KEANEKARAGAMAN SPESIES LALAT TABANIDAE SEBAGAI VEKTOR TRYPANOSOMA PADA BADAK JAWA DI DUA DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEANEKARAGAMAN SPESIES LALAT TABANIDAE SEBAGAI VEKTOR TRYPANOSOMA PADA BADAK JAWA DI DUA DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON"

Transkripsi

1 KEANEKARAGAMAN SPESIES LALAT TABANIDAE SEBAGAI VEKTOR TRYPANOSOMA PADA BADAK JAWA DI DUA DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Zaenal Gesit Kalbuadi 1, Dedy Surya Pahlawan1,Gita Alvernita 2, Dyah Lukitaningsih 3, Kurnia Oktavia Khairani 4, Supriyono 5, Upik Kesumawati Hadi 5 1 Program Sarjana Fakultas Kedokteran Hewan IPB, 2 Aliansi Lestari Rimba Terpadu (ALeRT), 3 Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pandeglang 4 Cornell University, 5 Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan IPB ABSTRAK Badak Jawa saat ini sedang terancam kepunahan. Populasi Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang ada saat ini sangat sedikit yaitu 63 ekor. Hasil survey penyakit yang dilakukan pada tahun 2014 menunjukkan nilai prevalensi trypanosomiasis sebesar 90% pada kedua desa penyangga yang berbatasan langsung dengan TNUK yaitu Desa Rancapinang dan Desa Ujung Jaya. Trypanosomiasis adalah penyakit infeksius yang disebarkan oleh vektor mekanis. Lalat Tabanidae merupakan vektor mekanis dari trypanosomiasis yang umum ditemukan di kedua desa penyangga tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman spesies Tabanidae yang terdapat di kedua desa penyangga TNUK sebagai dasar pengendalian trypanosomiasis pada badak. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 6 kali pada bulan Januari Juli 2016 di Desa Rancapinang dan Desa Ujung Jaya menggunakan NZI trap pada 3 titik di setiap desa selama 5-10 hari koleksi. Lalat tabanidae yang terkoleksi selama penelitian sebanyak 32 spesies. Terdapat 5 spesies dominan selama periode penangkapan yaitu Tabanus megalops, Tabanus striatus, Tabanus tristis, Tabanus rubidus dan Haematopota truncata. Sampel terbanyak diperoleh pada penangkapan ke-3 yang diikuti dengan tingginya curah hujan pada periode ini. Tabanus megalops merupakan spesies yang paling mendominasi populasi lalat Tabanidae di kedua desa dengan jumlah pengoleksian tertinggi. Pola jumlah populasi berdasarkan curah hujan dapat dijadikan acuan dalam pengendalian lalat sebagai vektor trypanosomiasis. Kata kunci: Tabanidae, Trypanosoma, Badak Jawa, Ujung Kulon. ISBN

2 PENDAHULUAN Latar Belakang Lalat famili Tabanidae memegang peranan penting dalam dunia kesehatan hewan. Lalat jantan biasanya mengisap nektar dari bunga sedangkan lalat betina mengisap darah hewan. Tabanus dikenal memiliki peranan penting dalam transmisi penyakit protozoa dari sapi-sapi yang dipelihara selama proses pengisapan darah (Chandra et al. 2015). Lalat ini dikenal sebagai vektor penting penyakit surra yang disebabkan oleh Trypanosoma evansi. Penyakit ini ternyata tidak saja menyerang sapi, tetapi surra juga ternyata menjangkit mamalia lain seperti unta, kuda, anjing, dan gajah (Hopla et al. 1994). Menurut Nevill (1994), badak sangat disukai oleh Tabanid karena warna kulitnya yang seragam. Hal ini disebabkan lalat Tabanid meyukai warna yang agak gelap atau warna seragam pada kulit yang tidak menghalangi sinar matahari. Pernah dilaporkan Badak Sumatra mati secara beruntun di penangkaran badak Semenanjung Malaysia pada selang waktu antara bulan Oktober sampai dengan bulan November Lima Badak Sumatra mati dan didalam darah serta otaknya ditemukan parasit darah Trypanosoma evansi (Velayan et al. 2004). Dengan demikian, penyakit ini memiliki potensi besar untuk menjangkiti spesies badak lain di Indonesia, yaitu Badak Jawa. Populasi Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang merupakan habitat terakhirnya saat ini sangat sedikit, yaitu tersisa hanya 63 ekor. Jumlah sekecil itu sangat rentan terhadap kepunahan. Salah satu program yang sedang dilakukan TNUK bekerjasama dengan Yayasan Badak Indonesia (YABI) adalah program Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA). JRSCA dibentuk untuk menyiapkan habitat kedua bagi Badak Jawa. Program ini bertujuan meningkatkan populasi Badak Jawa di alamnya dengan pengelolaan habitat secara intensif. Penambahan area ini tentu saja membutuhkan pengetahuan yang cukup tentang penyakit infeksius yang ada. Beberapa penyakit yang telah disurvey di sekitar daerah penyangga JRSCA (Buffer area) adalah SE (14%) dan trypanosomiasis dengan prevalensi 90 % (YABI 2015). Trypanosomiasis merupakan kejadian yang terbesar dan merupakan salah satu penyakit yang ditransmisikan oleh lalat Tabanidae yang kemungkinan dapat memindahkan penyakitnya ke dalam kawasan TNUK dan JRSCA. Oleh karena itu, pencegahan transmisi penyakit Ini dapat dilakukan dengan pengendalian vektor berdasarkan pengetahuan tentang spesies dan pola penyebarannya. Lalat Tabanus sebagai pengisap darah menyebabkan beberapa masalah pada hewan. Famili Tabanidae biasanya mentransmisikan virus, ISBN

