ANALISIS PERKEMBANGAN WILAYAH DAN DISPARITAS PEMBANGUNAN WILAYAH PERBATASAN DAN NON PERBATASAN DI KALIMANTAN BARAT RITA YULISA NRP.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PERKEMBANGAN WILAYAH DAN DISPARITAS PEMBANGUNAN WILAYAH PERBATASAN DAN NON PERBATASAN DI KALIMANTAN BARAT RITA YULISA NRP."

Transkripsi

1 ANALISIS PERKEMBANGAN WILAYAH DAN DISPARITAS PEMBANGUNAN WILAYAH PERBATASAN DAN NON PERBATASAN DI KALIMANTAN BARAT RITA YULISA NRP. A SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini menyatakan bahwa tesis Analisis Perkembangan Wilayah dan Disparitas Pembangunan Wilayah Perbatasan dan Non-Perbatasan di Kalimantan Barat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, November 2011 Rita Yulisa NRP A

3 iii ABSTRACT RITA YULISA. Analysis of Regional Development and Disparities in Regional Development Border and Non-Border in West Kalimantan. Under direction of SANTUN R. P. SITORUS and ATANG SUTANDI Indonesia is an archipelago that has many border areas with other countries in the region of sea and land. In West Kalimantan border there are 5 district border, namely are Sambas District, Bengkayang, Sanggau, Sintang, and Kapuas Hulu District. The border region of a country has a strategic value in supporting the success of national development, especially in the aspect of political, economic, and ecological. Border areas of natural resource potential is quite large and very high economic value, yet can be put to good use. The research was conducted in 5 districts in West Kalimantan border and aims to determine the level of development of regions, Leading sectors, the level of disparity that occurred in the border regions and the factors causing the disparity, further research will be able to provide recommendations in the process of border regional development policy. Analytical methods used to achieve these objectives include skalogram analysis, analysis of LQ and SSA, Williamson index and Theil Entropy Index, and Spatial Econometrics. The results obtained by the analysis that the level of development of border districts in the county is still dominated by 3 hierarchy and 2 hierarchy, which means that the facilities and infrastructure in almost all sub-district boundary is uneven and inadequate, both non-border districts and district boundaries. Leading sectors in the three border districts of Sambas District, Sanggau, and Kapuas Hulu District is the agricultural sector, but it is trade, hotels, and restaurants, transport and communication sector, financial sector, rental and service companies, as well as the service sector. The mining sector is a sector that has the potential to be developed in some districts such as districts Paloh in Sambas district, and some non-border districts in the District and other Kapuas Hulu. Disparity analysis results showed that there was disparity sub districts in the border counties with Williamson index value of Disparities that occur in the form of disparities within each group the Border District Area (WKP) and the Non-Border District Area groups (WKNP). The factors that cause disparities in the border region is a factor of its own sub-regional GDP (GDP), and the surrounding district GRDP (W_PDRB), as well as factors that occur in the subdistrict disparities around (W_Disparitas). Disparities that occurred in the border districts should be dealt with simultaneously and to put forward a comprehensive approach to prosperity than the approach to safety. Construction of basic infrastructure, especially infrastructure for basic social service needs should be a priority in the district border. Efforts to improve the local economy should be based on resource potential and to create linkages between sectors in one district and inter-sectoral linkages with the surrounding districts. Keyword: border disparity, non-border, regional development.

4 iv RINGKASAN RITA YULISA. Analisis Perkembangan Wilayah dan Disparitas Pembangunan Wilayah Perbatasan dan Non-Perbatasan di Kalimantan Barat. Dibimbing oleh SANTUN R. P. SITORUS dan ATANG SUTANDI Indonesia merupakan negara kepulauan yang banyak memiliki wilayah perbatasan dengan negara lain yang berada di kawasan laut dan darat. Perbatasan Darat Indonesia-Malaysia di Pulau Kalimantan secara administratif meliputi 2 (dua) provinsi yaitu Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Di Kalimantan Barat sendiri terdapat 5 Kabupaten perbatasan diantaranya Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang, dan Kabupaten Kapuas Hulu. Wilayah perbatasan suatu negara memiliki nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional terutama dalam aspek politik, ekonomi, dan ekologi. Potensi sumberdaya alam wilayah perbatasan yang cukup besar dan bernilai ekonomi sangat tinggi, belum dapat dimanfaatkan dengan baik. Wilayah perbatasan cenderung menjadi beban karena sebagian besar wilayah perbatasan masih merupakan daerah tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas. Secara umum infrastruktur sosial ekonomi di kawasan ini, baik dalam aspek pendidikan, kesehatan, maupun sarana prasarana penunjang wilayah masih memerlukan banyak peningkatan. Penelitian ini dilakukan di 5 kabupaten perbatasan di Kalimantan Barat dan bertujuan untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah, sektor unggulan, tingkat disparitas yang terjadi di daerah perbatasan serta faktor-faktor penyebab terjadinya disparitas, lebih jauh lagi penelitian ini nantinya dapat memberikan masukan/rekomendasi dalam proses penyusunan kebijakan pembangunan daerah perbatasan. Metode analisis yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut diantaranya adalah analisis skalogram, analisis LQ dan SSA, Indeks Williamson dan Theil Indeks Entropy, dan Ekonometrika Spasial. Hasil analisis diperoleh bahwa tingkat perkembangan kecamatan di kabupaten perbatasan masih didominasi hirarki 3 dan hirarki 2 yang berarti bahwa sarana dan prasarana dihampir seluruh kecamatan kabupaten perbatasan tidak merata dan belum memadai, baik kecamatan non-perbatasan maupun kecamatan perbatasan. Sektor Unggulan pada tiga kabupaten perbatasan yaitu Kabupaten Sambas, Sanggau, dan Kapuas Hulu adalah sektor pertanian, selain itu adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa. Sektor pertambangan merupakan sektor yang berpotensi untuk dikembangkan di beberapa kecamatan tertentu seperti kecamatan paloh di kabupaten Sambas dan beberapa kecamatan non-perbatasan lain di Kabupaten Sanggau dan Kapuas Hulu. Hasil analisis disparitas kecamatan menunjukkan bahwa terjadi disparitas wilayah kecamatan di kabupaten perbatasan dengan nilai indeks williamson sebesar 0,55. Disparitas yang terjadi berupa disparitas dalam masing-masing kelompok Wilayah Kecamatan Perbatasan (WKP) dan dalam kelompok Wilayah Kecamatan Non Perbatasan (WKNP). Faktor-faktor yang penyebab terjadinya ketimpangan/disparitas wilayah perbatasan adalah faktor PDRB kecamatan sendiri

5 v (PDRB), dan PDRB kecamatan sekitarnya (W_PDRB), serta faktor disparitas yang terjadi di kecamatan sekitar (W_Disparitas). Disparitas yang terjadi di kecamatan perbatasan harus ditangani secara simultan dan menyeluruh dengan lebih mengedepankan pendekatan pembangunan masyarakat (prosperity) daripada pendekatan keamanan (security). Pembangunan sarana prasarana dasar terutama infrastruktur untuk pelayanan kebutuhan sosial dasar perlu menjadi prioritas di kecamatan perbatasan. Upaya peningkatan perekonomian lokal wilayah harus berbasis potensi sumberdaya dan menciptakan keterkaitan antar sektor unggulan disatu kecamatan maupun keterkaitan antar sektor dengan kecamatan disekitarnya. Kata Kunci: disparitas perbatasan, non-perbatasan, pembangunan wilayah.

6 vi Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tesis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor

7 vii ANALISIS PERKEMBANGAN WILAYAH DAN DISPARITAS PEMBANGUNAN WILAYAH PERBATASAN DAN NON PERBATASAN DI KALIMANTAN BARAT RITA YULISA TESIS Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar MAGISTER SAINS Pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Setia Hadi M.Si. 8

9 ix Judul Tesis Nama NRP : Analisis Perkembangan Wilayah dan Disparitas Pembangunan Wilayah Perbatasan dan Non-Perbatasan di Kalimantan Barat : Rita Yulisa : A Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Ketua Ir. Atang Sutandi, M.Si, Ph.D Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian: 30 November 2011 Tanggal Lulus:

10 Sebuah karya yang kuperuntukkan bagi orang-orang yang kukasihi dan mengasihiku: Drs. Bartolomeus Japari Panjaitan Ibunda Nurhayati serta adik-adikku Ridho Zia Suhaya dan Reza Muharram x

11 xi PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmah, karunia, dan taufik-nya sehingga penelitian dengan judul Analisis Perkembangan Wilayah dan Disparitas Pembangunan Wilayah Perbatasan dan Non-Perbatasan di Kalimantan Barat dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini tidak terlepas dari peran dan dukungan berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis ucapkan sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus sebagai Ketua Komisi pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi, kemudahan dalam studi, menyumbang pikiran, dan menambah pengalaman penulis 2. Dr. Ir. Atang Sutandi sebagai anggota komisi yang telah memberikan masukan kritis, penajaman, pengkayaan, dan membuka cakrawala penulis 3. Dr. Ir. Setia Hadi M.Si penguji luar komisi yang telah membuat tesis ini menjadi lebih sempurna 4. Segenap staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB 5. Orang tua saya tercinta Bapak Drs. Bartolomeus Japari Panjaitan dan Mama Nurhayati serta adikku Ridho Zia Suhaya dan Reza Muharram yang selalu mendukung dan mendoakanku. 6. Ir. Fajar yang telah memberikan masukan dan memfasilitasi survei lapang ke lokasi penelitian 7. Instansi-instansi terkait yang terlah memberikan kemudahan dalam hal memperoleh data, serta seluruh Bapak-bapak Camat di Kabupaten Kapuas Hulu dan Sanggau atas respon yang sangat baik. 8. Ibu Neng Rahayu SE, Ibu Yustina beserta keluarga besar yang semangat serta suasana yang baik saat berada di lokasi penelitian. 9. Rekan-rekan PWL 2009 IPB Ibu Noi Rachmawati, Pak Syamsul, Yoga, Bang Zulyan, Mas Ardi yang senantiasa bersama dan kompak. 10. Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu Penulis sadari bahwa penelitian ini tidak lepas dari kekurangan dan keterbatasan. Namun demikian, semoga dari sedikit kelebihan penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pengembangan wilayah pada era otonomi daerah ini. Bogor, November 2011 Rita Yulisa

12 xii RIWAYAT PENULIS Penulis dilahirkan di Putussibau, Kalimantan Barat pada tanggal 21 Juli 1987 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Drs. Bartolomeus Japari Panjaitan, dan Nurhayati. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN 34 Pontianak Selatan. Kemudian melanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama di SLTPN 2 Pontianak sampai pada tahun Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMUN 1 Pontianak pada tahun Pada tahun penulis melanjutkan pendidikan sarjana pada Program Studi Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor (IPB). Kemudian pada tahun 2009 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan Magister pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL), Institut Pertanian Bogor (IPB).

13 xiii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xvii DAFTAR LAMPIRAN... xviii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Pemikiran Penelitian... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Wilayah Indikator Pembangunan Wilayah WilayahPerbatasan Disparitas Faktor Penyebab Disparitas Pembangunan Urgensi Pembangunan Antar-Wilayah secara Berimbang III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Data dan Sumber Data Bagan Alir Penelitian Tehnik Analisis Data Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah Identifikasi Sektor Unggulan Location Quotient (LQ) Shift Share Analysis (SSA) Analisis Disparitas Wilayah Indeks Williamson Indeks Theil Entropy Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Disparitas Pembangunan Wilayah Perbatasan IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Propinsi Kalimantan Barat Kabupaten Sambas Kabupaten Bengkayang Kabupaten Sanggau Kabupaten Sintang... 46

14 xiv 4.6. Kabupaten Kapuas Hulu Perbandingan Kinerja Pembangunan, Ekonomi dan Manusia dengan Negara Malaysia V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Perkembangan Wilayah dengan Metode Skalogram Identifikasi Sektor Unggulan Kabupaten Sambas Kabupaten Sanggau Kabupaten Kapuas Hulu Analisis Disparitas Wilayah Indeks Williamson Indeks Theil Entropy Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Disparitas Pembangunan Antar-Wilayah Pembahasan Umum VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 99

15 xv DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1 Wilayah Administrasi Kawasan Perbatasan Kalimantan Barat Sarawak dan Jumlah Penduduk Tahun Indikator-Indikator Pembangunan Wilayah Berdasarkan Basis/ Pendekatan Pengelompokannya Jenis dan Sumber Data yang Digunakan, Teknik Analisis Data dan Output yang Diharapkan Nilai Selang Hierarki IPK Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Sambas Tahun Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya serta Angka Kemiskinan Kabupaten Sambas Tahun Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Bengkayang Tahun Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya serta Angka Kemiskinan Kabupaten Bengkayang Tahun Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Sanggau Tahun Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya serta Angka Kemiskinan Kabupaten Sanggau Tahun Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Sintang Tahun Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya serta Angka Kemiskinan Kabupaten Sintang Tahun Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Kapuas Hulu Tahun Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya serta Angka Kemiskinan Kabupaten Kapuas Hulu Tahun Jumlah dan Persentase Hirarki Kecamatan Hasil Analisis LQ Kabupaten Perbatasan tahun Tabel Hasil Analisis SSA 3 Kabupaten Perbatasan Tahun Hasil Analisis LQ Kecamatan Kabupaten Sambas Tabel Hasil Analisis SSA Kecamatan Kabupaten Sambas Tahun Hasil Analisis LQ Kecamatan Kabupaten Sanggau Tabel Hasil Analisis SSA Kabupaten Sanggau Tahun Hasil Analisis LQ Kecamatan Kabupaten Kapuas Hulu Tabel Hasil Analisis SSA Kecamatan Kabupaten Kapuas Hulu Tahun Kompilasi Hasil Analisis LQ di 9 Kecamatan Perbatasan... 80

16 xvi 25 Kompilasi Hasil Analisis SSA di 9 Kecamatan Perbatasan Hasil Nilai R2 dan uji F Model Ekonometrika Spasial Nilai Parameter Estimates dan Koefisien (B) Model Ekonometrika Spasial... 89

17 xvii DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Kerangka Pemikiran Sistematika penyusunan konsep-konsep indikator kinerja pembangunan wilayah Peta Administrasi Lokasi Penelitian Bagan Alir Penelitian Peta Daerah Perbatasan di Kalimantan Barat Struktur Ekonomi Kabupaten Sambas Tahun Struktur Ekonomi Kabupaten Bengkayang Tahun Struktur Ekonomi Kabupaten Sanggau Tahun Struktur Ekonomi Kabupaten Sintang Tahun Struktur Ekonomi Kabupaten Kapuas Hulu Tahun Peta Sebaran Hirarki Kecamatan di Kabupaten Perbatasan Matrik Kuadran LQ dan SSA Grafik Sektor Unggulan Kabupaten Sambas Grafik Sektor Unggulan Kabupaten Sanggau Grafik Sektor Unggulan Kabupaten Kapuas Hulu... 77

18 xviii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1 Hasil Analisis Skalogram Kecamatan Kabupaten Perbatasan a. Hasil Analisis SSA Kecamatan Kabupaten Sambas Tahun b. Hasil Analisis SSA Kecamatan Kabupaten Sanggau Tahun c. Hasil Analisis SSA Kecamatan Kabupaten Kapuas Hulu Tahun Hasil Analisis Indeks Williamson Hasil Analisis Indeks Theil Entrophy

19 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang banyak memiliki wilayah perbatasan dengan negara lain yang berada di kawasan laut dan darat. Perbatasan laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara diantaranya Malaysia, Singapura, Filipina, India, Thailand, Vietnam, Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini. Sementara itu untuk wilayah darat, Indonesia berbatasan langsung dengan tiga negara, yakni Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste dengan panjang garis perbatasan darat secara keseluruhan adalah 2914,1 km. Kawasan Perbatasan Darat Indonesia-Malaysia di Pulau Kalimantan secara administratif meliputi 2 (dua) provinsi yaitu Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, terdiri dari 8 (delapan) kabupaten, yaitu Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), Malinau, Nunukan, dan Kutai Barat (Kalimantan Timur). Garis perbatasan darat di Pulau Kalimantan yang berbatasan dengan negara bagian Sabah dan Serawak Malaysia secara keseluruhan memiliki panjang 1.885,3 km. Secara geografis kawasan perbatasan Kalimantan Barat dengan Serawak berada pada bagian paling utara wilayah Provinsi Kalimantan Barat, yang membentang dari barat ke timur sepanjang sekitar 805 km, meliputi Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang, dan Kapuas Hulu (Tabel 1). Jika diasumsikan kawasan perbatasan merupakan kawasan yang berjarak 20 km dari garis batas sepanjang 966 km, terhitung dari tanjung Dato, Kabupaten Sambas yang berada diujung paling barat sampai ke Kabupaten Kapuas Hulu yang berada diujung paling timur, maka luas kawasan perbatasan meliputi km 2, atau ha. Wilayah perbatasan suatu negara memiliki nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional terutama dalam aspek politik, ekonomi, dan ekologi. Aspek politik wilayah perbatasan mempunyai dampak penting bagi kedaulatan negara. Aspek ekonomi memiliki potensi sumberdaya alam yang besar, terutama hutan, pertanian, perkebunan (besar dan rakyat), pertambangan (batubara), wisata alam (Taman Nasional Betung Kerihun, TN Danau Sentarum), dan perikanan air tawar yang merupakan faktor pendorong bagi

20 2 peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya. Aspek ekologi, sebagian kawasan perbatasan merupakan kawasan berfungsi lindung dengan hulu-hulu sungai yang sangat penting bagi daerah hilir. Tabel 1. Wilayah Administrasi Kawasan Perbatasan Kalimantan Barat - Serawak, dan Jumlah Penduduk Tahun 2008 Jumlah Kepadatan No. Kabupaten Kecamatan Jiwa (jiwa Per Luas (Km 2 ) Jumlah Desa Km 2 ) 1. Sambas Paloh 1.148, Sambas Sajingan Besar 1.391, Bengkayang Jagoi Babang 655, Bengkayang Siding 563, Sanggau Sekayam 841, Sanggau Entikong 506, Sintang Ketungau Tengah 2182, Sintang Ketungau Hulu 2138, Kapuas Hulu Putussibau Utara 5.204, Kapuas Hulu Embaloh Hulu 3.457, Kapuas Hulu Batang Lupar 1332, Kapuas Hulu Badau 700, Kapuas Hulu Puring Kencana 258, Jumlah , Sumber: Kabupaten Dalam Angka 2009 Potensi sumberdaya alam wilayah perbatasan di Kalimantan cukup besar dan bernilai ekonomi sangat tinggi, terdiri dari hutan produksi (konversi), hutan lindung, taman nasional, dan danau alam, yang semuanya dapat dikembangkan menjadi daerah wisata alam (ekowisata). Beberapa areal hutan tertentu yang telah dikonversi tersebut telah berubah fungsi menjadi kawasan perkebunan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan swasta nasional maupun yang bekerjasama dengan perkebunan asing yang umumnya berasal Malaysia. Namun demikian secara umum infrastruktur sosial ekonomi di kawasan ini, baik dalam aspek pendidikan, kesehatan, maupun sarana prasarana penunjang wilayah masih memerlukan banyak peningkatan. Walaupun pada kenyataannya wilayah perbatasan memiliki memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat besar, wilayah perbatasan tersebut belum bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia secara minimal sekalipun, baik dari aspek politis, ekonomis, maupun aspek ekologi. Dilihat dari letak posisi geografis sebenarnya Indonesia sangat memungkinkan sekali untuk mengambil manfaat dari

21 3 wilayah perbatasan tersebut, namun dalam kenyataannya banyak wilayah perbatasan malah menjadi beban. Sebagian besar wilayah perbatasan di Indonesia masih merupakan daerah tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas. Pandangan di masa lalu bahwa daerah perbatasan merupakan wilayah yang perlu diawasi secara ketat karena merupakan daerah yang rawan keamanan telah menjadikan paradigma pembangunan perbatasan lebih mengutamakan pada pendekatan keamanan dari pada kesejahteraan. Hal ini menyebabkan wilayah perbatasan di beberapa daerah menjadi tidak tersentuh oleh kegiatan pembangunan. Persoalan-persoalan perbatasan yang cukup rumit dan kompleks selama ini kurang mendapatkan perhatian yang serius dari Pemerintah. Perencanaan pembangunan yang tersentralisasi dengan memprioritaskan sasaran makro pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa mempertimbangkan aspek pemerataan memberi dampak pada timbulnya kesenjangan antar daerah, dan merupakan salah satu penyebab ketertinggalan daerah perbatasan dibandingkan dengan daerah yang lain. Otonomi yang diharapkan dapat memperkecil kesenjangan antara pusat dengan daerah apabila tidak dilaksanakan dengan bijak justru dapat memperparah kesenjangan yang ada. Perencanaan pembangunan di wilayah perbatasan seharusnya dilakukan dengan mengenali dan menggali potensi sumberdaya yang dimiliki agar berkelanjutan dan tepat sasaran bagi daerah perbatasan itu sendiri. Hal ini penting agar tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan berkurangnya angka kemiskinan dan kesenjangan pembangunan infrastruktur fisik dan sarana-prasarana dasar sebagai penunjang aktivitas dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat sasaran. Pendekatan pembangunan wilayah perbatasan negara ini tentu saja tidak meninggalkan pendekatan keamanan (security approach). Tujuan dari pengembangan wilayah-wilayah perbatasan adalah untuk: (a) menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh Hukum Internasional; (b) meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat

22 4 dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga. Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat menggagas kebijakan percepatan pembangunan yang diarahkan pada tiga permasalahan pokok yang terdiri dari tataruang, infrastruktur dan kelembagaan Perumusan Masalah Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat, dan institusiinstitusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1989 dalam Rustiati et al., 2009). Tiga sasaran utama pembangunan yaitu pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan sebagai bentuk redefinisi pembangunan dalam konteks tujuan sosial bertujuan untuk mengembangkan kualitas hidup masyarakat (Seer, 1973 dalam Kuncoro, 2006). Perbatasan Kalimantan Barat merupakan wilayah yang memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi sebagai keunggulan komparatif wilayah. Pertambangan, Kehutanan, Pertanian, Perikanan dan Kelautan serta pariwisata, merupakan sektor-sektor yang diharapkan dapat menjadi penggerak roda perekonomian daerah. Sumberdaya alam kawasan perbatasan yang melimpah dan letaknya mempunyai akses ke pasar (Serawak), tetapi terdapat sekitar 45% desa miskin dengan jumlah penduduk miskin sekitar 35%. Pemerataan yang menjadi salah satu sasaran utama pembangunan belum terwujud. Berdasarkan arah pengembangan kawasan perbatasan UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), Wilayah-wilayah perbatasan dikembangkan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward looking sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan pembangunan yang dilakukan, selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan, juga diperlukan pendekatan kesejahteraan. Perhatian khusus diarahkan bagi pengembangan pulau-pulau kecil di perbatasan yang selama ini luput dari perhatian.

23 5 Secara garis besar, isu permasalahan pembangunan wilayah perbatasan terbagi atas: Pertama permasalahan yang berdimensi lokal dan domestik, yaitu gambaran kemiskinan sebagai akibat dari tidak fokusnya intervensi kebijakan di masa lalu sehingga terabaikannya pembangunan infrastruktur, sumberdaya manusia, diikuti dengan penanganan wilayah perbatasan yang masih kental dengan nuansa sentralistik. Infrastruktur terutama jalan yang menghubungkan wilayah antar daerah yang masih minim, rendahnya kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan angka kemiskinan 9.03 %, pengangguran 5,44 %, indek pembangunan manusia 68,17). Masih rendahnya derajat kesehatan yang ditandai dengan usia harapan hidup 66 tahun dan tingkat pendidikan dengan rata-rata lama sekolah 6,8 tahun. (Effendy, 2009) Kedua, permasalahan yang berdimensi nasional, yaitu munculnya kegiatan ekonomi ilegal diantaranya illegal logging, TKI dan penyelundupan lainnya, pemanfaatan sumberdaya alam secara tidak beraturan, lemahnya sistem pengawasan, semangat otonomi mengenai status dan kewenangan penanganan, serta gejala degradasi nasionalisme. Ketiga, permasalahan yang berdimensi regional antar negara, lebarnya kesenjangan ekonomi antara penduduk sendiri dengan negeri tetangga, pergeseran atau menghilangnya patok (tapal) batas sehingga menimbulkan konflik mengenai garis batas dan kasus lainnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa kegiatan ekonomi penduduk perbatasan kurang berpengaruh terhadap kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya. Kegiatan yang ada di daerah perbatasan hanya berskala lokal, parsial dan kurang terkoordinasi bahkan terjadi ketergantungan masyarakat kawasan perbatasan terhadap perekonomian Serawak. Hal ini tercermin dari keterbatasan infrastruktur kewilayahan, baik infrastruktur dasar prasarana seperti jalan, listrik, telekomunikasi dan infrastruktur sosial seperti kesehatan, pendidikan dsb, sehingga keterkaitan wilayah perbatasan terhadap wilayah lainnya di Kalbar relatif rendah dan sebaliknya interaksi masyarakat di daerah perbatasan pada umumnya lebih berorientasi ke Serawak. Daerah perbatasan Kalimanta Barat merupakan daerah yang strategis karena secara langsung berbatasan dengan Negara Malaysia, sehingga kebijakan pembangunannya perlu perhatian yang berbeda dengan daerah lainnya.

24 6 Keberhasilan pembangunan daerah perbatasan diharapkan mampu menjadikan daerah perbatasan sebagai hinterland bagi kabupatennya atau bahkan pusat yang dapat menjadi kebanggaan Indonesia. Oleh karena itu, dalam penelitian ini disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana hierarki atau tingkat perkembangan kecamatan di kabupaten perbatasan Kalimantan Barat secara keseluruhan? 2. Sektor apa saja yang menjadi unggulan di masing-masing kecamatan pada kabupaten perbatasan? 3. Bagaimana tingkat disparitas antar kecamatan yang terjadi di kabupaten perbatasan? 4. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya disparitas dikabupaten perbatasan? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui tingkat perkembangan/hirarki wilayah kecamatan di masingmasing kabupaten yang berbatasan langsung dengan Serawak-Malaysia. 2. Mengidentifikasi sektor unggulan pada tiap kabupaten perbatasan. 3. Mengetahui tingkat disparitas di kabupaten yang berbatasan langsung dengan Serawak-Malaysia. 4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketimpangan di wilayah perbatasan Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran, masukan dan informasi bagi perencanaan pembangunan wilayah perbatasan di Kalimantan Barat untuk mengurangi tingkat disparitas yang terjadi. 2. Sebagai bahan pembelajaran dan pengembangan perencanaan wilayah dengan isu pemerataan pembangunan Kerangka Pemikiran Penelitian Penelitian ini dibangun atas dasar kerangka pemikiran bahwa disparitas atau kesenjangan pembangunan merupakan salah satu masalah yang dihadapi dalam pembangunan. Kondisi ini antara lain diakibatkan oleh paradigma

25 7 pembangunan di Era Orde Baru yang cenderung mengejar pertumbuhan (growth) setinggi-tingginya, namun di pihak lain harus mengorbankan pemerataan (equity) dan keberlanjutan (sustainability). Minimnya sarana prasarana di daerah perbatasan, keterisolasian serta kebijakan pembangunan daerah yang kurang berpihak bagi daerah perbatasan mengakibatkan daerah perbatasan mengalami disparitas atau kesenjangan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan daerah lain disekitarnya. Apabila kesenjangan tersebut tidak dieleminir secara hati-hati dalam kebijakan proses pembangunan saat ini dan ke depan dikhawatirkan dapat menimbulkan permasalahan yang lebih kompleks (seperti masalah kependudukan, sosial, ekonomi, politik dan lingkungan) dan dalam konteks makro sangat merugikan proses pembangunan yang ingin dicapai. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat disparitas yang terjadi di daerah perbatasan serta faktor-faktor penyebab disparitas. Selain itu dalam penelitian ini juga menganalisis hirarki/perkembangan wilayah daerah perbatasan serta sektor unggulan. Dengan mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya disparitas pembangunan antar wilayah tersebut, maka akan dapat memberikan masukan/rekomendasai dalam proses penyusunan kebijakan pembangunan daerah khususnya dalam mengurangi tingkat disparitas serta dalam rangka mewujudkan pembangunan wilayah yang merata dan berimbang. Atas dasar pemahaman tersebut dibangun kerangka pikir penelitian seperti terlihat pada Gambar 1.

26 8 Gambar 1. Kerangka Pemikiran

27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Wilayah Rustiadi et al. (2009) berpendapat bahwa secara filosofis suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematis dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Pembangunan dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi, dan pembangunan adalah mengadakan atau membuat atau mengatur sesuatu yang belum ada. Untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang diinginkan, upayaupaya pembangunan harus diarahkan pada efisiensi (efficiency), pemerataan (equity), dan keberlanjutan (sustainability) (Anwar, 2005; Rustiadi et al., 2007) dalam memberikan panduan pada alokasi segala sumberdaya (semua capital yang berkaitan dengan natural, human, man-made maupun social), baik pada tingkatan nasional, regional, maupun lokal. Dalam kerangka pembangunan Nasional di Indonesia, pada Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993, pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menggerakkan prakarsa dan peranserta masyarakat dalam pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu. Pemerataan dan keberimbangan dapat diwujudkan melalui pembangunan daerah yang mampu mengembangkan potensi-potensi pembangunan sesuai kapasitasnya, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Anonim, 2004). Menurut Pravitasari (2009), paradigma baru pembangunan menuntut adanya keserasian dan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan, atau growth with equity. Strategi demikian juga merupakan koreksi atas kebijakan pembangunan terhadulu, yang dikenal dengan istilah tricle down effect. Strategi tricle down effect mengasumsikan perlunya memprioritaskan pertumbuhan ekonomi terlebih dahulu, baru kemudian dilakukan pemerataan. Kenyataannya di

28 10 banyak negara termasuk Indonesia, teori ini gagal menciptakan kemakmuran untuk semua. Sebagaimana konsep temuan Kuznets (1945): kurva U-terbalik yang mengatakan bahwa bagi negara yang pendapatannya rendah, tumbuhnya perekonomian harus mengorbankan pemerataan (trade off antara pertumbuhan dan pemerataan) 2.2 Indikator Pembangunan Wilayah Indikator adalah ukuran kualitatif dan/atau kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja, baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan, maupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Rustiadi (2009) membagi tiga kelompok cara dalam menetapkan indikator pembangunan, yaitu: (1) indikator berbasis tujuan pembangunan, (2) indikator berbasis kapasitas sumberdaya, dan (3) indikator berbasis proses pembangunan (Gambar 2). Gambar 2. Sistematika penyusunan konsep-konsep indikator kinerja pembangunan wilayah. Indikator berbasis tujuan pembangunan merupakan sekumpulan cara mengukur tingkat kinerja pembangunan dengan mengembangkan berbagai ukuran

29 11 operasional berdasarkan tujuan-tujuan pembangunan. Dari berbagai pendekatan dapat disimpulkan tiga tujuan pembangunan, yakni: (1) produktivitas, efisiensi dan pertumbuhan (growth), (2) pemerataan keadilan dan keberimbangan (equity), dan (3) keberlanjutan (sustainability) (Rustiadi et al., 2009). Deskripsi indikator-indikator pembangunan wilayah ke dalam kelompokkelompok indikator berdasarkan klasifikasi tujuan pembangunan, kapasitas sumberdaya pembangunan dan proses pembangunan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Indikator-indikator pembangunan wilayah berdasarkan basis/ pendekatan pengelompokannya. Basis/ Pendekatan Tujuan Pembangunan Kelompok 1. Produktivitas, Efisiensi dan Pertumbuhan (Growth) 2. Pemerataan, Keberimbanga n dan Keadilan (Equity) Indikator-indikator Operasional a. Pendapatan wilayah (1) PDRB (2) PDRB per Kapita (3) Pertumbuhan PDRB b. Kelayakan Finansial/Ekonomi (1) NPV (2) BC Ratio (3) IRR (4) BEP c. Spesialisasi, Keunggulan Komparatif /Kompetitif (1) LQ (2) Shift and Share d.produksi-produksi Utama (tingkat produksi, produktivitas, dll) (1) Migas (2) Produksi Padi/Beras (3) Karet (4) Kelapa Sawit a. Distribusi Pendapatan (1) Gini Ratio (2) Struktural (vertikal) b. Ketenagakerjaan/Pengangguran (1) Pengangguran Terbuka (2) Pengangguran Terselubung (3) Setengah Pengangguran c. Kemiskinan (1) Good-service Ratio (2) % Konsumsi Makanan (3) Garis Kemiskinan (Pendapatan setara beras, dll)

30 12 Tabel 2. (lanjutan) Basis/ Pendekatan Sumberdaya Kelompok 3. Keberlanjutan (Sustainability) 1. Sumberdaya Manusia 2. Sumberdaya Alam 3. Sumberdaya Buatan/ Sarana dan Prasarana 4. Sumberdaya Sosial (Social Capital) d. Regional Balance Indikator-indikator Operasional (1) Spatial Balance (primacy index, entropy, index Williamson) (2) Sentral Balance (3) Capital Balance (4) Sector balance a. Dimensi Lingkungan b. Dimensi Ekonomi c. Dimensi Sosial a. Knowledge (Education) b. Skill (Keterampilan) c. Competency d. Etos Kerja/Sosial e. Pendapatan/Produktivitas f. Kesehatan g. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) a. Tekanan (Degradasi) b. Dampak c. Degradasi a. Skalogram Fasilitas Pelayanan b. Aksesibilitas terhadap fasilitas a. Regulasi/Aturan-aturan Adat/Budaya (norm) b. Organisasi Sosial (network) c. Rasa percaya (trust) 1. Input a. Input Dasar (SDA, SDM, Infrastruktur, SDS) Proses Pembangunan 2. Proses/ Implementasi b. Input Antara 3. Output c. Total Volume Produksi 4. Outcome 5. Benefit 6. Impact Sumber: Rustiadi, et al. (2009) 2.3 Wilayah Perbatasan Kawasan Perbatasan adalah bagian dari Wilayah Negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain. Dalam hal Batas Wilayah Negara di darat, Kawasan Perbatasan berada di kecamatan. Kawasan perbatasan merupakan wilayah yang secara geografis berbatasan

31 13 langsung dengan negara tetangga dengan fungsi utama mempertahankan kedaulatan negara dan kesejahteraan masyarakat. Wilayah yang dimaksud adalah wilayah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan atau Kecamatan yang bagian wilayahnya secara geografis bersinggungan langsung dengan garis batas negara (atau wilayah negara) dan/atau yang memiliki hubungan fungsional (keterkaitan). (Anonim, 2011). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, Kawasan perbatasan adalah suatu kawasan yang merupakan bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan. Wilayah perbatasan menurut buku utama rencana induk pengelolaan perbatasan negara merupakan wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbatasan dengan negara lain, dan batas-batas wilayahnya ditentukan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Wilayah perbatasan di Indonesia secara umum dicirikan antara lain oleh : (1) letak geografisnya berbatasan langsung dengan negara lain, bisa propinsi, kabupaten/kota maupun kecamatan yang memiliki bagian wilayahnya langsung bersinggungan dengan garis batas negara. (2) kawasan perbatasan umumnya masih relatif terpencil, miskin, kurangnya sarana dan prasarana dasar sosial dan ekonomi serta (3) kondisi pertumbuhan ekonomi wilayahnya relatif terlambat dibandingkan dengan wilayah lain di negara lain. Nurdjaman dan Raharjo (2005) menyatakan bahwa perbatasan negara adalah wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berbatasan dengan negara lain, dan batas-batas wilayahnya ditentukan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Bappenas (2005) menyatakan bahwa wilayah perbatasan adalah wilayah geografis yang berhadapan dengan negara tetangga, dimana penduduk yang bermukim di wilayah tersebut disatukan melalui hubungan sosio-budaya dengan cakupan wilayah administratif tertentu setelah ada kesepakatan negara yang berbatasan. Kawasan perbatasan Indonesia terdiri atas perbatasan kontinen yang berbatasan langsung dengan negara lain yakni: Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Republik Demokratik Timor

32 14 Leste (RDTL) serta perbatasan maritim yang berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, RDTL, dan PNG. Setiap kawasan perbatasan memiliki ciri khas masing-masing dan potensi yang berbeda antar satu kawasan dengan kawasan yang lainnya. Potensi yang dimiliki kawasan perbatasan yang bernilai ekonomis cukup besar adalah potensi sumberdaya alam (hutan, tambang dan mineral, serta perikanan dan kelautan) yang terbentang di sepanjang dan di sekitar kawasan perbatasan. Meskipun demikian, wilayah perbatasan selalu menjadi wilayah yang hampir luput dari perhatian pemerintah dalam proses pembangunan sehingga masyarakat wilayah perbatasan menjadi masyarakat yang termarginalkan. Menurut Nurdjaman dan Rahardjo (2005) secara umum kebutuhan dan kepentingan percepatan pembangunan wilayah perbatasan menghadapi tantangan antara lain mencakup delapan aspek kehidupan sebagai berikut: (1) aspek geografis yang meliputi kebutuhan jalan penghubung, landasan pacu dan sarana komunikasi yang memadai untuk keperluan pembangunan wilayah perbatasan antar negara. (2) aspek demografis, yang meliputi pengisian dan pemerataan penduduk untuk keperluan sistem hankamrata termasuk kekuatan cadangannya melalui kegiatan transmigrasi dan pemukiman kembali penduduk setempat; (3) aspek sumberdaya alam (SDA), yang meliputi survei dan pemetaan sumberdaya alam guna menunjang pembangunan dan sebagai obyek yang perlu dilindungi pelestarian dan keamanannya; (4) aspek ideologi, yang meliputi pembinaan dan penghayatan ideologi yang mantap untuk mengenal ideologi asing yang masuk dari negara tetangga; (5) aspek politik, yang meliputi pemahaman sistem politik nasional, terselenggaranya aparat pemerintah yang berkualitas sebagai mitra aparat hankam dalam pembinaan teritorial setempat; (6) aspek ekonomi, yang meliputi pembangunan wilayah kesatuan ekonomi yang dapat berfungsi sebagai penyangga wilayah; (7) aspek sosial budaya, yang meliputi peningkatan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan yang memadai untuk mengurangi kerawanan di bidang keamanan, serta nilai budaya setempat yang tangguh terhadap penetrasi budaya asing; (8) aspek hankam, yang meliputi pembangunan pos-pos perbatasan, pembentukan aspek pengamanan sabuk pengaman (security

33 15 belt), dan pembentukan kekuatan pembinaan teritorial yang memadai serta perangkat komando dan pengendalian yang mencukupi. 2.4 Disparitas Menurut Chaniago et al. (2000) disparitas atau kesenjangan dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang tidak seimbang atau ketidakberimbangan atau ketidaksimetrisan. Kesenjangan pembangunan adalah suatu kondisi ketidakberimbangan pembangunan antar sektor dan wilayah yang ditunjukkan oleh perbedaan pertumbuhan antar wilayah. Kesenjangan pertumbuhan antar wilayah tergantung pada perkembangan struktur sektor-sektor ekonomi dan struktur wilayah (perkembangan sarana dan prasarana sosial-ekonomi, seperti sarana pendidikan, kesehatan, perumahan, transportasi, sanitasi dan lain-lain). Kesenjangan pembangunan yang terjadi dapat menyebabkan munculnya berbagai permasalahan, baik masalah sosial, politik, ekonomi maupun masalah lingkungan. Penelitian mengenai disparitras telah banyak dilakukan diantaranya oleh Giannetti, Mariassunta Menyatakan bahwa daerah-daerah khusus dengan sektor canggih pada awal periode sampel memiliki pendapatan perkapita yang lebih serupa, sementara daerah-daerah khusus dengan sektor-sektor tradisional tertinggal. Qing, Yu dan Kaiyuen, TSUI Hasil empiris menunjukkan bahwa di antara semua faktor signifikan secara statistik, PDB per kapita dan dikotomi desa-kota adalah dua variabel yang paling penting yang mempengaruhi kesenjangan fiskal, dengan kontribusi total 60%. Faktor-faktor yang relatif penting lainnya adalah struktur ekonomi dan kepadatan penduduk. Epifani, Paolo. dan Gancia, Gino A Menyatakan secara khusus, migrasi dari pinggiran ke inti dapat mengurangi kesenjangan pengangguran di jangka pendek, tetapi memperburuk mereka dalam jangka panjang. Chen, Anping dan Groenewold, Nicolaas menganalisis efektivitas dari berbagai kebijakan oleh kedua pemerintah daerah dan pusat dalam mengatasi disparitas, dan menemukan bahwa kebijakan mengurangi biaya migrasi internal yang efektif dalam mengurangi kesenjangan output per kapita tapi tidak begitu dengan biaya besar ke pantai. Kebijakan yang meningkatkan produktivitas pertanian di wilayah pedalaman yang paling mungkin untuk kedua mengurangi kesenjangan dan membuat kedua daerah yang lebih kaya. Fan, Shenggen et al dengan

34 16 mempertimbangkan tiga unsur strategi dalam mengatatasi kesenjangan jangka panjang: infrastruktur, investasi sosial dan perlindungan, dan reformasi tata pemerintahan. Goletsis, Y. dan Chletsos, M Mengidentifikasi kesenjangan regional dan pola pertumbuhan daerah merupakan faktor penting yang mempengaruhi perumusan kebijakan. Indikator tunggal, biasanya PDB berbasis, pendekatan telah mengungkapkan kekurangan yang signifikan. Dihampir semua negara berkembang, pada kawasan pedesaan memiliki tingkat kesehatan, sanitasi, perumahan dan penyediaan air minum yang berada pada tingkat yang sangat rendah (Gilbert, 1974). Hal ini sejalan dengan hipotesis yang dikembangkan oleh Kuznets (1954) bahwa pada awalnya disparitas akan meningkat dan selanjutanya akan menurun sejalan dengan proses pembangunan, namun tidak mungkin sama dengan nol. Disparitas dalam suatu pembangunan adalah hal yang tidak mungkin dihapuskan sama sekali, namun tetap harus dikurangi. Kesenjangan kesejahteraan masyarakat antar kelompok maupun antar daerah dapat selalu terjadi. Persoalannya adalah apakah kesenjangan tersebut menurun atau meningkat sejalan dengan perubahan waktu atau kenaikan rata-rata kesejahteraan. Lebih lanjut, apakah kesenjangan tersebut menyebabkan hal-hal yang tidak bisa di tolerir lagi. Kesenjangan yang terus terjadi merupakan awal dari timbulnya konflik finansial, ekonomi, sosial politik yang berakhir pada terjadinya krisis multi dimensi (Anwar 2005). Untuk mengatasi terjadi krisis multi dimensi yang diakibatkan oleh kesenjangan pembangunan, Todaro dan Smith (2003) berpendapat bahwa pembangunan harus dipandang sebagai proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan kesenjangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan. Penelitian mengenai kesenjangan atau disparitas pembangunan sudah banyak dilakukan sebelumnya dengan berbagai metode. Fujita dan Hu (2001), identifikasi disparitas pembangunan antar wilayah dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu metode Indeks Williamson untuk melihat disparitas antar wilayah secara keseluruhan dan Indeks Theil untuk menguraikan disparitas wilayah

35 17 kedalam disparitas antar wilayah pengembangan dan antar wilayah didalam wilayah pengembangan. 2.5 Faktor Penyebab Disparitas Pembangunan Terdapat beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya disparitas antar wilayah. Faktor-faktor ini terkait dengan variabel fisik dan sosial ekonomi wilayah. Menurut Murty (2000), faktor-faktor utama tersebut adalah sebagai berikut: 1) Faktor Geografi Pada suatu wilayah atau daerah yang cukup luas akan terjadi perbedaan distribusi sumberdaya alam, sumberdaya pertanian, topografi, iklim, curah hujan, sumberdaya mineral dan variasi spasial lainnya. Apabila faktor-faktor lain sama, maka kondisi geografi yang lebih baik akan menyebabkan suatu wilayah akan berkembang lebih baik. 2) Faktor Sejarah Tingkat perkembangan masyarakat dalam suatu wilayah sangat tergantung dari apa yang telah dilakukan pada masa lalu. Bentuk kelembagaan atau budaya dan kehidupan perekonomian pada masa lalu merupakan penyebab yang cukup penting terutama yang terkait dengan sistem insentif terhadap kapasitas kerja dan enterpreneurship. 3) Faktor Politik Instabilitas politik sangat mempengaruhi proses perkembangan dan pembangunan di suatu wilayah. Politik yang tidak stabil akan menyebabkan ketidakpastian di berbagai bidang terutama ekonomi. Ketidakpastian tersebut mengakibatkan keraguan dalam berusaha atau melakukan investasi sehingga kegiatan ekonomi di suatu wilayah tidak akan berkembang, bahkan mungkin saja terjadi pelarian modal ke luar wilayah, untuk diinvestasikan ke wilayah yang lebih stabil. 4) Faktor Kebijakan Disparitas antar wilayah juga bisa diakibatkan oleh kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang sentralistik hampir di semua sektor, dan lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi dan membangun pusat-pusat pembangunan di wilayah tertentu menyebabkan kesenjangan yang luar biasa antar

36 18 daerah (Rustiadi dan Pribadi 2006). Menurut Nurzaman (2002), diduga sejak tahun1980-an, yaitu sejak diterapkannya kebijakan pembangunan dengan penekanan pada sektor industri, kesenjangan wilayah di Indonesia makin membesar, baik antar sektor, antar pelaku ekonomi, maupun antar wilayah. 5) Faktor Administratif Kesenjangan wilayah dapat terjadi karena perbedaan kemampuan pengelola administrasi. Wilayah yang dikelola dengan administrasi yang baik cenderung lebih maju. Wilayah yang ingin maju harus mempunyai administrator yang jujur, terpelajar, terlatih, dengan sistem administrasi yang efisien. 6) Faktor Sosial Masyarakat yang tertinggal pada umumnya tidak memiliki institusi dan perilaku yang kondusif bagi berkembangnya perekonomian. Mereka masih percaya pada kepercayaan yang primitif, kepercayaan tradisional dan nilai-nilai sosial yang cenderung konservatif dan menghambat perkembangan ekonomi. Sebaliknya, masyarakat yang relatif maju umumnya memiliki institusi dan perilaku yang kondusif untuk berkembang. Perbedaan ini merupakan salah satu penyebab kesenjangan wilayah. 7) Faktor Ekonomi Faktor-faktor ekonomi yang menyebabkan terjadinya disparitas antar wilayah adalah sebagai berikut: a) Faktor ekonomi yang terkait dengan kuantitas dan kualitas dari faktor produksi yang dimiliki seperti: lahan, infrastruktur, tenaga kerja, modal, organisasi dan perusahaan; b) Faktor ekonomi yang terkait dengan akumulasi dari berbagai faktor. Salah satu contohnya adalah lingkaran setan kemiskinan, kondisi masyarakat yang tertinggal, standar hidup rendah, efisiensi rendah, konsumsi rendah, tabungan rendah, investasi rendah, dan pengangguran meningkat. Sebaliknya, diwilayah yang maju, masyarakat maju, standar hidup tinggi, pendapatan semakin tinggi, tabungan semakin banyak yang pada gilirannya akan semakin meningkatkan taraf hidup masyarakat; c) Faktor ekonomi yang terkait dengan kekuatan pasar bebas dan pengaruhnya pada spread effect dan backwash effect. Kekuatan pasar

37 19 bebas telah mengakibatkan faktor-faktor ekonomi seperti tenaga kerja, modal, perusahaan dan aktifitas ekonomi seperti industri, perdagangan, perbankan, dan asuransi yang memberikan hasil yang lebih besar, cenderung terkosentrasi di wilayah maju; d) Faktor ekonomi yang terkait dengan distorsi pasar, seperti immobilitas, kebijakan harga, keterbatasan spesialisasi, keterbatasan keterampilan tenaga kerja dan sebagainya. Menurut Tambunan (2003) faktor-faktor penyebab terjadinya disparitas ekonomi wilayah di Indonesia adalah: 1) Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang meyebabkan terjadinya ketimpangan atau disparitas pembangunan antar daerah. Ekonomi dari daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi cenderung tumbuh pesat, sedangkan daerah dengan tingkat konsentrasi ekonomi rendah akan cenderung mempunyai tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah. 2) Alokasi Investasi Indikator lain yang juga menunjukkan pola serupa adalah distribusi investasi langsung, baik yang bersumber dari luar negeri (PMA) maupun dari dalam negeri (PMDN). Kurangnya investasi langsung di suatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita di wilayah tersebut rendah, karena tidak ada kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktif seperti industri manufaktur. 3) Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah Antar Daerah Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti upah/gaji dan tingkat suku bunga atau tingkat pengembalian dari investasi langsung antar provinsi juga merupakan penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Relasi antara mobilitas faktor produksi dan perbedaan tingkat pembangunan atau pertumbuhan antar provinsi dapat dijelaskan dengan pendekatan analisis mekanisme pasar output dan pasar input. Perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar provinsi membuat terjadinya perbedaan tingkat pendapatan per kapita antar provinsi, dengan asumsi bahwa mekanisme pasar output dan input bebas,

38 20 mempengaruhi mobilitas atau (re)alokasi faktor produksi antar provinsi. Jika perpindahan faktor produksi antar daerah tidak ada hambatan, maka pembangunan ekonomi yang optimal antar daerah akan tercapai dan semua daerah akan lebih baik. 4) Perbedaan Sumberdaya Alam Antar Provinsi Pembangunan ekonomi di daerah yang kaya sumberdaya alam akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan dengan daerah yang miskin sumberdaya alam. 5) Perbedaan Kondisi Demografis Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi regional di Indonesia juga disebabkan oleh perbedaan kondisi demografis antar provinsi, terutama dalam hal jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat dan etos kerja. Faktor-faktor ini mempengaruhi tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi lewat sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan, jumlah penduduk yang besar merupakan potensi besar bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong bagi pertumbuhan kegiatan-kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran, jumlah populasi yang besar dengan pendidikan dan kesehatan yang baik, disiplin dan etos kerja yang tinggi merupakan aset penting bagi produksi. 6) Kurang Lancarnya Perdagangan Antar Provinsi Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga merupakan unsur yang turut menciptakan ketimpangan ekonomi regional di Indonesia. Ketidaklancaran tersebut disebabkan terutama oleh keterbatasan transportasi dan komunikasi. Perdagangan antar provinsi meliputi barang jadi, barang modal, input perantara, bahan baku, material-material lainnya untuk produksi dan jasa. Tidak lancarnya arus barang dan jasa antar daerah mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu provinsi. Hampir sama dengan apa yang dikemukakan di atas, menurut Anwar (2005) beberapa hal yang menyebabkan terjadinya disparitas antar wilayah adalah: (1) perbedaan karakteristik limpahan sumberdaya alam (resource endowment); (2) perbedaan demografi; (3) perbedaan kemampuan sumberdaya manusia (human capital); (4) perbedaan potensi lokasi; (5) perbedaan dari aspek

39 21 aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan; dan (6) perbedaan dari aspek potensi pasar. Faktor-faktor di atas menyebabkan perbedaan karakteristik wilayah ditinjau dari aspek kemajuannya, yaitu: (1) Wilayah maju; (2) Wilayah sedang berkembang; (3) Wilayah belum berkembang; dan (4) Wilayah tidak berkembang. Menurut Gama (2007) dibukanya lapangan kerja yang padat dan tetap mempertimbangkan pemerataan fisik dan prasarana pendidikan disetiap wilayah merupakan upaya yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan antar wilayah. 2.6 Urgensi Pembangunan Antar-Wilayah Secara Berimbang Meskipun disparitas antar wilayah merupakan suatu hal wajar yang bisa ditemui, baik di negara maju maupun berkembang, namun seperti halnya bagian tubuh manusia, ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah akan mengakibatkan suatu kondisi yang tidak stabil. Disparitas antar wilayah telah menimbulkan banyak permasalahan sosial, ekonomi dan politik. Kemiskinan di suatu tempat akan sangat berbahaya bagi kesejahteraan di semua tempat sedangkan kesejahteraan di suatu tempat harus didistribusikan ke semua tempat. Menurut Rustiadi et al. (2009) setiap pemerintah baik di negara berkembang (developing countries) maupun belum berkembang (less developed countries) selalu berusaha untuk mengurangi disparitas antar wilayah karena beberapa alasan, yaitu: (1) untuk mengembangkan perekonomian secara simultan dan bertahap; (2) untuk mengembangkan ekonomi secara cepat; (3) untuk mengoptimalkan dan mengkonservasi sumberdaya; (4) untuk meningkatkan lapangan kerja; (5) untuk mengurangi beban sektor pertanian; (6) untuk mendorong desentralisasi; (7) untuk menghindari konflik internal dan instabilitas politik distegratif, dan; (8) untuk meningkatkan ketahanan nasional. Untuk itu dibutuhkan pemecahan melalui kebijakan terhadap permasalahan disparitas antar wilayah dan perencanaan yang mampu mewujudkan pembangunan wilayah yang berimbang. Keberimbangan antar wilayah menjadi penting karena keterkaitan yang bersifat simetris akan mampu mengurangi disparitas antar wilayah, dan pada akhirnya mampu memperkuat pembangunan ekonomi wilayah secara menyeluruh.

40 22 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 dalam salah satu bagiannya mengamanatkan pengurangan ketimpangan pembangunan wilayah. Salah satu program yang disebutkan pada bagian ini adalah pengembangan wilayah perbatasan yang ditujukan untuk: (1) menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui penetapan hak kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dijamin oleh hukum internasional; (2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga. Program pengembangan wilayah perbatasan selanjutnya dijabarkan dalam 6 kegiatan pokok yang tujuan utamanya meningkatkan kedaulatan wilayah NKRI dan kedaulatan ekonomi daerah perbatasan. Percepatan pembangunan di perbatasan menjadi amat penting karena perbatasan memiliki beberapa nilai-nilai strategis, yang antara lain meliputi ; a) Mempunyai potensi sumber daya yang besar pengaruhnya terhadap aspek ekonomi, demografi, politis, dan hankam, serta pengembangan ruang wilayah di sekitarnya, b) Mempunyai dampak penting baik terhadap kegiatan yang sejenis maupun kegiatan lainnya, c) Merupakan faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat baik di wilayah yang bersangkutan maupun di wilayah sekitarnya, d) Mempunyai keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan kegiatan yang dilaksanakan di wilayah lainnya yang berbatasan baik dalam lingkup nasional maupun regional, e) Mempunyai dampak terhadap kondisi politis dan pertahanan keamanan nasional dan regional. Selama ini pendekatan perencanaan pengembangan kawasan perbatasan lebih banyak ditekankan pada pendekatan keamanan (security approach). Namun seiring dengan perkembangan kajian-kajian tentang kawasan perbatasan bahwa, kawasan perbatasan darat dan laut antarnegara merupakan kawasan yang masih

41 23 rentan terhadap infiltrasi ideologi, politik, ekonomi, maupun sosial budaya dari negara lain. Di sisi lain, kawasan perbatasan antarnegara masih dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang sangat mendasar seperti rendahnya kesejahteraan masyarakat, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, serta minimnya infrastruktur di sektor perhubungan dan sarana kebutuhan dasar masyarakat. Ketertinggalan pembangunan kawasan perbatasan baik darat maupun laut dengan negara tetangga secara sosial maupun ekonomi dikhawatirkan dapat berkembang menjadi kerawanan yang bersifat politis untuk jangka panjang. Menurut Bappenas (2003), sebagaimana pelaksanaan pembangunan pada wilayah-wilayah lain relatif masih tertinggal, pembangunan wilayah perbatasan menganut pendekatan, antara lain: 1. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia (basic need approach), yaitu kecukupan konsumsi pangan, sandang dan perumahan yang layak huni. 2. Pemenuhan akses standar terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan dan infrastruktur mobilitas warga. 3. Peningkatan partisipasi dan akuntabilitas publik dalam setiap perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program pembangunan untuk kepentingan masyarakat sendiri. Selain tiga pendekatan yang secara umum diterapkan dalam setiap program pembangunan, hal lain yang perlu memperoleh perhatian adalah konteks sosial budaya, adat istiadat, kondisi geografis dan keunikan komunitas dan kewilayahan yang dimiliki oleh wilayah perbatasan. Lebih khusus lagi, pengembangan kawasan perbatasan ini akan ditekankan pada tiga aspek utama sebagaimana ciri-ciri kawasan perbatasan, yaitu: 1. Aspek Demarkasi dan Delimitasi Garis Batas, yaitu Penetapan batas wilayah negara (demarkasi dan delimitasi) dilakukan untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan wilayah negara 2. Aspek Politik, Hukum dan Keamanan. Tingginya potensi kerawanan di perbatasan menyebabkan perlunya perhatian khusus terhadap wilayah ini dalam hal peningkatan kesadaran politik, penegakan hukum, serta peningkatan upaya keamanan. 3. Aspek Kesejahteraan, Sarana dan Prasarana

42 24 Wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar, serta merupakan wilayah yang sangat strategis bagi pertahanan dan keamanan negara. Namun demikian, pembangunan di beberapa wilayah perbatasan masih tertinggal dibandingkan dengan pembangunan di wilayah negara tetangga, terutama wilayah yang berbatasan dengan Malaysia dan Singapura. Hal ini menyebabkan kesenjangan sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi warga negara tetangga. Permasalahan di perbatasan yang terkait dengan kesenjangan pembangunan antara lain: a. Rendahnya aksesibilitas yang menghubungkan wilayah perbatasan yang tertinggal dan terisolir dengan pusat-pusat pemerintahan dan pelayanan atau wilayah lainnya yang relatif lebih maju; b. Terbatasnya sarana dan prasarana baik pemerintahan, perhubungan, pendidikan, kesehatan, perekonomian, komunikasi, air bersih dan irigasi, ketenagalistrikan serta pertahanan keamanan; c. Kepadatan penduduk relatif rendah dan tersebar karena karakteristik geografis masing-masing baik di wilayah kepulauan maupun pegunungan; d. Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia; e. Belum optimalnya pembangunan di wilayah perbatasan oleh pemerintah baik Pusat maupun Daerah karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan secara langsung. Disahkannya Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara memberikan secercah harapan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat perbatasan. Selama ini pembangunan daerah perbatasan berjalan parsial dan tidak terkoordinasi mengingat tidak ada payung hukum yang jelas tentang pembagian kewenangan sehingga baik pemerintah pusat maupun daerah (propinsi maupun kabupaten) tidak dapat menjalankan program pembangunannya dengan optimal. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara secara tegas membagi kewenangan pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten dalam pelaksanaan pembangunan daerah perbatasan.

43 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Serawak-Malaysia yaitu Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Kapuas Hulu, sampai pada unit analisis kecamatan. Unit kecamatan dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu kecamatan perbatasan dan kecamatan non-perbatasan. Kecamatan perbatasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kecamatan yang secara geografis berbatasan langsung dengan Serawak-Malaysia, sedangkan kecamatan nonperbatasan merupakan kecamatan yang terdapat pada kabupaten perbatasan namun secara geografis tidak berbatasan langsung dengan Serawak-Malaysia. (Gambar 3). Gambar 3. Peta Administrasi Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 6 (enam) bulan dimulai pada bulan April 2011 hingga September Pengumpulan data di lapangan dilakukan pada bulan April 2011 sampai Juli Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diperoleh melalui Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Barat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pontianak (BAPPEDA), Badan

44 26 Pengelolaan Kawasan Perbatasan dan Kerjasama (BPKPK) Provinsi Kalimantan Barat, dan dinas-dinas terkait. Sumber data juga diakses melalui publikasi artikel maupun makalah/jurnal ilmiah dari internet untuk mendukung ketersediaan data lainnya yang lebih lengkap. Jenis data yang dikumpulkan disesuaikan dengan tujuan penelitian sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Jenis dan sumber data yang digunakan, teknik analisis data dan output yang diharapkan. No. Tujuan Jenis Data Sumber Teknik Analisis Output yang Data Data di harapkan 1 Mengetahui tingkat perkembangan/ hierarki wilayah kecamatan PODES, jumlah maupun jumlah jenis fasilitas, jarak menuju fasilitas, jumlah penduduk. Peta Administrasi Kalbar BPS, BAPPEDA Analisis Skalogram Hierarki/ Tingkat Perkembangan Wilayah 2 Mengidentifikasi sektor unggulan tiap kecamatan PDRB per Sektor Kecamatan, Kabupaten Dalam Angka BPS, LQ dan Shift- Share Analysis (SSA) Sektor Unggulan 3 Mengetahui tingkat disparitas pembangunan antar wilayah kecamatan PDRB Kecamatan, Jumlah Penduduk per Kecamatan, Peta Administrasi KalBar BPS Indeks Williamson dan Theil Indeks Besaran Tingkat Disparitas antar WIlayah 4 Mengetahui faktor penyebab disparitas pembangunan antar wilayah 3.3 Bagan Alir Penelitian Hasil Analisis Skalogram, PCA, Pangsa Penutupan Lahan, Nilai Disparitas, jumlah penduduk, PDRB, dan lain-lain. BPS Ekonometrika Spasial (spatial econometric) dengan metote General Regretion Model (GLM) Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap disparitas Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu tahap analisis/identifikasi permasalahan disparitas di kabupaten perbatasan Kalimantan Barat, tahap persiapan data, tahap analisis data, dan tahap interpretasi hasil. Pada persiapan data dilakukan pengumpulan data yang diperlukan untuk dilakukan analisis tingkat perkembangan wilayah, sektor unggulan wilayah yaitu berupa data PODES, PDRB, serta peta administrasi dan penutupan lahan Kalimantan Barat.

45 27 Pada tahap analisis, data PODES digunakan untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah kecamatan di kabupaten perbatasan. Data PDRB kecamatan di masing-masing kabupaten digunakan untuk menganalisis sektor unggulan dan mengetahui tingkat disparitas yang terjadi antara kecamatan perbatasan dengan kecamatan non-perbatasan. Hasil tahapan analisis tersebut kemudian di spasialkan untuk menghasilkan peta tipologi tingkat perkembangan wilayah kecamatan dan peta tipologi sektor unggulan. Tahapan analisis selanjutnya yaitu analsis pendugaan faktor penyebab terjadinya disparitas dengan metode Ekonometrika Spasial. Berdasarkan hasil tingkat disparitas kecamatan, hasil sektor unggulan dan pendugaan faktor penyebab disparitas, maka diharapkan dijadikan sebagai dasar untuk memberikan saran/pertimbangan dalam menentukan arahan kebijakan pembangunan wilayah perbatasan. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Bagan Alir Penelitian

46 Tehnik Analisis Data Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah Analisis tingkat perkembangan wilayah dilakukan untuk menentukan hierarki relatif tiap wilayah kecamatan di kabupaten perbatasan. Data yang digunakan adalah data Potensi Desa Provinsi Kalimantan Barat tahun Parameter yang diukur meliputi jumlah dan jumlah jenis fasilitas bidang pendidikan, kesehatan, perekonomian dan jarak menuju lokasi fasilitas yang terdapat pada masing-masing desa di 5 kabupaten perbatasan (Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Kapuas Hulu). Data jumlah maupun jumlah jenis parameter yang dimiliki tiap desa kemudian dilakukan agregasi atau penjumlahan terhadap kecamatan yang sama agar didapat hierarki kecamatan. Jumlah keseluruhan kecamatan di 5 kabupaten perbatasan tersebut adalah sebanyak 90 kecamatan, yang terdiri dari 77 kecamatan non-perbatasan dan 13 kecamatan perbatasan. Analisis ini menggunakan metode skalogram berbobot, secara terinci prosedur kerja penyusunan hierarki relatif suatu wilayah menggunakan Skalogram berbobot adalah sebagai berikut: a. Dilakukan pemilihan terhadap data Potensi Desa di 5 Kabupaten sehingga yang tinggal hanya data yang bersifat kuantitatif, yang kemudian diseleksi berdasarkan parameter yang relevan untuk digunakan. b. Dilakukan agregasi/penjumlahan terhadap desa-desa yang terdapat dalam satu kecamatan yang sama, sehingga yang didapat adalah hierarki relatif kecamatan; c. Memisahkan antara data jarak dengan data jumlah fasilitas, hal ini karena antara data jarak dengan jumlah fasilitas bersifat berbanding terbalik. d. Rasionalisasi data dilakukan terhadap data jarak dan fasilitas. Data jarak diinverskan dengan rumus: y= 1/x ij, dimana y adalah variabel baru dan x ij adalah data jarak j di wilayah i. Untuk nilai y yang tidak terdefinisikan (x ij = 0), maka nilai y dicari dengan persamaan: y = x ij (max) + simpangan baku jarak j. Selanjutnya data fasilitas diubah menjadi data kapasitas dengan cara data jumlah fasilitas j di wilayah i dibagi dengan jumlah penduduk di wilayah i.

47 29 e. Pembobotan dilakukan terhadap data kapasitas dengan cara data kapasitas j dibagi dengan bobot fasilitas j, dimana bobot fasilitas j = jumlah total kapasitas j dibagi dengan jumlah wilayah yang memiliki fasilitas j. f. Standardisasi data dilakukan terhadap variabel-variabel baru dari data jarak dan fasilitas (berbobot) dengan menggunakan rumus: dimana: = yij = variabel baru untuk wilayah ke-i dan jenis fasilitas atau jarak ke-j. xij = jumlah sarana untuk wilayah ke-i dan jenis sarana atau jarak ke-j. Min(xj) = nilai minimum untuk jenis sarana atau jarak ke-j. sj = simpangan baku untuk jenis sarana atau jarak ke-j. g. Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) ditentukan dengan cara menghitung jumlah hasil standarisasi sarana dan aksesibilitas pada suatu wilayah. Kemudian nilai IPK diurutkan nilainya dari yang terbesar sampai terkecil untuk ditentukan kelas hirarkinya. h. Pada penelitian ini, IPK dikelompokkan ke dalam tiga kelas hierarki, yaitu hierarki I (tinggi), hierarki II (sedang), dan hierarki III (rendah). Penentuan kelas hierarki didasarkan pada nilai standar deviasi (St Dev) IPK dan nilai rataannya, seperti terlihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai Selang Hierarki IPK Tingkat Hierarki Nilai Selang (X) Perkembangan X > [rataan +(2*St Dev I Tinggi IPK)] II rataan X (2*St Dev) Sedang III X < rataan Rendah Dari hasil analisis skalogram berupa tingkatan hierarki, maka data tersebut diinput kedalam peta spasial sehingga diperoleh peta sebaran hierarki kecamatan di kabupaten perbatasan Identifikasi Sektor Unggulan Analisis sektor unggulan merupakan analisis untuk mengetahui sektor unggulan didalam unit kecamatan kabupaten perbatasan berdasarkan sumbangannya terhadap aktivitas ekonomi yang digambarkan oleh nilai PDRB kecamatan. Analisis ini dilakukan dengan mengkombinasikan hasil analisis Location Quotient (LQ) dengan hasil Shift Share Analysis (SSA) kecamatan pada

48 30 masing-masing kabupaten. Data yang digunakan pada analisis LQ berupa data PDRB kecamatan tahun 2008, sedangkan pada analisis SSA menggunakan data PDRB kecamatan dua titik tahun yaitu tahun 2007 dan tahun Suatu sektor dikatakan unggul apabila memiliki sifat komparatif dan kompetitif di suatu wilayah. Komparatif merupakan kemampuan sektor untuk menjadi sektor basis terhadap sektor-sektor yang lain di wilayah yang sama, sektor yang memiliki sifat komparatif ditandai dengan nilai LQ>1. Kompetitif merupakan kemampuan suatu sektor untuk bersaing dengan sektor yang sama dengan cakupan wilayah yang lebih luas. Sifat kompetitif sektor di suatu wilayah ditandai dengan nilai komponen Differential Shift (DS) pada hasil analisis Shift Share Analysis (SSA) yang positif. Analisis sektor unggulan hanya dapat dilakukan pada tiga kabupaten perbatasan karena ketidaktersediaan data PDRB kecamatan. Kabupaten yang dianalisis adalah Kabupaten Sambas, Kabupaten Sanggau, dan Kabupaten Kapuas Hulu. Hasil dari analsis sektor unggulan ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam memberikan arahan kebijakan pembangunan daerah perbatasan agar sesuai dengan potensi sektor unggulan yang ada Location Quotient (LQ) Metode LQ digunakan untuk mengetahui pemusatan suatu aktivitas di suatu wilayah dalam cakupan wilayah agregat yang lebih luas dan dapat mengidentifikasi keungulan komparatif suatu wilayah dengan asumsi (1) kondisi geografis relatif sama, (2) pola-pola aktifitas bersifat seragam, dan (3) setiap aktifitas menghasilkan produk yang sama. Rumus umum dari persamaan Location Quotient adalah sebagai berikut : LQ ij = X X. X. X.. Dimana : LQij = Nilai LQ untuk aktivitas ke-j di wilayah ke-i Xij = Nilai aktivitas ke-j di wilayah ke-i Xi. = Nilai total aktivitas di wilayah ke-i X.j = Nilai aktivitas ke-j di total wilayah X.. = Nilai total aktivitas di total wilayah

49 31 Dari persamaan ini maka nilai LQ yang dihasilkan untuk tiap aktivitas di tiap wilayah beserta interpretasinya adalah sebagai berikut : Nilai LQij > 1, menunjukkan terjadinya konsentrasi/pemusatan aktifitas ke-j di wilayah ke-i secara relatif dibandingkan dengan total wilayah Nilai LQij = 1, maka wilayah ke-i mempunyai pangsa aktifitas setara dengan pangsa total Jika nilai LQij < 1, maka wilayah ke-i mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktifitas yang ditemukan diseluruh wilayah Analisis LQ dilakukan terhadap 5 kabupaten perbatasan Kalimantan Barat dengan menggunakan data PDRB Kabupaten tahun 2008, sedangkan analisis LQ unit kecamatan menggunakan data PDRB Kecamatan tahun 2008 hanya dapat dilakukan terhadap 3 Kabupaten perbatasan saja yaitu Kabupaten Sambas, Kabupaten Sanggau, dan Kabupaten Kapuas Hulu dengan alasan ketidaktersediaan data pada 2 kabupaten perbatasan lainnya Shift Share Analysis (SSA) SSA merupakan teknik analisis yang digunakan untuk melihat tingkat keunggulan kompetitif (competitiveness) suatu wilayah dalam cakupan wilayah agregat yang lebih luas, berdasarkan kinerja sektor lokal (local sector) di wilayah tersebut. Teknik analisis SSA bertujuan untuk menganalisa pergeseran kinerja suatu sektor di suatu wilayah untuk dipilah berdasarkan sumber-sumber penyebab pergeseran, untuk melihat keungulan kompetitif dan mengetahui sektor ataupun wilayah yang memberikan kontribusi terbesar dalam pertumbuhan di wilayah lebih luas. Ada tiga sumber penyebab pergeseran yaitu : Komponen regional share, merupakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik tahun yang menunjukkan dinamika total wilayah. Komponen proportional shift, menunjukkan pertumbuhan total aktivitas/sektor secara relatif di wilayah agregat yang lebih luas. Komponen differential shift, menunjukkan tingkat kompetisis (competitiveness) suatu aktivitas/sektor tertentu disuatu wilayah. Apabila komponen differential shift bernilai positif maka suatu wilayah dianggap memiliki keunggulan kompetitif aktivitas/sektor tertentu karena secara

50 32 fundamental masih memiliki potensi untuk terus tumbuh meskipun faktor-faktor eksternal (komponen share dan proportional shift) tidak mendukung. Rumus umum dari persamaan SSA adalah sebagai berikut : SSA = Dimana : a b c a : komponen share b : komponen proportional shift c : komponen differential shift X.. : Nilai total aktifitas/sektor dalam total wilayah kecamatan yang terjadi Xi. : Nilai aktifitas/sektor ke-i dalam total wilayah kecamatan Xij : Nilai aktifitas/sektor ke-i dalam unit wilayah kecamatan ke-j t1 : titik tahun akhir t0 : titik tahun awal Apabila komponen differential shift memiliki nilai negatif maka kinerja aktivitas/sektor yang terjadi bersifat semu karena lebih dipengaruhi oleh faktorfaktor eksternal (komponen share dan proportional shift). Sebagai ilustrasi, apabila wilayah suatu tersebut seolah-olah berdiri sendiri, tanpa komponen share dan proportional shift, wilayah tersebut akan mengalami kemunduran. Analisis SSA dilakukan terhadap 3 Kabupaten perbatasan (Kabupaten Sambas, Kabupaten Sanggau, dan Kabupaten Kapuas Hulu) dengan tujuan untuk melihat sektor yang memiliki keunggulan kompetitif (competitiveness) di suatu kecamatan pada kabupaten perbatasan dengan menggunakan data PDRB kecamatan kabupaten Analisis Disparitas Wilayah Analisis disparitas dilakukan dengan menggunakan data PDRB kecamatan pada Kabupaten Sambas, Kabupaten Sanggau, dan Kabupaten Kapuas Hulu, sedangkan untuk dua kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sintang tidak dilakukan karena tidak tersedianya data. Disparitas yang dianalisis adalah disparitas antara kelompok wilayah kecamtan perbatasan (WKP) dibandingkan dengan kelompok wilayah kecamatan non perbatasan (WKNP) dari segi perekonomian yang digambarkan dari oleh nilai PDRBnya. Keseluruhan kecamatan yang dianalisis adalah 59 kecamatan yang terdapat di tiga kabupaten, yang terdiri dari 9 kecamatan perbatasan dan 50 kecamatan non-perbatasan.

51 33 Identifikasi disparitas pembangunan wilayah perbatasan di Kalimantan Barat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode Indeks Williamson dan Indeks Theil entropy. Kedua alat analisis tersebut digunakan secara bersamaan karena sifatnya yang saling melengkapi. Indeks Williamson untuk melihat total disparitas yang terjadi di suatu wilayah perbatasan, sedangkan Indeks Theil entropy lebih spesifik dapat menguraikan disparitas yang terjadi menjadi disparitas antar wilayah (between region) dan disparitas dalam wilayah (within region), serta memberikan informasi wilayah/kecamatan mana yang berkontribusi terhadap disparitas dalam suatu satuan wilayah Indeks Williamson Persamaan indeks Williamson yang digunakan untuk melihat disparitas total yang terjadi di wilayah kabupaten perbatasan di Kalimantan Barat, sebagaimana di formulasikan oleh Williamso n (1966) sebagai berikut: Keterangan: V w : Besaran Indeks Williamson yi : PDRB pada kecamatan ke-i ŷ : rata-rata PDRB Kecamatan perkapita fi : jumlah penduduk kecamatan Ke-i p : total jumlah penduduk seluruh kecamatan (3 kabupaten perbatasan) Nilai Indeks yang mendekati 1 menunjukkan kondisi ketidakmerataan yang sangat nyata, sedangkan nilai indeks yang mendekati 0 menunjukkan kondisi yang relatif merata. Semakin besar indeks yang dihasilkan, maka semakin besar tingkat disparitas antar wilayah. Disparitas dilakukan pada seluruh kecamatan yang terdapat di tiga kabupaten perbatasan yang kemudian akan menghasilkan disparitas total kabupaten perbatasan Indeks Theil Entropy Selain indeks Williamson, Indeks Theil entropy juga digunakan untuk melihat disparitas wilayah. Keunggulan dari Indeks Theil entropy adalah dapat menguraikan disparitas antar wilayah (between-region inequality) dan disparitas dalam wilayah (within-region inequity) (Kuncoro, 2002). Nilai indeks Theil entropy yang lebih rendah menunjukkan disparitas antar wilayah kelompok yang

52 34 lebih rendah, dan sebaliknya nilai indeks Theil entropy yang lebih tinggi menunjukkan tingkat antar wilayah kelompok disparitas yang lebih tinggi. Rumus indeks Theil entropy adalah sebagai berikut: Dimana: I Theil = (y i /Y).log [(y i /Y)/(x j /X)] I Theil = Total ketimpangan kabupaten perbatasan (Indeks Theil Entropy) y j = PDRB di kecamatan j ; Y = PDRB di kabupaten perbatasan x j = Jumlah penduduk di kecamatan j X = Jumlah penduduk di kabupaten perbatasan. Total ketimpangan wilayah yang dihitung dengan indeks Theil entropy dapat diuraikan menjadi ketimpangan antar kawasan (between region) dan ketimpangan dalam kawasan (within region), dengan persamaan berikut: I = I 0 + dimana; I 0 = log ; Y g = ; X g = ; dan I g = log Dimana: I = total disparitas di kabupaten Perbatasan (Indeks Theil Entropy) I 0 = disparitas antar kecamatan (between region) = disparitas antar kecamatan dalam kawasan (within region) I g = total disparitas kecamatan Y g = Total PDRB Y i = PDRB di kecamatan i. X g = jumlah penduduk kabupaten X i = jumlah penduduk di kecamatan i. = 1, 2, 3,..., n (jumlah kawasan) g Analisis disparitas dalam penelitian ini menggunakan indeks Theil entropy dengan mengelompokkan kecamatan menjadi dua kelompok wilayah, yaitu kelompok wilayah kecamatan perbatasan (WKP) dan kelompok wilayah kecamatan non-perbatasan (WKNP). Kelompok wilayah kecamatan perbatasan terdiri atas 9 kecamatan dari 3 Kabupaten, sedangkan Kelompok wilayah kecamatan non-perbatasan terdiri atas 50 kecamatan, sehingga jumlah seluruh kecamatan yang terdapat di 3 kabupaten perbatasan sebanyak 59 kecamatan.

53 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disparitas Pembangunan Wilayah Perbatasan Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas pembangunan wilayah perbatasan dilakukan dengan menggunkan model ekonometrika spasial yaitu metode General Linear Model (GLM). Model ekonometrika spasial merupakan model ekonometrika yang telah mempertimbangkan keterkaitan spasial. Model ekonometrika ini berkembang didasarkan pada dua alasan, yaitu: (1) dalam kehidupan nyata terjadi keterkaitan spasial dimana kejadian di suatu lokasi berpengaruh terhadap kejadian di lokasi lain, dan (2) sering kali data dikumpulkan berdasarkan wilayah administrasi sehingga data-data tersebut tidak merekam kejadian yang bersifat lintas wilayah administrasi. Kinerja pembangunan ekonomi pada suatu daerah, tidak hanya ditentukan oleh karakteristik lingkungan dan manajemen pembangunan yang dilakukan di daerah tersebut. Kinerja pembangunan ekonomi, karakteristik lingkungan, serta manajemen pembangunan yang dilakukan di daerah-daerah sekitarnya yang terkait dalam satu sistem ekologi-ekonomi juga ikut mempengaruhinya (Saefulhakim, 2008). Dalam penelitian ini, model ekonometrika digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang diduga menyebabkan disparitas pembangunan antar wilayah kecamatan perbatasan dan non-perbatasan di 3 kabupaten perbatasan Kalimantan Barat. Secara prinsip model ekonometrika ini dibangun dengan matrik contiguity yaitu matrik keterkaitan antar wilayah berdasarkan kedekatan geografis diukur dari jarak centroid poligon. Matriks ini akan menjadi pembobot variabel sehingga dapat dilihat sejauh mana kejadian di suatu lokasi berpengaruh terhadap kejadian dilokasi lainnya. Centroid merupakan pusat geometrik suatu poligon. Centroid dapat juga didefinisikan sebagai titik tengah (mid-point) antara awal dan akhir suatu jarak alamat (address range). Penentuan titik centroid digunakan untuk mengetahui jarak antar masing-masing poligon. Matriks kontiguitas spasial antar daerah (Wr i,j ) merupakan matriks kontiguitas spasial antar daerah sebagai cerminan interaksi spasial akibat hubungan jarak daerah sekitar, berukuran (nxn) yang tiap selnya berisi nilai kontiguitas spasial tersebut antar daerah ke-i dengan daerah-j.

54 36 Penentuan titik centroid dilakukan dengan rumus perhitungan sebagai berikut: r i,j i j i j r i,j r i,j / r i,j Keterangan: r i,j : jarak antara kecamatan ke-i dengan kecamatan ke-j Xi : koordinat X poligon asumsi daerah terpengaruh Xj : koordinat X poligon analisis daerah mempengaruhi Yi : koordinat Y poligon asumsi daerah terpengaruh Yj : koordinat Y poligon analisis daerah mempengaruhi Variabel-variabel penjelas (explanatory variables) yang digunakan untuk menduga faktor penyebab disparitas berupa hasil analisis skalogram, berupa nilai Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK), PDRB kecamatan, jumlah penduduk, kerapatan penduduk, luas penutupan lahan tertentu, dan besaran disparitas yang diperoleh dari hasil analisis Williamson. Variabel-variabel tersebut kemudian dikoreksi dengan jarak centroid kecamatan, sehingga variabel penjelas yang dihasilkan adalah variabel penjelas didaerah itu sendiri, serta variabel penjelas yang sama di daerah sekitarnya. Variabel tujuan (dependent variable) y i berupa indeks disparitas yang dikontribusikan masing-masing kecamatan. Model ekonometrika spasial yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan m etode General Linea r Mo del (GLM), dengan persamaan sebagai berikut: y i = W + + Dimana: y i W X ρ β i ε = Indeks disparitas yang dikontribusikan oleh kecamatan ke-i terhadap disparitas total di kabupaten perbatasan hasil analisis indeks Williamson. = Matriks kontiguitas kedekatan jarak (total pengaruh asosiasi spasial independent variable antar wilayah) = Variabel terkait karakteristik wilayahdi kecamatan ke-i, seperti potensi SDA, kependudukan, sosial dan ekonomi (pengaruh independent variable di wilayah) = intercept = nilai koefisien pengaruh independent variable = galat (error)

55 IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Provinsi Kalimantan Barat Propinsi Kalimantan Barat terdiri atas 12 kabupaten dan 2 kota di mana dari 12 kabupaten tersebut, 5 diantaranya berada pada garis batas dengan Serawak Malaysia. Lima kabupaten yang merupakan daerah perbatasan yaitu Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu. Panjang garis batas pada lima kabupaten ini mencapai 966 kilometer yang melintasi 147 desa pada 15 kecamatan (Gambar 5). Daerah perbatasan negara di Kalimantan Barat sebagian besar terdiri atas dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 200 meter di atas permukaan laut (dpl), kecuali sebagian kecil dataran tinggi di sekitar Gunung Niut di Bengkayang dan Gunung Lawit di Kapuas Hulu. Kondisi geografis tersebut, berpengaruh terhadap persebaran penduduk yang sebagian besar berada di daerah dataran rendah. Misalnya wilayah Kapuas Hulu yang memiliki daerah dataran tinggi lebih banyak memiliki kepadatan penduduk rendah. Gambar 5 Peta Daerah Perbatasan di Kalimantan Barat. Gambar 5 di atas memperlihatkan daerah perbatasan di Propinsi Kalimantan Barat. Dari lima kabupaten yang merupakan daerah perbatasan di

56 38 Kalimantan Barat, terdapat dua pintu lintas batas yang resmi yaitu di Entikong Kabupaten Sanggau dan di Nanga Badau Kabupaten Kapuas Hulu. Pada dua entry point ini terdapat fasilitas Custom, Immigration, Quarantyne and Security (CIQS) yang cukup baik. Pada tiga Kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Sambas, Bengkayang dan Sintang pintu lintas batas yang resmi masih dalam proses pembangunan. 4.2 Kabupaten Sambas Kabupaten Sambas yang berada di bagian utara Propinsi Kalimantan Barat merupakan daerah dengan luas 6.395,70 km 2 atau sekitar 4,36 % persen dari total luas Propinsi Kalimantan Barat yang sebesar km². Secara astronomis Kabupaten Sambas terletak pada posisi Lintang Utara dan Bujur Timur. Secara administratif wilayah Kabupaten Sambas dibatasi oleh: - Sebelah Utara : Sarawak (MalaysiaTimur) - Sebelah Selatan : Kabupaten Bengkayang dan Kota Singkawang - Sebelah Timur : Sarawak dan Kabupaten Bengkayang - Sebelah Barat : Laut Natuna. Sampai dengan tahun 2008, Kabupaten Sambas terbagi dalam 16 wilayah kecamatan dan 183 desa. Jumlah penduduk pada tahun 2008 mencapai jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 77 jiwa/km². Panjang garis batas Negara Indonesia dengan Malaysia pada Kabupaten Sambas mencapai + 97 km yang terbentang pada dua kecamatan yaitu Kecamatan Sajingan Besar dan Kecamatan Paloh. Wilayah Kecamatan Sajingan Besar dan Kecamatan Paloh meliputi 39,71 persen dari luas wilayah Kabupaten Sambas Tabel 5 memperlihatkan perkembangan kondisi makro ekonomi Kabupaten Sambas. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sambas pada tahun 2008 mencapai 5,56 persen atau mengalami percepatan dibandingkan dengan tahun 2007 yang mencapai 5,38 persen. Sedangkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita tahun 2008 sebesar Rp. 9,554 juta.

57 39 Tabel 5. Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Sambas Tahun Tahun PDRB Per Kapita (Rp) Pertumbuhan Ekonomi (%) , , , , ,56 Sumber : BPS Kabupaten Sambas (2009). Struktur ekonomi Kabupaten Sambas tahun 2008 sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 7 didominasi oleh sektor pertanian yang mencapai 43 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 29 persen dan sektor industri pengolahan sebesar 11 persen. Sektor lain seperti konstruksi, pengangkutan dan komunikasi, pertambangan dan penggalian, listrik, gas dan air bersih, keuangan, real estate dan jasa perusahaan kontribusinya sangat kecil yaitu antara 3-5 persen. Gambar 6 Struktur Ekonomi Kabupaten Sambas Tahun Tabel 6 menunjukan perkembangan capain kinerja pembangunan manusia Kabupaten Sambas. Indeks pembangunan manusia Kabupaten Sambas dari tahun ke tahun memperlihatkan kecenderungan yang meningkat. Pada tahun 2007 IPM Kabupaten Sambas mencapai 63,01, mengalami peningkatan sebesar 1,11 poin dibandingkan dengan tahun 2005 atau meningkat 7,21 poin dibandingkan dengan periode sebelum otonomi daerah tepatnya tahun Pencapaian harapan hidup, kemampuan baca tulis dan standar hidup layak juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada tahun 2007 angka harapan hidup mencapai 60,48 tahun, angka melek huruf mencapai 89,50 persen, dan pengeluaran riil per kapita mencapai Rp ,-.

58 40 Tabel 6. Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya serta Angka Kemiskinan Kabupaten Sambas Tahun Tahun Komponen Angka Harapan Hidup (Thn) 56,8 58,0 59,1 60,1 60,30 60,48 2. Angka Melek Huruf (%) 3. Pengeluaran riil per kapita (ribu Rp) 4. Indeks Pembangunan Manusia 5. Angka Kemiskinan (%) 82,0 89,3 88,7 89,5 89,50 89,50 569,5 580,1 593,2 596,2 597,04 607,20 55,8 59,3 60,8 61,9 62,13 63, ,10 16,77 14,00 Sumber : BPS Propinsi Kalimantan Barat (2009). Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita Kabupaten Sambas tahun 2006 ternyata tidak berdampak pada angka kemiskinannya yang justru mengalami peningkatan menjadi 16,77 persen atau meningkat 1,67 persen dibanding tahun Pada tahun 2007, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Sambas mengalami penurunan menjadi 14 persen. Kabupaten Sambas merupakan salah satu kabupaten dari 5 kabupaten yang berbatasan langsung dengan Serawak Malaysia yang membentang dari Barat sampai Timur Provinsi Kalimantan Barat. Pada Kabupaten Sambas terdapat dua kecamatan yang berbatasan langsung dengan Serawak-Malaysia pada Kabupaten Sambas yaitu Kecamatan Paloh dan Kecamatan Sajingan Besar. Pada Kecamatan Sajingan besar terdapat dua desa perbatasan yaitu Desa Sebunga dan Desa Kaliau sedangkan pada Kecamatan Paloh desa Temajok merupakan desa yang berbatasan langsung dengan Teluk Melano Serawak Malaysia. Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Kabupaten Sambas terdapat di Kecamatan Sajingan Besar yaitu PPLB Aruk. 4.3 Kabupaten Bengkayang Kabupaten Bengkayang yang berada di bagian utara Propinsi Kalimantan Barat merupakan daerah dengan luas 5.396,50 km² atau mencapai 3,68 persen dari total luas Propinsi Kalimantan Barat yang sebesar km². Secara atronomis Kabupaten Bengkayang terletak pada posisi Lintang Utara dan Bujur Timur. Secara administratif wilayah Kabupaten Bengkayang dibatasi oleh:

59 41 - Utara : Sarawak - Selatan : Kab. Pontianak - Timur : Kab. Sangau dan Kab.Landak - Barat : Laut Natuna dan Kota Singkawang Sampai dengan tahun 2008, Kabupaten Bengkayang terbagi dalam 17 wilayah kecamatan dan 124 desa. Jumlah penduduk pada tahun 2008 mencapai jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 38 jiwa/km². Jarak tempuh untuk mencapai ibukota propinsi mencapai 267 km. Garis batas Negara Indonesia dengan Malaysia pada Kabupaten Bengkayang terbentang pada dua kecamatan yaitu Kecamatan Jagoi Babang dan Kecamatan Siding. Wilayah Kecamatan Jagoi Babang dan Kecamatan Siding meliputi 6,6% dari luas wilayah Kabupaten Bengkayang. Kecamatan Jagoi Babang memiliki luasan 655 km 2 atau 3%, dan Kecamatan Siding 563,3 Km 2 atau 3,3%. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bengkayang pada tahun 2008 mencapai 5,77 persen atau mengalami perlambatan dibanding tahun 2007 yang mencapai 6,12 persen. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita tahun 2008 sebesar Rp. 9,396 juta. Perkembangan makro ekonomi Kabupaten Bengkayang tertera pada Tabel 7. Tabel 7. Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Bengkayang Tahun Tahun PDRB Per Kapita (Rp) Pertumbuhan Ekonomi (%) , , , , ,77 Sumber : BPS Kabupaten Bengkayang (2009). Struktur ekonomi Kabupaten Bengkayang tahun 2008 seperti terlihat pada Gambar 7 didominasi oleh sektor pertanian yang mencapai 46 persen dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 26 persen. Sektor lain seperti konstruksi, pengangkutan dan komunikasi, pertambangan dan penggalian, listrik, gas dan air bersih, keuangan, real estate dan jasa perusahaan kontribusinya sangat kecil yaitu antara 2-7 persen.

60 42 Gambar 7 Struktur Ekonomi Kabupaten Bengkayang Tahun Indeks pembangunan manusia Kabupaten Bengkayang dari tahun ke tahun memperlihatkan kecenderungan yang meningkat. Pada tahun 2007 IPM Kabupaten Bengkayang mencapai 66,32, mengalami peningkatan sebesar 1,72 point dibanding tahun 2005 atau meningkat 3,22 point dibanding periode awal pelaksanaan otonomi daerah tepatnya tahun Pencapaian harapan hidup, kemampuan baca tulis dan standar hidup layak juga mengalami peningkatan dibanding periode sebelumnya. Pada tahun 2007 angka harapan hidup mencapai 68,40 tahun, angka melek huruf mencapai 88,68 persen dan pengeluaran riil per kapita mencapai Rp ,-. Pencapaian kinerja pembangunan manusia Kabupaten secara lengkap terlihat pada Tabel 8. Tabel 8. Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya serta Angka Kemiskinan Kabupaten Bengkayang Tahun Tahun Komponen Angka Harapan Hidup (Thn) - 67,1 67, ,30 68,40 2. Angka Melek Huruf (%) 3. Pengeluaran riil per kapita (ribu Rp) 4. Indeks Pembangunan Manusia 5. Angka Kemiskinan (%) - 83,5 85,4 85,9 86,79 88,68-577,8 588,5 591,5 592,23 594,10-63,1 63,9 64,6 65,70 66, ,63 14,63 11,88 Sumber : BPS Propinsi Kalimantan Barat (2009). Sama halnya dengan Kabupaten Sanggau, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita Kabupaten Bengkayang tahun 2006 ternyata tidak berdampak pada angka kemiskinannya yang justru mengalami peningkatan menjadi 14,63 persen atau meningkat 1 persen dibanding tahun Pada tahun

61 , jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bengkayang mengalami penurunan menjadi 11,88 persen. Kabupaten Bengkayang merupakan salah satu kabupaten dari 5 kabupaten yang berbatasan langsung dengan Serawak Malaysia yang membentang dari Barat sampai Timur Provinsi Kalimantan Barat. Pada Kabupaten Bengkayang terdapat dua kecamatan yang berbatasan langsung dengan Serawak-Malaysia yaitu Kecamatan Jagoi Babang dan Kecamatan Siding. Pada kecamatan Jagaoi Babang berbatasan dengan Serikin yang merupakan pos lintas batas bagi Serawak- Mayasia sedangkan Kecamatan Siding berbatasan dengan wilayah Stass dan Kumbang Serawak-Malaysia. Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Kabupaten Bengkayang terdapat di Kecamatan Jagoi Babang. 4.4 Kabupaten Sanggau Kabupaten Sanggau yang berada di bagian utara Propinsi Kalimantan Barat merupakan daerah dengan luas km² atau mencapai 12,47 persen dari total luas Propinsi Kalimantan Barat yang sebesar km². Secara atronomis Kabupaten Sanggau terletak pada posisi 10 LU 0,60 LS & 109,80-111,30 BT. Secara administratif wilayah Kabupaten Sanggau dibatasi oleh: - Utara : Malaysia Timur (Serawak) - Selatan : Kab. Ketapang - Timur : Kab. Sekadau dan Sintang - Barat : Kab. Landak dan Kab. Pontianak Sampai dengan tahun 2008, Kabupaten Sanggau terbagi dalam 15 wilayah kecamatan, 166 desa/kelurahan. Jumlah penduduk pada tahun 2008 mencapai jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 30 jiwa/km². Laju pertumbuhan penduduk tahun 2008 mengalami penurunan, yaitu dari 1,43% tahun 2007 menjasi 1,29%. Dilihat dari penyebaran penduduk di Kabupaten Sanggau, Kecamatan Kapuas yang terletak di Ibukota Kabupaten Sanggau menduduki urutan pertama jumlah penduduk terbanyak, sedangkan Kecamatan Noyan adalah kecamatan yang jumlah penduduknya paling sedikit. Jarak tempuh untuk mencapai ibukota propinsi mencapai 267 km. Panjang garis batas Negara Indonesia dengan Malaysia pada Kabupaten Sanggau mencapai +129,5 km yang terbentang pada dua kecamatan yaitu Kecamatan Sekayam dan

62 44 Kecamatan Entikong. Wilayah Kecamatan Sekayam dan Kecamatan Entikong meliputi 10,48 persen dari luas wilayah Kabupaten Sanggau. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sanggau pada tahun 2008 mencapai 3,49 persen atau mengalami perlambatan dibanding tahun 2007 yang mencapai 5,48 persen. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita tahun 2008 sebesar Rp. 11,043 juta. Tabel 9 memperlihatkan perkembangan kondisi makro ekonomi Kabupaten Sanggau. Tabel 9. Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Sanggau Tahun Tahun PDRB Per Kapita (Rp) Pertumbuhan Ekonomi (%) , , , , ,49 Sumber : BPS Kabupaten Sanggau (2009). Struktur ekonomi Kabupaten Sanggau tahun 2008 sebagaimana ditunjukan pada Gambar 8 didominasi oleh sektor pertanian yang mencapai 38 persen, sektor industri pengolahan sebesar 25 persen dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 19 persen. Sektor lain seperti konstruksi, pengangkutan dan komunikasi, pertambangan dan penggalian, listrik, gas dan air bersih, keuangan, real estate dan jasa perusahaan kontribusinya sangat kecil yaitu antara 2-8 persen. Gambar 8 Struktur Ekonomi Kabupaten Sanggau Tahun Salah satu indikator yang dipergunakan untuk melihat perkembangan kinerja pembangunan manusia di suatu daerah dari tahun ke tahun adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan indeks komposit yang

63 45 menggambarkan pencapaian dan tantangan dalam bidang harapan hidup, kemampuan baca tulis dan standar hidup layak. Indeks pembangunan manusia Kabupaten Sanggau dari tahun ke tahun memperlihatkan kecenderungan yang meningkat. Pada tahun 2007 IPM Kabupaten Sanggau mencapai angka 67,64, mengalami peningkatan sebesar 1,44 point dibandingkan dengan tahun 2005 atau meningkat 6,64 point dibanding periode sebelum otonomi daerah tepatnya tahun Pencapaian harapan hidup, kemampuan baca tulis dan standar hidup layak juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada tahun 2007 angka harapan hidup mencapai 67,61 tahun, angka melek huruf mencapai 89,92 persen, rata-rata lama sekolah mencapai 6,4 tahun dan pengeluaran riil per kapita mencapai Rp ,-. Perkembangan secara lengkap capaian kinerja pembangunan manusia dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya serta Angka Kemiskinan Kabupaten Sanggau Tahun Tahun Komponen Angka Harapan Hidup (Thn) 66,5 66,3 66, ,50 67,61 2. Angka Melek Huruf (%) 3. Pengeluaran riil per kapita (ribu Rp) 4. Indeks Pembangunan Manusia 5. Angka Kemiskinan (%) 81,8 83,9 88,5 89,1 89,10 89,92 567,6 572,4 593,7 597,4 604,43 609,80 61,0 62,2 65,5 66,2 66,98 67, ,84 10,55 7,97 Sumber : BPS Propinsi Kalimantan Barat (2009). Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita Kabupaten Sanggau tahun 2006 ternyata tidak berdampak pada angka kemiskinannya yang justru mengalami peningkatan menjadi 10,5 persen atau meningkat 0,7 persen dibandingkan dengan tahun Pada tahun 2007, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Sanggau mengalami penurunan menjadi 7,9 persen. Kabupaten Sanggau merupakan salah satu kabupaten dari 5 kabupaten yang berbatasan langsung dengan Serawak Malaysia. Pada Kabupaten Sanggau terdapat dua kecamatan yang berbatasan langsung dengan Serawak-Malaysia yaitu Kecamatan Entikong dan Kecamatan Sekayam. Pos Pemeriksaan Lintas

64 46 Batas (PPLB) Kabupaten Sanggau terdapat di Kecamatan Entikong, sedangkan pos pemeriksaan lintas batas pada bagian Serawak Malaysia terdapat di Tebedu. 4.5 Kabupaten Sintang Kabupaten Sintang yang berada di bagian utara Propinsi Kalimantan Barat merupakan daerah dengan luas wilayah Km2 atau 3,51 persen dari total luas Propinsi Kalimantan Barat yang sebesar km². Kabupaten Sintang merupakan kabupaten yang memiliki luas wilayah terbesar ketiga di Provinsi Kalimantan Barat setelah Kabupaten Ketapang dan Kapuas Hulu. Wilayah terluas terdapat di Kecamatan Ambalau yaitu 6386,40 km² atau sebesar 29,52 persen, sedangkan kecamatan yang terkecil adalah Kecamatan Sintang dengan luas wilayah 277,05 km² atau hanya sebesar 1,28 persen dari total luas wilayah Kabupaten Sintang. Secara atronomis Kabupaten Sintang terletak pada posisi 1 5 LU & 1 21 LS dan 109, 110º50 & BT 10 LU 0,60 LS & 109,80-111,30 BT. Secara administratif wilayah Kabupaten Sintang dibatasi oleh: - Utara : Malaysia Timur / Serawak - Selatan : Provinsi Kalimantan Tengah dan Kabupaten Melawi - Barat : Kabupaten Sanggau, Sekadau dan Ketapang - Timur : Kabupaten Kapuas Hulu Sampai dengan tahun 2008, Kabupaten Sintang terbagi dalam 14 wilayah kecamatan, 210 desa, 6 kelurahan. Jumlah penduduk pada tahun 2008 mencapai jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 17 jiwa/km². Panjang garis batas Negara Indonesia dengan Malaysia pada Kabupaten Sintang mencapai +143 km yang terbentang pada dua kecamatan yaitu Kecamatan Ketungau Hulu, dan Ketungau Tengah. Luas total kecamatan yang menempati wilayah perbatasan meliputi luasan 4.320,6 Km2 atau 19,97% dari total luas Kabupaten Sintang. Kecamatan Perbatasan terluas adalah Kecamatan Ketungau Tengah yang meliputi 10,1% dari Luas Kabupaten Sintang. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sintang pada tahun 2008 mencapai 4,63 persen atau mengalami perlambatan dibandingkan dengan tahun 2007 yang mencapai 5,16 persen. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita tahun 2008 sebesar Rp. 8,502 juta. Capaian kinerja ekonomi Kabupaten Sintang terlihat

65 47 pada Tabel 11. Tabel 11. Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Sintang Tahun Tahun PDRB Per Kapita (Rp) Pertumbuhan Ekonomi (%) , , , , ,63 Sumber : BPS Kabupaten Sintang (2009) Struktur ekonomi Kabupaten Sintang tahun 2008 seperti terlihat pada Gambar 9 di bawah didominasi oleh sektor pertanian yang mencapai 41 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 24 persen dan sektor industri pengolahan sebesar 9 persen. Sektor lain seperti konstruksi, pengangkutan dan komunikasi, pertambangan dan penggalian, listrik, gas dan air bersih, keuangan, real estate dan jasa perusahaan kontribusinya sangat kecil yaitu antara 3-7 persen. Gambar 9 Struktur Ekonomi Kabupaten Sintang Tahun Indeks pembangunan manusia Kabupaten Sintang dari tahun ke tahun memperlihatkan kecenderungan yang meningkat. Pada tahun 2007 IPM Kabupaten Sintang mencapai 67,64, mengalami peningkatan sebesar 1,44 poin dibandingkan dengan tahun 1995 atau meningkat 6,64 poin dibandingkan dengan periode sebelum otonomi daerah tepatnya tahun Pencapaian harapan hidup, kemampuan baca tulis dan standar hidup layak juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada tahun 2007 angka harapan hidup mencapai 67,61 tahun, angka melek huruf mencapai 89,92 persen, rata-rata lama

66 48 sekolah mencapai 6,4 tahun dan pengeluaran riil per kapita mencapai Rp ,-. Perkembangan capaian kinerja pembangunan manusia Kabupaten Sintang secara lengkap terlihat pada Tabel 12. Tabel 12. Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya serta Angka Kemiskinan Kabupaten Sintang Tahun Tahun Komponen Angka Harapan Hidup (Thn) 66,0 66,6 67,0 67,4 67,50 67,68 2. Angka Melek Huruf (%) 79,6 82,8 85,4 86,2 86,20 90,41 3. Pengeluaran riil per kapita (ribu Rp) 596,4 569,6 592,4 595,8 597,15 599,60 4. Indeks Pembangunan Manusia 60,3 61,6 64,3 65,1 65,66 66,89 5. Angka Kemiskinan (%) ,09 19,80 17,10 Sumber : BPS Propinsi Kalimantan Barat (2009). Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita Kabupaten Sintang tahun 2006 ternyata tidak berdampak pada angka kemiskinannya yang justru mengalami peningkatan menjadi 19,80 persen atau meningkat 0,71 persen dibandingkan dengan tahun Pada tahun 2007, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Sintang mengalami penurunan menjadi 17,10 persen. Kabupaten Sintang berbatasan langsung dengan Serawak Malaysia yang pada dua kecamatan, yaitu Kecamatan Ketungau Tengah dan Kecamatan Ketungau Hulu. Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Kabupaten Sintang terdapat di Kecamatan Ketungau Hulu yaitu PPLB Jasa. 4.6 Kabupaten Kapuas Hulu Kabupaten Kapuas Hulu yang terletak di ujung paling Timur Provinsi Kalimantan Barat merupakan daerah dengan luas km 2 atau setara dengan 20,33 persen dari luas Kalimantan Barat secara keseluruhan yang mencapai km 2. Kecamatan Hulu Kapuas merupakan kecamatan yang paling luas di Kabupaten Kapuas Hulu dengan luas 5.279,85 km 2 sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah Putussibau Selatan. Secara astronomis Kabupaten Kapuas Hulu terletak pada posisi LU sampai LU dan sampai BT, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : - Utara : Serawak (Malaysia Timur)

67 49 - Selatan : Provinsi Kalimantan Tengah dan Kabupaten Sintang - Barat : Kabupaten Sintang - Timur : Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan Tengah. Sampai dengan tahun 2008 Kabupaten Kapuas Hulu terbagi dalam 25 wilayah kecamatan, 214 desa dan 4 kelurahan dengan jumlah penduduk pada mencapai jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 7 jiwa/km². Konsentrasi penduduk berada di kecamatan Putusibau yang persentasenya mencapai 8 persen. Kabupaten Kapuas Hulu memiliki tujuh kecamatan yang berbatasan langsung dengan Negara tetangga Malaysia, yaitu Kecamatan Puring Kencana, Badau, Batang Lupar, Embaloh Hulu, Putussibau, Kecamatan Kedamin, dan Empanang. Luas total kecamatan yang menempati wilayah perbatasan sebesar ,6 km2 atau 52,85% dari total luas Kabupaten Kapuas Hulu. Kecamatan Perbatasan terluas adalah Kecamatan Kedamin seluas 5.352,3 Km2 (17,94%), sedangkan Kecamatan perbatasan terkecil seluas 357,25 km2 (1,20%). Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kapuas Hulu pada tahun 2008 mencapai 3,55 persen atau mengalami perlambatan dibandingkan dengan tahun 2007 yang mencapai 3,42 persen. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita tahun 2008 sebesar Rp. 8,801 juta. Perkembangan kinerja makro ekonomi Kabupaten Kapuas Hulu terlihat pada Tabel 13. Tabel 13. Kondisi Makro Ekonomi Kabupaten Kapuas Hulu Tahun Tahun PDRB Per Kapita (Rp) Pertumbuhan Ekonomi (%) , , , , ,55 Sumber : BPS Kabupaten Kapuas Hulu (2009). Struktur ekonomi Kabupaten Kapuas Hulu tahun 2008 didominasi oleh sektor pertanian yang mencapai 35 persen, sektor konstruksi 22 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 16 persen serta sektor jasa-jasa sebesar 12 persen. Sektor lain seperti konstruksi, pengangkutan dan komunikasi, pertambangan dan penggalian, listrik, gas dan air bersih, keuangan, real estate dan

68 50 jasa perusahaan kontribusinya sangat kecil yaitu antara 2-6 persen. Gambar 10 memperlihatkan struktur ekonomi Kabupaten Kapuas Hulu secara lengkap. Gambar 10. Struktur Ekonomi Kabupaten Kapuas Hulu Tahun Capaian kinerja pembanguna manusia Kabupaten Kapuas Hulu terlihat pada Tabel 14 di bawah ini. Indeks pembangunan manusia Kabupaten Kapuas Hulu dari tahun ke tahun memperlihatkan kecenderungan yang meningkat. Pada tahun 2007 IPM Kabupaten Kapuas Hulu mencapai 69,26, mengalami peningkatan sebesar 1,06 poin dibandingkan dengan tahun 2005 atau meningkat 8,34 poin dibandingkan dengan periode sebelum otonomi daerah tepatnya tahun Pencapaian harapan hidup, kemampuan baca tulis dan standar hidup layak juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada tahun 2007 angka harapan hidup mencapai 66,26 tahun, angka melek huruf mencapai 92,55 persen dan pengeluaran riil per kapita mencapai Rp ,-. Tabel 14. Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Penyusunnya serta Angka Kemiskinan Kabupaten Kapuas Hulu Tahun Tahun Komponen Angka Harapan Hidup (Thn) 64,5 65,3 65,8 65,9 66,20 66,28 2. Angka Melek Huruf (%) 3. Pengeluaran riil per kapita (ribu Rp) 4. Indeks Pembangunan Manusia 5. Angka Kemiskinan (%) 82,8 85,1 89,3 90,2 90,16 92,55 570,1 579,6 615,3 621,9 626,31 626,31 60,8 62,7 67,4 68,2 68,70 69, ,90 17,76 15,05 Sumber : BPS Propinsi Kalimantan Barat (2009). Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita Kabupaten Kapuas Hulu tahun 2006 ternyata tidak berdampak pada angka kemiskinannya yang justru mengalami peningkatan menjadi 17,76 persen atau meningkat 0,86

69 51 persen dibandingkan dengan tahun Pada tahun 2007, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Kapuas Hulu mengalami penurunan menjadi 15,05 persen. Kabupaten Kapuas Hulu merupakan kabupaten perbatasan yang terdapat dibagian paling timur Kalimantan Barat. Pada Kabupaten Kapuas Hulu dibandingkan dengan 5 Kabupaten perbatasan lainnya memiliki paling banyak kecamatan yang berbatasan langsung dengan Serawak-Malaysia yaitu Kecamatan Putussibau Utara, Kecamatan Embaloh Hulu, Kecamatan Batang Lupar, Kecamatan Badau dan Kecamatan Puring Kencana. Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Kabupaten Kapuas Hulu terdapat di Kecamatan Badau tepatnya di Desa Nanga Badau yaitu PPLB Badau. 4.7 Perbandingan Kinerja Pembangunan, Ekonomi dan Manusia dengan Negara Malaysia Apabila capaian kinerja pembangunan ekonomi yang direfleksikan oleh PDRB per kapita dan capaian kinerja pembangunan manusia yang direfleksikan oleh IPM dibandingkan dengan negara tetanga yaitu Malaysia maka akan terlihat perbedaan yang cukup besar dari capaian kinerja kedua indikator tersebut. Indeks Pembangunan Manusia Malaysia dan kabupaten perbatasan di Propinsi Kalimantan Barat sama-sama menunjukkan trend yang meningkat dengan besaran yang jauh berbeda. Pada tahun 2005 IPM Malaysia mencapai 82,1 dan mengalami peningatan menjadi sebesar 82,90 pada tahun Kabupaten perbatasan di Propinsi Kalimantan Barat pada tahun 2005 memiliki IPM maksimal sebesar 67,4 yang dicapai oleh Kabupaten Kapuas Hulu dan meningkat menjadi 69,26 pada tahun Perbedaan nilai kedua daerah ini pada tahun 2005 sebesar 13,9 point dan mengalami penurunan menjadi sebesar 13,6 pada tahun Menurunnya perbedaan ini bermakna bahwa akselerasi capaian kinerja pembangunan manusia daerah perbatasan lebih baik dibandingkan Negara Malaysia. Capaian kinerja pembangunan ekonomi yang diperlihatkan oleh nilai PDRB per kapita kabupaten perbatasan di Propinsi Kalimantan Barat menunjukkan peningkatan, begitu pula dengan PDB per kapita Negara Malaysia yang juga memperlihatkan trend yang meningkat. Pada tahun 2004, PDRB per kapita terbesar kabupaten perbatasan di Propinsi Kalimantan Barat dicapai oleh Kabupaten Sanggau yaitu sebesesar 736 US Dollar (kurs tengah BI tahun 2004, 1

70 52 US Dollar = Rp ) yang selanjutnya meningkat menjadi 986 US Dollar (kurs tengah BI tahun 2006, 1 US Dollar = Rp ) pada tahun PDB per kapita Malaysia pada tahun 2004 mencapai US Dollar dan pada tahun 2006 meningkat menjadi US Dollar. Perbedaan capain kinerja ekonomi kedua wilayah pada tahun 2004 sebesar US Dollar dan pada tahun 2006 meningkat menjadi US Dollar. Kondisi ini memperlihatkan akselerasi capaian kinerja ekonomi negara tetangga lebih baik dibandingkan kabupaten perbatasan di Propinsi Kalimantan Barat. Kondisi ini disebabkan karena struktur ekonomi yang berbeda dimana kelima kabupaten perbatasan bertumpu pada sektor pertanian sedangkan Malaysia lebih bertumpu pada sektor industri, perdagangan dan jasa-jasa. Selain itu, juga kelima daerah perbatasan tersebut juga merupakan pasar yang potensial bagi produk Malaysia sehingga interaksi kedua wilayah lebih menguntungkan Malaysia.

71 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Perkembangan Wilayah Perkembangan suatu wilayah merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan, yang bertujuan untuk memacu perkembangan sosial ekonomi dan mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah. Salah satu penilaian tingkat perkembangan wilayah dapat dilihat berdasarkan ketersediaan sarana-prasarana yang dimiliki. Wilayah yang berkembang diindikasikan dengan tersedianya sarana-prasarana yang paling memadai dari segi jumlah maupun jumlah jenisnya, dan dapat menjadi pusat pelayanan bagi wilayah sekitarnya. Metode yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah diantaranya adalah metode indeks entropy, tipologi Klassen (matriks Klassen) dan metode skalogram seperti yang digunakan dalam analisis ini. Ketersediaan sarana prasarana suatu wilayah baik dari segi jumlah maupun jumlah jenisnya, merupakan salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk menggambarkan perkembangan wilayah. Metode analisis skalogram yang dilakukan mengelompokkan wilayah kedalam 3 hierarki. Tingkat perkembangan wilayah dalam analisis ini berupa unit kecamatan di 5 kabupaten perbatasan. Kabupaten tersebut adalah Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang dan Kabupaten Kapuas Hulu, yaitu sebanyak 90 kecamatan. Hierarki wilayah tercermin dari nilai Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) dan jumlah jenis fasilitas. Semakin tinggi IPK dan semakin banyak jumlah jenis fasilitas yang dimiliki maka semakin berkembang suatu kecamatan. Kecamatan tersebut merupakan hierarki 1 dan menjadi pusat pelayanan bagi kecamatan sekitarnya yang memiliki IPK dan jumlah jenis fasilitas yang lebih rendah. Menurut Budiharsono (2001), metode ini mempunyai beberapa keunggulan, antara lain : (1) Memperlihatkan dasar diantara jumlah penduduk dan tersedianya fasilitas pelayanan; (2) Secara cepat dapat mengorganisasikan data dan mengenal wilayah; (3) Membandingkan pemukiman-pemukiman dan wilayah-wilayah berdasarkan ketersediaan fasilitas pelayanan; (4)

72 54 Memperlihatkan hierarki pemukiman atau wilayah; (5) Secara potensial dapat digunakan untuk merancang fasilitas baru dan memantaunya. Hasil analisis skalogram dapat dilihat pada Lampiran 1 dimana diperoleh IPK berkisar antara 17,90 103,57 dan jumlah jenis fasilitas yang dimiliki masing-masing kecamatan berkisar 7-37 jenis fasilitas tiap kecamatan. Pengkelasan hierarki dilakukan berdasarkan nilai selang IPK terhadap standar deviasi IPK dan nilai rataannya seperti yang telah di kemukakan pada Bab Metodologi Penelitian dalam Tabel 4. Hierarki 1 memiliki selang nilai IPK lebih dari (rataan +(2*St Dev IPK)), kecamatan ini dapat dikatakan memiliki ketersediaan sarana-prasarana dan fasilitas pelayanan umum yang memadai dan lebih maju dibandingkan dengan kecamatan lain. Kecamatan dengan hierarki 1 dapat menjadi pusat pelayan bagi kecamatan hierarki 2 ataupun hierarki 3. Nilai IPK hierarki 1 berkisar 114,04-75,85. Hierarki 2 memiliki selang nilai IPK kurang dari (rataan +(2xSt Dev IPK)) namun masih di atas rata-rata nilai IPK, nilai IPK hirarki 2 berkisar 68,85-41,16. Kecamatan ini memiliki ketersediaan sarana-prasarana dan fasilitas pelayanan umum relatif lebih rendah dibandingkan dengan kecamatan pada hierarki 1. Hierarki 3 merupakan kecamatan yang memiliki nilai IPK paling rendah dan dibawah rata-rata IPK. Hal ini berarti bahwa kecamatan yang tergolong dalam hierarki 3 belum memiliki ketersedian sarana-prasarana yang memadai di bandingkan dengan kecamatan lain, dan atau jarak menuju tempat saranaprasarana tersebut jauh. Nilai hirarki 3 pada analisis ini berkisar 34,49-17,31 Berikut adalah Tabel 15 yang menyajikan secara ringkas jumlah dan persentase hierarki kecamatan berdasarkan hasil analisis skalogram. Tabel 15. Jumlah dan Persentase Hirarki Kecamatan Kabupaten Perbatasan Keseluruhan HIERARKI Kecamatan Kecamatan Perbatasan Jumlah Persen Jumlah Persen 1 5 5, , , , ,54 Jumlah Sumber: Hasil Analisis PODES

73 55 Sebaran hierarki kecamatan di kabupaten perbatasan masih didominasi oleh hierarki 2 sebesar 33,33% dan hierarki 3 sebesar 61,11%, sedangkan hierarki 1 hanya sebesar 5,56% atau sebanyak 5 kecamatan dari 90 jumlah keseluruhan kecamatan di 5 kabupaten perbatasan. Kecamatan yang termasuk dalam hierarki 1 diantaranya terdiri dari kecamatan yang merupakan ibukota kabupaten seperti Kecamatan Sintang ibu kota Kabupaten Sintang, Kecamatan Bengkayang ibukota Kabupaten Bengkayang, dan Kecamatan Putussibau Selatan yang merupakan ibukota Kabupaten Kapuas Hulu. Kecamatan ibukota kabupaten yang memiliki sarana-prasarana yang lebih memadai dibandingkan dengan kecamatan lainnya merupakan suatu hal yang wajar karena merupakan pusat pemerintahan bagi tiap kabupaten. Pada Kabupaten Sambas kecamatan yang menempati hierarki 1 adalah Kecamatan Pemangkat dan Sungai Raya, kedua kecamatan tersebut memiliki hierarki yang lebih tinggi dibandingkan dengan Kecamatan Sambas yang merupakan ibukota kabupaten. Kedua kecamatan tersebut lebih berkembang dikarenakan dari segi akses yang lebih dekat dari Kota Pontianak dan memiliki sektor pariwisata pantai yang menjadi tujuan wisata bagi masyarakat di Kalimantan Barat. Kecamatan Pemangkat dan Kecamatan Sungai Raya memiliki jumlah maupun jumlah jenis fasilitas yang lebih banyak dibandingkan dengan Kecamatan Sambas, selain itu faktor jarak menuju Kecamatan Sambas yang lebih jauh menyebabkan Kecamatan Sambas menempati hierarki 2. Pada Kabupaten Sanggau, tidak satupun kecamatannya yang menempati hierarki 1 meskipun Kecamatan Kapuas yang merupakan ibukota Kabupaten. Ini menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan kecamatan lainnya, Kabupaten Sanggau memiliki tingkat perkembangan wilayah yang relatif rendah, ditandai dengan ibukota kabupatennya sendiri memiliki jumlah maupun jumlah jenis fasilitas yang lebih sedikit dibandingkan dengan kecamatan lain. Kecamatan Entikong yang merupakan kecamatan perbatasan merupakan kecamatan yang memiliki hierarki tertinggi di Kabupaten Sanggau, yaitu hierarki 2. Berdasarkan ketersediaan sarana-prasarana wilayah tingkat perkembangan kecamatan yang terdapat di 5 kabupaten perbatasan masih relatif rendah dan bahkan kurang berkembang karena sarana-prasarana yang masih belum memadai.

74 56 Hal ini tidak hanya terjadi di kecamatan perbatasan tetapi juga di kecamatan nonperbatasan. Dari 30 kecamatan yang termasuk kedalam hierarki 2, 5 kecamatan diantara merupakan kecamatan perbatasan yang berbatasan langsung dengan Serawak-Malaysia. Kecamatan perbatasan tersebut adalah Kecamatan Sajingan Besar (Kabupaten Sambas), Kecamatan Putussibau Utara, Kecamatan Batang Lupar (Kabupaten Kapuas Hulu), Kecamatan Entikong dan Kecamatan Sekayam (Kabupaten Sanggau). Kecamatan Sajingan besar tergolong kedalam hierarki 2 karena di kecamatan tersebut terdapat Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) untuk Kabupaten Sambas sehingga mengalami percepatan pembangunan terutama dari segi sarana-prasarana pendukung PPLB, begitu juga dengan Kecamatan Entikong yang terdapat keberadaan lokasi PPLB untuk Kabupaten Sanggau. Kecamatan lain seperti Kecamatan Putussibau Utara, dan Kecamatan Batang Lupar juga tergolong kedalam hierarki 2 dikarenakan letak kecamatan perbatasan tersebut paling dekat dengan pusat pemerintahan kabupaten, dan kecamatan Puttusibau Utara merupakan pemekaran dari ibukota Kabupaten yaitu Kecamatan Putussibau Selatan. Hierarki 3 merupakan hierarki yang paling mendominasi di kecamatan kabupaten perbatasan dengan persentase sebesar 61,11% atau sebanyak 55 kecamatan dari 90 keseluruhan kecamatan di 5 kabupaten perbatasan. Terdapat 8 kecamatan perbatasan dari berbagai kabupaten yang tergolong kedalam hierarki 3. Kecamatan tersebut diantaranya adalah Kecamatan Paloh (Kabupaten Sambas), Kecamatan Jadoi Babang, Kecamatan Siding (Kabupaten Bengkayang), Kecamatan Ketungau Tengah, Kecamatan Ketungau Hulu (Kabupaten Sintang) Kecamatan Puring Kencana, Kecamatan Embaloh Hulu, Kecamatan Badau (Kabupaten Kapuas Hulu). Kecamatan Jagoi Babang di Kabupaten Bengkayang, Kecamatan Ketungau Hulu di Kabupaten Sintang dan Kecamatan Badau di Kabupaten Kapuas Hulu merupakan kecamatan dimana tempat dibangunnya PPLB. Namun dari segi sarana-prasarana masih relatif rendah di bandingkan dengan Kecamatan Sajingan Besar dan Kecamatan Entikong.

75 57 Hasil analisis skalogram secara spasial dapat dilihat pada Gambar 11 Peta Sebaran Hierarki Kecamatan. Warna Hijau menunjukkan kecamatan yang tingkat perkembangan wilayahnya paling tinggi atau hierarki 1, warna kuning yang menunjukkan hierarki 2, sedangkan warna merah menunjukkan tingkat perkembangan wilayah paling rendah yaitu hierarki 3. Berdasarkan hasil analisis tingkat perkembangan wilayah kecamatan di kabupaten perbatasan, tidak dapat dikatakan bahwa kecamatan-kecamatan perbatasan memiliki tingkat perkembangan wilayah yang lebih rendah dibandingkan dengan kecamatan non-perbatasan. Beberapa kecamatan nonperbatasan bahkan memiliki tingkat perkembangan wilayah yang lebih rendah dibandingkan dengan kecamatan perbatasan. Peta sebaran hierarki kecamatan di kabupaten perbatasan memperlihatkan bahwa, pola sebaran hierarki 2 maupun hierarki 3 tersebar pada kecamatan yang lokasinya jauh dari masing-masing ibukota kabupaten, namun pengecualian untuk kecamatan perbatasan yang menjadi lokasi dibangunnya PPLB. Pada kecamatan tempat lokasi PPLB dibangun, cenderung memiliki hierarki yang lebih tinggi meskipun terletak jauh dari ibukota kabupatennya. Hal ini terjadi karena pada Kecamatan tersebut terjadi pecepatan pembangunan terutama dalam hal saranaprasarana untuk menunjang PPLB. Keseluruhan hasil analisis analisis skalogram terhadap kecamatan yang terdapat di 5 kabupaten perbatasan dapat disimpulkan bahwa sarana-prasarana di kecamatan kabupaten perbatasan belum memadai, terlebih lagi di kecamatan yang lokasinya jauh dari pusat ibukota kabupaten. Pembangunan sarana-prasarana berupa jalan sangat penting untuk menciptakan interkasi antar kecamatan di kabupaten perbatasan dan membuka keterisolasian beberapa kecamatan yang tertinggal. Penelitian terbaru di Cina yang dilakukan oleh Fan dan Zhang (2004) telah menunjukkan bahwa investasi dalam bentuk pembangunan infrastruktur publik memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan produktivitas pedesaan, dan lebih lanjut menyatakan bahwa investasi di jalan pedesaan memiliki keuntungan yang lebih tinggi dari investasi jalan raya. Menurut Fan et al. (2004) jika pemerintah ingin mengelola ketidaksetaraan daerah yang tumbuh di Cina, maka investasi dalam infrastruktur publik di daerah tertinggal harus menjadi prioritas kebijakan penting.

76 58 Pembangunan sarana-prasarana infrastruktur terutama jalan sangat penting bagi kecamatan di kabupaten perbatasan yang sebagian besar masih tertinggal. Peranan sarana-prasarana maupun jalan tidak hanya dapat membuka keterisolasian daerah yang masih tertinggal tetapi juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan kemajuan wilayah Identifikasi Sektor Unggulan Perencanaan pembangunan wilayah dari aspek ekonomi adalah penentuan peranan sektor-sektor pembangunan dalam mencapai target pembangunan yaitu pertumbuhan. Terpenuhinya potensi-potensi pembangunan sesuai kapasitas pembangunan setiap wilayah yang beragam memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal bagi masyarakat di wilayah tersebut. Penentuan peranan sektorsektor pembangunan dalam hal ini sektor unggulan (leading sektor) diharapkan dapat menjadi penggerak perekonomian suatu wilayah, dan memberikan efek yang positif bagi kemajuan aktivitas perekonomian daerah. Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya (Rustiadi et al. 2009). Analisis sektor unggulan ini penting sebagai dasar pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pembangunan. Mengoptimalkan sektor unggulan yang dimiliki suatu wilayah, akan memberikan efek yang positif bagi kemajuan aktivitas perekonomian daerah dan kemajuan suatu wilayah. Hasil analisis SSA secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil analisis LQ kabupaten perbatasan tertera pada Tabel 16. Nilai LQ>1 pada masing-masing sektor mengidentifikasikan basis sektor disuatu wilayah, dengan kata lain aktivitas sektor tersebut dapat memenuhi kebutuhan sektor tersebut di daerahnya sendiri dan bahkan mampu untuk memenuhi kebutuhan daerah sekitar (ekspor). Sektor tersebut dikatakan sektor basis dan berpotensi sebagai sektor unggulan. Sektor-sektor dengan LQ>1 perlu lebih dikembangakan secara optimal dan dapat dijadikan pertimbangan dalam perumusan kebijakan pembangunan wilayah kecamatan berbasis potensi lokal untuk memacu pertumbuhan kecamatan.

77

78 Gambar 11. Peta Sebaran Hierarki Kecamatan di Kabupaten Perbatasan

79

80 60 Tabel 16. Hasil Analisis LQ Kabupaten Perbatasan tahun 2008 PERTANIAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN KABUPATEN Kabupaten Sambas 1,05 0,16 0,84 1,21 0,41 1,24 1,24 1,28 0,69 LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN, DAN JS. PRSH. Kabupaten Bengkayang 1,15 1,20 0,36 0,44 1,05 1,13 0,79 1,02 0,89 Kabupaten Sanggau 0,92 0,82 1,95 0,92 0,62 0,81 0,76 0,66 1,07 Kabupaten Sintang 1,02 2,42 0,75 1,11 0,97 1,02 0,92 0,78 1,13 Kabupaten Kapuas Hulu 0,85 0,95 0,32 1,06 3,29 0,68 1,28 1,40 1,49 Sumber: Data Kabupaten Dalam Angka Tahun 2009 (diolah) Berdasarkan sektor basis dengan unit analisis kabupaten dapat dilihat bahwa sektor basis Kabupaten Sambas diantaranya adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (LQ=1,28), sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan telekomunikasi (LQ=1,24), sektor listrik, gas dan air bersih (LQ=1,21), serta sektor pertanian (LQ=1,05). Kabupaten Bengkayang memiliki sektor basis berupa sektor pertambangan dan penggalian (LQ=1,20), sektor pertanian (LQ=1,15), sektor perdagangan, hotel dan restoran (LQ=1,13), sektor bangunan (LQ=1,05), dan sektor keuangan, persewaan, jasa perusahaan (LQ=1,02). Kabupaten Sanggau hanya memiliki 2 sektor basis berupa sektor industri pengolahan (LQ=1,95) dan sektor jasa (LQ=1,07). Kabupaten Sintang memiliki sektor basis berupa sektor pertambangan dan penggalian (LQ=2,42), sektor jasa (LQ=1,13), sektor listrik, gas dan air bersih (LQ=1,11), sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai LQ yang sama (LQ=1,02). Sektor basis Kabupaten Kapuas Hulu terdiri dari sektor bangunan (LQ=3,29), sektor jasa (LQ=1,49), sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (LQ=1,40) sektor pengangkutan dan telekomunikasi (LQ=1,20) serta sektor listrik, gas dan air bersih (LQ=1,06). Perekonomi di kabupaten perbatasan lebih diakibatkan karena berkembangnya sektor tersier seperti sektor pengangkutan, keuangan dan jasa dibandingkan dengan sektor primer berupa sektor pertanian maupun pertambangan. Lebih berkembangnya sektor tersier pada suatu daerah JASA-JASA

81 61 dibandingkan dengan sektor primer maupun sektor sekunder mengindikasikan adanya pengurasan sumberdaya di kabupaten tersebut atau yang lebih dikenal dengan kebocoran regional dan akan menyebabkan disparitas antar wilayah. Kriteria lain dalam menentukan apakah suatu sektor merupakan sektor unggulan adalah dengan Shift Share Analysis (SSA) pada komponen DS. Analisis ini menggunakan PDRB kecamatan sehingga hanya dapat dilakukan pada 3 kabupaten perbatasan saja. Kabupaten Sambas menghasilkan nilai RS sebesar 0,12, Kabupaten Sanggau menghasilkan nilai RS 0,11, sedangkan Kabupaten Kapuas Hulu menghasilkan nilai RS 0,15. Kabupaten Kapuas Hulu mengalami pertumbuhan ekonominya dari tahun yang paling baik dibandingkan dengan Kabupaten Sambas dan Kabupaten Sanggau. Tabel 17 menunjukkan nilai Regional share, Proportional Shift masing-masing sektor. Tabel 17. Tabel Hasil Analisis SSA 3 Kabupaten Perbatasan Tahun KABUPATEN Regional Share (RS) PERTANIAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN Proporsional Shift (PS) LISTRIK DAN AIR MINUM BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN SAMBAS 0,125-0,011 0,146 0,011 0,020 0,035 0,000 0,016-0,031 0,062 SANGGAU 0,112-0,032 0,074-0,036 0,090 0,128 0,021 0,049 0,046 0,129 KAPUAS HULU 0,153-0,074-0,023-0,048 0,021 0,151-0,014 0,031-0,016 0,005 Sumber: Hasil Analisis PDRB Kabupaten Nilai Proportional Shift positif selain menunjukan adanya pertumbuhan sektor tersebut pada suatu kabupaten, juga menunjukkan sifat kompetitif terhadap sektor yang sama di 2 kabupaten lainnya, dan memiliki andil dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi disuatu daerah. Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten sambas diakibatkan oleh 6 sektor, terutama sektor pertambangan dan penggalian dengan nilai Proportional Shift sebesar 0,146. Pada Kabupaten Sanggau pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh 4 sektor, terutama sektor jasa dengan nilai Proportional Shift sebesar 0,129. Kabupaten Kapuas Hulu peningkatan perekonomian di sebabkan oleh 4 sektor terutama sektor bangunan dengan Proportional Shift sebesar 0,151. JASA-JASA

82 62 Pada Tabel 17 sektor pertanian bernilai negatif di 3 kabupaten perbatasan, nilai negatif menunjukkan bahwa sektor pertanian di kabupaten tersebut tidak mengalami peningkatan tapi mengalami penurunan dalam menyumbangkan total PDRB masing-masing kabupaten. Pertumbuhan ekonomi pada tahun di 3 kabupaten perbatasan disumbangkan oleh pertumbuhan sektor listrik dan air minum, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor jasa. sektor pertambangan mengalami pertumbuhan di Kabupaten Sambas dan Kabupaten Sanggau. Sektor industri mengalami pertumbuhan di Kabupaten Sambas, sedangkan sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mengalami pertumbuhan di Kabupaten Sanggau. Dibandingkan dengan Kabupaten Sambas dan Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sanggau mengalami pertumbuhan ekonomi dibanyak sektor, kecuali sektor pertanian dan sektor industri pengolahan. Penentuan suatu sektor sebagai sektor unggulan atau bukan, dapat dilihat dengan mengkombinasikan hasil analisis LQ dengan analisis SSA yaitu nilai komponen Differential Shift dengan bantuan matrik kuadran pada Gambar 12. Matrik Kuadran LQ dan SSA. Gambar 12. Matrik Kuadran LQ dan SSA

83 63 Matrik diatas terdiri dari 4 kuadran yang masing-masing memiliki makna yang berbeda. Kuadaran I memiliki nilai LQ>1 dan nilai SSA berupa komponen Differential Shift positif dan merupakan sektor unggulan, kuadran II memiliki nilai LQ<1 dan nilai SSA berupa komponen Differential Shift positif, pada kuadran ini sektor bukan merupakan sektor unggulan, namun bersifat kompetitif, kuadran III memiliki nilai LQ>1 namun nilai SSA berupa komponen Differential Shift negatif, pada kuadran ini sektor juga bukan merupakan sektor unggulan, namun merupakan sektor basis, sedangkan pada kuadran IV nilai LQ<1 dan nilai SSA berupa komponen Differential Shift negatif, pada kuadran IV ini sektor bukan sektor basis maupun komparatif. 1. Kabupaten Sambas Analisis LQ kecamatan di Kabupaten Sambas dapat dilihat pada Tabel 18, sama halnya dengan hasil analisis LQ kabupaten, masing-masing kecamatan di Kabupaten Sambas memiliki sektor basis yang berbeda antara satu kecamatan dengan kecamatan yang lainnya. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia yang dimiliki masing-masing kecamatan. Secara umum sektor basis di Kabupaten Sambas berupa sektor pertanian, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan, persewasaan dan jasajasa perusahaan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Pemusatan aktivitas masing-masing sektor tersebut tersebar pada 6-13 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Sambas. Sektor Pertanian merupakan sektor basis dihampir semua kecamatan yaitu pada 13 kecamatan kecuali Kecamatan Pemangkat, Kecamatan Sambas, dan Kecamatan Sajad. Basis sektor pengangkutan dan komunikasi tersebar di 7 kecamatan, sedangkan basis sektor keuangan, persewasaan dan jasajasa perusahaan dan sektor perdagangan tersebar di 6 kecamatan di Kabupaten Sambas. Banyaknya sektor yang menjadi sektor basis dalam satu kecamatan juga dapat menggambarkan perkembangan kecamatan tersebut, dengan kata lain bahwa semakin beragam basis aktivitas di satu kecamatan, maka kecamatan tersebut akan semakin berkembang. Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Pemangkat dengan

84 64 7 sektor basis, Kecamatan Sambas dan Jawai Selatan dengan 6 sektor basis dan Kecamatan Tebas dengan 5 sektor basis. Tabel 18. Hasil Analisis LQ Kecamatan Kabupaten Sambas 2008 PERTANIAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN KECAMATAN SELAKAU 1,35 0,09 0,38 0,01 0,50 0,96 0,41 0,84 0,58 SELAKAU TUA * * * * * * * * * PEMANGKAT 0,81 1,11 1,25 1,86 1,06 1,15 1,03 0,99 1,09 SEMPARUK 1,26 0,00 0,10 0,00 0,65 0,80 3,76 0,50 0,42 SALATIGA * * * * * * * * * TEBAS 1,01 0,21 0,47 0,91 1,19 1,12 1,04 1,34 0,92 TEKARANG 1,19 0,14 0,48 0,00 0,82 0,86 1,90 1,08 0,70 SAMBAS 0,34 0,75 2,22 1,49 2,60 0,97 1,84 1,55 1,99 SUBAH 1,44 0,37 0,57 0,48 0,45 0,87 0,38 0,51 0,33 SEBAWI 0,69 18,26 1,29 0,00 1,52 1,38 0,23 0,96 0,48 SAJAD 0,73 0,00 1,66 0,00 0,88 1,43 0,15 0,81 0,50 JAWAI 1,17 0,79 0,70 1,03 0,16 1,20 0,34 0,49 0,58 JAWAI SELATAN 1,06 6,64 0,49 0,00 1,05 0,78 1,88 1,36 1,49 TELUK KERAMAT 1,12 0,13 0,70 1,17 0,68 0,94 0,73 1,17 1,17 GALING 1,96 0,00 0,26 0,00 0,28 0,29 0,26 0,31 0,35 TANGARAN 1,17 0,00 0,93 0,00 0,35 1,14 0,08 0,59 0,58 SEJANGKUNG 1,24 1,12 2,06 0,80 0,26 0,52 0,47 0,79 0,50 SAJINGAN BESAR** 1,30 0,00 0,30 0,22 0,63 0,53 1,46 1,28 2,18 PALOH** 1,27 1,81 0,41 0,70 0,44 0,97 0,88 0,62 0,88 LISTRIK DAN AIR MINUM BANGUNAN Sumber : Hasil Analisis PDRB Kabupate Sambas Ket: * = Tidak ada data ** = Kecamatan perbatasan = LQ>1 PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN Analisis SSA pada unit kecamatan di Kabupaten Sambas menggambarkan kemampuan kompetitif atau kemampuan bersaing sektor tertentu di suatu kecamatan dibandingkan dengan sektor yang sama pada kecamatan lainnya yang masih terdapat dalam kabupaten tersebut. Komponen yang digunakan untuk melihat sifat kompetitif sektor dalam analisis SSA berupa komponen Differential Shift (DS). Sektor yang memiliki kemampuan kompetitif di suatu kecamatan ditunjukkan dengan nilai yang positif yang berarti sektor tersebut berpotensi JASA-JASA

85 65 dikembangkan di kecamatan tersebut meskipun faktor-faktor eksternal (komponen Regional Share dan Proportional shift) tidak mendukung. Berikut adalah Tabel 19 yang menunjukkan kemampuan kompetitif sektor pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Sambas. Tabel 19. Hasil Analisis Differensial Shift Kecamatan Kabupaten Sambas Tahun KECAMATAN PERTANIAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK DAN AIR MINUM BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN JASA-JASA SELAKAU -0,02-0,24 0,00-0,14-0,01-0,02-0,01-0,02-0,03 SELAKAU TUA * * * * * * * * * PEMANGKAT 0,00-0,01 0,00-0,01 0,01 0,02 0,00 0,02 0,01 SEMPARUK -0,02-0,27 0,00-0,15 0,01 0,01 0,01-0,02-0,04 SALATIGA * * * * * * * * * TEBAS 0,02-0,06 0,00 0,00 0,01 0,03 0,01 0,00-0,02 TEKARANG 0,02-0,07-0,01-0,15-0,01 0,03-0,04-0,02-0,04 SAMBAS -0,01 0,08 0,00 0,02 0,00-0,01 0,01 0,02 0,02 SUBAH 0,04-0,16-0,01 0,03-0,03 0,00 0,01-0,03-0,03 SEBAWI 0,06-0,01-0,02-0,15-0,02 0,00-0,01-0,02-0,03 SAJAD 0,07-0,27-0,02-0,15-0,04-0,04-0,03-0,03-0,02 JAWAI -0,03-0,02 0,00-0,01-0,02 0,00 0,00-0,01-0,01 JAWAI SELATAN -0,01 0,00 0,01-0,15-0,01-0,01-0,03-0,03-0,01 TELUK KERAMAT -0,03 0,00 0,00 0,02 0,00-0,02-0,01-0,01-0,01 GALING 0,06-0,27-0,02-0,15-0,05 0,01 0,00-0,02-0,02 TANGARAN -0,02-0,27-0,02-0,15-0,02-0,02 0,00-0,02-0,03 SEJANGKUNG 0,02 0,00 0,00 0,02-0,02-0,03-0,01-0,02-0,01 SAJINGAN BESAR** 0,03-0,27 0,00 0,06 0,13 0,03 0,01-0,01 0,00 PALOH** 0,00 0,02 0,01-0,03 0,01-0,03-0,02-0,02-0,01 PALOH** 0,00 0,02 0,01-0,03 0,01-0,03-0,02-0,02-0,01 Sumber: Hasil Analisis PDRB Kecamatan Kabupaten Sambas Ket: * = Tidak ada data ** = Kecamatan perbatasan = SSA DS + Pada Kecamatan Selakau, Kecamatan Jawai, dan Kecamatan Tangaran tidak terdapat satu sektor pun yang berpotensi secara lokal untuk dikembangkan. Aktivitas di kecamatan tersebut lebih dipengaruhi oleh aktivitas sektor di kecamatan sekitarnya dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sambas. Kecamatan ini apabila berdiri sendiri tanpa ada komponen Regional Share dan

86 66 Proportional Shift maka akan mengalami kemunduran karena tidak ada potensi lokal yang dapat dikembangkan. Sektor pertanian secara lokal merupakan sektor yang berpotensi dikembangkan di banyak kecamatan di Kabupaten Sambas, selain itu juga terdapat sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Hasil analisis sektor unggulan di Kabupaten Sambas menunjukkan bahwa sektor unggulan di hampir semua kecamatan sudah berbasis sumberdaya yaitu sektor pertanian, sedangkan sektor pertambangan hanya di 2 kecamatan. Pertumbuhan ekonomi kecamatan yang baik terlihat dari besarnya nilai PDRB dan besarnya nilai PDRB tersebut tidak hanya disumbangkan oleh satu atau dua sektor unggulan saja tapi dari banyak sektor unggulan. Semakin banyak sektor unggulan dalam suatu kecamatan, akan semakin baik perekonomian dikecamatan tersebut seperti pada Kecamatan Sambas dan Kecamatan Pemangkat. Kecamatan yang tidak memiliki satupun sektor unggulan akan lebih tertinggal dibandingkan dengan kecamatan lainnya, kecamatan tersebut adalah Kecamatan Tangaran, Kecamatan Sajad, Kecamatan Sebawi, dan Kecamatan Selakau. Sektor Unggulan tingkat kecamatan berdasarkan hasil analisis LQ dan SSA dapat dilihat pada Gambar 13 berikut. Gambar 13. Grafik sektor Unggulan Kabupaten Sambas

87 67 a. Sektor Pertanian Sektor pertanian yang menjadi unggulan di Kabupaten Sambas berupa sektor pertanian tanaman pangan (tabama) dengan komoditas padi sawah maupun padi ladang dengan total luas panen sebesar Ha dan rata-rata produksi tahun 2008 sebesar 33 Kw/Ha. Luas panen tersebut mengalami peningkatan kurang lebih sebesar 4000 Ha dari tahun Pada Kabupaten Sambas sektor pertanian merupakan sektor unggulan di Kecamatan Tebas, Kecamatan Tekarang, Kecamatan Subah, Kecamatan Galing, Kecamatan Sejangkung, Kecamatan dan Sajingan Besar. Komoditas tanaman pangan yang menjadi unggulan berupa padi, ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan kacang-kacangan. Kabupaten Sambas merupakan penghasil komoditas jeruk terbesar di Kalimantan Barat dengan produksi pada tahun 2008 sekitar Ton/Tahun. Pada subsektor pertanian berupa perkebunan, komoditas unggulannya berupa karet, kelapa dalam, kelapa sawit, dan beberapa komoditas lain yaitu kopi, lada dan sagu. b. Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor unggulan yang hanya terdapat di Kecamatan Paloh. Bahan tambang yang terdapat dikedua kecamatan tersebut adalah timah hitam (galena), tembaga, dan antimoni yang digunakan sebagai bahan campuran antigores, korek api, obat-obatan, dan pipa. c. Sektor Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan di Kabupaten Sambas menjadi unggulan di Kecamatan Sambas yang merupakan ibukota kabupaten dan Kecamatan Pemangkat. d. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Sektor listrik dan air minum merupakan sektor unggulan di Kecamatan Sambas dan Kecamatan Teluk Keramat. e. Sektor Bangunan Sektor Bangunan merupakan sektor unggulan bagi Kecamatan Pemangkat, dan Kecamatan Tebas.

88 68 f. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor unggulan di Kecamatan Pemangkat, Kecamatan Jawai dan Tebas. Sektor ini berkembang karena Kecamatan Pemangkat memiliki wisata pantai Tanjung Dato, Pantai Tanjung Batu yang menjadi salah satu tujuan wisata bagi masyarakat di Kalimantan Barat. Di Kecamatan Jawai terdapat Pantai Bukit Raya Putri Serai, dan lain-lain. Pada Kecamatan Sambas yang merupakan ibukota kabupaten yang memiliki sarana-prasarana yang yang lebih baik sehingga memungkinkan sektor ini menjadi unggulan. g. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor unggulan yang terdapat di Kecamatan Pemangkat, Kecamatan Semparuk, Kecamatan Tebas, Kecamatan Sambas, dan Kecamatan Sajingan Basar. Sektor ini menjadi unggul terutama di Kecamatan Pemangkat dan Kecamatan Sambas yang merupakan ibukota kabupaten dengan kelengkapan sarana-prasarana terutama jalan. Selain itu pada Kecamatan Pemangkat dan Kecamatan Semparuk, dikarenakan keberadaan objek tujuan wisata sehingga terjadi aliran masa yang membuat sektor ini pengangkutannya berkembang. h. Sektor Keuangan, persewaan dan Jasa-Jasa Perusahaan Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan merupakan sektor unggulan yang terdapat di Kecamatan Tebas, dan Kecamatan Sambas. i. Sektor Jasa Sektor jasa termasuk sektor tersier yang biasanya berkembang di perkotaan seperti ibu kota negara, ibukota provinsi, maupun ibukota kabupaten. Pada Kabupaten Sambas sektor jasa merupakan sektor unggulan di ibukota kabupaten yaitu Kecamatan Sambas dan di Kecamatan Pemangkat yang memiliki tingkat perkembangan wilayah lebih baik. Khusus untuk kecamatan perbatasan di Kabupaten Sambas, Yaitu Kecamatan Sajingan Besar hanya memiliki 2 sektor unggulan saja yaitu pada sektor pertanian dan sektor pengangkutan dan komunikasi, sedangkan untuk Kecamatan Paloh berupa sektor pertambangan dan penggalian.

89 69 2. Kabupaten Sanggau Secara umum sektor basis di Kabupaten Sanggau berupa sektor keuangan, persewasaan dan jasa-jasa perusahaan, sektor jasa, sektor bangunan, sektor pertanian, dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Pemusatan aktivitas masingmasing sektor tersebut tersebar pada 7-11 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Sanggau. Sektor keuangan, persewasaan dan jasa-jasa perusahaan merupakan sektor basis hampir disemua kecamatan yaitu pada 11 kecamatan kecuali Kecamatan Meliau, Kecamatan Mukok, dan Kecamatan Kembayan. Basis sektor jasa dan sektor bangunan tersebar di 7 kecamatan, sedangkan basis sektor pertanian dan sektor pengangkutan dan komunikasi masing-masing tersebar di 8 dan 7 kecamatan di Kabupaten Sanggau. Banyaknya sektor yang menjadi sektor basis dalam satu kecamatan juga dapat menggambarkan perkembangan kecamatan tersebut. Pada Kabupaten Sanggau banyaknya sektor basis yang dimiliki masing-masing kecamatan ralatif sama yaitu rata-rata memiliki 4-5 sektor basis dalam satu kecamatan. Kecamatan Meliau dan Kecamatan Mukok yang hanya memiliki 2 sektor basis, namun pada kecamatan perbatasan di Kabupaten Sanggau, Kecamatan Sekayam dan Entikong masing-masing memiliki 6 sektor basis di wilayah kecamatannya. Ini menandakan bahwa dari segi kontribusi terhadap PDRB total kabupaten, kecamatan perbatasan ini lebih berkembang dibandingkan dengan kecamatan non-perbatasan lainnya. Khusus pada kecamatan perbatasan di Kabupaten Sanggau yaitu Kecamatan Entikong dan Kecamatan Sekayam sama-sama memiliki 6 sektor basis yang sama, yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik dan air minum, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa. Sektor basis masing-masing kecamatan dalam Kabupaten Sanggau berdasarkan hasil analisis LQ disajikan dalam Tabel 20.

90 70 Tabel 20. Hasil Analisis LQ Kecamatan Kabupaten Sanggau 2008 (Lanjutan) KECAMATAN PERTANIAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK DAN AIR MINUM BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN TOBA 1,63 0,00 0,01 0,25 1,67 0,88 1,31 1,49 1,12 MELIAU 1,25 0,01 0,88 0,54 0,70 1,18 0,91 0,65 0,35 KAPUAS 0,36 0,70 1,76 1,49 0,93 1,06 0,48 1,15 1,46 MUKOK 0,69 0,98 1,69 0,31 0,43 1,16 0,39 0,40 0,62 JANGKANG 1,79 0,00 0,00 0,52 1,61 0,48 0,05 1,35 1,78 BONTI 1,69 0,02 0,09 0,39 1,27 0,92 0,82 1,10 1,01 PARINDU 1,25 0,00 0,89 1,09 0,90 0,99 0,62 1,02 0,57 TAYAN HILIR 0,87 0,03 1,18 0,74 1,64 0,92 1,32 1,11 0,90 BALAI 1,75 0,00 0,03 0,91 1,47 0,72 1,16 1,29 1,09 TAYAN HULU 1,00 2,10 0,93 0,93 0,96 1,08 1,46 1,06 0,73 KEMBAYAN 1,65 0,34 0,10 1,05 1,10 0,82 1,38 0,97 1,26 BEDUWAI * * * * * * * * * NOYAN 1,59 0,30 0,06 1,90 1,61 0,90 0,88 1,34 1,19 SEKAYAM** 0,89 7,74 0,56 1,88 1,24 0,84 2,27 1,33 1,57 ENTIKONG** 0,94 8,07 0,22 1,77 1,30 0,73 6,16 1,13 1,52 Sumber : Hasil Analisis PDRB Kabupate Sanggau Ket: * = Tidak ada data ** = Kec. Perbatasan = LQ>1 Analisis SSA yang menggambarkan kemampuan kompetitif sektor pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Sanggau dapat dilihat pada Tabel 21 Hasil analisis Differensial Shift (DS) Kecamatan Kabupaten Sanggau ditunjukkan dengan nilai DS positif. Sektor pertanian di Kabupaten Sanggau memiliki potensi lokal yang dapat dikembangkan di Kecamatan Jangkang, Kecamatan Perindu, Kecamatan Tayan Hilir, Kecamatan Balai, Kecamatan Kembayan dan Kecamatan Noyan. Sektor pertambangan dan penggalian secara lokal dapat dikembangkan di Kecamatan Kapuas, Kecamatan Bonti, Kecamatan Noyan, dan dua kecamatan perbatasan yaitu Kecamatan Sekayam dan Kecamatan Entikong. Secara umum sektor yang memiliki potensi lokal di Kabupaten Sanggau adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, serta JASA-JASA

91 71 sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang ditandai dengan nilai Defferensial Shift yang positif di hampir semua kecamatan. Sedangkan untuk sektor industri tidak memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Tabel 21. Hasil Analisis Differensial Shift Kecamatan Kabupaten Sanggau Tahun PERTANIAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK DAN AIR MINUM KECAMATAN TOBA -0,10-0,19 0,00-0,47-0,06 0,03 0,01 0,02 0,01 BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN MELIAU -0,16-0,06 0,00-0,07-0,06 0,02-0,03 0,01-0,01 KAPUAS -0,09 0,04 0,00 0,06 0,06-0,01 0,00-0,02 0,01 MUKOK -0,15-0,05 0,00-0,05-0,06-0,05 0,02 0,01 0,00 JANGKANG 0,89-0,19 0,00-0,11-0,06-0,19-0,04 0,02 0,00 BONTI -0,08 0,06 0,00-0,06-0,06 0,05 0,02 0,02-0,01 PARINDU 0,10-0,19 0,00-0,01-0,06 0,00 0,02 0,00 0,00 TAYAN HILIR 0,26-0,06 0,00-0,02 0,28-0,07-0,04 0,02-0,01 BALAI 0,52-0,19 0,00-0,11-0,06 0,09 0,01 0,02-0,01 TAYAN HULU -0,17-0,06 0,00 0,02 0,09-0,01 0,02 0,00 0,02 KEMBAYAN 0,15 0,09 0,00 0,04-0,06 0,08 0,01 0,02 0,00 BEDUWAI -0,04-0,06 0,00-0,15-0,06-0,01 0,02 0,02 0,00 NOYAN 0,06 0,09 0,00 3,80-0,06 0,23 0,02 0,02-0,01 SEKAYAM** -0,20 0,04 0,00-0,32-0,06 0,01 0,02 0,00 0,00 ENTIKONG** -0,01 0,04 0,00 0,28-0,06 0,10 0,00-0,05-0,02 Sumber: Hasil Analisis PDRB Kevamatan Kabupaten Sanggau Ket: ** = Kec.Perbatasan = SSA DS + Kombinasi hasil analisis LQ yang bernilai >1 dan analisis SSA komponen DS bernilai positif menunjukkan sektor unggulan di kecamatan tersebut. Sektor Unggulan tingkat kecamatan berdasarkan hasil analisis LQ san SSA pada Kabupaten Sanggau dapat dilihat pada Gambar 14. Hasil analisis sektor unggulan di Kabupaten Sanggau menunjukkan bahwa hanya beberapa kecamatan saja yang memiliki sektor unggulan berbasis sumberdaya pertanian yaitu Kecamatan Noyan, Kecamatan Kembayan, Kecamatan Balai, Kecamatan Parindu, dan Kecamatan Jangkang, sedangkan Kecamatan Entikong dan Sekayam berbasis sumberdaya tambang. Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sanggau lebih didominasi oleh sektor tersier seperti sektor JASA-JASA

92 72 keuangan, dan perdagangan. Kecamatan yang tidak memiliki satupun sektor unggulan akan lebih tertinggal dibandingkan dengan kecamatan lainnya, kecamatan tersebut adalah Kecamatan Beduai, dan Kecamatan Mukok. Gambar 14. Grafik sektor Unggulan Kabupaten Sanggau a. Sektor Pertanian Sektor pertanian yang menjadi unggulan di Kabupaten Sanggau berupa sektor pertanian tanaman pangan dengan komoditas padi sawah maupun padi ladang dengan total luas panen sebesar Ha dan produksi tahun 2008 sebesar Ton. Pada kabupaten Sanggau sektor pertanian merupakan sektor unggulan di Kecamatan Jangkang, Kecamatan Parindu, Kecamatan Balai, Kecamatan Kembayan dan Kecamatan Noyan. Selain padi komoditas tanaman pangan yang menjadi unggulan pada kecamatan tersebut adalah, jagung, ubi kayu, ubi jalar, dan kacang tanah. Pada subsektor pertanian berupa perkebunan komoditas unggulannya adalah kelapa sawit, karet, kakao, dan lada. b. Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor unggulan di Kecamatan Sekayam dan Kecamatan Entikong yang merupakan kecamatan perbatasan dengan bahan galian berupa emas, bauksit, batu kecubung (kuarsa), dan granit.

93 73 c. Sektor Industri Pengolahan Berdasarkan hasil analisis seluruh kecamatan di Kabupaten Sanggau tidak memiliki keunggulan dalam sektor industri pengolahan dan sektor bangunan. d. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Sektor listrik dan air minum merupakan sektor unggulan yang terdapat di Kecamatan Kapuas, Kecamatan Kembayan, Kecamatan Noyan, dan Kecamatan Entikong. e. Sektor Bangunan Kecamatan Tayan Hilir merupakan satu-satunya kecamatan di Kabupaten Sanggau yang memiliki sektor unggulan berupa sektor bangunan. f. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan unggulan di kecamatan Kecamatan Meliau. Kecamatan Meliau merupakan kecamatan tempat istirahat pemberhentian makan bagi setiap bis yang melakukan perjalanan dari Pontianak ke Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sintang, maupun ke Kabupaten Kapuas Hulu sehingga banyak terdapat usaha restoran. g. Sektor Pengangkutan dan komunikasi Sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor unggulan di Kecamatan Toba, Kecamatan Balai, Kecamatan Kembayan, dan Kecamatan Sekayam. h. Sektor Keuangan, persewaan dan Jasa-Jasa Perusahaan Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan merupakan sektor unggulan di Kecamatan Toba, Kecamatan Tayan Hilir, Kecamatan Balai, serta Kecamatan Noyan. i. Sektor Jasa Sektor jasa merupakan sektor unggulan di Kecamatan Toba, Kecamatan Kapuas, dan Kecamatan Entikong. Pada kecamatan perbatasan yaitu Kecamatan Sekayam dan Kecamatan Entikong, kecamatan perbatasan di Kabupaten Sanggau lebih banyak memiliki sektor unggulan dibandingkan dengan kecamatan perbatasan yang terdapat di Kabupaten Sambas. Kecamatan Sekayam memiliki 3 sektor unggulan sedangkan Kecamatan Entikong memiliki 4 sektor unggulan.

94 74 3. Kabupaten Kapuas Hulu Secara umum sektor basis di Kabupaten Kapuas Hulu berupa sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor jasa, dan sektor listrik, gas dan air bersih. Pemusatan aktivitas masing-masing sektor tersebut tersebar pada 6-18 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Sanggau dari 25 kecamatan. Sektor pertanian merupakan sektor basis di 18 kecamatan kecuali Kecamatan Hulu Gurung, Kecamatan Putussibau Selatan, Kecamatan Selimbau, dan Kecamatan Badau. Basis sektor perdagangan, hotel dan restoran tersebar di 9 kecamatan, basis sektor jasa tersebar di 8 dan basis sektor listrik, gas dan air bersih tersebar di 6 Kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu. Banyaknya sektor yang menjadi sektor basis dalam satu kecamatan juga dapat menggambarkan perkembangan kecamatan tersebut. Rata-rata banyaknya sektor basis yang dimiliki masing-masing kecamatan pada Kabupaten Kapuas Hulu relatif lebih rendah dibandingkan Kabupaten Sambas dan Kabupuaten Sanggau. Tiap kecamatan pada Kabupaten Kapuas Hulu rata-rata hanya memiliki 2-3 sektor basis dalam satu kecamatan, bahkan Pengkadan hanya memiliki 1 sektor basis yaitu sektor pertanian. Namun pada kecamatan perbatasan di Kabupaten Kapuas Hulu yaitu Kecamatan Badau dan kecamatan Puttusibau Utara masing-masing memiliki 6 sektor basis di wilayah kecamatannya. Ini menandakan bahwa dari segi kontribusi terhadap PDRB total Kabupaten, kecamatan perbatasan ini lebih berkembang dibandingkan dengan kecamatan non-perbatasan lainnya. Sektor basis masing-masing kecamatan dalam Kabupaten Kapuas Hulu berdasarkan hasil analisis LQ disajikan dalam Tabel 22. Khusus pada kecamatan perbatasan di Kabupaten Kapuas Hulu rata-rata tiap kecamatan memiliki 4-6 sektor basis, hanya Kecamatan Embaloh Hulu yang memiliki 2 sektor basis yaitu pertanian dan keuangan, persewaan dan jasa-jasa perusahaan.

95 75 Tabel 22. Hasil Analisis LQ Kecamatan Kabupaten Kapuas Hulu 2008 KECAMATAN PERTANIAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK DAN AIR MINUM BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN SILAT HILIR 1,32 2,50 0,43 0,62 0,13 1,63 0,12 1,95 0,72 SILAT HULU 1,27 0,30 1,33 0,26 1,27 0,79 0,02 0,83 0,39 HULU GURUNG 0,66 0,97 0,46 0,49 0,84 2,17 0,74 0,45 1,26 BUNUT HULU 1,47 3,60 0,25 0,71 0,98 0,69 0,09 1,26 0,24 MENTEBAH 1,73 0,81 0,49 1,02 0,32 0,57 0,87 1,85 0,56 BIKA 2,26 0,63 0,18 0,00 0,08 0,16 0,10 2,17 0,30 KALIS 2,09 0,53 1,19 0,00 0,20 0,19 0,11 1,44 0,55 PUTUSSIBAU SELATAN 0,49 0,20 0,70 0,00 1,97 0,61 0,20 0,57 1,90 HULU KAPUAS * * * * * * * * * EMBALOH HILIR 1,44 0,38 0,86 0,17 1,40 0,24 0,56 1,08 0,27 BUNUT HILIR 1,01 7,43 2,72 0,51 0,95 0,51 0,39 0,88 0,66 BOYAN TANJUNG 1,21 1,49 0,42 0,00 0,23 1,68 0,24 0,68 1,52 PENGKADAN 2,09 0,60 0,68 0,00 0,34 0,25 0,12 0,95 0,60 JONGKONG 1,34 0,88 0,96 1,87 0,13 1,52 0,99 1,05 0,93 SELIMBAU 0,70 0,08 5,58 0,92 0,37 1,26 0,16 0,88 1,60 DANAU SENTARUM * * * * * * * * * SUHAID 0,88 0,27 0,52 0,00 1,22 1,33 0,89 0,90 0,84 SEBERUANG 2,21 0,50 0,12 0,38 0,07 0,29 0,22 1,34 0,66 SEMITAU 1,55 0,81 0,26 8,05 0,12 0,87 0,37 2,27 0,94 EMPANANG 2,37 0,84 0,05 0,51 0,10 0,15 0,03 1,52 0,29 PURING KENCANA** 1,59 0,93 3,74 0,00 0,11 0,12 0,12 1,64 1,25 BADAU** 0,95 1,09 0,32 3,18 0,14 1,16 3,63 1,68 1,46 BATANG LUPAR** 1,13 0,92 0,61 1,12 0,11 1,59 2,76 1,45 0,81 EMBALOH HULU** 2,06 0,84 0,85 0,35 0,10 0,49 0,40 1,75 0,24 PUTUSSIBAU UTARA** 0,15 0,18 0,21 3,10 1,93 1,09 3,67 0,96 1,01 Sumber : Hasil Analisis PDRB Kabupaten Kapuas Hulu Ket : * = Tidak ada data ** = Kecamatan perbatasan = LQ > 1 Analisis SSA yang menggambarkan kemampuan kompetitif sektor pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu dapat dilihat pada Tabel 23 Hasil analisis Differensial Shift (DS) Kecamatan Kabupaten Kapuas Hulu ditunjukkan dengan nilai DS positif. JASA-JASA

96 76 Tabel 23. Hasil Analisis Differensial Shift Kecamatan Kabupaten Kapuas Hulu Tahun PERTANIAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN KECAMATAN SILAT HILIR 0,01-0,09-0,07-0,18 0,06-0,04-0,14-0,11 0,12 LISTRIK DAN AIR MINUM BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN SILAT HULU 0,02-0,09 0,02 0,09-0,12 0,00 0,02 0,08-0,02 HULU GURUNG 0,14 0,23-0,07 0,50 0,10 0,02 0,06 0,27 0,01 BUNUT HULU -0,02-0,11-0,05-0,18 0,02-0,13-0,14 0,15-0,10 MENTEBAH -0,09-0,16-0,11-0,40 0,00 0,13-0,10 0,23-0,05 BIKA -0,04 0,05-0,15-0,19 0,19 0,01-0,10 0,19 0,07 KALIS -0,02-0,13-0,03-0,19-0,05-0,35-0,37 0,14-0,06 PUTUSSIBAU SELATAN -0,01-0,19-0,04-0,19-0,06-0,06-0,08 0,01 0,03 HULU KAPUAS * * * * * * * * * EMBALOH HILIR 0,06-0,17-0,03-0,07-0,09-0,01-0,05 0,13-0,10 BUNUT HILIR -0,01 0,10 0,08-0,29 0,13 0,04 0,04 0,03 0,09 BOYAN TANJUNG 0,01 0,01-0,07-0,19 0,03 0,01-0,09-0,11 0,09 PENGKADAN 0,02 0,00-0,08-0,19 0,11-0,05 0,03-0,11-0,16 JONGKONG 0,06-0,10 0,05-0,39 0,11 0,00-0,16-0,12-0,11 SELIMBAU -0,03-0,18 0,03-0,16 0,05-0,06-0,05-0,10-0,07 DANAU SENTARUM * * * * * * * * * SUHAID -0,13-0,01 0,00-0,19 0,18 0,05 0,02 0,21 0,01 SEBERUANG -0,04-0,25-0,10-0,45 0,07 0,10-0,09 0,17 0,01 SEMITAU -0,02-0,16-0,14 0,07 0,27-0,13-0,28-0,11 0,14 EMPANANG -0,01-0,06-0,14-0,11 0,06-0,01-0,03-0,01 0,11 PURING KENCANA* -0,02-0,06-0,11-0,19 0,05 0,04-0,10 0,05 0,11 BADAU* 0,11-0,04-0,05-0,12 0,06-0,05 0,04 0,02-0,05 BATANG LUPAR* -0,04-0,03-0,25 0,28 0,09 0,04-0,10-0,11 0,23 EMBALOH HULU* 0,04-0,06-0,11-0,44 0,07 0,00-0,12-0,12 0,06 PUTUSSIBAU UTARA* -0,02-0,02 0,00 0,18 0,02 0,04 0,03-0,14-0,01 Sumber: Hasil Analisis PDRB Kecamatan Kabupaten Kapuas Hulu Ket * = Tidak ada data ** = Kecamatan perbatasan = SSA DS + Berbeda dengan Kabupaten Sambas dan Kabupaten Sanggu, hasil analisis menunjukkan bahwa Kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu secara umum memiliki potensi lokal yang dapat dikembangkan pada sektor bangunan, selain itu sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sektor jasa perusahaan, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor pertambangan dan penggalian, JASA-JASA

97 77 sektor industri pengelolaan, serta sektor listrik dan air minum kurang memilii potensi lokal yang baik ditandai dengan nilai positif yang hanya dibeberapa kecamatan saja. Kombinasi hasil analisis LQ yang bernilai >1 dan analisis SSA komponen DS bernilai positif menunjukkan sektor unggulan di kecamatan tersebut. Sektor unggulan tingkat kecamatan berdasarkan hasil analisis LQ san SSA pada Kabupaten Kapuas Hulu dapat dilihat pada Gambar 15. Hasil analisis sektor unggulan di Kabupaten Kapuas Hulu menunjukkan bahwa sektor unggulan yang berbasis sumberdaya yaitu sektor pertanian terdapat di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Embaloh Hulu dan Hilir, Kecamatan Jongkong, Kecamatan Pengkadan, Kecamatan Boyan, kecamatan Silat Hulu dan Hilir. Sektor unggulan berbasir sumberdaya berupa sektor tambang terdapat di Kecamatan Boyan tanjung dan Kecamatan Bunut Hilir. Pertumbuhan ekonomi kecamatan yang baik dilihat dari besarnya nilai PDRB yang disumbangkan oleh banyak sektor unggulan pada kecamatan tersebut. Semakin banyak sektor unggulan dalam suatu kecamatan, akan semakin baik perekonomian di kecamatan tersebut. Kecamatan Putussibau Utara dan Kecamatan Boyan Tanjung merupakan kecamatan yang memiliki sektor unggulan paling banyak yaitu sebanyak 4 sektor unggulan. Gambar 15. Grafik sektor Unggulan Kabupaten Kapuas Hulu

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang banyak memiliki wilayah perbatasan dengan negara lain yang berada di kawasan laut dan darat. Perbatasan laut Indonesia berbatasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Wilayah Rustiadi et al. (2009) berpendapat bahwa secara filosofis suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematis dan berkesinambungan untuk

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan Menurut Rustiadi et al. (2009) proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematis dan berkesinambungan untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi Daerah sebagai wujud dari sistem demokrasi dan desentralisasi merupakan landasan dalam pelaksanaan strategi pembangunan yang berkeadilan, merata, dan inklusif. Kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara yang memiliki perananan penting baik dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan dengan garis pantai kurang lebih 81.900 km dan memiliki kawasan yang berbatasan dengan sepuluh negara,

Lebih terperinci

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 7 2012, No.54 LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2012 NOMOR : 2 TAHUN 2012 TANGGAL : 6 JANUARI 2012 RENCANA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan Istilah pembangunan atau development menurut Siagian (1983) adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN I : PERATURAN BNPP NOMOR : 3 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Aksi (Renaksi)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Serawak-Malaysia yaitu Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Provinsi Kalimantan Barat Propinsi Kalimantan Barat terdiri atas 12 kabupaten dan 2 kota di mana dari 12 kabupaten tersebut, 5 diantaranya berada pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

PENGERTIAN, LINGKUP & KEBIJAKAN PERENCANAAN WILAYAH PERBATASAN (MKP 3) aris SUBAGIYO

PENGERTIAN, LINGKUP & KEBIJAKAN PERENCANAAN WILAYAH PERBATASAN (MKP 3) aris SUBAGIYO PENGERTIAN, LINGKUP & KEBIJAKAN PERENCANAAN WILAYAH PERBATASAN (MKP 3) aris SUBAGIYO PENGERTIAN Tipologi wilayah (Rustiadi, 2007): Wilayah homogen, faktor-faktor dominan wilayah homogen. Wilayah sistem/fungsional,

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ii ABSTRACT MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN. Analysis of Northern

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN Ir. Sunarsih, MSi Pendahuluan 1. Kawasan perbatasan negara adalah wilayah kabupaten/kota yang secara

Lebih terperinci

ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA SELATAN BRILLIANT FAISAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Perkembangan Wilayah Perkembangan suatu wilayah merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan, yang bertujuan untuk memacu perkembangan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI PROVINSI JAWA TIMUR: PENDEKATAN SEKTORAL DAN REGIONAL SUKMA DINI MIRADANI

ANALISIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI PROVINSI JAWA TIMUR: PENDEKATAN SEKTORAL DAN REGIONAL SUKMA DINI MIRADANI ANALISIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN AGROINDUSTRI PROVINSI JAWA TIMUR: PENDEKATAN SEKTORAL DAN REGIONAL SUKMA DINI MIRADANI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BNPP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Badan Nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah dan Pewilayahan

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah dan Pewilayahan TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah dan Pewilayahan Suatu wilayah terkait dengan beragam aspek, sehingga definisi baku mengenai wilayah belum ada kesepakatan di antara para ahli. Sebagian ahli mendefinisikan

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BONE PERIODE KUSNADI ZAINUDDIN JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

SKRIPSI ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BONE PERIODE KUSNADI ZAINUDDIN JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS i SKRIPSI ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BONE PERIODE 2006-2010 KUSNADI ZAINUDDIN JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 ii SKRIPSI ANALISIS

Lebih terperinci

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah DYAH KUSUMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH DALAM KAITANNYA DENGAN DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI KABUPATEN PURWAKARTA AI MAHBUBAH

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH DALAM KAITANNYA DENGAN DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI KABUPATEN PURWAKARTA AI MAHBUBAH STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH DALAM KAITANNYA DENGAN DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI KABUPATEN PURWAKARTA AI MAHBUBAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN I : PERATURAN BNPP NOMOR : 3 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Aksi (Renaksi)

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DI KABUPATEN ALOR YUNUS ADIFA

ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DI KABUPATEN ALOR YUNUS ADIFA ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DI KABUPATEN ALOR YUNUS ADIFA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK YUNUS ADIFA. Analisis Kesenjangan Pembangunan antar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN PENGEMBANGAN POTENSI EKONOMI LOKAL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN PENGEMBANGAN POTENSI EKONOMI LOKAL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN PENGEMBANGAN POTENSI EKONOMI LOKAL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2008-2013 SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi Syarat syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan nasional merupakan gambaran umum yang memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) dalam rangka menyeimbangkan pembangunan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pembangunan 8 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pembangunan Istilah pembangunan dan pengembangan banyak digunakan dalam hal yang sama, yang dalam Bahasa Inggrisnya development. Namun berbagai kalangan cenderung untuk menggunakan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN KLATEN TAHUN

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN KLATEN TAHUN ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN KLATEN TAHUN 2004 2007 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Ekonomi Jurusan Studi Pembangunan Pada Fakultas Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO : IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DWI MUSLIANTI H

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO : IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DWI MUSLIANTI H PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO 2001-2008: IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DWI MUSLIANTI H 14094014 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA WORKSHOP DAU & DAK DAERAH PERBATASAN. Pontianak, 26 Juni 2008

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA WORKSHOP DAU & DAK DAERAH PERBATASAN. Pontianak, 26 Juni 2008 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA WORKSHOP DAU & DAK DAERAH PERBATASAN Yang saya hormati, Pontianak, 26 Juni 2008 - Deputi Bidang Pengembangan Daerah Khusus Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Konsep Wilayah

TINJAUAN PUSTAKA. Konsep Wilayah 7 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah Wilayah menurut UU No. 26 tahun 2007 adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PEMERATAAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH

ANALISIS PELAKSANAAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PEMERATAAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH ANALISIS PELAKSANAAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PEMERATAAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH (Studi Kasus Kabupaten/Kota Di Provinsi Banten) DUDI HERMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. UU No. 24 tahun 1992, wilayah perbatasan juga merupakan salah satu kawasan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. UU No. 24 tahun 1992, wilayah perbatasan juga merupakan salah satu kawasan 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Wilayah perbatasan merupakan wilayah yang secara geografis berbatasan langsung dengan negara lain (UU No. 43 Tahun 2008). Menurut pasal 10 ayat 3 UU No. 24 tahun 1992,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama negara berkembang. Pembangunan ekonomi dicapai diantar anya dengan melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo. Herwin Mopangga SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo. Herwin Mopangga SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 i Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo Herwin Mopangga SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang pembangunan dan pemerintahan. Perubahan dalam pemerintahan adalah mulai diberlakukannya

Lebih terperinci

BAPPEDA Planning for a better Babel

BAPPEDA Planning for a better Babel DISAMPAIKAN PADA RAPAT PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2018 PANGKALPINANG, 19 JANUARI 2017 BAPPEDA RKPD 2008 RKPD 2009 RKPD 2010 RKPD 2011 RKPD 2012 RKPD 2013 RKPD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan ketimpangan dalam pembangunan (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya makin kaya sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Fenomena Kesenjangan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap Negara mempunyai tujuan dalam pembangunan ekonomi termasuk Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan meningkatnya pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi daerah sudah dilaksanakan sejak tahun 2001. Keadaan ini telah memberi kesadaran baru bagi kalangan pemerintah maupun masyarakat, bahwa pelaksanaan otonomi tidak bisa

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2)

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) EKO-REGIONAL, Vol 1, No.1, Maret 2006 EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) 1) Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

PENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA

PENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA PENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA Oleh Staf Ahli Menneg PPN Bidang Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Tertinggal ikhwanuddin@bappenas.go.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Kewenangan Pemerintah Daerah menjadi sangat luas dan strategis setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbandingan kebijakan pemerintah Indonesia dan pemerintah Malaysia dalam

BAB I PENDAHULUAN. perbandingan kebijakan pemerintah Indonesia dan pemerintah Malaysia dalam BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Ada beberapa alasan yang mendorong penulis untuk menetapkan perbandingan kebijakan pemerintah Indonesia dan pemerintah Malaysia dalam pengelolaan wilayah perbatasan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu :

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai pertumbuhan ekonomi dan disparitas pendapatan antar wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : Penelitian

Lebih terperinci

Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun

Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun 2003-2012 Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Strategi dan Tiga Agenda Utama Strategi pembangunan daerah disusun dengan memperhatikan dua hal yakni permasalahan nyata yang dihadapi oleh Kota Samarinda dan visi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PERBATASAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PERBATASAN IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PERBATASAN Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah darat kurang lebih sebesar 1,86 juta km 2 dan wilayah laut mencapai 7,9 juta km 2.

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat krusial bagi pembangunan ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering menjadi prioritas dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci