = pengaruh individu ke-i, i=1,2,... eij = deviasi pengukuran ke-j dalam individu, j=1,2,... Tabel 26 Analisis ragam untuk menghitung nilai ripitabilitas Sumber Keragaman Db SS MS EMS Antar Individu N-1 SS MS Antar Pengukuran dalam Individu N(M-1) SS MS w e w e 2 δ e + K 1 δ 2 w δ 2 e bahwa N = jumlah individu M = jumlah pengukuran per individu K 1 = M 2 δ e =MS e 2 δ w = MS w -MS e K1 R = δ 2 w/ = Ripitabilitas 2 δ w + δ 2 e SE (R) = 2 (1-R) 2 [1+(k-i)R] K (K-1)(N-1) Pendugaan nilai heritabilitas tidak memungkinkan menggunakan anova maka pendugaan nilai heritabilitas menggunakan analisis regresi anak induk. Adapun formula untuk penduga nilai tersebut adalah Y= a + bx (Becker 1985), bahwa h 2 sebesar 2b dengan model statistik Zi =βx i + e b = cov XZ δ 2 X h 2 = 2b i 2

4 92 SE (h 2 ) = 2 s b x 2 2 Pendugaan nilai korelasi genetik (r G ) menurut Becker (1995) bahwa: r G = cov X1Z2 + cov X2Z1 2 cov X1Z1 cov X2Z2 Adapun nilai korelasi fenotipik (r P ) menurut Becker (1985) bahwa: rp = cov XY δ 2 X. δ 2 Y Peubah yang Diukur. Pada penelitian ini peubah yang diukur untuk pendugaan parameter genetik meliputi: bobot telur, bobot tetas, pertumbuhan piyik, bobot dewasa, daya tunas, daya tetas, dan mortalitas. Pengukuran Ukuran Tubuh Burung Merpati lokal. Burung merpati lokal jantan dan betina dewasa diukur bobot badan, lingkar dada, lebar dada, dalam dada, panjang punggung, panjang tibia, panjang femur, panjang shank, panjang jari ketiga, lingkar metatarsus, panjang rentang sayap, lebar kepala, panjang kepala, panjang bulu ekor, lebar pangkal ekor dan panjang maxilla. Adapun acuan pengukuran morfometri seperti disajikan pada Gambar 14 (Encyclopedia Britannia 2008). Bobot badan diukur dengan dengan timbangan dalam satuan gram; Panjang kepala diukur sepanjang tulang skull dimulai dari bagian depan skull memanjang sampai tulang atlas; Lebar kepala diukur selebar tulang skull dengan jangka sorong dalam satuan cm; Panjang punggung diukur sepanjang tulang punggung dimulai dari ujung thoravic vertebrae hingga pygostyle (ujung tulang ekor) dalam satuan cm; Lebar pangkal ekor diukur dari ujung kiri dan kanan dari pygostyle dengan menggunakan jangka sorong dalam satuan cm; Panjang bulu ekor diukur dari ujung bulu di pangkal ekor hingga ujung bulu terpanjang dari bulu ekor menggunakan jangka sorong dalam satuan cm; Panjang tibia diukur sepanjang tulang tibia dari ujung tulang patella hingga pangkal tarsometatarsus dengan jangka sorong dalam satuan cm;

5 93 Gambar 14 Kerangka tulang burung merpati Sumber: Encyclopedia Britannica (2008) Panjang femur diukur dari illium sampai patella dengan jangka sorong dalam satuan cm; Panjang shank (ceker) diukur dari pangkal metatarsus hingga ujung tulang metatarsus; Panjang jari ketiga diukur sepanjang jari ketiga dengan menggunakan jangka sorong dalam satuan cm; Lingkar metatarsus diukur dengan melingkarkan pita ukur pada metatarsus dalam satuan cm; Analisis Data. Data ukuran tubuh burung merpati lokal jantan dan betina dewasa dianalisis secara diskriptif. Uji t (Steel dan Torrie 1995) digunakan untuk menganalisis data ukuran tubuh burung merpati lokal. Burung merpati balap, pedaging, dan lokal. Burung merpati balap datar, balap tinggi, pedaging dan lokal jantan dewasa masing-masing sebanyak 20, 20, 20, dan 76 ekor diukur bobot badan, lingkar dada, lebar dada, panjang

6 94 punggung, dan panjang sayap. Pengambilan data mengacu kepada Encyclopedia Britannia (2008) pada Gambar 14. Analisis data. Ukuran tubuh yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan AKU (Analisis Komponen Utama) menurut Gasperz (1992) dengan rumus matematis sebagai berikut: Y p = a 1p X 1 + a 2p X a pp X bahwa Y p = komponen utama ke-p, p=1,2,... a = vektor ciri padanan akar ciri X = peubah yang diukur, yaitu X 1, X 2,... X p Hasil analisis dari ukuran tubuh ini diharapkan diperoleh karakteristik bentuk dan ukuran burung merpati balap datar, balap tinggi dan pedaging. Perbedaan ukuran tubuh yang diamati dianalisis menggunakan GLM Model LSM. Selanjutnya fungsi diskriminan yang digunakan dengan matriks peragam antara peubah dari masing-masing jenis burung merpati lokal yang diamati digabung (pooled) menjadi sebuah matriks C (Nei, 1987). Jarak genetik dihitung dengan menggunakan rumus menurut Nei (1987) yaitu: D 2 (i/j)=( X i - X j ) C -1 ( X i - X j ) bahwa D 2 (i/j) X i X j C -1 = jarak kuadrat genetik tipe burung ke-i dan tipe burung ke-j = kebalikan matrik gabungan ragam peragam antar peubah = vektor nilai rataan pengamatan dari tipe burung ke-i pada masing- masing sifat kuantitatif =vektor nilai rataan pengamatan dari tipe burung ke-j pada masing-masing sifat kuantitatif Analisis regresi sederhana maupun berganda. Dari data ukuran tubuh dan kecepatan terbang burung merpati balap datar dan tinggi yang diperoleh kemudian dianalisis rergresi sederhana maupun berganda. Dari hasil analisis tersebut ukuran tubuh tertentu dapat digunakan untuk dasar seleksi merpati lokal sebagai balap datar dan tinggi. Model matematis korelasi dan regresi menurut Steel dan Torrie (1991) sebagai berikut: p

7 95 Regresi linier sebagai berikut: Regresi linier Y = a + bx Linier berganda Y= a + b 1 x 1 + b 2 x b n x Bahwa Y = kecepatan terbang x 1, x 2, x n = ukuran tubuh b1, b 2, b n = koefisien regresi a = intersep Kecepatan terbang (V) adalah jarak terbang (s) dibagi dengan waktu terbang (t), sehingga V= s/t m detik -1. Adapun jarak tetbang adalah jarak dari burung diterbangkan (start) hingga ke joki (finish). Pengukuran morfometri merpati balap datar, balap tinggi dan pedaging (Homerx King) dilakukan pada pemilik/penggemar merpati. Selain itu pengamatan morfometri merpati lokal dilakukan pada merpati yang dipelihara di lokasi penelitian. n Hasil dan Pembahasan Ripitabilitas Ripitabilitas merupakan derajat antar pengamatan yang dilakukan selama hidup produktif seekor ternak (Martojo 1992). Adapun pendugaan nilai ripitabilitas pada suatu sifat yang sama akan bervariasi pada jenis ternak, jumlah pengukuran, waktu dan lingkungan tempat penelitian. Hal ini karena genetik dan lingkungan berpengaruh terhadap timbulnya keragaman selama pengamatan. Nilai ripitabilitas sifat produksi dan reproduksi burung merpati lokal pada penelitian ini disajikan pada Tabel 27. Bobot telur memiliki nilai ripitabiltas yang tinggi yaitu Hal ini mendukung hasil penelitian untuk pendugaan nilai ripitabilitas bobot telur pada unggas lain seperti yang dilakukan oleh Ingram et al. (1989) yang memperoleh nilai ripitabilitas bobot telur puyuh sebesar 0.58 serta Akpa et al. (2006) yang memperoleh nilai ripitabilitas 0.77 dan 0.85 untuk bobot telur pada telur puyuh yang diukur pada umur 12 minggu dan 28 minggu. Nilai ripitabitas bobot tetas burung merpati juga tinggi pada penelitian ini yaitu sebesar