3 protozoa, dan bakteri yang bersifat patogen. Sewaktu mengisap darah, lalat ini juga dapat menimbulkan efek iritasi pada hewan yang persisten. Selain itu bekas gigitannya dapat menyebabkan infeksi sekunder dari bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit lain yang dapat menyebabkan kematian. Efek samping dari aktivitas mengisap darah adalah dapat menyebabkan anemia pada hewan sehingga menurunkan daya tahan tubuh hewan sehingga mudah terserang oleh penyakit lain. Gigitan lalat yang terus berlanjut akan menyebabkan penurunan bobot badan dan rasa sakit akibat gigitan lalat (Hopla et al. 1994). Kondisi anemia yang disebabkan gigitan lalat daya tahan hidup dan harapan hewan yang sedang dikonservasi. Penyakit infeksius merupakan salah satu masalah terbesar dalam konservasi satwa langka. Kerbau lumpur diketahui sebagai salah satu inang dari agen protozoa Trypanosoma yang dapat ditransmisikan oleh lalat Tabanus. Transmisi ini mungkin dapat terjadi melalui perilaku mengisap darah yang berpindah-pindah oleh lalat Tabanus dari satu spesies ke spesies yang lain dimana Badak Jawa berbagi habitat dengan kerbau lumpur dan banteng yang ada di dalam kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. Sebagai tambahan, kerbau dan sapi diketahui sebagai salah satu reservoir dari Trypanosoma (Hopla et al. 1994). Oleh karena itu, resiko kepunahan Badak Jawa cukup besar akibat potensi kemunculan penyakit infeksius yang ditransmisikan oleh Tabanus dari kerbau dan banteng. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman spesies Tabanidae yang terdapat di kedua desa penyangga TNUK sebagai dasar pengendalian trypanosomiasis pada Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus). METODOLOGI Waktu dan Tempat Koleksi lalat Tabanus ini dilakukan di luar kawasan Taman Nasional Ujung Kulon sebanyak enam kali pada bulan Januari Juli 2016 di Desa Rancapinang dan Desa Ujung Jaya. Identifikasi spesies Tabanus dilakukan di dua tempat. Pertama, identifikasi lapang yang dilakukan langsung di basecamp penelitian di Desa Cimanggu, Kawasan luar Taman Nasional Ujung Kulon. Kedua, identifikasi dilakukan di Laboratorium Entomologi Kesehatan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor. ISBN

4 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah NZI trap, corong yang dicat hitam (sesuai ukuran NZI trap), botol koleksi, tabung spesimen, mikroskop stereo, cawan petri, pinset, sumpit berjarum, kotak pendingin, loyang segiempat, pensil, plaster, label, dan bola sepak yang dicat hitam. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gel es/ ice gels dan ice packs, gel silkon dan alkohol 70 %. Pemasangan Trap Lokasi pemasangan trap dilakukan pada tiga tempat dalam satu lokasi ecotone site. Ecotone site adalah perbatasan antara dua lingkungan yang berbeda, seperti lahan sawah dan hutan taman nasional. Lahan terbuka ditentukan dalam pemasangan trap sehingga dapat mengumpulkan sinar matahari yang dapat memantulkan warna NZI trap untuk menarik lalat Tabanus masuk ke dalam NZI trap. NZI trap dipasang dekat genangan air atau kubangan untuk menambah pantulan sinar matahari pada NZI trap. Jika tidak ada genangan air, dapat dimodifikasi dengan meletakkan loyang berisi air di bawah NZI trap sebagai media pengumpul pantulan cahaya pada NZI trap. NZI trap juga dapat dilengkapi dengan bola plastik yang dicat hitam legam yang digantungkan di bawah NZI trap untuk menambah daya tarik NZI trap lewat banyaknya cahaya matahari yang masuk ke dalam NZI trap. Pada bagian atas NZI trap dapat dilengkapi dengan corong yang dicat hitam agar lalat tabanus dapat tertarik masuk ke dalam botol koleksi yang terpasang di atas NZI trap. NZI trap dipasang dengan ketinggian ±50 cm dari tanah, hal ini dilakukan sebagai asumsi ketinggian trap sama dengan ketinggian badan hewan. Lalat Tabanidae beraktivitas pada pagi hari sekitar jam dan sore hari sekitar jam 15.00, sehingga trap dipasang sebelum kedua periode waktu tersebut. Trap minimal dipasang selama 24 jam. Jika trap telah dipasang, pengecekan dilakukan pada jam untuk memeriksa apakah trap tetap terpasang dengan baik. Setelah dilakukan pengecekan, keesokan harinya dilakukan pengoleksian. Hal paling penting dalam pemasangan trap adalah mencari lokasi terbaik/ the best site untuk pengoleksian. Hal ini dapat dilakukan dengan memeriksa jumlah lalat Tabanus setiap pengoleksian. Koleksi dan Identifikasi ISBN

5 Proses identifikasi dimulai dengan koleksi lalat dari NZI trap. Botol koleksi NZI trap diambil dari NZI trap kemudian dibawa ke basecamp. Di base camp, semua spesimen yang dikoleksi dapat dipilah dan diidentifikasi berdasarkan genus dan spesiesnya. Semua lalat Tabanidae kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge, tabung sentrifuge diberi label lokasi trap, dan tanggal pengoleksian. Lalat Tabanidae yang belum teridentifikasi dapat diidentifikasi kembal dengan bantuan dosen pembimbing di Laboratorium Entomologi Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Setiap identifikasi bisa dilakukan langsung secara visual dan mikroskopik dengan menggunakan kunci identifikasi taksonomi Stekhoven (1926) untuk menentukan jenis spesies lalat Tabanidae. Analisa Data Data spesies Tabanidae yang tertangkap diolah dan dianalisis secara deskriptif menggunakan tabel distribusi frekuensi. Analisis data yang dilakukan adalah kelimpahan nisbi (kn), frekuensi tertangkap (ft), dan angka dominasi (dom). Cara menghitungkelimpahan nisbi (kn), frekuensi tertangkap (ft), dan angka dominasi (dom) dilakukan dengan formula berikut; Kelimpahan Nisbi = x 100 Frekuensi Tertangkap = Angka Dominasi = Kelimpahan Nisbi x Frekuensi Tertangkap HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh dari enam periode pengambilan sampel, kami mendapat lalat Tabanidae dengan jumlah 2781 ekor. Lalat Tabanidae yang di kumpulkan selama enam periode penangkapan memiliki jumlah yang berbeda-beda dari setiap periode. Lalat Tabanidae didapat pada penangkapan pertama sejumlah 483 ekor, penangkapan kedua sejumlah 1440 ekor, penangkapan ketiga sejumlah 218 ekor, penangkapan keempat sejumlah 349 ekor, penangkapan kelima sejumlah 140 ekor dan penangkapan kelima sejumlah 151 ekor. Hasil penangkapan lalat Tabanidae per periode selama Januari-Juli 2016 dapat terlihat pada Grafik 1. ISBN

6 Tingginya jumlah lalat pada penangkapan kedua yaitu pada bulan Februari juga diikuti dengan tingginya curah hujan didaerah Desa Penyangga TNUK yaitu 413 mm. Salah satu proses siklus hidup lalat Tabanidae akan meletakkan telurnya pada daun tanaman seperti padi atau rumput dekat dengan tempat berair (Hadi et al. 2010). Terdapat beberapa lingkungan hidup yang disukai oleh lalat-lalat Tabanidae. Lalat Tabanidae biasanya tersebar di tanah gembalaan sapi, pastura ternak, dan hutan yang dekat dengan sumber air. Tingginya curah hujan membuat banyaknya ketersediaan air sehingga dapat menyebabkan tingginya jumlah lalat Tabanidae di lingkungan. Grafik 1 Jumlah Lalat Tabanidae per Periode Penangkapan Januari Juli 2016 Keanekaragaman lalat yang tertangkap terdiri atas 32 jenis spesies lalat Tabanidae. Terdapat 5 spesies dominan selama periode penangkapan yaitu Tabanus megalops, Tabanus striatus, Tabanus tristis, Tabanus rubidus dan Haematopota truncata. Tabanus megalops adalah lalat yang paling mendominasi pada saat periode penangkapan yaitu dengan nilai dominasi Tabanus striatus memiliki nilai dominasi 5.65, Tabanus tristis memiliki nilai dominasi 2.33, Tabanus rubidus memiliki nilai dominasi 3.06, dan Haematopota truncata memiliki nilai dominasi Nilai ini menunjukan bagaimana dominasi spesies selama periode penangkapan. Tabanus megalops, Tabanus striatus, Tabanus rubidus dan Haematopota truncata memiliki nilai frekuensi penangkapan 1. Hal ini menunjukan bahwa spesies tersebut selalu didapat selama periode penangkapan. ISBN

7 Spesies lalat yang tertangkap terdiri atas 3 genus dari 2 subfamili Tabanidae yaitu genus Chrysops (Chrysops fasciata dan Chrysops fixissima) dari subfamili Chrysopsinae, Tabanus dan Haematopota (Haematopota truncata) dari subfamili Tabaninae. Subfamili Chrysopsinae memiliki ukuran tubuh sekitar 6-10 mm, sementara Tabaninae memiliki rentang ukuran tubuh lebih dari 10 mm. Genus Chrysops, Tabanus dan Haematopota memiliki potensi sebagai vektor mekanis yang dapat menularkan trypanosoma pada Badak Jawa. Lalat Tabanidae memiliki beberapa kebiasaan hidup pada fase dewasanya. Lalat jantan dewasa dan betina biasanya mengisap polen atau nektar sebagai bahan makanan. Akan tetapi, lalat betina dewasa bersifat pengisap darah atau (hematophagous). Betina membutuhkan darah segar untuk perkembangan oogenesisnya atau menjalankan siklus gonotropiknya (Chandra et al. 2015). Data hasil penangkapan dari enam periode koleksi lalat Tabanidae selama Januari Juli 2016 dapat terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Data Hasil Dari Enam Periode Penangkapan Januari Juli 2016 No Spesies Total per Spesies Kelimpahan Nisbi Frekuensi Dominasi Penangkapan Frekuensi Spesie 1 Tabanus megalops ,62 6 1,00 80,62 2 T. striatus 157 5,65 6 1,00 5,65 3 T. tristis 97 3,49 4 0,67 2,33 4 T. rubidus 85 3,06 6 1,00 3,06 5 Haematopota truncata 74 2,66 6 1,00 2,66 6 T. cohaerens 31 1,11 2 0,33 0,37 7 T. hirtistriatus 12 0,43 4 0,67 0,29 8 T. canipus 10 0,36 4 0,67 0,24 9 T. fumipennis 8 0,29 3 0,50 0,14 10 Chrysops fasciata 8 0,29 4 0,67 0,19 11 T. flammeus 8 0,29 1 0,17 0,05 12 T. immanis 7 0,25 2 0,33 0,08 13 Chrysops fixissima 6 0,22 3 0,50 0,11 14 T. auristriatus 10 0,36 3 0,50 0,18 15 T. rufiventris 3 0,11 3 0,50 0,05 16 T. ochroater 2 0,07 1 0,17 0,01 17 T. paralelliventer 2 0,07 1 0,17 0,01 18 T. brunneothorax 2 0,07 1 0,17 0,01 19 T. griseipalpis 2 0,07 2 0,33 0,02 20 T. ceylonicus 2 0,07 2 0,33 0,02 ISBN

8 21 T. flavistriatus 2 0,07 1 0,17 0,01 22 T. hybridus 1 0,04 1 0,17 0,01 23 T. basalis 1 0,04 1 0,17 0,01 24 T. longirostris 1 0,04 1 0,17 0,01 25 T. indianus 1 0,04 1 0,17 0,01 26 T. albicinctus 1 0,04 1 0,17 0,01 27 T. flavitibiatus 1 0,04 1 0,17 0,01 28 T. geniculatus 1 0,04 1 0,17 0,01 29 T. albitriangularis 1 0,04 1 0,17 0,01 30 T. effilatus 1 0,04 1 0,17 0,01 31 T. calidus 1 0,04 1 0,17 0,01 32 T. aurilineatus 1 0,04 1 0,17 0,01 KESIMPULAN TOTAL Sampel terbanyak diperoleh pada penangkapan ke-3 yang diikuti dengan tingginya curah hujan pada periode ini. T. megalops merupakan spesies terbanyak yang mendominasi populasi lalat Tabanidae di kedua desa. Pola jumlah populasi berdasarkan curah hujan dapat dijadikan acuan dalam pengendalian potensi lalat sebagai vektor trypanosomiasis pada Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus). SARAN Dibutuhkan data makro dan mikroklimatologi yang lengkap untuk melihat korelasi variabel keadaan cuaca dan iklim dengan total jumlah lalat Tabanidae yang tertangkap sehingga dapat menjadi acuan potensi sebagai early warning system dan pemetaan distribusi lalat Tabanidae di desa penyangga TNUK yang bermanfaat dalam proses surveilansi penyakit infeksius di desa penyangga TNUK. Dibutuhkan pemeriksaan biologi molekuler terhadap sampel lalat Tabanidae yang telah dikoleksi untuk melihat ada atau tidaknya penyakit dan kandungan darah inang dari sampel lalat sebagai upaya konfirmasi adanya kejadi infeksi silang dari ternak kerbau milik penduduk desa penyangga TNUK dengan satwa simpatrik ungulata di dalam kawasan TNUK seperti banteng dan Badak Jawa. DAFTAR PUSTAKA ISBN

9 Chandra k, Halder S, Raha A, Parui P, Banerjee D Tabanid flies (Insecta: Diptera) from Chhattisgarh, India. Journal of Threatened Taxa. 7(10): Didik TS Perkembangan, Struktur, Mekanisme Kerja dan Efikasi Trypanosidal untuk Surra. WARTAZOA. 24(1): 1-15.[CIVAS] Penyakit surra (trypanosomiasis) dan pengendaliannya. [Internet]. [diunduh 2015 Des 25]; 22: 17. Tersedia pada: Hadi UK dan Soviana S Ektoparasit : pengenalan, Identifikasi, dan pengendalian. Bogor (ID) : IPB Press. Hopla CE, Durdan LA, Keirans JE. Ectoparasites and classification. Rev. sci. tech. Off. int. Epiz. 13 (4): Maity A, Naskar A, Mukhopadhyay E, Hazra S, Sengupta J, Ghosh S, Banerjee D Taxonomic studies on Tabanidae (Insecta: Diptera) from Himachal Pradesh, India. International Journal of Fauna and Biological Studies. 2 (4): Nevill EM, Stuckenberg BR, Phelps RJ Vectors: Tabanidae. In: COETZER, J.AW. & TUSTIN, R.C. (eds.) Infectious diseases of livestock. Cape Town: Oxford University Press. Stekhoven Jr JHS The Tabanids of the Dutch East Indian Archipelago. Buitenzorg : Zoologist- Parasitologist of the Veterinary State Laboratories. Vellayan S. Mohamad A, Radcliffe RW, Lowenstine LJ, Epstein J, Reid SA, Paglia DE, Radcliffe RM, Roth TL, Foose TJ et al Trypanosomiasis (Surra) in the captive Sumatran Rhinoceros (Dicerorhinus Sumatrensis Sumatrensis) in Peninsular Malaysia.[Proceeding]. 11th International Conference Of The Association Of Institutions For Tropical Veterinary Medicine And 16th Veterinary Association Malaysia Congress: AUGUSTUSS 200: SUNWAY PYRAMID CONVENTION CENTRE, PETALING JAYA. hlm ISBN

2 POLA TRANSMISI PENYAKIT PADA BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

2 POLA TRANSMISI PENYAKIT PADA BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON 2 POLA TRANSMISI PENYAKIT PADA BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Pendahuluan Badak jawa (Rhinoceros sondaicus) merupakan spesies badak yang ada di Indonesia yang keberadaannya terancam punah. IUCN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. peternakan skala besar saja, namun peternakan skala kecil atau tradisional pun

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. peternakan skala besar saja, namun peternakan skala kecil atau tradisional pun BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Peternakan merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang perekonomian bangsa Indonesia dan sektor peternak juga menjadi salah satu sektor yang menunjang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Status satwa liar di Indonesia terutama satwa badak mencapai tingkat yang paling mengkhawatirkan, populasi badak sumatera berkurang hingga 30% dalam 20 tahun terakhir sedangkan

Lebih terperinci

LALAT TABAWIDAE DAN PERANANNYA DALAM EPIDEMIOLOGI PENYAKIT SURRA

LALAT TABAWIDAE DAN PERANANNYA DALAM EPIDEMIOLOGI PENYAKIT SURRA LALAT TABAWIDAE DAN PERANANNYA DALAM EPIDEMIOLOGI PENYAKIT SURRA SUSl SOVIANA B 20.0556 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1988 RINGKASAN SUSI SOVIANA. Lalat Tabanidae dan Peranannya Dalam

Lebih terperinci

LAPORAN KEMAJUAN BROP DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Labuan, Pebruari 2010

LAPORAN KEMAJUAN BROP DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Labuan, Pebruari 2010 LAPORAN KEMAJUAN BROP DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Labuan, Pebruari 2010 A. Latar Belakang Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang terletak di Semenanjung kepala burung di ujung Barat Pulau Jawa (Provinsi

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM DESKRIPSI PEMBANGUNAN JAVAN RHINO STUDY AND CONSERVATION AREA (Areal Studi dan Konservasi Badak Jawa) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI

Lebih terperinci

Pendekatan Konservasi Melalui Aspek Medis Teknik medis konservasi mulai diperlukan dengan mempertimbangkan adanya berbagai ancaman yang dapat

Pendekatan Konservasi Melalui Aspek Medis Teknik medis konservasi mulai diperlukan dengan mempertimbangkan adanya berbagai ancaman yang dapat PENDAHULUAN Badak jawa (Rhinoceros sondaicus) merupakan mamalia besar yang tergolong langka karena jumlahnya tidak melebihi 60 ekor di seluruh dunia, sehingga IUCN memasukan badak jawa dalam kategori terancam

Lebih terperinci

Progres Pembangunan JRSCA di Taman Nasional Ujung Kulon sampai Bulan Agustus 2014

Progres Pembangunan JRSCA di Taman Nasional Ujung Kulon sampai Bulan Agustus 2014 PROGRES PEMBANGUNAN JAVAN RHINO STUDI AND CONSERVATION AREA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON SAMPAI BULAN AGUSTUS 2014 Untuk menyelamatkan badak jawa dari kepunahan, Pemerintah Indonesia menetapkan Strategi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis sapi perah yang paling

Lebih terperinci

MEMANTAU HABITAT BADAK JAWA

MEMANTAU HABITAT BADAK JAWA NEWSLETTER [CLICK TO TYPE THE PHOTO CREDIT] 2013 MEMANTAU HABITAT BADAK JAWA Badak Jawa yang memiliki nama latin Rhinoceros sondaicus merupakan salah satu hewan yang dijamin oleh Undang-undang di Indonesia

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON 51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Badak jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest, 1822) merupakan spesies paling langka diantara lima spesies badak yang ada di dunia sehingga dikategorikan

Lebih terperinci

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53 SIARAN PERS Populasi Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon Jakarta, 29 Desember 2011 Badak jawa merupakan satu dari dua jenis spesies badak yang ada di Indonesia dan terkonsentrasi hanya di wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung proses-proses ekologis di dalam ekosistem. Kerusakan hutan dan aktivitas manusia yang semakin meningkat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Ongole (Bos indicus) Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di Indonesia, sapi ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu Sumba ongole dan

Lebih terperinci

LALAT TABAWIDAE DAN PERANANNYA DALAM EPIDEMIOLOGI PENYAKIT SURRA

LALAT TABAWIDAE DAN PERANANNYA DALAM EPIDEMIOLOGI PENYAKIT SURRA LALAT TABAWIDAE DAN PERANANNYA DALAM EPIDEMIOLOGI PENYAKIT SURRA SUSl SOVIANA B 20.0556 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1988 RINGKASAN SUSI SOVIANA. Lalat Tabanidae dan Peranannya Dalam

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani²

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² ¹Mahasiswa Program S1 Biologi ²Dosen Bidang Zoologi Jurusan Biologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan di penangkaran PT. Mega Citrindo di Desa Curug RT01/RW03, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Entomologi Fakultas

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON (Study of Wallow Characteristics of Javan Rhinoceros - Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822 in

Lebih terperinci

KECACINGAN TREMATODA Schistosoma spp. PADA BADAK SUMATERA (Dicerorhinus sumatrensis) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

KECACINGAN TREMATODA Schistosoma spp. PADA BADAK SUMATERA (Dicerorhinus sumatrensis) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS KECACINGAN TREMATODA Schistosoma spp. PADA BADAK SUMATERA (Dicerorhinus sumatrensis) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS Sulinawati 1), Saputra, I G.N.A. W.A 2), Ediwan 3), Priono, T.H. 4), Slamet 5), Candra,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk 16 Identifikasi Nyamuk HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis nyamuk yang ditemukan pada penangkapan nyamuk berumpan orang dan nyamuk istirahat adalah Ae. aegypti, Ae. albopictus, Culex, dan Armigeres. Jenis nyamuk

Lebih terperinci

Progres Pembangunan. Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) di Taman Nasional Ujung Kulon PENDAHULUAN

Progres Pembangunan. Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) di Taman Nasional Ujung Kulon PENDAHULUAN Progres Pembangunan Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) di Taman Nasional Ujung Kulon PENDAHULUAN Populasi badak jawa di TNUK merupakan satu-satunya populasi secara potensial masih memungkinkan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Stadium Larva Telur nyamuk Ae. aegyti menetas akan menjadi larva. Stadium larva nyamuk mengalami empat kali moulting menjadi instar 1, 2, 3 dan 4, selanjutnya menjadi

Lebih terperinci

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 343 meter

Lebih terperinci

Persentase positif

Persentase positif ISSN : 1411-8327 Kecacingan Trematoda pada Badak Jawa dan Banteng Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon PREVALENCE OF TREMATODES IN JAVAN RHINOCROS AND BANTENG AT UJUNG KULON NATIONAL PARK Risa Tiuria 1,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN I. UMUM Pengaturan pengendalian dan penanggulangan Penyakit Hewan menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA. Surel :

KAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA. Surel : 19-20 November KAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA Yusrina Avianti Setiawan 1), Muhammad Kanedi 1), Sumianto 2), Agus Subagyo 3), Nur Alim

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5543 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 130) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : X

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : X TRYPANOSOMIASIS PADA SAPI BALI DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN TERNAK (Trypanosomiasis in Bali Cattle Seedlings and Live Stock Reaserch Center) NKH Saraswati, Ketut Mastra, Made Sutawijaya,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 14 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan dikenal sebagai salah satu Megabiodiversity Country. Pulau Sumatera salah

Lebih terperinci

METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian 11 METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai Juni 2009. Pengamatan serangga dilakukan di dua lokasi, yaitu pada pertanaman H. multifora di lingkungan Kampus Institut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan

... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan ... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan seek~r lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk rnenciptakannya. Dan jika lalat itu rnerarnpas sesuatu dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang pesat, membaiknya keadaan ekonomi dan meningkatnya kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

Perjanjian Kerjasama Tentang Pengembangan dan Pemasaran Produk Ekowisata Taman Nasional Ujung Kulon.

Perjanjian Kerjasama Tentang Pengembangan dan Pemasaran Produk Ekowisata Taman Nasional Ujung Kulon. DATA MITRA BALAI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON PERIODE 2011 S/D 2014 1. PT KHARISMA LABUAN WISATA Perjanjian Kerjasama Tentang Pengembangan dan Pemasaran Produk Ekowisata Taman Nasional Ujung Kulon. Jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit Surra merupakan penyakit pada ternak yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit Surra merupakan penyakit pada ternak yang disebabkan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Surra merupakan penyakit pada ternak yang disebabkan oleh protozoa Trypanosoma evansi. Penyakit ini juga menyerang hewan domestik dan hewan liar. Parasit ini

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian 17 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng yaitu Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Kota Palangka Raya (Gambar 1).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Pusat Pembibitan dan Penggemukan Ternak Wonggahu pada tahun 2002 dikelola oleh Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang- I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah langka. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Penelitian dimulai dari bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Frekuensi = Dominasi Spesies Angka dominasi spesies dihitung berdasarkan hasil perkalian antara kelimpahan nisbi dengan frekuensi nyamuk tertangkap spesies tersebut dalam satu waktu penangkapan. Dominasi

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Hasil Identifikasi Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak yang memiliki sapi terinfestasi lalat Hippobosca sp menyatakan bahwa sapi tersebut berasal dari Kabupaten

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi 1.1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70%, akuades, dan larutan gliserin. 1.1.2. Alat

Lebih terperinci

TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM.

TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM. TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM Nur Rahma 1, Syahribulan 2, Isra Wahid 3 1,2 Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin 3 Jurusan Parasitologi,

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

Prevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

Prevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung Prevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDING CENTER SOBANGAN VILLAGE, DISTRICT MENGWI, BADUNG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Blok C Laboratorium Lapang Bagian Produksi Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN METODE PENELITIAN. gunaan bersama tempat-tempat tersebut oleh badak jawa dan banteng.

PENDAHULUAN METODE PENELITIAN. gunaan bersama tempat-tempat tersebut oleh badak jawa dan banteng. Media Konservasi Vol. VII, No. 2, Juni 2001 : 69-74 PENGGUNAAN SUMBERDAYA AIR, PAKAN DAN COVER OLEH BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus, Desmarest 1822) DAN BANTENG (Bos javanicus, d'alton 1832) DI DAERAH

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian, Deskripsi Lokasi 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semut, alkohol 70% dan gliserin. b. Alat Alat-alat

Lebih terperinci

Cara Berbeda Penghitungan Badak Jawa. Di Ujung Kulon Pada Tahun Ir. Agus Priambudi, M.Sc

Cara Berbeda Penghitungan Badak Jawa. Di Ujung Kulon Pada Tahun Ir. Agus Priambudi, M.Sc Press Release Cara Berbeda Penghitungan Badak Jawa Di Ujung Kulon Pada Tahun 2010 P engelolaan TN. Ujung Kulon dititikberatkan pada bagaimana mempertahankan keberadaan satwa langka badak jawa (Rhinoceros

Lebih terperinci

SOAL KONSEP LINGKUNGAN

SOAL KONSEP LINGKUNGAN 131 SOAL KONSEP LINGKUNGAN 1. Ciri-ciri air yang tidak tercemar adalah a. Tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa b. Berkurangnya keberagaman biota perairan c. Banyak biota perairan yang mati d.

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25-

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25- I. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) dan lahan kampus Universitas Islam Negeri Sultan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya, BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman hayati yang beragam. Wilayahnya yang berada di khatuistiwa membuat Indonesia memiliki iklim tropis, sehingga

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus) merupakan salah satu jenis satwa liar yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian deskriftif dengan kegiatan secara eksploratif yaitu observasi dengan mengambil sampel secara langsung.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

SEROPREVALENSI TRYPANOSOMIASIS DI PULAU SUMBAWA, PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT

SEROPREVALENSI TRYPANOSOMIASIS DI PULAU SUMBAWA, PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT SEROPREVALENSI TRYPANOSOMIASIS DI PULAU SUMBAWA, PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT (Seroprevalence of Trypanosomiasis in Sumbawa Island, West Nusa Tenggara Province) I Ketut Mastra Balai Besar Veteriner Denpasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan keanekaragaman jenis flora dan fauna yang tinggi. Salah satu kekayaan fauna di Indonesia yang memiliki daya tarik tinggi

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN (Kasus Kampung Cimenteng, Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa, BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa, sebagian diantaranya dikategorikan langka, tetapi masih mempunyai potensi untuk ditangkarkan, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi yang dilakukan dalam penelitian serta sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Sampai saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia

BAB I PENDAHULUAN. yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki 1598 jenis burung dengan ukuran beragam ada burung yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia leucogrammica), gemuk (Turnix

Lebih terperinci

WANDA KUSWANDA, S.HUT, MSC

WANDA KUSWANDA, S.HUT, MSC CURRICULUM VITAE WANDA KUSWANDA, S.HUT, MSC 1 Jabatan Peneliti Peneliti Madya 2 Kepakaran Konservasi Sumberdaya Hutan 3 E-mail wkuswan@yahoo.com 4 Riwayat Pendidikan S1 : Jurusan Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian deskriptif dengan kegiatan secara eksploratif yaitu observasi dengan mengambil sampel secara langsung.

Lebih terperinci

1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. peroleh dari lahan pertanian organik dan lahan pertanian intensif di Desa

1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. peroleh dari lahan pertanian organik dan lahan pertanian intensif di Desa 16 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian A. Materi a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah yang di peroleh dari lahan pertanian organik dan lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption.

ABSTRACT. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption. ABSTRACT ESWA TRESNAWATI. The Life Cycle and Growth of Graphium agamemnon L. and Graphium doson C&R. Butterflies (Papilionidae: Lepidoptera) Fed by Cempaka (Michelia champaca) and Soursoup (Annona muricata).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif - eksploratif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk mengumpulkan

Lebih terperinci

Selama menjelajah Nusantara, ia telah menempuh jarak lebih dari km dan berhasil mengumpulkan spesimen fauna meliputi 8.

Selama menjelajah Nusantara, ia telah menempuh jarak lebih dari km dan berhasil mengumpulkan spesimen fauna meliputi 8. PENGANTAR PENULIS Indonesia menempati urutan ke dua di dunia, dalam hal memiliki keragaman flora dan fauna dari 17 negara paling kaya keragaman hayatinya. Brasil adalah negara terkaya dengan hutan Amazonnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati baik flora dan fauna yang sangat tinggi, salah satu diantaranya adalah kelompok primata. Dari sekitar

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 28 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, dimulai dari bulan November- Desember 2011. Lokasi pengamatan disesuaikan dengan tipe habitat yang terdapat di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu 46 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kupu-kupu raja helena (Troides helena L.) merupakan kupu-kupu yang berukuran

I. PENDAHULUAN. Kupu-kupu raja helena (Troides helena L.) merupakan kupu-kupu yang berukuran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kupu-kupu raja helena (Troides helena L.) merupakan kupu-kupu yang berukuran besar dan memiliki warna sayap yang menarik sehingga sering diambil dari alam untuk dijadikan

Lebih terperinci

TRYPANOSOMIASIS DAN THEILERIOSIS DI KENYA (Suatu tinjauan dari hasil kunjungan ke Kenya, 1983)

TRYPANOSOMIASIS DAN THEILERIOSIS DI KENYA (Suatu tinjauan dari hasil kunjungan ke Kenya, 1983) TRYPANOSOMIASIS DAN THEILERIOSIS DI KENYA (Suatu tinjauan dari hasil kunjungan ke Kenya, 1983) Ismu Prastyawati Balai Penelitian Penyakit Hewan, Bogor PENDAHULUAN Tulisan ini merupakan hasil kunjungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan aegypti dan albopictus. [1] Nyamuk ini bersifat

Lebih terperinci

DIMENSI SOSIAL DAN EKOLOGI MASYARAKAT TERHADAP POTENSI TRANSMISI PENYAKIT PADA BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

DIMENSI SOSIAL DAN EKOLOGI MASYARAKAT TERHADAP POTENSI TRANSMISI PENYAKIT PADA BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON DIMENSI SOSIAL DAN EKOLOGI MASYARAKAT TERHADAP POTENSI TRANSMISI PENYAKIT PADA BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ANDRIANSYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia besar yang hidup di Pulau Jawa. Menurut Alikodra (1823), satwa berkuku genap ini mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

3 DIMENSI NILAI SOSIAL DAN EKONOMI KERBAU DI MASYARAKAT TERHADAP ANCAMAN POPULASI BADAK JAWA. Pendahuluan

3 DIMENSI NILAI SOSIAL DAN EKONOMI KERBAU DI MASYARAKAT TERHADAP ANCAMAN POPULASI BADAK JAWA. Pendahuluan 3 DIMENSI NILAI SOSIAL DAN EKONOMI KERBAU DI MASYARAKAT TERHADAP ANCAMAN POPULASI BADAK JAWA Pendahuluan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) secara administratif terletak di Kecamatan Sumur dan Cimanggu,

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN LALAT (Cyclorrapha: Diptera) PADA LOKASI PENJUALAN IKAN SEGAR DI KOTA PADANG. Oleh

KEANEKARAGAMAN LALAT (Cyclorrapha: Diptera) PADA LOKASI PENJUALAN IKAN SEGAR DI KOTA PADANG. Oleh KEANEKARAGAMAN LALAT (Cyclorrapha: Diptera) PADA LOKASI PENJUALAN IKAN SEGAR DI KOTA PADANG Oleh Pipi Yuliana Putri, Jasmi, Armein Lusi Zeswita Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat.

Lebih terperinci

2016 PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI MACAM PAKAN ALAMI TERHAD APPERTUMBUHAN D AN PERKEMBANGAN FASE LARVA

2016 PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI MACAM PAKAN ALAMI TERHAD APPERTUMBUHAN D AN PERKEMBANGAN FASE LARVA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kupu-kupu merupakan satwa liar yang menarik untuk diamati karena keindahan warna dan bentuk sayapnya. Sebagai serangga, kelangsungan hidup kupu-kupu sangat

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

Global Warming. Kelompok 10

Global Warming. Kelompok 10 Global Warming Kelompok 10 Apa itu Global Warming Global warming adalah fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (green house effect) yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yakni penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang Penentuan Kuota Panenan dan Ukuran Populasi Awal Rusa Timor di Penangkaran Hutan Penelitian Dramaga ini dilakukan di Hutan Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta lokasi penelitian. loupe, kuas, sarung tangan, jaring serangga,

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta lokasi penelitian. loupe, kuas, sarung tangan, jaring serangga, 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perkebunan nanas di tiga desa yaitu Sempu, Sugihwaras, dan Manggis, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur (Gambar 1), yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dilakukan pada bulan Desember Maret Penelitian dilaksanakan di

III. METODE PENELITIAN. dilakukan pada bulan Desember Maret Penelitian dilaksanakan di III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian tentang tanda keberadaan tidak langsung kelelawar pemakan buah telah dilakukan pada bulan Desember 2014 - Maret 2015. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit penyebab masalah kesehatan masyarakat terutama di negara tropis dan sub tropis yang sedang berkembang. Pertumbuhan penduduk yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan gajah yang keberadaannya sudah mulai langka. Taman Nasional. Bukit Barisan Selatan termasuk ke dalam taman nasional yang memiliki

I. PENDAHULUAN. dan gajah yang keberadaannya sudah mulai langka. Taman Nasional. Bukit Barisan Selatan termasuk ke dalam taman nasional yang memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan salah satu dari tiga taman nasional yang ada di Sumatera yang dapat mewakili prioritas tertinggi unit konservasi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM: MODEL DALAM PENGELOLAAN POPULASI BADAK JAWA

PEMBAHASAN UMUM: MODEL DALAM PENGELOLAAN POPULASI BADAK JAWA PEMBAHASAN UMUM: MODEL DALAM PENGELOLAAN POPULASI BADAK JAWA Pendahuluan Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) merupakan salah satu megaherbivora yang tidak ikut punah pada saat terjadi perubahan iklim global

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi

PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi PENDAHULUAN Infeksi cacing hati (fasciolosis) pada ternak ruminansia (sapi dan kerbau) di Indonesia merupakan penyakit parasiter yang disebabkan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci