ANALISIS SISTEM TATANIAGA DAUN BAWANG (Studi Kasus: Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) Skripsi. Dhimas Satria Sakti Wira Utama H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS SISTEM TATANIAGA DAUN BAWANG (Studi Kasus: Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) Skripsi. Dhimas Satria Sakti Wira Utama H"

Transkripsi

1 ANALISIS SISTEM TATANIAGA DAUN BAWANG (Studi Kasus: Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) Skripsi Dhimas Satria Sakti Wira Utama H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 RINGKASAN DHIMAS SATRIA SAKTI WIRA UTAMA. Analisis Sistem Tataniaga Daun Bawang (Studi Kasus: Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan LUKMAN M. BAGA) Komoditas hortikulura merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki potensi untuk dikembangkan, mengingat wilayah Indonesia yang sebagian besar memiliki iklim yang cocok untuk tanaman hortikultura. Daun bawang merupakan salah satu komoditas hortikultura sayuran yang memiliki nilai ekonomis yang baik untuk dipasarkan, mengingat daun bawang memilki banyak manfaat dan kegunaan untuk berbagai resep masakan/makanan, dengan hal tersebut mengakibatkan banyak permintaan akan daun bawang sehingga daun bawang memilki potensi untuk diproduksi dan dibudidayakan. Salah satu daerah penghasil daun bawang adalah Kabupatan Cianjur. Kecamatan Pacet merupakan salah satu daerah penghasil utama daun bawang di Kabupaten Cianjur yang mencapai produksi sebanyak Ton. Kecamatan Pacet memiliki ikim yang cocok untuk membudidayakan komoditas sayuran termasuk daun bawang, selain itu Kecamatan Pacet memliki lokasi strategis yang memudahkan dalam proses distribusi ke pasar mengingat daerah tersebut dekat dengan daerah penyangga ibukota. Kondisi lahan pertanian yang ditanami daun bawang di Kecamatan Pacet umumnya bersifat tumpangsari, yaitu dalam satu lahan pertanian ditanami berbagi komoditas seperti wortel, sawi, kubis, cabe dan tomat. Sebagian besar petani di Kecamatan Pacet yang merupakan produsen daun bawang mendapatkan harga yang perbedaannya cukup besar jika dibandingkan dengan harga ditingkat konsumen akhir, sehingga untuk meningkatkan harga jual dan keuntungan bagi petani diperlukan alternatif saluran pemasaran yang efisien yang dipandang mampu menjadi solusi bagi petani, selain itu dengan saluran pemasaran yang efisien diharapkan mampu menghasilkan solusi terbaik bagi masing-masing lembaga pemasaran yang tertlibat dalam sebuah sistem tataniaga Penelitian dilakukan pada bulan Agustus, September sampai Oktober 2010 di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Petani yang diambil sebagai responden sebanyak 20 orang. Penelitian ini menggunakan alat analisis saluran tataniaga, struktur dan perilaku pasar, marjin pemasaran, rasio keuntungan terhadap biaya (Li/Ci ratio) dan farmer s share. Proses tataniaga daun bawang di Kecamatan Pacet melibatkan beberapa lembaga pemasaran. Lembaga yang terlibat dalam tataniaga daun bawang di Kecamatan Pacet dimulai dari petani seabagi produsen, pedagang pengumpul kebun (PPK), Sub Terminal Agribisnis (STA), pedagang besar dan pedagang pengecer sebagi konsumen akhir. Terdapat empat pola saluran pemasaran di Kecamatan Pacet dengan volume penjualan rata-rata per panen petani adalah 1.232,5 ton per musim panen yang kemudian dijual oleh petani : Saluran I Petani Pedagang Pengumpuil Kebun (PPK) Sub Tereminal Agribisnis (STA) Pedagang besar Pedagang pengecer, Saluran II : Petani Pedagang Besar Pedagang Pengecer, Saluran III : Petani Pedagang Pengecer, dan Saluran IV Petani Pedagang Pengumpul Kebun (PPK) Pedagang Pengecer.

3 Saluran yang sering atau terbanyak dilakukan oleh petani adalah saluran 1 dan IV, yaitu pemasaran yang melibatkan pedagang pengumpul kebun (PPK) dengan volume penjualan kilogram per pengiriman. Fungsi fungsi yang dilakukan oleh lembaga lembaga yang terlibat meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Struktur pasar yang dihadapi oleh masing masing lembaga tataniaga yang terlibat mengarah kepada pasar persaingan sempurna, kecuali struktur pasar yang dihadapi oleh STA dan pedagang besar yang cenderung mengarah ke pasar oligopoly. Dari perilaku pasar yang dihadapi, maka dalam praktek penjualan telah terjalin hubungan yang baik antar lembaga pemasaran yang diharapkan mampu menciptaan stabilitas pasar. Hasil analisa pemasaran menunjukan bahwa pada masing-masing lembaga pemasaran terlihat bahwa sebaran margin keuntungan dan margin biaya yang diterima oleh masingmasing lembaga pemasaran berbeda-beda sesuai dengan fungsi pemasaran yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran. Marjin terbesar terdapat pada saluran IV dan terkecil pada saluran III. Secara operasional dari empat pola saluran tataniaga yang ada saluran tataniaga I lebih efisien jika ditinjau dari penyebaran margin yang merata di setiap lembaga pemasaran yang terlibat dan dilihat dari penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya (Li/Ci ratio) pada masing-masing lembaga pemasaran tersebar merata, dengan demikian meratanya penyebaran (Li/Ci ratio) serta margin pemasaran secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien. Petani di Kecamatan Pacet untuk meningkatkan efisensi dari pemasaran daun bawang sebaiknya melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mengupayakan peningkatan efisiensi pemasaran di Kecamatan Pacet yaitu, adalah dengan meningkatkan pengembangan dalam pemasaran antar lembaga khususnya kerjasama ke pihak supermarket dengan menciptakan kekontinuitasan pasokan ke pedagang besar termasuk dari segi volume yang dihasilkan, sehingga terjadi alur distribusi yang baik mulai dari produksi sampai pengiriman yang dilakukan ke pedagang besar, dan kemudian pedagang besar memberikan imbalan dengan harga yang lebih baik dibandingkan lembaga pemasaran lain di setiap saluran.

4 ANALISIS SISTEM TATANIAGA DAUN BAWANG (Studi Kasus: Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) DHIMAS SATRIA SAKTI WIRA UTAMA H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Sistem Tataniaga Daun Bawang (Studi Kasus: Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa barat) : Dhimas Satria Sakti Wira Utama : H Disetujui, Pembimbing Ir. Lukman M. Baga, MAEc NIP Diketahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus:

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Sistem Tataniaga Daun Bawang (Studi Kasus: di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur) adalah karya sendiri dan belum dijukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2011 Dhimas Satria Sakti W U H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 3 Januari Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak H Warno dan Ibunda Eny Waliyah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Pengadilan 1 Bogor pada tahun 1997 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTP negeri 8 Bogor. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 4 Bogor pada tahun Penulis diterima di Program Studi Diploma Teknisi Usaha Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun Penulis menyelesaikan pendidikan diploma III tahun 2006 dan melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun Selama masa perkuliahan, penulis merupakan anggota UKM Futsal IPB tahun

8 KATA PENGANTAR Puji Syukur kepada ALLAH SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripi yang berjudul Analisis Sistem Tataniaga Daun Bawang (Studi Kasus: Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi saluran tataniaga daun bawang yang ditelusuri dari daerah sentra produksi sayuran yaitu Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, dan mempelajari fungsi-fungsi pemasaran, struktur pasar yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran dengan menganalisis marjin pemasaran pada setiap saluran pemasaran daun bawang dari tingkat produsen sampai konsumen. Bogor, Februari 2011 Dhimas Satria Sakti W.U

9 UCAPAN TERIMA KASIH Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terkait dan telah memberikan dukungan moril serta materi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain : 1. Ir. Lukman M. Baga, MAEc, selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, Msi, selaku dosen evaluator pada kolokium penulis yang telah memberikan kritik dan saran demi perbaikan penelitian ini. 3. Ir. Popong Nurhayati, MM, selaku dosen penguji pada ujian sidang yang telah meluangkan waktu dan memberikan kitik serta saran demi perbaikan skripi ini. 4. Tintin Sarianti, Sp, MM, selaku dosen penguji bidang akademik dalam ujian sidang. 5. Orangtua dan keluaraga tercinta (Ayah H.Warno, Bunda Eny Waliyah, Mas Iwan Kristiono dan Ade Briant Kertanegara) untuk setiap dukungan dan doa yang diberikan. 6. Kecamatan Pacet yang menawarkan keramahan lingkungan dan alam yang mempesona sehingga dapat membantu dalam proses penyelesaian skripsi. 7. Bpk Santoso pimpinan CV. Agro Segar dan keluarga Deni Sob atas segala informasi dan fasilitas yang diberikan dalam proses pengumpulan data. 8. Lybia Putri atas segala kesabaranya, dukungan dan motivasi serta kesetiaan yang selalu menemani dalam proses penelitian ini. 9. Teman-teman seperjuangan Agribisnis atas kebersamaan dan semangat serta saling berbagi selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih. Bogor, Februari 2011 Dhimas Satria Sakti W.U

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 7 II TINJAUAN PUSTAKA Prospek Usaha Pertanian Daun Bawang di Indonesia Hasil Penelitian Terdahulu III KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Pemasaran Sistem Tataniaga Pasar Lembaga Pemasaran dan Saluran Pemasaran Fungsi-fungsi Pemasaran Struktur Pasar Perilaku Pasar Efisiensi Pemasaran Marjin Pemasaran Farmer s Share Rasio Keuntungan dan Biaya Kerangka Pemikiran Operasional IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis Saluran Tataniaga Analisis Struktur dan Perilaku Pasar Analisis Marjin Pemasaran Analisis Rasio Keuntngan dan Biaya Analisis Farmer s Share... 35

11 V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Kecamatan Pacet Karakteristik Petani Responden Karakteristik Pedagang Responden Gambaran Usahatani Daun Bawang di Kecamatan Pacet VI HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Tataniaga Saluran Pemasaran Saluran Pemasaran Saluran Pemasaran Saluran Pemasaran Saluran Pemasaran Fungsi-fungsi Tataniaga Pada Setiap Lembaga Pemasaran Petani Pedagang Pengumpul Sub Terminal Agribisnis (STA) Pedagang Besar Pedagang Pengecer Struktur Pasar Jumlah Penjual dan Pembeli serta Kebebasan Keluar Masuk Pasar Sifat Produk Daun Bawang Kecamatan Pacet Sumber Informasi Struktur Pasar yang Terjadi Pada Kelembagaan Pemasaran Daun Bawang di Kecamatan Pacet Perilaku Pasar Praktek Pembelian dan Penjualan Sistem Penentuan Harga Sistem Pembayaran Kerjasama Antar Lembaga Pemasaran Keragaan Pasar Analisis Margin Tataniaga Farmer s Share Rasio Keuntungan dan Biaya Efisiensi Pemasaran VIII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 87

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Produk Domestik Bruto Sayuran Tahun Data Produksi Sayuran di Indonesia Tahun Komoditas Unggulan Kabupaten Cianjur Tahun Data Pengiriman Daun Bawang Tahun 2010 per Bulan (Ton) Harga Rata-rata per Bulan Daun Bawang di Tingkat Konsumen (Lokal/kg) per kg Rata-rata Harga Daun Bawang di Tingkat Petani, Kecamatan Pacet 2010 (Januari-Oktober) Resume Hasil Penelitian Terdahulu Lima Jenis Pasar Pada Sistem Pangan dan Serat Jumlah Petani Responden Berdasarkan Kriteria, Usia, Tingkat Pendidikan, Tingkat Penyebaran dan Luas Lahan Garapan di Kecamatan Pacet Karakteristik Pedagang Responden Komoditas Daun Bawang Fungsi-fungsi Pemasaran yang Dilaksanakan Oleh Lembaga-lembaga Pemasaran Daun Bawang Farmer s Share Pada setiap Saluran Pemasaran yang Terdapat di Kecamatan Pacet Rasio Keuntungan dan Biaya Untuk Setiap Saluran Pemasaran yang Terdapat di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur Nilai Efisiensi Pemasaran pada Masaing-masing Pola Saluran Pemasaran Daun Bawang di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur (per kilogram)... 81

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Skema Saluran Distribusi Produk Pada Sistem Tataniaga Buah Pisang Konsep Marjin Pemasaran Bagan Kerangka Pemikiran Analisis Sistem Tataniaga Daun Bawang Skema Saluran Pemasaran Daun Bawang di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur... 45

14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai potensi untuk dikembangkan, mengingat wilayah Indonseia yang sebagian besar beriklim tropis cocok untuk tanaman hortikultura. Tanaman hortikultura memiliki klasifikasi antara lain: sayur-mayur, buah-buahan dan tanaman hias. Hortikultura adalah salah satu sumber pertumbuhan baru pertanian yang sangat diharapkan peranannya dalam menunjang pembangunan ekonomi nasional. Pengembangan hortikultura juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan keberhasilan diversifikasi produk pertanian yang pada akhirnya menambah pangsa pasar dan daya saing. Sehingga dapat lebih menguntungkan bagi para pelaku agribisnis skala kecil dan menengah, serta pelaku agribisnis pada umumnya yang tertuang dalam penerimaan per produk. Pada Tabel 1 di bawah ini terdapat data Produk Domestik Bruto (PDB) untuk beberapa sektor yang menjadi faktor pendukung bagi laju pertumbuhan ekonomi nasional, termasuk sektor pertanian yang menjadi salah satu penyumbang terbesar bagi laju perumbuhan nasional. Tabel 1. Produk Domestik Bruto Nasional Tahun Sektor 2007* (Rp) 2008** (Rp) Pertanian/Agriculture Tanaman bahan Makanan Tanaman Perkebunan Perternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan/Forestry Perikanan/Fishery Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Perdagangan,Hotel dan Restoran Jasa Sumber : BPS Jawa Barat, 2010 Catatan : *) Angka diperbaiki *) Angka Sementara Berdasarkan hasil dari tabel satu terhadap sektor pertanian memiliki potensi untuk dikembangkan, yang pada akhirnya diharapkan komoditas pertanian khusunya hortikultura memilki kekuatan untuk memasuki pasar nasional maupun

15 internasional. Sayuran yang menjadi salah satu bagian dari komoditas hortikultura mempunyai peluang pasar yang baik. Sayuran merupakan bagian dari penyedia kebutuhan konsumsi gizi bagi manusia. Kebutuhan terhadap sayuran juga dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk, peningkatan industri pengolahan, industri pariwisata dan restoran, serta pasar yang menginginkan jenis sayuran yang beragam dengan mutu yang baik. Perkembangan produksi sayuran dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Data Produksi Sayuran di Indonesia Dari Tahun (Ton) Tahun No Komoditi Bawang merah Kentang Bawang Daun Kubis Wortel Cabai Tomat Kembang kol Total Pertumbuhan(%) Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikutura, 2009 Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa total produksi sayuran dari tahun mengalami kenaikan terbesar terjadi pada tahun 2008 sebesar 12 persen, sedangkan pada tahun 2009 mengalami penurunan. Penurunan tersebut terjadi untuk komoditas wortel, kembang kol dan bawang daun, penurunan tersebut di akibatkan oleh faktor cuaca yang cukup tinggi hingga mengakibatkan produksi menjadi rusak (BPS dan Dirjen Bina Produksi Hortikultura, 2009). Daun bawang termasuk salah satu komoditas yang mengalami penurunan produksi cukup besar pada tahun 2009 yang mencapai Ton, penurunan jumlah produksi daun bawang akan mempengaruhi ketersediaan pasokan daun bawang dipasar dan berimplikasi pada perubahan harga. Ketersediaan daun bawang yang berkurang dipasaran dan sementara permintaan kebutuhan daun bawang yang tetap stabil atau meningkat menyebakan harga daun bawang menjadi meningkat, untuk mengeliminasi hal-hal yang menyebabkan peningkatan

16 harga diperlukan kegiatan pemasaran yang efektif dan efisien sehingga penyaluran produk daun bawang dari produsen sampai konsumen dapat berjalan dengan seimbang, dengan alur distribusi produk yang berjalan seimbang dapat berdampak pada nilai harga yang stabil atau perubahan harga yang terjadi di pasar tidak naik atau turun secara signifikan. Selama ini produksi sayuran untuk kebutuhan konsumsi dalam negeri berasal dari beberapa sentra produksi sayuran yang tersebar di Jawa Barat. Salah satu daerah sentra produksi hortikultura sayuran di Jawa Barat adalah kabupaten Cianjur. Kabupaten Cianjur sebagai kawasan yang dekat dengan ibu kota negara dalam penghasil produk komoditas hortikultura sangat dibutuhkan bagi beberapa kota seperti Jakarta, Bogor, Tanggerang, Bekasi dan depok dalam hal pemenuhan sayuran dengan kuantitas dan kualitas yang baik. produk komoditi hortikultura lebih cepat masuk ke Jakarta, Bogor, Tanggerang dan Bekasi dibandingkan ke daerah lain. Pada Tabel 3 terdapat perincian komoditas unggulan yang dihasilkan Kabupaten Cianjur tahun Tabel 3. Komoditas Unggulan Kabupaten Cianjur Tahun No. Komoditas Kecamatan 1 Padi Sawah Produksi (Ton) Seluruh kecamatan kecuali Pacet dan Sukanegara Wortel Pacet dan Cugenang Daun Bawang Pacet dan Cugenang Sawi Pacet, Cugenang, dan Sukaresmi Kubis Pacet, Cugenang, dan Campaka Jagung Cibeber, Mande, Cugenang, Cikalong kulon Cabe Pacet, Cugenang, dan Sukaresmi Tomat Pacet, Cugenang, Wr.Kondang, dan Campaka Kacang Tanah Sindang barang, Cidaun,Naringgul, dan Agrabinta Kedelai Ciranjang, Sukaluyu dan Bojong picung Rambutan Cilaku, cikalongkulon dan cibeber Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura tahun 2010 Berdasarkan data komoditas unggulan yang dimiliki Kabupaten Cianjur didominasi tanaman sayuran. Salah satu kecamatan di Kabupaten Cianjur yang menjadi sentra sayuran adalah Kecamatan Pacet dengan kontribusi enam komoditas sayuran, Kecamatan Pacet memiliki komoditas utama yaitu wortel sebesar Ton dan daun bawang Ton.

17 1.2. Perumusan Masalah Daun bawang sebagai salah satu komoditi sayuran memerlukan pemasaran yang cepat, karena daun bawang mudah rusak jika tidak disimpan pada tempat yang ideal. Pemasaran daun bawang yang lambat dapat menimbulkan produk mudah rusak dan busuk. Penanganan pasca panen daun bawang yang tidak baik juga akan menurunkan mutu produk itu sendiri yang berimplikasi terhadap penurunan harga. Disamping mempertahankan mutu ditingkat petani pada sistem pemasaran terdapat hal yang harus diperhatikan jika ingin mendapatkan hasil yang optimal yaitu, resiko yang ditimbulkan akibat biaya yang dikeluarkan. Berdasarkan hasil wawancara terhadap petugas dinas pasar yang terkait di sentra produksi Kecamatan Pacet, pemantauan terhadap jumlah pengiriman daun bawang dari Kecamatan Pacet disesuaikan dengan perkembangan permintaan daun bawang terhadap berbagai pasar yang menjadi tujuan pemasaran daun bawang. Pada Tabel 4 terdapat data yang menunjukan jumlah pengiriman daun bawang ke beberapa pasar di wilayah Jabotabek. Tabel 4. Data Pengiriman Daun Bawang Tahun 2010 per Bulan (Ton) No Bulan PIKJ TU. Bogor Tujuan Pasar Inpres Jembatan Lima dan Senen Tanggerang Swalayan dan Restoran 1 Januari 180,84 1,28 94,76 45,21 57,54 2 Februari 177,32 1,28 92,69 44,33 56,42 3 Maret 191,4 1,6 100,05 47,85 50,49 4 April 147,84 1,28 77,28 39,96 47,04 5 Mei 176,44 1,28 96,23 44,11 56,4 6 Juni 125,84 1,6 65,78 31,46 40,04 7 Juli 56,32 1,28 29,44 14,08 17,92 8 Agustus 68,64 1,6 35,88 17,16 21,84 9 September 46,2 1,28 24,15 11,55 14,77 10 Oktober* 11,4 0,32 5,98 2,86 3,64 Jumlah 1182,24 12,8 622,24 298,57 366,1 Presentase 47,6 0,5 25,1 12,03 14,8 Sumber : Sentra Produksi PIP Cipanas kabupaten Cianjur, 2010 Catatan : *) angka sementara Berdasarken Tabel empat pemasaran daun bawang dilakukan ke pasar lokal dan juga ke Supermarket serta restoran guna memenuhi permintaan konsumen di berbagai wilayah. Jumlah daun bawang yang dikirim ke tiap pasar

18 yang paling besar adalah ke pasar induk kramat jati (PIKJ) dengan persentase sebesar 47,6 persen sedangkan jumlah pasokan yang terkecil yaitu pasar TU Bogor dengan persentase sebesar 0,5 persen. Berdasarkan data pasar yang dituju, pasar tersebut akan mempengaruhi terhadap biaya serta penerimaan harga per kilogram daun bawang yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran yang terkait. Selain itu pasar juga dapat terpengaruh pada kondisi ketersediaan pasokan daun bawang di sentra Kecamatan Pacet jika mengalami kekosongan barang yang dapat mengakibatkan harga menjadi naik atau tidak stabil bagi konsumen namun harga di tingkat petani belum tentu mengalami kenaikan. Permasalahan alur distiribusi produk merupakan aspek yang mempengaruhi permintaan akan komoditi produk sayuran, memberikan peluang dan prospek bagi pasar komoditi sayuran, untuk itu diperlukan penanganan saluran pemasaran yang baik untuk menjamin produk terdistribusi dengan baik mulai dari petani sampai ke tingkat konsumen akhir. Proses saluran pemasaran sayuran mempunyai peranan penting terhadap produk sayuran yang memiliki ciri mudah rusak dan memerlukan banyak tempat serta perlakuan penyimpanan yang intensif (Asmarantaka, 2009). Saluran pemasaran akan melibatkan beberapa lembaga pemasaran dan memberikan pengaruh terhadap lembaga pemasaran yang terlibat, lembaga pemasaran yang berperan diantaranya adalah petani, pedagang perantara dan pengecer. Lembaga pemasaran berfungsi sebagai penghubung yang akan menentukan mekanisme pasar dan membentuk pola saluran pemasaran. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan petani responden di wilayah Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur, Petani di Kecamatan Pacet sebagai produsen sekaligus pihak yang menerima harga. Dalam posisi tawar menawar sering tidak seimbang, petani dikalahkan dengan kepentingan pedagang yang lebih dulu mengetahui harga, harga daun bawang tiap tahun mengalami kenaikan berdasarkan siklus musim kemarau dan hujan, artinya pada saat musim kemarau harga daun bawang relatif lebih murah dan mengalami kenaikan pada saat musim hujan. Pada Tabel 5 menunjukan perubahan harga yang terjadi setiap bulannya.

19 Tabel 5. Harga Rata-rata per Bulan Daun Bawang di Tingkat Konsumen (lokal/kg) Bulan Harga April Mei 3.798,7 Juni Juli Agustus September 5.864,2 Oktober 6.142,5 Sumber : Sentra Produksi PIP Cipanas, 2010 Pada umumnya struktur pasar yang sering terjadi untuk komoditi pertanian dan sering dihadapi oleh petani adalah pasar persaingan sempurna, sehingga petani bertidak sebagai penerima harga (price taker). Tabel 6 adalah rata-rata harga di tingkat petani Kecamatan Pacet tahun Tabel 6. Rata-rata Harga daun Bawang di Tingkat Petani Kecamatan Pacet Tahun 2010 (Januari Oktober 2010) Bulan Harga (Rp/Kg) Januari Februari 1.522,5 Maret April 1.642,5 Mei Juni Juli Agustus September Oktober Sumber: Sentra Produksi PIP Cipanas, 2010 Untuk meningkatkan keuntungan dan posisi tawar petani perlu dikaji sistem pemasaran sayuran daun bawang yang efisien dan efektif dengan mengidentifikasi faktor-faktor pembentukan mekanisme pasar antar lain: pola saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar, serta marjin pemasaran daun bawang sehingga dapat meminimalisasi permasalahan tersebut. Semakin banyak pihak yang terlibat dalam pemasaran akan semakin banyak perlakuan yang diberikan dan semakin banyak pengambilan keuntungan oleh setiap lembaga pemasaran (Soekartawi, 2002).

20 Analisis efisiensi pemasaran pada pola saluran pemasaran daun bawang perlu dilakukan sehingga dapat diketahui saluran mana yang lebih efisien. Dan diharapkan dengan pola saluran pemasaran yang efisien dapat diketahui saluran pemasaran yang dapat mendatangkan manfaat bagi lembaga pemasarna yang terlibat dari saluran pemasaran yang efisien tersebut. Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana sistem tataniaga daun bawang di Kecamatan Pacet? 2. Apakah saluran pemasaran daun bawang di Kecamatan Pacet sudah efisien? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga pada komoditas daun bawang di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. 2. Menganalisis efisiensi saluran tataniaga disetiap jalur pemasaran daun bawang dengan mengidentifikasi struktur pasar yang terjadi pada setiap lembagalembaga pemasaran yang terlibat, mulai dari tingkat produsen hingga pegecer Manfaat Penelitian Penelitian tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai : 1. Bahan acuan penelitian kedepan yang berkaitan dengan sistem tataniaga sayuran khususnya daun bawang. 2. Bagi petani dan lembaga pemasaran yang terlibat sebagai bahan informasi untuk melaksanakan kerjasama yang saling menguntungkan dalam pemasaran daun bawang. 3. Bagi pemerintah setempat sebagai bahan masukan dalam penetapan kebijakan untuk perbaikan sistem pemasaran sayuran khususnya daun bawang. 4. Bagi peneliti sebagai penerapan ilmu atau teori yang telah didapat selama masa perkuliahan dan dapat diterapkan dalam permasalahan yang terjadi di masyarakat dan dapat memberikan alternatif pemecahan masalah tersebut.

21 BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Prospek Usaha Pertanian Daun Bawang di Indonesia Daun bawang termasuk salah satu komoditi pertanian yang termasuk kedalam tanaman hortikultura sayuran, yang memilki potensi untuk ditingkatkan produksi dan kualitasnya sehingga usaha daun bawang tersebut dapat menghasilkan pemasukan pendapatan bagi masyarakat khususnya petani. Melihat potensi daun bawang yang menjadi sayuran populer dalam memenuhi permintaan kebutuhan masyarakat terhadap bahan makanan atau penyedap masakan ini, menyebabkan daun bawang layak dibudidayakan dan dikembangkan secara intensif untuk menghasilkan keuntungan dengan penerapan sistem agribisnis. Di Indonesia pengembangan budidaya daun bawang telah meluas dan telah banyak diusahakan oleh petani, namun bentuk usahatani daun bawang pada umumnya masih bersifat usaha sampingan (sambilan), yaitu komoditi yang diusahakan oleh petani dari satu lahan banyak dikombinasikan dengan tanaman utama (tumpangsari). Pola tanam tumpangsari adalah teknik budidaya yang populer untuk menanam daun bawang, dan belum banyak petani-petani di Indonesia yang intensif mengembangkan budidaya daun bawang dalam satu lahan pertanian (Cahyono, 2006). Daun bawang memilki potensi yang baik untuk dikembangkan karena daun bawang banyak memiliki manfaat dan merupakan komoditi sayuran populer yang digunakan untuk berbagai jenis bahan masakan. Komoditas daun bawang difavoritkan untuk menembus pasar ekspor, dan memberikan keuntungan yang besar bila diusahakan secara intensif serta berorientasi kearah sistem agribisnis. Daun bawang yang memilki potensi, menciptakan peluang bisnis yang cukup baik dan cerah mengingat komoditi ini banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Seiring dengan berkembangnya kenaikan jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan terhadap konsumsi makanan, selain itu perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin gemar untuk menkonsumsi obat-obatan herbal, menciptakan peluang daun bawang yang saat ini banyak digunakan sebagai bahan masakan dan obatobatan herbal yang megunakan bahan dasar daun bawang.

22 2.2 Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah penelitian yang terkait dengan sistem tataniaga dari berbagai tanaman hortikultura dilihat berdasarkan konsep saluran dan lembaga pemasaran, fungsi, marjin pemasaran, farmer s share dan struktur pasar. Berikut adalah beberapa hasil penelitian mengenai kondisi tataniaga dari berbagai tanaman hortikultura. Hasniah (2005) melakukan penelitian mengenai sistem dan efisiensi tataniaga komoditas pepaya sayur. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukamaju, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Hasil penelitian ini adalah pola pemasaran yang dihadapi terdiri dari tiga buah saluran tataniaga. Saluran tataniaga 1 (petani, pedagang pengumpul, pedagang grosir, pedagang pengecer, konsumen). Saluran tataniaga II (petani, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, konsumen). Saluran tataniaga III (petani, pedagang pengecer, konsumen). Struktur pasar yang dihadapi petani pepaya sayur di Desa Sukamaju bersifat pasar pesaingan sempurna, ini disebabkan karena jumlah petani yang banyak dan petani bebas keluar masuk pasar, dan produknya homogen. Sistem penentuan harga dilakukan oleh pedagang berdasarkan harga yang berlaku di pasar sehingga kedudukan petani dalam sistem tataniaga sangat lemah. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul di Desa Sukamaju adalah oligopsoni. Struktur pasar yang dihadapi pedagang grosir adalah oligopoly. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna dimana harga yang berlaku berdasarkan mekanisme pasar dan pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi pasar. Selain itu pedagang pengecer bebas keluar masuk pasar. Analisis tataniaga diketahui bahwa saluran tataniaga III yang paling efisien karena memiliki marjin tataniaga yang paling kecil, dan farmer s share tertinggi juga terdapat pada saluran tataniaga III. Selain itu, saluran tataniaga III juga menghasilkan keuntungan terbesar bagi petani. Persamaan terhadap acuan penelitian tedahulu dengan penelitian yang akan dilakukan tentang daun bawang adalah bahwa Hasniah (2005) melakukan analisis terhadap pola saluran pemasaran yang terjadi dilokasi penelitian yang menghadapi III saluran pemasaran, dikaji dengan menggunakan marjin

23 pemasaran, farmer s share dan bertujuan untuk menghitung keuntungan terbesar bagi petani terhadap salah satu saluran pemasaran yang lebih efisien. Hasniah (2005) melakukan kajian tehadap struktur pasar yang terjadi terhadap lembagalembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran yang tejadi dilokasi penelitian. Rachma (2008) melakukan penelitian tentang Efisiensi Tataniaga Cabai Merah, (studi kasus Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat). Hasil penelitian menunjukkan terdapat lima jenis saluran tataniaga cabai merah di Desa Cibeureum. Saluran tataniaga 1 (pedagang pengumpul pedagang grosir pedagang pengecer ke 2), saluran tataniaga Ii (pedagang pengumpul pedagang grosir pedagang pengecer 1 pedagang pengecer 2), saluran tataniaga III (pedagang pengumpul pedagang grosir pedagang pengecer 2), saluran tataniaga IV (pedagang pengumpul pedagang pengecer 1 pedagang pengecer 2), dan saluran tataniaga V (pedagang pengumpul dan pedagang pengecer 1). Berdasarkan kelima saluran tataniaga tersebut, terlihat bahwa 100 persen cabai merah dijual petani ke pedagang pengumpul. Hasil analisis marjin tataniaga menunjukkan bahwa marjin terbesar terdapat pada saluran II, III, dan IV, sedangkan marjin terkecil terdapat pada saluran I dan V. Struktur pasar yang terbentuk dalam tataniaga cabai merah adalah bersaing tidak sempurna, maka setelah dianalisis tidak ada keterpaduan. Persaingan yang tidak sempurna dalam tataniaga cabai merah ini menunjukkan bahwa system tataniaga cabai merah di lokasi penelitian belum efisien. Terdapat persamaan dan perbedaan antara komoditi daun bawang yang akan diteliti dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Rachma (2008). Persamaanya adalah penelitian yang dilakukan mengkaji tentang beberapa saluran pemasaran sehingga didapat satu pemasaran yang lebih efisien. Dan perbedaan terhadap peneltian yang akan dilakukan adalah penelusuran terhadap saluran pemasaran lembaga yang dikaji diawali dari pedagang pengumpul karena 100% hasil komoditi cabai merah dijual oleh petani melalui pedagang pengumpul, sedangkan terhadap kajian komoditi daun bawang yang akan dilakuk an di Kecamatan Pacet tidak semua hasil panen daun bawang dijual melalui pedagang pengumpul, terdapat beberapa petani yang menjual langsung ke pedagang pengecer.

24 Nurliah (2002) tentang: Analisis pendapatan usahatani dan pemasaran cabai merah keriting di Desa Sindangmekar, KecamatanWanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Saluran pemasaran cabai merah keriting berjumlah empat saluran. Saluran pemasaran ini melibatkan beberapa lembaga pemasaran yang meliputi pedagang pengumpul, pedagang grosir dan pedagang pengecer. Setiap lembaga pemasaran pada umumnya melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran seperti fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa pengemasan dan pengangkutan dan fungsi fasilitas berupa sortasi, pembiayaan, penanggungan resiko dan informasi pasar. Struktur pasar yang yang dihadapi oleh petani dan pedagang pengumpul mendekati oligopsoni, sedangkan pedagang grosir menghadapi struktur pasar yang mengarah ke bentuk pasar oligopoly dan struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer adalah pasar persaingan monopolistik. Beberapa penelitian sebelumnya tentang analisis sistem tataniaga tanaman hortikultura telah dilakukan dan menghasilkan saluran yang efisien untuk diterapkan ditingkat petani serta posisi tawar petani yang lemah bedampak pada pentingnya rujukan terhadap farmer s share, dapat dilihat pada Tabel 8. Penelitian ini melengkapi penelitian sebelumnya dalam hal komoditi hortikultura di lokasi yang berbeda sehingga dapat digunakan untuk perbandingan dengan lokasi dan komoditi yang lain. Berdasarkan penelitian terdahulu, dapat dilihat bahwa penelitian tentang analisis sistem tataniaga daun bawang diharapkan dapat menjadi acuan untuk mengembangkan Kabupaten Cianjur khusunya Kecamatan Pacet. Lestari (2006) melakukan penelitian tentang Analisis Tataniaga Bengkuang di Kecamatan Prembun, Kabupaten Kebumen, Propinsi Jawa Tengah. Pada saluran tataniaga bengkuang di Kecamatan Prembun melibatkan beberapa lembaga pemasaran yaitu pedagang pengumpul, pedagang antar kota (PAK), pedagang grosir, pedagang pengecer pertama dan pengecer kedua. Terdapat enam saluran pemasaran bengkuang di Kecamatan Prembun dengan tujuan daerah pemasaran Yogyakarta, Klaten, Bandung dan Jakarta. Struktur pasar yang terbentuk adalah pasar persaingan tidak sempurna. Hal ini dilihat dari jumlah pedagang yang ada tidak terlalu banyak dan diferensiasi produk tidak begitu

25 berpengaruh. Analisis marjin menunjukkan bahwa pada masing-masing lembaga pemasaran terlihat bahwa sebaran marjin keuntungan dan marjin biaya yang ditanggung oleh masing-masing lembaga pemasaran adalah berbeda sesuai dengan fungsi pemasaran yang telah dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petani bengkuang di Kecamatan Prembun berupa fungsi penjualan dan fungsi transportasi (pembiayaan, sortasi, dan grading). Marjin terbesar terdapat pada saluran pemasaran ke enam dan terkecil pada saluran pemasaran kedua. Secara operasional dari ke enam saluran yang ada saluran kedua merupakan saluran yang efisien. Hal ini dilihat dari marjin pemasaran yang dihasilkan rendah dan farmer s sharenya tinggi. Simamora (2007), meneliti tentang Analisis Sistem Tataniaga Pisang di Desa Suka Baru Buring, Kecamatan Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi Lampung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa saluran tataniaga pisang yang terjadi terdapat empat saluran tataniaga yaitu: saluran pertama (petani PPD Grosir I pedagang pengecer konsumen), saluran kedua (petani PPD Grosir II pedagang pengecer konsumen), saluran ketiga (petani PPD Grosir I Grosir II pedagang pengecer konsumen), saluran keempat (petani konsumen lokal). Struktur pasar pada petani, PPD dan pedagang pengecer adalah oligopsoni, sedangkan untuk grosir I dan pedagang grosir II adalah oligopoly. Dalam penentuan harga antara petani dan pedagang sebagian dilakukan tawar menawar dan sebagian lagi langsung ditentukan oleh pedagang terhadap petani karena ada ikatan hutang piutang. Berdasarkan nilai marjin pemasarannya maka jalur III adalah saluran yang mempunyai nilai marjin yang paling besar yaitu Rp 660 atau 66,36 persen dan marjin paling kecil terdapat pada saluran I yaitu sebesar Rp 607,78 atau 64,50 persen dan rasio keuntungan yang didapatkan pada jalur I merupakan yang paling besar yaitu Rp 339 dan berada pada tingkat pengecer. Berdasarkan analisis efisiensi pemasaran maka jalur I dikatakan lebih efisien dari jalur II dan III. Sedangkan keuntungan terbesat terjadi pada jalur pemasaran II sebesar Rp 374,91 atau 38,02 persen, dan pada jalur pemasaran III sebesar Rp 293,60 atau 26,52 persen dari harga jual pengecer.

26 Tabel 7. Resume Hasil Penelitian Terdahulu No Penulis Judul Hasil 1 Rachma Efisiensi Tatniaga Cabai Terdapat 5 jenis saluran M (2008) Merah tataniaga. Lembaga tataniaga yang terlibat pedagang pengumpul, pedagang grosir, pedagang pengecer 2 Simamora, S (2007) 3 Lestari (2006) 4 Hasniah (2005) 5 Nurliah (2002) Analisis Sistem Tataniaga Pisang di Desa Suka Baru Buring, Kecamatan Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi Lampung. Analisis Tataniaga Bengkuang di Kecamatan Prembun, Kabupaten Kebumen, Propinsi Jawa Tengah. Analisis Sistem dan Efisiensi Tataniaga Komoditas Pepaya Sayur (Kasus Desa Sukamaju, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Cabai Merah Keriting di Desa Sindangmekar, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat. I, pedagang pengecer II Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa saluran tataniaga pisang yang terjadi terdapat empat saluran tataniaga yaitu: saluran pertama (petani PPD Grosir I pedagang pengecer konsumen), saluran kedua (petani PPD Grosir II pedagang pengecer konsumen), saluran ketiga (petani PPD Grosir I Grosir II pedagang pengecer konsumen), saluran keempat (petani konsumen lokal). Terdapat enam saluran pemasaran, Marjin terbesar terdapat pada saluran pemasaran ke enam dan terkecil pada saluran pemasaran kedua. Secara operasional dari ke enam saluran yang ada saluran kedua merupakan saluran yang efisien. Hal ini dilihat dari marjin pemasaran yang dihasilkan rendah dan farmer s sharenya tinggi. Terdapat 3 saluran tataniaga. Lembaga tataniaga yang terlibat meliputi petani, pedagang pengumpul, pedagang grosir, pedagang pengecer Terdapat 4 saluran tataniaga. Lembaga tataniaga meliputi pedagang pengumpul, pedagang grosir dan pedagang pengecer.

27 Beberapa penelitian sebelumnya tentang analisis sistem tataniaga telah banyak dilakukan dan menghasilkan saluran pemasaran yang efisien untuk diterapkan pada lokasi penelitian tersebut. Mengacu kepada tujuan yang diinginkan dari sebuah penelitian tentang analisis sistem tataniaga perbedaan penelitian ini terhadap penelitian sebelumnya adalah terletak pada lokasi dan objek komoditi yang akan diteliti dengan mengkaji secara keseluruhan sebuah sistem tataniaga pemasaran mulai dari produsen sampai konsumen akhir.

28 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Pemasaran Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar adalah himpunan semua pelanggan potensial yang sama-sama mempunyai kebutuhan atau keinginan yang mungkin ingin dan mampu terlibat dalam pertukaran untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan (Kotler, 2002). Menurut Hammond dan Dahl (1977), pasar dalam pengertian ekonomi adalah ruang atau dimensi dimana kekuatan penawaran dan permintaan bekerja untuk menentukan dan merubah harga. Definisi pemasaran secara sosial merupakan suatu proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain. Produk tersebut diciptakan untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan manusia, sehingga terjadi proses pertukaran untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan manusia, sehingga terjadi proses pertukaran untuk mendapatkan produk yang diinginkan atau kebutuhan usaha dari tangan produsen ke tangan konsumen, sedangkan untuk definisi secara manajerial, pemasaran sering digambarkan sebagai seni menual produk atau pemasaran merupakan proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan, harga, promosi, dan penyaluran gagasan, barang, jasa, untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi (Kotler, 2005). Menurut Limbong dan Sitorus (1987) pemasaran merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terjadi dalam proses mengalirkan barang dan jasa dari sentra produksi ke sentra konsumsi guna memenuhi kebutuhan dan memberikan keuntungan bagi produsen. Konsep ini menunjukan bahwa peranan pemasaran sangat penting dalam rangka meningkatkan nilai guna bentuk, nilai guna waktu, nilai guna tempat dan nilai guna hak milik dari suatu barang dan jasa secara umum dan juga komoditas pertanian.

29 Sistem Tataniaga Dahl dan Hammond (1977), menerangkan bahwa pemasaran atau tataniaga merupakan serangkaian fungsi yang diperlukan untuk menggerakan produk mulai dari produsen utama hingga ke konsumen akhir. Menurut Kohl dan Uhl (2002), mendefinisikan tataniaga pertanian merupakan keragaman dari semua aktifitas bisnis dalam aliran barang dan jasa komoditas pertanian mulai dari tingkat produksi (petani) sampai ke konsumen akhir, yang mencakup aspek input dan output pertanian. Untuk menganalisis system tataniaga dapat dilakukan melalui lima pendekatan (Purcell, 1977: Gonarsyah, 1996/1997: Kohl dan Uhl, 1990 dan 2002) dalam Agus Sutrisno (2010), yaitu : 1. Pendekatan Fungsi The Functional Approch: yang terdiri dari fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan), dan fungsi fasilitas (standarisasi, pembiayaan, resiko dan informasi pasar). 2. Pendekatan Kelembagaan : yang terdiri dari pedagang, perantara, pedagang spekulan, pengolah, dan organisasi yang memberikan fasilitas pemasaran. 3. Pendekatan Komoditas : pendekatan ini menekankan kepada apa yang diperbuat dan bagaimana penanganan terhadap komoditi sepanjang gap antara petani the original point of production dengan konsumen akhir. Dengan demikian pendekatan ini akan menggambarkan agar penanganan efisien. 4. Pendekatan sistem: pendekatan ini mempunyai arti menekankan kepada seluruh sistem, efisien dan proses yang berlanjut membentuk suatu sistem. Dengan demikian pendekatan ini menganalisia keterkaitan yang kontinu diantara subsistem-subsistem (misalnya subsistem pengumpulan atau penyediaan bahan baku, pengolahan dan distribusi) yang memberikan tingkat efisiensi tinggi. 5. Pendekatan Analisa Permintaan dan harga, titik tolaknya adalah pendekatan analisis dari kegiatan ekonomi dibidang pemasaran antara petani dan konsumen. Kegiatan ekonomi disini adalah berhubungan dengan proses transformasi komoditas usahatani menjadi bermacam-macam produk yang diinginkan oleh konsumen. Proses transformasi ini merupakan kegiatan

30 produktif dalam sistem pemasaran karena menciptakan atau menambahkan nilai guna produk. Tuntutan untuk mendeskripsikan tataniaga komoditas pertanian dengan lebih komprehensif (Dahl dan Hammond, 1977; dan Purcel, 1979 dalam Wagiono, 2009) bahwa sitem tataniaga merupakan bentuk sistem dan bukan hanya alur pemindahan produk yang hanya menunjukan panjang pendeknya saluran pemasaran yang lebih sering dikenal. Sistem tataniaga dideskripsikan sebagai kumpulan komponen kegiatan ekonomi yang saling terkait dan terkoordinasi yang dilakukan oleh individu-individu atau lembaga-lembaga yang ditujukan untuk melaksanakan dan memperlancar proses transaksi antara produsen dan konsumen melalui peningkatan kegunaaan hak milik, kegunaan tempat, serta kegunaan waktu dan bentuk. Pada Gambar 1 adalah salah satu contoh model sistem tataniaga yang terjadi di masyarakat, dengan mengambil contoh komoditas buah pisang. Petani Sub Terminal Agribisnis (STA) Pedagang pengumpul Pedagang Grosir Bandar Pedagang Pengecer Pedagang Pengecer dalam kota Pedagang Pengecer Desa Konsumen Konsumen Konsumen Gambar1. Skema Saluran Distribusi Produk Pada Sistem Tataniaga Buah Pisang (Wagiono, 2009)

31 Berdasarkan Gambar 1 terdapat saluran pemasaran yang melibatkan STA untuk menjadi salah satu lembaga pemasaran yang terkait dalam sistem tataniaga buah pisang. Model STA pada Gambar 1 merupakan buah pemikiran atau rintisan dari Departemen Pertanian yang bertujuan untuk menemukan sistem tataniaga yang ideal untuk pelaku usaha yang bergerak dalam bidang komoditas agribisnis. Dalam impelementasinya model STA ini belum sesuai dengan rencana, karena jumlah penawaran kurang cukup secara ekonomik dan kualitas produk belum homogen. Mengenai berapa besar penawaran yang tersedia untuk memasok produk dapat dijadikan topik penelitian bagi mahasiswa Agribisnis (Wagiono, 2009) dalam bunga rampai. Kegiatan sortasi, grading, dan pengepakan seluruhnya dapat dilakukan di STA, yang selanjutnya dikirim ke Terminal Agribinis (TA) atau pasar Pasar Pasar adalah arena (tempat) mengorganisir beserta fasilitas dari aktifitas bisnis untuk menjawab pertanyaan ekonomi pasar: apa yang diproduksi, bagaimana memproduksinya, berapa banyak diproduksi dan bagaimana mendistribusikan hasil yang di produksi (Kohl dan Uhls, 2002) dengan demikian pasar dapat didefinisikan sebagai (1) lokasi, (2) produk, (3) waktu dan, (4) tingkat pasar. Menurut Hammond dan Dahl (1977), pasar dalam pengertian ekonomi adalah ruang atau dimensi dimana kekuatan penawaran dan permintaan bekerja untuk menentukan atau mengubah harga. Pasar merupakan himpunan semua pelanggan yang sama-sama mempunyai kebutuhan atau keinginan yang mungkin ingin dan mampu terlihat dalam pertukaran untuk memutuskan kebutuhan atau keinginan (Kotler,1993). Pasar adalah sebagai suatu lokasi secara fisik dimana terjadi jual-beli atau suatu keadaan terbentuknya suatu harga dan terjadinya perpindahan hak milik tertentu (Limbong dan Sitorus, 1987) Lembaga Pemasaran dan Saluran Pemasaran Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan badan usaha dengan badan

32 usaha lain. Lembaga pemasaran ini timbul karena ada keinginan konsumen untuk komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen (Sudiyono, 2002). Menurut Limbong dan Sitorus (1987), lembaga pemasaran adalah badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi pemasaran dimana terdiri dari golongan produsen, pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa. Setiap pelaku pemasaran akan memperoleh keuntungan yang berbeda dalam proses pemasaran. Lembaga pemasaran dalam menyampaikan komoditi pertanian dari produsen berhubungan satu sama lain yang membentuk jaringan pemasaran. Polapola pemasaran yang terbentuk selama pergerakan arus komoditi pertanian dari petani produsen ke konsumen akhir ini disebut sistem pemasaran. Menurut Kotler (2002), saluran pemasaran adalah serangkaian lembaga yang melakukan fungsi yang digunakan untuk menyalurkan produk dan status kepemilikian dari produsen ke konsumen. Produsen memiliki peranan utama dalam menghasilkan barang-barang dan sering melakukan sebagian kegiatan pemasaran, sementara itu pedagang menyalurkan komoditas dalam waktu tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen. Hal ini berarti bahwa saluran pemasaran yang berbeda akan memberikan keuntungan yang berbeda pula kepada masingmasing lembaga yang terlibat dalam kegiatan pemasaran tersebut. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran tersebut berada dalam suatu saluran distribusi pemasaran. Saluran distribusi pemasaran merupakan saluran yang digunakan oleh produsen untuk menggerakan dan menyalurkan produknya kepada konsumen akhir (Limbong dan Sitorus, 1987). Saluran pemasaran yang terjadi dapat dibedakan menjadi empat tingkatan, yaitu: 1. Saluran tingkat nol, yaitu produsen langsung menjual produknya ke konsumen akhir. 2. Saluran setingkat, yaitu hanya terdapat satu lembaga pemasaran yang terlibat yaitu pengecer. 3. Saluran dua tingkat, dimana terdapat dua lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran yaitu grosir dan pengecer.

33 4. Saluran tiaga tingkat, dimana terdapat tiga lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran yaitu grosir, distributor, dan pengecer. Proses penyaluran produk sampai ke tangan konsumen dapat menggunakan saluran yang panjang atau pendek, sesuai dengan kebijaksanaan saluran distribusi yang ingin dilaksanakan produsen (Assauri, 2002) dalam Sihombing (2010), Mata rantai distribusi menurut bentuknya dibagi menjadi dua yaitu distribusi langsung dan distribusi tidak langsung. Distribusi langsung yaitu produsen menjual langsung produknya kepada konsumen tanpa ada perantara. Sedangkan distribusi tidak langsung produsen di dalamnya menjual produk melalui perantara seperti pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang grosir, dan pedagang pengecer. Umumnya lembaga pemasaran komoditi pertanian terdiri dari petani pedagang pengumpul di tingkat lokal, pedagang antar daerah, pedagang besar, pengecer dan agen-agen penunjang. Agen penunjang seperti perusahaan pengangkutan, perusahaan penyimpanan, pengolahan biro-biro periklanan, lembaga keuangan dan lain sebagainya. Lembaga ini penting dalam proses penyampaian komoditi pertanian yang bersifat musiman, volume produk besar dengan nilai yang kecil (bulky), dan tidak tahan lama. Sehingga pelaku pemasaran harus memasok barang dengan jumlah yang cukup untuk mencapai jumlah yang dibutuhkan konsumen dan tersedia secara kontinu. Semakin efisien sistem tataniaga hasil pertanian, semakin sederhana pula jumlah rantai pemasarannya. Beberapa faktor yang harus pertimbangkan dalam memilih saluran tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987) yaitu : 1. Pertimbangan Pasar : siapa konsumen, rumah tangga atau industri besarnya potensi pembelian, bagaimana konsentrasi pasar secara geografis, berapa jumlah pesanan dan bagaiman kebiasaan konsumen dalam membeli. 2. Pertimbangan barang : berapa besar nilai per unit barang tersebut, besar dan berat barang ( mudah rusak atau tidak), sifat teknis (berupa barang standar atau pesanan) dan bagaimana luas produk perusahaan yang bersangkutan. 3. Pertimbangan dari segi perusahaan : sumber modal, kemampuan dan pengalaman manajerial, pengawasan penyaluran dan pelayanan yang diberikan penjual.

34 4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara meliputi pelayanan yang dapat diberikan oleh lembaga perantara, sikap perantara terhadap kebijakan produsen, volume penjualan dan pertimbangan biaya. Menurut Saefuddin dan Hanafiah (1983) panjang saluran pemasaran tergantung pada : 1. Jarak antara produsen dan konsumen Semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen maka semakin panjang pula saluran tataniaga yang terjadi. 2. Skala Produksi Semakin besar skala produksi, saluran yang terjadi cenderung panjang karena memerlukan pedagang perantara dalam penyaluranya. 3. Cepat tidaknya produksi rusak Produk yang mudah rusak menghendaki saluran pemasaran yang pendek karena harus segera di terima konsumen. 4. Posisi keuangan Pengusaha Pedagang dengan posisi keuangan yang kuat cenderung dapat melakukan lebih banyak fungsi pemasaran dan memperpendek saluran pemasaran. Dengan mengetahui saluran pemasaran suatu komoditas maka dapat diketahui jalur mana yang lebih efisien dari semua kemungkinan jalur-jalur dapat ditempuh, serta dapat mempermudah mencari besarnya marjin yang diterima setiap lembaga yang terlibat Fungsi-Fungsi Pemasaran Fungsi-fungsi pemasaran dapat dikelompokan atas tiga fungsi antara lain: 1. Fungsi Pertukaran merupakan kegiatan yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi ini terdiri dari fungsi pembelian dan fungsi penjualan. 2. Fungsi Fisik merupakan semua kegiatan yang berhubungan langsung dengan barang dan jasa sehingga proses tersebut menimbulkan kegunaan bentuk, tempat dan waktu. Kegiatan yang termasuk dalam fungsi ini yaitu: fungsi penyimpanan, fungsi pengolahan, fungsi pengemasan, dan fungsi pengangkutan.

35 3. Fungsi Fasilitas merupakan semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar proses terjadinya pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas meliputi: fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pembiayaan, dan fungsi informasi pasar. Selain ketiga fungsi di atas, diperlukan juga jasa pendukung lain seperti jasa transportasi dan jasa pengolahan pasca panen seperti pembersihan, penyimpanan, dan pemeliharaan Struktur Pasar Struktur pasar sangat diperlukan dan banyak digunakan dalam menganalisis sistem pemasaran. Hal ini disebabkan karena melalui analisis pasar secara otomatis akan menjelaskan bagaimana perilaku pasar dan menunjukkan keragaan yang terjadi akibat dari karakteristik dan perilaku pasar yang ada di dalam system pemasaran. Struktur pasar (market structure) mengacu pada semua aspek yang dapat mempengaruhi perilaku dan kinerja perusahaan di suatu pasar, misalnya jumlah perusahaan di pasar atau jenis produk yang mereka jual (Lipsey and Courant et all, 1978). Struktur pasar menjelaskan lingkungan persaingan dalam pasar untuk setiap barang atau jasa, dimana sebuah pasar terdiri atas semua perusahaan dan individu yang rela dan mampu membeli atau menjual suatu produk tertentu (Papas dan Hirschey, 1995). Struktur pasar umumnya dicirikan atas dasar empat karakteristik industri yang penting yaitu jumlah dan industri ukuran dari penjual dan pembeli yang aktif serta para pendatang potensial, tingkat diferensiasl produk, jumlah dan biaya informasi tentang harga dan mutu produk, serta kondisi masuk dan keluar. Pengaruh strutur pasar diukur dalam bentuk harga yang dibayar oleh konsumen, ketersediaan dan mutu keluaran, ketenagakerjaan dan kesempatan kemajuan karier, dan laju inovasi produk, diantara faktor-faktor lainnya (Papas dan Hirschey, 1995). Menurut Hammond dan Dahl (1977), ada empat faktor yang menentukan karakteristik dari suatu struktur pasar yaitu: jumlah dan ukuran perusahaan, sifat produk, kemudahan untuk keluar dan masuk pasar, dan informasi harga, biaya

36 serta kondisi pasar yang dihadapi pelaku pasar. Berdasarkan bentuk dan sifatnya, pasar diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu pasar persaingan sempuirna (murni) dan pasar tidak bersaing sempurna (monopoli). Pasar persaingan sempurna adalah pasar dengan sejumlah pembeli dan penjual untuk sebuah produk yang pada dasarnya sama, dimana setiap transaksi peserta pasar adalah begitu kecil sehingga tidak memiliki pengaruh terhadap harga pasar produk tersebut. Para pembeli dan penjual individual adalah pengambil harga (price taker) yang berarti bahwa perusahaan mengambil harga pasar sebagai sesuatu yang tidak dapat dirubah dan merancang strategi produk mereka sesuai dengan harga tersebut. Informasi permintaan dan penawaran yang bebas dan lengkap tersedia dalam pasar yang bersaingsempurna, serta tidak terdapat hambatan masuk dan keluar yang berarti (Papas dan Hirschey, 1995). Pasar bersaing tidak sempurna adalah struktur pasar yang dicirikan dengan penjual tunggal dan sebuah produk yang sangat dideferensiasi. Perusahaan monopoli itu adalah perusahaan itu sendiri dan tidak menghadapi persaingan yang efektif dan memungkinkan perusahaan monopoli itu menentukan harga dan keluaran secara bersamaan untuk perusahaan. Hambatan masuk atau keluar yang besar seringkali merintangi para pendatang potensial dan menawarkan kesempatan untuk memperoleh laba ekonomi (Papas dan Hirschey, 1995). Kotler (2002), mengklasifikasikan pasar menjadi dua macam berdasarkan sifat dan bentuknya yaitu struktur pasar bersaing sempurna dan pasar bersaing tidak sempurna. Suatu pasar dapat digolongkan ke dalam pasar bersaing sempurna jika memenuhi cirri-ciri antara lain: terdapat banyak jumlah pembeli maupun penjual, pembeli dan penjual hanya menguasai sebagian kecil dari barang atau jasa yang dipasarkan sehingga tidak dapat mempengaruhi pasar (penjual dan pembeli berperan sebagai price taker), barang adan jasa yang dipasarkan bersifat homogen, serta penjual dan pembeli bebas keluar masuk pasar, sehingga informasi mudah diperoleh. Pasar bersaing tidak sempurna dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi pembeli dan sisi penjual. Pasar yang dilihat dari sisi pembeli terdiri dari pasar monopsoni, oligopoly, dan sebagainya. Sedangkan dari sisi penjual terdiri dari pasar persaingan monopolistic, pasar monopoli, oligopoli, duopoli dan sebagainya..

37 Pasar persaingan murni adalah pasar yang memiliki banyak penjual dan pembeli dan produk yang diperjualbelikan bersifat homogen. Apabila jumlah penjual dan pembelinya satu dan sifat produknya unik, maka struktur pasar yang berlaku adalah monopoli jika dilihat dari sudut penjual, sedangkan jika dilihat dari sudut pembeli bersifat monopsoni. Karakteristik masing-masing pasar dapat dilihat pada Tabel 8. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi struktur pasar adalah dapat dilihat dari pengetahuan yang diperlukan untuk memasuki pasar, modal yang dibutuhkan, dan market share yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat. Tabel 8. Lima Jenis Pasar Pada Sistem Pangan dan Serat. Karakteristik Struktur Pasar Produk No Jumlah Sifat Produk Dari Sudut Penjual Dari Sudut Perusahaan Pembeli 1 Banyak Standar/ Persaingan Murni Persaingan Homogen Murni 2 Banyak Diferensiasi Persaingan Persaingan Monopolistik Monopolistik 3 Sedikit Standar Oligopoli Murni Oligopsoni Murni 4 Sedikit Diferensiasi Oligopoli Oligopsoni Diferensiasi Diferensiasi 5 Satu Unik Monopoli Monopsoni Sumber: Hammond dan Dahl, Perilaku Pasar Perilaku pasar merupakan saluran tingkah laku dari lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar tempat lembaga tersebut melakukan kegiatan pembelian dan penjualan. Perilaku suatu pelaku pasar dapat dilihat pada saat beroperasi, misalnya pada saat penentuan harga, lokasi, promosi, penjualan, pembelian, dan strategi pemasaran. Struktur dan perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui perubahan harga, biaya dan marjin pemasaran, serta jumlah komoditi yang diperdagangkan (Hammond dan Dahl, 1977). Menurut Hammond dan dahl (1977), keragaan pasar adalah akibat dari struktur dan perilaku pasar yang dalam kehidupan sehari-hari ditunjukkan dengan

38 harga, biaya, dan volume produksi. Deskripsi dari keragaan pasar dapat dilihat dari indikator sebagai berikut: 1. Harga dan penyebarannya di tingkat produsen dan konsumen. 2. Marjin pasar dan penyebarannya pada setiap pelaku pasar Efisiensi Pemasaran Pemasaran yang efisien merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu sistem pemasaran. Efisiensi pemasaran tercapai jika sistem tersebut dapat memberikan kepuasan pihak-pihak yang terlibat dalam pemasaran, yaitu produsen, konsumen akhir dan lembaga-lembaga pemasaran (Limbong dan Sitorus, 1987). Kegiatan pemasaran dikatakan efisien apabila biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan dapat ditingkatkan, persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, tersedianya fasilitas fisik pemasaran dan adanya kompetisi pasar yang sehat (Soekartawi, 2002). Efisiensi pemasaran dapat diukur melalui efisiensi berupa persentase harga yang diterima oleh petani (farmer s share) terhadap harga kepada konsumen. Farmer s share mempunyai hubungan negatif dengan marjin pemasaran yang berarti tingginya marjin pemasaran akan mengakibatkan kecilnya persentase bagian yang diterima petani. Efisiensi pemasaran terbagi menjadi dua kategori yaitu efisiensi operasional (teknologi) dan efisiensi harga (ekonomi). Efisiensi operasional meliputi efisiensi dalam pengolahan, pengemasan, pengangkutan dan fungsi lain dari system pemasaran. Dengan adanya efisiensi operasional, biaya akan lebih rendan dan output dari barang atau jasa tidak berubah atau bahkan meningkat kualitasnya. Efisiensi harga meliputi kegiatan pembelian, penjualan, dan aspek harga. Untuk mencapai efisiensi harga harus memperhatikan jumlah produsen yang ada di pasar, kemampuan dari produsen baru untuk memasuki pasar dan kemungkinan terjadinya kolusi antar produsen Marjin Pemasaran Marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang didapat konsumen dengan harga yang diterima produsen, yang terdiri dari biaya dan keuntungan pemasaran.

39 Marjin pemasaran pada umumnya dianalisis pada komoditi yang sama, jumlah yang sama dan pada pasar persaingan sempurna (Limbong dan Sitorus, 1987). Nilai marjin pemasaran merupakan perkalian dari perbedaan harga yang diterima produsen dan harga yang dibayar oleh konsumen dengan jumlah produk yang dipasarkan. Besar nilai marjin tataniaga ini dinyatakan dalam (P r - P f ) x Q r,f. Besaran P r - P f menunjukkan besarnya marjin tataniaga yang sering digunakan kriteria untuk penilaian apakah pasar tersebut sudah efisien atau belum. Biaya pemasaran mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan penjualan hasil produksi dan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses tataniaga, maka semakin besar perbedaan harga prouk tersebut di tingkat produsen dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Secara matematika dapat dirumuskan sebagai berikut: Dimana: M i = P si - P bi M i = Marjin pemasaran pada lembaga pemasaran tingkat ke-i P si = harga penjualan lembaga pemasaran tingkat ke-i P bi = harga pembelian lembaga pemasaran tingkat ke-i Marjin pemasaran terdiri dari dua komponen, yaitu: biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran. Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk penyampaian komoditas mulai dari petani sampai ke konsumen akhir. Sedangkan keuntungan pemasaran adalah perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan biaya yang dikeluarkan (Limbong dan Sitorus, 1987). Dimana: M i = C i + π M i = Marjin Pemasaran C i = Biaya lembaga pemasaran tingkat ke-i π = Keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i Besarnya marjin pemasaran pada suatu saluran pemasaran dapat dinyatakan sebagai penjumlahan dari marjin pada masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat.

40 P (Harga) Sr Marjin Pemasaran (Pr -Pf ) Pr Pf Nilai Marjin = (Pr-Pf) Qrf Sf Dr Df O Qr,f Q (Jumlah) Gambar 2. Konsep Marjin Pemasaran (Hammond dan Dahl, 1977) Keterangan: Pr : Harga di Tingkat Pedagang Pengecer Pf : Harga di Tingkat Petani Sr : Supply di tingkat pengecer (derived supply) Sf : Supply di tingkat petani Dr : Demand di tingkat pengecer (derived demand) Df : Demand di tingkat petani (primary demand) Qrf : Jumlah Produk di Tingkat Petani dan Pengecer Dari Gambar 2 dapat dilihat besarnya nilai margin Tataniaga yang merupakan hasil perkalian dari perbedaan harga pada dua tingkat lembaga tataniaga (dalam hal ini selisih harga eceran dengan harga petani) dengan jumlah produk yang dipasarkan. Semakin besar perbedaan harga antara lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat, terutama antara harga yang terjadi di tingkat eceran dengan harga yang diterima petani, maka semakin besar pula margin tataniaga dari komoditi yang bersangkutan. Hal ini disebabkan banyak lembaga tataniaga yang terlibat mengakibatkan biaya tataniaga meningkat akan diikuti peningkatan pengambilan keuntungan oleh setiap lembaga tataniaga yang terlibat Tinggi rendahnya marjin tataniaga sering digunakan sebagai kriteria untuk penilaian apakah pasar tersebut sudah efisien atau belum, tetapi tinggi rendahnya marjin tataniaga tidak selamanya dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi

41 kegiatan tataniaga. Marjin tataniaga yang rendah tidak otomatis dapat digunakan sebagai ukuran efisien tidaknya pola setiap lembaga tataniaga yang terlibat. Tingginya marjin dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang berpengaruh dalam proses kegiatan tataniaga antara lain, ketersediaan fasilitas fisik tataniaga meliputi, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, risiko kerusakan dan lain-lain (Limbong dan Sitorus, 1987) Farmer s Share Menurut Limbong dan Sitorus (1987), marjin pemasaran bukanlah satusatunya indikator yang menentukan efisiensi pemasaran suatu komoditas. Salah satu indikator lain adalah dengan membandingkan harga yang dibayar oleh konsumen akhir atau biasa disebut farmer s share dan sering dinyatakan dalam persen. Farmer s share mempunyai hubungan negatif dengan marjin pemasaran sehingga semakin tinggi marjin pemasaran maka bagian yang diperoleh petani semakin rendah. Secara sistematis farmer s share dapat dirumuskan sebagai berikut: Fsi = x 100% Dimana: Fsi P f P r : Persentase yang diterima petani : Harga di tingkat atau yang diterima petani : Harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir Rasio Keuntungan dan Biaya Menurut Limbong dan Sitorus (1987), tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran dapat dilihat dari penyebaran rasio keuntungan dan biaya dengan demikian, meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya dan marjin pemasaran terhadap biaya pemasaran, maka secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien. Untuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut: Rasio keuntungan biaya = Di mana: L i = Keuntungan lembaga pemasaran ke-i C i = Biaya pemasaran

42 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Sistem pemasaran yang ada pada suatu pasar terbentuk dengan adanya beberapa lembaga pemasaran yang terlibat. Diantara lembaga pemasaran pada sistem pemasaran tersebut dapat terbentuk adanya perbedaan harga yang cukup besar di tingkat petani dan harga di tingkat pedagang pengecer, dimana antara petani dan pedagang pengecer terdapat lembaga pemasaran yang terlibat. Suatu sistem pemasaran daun bawang di daerah yang satu akan berbeda dengan daerah lainnya. Sistem pemasaran merupakan kumpulan tahapan kegiatan ekonomi yang nyata untuk sesuatu atau semua komoditi sepanjang rangkaian kesatuan dari produsen ke konsumen. Petani sebagai produsen daun bawang menyalurkan hasil panennya kepada lembaga-lembaga pemasaran yang menerima daun bawang langsung maupun supplier, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Kecamatan Pacet sebagai salah satu penghasil sayuran dan daun bawang salah satunya, menarik untuk ditelusuri bagaimana sistem tataniaga yang terjadi pada lokasi atau sentra produksi daun bawang. Bagaimana alur distribusi daun bawang mulai dari produsen samapi dengan konsumen akhir dan melibatkan lembaga tataniaga mana saja yang terkait. Dengan mengkaji serta menganalisis lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat pada setiap saluran pemasaran yang terjadi di Kecamatan Pacet diharapkan tercapai satu hasil atau rekomendasi pola saluran yang paling efisien masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat dalam sistem tataniaga daun bawang di Kecamatan Pacet. Pola pemasaran yang efisien diharapkan mampu menghasilkan solusi yang baik untuk masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat dengan harapan menghasilkan win-win solution bagi setiap pihak yang terlibat dalam alur distribusi produk daun bawang di Kecamatan Pacet. Penelitian mengenai pemasaran dan tataniaga daun bawang dilakukan dengan analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi bagaimana lembaga dan saluran pemasaran, fungsifungsi pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar mulai dari petani sampai dengan pedagang pengecer, sedangkan analisis kuantitatif yang dilihat adalah bagaimana efisiensi pemasaran daun bawang jika dilihat dari analisis marjin

43 pemasaran untuk mengetahui perbedaan harga di tingkat lembaga pemasaran yang terdiri dari biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran, untuk mengetahui perolehan petani digunakan analisis farmer s share dengan membandingkan harga yang dibayarkan konsumen akhir dan dinyatakan dalam persentase. Analisis rasio keuntungan dan biaya untuk mengetahui merata tidaknya penyebaran rasio keuntungan dan biaya di setiap lembaga pemasaran. Hasil dari analisis tersebut adalah rekomendasi saluran pemasaran yang efisien sehingga saluran pemasaran yang efisien tersebut dapat mendatangkan manfat atau win-win solution bagi masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat dalam system tataniaga daun bawang di Kecamatan Pacet. Pada Gambar 3 terdapat penjelasan mengenai kerangka berpikir penelitian. - Terjadi perbedaan yang besar antara harga daun bawang di tingkat produsen dan konsumen. - Perbedaan terkadang menyebabkan perbedaan tingkat efisiensi. Bagaimana Sistem Tataniaga Daun Bawang di Kecamatan Pacet. Apakah sistem tataniaga yang digunakan efisen atau tidak efisien bagi petani Analisis Sistem Efisiensi Tataniaga Analisis Kualitatif : 1. Saluran dan Lembaga pemasaran 2. Fungsi Pemasaran 3. Struktur pasar 4. Perilaku pasar Analisis kuantitatif : 1. Marjin Pemasaran 2. Farmer Share 3. Rasio Keuntungan dan Biaya Rekomendasi Alternatif Saluran Pemasaran yang Efisien

44 Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Analisis Sistem Tataniaga Daun Bawang. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu sentra penghasil daun bawang di Kabupaten Cianjur dengan jumlah produksi sebesar Ton. Kecamatan Pacet selain daerah sentra produksi daun bawang juga merupakan sentra produksi sayuran lain diantaranya, wortel sawi dan kubis. Daun bawang sendiri di tahun 2009 menempati produksi terbesar kedua setelah wortel khususnya di Kecamatan Pacet. Pengambilan daun bawang sebagai sampel komoditas untuk penelitian juga dipertimbangkan dengan melihat harga yang terjadi pada komoditas tersebut. Harga yang terjadi pada selang waktu penelitian untuk komoditas daun bawang sedang mengalami peningkatan harga yang terjadi di pasaran, dengan peningkatan harga yang terjadi di pasar sangat menguntungkan bagi pelaku usaha daun bawang di Kecamatan Pacet. Pengumpulan data di lapangan dilaksanakan pada bulan Agustus - September Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah disiapkan sebelumnya kepada petani responden dan pedagang responden. Petani responden ini adalah petani daun bawang di Kecamatan Pacet yang minimal pernah menanam daun bawang satu kali musim tanam, untuk umur budidaya daun bawang yaitu berkisar 75 hari. Pedagang responden adalah pedagang yang terlibat dalam penjualan dan pembelian serta alur distribusi produk daun bawang yang berasal dari Kecamatan Pacet. Selain itu dilakukan juga pengamatan langsung terhadap kegiatan pemasaran yang terjadi dan penelusuran saluran pemasaran atau lembaga-lembaga pemasaran dari mulai petani, pedagang pengumpul sampai dengan pedagang pengecer dan konsumen akhir.

45 Data sekunder diperoleh dari internet, hasil penelitian-penelitian terdahulu dan literatur pada berbagai lembaga atau instansi terkait, diantaranya Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian, Dinas Pertanian Kabupaten Cia njur, Direktorat Bina Produksi Hortikultura, Kecamatan Pacet dan sumber lain yang relevan. Data-data yang digunakan adalah data harga yang terjadi disetiap lembaga pemasaran, data biaya yang dikeluarkan oleh setiap lembaga pemasaran, data produksi daun bawang di Kecamatan Pacet, jumlah petani dan pedagang responden yang informasinya berasal dari kantor Kecamatan Pacet dan CV. Agro Segar, serta data-data yang mendukung untuk penelitian Metode Pengumpulan data Metode pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan panduan kuisioner dengan para responden. Pengambilan petani responden dilakukan secara sengaja (Purposive Sampling) terhadap petani yang membudidayakan daun bawang di Kecamatan Pacet dan mengambil sampel sebanyak 20 orang. Pengambilan sampel 20 orang adalah mengacu kepada sumber informasi berdasarkan hasil wawancara dengan pegawai di Kecamatan Pacet yang menyebutkan daerah-daerah yang menjadi penghasil daun bawang, dari informasi tersebut dilakukan penelusuran ke daerah lokasi petani penanam daun bawang, kemudian dilakukan pengambilan sampel menggunakan metode kuisioner. Karakteristik petani di kecamatan Pacet tergolong homogen, yaitu pengambilan responden 20 petani mempertimbangkan dengan pola pemasaran yang sama yaitu setiap petani daun bawang rata-rata melakukan pola pemasaran yang sama untuk komoditas daun bawang. Disamping itu saluran tataniaga yang digunakan pun sama yaitu dari petani, pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan konsumen. Berdasarkan karakteristik tersebut, pengambilan sampel sebanyak 20 responden didasarkan pada sumber informasi yang didapat dari Kecamatan Pacet, bahwa terdapat tiga dari tujuh desa yang berada di Kecamatan pacet yang petaninya banyak menanam daun bawang yaitu Desa Ciherang, Sukatani dan Desa Ciputri, dari tiga desa tersebut kemudian dilakukan pengambilan responden petani untuk masing-masing desa diantaranya, 10 petani di wilayah Desa Ciherang, 5 petani di Desa Ciputri dan 5 petani di Desa Sukatani. Maka

46 pengambilan jumlah petani responden sebanyak 20 telah dianggap mewakili jumlah petani daun bawang yang ada di Kecamatan Pacet. Selain itu karakteristik petani daun bawang dapat dikatakn homogen dilihat dari segi produk yang dihasilkan dan teknik budidaya penanaman serta pola pemasarannya. Penentuan responden untuk lembaga pemasaran daun bawang didapat melalui metode Snow Ball Sampling yaitu dengan cara mengikuti alur pemasaran hingga produk sampai ke konsumen dengan menelusuri saluran pemasaran daun bawang di daerah penelitian berdasarkan informasi yang diperoleh dari pelaku pasar yaitu mulai dari tingkat petani sampai pedagang pengecer. Jumlah pedagang yang dijadikan responden terdiri dari enam orang pedagang pengumpul kebun yang berlokasi di Kecamatan Pacet, pedagang besar berjumlah lima orang masing-masing dua pedagang besar yang berwilayah di STA dan tiga pedagang besar yang berwilayah di Kecamatan Pacet, serta lima pedagang pengecer yang berlokasi masing-masing di pasar Cipanas, pasar TU Bogor, Pasar Induk Jakarta, Tangerang, Pasar Senen. Selain pasar lokal pedagang kecamatan Pacet juga menjual ke Supermarket dan Restoran di Jakarta Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskritif dan dilengkapi oleh data kuantitaf yang berasal dari analisis Margin Pemasaran dan L/C ratio untuk menghitung keuntungan di tiap saluran pemasaran serta Farmer s share Analisis Deskriptif Metode analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan secara kualitatif dan kuantitatif kondisi pemasaran daun bawang. Selanjutnya pendeskripsian kondisi ini juga disajikan dalam bentuk tabel dan gambar Analisis Saluran Tataniaga Saluran tataniaga daun bawang diamati mulai dari petani dengan menghitung persentase pasokan sampai pedagang pengecer dan hingga pada akhirnya sampai ke konsumen akhir. Jalur tataniaga tersebut akan menggambarkan peta saluran tataniaga. Semakin panjang saluran tataniaga, maka marjin tataniaga yang terjadi antara produsen dan konsumen akan semakin tinggi.

47 Saluran tataniaga daun bawang di Kecamatan Pacet dianalisis dengan mengamati lembaga-lembaga tataniaga yang berperan sebagai pihak perantara dalam proses penyampaian produk dari produsen ke konsumen serta pembentukan peta saluran tataniaga Analisis Struktur dan Perilaku Pasar Struktur pasar daun bawang dianalisis berdasarkan saluran pemasaran yang didukung peranan fungsi-fungsinya, jumlah lembaga pemasaran yang terlibat (penjual dan pembeli), sifat produk, kebebasan keluar masuk pasar, dan informasi harga pasar yang terjadi. Perilaku pasar daun bawang ini dianalisis dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian, kerjasama antar lembaga tataniaga, serta sistem penentuan dan pembayaran harga. Struktur pasar dapat dilihat dengan mengetahui jumlah petani dan penjual yang terlibat, heterogenitas produk yang dipasarkan, kondisi dan keadaan produk, mudah tidaknya keluar masuk pasar serta perubahan informasi harga pasar Analisis Marjin Pemasaran Analisis marjin pemasaran bertujuan untuk mengetahui tingkatan efisiensi pemasaran daun bawang. Marjin pemasaran dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga pemasaran atau perbedaan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang d ibayarkan oleh konsumen. Selain itu marjin pemasaran digunakan untuk mengetahui perbedaan pendapatan yang diterima oleh masing- masing lembaga yang terkait dengan membandingkan perbedaan harga pada masing- masing lembaga. Besarnya marjin pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya pemasaran yang dikeluarkan dan keuntungan yang diperoleh oleh lembaga pemasaran. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: MT = Mi... 1 Mi = Psi Pbi... 2 M = Ci + π... 3 Dengan menggabungkan persamaan (1) dan (2) diperoleh : Psi Pbi = Ci+π... 4 Sehingga keuntungan lembaga tingkat ke-i adalah π=psi Pbi Ci

48 Keterangan: Mi : Margin Tataniaga Tingkat Ke-i Psi : Harga Jual Pasar Tingkat Ke-i Pbi : Harga Beli Pasar Tingkat Ke-i Ci : Biaya Lembaga Pemasaran Tingkat Ke-i π : Keuntungan Pemasaran Tingkat Ke-i MT: Marjin Total Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya Rasio keuntungan dan biaya (Analisis R/C Ratio) adalah persentase keuntungan pemasaran terhadap biaya pemasaran yang secara teknis (Operasional) untuk mengetahui tingkat efisiensinya. Penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut: Li Rasio Keuntungan Biaya π = Ci Keterangan : Li Ci : Keuntungan Lembaga Pemasaran : Biaya Pemasaran Analisis Farmer s Share Pendapatan yang diterima petani (farmer s share) merupakan perbandingan persentase harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayar di tingkat konsumen akhir. Secara matematis farmer s share dihitung sebagai berikut: Pf Fsi = Pr x 100% Keterangan: Fsi : Persentase Yang Diterima Petani Pf : Harga di Tingkat Petani Pr : Harga di Tingkat Konsumen Semakin mahal konsumen membayar harga yang ditawarkan oleh lembaga pemasaran (pedagang), maka yang diterima oleh petani akan semakin sedikit, karena petani menjual komoditi pertanian dengan harga yang relatif rendah. Hal ini memperlihatkan adanya hubungan negatif antara marjin pemasaran dengan bagian yang diterima oleh petani. Semakin besar marjin pemasaran maka penerimaan petani relatif kecil.

49 BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Kecamatan Pacet Kecamatan Pacet merupakan wilayah Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Desa ini merupakan daerah dataran tinggi dengan tingkat suhu rata-rata bulanan antara C. Curah hujan rata-rata mencapai 316,2mm/bulan dengan rataan hujan sebanyak 17 hari/bulan. Berdasarkan klasifikasi Koppen, iklim didaerah ini termasuk tipe iklim Afa yaitu iklim tropik dengan suhu bulan terdingin >18 0 C, curah hujan >60mm/bulan dan suhu rata-rata terpanas > C, selain itu bentuk topografi dari Kecamatan Pacet datar sampai dengan berbukit/bergunung-gunung yang berada pada ketinggian meter diatas permukaan laut (dpl). Faktor-faktor tersebut menyebabkan kondisi Kecamatan Pacet sesuai untuk budidaya sayuran. Kecamatan Pacet terletak 25 Km ke arah barat Ibu Kota Kabupaten Cianjur, sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cisarua Bogor, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaresmi, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cugenang dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bogor, luas wilayah kecamatan pacet hektar. Wilayah administrasi Kecamatan Pacet terdiri 79 RT (Rukun Tetangga), 290 RW (Rukun Warga) dan 7 kelurahan/desa. 7 kelurahan tersebut dapat dilihat antara lain ; Ciputri, Ciherang, Cipendawa, Cibodas, Gadog, Sukatani, Sukanagalih. Sebagian besar wilayah Kecamatan Pacet merupakan daerah perbukitan, wilayah ini memilki potensi yang cukup baik khususnya dalam pengelolan lahan untuk menghasil komoditas sayuran. Keberadaan lahan untuk wilayah pertanian hortikultura ini sebagian merupakan hak milik warga, namun sudah beberapa tahun ini banyak dimanfaatkan pihak-pihak swasta yang bekerjasama dengan masyarakat untuk mengembangkan budidaya hortikultura. keanekaragaman komoditas sayuran dataran tinggi yang bernilai ekonomis dan komersial yaitu wortel, daun bawang, sawi, kubis, cabai dan tomat., ditunjang oleh keadaan geografis kecamatan Pacet yang lokasinya dekat dengan sentra-sentra

50 pemasaran/konsumen di kota-kota besar seperti Jakarta, Bogor, Tanggerang dan Bekasi. Penduduk di Kecamatan pacet memliki beragam mata pencaharian pokok, mulai dari petani, buruh tani, swasta, PNS, TNI, pedagang, peternak dan jasa. Mata pencaharian pokok penduduk dominan sebagai buruh tani sebanyak orang 5.2 Karakteristik Petani Responden Pengambilan petani responden dalam penelitian ini meliputi beberapa aspek yang dilihat/dikaji yaitu: umur responden, tingkat pendidikan, jenis kelamin, luas lahan pengusahaan daun bawang dan status kepemilikan lahan. Responden dipilih sebanyak 20 orang dalam satu kecamatan, yaitu petani yang sedang memproduksi atau melakukan panen daun bawang. Petani responden tidak hanya menanam daun bawang sebagai komoditi utama, tetapi juga menaman berbagai sayuran antara lain seperti wortel, brokoli, tomat dan seledri. Dalam satu lahan petani memisahkan berbagai komoditas dalam satu satuan lahan atau disekat berpetak-petak dalam satu lahan dan selain itu terdapat beberapa petani yang menanam dengan metode tumpangsari yaitu, dalam satu petak lahan divariasikan dua-tiga komoditi sayuran. Petani responden yang melakukan usahatani sayuran di Kecamatan Pacet sebagai mata pencahariaan utama juga memilki pekerjaan sampingan seperti berdagang, buruh tani maupun bentuk usaha lainnya. Hal ini dilakukan sebagai tambahan pendapatan bagi kepala keluarga maupun sebagai tambahan untuk membeli saran produksi yang dibutuhkan diluar usahatani yang selama ini dijalankan. Umur petani yang menjadi responden dalam penelitian ini berkisar tahun. Luas penguasaan lahan berkisar antara 0,5-3 hektar dimana status lahan bukan milik sendiri. Sebagian besar petani sudah bertani selama sepuluh tahun yang lalu. Tingkat pendidikan petani responden sebagian besar yaitu SD 50 persen, SLTP 25 persen, dan yang lainnya adalah tidak lulus SD/tidak bersekolah 10 persen. Adapun jenis kelamin dari petani responden yaitu semuannya laki-laki. Tabel 10 berikut akan menyajikan jumlah petani responden berdasarkan kriteria umur, tingkat pendidikan, tingkat pengalaman dan luas lahan garapan.

51 Tabel 9. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Kriteria Usia, Tingkat Pendidikan, Tingkat Pengalaman dan Luas Lahan Garapan di Kecamatan Pacet Tahun 2010 Umur (tahun) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) > Total Tingkat Pendidikan Tidak tamat SD 2 10 Tamat SD Tamat SLTP 5 25 Tamat SLTA 3 15 Tingkat pengalaman 5 tahun tahun Luas lahan 1 ha ha Dari tabel diatas bahwa tingkat pendidikan petani responden didominasi dengan tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD). Kondisi ini terjadi karena dua hal yang pertama adalah biaya pendidikan dan kesadaran tentang pentingnya pendidikan. Namun sudah beberapa tahun ini kesadaran terhadap pendidikan mulai diperhatikan dengan baik oleh masyarakat setempat. Sebagian besar petani yang menjadi responden memilki pengalaman bertani lebih dari lima tahun. Hal ini karena kegiatan usahatani di Kecamatan Pacet telah dilakukan secara turuntemurun. Pada Tabel 9 menunjukan bahwa sebagian besar petani responden mempunyai pengalaman bertani lebih dari sepuluh tahun, hal ini tentunya menjadi nilai tambah bagi para petani untuk melaksanakan kegiatan usahatani sayuran. Luasan lahan yang digarap oleh setiap petani responden merupakan salah satu faktor pendukung kegiatan budidaya daun bawang. Dari hasil wawancara dengan petani responden didapat bahwa luasan lahan yang disusahakan terbagi menjadi dua kategori yang pertama luasan dibawah 1 hektar dan lebih dari satu hektar. Pembagian luas lahan tersebut dilakukan untuk menggambarkan kondisi luas lahan yang dimiliki oleh petani responden di Kecamatan Pacet serta pengaruhnya terhadap kapasistas produksi.

52 Jenis kelamin yang diambil dalam penelitian ini adalah laki-laki dengan pertimbangan sebagai kepala keluaraga rumah tangga, untuk perempuan bertugas membantu suami dalam pengerjaan kegiatan pertanian terutama usaha daun bawang yang dilaksanakan dengan anggota keluarga lainnya. Pengalaman bertani juga mempengaruhi keberhasilan usahatani daun bawang, petani yang sudah berpengalaman dalam usahatani daun bawang akan lebih mengerti dan memahami cara budidaya yang baik, namun tetap saja petani masih menggnakan teknik bertani yang masih tradisional secara turun-temurun. Petani responden di Kecamatan Pacet untuk berproduksi dun bawang belum dilakukan secara optimal hal ini dikarenakan karakteristik petani di Kecamatan Pacet dalam hal menanam tidak memfokuskan pada satu komoditi tetapi dengan mengikuti perkembangan pasar terhadap komoditi yang sedang baik harga jualnya. Hal ini yang menyebakan sering terjadi fluktuatif produksi daun bawang dipasar, hal ini berimplikasi terhadap output yang tersedia dipasar terkadang untuk satu komoditi produksi belum memenuhi jumlah permintaan pasar sehingga mengakibatkan produk langka dan menjadikan harga suatu komoditi tersebut mengalami peningkatan harga. Hal sebaliknya terjadi terhadap komoditi yang banyak tersedia dipasar. Untuk menyiasati hal tersebut petani responden melakukan metode penanaman dengan sistem tumpangsari yaitu menanam beberapa komoditi dalam satu petak lahan, metode seperti ini yang dominan dilakukan oleh petani sayuran diwilayah Kecamatan Pacet. Untuk proses penjualan hasil panen petani responden mayoritas menjual hasil panennya ke tengkulak atau pedagang pengumpul kebun, sehingga ketergantungan tehadap pedagang pengumpul kebun dalam hasil penjualan panen masih sangat besar, walaupun terdapat beberapa petani yang menjual daun bawang langsung ke pasar atau ke beberapa pedagang besar. Beberapa petani yang menjual langsung ke pasar mempertimbangkan dengan volume hasil panen yang dihasilkan dan dihubungkan dengan biaya transportasi serta proses pengangkutan. Petani yang langsung menjual hasil panenya ke pasar atau pedagang besar mempertimbangkan biaya transportasi karena untuk volume hasil panen daun bawang yang besar sekali pengiriman jika dijual kepasar akan banyak

53 membutuhkan biaya transporatsi yang besar, tidak efisien jika petani dengan hasil panen skala kecil dijual langsung kepasar atau pedagang besar hal tersebut yang menyebabkan mayortitas petani dengan skala usaha kecil menjual hasil panennya melalui pedagang pengumpul kebun. Hal kedua yang dipertimbangkan adalah proses pengangkutan, untuk petani daun bawang dengan skala usaha kecil melakukan pengangkutan hasil panen daun bawangnya digabungkan dengan hasil panen komoditi lain sehingga hal ini akan menghemat biaya transportasi melalui efisiensi proses pengangkutan. Petani dengan keterbatasan sarana dan prasarana khususnya dalam hal transportasi dan pengangkutan hasil panen ke pasar melakukan penyewaan kendaraan angkutan umum, yaitu angkutan kota untuk pasar terdekat atau minicolt mitshubishi tipe L300 untuk pasar luar kota. 5.3 Karakteristik Pedagang Responden Pedagang responden yang ada dalam saluran pemasaran daun bawang di Kecamatan Pacet sesuai dengan metode snow ball sampling adalah terdiri dari lima belas pedagang responden yang terdiri dari enam pedagang pengumpul kebun, empat pedagang besar dan enam pedagang pengecer. Pedagang pengumpul kebun ada enam orang yang berasal dari Wilayah Kecamatan Pacet. Empat pedagang besar berasal dari Kecamatan Pacet, dua pedagang besar berlokasi di Sub Terminal Agribisnis (STA) Cigombong, satu orang di Desa Buniaga Kecamatan Pacet dan satu pedagang besar merangkap sebagai ketua kelompok tani Agro Segar di Desa Ciherang Kecamatan Pacet, kelompok tani tersebut memiliki unit bisnis dalam struktur organisasinya. Dan enam pedagang pengecer masing-masing berasal dari empat orang pedagang pengecer di Pasar Cipanas kabupaten Cianjur, dua orang di Pasar TU Bogor. Dari setiap lembaga pemasaran memiliki berbagai karakter yang berpengaruh terhadap kinerja dan usaha yang dilakukan dalam menjalankan usahanya. Pengalaman sangat dibutuhkan karena dengan pengalaman seseorang yang menjalankan suatu usaha dapat dengan cepat mengidentifikasi segala kemungkinan yang akan terjadi, baik peluang maupun resiko yang akan dihadapi. Dan faktor pendidikan yang dimiliki pedagang responden menjadi salah satu pendukung usaha untuk menekuni pekerjaan sebagai pedagang responden dalam

54 kasus penelitian sistem tataniaga daun bawang. Tabel 10 menyajikan karaktetistik pedagang responden komoditas daun bawang. Tabel 10. Karakteristik Pedagang Responden Komoditas Daun Bawang Karakteristik Umur Pedagang Responden PPK* Pedagang Besar Pengecer Orang % Orang % Orang % < 30 tahun 1 16, tahun 4 66, tahun 1 16, Pendidikan Tidak tamat SD Tamat SD 4 66, Tamat SLTP 2 33, Tamat SLTA Pengalaman 5 tahun ,66 6 tahun ,33 Ket: * PPK = Pedagang Pengumpul Kebun Dari tabel diatas untuk pedagang responden pada umumnya menunjukan usia antara tahun mulai dari PPK sampai pedagang pengecer. Presentase terbesar terjadi pada pedagang besar yang mencapai 100 persen, hal tersebut menunjukan pengalaman sangat dibutuhkan dalam menjalankan usahatani daun bawang. Usaha daun bawang sangat dibutuhkan pedagang-pedagang yang berpengalaman untuk menjalankan usaha tersebut, karena dengan seseorang dapat dengan cepat mengidentifikasi segala hal yang kemungkinan terjadi kedepan dalam menjalankan suatu usaha, mulai dari peluang sampai resiko yang akan dihadapi. Presentase yang dimiliki masing-masing pedagang responden untuk yang paling besar adalah lembaga pemasaran pedagang besar sebesar 100 persen. Selain pengalaman faktor pendidikan yang dimilki pedagang responden berpengaruh terhadap keberhasilan dan keberlangsungan usaha di wilayah Pacet, dengan pendidikan seseorang akan lebih berwawasan dan bijak dalam membaca situasi untuk melakukan strategi dalam menjalankan suatu usaha termasuk daun

55 bawang.. presentase terbesar dimiliki pedagang besar yang mencapai 100 persen untuk lulusan SLA. Lulusan sekolah dasar (SD) banyak terdapat pada pedagang responden ditingkat PPK yang mencapai 66,66 persen. 5.4 Gambaran Usahatani Daun Bawang di Kecamatan Pacet Budidaya daun bawang meliputi kegiatan pengolahan lahan, penanaman, perlindungan tanaman dan perawatan yang diilakukan hingga panen. Faktorfaktor produksi yang umumnya digunakan adalah bibit/benih, pupuk kimia, peralatan dan tenaga kerja. Pupuk kandang yang digunakan biasanya berasal dari kotoran ayam atau kambaing, sedangkan pupuk kimia yang digunakan adalah pupuk urea dan TSP. Kegiatan budidaya daun bawang terdiri dari beberapa tahap antara lain persiapan lahan, pembentukan gundukan, pemberian pupuk, penanaman, perawatan lahan tanaman, pemupukan dan panen. Untuk usahatani daun bawang di Kecamatan Pacet petani responden memilki luasan lahan rata-rata sebesar m 2. Tenaga kerja yang digunakan untuk pengolahan tanah, perawatan kebun dan panen diberi upah sebesar Rp per hari untuk tenaga kerja pria dan Rp per hari untuk tenaga kerja wanita. Tenaga kerja pria mengerjakan pengolahan tanah, umumnya petani memakai jumlah pekerja 3 orang untuk luasan lahan m 2 dan waktu yang dapat diselesaikan dalam mengolah tanah selama 3 hari. Sedangkan petani menggunakan pekerja wanita untuk jenis pekerjaan perawatan kebun dan proses panen, perawatan kebun dilakukan pada saat tertentu yaitu ketika lahan yang ditanami tanaman ditumbuhi gulma atau alang-alang yang dapat menggangu pertumbuhan tanaman, dalam satu bulan petani melakukan proses perawatan kebun sebanyak 2 kali per bulan dan dilakukan selama satu hari. setiap proses perawatan kebun tenaga kerja wanita yang digunakan sebanyak 5 orang dalam satu kegiatan dengan upah Rp per orang. Umur periode budidaya daun bawang mulai tanam sampai panen memakan waktu 75 hari.

56 BAB VI HASIL dan PEMBAHASAN 6.1 Sistem Tataniaga Sistem tataniaga sayuran daun bawang di wilayah Kecamatan Pacet melibatkan beberapa lembaga pemasaran yaitu petani yang berperan sebagai produsen, pedagang pengumpul kebun (PPK), pedagang besar dan pedagang pengecer serta melibatkan sebuah lembaga pemasaran oleh pemerintah yaitu pasar Sub Terminal Agribisnis (STA) Cigombong. Pada umumnya daun bawang yang diproduksi di Kecamatan Pacet sebagian besar dipasarkan ke beberapa pasar lokal di daerah Cianjur, Bogor dan Jakarta, hal tersebut dikarenakan permintaan didaerah tersebut terhadap daun bawang tinggi. Berdasarkan informasi yang didapat dari pelaku usaha atau lembaga pemasaran yang terlibat dalam alur sistem tataniaga daun bawang di wilayah Kecamatan Pacet, komoditi daun bawang merupakan komoditi yang dapat dijumpai sepanjang tahun yang harganya berfluktuatif atau berubah-ubah dan untuk memproduksi daun bawang merupakan hal yang cukup mudah dalam melakukan budidaya, sehingga petani masih berminat untuk memproduksi komoditi daun bawang. Komoiti daun bawang dapat dikombinasikan dengan tanaman lain dalam satu tahun penanaman (tumpangsari), yang secara umum dilakukan oleh petani-petani di Kecamatan Pacet dengan memperhatikan atau memprediksikan harga yang akan terjadi. Harga yang berfluktuatif dipengaruhi ketersediaan daun bawang di pasar. Pada saat pengambilan sampel dalam penelitian ini untuk komoditi daun bawang harganya sedang meningkat, disebabkan ketersediaan daun bawang dipasar relatif tidak terlalu banyak dibandingkan komoditi lain. 6.2 Saluran Pemasaran Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi atau lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses alur suatu produk barang atau jasa yang dipasarkan mulai dari produsen sampai konsumen akhir, penelusuran pola pemasaran daun bawang dilakukan mulai dari tingkat produsen yaitu petani sampai kepada konsumen akhir yaitu pedagang pengecer. Pengambilan sampel pedagang

57 pengecer sebagai konsumen akhir ketika daun bawang yang dijual pada tingkat pedagang pengecer belum berubah bentuk, dalam hal ini pedagang pengecer terbagi menjadi dua yaitu pedagang pengecer pasar dan retail supermarket. Berdasarkan hasil kuisioner, pemasaran daun bawang di Kecamatan Pacet memiliki empat pola saluran pemasaran dan melibatkan beberapa lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran yang terlibat diantaranya adalah pedagang pengumpul kebun (PPK), pedagang besar, Sub Terminal Agribisnis (STA) Cigombong dan pedagang pengecer. Jumlah produksi rata-rata daun bawang berdasarkan sampel 20 petani responden untuk setiap kali produksi adalah sebesar 1,3 ton dengan masa panen 75 hari. Harga rata-rata yang diterima oleh petani berkisar antara per kilogram. Dari pola saluran pemasaran yang terbentuk di kecamatan Pacet adalah sebagai berikut. 1. Saluran I : Petani Pedagang Pengumpul kebun STA Pedagang Besar Pedagang pengecer (lokal) 2. Saluran II : Petani Pedagang Besar Pedagang Pengecer (lokal dan supermarket) 3. Saluran III : Petani Pedagang Pengecer (lokal) 4. Saluran IV : Petani Pedagang Pengumpul Kebun Pedagang Besar Pedagang Pengecer (lokal dan supermarket)

58 (8.050 = 32,66%) ( = 44,22%) (2.600 = 10,55%) ( = 100%) (3.100 = 12,58%) Gambar 4. Saluran Pemasaran Daun Bawang Kecamatan Pacet Tahun 2010

59 Proses tataniaga daun bawang di Kecamatan Pacet diawali dari penjualan oleh petani kepada pedagang pengumpul kebun kemudian dijual ke beberapa lembaga pemasaran yang lain. Petani yang menjual ke pedagang pengumpul kebun dikarenakan kondisi petani mengalami hal-hal sebagai berikut; 1. Petani tidak perlu mencari pasar dan menghemat waktu 2. Volume penjualan petani yang masih sedikit untuk tiap hari 3. Biaya yang dikeluarkan dalam pemasaran tidak sedikit 4. Besar resiko yang ditanggung petani lebih besar akibat pemasaran 5. Adanya standar ukuran produk untuk supermarket. Hampir semua petani melakukan penjualan daun bawang melalui pedagang pengumpul kebun, namun ada juga petani yang menjual daun bawangnya melalui pedagang besar atau langsung ke pengecer. Komoditi daun bawang yang dijual melalui pedagang besar oleh petani dipertimbangkan dengan kualitas daun bawang yang mutunya baik, hal ini dikarenakan untuk memenuhi permintaan supermarket yang telah menjalin kerjasama sebelumnya dengan pedagang besar tersebut. Sedangkan petani yang menjual langsung ke pedagang pengecer biasanya akan mempertimbangkan biaya angkut dan proses pengirimannya dengan cara mengkombinasikan komoditi yang lain untuk menghemat biaya Saluran Pemasaran 1 Pola saluran pemasaran 1 merupakan saluran terpanjang dalam rantai tataniaga daun bawang yang terdapat di Kecamatan Pacet, yang terdiri dari petani pedagang pengumpul kebun (PPK) pedagang besar STA pedagang pengecer. Dari 20 petani responden dalam sampel yang diambil terdapat 13 petani responden yang menjual daun bawangnya melalui PPK, dan terkadang satu orang petani responden tidak menjual semua komoditinya ke PPK, dari jumlah 13 petani terdapat dua kelompok, pertama menjual keseluruhan panen daun bawangnya melalui PPD, dan kelompok yang kedua sebagian hasil panen daun bawang tersebut dijual ke pedagang besar serta langsung ke pengecer dengan memperhatikan faktor harga dan biaya. Alasan petani pada kelompok pertama menjual keseluruhan hasil panennya melalui PPK adalah karena petani tidak perlu memasarkan sendiri hasil

60 panennya, sehingga dapat menghemat biaya pengangkutan. Daun bawang yang dijual petani melalui PPK kemudian diangkut oleh PPK dan siap dikirim ke pihak lembaga pemasaran berikutnya dalam saluran satu, jika mengalami kerusakan atau tidak laku dijual bukan menjadi tanggungjawab tetapi menjadi tanggung jawab PPK. Sedangkan kelompok yang kedua petani tidak menjual keseluruhan panennya ke PPK tetapi hanya sebagian daun bawang yang dijual ke pedagang besar dan pedagang pengecer. Petani menjual sebagian hasil panen daun bawang ke pedagang besar kemudian pedagang besar menjual daun bawangnya ke pedagang pengecer. Petani yang menjual daun bawangnya ke pedagang besar mempertimbangkan faktor harga dan keefisienan pengiriman, petani yang melakukan penjualan melalui pedagang besar mengkombinasikan dengan komoditi lain atau mengirim dengan volume pengiriman dan penjualan yang cukup besar yaitu 1 Ton. Sedangkan ratarata penjualan daun bawang dari petani responden ke PPK adalah 0,5 Ton. Harga rata-rata yang terjadi di petani untuk komoditi daun bawangnya adalah Rp per kilogram. Daun bawang yang terkumpul di PPK dalam saluran satu kemudian dipasarkan melalui Sub Terminal Agribisnis (STA) Cigombong, dan daun bawang yang dipasarkan melalui STA Cigombong oleh PPK dapat mencapai rata-rata 0,5 ton. Berdasakan hasil kuisioner pedagang besar yang berwilayah atau kerjasama dengan STA dalam satu hari dapat menerima pengiriman daun bawang dari PPK mencapai 2-3 Ton untuk satu responden pedagang besar. Berdasarkan pengambilan sampel tedapat dua pedagang besar yang mengkhususkan penjualan pemasaran komoditi daun bawang. Komoditi daun bawang yang terkumpul di STA kemudian dipasarkan ke pasar lokal yaitu, pasar Cipanas, pasar TU bogor, pasar Induk Kramatjati dan pasar Jembatan Lima Jakarta. Masing-masing pengiriman daun bawang ke pasar lokal tersebut dapat mencapai 1-3 Ton untuk satu kali pengiriman, dalam satu hari daun bawang yang terkirim dapat mencapai 3 kali pengiriman. Harga yang terjadi di tingkat STA berkisar antara Rp per kilogram, sedangkan harga komoditas daun bawang yang telah sampai di pedagang pengecer akan mengalami perbedaan di masing-masing pasar yang dituju STA. Contohnya untuk harga daun

61 bawang di pedagang pengecer pasar cipanas berkisar antara Rp per kilogram, dan wilayah pasar TU Bogor mencapai Rp per kilogram. Volume rata-rata daun bawang yang dijual ditingkat pengecer berkisar antar kilogram Saluran Pemasaran 2 Saluran pemasaran dua merupakan saluran yang terdiri dari petani pedagang besar pedagang pengecer yang terdiri dari lokal, supermarket dan restoran. Pada saluran dua terdapat jalur pemasaran daun bawang yang terkirim ke pihak supermarket, hal tersebut terjadi karena terdapat sistem kontrak yang dilakukan pihak supermarket terhadap pedagang besar. Terdapat tiga pedagang besar responden yang mengirimkan daun bawang ke pihak supermarket, dan harga daun bawang ditingkat pedagang besar untuk supermarket adalah Rp per kilogram. Pedagang besar membeli komoditi daun bawang dari petani dengan harga Rp per kilogram, dan volume rata-rata pembelian yang dibeli oleh pedaagang besar adalah 980 kg per hari. Berdasarkan kuisioner dari 20 responden terdapat 10 petani yang menjual hasil panennya melalui pedagang besar, sealnjutnya daun bawang yang telah terkumpul di tingkat pedagang besar disortir kembali untuk dijual ke pasar, dalam hal ini pasar yang dituju adalah melalui pedagang pengecer yang terdiri dari pasar lokal wilayah Cipanas, Bogor, Jakarta, Supermarket dan restoran. Khusus saluran dua, pasar supermarket adalah yang menjadi tujuan utama dari penjualan daun bawang tersebut. Berdasarkan tiga sampel pedagang responden yang menjual hasilnya ke pasar supermarket daun bawang yang dijual adalah kualitas yang baik melalui penyortiran yang teliti untuk dijual ke pasar supermarket, jika produk yang dihasilkan tidak baik maka produk akan dikembalikan kembali ke pihak pedagang besar dan pedagang besar akan mengalami kerugian berupa pemotongan setengah dari harga jual. Kerusakan produk yang besar akan mengancam sistem kontrak yang telah terjalin antara pihak pedagang besar dan supermarket. Sistem pembayaran yang dilakukan adalah menggunakan pembayaran sebagian, yaitu produk yang masuk ke pihak supermarket baru akan dibayarkan pada pengiriman berikutnya dengan

62 mempertimbangkan kualitas produk. Dalam hal ini pihak supermarket melakukan penyortiran kembali sebelum di jual kembali ke konsumen akhir. Salah satu pihak yang selama ini baik dalam lembaga pemasaran pedagang besar yang menjual hasil daun bawangya ke supermarket adalah CV Agro Segar yang didirikan oleh Bpk Santoso selaku pemilik dan pendiri CV Agro Segar. Untuk memenuhi permintaan daun bawang yang berkualitas dengan melalui penyortiran ketat oleh pihak supermarket terkadang CV Agro Segar membeli daun bawang dari pedagang besar lain dengan harga yang lebih mahal dari petani. CV Agro Segar membeli produk daun bawang pedagang besar dengan harga Rp per kilogram. Cv Agro Segar menjual produk daun bawang ke supermarket dan restoran di wilayah Jakarta dan sekitarnya, salah satu supermarket yang membeli produk daun bawang adalah Giant supermarket, dan restoran-restoran Jepang dan Korea di wilayah Jakarta. Untuk konsumen restoran CV Agro Segar mengemasnya dalam satu paket bersama komoditi lain. Pengiriman CV Agro Segar ke supermarket tidak terlalu banyak yaitu 100 kilogram setiap kali pengiriman dalam sehari, hal ini terjadi karena CV Agro Segar tidak memfokuskan pada satu komoditi. Berbeda dengan pedagang besar lain yang mefokuskan pada komoiti daun bawang dalam menjual daun bawangnya ke supermarket. Harga yang terjadi di supermarket adalah Rp per kilogram Saluran Pemasaran 3 Saluran pemasaran tiga merupakan saluran yang terdiri dari petani pedagang pengecer. Salura pemasaran tiga adalah saluran tependek dalam sistem tataniaga di Kecamatan Pacet dimana petani menjual hasil panen daun bawang langsung ke pasar. Petani berinteraksi langsung dengan pembeli atau konsumen akhir di pasar. Dalam sitem tataniaga petani selaku produsen dan berperan sebagai pedagang pengecer. Bedasarkan hasil kuisioner jenis saluran tataniaga tiga dilakukan oleh 7 petani dengan volume penjualan ke pengecer daun bawang sebesar 242,86 kilogram per hari. Biaya biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk memasarkan daun bawangnya ke pasar adalah biaya, pengangkutan, sewa tempat dan retribusi pasar. Penjualan dilakukan di wilayah pasar Cipanas, bogor dan sekitarnya. Pengangkutan daun bawang dari kebun ke pasar dilakukan dengan kendaraan

63 motor untuk penjualan dalam jumlah kecil dan tujuan pasar yang dekat, sedangkan untuk wilayah Bogor menggunakan jasa angkutan kendaraan minicolt L300 jurusan Cianjur Bogor atau jasa angkutan umum angkot dari Cianjur menuju Bogor. Wilayah Bogor pasar yang dituju adalah Pasar Bogor dan Pasar TU Warung Jambu. Pengiriman oleh petani ke Bogor dilakukan di malam hari jam WIB. Penjualan di Pasar TU Warung Jambu dan Pasar Bogor kemudian dikordinasi dengan pedagang lain di wilayah pasar dengan menitipkan atau mengecer ke pedagang lain dalam bentuk eceran kilogram. yang kemudian mulai dijual dari jam WIB. Hal tersebut dilakukan untuk menguasai beberapa tempat yang strategis untuk melakukan penjualan, sehingga di setiap sudut pasar komoditi daun bawang dapat terlihat konsumen. Petani yang sudah beralih menjadi pedagang pengecer dalam lembaga pemasaran sistem tataniaga disamping menjual daun bawang juga menjual komoditri lain yaitu, kangkung, bayam,sawi hijau (caisin), cabai dan beberapa komoditas sayuran lain. Para petani atau pedagang pengecer dengan karakteristik tersebut secara umum tidak memilki kios tetapi menggelar barang daganganya di emperan sekitar pasar atau mendirikan tenda-tenda sementara dengan terpal dan kayu-kayu yang mudah di bongkar pasang. Biaya yang harus dikeluarkan untuk menjual dagangannya adala sewa tempat dan retribusi. Komoditas daun bawang yang siap dijual ditingkat pengecer dihargai sebesar Rp per kilogram. Alasan petani menggunakan saluran pemasaran tiga adalah karena keuntungan yang didapat lebih besar dibandingkan jika menjual melalui pedagang pengumpul kebun atau melalui pedagang besar, tetapi menjual hasil daun bawang ke pasar tidak dapat dilakukan terus-menerus oleh petani karena petani disamping berdagang juga memliki pekerjaan lain yaitu bertani. Saluran tiga dapat dilakukan oleh petani jika hasil panen yang dihasilkan memilki harga yang tinggi dan baik untuk setiap komoditas yang ditanam, dalam hal ini sampai dengan pengambilan sampel haraga untuk komoditas daun bawang dipasar sedang meningkat. Informasi pasar sampai ke petani dan petani dapat melakukan saluran pemasaran tiga adalah jika petani tersebut sudah memilki pengalaman yang banyak dalam

64 proses pemasaran tersebut. Disamping itu petani dengan pedagang pengecer di wilayah pasar harus meilki kordinasi yang baik Saluran Pemasaran 4 Saluran pemasaran IV merupakan saluran yang terdiri dari petani pedagang pengumpul kebun (PPK) pedagang besar pedagang pengecer. Pola pemasaran saluran empat relatif sama dengan pola saluran satu, yang membedakannya adalah komoditi yang telah dikumpulkan dari pedagang pengumpul kebun (PPK) dipasarkan tidak melalui STA Cigombong tetapi pedagang besar yang berwilayah di Keamatan pacet. Pedagang pengecer yang dituju adalah pasar lokal dan retail supermarket. Berdasarkan sampel kuisioner pedagang responden dari enam pedagang pengumpul kebun (PPK) terdapat lima pedagang yang memasarkan daun bawangnya melalui pedagang besar. Lima PPK yang menjual daun bawangnya ke pedagang besar dengan volume rata-rata setiap satu kali pengiriman sebesar 520 kg. Bawang daun yang terkumpul di pedagang besar kemudian dipasarkan ke pasar-pasar lokal di Cipanas, Bogor dan Jakarta. Bawang daun sebelum dijual oleh pedagang besar disortir oleh pedagang besar sebelum dipasarkan ke pedagang pengecer. Bawang daun yang mengalami penyortiran kemudian dipasarkan ke supermarket. Pemasaran daun bawang ke pedagang pengecer lokal lebih besar dibandingkan ke supermarket, volume penjualan dari pedagang besar ke pasar lokal sebesar 2-5 ton, dan supermarket dikirim oleh pedagang besar 5 kuintal setiap 2 kali dalam seminggu. Harga daun bawang di pasar lokal bervariasi untuk setiap wilayah, harga di pasal Cipanas Rp 5.500, di pasar Bogor Rp Harga yang terjadi di Supermarket atau swalayan Rp per kilogram. Pasar supermarket yang dituju adalah swalayan di wilayah Jakarta, hari-hari supermarket dan super indo pembayaran yang dilakukan dengan tempo 2-4 kali pembayaran dalam seminggu. 6.3 Fungsi Tataniaga Pada Setiap Lembaga Pemasaran Fungsi tataniaga diperlukan dalam kegiatan tataniaga untuk memperlancar proses distribusi barang dan jasa dari setiap lembaga pemasaran yang tetlibat didalam sistem tataniaga daun bawang. Lembaga yang terlibat dalam fungsi

65 pemasaran antara lain, pedagang pengumpul kebun (PPK), pedagang besar, STA dan pedagang pengecer. Lembaga-lembaga pemasaran di dalam sistem tataniaga melakukan fungsi fungsi tataniaga yaitu fungsi fisik, fungsi pertukaran dan fungsi fasilitas. Fungsi fisik adalah kegiatan didalam fungsi tataniaga yang merupakan perlakuan fisik yang berhubungan dengan kegunaan bentuk, tempat dan waktu, yang diperlukan agar komoditas dapat tersedia pada tempat yang diinginkan, sehingga konsumen dapat mengaksesnya pada saat membutuhkan. Fungsi fisik meliputi pengolahan, penyimpanan dan pengangkutan. Fungsi pertukaran merupakan kegiatan yang memperlancar perpindahan atas hak milik produk komoditas dari barang dan jasa yang dipasarkan. Kegiatan fungsi pertukaran meliputi fungsi pembelian dan fungsi penjualan, fungsi pembelian merupakan penetapan berupa jumlah dan kualitas yang akan dibeli sedangkan fungsi penjualan adalah fungsi yang meliputi keputusan penjualan, cara-cara penjualan yang dilakukan uuntuk mendapatkan pembeli pada tingkat harga yang menguntungkan. Fungsi fasilitas adalah segala aspek kegiatan yang bertujuan untuk memfasilitasi proses kegiatan pertukaran barang dan jasa antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas meliputi pembiayaan, penanggungan resiko dan informasi pasar. Fungsi pembiayaan merupakan kegunaan biaya untuk berbagai aspek aspek yang memfasilitasi didalam proses tataniaga. Fungsi penanggungan resiko adalah penerimaan terhadap resiko yang akan dihadapi dari kerugian pemasaran produk yang terdiri dari resiko harga dan resiko fisik. Resiko fisik terjadi akibata kerusakan produk sedangkan resiko harga terjadi akibat perubahan nilai harga di pasar. Untuk menghindari hal tersebut dibutuhkan informasi pasar yang akurat yang diperlukan oleh produsen dan lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat didalam system tataniaga daun bawang di Kecamatan Pacet menjalankan fungsi tataniaga yang berbeda. Tabel 11 menjelaskan fungsi-fungsi yang dijalankan oleh setiap lembaga pemasaran yang terlibat.

66 Tabel 11. Fungsi fungsi Pemasaran yang dilaksanakan Oleh Lembaga - Lembaga Pemasaran Daun Bawang. Saluran dan Lembaga Pemasaran Saluran I Fungsi fungsi Pemasaran Pertukaran Fisik Fasilitas Jual Beli Angkut Simpan Sortasi, Grading Resiko Biaya Informasi pasar Petani PPK STA * Grosir _ Pengecer _ Saluran II Petani * Grosir Pengecer * Saluran III Petani _ _ * Pengecer _ Saluran IV Petani * PPK Grosir Pengecer * Keterangan ; = melakukan fungsi pemasaran * = Kegiatan terkadang dilakukan = Tidak melakukan fungsi pemasaran Dari Tabel 11 menjelaskan bahwa fungsi fisik yang dilakukan oleh masing masing lembaga pemasaran berbeda, yang termasuk kedalam fungsi fisik adalah fungsi pengangkutan dan penyimpanan. Perlakuan untuk masing masing saluran terhadap fungsi fisik relatif sama terhadap masing masing lembaga pemasaran. Pada saluran II dan IV melakukan fungsi penyimpanan karena daun bawang pada kedua saluran tersebut pada kelembagan pemasaran terakhir di tingkat pengecer

67 dijual di supermarket yang melakukan penyimpanan terhadap komoditas daun bawang. Fungsi pengangkutan pada saluran III dilakukan oleh petani karena untuk menjual hasil panennya daun bawang diangkut dengan menggunakan kendaraan motor atau mobil, yang disesuaikan dengan volume penjualaannya. Fungsi pertukaran adalah kegiatan kegiatan yang dilakukan untuk memperlancar distribusi barang dan jasa, yang termasuk kedalam fungsi pertukaran adalah fungsi penjualan dan pembelian. Lembaga pemasaran untuk masing masing saluran terdapat pada Tabel 11 melakukan fungsi penjualan, dan terhadap fungsi pembelian tidak dilakukan oleh petani. Petani selaku produsen memiliki fungsi sebagai penyedia komoditas daun bawang yang melakukan budidaya dan menghasilkan produk daun bawang. Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen yang terdiri dari fungsi standarisasi, pembiayaan, penanggungan resiko, informasi peasr dan juga fungsi grading. Fungsi standarisasi merupakan kegiatan pengelompokkan barang sesuai dengan penentuan mutu yang diinginkan konsumen. Kegiatan fungsi standarisasi ini di tempat penelitian akan dilakukan jika produk tersebut akan di pasok ke supermarket sedangkan pasar lokal biasanya hanya dilihat secara keseluruhan dan tidak mengalami kerusakan yang fatal misalnya daun bawang busuk atau banyak yang sobek atau patah. Fungsi pembiayaan merupakan penyediaan sejumlah uang untuk kegiatan transaksi pembayaran atau disebut juga dana lain atau simpanan sedangkan fungsi lainnya adalah penanggungan resiko atas penerimaan dari kerugian yang mungkin terjadi dan fungsi informasi pasar dilakukan untuk dapat mengetahui harga yang berlaku Petani Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh petani sayuran daun bawang di kecamatan Pacet terbagi menjadi ke dalam empat saluran pemasaran, hal ini disebabkan setiap saluran pemasaran petani akan melakukan berbagai macam fungsi tataniaga seperti fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fingsi fasilitas. a. Fungsi pertukaran Petani di Kecamatan Pacet pada saluran pemasaran hanya melakukan fungsi penjualan dan tidak melakukan fungsi pembelian. Petani hanya

68 melakukan penjualan langsung ke pedagang pengumpul kebun sebanyak 13 orang, kemudian petani yang menjual langsung ke pedagang besar sebanyak 5 orang dan sudah memiliki kontrak, sedangkan yang menjual langsung ke konsumen terakhir seperti pasar lokal berjumlah dua orang. Berdasarkan fungsi penjualan, petani tidak hanya melakukan penjualan daun bawang pada satu lembaga pemasaran artinya satu orang petani dapat melakukan proses penjualan ke beberapa lembaga pemasaran tergantung pada volume produksi yang dihasilkan. b. Fungsi fisik Fungsi fisik hanya dilakukan pada saluran pemasaran ketiga yaitu angkut, hal ini dikarenakan petani menjual hasil panen daun bawang langsung ke pengecer dengan menggunakan motor atau mobil yang disesuaikan dengan jumlah volume pengiriman. Fungsi fisik yang berupa kegiatan penyimpanan daun bawang dari hasil panen tidak dilakukan petani karena daun bawang yang telah dipanen banyak diminati oleh pedagang pengumpul kebun (PPK), sehingga PPK sendiri yang mengangkut hasil panen petani di tempat petani masing-masing. Berdasarkan waktu pengambilan sampel bulan Oktober - November komoditas daun bawang sedang mengalami peningkatan harga yang mencapai Rp penjualan ke PPK dan Rp. penjualan ke Pedagang besar, dengan hal tersebut pada saat terjadi kenaikan harga mempengaruhi fungsi fisik yaitu banyaknya permintaan terhadap daun bawang yang mengakibatkan PPK dan pedagang besar mencari komoditas daun bawang untuk memenuhi permintaan sehingga hasil panen dari daun bawang yang sebelum masa panen 1-2 hari sebelumnya telah ditawar. Dengan terjadinya penjemputan daun bawang ke lahan pertanian memudahkan petani dalam melakukan fungsi fisik yaitu fungsi pengangkutan. c. Fungsi fasilitas Fungsi fasilitas yang digunakan oleh petani meliputi resiko, biaya dan informasi pasar. Pada saluran tiga petani terkadang melakukan sortasi untuk memenuhi permintaan pedagang besar yang akan dikirim ke pasar supermarket. Informasi pasar dapat di peroleh petani melalui petani

69 lainnya yang telah mejual hasil panen terlebih dahulu dan mengikuti perkembangan permintaan konsumen tehadap produk yang diinginkan. Setelah mengetahui informasi pasar petani dapat memutuskan waktu penjualan hasil produksinya dan melakukan proses tawar menawar. Kegiatan penanggungan resiko yang dihadapi oleh petani ialah berupa penurunan harga daun bawang. Fungsi pembiayaan yang dilakukan petani meliputi pembiayaan untuk modal kegiatan produksi. Modal petani berasal dari petani itu sendiri dan tidak berasal dari pinjaman pihak lain, dengan hal tersebut petani diharapkan dapat mengoptimalkan penggunaan modal yang dimiliki Pedagang Pengumpul Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fingsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan, fungsi fasilitas berupa informasi pasar, resiko dan penggunhgan biaya. a. Fungsi Pertukaran Kegiatan fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi pembelian dan penjualan. Pedagang pengumpul di Kecamatan Pacet melakukan fungsi pembelian dengan membeli daun bawang dari petani. Pedagang pengumpul kebun di Kecamatan Pacet ra tarata memiliki langganan tetap dan dari satu pedagang responden memiliki 3-5 orang petani langganan. Persediaan daun bawang yang tesedia di pasaran tidak semua berasal dari Kecamatan Pacet, PPK di wilayah Pacet mengambil persediaan daun bawang di Kecamatan lain diantaranya wilayah Desa Rarahan di Kecamatan Cugenang dan Desa Garuda Keacamatan Cipanas yang kemudian dijual di pedagang besar di wilayah Kecamatan Pacet. Penentuan harga daun bawang dilakukan melalui proses tawar menawar berdasarkan informasi pasar yang telah diketahui sebelumnya. b. Fungsi fisik Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengumpul kebun yaitu kegiatan pengangkuta. Pedagang pengumpul mngengkut daun bawang

70 dengan menggunakan mobil bak terbuka milik sendiri atau menyewa dengan membayar biaya pengangkutan. Besar biaya pengangkutan berbeda-beda berdasarkan letak tujuan pasarnya. c. Fungsi fasilitas Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pengumpul meliputi informasi pasar, resiko dan pembiayaan. Informasi pasar diperoleh berdasarkan sesama pedagang lain di Kecamatan Pacet. Penanggungan resiko sepenuhnya ditanggung oleh pedagang pengumpul kebun terhadap produk daun bawang yang rusak yang dapat mengakibatkan penurunan harga komoditi. Kerusakan produk adalah karena proses pengangkutan yang tidak sempurna dan mengakibatkan meningginya volume penyusutan produk. Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul yaitu penyediaan modal untuk membeli daun bawang dan biaya penggangkutan mulai dari petani samapi daun bawang siap dijual di tujuan akhir dalam pemasarn yaitu pedagang besar Sub Terminal Agribisnis (STA) STA adalah sebuah akses pasar terbuka dan merupakan tempat fasilitas transaksi yang dibentuk oleh pemerintah dan wilayah pasar setempat yang saling bekerjasama untuk menampung produk produk agribisnis dalam kapasitas volume menengah besar yang siap untuk dipasarkan, khususnya produk produk hortikultura. Pedagang pedagang yang ingin masuk ke pasar STA sudah malaui regristrasi yang terdaftar dan telah menjadi anggota pedagang pasar STA. Dalam pengambilan sampel untuk komoditas daun bawang pengiriman komoditi tersebut terdapat satu saluran pemasaan yang melalui STA yaitu pengiriman daun bawang dari PPK yang mengirim ke STA, terdapat PPK dari wilayah desa Buniaga Kecamatan Pacet dan Desa Rarahan Kecamatan Cugenang yang mengirimkan daun bawagnya. Lokasi Sub Terminal Agribisnis (STA) berada di Desa Cigombong Kecamatan Pacet Untuk pengambilan responden di STA Cigombong terdapat dua pedagang yang masuk kedalam bagian saluran pemasaran daun bawang di wilayah Pacet. Kedua pedagang tersebut telah teregristasi di STA Cigombong dan berwilayah di pasar STA tersebut. Pedagang daun bawang STA tersebut melakukan fungsi

71 tataniaga yaitu fungsi pertukaran berupa penjualan dan pembelain, fungsi fisik berupa pengangkutan dan penyimpanan, fungsi fasilitas meliputi ; sortasi, pembiayaan, resiko dan informasi pasar. a. Fungsi Pertukaran STA melakukan fungsi perttukaran berupa kegiatan pembelian bekerjasam dengan pedagang pengumpul kebun (PPK) diman pembelian dilakukan dengan sistem pembayaran sebagian. Hal ini dilakukan dengan alasanuntuk menjamin kekontinuitasan pengiriman komoditas. Transaksi dilakukan ditempat pedagang STA dimana PPK sendiri yang melakukan proses pengangkutan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Sistem pembayaran yang dilakukan adalah pembayaran sebagian dengan proses dua kali pengiriman setelah pengiriman yang kedua daun bawang yang dikirim pertama dibayar.fungsi penjualan dilakukan dengan menjual daun bawang ke pasar pasar lokal di wilayah Cianjur, Bogor dan Jakarta. b. Fungsi fisik Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang STA adalah proses pengangkutan dan penyimpanan. Pedagang STA melakukan pengangkutan untuk proses penjualan ke pasar pengecer dengan menggunakan mobil bak terbuka, dalam satu hari pedagang STA dapat mengirim 2-3 kali pengiriman dengan volume pengiriman mencapai 1-2 ton setiap satu kali pengiriman dan sistem pembayaran yang dilakukan adalah sistem pembayaran sebagian yaitu pembayaran dilakukan setelah pengiriman yang ketiga. Fungsi penyimpanan terkadang dilakukan untuk menunggu kepastian permintaan dan pembayaran yaitu pedagng STA tidak akan melepas daun bawangnya apabila pembayaran yang ketiga belum dilakukan oleh pihak pengecer dan daun bawang dilimpahkan ke permintaan pasar yan lebih pasti dalam hal pembayaran. Penyimpanan yang dilakukan tidak membutuhkan waktu terlalu lama hal tersebut terkadang dilakukan oleh pihak STA, waktu yang terkadang dibutuhkan maksiaml adalah satu hari dengan pertimbangan daun bawang termasuk komoditas sayuran yang memilki sifat produk perishable yaitu mudah rusak.

72 c. Fungsi fasilitas Kegiatan fungsi-fungsi fasilitas yang dilakukan STA yaitu sortasi, kegiatan sortasi dilakukan untuk mengolongkan ukuran, pemisahan akibat kerusakan saat pengangkutan serta tingkat kematangan daun bawang. Fungsi pembiayaan berupa modal yang disediakan oleh pedagang yang ingin masuk kedalam regristrasi anggota STA dan mperinciannya adalah untuk membiayai retribusi, bongkar muat, sortasi, penyimpanan (biaya penyusutan). Untuk informasi pasar berupa perkembangan harga beli dan harga jual di peroleh dari sesame pedagang besar dan petugas STA yang mengikuti perkembangan harga pasar dan petugas tersebut memilki keterampilan berupa predikis harga kedepan yang relatif akurat. Resiko yang dihadapi pedagang STA adalah berupa pembayaran yang telat dan kerusakan produk Pedagang Besar Pedagang besar yaitu pedagang yang menampung pasokan daun bawang dalam jumlah besar. Pedagang besar menerima pasokan daun bawang dari berbagai kelembagaan pemasaran anatar lain, petani, PPK dan terkadang diantara pedagang besar saling melengkapi permintaan atas daun bawang. Transaksi penjualan daun bawang dilakukan ditempat pedagang besar dengan cara pemasok mendatangi pedagang besar. Terkadang pedagang besar mencari pasokan ke petani atau pedagang pengumpul kebun di luar wilayah Pacet jika pasokan daun bawang kurang. Berdasrkan kuisioner pedagang responden yang diambil dari pedagang besar terdapat dua responden yang memfokuskan pada komoditas daun bawang dari total empat sampel pedagang responden, dua pedagng lainnya tidak memfokuskan pada komoditi daun bawang tetapi mengusahakan komoditi lain. Pedagang besar yang menjadi responden adalah sebanyak empat orang yang menjadi pemasok utama untuk wilayah Cianjur, Bogor dan Jakarta. Pasar yang dituju oleh pedagang besar yaitu; pasar pasar lokal (pasar trdisional), supermarket dan restoran. Pedagang besar ini melakukan fungsi fungsi tataniaga mulai dari fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fisik (pengangkutan dan penyimpanan dan fasilitas (resiko, pembiayaan, sortasi dan informasi pasar), Pada saluran 1 tidak melakukan fungsi fasilitas untuk fungsi sortasi karena sortasi telah

73 dilakukan di STA dan pedagang besar di saluran satu menerima barang yang telah disortasi, pedagang besar di saluran satu berwilayah di bogor termasuk kedalam kelembagaan pemasaran pedagang besar pasar yang menerima pasokan dari STA dan menjualnya kembali ke pedagang pengecer. a. Fungsi pertukaran Fungsi pertukaran yang dilakukan pedagang besar adalah pembelian daun bawang dari pengumpul desa, petani, pedagang besar lainnya dan STA, setiap pedagang besar memberikan harga yang berbeda terhadap pasokan dari kelembagaan pemasaran. Harga beli terhadap petani Rp 4.000, PPK Rp dan pedagang lainnya Rp Untuk fungsi penjualan juga berbeda antara pasar lokal dan supermarket. Penentuan harga antara pedagang besar dan pengecer disesuaikan dengan mekanisme pasar yang terjadi atau didasarkan pada harga yang berlaku untuk pasar lokal, dan kontrak terhadap pasar supermarket. b. Fungsi fisik Berupa kegiatan penyimpanan dilakukan pedagang besar jika terjadi pembayaran yang belum dibayarkan sehingga terjadi penundaan pegiriman dan pencarian pasar baaru. Proses penyimpanan maksimal satu hari karena daun bawang termasuk komoditas sayuran yang mudah rusak. Proses penyimpanan dismpan pada suhu yang sejuk. Akibat dari proses penyimpanan ini terkadang pedagang besar mengalami resiko penyusutan berupa komoditas daun bawang yang rusak, penambahan biaya tenaga kerja akibat penyimpanan. Fungsi pengangkutan akan mengeluarkan biaya transportasi dan bongkar muat. Pedagang besar melakukan fungsi fisik berupa pengemasan untuk komoditi daun bawang yang akan dikirim ke supermarket dengan pemberian label yang berbentuk ikatan tali yang ditimbang sebelumnya denga muatan satu Kilogram setelah diikat dimasukan kedaam plastik ukuran 5 kilogram. Daun bawang yang akan dikirim ke pasar lokal diikat dengan tali plastik dan dimasukan kedalam karung.

74 c. Fungsi Fasilitas Kegiatan fungsi-fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang besar adalah berupa kegiatan penyortiran. Kegiatan penyortiran dilakukan untuk menggolongkan ukuran, pemisahan akibat kerusakan serta tingkat kematangan daun bawang. Fungsi pembiayaaan berupa modal yang disediakan untuk membeli daun bawang dari PPK berupa biaya retribusi, bongkar muat, sortasi, penyimpanan biaya penyusutan. Untuk informasi pasar berupa perkembangan harga beli dan harga jual diperoleh dari sesama pedagang besar dan pedagang pengecer serta dari mekanisme pasar yang terjadi. Adapun sistem pembayaran yang diterapkan oleh pedagang besar terhadap PPK dan pedagang pengecer adalah system pembayaran tunai dan dibayar sebagian Pedagang Pengecer Pedagang pengecer adalah pedagang yang berinteraksi langsung dengan konsumen. Konsumen yang dimaksud adalah konsumen akhir yang tidak melakukan fungsi pemasaran dan menggunakan daun bawang untuk diolah dan dikonsumsi. Dalam penelitian yang diasumsikan untuk pengambilan konsumen akhir adalah konsumen yang membeli daun bawang dari pedagang pengecer pasar, retail supermarket dan restoran. Retail supermarket diasumsikan menjadi konsumen akhir untuk memudahkan perhitungan dalam analisis margin tataniaga dan margin biaya, karena akses pasar yang digunakan untuk supermarket merupakan fungsi biaya yang digunakan untuk beragam produk yang dijual di supermarket. Berdasarkan metode pengambilan sampel snow ball sampling pengambilan sampel untuk konsumen akhir adalah untuk memberikan batasan dalam penelitian yang digunakan untuk memudahkan dalam perhitungan margin, pengambilan data yang digunakan tingkat supermarket adalah data harga. Pengambilan sampel untuk konsumen akhir dalam penelitian selain supermarket adalah restoran. Restoran diasumsikan menjadi konsumen akhir karena daun bawang yang telah sampai di restoran mengalami perubahan fisik produk. Daun bawang yang masuk ke tingkat restoran diolah menjadi bahan

75 makanan, sehingga produk menjadi komoditi yang siap dikonsumsi dari segi kegunaan. Batasan pedagang pengecer dan konsumen akhir dalam penelitian mempengaruhi fungsi-fungsi yang diguanakan dalam saluran pemasaran yaitu, fungsi pertukaran (jual dan beli), fungsi fisik (angkut dan simpan), fungsi fasilitas (biaya, resiko, informasi dan sortasi) terkadang pada saluran II dan IV melakukan fungsi pengangkutan untuk memenuhi permintaan pasar. a. Fungsi Pertukaran Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi pembelian dan penjualan. Pembelian dilakukan dengan membeli daun bawang dari pedagang besar dengan volume rata-rata kilogram dengan harga beli Rp 5.800, sedangkan pengecer supermarket daun bawang dibeli dengan harga Rp Pengecer menjual ke konsumen dengan satuan ons sampai kiloan dengan harga ditingkat pengecer sebesar , sedangkan harga di supermarket mencapai Rp per 250 gram. b. Fungsi Fisik Fungsi fisik yang dilakukan berupa penyimpanan dan pengangkutan. Penyimpanan dilakukan untuk produk daun bawang yang dipasarkan melaui retail supermarket, dengan suhu yang ideal daun bawang dapat disimpan selam 5 hari. Daun bawang yang di jual di pasar loka tidak tahan lama dan tidak dilakukan fungsi penyimpanan, daun bawang yang terkirim ke pasar lokal siap dipasarkan pada saat itu dan harus terjual dalam satu kali proses penjualan yaitu jam , selanjutnya daun bawang yang tidak terjual dibiarakan terjual samapi sore hari, daun bawang yang sudah melewati batas ideal penjualan tersebut keadaanya sudah tidak segar lagi dan dapat mencapai jauh dari harga minimum. Daun bawang yang tidak terjual mengalami pembusukan dan langsung dibuang ke dalam tempat pembuangan sampah yang besar bersama komoditi lain. Fungsi pengangkutan tidak dilakukan oleh pedagang pengecer pasar, daun bawang didapat melalui pedagang besar yang datang kepasar menggunakan mobil bak terbuka, pedagang pengecer menghampiri pedagang besar tersebut, antara pedagang pengecer dan edagang besar

76 sudah saling bekerjasama dan memiliki ikatan langganan. Fungsi pengangkutan untuk supermarket terkadang dilakukan untuk memenuhi permintaan dan nencari sumber cadangan pasokan baru. c. Fungsi fasilitas Fungsi Fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pengecer meliputi sortasi, pembiayaan, resiko dan informasi pasar; 1. Sortasi dilakukan oleh pengecer pada saluran II dan saluran IV, pelaku kelembagaan adalah pengecer supermarket, hal tersebut dilakukan untuk memeriksa produk yang tidak layak dipasarkan, daun bawang yang tidak layak kemudian di pisahkan dan dikembalikan ke pihak distributor yang diperankan oleh pedagang besar, dalam hal ini pedagang besar menggung resiko penyusutan daun bawang. Pengecer pasar tidak melakukan sortasi terhadap daun bawang, implikasi dari tidak melakukan sortasi adalah produknya berbeda dengan kualitas di supermarket yang juga mempengaruhi harga. 2. Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah berupa penyediaan modal usaha. Pada umumnya pedagang pengecer melakukan kegiataan pembelian sesuai dengan besarnya modal yang dimiliki. Pedagang pengecer tidak mengkhususkan menjual daun bawang, pedagang pengecer menjal komoditi lain anatara lain cabai, bawang putih, bawang merah, tomat dan berbagai komoditas sayuran lain. Besarnya modal yang dibutuhkan tergantung dari besar kecilnya volume penjualan yang dilakukan pedagang pengecer, modal yang dibutuhkan pedagang pengecer berkisar antara Rp sampai Rp Pengecer pasar lokal dan supermarket mengalami pengendalian resiko yang berbeda dalam meghadapi resiko yang terjadi. Pengendalian resiko yang dilakukan oleh supermarket ialah mulai dari penyeleksian sortasi yang ketat dan membayar setengah harga beli ke penjual terhadap produk daun bawang yang rusak dan melakukan pencaraian pemasok dau bawang yag dapat lebih menjamin pasokan daun bawang yang lebih baik. Sedangkan pengendalian resiko yang dilakukan

77 pedagang pengecer pasar adalah dengan menambah batas waktu penjualan, jika daun bawang tidak habis terjual pedagang pengecer berusaha menjual daun bawangnya sampai siang hari dan menurunkan harga jual daun bawang. 4. Fungsi informasi pasar dilakukan oleh pedagang pengecer yaitu dengan mengikuti perkembangan harga pasar disetiap pasar-pasar lokal. Pencarian informasi tidak dilakukan terhadap informasi harga saja tetapi mengikuti volume permintaan yang terjadi di setiap pasar. Harga yang terjadi di setiap pasar mengikuti mekanisme pasar yang terjadi. Penjual terkadang melakukan diskriminasi harga terhadap komoditas yang persediaan sedikit di pasaran dengan menaikan harga jual. 6.4 Struktur Pasar Struktur pasar didefinisikan sebagai sifat atau karakteristik pasar. Struktur pasar daun bawang dianalisis berdasarkan saluran pemasaran yang didukung perana fungsi-fungsinya. Faktor penting yang diperlukan dalam penentuan struktur pasar meliputi jumlah lembaga pemasaran yang terlibat (penjual dan pembeli), sifat dan keadaan prouk, kebebasan keluar masuk pasar dan informasi pasar (biaya, harga dan kondisi pasar) Jumlah Penjual dan Pembeli serta Kebebasan Keluar Masuk Pasar Saluran pemasaran di Kecamatan Pacet melibatkan beberapa lembaga pemasaran yang membentuk beberapa pola saluran pemasaran mulai dari petani produsen, pedagang pengumpul kebun (PPK), STA Cigombong, pedagang besar dan pedagang pengecer, sehingga daun bawang sampai ke konsumen akhir. Lembaga pemasaran PPK yang terlibat dalam saluran pemasaran daun bawang mengambil jumlah responden enam orang yang berasal dari Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cugenang. Pengambilan responden daun bawang dari PPK di kecamatan Cugenang karena sebagian daun bawang yang dikirim ke STA Cigombong ada yang berasal dari Desa Rarahan Kecamatan Cugenang. PPK yang menjadi sampel responden selain berprofesi sebagai pedagang pengumpul juga berprofesi sebagai petani. Dalam melakukan pembelian daun bawang pedagang pengumpul kebun menghampiri petani-petani daun bawang yang akan menjelang

78 masa panen, yaitu dua hari sebelum panen para pedagang pengumpul melakukan tawar-menawar, sebagian PPK sudah memiliki langganan petani. Pada saat pengambilan sampel harga daun bawang sedang mengalami peningkatan dan permintaan terhadap daun bawang sedang mininggi, hal ini yang menyebabkan produk daun bawang pada saat itu menjadi favorit, petani dengna mudahnya menjual hasil daun bawang karena PPK menghampiri sendiri ke lahan petani. PPK meakukan pengambilan daun bawang dari petani mulai dari pagi sampai sore hari. Setelah sore hari daun bawang dikumpulkan setelah itu daun bawang langsung dikirim ke pedagang besar. Pedagang pengumpul kebun memerlukan cukup modal untuk melakukan pembelian daun bawang, pembelian yang dilakukan PPK terhadap petani dilakukan dengan sisten pembayaran sebagian, tunai dan hutang. Pembayaran sebagian dilakukan jika daun bawang yang dibeli oleh PPK pada saat dijual kembali ke pedagang besar belum atau baru sebagian yang dibayarkan. PPK dapat membayar tunai jika produk daun bawang yang dihasilkan berkualitas baik dan selain itu langka dipasarn sehingga PPK saling berkompetisi untuk mendapatkan komoditi daun bawang. Berdasrkan hasil wawancara terhadap responden di Kecamatan Pacet adalah, petani akan lebih mengutamakan menjual hasil panenya kepada pedagang yang dapat membayar tunai terlebih dahulu. Tetapi ada sebagian petani yang memilki hubungan baik dan kuat terhadap PPK sehingga terdapat petani yang berlangganan terhadap PPK. Pembayaran tunai sangat diminati oleh masing masing lembaga pemasaran, karakteristik pembayaran dari PPK terhadap pedagang besar pembayaran tunai juga menjadi pertimbangan PPK dalam menjual hasil produknya. Terhadap pola pembayaran tunai yang diinginkan masing-masing lembaga pemasaran tidak begitu mempengaruhi pedagang besar dalam melakukan keputusan proses pembayaran yang akan dilakukan pedagang besar. Jumlah pedagang besar di Kecamatan Pacet yang terlibat dalam saluran pemasaran masih relatif sedikit dibandingkan PPK yang jumlahnya banyak, sehingga pedagang besar dapat memilih kemana mereka akan membeli daun bawang yang akan diperdagangkan. Jumlah PPK yang banyak menyebabkan persaingan pedagang besar terhadap kebutuhan pasokan tidak terlalu kuat, sehingga pedagang besar

79 memiliki posisi yang kuat dalam proses penawaran daun bawang. Pedagang pedagang besar yang berwilayah di Kecamatan Pacet menjalin hubungan baik antara sesama pedagang, hal ini juga yang membuat kesatuan pedagang besar menjadi kuat, bahkan anatara sesama pedagang merupakan kesatuan anggota dalam keanggotaan GAPOKTAN. Terkadang dari kesatuan antara pedagang besar di Kecamatan Pacet dalam menjalankan usaha dilandasi tujuan sosial, pada saat pengambilan sampel sedang berkembang isu untuk membentuk Lembaga Keuangan Masyarakat yang bertujuan untuk mengatasi pembayaran yang tertunda terhadap petani yaitu dengan sistem kredit pemberian uang sementara dengan jaminan natura. Pedagang besar telah mempunyai tujuan pemasarn tersendiri terhadap pedagang pengecer yang terbagi menjadi dua, pertama pasar local atau pasarpasar tradisional dan retail supermarket. Pasar ditingkat pedagang pengecer khusunya local lebih mudah dan terbuka. Karena volume penjualan yang tidak besar dan hanya membutuhkan tempat berdagang di pasar-pasar tradisional maupun membangun tenda-tenda sementara.. pedagang pengecer muda dalam mendapatkan produk, baik dari pedagang besar, STA melalui pedagang besar, dan dari petani. Pasar yang melalui retail supermarket tidak mudah ditembus pedagang besar yang dapat menjual daun bawang ke supermarket telah menjalin kerjasama kontrak sebelumnya Sifat Produk Daun Bawang di Kecamatan Pacet Komoditi daun bawang yang banyak terdapat di Kecamatan Pacet adalah daun bawang jenis cultivar lokal rp cipanas,nyonya linda dan bawang prei. Jenisjenis daun bawang ini memiliki ukuran berat gram dan panjang atau tinggi cm, untuk jenis bawang prei bagian batang berwarna putih lebih mendominasi dalam keseluruhan bagian dari daun bawang, sedangkan daun bawang lokal daun berwarna hijau lebih mendominasi dari keseluruhan daun bawang. Daun bawang jenis bawang prei lebih diminati untuk pasar supermarket dan jenis lokal yang berukuran besar juga diminati supermarket. Berdasarkan wawancara dengan responden, bahwa terdapat diferensiasi produk dalam pemasaran daun bawang berdasarkan konsisi fisik dan ukuran, kondisi ini mempengaruhi tingkat harga. Kedua jenis daun bawang di Kecamatan

80 Pacet dapat dibudidayakan dengan mudah sehingga tidak terlalu sulit untuk mengembangkan komoditi ini untuk menjadikan daun bawang memiliki nilai ekonomis yang baik. Komoditas daun bawang dapat merupakan komoditi yang mudah dikembangkan yang kemudian didukung dengan keadaan alam di Kecamatan Pacet yang memilki suhu ideal untuk membudidayakan daun bawang. Pembududayaan daun bawang tidak terlalu rumit dalam hak penggunaan lahan, tanaman ini dapat di tanam dengan kombinasi sayuran lain, hal ini yang banyak dilakukan petani di wilayah Pacet, Teknik budidaya pemanfaatan lahan lebih dari satu komoditi untuk hortikultura sayuran ialah teknik tumpangsari. Petani diwilayah Pacet umumnya menanam daun bawang dikombinasaikan dengan 2-3 tanaman lain Sumber Informasi Sumber informasi pasar dalam rantai pemasaran daun bawang di Kecamatan Pacet belum tersedia sesuai kebutuhan pasar. Informasi pasar dibutuhkan oleh produsen, dan semua pihak yang terlibat dalam rantai pemasaran yaitu, sumber-sumber informasi tentang kondisi pasar, lokasi, jenis, mutu, waktu dan harga pasar. Informasi pasar yang diterima oleh petani pada umumya petani sudah mengetahui dari informasi yang terjadi lansgsung di pasar atau sesama petani. Informasi yang terjadi dipasar mudah diterima oleh petani, tetapi dari sumber informasi tersebut petani tidak dapat memaksimalkan karena terbiasa dengan sistem pemasaran yang sudah terjadi di Wilayah tersebut, dan terkendala masalah modal. Informasi yang diperoleh daidapatka dari berbagai sumber yang relatif beragam dan bukan informasi yang sifatnya komersial, sehingga tidak perlu biaya khusus untuk mengakses informasi pasar. Sumber informasi yang dietrima pedagang besar didapat melalui sesama pedagang dan pernintaan konsumen. Pedagang besar yang terdapat di Kecamatan Pacet mengakses informasi tersebut dari sesama pedagang. Terkadang dari pedagang besar memilki tenaga pemasran khusus yang mencariinformasi pasra dan lokasi tujuan pasar baru. Tujuan dari pencarian pasar adalah melihat perkembangan dan peluang yang terjadi di tingkat pengecer local maupun supermarket.

81 6.4.4 Strukur Pasar yang Terjadi Pada Kelembagaan Pemasaran Daun Bawang di Kecamatan Pacet Struktur pasar merupakan tipe atau jenis pasar yang didefinisikan sebagai hubungan atau (korelasi) antara pembeli (calon pembeli) dan penjual (calon penjual) yang secara strategis mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar. Berdasarkan ciri-ciri struktur pasar yang dihadapi keseluruhan lembaga pemasaran yang terjadi di Kecamatan Pacet mulai dari petani, PPK, STA, pedagang besar dan pedagang pengecer dapat diketahui termasuk kedalam struktur pasarnya dan dapat diidentifikasikan.sebagai berikut; a. Struktur pasar yang dihadapi petani Berdasarakan ciri-ciri yang telah didentifikasi bahwa struktur pasar yang dihadapi petani daun bawang di Kecamatan pacet mengarah pasar persaingan sempurna. Hal ini dapat dilihat; 1. Jumlah petani (penjual) yang cukup banyak jika dibandingkan dengan jumlah pedagang (pembeli). 2. Petani tidak apat menentukan dan mempengaruhi tingkat harga yang terrjadi di pasar 3. Hambatan yang dihadapi petani dalam keluar masuk pasar adalah terkait permasalahan modal. 4. Penentuan harga dilakukan oleh pihak pedagang berasarkan harga yang berlaku dipasar, sehingga kedudukan petani sebagai price taker dan memilki bergaining position yang kuat. b. Struktur pasar yang dihadapi PPK Struktur pasar yang dihadapi PPK cenderung berrsifat pasar persaingan sempurna, hal ini ditunjukan dari hal-hal sebagai berikut; 1. Jumlah penjual (petani) lebih banyak dari jumlah (pedagang pengumpul). 2. Pembeli dan penjual bebas keluar masuk pasar, PPK di Kecamatan Pacet bebas. Menentukan pasar tujuannya, permasalahan yang dihadapi keluar masuk pasar adalah permasalahan modal. 3. PPK tidak dapat mempengaruhi harga pasar. 4. Sumber informasi harga pasar diperoleh dari sesama pedagang. 5. Produk yang ditawarkan bersifat homogeny.

82 c. Sub Terminal Agribisnis dan Pedagang Besar Struktur pasar yang dihadapi STA dan pedagang besar tidak mengalami perbedaan dan cenderung mengarah kearah strtukur ologopoli. Hal ini ditunjukan dari ciri-ciri sebagai berikut : 1. Jumlah penjual dan pembeli sedikit dibandingkan pembeli yaitu, jumlah pedagang besar/grosir lebih sedikit dibandingkan pedagang pengecer. 2. Pedagang besar memilki ikatan yang erat antara sesama pedagang besar. saling melakuikan kerjasama. Hambatan yang terjadi untuk masuk menjadi pedagang besar adalah permasalahan modal. 3. Pedagang besar dapat mempengaruhi harga yang terjadi, karena pedagang ini mampu memprediksikan harga berdasarkan jumlah pasokan dengan banyaknya permintaan dari pengecer. Hal ini mengidentifikasikan bahwa antara pedagang besar dan PPK dapat terjadi tawar menawar. d. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna, hal ini dapat ditunjukan denga ciri-ciri sebagai berikut. 1. Jumlah pedagang pengecer cukup banyak 2. Produk yang dihasilkan bersifat homogen 3. Pedagang pengecer tudak dapat mempengaruhi pasar sehingga bertindak sebagai price taker. 4. Informasi pasar didapat pedagang pengecer melalui survey pasar atau dari pedagang pengecer lainnya. 6.5 Perilaku Pasar Perilaku pasar adalah pola tingkah laku lembaga-lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan kegiatan penjualan dan pembelian serta bentuk-bentuk keputusan yang diambil dalam menghadai struktur pasar tersebut. Perilaku pasar meliputi kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan harga dan kerjasama antara lembaga tataniaga Praktek Pembelian dan Penjualan Pola saluran pemasarn daun bawang di Kecamatan Pacet melibatkan beberapa lembaga pemasaran yang melakukan kegiatan pembelian dan penjualan

83 kecuali petani yang tidak melakukan praktek pembelian serta konsumen akhir yang tidak melakukan proses penjualan. Saluran pemasaran yang terjadi dimulai dari petani yang menjual daun bawangnya dengan tiga cara, yaitu penjualan kepada pedagang pengumpul kebun (PPK), penjualan ke pedagang pengecer dan penjualan ke pedagang besar. Proses pemanenan dilakukan oleh petani dibantu dengan tenaga sewa dengan membayar sewa tenaga kerja sehari yang terdiri dari 1-5 orang tergantung hasil prouksi. Setelah daun bawang di panen oleh petani kemudian dijual kepada pedagang pengumpul kebun (PPK) selanjutnya PPK menjual kembali daun bawang tersebut melaui pedagang besar dan STA, yang kemudian daun bawang di jual kepedagang pengecer yang terdiri dari pedagang lokal dan supermarket. Praktek pembelian ditingkat PPK dilakukan dengan petani. PPK memiliki langganan dengan beberapa pertain, langganan tersebut tidak terikat dengan PPK sewaktu-waktu petani tersebut mendapatkan tawaran yang lebih tinggi mereka akan menjualnya ke PPK yang berani menjual dengan harga yang lebih tinggi. Praktek penjualan PPK dilakukan melalui pedagang besar dan STA, melalui pedagang besar adalah dengan sistem penjualan langsung, dan penjualan ke STA dilakukan dengan mengirimkan daun bawang langsung ke pedagang STA, pedagang STA sudah memilki langganan PPK. Terdapat kekhususan tersendiri untuk pengiriman daun bawang dari petani ke pedagang besar yaitu petani-petani yang membudidayakan daun bawangnya dengan baik. Petani yang memilki komoditi daun bawang yang baik umunnya merupakan anggota kelompok tani, yang nantinya hasil panen tersebut dikordinir sebelum dijual ke pedagang besar. Pedagang pengecer membeli daun bawang dari pedagang besar, kemudian pedagang besar membawa produk daun bawang ke pasar-pasar tradisional atau pedagang grosir pasar yang kemudian pedagang pengecer membeli dari pedagang besar ditingkat pasar atau menghampiri daun bawang yang dibawa pedagang besar dengan menggunakan mobil bak terbuka. Untuk retail supermarket penjualan dan pembelian dilakukan derngan sistem konrak berjangka yang memiliki kesepakatan dan perjanjian diantara kedua belah pihak. Pihak supermarket dalam melkukan proses jual beli dengan sistem tidak berasal dari satu pedagang besar, tetapi berasal dari berbagai pedagang besar, ytang kemudian

84 melakukan perluasan target pencarian pasiokan kelangkaan pasokan daun bawang yang berkualitas. untuk menghindari resiko Sistem Penentuan Harga Harga ditingkat petani lebih ditentukan oleh pedagang pengumpul kebun, karena sebagian besar petani mengandalkan PPK untuk memasarkan hasil panen daun bawang, dengan pertimbangan kemudahan dalam akses pengangkutan menuju pasar dan PPK lebih menguasai pasar. Sistem penentuan harga di Kecamatan Pacet dilakukan dengan tawar menawar yang disesuaikan dengan tingkatan harga di masing-masing lembaga pemasaran, dalam hal ini permintaan akan komoditi daun bawang dari konsumen sangat mempengaruhi harga yang terjadi di setiap masing-masing lembaga pemasaran, yang juga ditunjang oleh ketersediaan pasokan. Pedagang besar dalam hal ini lebih dapat memprediksi perubahan permintaan pasar, sehingga dalam proses penentuan harga pedagang besar memilki peranan yang tinggi. Sumber informasi terhadap harga dan permintaan dmanfaatkan untuk melkukan penekanan harga dan jumlah permintaan yang akan dipenuhi, sehingga pedagang besar akan menyesuaikan jumalh permintaan pasokan dari PPK. Pada ummunya penentuan harga yang terjadi antara lembaga lembaga pemasaran didasarkan atas harga yang berlakuk umum di pasar Sistem Pembayaran Lembaga lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran daun bawang di Kecamatan Pacet melakukan berbagai sistem pembayaran yang beragam disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terjadi di masing-masing lembaga pemasaran. Kondisi umum lembaga- lembaga pemasarn menghadapi proses transaksi yang beragam antara lain, sitem pembayaran tunai, sebagian dan hutang. Sistem pembayaran sebagian adalah sistem yang cenderung banyak dilakukan masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran daun bawang di Kecamatan Pacet. Faktor terbesar adalah perilaku yang dilakukan oleh pedagang besar yaitu pedagang besar akan mendapatkan pembayaran dari pedagang pengecer setelah 2-3 kali pengiriman dalam kesepakatan, dengan kejadian tersebut pedagang besar membebankan kepada PPK

85 yaitu dengan melakukan pembayaran yang serupa sampai ketingkat petani selaku produsen. Sistem pembayaran sebagian sering menghadapi kendala yaitu, terkadang kenyataan yang terjadi adalah tercipta penundaan pembayaran lebih dari waktu yang ditentukan dalam prosedur kesepakatan antara pedagang besar dan pengecer. Dalam hal ini pedagang besar tidak terlalu berdampak karena memiliki cadangan usaha lain untuk menutupi permasalahan tersebut, karena skala usaha yang dilakukan pedagang besar besar yaitu, satu pelanggan pedagang pengecer telat dalam hal pembayaran terdapat pelanggan lain yang sesuai dengan jadwal pembayaran yang ditetapkan dan terdapat kontrak yang menguntungkan derngan pihak retail supermarket. Petani yang sering mengalami dampak terbesar dari sistem pembayaran sebagian yang terkadang terjadi penundaan, karena sumber mata pencaharian petani adalah dari hasil panenya tersebut. Pada saat terjadi pengambilan sampel untuk petani daun bawang hal ini jarang terjadi, karena komoditi daun bawang pada saat itu mengalami pengkatan harga dan permintaan, sehingga msaingmasing lembaga pemasaran yang terlibat mngalami dampak pemasukan yang signifikan, bahkan untuk memenuhi permintaan terdapat responden pedagang besar yang mencari pasokan daun bawang sampai ke tingkat petani. Sehingga petani mendapat keuntungan yang meningkat mepunyai komoditas permintaanya baik menjadikan petani lebih mengutamakan pedagang yang ingin membeli dun bawangnya. Tetapi karena PPK dan petani memilki ikatan yang kuat vdan petani berlangganan dengan PPK daun bawang yang telah banyak diminati pada saat itu dikumpulkan ileh pedagan pengumpul dan pedagang pengumpuil memilki peranan yang tinggi. Sistem pembayaran hutang adalah pembayaran yang terjadi setelah barang laku terjual. Sistem ini terjadi jika terdapat hasil panen produk tidak diminati oleh PPK sehingga petani dengan sukarela menitipkan ke PPK untuk dijual. Pada saat pengambilan sampel tidak terjadi Karena komoditas daun bawang sedang mengalami peningkatan harga dan permintaan Kerjasama Antar Lembaga Pemasaran Kerjasama antara lembaga pemasarn yang terjadi mulai dari tingkat petani sampai pedagang pengecer untuk komoditi daun bawang samapi dengan

86 pengambilan sampel terintregasi dengan baik. Pelaku pelaku kelembagaan sudah menjalin kerjasama yang terjalin lama dan baik. Petani berlangganan dengan PPK, hak tersebut dilakukan untuk meringankan pembiayaan yang disebabkan oleh pengangkutan dan proses pencarian pasar. PPK dengan pedagang besar adalah PPK menjadikan pedagangbesar tujuan urtama dalam pemasaran baik pedagang besar yang teregristasi di STA maupun pedagang besar yang independen. Terkadang pedagang besar yang membuka usaha sendiri adalah bagian dari anggota atau kepengurusan STA. Kerjasama yang berjalan baik terkadang mengalami kendala seperti yang terjadi saat masalah pembayaran yang menunda. Hal tersebut sedang menjadi isu yang sedang dicari solusi untuk pemecahannya. Lembaga-lembaga pemasaran di Kecamatan Pacet lebih terorganisasi, dengan begitu memudahkan dalam pengambilan sampel antara petani, pedagang pengumpul dan pedagang besar yang merupakan satu anggota dalam kelompok tani dan kelompok tani tersebut membantuk kelembagaan GAPOKTAN. 6.6 Keragaan Pasar Analisis Margin Tataniaga Analisis margin tataniaga dilakukan untuk mengetahui efisiensi tataniaga suatu produk dari suatu sistem tataniaga. Marjin tataniaga adalah perbedaan harga yang terjadi di setiap lembaga pemasaran. Besar marjin tataniaga ditentukan oleh besarnya biaya dan keuntungan tataniaga yang terjadi di setiap lembaga tataniaga yang terlibat. Marjin pemasaran dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap lembaga pemasaran atau perbedaan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan konsumen akhir. Besar marjin yang terjadi untuk komoditas daun bawang di Kecamatan Pacet dapat dilihat pada Lampiran 1. Analisis marjin tataniaga terdiri dari komponen-komponen pemasaran antara lain biaya dan keuntungan pemasarn. Biaya pemasaran merupakan biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran dalam memasarkan komoditas daun bawang. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran meliputi biaya tenaga kerja, biaya transportasi, biaya pengemasan, retribusi, penyusutan dan bongkar muat. Keuntungan pemasaran adalah selisih

87 antara harga jual dengan harga beli yang telahditambahakan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran tersebut Berdasarkan lampiran 1 marjin terbesar terdapat pada saluran IV yaitu sebesar Rp dengan volume penjualan rata-rata sebesar kilogram per hari, hal ini disebabkan karena pada saluran IV merupakan salah satu saluran terpanjang dari empat saluran seperti I, II. Dan III selain itu pada saluran IV memiliki atau melibatkan lembaga pengecer seperti supermarket. Supermarket adalah lembaga pemasaran dengan bentuk pasar yang memiliki karakteristik berbeda dari pasar lokal yaitu dari segi produk dan harga, produk yang di terima adalah produk yang berkualitas (telah tersortir tanpa cacat dan berpenampilan baik) serta harga yang diterima lebih tinggi baik pada saat membeli dan menjual. Karakteristik supermarket menyebabkan terjadinya perbedaan nilai margin yang diterima tiap saluran pemasaran daun bawang, hal ini dikarenakan selisih margin yang terjadi di lembaga pemasaran di saluaran IV yang bekerjasama dengan supermarket memperoleh margin yang besar untuk lembaga pemasaran pedagang besar di saluran IV yaitu sebesar Rp dan di tingkat pengecer supermarket yang terjadi adalah sebesar Rp Pengiriman daun bawang ke supermarket terdapat di saluran II tetapi dibandingkan dengan saluran IV nilai margin yang terjadi di saluran IV lebih besar dibandingkan saluran II karena lembaga-lenbaga yang terlibat di saluran IV lebih banyak yaitu petani, PPK, pedagang besar dan pedagang pengecer, sedangkan di saluran II jalur lembaga yang terjadi tidak melibatkan PPK sehingga total margin yang terjadi lebih kecil dibandingkan saluran IV dengan selisih sebesar Rp Margin pemasaran terbesar untuk saluran yang melibatkan pengecer lokal terjadi pada saluran I dan IV sebesar Rp 2.500, kedua saluran tersebut melibatkan banyak lembaga dalam proses pendistribusiannya yaitu petani, PPK, pedagang besar dan pedagang pengecer. Besar marjin pemasaran yang dihasilkan untuk tiap saluran pemasaran ditentukan oleh panjang dan pendeknya rantai pemasaran dan pengambilan nilai marjin dari selisih yang dihasilkan oleh nilai harga jual dan harga beli di setiap lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat. Biaya pemasaran tertinggi terjadi pada saluran pemasaran IV yaitu sebesar Rp 913 per kilogram, hal ini disebabkan karena pada saluran IV daun bawang

88 yang terdistribusi melibatkan banyak lembaga sehingga masing-masing lembaga melakukan fungsi-fungsi tataniaga yang mebutuhkan biaya. Lembaga pemasaran yang terlibat dalam seluran pemasaran IV yaitu petani, PPK, pedagang besar dan pedagang pengecer yang terdiri dari pengecer supermarket dan pengecer lokal, saluran pemasaran yang memiliki lembaga pemasaran panjang selain saluran IV adalah saluran satu dengan biaya sebesar Rp. 243 namun yang membedakannya adalah pasar yang dituju serta perlakukannya terhadap daun bawang (sortir atau tanpa sortir) yang dilakukan oleh pedagang besar. Pada saluran II dan III biaya pemasaran yang dikeluarkan seb esar Rp 468 dan Rp 270 per kilogram. Berdasarkan biaya yang di keluarkan maka saluran ke III memilki biaya yang terkecil dan memilki selisih dengan saluran yang memilki margin terbesar yaitu saluran empat yaitu sebesar Rp 639, hal ini dikarenakan pada saluran ke III petani melakukan penjualan langsung ke pedagang pengecer yang mengakibatkan biaya-biaya seperti biaya yang tercantum dalam fungsi pemasaran yaitu fungsi fasilitas, fisik, dan pertukaran saluran pemasaran ketiga lebih kecil. Produk daun bawang yang terkirim melalui pedagang besar akan melakukan fungsi-fungsi tataniaga yang mempengaruhi nilai biaya pada masing-masing saluran dan selain itu, untuk saluran tiga tidak melakukan pengiriman ke supermarket seperti yang terjadi pada saluaran lain khususnya saluran II dan IV. Maka dari pernyataan diatas besarnya biaya pemasaran dipengaruhi oleh dua faktor yaitu panjang lembaga saluran yang dilalui, dan lokasi serta pasar yang dituju produk daun bawang. Keuntungan pemasaran terbesar terdapat pada saluran pemasaran IV yaitu sebesar Rp 8.591, hal ini disebabkan karena saluran IV merupakan salah satu jalur pemasaran daun bawang yang terpanjang dalam mendistribusikan produknya ke konsumen akhir. Keuntungan pemasaran ini terjadi karena pada saluran terseb ut terjadi keuntungan yang besar pada proses pengambilan keuntungan yang dilakukan pedagang besar yang mendistribusikan daun bawang ke supermarket yaitu sebesar Rp 7.000, keuntungan yang terjadi di saluran IV sebesar Rp juga terjadi pada sluran II yaitu pedagang besar yang mendistribusikan daun bawang ke supermarket tetapi nilai keuntungan total dari saluran tersebut lebih kecil dibandingkan sauran IV, total keuntungan pada saluran II yaitu sebesar Rp

89 8.041, hal tersebut terjadi karena jalur distribusi yang terjadi di saluran II lebih pendek dibandingkan saluran IV. Keuntungan terkecil terdapat pada saluran pemasaran tiga yaitu sebesar Rp 693, pada saluran ini petani menjual langsung hasil daun bawang ke pasar Farmer s Share Bagian yang diterima petani (farmer s share) merupakan perbandingan harga yang diterima petani daun bawang di Kecamatan Pacet dengan harga yang dibayar konsumen. Bagian yang diterima petani dinyatakan dalam persentase. Farmer s share sering digunakan sebagai indikator dalam mengukur kinerja suatu sistem tataniaga, tetapi farmer s share yang tinggi tidak mutlak menunjukkan bahwa pemasaran berjalan dengan efisien. Hal ini berkaitan dengan besar kecilnya manfaat yang ditambahkan pada produk (added value) yang dilakukan lembaga perantara untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Farmer s share yang diterima petani pada saluran tataniaga daun bawang di Kecamatan Pacet dapat dilihat pada Tabel 12 berikut Tabel 12. Farmer s Share Pada Saluran Tataniaga Daun Bawang di Kecamatan Pacet Saluran pemasaran Harga ditingkat petani (Rp per kilogram) Keterangan : * Harga yang terjadi di tingkat supermarket Harga ditingkat konsumen (Rp per kilogram) Farmer s Share (%) Saluran I Saluran II & 19960* 76 & 25 Saluran III Saluran IV & * 61 & 20 Farmer s share berhubungan negatif dengan marjin tataniaga artinya semakin tinggi margin tataniaga maka bagian yang akan diterima petani semakin rendah. Pada Tabel 12, menunjukkan bahwa bagian terbesar yang diterima petani terdapat pada saluran tiga sebesar 88 persen, karena petani bertindak sabagai pedagang pengecer. Pada saluran tataniaga pertama hasil farmer s share sebesar 61 persen dari total harga yang dijual oleh petani, sedangkan pada saluran kedua

90 dan keempat memilki atau menghasilkan farmer s share yang berbeda, hal ini dikarenakan pada tingkat pedagang pengecer terdapat dua pasar yag dituju yaitu pasar lokal dan pasar supermarket. Saluran II farmer s share yang dihasilkan adalah sebesar 76 persen untuk pasar lokal dan 25 persen berasal dari supermarket. Pada saluran IV petani menghasilkan farmer s share dipasar lokal sebesar 61 persen dan pasar supermarket sebesar 20 persen. Perbedaan penerimaan farmer s share di tingkat pedagang pengecer berupa pasar yang dituju adalah harga yang dijual pada pasar supermarket lebih mahal sebesar 4,5 kali lipat dari harga yang dijual oleh petani, tinggnya harga disebabkan oleh produk daun bawang yang dijual sudah disortir dan dikemas dengan baik serta menarik konsumen dan konsumen yang dituju adalah konsumen kelas menengah ke atas Rasio Keuntungan dan Biaya Tingkat keuntungan pada setiap lembaga pemasaran tersebar tidak merata, penyebaran keuntungan pada setiap lembaga tataniaga dapat diukur melalui analisis rasio keuntungan dan biaya. Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran daun bawang di Kecamatan Pacet. Sedangkan keuntungan pemasaran yang terjadi disetiap lembaga merupakan selisih marjin pemasaran dengan biaya yang dikeluarkan selama proses pemasaran daun bawang. Besarnya rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga tataniaga pada setiap saluran tataniaga dapat dilihat pada Tabel 13.

91 Tabel 13. Rasio keuntungan dan biaya untuk setiap saluran pemasaran yang ada Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur Lembaga Pemasaran Petani Li Saluran pemasaran Ci 213 Rasio Li/Ci Pedagang Pengumpul Kebun (PPK) Li Ci Rasio Li/Ci 11,7 1,7 Sub Terminal Agribisnis (STA) Li 605 Ci 95 Rasio Li/Ci 6,4 Pedagang besar a) Tanpa sortir Li Ci Rasio Li/ Ci 3,5 3,3 3,1 b) sortir Li Ci Rasio Li/Ci 20,54 16,4 Pedagang pengecer Li Ci ,4 Rasio Li/Ci 8, ,16 56,5 Total Li Ci ,4 Rasio Li/Ci 7,3 17 2,6 9,44 Sumber : Wawancara petani yang di olah Keterangan : Ci : Biaya pemasaran untuk tiap lembaga pemasaran, Li : Keuntungan lembaga pemasaran Berdasarkan Tabel 13 pada saluran pemasaran I diketahui bahwa biaya yang dikeluarkan lembaga tataniaga daun bawang sebesar Rp 300 per kilogram. Biaya terbesar ditanggung oleh Sub Terminal Agribisnis (STA) yaitu sebesar Rp 95 dan biaya pemasaran terendah ditanggung oleh pedagang pengumpul kebun (PPK) yaitu sebesar Rp 63 per kilogram. Pada saluran I ini petani tidak mengeluarkan biaya dalam proses pemasarannya. Biaya besar yang dikeluarkan oleh pedagang besar karena perlakuan pembiayaan yang cukup banyak dilakukan oleh pedagang besar dan pengiriman ke lokasi tujuan pasar yang cukup luas

92 sehingga mebutuhkan biaya untuk proses pengangkutan menuju pasar. Keuntungan terbesar diperoleh oleh pedagang pengumpul kebun (PPK) yaitu sebesar Rp 737 per kilogram. Pada saluran II, total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 473 per kilogram. Biaya pemasaran pada saluran II dilakukan oleh pedagang besar dan pedagang pengecer, diantara kedua lembaga pemasaran yang terlibat pada saluran II pedagang besar yang lebih banyak mengeluarkan biaya karena pedagang besar melakukan perlakuan biaya yang lebih banyak dibandingkan pebngecer. Khusunya dalam proses pengangkutan. Pedagang besar yang mengirimkan daun bawang ke dua jenis pengecer, pengecer lokal dan supermarket, pedagang besar yang melakukan pengiriman ke supermarket melakukan pembiayaan yang cukup besar karena melakukan proses penyortirtan dan pengemasan, biaya yang dikeluarkan oleh pedagang besar yang mengirimkan daun bawang ke supermarket yaitu sebesar Rp 325 per kilogram. Keuntungan terbesar pada saluran II didapat oleh pedagang besar yaitu sebesar Rp per kilogram yang mengirimkan daun bawang ke pasar supermarket dan dalam prosesnya mengeluarakan biaya sortir dan pengemasan untuk menambah added value. Pada saluran pemasaran III, total biaya yang dikeluarkan petani dengan pedagang pengecer adalah sebesar Rp 270. Saluran pemasaran ketiga ini merupakan saluran pemasaran dimana petani melakukan pemasaran secara langsung ke pedagang pengecer. Keuntungan yang terjadi pada saluran III adalah sebesar Rp 693 per kilogram. pada saluran ini keuntungan yag diperoleh petani dan pedagang pengecer relatif sama karena petani sendiri yang berperan sebagai pedagang pengecer. Pada saluran pemasaran IV total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 910,4 per kilogram, saluran pemasaran IV merupakan saluran yang terbesar untuk total biaya pemasaran dibandingkan dengan saluran lain, nilai biaya pada saluran IV memiliki nilai terbesar karena lembaga lembaga yang terlibat pada saluran pemasaran ini cukup banyak dan lembaga-lembaga yang terlibat pada saluran IV melakukan fungsi-fungsi tataniaga yang memerlukan biaya, contohnya lembaga pedagang besar di saluran IV yang melakukan proses fungsi tataniaga berupa sortasi dan pengemasan untuk pengiriman daun bawang ke pengecer supermarket,

93 biaya yang terjadi di pedagang besra yang melakukan pengiriman ke supermarkat adalah yang terbesar disaluran ini yaitu sebesar Rp 403 per kilogram. Biaya terkecil pada saluran IV terjadi ditingkat pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 17,4, hal tersebut terjadi karena biaya-biaya yang dilakukan pedagang pengecer lebih sedikit sehingga mempengaruhi nilai biaya di tingkat pedagang pengecer pada saluran empat. Keuntungan yang terjadi pada saluran IV merupakan nilai keuntungan yang terbesar diantara saluran lain yaitu sebesar Rp dan dari lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat pada saluran empat keuntungan terbesar terjadi di tingkat pedagang besar yang mengirim daun bawang ke supermarket, yaitu mempeoleh keuntungan sebesar Rp Peninjauan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran suatu saluran dikatakan efisien apabila penyebaran nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada masing-masing lembaga pemasaran merata. Artinya setiap satu satuan rupiah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran akan memberikan keuntungan yang tidak jauh beda dengan lembaga pemasaran lainnya yang terdapat pada saluran tersebut. Pada Tabel 13, bahwa nilai total dari rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran daun bawang yang ada di Kecamatan Pacet terbesar pada saluran II yaitu sebesar 17. Maka untuk setiap 1 satuan rupiah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran akan menghasilkan keuntungan sebesar 17 rupiah. Rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran terbesar ditingkat lembaga pemasaran terjadi pada tingkat pedagang pengecer saluran IV sebesar 56,5 dan terkecil pada saluran IV sebesar 1,7. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa saluran pemasaran yang memiliki rasio Li/Ci adalah saluran kedua sebesar 17 persen, hal ini dikarenakan volume penjualan pada saluran ke dua lebh besar dibandingkan ketiga saluran lainnya Efisiensi Pemasaran Efisiensi pemasaran merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu pemasaran. Efisiensi pemasaran dapat tercapai apabila system pemasaran yang ada telah memberikan kepuasan terhadap pelaku-pelaku pemasaran seperti petani, pedagang pengecer, pedagang besar dan konsumen akhir. Selain itu salah satu indicator atau alat analisis yang dapat digunakan untuk mengukur efisiensi

94 diantaranya adalah dapat dilihat dari pola saluran pemasaran yang terbentuk, berjalannya fungsi-fungsi pemasaran, strutur pemasaran, strultur pasar, dan keragaan pasar. Efisiensi pemasaran daun bawang dapat dilihat dengan membandingkan total biaya yang dikeluarkan, penerimaan petani berdasarkan harga yang dijual di lembaga terakhir, dan margin. di bawah ini adalah Tabel 14. Nilai Efisiensi Pemasaran pada Masing-masing Pola Pemasaran Daun Bawang di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur (per kilogram). Tabel 14. Nilai Efisiensi Pemasaran pada Masing-masing Pola Pemasaran Daun Bawang di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur (per kilogram) Saluran Pemasaran Total harga Total biaya (Rp per kilogram) Margin (%) FS Li/Ci Volume (kg) I ,5 61 7, II * III ,1 88 2, IV * 910,4 26,9 15 9, Keterangan : *) : Total harga dari penjumlahan pasar supermarket dan lokal Berdasarkan Tabel 14 untuk mengetahui saluran pemasaran daun bawang di Kecamatan Pacet yang paling efisien dapat ditinjau dari beberapa langkah analisis terhadap pola pemasaran daun bawang yang terjadi di wilayah Pacet diantaranya ; 1). Mengetahui nilai margin yang terjadi di setiap saluran pemasaran yang terdiri dari lembaga pemasaran yang terlibat pada saluran tersebut. Pada saluran II memilki nilai margin terbesar, tetapi hal tersebut belum menentukan bahwa saluran II dapat dikatakan efisien karena pada saluran II penyebaran margin yang terjadi tidak merata terhadap lembaga pemasaran yang terlibat pada saluran tersebut. Margin terjadi dengan mengetahui nilai biaya dan keuntungan, pada saluran II terjadi ketidakseimbangan pada pengambilan keuntungan yang dilakukan oleh pedagang besar. 2). Mengetahui nilai farmer s share pada setiap pola saluran pemasaran yang terlibat, berdasarkan Tabel 14 farmer s share tertinggi terdapat pada saluran III sebesar 88 persen tetapi hal ini belum menjadi indikator saluran pemasaran tersebut efisien, karena pada saluran III lembaga

95 pemasaran yang dilibatkan terlampau sedikit dan dilihat dari segi volume yang dipasarakan pada saluran tiga rendah. Disamping itu pada saluran II tidak mendatangkan manfaat terhadap penambahan nilai guna dari produknya sendiri jika dialurkan langsungke pasar, untuk menambah nilai guna dari suatu produk dalam saluran tataniaga dapat dilakukan berbagai fungsi-fungsi tataniaga yang dapat menambah manfaat bagi setiap lembaga pemasaran yang terlibat dari alur tataniaga daun bawang tersebut. 3). Penyebaran nilai rasio Li/Ci yang merata. Dari Tabel 15 nilai terhadap rasio Li/Ci menunjukan saluran II tertinggi dalam perolehan rasio Li/Ci sebesar 17 persen, tetapi belum dapat dikatakan efisien karena penyebaran terhadap lembaga pemasaran yang terlibat tidak merata, terjadi ketimpangan dalam hal pengeluaran biaya dan pengambilan keuntungan dari masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat. Berdasarkan Tabel 13 maka, secara operasional dari empat pola saluran tataniaga yang ada saluran tataniaga I lebih efisien jika ditinjau dari penyebaran margin yang merata di setiap lembaga pemasaran yang terlibat dan dilihat dari penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya (Li/Ci ratio) pada masing-masing lembaga pemasaran tersebar merata, dengan demikian meratanya penyebaran (Li/Ci ratio) serta marjin pemasaran secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien.

96 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Saluran tataniaga daun bawang di Kecamatan Pacet melibatkan beberapa lembaga pemasaran yang dimulai dari petani, pedagang pengumpul kebun (PPK), Sub Terminal Agribisnis (STA), pedagang besar/grosir sampai pedagang pengecer. Dari masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses alur tataniga daun bawang sampai ke konsumen terdapat empat pola saluran pemasaran, yang masing lembaga pemasaran tersebut menghadapi proses alur tataniaga yang berbeda yang dapat dilihat berdasarkan fungsi-fungsi pemasaran, struktur, perilaku pasar dan keragaan pasar. Fungsi fungsi yang dilakukan oleh lembaga lembaga pemasaran yang terlibat meliputi fungsi fisik, fungsi pertukaran dan fungsi fasilitas yang sudah dilakukan cukup baik, namun belum tepat dilakukan oleh petani. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani, PPK dan pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna, sedangkan struktur pasar yang dihadapi STA dan pedagang besar cenderung mengarah ke pasar oligopoly. Perilaku pasar yang dihadapi dalam praktek penjualan dan pembelian telah menjalin kerjasama yang erat dan cukup baik antara lembaga pemasaran. 2. Hasil analisis terhadap sistem tataniaga daun bawang di Kecamatan Pacet menunjukkan bahwa sebaran marjin keuntungan dan marjin biaya yang ditanggung oleh masing-masing lembaga pemasaran berbeda-beda sesuai dengan fungsi pemasaran yang telah dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran. Marjin terbesar terdapat pada saluran IV dan terkecil pada saluran III. Secara operasional dari empat pola saluran tataniaga yang ada saluran tataniaga I lebih efisien jika ditinjau dari penyebaran margin yang merata di setiap lembaga pemasaran yang terlibat dan dilihat dari penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya (Li/Ci ratio) pada masing-

97 masing lembaga pemasaran tersebar lebih merata dibandingkan saluran pemasaran lain, dengan demikian meratanya penyebaran (Li/Ci ratio) serta margin pemasaran secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien. 7.2 Saran Berdasarkan hasil peneltian sistem tataniaga daun bawang di Kecamatan Pacet, hal yang perlu diperhatikan dan diperbaiki dalam upaya meningkatkan produksi daun bawang untuk mendukung kegiatan tataniaga daun bawang di Kecamatan Pacet yaitu ; Saluran yang sebaiknya ditingkatkan adalah saluran satu dimana peran Sub Terminal Agribisnis (STA) memilki peran yang sangat menentukan dalam hal pendistribusian daun bawang mulai dari produsen sampai konsumen akhir. Dalam hal pemberian keuntungan bagi petani STA dapat memberikan harga beli yang pantas terhadap PPK yang mengirim daun bawang ke STA sehingga pembagian keuntungan yang akan dilakukan PPK terhadap lembaga di bawahnya yaitu petani dapat menerima hasil dari daun bawangnya dengan harga yang setimpal. Sedangkan kerjasama dengan pedagang besar dapat ditingkatkan dengan pencarian informasi pasar dan ketersediaan pasokan.

98 DAFTAR PUSTAKA Asmarantaka, Ratna W Pemasaran Produk-produk Pertanian dalam Bunga Rampai Agribisnis Seri Pemasaran. Editor Nunung Kusnadi, dkk. IPB Press. Bogor. Badan Pusat Statistika Kondisi Subsektor Hortikultura terhadap Produk Domestik Bruto dari Tahun Jakarta. Cahyono, Bambang Seri Budidaya Daun Bawang. Kanisius. Yogyakarta. Dahl, Dale C. and Hammond J. W Market and Price Analysis. The Agricultural Industries. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York. Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Komoditas Unggulan Kabupaten Cianjur Tahun Cianjur. Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura, Departemen Pertanian Data Produksi Sayuran di Indonesia dari Tahun (Ton). Jakarta. Ekawati, Lisa Analisis Usahatani dan Pemasaran Nenas Bogor. Skripsi. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hasniah Analisis sistem dan Efisiensi Tataniaga Komoditas Pepaya sayur. Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Kantor Kecamatan Pacet Monografi Daerah Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur. Kohls, Richard, Joseph and Uhl Marketing of Agricultuiral Products, Purdue University. Macmilan Publishing Company. New York Kotler, Philip manajemen Pemasaran jilid I dan II. Edisi Milenium. Prenhalindo. Jakarta. Lestari, Muji Analisis Tataniaga Bengkuang. Skripsi. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Limbong dan Sitorus Pengantar Tataniaga Pertanian (Bahan Kuliah Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian). Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lipsey and Courant et all Economics. Harper and Row. New York.

99 Nurliah, Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Cabai Merah Keriting di Desa Sindangmekar, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor; Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Papas and Hirschey Ekonomi Manajerial jilid-iii. Wijaya, D, Penerjemah: Jakarta: Bina Rupa Aksara. Terjemahan dari: Manajerial Economics. Rachma M (2008) Efisiensi Tatniaga Cabai Merah. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Saefuuddin dan Hanafiah Tataniaga Hasil Pertanian. Jakarta: UI-Press. Sentra Produksi PIP Cipanas, Data Pengiriman Daun Bawang Tahun Kabupaten Cianjur Sihombing, A.S Analisis Sistem Tataniaga Nenas Bogor (Studi Kasus di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor). Skripsi. Bogor: Fakultas Ekonomi Manajemen Institut Pertanian Bogor. Simamora, Sahat R Analisis Sistem Tataniaga Pisang. Skripsi. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Soekartawi. Dkk Ilmu Usahatani. Jakarta. Universitas Indonesia: UI-press. Sudiyono dan Armand Pemasaran Pertanian, cetakan ke-ii. Malang: UMM-Press. Swastha, B Saluran Pemasaran. Yogyakarta: BPFE-UGM. Wagiono, Yayah K Pemasaran Produk-produk Pertanian dalam Bunga Rampai Agribisnis Seri Pemasaran. Editor Nunung Kusnadi, dkk. IPB Press. Bogor.

100 LAMPIRAN

101 Lampiran 1, Panduan kuisioner KUISIONER PENELITIAN TATANIAGA DAUN BAWANG KECAMATAN PACET, KABUPATEN CIANJUR Kuisioner ini digunakan sebagai sumber data primer dalam rangka penyusunan skripsi (penelitian) yang berjudul Analisis Sistem Tataniaga Daun Bawang (Studi Kasus Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) Oleh Dhimas Satria Sakti Wira Utama (H ), Program Ekstensi Agribisnis, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor Kuisioner untuk petani No. Responden : 1. Nama petani : 2. Alamat : 3. Jenis kelamin : 4. Umur : 5. Pendidikan : 6. Pekerjaan Utama : 7. Pekerjaan sampingan : 8. Pengalaman Bertani Daun Bawang : 9. Luas lahan yang diusahakan : 10. Status pengusahaan lahan : 11. Jumlah produksi/panen : 12. Dari mana informasi mengenai harga diperoleh : 13. Bagaimana menentukan harga jual : 14. Kegiatan penjualan : Lembaga tataniaga Harga jual(rp/kg) Jumlah penjualan Sistem pembayaran 15. Apakah kesulitan yang dihadapi dalam sistem tataniaga daun bawang? 16. Adakah kerjasama antara petani dengan pedagang atau pihak lain jika ya, a. Kerjasama dilakukan dalam hal? b. Sudah berapa lama kerjasama dilakukan? c. Dengan siapa/pihak yang bekerjasama?

102 17. Adakah biaya yang dikeluarkan pada saat memasarkan daun bawang, jika dipasarkan langsung atau melalui lembaga pemasaran tertentu?

103 Kuisioner untuk pedagang No. Responden : 1. Nama pedagang : 2. Alamat : 3. Umur : tahun 4. Pendidikan terakhir : 5. Pekerjaan utama : 6. Pekerjaan sampingan : 7. Berdagang daun bawang sebagai : (1) Pedagang pengumpul (2) Pedagang besar/grosir (3) Pedagang pengecer (4) 8. Apakah anda melakukan kegiatan pembelian? Petani Harga beli (Rp/kg) Jumlah pembelian/kg Sistem pembayaran 9. Bagaimana sifat produk yang dilakukan? (borongan/bertahap) 10. Berapa jumlah petani yang menjadi pelanggan anda saat ini? 11. Apakah anda menggunakan kegiatan penjualan? Lembaga tataniaga Harga jual (Rp/kg) Jumlah pembelian/kg Sistem pembayaran Pasar yang dituju 12. Apakah anda menjual jenis komoditi laiinya?

104 13. Apakah anda mempunyai tempat tersendiri untuk menjual? a. Biaya tenaga kerja =Rp b. Biaya pengangkutan =Rp c. Biaya pengemasan =Rp d. Biaya penyimpanan =Rp e. Biaya penyusutan =Rp f. Biaya bongkar muat =Rp g. Biaya sortasi =Rp h. Retribusi =Rp i. Lain-lain = Rp 14. Apakah anda menerapkan suatu standarisasi?... Jika ya dalam bentuk apa? Bagaimana menetukan harga jual? 16. Darimana informasi mengenai harga yang diperoleh? 17. Berapa lama pengalaman yang anda miliki dalam tataniaga daun bawang? 18. Apakah anda dapat bebas keluar masuk pasar? 19. Apakah anda menanggung biaya resiko dari kegiatan penjualan? 20. Apakah terdapat kesulitan dalam tataniaga daun bawang?jika ya, a. apa kesulitan dalam membeli produk? b. apa kesulitan dalam menjual produk?

105 A. TATA CARA PEMBELIAN No. Uraian No. Uraian 1. Cara Pembelian : 5. Cara Perolehan Informasi Harga (.) Bebas (.) Sesama pedagang (.) Kontrak (.) Media massa 2. Cara Pembayaran : (.) Kelompok tani (.) Tunai (.) Lainnya (.) Dibayar dimuka 6. Alasan Membeli Pada Sumber (.) Dibayar sebagian (.) Harga lebih murah (.) Hutang (.) Barang lebih bagus 3. Cara Penyerahan : (.) Lokasi mudah dijangkau (.) Ditempat pembeli (.) Langganan (.) Ditempat penjual (.) Lainnya 4. Cara Penentuan Harga (.) Ditentukan petani (.) Ditentukan pedagang (.) Ditentukan pemerintah (.) Tawar-menawar B. HAMBATAN DAN MASALAH DALAM PEMBELIAN No Masalah Keterangan 1 Harga beli terlalu mahal (.) Ya (.) Tidak 2 Harga berfluktuasi (.) Ya (.) Tidak 3 Ketersediaan barang tidak kontinu (.) Ya (.) Tidak 4 Sarana jalan buruk (.) Ya (.) Tidak 5 Fasilitas transportasi tidak mendukung (.) Ya (.) Tidak 6 Peraturan pemerintah tidak jelas (.) Ya (.) Tidak 7 Adanya pungutan liar (.) Ya (.) Tidak 8 Keterbatasan tenaga terampil (.) Ya (.) Tidak 9 Kurangnya tenaga pemasaran (.) Ya (.) Tidak 10 Kualitas produk jamur beragam (.) Ya (.) Tidak 11 Keterbatasan modal (.) Ya (.) Tidak 12 Lain-lain:......

106 C. TATA CARA PENJUALAN No. Uraian No. Uraian 1. Cara Penjualan : 4. Cara Penentuan Harga (.) Bebas (.) Ditentukan pedagang (.) Kontrak (.) Ditentukan konsumen 2. Cara Pembayaran : (.) Ditentukan pemerintah (.) Tunai (.) Tawar-menawar (.) Dibayar dimuka 5. Cara Perolehan Informasi Harga (.) Dibayar sebagian (.) Sesama pedagang (.) Hutang (.) Media massa 3. Cara Penyerahan barang : (.) Kelompok tani (.) Ditempat pembeli (.) Lainnya (.) Ditempat penjual

107 Lampiran 2. Analisis Marjin Tataniaga Daun bawang Pada Tiap Saluran Pemasaran di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur per kilogram Unsur marjin Saluran I Saluran II Saluran III Saluran IV Rp/kg % Rp/kg % Rp/kg % Rp/kg % 1.Petani Harga jual , , , Biaya pemasaran , Pedagang Pengumpul Kebun (PPK) Harga beli , Biaya pemasaran 63 1, Harga jual , Margin , Keuntungan , Sub Terminal Agribisnis (STA) Harga beli ,8 Biaya pemasaran 95 1,5 Harga jual ,6 Margin ,8 Keuntungan 605 9,3 4.Pedagang Besar a) tanpa sortir Harga beli , , Biaya pemasaran 66 1, , Harga jual , , Margin 300 4, , Keuntungan 234 3, , b) sortir Harga beli , Biaya pemasaran 325 1, Harga Jual 12 60, Margin 7 35, Keuntungan , Pedagang Pengecer a) lokal Harga beli , , , Biaya pemasaran 76 1, ,3 57 0,8 17,4 0 Harga jual , , Margin , , , Keuntungan 624 9, , , b) supermarket Harga beli , Harga jual Ket Pasar Lokal Supermarket (sortir)

108 Margin , Total biaya pemasaran 300 4, , , ,5 Total keuntungan , , , ,3 Total margin , , , ,9 Li/Ci 7,3 17,0 2,6 9,4

109 Lampiran 3. Biaya Pemasaran Daun Bawang yang dikeluarkan Setiap Lembaga Pemasaran pada Saluran 1 Biaya pemasaran Rp/3.000kg* Pedagang pengumpul Kebun (PPK) Biaya tenaga kerja Biaya pengangkutan Biaya pengemasan Total biaya (3.000 kg) Biaya/kg 63,33 Sub Terminal Agribisnis (STA) Biaya tenaga kerja Biaya pengangkutan Biaya pengemasan Bongkar muat Retribusi Total Biaya (3.000 kg) Biaya/kg 95 Pedagang besar Biaya tenaga kerja Biaya pengangkutan Biaya pengemasan Bongkar muat Retribusi Penyusutan 5 kg Total Biaya (3.000 kg*) Biaya/kg 65,8 Pedagang pengecer (2pasar) a) Lokal Cianjur Bongkar muat Retribusi Total Biaya (1.000kg) Biaya/kg 40 b) Lokal Bogor-jakarta Bongkar muat Retribusi Total Biaya (2.000 kg) Biaya/kg 36 Total biaya 2 pasar Biaya 2 pasar 76 Total biaya pemasaran 300,17 Ket : *) Jumlah volume kg berasal dari informasi STA berdasarkan pengambilan dari ppk. - Pedagang pengecer adalah 4 responden berdasarkan informasi dari pedagang besar.

110 Lampiran 3. Biaya Pemasaran Daun Bawang yang dikeluarkan Setiap Lembaga Pemasaran pada Saluran2 (lanjutan) Biaya pemasaran Rp7.000/kg* Petani Biaya pengangkutan Total biaya (1.200 kg) Biaya/kg 14 Pedagang besar a) sortir Biaya tenaga kerja Biaya pengangkutan Biaya Sortir Biaya pengemasan Bongkar muat Retribusi Penyusutan 2 kg Total Biaya (2.000kg) Biaya/kg 325 b) tanpa sortir Biaya tenaga kerja Biaya pengangkutan Biaya Sortir 0 Biaya pengemasan Bongkar muat Retribusi Penyusutan 2 kg 0 Total Biaya (5.000kg) Biaya/kg 115 Pedagang pengecer a) Lokal Bongkar muat Retribusi Total Biaya (5.000kg) Biaya/kg 20 Total biaya pemasaran 474 Ket : * Jumlah volume berdasarkan informasi dari pedagang besar terhadap pengiriman ke pedagang pengecer.

111 Lampiran 3. Biaya Pemasaran Daun Bawang yang dikeluarka Setiap Lembaga Pemasaran Pada Saluran 3 (Lanjutan) Biaya Pemasaran Rp300/kg* a) Lokal Biaya pengangkutan Biaya pengemasan Retribusi Penyusutan1 kg Total Biaya (300kg) Biaya/kg 213 Pedagang pengecer Retribusi Penyusutan1 kg Total Biaya (300kg) Biaya/kg 57 Total Biaya pemasaran 270 Ket : Volume 300 kg berdasarkan rata-rata pengiriman petani yang memasarkan daun bawang langsung ke pengecer.

112 Lampiran 3. Biaya Pemasaran Daun Bawang yang dikeluarkan Setiap Lembaga Pemasaran Pada Saluran 4 (Lanjutan) Biaya pemasaran Rp/3.100kg* Pedagang Pengumpul Kebun (PPK) Biaya tenaga kerja Biaya pengangkutan Biaya pengemasan Total biaya (517 kg) Biaya/kg 368 Pedagang besar a) Sortir Biaya tenaga kerja Biaya pengangkutan Biaya Sortir Biaya pengemasan Bongkar muat Retribusi Penyusutan2 kg Total Biaya (800kg) Biaya/kg 403 b) Tanpa Sortir Biaya tenaga kerja Biaya pengangkutan Biaya pengemasan Bongkar muat Retribusi Penyusutan2 kg Total Biaya (2.300kg) Biaya/kg 122 Pedagang pengecer a) Lokal Retribusi Total Biaya (2.300kg) Biaya/kg 17,4 Total biaya pemasaran 909,1 Ket : Volume kg berdasarkan pengiriman yang dilakukan pedagang besar ke pedagang pengecer

113 No Lampiran 4. Petani Responden di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Tahun 2010 Nama Petani Responden Umur (Tahun) Pendidikan Luas Lahan (Ha) Pengalaman (Tahun) Status Kepemilikan Lahan Volume Penjualan (kg) Saluran 1 Mus 42 SD 0,6 10 Sewa 500 PPK & Langsung 2 Wardoyo 50 Tidak sekolah 0,36 10 Sewa 350 PPK 3 Atang 70 Tidak sekolah 0,8 10 Sewa 700 PPK 4 Sana 46 SMP 1,8 3 Sewa PPK 5 Asep Maliki 48 SD 1,5 10 Milik sendiri PPK & P.Besar 6 Asep Kardi 32 SMA 2 5 Sewa & milik sendiri PPK & P.Besar 7 Han Jaya 52 SD 1 10 Sewa PPK 8 Edi 43 SMP 1 10 Sewa PPK & Langsung 9 Jajang 36 SMA 1 5 Milik sendiri PPK & Langsung 10 Jumaidi 42 SD 1,5 10 Sewa P.Besar & Langsung 11 Ace Saefullah 36 SMP 1,5 10 Sewa & milik sendiri P.Besar & Langsung 12 Udin 41 SD 1 10 Sewa P.Besar & Langsung 13 Hilman Nizar 32 SMA 1 5 Milik sendiri 1300 P.Besar 14 Dede Sulaiman 32 SD 0,8 3 Sewa 700 PPK & Langsung 15 Agus 34 SD 0,6 5 Sewa 400 PPK 16 Asep 42 SD 1 10 Sewa PPK & P.Besar 17 Wawan Septian 38 SMP 1,2 10 Sewa & milik sendiri PPK 18 Sadik 45 SMP 1,8 10 Milik sendiri P.Besar 19 Saili 33 SD 1,5 5 Sewa P.Besar & Langsung 20 Acep Hariadi 48 SD 0,5 10 Sewa 300 PPK

114 Lampiran 5. Gambar Peta Peta Kecamatan Pacet

115 Lampiran 6. Foto dan gambar kegiatan turun lapang Kebun Budidaya daun bawang di Kecamatan Pacet Karakteristik petani responden yang banyak menanam daun bawang dengan metode tumpang sari Pasar Sub Terminal Agrinisnis Cigombong Ruang Penyimpanan Sayuran

116 Pengemasan daun bawang untuk pasar tradisional Pengemasan daun bawang untuk retail supermarket

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wortel merupakan salah satu tanaman sayuran yang digemari masyarakat. Komoditas ini terkenal karena rasanya yang manis dan aromanya yang khas 1. Selain itu wortel juga

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis Kubis juga disebut kol dibeberapa daerah. Kubis merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan pada sektor agribisnis yang dapat memberikan sumbangan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol Karo (2010) melakukan penelitian mengenai analisis usahatani dan pemasaran kembang kol di Kelompok Tani Suka Tani, Desa Tugu Utara,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN *

I. PENDAHULUAN * I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pengembangan hortikultura yang ditetapkan oleh pemerintah diarahkan untuk pelestarian lingkungan; penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; peningkatan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A 14105605 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah Saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug terbagi dua yaitu cabai rawit merah yang dijual ke pasar (petani non mitra) dan cabai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Karakteristik Wilayah Kecamatan Pacet merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Kecamatan ini berada di bagian utara kota Cianjur. Wilayah

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A14105608 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di daerah tropis karena dilalui garis khatulistiwa. Tanah yang subur dan beriklim tropis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan dan lautan yang sangat luas sehingga sebagian besar mata pencaharian penduduk berada di sektor pertanian. Sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Gapoktan Bunga Wortel Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penetuan lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini menggunakan teori sistem pemasaran dengan mengkaji saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran,

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapupaten Brebes merupakan sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark mengingat posisinya sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H34076035 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis Secara umum sistem pemasaran komoditas pertanian termasuk hortikultura masih menjadi bagian yang lemah dari aliran komoditas. Masih lemahnya pemasaran komoditas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan yang bidang pekerjaannya berhubungan dengan pemanfaatan alam sekitar dengan menghasilkan produk pertanian yang diperlukan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pola Distribusi Pemasaran Cabai Distribusi adalah penyampaian aliran barang dari produsen ke konsumen atau semua usaha yang mencakup kegiatan arus barang

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT Oleh: DAVID ERICK HASIAN A 14105524 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang merupakan anggota Allium yang paling banyak diusahakan dan memiliki nilai ekonomis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia bermuara pada pembangunan usaha tani dengan berbagai kebijakan yang memiliki dampak secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian Indonesia adalah pertanian tropika karena sebagian besar daerahnya berada di daerah yang langsung dipengaruhi oleh garis khatulistiwa. Di samping pengaruh

Lebih terperinci

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan PENDAHULUAN Latar belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Produk Hasil Perikanan Tangkap Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dibudidayakan dengan alat atau cara apapun. Produk hasil perikanan

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS KENTANG (Solanum tuberosum L.) PADA PT. DAFA TEKNOAGRO MANDIRI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS KENTANG (Solanum tuberosum L.) PADA PT. DAFA TEKNOAGRO MANDIRI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS KENTANG (Solanum tuberosum L.) PADA PT. DAFA TEKNOAGRO MANDIRI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT Oleh YANDI ASDA MUSTIKA H 34066131 PROGRAM SARJANA EKSTENSI

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN CIANJUR

ANALISIS PERAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN CIANJUR ANALISIS PERAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN CIANJUR SKRIPSI WINWORK SINAGA H34066130 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN WORTEL DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) KABUPATEN KARANGANYAR

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN WORTEL DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) KABUPATEN KARANGANYAR ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN WORTEL DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) KABUPATEN KARANGANYAR Wayan Cahyono, Kusnandar, Sri Marwanti Magister Agribisnis Program Pascasarjana UNS id@hostinger.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Pedagang Karakteristik pedagang adalah pola tingkah laku dari pedagang yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana pedagang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk dan tenaga

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI Oleh: Erwidodo PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci

FARMER SHARE DAN EFISIENSI SALURAN PEMASARAN KACANG HIJAU

FARMER SHARE DAN EFISIENSI SALURAN PEMASARAN KACANG HIJAU Volume 6 No. 2September 2014 FARMER SHARE DAN EFISIENSI SALURAN PEMASARAN KACANG HIJAU (Vigna radiata, L.) DI KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN Oleh: Yudhit Restika Putri, Siswanto Imam Santoso, Wiludjeng

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya penduduk dan tenaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) dimana sektor pertanian menduduki posisi

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran,

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN

ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN 06114023 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 ANALISIS TATANIAGA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

30% Pertanian 0% TAHUN

30% Pertanian 0% TAHUN PERANAN SEKTOR TERHADAP PDB TOTAL I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Julukan negara agraris yang kerap kali disematkan pada Indonesia dirasa memang benar adanya. Pertanian merupakan salah satu sumber kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Tataniaga atau pemasaran memiliki banyak definisi. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) istilah tataniaga dan pemasaran

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis digunakan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian

Lebih terperinci

Desa Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung, Jawa bawah bimbingan ARIF IMAM SUROSO).

Desa Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung, Jawa bawah bimbingan ARIF IMAM SUROSO). HERU SURAWlAT WIDIA. Analisis Saluran Pemasaran Paprika Hidroponik di Desa Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung, Jawa Barat @i bawah bimbingan ARIF IMAM SUROSO). Pengembangan agribisnis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berkawasan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR TA ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

LAPORAN AKHIR TA ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI LAPORAN AKHIR TA. 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAII EKONOMI TINGG GI Oleh: Henny Mayrowani Nur Khoiriyahh Agustin Dewa Ketut Sadra Swastika Miftahul Azis Erna Maria Lokollo

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun, dimana 80% penduduknya bermatapencaharian pokok di sektor

I. PENDAHULUAN. membangun, dimana 80% penduduknya bermatapencaharian pokok di sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang sedang berkembang atau membangun, dimana 80% penduduknya bermatapencaharian pokok di sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH S u w a n d i DASAR PEMIKIRAN Bawang merah merupakan salah satu komoditi strategis dan ekonomis untuk pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari peranan sektor perkebunan kopi terhadap penyediaan lapangan

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci