PENERAPAN SCIENTIFIC APPROACH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENERAPAN SCIENTIFIC APPROACH"

Transkripsi

1 PENERAPAN SCIENTIFIC APPROACH DALAM KURIKULUM 2013 PADA PEMBELAJARAN IPS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DI KELAS IV SDIT ALAMY KECAMATAN SUBANG KABUPATEN SUBANG Eli Hermawati Universitas Kuningan ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh proses pembelajaran IPS belum memberikan kesempatan yang memadai kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan dasar berpikir kritis, rasa ingin tau, inkuiri, dan memecahkan masalah. Kemampuan-kemampuan dasar tersebut memerlukan proses pembelajaran yang bisa melibatkan siswa secara aktif menemukan jawaban, berpikir, dan memecahkan permasalahan sosial yang dihadapinya. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir kritis melalui penerapan scientific approach. Penelitian ini dilaksanakan di SDIT Alamy Kecamatan Subang - Kabupaten Subang dengan sampel penelitian siswa kelas IV SDIT Alamy. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen kuasi. Ada pun desain penelitian yang digunakan adalah nonequivalent control group desain. Untuk mencapai tujuan penelitian digunakan instrumen penelitian berupa tes dan observasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa scientific approach berpengaruh positif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini terlihat dari hasil dari hasil uji beda rata-rata (uji t) kemampuan berpikir kritis di kelas eksperimen mengalami peningkatan lebih tinggi daripada kelas kontrol. Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis menyarankan kepada guruguru untuk membiasakan siswa terampil dalam berpikir kritis yaitu dengan menggunakan scientific approach. Pendekatan ini dapat digunakan sebagai pendekatan dalam pembelajaran guna mengembangkan kemampuan siswa mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah dan mampu berpikir kritis. Kata Kunci: Scientific Approach, Kemampuan Berpikir Kritis 160

2 PENDAHULUAN Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya keresahan yang dirasakan peneliti pada dunia pendidikan khususnya pembelajaran IPS. Proses pembelajaran IPS belum memberikan kesempatan yang memadai kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan dasar berpikir kritis, rasa ingin tau, inkuiri, dan memecahkan masalah. Berkaitan dengan hal tersebut, perubahan kurikulum di negara kita menuntut para guru melakukan perubahan cara mengajar dan belajar peserta didik untuk lebih inovatif. Hal ini diharapkan agar mampu meningkatkan kualitas pendidikan secara umum. Seiring dengan perkembangan kurikulum, maka mata pelajaran IPS juga mengalami perkembangan. Perkembangan tersebut sesuai dengan perkembangan masyarakat yang penuh dengan perubahan sosial yang cepat dan komplek karena suatu perubahan mempengaruhi dan dipengaruhi perubahan yang lainnya. Oleh karena itu pembelajaran IPS tidak hanya sebatas berisi konsep dan fakta-fakta yang harus dihafal, tetapi siswa dituntut untuk mampu berpikir secara kritis dan mampu memecahkan permasalahan sosial yang ada disekitarnya. Sejauh ini proses pembelajaran IPS di sekolah dasar masih bersifat teoritis, sehingga materi pembelajaran terpisah dari kehidupan nyata siswa, sedangkan pembelajaran bermakna yaitu pembelajaran yang mengaitkan antara materi dengan kehidupan nyata siswa. Oleh karena itu, perlunya peningkatan kualitas pembelajaran dengan melakukan berbagai cara. Salah satunya dengan mengembangkan pendekatan, strategi, model, dan metode pembelajaran. Berkaitan dengan hal tersebut pada kurikulum 2013 ini ditekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach) dimana dalam pembelajarannya meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring. Dalam kegiatan pembelajaran peserta didik lebih diharapkan memegang peranan penuh di dalam kelas. Dalam setiap kegiatan pembelajara Guru hanya berfungsi sebagai fasilitator. Dalam kegiatan proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Berpikir kritis dimasukkan ke dalam penelitian karena dianggap mampu menjadi indikator apakah scientific approach sudah dapat dikatakan berhasil dan optimal untuk dilaksanakan. Karena pada dasarnya pembelajaran scientific approach erat kaitannya dengan cara berpikir kritis, dalam hal ini dimaksud agar siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah dan mampu berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis dapat membantu siswa untuk menjadi manusia yang mampu membuat keputusan yang tepat berdasarkan usaha yang cermat, sistematis, logis, dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka dapat ditegaskan bahwa usaha perbaikan 161

3 proses pembelajaran melalui upaya pemilihan model pembelajaran yang tepat dan inovatif dalam pembelajaran IPS di sekolah dasar merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting untuk dilaksanakan, melatih siswa untuk berpikir dan memecahkan masalah sosial. Pengertian Pendekatan Pembelajaran Hosnan (2014: 32) mengemukakan pengertian pendekatan adalah (1) proses, perbuatan, cara mendekati; (2) usaha dalam rangka aktivitas pengamatan untuk mngadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode-metode untuk mencapai pengertian tentang masalah pengamatan. Adapun pengertian pendekatan pembelajaran antara lain sebagai berikut: a. Persepektif (sudut pandang; pandangan) teori yang dapat digunakan sebagai landasan dalam memilih model, metode, dan teknik pembelajaran. b. Suatu proses atau perbuatan yang digunakan guru untuk menyajikan bahan pelajaran. c. Sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, didalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajran dengan cakupan teoritis tertentu. Proses pembelajaran sepenuhnya diarahkan menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hasil belajar melahirkan siswa yang produktif, kreatif dan inovatif. Afektif malalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Ranah sikap agar siswa tahu mengapa. Ranah keterampilan agar siswa tahu bagaimana. Ranah pengetahuan agar siswa tahu apa. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skill) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skill). Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut ini: Gambar Tiga Ranah Pembelajaran Saintifik Pendekatan Saintifik Implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran dengan pendekatan 162

4 saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan (Hosnan, 2014:34). Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber observasi, dan bukan hanya diberi tahu. Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses, seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi, bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa. Prinsip-Prinsip Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik Hosnan, (2014:37) mengemukakan beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut: a. Pembelajaran berpusat pada siswa b. Pembelajaran membentuk students self concept c. Pembelajaran terhindar dari verbalisme d. Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip e. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa f. Pembelajaran meningktkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru g. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi h. Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikontruksi siswa dalam struktur kognitifnya. Konsep Pendekatan Saintifik dalam Kurikulum 2013 Hosnan, (2014:38) menjelaskan pendekatan ilmiah/scientific approach mempunyai kriteria proses pembelajaran sebagai berikut: a. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. b. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. c. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan 163

5 mengaplikasikan materi pembelajaran. d. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran. e. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran. f. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan. g. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya. Sedangkan proses pembelajaran yang mengimplementasikan scientific approach akan menyentuh tiga ranah, yaitu: attitude/sikap, knowledge/pengetahuan, dan skill/ keterampilan. Dengan proses pembelajaran yang demikian maka diharapkan hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. a. Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi Kegiatan Mengamati (observing) Menanya (questioning) Pengumpulan data (experimenting) Mengasosiasi (associating) ajar agar peserta didik tahu mengapa. b. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu bagaimana. c. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu apa. d. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. e. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah f. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana yang dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semu mata pelajaran. Adapun bentuk kegiatan pembelajaran melalui pendekatan saintifik dapat dilihat, seperti tabel berikut: Tabel Kegiatan Pembelajaran Aktivitas Belajar Melihat, mengamati, membaca, mendengar, menyimak (tanpa dan dengan alat) Mengajukan pertanyaan dari faktual sampai ke yang bersipat hipotesis: diawali dengan bimbingan guru sampai dengan mandiri (menjadi suatu kebiasaan) Menentukan data yang diperlukan dari pertanyaan yang diajukan, menentukan sumber data (benda, dokumen, buku, eksperimen), mengumpulkan data Menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, menentukan hubungan data/kategori, menyimpulkan dari hasil analisis data; 164

6 Mengkomunikasikan dimulai dari unsrtuctured-unistructure-multistructurecomplicated structure Menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulian, diagram, bagan, gambar, atau media lainnya. Definisi Berpikir Kritis Berpikir kritis adalah suatu kegiatan melalui cara berpikir tentang ide atau gagasan yang berhubungan dengan konsep yang diberikan atau masalah yang dipaparkan. Berpikir kritis juga dapat dipahami sebagai kegiatan menganalisis idea atau gagasan ke arah yang lebih spesifik, membedakanya secara tajam, memilih, mengidentifikasi, mengkaji, dan mengembangkannya ke arah yang lebih sempurna (Susanto, 2013:121). Dalam hal ini berpikir kritis berkaitan dengan asumsi bahwa berpikir merupakan potensi yang ada pada manusia dan perlu dikembangkan untuk kemampuan yang optimal. Menurut Ennis (Susanto, 2013: 121) berpikir kritis adalah suatu berpikir dengan tujuan membuat keputusan masuk akal tentang apa yang diyakini atau dilakukan. Berpikir kritis merupakan kemampuan menggunakan logika. Logika merupakan cara berpikir untuk mendapatkan pengetahuan yang disertai pengkajian kebenaran berdasarkan pola penalaran tertentu. Selanjutnya, Ennis menyebutkan ada enam unsur dasar dalam berpikir kritis, yang disingkat dengan FRISCO, yaitu Focus (fokus), Reason (alasan), Inference (menyimpulkan), Situation (situasi), Clarity (kejelasan), dan Overview (pandangan menyeluruh). Pendapat senada dikemukakan juga oleh Anggelo (Susanto, 2013: 122) bahwa berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, menyintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi. Berpikir kritis dapat diinterpretasikan dalam berbagai cara. Fisher (2007) misalnya, mengemukakan bahwa proses berpikir kritis adalah menjelaskan bagaimana sesuatu itu dipikirkan. Belajar berpikir kritis berarti belajar bagaimana bertanya, kapan bertanya, dan apa metode penalaran yang dipakai. Siswa hanya dapat berpikir kritis atau bernalar sampai sejauhmana ia mampu menguji pengalamannya, mengevaluasi pengetahuan, ide-ide, dan mempertimbangkan argumen sebelum mencapai suatu justifikasi yang seimbang. Menjadi seorang pemikir yang kritis juga meliputi pengembangan sikap-sikap tertentu, seperti keinginan untuk bernalar, keinginan untuk ditantang, dan hasrat untuk mencari kebenaran. Pada prinsipnya, orang yang mampu berpikir kritis adalah orang yang tidak begitu saja menerima atau menolak sesuatu. Mereka akan mencermati, menganalisis, dan mengevaluasi informasi sebelum menentukan apakah mereka menerima atau menolak informasi. Jika belum cukup memiliki pemahaman, maka mereka juga mungkin menangguhkan keputusan mereka tentang infomasi itu. Dalam berpikir kritis siswa dituntut 165

7 menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan, pemecahan masalah, dan mengatasi masalah serta kekurangannya. Baron dan Sternberg (Susanto, 2013:123) mengemukakan lima kunci dalam berpikir kritis, yaitu: praktis, reflektif, masuk akal, keyakinan, dan tindakan. Proses dapat dikelompokan dalam berpikir dasar dan kompleks. Berpikir dasar merupakan gambaran dari proses berpikir rasional yang mengandung sejumlah langkah dari sederhana menuju kompleks. Aktivitas berpikir rasional meliputi menghafal, membayangkan, mengelompokan, menggeneralisasi, membandingkan, mengevaluasi, menganalisis, mensintesis, mendeduksi, dan menyimpulkan. Cara Pengajaran Berpikir Kritis Menurut Sutisyana (Susanto, 2013: 127), kemampuan berpikir kritis siswa dapat ditumbuh kembangkan melalui proses mengamati, membandingkan, mengelompokan, menghipotesis, menyimpulkan data, menafsirkan, menyimpulkan, menyelesaikan masalah, dan mengambil keputusan. Dalam proses pembelajaran, misalnya dalam pembelajaran IPS, dapat dijadikan sarana yang tepat dalam menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa. Karena dalam pembelajaran IPS banyak konsep atau masalah yang ada di lingkungan siswa, sehingga dapat dijadikan suatu objek untuk dapat menumbuhkan cara berpikir kritis siswa. Untuk dapat menumbuhkan berpikir kritis siswa dapat diterapkan suatu bentuk latihanlatihan yang mengacu pada pola pikir siswa. Latihan-latihan ini dapat dilakukan secara kontinu, intensif, serta terencana sehingga pada akhirnya siswa akan terlatih untuk dapat menumbuhkan cara berpikir yang lebih kritis. Dalam proses pembelajaran guru harus dapat melahirkan cara berpikir yang lebih kritis pada siswa. Guru dapat memberikan kesempatan dan dukungan kepada siswa untuk dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritisnya dengan memberikan metode pembelajaran yang sesuai dan dapat membantu siswa menumbuhkan pengetahuan keterampilan nalar yang nantinya dapat berpengaruh pada kemampuan untuk berpikir kritis. Guru dapat mengembnagkan suasana kelas dimana siswa berpartisipasi selama proses belajar berlangsung. Kegiatan kelas yang mengacu pada aktivitas siswa adalah dengan mengisi lembar kerja atau dengan mengadakan tanya jawab yang dikembangkan guru. Hal ini dapat berupa mengingat kembali informasi yang telah disampaikan. Pemahaman secara luas atau mendalami tersebut dapat melatih siswa mengembangkan berpikir kritisnya. Savage dan Amstrong (Susanto, 2013:128) mengembangkan empat pendekatan yang dapat mendorong siswa untuk dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran, yaitu: (1) kemampuan berpikir kreatif (creative thinking); (2) kemampuan berpikir kritis (critical thinking); (3) kemampuan memecahkan masalah (problem solving); dan (4) kemampuan mengambil keputusan (decision making). Upaya yang dapat dilakukan guru dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis dapat 166

8 dikembangkan melalui pembelajaran yang bersifat student-centered, yaitu pembelajaran yang berpusat pada siswa. Guru memberikan kebebasan berpikir dan keleluasaan bertindak kepada siswa dalam memahami pengetahuan serta dalam menyelesaikan masalahnya. Guru tidak lagi mendoktrin siswa untuk menyelesaikan masalahnya hanya dengan cara yang telah ia ajarkan, namun juga memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menemukan cara-cara baru. Dalam hal ini, siswa diberi kesempatan untuk mengkontruksi pengetahuan oleh dirinya sendri, tidak hanya menunggu transfer dari guru. Tahapan-Tahapan Melatih Siswa Berpikir Kritis Untuk mengajarkan atau melatih siswa agar mampu berpikir kritis harus ditempuh melalui beberpa tahapan. Tahapan-tahapan ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Arief (Susanto, 2013:129), yaitu: a. Keterampilan menganalisis Keterampilan menganalisis, yaitu keterampilan menguaraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global dengan cara menguaraikan atau memerinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci. Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir analitis, diantaranya: menguaraikan, mengidentifikasi, menggambarkan, menghubungkan, dan memerinci. b. Keterampilan menyintesis Keterampilan menyintesis, yaitu keterampilan yang berlawanan dengan keterampilan menganalisis, yakni keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan baru. Pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadukan semua informasi yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam bacaannya. c. Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah Merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis sehingga setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini agar pembaca mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang lingkup baru. d. Keterampilan menyimpulkan Keterampilan menyimpulkan, yaitu kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan pengertian atau pengetahuan yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai pengertian atau pengetahuan (kebenaran) baru yang lain. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk mampu menguraikan dan memahami berbagai aspek secara bertahap agar sampai kepada suatu formula baru yaitu sebuah simpulan. 167

9 e. Keterampilan mengevaluasi atau menilai Ketermapilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksperimen kuasi. Metode Penelitian eksperimen kuasi yaitu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain Non-Equivalent (pretest dan postest) control group design, yang merupakan bentuk desain penelitian dalam metode eksperimen kuasi. Yang terdiri dari dua kelompok subjek, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah kelompok siswa yang menerapkan scientific approach, sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok siswa yang tidak menerapkan scientific approach dan pembelajaran berlangsung secara konvensional. Dalam desain ini dilakukan tes awal dengan test yang sama untuk mengetahui kemampuan awal kedua kelompok, setelah itu diberi perlakuan yang berbeda terhadap kedua kelompok dan diakhiri dengan tes akhir terhadap kedua kelompok untuk mengetahui pengaruh scientific approach terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPS Lokasi dan Subjek Penelitian Pelaksaan penelitian dilakukan pada tanggal 1 September s.d 12 September Penelitian dilaksanakan di SDIT Alamy Kecamatan Subang - Kabupaten Subang. Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SDIT Alamy sebanyak 50 siswa. Dengan perincian, siswa Kelas C sebanyak 25 siswa sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas B sebanyak 25 siswa sebagai kelas kontrol. Pemilihan lokasi penelitian di sekolah tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa sekolah tersebut telah melaksanakan kurikulum Sesuai dengan permasalahan penelitian yang akan dilaksakan. Instrumen Penelitian Untuk memperoleh data yang refresentatif digunakan dua jenis instrumen, yaitu jenis tes dan non tes. Intrumen tes adalah soal-soal kemampuan berpikir kritis, sedangkan intrumen non tes yaitu lembar observasi selama proses pembelajaran untuk mengetahui aktivitas guru dan peserta didik. 1. Tes Tes tertulis ini disusun berdasarkan indikator dan kompetensi dasar pada materi pembelajaran IPS di SD kelas IV semester ganjil yang dibuat juga berdasarkan indikator berpikir kritis. Kompetensi dasar diambil dari 168

10 kurikulum 2013 karena kurikulum tersebut sudah digunakan di SDIT Alamy Subang. Langkah-langkah dalam membuat tes adalah: a. Menentukan tujuan tes b. Menentukan acuan yang akan dipakai dalam tes c. Membuat kisi-kisi d. Membuat soal sesuai kisi-kisi 2. Lembar Observasi Sutrisno Hadi (Sugiyono, 2008) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Observasi merupakan pedoman secara lengkap untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran berlangsung. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan prilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati terlalu bersar. Observasi dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengamatan pembelajaran dari awal hingga akhir pembelajaran. Berdasarkan sifat dari observasi yang merupakan alat pengumpul data, maka dalam observasi ini peneliti menyediakan format pengamatan sebagai instrumen yang berisi uraianuraian tentang prilaku baik guru maupun siswa. Teknik Pengolahan Data Data hasil penelitian yang diperoleh berupa data kuantitatif yaitu hasil tes prates, pascates dan hasil observasi. Data yang berupa hasil tes pratest dan pascates siswa akan dianalisis dengan teknik: 1. Menghitung nilai prates dan pascates sesuai dengan skala penilaian yang telah ditetapkan. 2. Menganalisis data nilai pratest dan pacsates secara statistik menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS). Adapun teknik analisis yang digunakan adalah uji normalitas, uji homogenitas, dan uji T. Menghitung statistic descriptif skor prates, skor pascates, dan skor gain meliputi skor terendah, skor tertinggi, dan rata-rata. Akan lebih dijelaskan dalam teknik analisis data. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah penelitian, maka ada beberapa hasil penelitian yang dihasilkan pada penelitian ini. Hasil-hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut. 1. Penerapan Scientific Approach dalam Kurikulum 2013 pada Pembelajaran IPS di Kelas IV SDIT Alamy Kecamatan Subang Kabupaten Subang Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas IV SDIT Alamy Kecamatan Subang, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan dua kelas, kelas C sebagai kelas ekspserimen dan kelas B sebagai kelas kontrol. Pola rancangan scientific approach dalam pembelajaran IPS adalah mendorong berpikir kritis siswa dalam memecahkan masalah. Langkah pembelajarannya mengampit beberapa ranah pencapaian hasil belajar yang 169

11 tertuang pada kegiatan pembelajaran. Pada proses pembelajarannya menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penerapan pendekatan ini, digunakan untuk memberikan pemahaman kepada siswa dalam mengenal, memahami materi menggunakan pendekatan ilmiah. Kondisi pembelajaran diarahkan mendorong siswa dalam mencari tahu dari berbagai sumber. Siswa mengamati dari gambar dan mencari tahu dari sumber lain. Langkah-langkah pendekatan ilmiah (saintific approach) dalam proses pembelajaran pada kurikulum 2013 meliputi: menggali informasi melalui mengamati (observing), menanya (questioning), pengumpulan data (experimenting), mengasosiasi (associating), dan mengkomunikasikan (Hosnan, 2014: 37). Penerapan scientifik approach ini dilakukan di SDIT Alamy Subang kelas IV. Pembelajarannya dilaksanakan pada tanggal 1 s.d 12 September 2015 yang dilaksanakan sebanyak empat kali pertemuan. Setiap pertemuannnya berlangsung selama dua jam pelajaran (70 menit) mulai pukul WIB. Pertemuan pertama dilakukan kegiatan prates atau tes awal. Pertemuan ke dua, dan tiga, kegiatan pembelajaran dengan penerapan pendekatan saintifik. Pada pertemuan terakhir yaitu pertemuan ke empat dilakukan pascates atau tes akhir. Setiap pertemuan dikemas dalam tiga tahapan, yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Berikut gambaran secara garis besar rancangan kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan saintifik dalam pembelajaran IPS. Proses Pembelajaran Scientific Approach dalam Pembelajaran IPS SDIT Alamy kelas IV. Materi pelajaran yang akan dibahas dalam pembelajaran IPS adalah tentang kenampakan alam dan buatan. Kegiatan pembelajaran pada penelitian ini dibahas bedasarkan urutan langkah-langkah dalam pendekatan saintifik. 1) Mengamati (Observing) Langkah pertama pada pendekatan ini, siswa diminta untuk mengamati gambar. Guru memperlihatkan gambar yang ada di slide infokus yang telah dibuat. a) Guru memulai pembelajaran dengan melemparkan beberapa pertanyaan kepada siswa. (1) Perhatikan gambar berikut ini! (2) Pernahkan kalian lihat peristiwa ini sebelumnya? (3) Pernahkan didaerah kalian terjadi peristiwa alam seperti ini? (4) Kejadian ini dikarenakan oleh apa? b) Guru mengajak siswa untuk mengamati gambar yang sudah disediakan dalam slide infokus dan menghubungkannya dengan kejadian-kejadian yang pernah siswa lihat atau mendengar sebelumnya. Gambar yang disajikan mengenai kenampakaan alam dan buatan beserta peristiwaperistiwa alam. c) Guru merangsang siswa untuk aktif berbicara mengemukakan pendapatnya 170

12 berkaitan dengan gambar yang diamatinya d) Guru memulainya dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut. Hal ini dilakukan agar berkomunikasi dengan semua siswa. (1) Apa yang kamu pikirkan mengenai gambar ini? (2) Apa perbedaannya antara sungai dan waduk? (3) Kenapa peristiwa ini bisa terjadi? 2) Menanya (Questioning) Langkah ke dua pada pendekatan ini adalah dengan bertanya. Pada kegiatan belajarnya guru membuka kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Dan siswa mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak dipahami dari apa yang sudah diamati, dilihat, disimak, dan dibaca. 3) Mengumpulkan Informasi (Experimenting) Pada tahap ini, siswa dikelompokan menjadi 5 kelompok. Setiap kelompok diberikan LKS untuk dikerjakan bersama. Mereka melakukan diskusi dengan teman kelompoknya. Untuk memecahkan permasalah yang disajikan oleh guru, siswa dituntut untuk lebih banyak membaca buku, melihat peta. Diharapkan siswa dapat mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atau persoalan yang dihadapinya. 4) Mengasosiasikan/Mengolah Informasi/Menalar (Associating) Langkah berikutnya pada penelitian ini adalah associating (menalar/mengolah informasi). Kegiatan pembelajaran dalam associating/menalar ini dilakukan sebagai berikut: (a) Siswa sudah dibagi kelompok dan mereka duduk perkelompok. (b) Guru meminta siswa mengamati gambar-gambar yang ada dalam LKS. (c) Guru meminta siswa agar bisa menjelaskan peristiwa apa yang sedang terjadi dalam gambar dengan terperinci. (d) Guru meminta siswa untuk membandingkan kenampakan alam dan buatan yang ditemukan dilingkungan mereka. (e) Kemudian meminta siswa untuk mendiskusikan dan mengasosiasikannya dengan kelompok masing-masing. (f) Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan pada Lembar Kerja Siswa yang telah disediakan oleh guru. Mereka bekerjasama dengan kelompoknya, saling memberikan bantuan informasi. (g) Guru mengawasi proses belajar, dengan memastikan semua siswa ikut terlibat aktif dalam diskusi pada kelompoknya masing-masing. 5) Mengkomunikasikan Pembelajaran Pada tahap ini, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan apa yang telah dipelajari. Setiap kelompok mengajukan perwakilan perwakilan kelompokya maju 171

13 kedepan untuk mempresentasikan dari apa yang sudah mereka diskusikan. Dan kelompok yang lain mendengarkan dengan baik. Setiap kelompok bergiliran membacakan hasil kerja kelompoknya di depan kelas. Diakhir guru menjelaskan tentang 80 kenampakan alam dan buatan beserta peristiwa alam yang sering terjadi di Indonesia. 2. Pengaruh scientific approach pada Pembelajaran IPS untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pretes pascates kategori 10 0 Eksperimen Kontrol 3. Hasil Observasi Aktivitas Selama Proses Pembelajaran Selama proses pembelajaran, observer melakukan pengamatan terhadap aktivitas guru dan siswa. Aktivitas siswa dalam belajar meliputi keaktifan siswa dalam memahami pengetahuan yang dialami, dipelajari, dan ditemukan oleh siswa, siswa melakukan sesuatu untuk memahami materi pelajaran (membangun pemahaman), siswa mengkomunikasikan sendiri hasil pemikirannya, dan siswa berpkir reflektif. Sedangkan aktivitas guru meliputi kemampuan membuka pelajaran, sikap guru dalam proses pembelajaran, penguasaan bahan pembelajaran, proses pembelajaran, aktivitas pada saat melaksanakan evaluasi, dan kemampuan menutup pembelajaran. Berikut hasil pengamatan observer untuk aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran. a. Observasi dalam Proses Pembelajaran Hasil persentase proses pembelajaran dengan penerapan scientific approach adalah 87% dengan kriteria sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran IPS dengan penerapan scientific approach sangat baik dan terarah sehingga dapat meningkatkan berpikir kritis siswa. b. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Hasil persentase aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan penerapan scientific approach dalam meningkatkan 172

14 berpikir kritis siswa adalah 71% dengan kriteria baik. Hal ini menunjukkan bahwa siswa dapat melaksanakan pembelajaran berpikir kritis dengan penerapan scientific approach dengan baik. Siswa sudah bisa mengemukakan pendapatnya sendiri, berdiskusi dengan temannya, dan dapat mempresentasikan hasil di depan teman-temannya. Pembahasan Penelitian Pada bagian ini akan diuraikan pembahasan hasil penelitian yang telah diolah dan dianalisis. Pembahasan hasil penelitian ini akan diuraikan berdasarkan komponenkomponen yang diteliti, yaitu sebagai berikut. 1. Penerapan Scientific Approach dalam Kurikulum 2013 pada Pembelajaran IPS di Kelas IV SDIT Alamy Kecamatan Subang Kabupaten Subang Pembelajaran difokuskan pada kemampuan siswa yang dimulai dari kegiatan siswa mengamati dan mempertanyakan hal yang diamati mengenai kenampakan alam dan buatan serta berbagai peristiwa alam. Pertanyaan muncul berdasarkan pengamatan yang dilakukan siswa, sehingga siswa mulai belajar dengan masalah yang muncul dari proses mengamati tersebut. Siswa belajar menemukan solusi dari masalah tersebut, kegiatan ini menjadikan siswa lebih terlibat aktif dalam mencari solusi dalam menyelesaikan masalah yang muncul. Selanjutnya pada tahap kegiatan penemuan yang dikemas dalam lembar kerja siswa (LKS). Siswa mengumpulkan data yang diperlukan dan menjawab pertanyaan yang tersedia dalam LKS secara berkelompok. Berdasarkan pengamatan peneliti selama proses pembelajaran berlangsung pada kelas yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan scientific umumnya mencerminkan aktivitas sesuai dengan karekteristik pendekatan scientific. Sehingga siswa yang belajar dengan pendekatan scientific mempunyai aktivitas dan kesempatan melakukan pengamatan dalam proses awal pembelajarannya sehingga dari proses mengamati ini siswa menemukan masalah yang harus mereka temukan solusinya dengan kegiatan bertanya, untuk pertama kali melakukan kegiatan ini siswa merasa kurang terbiasa dengan kegiatan ini, guru terus mendorong dan memotivasi siswa dalam kegiatan bertanya, kegiatan pembelajaran ini dapat mendorong siswa melakukan proses kegiatan berpikir. Kegiatan pembelajaran dengan langkah-langkah scientific inilah yang memungkinkan munculnya indikator-indikator berpikir kritis pada siswa. Hal ini dapat dilihat saat siswa mengikuti tahapan-tahapan dengan pendekatan scientific yaitu dari mengamati, menanyakan, mengumpulkan data, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan hasil. Dari hasil pengamatan penelitian ini, ada beberapa masalah yang terdapat dalam setiap langkahnya. Antara lain: a. Mengamati Masalah yang terdapat pada proses ini adalah pada aspek waktu, dimana pada proses 173

15 mengamati memerlukan waktu yang tidak sedikit. Mulai dari merancang media untuk diamati siswa, sarana yang mendukung, serta penyajian masalah yang kontroversial sesuai dengan materi yang dipelajari siswa. b. Menanya Pada proses menanya, masalah yang muncul biasanya berasal dari pertanyaan itu sendiri. Kendalanya adalah kesulitan dalam membuat pertanyaan yang baik dan menarik minat siswa serta membuat siswa berpikir kritis terhadap suatu kajian. Dibutuhkan pengalaman sehingga mempunyai keterampilan untuk membuat pertanyaan yang menarik. c. Pengumpulan Data Masalah yang ada adalah dari kesiapan guru dalam menyajikan pelajaran dan mengaitkannya dengan fenomena yang sekarang terjadi. d. Mengasosiasi Pada tahap ini, kesulitan yang terdapat pada tahap ini adalah menarik hubungan dari setiap fenomena yang ada. e. Mengkomunikasikan Pada tahap ini siswa mempresentasikan hasil diskusi dengan kelompoknya dari tugas yang diberikan guru. Siswa belajar untuk berani tampil kedepan dan menjelaskan kepada teman-temannya. Masalah yang dihadapi adalah tidak semua siswa memperhatikan temannya yang sedang presentasi didepan. Banyak siswa yang mengobrol dengan dengan temannya. 2. Pengaruh scientific approach pada Pembelajaran IPS untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hipotesis (H 0 ) ditolak dan diterimanya (H 1 ). Perbedaan skor antara kelas eksperimental yang menerapkan scientific approach mengalami peningkatan daripada kelas kontrol yang tidak menggunakan scientific approach Itu artinya, scientific approach berpengaruh positif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini sejalan dengan pedapat Savage & Amstrong (Susanto, 2014:160) yang menyatakan bahwa mengembangkan pendekatan penemuan sebagai salah satu bagian dari upaya guru dalam membantu para siswa sekolah dasar untuk meningkatkan keterampilan berpikir. Jika ditinjau secara statistik perbedaan peningkatan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sebagai berikut: rata-rata prates kelas eksperimen yaitu 31,2 dan pada saat pascates rata-ratanya 76. Itu artinya, setelah diberikan perlakuan dengan scientific approach mengalami kenaikan. Sedangkan untuk kelas kontrol, pada saat prates rata-ratanya 34,6 dan pada saat pascates rataratanya 35,4. Itu artinya, tidak mengalami kenaikan dari prates. Jika dilihat dari rerata, maka rata-rata N- Gain untuk kelas eksperimen 0,65 dan kelas kontrol 0,01. Ini artinya, peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen termasuk kategori sedang. Sedangkan pada kelas kontrol termasuk dalam kategori rendah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah ketika proses 174

16 pembelajaran, siswa susah untuk dikondisikan guru untuk mengumpulkan informasi dan mengolah informasi tersebut. Selain itu, ada salah satu siswa yang mengganggu pada saat pembelajaran sehingga pembelajaran pada saat itu tidak kondusif. Diduga siswa tersebut mengalami ketidakstabilan emosi sehingga mengganggu temantemannya yang sedang belajar. Guru langsung menangani dengan mendatangkan guru bantu kelas untuk menanngani salah satu siswa tersebut. 3. Observasi Selama Proses Pembelajaran dengan Scientific Approach dalam Pembelajaran Berpikir Kritis Secara keseluruhan, pelaksanaan scientific approach dalam pembelajaran berpikir kritis kelas IV SDIT Alamy sudah terlaksana dengan cukup baik. Hal ini terlihat dari hasil observasi yang dilakukan kepada guru yang meliputi kemampuan membuka pelajaran, sikap guru dalam proses pembelajaran, penguasaan bahan pembelajaran, proses pembelajaran, aktivitas pada saat melaksanakan evaluasi, dan kemampuan menutup pembelajaran. Hasil persentase aktivitas guru selama proses pembelajaran dengan penerapan scientific Approach adalah 87% dengan kriteria sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa guru dapat melaksanakan tahapan-tahapan pembelajaran berpikir kritis dengan penerapan scientific approach dengan sangat baik dan terarah. Sedangkan hasil observasi yang dilakukan pada siswa kelas IV SDIT Alamy yang menerapkan scientific approach dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dilihat cukup baik, siswa dapat mengikuti pembelajaran secara terarah, siswa sudah bisa diajak melakukan pengamatan sederhana dari gambar yang disajikan, siswa melakukan sesuatu untuk memahami materi pelajaran yaitu dengan melakukan pemecahan masalah, mencari solusi dari soal yang ditugaskan dengan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber seperti buku paket siswa, dan peta. Dan yang terakhir siswa sudah bisa untuk mempresentasikan hasil diskusi dengan kelompoknya didepan kelas. Hasil persentase aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan penerapan scientific approach dalam meningkatkan berpikir kritis siswa adalah 71% dengan kriteria baik. Hal ini menunjukkan bahwa siswa dapat melaksanakan pembelajaran berpikir kritis dengan penerapan scientific approach dengan baik. Siswa sudah bisa mengemukakan pendapatnya sendiri, berdiskusi dengan temannya, dan dapat mempresentasikan hasil di depan teman-temannya. Namun dalam proses pembelajarannya tentu masih mengalami hambatan-hambatan. Hambatan pertama guru kesulitasn dalam pengkondisian siswa dalam belajar, ditengah pembelajaran ada salah seorang siswa yang membuat keributan dikelas sehingga pembelajaran ditunda dan guru menangani siswa tersebut. Disamping hal tersebut pada tahap kegiatan pembelajaran scientific approach guru kesulitan mengarahkan siswa untuk mengasosiasi (menganalisis data). 175

17 DAFTAR PUSTAKA Fisher, Alice. (2009). Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Erlangga. Hosnan. (2014). Pendekatan Saintifik Dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21 Kunci Sukses Impleentasi Kurikulum Bogor: Ghalia Indonesia. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. ALFABETA. Susanto, Ahmad. (2013). Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenamedia Group. 176

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak rintangan dalam masalah kualitas pendidikan, salah satunya dalam program pendidikan di Indonesia atau kurikulum.

Lebih terperinci

KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK

KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK PPT 2.1 BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Esensi Pendekatan Saintifik Proses

Lebih terperinci

Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi. Diajukan Oleh: Wahyu Setyoasih

Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi. Diajukan Oleh: Wahyu Setyoasih Artikel Publikasi: IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM MATA PELAJARAN EKONOMI KELAS X IPS DI SMA NEGERI 3 PATI TAHUN AJARAN 2014/2015 Usulan Penelitian Diajukan

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kurikulum merupakan salah satu unsur sumber daya pendidikan yang memberikan kontribusi signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta

Lebih terperinci

BAGAIMANA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PAUD?

BAGAIMANA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PAUD? 1 BAGAIMANA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PAUD? Oleh : Jamaluddin, S.Kom., M.Pd Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengambil keputusan untuk mengubah (lagi) kurikulum

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PENGARUHNYA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DI SMP NEGERI 4 KUNINGAN

PENGGUNAAN METODE PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PENGARUHNYA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DI SMP NEGERI 4 KUNINGAN PENGGUNAAN METODE PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PENGARUHNYA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DI SMP NEGERI 4 KUNINGAN Oleh : Yeyen Suryani & Dewi Natalia S Abstrak Masalah dalam penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Melalui pendidikan, manusia mendapatkan pembelajaran secara kognitif, afektif dan psikomotor yang kemudian

Lebih terperinci

KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC

KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Esensi Pendekatan Ilmiah Pembelajaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi era industrialisasi dan globalisasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penerapan kurikulum 2013 harus diterapkan untuk memfasilitasi siswa agar terlatih

I. PENDAHULUAN. Penerapan kurikulum 2013 harus diterapkan untuk memfasilitasi siswa agar terlatih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan kurikulum 2013 harus diterapkan untuk memfasilitasi siswa agar terlatih berpikir logis, sistematis, kreatif, inovatif, dan ilmiah. Oleh karena itu, salah satu

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Arsyad,

BAB II. Tinjauan Pustaka. perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Arsyad, BAB II Tinjauan Pustaka A. Media Pembelajaran Interaktif Media berasal dari bahasa latin yaitu medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Dalam bahas Arab, media adalah perantara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembelajaran dapat diartikan sebagai proses mengidentifikasi perilaku peserta didik, aktivitas yang semula tidak berkaitan menjadi suatu pola yang utuh bagi

Lebih terperinci

BAB V ANALISA. Pembelajaran yang diterapkan pada kelompok sampel (kelas X IA-4)

BAB V ANALISA. Pembelajaran yang diterapkan pada kelompok sampel (kelas X IA-4) 83 BAB V ANALISA Pembelajaran yang diterapkan pada kelompok sampel (kelas X IA-4) adalah pembelajaran menggunakan model pembelajaran inquiry training yang dilakukan dalam tiga kali pertemuan dengan alokasi

Lebih terperinci

PADA KURIKULUM (Mulida Hadrina Harjanti) Abstrak

PADA KURIKULUM (Mulida Hadrina Harjanti) Abstrak PEMBELAJARAN BERMAKNA (MEANINGFUL LEARNING) PADA KURIKULUM 2013 (Mulida Hadrina Harjanti) Abstrak Tujuan penulisan artikel ini adalah pentingnya menerapkan pembelajaran bermakna di kelas. Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bidang strategis dalam kemajuan dan perkembangan bangsa, kemajuan suatu bangsa tidak akan lepas dari peran perkembangan sektor pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya manusia, karena pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hakekat interaksi pembelajaran adalah suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan secara timbal balik antara siswa,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hakekat interaksi pembelajaran adalah suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan secara timbal balik antara siswa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hakekat interaksi pembelajaran adalah suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan secara timbal balik antara siswa, mahasiswa dengan guru, dosen dalam memahami, mendiskusi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya dalam bentuk pola pikir. Sebagai proses transformasi, sudah barang tentu

BAB I PENDAHULUAN. budaya dalam bentuk pola pikir. Sebagai proses transformasi, sudah barang tentu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses transformasi budaya dari generasi ke generasi berikutnya, baik yang berbentuk ilmu pengetahuan, nilai, moral maupun budaya dalam

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROJECT BASED LEARNING

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROJECT BASED LEARNING PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROJECT BASED LEARNING (PjBL) DAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA (Studi Eksperimen Pada Mata Kuliah Kewirausahaan Tingkat II Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan, tentu dalam rangka penataan yang terus dilakukan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan, tentu dalam rangka penataan yang terus dilakukan untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penerapan teori-teori pendidikan pada masa ini adalah hal yang marak dibicarakan, tentu dalam rangka penataan yang terus dilakukan untuk mencapai pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan ratunya ilmu. Matematika merupakan mata pelajaran yang menuntut siswanya untuk berfikir secara logis, kritis, tekun, kreatif, inisiatif,

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 1 1.3a PENDEKATAN SAINTIFIK 2 PENGERTIAN (1/2) Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dengan tenaga pendidik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting bagi kelangsungan kehidupan manusia. Berawal dari kesuksesan di bidang pendidikanlah suatu bangsa menjadi maju. Melalui pendidikan,

Lebih terperinci

Dasar Berpikir melaksanakan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif & menyenangkan (PAIKEM); menerapkan pendekatan ilmiah ( scientific

Dasar Berpikir melaksanakan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif & menyenangkan (PAIKEM); menerapkan pendekatan ilmiah ( scientific Dasar Berpikir Seiring dengan implementasi Kurikulum 2013, guru dituntut untuk: mengubah maindsetnya dalam melaksanakan pembelejaran; menyesuaikan dan mengubah kebiasaan dalam merancang & melaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian 47 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian Penelitian dilakukan di SMP Negeri 4 Cianjur yang beralamat di Jl. Adi Sucipta No. 2 Cianjur Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Populasi

Lebih terperinci

Kemampuan Membaca Teks Berita Dengan Menggunakan Model Cooperative Integrated Reading And Composition

Kemampuan Membaca Teks Berita Dengan Menggunakan Model Cooperative Integrated Reading And Composition Kemampuan Membaca Teks Berita Dengan Menggunakan Model Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC) Berbasis Pendekatan Saintifik Pada Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadi interaksi komunikasi belajar mengajar antara guru, peserta didik, dan komponen

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadi interaksi komunikasi belajar mengajar antara guru, peserta didik, dan komponen 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Pembelajaran merupakan suatu proses menciptakan kondisi yang kondusif agar terjadi interaksi komunikasi belajar mengajar antara guru, peserta didik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika tidak hanya mengharuskan siswa sekedar mengerti materi yang dipelajari saat itu, tapi juga belajar dengan pemahaman dan aktif membangun

Lebih terperinci

KONSEP IPS TERPADU KONSEP PEMBELAJARAN TERPADU

KONSEP IPS TERPADU KONSEP PEMBELAJARAN TERPADU KONSEP IPS TERPADU KONSEP PEMBELAJARAN TERPADU Pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting bagi perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan perwujudan diri siswa. Hal ini karena pendidikan menyediakan lingkungan yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kelompok pada materi Keanekaragaman Makhluk Hidup yang meliputi data (1)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kelompok pada materi Keanekaragaman Makhluk Hidup yang meliputi data (1) 58 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada bab ini diuraikan hasil-hasil penelitian pembelajaran beserta pembahasannya tentang penerapan pembelajaran kooperatif tipe investigasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun pelajaran 2013/2014, pemerintah sudah menerapkan kurikulum yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun pelajaran 2013/2014, pemerintah sudah menerapkan kurikulum yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun pelajaran 2013/2014, pemerintah sudah menerapkan kurikulum yang dikembangkan dari kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum 2013. Pengembangan kurikulum 2013

Lebih terperinci

Oleh: Musringah SD Negeri 2 Durenan Kabupaten Tranggalek

Oleh: Musringah SD Negeri 2 Durenan Kabupaten Tranggalek JUPEDASMEN, Volume 2, Nomor 1, April 2016 251 PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS 1 SDN 1 DURENAN PADA TEMA PENGALAMANKU MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK DI KECAMATAN DURENAN KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Savitri Purbaningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Savitri Purbaningsih, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di kelas VIII-E SMP Negeri 44 Bandung, tentang pembelajaran IPS teridentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

Lebih terperinci

Pembelajaran IPA Biologi Berbasis Scientific Approach Di SMP Muhammadiyah 2 Depok Sleman

Pembelajaran IPA Biologi Berbasis Scientific Approach Di SMP Muhammadiyah 2 Depok Sleman SP-002-008 Proceeding Biology Education Conference (ISSN: 2528-5742), Vol 13(1) 2016: 97-101 Pembelajaran IPA Biologi Berbasis Scientific Approach Di SMP Muhammadiyah 2 Depok Sleman Muhammad Joko Susilo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini tak terlepas dari peran matematika sebagai ilmu universal dan konsep-konsep

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan pendapat Hamalik (2004: 28) yang menyatakan bahwa belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan pendapat Hamalik (2004: 28) yang menyatakan bahwa belajar 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Fisika Belajar adalah proses interaksi dengan lingkungan untuk mencari wawasan dan pengalaman sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku. Hal ini sesuai dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam mengefektifkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam mengefektifkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang diperoleh. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam mengefektifkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan mutlak yang harus terpenuhi dari setiap individu, karena dengan pendidikan potensi-potensi individu tersebut dapat dikembangkan

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016) PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATERI PESAWAT SEDERHANA Derin Nurfajriyah 1, Ani Nur Aeni 2, Asep Kurnia Jayadinata

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI) DAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI) DAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI) DAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS 1 Bintang Wicaksono, 2 Laela Sagita,, 3 Wisnu Nugroho Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap pemahaman. Hal ini terjadi ketika seseorang sedang belajar,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian Yang Relevan Dalam hasil penelitian yang relevan ini akan dibahas mengenai penelitian-penelitian yang telah dilakukan para peneliti terdahulu sebagai acuan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan membekali manusia akan ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan membekali manusia akan ilmu pengetahuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan membekali manusia akan ilmu pengetahuan, keterampilan, serta sikap yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang telah di persiapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan. Dalam

I. PENDAHULUAN. yang telah di persiapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara peserta didik dan pengajar yang menggunakan segala sumber daya sesuai dengan perencanaan yang telah di persiapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum yang sedang coba diterapkan oleh pemerintah ke beberapa sekolah sasaran saat ini yaitu Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mendorong peserta

Lebih terperinci

Oleh : Yeyen Suryani dan Sintia Dewiana. Abstrak

Oleh : Yeyen Suryani dan Sintia Dewiana. Abstrak PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (PROJECT BASED LEARNING) PENGARUHNYA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Studi Eksperimen Pada Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas X IIS di SMA Negeri

Lebih terperinci

PROSIDING Kajian Ilmiah Dosen Sulbar ISBN:

PROSIDING Kajian Ilmiah Dosen Sulbar ISBN: MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL INKUIRI DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR Sanrayani 1, Nurhidayah 2, Muhammad Assaibin 3 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kalau kita cermati saat ini pendidikan di Indonesia masih jauh dari harapan yang diinginkan, apalagi harapan yang dituangkan dalam Undangundang Nomor 20 Tahun

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING Tutit Sarimanah SMP Negeri 1 Cianjur tutitsarimanah@yahoo.com ABSTRAK Kemampuan berpikir kritis matematik penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembelajaran pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi antara anak dengan anak, anak dengan sumber belajar, dan anak dengan pendidik (Majid, 2014:15). Keberhasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kurikulum 2013 menghendaki pembelajaran yang diterapkan di sekolah adalah

I. PENDAHULUAN. Kurikulum 2013 menghendaki pembelajaran yang diterapkan di sekolah adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum 2013 menghendaki pembelajaran yang diterapkan di sekolah adalah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah akan melatih tiga ranah yakni

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Koballa dan Chiappetta (2010: 105), mendefinisikan IPA sebagai a way of

I. PENDAHULUAN. Koballa dan Chiappetta (2010: 105), mendefinisikan IPA sebagai a way of 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koballa dan Chiappetta (2010: 105), mendefinisikan IPA sebagai a way of thinking, a way of investigating, a body of knowledge, and its interaction with technology and

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA Tiara Irmawati Budi Handoyo Purwanto Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental II. TINJAUAN PUSTAKA A. Berpikir Kritis Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi

Lebih terperinci

Oleh. Nanda Risanti Dr. Abdurrahman Adisaputera, M.Hum. Abstrak. Kata kunci: Model Pembelajaran Saintifik, Teks Laporan Hasil Observasi.

Oleh. Nanda Risanti Dr. Abdurrahman Adisaputera, M.Hum. Abstrak. Kata kunci: Model Pembelajaran Saintifik, Teks Laporan Hasil Observasi. 1 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SAINTIFIK TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS TEKS LAPORAN HASIL OBSERVASI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 38 MEDAN TAHUN PEMBELAJARAN 2015/2016 Oleh Nanda Risanti Dr. Abdurrahman Adisaputera,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pendidikan nasional yaitu siswa harus memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap sosial, dan sikap spritual yang seimbang (Kemdikbud, 2013a). Fisika merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belajar merupakan usaha memperoleh perubahan tingkah laku, ini mengandung makna ciri proses belajar adalah perubahan- perubahan tingkah laku dalam diri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu kompetensi guru dalam

I. PENDAHULUAN. belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu kompetensi guru dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu pranata sosial yang menyelenggarakan pendidikan untuk mengembangkan potensi siswa. Keberhasilan pendidikan ini didukung dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas. Penekanan dari upaya

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas. Penekanan dari upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan terpenting dalam kehidupan manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan mengembangkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat berperan aktif dalam pembangunan negara. Untuk mengimbangi pembangunan di perlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu cara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Upaya meningkatkan kualitas pendidikan terus-menerus dilakukan baik secara konvensional maupun inovatif dalam menghadapi berbagai tantangan yang dipengaruhi

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PBL DAN TPS DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PBL DAN TPS DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PBL DAN TPS DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA Yessy Yolanda, Pujiati, Nurdin Pendidikan Ekonomi P. IPS Unila Jalan Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang I. PENDAHULUAN Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, proses, dan produk. Sains (fisika) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PROSES PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PROSES PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013 PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PROSES PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013 Oleh: Dra. Wuwuh Asrining Surasmi, M.Pd. Dosen Universitas Terbuka UPBJJ Surabaya ABSTRAK Upaya peningkatan kualitas pendidikan terus

Lebih terperinci

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah Suska Journal of Mathematics Education (p-issn: 2477-4758 e-issn: 2540-9670) Vol. 2, No. 2, 2016, Hal. 97 102 Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah Mikrayanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roni Rodiyana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roni Rodiyana, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan di indonesia senantiasa tidak pernah lepas dari berbagai masalah. Bahkan tak jarang setelah satu masalah terpecahkan akan muncul masalah baru. Hal ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah scaffolding memang tidak terlalu asing akhir-akhir ini. Hammond

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah scaffolding memang tidak terlalu asing akhir-akhir ini. Hammond 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Scaffolding Istilah scaffolding memang tidak terlalu asing akhir-akhir ini. Hammond (2001: 20) menyatakan bahwa: Bagian penting dalam setiap pembahasan teori

Lebih terperinci

Oleh: Ali Banowo SMP Negeri 3 Panggul Kabupaten Tranggalek

Oleh: Ali Banowo SMP Negeri 3 Panggul Kabupaten Tranggalek 244 Ali Banowo, Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Materi Menumbuhkan... PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA MATERI MENUMBUHKAN KESADARAN DAN KETERIKATAN TERHADAP NORMA MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK DI KELAS

Lebih terperinci

(Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG

(Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG (Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG UPT SANGGAR KEGIATAN BELAJAR (SKB) KABUPATEN BANDUNG 2017 DESAIN PEMBELAJARAN Oleh: Yaya Sukarya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. inovatif. Menyadari bagaimana cara memikirkan pemecahan permasalahan

I. PENDAHULUAN. inovatif. Menyadari bagaimana cara memikirkan pemecahan permasalahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan global menuntut dunia pendidikan untuk selalu berkembang dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Pemerintah di beberapa negara mengajukan salah satu cara untuk

Lebih terperinci

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 PM - 26 Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Viviana Muplihah (Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Hidayat (2013:111) mengemukakan bahwa kurikulum di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Hidayat (2013:111) mengemukakan bahwa kurikulum di Indonesia telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pondasi dasar dari kemajuan suatu bangsa, tidak ada bangsa yang maju apabila bangsa tersebut tidak memperhatikan bidang pendidikan. Kurikulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang dekat sekali dengan kehidupan manusia. Saat kita mempelajari IPA, berarti mempelajari bagaimana alam semesta

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kurikulum Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang artinya tempat berpacu. Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu semakin pesat. Perkembangan ini tidak terlepas dari peranan dunia pendidikan, karena melalui

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP Usep Suwanjal SMK Negeri 1 Menggala Tulang Bawang Email : usep.suwanjal@gmail.com Abstract Critical thinking

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Persiapan Penelitian Persiapan penelitian yang dilakukan meliputi: a. Melakukan observasi awal untuk mengidentifikasi masalah yang meliputi wawancara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan. berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Trianto, 2007:3).

I. PENDAHULUAN. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan. berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Trianto, 2007:3). 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal (persekolahan),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach) Pendekatan adalah usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti dikelas VIII-2 SMP Negeri 43 Bandung. Tentang pembelajaran IPS terdapat beberapa permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi pada masa sekarang ini pendidikan memegang peranan yang sangat penting. Seseorang tanpa pendidikan dianggap tidak mampu memasuki era globalisasi.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu (kuasi). Penelitian eksperimen merupakan salah satu jenis penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif. Adapun metode kuantitatif yang digunakan adalah metode eksperimen kuasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN yang mengadopsi langkah-langkah ilmiah dalam memecahkan suatu

I. PENDAHULUAN yang mengadopsi langkah-langkah ilmiah dalam memecahkan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendekatan ilmiah merupakan suatu pendekatan yang diamanatkan oleh kurikulum 2013 yang mengadopsi langkah-langkah ilmiah dalam memecahkan suatu masalah. Tim Penyusun (2013)

Lebih terperinci

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN KURIKULUM Oleh: M. Lazim

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN KURIKULUM Oleh: M. Lazim PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013 Oleh: M. Lazim A. PENDAHULUAN Pendekatan Saintifik adalah konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan proses pembelajaran merupakan hal utama yang didambakan dalam melaksanakan pendidikan di sekolah. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Geografi sebagai salah satu mata pelajaran dari beberapa mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Mengah Atas (SMA). Geografi juga masuk dalam mata pelajaran yang diujikan

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Saintifik Proses pembelajaran berbasis pendekatan saintifik sesuai dengan konteks kurikulum 2013, terutama pada mata pelajaran IPA. Menurut Daryanto (2014), pembelajaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Inkuiri sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi. Gulo menyatakan strategi inkuiri berarti

Lebih terperinci