BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Hasil Belajar Matematika tentang Bangun Datar di Kelas V SD a. Karakteristik Siswa Kelas V SD Siswa kelas lima sekolah dasar merupakan siswa yang memiliki usia antara tahun. Mereka memiliki perkembangan dalam beberapa aspek baik fisik maupun mental. Hal ini seperti tugas anak usia sekolah dasar menurut Havighurst (Susanto, 2014: 72) yang meliputi: (1) belajar keterampilan fisik untuk pertandingan biasa sehari-hari, (2) membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sebagai organisme yang sedang tumbuh dan berkembang, (3) belajar bergaul dengan teman sebaya, (3) belajar peranan sosial yang sesuai sebagai pria atau wanita, (4) mengembangkan konsep-konsep yang perlu bagi kehidupan sehari-hari, (5) mengembangkan kata hati, moralitas, dan suatu skala nilai-nilai, (6) mencapai kebebasan pribadi, (7) mengembangkan sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok dan institusi-institusi sosial. Tahap perkembangan kognitif anak menurut Jean Piaget (Budiman, 2006: 42) terdiri dari empat tahap yaitu periode sensori motorik, periode praoperasional, periode operasional konkret, dan periode operasional formal. Usia anak kelas V berada pada operasional konkret, namun karakteristik periode operasional formal mulai tampak. Perilaku yang tampak pada tahap ini adalah sebagai berikut. (1) Mampu mengaperasikan kaidah logika matematika berupa tambah, kurang, kali, bagi, serta kombinasi dari keempat logika matematika tersebut; (2) Mampu mengkritisi sesuatu kemungkinan dalam bentuk sederhana; (3) Mampu memprediksi sesuatu berdasarkan fakta dan data yang ada; (4) Mampu berpikir analisis dan sintetis (Budiman, 2006: 52). 7

2 8 Dalam rangka memfasilitasi perkembangan kognitif anak, pembelajaran berorientasi pada model eksplorasi, serta mencari dan menemukan (inquirydiscovery). Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak usia kelas lima sekolah dasar memiliki pertumbuhan fisik dan mental yang khas, mulai belajar untuk bersosialisasi dan perkembangan kognisi yang berpikir pada eksplorasi lingkungan sekitar, rasa ingin tahu yang tinggi dan suka dalam belajar untuk menemukan. Hal ini sesuai dengan penerapan discovery learning dengan media benda konkret yang mampu memberikan kesempatan siswa untuk dapat menemukan konsep matematika berdasarkan benda nyata. Melalui kegiatan menemukan, belajar siswa akan lebih mantap. Siswa akan banyak menemukan hal-hal baru dalam konsep matematika. b. Hakikat Hasil Belajar 1) Pengertian Belajar Setiap individu baik secara sadar atau tidak, mereka mengalami proses yang dinamakan belajar. Uno & Mohamad (2012: 139) mengartikan belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari latihan pengalaman individu akibat interaksi dengan lingkungannya. Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dari hasil perbuatan belajar seseorang dapat berupa kebiasaan-kebiasaan, kecakapan atau dalam bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan. Kegiatan belajar merupakan pengalaman siswa secara nyata. Selain arti belajar di atas, belajar didefinisikan sebagai kegiatan berkelanjutan dalam rangka perubahan tingkah laku siswa secara konstruktif yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Saefuddin & Berdiati, 2014: 8). Proses belajar menjadi sangat kompleks karena banyak komponen yang memerlukan keterlibatan langsung siswa. Sejalan dengan pendapat di atas, Bruner mengugkapkan konsepnya mengenai belajar yakni belajar dengan menemukan (discovery learning) siswa mengorganisasikan bahan pelajaran yang dipelajarinya dengan suatu bentuk akhir yang sesuai

3 9 dengan tingkat kemajuan berpikir anak (Suyono & Hariyanto, 2012: 88). Siswa mengkonstruk pemahaman melaului proses menemukan sehingga pengalaman dan pemahaman yang dimiliki anak akan lebih kuat. Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku siswa untuk memperoleh pengetahuan sebagai hasil dari pengalaman yang diperoleh. Pengalaman dilakukan dengan menemukan dan mengorganisasikan. Dengan menemukan dan mengorganiasikan bahan pelajaran, hasil dari belajar menjadi relatif menetap dalam diri individu yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. 2) Hasil Belajar Hasil belajar akan tercapai apabila melalui proses pembelajaran. Kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar, hal ini dikemukakan oleh Abdurrahman (Jihad & Haris, 2008: 14) sebagai definisi hasil belajar. Juliah, dalam buku yang sama, berpendapat bahwa hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukan. Pendapat senada dikemukakan oleh Sudjana (2012: 22) yang secara umum mengutarakan bahwa hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan yang dimiliki siswa berasal dari proses belajar. Proses belajar akan memberikan pengalaman nyata bagi siswa. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah semua kemampuan yang telah dialami siswa melalui proses belajar. Dengan hasil belajar, pengalaman siswa dapat diukur untuk mengetahui sejauh mana siswa mengikuti proses belajar. Hasil belajar diukur dari beberapa aspek. Benyamin S. Bloom mengukur hasil belajar melalui tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik (Jihad & Haris, 2008:14).

4 10 a) Ranah Kognitif Ranah kognitif dalam pembelajaran berkenaan dengan hasil belajar intelektual siswa atau yang berhubungan dengan kecerdasan siswa, kemampuan berpikir, dan bernalar siswa. Menurut Bloom (Sudjana, 2012: 22) hasil belajar intelektual yang meliputi enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Adapun, Anderson dan Krathwohl (Widoyoko, 2014: 30) kognitif dibagi menjadi enam jenjang, yaitu mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. b) Ranah Afektif Pada ranah afektif, kemampuan siswa diukur berkenaan dengan sikap dan nilai. Widoyoko (2014) menyebutkan, ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi dan nilai. Krathwohl, Bloom dan Maisa mengkategorikan ranah afektif sebagai hasil belajar dengan kategori: kepekaan menerima/memperhatikan (reciving/attending), jawaban (responding), penilaian (valuing), organisasi, dan internalisasi nilai. Kategori ini merupakan kategori yang berjenjang dari jenjang dasar atau sederhana sampai jenjang yang kompleks. Jenjang pada penilaian akan bergantung pada proses belajar dan kemampuan individu untuk mengalami sejauh mana ia dapat mencapai jenjang afektif. c) Ranah Psikomotorik Ranah psikomotorik mengukur kemampuan siswa dalam keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah ia menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah ini berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya mengukur, menggunakan media, mencari dan mengumpulkan informasi, serta keterampilan menyelesaikan masalah secara cepat dan tepat.

5 Dari ketiga ranah hasil belajar di atas, ranah kognitif dilihat berdasarkan hasil belajar siswa pada kemampuan berpikir dan bernalar. Ranah afektif dan psikomotor dilihat berdasarkan sikap dan keterampilan siswa. Dari ketiga ranah ini akan saling berhubungan. Sudjana (2012: 32-34) mengungkapkan bahwa hasil belajar psikomotorik sebenarnya tahap lanjutan dari hasil belajar afektif yang akan tampak dalam kecenderungan-kecenderungan untuk berperilaku. Hasil afektif dan psikomotorik pun ada yang tampak pada saat proses belajar mengajar atau pun akan tampak kemudian (setelah pembelajaran diberikan) dalam praktik kehidupan siswa dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Hasil belajar dapat diukur melalui proses tes maupun nontes. Hasil belajar kognitif diukur melalui tes tertulis. Hasil belajar ranah afektif diukur melalui observasi dan penilaian diri. Adapun, hasil belajar ranah psikomotorik diukur melalui penilaian kinerja. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar dilihat dari tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Namun, pada penelitian ini hanya akan menyakup hasil belajar ranah kognitif. Proses penilaian hasil belajar akan dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung atau dievaluasi setelah pembelajaran selesai. c. Hakikat Matematika 1) Pengertian Matematika Matematika merupakan suatu bidang studi yang terdapat pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia. Menurut Wahyudi (2008: 3) Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya yang sudah diterima, sehingga kebenaran antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas. 11

6 Ruseffendi (Heruman, 2010: 1) menyatakan, matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya dalil. Tahapan matematika tersebut yang membentuk konsep dalam matematika menjadi lebih jelas. Matematika menurut Soedjadi (Uno & Umar, 2014; 108) yaitu hal yang memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Pendapat ini menjadi penguat bahwa matematika sebagi kesatuan matematika yang utuh dalam bentuk konsep. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan bidang studi dasar yang memiliki kajian objek abstrak dengan penyampaiannya akan menemukan berbagai konsep yang jelas. Dengan belajar matematika melalui proses yang berurut: observasi, menebak, menguji hipotesis, mencari analogi dan akhirnya merumuskan teorema, maka akan menghasilkan konsep-konsep yang tepat. 2) Tujuan Pembelajaran Matematika SD Suatu mata pelajaran memiliki tujuan tertentu dalam melaksanakan proses pembelajaran. Tujuan ini dicapai agar materi yang diajarkan dapat berguna untuk jenjang yang lebih tinggi. Adapun tujuan pembelajaran matematika sekolah, khusus di Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidiyah (MI) agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. 12 (a) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, fisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. (b) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. (c) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,

7 13 menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh (d) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. (e) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. (BSNP, 2006) Jadi, tujuan pembelajaran matematika dicapai untuk menjadikan siswa lebih terampil dan memiliki sikap yang baik setelah belajar matematika. Penelitian ini mengambil tujuan matematika keseluruhan berdasarkan peraturan pemerintah. 3) Ruang Lingkup Matematika Kelas V SD Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dituliskan, matematika sekolah dasar meliputi: a) bilangan, b) geometri dan pengukuran, dan c) pengolahan data. Bilangan membahas tentang konsep-konsep lambang bilangan dan perhitungan dasar sederhana yang banyak melibatkan media konkret dan media manipulatif. Geometri dan pengukuran fokus pada konsep bangun datar dan ruang melalui penerapan media konkret dan manipulatif. Pada pengolaha data, siswa diajarkan tentang hakikat data, cara membaca dan mengolah data berdasarkan kaidah yang rasional dan ilmiah menggunakan data-data konkret atau manipulasi. Ruang lingkup matematika, khususnya kelas V SD, mencakup bilangan, geometri dan pengukuran. Geometri membahas tentang konsep dasar bangun datar dan ruang yang meliputi: macam bangun, sifat, dan perhitungan sederhana dalam konsep bangun datar dan ruang. Penelitian ini mengambil lingkup materi bangun datar dengan cakupan materi sifat-sifat bangun datar. Pada materi sifat-sifat bangun datar dibatasi pada hal sisi dan sudut bangun datar. Adapun, bangun datar yang akan diteliti meliputi: segitiga, persegi panjang, persegi, belah ketupat, jajar genjang, trapesium, layang-layang, dan lingkaran.

8 14 4) Materi Bangun Datar Kelas V SD Materi bangun datar didasarkan pada standar isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar. Cakupan materi disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada. Batasan materi dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.1. Standar Isi Matematika Kelas V Semester 2 tentang Bangun Datar Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Geometri dan Pengukuran 6. Memahami sifat-sifat bangun 6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat dan hubungan antar bangun bangun datar (Sumber: Standar Isi KTSP, 2006) Berdasarkan Tabel 2.1., materi bangun datar kelas lima antara lain mengetahui sifat-sifat dari bangun datar, seperti: segitiga, persegi panjang, persegi, belah ketupat, jajar genjang, trapesium, layanglayang, dan lingkaran. Adapun materi sifat-sifat bangun datar sebagai berikut (Sumanto, Kusumawati, Aksin, 2008: 71-75). a) Segitiga Berikut ini beberapa bentuk segitiga, berdasarkan sisinya terdapat segitiga sama sisi, sama kaki, dan segitiga sembarang. C A B Segitiga Sama Sisi Segitiga Sama Kaki Segitiga Sembarang Berdasarkan sudutnya, segitiga terdiri dari segitiga siku-siku, segitiga lancip dan segitiga tumpul.

9 15 C G A B Segitiga Siku-siku Segitiga Lancip b) Persegi Panjang D C E Segitiga Tumpul F A B Contoh bentuk persegi panjang yang dekat misalnya papan tulis, permukaan buku tulis, dan permukaan meja. c) Persegi Contoh benda berbentuk persegi adalah sapu tangan, keramik lantai/ubin. d) Belah Ketupat AB = BC = CD = AD Contoh benda berbentuk belah ketupat adalah tanda gerakan Pramuka pada baju Pramuka, makanan wajik yang diiris berbentuk belah ketupat.

10 16 e) Jajargenjang Jajargenjang merupakan bangun datar segi empat. Adapun bentuknya seperti gambar di bawah ini. AB = CD EF = GH AD = BC EH = FG Contoh benda berbentuk jajar genjang adalah tanda barung Pramuka Siaga, makanan kue lapis yang diiris berbentuk jajar genjang. f) Trapesium g) Layang-Layang h) Lingkaran Lingkaran yang berpusat di titik P biasanya dinamakan lingkaran P. PA disebut jari-jari. AE disebut diameter.

11 17 d. Peningkatan Hasil Belajar Matematika tentang Bangun Datar di Kelas V SD Peningkatan sebagai proses yang menyatakan kemajuan baik secara kuantitas dan kualitas suatu hal yang memunculkan sebuah perubahan perilaku maupun sifat dapat diukur melalui berbagai aspek. Pengukuran peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika di sekolah dasar berdasarkan pada hasil belajar ranah kognitif. Lebih jelasnya, perhatikan indikator pada tabel berikut. Tabel 2.2. KD dan Indikator Matematika tentang Bangun Datar Kelas V SD Kompetensi Dasar 6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar Indikator Segitiga 1) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sisinya 2) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sudutnya Persegi Panjang 1) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sisinya 2) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sudutnya Persegi 1) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sisinya 2) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sudutnya Belah Ketupat 1) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sisinya 2) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sudutnya Jajar Genjang 1) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sisinya 2) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sudutnya Trapesium 1) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sisinya 2) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sudutnya

12 6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar (Silabus dapat dilihat pada Lampiran 3) Layang-Layang 1) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sisinya 2) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sudutnya Lingkaran 1) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sisinya 2) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sudutnya 2. Discovery Learning dengan Media Benda Konkret di Kelas V SD a. Pengertian Model Pembelajaran Hal yang berkaitan dengan pembelajaran adalah model pembelajaran. Model pembelajaran menurut Dahlan (Sutikno, 2014: 57) merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran atau pun setting lainnya. Rencana disusun sesuai kondisi siswa di kelas. Setting yang digunakan adalah sesuai kelas yang dihadapi. Pendapat lain tentang model adalah pendapat Komalasari (2013: 57) yang mengemukakan definisi model pembelajaran sebagai bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir dan disajikan secara khas oleh guru. Hal ini menjadikan suatu model pembelajaran memiliki langkah yang pasti. Langkah akan memberikan gambaran pembelajaran yang dilakukan dari awal sampai akhir. Langkah-langkah dalam model pembelajaran dijalankan sesuai apa yang ada dan disesuaikan dengan kondisi siswa yang dihadapi. Model Pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran (Saefuddin & Berdiati, 2014: 48). Pendapat ini sebagai pelengkap pendapat sebelumnya bahwa model 18

13 19 pembelajaran tidak saja menjalankan langkah, akan tetapi memperhatikan juga pada tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Pengajar akan berhasil jika langkah model pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu pola guru dalam membuat langkah pembelajaran yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran untuk dijadikan pedoman dalam mengajar. Model pembelajaran memiliki langkah pasti yang akan dilaksanakan selama proses belajar mengajar. Ada beberapa model pembelajaran yang dikembangkan. Adapun, menurut Hosnan (2014) yang termasuk dalam model pembelajaran adalah student centered learning, active learning, cooperarive learning, contextual teaching and learning, discovery learning, problem-based learning, collaborative learning, dan project based learning. Dari beberapa model tersebut, setiap model pembelajaran memiliki keunikan sendiri. Di dalam penelitian ini digunakan model pembelajaran discovery learning. b. Hakikat Discovery Learning 1) Pengertian Discovery Learning Pembelajaran bermakna dilakukan melalui proses pencarian dan penemuan sesuatu informasi yang melibatkan seluruh sistem organ dari sejumlah komponen pembelajaran. Proses pencarian dan penemuan inilah yang disebut discovery learning. Discovery berarti penemuan. Hosnan (2014: 282) mendefinisikan discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Russefendi mengemukakan bahwa discovery learning adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya tanpa pemberitahuan langsung; sebagian atau seluruhnya ditemukan

14 20 sendiri (Supriyanto, 2014). Pendapat lain juga dikemukakan oleh Yang, dkk. (2010) menyatakan, "Discovery learning is one of the pedagogic strategies which reduce teachers direct instruction and have students construct knowledge on their own". Artinya, discovery learning adalah salah satu strategi pembelajaran yang mengurangi perintah langsung dari guru dan siswa mengkonstruk pengetahuan secara sendiri. Hal ini menjadikan bahwa siswa benar-benar membangun pengetahuannya sendiri. Guru berperan sebagai pendamping, sesaat juga dapat mengarahkan. Guru tidak akan merajai dalam pembelajaran. Discovery learning yakni proses pembelajaran yang berfokus pada penemuan masalah (sumber pembelajaran) yang berasal dari pengalaman-pengalaman nyata siswa (Anam, 2015: 110). Hal ini memperkuat definisi discovery learning. Tujuan utama discovery adalah membangun pengetahuan secara induktif dari pengalaman-pengalaman siswa dan pengalaman tersebut sebagai sumber informasi materi yang dapat dieksplorasi dalam proses pembelajaran. Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa discovery learning adalah model pembelajaran penemuan yang mengutamakan keaktifan siswa untuk menemukan konsep pengetahuan berdasarkan pengalaman nyata siswa sehingga pengetahuan tidak mudah dilupakan oleh siswa. Siswa akan membangun pengetahuannya secara mandiri. Siswa terlibat lebih banyakk dalam aktifitas pembelajaran. Guru akan memfasilitasi keperluan untuk membangun pengetahuan siswanya. 2) Langkah-langkah Discovery Learning dalam Pembelajaran Matematika Kelas V SD Discovery learning sebagai model pembelajaran dengan keaktifan siswa menemukan konsep, memiliki langkah-langkah khas yang dikemukakan oleh Hosnan (2014: 289) dengan prosedur: stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan), problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah), data collection (pengumpulan data), data pro-

15 21 cesssing (pengolahan data), verification (pembuktian), dan generalization (menarik kesimpulan/generalisasi). Langkah discovery learning yang serupa juga dikemukakan oleh Aisyah (2008: 1.14) sebagai berikut. 1) Stimulus (pemberian perangsang/stimulasi) Kegiatan belajar dimulai dengan memberikan pertanyaan yang merangsang berpikir siswa, menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Pertanyaan atau permasalahan diberikan agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. 2) Problem Statement (mengidentifikasi masalah) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran kemudian memilih dan merumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara dari masalah tersebut). 3) Data collection ( pengumpulan data) Guru memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis tersebut. 4) Data Processing (pengolahan data) Langkah pengolahan data yakni mengolah data yang telah diperoleh siswa melalui kegiatan wawancara, observasi, dan lainlain. Kemudian, data tersebut ditafsirkan. 5) Verification (Verifikasi) Guru mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis yang ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil dan data processing. 6) Generalization (Generalisasi) Langkah ini adalah mengadakan penarikan simpulan untuk dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi.

16 22 Jadi, pada penelitian ini langkah discovery learning pada mata pelajaran matematika sekolah dasar adalah sebagai berikut. 1) Stimulation Guru memberikan rangsangangan ketika menyampaikan materi, hal tersebut dapat didukung dengan media nyata yang sesuai dengan pembelajaran matematika. Dengan media nyata dan menarik, siswa akan lebih tertarik untuk mengamati penjelasan guru dan menimbulkan rasa ingin tahu pada siswa. 2) Problem Statement Tahapan merumuskan masalah dan mengajukan hipotesis ini, guru membimbing siswa untuk mengidentifikasi masalah yang muncul terkait dengan materi yang telah disampaikan. Dari pemberian stimulus melalui media nyata, siswa akan memunculkan berbagai permasalah atau guru dapat memberikan petunjuk untuk menyatakan masalah. Kemudian, siswa mengajukan hipotesis. Pada tahap ini, siswa dapat dikelompokan untuk melakukan diskusi. 3) Data collection Pada langkah mengumpulkan data, guru mengarahkan siswa untuk mencari data atau informasi dari berbagai sumber yang dapat mendukung hipotesis yang telah dikemukakan siswa. Siswa dapat mencari data dengan membaca buku atau sumber lain yang relevan. 4) Data Processing Guru membimbing siswa untuk mengolah data berdasarkan data yang telah diperoleh saat mengumpulkan data. Siswa mengolah data pendukung hipotesis, hal ini merupakan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis. 5) Verification Siswa melakukan pemeriksaan, dapat pula percobaan atau pengukuran, untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis. Selama

17 23 kegiatan pengukuran, guru dapat membimbing dan mengawasi siswa. 6) Generalization Siswa membahas hasil pengukuran atau pemeriksaan untuk mendapatkan simpulan. Simpulan ini dijadikan sebagai hasil diskusi dan dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua masalah yang sama. 3) Keunggulan dan Kelemahan Discovery Learning Sebagai model pembelajaran, discovery learning memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan. Keunggulan Discovery learning menurut Hosnan (2014) antara lain: (a) membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses kognitif, (b) pengetahuan yang diperoleh siswa menjadi sangat kuat (c) mendorong siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akal dan motivasi diri (d) siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik (e) menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil. Kunggulan-keunggulan discovery learning menurut Sujarwo (2011: 79) diantaranya: (a) menambah penguasaan keterampilan dan kognitif siswa; (b) penemuan membangkitkan gairah belajar siswa; (c) memberikan kesempatan siswa untuk bergerak maju sesuai kemampuan dirinya; (d) membantu perkembangan siswa menuju skeptisme yang sehat untuk menemukan kebenaran akhir dan mutlak. Selain keunggulan tersebut, Marlina (2014) menambahkan keunggulan discovery learing sebagai berikut: (a) meningkatkan semangat belajar siswa, (b) membantu siswa untuk meningkatkan keterampilan-keterampilan dan kreatifitas belajar, (c) mendorong siswa untuk berpikir kritis, (d) dapat membentuk dan mengembangkan diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide, dan (e) mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan bekerja dalam kelompok atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur, dan terbuka.

18 24 Dapat disimpulkan keunggulan discovery learning untuk pembelajaran matematika adalah: (a) meningkatkan semangat siswa untuk belajar, (b) memberi kesempatan siswa untuk berekspolrasi (c) pengetahuan yang diperoleh siswa menjadi lebih matang, tidak mudah dilupakan, (d) mengasah kemampuan kognitif dan keterampilan (e) menimbulkan perasaan senang atas penemuan dan keberhasilan siswa. Selain kelebihan tersebut, beberapa kelemahan discovery learning menurut Hosnan (2014: 288) antara lain: (a) tidak berlaku untuk semua topik pada mata pelajaran, (b) menyita banyak waktu, (c) tidak semua siswa mampu melakukan penemuan, (d) menyita waktu guru, karena guru dituntut untuk mengubah kebiasaan mengajar menjadi fasilitator dan pembimbing siswa. Berbeda dengan pendapat Sujarwo (2011: 80), kelemahan discovery learning sebagai berikut: (a) dipersyaratkan adanya persiapan mental untuk cara belajar discovery learning; (b) kurang berhasil untuk mengajar kelas besar; (c) kurang memperhatikan sikap dan keterampilan; (d) menjadi hal yang tidak biasakarena seringnya kelas menggunakan pembelajaran tradisional. Sejalan dengan pendapat Sujarwo tersebut, Marlina (2014) menyimpulkan beberapa kelemahan dari discovery learning yaitu: (a) kurang berhasil untuk menajar kelas besar, (b) sulit mengkontrol kegiatan dan keberhasilan siswa, (c) para siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental, (d) bagi guru dan siswa yang sudah terbiasa pada pembelajaran tradisional maka akan sulit diterapkan, (e) memerlukan waktu pembelajaran yang lama. Dari paparan kelemahan discovery learning dapat disimpulkan beberapa kelemahan dalam pembelajaran matematika. Kelemahan tersebut antara lain: (a) kesiapan mental siswa harus kuat, (b) memerlukan waktu yang cukup lama (c) tidak semua siswa dapat menemukan konsep secara tepat, (d) hanya topik tertentu yang dapat dipraktikan dalam pembelajaran (e) belum terbiasanya guru dengan keaktifan siswa untuk memeroleh pengetahuan sendiri. Dari beberapa

19 25 kelemahan di atas, peneliti berusaha meminimalisasi kelemahankelemahan dalam pembelajaran. c. Hakikat Media Benda Konkret 1) Definisi Media Pembelajaran Pembelajaran di kelas akan terasa hampa tanpa adanya media yang mendukung. Media menurut Asyhar (2012: 5) yaitu "suatu sarana atau perangkat yang berfungsi sebagai perantara atau saluran dalam suatu proses komunikasi antara komunikator dan komunikan." Hal ini menunjukan bahwa media diperlukan dalam suatu komunikasi. Criticos (Daryanto, 2013: 4) menyatakan definisi media merupakan suatu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan. Pendapat serupa tentang media menurut Sukiman (2012: 29) adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran dan minat siswa sedemikian rupa sehingga proses komunikasi dapat efektif. Pendapat di atas memiliki kata kunci komunikasi. Komunikasi dapat diartikan sebagai proses belajar atau pembelajaran. Dapat disimpulkan dari beberapa pendapat di atas bahwa media pembelajaran adalah semua alat yang digunakan dalam proses belajar mengajar sebagai penyalur pesan sehingga merangsang minat belajar siswa. Media dapat disajikan sebagai perangsang siswa untuk aktif dalam belajar sehingga pembelajaran akan menjadi hidup. Media yang dipilih juga harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. 2) Media Benda Konkret Terdapat beberapa jenis media pembelajaran, salah satunya adalah benda konkret. Makna kata konkret memiliki persamaan dengan kata nyata; benar-benar ada (berwujud, dapat dilihat, diraba), sehingga batasan kata konkret dapat disamakan dengan persamaan katanya. Menurut Setyono (2007: 46) benda konkret atau benda nyata adalah

20 26 benda-benda yang dapat dipegang, dilihat, dan dirasakan oleh anakanak. Pendapat ini sesuai dengan makna kata konkret. Media benda konkret menrut Susilana & Riyana (2009: 23) media objek yaitu media tiga dimensi yang menyampaikann informasi tidak dalam bentuk penyajian, melainkan melalui fisiknya sendiri seperti ukuran, bentuk, berat, susunan, warna, fungsi dan sebagianya. Media objek dapat dipegang dan dirasakan. Dalam penyajiannya, media objek berarti sama seperti benda konkret atau nyata, yaitu benar-benar ada. Concrete materials are regarded as a way of increasing mathematical understanding. They are typically real-life objects that are used to represent mathematical concepts (Mutodi & Ngirande, 2014). Maksudnya, media konkret berkenaan dengan peningkatan pemahaman matematika. Media tersebut merupakan objek yang ada pada kehidupan nyata yang digunakan untuk menunjukan konsep matematika. Hal ini menunjukkan media yang digunakan dalam pembelajaran matematika. Media konkret akan ditemukan di lingkungan sekitar karena sesuai dengan media benda matematika yang ada di sekitar. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan media benda konkret adalah benda-benda yang dapat dilihat dan dirasakan yang ada di lingkungan sekitar. Benda konkret pada penelitian ini adalah semua benda yang berkaitan dengan matematika bangun datar segitiga, persegi panjang, persegi, belah ketupat, jajar genjang, trapesium, layang-layang, dan lingkaran, yaitu: tahu segitiga, penggaris segitiga, hasduk Pramuka, sapu tangan, keramik lantai/ubin, kertas gambar, tanda Gerakan Pramuka, kue yang dipotong berbentuk jajar genjang, sayap pesawat terbang mainan, maket atap rumah, laying-layang mainan, piring, biskuit bayi. 3) Manfaat Media Benda Konkret di Kelas V SD Penggunaan media benda konkret memiliki beberapa manfaat. Manfaat media dapat ditinjau dari keunggulan atau kelebihan dari media benda konkret. Kelebihan dari media benda konkret adalah memberikan

21 27 pengalaman nyata kepada siswa sehingga pembelajaran lebih konkret (Asyhar, 2012: 55). Sanaky (2013: 129) menyatakan bahwa belajar dengan bendabenda nyata, pembelajaran tidak terkesan monoton. Tidak hanya mendengar penelasan guru dan melihat gambar saja, namun siswa lebih aktif. Hal ini menjadikan pembelajaran yang diperoleh siswa dapat benar-benar nyata. Manfaat media benda konkret menurut konsep Bruner (Mutodi & Ngirande, 2014) dapat mengembangkan pemahaman konsep matematika secara mendalam sehingga, guru dapat mengklarifikasi konsep abstrak matematika. Dengan memegang, melihat dan melakukan terhadap suatu benda, siswa dapat mengikat secara mendalam dan memahami pemahaman akhir terhadap matematika. Dari beberapa pendapat dapat disimpulkan manfaat media benda konkret bagi kelas V SD yakni dapat memberikan pengalaman belajar karena siswa aktif dengan media. Khususnya dalam pembelajaran matematika, siswa dapat mendalami pemahaman konsep matematika secara lebih jelas. d. Penerapan Discovery Learning dengan Media Benda Konkret dalam Pembelajaran Matematika Kelas V SD Discovery learning merupakan model pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk belajar dengan menemukan suatu konsep agar konsep tersebut dapat menjadi pengetahuan yang mudah dipahami oleh siswa yang dikolaborasikan dengan media benda konkret agar penerapan dalam pembelajaran semakin jelas. Langkah-langkah penerapan discovery learning dengan media benda konkret pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Stimulation dengan media benda konkret Stimulus adalah langkah untuk memberikan rangsangan kepada siswa melalui media. Siswa akan diarahkan untuk mengamati media benda konkret yang disajikan sehingga siswa

22 28 merasa tertantang untuk menggali rasa ingin tahu. Pada langkah ini, guru akan mengeksplorasi pengetahuan tentang benda konkret bangun datar, kemudian menghadirkan benda konkret bangun datar sesungguhnya. 2) Problem Statement Pada tahap mengidentifikasi masalah, siswa diarahkan kepada persoalan yang penuh pertanyaan yang berasal dari pengamatan benda konkret. Hal ini akan menantang siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Guru dapat memberikan kesempatan untuk memberikan jawaban sementara (hipotesis). 3) Data collection dengan media benda konkret Pengumpulan data, sebagai aktivitas mengumpulkan informasi, siswa menjaring informasi untuk dapat mencari kebenaran dari jawaban sementara. Pengumpulan data dapat dengan membaca buku, wawancara atau pengamatan terhadap benda konkret yang ada. Siswa membentuk kelompok 3-5 anggota. Siswa mengumpulkan informasi melalui membaca atau mengamati benda konkret yang ada. Hal ini sebagai persiapan proses identifikasi dan mengumpulkan bukti dari hipotesis. Pada langkah ini, guru akan memberikan media benda konkret bangun datar berupa kertas bangun datar pada setiap kelompok. Media konkret ini sebagai media yang tetap apabila sebagai media penemuan dapat dijdaikan standar dalam pembelajaran. 4) Data Processing Siswa mengolah informasi yang telah diperoleh untuk mendapatkan alternatif jawaban dari jawaban sementara. Pengolahan data dapat berfungsi sebagai pembentukan konsep. Pada tahap ini, terjadi proses mengasosiasikan terhadap pengetahuan yang diperoleh dengan pengetahuan baru siswa. siswa dipastikan dapat berdiskusi mengenai semua data yang telah diperoleh selama data collection.

23 29 5) Verification dengan media benda konkret Dengan verifikasi, siswa melakukan pemeriksaan secara cermat. Melalui kegiatan mengumpulkan informasi baru, siswa dapat melakukan percobaan dengan media benda konkret melalui kegiatan mengukur, menimbang, menghitung dan menandai untuk menguji kebenaran hipotesis dan hasil alternatif jawaban. 6) Generalization (Generalisasi) Generalisasi adalah membuat simpulan untuk seluruh hasil verifikasi. Siswa dapat mengkomunikasikan melalui kegiatan diskusi dalam kelompok atau antarkelompok. Kegiatan mengkomunikasikan dapat berupa kegiatan lisan atau pun tulis. Dari keseluruhan langkah pembelajaran, siswa dibantu melalui pemberian lembar kerja siswa yang telah disediakan oleh guru. Lembar kerja pada penelitian ini sebagi pendukung pembelajaran, siswa dapat menuangkan ide dan hasil penemuan melalui lembar kerja yang diberikan guru. 3. Penelitian yang Relevan Beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini antara lain sebagai berikut. Penelitian sebelumnya tentang discovery learning diteliti oleh Yang, Liao, Ching, Chang dan Chan (2010) dengan judul The Effectiveness of Inductive Discovery Learning in 1:1 Mathematics Classroom. Hasil penelitian ini adalah pembelajaran matematika berjalan dengan sangat baik dengan meningkatnya ingatan siswa dan utamanya prestasi siswa meningkat. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah menggunakan discovery learning pada proses pembelajaran dan mata pelajaran matematika. Perbedaan penelitian terletak pada tujuan penelitian terdahulu adalah untuk mengetahui keefektifan penggunaan discovery learning pada matematika berbasis komputer, sedangkan penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika. Selain itu, subjek penelitian ini adalah siswa kelas V

24 30 di SD N Ampih, sedangkan penelitian terdahulu menggunakan siswa kelas III sekolah dasar. Penelitian oleh Mutodi dan Ngirande (2014) berjudul Perception of Secondary School Teachers towards the Use of Concrete Materials in Constructing Mathematical Meaning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media benda konkret dapat meningkatkan pemahaman matematika dalam pembelajaran bagi guru dan siswa. Persamaan penelitian tersebut adalah penggunaan media yang sama yakni media benda konkret dan dalam mata pelajaran matematika. Perbedaan penelitian terletak pada subjek, yakni guru sekolah menengah pada penelitian terdahulu dan siswa kelas V SD pada penelitian ini. Penelitian oleh Supriyanto (2014) berjudul "Penerapan Discovery Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VI B Mata Pelajaran Matematika Pokok Bahasan Keliling dan Luas Lingkaran Di SDN Tanggul Wetan 02 Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember" dengan hasil penelitian meningkatnya aktivitas dan hasil belajar matematika. Persamaan penelitian terdahulu adalah menggunakan discovery learning dan matematika sebagai mata pelajarannya serta hasil belajar sebagi variabel. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah subjek penelitian terdahulu menggunakan siswa kelas VI sedangkan penelitian ini menggunakan siswa kelas V. Penelitian yang dilakukan oleh Tama (2015) berjudul "Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Media Konkret dalam Peningkatan Pembelajaran Matematika tentang Operasi Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan pada Siswa Kelas V SD N Srusuhjurutengah Tahun Ajaran 2014/2015". Hasil penelitian tersebut adalah penerapan pendekatan saintifik dengan media konkret yang dilaksanakan sesuai langkah yang tepat dapat meningkatkan pembelajaran matematika tentang operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan pada siswa kelas V SD N Srusuhjurutengah. Persamaan penelitian terdapat pada media konkret yang digunakan dan subjek siswa kelas V. Perbedaan penelitian terdapat pada tujuan dan materi matematika. Tujuan

25 31 penelitian terdahulu adalah untuk meningkatkan pembelajaran sedangkan penelitian ini untuk meningkatkan hasil belajar. Materi yang digunakan oleh peneliti sebeumnya adalah pecahan sedangkan penelitian ini mengambil materi bangun datar. Dari keempat penelitian yang terdahulu, dapat disimpulkan bahwa penerapan discovery learning dengan media benda konkret dapat meningkatkan hasil belajar siswa. B. Kerangka Berpikir Kondisi awal pembelajaran matematika di sekolah dasar masih konvensional. Guru masih menjadi pusat pembelajaran, belum adanya interaksi multiarah di dalam kelas. Proses belajar diberikan guru tanpa melibatkan siswa sehingga pembelajaran belum memberikan pengalaman langsung kepada siswa. belum maksimalnya penggunaan media yang ada di lingkungan sekitar. Hal ini mengakibatkan belum optimalnya peningkatan pembelajaran yang mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Kondisi siswa di kelas belum menampakan keaktifan untuk mendalami materi. Siswa masih pasif untuk mengajukan pertanyaan ataupun pernyataan yang bersifat hipotetis. Hal ini juga tampak pada hasil belajar siswa yang masih rendah. Dari kondisi di atas, dengan penerapan discovery learning dengan media benda konkret, pembelajaran akan semakin hidup, interaksi multiarah dapat terjalin sehingga pembelajaran di dalam kelas menjadi aktif dan guru tidak hanya sebagai pusat pembelajaran, namun siswa dapat menggali lebih banyak pengetahuan melalui penemuan dengan benda konkret yang dilakukan oleh siswa. Melalui pembelajaran ini, siswa akan tertantang dan membuat siswa menemukan pengalaman baru. Siswa aktif dalam menemukan sendiri, membangun pengetahuannya sendiri, menekankan siswa dalam membentuk kerja sama yang efektif dan saling berbagi informasi dengan efektif. Dengan keaktifannya, siswa dapat menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan melakukan penemuan-penemuan yang telah diarahkan oleh guru. Siswa akan belajar berdasarkan pengalaman langsung melalui penemuan. Pembelajaran dilaksanakan melalui langkah-langkah: 1) Stimulation dengan

26 32 media benda konkret, siswa melakukan eksplorasi dengan menyebutkan benda di lingkungan sekitar yang berbentuk bangun datar. Siswa akan aktif mengeksplorasi pengetahuan tentang bangun datar. 2) Problem statement, guru memberikan pertanyaan untuk merangsang siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Siswa menyiapkan jawaban yang digunakan sebagai hipotesis atau jawaban sementara. Pada langkah ini, siswa dapat berpikir dan berani mengemukakan pendapat hipotesis dari suatu permaslahan. 3) Data collection dengan media benda konkret, siswa membentuk kelompok 3-5 anggota. Siswa mengumpulkan informasi melalui membaca atau mengamati benda konkret yang ada. Siswa diharapkan dapat benar-benar mencari informasi dan mengumpulkan informasi sebagai bahan dalam proses menemukan. 4) Data processing, siswa mengolah semua informasi yang diperoleh dari proses pengumpulan data. Pada kesempatan ini, diharapkan siswa dapat bertukar pikiran berdasarkan informasi yang telah didapat. 5) Verification dengan media benda konkret, siswa melakukan penemuan melalui media benda konkret dengan cara mengamati, mengukur, menghitung dan menandai. Siswa akan aktif karena telah diberikan kesempatan untuk menemukan konsep baru.dan 6) Generalization, siswa membuat simpulan dari seluruh proses penemuan. Pada langkah ini, siswa dapat mengkomunikasikan hasil temuannya dan dapat bertukar pendapat dengan kelompok lain. Siswa mampu mengemukakan pendapat secara aktif. Dari enam langkah discovery learning dengan media benda konkret di atas, hasil belajar matematika tentang bangun datar akan meningkat dan konsep tentang bangun datar dapat dimiliki siswa secara utuh. Pembelajaran materi bangun datar siswa kelas V dilaksanakan dalam tiga siklus dengang dua pertemuan pada masing-masing siklus. Siklus I, siswa akan belajar tentang sifat-sifat bangun segitiga, persegi panjang dan persegi. Siklus II siswa akan belajar tentang sifat-sifat bangun belah ketupat dan jajar genjang. Siklus III, siswa akan belajar tentang sifat-sifat bangun layang-layang, trapesium dan lingkaran. Jika hasil belajar siswa mencapai KKM yaitu 70 dan 85% siswa tuntas, maka penelitian dihentikan. Diduga penerapan discovery learning dengan media

27 33 benda konkret secara efektif, tepat dan sitematis dapat meningkatkan belajar matematika pada materi bangun datar. Adapun alur proses dapat dilihat pada gambar berikut. Kondisi Awal Pembelajaran masih konvensional. Belum terjadi interaksi multiarah. Penggunaan media belum maksimal. Siswa kurang aktif dalam pembelajar-an. Hasil Belajar bangun datar rendah. Tindakan Penerapan Discovery Learning dengan media benda konkret melalui langkah: 1. Stimulation dengan media benda konkret 2. Problem Statement 3. Data Collection dengan media benda konkret 4. Data Processing 5. Verification dengan benda konkret 6. Generalization Siklus I Pertemuan 1: Segitiga Pertemuan 2:Persegi Panjang dan Persegi Siklus II Pertemuan 1: Belah Ketupat Pertemuan 2: Jajar Genjang Siklus III Pertemuan 1: Layanglayang Pertemuan 2: Trapesium dan Lingkaran Siswa belajar dengan antusias dan terlibat aktif dalam pembelajaran. Siswa dapat memahami materi dan menemukan konsep materi. Siswa dapat menggunakan media benda konkret. Kondisi Akhir Hasil belajar bangun datar siswa kelas V SD N Ampih meningkat dengan KKM 70. Siswa tuntas mencapai 85%. Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir

28 34 C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas bahwa, jika discovery learning dengan media benda konkret diterapkan dengan langkahlangkah yang runtut, maka dapat meningkatkan hasil belajar bangun datar pada siswa kelas V di SD N Ampih tahun ajaran 2015/2016.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran di sekolah dasar merupakan pembelajaran yang diciptakan agar siswa menjadi aktif dan senang dalam belajar. Pembelajaran adalah proses interaksi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata Pelajaran Matematika dan Pembelajarannya Matematika memiliki banyak definisi dan tidak mempunyai definisi tunggal yang disepakati. Beberapa ahli matematika

Lebih terperinci

PENERAPAN DISCOVERY LEARNING

PENERAPAN DISCOVERY LEARNING PENERAPAN DISCOVERY LEARNING DENGAN MEDIA KONKRET UNTUK MENINGKATKAN PEMBELAJARAN TENTANG BANGUN DATAR PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 PANJER TAHUN AJARAN 2016 / 2017 Iklas Supriyanto 1, Suripto 2, Rokhmaniyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu ilmu pengetahuan dasar dan memberikan andil yang sangat besar dalam kemajuan bangsa. Pernyataan ini juga didukung oleh Kline (Suherman,

Lebih terperinci

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bappenas (2006) mengemukakan bahwa majunya suatu bangsa dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri, karena pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi, karena dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi, karena dalam proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan bagian terpenting dalam pendidikan. Karena ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi, karena dalam proses pendidikan terdapat

Lebih terperinci

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang berperan penting dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga perkembangan matematika menjadi sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis, Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS), Pembelajaran Konvensional dan Sikap 1. Model Pembelajaran Search, Solve, Create and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan yang diharapkan karena itu pendidikan

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 1 1.3b MODEL DISCOVERY LEARNING 2 Discovery Learning Belajar diskoveri memberi penekanan pada keakifan siswa, berpusat pada siswa dimana siswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. A. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah

BAB II KAJIAN TEORITIS. A. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah BAB II KAJIAN TEORITIS A. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Mata pelajaran matematika adalah salah satu

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika memiliki peran yang sangat luas dalam kehidupan. Salah satu contoh sederhana yang dapat dilihat adalah kegiatan membilang yang merupakan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam suatu pembelajaran terdapat dua aktivitas inti yaitu belajar dan mengajar. Menurut Hermawan, dkk. (2007: 22), Belajar merupakan proses perubahan perilaku

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Teori 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dalam belajar matematika, yang merupakan masalah bukanlah soal yang biasa dikerjakan oleh siswa atau biasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori merupakan kerangka acuan yang digunakan untuk dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini. Pada bagian ini akan dibahas mengenai teori-teori yang dikaji

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang mungkin menggunakan salah satu dari arti kata tersebut sesuai dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang mungkin menggunakan salah satu dari arti kata tersebut sesuai dengan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas merupakan serapan dari bahasa asing yang berasal dari kata effective yang berarti manjur, ampuh, berlaku, mujarab, berpengaruh,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Pemahaman Konsep Pemahaman konsep merupakan salah satu aspek dari tiga aspek penilaiaan matematika. Menurut Jihad (2012), ada tiga aspek penilaian matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruzz Media Group, 2009), hlm Wiji Suwarno, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-

BAB I PENDAHULUAN. Ruzz Media Group, 2009), hlm Wiji Suwarno, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jogjakarta: Ar- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi secara tidak langsung memberikan dampak pada perubahan sistem pendidikan, seperti halnya terjadinya perubahan kurikulum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi secara cepat dan mudah dari berbagai sumber. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi. Matematika juga dapat digunakan dalam kehidupan sehari

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi. Matematika juga dapat digunakan dalam kehidupan sehari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai ilmu dasar, baik aspek terapannya maupun aspek penalarannya, mempunyai peranan penting dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Matematika juga dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dua dimensi yang harus dipahami oleh guru yaitu: (1) guru harus menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Dua dimensi yang harus dipahami oleh guru yaitu: (1) guru harus menetapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru memiliki peran yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan. Dua dimensi yang harus dipahami oleh guru yaitu: (1) guru harus menetapkan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam perkembangannya, ternyata banyak konsep matematika diperlukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004:22). Sedangkan menurut Horwart

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari siswa di sekolah. Proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar apabila dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan aspek yang terintegrasi dengan pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran merupakan proses yang mendasar dalam aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari waktu jam pelajaran sekolah lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan salah satu aspek yang berperan penting dalam pembangunan suatu bangsa. Terbukti bahwa hampir di setiap negara, pendidikan menjadi prioritas utama

Lebih terperinci

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang dewasa ini telah berkembang cukup pesat, baik secara teori maupun praktik. Oleh sebab itu maka konsep-konsep

Lebih terperinci

PENERAPAN DISCOVERY LEARNING

PENERAPAN DISCOVERY LEARNING PENERAPAN DISCOVERY LEARNING DENGAN MEDIA BENDA KONKRET UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR TENTANG BANGUN DATAR PADA SISWA KELAS V SD N AMPIH TAHUN AJARAN 2015/2016 Fatchul Fauzi 1, Triyono 2, Rokhmaniyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang dipelajari oleh siswa dari siswa tingkat sekolah dasar, menengah hingga mahasiswa perguruan tinggi. Pada tiap tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lain. Dengan tidak mengesampingkan pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana atau wahana yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas manusia baik aspek kemampuan, kepribadian, maupun kewajiban sebagai warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam proses pendidikan di sekolah. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan suatu ilmu yang tersusun secara deduktif (umum ke khusus) yang menyatakan hubungan-hubungan, struktur-struktur yang diatur menurut aturan

Lebih terperinci

, 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

, 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan kemajuan zaman, bidang pendidikan terus diperbaiki dengan berbagai inovasi didalamnya. Hal ini dilakukan supaya negara dapat mencetak Sumber

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pada kajian teori, pendapat-pendapat ahli yang mendukung penelitian akan dipaparkan dalam obyek yang sama, dengan pandangan dan pendapat yang berbedabeda. Kajian

Lebih terperinci

Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) dalam Implementasi Kurikulum 2013

Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) dalam Implementasi Kurikulum 2013 Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) dalam Implementasi Kurikulum 2013 Ada tiga model pembelajaran yang dianjurkan dalam penerapan Kurikulum 2013 antara lain: Discovery Learning (DL), Problem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Percaya diri adalah sikap yang timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Percaya diri adalah sikap yang timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PERCAYA DIRI 1. Pengertian percaya diri Percaya diri adalah sikap yang timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING MENGGUNAKAN TANGRAM GEOGEBRA UNTUK MENEMUKAN LUAS PERSEGI

PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING MENGGUNAKAN TANGRAM GEOGEBRA UNTUK MENEMUKAN LUAS PERSEGI PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING MENGGUNAKAN TANGRAM GEOGEBRA UNTUK MENEMUKAN LUAS PERSEGI Farida Nursyahidah, Bagus Ardi Saputro Program Studi Pendidikan Matematika FPMIPATI Universitas PGRI Semarang Jl.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus segera direspon secara positif oleh dunia pendidikan. Salah satu bentuk respon positif dunia pendidikan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Matematika sebagai salah satu mata pelajaran dasar pada setiap jenjang pendidikan formal, mempunyai peranan yang sangat penting di dalam pendidikan. Selain

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Konsep, Konsepsi dan Prakonsepsi Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek, misalnya benda-benda atau kejadian-kejadian yang mewakili kesamaan ciri khas

Lebih terperinci

Krangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2013

Krangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2013 e-book Definisi Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) Krangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2013 Oleh : IDHAM, S.Pd http://education-vionet.blogspot.com Page 1 Definisi Model Pembelajaran Penemuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kemampuan Penalaran Matematis Materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Materi matematika dipahami melalui penalaran, dan penalaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Belajar BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Belajar merupakan proses perubahan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di SD N Ampih yang beralamat di Jalan HM Sarbini, kilometer 4,5, Dukuh Krajan, Desa Ampih, RT: 01 RW:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak dan terbagi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Media Pembelajaran. a. Pengertian Media Pembelajaran

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Media Pembelajaran. a. Pengertian Media Pembelajaran 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Media Pembelajaran a. Pengertian Media Pembelajaran Menurut Arsyad (2007:4) media itu membawa pesan atau informasi yang bertujuan intruksional atau mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama manusia sepanjang hayat. Sejak lahir manusia memerlukan pendidikan sebagai bekal hidupnya. Pendidikan sangat penting sebab tanpa

Lebih terperinci

BAB II Kajian Pustaka

BAB II Kajian Pustaka BAB II Kajian Pustaka 2.1 Kajian Teori Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, pembahasan landasan teori dalam penelitian ini berisi tinjauan pustaka yang merupakan variabel dari penelitian ini. Kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui

BAB II KAJIAN TEORETIS. matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Matematika Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. Harlen & Russel dalam Fitria (2007: 17) mengatakan bahwa kemampuan

II. KERANGKA TEORETIS. Harlen & Russel dalam Fitria (2007: 17) mengatakan bahwa kemampuan 6 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjaun Pustaka 1. Keterampilan Eksperimen Harlen & Russel dalam Fitria (2007: 17) mengatakan bahwa kemampuan merancanakan percobaan merupakan kegiatan mengidenfikasi berapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Nadia Dezira Hasan, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Nadia Dezira Hasan, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut Slameto (Djamarah, 1996), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. KAJIAN TEORI 2.1.1. Pembelajaran IPA Menurut Gagne dalam Slameto, (2010:13) memberikan dua definisi belajar, yakni: (1) belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. inovatif. Menyadari bagaimana cara memikirkan pemecahan permasalahan

I. PENDAHULUAN. inovatif. Menyadari bagaimana cara memikirkan pemecahan permasalahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan global menuntut dunia pendidikan untuk selalu berkembang dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Pemerintah di beberapa negara mengajukan salah satu cara untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) Model adalah prosedur yang sistematis tentang pola belajar untuk mencapai tujuan belajar serta sebagai pedoman bagi pengajar

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Teoretis

BAB II. Kajian Teoretis BAB II Kajian Teoretis A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) Menurut Slavin (Rahayu 2011, hlm. 9), Missouri Mathematics Project (MMP) adalah suatu program yang dirancang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ike Nurhayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ike Nurhayati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu pelajaran yang mempunyai peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Tidak bisa dipungkiri, permasalahan dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang kehidupan masa depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, memiliki

Lebih terperinci

KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Mapel Matematika kls VII s/d IX. 1-2

KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Mapel Matematika kls VII s/d IX. 1-2 KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Matematika. : SMP/MTs. : VII s/d IX /1-2 Nama Guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.1.1 Pengertian Matematika Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Trianto (2009:16) belajar

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Trianto (2009:16) belajar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Trianto (2009:16) belajar diartikan, Sebagai perubahan pada individu-individu yang terjadi melalui pengalaman, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Alat Peraga Alat peraga merupakan alat bantu atau penunjang yang digunakan oleh guru untuk menunjang proses belajar mengajar. Pada siswa SD alat peraga sangat dibutuhkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata pembelajaran berasal dari kata belajar yang diberikan imbuhan pe-an. Menurut Maulana (2008) belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Discovery Learning Salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya mata pelajaran matematika adalah diujikannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki zaman modern seperti sekarang ini, manusia dihadapkan pada berbagai tantangan yang ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat pada jenjang pendidikan formal dari mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Bahkan dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pada kajian teori dijabarkan berbagai landasan sebagai pendukung penelitian, permasalahan dan variabel penelitian yang diteliti semua ditulis pada kajian teori. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika dalam implementasinya tidak hanya berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika dalam implementasinya tidak hanya berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika dalam implementasinya tidak hanya berkaitan dengan penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian, tetapi matematika juga dapat berguna dalam memecahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya sadar yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai ilmu dasar memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari penerapan konsep

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran 1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Istilah belajar sudah dikenal luas di berbagai kalangan walaupun sering disalahartikan atau diartikan secara pendapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan formal di Indonesia terdiri dari tiga jenjang pendidikan, yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Karakteristik siswa pada pendidikan

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika merupakan salah satu unsur penting dalam pengembangan pendidikan di Indonesia. Matematika mempunyai andil dalam mengembangkan bidang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar Belajar adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan dengan sadar oleh seseorang ditandai adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan latihan, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salahsatu mata pelajaran yang diajarkan di setiap jenjang pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar sampai pendidikan tinggi. Pada jenjang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Problem Based Learning (PBL) Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan

Lebih terperinci

menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.

menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Ruseffendi matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam peradaban manusia, sehingga matematika merupakan bidang studi yang selalu diajarkan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada pandangan umum yang mengatakan bahwa mata pelajaran matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999), matematika merupakan mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah , BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah pengetahuan atau ilmu mengenai logika dan problemproblem numerik. Matematika membahas fakta-fakta dan hubungannya, serta membahas problem ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran yang diciptakan harus mampu mengembangkan dan mencapai kompetensi setiap matapelajaran sesuai kurikulum. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Lebih terperinci

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR STRATEGI BELAJAR MENGAJAR MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING Oleh : I Putu Agus Indrawan (1013031035) UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. anak-anak diberikan bermacam-macam pelajaran untuk menambah pengetahuan. yang dimilikinya, terutama dengan jalan menghafal.

II. KAJIAN PUSTAKA. anak-anak diberikan bermacam-macam pelajaran untuk menambah pengetahuan. yang dimilikinya, terutama dengan jalan menghafal. 8 II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Menurut pendapat tradisional, belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Di sini yang dipentingkan pendidikan intelektual. Kepada anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu faktor penting bagi kemajuan suatu bangsa adalah pendidikan. Melalui pendidikan bangsa ini membebaskan masyarakat dari kebodohan dan keterpurukan serta dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Matematika bukan pelajaran yang hanya memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika dalam dunia pendidikan di Indonesia telah dimasukkan dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sejak usia dini. Matematika adalah salah satu mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era global yang ditandai oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memungkinkan semua orang untuk mengakses dan mendapatkan informasi dengan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING) MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING) KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2013 A. Definisi/ Konsep 1. Definisi MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN ( DISCOVERY LEARNING) Metode Discovery Learning adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat, arus globalisasi semakin hebat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat, arus globalisasi semakin hebat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat, arus globalisasi semakin hebat. Akibat dari fenomena ini antara lain munculnya persaingan dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, setiap manusia memerlukan suatu pendidikan. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika adalah ilmu yang berkembang sejak ribuan tahun lalu dan masih berkembang hingga saat ini. Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang harus diperoleh sejak dini. Dengan memperoleh pendidikan, manusia dapat meningkatkan dirinya

Lebih terperinci