8 96 Tabel 27 Nilai ripitabilitas (r) sifat produksi dan reproduksi burung merpati lokal Sifat R SE (galat baku) Bobottelur Bobot tetas Bobot piyik umur 1 minggu Bobot piyik umur 2 minggu Bobot piyik umur 3 minggu Bobot piyik umur 4 minggu Bobot sapih piyik (5 minggu) PBB piyik umur 0-1 minggu PBB piyik umur 1-2 minggu PBB piyik umur 2-3 minggu PBB piyik umur 3-4 minggu Bobot dewasa Daya tunas Daya tetas Mortalitas Pada masa pertumbuhan piyik hingga saat disapih, nilai ripitabilitas bobot badan per minggu berkisar rendah sampai sedang yaitu berkisar , dengan nilai ripitabilitas sedang pada saat piyik berumur 2 minggu dan disapih. Bobot badan umur 2 minggu memiliki nilai ripitabilitas dan bobot sapih memiliki nilai ripitabilitas sebesar Nilai ripitabilitas ini dapat dimanfaatkan untuk seleksi induk yang memiliki produksi piyik yang baik yaitu dengan menyeleksi induk yang memiliki piyik saat disapih dengan bobot tinggi. Adapun seleksi lebih awal dapat dilakukan saat piyik berumur dua minggu. Sifat reproduksi seperti daya tunas, daya tetas dan mortalitas embrio memiliki nilai ripitabilitas rendah sampai sedang. Berarti sifat-sifat tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Suhu, kelembaban berpengaruh terhadap daya tunas dan daya tetas pada fase pengeraman. Selain itu sifat keindukan juga mempengaruhi performa sifat reproduksi karena pada burung merpati pengeraman telur dilakukan olek induk jantan dan betina secara bergantian dan memerlukan kerjasama yang harmonis antara keduanya. Hal ini berdasarkan pengamatan sebelumnya tidak semua pasangan burung merpati mau mengerami telurnya hingga menetas.

9 97 Heritabilitas Heritabilitas sifat produksi pada burung merpati lokal disajikan pada Tabel 28. Nilai heritabilitas sifat produksi rendah hingga sedang. Tabel 28 Nilai heritabilitas sifat produksi burung merpati lokal Sifat Produksi Nilai Heritabilitas Bobot dewasa 0.23 ± 0.2 Bobot telur 0.19 ± 0.1 Bobot tetas 0.30 ± 0.0 Bentuk telur 0.27 ± 0.1 Nilai heritabilitas bobot dewasa dan bentuk telur sedang. Adapun nilai heritabilitas bobot telur dan bobot tetas pada burung merpati lokal rendah. Faktor lingkungan berpengaruh besar terhadap bobot dewasa, bobot telur, bobot tetas maupun bentuk telur. Aggrey dan Cheng (1992) melakukan penelitian dengan menggunakan squab (merpati muda) dari 144 pasang Silver King x White King dan memperoleh nilai heritabilitas dugaan untuk berat tetas, berat umur 3 hari, 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu dan 4 minggu masing-masing 0.70; 0.23; 0.22; 0.21; 0.30 dan Korelasi genetik di antara ciri-ciri bobot badan berkisar Heritabilitas untuk pertambahan bobot badan per minggu adalah 0.13; 0.00; 0.12 dan Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan genetik berat badan secara simultan pada usia yang berbeda adalah layak, dengan demikian efisiensi produksi dapat ditingkatkan melalui seleksi untuk meningkatkan berat badan umur 3 minggu sehingga squab dapat dipasarkan seminggu lebih awal dari umur dipotong saat ini. Selanjutnya Mignon-Grasteau (2000) menyatakan bahwa parameter genetik berat badan saat penyapihan dan kesuburan diperkirakan dalam tiga baris komersial merpati dipilih oleh BLUP (Best Linear Unbiased Prediction) pada kedua sifat. Model analisis memperhitungkan efek genetik langsung untuk kedua sifat dan efek lingkungan yang permanen orangtua untuk berat badan diperoleh nilai heritabilitas berat badan tinggi, yaitu bervariasi antara 0.46 dan 0.60, dan lingkungan tetap bertanggung jawab atas 6% sampai 9% dari variabilitas total. Tergantung pada baris dipertimbangkan, berat badan bervariasi dari g sampai g dan perkembangbiakan berkisar squab disapih per

10 98 pasang induk merpati per tahun. Heritabilitas berat badan tinggi, bervariasi antara 0.46 dan 0.60, dan lingkungan tetap bertanggung jawab atas 6% sampai 9% dari variabilitas total. Sebaliknya, kesuburan diwariskan rendah ( ). Kesuburan dan berat badan berkorelasi negatif dan sangat nyata ( ). Tidak ada perbedaan genetik yang signifikan antara jantan dan betina untuk kedua sifat. Heritabilitas berat telur puyuh sebesar 0.21 pada hasil penelitian Ingram et al. (1989) sedang pada penelitian ini sebesar Berbeda dengan Moss and Watson 1982) dalam penelitiannya memperoleh nilai heritabilitas lebih tinggi untuk ukuran telur ( ), bobot tetas ( ), daya hidup anak ( ), dan bobot badan pada umur 75 hari ( ) pada Red Grouse (Lagopus lagopus coticus). Induk jantan tidak berpengaruh terhadap ukuran telur pasangan betinanya serta bobot tetas maupun daya hidup anak. Ukuran telur dipengaruhi oleh faktor genetik demikian halnya bobot tetas dan daya hidup anak yang baru menetas. Selanjutnya Sato et al. (1989) menyatakan bahwa heritabilitas untuk karakteristik telur adalah tinggi yaitu berkisar antara ; nilai heritabilitas bobot telur ayam kerdil bercangkang coklat sebesar 0.63 (Zhang et al. 2005). Heritabilitas bobot telur pada penelitian ini lebih rendah dari peneliti lain, hal ini diduga karena genetik dan lingkungan berbeda yang menyebabkan keragaman. Selain itu untuk sifat yang sama nilai heritabilias dapat berbeda untuk jenis, bangsa dan galur ternak yang berbeda. Perbedaan nilai heritabilitas untuk tiap karakter dan kriteria seleksi sangat mungkin terjadi oleh karena heritabilitas bukan saja merupakan perangkat dari sifat individu, tetapi juga populasi serta kondisi lingkungan individu tersebut berada dan cara bagaimana sifat tersebut diukur. Selain itu heritabilitas juga sangat tergantung pada derajat semua komponen ragam, perubahan salah satu komponen ragam akan mempengaruhi nilai heritabilitas. Semua komponen genetik dipengaruhi oleh frekuensi populasi sebelumnya. Populasi yang kecil lebih memungkinkan menunjukkan nilai heritabilitas yang lebih rendah daripada populasi yang lebih besar. Ragam lingkungan sangat tergantung pada kondisi budidaya dan manajemen. Sehingga perbedaan hasil pendugaan nilai heritabilitas untuk sifat yang sama dan pada individu yang sama merupakan cerminan perbedaan yang

11 99 sebenarnya diantara populasi dan kondisi dimana sifat tersebut diukur termasuk metode seleksi yang dilakukan (Falconer dan Mackay 1996) Heritabilitas dapat digunakan untuk menduga peningkatan kemajuan genetik yang mungkin diperoleh bila dilakukan seleksi sifat tertentu. Jika heritabilitas suatu sifat memiliki nilai tinggi, berarti performa atau penampilan individu lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik dibanding faktor lingkungan dan seleksi berdasarkan individu efektif. Heritabilitas yang tinggi juga menandakan aksi gen aditif penting untuk sifat tersebut dan sebaliknya jika heritabilitas rendah, maka mungkin aksi gen seperti dominasi berlebih (over dominance), dominan dan epistasis lebih penting (Lasley 1978). Perbedaan nilai heritabilitas sifat yang sama pada penelitian ini dengan peneliti lain karena nilai heritabilitas suatu sifat akan bervariasi antar populasi. Perbedaan variasi tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan faktor genetik (ragam genetik), perbedaan lingkungan (ragam lingkungan), metode dan jumlah cuplikan data yang digunakan (Falconer dan Mackay 1989). Korelasi Genetik Korelasi genetik antara dua peubah pada burung merpati lokal disajikan pada Tabel 29. Korelasi genetik yang diperoleh untuk melengkapi informasi nilai dugaan ripitabilitas dan heritabilitas sehingga dapat dimanfaatkan dalam program seleksi. Tabel 29 Korelasi genetik sifat produksi pada burung merpati lokal Sifat Bobot Tetas Berat.Dewasa Bobot telur Bentuk Telur didukung Bobot dewasa memiliki korelasi genetik tinggi dengan bentuk telur. Hal ini nilai heritabilitas bobot dewasa maupun bentuk telur sedang pada penelitian ini, dengan demikian bobot dewasa maupun bentuk telur anak dipengaruhi oleh tetua. Pendugaan korelasi genetik beberapa sifat produksi pada unggas telah dilakukan. Nestor et al. (2000) melaporkan bahwa bobot badan umur 16 minggu pada betina kalkun berkorelasi negatif terhadap jumlah telur dengan bobot telur

12 100 pada dua galur ayam petelur masing-masing sebesar dan Pada puyuh, korelasi genetik bobot badan pada umur 4 minggu dengan bobot badan umur 6 minggu pada jantan diperoleh 0.62 dan betina 0.60 (Kuswahyuni 1989). Pengetahuan tentang besar dan tanda korelasi genetik dapat dipergunakan untuk memperkirakan perubahan yang terjadi pada generasi berikutnya untuk sifat yang tidak diseleksi tetapi berkorelasi dengan sifat yang diseleksi (Warwick et al, 1995). Selanjutnya Warwick et al. (1990) juga menyatakan bahwa heritabilitas akan menentukan perubahan pada sifat yang diseleksi (respon seleksi), korelasi genetik akan mempengaruhi perubahan genetik sifat lain yang tidak diseleksi (respon terkorelasi). Makin tinggi korelasi genetik, makin besar perubahan yang terjadi pada sifat yang berkorelasi. Korelasi genetik dapat dihitung dari percobaan seleksi dan dapat pula diduga dengan prosedur statistik. Korelasi genetik dapat berubah dalam populasi yang sama selama beberapa generasi apabila ada seleksi yang intensif. Nilai pendugaan korelasi genetik hanya berlaku pada satu populasi, nilai tersebut diestimasi dan pada kurun waktu tertentu pula. Korelasi Fenotipik Adanya hubungan antara dua sifat dapat diidentifikasi dari nilai korelasi dari kedua sifat. Korelasi fenotipik sifat produksi pada burung merpati disajikan pada Tabel 30. Tabel 30 Korelasi fenotipik sifat produksi pada burung merpati lokal Sifat Btk.Telur B.Tetas B.Sapih B.Dewasa T B.Dewasa A B. Telur * ** ** ** Btk Telur ** B.Tetas ** B. Dewasa Tetua Ket: B=bobot; Btk=bentuk; T=tetua; A=anak; *) =nyata (P<0.05); **) sangat nyata (P<0.01) Korelasi fenotipik bobot telur, bobot tetas, bentuk telur, bobot sapih, bobot anak dan bobot tetua memiliki korelasi positip. Bobot dewasa (induk) berpengaruh positip dan nyata terhadap bentuk telur, bobot telur, serta bobot sapih. Hal ini bermanfaat untuk menduga sifat kedua dari sifat pertama atau

13 101 sebaliknya, akan tetapi korelasi bobot dewasa dengan bobot anak walaupun positip, namun secara statistik tidak nyata, dengan demikian ketelitian pendugaan bobot anak dari bobot induk atau sebaliknya rendah. Sifat-sifat produksi yang berkorelasi positip dengan sifat lain dapat terjadi dikarenakan adanya gen-gen yang bersifat pleiotropik (Noor 2008; Warwick et al. 1990) Bobot tetas memiliki korelasi positif dan nyata dengan bobot telur. Selain itu nilai korelasinya paling tinggi diantara korelasi antara dua sifat yang lain pada penelitiaan ini. Selanjutnya persamaan linier antara dua peubah yang memiliki korelasi nyata disajikan pada Tabel 31. Seleksi dapat dilakukan efektif jika terdapat korelasi antara dua sifat dengan mempertimbangkan adanya korelasi antara dua sifat yang akan diseleksi. Bentuk persamaan linier antara dua fenotipe pada penelitian ini disajkan pada Tabel 31. Tabel 31 Persamaan linier antar sifat produksi pada burung merpati lokal Persamaan linier Bobot tetas = berat telur Bobot sapih = bobot telur Bobot sapih = bobot tetas Bobot sapih semakin meningkat dengan semakin berat bobot tetas, adapun bobot tetas semakin tinggi dengan semakin besar bobot telur tetas. Dari hasil penelitian ini bobot sapih dapat diprediksi dari bobot telur tetas, dengan demikian untuk meningkatkan bobot sapih dapat dilakukan seleksi dari bobot telur tetas. Ukuran Tubuh Burung Merpati Lokal, Balap, dan Pedaging (HomerxKing) Ukuran tubuh burung balap dan pedaging (HomerxKing) diperlukan untuk dibandingkan dengan merpati lokal. Hasil analisis ukuran tubuh dengan menggunakan Analisis Komponen Utama, diagram kerumunan dan jarak genetik diharapkan dapat menunjukkan karakteristik khas untuk balap untuk memudahkan

14 102 seleksi, juga untuk menemukan ukuran tubuh untuk seleksi balap dari merpati lokal. Ukuran Tubuh Burung Merpati Lokal Jantan dan Betina Bobot badan jantan (369.3 a ± 45.4 g) nyata lebih berat dibandingkan betina (321.9 b ± 51.4 g). Ukuran tubuh burung merpati lokal jantan dan betina dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32 Bobot badan dan ukuran tubuh burung merpati lokal jantan dan betina Ukuran Tubuh (cm) Rataan ± simpangan baku Betina (n=76) Jantan (n=77) Lingkar Dada b ± a ± 1.39 Lebar Dada ± ± Dalam Dada ± ± 7.60 Panjang Punggung b a ± Panjang Dada ± ± ± 8.42 Panjang Kepala 3.17 ± ± 0.37 Lebar Kepala 2.17 b ± ± 0.29 Tinggi Kepala 2.40 ± ± 0.49 Panjang Leher 8.88 b a ± Panjang Ceker Panjang Tibia Panjang Femur Panjang jari Ketiga Lingkar Metatarsus 3.32 b a ± b ± b ± b a ± a a ± 0.80 ± 0.28 ± 0.53 ± 2.60 ± ± ± 0.24 Ukuran tubuh jantan lebih besar dibandingkan betina, hal ini dapat dilihat dari 14 ukuran tubuh yang diamati seperti tampak pada Tabel 32. Ukuran tubuh seperti lingkar dada, panjang punggung, panjang kepala, panjang leher, panjang ceker, panjang femur, dan panjang jari ketiga jantan nyata lebih panjang dibandingkan dengan betina. Adapun ukuran tubuh yang tidak berbeda antara jantan dan betina yaitu lebar dada, dalam dada, lebar kepala, tinggi kepala, dan lingkar metatarsus.

15 103 Keragaman ukuran tubuh pada jantan berkisar %, yaitu lingkar dada adalah ukuran tubuh yang memiliki keragaman rendah (5.4%) dan tinggi kepala adalah ukuran tubuh yang paling beragam (34%). Keragaman ukuran tubuh betina paling rendah adalah lingkar dada (6.52%) dan tinggi kepala paling beragam (20%). Ukuran Tubuh Burung Merpati Jantan Balap Datar, Balap Tinggi, Pedaging, dan Lokal Burung merpati balap datar, balap tinggi, pedaging, dan lokal berbeda sangat nyata (P<0.01) dengan urutan mulai dari yang berat yaitu burung merpati pedaging, burung balap datar, burung balap tinggi, dan lokal atau bobot badan burung lokal paling ringan diantara keempatnya, sedangkan yang paling berat adalah burung pedaging. Burung balap datar lebih berat dibandingkan burung merpati balap tinggi dan lokal, dan burung balap ytinggi sama dengan lokal. Hal ini disebabkan burung pedaging memiliki tubuh lebih besar dibandingkan burung balap datar dan balap tinggi, seperti panjang punggung dan panjang sayap. Ibe dan Nwakalor (1986) mengemukakan bahwa berat badan merupakan penjumlahan total dari peningkatan ukuran komponen-komponen pembentuk tubuh. Lebar dada burung balap datar dan balap tinggi tidak berbeda nyata, sedangkan lingkar dada burung merpati balap datar nyata lebih besar (P<0.01) dibandingkan burung balap tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa perototan di bagian dada burung merpati balap datar lebih kompak dibandingkan burung merpati balap tinggi. Perototan yang lebih banyak pada bagian dada mengakibatkan bentuk badan dilihat dari bagian depan tubuh tampak lebih bulat pada burung merpati balap datar. Burung balap tinggi harus berani turun dari tempat ketinggian tertentu saat terbang maka untuk penyesuaian tersebut bentuk badannya tidak terlalu besar, namum dilengkapi sayap yang panjang, dengan demikian bentuk badan yang sesuai untuk burung merpati balap tinggi adalah seperti jantung pisang (ontong pisang dalam bahasa Jawa). Sebaliknya burung balap datar harus terbang datar dan cepat, dengan demikian diperlukan perototan yang kuat, olehkarenya lingkar dada, panjang punggung burung merpati balap datar lebih besar dibandingkan

16 104 dengan burung merpati balap tinggi, akan tetapi sayap lebih pendek dibanding burung merpati balap tinggi. Pada Tabel 33 disajikan ukuran tubuh burung balap datar, balap tinggi, dan pedaging. Ukuran tubuh yang sama antara burung merpati balap datar dengan burung merpati balap tinggi adalah lebar dada. Ukuran tubuh tersebut tidak dapat digunakan untuk membedakan karakteristik kedua jenis burung. Ukuran tubuh yang berbeda antara burung merpati balap datar dengan balap tinggi dan pedaging adalah berat badan, lingkar dada, panjang punggung, dan panjang bulu sayap seperti disajikan pada Tabel 33. Ukuran-ukuran tubuh tersebut pada burung merpati pedaging balap datar lebih besar dibandingkan dengan burung merpati terbang tinggi. Hal ini berarti burung balap datar memiliki postur tubuh lebih besar dibandingkan postur tubuh burung merpati balap tinggi, sedangkan burung balap tinggi memiliki postur tubuh ramping. Ukuran tubuh burung merpati balap datar dan balap tinggi berbeda nyata dengan burung pedaging. Burung merpati pedaging memiliki punggung dan sayap lebih panjang dibandingkan burung balap datar maupun balap tinggi. Hal ini juga yang menyebabkan bobot badan burung merpati pedaging lebih berat dibandingkan burung merpati balap merpati balap tinggi adalah lebar dada. Ukuran tubuh tersebut tidak dapat digunakan untuk membedakan karakteristik kedua jenis burung. Ukuran-ukuran tubuh tersebut pada burung merpati pedaging balap datar lebih besar dibandingkan dengan burung merpati terbang tinggi. Hal ini berarti burung balap datar memiliki postur tubuh lebih besar dibandingkan postur tubuh burung merpati balap tinggi, sedangkan burung balap tinggi memiliki postur tubuh ramping. Ukuran tubuh burung merpati balap datar dan balap tinggi berbeda nyata dengan burung pedaging. Burung merpati pedaging memiliki punggung dan sayap lebih panjang dibandingkan burung balap datar maupun balap tinggi. Hal ini juga yang menyebabkan bobot badan burung merpati pedaging lebih berat dibandingkan burung merpati balap. Adapun ukuran tubuh burung lokal untuk keempat ukuran tubuh yaitu lingkar dada, lebbar dada, panjang punggung, dan panjang sayap tidak berbeda nyata.

17 Tabel 33 Ukuran tubuh merpati jantan balap datar, balap tinggi, pedaging dan lokal Fenotipe Balap Datar Balap Tinggi Pedaging Lokal n=20 n=20 n=20 n=76 Bobot Badan 401.0±34.0 a 374.0±31.8 b 424.5±43.3 a 368.9±45.8 b Lingkar Dada Lebar Dada Panjang Punggung Panjang Sayap 26.8±0.8 a 25.7±1.2 b 21.7±2.3 c 25.7±1.4 b 8.5±0.4 a 8.4±0.9 b 5.9±0.4 b 8.3±0.7 a 12.8±0.7 a 10.4±0.5 b 9.0±1.4 c 10.1±0.8 d Keterangan: superskrip berbeda pada baris yang sama berarti berbeda nyata (P<0.05) 8.0±0.8 a 8.8±0.8 b 13.7±0.7 c 13.4±0.9 b 105

18 106 Analisis Komponen Utama Menurut Everitt dan Dunn (1998) bahwa pada pengukuran morfologi hewan, hasil AKU lebih ditekankan pada komponen utama kedua sebagai indikasi bentuk tubuh, daripada komponen utama pertama yang mengidentifikasikan ukuran tubuh. Hasil analisis komponen utama pada burung merpati balap datar diperoleh penciri ukuran dan bentuk tubuh seperti disajikan pada Tabel 34. Peubah ukuran tubuh yang dapat dijadikan penciri pada burung merpati balap datar adalah lingkar dada (X 1 ) yang memiliki vector eigen sebesar (Tabel 34) dengan nilai korelasi antara lingkar dada dengan skor ukuran tubuh sebesar Adapun penciri bentuk tubuh adalah panjang sayap (X 4 ) yang memiliki vector eigen sebesar (Tabel 34) dengan nilai korelasi antara panjang sayap dengan skor bentuk tubuh sebesar Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar lingkar dada pada burung merpati balap datar maka skor ukuran tubuh juga semakin besar. Selanjutnya semakin panjang sayap pada burung merpati balap datar maka skor bentuk semakin besar. Tabel 34 Persamaan ukuran tubuh dan bentuk tubuh pada burung merpati balap datar beserta keragaman total dan nilai eigen Persamaan Keragaman Nilai Total Eigen Ukuran 0.704X X X X Bentuk X X X X Keterangan:X 1 =lingkar dada; X 2 =lebar dada; X 3 = panjang punggung; dan X 4 =panjang sayap Penciri ukuran tubuh pada burung balap tinggi adalah panjang sayap (X4) yang memiliki vector eigen (Tabel 35) dengan nilai korelasi antara panjang sayap dengan skor ukuran sebesar Adapun penciri bentuk tubuh burung merpati balap tinggi adalah lingkar dada (X 1 ) yang memiliki vector eigen sebesar 1.08 dengan nilaikorelasi antara lingkar dada dengan skor bentuk tubuh sebesar Hal ini berarti semakin panjang sayap maka skor ukuran tubuh burung merpati balap tinggi semakin besar. Namun semakin besar lingkar dada maka skor bentuk tubuh burung merpati balap tinggi semakin kecil karena korelasinya negatif. Pilastro et al. (1995) dan Backmann et al.(2007) menyatakan

19 107 bahwa variasi bentuk dan ukuran sayap mengungkapkan pola penerbangan yang berbeda, rentang migrasi, membantu seleksi antar kelompok burung yang berbeda dan antar jenis kelamin. Nishida et al. (1982) pada ayam bahwa penciri ukuran tubuh ditentukan oleh panjang sayap, panjang femur, panjang tarsometatarsus dan tinggi jengger. Tabel 35 Persamaan ukuran tubuh dan bentuk tubuh pada burung merpati balap tinggi beserta keragaman total dan nilai eigen Persamaan Keragaman Nilai Total (%) Eigen Ukuran X X X X Bentuk X X X X Keterangan:X 1 =lingkar dada; X 2 =lebar dada; X 3 = panjang punggung; dan X 4 =panjang sayap Peubah ukuran tubuh yang dapat dijadikan penciri pada burung merpati pedaging adalah lingkar dada (X1) yang memiliki vector eigen sebesar (Tabel 36) dengan nilai korelasi antara lingkar dada dengan skor ukuran tubuh sebesar Adapun penciri bentuk tuuh adalah panjang punggung (X 3 ) yang memiliki vector eigen sebesar dengan nilai korelasi antara panjang sayap dengan skor bentuk tubuh sebesar Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar lingkar dada pada burung merpati pedaging maka skor ukuran tubuh juga semaikn besar. Hal ini sesuai dengan manfaatnya yaitu merpati pedaging sebagai penghasil daging, Pada burung merpati perdagingan yang banyak adalah pada bagian dada. Selanjutnya semakin panjang punggung pada burung merpati pedaging maka skor bentuk semakin kecil. Tabel 36 Persamaan ukuran tubuh dan bentuk tubuh pada burung merpati pedaging beserta keragaman total dan nilai eigen Persamaan Keragaman Nilai Total (%) Eigen Ukuran 0.971X X X X Bentuk X X X X Keterangan:X 1 =lingkar dada; X 2 =lebar dada; X 3 = panjang punggung; dan X 4 =panjang sayap

20 108 Penciri ukuran tubuh pada burung merpati lokal adalah lingkar dada (X 1 ) yang memiliki vector eigen (Tabel 37) dengan nilai korelasi antara lingkar dada dengan skor ukuran sebesar Adapun penciri bentuk tubuh burung merpati balap lokal adalah panjang sayap (X 4 ) yang memiliki vector eigen sebesar dengan nilai korelasi antara lingkar dada dengan skor bentuk tubuh sebesar Hal ini berarti semakin lingkar dada maka skor ukuran tubuh burung merpati lokal semakin besar. Namun semakin panjang sayap maka skor bentuk tubuh burung merpati balap tinggi semakin kecil karena korelasinya negatif. Tabel 37 Persamaan ukuran tubuh dan bentuk tubuh pada burung merpati lokal beserta keragaman total dan nilai eigen Persamaan Keragaman Nilai Total (%) Eigen Ukuran 0.865X X X X Bentuk 0.098X X X X Keterangan:X 1 =lingkar dada; X 2 =lebar dada; X 3 = panjang punggung; dan X 4 =panjang sayap Hasil analisis komponen utama menunjukkan bahwa burung merpati lokal memiliki penciri ukuran dan bentuk tubuh sama dengan merpati balap datar, yaitu penciri ukuran adalh lingkar dada dan penciri bentuk adalah panjang sayap. Hal ni memungkinkan seleksi balap datar dari burung merpati lokal. Diagram Kerumunan Berdasarkan ukuran fenotipik yang digambarkan dalam diagram kerumunan pada Gambar 12 menunjukkan bahwa secara morfologis ada garis pemisah yang jelas antara burung merpati balap datar, balap tinggi, pedaging, Kisaran skor ukuran maupun bentuk antara ketiganya berbeda. Sebaliknya burung balap datar masih memiliki skor ukuran yang mirip dengan lokal. Pada Gambar 15, burung merpati balap tinggi berada pada diagram kiri bawah; burung merpati balap datar berada pada diagram kanan atas; sedangkan burung merpati pedaging berada diantara burung merpati balap tinggi dan balap datar. Kerumunan ketiga jenis burung merpati terpisah jauh. Kisaran skor ukuran dan skor bentuk burung merpati balap tinggi masing-masing dan ( ( ). Kisaran skor ukuran dan skor bentuk burung merpati

21 109 pedaging masing-masing dan ( )-( ). Adapun kisaran skor ukuran dan skor bentuk balap datar masing-masing dan ( )-( ). Selanjutnya skor ukuran dan bentuk lokal masingmasing dan Variable skor bentuk balap datar * skor ukuran balap datar skor bentuk balap tinggi * skor ukuran balap tinggi skor bentuk pedaging * skor ukuran pedaging skor bentuk lokal * skor ukuran lokal 10 skor bentuk skor ukuran Gambar 15 Diagram kerumunan burung merpati berdasarkan skor ukuran dan skor bentuk tubuh Dari diagram kerumunan bahwa skor bentuk keempat jenis burung merpati berbeda, namun skor ukuran menunjukkan ada dua kelompok yaitu balap tinggi dengan pedaging, sedangkan balap datar dengan lokal. Kesamaan skor ukuran balap datar lokal sesuai dengan hasil analisis komponen utama bahwa penciri balap datar dan lokal sama. Jarak Genetik Jarak ketidakserupaan ukuran-ukuran tubuh antara burung merpati balap datar, burung merpati balap tinggi dan burung merpati pedaging yang diamati diperoleh berdasarkan hasil statistik D 2 Mahalanobois yang diakarkan. Tabel 38

22 110 menyajikan akar dari jarak minimum D 2 diamati. dari burung keempat jenis burung yang 2 Tabel 38 Akar dari jarak D Mahalanobis burung merpati balap datar, balap tinggi, pedaging, dan lokal Jenis Lokal Pedaging Balap Tinggi Balap Batar Lokal 0 Pedaging Balap Tinggi Balap Datar Selanjutnya ketidakserupaan morfometrik ukuran-ukuran linier tubuh pada keempat jenis burung yang diamati disajikan pada dendogram pada Gambar Balap datar Balap tinggi Lokal Pedaging Gambar16 Dendrogram jarak ketidakserupaan ukuran tubuh pada burung merpati Berdasarkan ukuran tubuh yang diamati, keempat jenis burung merpati terbagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah burung merpati balap tinggi dan balap datar. Kedua jenis burung selanjutnya tergabung dengan merpati lokal, berarti keduanya juga mempunyia kesamaan morfometrik. Adapun ketiganya menunjukkan hubungan yang jauh dengan burung merpati pedaging. Jarak ketidakserupaan morfometrik ukuran tubuh burung merpati balap datar dan balap tinggi sebesar menunjukkan jarak ketidakserupaan ukuran tubuh yang paling kecil. Berarti ukuran tubuh burung merpati balap datar dan tinggi mirip dengan ketidakserupaan morofometrik yang rendah. Hal ini berbeda dengan hasil analisis komponen utama dan analisis keumunan bahwa balap datar

23 111 dan balap tinggi memiliki penciri ukuran da bentu tubuh berbeda, demikian pula haasil analisis kerumunan keduanya terpisah. Selanjutnya burung merpati balap datar dan balap tinggi juga memiliki keserupaan morfometrik dengan burung merpati lokal. Ukuran Tubuh dengan Kecepatan Terbang Hasil analisis statistik menunjukkan ada korelasi ukuran tubuh yang diamati pada burung merpati balap tinggi dengan kecepatan terbang. Adapun untuk menduga kecepatan terbang dengan keempat ukuran tubuh pada burung merpati tinggi memiliki persamaan Kecepatan terbang= Lingkar dada Lebar dada Panjang punggung Panjang sayap, dan panjang sayap yang nyata berpengaruh terhadap kecepatan terbang, dengan demikian persamaan linier antara kecepatan terbang dengan panjang sayap adalah Kecepatan terbang= panjang sayap. Berati semakin panjang sayap maka terbangnya semakin cepat. Pada burung merpati balap datar ukuran tubuh yang nyata berpengaruh terhadap kecepatan terbang adalah lingkar dada. Adapun bentuk persamaan liniernya adalah Kecepatan terbang= lingkar dada. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar lingkar dada maka kecepatan terbang semakin turun. Kecepatan terbang balap datar dan balap tinggi disajikan pada Tabel 39. Kecepatan terbang balap datar lebih tinggi dibandingkan balap tinggi (P<0.01). Namun kedua jenis burung merpati balap ini menunjukkan kecepatan terbang lebih tinggi dari hasil penelitian (Pennycuick 1968) bahwa burung meluncur dengan kecepatan minimum (sekitar 8-6 m/detik). Tabel 39 Kecepatan terbang burung merpati balap datar dan balap tinggi Jenis N X ± sb (m/dt) KK(%) Kisaran (M/dt) Balap datar 20 a ± Balap tinggi 20 b 11.90± ±16.26 Tabel 38 menunjukkan bahwa kecepatan terbang burung merpati balap datar memiliki keragaman lebih tinggi dibandingkan burung balap tinggi. Hal ini

24 112 berarti seleksi pada burung balap datar masih lebih efektif dibandingkan pada burung merpati balap tinggi. Simpulan 1. Ripitabilitas berat telur dan berat tetas tinggi, ripitabilitas pertumbuhan piyik rendah sampai tinggi ( ), bobot dewasa sedang (0.217), sedang ripitabilitas sifat reproduksi rendah ( ). 2. Pendugaan nilai heritabilitas sifat produksi sedang dengan nilai h 2 berkisar Bobot dewasa dengan bentuk telur, dan berat telur dengan berat tetas memiliki korelasi genetik yang tinggi. 4. Berat telur memiliki korelasi fenotipik nyata dengan berat tetas, berat sapih dan berat dewasa. Lingkar dada merupakan penciri ukuran tubuh burung merpati balap datar dan pedaging, sedangkan penciri ukuran tubuh balap tinggi adalah panjang sayap. 5. Penciri bentuk tubuh pada burung merpati balap datar panjang sayap, lingkar dada pada balap tinggi dan panjang punggung pada pedaging, panjang sayap pada burung merpati lokal. 6. Burung balap datar, balap tinggi, dan lokal masih memiliki kemiripan. 7. Burung balap datar dan tinggi belum memiliki karakterististik spesifik. 8. Lingkar dada sebagai penentu kecepatan terbang pada balap datar, dan panjang sayap sbagai penentu kecepatan terbang bagi balap tinggi.

25 113

114 Warna dasar, pola bulu dan corak bulu burung merpati balap sama dengan burung merpati lokal, kecuali warna dasar putih tidak ditemukan pada balap

114 Warna dasar, pola bulu dan corak bulu burung merpati balap sama dengan burung merpati lokal, kecuali warna dasar putih tidak ditemukan pada balap 113 BAHASAN UMUM Gen yang mempengaruhi ekspresi sifat kualitatif terdapat pada kromosom otosom (kromsom Z), sehingga ekspresi pada kedua jenis kelamin sama, kecuali warna bulu adapula yang terpaut seks.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Jenis Kelamin Ciamis Tegal Blitar 45 ekor 20 ekor 38 ekor 56 ekor 89 ekor 80 ekor

MATERI DAN METODE. Jenis Kelamin Ciamis Tegal Blitar 45 ekor 20 ekor 38 ekor 56 ekor 89 ekor 80 ekor MTERI DN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di tiga lokasi yang berbeda, yaitu dilaksanakan di Desa Tanjung Manggu, Ciamis; Desa Mejasem Timur, Tegal; dan di Desa Duren Talun, litar. Penelitian

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan

METODE. Materi. Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di desa Tanjung Manggu Sindangrasa, Imbanagara, Ciamis, Jawa Barat; di desa Dampyak, Mejasem Timur, Tegal, Jawa Tengah dan di desa Duren Talun, Blitar,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi danwaktu Penelitian ayam Ketawa dilaksanakan di tiga tempat, yaitu Peternakan Ayam Ketawa (Arawa) Permata Hijau II Cidodol, Kebayoran Lama, Jakarta Barat dan Pondok Pesantren Daarul

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Alat Percobaan Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah puyuh Malon betina dewasaumur 4-5 bulan. Jumlah puyuh Malon yang dijadikan sampel sebanyak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur

PENDAHULUAN. Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur puyuh utama di Indonesia. Dalam satu tahun puyuh ini mampu menghasilkan 250 sampai 300 butir

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rawamangun Selatan, Gg. Kana Tanah Merah Lama, Jakarta Timur. Penelitian dilakukan empat bulan, yaitu mulai bulan Agustus sampai

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Desa Koto Perambahan Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar Provinsi Riau, pada bulan Oktober sampai November 2014. 3.2.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh merupakan salah satu jenis ternak unggas yang dikembangkan sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur maupun daging. Sejak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring

I PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber protein hewani daging dan telur. Hal tersebut disebabkan karena ternak unggas harganya relatif murah

Lebih terperinci

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI VINDHA YULI CANDRAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Ayam Kampung Jantan (a) dan Ayam Kampung Betina (b) dari Daerah Ciamis

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Ayam Kampung Jantan (a) dan Ayam Kampung Betina (b) dari Daerah Ciamis MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Ciamis (Jawa Barat), Tegal (Jawa Tengah) dan Blitar (Jawa Timur). Waktu penelitian dibagi menjadi tiga periode. Periode pertama yaitu pengukuran

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, 1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Manajemen Pemeliharaan dan Pakan Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, yang berbatasan dengan desa teras bendung di sebelah utara dan desa jeruk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Burung Merpati Balap Tinggian Karakteristik dari burung merpati balap tinggian sangat menentukan kecepatan terbangnya. Bentuk badan mempengaruhi hambatan angin, warna

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak penelitian yang digunakan adalah Coturnix coturnix Japonica

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak penelitian yang digunakan adalah Coturnix coturnix Japonica III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Perlengkapan penelitian 3.1.1 Objek ternak dan jumlah sampel Ternak penelitian yang digunakan adalah Coturnix coturnix Japonica jantan lokal dan Coturnix coturnix

Lebih terperinci

PENINGKATAN PERFORMA DAN PRODUKSI KARKAS ITIK MELALUI PERSILANGAN ITIK ALABIO DENGAN CIHATEUP

PENINGKATAN PERFORMA DAN PRODUKSI KARKAS ITIK MELALUI PERSILANGAN ITIK ALABIO DENGAN CIHATEUP PENINGKATAN PERFORMA DAN PRODUKSI KARKAS ITIK MELALUI PERSILANGAN ITIK ALABIO DENGAN CIHATEUP Pendahuluan Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap daging, pemeliharaan itik jantan

Lebih terperinci

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur. 23 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan terhadap sifat rontok bulu dan produksi telur dilakukan sejak itik memasuki periode bertelur, yaitu pada bulan Januari 2011 sampai Januari 2012.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan yang digunakan adalah kuda yang sudah dewasa kelamin

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan yang digunakan adalah kuda yang sudah dewasa kelamin 15 Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Karo pada bulan Juli 2016 Bahan dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa

BAHAN DAN METODE. Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa Klambir Lima Kampung, kecamatan Hamparan

Lebih terperinci

PENDUGAAN REPITABILITAS SIFAT KECEPATAN DAN KEMAMPUAN MEMPERTAHANKAN KECEPATAN PADA KUDA PACU SULAWESI UTARA

PENDUGAAN REPITABILITAS SIFAT KECEPATAN DAN KEMAMPUAN MEMPERTAHANKAN KECEPATAN PADA KUDA PACU SULAWESI UTARA 55 PENDUGAAN REPITABILITAS SIFAT KECEPATAN DAN KEMAMPUAN MEMPERTAHANKAN KECEPATAN PADA KUDA PACU SULAWESI UTARA Pendahuluan Kuda pacu Indonesia merupakan ternak hasil silangan antara kuda lokal Indonesia

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam generasi pertama dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam generasi pertama dilaksanakan 7 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai Karakterisasi Sifat Kualitatif dan Sifat Kuantitatif Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam generasi pertama dilaksanakan pada bulan Maret 2016 - Oktober

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. tetas dan ruang penyimpanan telur. Terdapat 4 buah mesin tetas konvensional dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN. tetas dan ruang penyimpanan telur. Terdapat 4 buah mesin tetas konvensional dengan 19 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Pusat Pembibitan Puyuh Penelitian ini telah dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Pusat pembibitan ini terdiri atas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kegiatan seleksi famili yang dilakukan telah menghasilkan dua generasi yang merupakan kombinasi pasangan induk dari sepuluh strain ikan nila, yaitu TG6, GIFT F2 dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012. I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Peternakan puyuh di Indonesia saat ini cukup berkembang, hal ini karena semakin banyaknya usaha peternakan puyuh baik sebagai usaha sampingan maupun usaha utama untuk memenuhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mendorong para peternak untuk menghasilkan ternak yang berkualitas. Ternak

PENDAHULUAN. mendorong para peternak untuk menghasilkan ternak yang berkualitas. Ternak I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti daging, telur dan susu, semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan pendapatan.

Lebih terperinci

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009 ANALISIS HERITABILITAS POLA REGRESI LAPORAN PRAKTIKUM Oleh Adi Rinaldi Firman 200110070044 LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di tanah air. Ayam kampung diindikasikan dari hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i ABSTRACT... ii RIWAYAT HIDUP... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i ABSTRACT... ii RIWAYAT HIDUP... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACT... ii RIWAYAT HIDUP... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR.... Viii PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 4 Kegunaan

Lebih terperinci

Gambar 8. Lokasi Peternakan Arawa (Ayam Ketawa) Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta

Gambar 8. Lokasi Peternakan Arawa (Ayam Ketawa) Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi Penelitian Lokasi Pengamatan Ayam Ketawa di Peternakan Arawa Peternakan Arawa (ayam Ketawa) berlokasi di sebuah kawasan perumahan mewah Permata Hijau, Kebayoran lama, Jakarta

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3J-IPB) Desa Singasari Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki banyak potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan maupun tumbuhan dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba.

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ternak unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber daging. Selain cita rasanya yang disukai, ternak unggas harganya relatif lebih murah dibandingkan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan Mortalitas Itik Magelang dilaksanakan pada bulan Oktober - Desember 2015 bertempat di Desa Ngrapah,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Ciamis Jawa Barat Kabupaten Ciamis terletak di provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1.

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1. TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Domba Priangan Domba Priangan atau lebih dikenal dengan nama domba Garut merupakan hasil persilangan dari tiga bangsa yaitu antara domba merino, domba kaapstad dan domba lokal.

Lebih terperinci

PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT

PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT HASNELLY Z. dan RAFIDA ARMAYANTI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN KARAKTERISTIK PRODUKTIVITAS Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan Pertumbuhan itik Cihateup yang terjadi akibat perubahan bentuk dan komposisi tubuh dapat diketahui dengan melakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian mengenai teknik penangkaran dan analisis koefisien inbreeding jalak bali dilakukan di penangkaran Mega Bird and Orchid Farm (MBOF),

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ketersediaan susu sebagai salah satu bahan pangan untuk manusia menjadi hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Balai Pengembangan Ternak Domba Margawati merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas di lingkungan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang mempunyai tugas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Lokasi Penelitian Suhu dan kelembaban lokasi penelitian diamati tiga kali dalam sehari yaitu pagi, siang dan sore hari. Rataan suhu dan kelembaban pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb III. KARAKTERISTIK AYAM KUB-1 A. Sifat Kualitatif Ayam KUB-1 1. Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb Sifat-sifat kualitatif ayam KUB-1 sama dengan ayam Kampung pada umumnya yaitu mempunyai warna

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang TINJAUAN PUSTAKA SistematikaTernak Kambing Ternak kambing merupakan ruminansia kecil yang mempunyai arti besarbagi rakyat kecil yang jumlahnya sangat banyak. Ditinjau dari aspek pengembangannya ternak

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa Ngrapah, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Analisis data dilaksanakan di Laboraturium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 1. Jumlah Kuda Delman Lokal Berdasarkan Lokasi Pengamatan. Kuda Jantan Lokal (ekor) Minahasa

MATERI DAN METODE. Tabel 1. Jumlah Kuda Delman Lokal Berdasarkan Lokasi Pengamatan. Kuda Jantan Lokal (ekor) Minahasa MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengolahan data dan penulisan dilakukan di Laboratorium Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ornitologi Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di Cibinong. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN WAFIATININGSIH 1, IMAM SULISTYONO 1, dan RATNA AYU SAPTATI 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1. Bahan Penelitian Penelitian menggunakan 30 ekor Itik Rambon dengan jumlah ternak yang hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Ayam Kampung

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Ayam Kampung TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Ayam di dunia berasal dari daerah Selatan India, pegunungan Himalaya, Assam, Burma, Ceylon dan beberapa daerah di pulau Sumatra dan Jawa. Ditemukan empat spesies ayam liar yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. Burung ini merupakan burung liar

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were. II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di seluruh daratan, kecuali Amerika. Awalnya puyuh merupakan ternak

Lebih terperinci

UKURAN DAN BENTUK ITIK PEKIN (Anas Platyrhynchos), ENTOK IMPOR DAN ENTOK LOKAL (Cairina moschata)

UKURAN DAN BENTUK ITIK PEKIN (Anas Platyrhynchos), ENTOK IMPOR DAN ENTOK LOKAL (Cairina moschata) UKURAN DAN BENTUK ITIK PEKIN (Anas Platyrhynchos), ENTOK IMPOR DAN ENTOK LOKAL (Cairina moschata) BRAM BRAHMANTIYO 1, RINI H. MULYONO 2 dan ADE SUTISNA 2 1 Balai Penelitian Ternak, Jl. Veteran III P.O.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG

PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG HASNELLY Z., RINALDI dan SUWARDIH Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung Jl. Mentok Km 4 Pangkal Pinang 33134 ABSTRAK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Sapi Bali Abidin (2002) mengatakan bahwa sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos Sondaicus)

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian evaluasi pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan yang berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Itik Rambon Ternak unggas yang dapat dikatakan potensial sebagai penghasil telur selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, melihat

Lebih terperinci

NILAI PEMULIAAN. Bapak. Induk. Anak

NILAI PEMULIAAN. Bapak. Induk. Anak Suhardi, S.Pt.,MP NILAI PEMULIAAN Dalam pemuliaan ternak, pemilihan ternak ternak terbaik berdasarkan keunggulan genetik, karena faktor ini akan diturunkan pada anak anaknya.? Nilai Pemuliaan (NP) merupakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penetapan Lokasi Penentuan Umur Domba

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penetapan Lokasi Penentuan Umur Domba MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) Fakultas Peternakan IPB yang berlokasi di desa Singasari, Kecamatan Jonggol; peternakan

Lebih terperinci

Gambar 1. Ayam Kampung Betina dan Ayam Kampung Jantan

Gambar 1. Ayam Kampung Betina dan Ayam Kampung Jantan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Penyebaran Ayam Kampung Ayam Kampung jenis ayam asli Indonesia. Ayam Kampung dikelompokkan ke dalam 31 galur ayam lokal (Nataamijaya, 2008). Ayam lokal dapat digolongkan sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Bobot Lahir HASIL DAN PEMBAHASAN Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Rataan dan standar deviasi bobot lahir kambing PE berdasarkan tipe kelahiran dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

I.PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan I.PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki banyak potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan maupun tumbuhan dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. Sapi potong adalah sapi yang dibudidayakan untuk diambil dagingnya atau dikonsumsi. Sapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Kelinci, Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juli 2012. Penelitian dilaksanakan di Balai Budidaya Laut Lombok, Dusun Gili Genting, Kecamatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Tanjung Manggu, Sindangrasa, Imbanaraga (Kabupaten Ciamis, Jawa Barat) Desa Tanjung Manggu, Sindangrasa,Imbanagara, Ciamis, Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

II. SEJARAH PEMBENTUKAN AYAM KUB-1

II. SEJARAH PEMBENTUKAN AYAM KUB-1 II. SEJARAH PEMBENTUKAN AYAM KUB-1 A. Keberadaan Ayam Kampung di Indonesia Ayam Kampung merupakan hasil domestikasi ayam Hutan Merah (red jungle fowl/gallus gallus) yang telah dipelihara oleh nenek moyang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam Bangkok merupakan jenis ayam lokal yang berasal dari Thailand dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Jumlah Kuda Delman yang Diamati pada Masing-masing Lokasi

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Jumlah Kuda Delman yang Diamati pada Masing-masing Lokasi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini menggunakan data sekunder pengamatan yang dilakukan oleh Dr. Ir. Ben Juvarda Takaendengan, M.Si. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba merupakan ternak ruminansia kecil dan termasuk komoditas. Kelompok Ternak Palasidin sebagai Villa Breeding Center yang

PENDAHULUAN. Domba merupakan ternak ruminansia kecil dan termasuk komoditas. Kelompok Ternak Palasidin sebagai Villa Breeding Center yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia kecil dan termasuk komoditas penghasil daging. Domba memiliki keuunggulan diantaranya yaitu memiliki daya adaptasi yang baik terhadap

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Mitra Tani (MT) Farm Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pancoran Mas Depok dan Balai Penyuluhan dan Peternakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kambing Peranakan Etawah yang Diamati Kondisi Gigi. Jantan Betina Jantan Betina

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kambing Peranakan Etawah yang Diamati Kondisi Gigi. Jantan Betina Jantan Betina MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi yang berbeda yaitu peternakan kambing PE Doa Anak Yatim Farm (DAYF) di Desa Tegal Waru, Kecamatan Ciampea dan peternakan kambing

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE 1. Lokasi dan Materi Penelitian 2. Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METODE 1. Lokasi dan Materi Penelitian 2. Penelitian Tahap Pertama 4 MATERI DAN METODE 1. Lokasi dan Materi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kandang percobaan itik milik Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor. Ternak itik maupun entog yang digunakan untuk penelitian

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi ransum Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu. Ransum yang dikonsumsi oleh ternak digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam dunia peternakan, program seleksi sangat penting sekali fungsinya, yaitu untuk memilih individu mana yang terbaik dan pantas untuk dikawinkan. Selain itu, seleksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang

PENDAHULUAN. terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh merupakan ternak unggas yang cukup popular di masyarakat terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang mungil yang cocok untuk dimasukkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kuda yang Diamati Berdasarkan Lokasi dan Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kuda yang Diamati Berdasarkan Lokasi dan Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fenotipe morfometrik Karakteristik morfometrik ikan nilem meliputi 21 fenotipe yang diukur pada populasi ikan nilem hijau (tetua) dan keturunannya dari hasil perkawinan

Lebih terperinci

PENDUGAAN JARAK GENETIK AYAM MERAWANG (STUDI KASUS DI BPTU SAPI DWIGUNA DAN AYAM, SEMBAWA DAN PULAU BANGKA, SUMATERA SELATAN)

PENDUGAAN JARAK GENETIK AYAM MERAWANG (STUDI KASUS DI BPTU SAPI DWIGUNA DAN AYAM, SEMBAWA DAN PULAU BANGKA, SUMATERA SELATAN) PENDUGAAN JARAK GENETIK AYAM MERAWANG (STUDI KASUS DI BPTU SAPI DWIGUNA DAN AYAM, SEMBAWA DAN PULAU BANGKA, SUMATERA SELATAN) (Morphometric Evaluation of Merawang Chicken: a Case Study at BPTU Sapi Dwiguna

Lebih terperinci

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tabel.1 Data Populasi Kerbau Nasional dan Provinsi Jawa Barat Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2008

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tabel.1 Data Populasi Kerbau Nasional dan Provinsi Jawa Barat Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2008 I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kerbau merupakan salah satu jenis ternak kerja yang masih digunakan di Indonesia, walaupun saat ini telah muncul alat teknologi pembajak sawah yang modern yaitu traktor,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang tidak ternilai harganya (Badarudin dkk. 2013). Ayam kampung

I. PENDAHULUAN. nasional yang tidak ternilai harganya (Badarudin dkk. 2013). Ayam kampung I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam lokal di Indonesia adalah kekayaan alam yang merupakan aset nasional yang tidak ternilai harganya (Badarudin dkk. 2013). Ayam kampung disebut juga dengan istilah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali adalah sapi lokal Indonesia keturunan banteng yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di pulau bali dan kemudian menyebar

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding Center Puyuh Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaranyang terletak di lingkungan Kampus Universitas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba Garut merupakan salah satu komoditas unggulan yang perlu dilestarikan sebagai sumber

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba mempunyai arti penting bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia karena dapat menghasilkan daging, wool, dan lain sebagainya. Prospek domba sangat menjanjikan untuk

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas. Pemotongan puyuh dan penelitian persentase karkas dilakukan di Laboratorium Unggas serta uji mutu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Pebruari 2011. Penelitian dilakukan di dua peternakan domba yaitu CV. Mitra Tani Farm yang berlokasi di Jalan Baru No. 39 RT

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Harpiocephalus harpia Serangga Rhinolophus keyensis Serangga Hipposideros cervinus Serangga

MATERI DAN METODE. Harpiocephalus harpia Serangga Rhinolophus keyensis Serangga Hipposideros cervinus Serangga MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kota Tual, desa Ohoira, desa Ohoidertawun dan desa Abean, Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara. Penelitian lapang dilaksanakan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. japanese quail (Coturnix-coturnix Japonica) mulai masuk ke Amerika. Namun,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. japanese quail (Coturnix-coturnix Japonica) mulai masuk ke Amerika. Namun, 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Burung Puyuh Puyuh adalah spesies atau subspesies dari genus Coturnix yang tersebar di seluruh daratan, kecuali Amerika. Pada tahun 1870, puyuh Jepang yang disebut japanese

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban TINJAUAN PUSTAKA Kurban Menurut istilah, kurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Anis, 1972). Kurban hukumnya sunnah,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0. HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran-ukuran Tubuh pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Penggunaan ukuran-ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat

Lebih terperinci