H. DOUGLAS J. MANURUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "H. DOUGLAS J. MANURUNG"

Transkripsi

1 OPTIMASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN TERPADU BERKELANJUTAN TPST BANTARGEBANG, KOTA BEKASI H. DOUGLAS J. MANURUNG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Saya yang tertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa tesis yang berjudul: Optimasi Pengelolaan Lingkungan Terpadu Berkelanjutan TPST Bantargebang, Kota Bekasi, adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Bogor, September 2009 H. Douglas J. Manurung P

3 ABSTRACT H. Douglas J. Manurung Optimizing of Sustained Integrated Environment Management in TPST Bantargebang, Bekasi. Supervised by Surjono Hadi Sutjahjo, and Suaedi. ABSTRACT The growth and development of city bring impacts to the environment. One of the source impact is municipal solid waste, which is increase along with the growth of population and slums area and makes it more difficult to handle. Jakarta, as a metropolitan city in Indonesia also have the same case, municipal solid waste problems. Jakarta produces solid waste 6,525 tons daily, and 70% of it is delivered to TPST Bantargebang, Bekasi. The existence of TPST Bantargebang brings serious impact to this important element: environment, include society nearby. Because of poor handling, the area and population around TPST Bantargebang had been already polluted by the municipal solid waste. Even, TPST Bantargebang is now using integrated waste processing technology, which is developed from open dumping system and Sanitary Landfill System implemented since its first operation. This integrated technology is designed to solve various of environment problems in this landfill area. The capacity of TPST to receive all Jakarta s garbage would reach its limit soon, and this become a serious problem to The Government of DKI Jakarta as well as Bekasi Government. The relation between both government also become a serious problem since TPST belong to Jakarta s Government but under territory of the Government of Bekasi. Integrated waste processing technology have to implemented soon, because without it, the society nearby will live in polluted water, soil and air. To find an integrated and sustained TPST s solution, we needs to approach from the stakeholders viewpoints. No longer government, nor society nearby, nor incumbent investor, nor NGO forced its own ways to be implemented in TPST, but together they have to bring solutions from their own perspectives to achieve win-win solutions. The solution will be environment and society oriented and will transform the TPST to be an integrated and sustained sanitary landfill by combining sanitary landfill method with other modern technology, such as a plastic recycle industry, composting, gasification/pyrolisis technology, landfill gas and anaerobic digestion technology which produces power electricity. The aim of this research is to create a sustained integrated scenario that will optimize the environment management in TPST Bantargebang Bekasi. Optimizing of sustained integrated environment management in this landfill is implemented through 8 (eight) programs: society empowerment, good scavenger handling, to set scavenger cooperation, TPST to be a profit centered industry, optimizing sanitary landfill, development of existing infrastructure, implementing new waste processing technology and developing integrated zone.

4 RINGKASAN H. Douglas J. Manurung Optimasi Pengelolaan Lingkungan Terpadu Berkelanjutan TPST Bantargebang, Kota Bekasi. Dibimbing oleh: Surjono H. Sutjahjo, dan Suaedi. Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota dapat menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan. Salah satu efek negatif tersebut adalah masalah lingkungan hidup yang disebabkan sampah. Kuantitas sampah yang terus meningkat diiringi meningkatnya kepadatan penduduk dan meningkatnya kawasan pemukiman kumuh di kota-kota besar semakin menyulitkan upaya pengelolaan sampah dari waktu ke waktu. Tanpa diimbangi dengan pengelolaan yang memadai, sampah bisa menjadi beban terhadap lingkungan dan berdampak negatif, seperti menimbulkan pencemaran air, tanah dan udara. Sampah yang dikirim ke TPST Bantargebang ini akan menimbulkan masalah apabila tidak dikelola dengan baik, karena sampah ini merupakan penyumbang gas rumah kaca dalam bentuk CH 4 dan CO 2. Fakta bahkan menunjukkan bahwa CH 4 mempunyai kekuatan merusak kali lipat dari CO 2 dan pada konsentrasi 15% di udara gas metan berpotensi menimbulkan ledakan dengan sendirinya. Selain mencemari udara, berdasarkan penelitian yang dilakukan di lingkungan TPST Bantargebang pada tahun 1999 oleh Dinas Kesehatan dan Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi disimpulkan bahwa sebanyak 40% derajat keasaman (ph) air sudah diambang batas, 95% ditemukan bakteri E. Coli di air tanah, dan 35% tercemar salmonella. Dan dari penelitian yang sama ditemukan bahwa 34% hasil foto rontgen ditemukan penduduk posistif menderita TBC, 99% mengalami ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas), dan 8% penduduk mengalami tukak lambung. Dampak sosial yang timbul diantaranya adalah terjadinya pencurian ratusan pipa paralon (pipa ventilasi) pada sanitary landfill yang berfungsi untuk membuang gas metan, sehingga menyebabkan saluran gas metan mengalami kebuntuan. Akibatnya timbul kebakaran di beberapa zona TPST sehingga menimbulkan asap dan pencemaran udara. TPST Bantargebang juga menyebabkan dampak pada hubungan dua pemerintah daerah. Masalah ini diawali sejak perubahan status Kota Administratif Bekasi menjadi Kota Bekasi pada tahun 1996, dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1996 tanggal 18 Desember 1996, yang menyebabkan tidak jelasnya kewenangan instansi pengelola sampah. Selama periode tersebut Pemerintah DKI Jakarta kurang memperhatikan pengelolaan TPST Bantargebang. Kondisi ini di mana TPST adalah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedangkan wilayah teritorial di bawah Pemerintah Kota Bekasi menyebabkan permasalahan pengelolaan TPST Bantargebang menjadi semakin kompleks. Berdasarkan uraian tersebut diperlukan sebuah skenario pengelolaan TPST yang optimal, terpadu dan berkelanjutan dengan menggunakan pendekatan partisipatif. Tujuan umum penelitian adalah untuk menghasilkan suatu skenario pengelolaan TPST yang optimal, terpadu, dan berkelanjutan dengan menggunakan pendekatan dimensi sosial, ekologi, ekonomi, dan teknologi. Untuk mencapai tujuan umum tersebut, penelitian ini dibagi menjadi 3 subtujuan, yaitu: (1) menganalisis status kualitas lingkungan sekitar TPST bantargebang, (2)

5 menganalisis persepsi masyarakat sekitar TPST Bantargebang dan stakeholder serta (3) menganalisis optimasi pengelolaan lingkungan TPST Bantargebang. Penelitian ini dilakukan di TPST Sampah Bantargebang, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat, dan dibagi ke dalam empat tahapan, yaitu: (1) mendeskripsikan kualitas lingkungan dan kondisi sosial masyarakat, (2) menganalisis kualitas air, tanah, udara, dan komponen biologis di dalam dan di sekitar lokasi TPST Bantargebang, (3) melakukan PRA di tingkat masyarakat dan FGD di tingkat stakeholder Kota Bekasi dan DKI Jakarta, serta (4) menyusun skenario pengelolaan TPST Bantargebang yang optimal. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa (1) kualitas air di sekitar TPST Bantargebang pada tahun 2008 sudah berada di luar baku mutu, tetapi tanah dan udara belum tercemar oleh logam berat, dan populasi lalat masih di bawah baku mutu, (2) masyarakat menganggap keberadaan TPST menguntungkan bagi mereka, dan mereka mengharapkan pengelola TPST dapat memfasilitasi pengembangan ekonomi mereka, (3) optimasi pengelolaan lingkungan terpadu berkelanjutan TPST Sampah Bantargebang dapat dilakukan dengan 8 (delapan) program yang menyentuh dimensi sosial, dimensi ekonomi, dimensi ekologi, dimensi teknologi yaitu: (a) melakukan pemberdayaan masyarakat sekitar, (b) melakukan penanganan terhadap pemulung, (c) mendirikan dan membina koperasi untuk pemulung, (d) menjadikan TPST sebuah industri yang mengarah ke profit center, (e) pengembangan sarana dan prasarana eksisting, (f) pengembangan sarana dan prasarana pengelohan sampah yang baru dengan sistem terpadu antara pengelolaan sanitary landfill dan teknologi modern yang ramah lingkungan, (g) optimasi operasional sanitary landfill dengan berkomitmen pada Standard Operation Procedure (SOP), (h) pembangunan integrated zone dan Pusat Studi Persampahan. Optimasi pengelolaan lingkungan terpadu berkelanjutan ini diharapkan memenuhi konsep zero waste. Kata-kata kunci: optimasi, terpadu, berkelanjutan, pengelolaan, lingkungan, TPST Sampah

6 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

7 OPTIMASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN TERPADU BERKELANJUTAN TPST BANTARGEBANG, KOTA BEKASI Oleh: H. DOUGLAS J. MANURUNG Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

8 Judul Disertasi : Optimasi Pengelolaan Lingkungan Terpadu Berkelanjutan TPST Bantargebang, Kota Bekasi Nama : H. Douglas J. Manurung NIM : P Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Disetujui: Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS Ketua Dr. Suaedi, SPd., MSi Anggota Diketahui: Ketua Program Studi PSL Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S. Tanggal ujian: 12 September 2009 Tanggal lulus:

9 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas selesainya penyusunan tesis ini. Tesis merupakan salah satu prasyarat untuk menyelesaikan studi Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB). Obyek penelitian ini adalah tempat pemusnahan sampah akhir (TPST) sampah Bantargebang, Kota Bekasi. Adapun tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk menghasilkan suatu skenario pengelolaan TPST yang optimal, terpadu, dan berkelanjutan dengan menggunakan pendekatan dimensi sosial, ekologi, ekonomi, dan teknologi. Ucapan terimakasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS, sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan sebagai Ketua Program Studi, dan Bapak Dr. Suaedi, SPd., MSi., sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan kontribusi besar dalam bentuk saran pemikiran, bimbingan dan motivasinya sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada isteri tercinta Ernika Sitorus, ananda terkasih Stephen Boas Manurung, Patrick Marcellino Manurung dan Felipe Carlito Manurung, serta kepada Orang tua dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Sdr. Roy Marthin Sihombing, ST. dan Sdr. Ir. Agus L. Toruan yang sudah banyak membantu dalam mempersiapkan penulisan tesis ini sampai selesai. Pada kesempatan ini saya sampaikan juga ucapan terima kasih kepada Jajaran Direksi dan Staff PT. Godang Tua Jaya JO PT. Navigat Organic Energy Indonesia yang telah banyak membantu dalam penyediaan data dan memfasilitasi terlaksananya Participatory Rural Appraisal (PRA) dan focus group discussion (FGD). Penulis menyadari bahwa tesis ini merupakan rancangan kajian yang relatif singkat dan terbatas serta jauh dari sempurna, karena sebagai manusia biasa tidak lepas dari kekurangan dan kekhilafan. Untuk itu, kritikan dan saran dari pembaca akan sangat membantu penyempurnaan tesis ini. Pada akhirnya penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Bogor, September 2009 H. Douglas J. Manurung

10 RIWAYAT HIDUP H. Douglas J. Manurung lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara pada tanggal 29 Desember 1967 dari ayah Drs. Jamiat Manurung dan ibu Bertha Rajagukguk, sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Riwayat pendidikan penulis dimulai saat memasuki sekolah taman kanakkanak pada tahun 1973 di TK Ostrom Memorial Methodist, Tebing Tinggi Deli. Kemudian tahun 1974 sampai dengan 1978 penulis bersekolah di SD Kristen Methodist II masih di kota yang sama, lalu dilanjutkan di SD Kristen Kalam Kudus Pematang Siantar sampai selesai tahun Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 4 Pematang Siantar lulus tahun 1983, dan SMA Negeri 2 Pematang Siantar lulus tahun Pada tahun 1986 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan). Setahun kemudian, tahun 1987, diterima di Jurusan Budi daya Pertanian, Program Studi Agronomi dengan memilih bidang keahlian tanaman perkebunan, dan lulus Pada tahun 1992 menyelesaikan MBA Programme for fresh graduate di Institut Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (IPPM) di Jakarta. Sejak tahun 2007 penulis menempuh pendidikan S2 di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor. Riwayat pekerjaan penulis dimulai pada tahun 1992 sampai 1994 sebagai Product Manager di Helios Foods. Pada tahun 1994 sampai tahun 2006, penulis bekerja di PT. Sentral Multirasa Utama sebagai Marketing Manager. Sejak tahun 2004 sampai sekarang penulis bekerja di PT. Godang Tua Jaya sebagai direktur, dan pada tahun 2008 penulis ditunjuk PT. Godang Tua Jaya Joint Operation dengan PT. Navigat Organic Energy Indonesia (Investor Pengelola TPST Bantargebang) sebagai Managing Director. Pada 03 Agustus 1996, penulis menikah dengan Ernika Tiurmauli Sitorus dan telah dikaruniai 3 orang anak, Stephen Boas Manurung, Patrick Marcelino Manurung dan Felipe Carlito Manurung. Bogor, September 2009 H. Douglas J. Manurung

11 i DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i iii iv v I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerangka Pemikiran Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sampah Pengelolaan Sampah dan Permasalahannnya Kebijakan Pengolahan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Aspek Hukum Aspek Lingkungan Sanitary Landfill Pengolahan Sampah Terpadu PRA dan FGD 18 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Tahapan Penelitian Rancangan Penelitian IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Administratif Sosial Budaya Perekonomian Kondisi Umum TPST Kondisi Lingkungan TPST Sarana dan Prasarana 47 V. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1. Kualitas Lingkungan TPST Bantargebang Persepsi Masyarakat Skenario Optimal Pengelolaan TPST Strategi Implementasi... 60

12 ii VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Saran 73 DAFTAR PUSTAKA 74 LAMPIRAN

13 iii DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16 Tabel 17. Tabel 18. Tabel 19. Tabel 20. Tabel 21. Tabel 22. Tabel 23. Metode dan Analisis Kualitas Air Tujuan Penelitian, Cara Pengumpulan Data dan Jenisnya, Metode Analisis, dan Output yang Diharapkan Tata Guna Lahan Kecamatan Bantar Gebang pada Tiga Kelurahan Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Bantargebang Komposisi Penduduk Kec. Bantargebang Berdasarkan Mata Pencarian Tingkat Pendidikan Penduduk Kecamatan Bantargebang Luas Zona dan Sub Zona TPST Bantargebang Kualitas Inlet Udara Tahun 2007 Kualitas Inlet Udara Tahun 2007 Kualitas Udara di TPST dan Sekitar TPST Bantargebang Tahun 2008 Kualitas Udara di TPST dan Sekitar TPST Bantargebang Tahun 2008 Beberapa Penyakit Bawaan Sampah Data Aset Tidak Bergerak UPT TPST Bantargebang Kualitas Air Sumur di Sekitar TPST Bantargebang Tahun 2008 Kualitas Air Sungai di Sekitar TPST Bantargebang Tahun 2008 Kualitas Air Lindi di Masing-masing IPAS Tahun 2008 Hasil Uji Populasi Lalat di Zona I dan Zona IIIC Alasan Responden Membuka Usaha di TPST Masalah Utama yang Dihadapi dalam Berusaha di TPST Upaya yang diharapkan untuk Mengatasi Masalah Utama Kebutuhan Lahan untuk Setiap Fasilitas Matriks dampak skenario terhadap kondisi ekologi, ekonomi, dan sosial Kebutuhan Lahan untuk Setiap Fasilitas Pengolahan di TPST

14 iv DAFTAR GAMBAR Gambar 1a. Kerangka Pemikiran Analisis Kebijakan Pengelolaan 4 Lingkungan TPST Bantar Gebang Gambar 1b Diagram Alir Perumusan Masalah 6 Gambar 2. Mekanisme Pemusnahan Sampah 16 Gambar 3. Tahapan Penelitian 24 Gambar 4. Peta Lokasi TPST Bantargebang. 32 Gambar 5. Gafik Kualitas Air Sumur I Periode Gambar 6. Grafik Kualitas Air Sumur II Periode Gambar 7. Grafik Kualitas air sumur III Periode Gambar 8. Grafik Kualitas air sumur IV Periode Gambar 9. Grafik Kualitas Air Sumur V Periode Gambar 10. Grafik Kualitas Air Sungai (Parameter BOD) di Hulu dan Hilir 40 periode Gambar 11. Grafik Kualitas Air Sungai (Parameter COD) di Hulu dan Hilir 40 Periode Gambar 12. Grafik Kualitas air sungai (parameter Nitrat) di hulu dan hilir 41 periode Gambar 13. Grafik Kualitas Air Sungai (Parameter Nitrit) di Hulu dan Hilir 41 Periode Gambar 14. Grafik Kualitas Air Lindi (Parameter BOD Inlet dan Outlet) 42 IPAS Gambar 15. Grafik Kualitas Air Lindi (Parameter COD Inlet dan Outlet) 42 IPAS Gambar 16. Grafik Kualitas Air Lindi (parameter Amonia inlet dan outlet) 43 IPAS Gambar 17. Grafik Kualitas Air Lindi (Parameter ph Inlet dan Outlet) 43 IPAS Gambar 18. Grafik Populasi lalat di TPST Bantargebang 47 Gambar19. Denah GALFAD dan Pembagian Lahan Pengolahan Sampah di TPST 59 Gambar 20. Diagram Alir Pengomposan 63 Gambar 21. Diagram Alir Proses Pemilahan 64 Gambar 22. Diagram Alir Daur Ulang Plastik 65 Gambar 23. Diagram Alir Proses GALFAD 67 Gambar 24. Diagram Alir Gasification 68 Gambar 25. Tahapan CDM 69

15 v DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Perkiraan Jenis Dampak Penting di TPST Bantargebang Lampiran 2. Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RPL) TPST Bantargebang Lampiran 3. Audit Lingkungan TPST Bantargebang Tahun 2000 Lampiran 4. Hasil Focus Group Discussion Lampiran 5. Kualitas Air Sumur di Sekitar TPST Bantar Gebang pada Tahun 1999 di Sumur I Lampiran 6. Kualitas Air Sumur di Sekitar TPST Bantar Gebang pada Tahun 1999 di Sumur II Lampiran 7. Kualitas Air Sumur di Sekitar TPST Bantar Gebang Tahun 2000 pada Sumur I Lampiran 8. Kualitas Air Sumur di Sekitar TPST Bantar Gebang pada Tahun 2000 pada Sumur II Lampiran 9. Kualitas Air Sumur di Sekitar Lokasi Studi Bulan Oktober 2001 Lampiran 10. Kualitas Air Sumur di Sekitar Lokasi Studi Bulan Oktober 2001 Lampiran 11. Kualitas Air Sumur di Sekitar Lokasi Studi Bulan Oktober 2001 Lampiran 12. Kualitas Air Sumur di Sekitar Lokasi Studi Bulan Oktober 2001 Lampiran 13. Kualitas Air Sumur di Sekitar TPST Bantargebang Tahun 2002 Lampiran 14. Kualitas Air Sumur di Sekitar TPST Bantargebang Tahun 2002 Lampiran 15. Kualitas Air Sumur di Sekitar TPST Bantargebang Tahun 2002 Lampiran 16. Kualitas Air Sumur di Sekitar TPST Bantargebang Tahun 2002 Lampiran 17. Kualitas Air Sumur di Sekitar TPST Bantargebang Tahun 2002 Lampiran 18. Kualitas Air Sumur di Sekitar Lokasi Studi Tahun 2003 Lampiran 19. Kualitas Air Sumur di Sekitar Lokasi Studi Tahun 2003 Lampiran 20. Kualitas Air Sumur di Sekitar Lokasi Studi Tahun 2003 Lampiran 21. Kualitas Air Sumur di Sekitar Lokasi Studi Tahun 2003 Lampiran 22. Kualitas Air Sumur di Sekitar Lokasi Studi Tahun 2003 Lampiran 23. Kualitas Air Sumur di Sekitar Lokasi Studi Tahun 2004 Lampiran 24. Kualitas Air Sumur di Sekitar Lokasi Studi Tahun 2004 Lampiran 25. Kualitas Air Sumur di Sekitar Lokasi Studi Tahun 2004 Lampiran 26. Kualitas Air Sumur di Sekitar Lokasi Studi Tahun 2004 Lampiran 27. Kualitas Air Sumur di Sekitar Lokasi Studi Tahun 2004 Lampiran 28. Kualitas Air Sumur di Sekitar Lokasi Studi Tahun 2008 (November 2008) Lampiran 29. Kualitas Air Sumur di Sekitar Lokasi Studi Tahun 2008 (November 2008) Lampiran 30. Kualitas Air Sumur di Sekitar Lokasi Studi Tahun 2008 (November 2008) Lampiran 31. Kualitas Air Sumur di Sekitar Lokasi Studi Tahun 2008 (November 2008) Lampiran 32. Kualitas Air Sumur di Sekitar Lokasi Studi Tahun 2008 (November 2008) Lampiran 33. Kualitas Air Sumur di Sekitar Lokasi Studi Tahun 2008 (November 2008)

16 Lampiran 34. Kualitas Air Sungai Ciketing pada Titik Hulu pada Tahun 1999 Lampiran 35. Kualitas Air Sungai Ciketing pada Titik Hilir Pada Tahun 1999 Lampiran 36. Kualitas Air Sungai Ciketing pada Titik Hulu pada Tahun 2000 Lampiran 37. Kualitas Air Sungai Ciketing pada Hilir Pada periode Tahun 2000 Lampiran 38. Kualitas Air Sungai Ciketing pada Titik Hulu dan Hilir pada Oktober 2001 Lampiran 39. Kualitas Air Sungai Ciketing pada Titik Hulu pada Oktober 2001 Lampiran 40. Kualitas Air Sungai Ciketing pada Titik Hilir pada Oktober 2001 Lampiran 41. Kualitas Air Sungai Ciketing pada titik Hulu dan Hilir pada Oktober 2002 Lampiran 42. Kualitas Air Sungai Ciketing pada Titik Hulu dan Hilir pada Oktober 2002 Lampiran 43. Kualitas Air Sungai Ciketing pada Titik Hulu dan Hilir pada Oktober 2002 Lampiran 44. Kualitas Sungai Ciketing pada Titik Hulu (22 Oktober 2002) Lampiran 45. Kualitas Sungai Ciketing pada Titik Hilir (22 Oktober 2002) Lampiran 46. Kualitas Air Sungai Ciketing Sebelum dan Sesudah TPST Tahun 2004 Lampiran 47. Kualitas Air Sungai di TPST Bantargebang Tahun 2007 Lampiran 48. Kualitas Air Sungai di TPST Bantargebang Tahun 2007 Lampiran 49. Kualitas Air Sungai di TPST Bantargebang Tahun 2007 Lampiran 50. Hasil Uji Laboratorium Sungai di Ciketing Udik Hulu,TPST Bantargebang Tahun 2008 Lampiran 51. Hasil uji laboratorium Sungai di Ciketing Udik Hilir,TPST Bantargebang Tahun 2008 Lampiran 52. Hasil Uji Laboratorium Sungai di Cimuning Hulu,TPST Bantargebang Tahun 2008 Lampiran 53. Hasil Uji Laboratorium Sungai di Cimuning Hilir,TPST Bantargebang Tahun 2008 Lampiran 54. Hasil Uji Laboratorium Sungai di Kali Asem Udik Hilir,TPST Bantargebang Tahun 2008 Lampiran 55. Hasil Uji Laboratorium Sungai di Pangkalan 3,TPST Bantargebang Tahun 2008 Lampiran 56. Kualitas Inlet dan Outlet pada IPAS I Tahun 2007 Lampiran 57. Kualitas Inlet dan Outlet pada IPAS II Tahun 2007 Lampiran 58. Kualitas Inlet dan Outlet pada IPAS III Tahun 2007 Lampiran 59. Kualitas Inlet dan Outlet pada IPAS IV Tahun 2007 Lampiran 60. Hasil Uji Laboratorium Air Lindi di Outlet IPAS 1, TPST Bantargebang Tahun 2008 Lampiran 61. Hasil Uji Laboratorium Air Lindi di Inlet IPAS 1, TPST Bantargebang Tahun 2008 Lampiran 62. Hasil Uji Laboratorium Air Lindi di Outlet IPAS 2, TPST Bantargebang Tahun 2008 Lampiran 63. Hasil Uji Laboratorium Air Lindi di Inlet IPAS 2,TPST Bantargebang Tahun 2008 Lampiran 64. Hasil uji laboratorium Air Lindi di Outlet IPAS 3, TPST Bantargebang Tahun 2008 vi

17 Lampiran 65. Hasil Uji Laboratorium Air Lindi di Intlet IPAS 3,TPST Bantargebang Tahun 2008 Lampiran 66. Hasil Uji Laboratorium Air Lindi di Outlet IPAS 4,TPST Bantargebang Tahun 2008 Lampiran 67. Hasil Uji Laboratorium Air Lindi di Intlet IPAS 4,TPST Bantargebang Tahun 2008 Lampiran 68. Kualitas Udara di TPST dan Sekitar TPST Bantargebang Tahun 2008 Lampiran 69. Kualitas Tanah di Sekitar Bantargebang (Cikiwul 1) Tahun 2008 Lampiran 70. Kualitas Tanah di Sekitar Bantargebang (Cikiwul 2) Tahun 2008 Lampiran 71. Kualitas Tanah di Sekitar Bantargebang (Sumur Batu Utara) Tahun 2008 Lampiran 72. Kualitas Tanah di Sekitar Bantargebang (Sumur Batu Selatan) Tahun 2008 Lampiran 73. Kualitas Tanah di Sekitar Bantargebang (Ciketing Udik Timur) Tahun 2008 Lampiran 74. Kualitas Tanah di Sekitar Bantargebang (Ciketing Udik Barat) Tahun 2008 vii

18 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota dapat menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan. Salah satu efek negatif tersebut adalah masalah lingkungan hidup yang disebabkan sampah. Kuantitas sampah yang terus meningkat diiringi meningkatnya kepadatan penduduk dan meningkatnya kawasan pemukiman kumuh di kota-kota besar semakin menyulitkan upaya pengelolaan sampah dari waktu ke waktu. Tanpa diimbangi dengan pengelolaan yang memadai, sampah bisa menjadi beban terhadap lingkungan dan berdampak negatif, seperti menimbulkan pencemaran air, tanah dan udara (KLH, 2005). Kota Jakarta adalah salah satu kota metropolitan di Indonesia yang mengalami efek negatif tersebut. Jakarta dengan luas km 2, jumlah penduduk 9,041 juta jiwa (Bappeda Jakarta, 2009), menghasilkan sampah 29,364 m 3 perhari atau setara dengan 6,250 ton perhari (Kompas, 2009). Berdasarkan hasil kajian WJEMP DKI 3-11 tahun 2005 komposisi sampah rata-rata Jakarta terdiri dari 55.37% sampah organik dan 44.63% sampah nonorganik ( Dinas Kebersihan DKI, 2005 ). Sampah yang terangkut, kurang lebih 70% dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang, 16.5% ke lokasi-lokasi informal, dan 13% tidak terkelola, tercecer di dalam kota, di jalan, atau dibuang ke sembarang tempat. (Dinas Kebersihan DKI, 2001). Sampah yang dikirim ke TPST ini akan menimbulkan masalah apabila tidak dikelola dengan baik, karena sampah ini merupakan penyumbang gas rumah kaca dalam bentuk CH 4 dan CO 2. Fakta menunjukkan bahwa CH 4 mempunyai kekuatan merusak kali lipat dari CO 2 dan pada konsentrasi 15% di udara gas metan berpotensi menimbulkan ledakan dengan sendirinya (KLH, 2007). Selain mencemari udara, berdasarkan penelitian yang dilakukan di lingkungan TPST pada tahun 1999 oleh Dinas Kesehatan dan Dinas L. H. Kota Bekasi disimpulkan bahwa sebanyak 40% ph air sudah diambang batas, 95% ditemukan bakteri E. Coli di air tanah, dan 35% tercemar salmonella. Dan, ditemukan bahwa 34% hasil foto rontgen ditemukan penduduk posistif menderita

19 2 TBC, 99% mengalami ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas), dan 8% penduduk mengalami tukak lambung (Tri Bangun dan Suyoto, 2008). Dampak TPST terhadap lingkungan ini semakin meningkat ketika krisis ekonomi tahun 1997 terjadi. Krisis tersebut menyebabkan terjadinya PHK, pengangguran, dan tingginya harga bahan pokok. Hasilnya, sampah dijadikan sumber penghasilan bagi pengangguran dan warga sekitar TPST. Dampak sosial yang timbul diantaranya adalah terjadinya pencurian ratusan pipa ventilasi pada sanitary landfill yang berfungsi untuk membuang gas metan, sehingga menyebabkan saluran gas metan mengalami kebuntuan. Akibatnya timbul kebakaran di beberapa zona TPST sehingga menimbulkan asap dan pencemaran. Di samping itu timbul pula bau hingga mencapai kawasan Kemang Pratama, Kranji, Pekayon, dan wilayah yang berjarak 10 km dari TPST (Armandho, 2009). Selain menyebabkan masalah lingkungan udara dan air serta masalah sosial, TPST juga menyebabkan dampak pada hubungan dua pemerintah daerah. Masalah ini diawali sejak perubahan status Kota Administratif Bekasi menjadi Kota Bekasi pada tahun 1996, dengan UU RI No. 9 Tahun 1996 tanggal 18 Desember 1996, yang menyebabkan tidak jelasnya kewenangan instansi pengelola sampah. Selama periode tersebut Pemerintah DKI kurang memperhatikan pengelolaan TPST. Kondisi ini di mana TPST adalah milik Pemprov DKI sedangkan wilayah teritorial di bawah Pemkot Bekasi menyebabkan permasalahan pengelolaan TPST menjadi semakin kompleks. Solusi mengatasinya adalah diberikannya dana kompensasi (Community Development) sebesar 20% dari tipping fee yang dibayar dari tonase sampah masuk oleh Pemprov DKI kepada Pemkot Bekasi melalui pengelola TPST. Sejak tanggal 05 Desember 2008, melalui lelang terbuka yang dilakukan oleh Pemprov DKI, telah ditetapkan PT. Godang Tua Jaya joint operation dengan PT. Navigat Organic Energy Indonesia, sebagai investor baru untuk mengelola TPST Bantargebang. Pengelola baru ini menawarkan konsep baru untuk mengelola TPST, kombinasi antara sistem sanitary landfill dan teknologi modern yang ramah lingkungan, dan menjadikan TPST sebagai pusat industri daur ulang sampah yang akan menghasilkan produk-produk bermanfaat seperti: pupuk kompos, biji plastik dan produk-produk turunannya, serta listrik. Dengan

20 3 berubahnya sistem pembuangan sampah yang dilakukan di TPST Bantargebang, dari open dumping menjadi sanitary landfill yang dikombinasikan dengan pengolahan dengan teknologi modern ini diharapkan dapat meminimalisasi dampak pencemaran yang terjadi, karena sistem ini sudah didisain dengan memperhatikan berbagai faktor lingkungan. Di samping itu, cara ini juga akan menghasilkan produk-produk ekonomi, yang bermanfaat, sehingga dapat mengubah paradigma dari sampah sumber masalah menjadi sampah solusi masalah. Namun demikian, dampak-dampak negatif yang muncul akibat keberadaan TPST belum sepenuhnya tuntas. Pemulung masih beraktivitas di TPST. Menurut Simanjuntak (2002) kegiatan pemulung adalah sebagai ujung tombak proses pemanfaatan kembali sampah yang telah dibuang oleh masyarakat sekaligus pekerja sektor informal, menjadi salah satu alternatif untuk menyerap tenaga kerja di sektor tersebut sekaligus memberikan pendapatan yang cukup memadai dan memperbaiki kondisi kehidupan di masa mendatang. Sedang menurut Thurgood (1998) aktivitas pemulung menggangu kelancaran operasi landfill karena membahayakan baik pemulung itu sendiri maupun pegawai landfill. Namun, karena tidak dapat dihindarkan, aktivitas pemulung sebaiknya dikendalikan. Jadi untuk mengatasi semua masalah ini diperlukan usaha untuk menjaring masukan dari semua stakeholder untuk mendapatkan solusi bagi pengelolaan lingkungan di TPST yang optimal, terpadu dan berkelanjutan. Optimasi pengelolaan lingkungan yang terpadu dan berkelanjutan ini meliputi optimasi pemanfaatan sampah dan optimasi pemanfaatan lahan. Dengan skenario ini diharapkan akan dihasilkan satu pengelolaan yang optimal secara ekonomi, sosial, ekologi dengan teknologi yang ramah lingkungan dengan dampak lingkungan yang minimal. Sedangkan pengelolaan sampah secara terpadu dimaksudkan memadukan 3 cara pengolahan sampah, yaitu: composting, recycling, dan combusting atau pyrolysis untuk menghasilkan energi listrik, dengan melibatkan masyarakat, sehingga mampu mereduksi sampah. Pengelolaan sampah yang berkelanjutan ini juga akan menerapkan prinsip-prinsip mekanisme pembangunan bersih atau CDM ( clean development mecahnisme).

21 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran untuk menghasilkan suatu skenario pengelolaan TPST Bantargebang, dimulai dengan melihat dan mengevaluasi kondisi eksisting TPST. Masalah lingkungan, sosial ekonomi, ataupun masalah hukum dan kelembagaan yang muncul akibat keberadaan TPST memerlukan penanganan yang terpadu agar pengelolaan TPST dapat berlangsung optimal dan bermanfaat dari sudut pandang masing-masing stakeholder, yaitu Pemprov DKI sebagai pemilik TPST, Pemkot Bekasi sebagai otoritas yang memerintah di Bantargebang, investor selaku pengelola, pemerhati lingkungan, masyarakat sekitar TPST. Kondisi eksisting TPST ini dilihat dengan menganalisis kualitas air sumur, air sungai, air lindi, udara, kualitas tanah, dan komponen biologis. Juga dianalisis persepsi masyarakat sekitar dan analisis optimasi terhadap pengelolaan lingkungan TPST yang meliputi optimasi dalam pemanfaatan sampah dan optimasi pemanfaatan lahan pembangunan. Dengan skenario yang dihasilkan ini diharapkan akan dihasilkan satu strategi implementasi pengelolaan yang optimal di mana pengelolaan akan maksimal secara ekonomi, sosial, ekologi dengan teknologi yang ramah lingkungan dengan dampak lingkungan yang minimal. Kondisi Eksisting TPST Kualitas Lingkungan (Air, Udara, dan Tanah) Sosial Ekonomi Masyarakat Pemanfaatan Lahan dan Sampah Teknologi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Skenario Pengelolaan TPST Bantargebang Keinginan Masyarakat dan Stakeholder Strategi Implementasi Gambar 1a. Kerangka Pemikiran Optimasi Pengelolaan Lingkungan Terpadu Berkelanjutan TPST Bantargebang 1.3. Perumusan Masalah Jakarta sebagai kota metropolitan merupakan pusat kegiatan pendudukan dan ekonomi. Aktivitas penduduk dan perekonomian ini akan menghasilkan

22 5 sampah. Produksi sampah Jakarta mencapai 6,250 ton perhari yang dikirim ke TPST Bantargebang, kota Bekasi dengan jumlah kurang lebih ton perhari. Pengelolaan sampah Jakarta dilakukan melalui kerjasama antara dua pemerintah yaitu Pemprov DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi melalu perjanjian bipartit di mana Pemprov DKI Jakarta membayar CD (Community Depelovment) kepada Pemkot Bekasi sebesar 20% dari tipping fee sampah yang masuk ke TPST. Sampah Jakarta ini diangkut menggunakan armada angkutan sampah, dan ini memberikan keuntungan berupa penyerapan tenaga kerja, tetapi juga menyebabkan dampak lingkungan berupa bau bagi wilayah yang dilalui armada tersebut. Wilayah-wilayah yang dilalui armada tersebut seperti kelima wilayah Jakarta dan melalui Jalan Alternatif Cibubur, Jalan Raya Cileungsi, Jalan Raya Narogong dengan jarak tempuh antara km. Masyarakat yang dilalui oleh armada angkutan sampah menyampaikan keluhan terhadap dampak bau tersebut. Pengelolaan sampah di TPST dilakukan dengan system sanitary landfill pada lahan seluas 108 ha yang terbagi dalam lima zona. Pengelolaan sampah ini menyerap tenaga kerja sekitar 6,000 orang yang terdiri dari para pemulung, lapak, dan juragan. Namun besarnya tenaga kerja ini menimbulkan persaingan karena tidak adanya peraturan yang diberlakukan dalam area titik buang tersebut. Proses pembuangan sampah atau unloading dari armada ke area zona atau titik buang menggunakan bantuan alat berat (excavator) yang beroperasi selama 24 jam perhari, dan menyebabkan masalah lain seperti terancamnya keselamatan para pemulung dan terganggunya operasional alat berat tersebut. Pengelolaan dengan sitem sanitary landfill ini ternyata masih menimbulkan percemaran di lokasi TPST dan sekitarnya berupa pencemaran air sumur, sungai, dan air lindi oleh bakteri E-Coli, peningkatan kadar BOD dan COD, dan beberapa logam berat seperti Cd; pencemaran udara berupa bau. Bau ini menimbulkan keluhan dari masyarakat sekitar. Hal ini berarti bahwa sampah harus dimanfaatkan seoptimal mungkin sehingga tidak menimbulkan pencemaran dan mendatangkan keuntungan ekonomi. Keberadaan TPST telah memberikan dampak ekonomi terhadap masyarakat, pengusaha, dan pemerintah. Masyarakat sekitar mendapatkan manfaat ekonomi dalam bentuk CD, kesempatan kerja dan berusaha. Pengusaha

23 6 dalam bentuk pengelolaan TPST berupa tipping fee yang dibayar oleh Pemprov DKI dari tonase sampah yang masuk. Sedangkan Pemkot Bekasi dalam bentuk PAD dari pajak dan CD yang dibayar pengelola. Permasalahan yang muncul kemudian adalah terjadinya perbedaan persepsi dalam hal pembagian dana CD. Pemerintah menyalurkan dana ini dalam bentuk pembangunan sarana dan prasarana sosial sementara masyarakat menginginkan dalam bentuk tunai. Dari sisi masyarakat, sebagian menganggap keberadaan TPST memberikan keuntungan dan sebagian yang lain menganggap sebagai sumber masalah. Masyarakat yang menganggap TPST menguntungkan adalah yang dapat memanfaatkan keberadaan TPST sebagai sumber ekonomi, sedangkan yang menganggap sebagai sumber masalah adalah yang tidak merasakan manfaat tetapi hanya mendapatkan dampak pencemaran. Pemerintah menganggap TPST sebagai sesuatau yang harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulakan permasalaha, tetapi mendatangkan keuntungan berupa CD. Keterbatasan lahan TPST merupakan permasalahan yang perlu mendapat perhatian karena sampah yang sudah menggunung selama 20 tahun mencapai deposit lebih kurang 10 juta m 3 dan apabila sampah yang masuk tidak dikelola dengan teknologi modern yang ramah lingkunagn maka usia pakainya akan segera berakhir. Sementara itu lahan yang tersedia di sekitar TPST sangat terbatas. Dari uraian tersebut maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana skenario pengelolaan TPST yang optimal, terpadu dan berkelanjutan dengan menggunakan pendekatan partisipatif, yang digambarkan dalam bentuk diagram alir perumusan masalah sebagai berikut: Kualitas Lingkungan TPST Persepsi Masyarakat dan Stakeholder Skenario Pengelolaan Lingkungan TPST yang Optimal Gambar 1b. Diagram Alir Perumusan Masalah

24 7 Berdasarkan uraian permasalahn tersebut dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana kualitas lingkungan sekitar TPST Bantargebang dan sekitarnya? 2. Bagaimana persepsi masyarakat dan stakeholder terkait keberadaan TPST Bantargebang? 3. Bagaimana pengelolaan lingkungan TPST Bantargebang yang optimal? 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian adalah untuk menghasilkan suatu skenario pengelolaan TPST yang optimal, terpadu, dan berkelanjutan dengan menggunakan pendekatan dimensi sosial, ekologi, ekonomi, dan teknologi. Untuk mencapai tujuan umum tersebut, penelitian ini dibagi menjadi 3 subtujuan, sebagai berikut: 4. Menganalisis kualitas lingkungan TPST Bantargebang dan sekitarnya. 5. Menganalisis persepsi masyarakat dan stakeholder terkait keberadaan TPST. 6. Menganalisis pengelolaan lingkungan TPST Bantargebang yang optimal Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Memberikan kontribusi bagi para stakeholder yang terkait dengan pengelolaan TPST Bantargebang. 2. Sebagai bahan informasi bagi pengelola TPST dan Instansi Pemerintah yang berwenang dalam melakukan pengelolaan lingkungan TPST. 3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang meneliti pengelolaan lingkungan TPST.

25 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sampah Pengertian sampah yang umum digunakan di Indonesia mengikuti konsep dari Lembaga Penelitian Universitas Indonesia (2003) yakni sampah merupakan limbah padat atau setengah padat yang berasal dari kegiatan manusia yang terdiri dari bahan organik dan anorganik, dapat dibakar dan tidak dapat dibakar, yang tidak termasuk kotoran manusia. Sedangkan Tchobanoglous (1997) menyatakan bahwa sampah intinya adalah benda sisa yang tidak dipakai dan harus dibuang. Arconin 2007, mendefinisikan sampah sebagai limbah padat yang terdiri dari zat organik dan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Pembahasan sampah selalu dikaitkan dengan sumber, komposisi, dan karakteristiknya. Hal ini penting karena berkaitan dengan teknis operasional pengelolaan dan pengolahan sampah di suatu wilayah, khususnya dalam menentukan sistem yang tepat dan fasilitas yang diperlukan. Dilihat dari sumbernya, Peavy, Rowe, dan Tchobanoglous (1986) membagi menjadi 4 kelompok: sampah yang berasal dari pemukiman, sampah komersial, sampah industri, dan sampah alami. Sampah pemukiman merupakan jumlah terbesar dari total timbulan sampah di kota-kota besar. Jumlah dan kepadatan sampah sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis, iklim, jumlah penduduk, jumlah fasilitas komersial dan industri, status sosial masyarakat dan pola konsumsi. Menurut Peavy et al (1985) status sosial dan keragaman aktivitas masyarakat juga mempengaruhi karakteristik timbulan sampah. Masyarakat dengan status sosial yang tinggi cenderung menghasilkan sampah yang lebih besar daripada masyarakat yang status sosialnya lebih rendah Pengelolaan Sampah dan Permasalahannya Pengelolaan sampah adalah serangkaian kegiatan yang melaksanakan pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pemindahan sampah, pengangkutan sampah, pengolahan sampah, serta pembuangan akhir sampah. Tujuan

26 9 pengelolaan sampah adalah untuk mengubah sampah menjadi bentuk yang tidak mengganggu dan menekan volume, sehingga mudah diatur. Menurut Clark (1977) banyak cara yang dapat ditempuh dalam pengelolaan sampah di antaranya yang dianggap terbaik hingga sekarang adalah sistem penimbunan dan pemadatan secara berlapis (sanitary landfill) untuk mencegah sampah tidak terekspos lebih dari 24 jam. Apabila air permukaan terserap ke dalam lapisan tanah, melalui lapisan sampah, maka akan terbentuk cairan yang disebut lindi (leachete) yang mengandung padatan terlarut dan zat lain sebagai hasil perombakan bahan organik oleh mikroorganisme tanah. Air lindi tersebut meresap ke lapisan tanah atas dan akhirnya masuk ke dalam air tanah. Menurut Slamet (1994), pengelolaan sampah dapat dilihat mulai dari sumbernya sampai pada tempat pembuangan akhir. Usaha pertama adalah mengurangi sumber sampah dari segi kuantitas maupun kualitasnya dengan meningkatkan pemeliharaan dan kualitas barang, meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, dan meningkatkan penggunaan bahan yang dapat terurai secara alami. Semua usaha ini memerlukan kesadaran dan peran masyarakat. Selain itu, Notoatmojo (1997) menambahkan bahwa cara-cara pengelolaan sampah yang baik, bukan saja untuk kepentingan kesehatan saja, melainkan juga untuk keindahan lingkungan, antara lain dengan: 1. Pengumpulan dan pengangkutan sampah. Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab masing-masing rumah tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu, mereka harus membangun tempat khusus untuk mengumpulkan sampah. Kemudian dari tempat pengumpulan, sampah diangkut ke TPS dan selanjutnya ke TPA. 2. Pemusnahan dan pengolahan sampah. Pemusnahan dan atau pengolahan sampah padat ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain sebagai berikut: a. Ditanam (landfill), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang di tanah, kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah. b. Dibakar (incenerator), yaitu pemusnahan sampah dengan jalan membakar di dalam tungku pembakaran (incenerator).

27 10 c. Diolah menjadi pupuk kompos (composting), yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk kompos, khususnya untuk sampah organik. Sistem pengelolaan sampah yang banyak dilakukan saat ini adalah sistem sanitary landfill. Sistem ini didukung berbagai kegiatan yang memperhatikan aspek kesehatan lingkungan seperti pemasangan geomembran dan geotekstile sebagai dasar konstruksi, drainase air lindi, ventilasi, cover soil, dan lain lain. Sistem ini memang dapat meminimalkan timbulnya bau, penyakit, dan kerusakan lingkungan, tetapi memiliki risiko yang tidak dapat dihindarkan seperti terbentuknya gas metan, H 2 S, NH 3, dan air lindi (leachete). Perpindahan gas dan air lindi dari landfill ke lingkungan sekitarnya akan menyebabkan dampak yang serius pada lingkungan, misalnya timbulnya ledakan-ledakan akibat konsentrasi gas metan yang tinggi di udara, kerusakan pada tanaman akibat gas H 2 S dan NH 3 yang merusak sistem pernafasan tanaman, bau yang tidak sedap, pencemaran air dan tanah dan efek pemanasan global (Ibnu Umar, 2009) Kebijakan Pengolahan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Institusi atau lembaga pengelola yang menangani kebersihan di Provinsi DKI saat ini dilaksanakan oleh tiga institusi, yaitu instansi pemerintah, masyarakat, dan swasta. Pihak yang berpartisipasi dalam tahap pengumpulan, pengangkutan, pengolahan sampai pembuangan akhir adalah pihak swasta. Pengelolaan TPST dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan Provinsi DKI melalui Unit Pelaksana Teknis TPST, yang terdiri dari (1) seksi operasional; (2) seksi sarana dan prasarana; (3) seksi STA; (4) seksi keamanan dan ketertiban; (5) Kasubag tata usaha. Pola umum penanganan sampah Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta didasarkan pada: 1. Master Plan Penanganan Kebersihan Provinsi DKI Jakarta Pola umum penanganan sampah adalah kumpul angkut buang (musnahkan melalui sistem sanitary landfill). 2. Review Master Plan yang dituangkan dalam action plan Berdasarkan Review Master Plan yang dituangkan dalam action plan terdapat satu sub sistem yang disebut Intermediate Treatment Fasility (ITF) yang akan

28 11 dibangun di setiap daerah pelayanan. Fungsi ITF ini adalah untuk mereduksi jumlah sampah sebelum residunya dibuang ke TPST Aspek Hukum Pelaksanaan pembuangan sampah ke TPST Bantargebang dilakukan atas dasar kerjasama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Pemerintah Kota Bekasi, sebagai penguasa teritori. Dasar hukum yang melandasi kerjasama beroperasinya TPA Bantargebang adalah sebagai berikut: 1. Perjanjian kerjasama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Pemerintah Kota Bekasi Nomor 96 Tahun 1999 serta Nomor 168 Tahun 1999 Tanggal 31 Desember 1999 tentang Pengolahan Sampah dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi. 2. Perjanjian kerjasama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Pemerintah Kota Bekasi Nomor 127 Tahun 2000 serta Nomor 227 Tahun 2000 Tanggal 17 Oktober 2000 tentang Addendum Pertama. 3. Perjanjian kerjasama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Pemerintah Kota Bekasi Nomor 22 Tahun 2002 serta Nomor 41 Tahun 2002 Tanggal 31 Januari 2002 tentang Addendum Kedua Perjanjian Kerjasama Pengolahan Sampah dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi. 4. Perjanjian kerjasama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Pemerintah Kota Bekasi Tanggal 02 Juli 2004, dalam Perjanjian Tambahan (Addendum) Kedua atas Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Pemerintah Kota Bekasi tentang Pemanfaatan Lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Bantar Gebang, Kota Bekasi sebagai tempat pembuangan dan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dengan menerapkan teknologi modern yang ramah lingkungan. 5. Perjanjian Tambahan (Addendum) Kedua atas Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Pemerintah Kota Bekasi tentang Pemanfaatan Lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Bantar Gebang, Kota Bekasi sebagai Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) tanggal 03 Juli 2007.

29 12 6. Perjanjian Kerjasama Pengoperasian TPST Bantargebang antara Pemerintah Kota Bekasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Nomor 07/Tahun 2009 tanggal 03 Juli Aspek Lingkungan Kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam pengelolaan TPA adalah Undang-undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 1997 dan Undang-undang No. 18 Tahun 2008, yaitu Undang-undang mengenai Persampahan. Kegiatan TPA menurut dokumen AMDAL diperkirakan akan mempengaruhi komponen fisik-kimia, biologi, sosial ekonomi, dan kesehatan masyarakat. Namun dengan pemantauan yang dilakukan secara berkala, permasalahan tersebut bisa ditekan. Berikut ini adalah uraian dampak dari kegiatan operasional TPA Bantargebang. 1. Penurunan kualitas udara akibat meningkatnya kandungan debu yang disebabkan oleh pengangkutan, pembongkaran, dan penumpukan sampah. Dampak ini dapat dikelola dengan melakukan penyiraman berkala di jalan penghubung, pengaturan kecepatan kendaraan, penghijauan, dan melengkapi operator alat berat dengan APD. 2. Peningkatan kebisingan yang disebabkan oleh pengangkutan, pembongkaran dan penumpukan sampah. Dampak ini dapat dikelola dengan memelihara alat berat sehingga kondisi baik dan tidak bising, membuat daerah penyangga, sabuk hijau, dan taman, dan melengkapi operator dengan APD. 3. Penurunan kualitas air permukaan (Sungai Ciketing & Sungai Sumur Batu). 4. Penurunan kualitas air tanah yang disebabkan oleh leachete. Dampak ini dapat dikelola dengan melapisi dinding landfill dengan geotekstil, membangun sistem perpipaan di dasar landfill untuk menampung leachete, melakukan cover soil, dan membangun Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS). 5. Gangguan pada habitat biota air yang disebabkan oleh pencemaran air oleh leachete. Dampak ini dikelola dengan cara-cara seperti yang duraikan pada nomor 4.

30 13 6. Meningkatnya peluang usaha dan kesempatan kerja dengan adanya akivitas pembongkaran sampah di TPA khususnya bagi pemulung. Dampak ini dikelola dengan memberikan kesempatan kerja kepada para pemulung, melakukan pengaturan terhadap para pemulung, bekerjasama dengan Kanwil Depkop dan PKK untuk membentuk koperasi pemulung di TPA. 7. Penurunan kesehatan masyarakat di sekitar lokasi TPA yang disebabkan oleh tumpukan sampah yang menjadi wadah vektor penyakit berkembang biak. Dampak ini dikelola dengan menyemprotkan desifektan secara berkala, melakukan cover soil, melengkapi pekerja TPA dengan APD, dan melakukan kerjasama dengan Kanwil dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta dalam mengevaluasi kesehatan. 8. Timbulnya keresahan dan konflik sosial terutama masyarakat pemulung yang disebabkan oleh persaingan dan perebutan lahan kerja antar kelompok pemulung. Dampak ini dapat dikelola dengan memberikan kesempatan yang sama kepada kelompok-kelompok pemulung yang bekerja di TPA, membina mereka untuk saling bekerja sama, melembagakan peraturan kerja untuk menertibkan pemulung. 9. Peningkatan kepadatan lalu lintas dan kemacetan akibat kegiatan pengangkutan sampah ke TPA. Dampak ini dapat dikelola dengan membuat jalan penghubung alternatif ke TPA, melengkapi rambu-rambu lalu lintas, meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja guna menghindari antrean armada yang panjang, melakukan perbaikan, pemeliharaan, dan penggantian alat berat yang sudah tua, dan menambah karyawan TPA. 10. Peningkatan peluang terjadinya kecelakaan kerja akibat aktivitas pemulung di TPA. Dampak ini dapat dikelola dengan menerapkan aturan yang ketat terhadap pemulung untuk bekerja dengan tertib, membuat tanda-tanda larangan bekerja bagi pemulung pada titik-titik yang berbahaya, menentukan titik-titik tertentu pembongkaran sampah, sehingga para pemulung dan operator alat berat tidak saling terganggu. 11. Berkurangnya nilai estetika akibat aktivitas pemulung sampah yang membangun gubuk-gubuk dan penumpukan sampah di lahan pemukiman mereka dan di sepanjang jalan masuk ke TPA. Dampak ini dapat dikelola

31 14 dengan menata lokasi penumpukan sampah para pemulung dan membuat tanda-tanda larangan menumpuk sampah dan membangun gubuk pada lokasi tertentu terutama di pinggir jalan penghubung. 12. Timbulnya persepsi positif masyarakat terhadap keberadaan dan aktivitas TPA Bantargebang akibat tersedianya peluang usaha dan lapangan kerja. Dampak ini dapat dikelola dengan melaksanakan upaya-upaya pengelolaan lingkungan dari berbagai aspek dengan baik dan konsisten. 13. Penuhnya TPA Bantargebang sebelum habis usia operasionalnya akibat jumlah sampah yang masuk melebihi kapasitas. Dampak ini dapat dikelola dengan mempercepat pembangunan TPA Sampah Ciangir Tangerang, mengkonversi sampah menjadi kompos, melakukan diversifikasi sampah yang dimanfaatkan oleh pemulung dan sortasi (pemilahan) sampah. (Sumber: Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan TPA Bantargebang, Lihat juga Lampiran 1, 2, dan 3) 2.6. Sanitary Landfill Terminologi sanitary landfill kali pertama digunakan pada tahun 1930-an, yang berarti memapatkan sampah padat dengan menggunakan alat berat dan kemudian melapisinya dengan tanah. Praktik ini bahkan sudah digunakan di dalam kebudayaan Yunani tahun yang lalu, hanya tanpa pemapatan. Saat ini metode ini merupakan pilihan yang paling populer, dibandingkan dengan daur ulang, insinerasi, dan pengomposan, karena kesederhanaan dan versatilitasnya. Sebagai contoh, metode ini tidak sensitif terhadap bentuk, ukuran, ataupun berat suatu materi sampah; jauh berbeda dengan pengomposon dan insinerasi yang membutuhkan sampah dalam bentuk seragam atau memiliki kandungan kimia yang seragam. Ada tiga prosedur dasar dalam pelaksanaan sanitary landfill, yaitu menyebarkan sampah padat secara berlapis; memapatkannya semaksimal mungkin; dan menutupnya dengan tanah pada sore hari. Metode ini meminimalkan perkembangbiakan tikus dan serangga di TPST, mengurangi ancaman kebakaran tak terduga, mengurangi bau, mencegah perkembangan vektor penyakit seperti lalat, dan media untuk pertumbuhan vegetasi.

32 15 Ada tiga tahapan dekomposisi di dalam sebuah landfill. Pertama fase aerobik. Sampah padat yang dapat diuraikan secara biologis bereaksi dengan O 2 dan membentuk CO 2 dan H 2 O. Temperatur pada tahap ini meningkat 16.7 o C lebih tinggi dari lingkungan. Asam lemah terbentuk di dalam air dan berbagai mineral terlarut di dalamnya. Tahap selanjutnya adalah fase aerobik, di dalamnya mikroorganisme yang tidak membutuhkan oksigen menguraikan sampah menjadi hidrogen, amonia, karbondioksida, dan asam anorganik. Pada tahap ketiga, dengan didukung oleh jumlah air yang cukup dan suhu yang hangat, akan dihasilkan gas metan. Perbandingan kasar gas CO 2 dan metana yang dihasilkan tahap ini adalah 50:50. Gas CO 2 memiliki berat jenis lebih besar dari udara sehingga cenderung tinggal di dasar landfill, sedangkan gas metan yanh berat jenisnya lebih ringan cenderung naik ke permukaan landfill, dan bisa terbakar bila tidak dikendalikan. Sistem pengendalian produksi gas metan berlangsung pasif maupun aktif. Pada sistem pasif, gas metan dilepaskan ke udara secara alami dengan membuat lubang ventilasi. Pada sistem aktif, diterapkan sebuah mekanisme yang dapat berupa sumur recovery, pipa pengumpul gas, pembakar gas, atau penampung gas. Menurut El-fadel et al. (1997) dan Samorn et al. (2002) hendaknya TPA dioperasikan dengan sistem sanitary landfill yang dilengkapi dengan instalasi recovery gas, sistem pengolahan dan pengumpulan gas, penghalang hidrolik seperti ekstraksi dan sumur pantauan, sumur relief dan parit drainase sebagai sistem pengumpulan air lindi, yang akan mempercepat proses pembusukan. Tempat Pemusnahan Akhir (TPA) Sampah Bantargebang dengan luas Ha (efektif untuk pembuangan sampah 89.3 Ha) sudah menggunakan metode sanitary landfill, tetapi sejak 5 Desember 2009 pengelolanya yang baru, yaitu PT. Godang Tua Jaya joint operation dengan PT. Navigat Organic Energy Indonesia, menawarkan konsep baru, yaitu kombinasi antara sistem sanitary landfill dan teknologi modern yang ramah lingkungan. Kombinasi ini diharapkan menjadikan TPST Bantargebang sebagi pusat industri daur ulang sampah yang akan menghasilkan produk-produk bermanfaat seperti: pupuk kompos, biji plastik dan produk-produk turunannya, serta listrik. (Lihat mekanisme pemusnahan sampah di TPST Bantargebang pada halaman selanjutnya.)

33 16 TPA SUMBER SAMPAH RUMAH TINGGAL PASAR TEMPORER DIPERGU NAKAN KEMBALI TPS MEKANISME PEMUSNAHAN SAMPAH DI TPA SANITARY LANDFILL BANTAR GEBANG STASIUN TRANSFER PENIM - BANGAN PROSES PEMUSNAHAN SAMPAH DI TPA PEMBONG - KARAN PENYEBAR AN/ PEMADATAN PENGENDALIAN GAS METAN PENUTUPAN HARIAN/ BERKALA TPA PENUTUPAN AKHIR PD. Pasar JAYA KOMER SIAL INDUSTRI MEMPERO- LEH DATA BERAT. SAMPAH YG DIANGKUT, DARI SUM- BERNYA PENURUNAN SAMPAH ANTARA LAIN MENGGUNA- KAN EXCA- VATOR PERATAAN SAMPAH DGN BULDOZER DAN PEMADATAN DENGAN COMPACTOR PENUTUPAN SAMPAH DNG TANAH, KETEBALAN RATA-RATA 15 cm DENGAN TA- NAH, SETE- LAH MEN - CAPAI KE - TINGGIAN YG DIREN - CANAKAN B3 JALAN DIOLAH SENDIRI P P L I PENYALURAN AIR SAMPAH INSTALASI PENGOLAHAN AIR SAMPAH (IPAS) Gambar 2. Mekanisme Pemusnahan Sampah

34 17 Prosedur sanitary landfill di TPA meliputi pekerjaan konstruksi, drainase, operasional penutupan sampah dengan tanah merah (cover soil), pembuatan jalan precast, penghijauan, pembuatan ventilasi dan pengelolaan air bersih. Konstruksi sanitary landfill, terdiri dari: a. Pembentukan muka tanah, yaitu untuk mengalirkan air lindi maupun air hujan menuju saluran yang direncanakan, maka pada permukaan tanahnya dibentuk kemiringan 5%. b. Pelapisan kedap air, yaitu untuk mencegah masuknya air lindi ke dalam tanah, maka dasar timbunan sampah diberi lapisan impermeable seperti geotextile atau geomembrane. c. Pengumpulan dan pengolahan air lindi Pengelolaan Sampah Secara Terpadu Pengelolaan sampah secara terpadu pada intinya adalah memadukan 3 cara pengolahan sampah, yaitu: pengomposan (composting), mendaur ulang (recycling), dan melakukan pembakaran (combusting), dengan melibatkan masyarakat (Tchobanoglous, 1993). Proses pengomposan dilakukan terhadap sampah organik biasanya dilakukan dengan bantuan mikroorganisme, baik dalam keadaan aerob maupun anaerob. Sedangkan daur ulang (recycling) dilakukan terhadap sampah anorganik seperti plastik, kertas, dan logam. Sampah sisa dari kedua proses ini dibakar melalui incenerator. Pengelolaan sampah secara terpadu ini dapat mereduksi sampah sampai 96%. Sisa pembakaran berupa residu hanya tinggal 4%, dan residu yang berbentuk abu ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Keberhasilan pengelolaan sampah secara terpadu tergantung dari partisipasi masyarakat, sebagai penghasil utama sampah. Partisipasi masyarakat ini dapat berupa pemilahan antara sampah organik dan anorganik dalam proses pewadahan di sumber sampah, atau melalui pembuatan kompos dalam skala individu dan mengurangi penggunaan barang (material), Bebasari, Menurut Kholil (2005), untuk menghindari ketergantungan pada lahan, penanganan sampah kota harus dilakukan pada upaya pengurangan di sumber dengan pendekatan 3 R ( reduce, reuse, dan recycle ), dan pengolahan di TPS secara terpadu berbasis zero waste dengan sistem 3 R + 1 (reduce, reuse, recycle

35 18 dan inceneration). Hasil simulasi model yang dilakukan menunjukkan bahwa dengan sistem penanganan terpadu berbasis zero waste di TPS dapat mereduksi volume sampah sampai 96 % 98 %, dan mereduksi biaya operasional sampai 65.9 % PRA dan FGD PRA ( Participatory Rural Appraisal ) PRA adalah suatu metode pendekatan yang digunakan dalam melakukan pengkajian/penilaian/penelitian untuk memahami keadaan desa/wilayah/lokalitas tertentu dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Melalui PRA tim peneliti bersama masyarakat bisa secara cepat dan sistematis mengumpulkan informasi untuk: (a) analisis umum tentang topik khusus yang perlu penilaian; (b) studi kelayakan; (c) mengidentifikasi dan memprioritaskan proyek tertentu; dan (d) mengevaluasi proyek/program yang dilaksanakan di pedesaan (Bhandori, 2003). Menurut Robert Chambers, orang yang mengembangkan metode PRA, metode dan teknik dalam PRA terus berkembang, sehingga sangat sulit untuk memberikan definisi final tentang PRA. Menurutnya PRA merupakan metode dan pendekatan pembelajaran mengenai kondisi dan kehidupan desa/wilayah/lokalitas dari, dengan dan oleh masyarakat sendiri dengan catatan: (1) pengertian belajar, meliputi kegiatan menganalisis, merancang dan bertindak; (2) PRA lebih cocok disebut metode-metode atau pendekatan-pendekatan (bersifat jamak) daripada metode dan pendekatan (bersifat tunggal); dan (3) PRA memiliki beberapa teknik yang bisa kita pilih, sifatnya selalu terbuka untuk menerima cara-cara dan metodemetode baru yang dianggap cocok. Teknik-teknik yang banyak dipakai meliputi: mengkaji data sekunder, observasi langsung, wawancara semi-struktur, FGD (focus group discussions), metode social rating, analysis group discussion (AGD), innovation assessment, mapping, transects, seasonal calendar, profil historis, analisis kehidupan sosial, pengamatan terlibat, membuat diagram-diagram, dan mengumpulkan kategorikategori lokal, istilah lokal dan sebagainya. Sedangkan perangkat yang digunakan meliputi: triangulasi, tim multidisiplin, belajar bersama masyarakat, analisis on the spot, dan menjaga bias selama studi berlangsung. Melalui PRA para peneliti

36 19 dapat merasakan dampak serta memperkuat kemampuan teknis dari penilaian yang sudah dilakukan oleh masyarakat sendiri. Prinsip-prinsip dasar Participatory Rural Appraisal (PRA) terdiri dari: 1. Prinsip mengutamakan yang terabaikan (keberpihakan) Prinsip ini mengutamakan masyarakat yang terabaikan agar memperoleh kesempatan untuk memiliki peran dan mendapat manfaat dari program pembangunan. Keberpihakan ini lebih pada upaya untuk mencapai keseimbangan perlakuan terhadap berbagai golongan yang terdapat di suatu masyarakat, mengutamakan golongan paling miskin agar kehidupannya meningkat. 2. Prinsip pemberdayaan (penguatan) masyarakat Pendekatan PRA bermuatan peningkatan kemampuan masyarakat, kemampuan itu ditingkatkan dalam proses pengkajian keadaan, pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan, sampai pada pemberian penilaian dan koreksi kepada kegiatan yang berlangsung. 3. Prinsip masyarakat sebagai pelaku dan orang luar sebagai fasilitator PRA menempatkan masyarakat sebagai pusat dari kegiatan pembangunan. Orang luar juga harus menyadari perannya sebagai fasilitator. Fasilitator perlu memiliki sikap rendah hati serta kesedian untuk belajar dari masyarakat dan menempatkan mereka sebagai narasumber utama dalam memahami keadaan masyarakat itu. Pada tahap awal peran orang luar lebih besar, namun seiring dengan berjalannya waktu diusahakan peran itu bisa berkurang dengan mengalihkan prakarsa kegiatan PRA pada masyarakat itu sendiri. 4. Prinsip saling belajar dan menghargai perbedaan Salah satu prinsip dasarnya adalah pengakuan akan pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat. Hal ini bukan berarti bahwa masyarakat selamanya benar dan harus dibiarkan tidak berubah. Pengalaman dan pengetahuan masyarakat serta pengetahuan orang luar harusnya saling melengkapi dan sama nilainya, dan proses PRA sebaiknya dipandang sebagai ajang komunikasi antara kedua sistem pengetahuan itu agar melahirkan sesuatu yang lebih baik. 5. Prinsip santai dan informal Kegiatan PRA diselenggarakan dalam suasana yang bersifat luwes, terbuka, tidak memaksa dan informal. Situasi ini akan menimbulkan hubungan

37 20 akrab, karena orang luar akan berproses masuk sebagai anggota masyarakat, bukan sebagai tamu asing yang oleh masyarakat harus disambut secara resmi. 6. Prinsip triangulasi Salah satu kegiatan PRA adalah usaha mengumpulkan dan menganalisis data atau informasi secara sistematis bersama masyarakat. Untuk mendapatkan informasi yang kedalamannya bisa diandalkan kita dapat menggunakan triangulasi yang merupakan bentuk pemeriksaan dan pemeriksaan ulang (check and recheck) informasi. Triangulasi dilakukan melalui penganekaragaman keanggotaan tim (keragaman disiplin ilmu atau pengalaman), penganekaragaman sumber informasi (keragaman latar belakang golongan masyarakat, keragaman tempat, jenis kelamin) dan penganekeragaman teknik. 7. Prinsip mengoptimalkan hasil Prinsip mengoptimalkan atau memperoleh hasil informasi yang tepat guna menurut metode PRA adalah: a. Lebih baik kita "tidak tahu apa yang tidak perlu kita ketahui" (ketahui secukupnya saja) b. Lebih baik kita "tidak tahu apakah informasi itu bisa disebut benar seratus persen, tetapi diperkirakan bahwa informasi itu cenderung mendekati kebenaran" (daripada kita tahu sama sekali) 8. Prinsip orientasi praktis PRA berorientasi praktis, yaitu pengembangan kegiatan. Oleh karena itu dibutuhkan informasi yang sesuai dan memadai agar program yang dikembangkan bisa memecahkan masalah dan meningkatkan kehidupan masyarakat. Perlu diketahui bahwa PRA hanyalah sebagai alat atau metode yang dimanfaatkan untuk mengoptimalkan program-program yang dikembangkan bersama masyarakat. 9. Prinsip keberlanjutan dan selang waktu Metode PRA bukanlah kegiatan paket yang selesai setelah kegiatan penggalian informasi dianggap cukup dan orang luar yang memfasilitasi kegiatan keluar dari desa. PRA merupakan metode yang harus dijiwai dan dihayati oleh lembaga dan para pelaksana lapangan agar problem yang mereka akan

38 21 kembangkan secara terus menerus berlandaskan pada prinsip-prinsip dasar PRA yang mencoba menggerakkan potensi masyarakat. 10. Prinsip belajar dari kesalahan Terjadinya kesalahan dalam kegiatan PRA adalah suatu yang wajar, yang terpenting bukanlah kesempurnaan dalam penerapan, melainkan penerapan yang sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan yang ada. Kita belajar dari kekurangan-kekurangan atau kesalahan yang terjadi, agar pada kegiatan berikutnya menjadi lebih baik. 11. Prinsip terbuka Prinsip terbuka menganggap PRA sebagai metode dan perangkat teknik yang belum selesai, sempurna, dan pasti benar. Diharapkan bahwa teknik tersebut senantiasa bisa dikembangkan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan setempat. Sumbangan dari mereka yang menerapkan dan menjalankannya di lapangan untuk memperbaiki konsep, pemikiran maupun merancang teknik baru yang akan sangat berguna dalam mengembangkan metode PRA FGD ( Focus Group Discussion ) Focus Group Discussion (FGD) merupakan metode khusus untuk mengorganisasi diskusi atau serangkaian diskusi. Pada FGD, diskusi difokuskan pada pertanyaan-pertanyaan spesifik. Topik FGD dapat berupa isu lingkungan, pengembangan teknologi, akseptabilitas program atau produk, atau cara mengembangkan pelayanan masyarakat (Kreuger, 1988; Stewart & Shamdasani, 1992). FGD bentuk penelitian kualitatif di mana kelompok masyarakat menyampaikan sikap, komsep, gagasan, atau solusi dari topik yang didiskusikan. FGD merupakan alat untuk mengumpulkan data kualitatif melalui forum diskusi. Topik dibahas dalam bentuk kelompok interaktif di mana setiap peserta bebas menyampaikan gagasan. Moderator harus dapat mengumpulkan informasi indepth tentang topik yang dibahas dari peserta (Budiharsono et al., 2006). Manfaat FGD adalah untuk memperoleh informasi tentang masyarakat, penduduk, organisasi, produk, atau jasa. Informasi tersebut mencakup: kebutuhan, sejarah, concerns, reaksi, persepsi, perlilaku, dan/atau masalah. FGD juga

39 22 digunakan untuk: 1) pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam merespons suatu program, metode, kebijakan, produk, dan jasa; 2) identifikasi masalah, kendala, biaya, atau manfaat. stimulasi creative thinking seperti solusi optimal, peluang, keterkaitan atau identifikasi dampak potensial; 3) menentukan prioritas atau batasan masalah; 4) memperoleh informasi yang lebih mendalam; 5) memperoleh gambaran budaya atau kelompok sosial yang lebih akurat; 6) melibatkan audiens baru; dan 7) memperoleh feedback lebih cepat (Morgan, 1997). Keunggulan FGD antara lain: 1) FGD memberikan penjelasan lebih, bukana hanya pada apa yang peserta pikirkan, melainkan juga mengapa mereka berpikir seperti itu; 2) Dapat mengungkapkan konsensus atau keragaman kebutuhan peserta, pengalaman, keinginan, dan asumsi; 3) Memungkinkan interaksi kelompok sehingga peserta dapat membangun konsep atau pandangan yang komprehensif lebih mendalam dari setiap ide, bukan hanya dari pandangan individual; 4) Komentar yang tidak terduga dan perspektif baru dapat ditelusuri dengan mudah; 5) Moderator dan peserta dapat mengekspresikan perasaannya secara langsung. Kelemahan FGD antara lain: 1) sampel yang sedikit sehingga memungkinkan tidak representatif; 2) semua peserta harus hadir di tempat dan waktu yang sama, hal ini sulit jika peserta berada pada cakupan wilayah yang berjauhan; 3) dapat memperoleh data kualitatif yang sangat banyak sehingga menyulitkan untuk analisis data; 4) informasi yang dikumpulkan lebih bias karena interpretasi subjektif dibanding metode kuantitatif; 5) individu yang banyak bicara dapat mendominasi diskusi. Pandangan dari peserta yang asertif kadang sulit diperoleh; dan 6) kualitas diskusi dan manfaat informasi yang diperoleh sangat bergantung pada kemampuan moderator.

40 23 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di TPST Sampah Bantargebang, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat, yang meliputi tiga kelurahan, yaitu: Kelurahan Ciketing Udik, Kelurahan Sumur Batu, dan Kelurahan Cikiwul. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2008 sampai dengan Juni Tahapan Penelitian Tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tahapan pertama: mendeskripsikan kualitas lingkungan dan kondisi sosial masyarakat berdasarkan publikasi dan penelitian mengenai TPST Bantargebang. Kualitas lingkungan yang disajikan berupa kualitas air, kualitas tanah, kualitas udara, dan kualitas komponen biologi. Tahapan kedua: menganalisis kualitas air, tanah, udara, dan komponen biologis di dalam dan di sekitar lokasi TPST Bantargebang. Kualitas air yang dianalisis mencakup kualitas air sumur, air sungai, dan air IPAS. Kualitas tanah dinalisis di sekitar lokasi TPST Bantargebang yaitu di Cikiwul, di Sumur Batu, dan di Ciketing Udik. Pengujian kualitas udara dilakukan di semua zona pembuangan sampah, di luar zona, di Sumur Batu, di Perumahan Limus Pratama, dan di Duku Zamrud. Data komponen biologi dilakukan dengan penghitungan populasi lalat di TPST. Tahapan ketiga: melakukan PRA di tingkat masyarakat dan FGD di tingkat stakeholder Kota Bekasi dan DKI Jakarta. Aspek yang dikaji pada PRA adalah persepsi masyarakat terkait keberadaan TPST Bantargebang, kebutuhan masyarakat dalam pengembangan usaha, dan solusi yang diharapkan untuk memnuhi kebutuhan masyarakat. FGD dilakukan untuk mendapatkan pendapat para stakeholder mengenai berbagai masalah terkait TPST Bantargebang dan solusinya. Tahapan keempat: menyusun skenario pengelolaan TPST Bantargebang yang optimal. Optimalisasi difokuskan pada tiga aspek yakni optimasi penggunaan lahan, optimalisasi pemanfaatan sampah, dan peningkatan

41 24 pendapatan. Pendekatan yang digunakan mempertimbangkan dimensi sosial, ekologi, ekonomi, dan teknologi. Secara skematis, tahapan penelitian disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Tahapan penelitian 3.3. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini meliputi metode pengumpulan data, parameter yang diteliti, dan metode analisis data untuk kualitas lingkungan, persepsi masyarakat, dan skenario optimasi pengelolaan lingkungan TPST Kualitas Lingkungan Metode Pengumpulan Data a. Kualitas Air Sumur, Air Sungai, dan Air IPAS Lokasi pengambilan sampel air sumur adalah lokasi yang mewakili daerah atas dan daerah bawah yang diperkirakan mewakili aliran air tanah (base flow). Lokasi pengambilan sampel air sumur di sekitar TPST dilakukan di 6 (enam)

42 25 sumur yang berbeda, yaitu: sumur I (sumur gali penduduk di Cikiwul Barat), sumur II (sumur pantek milik penduduk dekat pintu gerbang TPST), sumur III (sumur gali penduduk di Kelurahan Sumur Bat bagian selatan), sumur IV (sumur artesis di Desa Sumur Batu bagian utara), sumur V (sumur artesis di Kelurahan Ciketing Udik bagian timur), dan sumur VI (sumur gali penduduk di kelurahan Ciketing Udik bagian barat). Terhadap kualitas air sungai di dekitar TPST pengujian dilakukan dengan mengambil sampel di 4 lokasi sungai yaitu: Ciketing Udik hulu dan hilir, Cimuning hulu dan hilir, Kali Asem, dan Kali Pangkalan Tiga sampel air ini di ambil dari lokasi sebelum TPST dan sesudah TPST. Dan, untuk sampel air lindi diambil dari IPAS I, II, III dan IPAS IV. b. Kualitas Tanah Analisis kualitas tanah dilakukan di sekitar lokasi TPST Bantargebang yaitu dua titik di Cikiwul, dua titik di Sumur Batu (Sumur Batu Utara dan Selatan), dua titik di Ciketing Udik (Ciketing Udik Timur dan Barat). c. Kualitas Udara Pengujian kualitas udara dilakukan di semua zona pembuangan sampah (zona IA, IIB, IIIB, IVC, VC), di luar zona sebelah timur di Pangkalan Lima, sebelah barat di Sumur Batu, sebelah utara di Perumahan Limus Pratama, dan sebelah selatan di Duku Zamrud. d. Kualitas Komponen Biologi Data komponen biologi dilakukan dengan penghitungan populasi lalat di TPST diambil dengan metode grill net per satuan waktu umpan pada jarak tertentu dari pusat TPST. Jarak pengambilan sampel adalah 100 meter sampai 1,000 meter dari TPST. Waktu pengukuran dan pengamatan distribusi pada jam dengan asumsi pada jam tersebut lalat sedang beraktivitas. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan grill ukuran 1 x 1 m 2 selanjutnya lalat yang hinggap dihitung jumlahnya. Titik-titik pengukuran dimulai dari zona yang masih aktif, selanjutnya semakin jauh dengan jarak 50 m searah angin yang dominan atau mengarah ke perkampungan.

43 Parameter a. Kualitas Air Sumur, Air Sungai, dan Air IPAS Parameter air sumur: NO 2, NH 3, SO 2, H 2 S, CO, CH 4, partikel, suhu, dan kelembaban (lihat lampiran 5-33), sedangkan untuk air sungai parameternya adalah: BOD, COD, Nitrat dan Nitrit (lihat lampiran 34-55). Untuk air limbah IPAS (leachete) parameternya BOD dan COD (lihat lampiran 56-67). b. Kualitas Tanah Parameter yang diukur 11 (sebelas) bahan logam berat seperti: Hg, Cd, Cr, Cu, Pb, Se, Zn, Ni, Co, dan senyawa NO 2 (Nitrit) dan NO 3 (Nitrat). c. Kualitas Udara Parameter kualitas udara yang akan dikumpulkan adalah NO 2, NH 3, SO 2, H 2 S, CO, CH 4, partikel, suhu, dan kelembaban (lihat lampiran 68-71). d. Kualitas Komponen Biologi Menghitung jumlah lalat yang hinggap pada grill ukuran 1 x 1 m Metode Analisis Data a. Kualitas Air Sumur, Air Sungai, dan Air IPAS Baku mutu yang digunakan untuk air tanah (air sumur) adalah SK Gubernur Jabar 6/99, PERMENKES RI No.416/MENKES/PER/IX/1990. Sedangkan baku mutu untuk air sungai (air permukaan) mempergunakan baku mutu PERPEM No.81 Tahun 2001 dan SK Gubernur Jawa Barat NO. 38 Tahun Dan baku mutu untuk air limbah adalah SK Gubernur Jawa Barat 6/99 dan KEP.51/MENLH/10/1995.

44 27 Tabel 1. Metode dan Analisis Kualitas Air No Parameter Metode Analisis 1 Suhu SNI-M F butir ph SNI-M F butir 3 3 Zat padat terlarut SNI-M F butir Zat padat tersuspensi SNI-M F butir Amoniak Bebas (NH 3 -N) SNI-M Nitrat (NO 2 N) SNI-M Nitrit SNI-M Fluorida SNI butir 14 9 Sianida SNI butir Sulfida Titrasi 11 Klor Bebas SII butir MBAS SNI-M Fenol SNI-M F 14 Minyak dan Lemak SNI-M F 15 BOD 5 SNI-M F 16 COD Titrasi 17 Besi terlarut (Fe) SNI-M Mangaan terlarut (Mn) SNI-M Tembaga (Cu) SNI-M Seng (Zn) SNI-M Krom (Cr) SNI-M Kadmium (Cd) SNI-M Timbal (Pb) SNI-M Nikel (Ni) SNI-M Arsen (As) 26 Krom Heksavalen (Cr 6+ SNI-M ) AAS 27 Kobal (Co) AAS 28 Barium (Ba) AAS 29 Stanum (Sn) AAS 30 Air Raksa (Hg) AAS b. Kualitas Tanah Baku mutu yang dipergunakan untuk analisa tanah adalah Peraturan Pemerintah RI No. 85/Tahun 1999 c. Kualitas Udara Baku mutu menurut Peraturan Pemerintah RI No. 41/Tahun 1999 dan SK Gubernur Provinsi Jawa Barat No /SK/694-BKPMD/1982.

45 28 d. Kualitas Komponen Biologi Menurut Keputusan Dirjen P2MPLP Departemen Kesehatan RI Nomor 28-1/II/PD LP tanggal 30 Oktober 1989 baku mutu jumlah keberadaan lalat adalah 20 ekor per grill Persepsi Masyarakat Metode Pengumpulan Data Data persepsi masyarakat dan para stakeholder dikumpulkan melalui wawancara mendalam, PRA dan FGD. Responden dalam penelitian ini adalah kelompok masyarakat di sekitar TPST Bantargebang. Penentuan responden untuk wawancara mendalam dilakukan secara purposive yakni memilih responden yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang pengelolaan TPST Bantargebang dan telah lama berdomisili atau bekerja di sekitar TPST Bantargebang. Jumlah responden wawancara mendalam adalah 12 orang. Penentuan responden untuk PRA dilakukan secara cluster random sampling yakni memilih responden berdasarkan cluster pekerjaan di sekitar TPST Bantargebang. Pekerjaan responden terdiri atas pemulung, juragan lapak, operator alat berat, pemilik warung, karyawan pencuci plastik, satpam, ketua RT, masyarakat umum, tokoh pemuda. Jumlah responden PRA adalah 24 orang. Penentuan responden untuk FGD dilakukan secara purposive yakni memilih responden yang memiliki pekerjaan yang terkait dengan pengelolaan TPST Bantargebang. Responden FGD terdiri atas Walikota Bekasi, Dinas kebersihan Jakarta, Dinas Kebersihan Kota Bekasi, BPLHD Provinsi DKI Jakarta, Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi, Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi, Dinas Perekonomian Rakyat dan Koperasi Kota Bekasi, PLN, WALHI, PERTANI, Direktur Lembaga Kuangan Mikro, Pakar peneliti, Pengusaha Angkutan Sampah, ECU. Jumlah peserta FGD adalah 23 orang Parameter Parameter yang diamati adalah pendapat dan aspirasi masyarakat tentang keberadaan TPST dan alternatif pengelolaan yang diharapkan di masa mendatang. Hasil wawancara mendalam dan PRA merupakan bahan diskusi pada FGD.

46 29 Kesepakatan yang diperoleh pada FGD diharapkan menjadi arahan dalam penyusunan skenario pengelolaan TPST Bantargebang di masa mendatang Metode Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil wawancara, dan PRA akan dikelompokkan sesuai dengan persepsi masyarakat dan keinginan warga tentang keberadaan TPST dan kondisi kesejahteraan masyarakat Optimasi Pengelolaan Lingkungan TPST Metode Pengumpulan Data Data sekunder yang didapatkan adalah data jumlah sampah yang masuk ke TPST Bantargebang, dan luas lahan TPST serta peruntukannya Parameter Parameter yang diamati adalah kombinasi jumlah sampah yang diolah pada setiap teknologi pengolahan yang digunakan, serta luas lahan (ruang) yang optimal untuk setiap unit pengolahan sampah Metode Analisis Data Data sekunder yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif, sehingga setiap jenis sampah yang masuk ke TPST dapat diolah pada setiap unit teknologi pengolahan.

47 30 Tabel 2. Tujuan Penelitian, Cara Pengumpulan Data dan Jenisnya, Metode No Tujuan Penelitian 1 Menganalisis status kualitas lingkungan sekitar TPST Bantargebang Analisis, dan Output yang Diharapkan Cara Pengumpulan Data dan Jenisnya -Mengukur konsentrasi zatzat pencemar dan parameter lainnya pada sampel air dari sumur, sungai, dan IPAS yang terdapat di dalam dan sekitar TPST pada sampel tanah dari dua titik di wilayah Cikiwul dan dua titik di wilayah Sumur Batu pada sampel udara dari tiap zona, Sumur Batu, Duku Zamrud, Perumahan Limus Pratama, dan Pangkalan 5. - Mengukur jumlah lalat dengan menggunakan metode grill net per satuan waktu umpan pada jarak tertentu dari pusat TPST. Metode Analisis Membandingkan hasil pengukuran dengan baku mutu yang ditetapkan pihak yang berwenang. Output yang Diharapkan Tingkat pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh keberadaan TPST. 2 Menganalisis persepsi masyarakat sekitar TPST 3 Menganalisis optimasi pengelolaan lingkungan TPST Bantargebang (dokumentasi) Persepsi masyarakat mengenai TPST dan kaitannya dengan kehidupan mereka. (wawancara, PRA, dan FGD) Jumlah sampah yang masuk ke TPST Bantargebang (dokumentasi) Mengelompokkan data sesuai dengan persepsi dan keinginan warga tentang keberadaan TPST dan kesejahteraan mereka. Melakukan analisis kualitatif. Kebutuhan warga terkait dengan dampak yang ditimbulkan oleh TPST. Kuantitas sampah yang diolah di setiap unit pengolahan

48 31 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Administrasi Daerah studi adalah TPST Bantar Gebang yang berada 40 km dari pusat kota Jakarta, dan 20 km dari perbatasan kota Jakarta-Bekasi serta 2 km dari jalan raya Cileungsi. Kecamatan Bantargebang meliputi delapan kelurahan, yaitu: Kelurahan Bantargebang, Kelurahan Cikiwul, Kelurahan Padurenan, Kelurahan Cimuning, Kelurahan Sumur Batu, Kelurahan Ciketing Udik, Kelurahan Mustika Jaya dan Kelurahan Mustika Sari. Batas Kecamatan Bantargebang dengan daerah sekitarnya adalah: - Sebelah Utara : Bekasi Timur dan Bekasi Barat - Sebelah Selatan : Kabupaten Bogor - Sebelah Barat : DKI Jakarta - Sebelah Timur : Setu Kabupaten Bekasi TPST Bantargebang terletak pada tiga kelurahan. Luas masing-masing ketiga kelurahan yangtersebut adalah: - Kelurahan Ciketing Udik 343,34 ha (di selatan dari TPST) - Kelurahan Cikiwul 434,70 ha (di barat dan utara TPST) dan - Kelurahan Sumur Batu 568,95 ha (di timur dan utara TPST) Sosial Budaya Tata guna lahan di wilayah studi didominasi oleh perumahan kecuali di Kelurahan Sumur Batu, secara rinci dapat dilihat di dalam tabel berikut: Tabel 3. Tata Guna Lahan Kecamatan Bantar Gebang pada Tiga Kelurahan Tata Guna Lahan Cikiwul (Ha) Ciketing Udik (Ha) Sumur Batu (Ha) A. Total Area B. Total Peruntukan * Perumahan * Sawah * Kuburan * Wakaf * Kolam Total B Sumber: Potensi Kel. Cikiwul, Ciketing Udik dan Sumur Batu, Tahun 2002, dalam Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 2004.

49 Gambar 4. Peta Lokasi TPST Bantargebang 32

50 33 Komposisi penduduk antara pria dengan perempuan berimbang di wilayah studi. Sedangkan kepadatan penduduk di tiga kelurahan yang masuk wilayah studi hampir sama, yang terpadat adalah Kelurahan Sumur Batu. Data tentang luas wilayah, jumlah penduduk pria, wanita serta jumlah penduduk per-km persegi disajikan pada Tabel 4 berikut: Tabel 4. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Bantargebang No. Kelurahan Luas (Km2) Pria (jiwa) Wanita (jiwa) Jumlah (jiwa) Kepadatan (jiwa) 1 Cikiwul Ciketing Udik Sumur Batu Sumber : Potensi Kel. Cikiwul, Ciketing Udik dan Sumur Batu, Tahun 2001 dalam Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Perekonomian Jenis mata pencarian penduduk di wilayah studi cukup beragam, mayoritas mata pencarian penduduk adalah buruh, kecuali di Sumur Batu kelompok yang terbanyak adalah petani, hal ini sesuai dengan tata guna lahan, di mana kelurahan ini didominasi oleh sawah. Tabel 5. Komposisi Penduduk Kec. Bantargebang Berdasarkan Mata Pencarian No. Mata Pencarian Kelurahan Cikiwul Ciketing Udik Sumur Batu 1 Petani Buruh Pedangang Pengrajin Pengangkut PNS dan Polri TNI Pensiunan Peternak Lain-lain Sumber: Potensi Kel Cikiwul, Ciketing Udik dan Sumur Batu, Tahun 2001 dalam Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Tingkat pendidikan penduduk berdasarkan data dari Potensi kelurahan disajikan dalam Tabel 6 sebagai berikut.

51 34 Tabel 6. Tingkat Pendidikan Penduduk Kecamatan Bantargebang No. Tingkat Pendidikan Kelurahan Cikiwul Ciketing Udik Sumur Batu 1 Belum Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Akademi Tamat Universitas Buta Aksara Masih Sekolah Sumber : Potensi Kel. Cikiwul, Ciketing Udik dan Sumur Batu, Tahun 2001 dalam Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Kondisi Umum TPST TPST yang sekarang sebelumnya adalah lahan kritis bekas galian. Proses pembebasan tanah berlangsung dari tahun oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pada tahun 1989 dilakukan studi AMDAL oleh BKLH DKI Jakarta dan BKLH Jawa Barat dan pada tahun 1989 TPA Bantargebang mulai beroperasi menampung sampah dari seluruh wilayah DKI Jakarta. Luas lahan TPST Bantargebang seluruhnya adalah ha yang terdiri dari lima wilayah atau zona. Luas efektif TPST, yaitu luas yang digunakan untuk menimbun sampah, adalah 89 ha dari seluruh luas lahan, sisanya digunakan untuk prasarana TPST seperti pintu masuk, jalan, kantor dan instansi pengolahan lindi (leachete). Lahan yang efektif digunakan dan waktu mulai diisi pada setiap zona berbeda setiap tahunnya dengan perincian sebagai berikut:. - Zona I total lahan 18.3 ha, dengan lahan efektif yang digunakan 16,8 ha, saat ini ketinggian sampah hampir 20 meter, lahan ini mulai diisi sejak 1989 sampai dengan 1991; - Zona II total lahan 17.7 ha, dengan lahan efektif yang digunakan 11,3 ha saat ini ketinggian sampah hampir 20 meter, lahan ini mulai diisi sejak 1992 sampai dengan 1994; - Zona III total lahan ha, dengan lahan efektif yang digunakan 20,2 ha saat ini ketinggian sampah hampir 20 meter, lahan ini mulai diisi sejak

52 sampai dengan 1998; - Zona IV total lahan 11 ha; dengan lahan efektif yang digunakan 11 ha saat ini ketinggian sampah 10 sampai 17 meter, lahan ini mulai diisi sejak 1999 sampai dengan 2001; - dan zona V total lahan 9,5 ha, dengan lahan efektif yang digunakan 9.5 ha saat ini ketinggian sampah 15 meter, lahan ini mulai diisi sejak 2002 sampai dengan Zona enclave total lahan 2.3 ha, saat ini sedang dalam penyelesaian pembangunan konstruksi, dan direncanakan selesai september Tabel 7. Luas Zona dan Sub Zona TPST Bantargebang Zona Ketinggian (m) Kemiringan Luas (Ha) Zona IA 19,78 : 15,02 : 6, ,8 Zona IB 40 6,5 Zona IC 45 5,0 Luas Zona I 18,3 Zona IIA Zona IIB Zona IIC Zona IIIA Zona IIIB1 Zona IIIB2 Zona IIIB3 21,14 : 15,14 : 6, ,2 6,5 7,0 Luas Zona II 17,7 20,06 : 15,76 : 9, ,94 2,96 3,39 3,23 Zona IIIC1 45 3,9 Zona IIIC2 45 7,99 Luas Zona III 25,41 Zona IV A1 Zona IV A2 Zona IV B1 Zona IV B2 Zona IV C 12,32 : 10,18 : 6,63 17,46 : 14,01 : 11,66 12,71 : 12,55 : 12, ,0 1,0 4,5 1,0 0,5 Luas Zona IV 11,0 Zona V A 15,04 : 13,74 : 11, ,4 Zona V B Zona V C 9,70 : 9,43 : 9, ,8 2,3 Luas Zona V 9,5 Luas Total 81,91 Sumber: Dinas Kebersihan DKI Jakarta, November 2007 dalam KA ANDAL PT. Godang Tua Jaya JO PT. NOEI, 2009

53 Kondisi Lingkungan TPST Kualitas Air 1. Air Sumur Air Sumur II mewakili air sebelum base flow dan sumur I mewakili sumur setelah base flow. Pada tahun 1999, kedua sumur tersebut memiliki karater yang sama, yakni tingginya nilai konsentrasi parameter bahan organik, kekeruhan, besi, timbal dan kadmium yang telah melampaui baku mutu. (Lihat lampiran 5-31) Pada Tahun 2000 Sumur I dan Sumur II telah terkontaminasi oleh tinja yang ditunjukkan oleh adanya bakteri E.Coli. Tercemarnya sumur tersebut terutama disebabkan oleh faktor budaya masyarakat dalam menggunakan fasilitas air bersih, terutama jarak jamban dengan sumur yang terlalu berdekatan, apalagi disertai dengan drainase dan sanitasi yang buruk Keadaan kualitas air sumur pada tahun 2001 telah melampaui batas maksimum, khususnya Sumur I yang terletak pada sumur kontrol dalam lokasi TPST. Parameter yang melampaui baku mutu adalah kekeruhan, bahan organik, mangan, besi, dan natrium. Sumur III dan IV adalah sumur penduduk yang berlokasi sebelum memasuki kawasan TPST. Sumur I, II dan III ternyata telah terkontaminasi oleh tinja, hal ini ditunjukkan dengan adanya kandungan bakteri E. Coli. Sedangkan Sumur IV tidak terkontaminasi oleh tinja, hanya parameter mangan dan natrium yang tidak memenuhi baku mutu. Pada Tahun 2002 air Sumur I, II, III, IV, dan V ternyata mengandung bakteri E. Coli, hal ini menunjukkan adanya kontaminasi dari tinja (kotoran manusia). Hal ini berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk. Zat yang berbahaya seperti nitrit, sianida, dan logam berat masih di bawah standar baku mutu untuk semua sumur, tetapi semua sumur pada periode pengamatan ini telah mengalami perubahan warna. Pada tahun 2003 semua air sumur, kecuali Sumur IV sudah tercemar bakteri E. Coli, yang menunjukkan bahwa sumur-sumur tersebut sudah terkontaminasi kotoran manusia (tinja). Sedangkan logam berat yang sudah mencemari adalah cadmium (Cd).

54 37 Hasil pengujian tahun 2004 Sumur I, II dan Sumur III pada sudah tercemar bakteri E. Coli yang berarti bahwa air di sumur-sumur tersebut sudah tercemar kotoran manusia (tinja). Semua sumur di lokasi ini juga sudah tercemar logam berat jenis cadmium (Cd). Grafik hasil pengujian kualitas air sumur untuk beberapa parameter periode disajikan pada Gambar 5, 6, 7, 8, dan ,4 7,88 7, ,39 7,15 6,47 5, ,55 4 3, ph (6.5-9) Besi <(0.3 mg/l) Nitrat (< 10 mg/l) 3 E. Coli (0) 2 1,76 1,85 0,4 1,04 1,24 1,24 1 0,01 0 0,006 0,04 0,04 0, Gambar 5. Grafik Kualitas Air Sumur I Periode

55 =56 11,8 11,8 9 ph (6.5-9) 8 6,85 7,02 6,57 6,57 Besi <(0.3 mg/l) 7 5,8 6 Nitrat (< 10 mg/l) 5 5,2E. Coli (0) (x 4) 4,4 4, = =11 1,3 0,02 2 1,49 1 1,33 0,114 0, =2 0,01 0,07 0,07 0, , Gambar 6. Grafik Kualitas Air Sumur II Periode ,9 5,99 4,89 4,89 5,9 4,67 2 0, ,05 0,04 0,04 0,128 0, ph (6.5-9) Besi <(0.3 mg/l) Nitrat (< 10 mg/l) E. Coli (0) Gambar 7. Grafik Kualitas Air Sumur III Periode

56 =18 8,6 8 7,74 7 7,74 6 6,1 5 4, ,2 2,2 2 1=2 1,21 1=2 1=2 0,01 1 0,01 0,112 0,04 0,04 0, , ph (6.5-9) Besi <(0.3 mg/l) Nitrat (< 10 mg/l) Coliform (0) (x 2) Gambar 8. Grafik Kualitas Air Sumur IV Periode = 20 10= = = ph (6.5-9) 6 4 4=8 Besi <(0.3 mg/l) Nitrat (< 10 mg/l) (x 2) Coliform (0) (x 2) 2 2, = =0.04 0,05 0,05 1=2 0 0, Gambar 9. Grafik Kualitas Air Sumur V Periode Air Sungai Lokasi pengambilan sampel untuk air sungai dilakukan di Sungai Ciketing, dengan lebar sekitar 2 m dan debit sebesar m3/dtk. Titik hulu diambil di dekat gerbang masuk TPA dan titik hilir diambil di dekat IPAS I. Air Sungai Ciketing pada lokasi setelah kawasan TPA (hilir) mengalami penambahan beban pencemaran dari TPA Bantargebang. Penambahan beban pencemaran tersebut berupa zat pencemar dari TPA yang terdiri dari bahan

57 40 organik (BOD dan COD), Nitrogen (Amoniak, Nitrat dan Nitrit), padatan dan sebagian logam berat. Akibat adanya penambahan beban pencemaran tersebut kualitas air Sungai Ciketing telah melampaui baku mutu yang telah ditetapkan di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 tahun 2001 tentang Pengendalian Pencemaran Air, Baku Mutu Golongan B dan C. (Lihat Lampiran 34-55) Parameter yang telah melampaui Baku Mutu Air Golongan B (untuk bahan baku air minum) atau C (untuk peternakan dan perikanan, pertanian) adalah nitrogen (amoniak, nitat dan nitrit), padatan terlarut, minyak dan lemak serta mangan, besi dan seng. Grafik hasil pengujian kualitas air sungai untuk beberapa parameter periode disajikan pada Gambar 10,11, 12, dan Hulu (Sebelum TPA) BM = 6 mg/l ,5 Hilir (Sesudah TPA) , ,96 83,62 13,2 3,9 63,5 19, , ,42 12,56 28, Gambar 10. Grafik Kualitas Air Sungai ( Parameter BOD ) di Hulu dan Hilir periode Hulu (Sebelum TPA) BM = 50 mg/l Hilir (Sesudah TPA) , , , ,9 55, ,5 44, , ,87 53, Gambar 11. Grafik Kualitas Air Sungai ( Parameter COD ) di Hulu dan Hilir Periode

58 BM = 10 mg/l Hulu (Sebelum TPA) ,5 Hilir (Sesudah TPA) , ,85 1,69 0,2 0,3 0,04 0 4,05 3,02 0,1 0,1 0, Gambar 12. Grafik Kualitas Air Sungai (Parameter Nitrat) di Hulu dan Hilir Periode Hulu (Sebelum TPA) 8 BM = 1 mg/l 8,17 Hilir (Sesudah TPA) ,03 2 1,42 0,01 1 0,7 1 0,1 0,02 0 0, ,07 0,08 0 0,002 0, Gambar 13. Grafik Kualitas Air Sungai ( Parameter Nitrit ) di Hulu dan Hilir Periode Air Lindi Kualitas air pada masing-masing IPAS pada tahun dapat dilihat pada Lampiran Dari sana dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja IPAS II dan IV masih baik karena konsentrasi semua parameter kunci masih berada di bawah batas maksimum, namun IPAS I dan III kinerja mengalami penurunan, kondisi ini terlihat dari konsentrasi COD di masing-masing IPAS melebih baku mutu. Grafik hasil pengujian kualitas air lindi untuk beberapa parameter periode disajikan pada Gambar 14, 15, 16, dan 17.

59 BM = 150 mg/l Gambar 14. Grafik Kualitas Air Lindi ( Parameter BOD Inlet dan Outlet) IPAS BM = 300 mg/l Gambar 15. Grafik Kualitas Air Lindi ( Parameter COD Inlet dan Outlet) IPAS

60 BM = 5 mg/l Gambar 16. Grafik Kualitas Air Lindi ( Parameter Amonia Inlet dan Outlet) IPAS ph-in IPAS I ph-out IPAS I ph-in IPAS II ph-out IPAS II ph-in IPAS III ph-out IPAS III ph-in ph-out IPAS IV IPAS IV BM = Gambar 17. Grafik Kualitas Air Lindi ( Parameter ph Inlet dan Outlet) IPAS

61 Kualitas Udara Keadaan kualitas udara pada tahun 2007 dan tahun 2008 dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 8 sampai Tabel 11. Dari tabel dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas udara di titik-titik pengambilan sampel belum tercemar. Tabel 8. Kualitas Inlet Udara Tahun 2007 No. Parameter Hasil Keterangan Baku mutu* UA.1 UA.2 UA.3 UA.1 UA.2 UA.3 1. Debu (TSP) M M M 260 µg/m3 2. H 2 S 0,01 0,01 0,01 M M M 0,21 ppm 3. NH 3 0,3 0,4 0,2 M M M 2 ppm 4. CH 4 0,06 0,08 - M M 0,21 ppm Keterangan: *) SK Gubernur Prov. Jawa barat No /SK/694-BKPMD/1982 M = Memenuhi TM = Tidak Memenuhi Tabel 9. Kualitas Inlet Udara Tahun 2007 No. Parameter Hasil z Baku mutu* UA.4 UA.5 UA.4 UA.5 1. Debu (TSP) M M 260 µg/m3 2. H 2 S 0,02 0,02 M M 0,21 ppm 3. NH ppm 4. CH 4 0,03 M 0,21 ppm Keterangan: *) SK Gubernur Prov. Jawa barat No /SK/694-BKPMD/1982 M = Memenuhi TM = Tidak Memenuhi

62 45 Tabel 10. Kualitas Udara di TPST dan Sekitar TPST Bantargebang Tahun 2008 No Parameter Unit Baku Mutu** Hasil uji Keterangan S4 S5 S6 S4 S5 S6 1 Nitrogen Dioxide, NO 2 g/m <4 M M M 2 Ammonia, NH 3 *** g/m M M M 3 Sulfur Dioxide, SO 2 g/m M M M 4 Hydrogen sulfide, H 2 S*** g/m <10 <10 M M M 5 Carbon Monoxide, CO g/m <1000 <1000 <1000 M M M 6 g/m 3 Hydrocarbon, M M M HC (as CH 4 ) Particle g/m M M M 8 Temperature o C Relative Humidity % Keterangan: *) di luar ruang lingkup akreditasi **) Ambient Air Standard Quality PP RI No.41 Tahun 1999 ***) Ambient Air Standard Quality Minister of Manpower Circular No. 01/MEN/1997 Keterangan S4 = Zona IVC; S5 = Zona VC; S6 = Sumur Batu M = Memenuhi ; TM = Tidak memenuhi

63 46 Tabel 11. Kualitas Udara di TPST dan Sekitar TPST Bantargebang Tahun 2008 No Parameter Unit Baku Mutu ** Hasil Uji Keterangan VII VIII IX VII VIII IX 1 Nitrogen Dioxide, NO 2 g/m M M M 2 Ammonia, NH 3 *** g/m M M M 3 Sulfur Dioxide, SO 2 g/m M M M 4 Hydrogen sulfide, H 2 S*** g/m <10 <10 <10 M M M 5 Carbon Monoxide, CO g/m <1000 <1000 <1000 M M M 6 Hydrocarbon, g/m 3 HC (as CH 4 ) M M M 7 Particle g/m M M M 8 Temperature o C Relative Humidity % Keterangan: *) diluar ruang lingkup akreditasi **) Ambient Air Standard Quality PP RI No.41 Tahun 1999 ***) Ambient Air Standard Quality Minister of Manpower Circular No. 01/MEN/1997 VII = Duku Zamrud; VIII = Perumahan Limus Pratama; IX = Pangkalan 5 M = Memenuhi; TM = Tidak memenuhi Komponen Biologis Salah satu komponen biologis yang terpenting pada kawasan tempat pembuangan sampah akhir, adalah faktor keberadaan dan distribusi dan populasi lalat. Keberadaan dan banyaknya lalat juga dapat dianggap sebagai cermin keadaan sanitasi suatu lingkungan. Populasi lalat di titik pengambilan sampel dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Gambar 18.

64 Jumlah lalat (ekor) ,4 25,21 12,4 0 4,56 1, Gambar 18. Grafik Populasi Lalat di TPST Bantargebang Semakin banyak lalat, semakin menurun kondisi sanitasi sanitasi lingkungannya, begitu juga sebaliknya. Lalat dapat sebagai indikator penyebaran vektor beberapa penyakit berbahaya, seperti tertera pada Tabel 12 berikut. Tabel 12. Beberapa Penyakit Bawaan Sampah Nama Penyakit Bawaan lalat: 1. Dysentriae basilaris (disentri) 2. Dysentriae Amoebica (disentri) 3. Thypus Abdominalis (tifus) 4. Kolera 5. Ascariasis (cacingan) 6. Ancylostomiasis (cacingan) Sumber: Nurdin, Penyebab Shigella shigae Entamoeba histolytica Salmonella thypii Vibrio cholerae Ascariasis lumbricoides Ascariasis doudenale 4.6. Sarana dan Prasarana Untuk mendukung pelaksanaan pengoperasian Bantargebang terdapat sarana dan prasarana yaitu (1) timbangan; (2) jalan utama; (3) jalan precast; (4) saluran; (5) gedung kantor dan fasilitasnya; (6) workshop; (7) pencucian armada; (8) bangunan IPAS dan fasilitasnya; (9) pagar akron; (10) listrik; (11) buffer zone. Kondisi sarana prasarana TPST Bantargebang saat ini tidak sesuai lagi seperti kondisi awal, ada beberapa sarana yang sudah rusak. Kondisi sarana dan prasarana saat ini seperti Tabel 13.

65 48 Tabel 13. Data Aset Tidak Bergerak UPT TPST Bantargebang No Jenis Bangunan Ukuran 1 Luas Lahan TPST Ha 2 Luas Lahan Terkontruksi 83 Ha 3 Kantor 350 m 2 4 Parkir Kantor 500 m 2 5 Bangunan Mess PHL 700 m 2 6 Bengkel 432 m 2 7 Parkir Alat Berat m 2 8 Pos Jaga 60 m 2 9 Jembatan Timbang 300 m 2 10 Pagar Pengamanan TPST m 11 Jalan Operasional 6 x m 12 Saluran m 13 IPAS I m 2 14 IPAS II m 2 15 IPAS III m 2 16 IPAS IV m 2 17 Kabel Penerangan Jalan m

66 49 V. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1. Kualitas Lingkungan TPST Bantargebang Kualitas Air Pengujian kualitas air meliputi kualitas air sumur, kualitas air sungai, dan kualitas air lindi. Hasil analisis kualitas air sumur sampai pada periode tahun 2008 dilihat bahwa ke-6 sumur di sekitar TPST ini masih belum tercemar dari bahan organik (BOD dan COD), nitrogen (amoniak, nitrat, dan nitrit) padat, dan sebagian logam berat karena masih di bawah ambang batas baku mutu, kecuali mercury, mangan. Bahan pencemar logam berat ini adalah zat pencemar yang berbahaya, karena bersifat toksik. Dalam hal ini, bila bereaksi dengan S yang terdapat dalam enzim akan mengakibatkan enzim menjadi tidak mobile. Disamping itu juga bisa mengendapkan senyawa fosfat biologis dan mengkatalisis penguraiannya (Ahadis, 2005). Tetapi sumur-sumur tersebut masih aman dari bakteri coliform, di mana hasilnya negatif. Parameter-parameter penting ini, menunjukkan adanya perbaikan kualitas air sumur di sekitar TPST, hal ini dapat diakibatkan semakin baiknya sistem pengelolaan sanitary landfill yang dilakukan. Kualitas air sumur di sekitar TPST cenderung asam, hal ini dapat terjadi karena pengaruh mineral-mineral bebas pada sampah dan juga adanya padatan terlarut dan tersuspensi yang masih terintrusi ke sumur-sumur di sekitar TPST. Tabel 14. Kualitas Air Sumur di Sekitar TPST Bantargebang Tahun 2008 Sumur/Paramater ph BOD 5 COD E. Coliform Hg Mg I 5.9* * 0.45* II 5.2* < III 5.9* < IV 4.8* < * V 5.8* < * VI 4.7* * BML mg/l 50 mg/l 50 Apm/100 ml mg/l 0.1 mg/l *Tidak Memenuhi

67 50 Nilai BOD menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroba aerobik untuk mengoksidasikan bahan organik dalam waktu lima hari pada temperatur 20 o C. Kualitas air sungai di sekitar TPST, baik untuk BOD dan COD sudah di atas baku mutu yang ditetapkan (Tabel 15). Hal ini menunjukkan bahwa air sungai sudah tercemar dari TPST, dimana hasil pelarutan bahan organik di landfill dapat meningkatkan nilai BOD pada sungai, ditambah bahan organik yang diuraikan oleh bakteri di dalam air sungai ( Diana,1992). Sedangkan nilai COD tinggi diakibatkan terjadinya akumulasi bahanbahan organik leachete yang masuk ke aliran sungai sekitar TPST, akibatnya bahan organik yang dapat dioksidasi secara kimiawi pada aliran sungai tercemar oleh COD (Diana, 1992). Hal yang sama juga terjadi pada keempat IPAS di TPST Bantargebang (Tabel 16). Air lindi (leachete) adalah bahan terlarut baik sebagai pencemar maupun kontaminan yang dibawa oleh proses pencucian air dan terbawa oleh infilttrasi dan perkolasi air sampah. Keadaan kualitas masing-masing IPAS dapat dilihat bahwa konsentrasi BOD dan COD inlet pada ketiga IPAS sudah tercemar, kecuali untuk IPAS IV kualitas inletnya sudah baik. Sedangkan untuk air Outlet di IPAS, nilai BOD keempat IPAS masih di bawah baku mutu, kecuali nilai COD-nya yang sudah melampaui angka baku mutu, kecuali IPAS II. Hal ini menunjukkan bahwa fasilitas pengolahan air IPAS masih belum maksimal, sehingga seharusnya belum layak untuk dialirkan ke sungai yang ada di sekitar TPST Bantargebang. Tabel 15. Kualitas Air Sungai di Sekitar TPST Bantargebang Tahun 2008 Sungai/Parameter ph BOD 5 COD Ciketing Udik Hulu * 53.59* Ciketing Udik Hilir * 53.59* Cimuning Hulu * * Cimuning Hilir * * Sungai di Kali Asem Udik Hilir * * Sungai di Pangkalan BML mg/l 25 mg/l *Tidak Memenuhi

68 51 Tabel 16. Kualitas Air Lindi di Masing-masing IPAS Tahun 2008 IPAS/Paramater ph BOD 5 COD NH 3 IPAS I-inlet * * * IPAS I-outlet * * * IPAS II-inlet * * 47.63* IPAS II-outlet * * 62.74* IPAS III-inlet * * * IPAS III-outlet * * 90.62* IPAS IV-inlet * * * IPAS IV-outlet 5.9* * * BML mg/l 100 mg/l 1 mg/l *Tidak Memenuhi Untuk kesemua IPAS kandungan amoniak bebas semua di atas baku mutu, ini berarti kandungannya telah melampaui persyaratan yang telah ditetapkan. Kandungan amoniak bebas di dalam leachete dihasilkan dari proses dekomposisi protein atau organik yang terdapat dalam timbunan sampah seperti reaksi berikut ini (Sawyer dan Carty, 1978): Protein (Organik N) + Bakteri NH Kualitas Tanah Unsur-unsur terkait dengan dampak penurunan kualitas tanah adalah kehadiran unsur-unsur logam seperti Hg, Cd,, Cr, Cu, Pb, Fe, Se, Zn, Ni, dan Co, dan juga kehadiran unsur-unsur organik seperti Nitrat (NO3) dan nitrit (NO2) yang berasal dari pembusukan sampah. Untuk keenam lokasi yang dilakukan pengujian kualitas tanah masih cukup baik dalam arti belum tercemar dari 9 (sembilan) jenis logam berat yang dianalisis serta senyawa nitrit NO 2 dan nitrat NO 3. (Lihat lampiran 69 74). Menurut Dinas LH Kota Bekasi 2008, kehadiran unsur-unsur logam ini dan kedua senyawa nitrit dan nitrat dibawah ambang batas standar baku mutu menunjukkan bahwa kehadiran unsur-unsur ini bukan merupakan penyebab dampak penting di TPST Kualitas Udara Dari hasil pengujian dapat dilihat bahwa pada keseluruhan lokasi pengamatan/pengambilan sampel, untuk kesemua parameter kualitas udara masih bagus (di bawah ambang batas). Baik pada zona pembuangan sampah maupun di

69 52 luar zona TPST udara belum tercemar, kondisi udara masih baik. Kondisi udara yang masih baik di zona pembuangan sampah menunjukkan bahwa pelaksanaan penutupan sampah dengan tanah merah (cover soil) masih efektif untuk mengurangi pencemaran udara oleh gas yang diuji seperti gas metan CH4, gas H2S, NO2, NH3, SO2, Co dan HC yang merupakan gas yang berbahaya yang dapat menurunkan derajat kesehatan manusia. Penyebab lain juga dapat diakibatkan dampak penurunan kualitas udara dan bau, bersifat tidak permanen (tidak terus menerus) karena pengaruh sifat udara yang bergerak bebas ke segala arah dan akibat pengenceran volume oleh udara sekitarnya ( Dinas LH, Bekasi. 2008) Komponen Biologi Berdasarkan hasil pengukuran tanggal 27 November 2008, diperoleh keberadaan populasi lalat di TPST Bantargebang 0.8 ekor pergrill di Zona I, sedangkan di Zona III C populasi lalat 1.2 ekor pergrill. Dari data yang disajaikan pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa populasi lalat di sekitar bantargebang masih dibawah standar baku mutu. Tabel 17. Hasil Uji Populasi Lalat di Zona I dan Zona IIIC No Titik Sampling Waktu Baku Mutu Jumlah *) Sampling **) Keterangan 1 Zona I WIB M 2 Zona IIIC WIB M 5.2. Persepsi Masyarakat Persepsi masyarakat penting untuk diperhatikan, karena berhasil tidaknya TPST terpadu tergantung juga dari dukungan masyarakat (Royadi, 2006). Untuk mengetahui persepsi masyarakat dan keinginan warga tentang keberadaan TPST dan kondisi kesejahteraan masyarakat di sekitar TPST Bantargebang dilakukan PRA. Hasil PRA disajikan sebagai berikut: 1. Alasan masyarakat membuka usaha/bekerja di lingkungan TPST Bantargebang yaitu (A) untuk memenuhi kebutuhan hidup; (B) keterbatasan pilihan hidup; (C) karena menguntungkan.

70 53 Tabel 18. Alasan Responden Membuka Usaha di TPST Alasan Persentase (%) 1. Memenuhi kebutuhan hidup Keterbatasan pilihan hidup Menguntungkan Tidak Memberi Respons Permasalahan yang dihadapi dalam mengembangkan usaha lingkungan TPST yaitu (A) keberadaan TPST mengancam kelangsungan usaha; (B) kesulitan mendapatkan modal untuk mengembangkan atau memulai usaha; (C) penegakan peraturan yaitu lokasi penempatan gerobak di TPST merugikan pemulung, kesulitan dalam mendapatkan tempat berjualan, dan kesulitan dalam menertibkan pemulung di lapangan oleh satuan keamanan TPST; (D) persaingan yaitu persaingan antar pemilik lapak dalam memperoleh plastik bekas, persaingan antar pemulung; (E) kesehatan akibat kualitas tempat berusaha dan tempat tinggal yang buruk; (F): sarana/prasarana kebersihan kurang memadai menyulitkan pemulung menunaikan ibadah. Tabel 19. Masalah Utama yang Dihadapi dalam Berusaha di TPST Masalah Utama Persentase (%) 1. Keberadaan TPST Permodalan Peraturan di TPST serta penegakannya Persaingan Kesehatan Sarana dan prasarana kebersihan Tidak Memberi Respons Berdasarkan jawaban responden, upaya yang diharapkan supaya masalah tersebut bisa diatasi dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok jawaban yaitu (A) penyediaan modal/koperasi; (B) meniadakan fasilitas conveyor daur ulang plastik (C) pengaturan lokasi memulung dan penempatan roda yang berpihak pada pemulung dan pemberian lokasi berjualan (D) peningkatan komunikasi antara pengelola dan pemulung/warga dengan mendirikan pos pengaduan.

71 54 Tabel 20. Upaya yang diharapkan untuk Mengatasi Masalah Utama Bentuk Upaya Persentase (%) 1. Penyediaan modal/koperasi Meniadakan fasilitas Konveyor Peninjauan ulang peraturan Peningkatan komunikasi Tidak Memberi Respons Harapan terkait adanya pembangunan pembangkit tenaga listrik bertenaga metan di TPST Bantargebang, jawaban yang dikemukakan responden secara lisan: a) Keempat Kelurahan di sekitar TPST Bantargebang mendapatkan fasilitas listrik gratis b) Warga keempat Kelurahan menerima dana kompensasi dari keuntungan yang diterima pengelola c) Pembanguan penerangan jalan-jalan di kelurahan d) Menyerap tenaga kerja lokal e) Sampah yang digunakan sebagai bahan baku adalah sampah lama Dari empat pertanyaan yang diajukan diperoleh kesimpulan bahwa keberadaan TPST di Bantargebang mendatangkan manfaat ekonomi, namun kegiatan ekonomi mereka terhambat akibat penegakan peraturan di TPST dan kekurangan modal, untuk itu maka diperlukan peningkatan komunikasi antar pengelola dan warga serta pendirian fasilitas permodalan bagi warga Skenario Pengelolaan TPST Bantargebang Penyusunan skenario pengelolaan sampah di TPST Bantargebang dilakukan melalui FGD (Focus Group Discussion) yang melibatkan para stakeholder. Hasil FGD dihasilkan skenario pengelolaan TPST Bantargebang. Dalam menyusun skenario tersebut dipertimbangkan berbagai aspek pengelolaan yakni sosial, ekologi, ekonomi, dan teknologi. Aspek sosial yang perlu diperhatikan adalah: rembuk bersama antara pemulung, lapak, dan pengelola untuk merumuskan mekanisme kerjasama dalam bentuk kelembagaan sehingga dapat mendukung pengembangan TPST; meninjau ulang penggunaan CSR tunai agar jangan sampai mengurangi pembangunan fisik;

72 55 pembangunan sarana di TPST benar-benar menyerap tenaga kerja lokal; membuka kesempatan bagi masyarakat untuk menjadi pengelola CD tidak berbentuk uang tunai, tetapi sharing modal dengan masyarakat agar risiko dan manfaat diemban bersama; menampung aspirasi dari masyarakat sekitar dan menindaklanjutinya; pelaksanaan pengembangan TPST sesuai dengan kontrak dan jadwal; meningkatkan penjagaan keamanan terhadap seluruh fasilitas TPST. Aspek ekologi yang perlu diperhatikan adalah: desain teknologi modern yang ramah lingkungan dengan benar, mengawasi pembangunannya, dan berkomitmen terhadap SOP; meningkatkan pelayanan sumur artesis bagi masyarakat sekitar; optimasi IPAS untuk mengendalikan pencemaran air; pemeliharaan dan pengembangan buffer zone dan greenbelt; penyemprotan landfill dengan insektisida; pembenahan perumahan penduduk sekitar; perluasan dan pemanfaatan lahan TPST; penataan pemulung-pemulung yang mengotori wilayah dengan tindakan tegas supaya sisa hasil pulungan yang tidak bernilai dikembalikan ke TPST oleh pemulung bersangkutan; tetap melakukan UKL-UPL. Aspek ekonomi yang perlu diperhatikan adalah: mengoptimalkan semua unit pengolahan yang dapat memberikan keuntungan; membuka lapangan kerja; menyediakan sarana permodalan bagi para pemulung dan lapak. Aspek teknologi yang perlu diperhatikan adalah: menerapkan teknologi yang ramah lingkungan, memanfaatkan sampah secara optimal dan bermanfaat secara ekonomi. Optimasi pengelolaan lingkungan TPST dikelompokkan menjadi 2 aspek optimal yakni: (1) optimasi pemanfaatan sampah yang masuk ke TPST Bantargebang, (2) optimasi penggunaan lahan TPST serta peruntukannya dimana parameter yang diamati adalah kombinasi jumlah sampah yang diolah pada setiap teknologi pengolahan yang digunakan, serta luas lahan ( ruang ) yang optimal untuk setiap unit pengolahan sampah. 1. Optimasi pemanfaatan sampah Setiap hari terdapat ton sampah masuk ke TPST Bantargebang. Saat ini sampah tersebut ditimbun pada lokasi yang telah ditentukan (sanitary landfill), kemudian pemulung melakukan pengambilan secara bebas. Dalam proses

73 56 penumpukan sampah, penataan sampah ditumpukan landfill dilakukan dengan bantuan alat berat seperti excavator (back hoe) dan bulldozer, sehingga dapat mengancam keselamatan pemulung di sekitarnya. Sebaliknya aktivitas pemulung di area landfill ini juga mengganggu kegiatan alat berat dalam menata sampah. Sampah yang masuk ke TPST dapat digolongkan menjadi dua macam yakni sampah plastik dan non-plastik. Kedua jenis sampah ini dapat diolah melalui proses pemilahan untuk sampah plastic dan sampah non plastic (organic) dapat juga diolah menjadi pupuk kompos. Sampah yang diolah melalui pemilahan dapat diolah menggunakan teknologi Galfad, daur ulang plastik, maupun landfill non-organik. Setiap teknik pengolahan ini membutuhkan tenaga kerja yang bervariasi dan keuntungan ekonomi yang juga bervariasi. Teknologi Galfad akan menghasilkan energi listrik yang dapat dimanfaatkan secara langsung untuk berbagai kebutuhan listrik. Teknik landfill untuk diambil gas metannya berkaitan dengan program CDM (Clean Development Mecahanism). Dalam upaya mencapai pemanfaatan sampah yang optimal, dilakukan simulasi berbagai pemanfaatan sampah tersebut ke dalam empat teknologi pemanfaatan. Hasil simulasi disajikan sebagai berikut: Tabel 21. Rangkuman skenario pemanfaatan sampah di TPST Bantargebang No Skenario Galfad Kompos Pemanfaatan Sampah (Ton/hari) Daur ulang Landfill Campuran Structure Landfill Keterangan 1 Saat ini Tanpa Pengolahan 2 Skenario I Tanpa MRF 3 Skenario II Dengan MRF 4 Skenario III Kontrak Investor dengan Pemprov DKI 5 Skenario IV Alternatif Ket: MRF= Municipal Waste Receiving Facility Dampak dari setiap skenario tersebut pada dasarnya saling terkait. Peningkatan atau penurunan satu parameter akan berdampak terhadap beberapa

74 57 paramater lainnya dan selanjutnya akan berdampak terhadap kondisi TPST Bantargebang secara umum. Perkiraan dampak dari setiap skenario diasumsikan linear karena keterbatasan data dan informasi yang dimiliki. Matriks dampak skenario terhadap kondisi ekologi, ekonomi, dan sosial disajikan pada Tabel 22. Tabel 22. Matriks dampak skenario terhadap kondisi ekologi, ekonomi, dan sosial Skenario Kualitas Lalat Pendapatan Pengusaha Tenaga Kerja Konflik air Masyarakat 1 Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Tinggi 2 Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi 3 Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Sedang 4 Rendah Rendah Tinggi Sedang Tinggi Rendah 5 Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Rendah 2. Optimasi pemanfaatan lahan Lahan TPST yang saat ini dimanfaatkan untuk penimbunan sampah sampah dengan teknik sanitary landfill seluas ha. Keseluruhan luasan area landfill ini dibagi menjadi lima zona di mana kelima zona ini merupakan zona zona pemnimbunan sampah. Pembagian luasan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Sejak Desember 2008 area landfill bertambah seluas 2.3 ha (lahan enclave) dan saat ini sedang dalam tahap pembangunan konstruksi sanitary landfill dan direncanakan selesai Oktober Di samping digunakan sebagai tempat penimbunan sampah, di lahan ini juga terdapat 4 unit IPAS yaitu IPAS I seluas 17,680 m 2, IPAS II seluas 10,998 m 2, IPAS seluas III m 2, dan IPAS IV seluas m 2 (dapat dilihat pada Tabel 13). Optimasi pemanfaatan lahan dilakukan berdasarkan skenario pemanfaatan sampah optimal yang telah terpilih yakni kompos 1000 ton/hari, Galfad 2000 ton/hari, daur ulang plastik 1000 ton/hari, dan structure landfill 1000 ton/hari. Untuk memenuhi kebutuhan lahan dari berbagai pemanfaatan tersebut dilakukan analisis kebutuhan lahan dan ketersediaan lahan yang memungkinkan dan sesuai dengan pertuntukannya. Optimasi pemanfaatan lahan dilakukan melalui pembagian lahan berdasarkan kebutuhan setiap instalasi pengolahan disajikan pada Tabel 23.

75 58 Tabel 23. Kebutuhan Lahan untuk Setiap Fasilitas Pengolahan di TPST No Fasilitas Luas Lahan (m 2 ) Area Penerimaan Sampah Fasilitas Pemilahan Structured Landfill Cells Thermal Process 7 MW Fasilitas Daur Ulang Plastik Gas Engine 5 MW Bahan Baku untuk Thermal Process Unit Pencacah Unit Pengering Timbunan Sampah Tidak Dapat Didaur Ulang Timbunan Sampah Organik Fasilitas Pengomposan Container dan Gas Engine 2 x 7 MW Gudang Bengkel Area Penerimaan Sampah untuk Kompos Kolam Ikan 5, , , , , , , , , , , , , Luas Total 79, Total kebutuhan lahan yang diperlukan untuk fasilitas pengolahan sampah adalah seluas 79,861 m 2. Mengingat lahan yang tersedia di areal TPST Bantargebang terbatas, maka lahan seluas ini sudah optimal karena dapat menampung seluruh fasilitas pengolahan sampah yang akan dibangun. Pembagian lahan TPST dapat dilihat pada Gambar 19.

76 59

77 Strategi Implementasi Berdasarkan hasil FGD, analisis terhadap kebijakan pengelolaan lingkungan TPST Bantargebang, analisis kualitas lingkungan, analisis kualitas sosial ekonomi, diperoleh alternatif dalam melakukan optimasi pengelolaan lingkungan terpadu berkelanjutan di TPST sampah Bantargebang dengan memperhatikan faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhinya. Strategi implementasi pengelolaan lingkungan terpadu berkelanjutan dilakukan dengan langkah-langkah strategis sebagai berikut: 1. Melakukan pemberdayaan masyarakat Kemandirian dan keberdayaan masyarakat merupakan prasyarat untuk menumbuhkan kemampuan masyarakat sebagai pelaku dalam pengelolaan lingkungan hidup bersama dengan pemerintah dan pelaku pembangunan lainnya (Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997). Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan. Program pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan programprogram (1) dana beasiswa bagi siswa disekitar TPST; (2) dana perbaikan sarana umum seperti jalan lingkungan, drainase, dan lain lain; (3) perbaikan sarana sosial; (4) pengadaan prasarana umum; (5) bantuan modal usaha bagi usaha kecil; (6) koperasi di mana masyarakat sekitar dimungkinkan mendapat saham dalam koperasi untuk ikut serta dalam pengelolaan TPST. 2. Penanganan pemulung TPA liar dibuat oleh masyarakat secara ilegal di sekitar TPST utama, dengan sistem open dumping. TPA liar ditujukan untuk menguasai sampah secara pribadi untuk diambil bahan yang laku dijual, antara lain potongan besi, botol plastik, plastik, kayu, botol kaleng, karton, dan sebagainya. Sisa sampah umumnya dimusnahkan dengan cara dibakar. Sistem open dumping menimbulkan dampak pencemaran yang disebakan air lindi masuk ke dalam air tanah, asap, lalat dan bau.

78 61 TPA liar dipengaruhi oleh faktor yang kompleks, antara lain kerjasama pemulung dan sopir truk sampah, kebutuhan pasar, tuntutan pemulung dan sebagainya. Untuk itu pengendalian TPA liar tidak semata-mata menyangkut faktor teknis, juga menyangkut aspek sosial ekonomi. Keterlibatan pemulung dalam pengelolaan sampah, dapat berperan ganda, secara langsung dapat mensejahterakan pemulung melalui penjualan sampah yang dipungut dari TPST, dan secara tidak langsung mereka telah melakukan daur ulang terhadap sampah anorganik yang sulit diuraikan oleh mikroba, misalnya plastik, logam, besi, alumunium, kaleng dan lain sebagainya. Pengumpulan sampah oleh pemulung menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan terutama aspek estetikanya, dan menimbulkan konflik sosial dengan masyarakat sekitar lokasi TPST sampah. Penanganan pemulung dapat dilakukan dengan program-program: (1) membentuk forum pemulung; (2) memberikan pelayanan kesehatan bagi para pemulung; (3) memberikan pengetahuan tentang masalah-masalah sampah; (4) menempatkan pemulung pada lokasi yang aman dari alat berat dengan membagi mereka menjadi berapa kelompok dan menempatkannya pada zona-zona yang disediakan dan memberi kesempatan kepada mereka untuk mengumpulkan sampah-sampah yang dianggap bermanfaat; (5) menata tempat tinggal pemulung. 3. Mendirikan dan membina koperasi untuk pemulung. Hasil PRA menunjukkkan bahwa alasan masyarakat membuka usaha ataupun bekerja di lingkungan TPST adalah alasan ekonomi di mana salah satu masalah utama yang dihadapi adalah masalah permodalan. Sedangkan hasil FGD menunjukkan bahwa salah satu langkah strategis yang diusulkan para stakeholder dalam pengelolaan TPST adalah membuka kesempatan bagi masyarakat untuk menjadi pengelola di mana CD tidak berbentuk uang tunai, tetapi sharing modal dengan masarakat agar risiko dan manfaat diemban bersama, maka untuk mencapai optimasi pengelolaan lingkungan terpadu berkelanjutan di TPST Bantargebang perlu dibentuk usaha bersama dalam bentuk koperasi. Koperasi ini sebaiknya dibentuk dengan tujuan untuk diperolehnya pemecahan masalah yang saling menguntungkan atau win win solution. Tahapan

79 62 yang harus dilakukan adalah investor menyampaikan konsep pembentukan koperasi ini kepada para stakeholder untuk dapat diimplementasikan secara bersama-sama. Masalah yang peka dalam pembentukan koperasi ini adalah masalah peran dan share sehingga masalah ini harus menjadi perhatian utama. Dengan terbentuknya koperasi ini diharapkan pengelolaan TPST Batargebang akan dapat melibatkan peran serta masyarakat yang mengarah kepada konsep keberlanjutan. 4. Menjadikan TPST sebuah industri yang mengarah ke profit center TPST menjadi problem solver yang akan menghasilkan lapangan kerja dan produk-produk yang bermanfaat dan menguntungkan seperti pupuk organik/kompos, biji plastik dan produk-produk turunan plastik lainnya, gas, dan listrik. 5. Perbaikan dan pengembangan sarana dan prasarana eksisting Perbaikan dan pengembangan sarana dan prasarana eksisting dapat dilakukan dengan (1) optimasi zona-zona yang ada; (2) perbaikan dan peningkatan pengoperasian IPAS; (3) perbaikan jalan kerja; (4) perbaikan drainase; (5) perbaikan jembatan timbang; (6) perbaikan jaringan penerangan; (7) perbaikan pagar pengaman (sekeliling TPST); (8) pemeliharaan dan pengembangan buffer zone dan greenbelt; (9) Penyemprotan landfill dengan insektisida. 6. Pembangunan sarana dan prasarana yang baru Prasarana dan sarana baru yang akan dikembangkan dimaksudkan untuk memperpanjang usia pakai TPST dan meningkatkan pengelolaan sampah serta pengendalian dampak lingkungan dan sosial. Prasarana dan sarana tersebut dirancang secara terpadu dan saling mendukung untuk menghasilkan kinerja yang optimal. Semua aktivitas pengelolaan ini dapat diikutkan dalam program Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) atau CDM (Clean Development Mechanism). Prasarana dan sarana baru yang akan dibangun adalah:

80 63 a. Fasilitas pengomposan Pengomposan yang beroperasi sejak tahun 2004 dan saat ini dapat mengolah sampah organik sebanyak 200 ton/hari dengan produksi kompos ratarata 40 ton/hari. Kapasitas pengomposan akan ditingkatkan menjadi 1000 ton/hari sampah kota atau 550 ton/hari sampah organik (terpilah) dengan kebutuhan lahan 10.5 Ha. Komponen utama yang akan dibangun terdiri dari tempat penerimaan sampah (waste receiving area), bangunan pencampuran (mixing pile), bangunan windrows, bangunan pencacahan dan pengayakan, bangunan penyimpanan sementara, peralatan pengemasan (packaging). SAMPAH KOTA 1000 TON/HARI Waste Receiving Area Pemilahan Non Organik Organik Pile Campuran (Bio Activator) Pemilahan Daur Ulang Plastik Proses Fermentasi (Aerobic) Pemilahan Daur Ulang Kayu Material Kasar Proses Pengeringan Kompos Pemilahan Daur Ulang Logam Pencacahan dan Halus Pengayakan Residu Material Halus Kompos Sanitary Landfill Gambar 20. Diagram Alir Pengomposan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota dapat menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan. Salah satu efek negatif tersebut adalah masalah lingkungan hidup yang disebabkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sampah 2.2. Pengelolaan Sampah dan Permasalahannya

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sampah 2.2. Pengelolaan Sampah dan Permasalahannya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sampah Pengertian sampah yang umum digunakan di Indonesia mengikuti konsep dari Lembaga Penelitian Universitas Indonesia (2003) yakni sampah merupakan limbah padat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 23 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di TPST Sampah Bantargebang, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat, yang meliputi tiga kelurahan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Bantar Gebang mempunyai areal seluas 108 ha. Luas areal kerja efektif kurang lebih 69 ha yang dibagi dalam lima zona, masing-masing

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas manusia dan lingkungan yang sudah tidak diinginkan lagi keberadaannya. Sampah sudah semestinya dikumpulkan dalam suatu tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri,

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran

III. METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran III. METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Sebagai sebuah kota besar yang juga berfungsi sebagai Ibukota Negara dan berbagai pusat kegiatan lainnya Jakarta sudah seharusnya menyediakan segala sarana dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan kota metropolitan di beberapa negara berkembang telah menimbulkan permasalahan dalam hal pengelolaan sampah (Petrick, 1984). Saat ini

Lebih terperinci

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH ABSTRAK KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH Peningkatan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kuantitas sampah kota. Timbunan sampah yang tidak terkendali terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kota Yogyakarta sekarang ini sudah menjadi penarik tersendiri bagi penduduk luar Kota Yogyakarta dengan adanya segala perkembangan di dalamnya. Keadaan tersebut memberikan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 31 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Administrasi Daerah studi adalah TPST Bantar Gebang yang berada 4 km dari pusat kota Jakarta, dan 2 km dari perbatasan kota Jakarta-Bekasi serta 2 km dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air lindi atau lebih dikenal dengan air limbah sampah merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang sangat potensial. Air lindi akan merembes melalui tanah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerjasama antar pemerintah daerah merupakan suatu isu yang perlu diperhatikan saat ini, mengingat perannya dalam menentukan perekonomian lokal maupun nasional. Hal

Lebih terperinci

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari keterkaitannya terhadap lingkungan. Lingkungan memberikan berbagai sumberdaya kepada manusia dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan. Sadar atau tidak dalam proses pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

POLEMIK PENGELOLAAN SAMPAH, KESENJANGAN ANTARA PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI Oleh: Zaqiu Rahman *

POLEMIK PENGELOLAAN SAMPAH, KESENJANGAN ANTARA PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI Oleh: Zaqiu Rahman * 1 POLEMIK PENGELOLAAN SAMPAH, KESENJANGAN ANTARA PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 25 November 2015; disetujui: 11 Desember 2015 Polemik Pengelolaan Sampah Masalah pengelolaan

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 LAMPIRAN III UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Pasal 1 (1.1) Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin meningkat seiring dengan kemajuan teknologi, yang juga akan membawa permasalahan lingkungan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah menjadi persoalan serius terutama di kota-kota besar, tidak hanya di Indonesia saja, tapi di seluruh

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA., Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH REGIONAL JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan kota. Angka pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota yang semakin meningkat secara

Lebih terperinci

Tabel 14. Kualitas Air Sumur di Sekitar TPST Bantargebang Tahun 2008

Tabel 14. Kualitas Air Sumur di Sekitar TPST Bantargebang Tahun 2008 49 V. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1. Kualitas Lingkungan TPST Bantargebang 5.1.1. Kualitas Air Pengujian kualitas air meliputi kualitas air sumur, kualitas air sungai, dan kualitas air lindi. Hasil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SAMPAH KOTA BOGOR 1. Sifat Fisik Sampah Sampah berbentuk padat dibagi menjadi sampah kota, sampah industri dan sampah pertanian. Komposisi dan jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 pada sasaran ke enam ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya

A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya Lampiran E: Deskripsi Program / Kegiatan A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya Nama Maksud Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu

Lebih terperinci

TPST Piyungan Bantul Pendahuluan

TPST Piyungan Bantul Pendahuluan TPST Piyungan Bantul I. Pendahuluan A. Latar belakang Perkembangan teknologi yang semakin maju dan kemegahan zaman mempengaruhi gaya hidup manusia ke dalam gaya hidup yang konsumtif dan serba instan. Sehingga

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 54 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DAN ZAT KIMIA PENGOPERASIAN PESAWAT UDARA DAN BANDAR UDARA DENGAN

Lebih terperinci

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya * email:

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari instansi yang terkait dengan penelitian, melaksanakan observasi langsung di Tempat Pembuangan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN SAMPAH DI TPA PUTRI CEMPO MOJOSONGO SURAKARTA TUGAS AKHIR

PENGOLAHAN SAMPAH DI TPA PUTRI CEMPO MOJOSONGO SURAKARTA TUGAS AKHIR PENGOLAHAN SAMPAH DI TPA PUTRI CEMPO MOJOSONGO SURAKARTA TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya (A.Md.) pada Program Studi DIII Teknik Sipil Jurusan Teknik Sipil Fakultas

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa pengelolaan sampah memerlukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kasus tersebut akan dialami oleh TPA dengan metode pengelolaan open dumping

BAB I PENDAHULUAN. kasus tersebut akan dialami oleh TPA dengan metode pengelolaan open dumping BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang Undang nomor 18 tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/ atau proses alam yang berbentuk padat. Permasalahan sampah adalah hal

Lebih terperinci

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang TUGAS AKHIR 108 Periode Agustus Desember 2009 Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang Oleh : PINGKAN DIAS L L2B00519O Dosen Pembimbing : Ir. Abdul Malik, MSA Jurusan Arsitektur Fakultas

Lebih terperinci

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS Puji Setiyowati* dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya * email:

Lebih terperinci

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah persampahan kota hampir selalu timbul sebagai akibat dari tingkat kemampuan pengelolaan sampah yang lebih rendah dibandingkan jumlah sampah yang harus dikelola.

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 0000 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain. masyarakat tidak ingin berdekatan dengan sampah.

BAB I PENDAHULUAN. dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain. masyarakat tidak ingin berdekatan dengan sampah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah sampah merupakan fenomena sosial yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mengalami proses pembangunan perkotaan yang pesat antara tahun 1990 dan 1999, dengan pertumbuhan wilayah perkotaan mencapai 4,4 persen per tahun. Pulau Jawa

Lebih terperinci

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG,

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa lingkungan hidup yang baik merupakan hak asasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Pada satu sisi pertambahan jumlah kota-kota modern menengah dan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Pada satu sisi pertambahan jumlah kota-kota modern menengah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan jumlah penduduk yang diikuti oleh perubahan gaya hidup masyarakat telah memunculkan berbagai indikasi yang mengarah pada krisis lingkungan. Pada

Lebih terperinci

Kata Kunci: Evaluasi, Masa Pakai, Reduksi, Pengomposan, Daur Ulang

Kata Kunci: Evaluasi, Masa Pakai, Reduksi, Pengomposan, Daur Ulang PERANSERTA MASYARAKAT DALAM USAHA MEMPERPANJANG MASA PAKAI TPA KEBON KONGOK KOTA MATARAM Imam Azhary, Ellina S. Pandebesie Program Pascasarjana Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS Email: imam_dpu@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta adalah ibukota dari Indonesia dengan luas daratan 661,52 km 2 dan tersebar

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta adalah ibukota dari Indonesia dengan luas daratan 661,52 km 2 dan tersebar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta adalah ibukota dari Indonesia dengan luas daratan 661,52 km 2 dan tersebar ±110 pulau di wilayah Kepulauan Seribu. Jakarta dipadati oleh 8.962.000 jiwa (Jakarta

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP No.933, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa Industri Minyak Sawit berpotensi menghasilkan

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI Sampah?? semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL & PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL & PEMBAHASAN 34 BAB 4 HASIL & PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Wilayah Area TPST Bantar Gebang terletak diatas lahan seluas 110,216 Ha dibawah penguasaan Pemerintah provinsi DKI Jakarta dan mencakup 3 kelurahan, yaitu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA, S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Di samping itu, pola konsumsi masyarakat memberikan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SISTEM PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK DAN ANORGANIK DENGAN PEMODELAN BLACK BOX DIAGRAM

IDENTIFIKASI SISTEM PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK DAN ANORGANIK DENGAN PEMODELAN BLACK BOX DIAGRAM IDENTIFIKASI SISTEM PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK DAN ANORGANIK DENGAN PEMODELAN BLACK BOX DIAGRAM Studi Kasus Lingkungan Kampus SKRIPSI EFERIYUS GEA DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang

BAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang dibangun di atas lahan seluas 27 Ha di Dusun Betiting, Desa Gunting, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden 6.1.1 Penilaian Responden terhadap Kebersihan Desa Galuga Lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa Industri Minyak Sawit berpotensi menghasilkan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pasir Sembung Cianjur merupakan satu-satunya TPA yang dimiliki oleh Kabupaten Cianjur.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN 1. LATAR BELAKANG PENGELOLAAN SAMPAH SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, mendefinisikan sampah sebagai limbah yang bersifat padat, terdiri atas

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah yang terdapat di lingkungan. Masyarakat awam biasanya hanya menyebutnya sampah saja. Bentuk, jenis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi manusia terhadap barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih dioperasikan secara open dumping, yaitu sampah yang datang hanya dibuang

BAB I PENDAHULUAN. masih dioperasikan secara open dumping, yaitu sampah yang datang hanya dibuang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan permasalahan cukup pelik yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia. Begitu pula dengan di Indonesia terutama di kota besar dan metropolitan, masalah

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan TPA Bakung kota Bandar Lampung masih belum memenuhi persyaratan yang ditentukan, karena belum adanya salahsatu komponen dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tentu saja akan banyak dan bervariasi, sampah, limbah dan kotoran yang

BAB I PENDAHULUAN. yang tentu saja akan banyak dan bervariasi, sampah, limbah dan kotoran yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan manusia untuk mempertahankan dan meningkatkan taraf hidup, menuntut berbagai pengembangan teknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak ada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dengan adanya pertambahan penduduk dan pola konsumsi

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN STUDI KEBERADAAN DAN CARA PENGELOLAAN SAMPAH UNIVERSITAS SUMATERA UTARA STUDI KASUS : FAKULTAS TEKNIK SKRIPSI OLEH DIAS RAHMA 090406028 DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

POTENSI PENGGUNAAN KEMBALI AIR LIMBAH: STUDI KASUS INDUSTRI POLIPROPILENA PT. TRIPOLYTA INDONESIA, TBK ANDINA BUNGA LESTARI

POTENSI PENGGUNAAN KEMBALI AIR LIMBAH: STUDI KASUS INDUSTRI POLIPROPILENA PT. TRIPOLYTA INDONESIA, TBK ANDINA BUNGA LESTARI POTENSI PENGGUNAAN KEMBALI AIR LIMBAH: STUDI KASUS INDUSTRI POLIPROPILENA PT. TRIPOLYTA INDONESIA, TBK ANDINA BUNGA LESTARI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister sains pada Program

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam program pembangunan kesehatan masyarakat salah satunya adalah program lingkungan sehat, perilaku

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) BANTAR GEBANG SEBAGAI ASET PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA

STRATEGI PENGELOLAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) BANTAR GEBANG SEBAGAI ASET PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA UNIVERSITAS INDONESIA STRATEGI PENGELOLAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) BANTAR GEBANG SEBAGAI ASET PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia

Lebih terperinci

KRITERIA, INDIKATOR DAN SKALA NILAI FISIK PROGRAM ADIPURA

KRITERIA, INDIKATOR DAN SKALA NILAI FISIK PROGRAM ADIPURA Lampiran IV : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 01 Tahun 2009 Tanggal : 02 Februari 2009 KRITERIA, INDIKATOR DAN SKALA NILAI FISIK PROGRAM ADIPURA NILAI Sangat I PERMUKIMAN 1. Menengah

Lebih terperinci

VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR

VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR VI. PENGELOLAAN, PENCEMARAN DAN UPAYA PENINGKATAN PENGELOLAAN SAMPAH PASAR 6.1. Pengelolaan Sampah Pasar Aktivitas ekonomi pasar secara umum merupakan bertemunya penjual dan pembeli yang terlibat dalam

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus: Pengelolaan Sampah Terpadu Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) Perumahan Pondok Pekayon Indah, Kelurahan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan)

Lebih terperinci

1. Pendahuluan ABSTRAK:

1. Pendahuluan ABSTRAK: OP-26 KAJIAN PENERAPAN KONSEP PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU DI LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS Yenni Ruslinda 1) Slamet Raharjo 2) Lusi Susanti 3) Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Andalas Kampus

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang dengan jumlah penduduk lebih dari 237 juta jiwa, masalah kesehatan lingkungan di Indonesia menjadi sangat kompleks terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sampah yang dihasilkan. Demikian halnya dengan jenis sampah,

BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sampah yang dihasilkan. Demikian halnya dengan jenis sampah, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia dengan segala aktivitasnya pastilah tidak terlepas dengan adanya sampah, karena sampah merupakan hasil efek samping dari adanya aktivitas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Laporan terbaru berjudul What a Waste: A Global Review of Solid Waste

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Laporan terbaru berjudul What a Waste: A Global Review of Solid Waste BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan terbaru berjudul What a Waste: A Global Review of Solid Waste Management yang diterbitkan oleh Bank Dunia mengungkapkan bahwa jumlah sampah padat di kota-kota

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SAMPAH KANTOR SECARA TERPADU: (Studi Kasus Kantor BPPT)

PENGELOLAAN SAMPAH KANTOR SECARA TERPADU: (Studi Kasus Kantor BPPT) JRL Vol.7 No.2 Hal. 153-160 Jakarta, Juli 2011 ISSN : 2085.3866 No.376/AU1/P2MBI/07/2011 PENGELOLAAN SAMPAH KANTOR SECARA TERPADU: (Studi Kasus Kantor BPPT) Rosita Shochib Pusat Teknologi Lingkungan-BPPT

Lebih terperinci

l. PENDAHULUAN Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau

l. PENDAHULUAN Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau l. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari hasil aktivitas kehidupan manusia baik individu maupun kelompok maupun proses-proses alam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan kondisi lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota akan selalu berhubungan erat dengan perkembangan lahan baik dalam kota itu sendiri maupun pada daerah yang berbatasan atau daerah sekitarnya. Selain itu lahan

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN KOTA KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Hartiningsih, Wati Hermawati, Ikbal Maulana, Ishelina Rosaira, Nur Laily PAPPIPTEK-LIPI Serpong, 3 Oktober 2012

Hartiningsih, Wati Hermawati, Ikbal Maulana, Ishelina Rosaira, Nur Laily PAPPIPTEK-LIPI Serpong, 3 Oktober 2012 [ kode kegiatan : 1.218] Inovasi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah Kota (Municipal Solid Waste) Studi Kasus: DKI Jakarta, Bekasi, Bandung, Malang, Surabaya dan Denpasar Hartiningsih, Wati Hermawati, Ikbal

Lebih terperinci

Praktik Cerdas TPA WISATA EDUKASI. Talangagung

Praktik Cerdas TPA WISATA EDUKASI. Talangagung Praktik Cerdas TPA WISATA EDUKASI Talangagung Tantangan Pengelolaan Sampah Pengelolaan sampah adalah salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia. Sebagian besar tempat pemrosesan akhir sampah di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Timur. Letak tersebut berada di Teluk Lampung dan diujung selatan pulai

I. PENDAHULUAN. Timur. Letak tersebut berada di Teluk Lampung dan diujung selatan pulai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Secara geografis Kota Bandar Lampung terletak pada kedudukan 5 0 20 sampai dengan 5 0 30 lintang Selatan dan 105 0 28 sampai dengan 105 0 37 bujur Timur.

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN CILINCING JAKARTA UTARA IRWAN A

STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN CILINCING JAKARTA UTARA IRWAN A STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN CILINCING JAKARTA UTARA IRWAN A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN

Lebih terperinci

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA Imran SL Tobing Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta ABSTRAK Sampah sampai saat ini selalu menjadi masalah; sampah dianggap sebagai sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk Jakarta cenderung meningkat setiap tahun. Peningkatan jumlah penduduk yang disertai perubahan pola konsumsi dan gaya hidup turut meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya laju konsumsi dan pertambahan penduduk Kota Palembang mengakibatkan terjadinya peningkatan volume dan keragaman sampah. Peningkatan volume dan keragaman sampah pada

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI PIDIE, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum perkembangan jumlah penduduk yang semakin besar biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. Perkembangan tersebut membawa

Lebih terperinci