Provinsi Kepulauan Riau

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Provinsi Kepulauan Riau"

Transkripsi

1 Provinsi Kepulauan Riau GAMBARAN UMUM WPPI KEPULAUAN RIAU Geografi Provinsi Kepulauan Riau terletak antara Lintang Utara sampai Lintang Selatan, dan antara Bujur Timur hingga Bujur Timur. Kepulauan Riau terletak di Selat Malaka hingga Laut Cina Selatan dengan jumlah pulau sebanyak pulau. Secara administratif, Provinsi Kepulauan Riau memiliki dua kota yaitu Kota Tanjungpinang sebagai ibukota provinsi, dan Kota Batam, serta memiliki lima kabupaten, yaitu: Kabupaten Karimun, Kabupaten Bintan, Kabupaten Natuna, Kabupaten Lingga, dan Kabupaten Kepulauan Anambas. Adapun batas wilayah Provinsi Kepulauan Riau adalah sebagai berikut: Sebelah Utara : Vietnam dan Kamboja Sebelah Selatan : Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Jambi Sebelah Barat : Singapura, Malaysia dan Provinsi Riau Sebelah Timur :Malaysia, Brunei, dan Provinsi Kalimantan Barat Luas Wilayah Provinsi Kepulauan Riau adalah ,38 Km², yang terbagi menjadi wilayah lautan sebesar ,97 km² dan wilayah daratan seluas ,41 km² (2,47%), yang terdiri dari 70 kecamatan dan 416 kelurahan/desa seperti yang dijelaskan pada tabel berikut ini : Tabel 1 Wilayah Administratif Menurut Kabupaten/Kotadi Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2015 Luas Daratan Luas Lautan Jumlah Jumlah Desa/ No Kabupaten/Kota (km 2 ) (km 2 ) Kecamatan Kelurahan 1 Karimun 1.524, , Bintan 1.739, , Natuna 2.814, , Lingga 2.117, , Kepulauan 590, , Batam 1.570, , Tanjungpinang 239,50 149, Kepulauan Riau , , Sumber : Provinsi Kepulauan Riau Dalam Angka, BPS Tahun 2016 Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015 Tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun , Provinsi Kepulauan Riau merupakan bagian dari Wilayah Pengembangan Industri Sumatera Bagian Utara, dengan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI) Provinsi terdiri atas Kota Batam, dan Kabupaten Bintan.

2 Gambar 1 Peta Administrasi WPPI Provinsi Kepulauan Riau Profil Umum Provinsi Kepulauan Riau Jumlah Penduduk di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2015 mencapai jiwa. Dilihat dari data BPS jumlah penduduk meningkat kurang lebih jiwa dalam waktu 5 tahun ( ). Jumlah penduduk tersebut menyebar secara tidak merata di 7 Kota/Kabupaten yang ada di Provinsi Kepulauan Riau. Penduduk terbanyak berada di Kota Batam yaitu mencapai jiwa atau 60,26% sedangkan jumlah penduduk terendah berada di Kabupaten Kepulauan Anambas sebesar jiwa atau 2,04%. Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun mencapai 3,11 % dengan laju pertumbuhan tertinggi berada di Kota Batam dengan 4,49 %, seperti yang dijelaskan pada tabel berikut :

3 Wilayah Tabel 2 Kependudukan Provinsi Kepulauan Riau Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa) Laju Pertumbuhan (%) Kepulauan Riau ,11 2,90 Karimun ,08 0,98 Bintan ,36 1,26 Natuna ,43 1,43 Lingga ,48 0,77 Kepulauan Anambas ,44 1,31 Batam ,49 4,13 Tanjungpinang ,44 1,25 Sumber : Provinsi Kepulauan Riau Dalam Angka, BPS Tahun 2016 Berdasarkan PP no 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengembangan Industri atau RIPIN, Provinsi Kepulauan Riau memiliki beberapa lokasi wilayah pusat pertumbuhan industri yaitu Kota Batam dan Kabupaten Bintan. Adapun profil singkat dari masing-masing Kota/Kabupaten di Kepulauan Riau dapat disajikan sebagaimana berikut ini. Gambar 2 Profil Umum WPPI Kota Batam

4 Gambar 3 Profil Umum WPPI Kabupaten Bintan PENGEMBANGAN INDUSTRI Potret Pertumbuhan Industri Berdasarkan Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I 2016 Perekonomian Kepri tumbuh 4,58% (yoy) melambat dibanding triwulan sebelumnya dengan pertumbuhan 5,20% (yoy). Perlambatan ini sejalan dengan perekonomian nasional yang tumbuh 4,92% (yoy), juga melambat dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 5,04% (yoy). Dari sisi permintaan, perlambatan ekonomi Kepri disebabkan oleh penurunan investasi. Dari sisi penawaran, penurunan dicatatkan sektor utama yaitu sektor konstruksi serta sektor pertambangan dan penggalian. Investasi menurun 1,43% (yoy) sementara pada periode sebelumnya masih tumbuh 3,99% (yoy). Tertahannya investasi, baik oleh investor asing maupun domestik terutama disebabkan tingkat permintaan sektor industri yang masih lemah sejalan dengan belum pulihnya ekonomi global, dan masih rendahnya harga migas. Namun, tingkat konsumsi masyarakat yang relatif stabil serta perbaikan kinerja net ekspor menopang perekonomian Kepri pada triwulan laporan. Konsumsi rumah tangga tumbuh 6,10% (yoy), relatif stabil dibanding pertumbuhan periode sebelumnya sebesar 6,29% (yoy). Tingkat konsumsi yang stabil antara lain didukung oleh peningkatan upah minimum kota (UMK) dan peningkatan konsumsi dalam rangka hari raya Imlek. Adapun net ekspor tumbuh 13,10% (yoy), menguat dibanding

5 pertumbuhan triwulan IV 2015 sebesar 9,99% (yoy). Penguatan ekspor lebih dipengaruhi oleh impor yang melambat lebih dalam dibanding ekspor. Sektor konstruksi dan pertambangan mencatatkan kontraksi 1,32% (yoy) dan 1,94% (yoy). Penurunan kinerja sektor konstruksi dipengaruhi penurunan permintaan perumahan, penyelesaian sejumlah konstruksi hotel oleh swasta pada awal tahun, serta realisasi belanja konstruksi oleh pemerintah yang diperkirakan masih rendah. Adapun penurunan output sektor pertambangan dan penggalian disebabkan masih rendahnya harga komoditas migas, diperparah dengan hasil lifting yang juga terus menurun. Sektor industri belum menunjukkan perbaikan yang signifikan, dan mencatatkan perlambatan sebesar 4,13% (yoy) dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 4,43% (yoy). Angkatan kerja Kepri pada Februari 2016 sebanyak orang atau meningkat1,95% (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya. Jumlah penduduk yang bekerja tercatat juga meningkat 1,97% (yoy). Di sisi lain, jumlah pengangguran Kepri tercatat masih tinggi sebanyak orang atau meningkat sebesar 1,79% (yoy) dari Februari 2015, dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar 9,03%. Tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar 65,58% melambat dibanding periode Februari 2015 sebesar 66,16%. Menurunnya tingkat partisipasi kerja sejalan dengan perlambatan ekonomi Kepri, sehingga pertumbuhan angkatan tenaga kerja tidak diikuti oleh ketersediaan lapangan kerja. Jumlah penduduk miskin di Kepri mengalami penurunan pada September dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Jumlah penduduk miskin sebanyak orang, menurun 7,52% dibanding periode yang sama tahun lalu, juga menurun 6,18% dibanding data kemiskinan Maret Persentase penduduk miskin terhadap total penduduk sebesar 5,78% juga menurun dibanding periode September 2014 dan Maret 2015, masing-masing sebesar 6,40% dan 6,24%. Investasi menurun dan menjadi sumber utama perlambatan ekonomi Kepri pada triwulan laporan. Investasi menurun 1,43% (yoy), sementara pada triwulan sebelumnya masih tumbuh positif 3,99% (yoy). Penurunan investasi terjadi baik dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

6 Gambar 4 Perkembangan Realisasi Investasi PMA Gambar 5 Perkembangan Realisasi Investasi PMDN PMA menurun signifikan, mencapai 96,27% (yoy). Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat penurunan investasi pada seluruh sektor sektor utama yang sebelumnya merupakan lahan terbesar penanaman modal di Kepri, antara lain sektor pertambangan dan penggalian, sektor hotel dan restoran serta sektor industri logam dasar dan elektronik. Investasi pada sektor pertambangan dan penggalian menurun hingga 99,8% (yoy) karena masih rendahnya level harga migas sehingga pelaku usaha menahan hampir seluruh investasinya. Investasi sektor hotel dan restoran juga menurun tajam, sebesar 92,47% (yoy), diperkirakan karena faktor konstruksi sejumlah bangunan hotel di Kepri yang mulai memasuki tahap akhir/finishing pada awal Investasi sektor industri logam dasar dan elektronik juga menurun tajam hingga 99,75% (yoy), dipengaruhi tingkat permintaan global yang masih lesu.

7 Penanaman modal oleh investor lokal (PMDN) juga menurun tajam, mencapai 97,46% (yoy). Penurunan PMDN terutama disebabkan penurunan investasi sektor kawasan perumahan dan real estate yang hampir mencapai 100%, sementara pada periode triwulan I 2015 sektor ini mencatatkan nilai PMDN terbesar. Aktivitas PMDN pada sektor-sektor ekonomi lainnya pun sangat minim dibanding periode yang sama tahun lalu. Meski secara total kegiatan investasi menurun, namun impor barang modal meningkat, mengindikasikan potensi peningkatan output pada periode mendatang. Impor barang modal tumbuh 18,81% (yoy), dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 18,45% (yoy). Diperkirakan impor barang modal tersebut selain untuk kebutuhan industri juga untuk kebutuhan proyek-proyek konstruksi pemerintah yang cukup banyak di Kepri untuk tahun anggaran 2016, antara lain pembangunan jalan layang, pembangunan beberapa pelabuhan, juga untuk kebutuhan proyek swasta seperti pembangunan sejumlah apartemen. Berdasarkan lapangan usaha, penurunan kinerja sektor konstruksi serta sektor pertambangan dan penggalian menjadi pendorong utama perlambatanekonomi Kepri. Kedua sektor tersebut mencatatkan kontraksi 1,32% (yoy) dan 1,94% (yoy). Penurunan kinerja sektor konstruksi dipengaruhi penurunan permintaan perumahan, penyelesaian sejumlah konstruksi hotel oleh swasta pada awal tahun, serta realisasi belanja konstruksi oleh pemerintah yang diperkirakan masih rendah. Adapun penurunan output sektor pertambangan dan penggalian disebabkan masih rendahnya harga komoditas migas, diperparah dengan hasil lifting yang juga terus menurun. Sektor industri juga belum menunjukkan perbaikan yang signifikan, dan mencatatkan perlambatan sebesar 4,13% (yoy) dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 4,43% (yoy). Kinerja sektor industri sangat dipengaruhi kondisi ekonomi global yang belum pulih sehingga permintaan ekspor juga belum menunjukkan perbaikan serta dampak lanjutan harga migas yang rendah terhadap aktivitas industri-industri pendukung migas di Kepri. Sektor industri pengolahan masih melanjutkan perlambatan. Pertumbuhan industri pengolahan sebesar 4,13% (yoy) melambat dibanding triwulan sebelumnya 4,43% (yoy). Perlambatan sektor industri sejalan dengan perlambatan ekspor. Perekonomian global yang belum pulih menyebabkan tingkat permintaan ekspor juga belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Kondisi ini diperparah dengan

8 level harga komoditas migas yang masih rendah, sehingga investasi tertahan dan mempengaruhi tingkat permintaan industri industri pendukung migas yang banyak terdapat di Kepri. Penurunan aktivitas sektor industri terkonfirmasi melalui sejumlah survei oleh Bank Indonesia Provinsi Kepri. Hasil liaison menunjukkan penurunan penjualan domestik maupun ekspor pada sektor industri pengolahan. Sejalan dengan penurunan penjualan, kapasitas utilisasi perusahaan juga menurun tajam bahkan yang terendah dalam 5 (lima) tahun terakhir. Demikian pula hasil SKDU mencatat terjadinya penurunan realisasi kegiatan usaha. Penurunan ini bahkan diluar ekspektasi pelaku usaha yang pada survei triwulan sebelumnya masih menunjukkan sikap optimis bahwa realisasi kegiatan usaha triwulan I 2016 akan membaik. Gambar 6 Kontribusi Lapangan Usaha Terhadap PDRB (%Y-o-Y) Kawasan Industri Prioritas Sesuai dengan arahan dalam RIPIN, maka fokus dan prioritas utama pengembangan Kawasan Industri di Provinsi Kepulauan Riau akan difokuskan ke rencana Kawasan Industri di Kabupaten yang termasuk WPPI, yaitu Kota Batam dan Kabupaten Bintan. 1. Kota Batam Di Pulau Batam menurut draft RTRW Prov. Kepulauan Riau terdapat 11 Kecamatan yang direncanakan sebagai KPI, termasuk di Kepala Jeri dan Bulang (di luasr FTZ). Saat ini terdapat 26 kawasan industri yang berada di daerah yang cukup strategis, dengan letak yang geografis yakni berbatasan dengan Singapura

9 NO dan Malaysia serta terletak di Selat Malaka yang merupakan jalur pelayaran sibuk didunia, menjadikan Batam mempunyai daya saing yang cukup dengan jumlah perusahaan mencapai ribuan perusahaan serta tenaga kerja. Industri berat di Batam yang didominasi oleh industri galangan kapal, industri fabrikasi, industri baja, industri logam, dan lainnya. KAWASAN INDUSTRI Tabel 3 Daftar Kawasan Industri Batam LUAS/TERBANGUN (Ha) Alamat JUMLAH PERUSAHAAN 1 CAMMO INDUSTRIAL PARK 18/18 Cammo Industrial Park 29 2 BATU AMPAR INDUSTRIAL ESTATE - Todak Street Batu Ampar, - 3 BATAMINDO INDUSTRIAL PARK 320/278 Wisma Batamindo, 77 4 BINTANG INDUSTRIAL PARK II 70/21 Majapahit Street Kav.II, 21 5 EXECUTIVE INDUSTRIAL PARK 36/25 Executive Centre Complek 16 6 CITRA BUANA CENTRE PARK II 8/8 Yos Sudarso Street Batu 7 7 CITRA BUANA CENTRE PARK III 20/10 Engku Putri Street, Batam 13 8 CITRA BUANA CENTRE PARK I 10/10 Citra Buana Buliding 54 9 CITRA BUANA CENTRE PARK - Maritim Square Complex - 10 PT.ESCO BINTAN INDONESIA - Hijrah Industrial Estate - 11 KABIL INDUSTRIAL PARK 78/62,86 Jl.Hang Kesturi KM.4, Kabil KARA INDUSTRIAL PARK 19/14 Kara Industrial Park Blok.C LATRADE INDUSTRIAL PARK 60/25 Tanjung Uncang, Batam MALINDO CIPTA PERKASA IND.PARK - Malindo Cipta Perkasa - 15 MEGA CIPTA INDUSTRIAL PARK - Jl.Raden Patah Komp.Glass - 16 PANBIL INDUSTRIAL ESTATE 103/57 Komp. Regency Park Blok SARANA INDUSTRIAL POINT 12/4 Komp. Winsor Central BINTANG INDUSTRIAL PARK I - Jl.Majapahit Kav.II Batu - 19 REPINDO INDUSTRIAL ESTATE - Komp.Repindo Bolk C1 No.1-20 TAIWAN INTERNASIONAL INDUSTRIAL 5,4/0,81 Jl.Hang Kesturi KM.4, Kabil PURI INDUSTRIAL PARK /20 Jl.Imam Bonjol Blok A No INDAH INDUSTRIAL PARK - Imam Bonjol Blok A No.7, TUNAS INDUSTRIAL ESTATE 38/22,8 Komp.Bumi Indah Blok III, UNION INDUSTRIAL PARK 25/7 Blok AA No.F.8 Union WALAKAKA INDUSTRIAL PARK - Komp.Green Land Blok F6-26 WIRARAJA INDUSTRIAL ESTATE - Wiraraja Street Blok A - Sumber : Profile of Industrial Estates and Shipyard Industri in Kepulauan Riau Province Indonesia, BP Batam 2. Kabupaten Bintan Kawasan industri di Kabupaten Bintantersebar di beberapa lokasi, antara lain :

10 1) Bintan Industrial Estate dengan luas kawasan ha, terdiri dari 23 perusahaan (tenant) yaitu : Tabel 4 Daftar Perusahaan di Kawasan Bintan Industrial Estate NO PERUSAHAAN NEGARA 1 PT.A2 ONE PRECISION BINTAN SINGAPURA 2 PT.ADD PLUS SINGAPURA 3 PT.AMC SINGAPURA 4 PT.BIIE (BINTAN INTI INDUSTRIAL ESTATE) SINGAPURA 5 PT.BINTAN BERSATU APPAREL SINGAPURA 6 PT.CICI BINTAN USA 7 PT.CENTROTEC JIT BINTAN SINGAPURA 8 PT.DOELLKEN BINTAN JERMAN 9 PT.ESCATEC MECHATRINIC INDONESIA SWISS 10 PT.ESCO BINTAN INDONESIA SINGAPURA 11 PT.GP TECHNOLOGY BINTAN SINGAPURA 12 PT.GIMMIL INDUSTRIAL SINGAPURA 13 PT.IS PRIMMER CONTAINER BINTAN SINGAPURA 14 PT.HONNEYWEL INDONESIA USA 15 PT.NIDEC INDONESIA JEPANG 16 PT.NRA BINTAN SINGAPURA 17 PT.PEPPERL & PUCHS BINTAN JERMAN 18 PT.PERTAMA PRECISION BINTAN JEPANG 19 PT.ROYAL GARMENT BINTAN SINGAPURA 20 PT.SANDEN ELECTRONIC INDONESIA JEPANG 21 PT.SUMIKO LEADFRAME BINTAN JEPANG 22 PT.TEE GARMEN BINTAN SINGAPURA 23 PT.YOSHIKAWA ELECTRONIC BINTAN JEPANG Sumber : Profile of Industrial Estates and Shipyard Industri in Kepulauan Riau Province Indonesia 2) Kawasan Industri Galang Batang dengan luas sekitar 1.775ha, 3) Kawasan Z Maritim Bintan Timur dengan luas sekitar 812 ha, 4) Kawasan Industri Sei Enam serta Batu Licin dengan luas sekitar 800 ha Pengembangan Industri Prioritas Dari berbagai sumber-daya yang ada tampak terdapat berbagai potensi dari berbagai arahan industri yang dapat dikembangkan di provinsi Kepulauan Riau. Berdasarkan pendekatan pohon industri, dapat diperoleh indikasi terhadap pendalaman struktur industri di provinsi Kepulauan Riau yang dijelaskan sebagaimana berikut ini.

11 1) Dalam hal penguasaan usaha, struktur industri disehatkan dengan meniadakan praktek-praktek monopoli dan berbagai distorsi pasar; 2) Dalam hal skala usaha, struktur industri akan dikuatkan dengan menjadikan IKM sebagai basis industri nasional yaitu terintegrasi dalam mata rantai pertambahan nilai dengan industri berskala besar; 3) Dalam hal hulu-hilir, struktur industri akan diperdalam dengan mendorong diversifikasi ke hulu dan ke hilir membentuk rumpun industri yang sehat dan kuat. PERKEMBANGAN IKM DAN SENTRA IKM Proyeksi pemetaan atau daerah IKM diselaraskan dengan membagi beberapa IKM olahan menjadi 5 yaitu IKM olahan kelapa, IKM olahan rumput laut, IKM kerupuk ikan, IKM pengeringan dan penggaraman (ikan asin) serta IKM olahan ikan (produk lain berbahan dasar ikan, udang, cumi, kepiting dan sebagainya). Lokasi yang tergambar dibagi per Kota dan Kabupaten di Kepulauan Riau. A. Kabupaten Bintan Pola lokus IKM Kabupaten Bintan untuk olahan kerupuk banyak terdapat di Pulau Mantang, Sei. Lekop, dan Kijang Kota. Sedangkan untuk olahan ikan lain terdapat di Malang Rapat, Teluk Sebong, Desa Kelong, Teluk Bakau, dan Toapaya. Hanya terdapat satu IKM pengolah rumput laut yaitu di Gunung Kijang. B. Kota Batam IKM Kota Batam untuk pengolahan kerupuk ikan tersebar di Batam Center, Belakang Padang dan yang paling banyak terdapat di Pulau Seraya. IKM pengeringan ikan/ikan asin terdapat di daerah Batam Center, Tiban dan Belakang Padang. IKM pengolahan ikan lain paling banyak tersebar di Pulau Batam dan terdapat juga di Pulau Rempang. IKM pengolahan rumput laut terdapat di Sei Beduk. Untuk IKM pengolahan kelapa terdapat di empat daerah yaitu Sei Beduk, Tiban Lama, Ngenang dan Pulau Karas. Tabel 5 Jumlah IKM di WPPI Kepulauan Riau Kabupaten/Kota Perikanan Rumput Laut Kelapa Batam Bintan Sumber: Data IKM (2014)

12 Sebaran IKM yang paling terbanyak adalah sektor perikanan yang terdapat di Kabupaten Anambas dengan jumlah 117 IKM olahan perikanan disusul Kabupaten Karimun 101 IKM, Kota Batam 94 IKM, Kabupaten Natuna 57 IKM, Kabupaten Bintan 20 IKM, Kabupaten Lingga 18 IKM dan Kota Tanjungpinang 16 IKM. Sebaran IKM pengolah kelapa yang paling banyak yaitu di Kabupaten Natuna disusul oleh Kota Batam 4 IKM dan Kabupaten Anambas, Lingga dan Karimun masing-masing satu IKM. Untuk IKM pengolah rumput laut jumlahnya masih sedikit dan berada hanya di Kabupaten Natuna, Karimun, Anambas, Bintan dan Kota Batam. INFRASTRUKTUR PENUNJANG WPPI Konektivitas WPPI Berdasarkan hasil pengamatan dan data-data sekunder konektivitas eksisting di WPPI Kepulauan Riau dapat disajikan dalam gambar berikut ini. Gambar 7 Distribusi Dan Pasokan Barang Dalam Lingkup Provinsi Kepulauan Riau

13 Keterangan : Pelabuhan Batu Ampar, Sekupang dan Pelabuhan Kabil merupakan Pelabuhan Utama yang dapat melakukan kegiatan ekspor secara langsung; Bandara Hang Nadim menjadi salah satu simpul distribusi barang ekspor; Hasil industri dari Kawasan Industri Lobam didistribusikan melalui Pelabuhan Tanjung Uban, kemudian menuju Pelabuhan Kabil dan/atau Pelabuhan Batu Ampar untuk ekspor; Hasil industri melalui Pelabuhan Kijang selanjutnya didistribusikan ke Pelabuhan Kabil dan/atau Pelabuhan Batu Ampar untuk ekspor; Pelabuhan Pulau Sambu untuk distribusi hasil tambang. Gambar 8 Distribusi dan Pasokan barang dalam lingkup Luar Provinsi Kepulauan Riau Kebutuhan Infrastruktur Pendukung WPPI Kebutuhan infrastruktur WPPI Batam - Bintan meliputi pengembangan transportasi darat, transportasi laut, transportasi udara, sumber daya air dan infrastruktur energi. Untuk lebih jelasnya mengenai Kebutuhan transportasi WPPI Batam - Bintan dapat dilihat pada penjelasan berikut. A. Jaringan Transportasi Darat Kebutuhan transportasi darat guna menunjang kegiatan industri pada dasarnya memiliki pendekatan analisis indek aksesibilitas dan mobilitas. Aspek pemerataan aksesibilitas adalah kemampuan menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan. Lalulintas dan angkutan jalan memiliki kemampuan pelayanan sampai ke seluruh

14 pelosok wilayah daratan. Semakin besar nilai aksesibilitas, maka semakin rapat jaringan jalan sehingga semakin efektif jaringan jalan tersebut dalam melayani penduduk. Untuk Aspek mobilitas terkait dengan kemudahan seseorang untuk melakukan perjalanan saat menggunakan jaringan jalan yang ada: Gambar 9 Sistem Jaringan Transportasi Darat B. Jaringan Transportasi Laut Secara umum permasalahan transportasi yang dihadapi Provinsi Kepulauan Riau adalah belum tersedianya transportasi laut yang handal. Kebutuhan pengembangan pelabuhan laut masih diperlukan di beberapa wilayah. Penambahan jumlah pelabuhan dan peningkatan hirarki fungsi dan peran pelabuhan diperlukan untuk memperluas wilayah layanan kapal-kapal yang selama ini belum tersebar secara merata serta untuk membuka aksesibilitas wilayah melalui laut. Penetapan Batam, Bintan dan Karimun sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, diharapkan mampu mengembangkan perekonomian masyarakat. Permintaan layanan transportasi laut di masa mendatang di Provinsi Kepulauan Riau memiliki prospek yang sangat bagus mengingat posisi geografis dan ekonomis wilayah ini yang sangat strategis. Oleh karena itu diperlukan peningkatan fungsi pelayanan pelabuhan-pelabuhan di wilayah tersebut maupun di wilayah lain untuk mengantisipasi

15 perkembangan permintaan layanan transportasi laut serta permasalahan pelayanan yang terjadi. Gambar 10 Sistem Jaringan Transportasi Laut C. Jaringan Transportasi Udara Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional memiliki enam akses transportasi udara sebagai pintu masuk, diantaranya Bandar Udara Hang Nadim (Kota Batam), Bandar Udara Raja Haji Fisabilillah (Kota Tanjungpinang), Bandar Udara Ranai (Kabupaten Natuna), Bandar Udara Matak (Kabupaten Kepulauan Anambas), Bandar Udara Sei Bati (Kabupaten Karimun), dan Bandar Udara Dabo Singkep (Kabupaten Lingga). Pengembangan transportasi udara dilakukan dengan mengintegrasikan bersama sistem transportasi laut, sehingga mampu menyediakan layanan angkutan yang lebih handal, khususnya pada saat gelombang laut tinggi, angkutan udara bisa lebih berperan. Pengembangan bandara diarahkan pula untuk mendukung pengembangan kawasan sebagai kawasan strategis, baik untuk kawasan strategis nasional maupun provinsi.

16 Gambar 11 Sistem Jaringan Transportasi Udara D. Jaringan Prasarana Air Bersih Sistem jaringan air bersih di Provinsi Kepulauan Riau lebih diarahkan untuk terlaksananya penyediaan air secara berkelanjutan (sustainable development) serta jangkauan penyediaan air bersih di seluruh wilayah Provinsi Kepulauan Riau terutama bagi kegiatan sosial ekonomi dan kebutuhan rumah tangga. Sehingga berdasarkan kebutuhan akan air bersih untuk ke depannya di Provinsi Kepulauan Riau dan potensi sumber air bersih yang terdapat di provinsi ini, maka rencana sistem jaringan air bersihnya bersumber dari : 1) Sumber air bersih di Kabupaten Bintan berupa instalasi pengolahan air (IPA) di Tanjung Uban, Teluk Sekuni, Kijang, Lobam, Kawal, Waduk Sei Pulai, Waduk Jago, Waduk Lagoi, Waduk Sei Lepan, Waduk Sekuning, Waduk Galang Batang, Estuari dan Dam Busung, Waduk Gunung Bini, Kolong Enam Kijang, Sungai Gesek, Sungai Busung, Sungai Ekang-Angculai, Sungai Kawal, Sungai Bintan, Sungai Kangboi. Dan pengembangan IPA lainnya berasal dari mata air dan embung/kolong pasca tambang; 2) Sumber air bersih di Kota Batam berupa instalasi pengolahan air (IPA) Waduk Sungai Harapan, Sungai Muka Kuning, Sungai Duriangkang, Sungai Beduk, Sungai

17 Tokong, Sungai Ngeden, Sungai Pancur, Sungai Nongsa, Sungai Ladi, Sungai Baloi, Sungai Tembesi, Sungai Cia, Sungai Gong, Sungai Langkai, Sungai Bengkong, Sungai Rempang, Sungai Monggak, Sungai Galang, Embung Sekanak I dan Embung Sekanak II, Pulau Pemping, Embung Bulang, Pulau Bulan dan Embung Bulang Lintang Dan pengembangan IPA lainnya berasal dari pengolahan air laut menjadi air minum (Reverse Osmosis) dan mata air. Gambar 12 Sistem Jaringan Prasarana Air Bersih E. Jaringan Prasarana Energi Untuk Mewujudkan Kehandalan Sistem Kelistrikan Di Provinsi Kepulauan Riau, Dukungan Yang Diharapkan Dari PT. PLN (Persero) Antara Lain : 1) Memanfaatkan gas sebagai bahan pembangkit Energi Primer dengan menggunakan Compressed Natural Gas (CNG) dalam upaya penguatan sistem Kelistrikan di Provinsi Kepulauan Riau. 2) Melanjutkan Program merangkai Seribu Pulau dengan Interkoneksi Kabel Laut sebagaimana yang di Programkan PT. PLN (Persero), antara lain : Tahap I

18 P. Batam P. Bintan (GI & Transmisi 150kV) (GI & 150 kv) - 8 Kms (Transmisi 150 kv telah selesai sampai GI Tanjung Uban) P. Tg. Balai Karimun P. Parit (20 kv) 3 Kms Tahap II P. Batam P. Janda Berhias - 1,35 kms P. Batam P. Terong - 0,9 kms P. Belakang Padang P. Lengkang - 3 kms P. Lengkang P. Sarang - 2,8 kms 3) Menambah Jam Operasi Pembangkit Listrik di 34 (tiga puluh empat) pulau kecil yang saat ini terlayani listrik PLN, dari 7 Jam menyala menjadi 14 Jam menyala dan yang dari 14 Jam menyala menjadi 24 Jam menyala; 4) Dalam rangka untuk Menambah Jam Operasi Pembangkit Listrik di 56 (limah puluh enam) pulau kecil yang saat ini terlayani listrik PLN, diharapkan PT. PLN Untuk tidak mengurangi kuota BBM dari Pembangkit Listrik di Pulau Penyengat, Pulau Belakang Padang dan PLTD Tanjung Uban yang saat ini sudah terlistriki melalui interkoneksi kabel laut melalui program Tahap I. sehingga alokasi kuota BBM tersebut dapat digunakan di Pulau-Pulau lain. Gambar 13 Sistem Jaringan Prasarana Energi/Kelistrikan

19 Rekomendasi Kebutuhan Infrastruktur Pendukung WPPI : 1) Penambahan infrastruktur di Kawasan Peruntukan Industri Baru di WPPI Batam, khususnya di Kec. Bulang dan Belakang Padang, serta peningkatan kualitas jalan di sekitar industri Shipyard dan normalisasi jalur laut 2) Peningkatan fungsi jalan di WPPI Bintan agar bisa melayani sekitar KPI 3) Perlu ada kesepemahaman berkaitan dengan alokasi luas di KPI dan perkiraan luas KI yang akan terpakai guna penyeragaman proyeksi kebutuhan infrastruktur di masa yang akan datang (Permenperin 40 Tahun 2016). RENCANA INDUK PENGEMBANGAN WPPI Isu Strategis Pengembangan WPPI Provinsi Kepulauan Riau Berdasarkan hasil analisis serta arahan kebijakan industri, maka isu strategis pengembangan WPPI Provinsi Kepulauan Riau adalah sebagai berikut: 1. Kesenjangan pembangunan antar wilayah yang tinggi, khususnya Batam dan wilayah lainnya; 2. Belum meratanya kualitas SDM; 3. Optimalisasi pemanfaatan potensi Sumber Daya Kemaritiman; 4. Pengembangan infrastruktur industri dan infrastruktur penunjang di setiap kawasan peruntukan industry; 5. Kurangnya pengembangan sektor tersier (industri pengolahan) untuk mendukung nilai tambah (value added) terutama untuk industri pengelolaan hasil-hasil kelautan dan perikanan; 6. Menurunnya kualitas lingkungan hidup akibat berbagai pencemaran; 7. Adanya dualisme pemerintahan yang berakibat kepada terkendalanya masalah perijinan di sektor industri. Analisis SWOT untuk pengembangan WPPI Kepulauan Riau adalah sebagai berikut : A. Kondisi Eksternal Peluang (Opportunity) rencana FTZ berubah menjadi KEK

20 pasar internasional terbuka lebar komitmen yang kuat dari pemerintah untuk membangun kemitraan terbukanya penggunaan teknologi baru terbukanya joint proyek pengembangan teknologi Ancaman (Threat) strategi produk luar yang semakin kuat kekuatan inovasi produk-produk impor produk pesaing yang berbiaya rendah lemahnya penanganan HKI pembajakan produk yang akan mengganggu inovasi B. Kondisi Internal Kekuatan (Strengths) Lokasi KPI di Batam dan Bintan tersedia dan cukup luas Secara geografis berada di jalur transportasi internasional Berbatasan dengan Singapura Berada dalam wilayah FTZ Khusus Batam lahan dikelola BP Batam Sumber daya manusia tersedia Infrastruktur secara umum sangat menunjang, terutama infrastruktur transportasi baik laut, darat, maupun udara. kualitas hasil produksi seluruh sektor cukup baik dukungan pemerintah untuk pengembangan industri manufaktur cukup baik terjalinnya kemitraan di tingkat internal, pemasok, dan pesaing kuatnya pengetahuan tentang teknologi manufaktur kondisi teknologi informasi semakin membaik Perijinan sudah menggunakan system on line Kelemahan (Weakness) masih bergantung pada iklim ekonomi global belum ada nilai tambah industry (masih manufaktur saja) aksesibilitas untuk industry ship yard di beberapa tempat belum tersedia

21 adanya biaya tambahan untuk pengerukan pantai yang dangkal (ship yard) bahan baku masih import dualisme pemerintahan di Kota Batam berakibat kepada perijinan yang masih menjadi kendala RTRW Prov Kepulauan Riau Belum disahkan Perpres 87 Tahun 2011 dan RTRW Kota Batam sudah kurang sesuai dengan dinamika pembangunan saat ini. Visi, Misi dan Sasaran Pengembangan WPPI di Provinsi Kepulauan Riau Dalam perumusan visi WPPI Batam Bintan, perlu memperhatikan Visi dan Misi dari Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN) Tahun Visi dan misi tersebut kemudian menjadi dasar dalam penentuan visi WPPI Batam Bintan. Terkait dengan skala pengembangan industri di Batam Bintan, pengembangan kawasan industri di Batam Bintan sebagai WPPI nantinya akan mendorong tumbuhnya kawasan industri dengan basis kegiatan industri yang berdaya saing tinggi di tingkat nasional dan internasional. Merujuk kepada Visi RIPIN dan potensi, skala kegiatan industri yang akan dikembangkan di Batam Bintan, maka Visi WPPI Batam Bintan yaitu: Visi : Menjadikan WPPI Batam Bintan Sebagai Penggerak Utama Pertumbuhan Provinsi Kepulauan Riau dan Nasional Melalui Pengembangan Industri Maritim, Industri Elektronika dan Industri Teknologi Tinggi yang Berdaya Saing dan Berkelanjutan Untuk mewujudkan visi yang telah dirumuskan, maka ditetapkan misi pengembangan WPPI seperti yang dijelaskan berikut ini. Misi : 1) Mewujudkan Industri Batam dan Bintan sebagai pilar dan faktor penggerak (driving factor) perekonomian daerah; 2) Memperkuat dan memperdalam struktur industri; 3) Mewujudkan industri yang mandiri, berdaya saing, maju, serta berwawasan lingkungan;

22 4) Mewujudkan kepastian dan kenyamanan dalam berusaha; 5) Mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas; Dalam mencapai visi dan misi yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, tentunya diperlukan tujuan dan sasaran yang saling berkaitan dalam pengembangan WPPI Batam Bintan, tujuan pengembangan WPPI Batam Bintan, antara lain: 1) Meningkatkan produktivitas industri di WPPI Batam Bintan 2) Meningkatkan efisiensi usaha dalam mendorong peningkatan produksi dan inovasi secara berkelanjutan 3) Mengembangkan industri yang memiliki keunggulan komparatif Sedangkan sasaran dalam pengembangan WPPI Batam Bintan, antara lain: 1) Terciptanya peningkatan kualitas dan kuantitas produksi 2) Terciptanya peningkatan inovasi teknologi 3) Terlaksananya perbaikan sistem birokrasi dan kelembagaan kawasan industri 4) Terwujudnya industri hijau (green industry) 5) Teroptimalkannya pemanfaatan sumber daya alam 6) Terciptanya peningkatan kualitas sumber daya manusia Strategi Pengembangan WPPI Provinsi Kepulauan Riau Ada beberapa arah kebijakan dan strategi pengembangan WPPI Provinsi Kepulauan Riau yaitu : A. Pengembangan perwilayahan industri NO. Strategi TAHAP I ( ) TAHAP II ( ) 1 Penyediaan lahan peruntukan industri Mendorong penyediaan KPI yang definitif Tersedianya lahan-lahan yang matang (sudah clear and clean) untuk dikembangkan menjadi areal industri Terbitnya Perda yang menetapan dan menunjukkan deliniasi yang lebih sesuai dengan kebutuhan pengembangan industri dalam dokumen perencanaan tata ruang daerah Pembebasan lahan tahap awal Penetapan KI yang akan dikembangkan Evaluasi pengembanga KPI dan pertumbuhan wilayah sekitar kawasan, dan penyesuaian pola dan struktur ruang untuk mendukung industri agar terintegrasi dengan kebijakan Pusat dan Daerah Pembebasan lahan tahap selanjutnya

23 2 Pengembangan infrastruktur industri Penetapan kelembagaan pengelola KI Pembangunan infrastruktur industri, seperti jalan, energi, air, persampahan, dan telekomunikasi Terbangun dan beroperasinya kawasankawasan industri baru B. Pengembangan Industri NO. Strategi TAHAP I ( ) TAHAP II ( ) 1 Penentuan Industri Penggerak Utama 2 Pengembangan industri hilir dari komoditas unggulan 3 Pengembangan industri pendukung hilirisasi komoditas unggulan 4 Penguatan industri hulu komoditas unggulan Pemilihan industri penggerak utama Pembangunan Industri penggerak utama Promosi investasi Pelaksanaan program PTSP (Perijinan Terpadu Satu Pintu) Mendorong industri hilir substitusi impor Promosi investasi pengembangan industri komponen dan bahan penolong Pengembangan industri komponen dan bahan penolong Peningkatan kapasitas dan kualitas industri hulu Peningkatan kapasitas dan sarana pengangkutan batubara Perluasan dan diversifikasi usaha industri penggerak utama untuk hilirisasi komoditas unggulan. Promosi investasi Mendorong industri hilir substitusi impor maupun untuk ekspor. Promosi investasi pengembangan industri barang modal dan jasa industri Pengembangan industri barang modal dan jasa industri. Peningkatan kapasitas dan kualitas industri hulu Peningkatan kapasitas dan sarana pengangkutan batubara

24 C. Pengembangan Sumber Daya Industri NO. Strategi TAHAP I ( ) TAHAP II ( ) 1 Membuat regulasi sistem pengupahan yang berkeadilan 2 Penyerapan tenaga kerja lokal 3 Peningkatan kapasitas dan kualitas komoditas unggulan sebagai bahan baku industri 4 Pengurangan bahan baku impor 5 Peningkatan penguasaan teknologi dan inovasi Sistem pengupahan dapat disetujui dan dijalankan Penyusunan kebijakan penyerapan tenaga kerja lokal. Peningkatan kompetensi SDM lokal Penyediaan bibit unggul Peningkatan kerjasama penyedia bahan baku industri hulu industri hilir Mendorong penguatan struktur industri melalui kerjasama IKM dengan industri besar Mendorong sertifikasi produk IKM Memberikan insentif pengurangan pajak bagi industri besar yang bekerjasama dengan IKM Pendirian technopark sebagai pusat inovasi Transfer teknologi hilirisasi komoditas unggulan. Peningkatan standar kompetensi SDM industri Pengembangan SMK untuk mendukung industri hilir dan industri pendukungnya. Program beasiswa SMK/D3/S1 pada jurusan sesuai kebutuhan Peningkatan produkstivitas penghasil bahan baku Perluasan areal produksi bahan baku Terwujudnya struktur industry yang kuat Pengembangan startup Pengembangan technopark untuk inkubasi IKM Rencana Aksi Pengembangan WPPI Kepulauan Riau Program pengembangan WPPI Provinsi Kepulauan Riau disusun dengan memperhatikan pengertian dari WPPI itu sendiri, serta permasalahan maupun isu-isu strategis yang dihadapi dalam pengembangan WPPI di Provinsi Kepulauan Riau.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

KAWASAN AMERIKA SELATAN DAN KARIBIA SEBAGAI TUJUAN EKSPOR

KAWASAN AMERIKA SELATAN DAN KARIBIA SEBAGAI TUJUAN EKSPOR KAWASAN AMERIKA SELATAN DAN KARIBIA SEBAGAI TUJUAN EKSPOR Disampaikan pada acara Rountable Discussion Potensi dan Peluang Kerjasama Ekonomi Indonesia dengan negara-negara di Kawasan Amerika Selatan dan

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Yth. : 1. Menteri Perdagangan; 2. Menteri Pertanian; 3. Kepala BKPM;

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Surabaya, 8 Oktober 2015 DAFTAR ISI Hal I Kinerja Makro Sektor Industri 3 II Visi, Misi,

Lebih terperinci

UTARA Vietnam & Kamboja

UTARA Vietnam & Kamboja UTARA Vietnam & Kamboja BARAT Singapura & Malaysia, Prov. Riau TIMUR Malaysia dan Kalimantan Barat SELATAN Bangka Belitung & Jambi 2 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH Provinsi Kepulauan Riau dibentuk berdasarkan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH KONDISI GEOGRAFIS Kota Batam secara geografis mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu terletak di jalur pelayaran dunia internasional. Kota Batam berdasarkan Perda Nomor

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PROVINSI DALAM PEMETAAN DAN PEMANFAATAN POTENSI SDA KAWASAN PEDESAAN

ARAH KEBIJAKAN PROVINSI DALAM PEMETAAN DAN PEMANFAATAN POTENSI SDA KAWASAN PEDESAAN Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau ARAH KEBIJAKAN PROVINSI DALAM PEMETAAN DAN PEMANFAATAN POTENSI SDA KAWASAN PEDESAAN Disampaikan Oleh: Drs. H. NAHARUDDIN, M.TP Kepala Bappeda

Lebih terperinci

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau STUDI KASUS PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN PADA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau STUDI KASUS PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN PADA PROVINSI KEPULAUAN RIAU Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau STUDI KASUS PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN PADA PROVINSI KEPULAUAN RIAU GAMBARAN UMUM WILAYAH - Provinsi Kepulauan Riau dibentuk berdasarkan

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA Oleh Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Indonesia memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, terdiri dari pulau-pulau

Lebih terperinci

K A B U P A T E N B I N T A N MUSRENBANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2015 Rabu, 1 APRIL 2015

K A B U P A T E N B I N T A N MUSRENBANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2015 Rabu, 1 APRIL 2015 K A B U P A T E N B I N T A N MUSRENBANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2015 Rabu, 1 APRIL 2015 R E N C A N A S T R A T E G I S K O N D I S I T E R K I N I U S U L A N 2 0 1 6 R E N C A N A S T R A T E G I S

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Dinamika perkembangan sektoral pada triwulan III-2011 menunjukkan arah yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Keseluruhan sektor mengalami perlambatan yang cukup signifikan

Lebih terperinci

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 02 TAHUN 2005 TENTANG

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 02 TAHUN 2005 TENTANG WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 02 TAHUN 2005 TENTANG PEMEKARAN, PERUBAHAN DAN PEMBENTUKAN KECAMATAN DAN KELURAHAN DALAM DAERAH KOTA BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATAM,

Lebih terperinci

MAKALAH PELAYANAN PUBLIK

MAKALAH PELAYANAN PUBLIK MAKALAH PELAYANAN PUBLIK INTERKONEKSI JARINGAN PIPA AIR BERSIH BAWAH LAUT ANTAR PULAU SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN AIR BERSIH/AIR MINUM DI WILAYAH HINTERLAND KOTA BATAM BAB I MASALAH, PENDEKATAN,

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau ARAH PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2016

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau ARAH PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2016 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau ARAH PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2016 Jumlah pulau : 2.408 pulau Berpenghuni : 366 buah (15 %) Belum berpenghuni : 2.042buah

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk menyebabkan meningkatnya tuntutan manusia terhadap sarana transportasi. Untuk menunjang kelancaran pergerakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Bab ini menguraikan isu-isu strategis yang dihadapi oleh Kabupaten Bintan. Isu-isu strategis ini berkaitan dengan permasalahan-permasalahan pokok yang dihadapi, pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Tanjungpinang adalah salah satu kota dan sekaligus merupakan ibu kota dari Provinsi Kepulauan Riau. Sesuai dengan peraturan pemerintah Nomor 31 Tahun 1983 Tanggal

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2019 Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara Jakarta, 16 Februari 2016 I. TUJUAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL 2 I. TUJUAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak monolitik sentralistik di pemerintahan pusat kearah

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INTEGRASI MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI, DAN BLUE ECONOMY

Lebih terperinci

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi disampaikan pada Forum Sinkronisasi Perencanaan Strategis 2015-2019 Dalam Rangka Pencapaian Sasaran Kebijakan Energi Nasional Yogyakarta, 13 Agustus 2015

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 No. 06/08/62/Th. V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah triwulan I-II 2011 (cum to cum) sebesar 6,22%. Pertumbuhan tertinggi pada

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 63/11/73/Th. VIII, 5 November 2014 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 6,06 PERSEN Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan III tahun 2014 yang diukur

Lebih terperinci

BAB IV P E N U T U P

BAB IV P E N U T U P BAB IV P E N U T U P IV.1. KESIMPULAN Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Jawa Timur berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo triwulan I-2013 tumbuh 7,63% (y.o.y) lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,57% (y.o.y.) Pencapaian tersebut masih

Lebih terperinci

Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang

Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU I. Latar Belakang Penerapan otonomi daerah pada tahun 2001 telah membawa perubahan yang cukup berarti bagi kondisi ekonomi di Propinsi Riau. Penelitian

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB II PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA TAHUN 2011

BAB II PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA TAHUN 2011 BAB II PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA TAHUN 2011 2.1. Kondisi Wilayah Sumatera Saat Ini Pertumbuhan ekonomi provinsi di Wilayah Sumatera tahun 2009 rata-rata memiliki laju pertumbuhan positif dan menurun

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM KOTA BATAM

BAB 3 GAMBARAN UMUM KOTA BATAM BAB 3 GAMBARAN UMUM KOTA BATAM Bab ini berisikan gambaran fisik wilayah, gambaran sosial ekonomi, struktur industri yang terbentuk pada wilayah studi, serta gambaran sarana dan prasarana yang terdapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan

Lebih terperinci

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara No. 063/11/63/Th.XVII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2013 Secara umum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III-2013 terjadi perlambatan. Kontribusi terbesar

Lebih terperinci

1. Mengembangkan perikehidupan masyarakat yang agamis, demokratis, berkeadilan, tertib, rukun dan aman di bawah payung budaya Melayu. 2.

1. Mengembangkan perikehidupan masyarakat yang agamis, demokratis, berkeadilan, tertib, rukun dan aman di bawah payung budaya Melayu. 2. Aula Kantor Gub Dompak, 28 Maret 2016 1. Mengembangkan perikehidupan masyarakat yang agamis, demokratis, berkeadilan, tertib, rukun dan aman di bawah payung budaya Melayu. 2. Meningkatkan daya saing ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pemerataan pembangunan ekonomi merupakan hasil yang diharapkan oleh seluruh masyarakat bagi sebuah negara. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

Bab II. Rumusan dan Advokasi Arah Kebijakan Pertanian

Bab II. Rumusan dan Advokasi Arah Kebijakan Pertanian 12 Rapat Dengan Wakil Presiden (Membahas Special Economic Zone) Dalam konteks ekonomi regional, pembangunan suatu kawasan dapat dipandang sebagai upaya memanfaatkan biaya komparatif yang rendah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT I. Perumusan Masalah Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang optimal membutuhkan sebuah pemahaman yang luas dimana pengelolaan SDA harus memperhatikan aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

PROFIL PEMBANGUNAN KEPULAUAN RIAU

PROFIL PEMBANGUNAN KEPULAUAN RIAU 1 PROFIL PEMBANGUNAN KEPULAUAN RIAU A. GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI WILAYAH Kepulauan Riau terletak pada posisi 1º10' LS - 5º10' LU102º 50' - 109º 20' BT. Luas Gambar 1 wilayah Kepulauan Riau 252.601 km2.

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia BUTIR-BUTIR BICARA MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAPAT KOORDINASI PEMERINTAH PUSAT, PEMERINTAH DAERAH, DAN BANK INDONESIA MEMPERCEPAT DAYA SAING INDUSTRI UNTUK

Lebih terperinci

POTRET KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEMESTER I-2015

POTRET KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEMESTER I-2015 POTRET KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEMESTER I-2015 ISSN : 2442-6245 No. Publikasi : 21000.1514 Katalog BPS : 3101019.21 Ukuran Buku : 10.5 x 15 cm Jumlah Halaman : xii + 37 Pengarah

Lebih terperinci

ISU STRATEGIS, PERMASALAHAN, DAN ARAH PEMBANGUNAN RPJMD

ISU STRATEGIS, PERMASALAHAN, DAN ARAH PEMBANGUNAN RPJMD Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau ISU STRATEGIS, PERMASALAHAN, DAN ARAH PEMBANGUNAN RPJMD 2010-2015 Disampaikan Oleh Kepala Bappeda Provinsi Kepulauan Riau GAMBARAN UMUM DAERAH

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI DKI JAKARTA 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI DKI JAKARTA 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG EKONOMI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN I-2016 TUMBUH 3,30 PERSEN, MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I- No. 32/05/19/Th.X,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

POKOK-POKOK METERI FORUM (MIF) 2016 GUBERNUR JAWA TENGAH PADA ACARA :

POKOK-POKOK METERI FORUM (MIF) 2016 GUBERNUR JAWA TENGAH PADA ACARA : POKOK-POKOK METERI GUBERNUR JAWA TENGAH PADA ACARA : MANDIRI INVESTMENT FORUM (MIF) 2016 2 3 3 4 4 5 5 6 105.54 110 100.67 100 100.45 90 80 70 60 2013 2014 2015 77 15.801 15.776 10.744 5.329 2013 5.633

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kedudukan Propinsi DKI Jakarta adalah sangat strategis dan juga menguntungkan, karena DKI Jakarta disamping sebagai ibukota negara, juga sebagai pusat

Lebih terperinci

WALIKOTA BATAM PROPINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN WALIKOTA BATAM NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN

WALIKOTA BATAM PROPINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN WALIKOTA BATAM NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN WALIKOTA BATAM PROPINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN WALIKOTA BATAM NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATAM, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan disahkannya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan direvisi menjadi Undang-undang No. 32 tahun 2004

Lebih terperinci

Lampiran I.21 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014

Lampiran I.21 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 Lampiran I. 0/Kpts/KPU/TAHUN 0 9 MARET 0 ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 04 No DAERAH PEMILIHAN JUMLAH PENDUDUK JUMLAH KURSI DP Meliputi Kab/Kota 5. KOTA TANJUNG

Lebih terperinci

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM 111 VI. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM Rancangan strategi pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna merupakan langkah terakhir setelah dilakukan beberapa langkah analisis, seperti analisis internal

Lebih terperinci

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar i ii vii Bab I PENDAHULUAN I-1 1.1 Latar Belakang I-1 1.2 Dasar Hukum I-2 1.3 Hubungan Antar Dokumen 1-4 1.4 Sistematika Penulisan 1-6 1.5 Maksud dan Tujuan 1-7 Bab

Lebih terperinci

LAKIP. Laporan Akuntabilias Kinerja Instansi Pemerintah. Pemerintah Kota Batam

LAKIP. Laporan Akuntabilias Kinerja Instansi Pemerintah. Pemerintah Kota Batam LAKIP Laporan Akuntabilias Kinerja Instansi Pemerintah Pemerintah Kota Batam [BAB I PENDAHULUAN] [Type the abstract of the document here. The abstract is typically a short summary of the contents of the

Lebih terperinci

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di 120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau Dalam mencari sektor ekonomi unggulan di Kabupaten Malinau akan digunakan indeks komposit dari nilai indeks hasil analisis-analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi atau penanaman modal merupakan instrumen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang ada di suatu negara atau wilayah. Karena pada dasarnya, investasi

Lebih terperinci

Lampiran I.21 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014

Lampiran I.21 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 Lampiran I. 0/Kpts/KPU/TAHUN 0 9 MARET 0 ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 04 No DAERAH PEMILIHAN JUMLAH PENDUDUK JUMLAH KURSI DP Meliputi Kab/Kota 5. KOTA TANJUNG

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana untuk mendirikan provinsi-provinsi baru di Indonesia. Pembentukan provinsi baru ini didasari

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA Wilayah Pekanbaru dan Dumai berada di Provinsi Riau yang merupakan provinsi yang terbentuk dari beberapa kali proses pemekaran wilayah. Dimulai dari awal

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Pada bagian perumusan isu strategi berdasarkan tugas dan fungsi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan mengemukakan beberapa isu strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci