k etukangan kesadaran material bawah sadar arsitektural Ketukangan Kesadaran Material, Bawah Sadar Arsitektural

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "k etukangan kesadaran material bawah sadar arsitektural Ketukangan Kesadaran Material, Bawah Sadar Arsitektural"

Transkripsi

1 k etukangan kesadaran material bawah sadar arsitektural Ketukangan Kesadaran Material, Bawah Sadar Arsitektural

2 KETUKANGAN: KESADARAN MATERIAL, BAWAH SADAR ARSITEKTURAL Modernitas datang di Indonesia dengan wajah penjajah. Sejak itu, sejarah bicara dalam suara sumbang, dengan kaca cembung. Meminjam metafor Pramoedya Ananta Toer, bangsa yang terjajah hidup bagaikan sebuah preparat yang diletakkan dalam rumah kaca. Tetapi, perbandingan dengan preparat tidak tepat. Dalam rumah kaca itu kita berada dalam dua posisi sekaligus: sebagai yang dipandang dan yang memandang. Dalam memandang ke luar maupun ke dalam, mau tak mau kita membanding-bandingkan diri, laku yang disebut Bennedict Anderson (yang mengutip tokoh nasionalisme Filipina, Jose Rizal,) sebagai "the spectre of comparisons." Dalam Polemik Kebudayaan di tahun 1930-an, dari "rumah kaca" itu, dari "spectre of comparison" itu, ada persoalan "menolak Barat" atau "mengikuti Barat". Sementara itu, yang terjadi hari demi hari adalah praxis yang tidak sepenuhnya mengikuti gagasan mengenai identitas dan tak bisa dibatasi oleh proyek-proyek pengukuhan identitas. Dalam hal ini, arsitektur merupakan contoh yang baik. Usaha memproduksi dan mencipta telah, selalu, dan akan terkait dengan dengan tenaga, ketrampilan, informasi dan bahan yang ada. Dalam kondisi itu, praxis menunjukkan tidak semua hal mengikuti kehendak, menolak, atau mengadopsi modernitas. Ide dan rencana yang dirumuskan dengan sadar pada akhirnya dibentuk oleh proses yang tak bisa diperhitungkan, bahkan sebelumnya tak disadari. Terkait dengan hal itu, kami mau menggaris-bawahi bahwa dalam pengalaman kerja arsitektur Indonesia ada yang bisa kita sebut "the architectural unconscious." Yaitu: "ketukangan". Mengikuti Richard Sennett dalam The Craftsman, ketukangan, ditandai oleh komitmen untuk mengerjakan sesuatu sebaik-baiknya. "Ketukangan", bahkan juga "seni" (fine arts) dan juga arsitektur, merupakan hibriditas antara berbagai jenis kerja tetapi tetap dengan dasar "kesadaran material". Kesadaran material, atau "material conciousness" adalah kesadaran bekerja melalui dan dengan perkakas yang ada pada kita. Artinya kepekaan kepada tenaga manusia, bahan, lingkungan alam, dan semua yang kongkrit, berubah, dan majemuk. Dalam perjalanan sejarah arsitektur Indonesia yang tak bisa menghidar dari gulungan modernitas, ketukangan merupakan jalan alternatif ke arah memanusiakan kembali kerja yang menjadi terasing karena kapitalisme. Kita tahu, dalam kapitalisme, kerja bukanlah kesenangan, melainkan komoditi. Di sinilah ketukangan merupakan jawaban ekonomis, estetis, bahkan etis terhadap materialitas.

3

4 KETUKANGAN: KESADARAN MATERIAL, BAWAH SADAR ARSITEKTURAL Fundamentals. Absorbing modernity: Tema Venice Architecture Biennale tahun 2014 memaksa kita untuk melihat seratus tahun sejarah arsitektur kita dalam persinggungan nya dengan modernitas. Pada pengantarnya, Rem Koolhaas meminta tiap peserta pameran untuk menunjukkan, dengan caranya masingmasing, proses terkikisnya karakter nasional karena diadopsinya sifat universal sebuah bahasa modern yang melahirkan sebuah repertoar tunggal dari kancah tipologi yang beraneka-ragam. Kita langsung dihadapkan pada beberapa pertanyaan sekaligus. Siapakah kita dalam sejarah (arsitektur)? Bagaimana bentuk persinggungan dengan modernitas yang terjadi? Dan sebelum bisa menjawab apakah benar modernitas mengikis karakter (arsitektur) nasional kita, bukankah harus dijawab lebih dahulu pertanyaan tentang apakah kita memiliki karakter (arsitektur) nasional? Dan di dasar semua pertanyaan itu, kita harus mencari apa yang fundamental dalam perjalanan seratus tahun arsitektur di Indonesia yang berurusan dengan modernitas. Ini sebuah pekerjaan yang tak mudah. * Modernitas datang di Indonesia dengan wajah penjajah. Sejak itu, sejarah bicara dalam suara sumbang, dengan kaca cembung. Meminjam metafor Pramoedya Ananta Toer, bangsa yang terjajah hidup bagaikan sebuah preparat yang diletakkan dalam rumah kaca. Tetapi sebenarnya memakai perbandingan dengan preparat tidak tepat. Dalam rumah kaca itu kita berada dalam dua posisi sekaligus: sebagai yang dipandang dan yang memandang. Sebagai yang dipandang oleh tatapan kolonial, kita diletakkan seakan-akan dalam kurun waktu yang lain. Meminjam istilah Jonathan Fabian, (dalam Time and the Other) di sini

5 tatapan kolonial melakukan "denial of coevalness", menampik kenyataan bahwa yang dijajah hidup sebaya atau dalam kurun waktu yang sama dengan yang menjajah. Yang terjajah diletakkan sebagai Yang-Lain yang masih hidup di dunia yang lampau: bukan "modern", yang hampir sinonim dengan "baru", melainkan "tradisional," yang maknanya hampir sama dengan "lama", bahkan "terkebelakang". Dalam tatapannya, pemerintah penjajahan juga mereduksi semua anggota masyarakat kolonial ke dalam satuan-satuan yang bisa dikategorikan, dibungkus dan dipisahkan oleh indeks atau label yang ditentukan oleh yang berwenang. Indeks atau label itu seakan-akan merupakan esensi mereka. Tetapi di dalam "rumah kaca", seperti disebut di atas, posisi kita tidak hanya pasif. Kita juga memandang, baik memandang ke luar maupun ke dalam. Dengan kata lain, ada ambiguitas dalam melihat. Karakter kaca yang opasitasnya bisa berubah dari transparansi ke refleksi, tergantung dari intensitas cahaya di kedua sisinya, memungkinkan the ambiguity of seeing itu. Dalam memandang ke luar maupun ke dalam, mau tak mau kita membanding-bandingkan diri. Kita terpukau oleh apa yang disebut Bennedict Anderson (yang mengutip tokoh nasionalisme Filipina, Jose Rizal,) sebagai "the spectre of comparisons." Ketika memandang Indonesia, mau tak mau kita berpikir tentang dunia Barat, dan begitu pula sebaliknya. Anderson (dalam The Spectre of Comparisons) mengambarkannya sebagai "kesadaran ganda yang baru dan resah," a new, restless double-consciousness. Kesadaran kebangsaan (nationhood) bermula dari situ. Tetapi tidak hanya itu. Dalam pukauan "spectre of comparison" itu, juga tumbuh pandangan baru tentang dunia, nilai-nilai, selera, gaya hidup, pola konsumsi. Semua didorong oleh dua kehendak: (1) kehendak mengukuhkan "beda" atau "keunikan diri" (dengan sebutan, misalnya, "karakter nasional") atau sebaliknya (2) kehendak mengadopsi yang "modern", yang "baru", dan meninggalkan yang "lama". Dalam bahasa yang umum dikenal di Indonesia, seperti kita dapatkan dalam Polemik Kebudayaan di tahun 1930-an, dari "rumah kaca" itu, dari "spectre of comparison" itu, ada persoalan "menolak Barat" atau "mengikuti Barat". Kedua kehendak itu sebenarnya sama: keduanya melihat bahwa keduanya bertolak dari pengukuhan identitas. Dengan kata lain:

6 "yang Barat" dan yang "nasional" atau "Timur" diperlakukan sebagai identitas yang sudah transparan dan final. Sementara itu, dalam perjalanan waktu, yang terjadi hari demi hari dari dan di dalam "rumah kaca" adalah praxis yang tidak sepenuhnya mengikuti gagasan mengenai identitas dan tak bisa dibatasi oleh proyek-proyek pengukuhan identitas. Dalam hal ini, arsitektur merupakan contoh yang baik. Di antara harapan dan kecemasan yang jadi ciri penghuni "rumah kaca" kita bisa menyebutnya sebagai "post-colonial anxiety" usaha memproduksi dan mencipta telah, selalu, dan akan terkait dengan dengan tenaga, ketrampilan, informasi dan bahan yang ada. Di Indonesia, itu berarti semua hal yang terdapat dalam modus produksi pra-industrial dan industrial (bahkan kemudian juga pasca-industrial) berbareng di satu kurun waktu: adanya tenaga kerja yang surplus, tradisi kerja tangan yang kuat, waktu kerja yang lebih longgar, masih kuatnya kerja kolektif, banyaknya bahan-bahan yang masih langsung diambil dari alam, kuatnya peran perkakas (tools) tetapi juga diterapkannya manajemen modern, masuknya kapitalisme, dan kemudian, di abad ke-21, teknologi digital. Dalam kondisi itu, praxis justru menunjukkan tidak semua hal mengikuti kehendak, menolak, atau mengadopsi modernitas. Ide dan rencana yang dirumuskan dengan sadar pada akhirnya dibentuk oleh proses yang tak bisa diperhitungkan, bahkan sebelumnya tak disadari. Terkait dengan hal itu, kami mau menggaris-bawahi bahwa dalam pengalaman kerja arsitektur Indonesia ada yang bisa kita sebut "the architectural unconscious." Yaitu: "ketukangan". Analog dengan yang pernah dikatakan Nirwan Dewanto dalam pengantarnya untuk pameran S. Teddy D., bahwa gambar adalah bawah-sadar lukisan, "ketukangan" merupakan bawahsadar arsitektur. Dalam sejarahnya, "ketukangan" yang merupakan proses kerja para tukang (artisan) tidak jarang berkembang menjadi "kekriyaan" (craftmanship). Kerja yang dilakukan dengan tubuh dan tangan yang berbeda dengan kerja mendesain berkembang menjadi kerja yang bersifat canggih.

7 Jika kita mengikuti ulasan Richard Sennett dalam The Craftsman, "kekriyaan" atau dalam cakupan yang lebih luas ketukangan, ditandai oleh komitmen untuk mengerjakan sesuatu sebaik-baiknya. Artinya "ketukangan" tidak terbatas pada ketrampilan kerja tangan. Meskipun demikian, sependapat dengan Sennett, kita tetap melihat bahwa "ketukangan", bahkan juga "seni" (fine arts) dan juga arsitektur, merupakan campuran (hibriditas) antara berbagai jenis kerja tetapi tetap dengan dasar "kesadaran material". Kesadaran material, atau "material conciousness" dalam istilah Sennett, adalah kesadaran bekerja melalui dan dengan perkakas yang ada pada kita. Dengan kata lain, kesadaran seorang craftsman untuk menghasilkan sesuatu yang berkualitas disertai kepekaan kepada apa yang terpaut dengan perkakas itu. Artinya kepekaan kepada tenaga manusia, bahan, lingkungan alam, dan semua yang konkrit, berubah, dan majemuk. Dalam perjalanan sejarah arsitektur Indonesia yang tak bisa menghindar dari gulungan modernitas, ketukangan merupakan jalan alternatif ke arah memanusiakan kembali kerja yang menjadi terasing karena kapitalisme. Kita tahu, dalam kapitalisme, kerja bukanlah kesenangan, melainkan komoditi. Di sinilah ketukangan merupakan jawaban ekonomis, estetis, bahkan etis terhadap materialitas. * Instalasi yang kami desain adalah representasi dari rumah kaca, sebuah kritik terhadap konstruksi identitas. Pada bidang-bidang dindingnya akan diproyeksikan bagaimana ketukangan, sebuah praxis yang dalam setiap kondisi adalah tanggapan yang kreatif, kadang subversif, terhadap modernitas. Kami mencoba menyajikan kondisi tersebut dalam periodisasi kesejarahan, seperti tema biennale yang berikut, meskipun dalam hal ketukangan waktu bersifat relatif, tidak deterministik. *

8 PERIODISASI KESEJARAHAN Arsitek Belanda, Tukang Hindia: Awal abad ke-20 merupakan periode yang dinamis. Di Eropa berkembang gerakan Arts & Crafts yang merupakan reaksi artistik terhadap desakan industrialisasi yang pesat. Gerakan ini menyarankan keterlibatan penuh para desainer dan artisan terhadap berbagai bentuk karya rancang dan seni. Arsitektur didorong untuk menjadi sebuah gesamtkuntswerk karya seni total - yang merangkai kegiatan merancang dan perwujudannya dalam satu keutuhan, dari skala gedung hingga perabotan. Gerakan ini masuk ke nusantara bersama dengan arsitek-arsitek Belanda yang berkarya di Hindia Belanda. Mereka diantaranya P.A.J. Moojen, E. Cuypers, F. Ghijsels, T. Karsten, W.C. Schoemaker yang datang belakangan ini mengkritik rancangan-rancangan yang langsung diadopsi dari model-model di Eropa dan mempromosikan model-model baru yang dihasilkan dari sintesa. Arsitek Henri Maclaine-Pont mempunyai tempat istimewa. Bukan hanya karena wujud karyanya yang menonjol, namun juga karena ia mewakili praktik kritis zamannya. Motivasinya awalnya pragmatis, ia kekurangan tenaga tukang lokal yang trampil yang bisa mewujudkan proyek-proyeknya. Namun karena ia aktif menulis dan meneliti situssitus arkeologi, Maclaine-Pont menemukan bahwa teknik ketukangan lokal pernah mencapai kejayaannya pada masa lampau sehingga ia berkesimpulan bahwa ketukangan lokal pantas maju dengan tidak berhenti pada teknik-teknik tradisional dan bahan-bahan lokal, namun juga menguasai ilmu keteknikan modern Eropa dan menghasilkan bentuk-bentuk baru yang modern sekaligus lokal. Paparan kami menyoroti wujud arsitektur Maclaine-Pont Aula Barat ITB dan Gereja Puh Sarang yang merupakan interpretasi bentukan bangunan adat yang dihasilkan lewat eksperimentasi struktur dan konstruksi modern. Ruang-ruang pada kedua bangunan ini adalah hasil dari gagasan arsitektonika yang dapat dipandang sebagai sebuah upaya untuk membina dan menaikkan kemampuan tukang. Peran dan posisi arsitek yang digagas oleh Maclaine-Pont digambarkan sebagai agen perubahan yang sadar dan percaya diri sebagai pembina yang bekerja di belakang tabir rasionalitas. Bentuk dan ruang arsitekturnya merupakan upaya melampaui apa yang sudah dilakukan sebelumnya, dan dipasang sebagai sebuah tolok akhir yang harus dicapai dalam proses pembangunannya.

9 Monumen-monumen Kecil bagi Bangsa: Memasuki pertengahan abad ke-20, sejarah jadi saksi bahwa arsitektur berperan sebagai etalase bagi tatanan politik dunia. Negara-bangsa baru bermunculan dan menghendaki berbagai atribut arsitektural untuk melengkapi identitas budaya dan sosial mereka di tengah tatanan dunia modern yang baru. Dalam arsitektur modernis, Sukarno menemukan sebuah solusi model untuk nation building dan untuk mengatasi keragaman Indonesia yang menggelisahkan. Di masa ini, Indonesia dibayangi disintegrasi wilayah dan secara sosial budaya dihadapkan pada tantangan akan kesatuan bangsa. Sukarno merasa karakter arsitektur modernis yang bersih, terbuka, dinamis, dan netral, dapat berperan sebagai simbol identitas kebangsaan yang baru, lepas dari beban kultural masa lalu dan bayang-bayang kolonialisme. Sukarno membangun berbagai monumen dalam bentuk tugu, patung, gedunggedung pemerintahan, infrastruktur jalan, dan stadion. Peran sentral Friedrich Silaban dalam karya-karya monumental era ini (Masjid Istiqlal, Bank Indonesia, dan lain-lain) bisa dilihat dalam perspektif yang berbeda ketika ditinjau dari karyanya yang paling intim: rumahnya sendiri. Berada di pinggir wacana proyek-proyek monumental, rumah Silaban menunjukkan perhatian besar pada tektonika dan ketukangan. Silaban merancang rumahnya hingga ke tiap sudut, diselesaikan dengan pengolahan detail yang prima. Dibangun dengan material yang modern pada masanya ( ) baja, beton bertulang, tegel teraso, serta paduan batu-batu lokal rumah ini adalah hasil abstraksi dari renungan mengenai hunian dan lokalitas. Posisi arsitek dalam sosok Silaban adalah sebagai seorang yang intelek dan rasional, yang terlibat dalam setiap jengkal karya terbangunnya. Arsitek memprakira beban konstruksi, menentukan tulang beton, mengatur hubungan antar elemen, dan semuanya dilakukan dengan perhitungan lewat teori-teori, rumus-rumus, serta asumsi-asumsi. Tidak dengan coba-coba. Fenomena menarik terjadi pada praxis tepian. Kebutuhan akan hunian rakyat pada masa awal kemerdekaan hingga dekade 1970 kebanyakan dipenuhi secara swadaya oleh masyarakat, lewat tukang-tukang atau aneemer profesional. Mereka adalah para ahli gambar dan bangunan yang memulai karirnya lewat pendidikan menengah pada masa kolonial. Mereka dididik untuk bekerja sebagai asisten arsitek, namun setelah tidak lagi ada arsitek Belanda yang berpraktek di Indonesia, mereka akhirnya maju sebagai arsitek.

10 Banyak bangunan institusional dan rumah tinggal era ini yang menampilkan bentuk dan konstruksi yang unik dan nakal ; proporsi bangunan yang aneh, tiang dan dinding yang miring, lempengan beton tipis yang lebar tanpa penopang, atap-atap unik yang terpancung, dinding-dinding yang kaya akan ornamen dan material, pelat beton lipat, dan lain sebagainya. Arsitektur ini dijuluki jengki, mengadopsi sebutan yang sama untuk berbagai hal baru yang diasosiasikan dengan yankee atau Amerika. Termasuk di dalamnya gaya rambut, sepeda, hingga celana. Pada arsitektur ini, ketukangan tampil ke depan dan muncul tanpa beban kultural yang besar. Berbagai bentuk, artikulasi, dan konstruksinya justru seolah lahir dari proses coba-coba ketimbang rencana teliti pada gambar. Melampaui Batas Peran dan Identitas: Pada dekade 1970, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat akibat terbukanya ekonomi global. Namun Indonesia juga berada dalam pemerintahan yang represif terhadap kebebasan berekspresi. Arus modal, barang, jasa dan manusia memberdayakan masyarakat menengah-atas perkotaan, namun pada saat bersamaan menghasilkan kantongkantong masyarakat yang miskin dan tidak terjangkau pembangunan ekonomi. Bali berkembang kembali menjadi tujuan wisata internasional dan dipromosikan sebagai wisata kultural yang lengkap. Pembangunan hotel-hotel di Bali membangkitkan kembali wacana arsitektur tradisional dan craft dalam merayakan identitas ke-bali-an dalam mendukung industri pariwisatanya. Pengusaha dan seniman mancanegara ikut mempengaruhi perkembangan estetika dan arsitektur hotel pada dekade Wija Waworuntu, misalnya, merombak sebuah hunian di kawasan Sanur menjadi salah satu hotel butik pertama di Bali, dan mengundang arsitek Srilanka Geoffrey Bawa untuk merancang komplek resort Batujimbar. Hotelier Adrian Zecha memulai jaringan hotel butik elitnya Amanresorts di Bali: menawarkan pengalaman otentik tinggal di rumah-rumah tradisional Bali dengan pelayanan yang mewah. Efek dari kondisi ini meluas. Kerajinan mengambil posisi sentral dalam arsitektur, bahkan mendominasi tampilan arsitektur rumah tinggal di kota-kota besar. Sentra-sentra kerajinan kayu, batu candi, dan marmer menyediakan berbagai kreasi yang mendukung pasar ini. Seiring dengan mengeras -nya identitas Bali, negara juga berperan dalam membentuk kotakkotak identitas baku berdasarkan daerah administrasi provinsi. Sebuah cultural theme-park Taman Mini Indonesia Indah digagas oleh Tien Soeharto untuk mempromosikan hal tersebut. Keragaman kultural Indonesia direduksi menjadi 27 entitas propinsi, disandingkan dengan 27

11 rumah adat dan 27 pasang pakaian adat. Bangunan-bangunan pemerintahan dan publik juga dihimbau untuk merepresentasikan kedaerahannya dengan cara yang serupa. Namun tetap ada praktik-praktik kritis yang berusaha menggugat stabilitas tersebut, baik secara estetis maupun etis. Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, imam Katolik sekaligus arsitek, berusaha berpihak pada yang termarjinalkan. Di Kali Code, Yogyakarta, Y.B. Mangunwijaya melakukan penataan permukiman di bantaran sungai yang telah lama dianggap pemerintah sebagai sarang masalah sosial yang perlu diberantas. Mangunwijaya melakukan pendampingan sosial dan melakukan perbaikan fasilitas lingkungan. Arsitektur perkampungan tersebut dibentuk oleh upaya konstruksi swadaya dengan bimbingan dari sang arsitek. Pada Peziarahan Sendangsono dan Wisma Kuwera, Mangunwijaya mempekerjakan dan membina tukang-tukang untuk berkreasi dan mengekspresikan kemampuan masing-masing dengan material yang mudah diperoleh. Mangunwijaya memberikan ruang gerak bagi ekspresi ketukangan, sekaligus merintis peran arsitek sebagai penggerak pengembangan ketrampilan dan pelatihan konstruksi bagi para tukang. Arsitek jadi pemimpin dengan gagasan dan strategi politik tertentu, sementara arsitektur (bentuk, ruang, material, dan konstruksi) hanya sebagai media. Sementara itu, Yuswadi Saliya (bersama Kiki Dharmawan dalam Atelier 6) melakukan pendekatan modernis tapi tetap peka dengan konteks lingkungan dan tantangan iklim pada proyek Hilton Executive Club. Proyek yang berangkat dari modul segitiga yang digubah melalui permainan skala dan proporsi menjadi 2 bentukan massa dan ruang seperti atap Tajug besar. Proyek ini juga mulai menggunakan teknologi beton secara maksimal. Koridorkoridor yang dinaungi oleh kantilever pergola beton adalah ekspresi kecanggihan teknologi dan ketukangan pada masanya. Ragam Peran dan Peluang: Indonesia, juga dunia, kini jauh lebih terbuka dan cair. Proses yang lebih cair dan dinamik terjadi pada masyarakat menengah atas perkotaan yang menjadi pasar terluas bagi praktik arsitektur kontemporer di Indonesia. Bagi kebanyakan arsitek Indonesia, merancang rumah tinggal pribadi masih merupakan makanan pokok. Di beberapa kota seperti Jakarta dan Bandung, muncul praktik-praktik yang berpengaruh dan memberikan dampak yang cukup luas dalam industri arsitektur pada segmen ini. Arsitek senior Tan Tjiang Ay merupakan tokoh yang telah menentukan patokan kualitas yang tinggi.

12 Karya-karyanya selalu sederhana, namun cermat, teliti, dan sangat disiplin dalam memperlakukan bentuk, ruang, dan elemen-elemen arsitektural. Karya-karyanya memberi perlindungan terhadap hujan, matahari, dan ketidaknyamanan lain dengan cara yang tidak berlebihan. Proporsi ruang-ruang dan elemen-elemennya ditimbang dengan cermat. Materialmaterial yang berbeda ditampilkan tidak lebur dan tetap hadir sebagai instalasi mencerminkan kerja sistematik dari para tukangnya. Meskipun sederhana, arsitektur Tan Tjiang Ay mensyaratkan keterlibatan sekumpulan ahli mumpuni, mulai dari kontraktor, tukang batu, tukang dinding, tukang aci, tukang kayu, tukang cor beton, tukang besi, tukang pasang keramik, tukang furniture. Tan Tjiang Ay telah memberikan tolok ukur baru pada kualitas ketukangan. Pada konteks layanan jasa yang sama, ada beberapa upaya untuk mengekplorasi material dan merangkainya dengan cara unik sehingga dapat diwujudkan dengan baik meskipun dengan anggaran yang terbatas. Kualitas ruang yang hadir ditentukan oleh ekspresi bahanbahan dan tektonika yang digunakan. Contohnya Le Bo Ye (Andra Matin) dan Rumah Baja Wisnu (Ahmad Djuhara). Pada beberapa kesempatan lain di mana anggaran tidak seketat pada kasus sebelumnya kebebasan diberikan pada tukang dengan arahan arsitek untuk mengolah material lokal, termasuk bahan/elemen bangunan bekas, sehingga tampil unik dan memberikan ciri khas bagi proyek-proyek tersebut dan turut menentukan kualitas ruang yang baru, diantaranya: Potato Head, Bali dan Rumah Agus Suwage (Andra Matin) dan Rumah Setiabudi (Adi Purnomo). Dekade pertama di milenium baru juga merupakan dekade penuh gejolak dan bencana. Beberapa daerah di Indonesia mengalami runtutan bencana yang dampaknya tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Gempa dan tsunami di Aceh (2004), gempa di Padang, Sumatera Barat (2009), gempa di Yogyakarta (2009), letusan Merapi (2010), serta berbagai bencana alam dan lingkungan lainnya. Hal ini menyadarkan kembali masyarakat Indonesia bahwa kita membutuhkan ketahanan sosial yang baik untuk dapat menghadapi bencana yang senantiasa dapat hadir. Sebuah pendekatan yang menarik ditampilkan lewat proses pembangunan kembali dusun Ngibikan, Bantul, Yogyakarta yang melibatkan mandor Maryoto, dengan bantuan arsitek Eko Prawoto. Pada kasus ini peran arsitek berada berdampingan dengan masyarakat pengguna dan pelakunya. Eko Prawoto menawarkan sebuah sistem kuda-kuda limasan sederhana

13 tahan gempa, yang mudah dikerjakan. Kuda-kuda ini diperuntukkan sebagai struktur utama bagi rumah-rumah permanen baru sebagai pengganti rumah-rumah yang rusak. Setelah bersama-sama mendata kerusakan dan kerugian, masyarakat Ngibikan juga bersama-sama menghitung jumlah material yang bisa digunakan kembali maupun yang harus didatangkan, serta tenaga kerja yang mereka miliki. Bermodalkan sistem yang disepakati mereka mulai membangun kembali rumahnya tanpa dukungan sama sekali dari pihak luar. Kisah sukses ini menyadarkan banyak pihak bahwa ketahanan sosial masyarakat terhadap bencana sebenarnya bisa dibangun tanpa biaya yang mahal dan tanpa banyak campur tangan dari pihak luar. Pada kasus ini, arsitek dan arsitektur justru memberikan banyak kontribusi ketika memberikan ruang dan takaran yang tepat pada sebuah proses sosial masyarakat. Ketika area-area terpencil juga turut berkembang, ada kekhawatiran bahwa akan banyak kearifan, pengetahuan, serta ketrampilan lokal yang akan memudar. Sebuah upaya yang sangat unik telah dilakukan sekelompok arsitek dalam program Rumah Asuh. Rumah Asuh berperan bukan sebagai perancang dan perencana, namun justru berperan sebagai perekam dan penghubung donatur dengan masyarakat adat serta instansi dan tokoh-tokoh lokal terkait untuk menyatukan upaya dalam membangun kembali rumah-rumah adat. Kesulitan dana, kelangkaan material, ketiadaan tenaga ahli diupayakan oleh advokasi Rumah Asuh sehingga tradisi membangun dan ketukangan lokal dapat dilanjutkan. Upaya untuk merespon isu-isu lingkungan dilakukan dengan mengeksplorasi konstruksi dan melalui manajemen lingkungan hidup. Paulus Mintarga, arsitek yang juga kontraktor, mengembangkan dua propertinya untuk dijadikan workshop dan showroom kreatif Rempah Rumah Karya dan penginapan Rumah Turi di Solo. Upaya lain juga dilakukan dengan menggunakan kembali material (seperti bambu) yang sudah ada namun dengan cara dan kesadaran akan keberlanjutan (dengan menghitung dan membandingkan embodied energy, biaya persiapan, konstruksi serta biaya-biaya lingkungan). Demonstrasi yang menarik telah dilakukan pada OBI Eco Campus Jatiluhur (Andry Widyowijatnoko), Green School (PT Bambu), Gereja Bambu (E. Pradipto), Rumah di Tanah Teduh (Adi Purnomo).

14 A. ANGGARAN BIAYA RUMAH KACA B. ANGGARAN BIAYA PROYEKTOR No Keterangan Jumlah Harga per Unit Total Harga No Keterangan Jenis Jumlah Harga per Unit Total Harga I Pekerjaan Baja 1 Projector Panasonic nic-pt-rw430uk.htm Panggung IWF 200 / Koridor 500,00 m Projector Mount Balok Baja Tepi Kolom 3 Dataton Watchpax Besi Balok Anak/Siku 4 Accessories Cabling, Power, Switcher, etc Pelat Stiffener TOTAL USD Pelat Baja Tebal 3 mm 170,00 m Mur Baut/Skrup 1,00 ls Zinkromat + Cat Hitam Naja 1,00 ls Pilihan Proyektor USD II Pekerjaan Kaca 4000 lumens Canon REALiS WUX400ST REALiS_WUX400ST.htm Kaca Area Prologue (I Glass) - Smart 1 Glass 43,00 m lumens Panasonic PT-RW430UK nic-pt-rw430uk.htm Kaca 3x2,4 m tebal 19 mm 30,00 unit Panasonic Short Throw lens Kaca 2x2,4 m tebal 19 mm 10,00 unit RENCANA ANGGARAN BIAYA VENICE ARCHITECTURE BIENNALE 3 Stiker Auropluss 264,00 m lumens Panasonic PT-DZ770UK* nic-pt-dz770uk.htm III Pekerjaan Lain-lain Panasonic Short Throw lens Plastik + Plywood 3 mm di cat hitam 500,00 m *model tahun 2012 Aksesoris Perkuatan Kaca, Ketel - Mur 2 Baut / Pelat dsb 1,00 ls ketersediaan mungkin terbatas 3 Cat Baja Lantai / Floor Paint 170,00 m Biaya y Peralatan g p dan Alat Bantug 1,00 ls Kontainer 1,00 ls IV Pekerjaan Instalasi di Site Pekerjaan Instalasi Baja Pekerjaan Instalasi Kaca 1 Manpower 30 hari (15 orang) 1,00 ls Uninstall Manpower 10 hari (12 orang) 1,00 ls TOTAL Rp

15 RINCIAN SUSUNAN KERJA Rekrutmen asisten peneliti,asisten grafis, tim video fotografi Riset materi Revisi/ proses kelengkapan rancangan instalasi Revisi/ proses kelengkapan RAB JADWAL KERJA KURATOR VENICE ARCHITECTURE BIENNALE September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli-November Desember Proses administrasi kontrak kerja & berbagai pemesanan materi Revisi/ proses kelengkapan rancangan instalasi Persiapan produksi video Penyusunan program-program kegiatan tambahan Persiapan produksi video Penyusunan brosur, leaflet, dan buku program Dokumentasi video (Jakarta) Rencana instalasi final Dokumentasi video (Bandung) Dokumentasi video (Yogyakarta) Editing video Pendekatan dengan pihak panitia untuk penyelarasan teknis Editing akhir video Pembentukan tim advance dan koordinasi dengan pihak panitia Biennale/ event organizer Penyelarasan akhir brosur, leaflet, dan buku program Penyelarasan akhir teknis lapangan Tim advance melakukan koordinasi dengan pihak panitia Biennale/ event organizer untuk persiapan Proses pembangunan instalasi Proses pencetakkan brosur, leaflet, dan buku program Proses pemasangan perangkat elektronik Penyelarasan akhir video Penyelenggaraan Biennale Pembongkaran instalasi Pengiriman barang-barang ke Indonesia Penerimaan barang-barang di Indonesia

PAMERAN ARSITEKTUR INTERNASIONAL VENICE BIENNALE 2014 ARCHITECTURE INTERNATIONAL EXHIBITION VENICE BIENNALE 2014

PAMERAN ARSITEKTUR INTERNASIONAL VENICE BIENNALE 2014 ARCHITECTURE INTERNATIONAL EXHIBITION VENICE BIENNALE 2014 PAMERAN ARSITEKTUR INTERNASIONAL VENICE BIENNALE 2014 ARCHITECTURE INTERNATIONAL EXHIBITION VENICE BIENNALE 2014 PAVILIUN INDONESIA KETUKANGAN: KESADARAN MATERIAL, BAWAH SADAR ARSITEKTURAL INDONESIA PAVILION

Lebih terperinci

k etukangan kesadaran material bawah sadar arsitektural Ketukangan Kesadaran Material, Bawah Sadar Arsitektural

k etukangan kesadaran material bawah sadar arsitektural Ketukangan Kesadaran Material, Bawah Sadar Arsitektural k etukangan kesadaran material bawah sadar arsitektural Modernitas datang di Indonesia dengan wajah penjajah. Sejak itu, sejarah bicara dalam suara sumbang, dengan kaca cembung. Meminjam metafor Pramoedya

Lebih terperinci

Kotak 0. Bidang 2 Video, 3 m x 1,6875 m. Bidang 1 Video (slide & teks) 3 m x 1,6875 m Proyeksi 3 x 60 detik, jeda 60 detik Magic/ intelligent glass

Kotak 0. Bidang 2 Video, 3 m x 1,6875 m. Bidang 1 Video (slide & teks) 3 m x 1,6875 m Proyeksi 3 x 60 detik, jeda 60 detik Magic/ intelligent glass Kotak 0 Video (slide & teks) 3 m x 1,6875 m Proyeksi 3 x 60 detik, jeda 60 detik Magic/ intelligent glass Gagasan instalasi dan sudut pandang djelaskan lewat teks dan grafis: mengenai ketukangan, kaca,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni

BAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni Kota Yogyakarta merupakan kota yang terkenal dengan anekaragam budayanya, seperti tatakrama, pola hidup yang

Lebih terperinci

Wood: 15 BIDANG PANJANG

Wood: 15 BIDANG PANJANG Alternatif 1 Wood: 15 0-3 : Latar belakang umum: hutan, orang/tukang bekerja, detail sambungan, beberapa jenis kayu, dll. 3-5 : Kawruh Kalang, Kawruh Griya, wawancara Josef Prijotomo, Rumah Jawa / Kotagede,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kotagede adalah kawasan yang terletak sekitar 10 kilometer tenggara dari Kota Yogyakarta adalah sentra kerajinan perak yang pernah mengalami masa kejayaannya pada era

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HAKIKAT PASAR KERAJINAN DAN SENI

BAB II TINJAUAN HAKIKAT PASAR KERAJINAN DAN SENI BAB II TINJAUAN HAKIKAT PASAR KERAJINAN DAN SENI 2.1 PENGERTIAN PASAR KERAJINAN DAN SENI Pasar dalam arti sempit adalah tempat dimana permintaan dan penawaran bertemu ( http://id.wikipedia.org/ : 7/9/2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli

BAB I PENDAHULUAN. besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20 terjadi gelombang migrasi besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli kontrak akibat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB II KAJIAN LITERATUR BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia dan merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat yang banyak menyimpan berbagai sejarah serta memiliki kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PASAR SENI DI WAIKABUBAK SUMBA BARAT NTT ARSITEKTUR TRADISIONAL SEBAGAI ACUAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB I PASAR SENI DI WAIKABUBAK SUMBA BARAT NTT ARSITEKTUR TRADISIONAL SEBAGAI ACUAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB I PASAR SENI DI WAIKABUBAK SUMBA BARAT NTT ARSITEKTUR TRADISIONAL SEBAGAI ACUAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuatu yang hidup dialam ini merupakan makluk hidup

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN April :51 wib. 2 Jum'at, 3 Mei :48 wib

Bab I PENDAHULUAN April :51 wib. 2  Jum'at, 3 Mei :48 wib Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek A. Umum Pertumbuhan ekonomi DIY meningkat 5,17 persen pada tahun 2011 menjadi 5,23 persen pada tahun 2012 lalu 1. Menurut Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Existensi proyek

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Existensi proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Existensi proyek Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu propinsi yang memiliki keistimewaan. Dikatakan istimewa, karena kota ini adalah salah satu dari beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen konstruksi. Setidaknya upaya yang dilakukan merupakan usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. manajemen konstruksi. Setidaknya upaya yang dilakukan merupakan usaha untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi konstruksi pada saat ini mengalami kemajuan pesat yang ditandai dengan hadirnya berbagai jenis material dan peralatan yang modern terutama

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Desain Premis... BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Gempa Bumi di Indonesia... 1

DAFTAR ISI. Desain Premis... BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Gempa Bumi di Indonesia... 1 DAFTAR ISI Halaman Pengesahan.. Catatan Dosen Pembimbing... Halaman Pernyataan Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Gambar... Daftar Tabel... Ucapan Terima Kasih... Abstrak Desain Premis... i ii Iii iv v

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari / BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Proyek yang diusulkan dalam penulisan Tugas Akhir ini berjudul Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta. Era globalisasi yang begitu cepat berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Kasus Proyek Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN. kebenaran, hal ini terkait sekali dengan realitas.

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN. kebenaran, hal ini terkait sekali dengan realitas. 68 BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN Menciptakan karya seni selalu di hubungkan dengan ekspresi pribadi senimannya, hal itu diawali dengan adanya dorongan perasaan untuk menciptakan sesuatu yang baru

Lebih terperinci

Perkuatan Struktur pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Kasus Studi: Toko Dynasti, Jalan AM Sangaji Yogyakarta

Perkuatan Struktur pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Kasus Studi: Toko Dynasti, Jalan AM Sangaji Yogyakarta SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Perkuatan Struktur pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Kasus Studi: Toko Dynasti, Jalan AM Sangaji Yogyakarta Augustinus Madyana Putra (1), Andi Prasetiyo Wibowo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Keadaan Museum di Indonesia Keberadaan museum di dunia dari zaman ke zaman telah melalui banyak perubahan. Hal ini disebabkan oleh berubahnya fungsi dan tugas

Lebih terperinci

Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan. Pengembangan Kawasan Kerajinan Gerabah Kasongan BAB I PENDAHULUAN

Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan. Pengembangan Kawasan Kerajinan Gerabah Kasongan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kabupaten Bantul memiliki banyak industri kerajinan yang dapat ditawarkan menjadi objek wisata alternative meliputi bermacam wisata alam, budaya, pendidikan dan lainnya.

Lebih terperinci

Kajian Perumahan di Kawasan Gempol Bandung: Tinjauan dari Sistem Struktur dan Konstruksi Bangunan

Kajian Perumahan di Kawasan Gempol Bandung: Tinjauan dari Sistem Struktur dan Konstruksi Bangunan Kajian Perumahan di Kawasan Gempol Bandung: Tinjauan dari Sistem Struktur dan Konstruksi Bangunan Sugeng Triyadi S. Andi Harapan S. Abstrak Perumahan gempol merupakan salah satu perumahan peninggalan Belanda

Lebih terperinci

MAKASSAR merupakan salah satu kota yang mengalami perkembangan pesat dalam berbagai bidang. meningkatkan jumlah pengunjung/wisatawan

MAKASSAR merupakan salah satu kota yang mengalami perkembangan pesat dalam berbagai bidang. meningkatkan jumlah pengunjung/wisatawan MAKASSAR merupakan salah satu kota yang mengalami perkembangan pesat dalam berbagai bidang EKONOMI SOSIAL POLITIK INDUSTRI PARIWISATA BUDAYA mengalami perkembangan mengikuti kemajuan zaman meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Lokasi Solo baru adalah daerah bagian selatan dan sebelah utara kota Surakarta jawa tengah untuk daerah ini bertepatan dengan kabupaten Sukoharjo daerah ini dulunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Wukirsari Sebagai Desa Penghasil Kerajinan Tangan

BAB I PENDAHULUAN Wukirsari Sebagai Desa Penghasil Kerajinan Tangan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Wukirsari Sebagai Desa Penghasil Kerajinan Tangan Desa Wukirsari merupakan salah satu desa sentra kerajinan di Kecamatan Imogiri yang mampu menghasilkan berbagai

Lebih terperinci

KONSEP RANCANGAN. Latar Belakang. Konteks. Tema Rancangan Surabaya Youth Center

KONSEP RANCANGAN. Latar Belakang. Konteks. Tema Rancangan Surabaya Youth Center KONSEP RANCANGAN Latar Belakang Surabaya semakin banyak berdiri gedung gedung pencakar langit dengan style bangunan bergaya modern minimalis. Dengan semakin banyaknya bangunan dengan style modern minimalis

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa arsitek dalam mengembangkan diri memerlukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ><

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang >< BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan adalah sesuatu yang tidak dipisahkan dari negara Indonesia yang terkenal akan keanekaragamannya. Keanekaragaman ini menjadi unsur perekat kesatuan dan persatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur Propinsi Sumatera Utara, yang membentang mulai dari Kabupaten Langkat di sebelah Utara, membujur

Lebih terperinci

Patung dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia

Patung dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia Patung dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia Anusapati SENI PATUNG DALAM WACANA SENI RUPA KONTEMPORER INDONESIA 1* Anusapati Patung dan aspek-aspek utamanya Di dalam ranah seni klasik/tradisi, pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Judul. 2. Pengertian Judul COMPUTER CENTRE

BAB I PENDAHULUAN. 1. Judul. 2. Pengertian Judul COMPUTER CENTRE BAB I PENDAHULUAN 1. Judul Perencanaan dan Perancangan Computer Centre sebagai pusat perdagangan, promosi, informasi, jasa pelayanan dan hiburan di Kartasura dengan Desain Arsitektur High Tech. 2. Pengertian

Lebih terperinci

BAB III. Ide Rancangan. pengganti material kayu yang semakin susah diperoleh dan semakin mahal harga

BAB III. Ide Rancangan. pengganti material kayu yang semakin susah diperoleh dan semakin mahal harga BAB III Ide Rancangan 3.1 Ide Rancangan Ide rancangan pusat pengelolaan bambu di Kota Malang adalah, untuk menunjukkan bahwa Kota Malang mampu mengelolah bambu menjadi alternatif pengganti material kayu

Lebih terperinci

HOME OF MOVIE. Ekspresi Bentuk BAB III TINJAUAN KHUSUS. Ekspresi Bentuk. III.1 Pengertian Tema. Pengertian Ekspresi, adalah :

HOME OF MOVIE. Ekspresi Bentuk BAB III TINJAUAN KHUSUS. Ekspresi Bentuk. III.1 Pengertian Tema. Pengertian Ekspresi, adalah : BAB III TINJAUAN KHUSUS III.1 Pengertian Tema Pengertian Ekspresi, adalah : Ungkapan tentang rasa, pikiran, gagasan, cita-cita, fantasi, dan lain-lain. Ekspresi merupakan tanggapan atau rangsangan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Sumber:

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Sumber: BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Olahraga dapat menjadi batu loncatan sebagai pemersatu bangsa, daerah dan negara lainnya, baik di dalam skala nasional maupun internasional. Dalam setiap skala, negara-negara

Lebih terperinci

SENI RUPA 2 DIMENSI DAN 3 DIMENSI

SENI RUPA 2 DIMENSI DAN 3 DIMENSI SENI RUPA 2 DIMENSI DAN 3 DIMENSI Disusun Oleh : Nama : Kelas : X Mipa 6 Pelajaran : Seni Budaya SMA TAHUN AJARAN 2016/2017 Seni Rupa Seni rupa adalah salah satu cabang seni yang membentuk sebuah karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Friedman (2000) mengatakan, dalam perspektif global saat ini tidak banyak dipertentangkan tentang fakta bahwa homogenisasi dunia barat, tetapi kebanyakan masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ekonomi kreatif yang digerakkan oleh industri kreatif, didefinisikan sebagai industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang ini kata modern merupakan kata yang tidak asing lagi didengar, terutama dalam dunia arsitektur. Hal ini yang kemudian memunculkan sebuah arsitektur yang disebut

Lebih terperinci

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Propinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata ( DTW ) Propinsi di Indonesia, memiliki keanekaragaman daya tarik wisata baik

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN BERCIRI KHAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada abad ini gerak perubahan zaman terasa semakin cepat sekaligus semakin padat. Perubahan demi perubahan terus-menerus terjadi seiring gejolak globalisasi yang kian

Lebih terperinci

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN Sebuah karya seni dapat terlihat dari dorongan perasaan pribadi pelukis. Menciptakan karya seni selalu di hubungkan dengan ekspresi pribadi senimannya. Hal itu di awali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi utamanya di dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi utamanya di dalam bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi utamanya di dalam bidang ketekniksipilan di Indonesia, dewasa ini banyak dibangun gedung-gedung berlantai banyak dengan

Lebih terperinci

Bayanaka Canggu. tentang sebuah rumah peristirahatan di Bali, 2007 oleh: Fransiska Prihadi 1

Bayanaka Canggu. tentang sebuah rumah peristirahatan di Bali, 2007 oleh: Fransiska Prihadi 1 Bayanaka Canggu tentang sebuah rumah peristirahatan di Bali, 2007 oleh: Fransiska Prihadi 1 Sebuah harmoni dalam karya arsitektur tercipta ketika seluruh unsur dalam bangunan termasuk konsep arsitektur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur lahir dari dinamika antara kebutuhan lingkungan yang kondusif, keamanan, dan cara penggunaan bahan bangunan yang tersedia dan teknologi konstruksi. Kemudian

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR II

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR II PERKEMBANGAN ARSITEKTUR II Neo Vernacular Architecture (Materi pertemuan 8) DOSEN PENGAMPU: ARDIANSYAH, S.T, M.T PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Arsitektur

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PUSAT SENI RUPA DI YOGYAKARTA DENGAN ANALOGI BENTUK

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PUSAT SENI RUPA DI YOGYAKARTA DENGAN ANALOGI BENTUK BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PUSAT SENI RUPA DI YOGYAKARTA DENGAN ANALOGI BENTUK V.1 Konsep dasar VI.1 Konsep Ruang pada Pusat Seni Rupa di Yogyakarta dengan Analogi Bentuk Tata Ruang adalah

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN 4.1. Ide Perancangan Desain Setiap keluarga memiliki kebiasaan yang berbeda, kebiasaan-kebiasaan ini secara tidak langsung menjadi acuan dalam memilih furnitur yang ada di dalam

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB 3: TINJAUAN TEMA

BAB 3: TINJAUAN TEMA BAB 3: TINJAUAN TEMA 3.1. Pengertian Umum Arsitektur Kontemporer Bersumber dari blog AMI (Arsitektur Muda Indonesia http://wahana-arsitekturindonesia.blogspot.co.id/2009/05/arsitektur-kontemporer.html)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 3.1 Multimedia Definisi multimedia menurut Suyanto (2003) dalam bukunya Multimedia Alat Untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing, Multimedia sebagai alat yang dapat menciptakan presentasi

Lebih terperinci

BAB V KAJIAN TEORI. Pengembangan Batik adalah arsitektur neo vernakular. Ide dalam. penggunaan tema arsitektur neo vernakular diawali dari adanya

BAB V KAJIAN TEORI. Pengembangan Batik adalah arsitektur neo vernakular. Ide dalam. penggunaan tema arsitektur neo vernakular diawali dari adanya BAB V KAJIAN TEORI 5. V 5.1. Kajian Teori Penekanan /Tema Desain Tema desain yang digunakan pada bangunan Pusat Pengembangan Batik adalah arsitektur neo vernakular. Ide dalam penggunaan tema arsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kerja praktik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kerja praktik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerja praktik Pengaruh perkembangan era globalisasi yang semakin pesat membuat mahasiswa dituntut untuk bisa memahami banyak hal dengan mengikuti perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan arsitektur di Eropa sedikit banyak memberikan pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan arsitektur di Eropa sedikit banyak memberikan pengaruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan arsitektur di Eropa sedikit banyak memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan arsitektur di dunia maupun di Indonesia sendiri. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi sosial memainkan peran dalam masyarakat individu atau kelompok. Interaksi diperlukan untuk berkomunikasi satu sama lain. Selain itu, masyarakat membutuhkan

Lebih terperinci

THE BATAVIAN BUTIK HOTEL

THE BATAVIAN BUTIK HOTEL BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1. Latar Belakang Pemilihan Tema Pada rancangan Hotel Butik ini mengambil tema (Green Architecture) yang dikenal dengan Green Design, dengan makin terancamnya peradaban manusia

Lebih terperinci

BAB VII TINJAUAN KHUSUS

BAB VII TINJAUAN KHUSUS BAB VII TINJAUAN KHUSUS 7.1 Uraian Umum Dalam pelaksanaan kerja praktik yang berlangsung selama kurang lebih 2 bulan (terhitung sejak 1 Maret s/d 30 April 2017) dan penulisan laporan akhir yang membutuhkan

Lebih terperinci

5. HASIL RANCANGAN. Gambar 47 Perspektif Mata Burung

5. HASIL RANCANGAN. Gambar 47 Perspektif Mata Burung 5. HASIL RANCANGAN 5.1 Hasil Rancangan pada Tapak Perletakan massa bangunan pada tapak dipengaruhi oleh massa eksisting yang sudah ada pada lahan tersebut. Di lahan tersebut telah terdapat 3 (tiga) gedung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta juga mempunyai seni dan budaya didalamnya. Orang Betawi yang

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta juga mempunyai seni dan budaya didalamnya. Orang Betawi yang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Jakarta adalah kota besar yang tumbuh karena proses sejarah yang panjang. Disamping menjadi pusat pemerintahan dan kota metropolitan, Jakarta juga mempunyai seni

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN V.1. KONSEP DASAR PERANCANGAN Dalam konsep dasar pada perancangan Fashion Design & Modeling Center di Jakarta ini, yang digunakan sebagai konsep dasar adalah EKSPRESI BENTUK dengan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Studi Tipologi Bangunan Pabrik Gula Krebet. Kawasan Pabrik gula yang berasal dari buku, data arsitek dan sumber-sumber lain

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Studi Tipologi Bangunan Pabrik Gula Krebet. Kawasan Pabrik gula yang berasal dari buku, data arsitek dan sumber-sumber lain BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1. Konsep Perancangan Konsep dasar yang digunakan dalam Revitalisasi Kawasan Pabrik Gula Krebet Malang ini mencangkup empat aspek yaitu: Standar Perancangan Objek Prinsip-prinsip

Lebih terperinci

2015 ANALISIS DESAIN ALAT MUSIK KERAMIK DI DESA JATISURA KECAMATAN JATIWANGI KABUPATEN MAJALENGKA

2015 ANALISIS DESAIN ALAT MUSIK KERAMIK DI DESA JATISURA KECAMATAN JATIWANGI KABUPATEN MAJALENGKA 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai negara kaya akan sumber daya alam mineral. Berbagai macam bahan mineral yang banyak ditemukan diantaranya berupa batuan sedimen,

Lebih terperinci

by NURI DZIHN P_ Sinkronisasi mentor: Ir. I G N Antaryama, PhD

by NURI DZIHN P_ Sinkronisasi mentor: Ir. I G N Antaryama, PhD by NURI DZIHN P_3204100019 Sinkronisasi mentor: Ir. I G N Antaryama, PhD Kurangnya minat warga untuk belajar dan mengetahui tentang budaya asli mereka khususnya generasi muda. Jawa Timur memiliki budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi wisata di Aceh saat ini sangatlah besar, dan banyak yang belum dimanfaatkan sebagai objek wisata di setiap daerah. Hampir semua kabupaten di Aceh memiliki keunggulan

Lebih terperinci

Upaya Memahami Sejarah Perkembangan Kota dalam Peradaban Masa Lampau untuk Penerapan Masa Kini di Kota Pusaka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

Upaya Memahami Sejarah Perkembangan Kota dalam Peradaban Masa Lampau untuk Penerapan Masa Kini di Kota Pusaka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Upaya Memahami Sejarah Perkembangan Kota dalam Peradaban Masa Lampau untuk Penerapan Masa Kini di Kota Pusaka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Oleh: Catrini Pratihari Kubontubuh Direktur Eksekutif BPPI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. (LKPP) adalah Lembaga Pemerintah yang dibentuk untuk mengatur

BAB 1 PENDAHULUAN. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. (LKPP) adalah Lembaga Pemerintah yang dibentuk untuk mengatur 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) adalah Lembaga Pemerintah yang dibentuk untuk mengatur proses pengadaan barang/jasa yang dibiayai oleh APBN/APBD.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara kepulauan terbesar dengan 13.466 pulau 1, yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke. Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku

Lebih terperinci

EBOOK PROPERTI POPULER

EBOOK PROPERTI POPULER EBOOK PROPERTI POPULER RAHASIA MEMBANGUN RUMAH TANPA JASA PEMBORONG M.FAIZAL ARDHIANSYAH ARIFIN, ST. MT User [Type the company name] M.FAIZAL ARDHIANSYAH ARIFIN, ST. MT Halaman 2 KATA PENGANTAR Assalamu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan adalah kekayaan warisan yang harus tetap dijaga, dan dilestarikan dengan tujuan agar kebudayaan tersebut bisa bertahan terus menerus mengikuti perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA KRIYA PRODUK BASKOM KAYU

DESKRIPSI KARYA KRIYA PRODUK BASKOM KAYU DESKRIPSI KARYA KRIYA PRODUK BASKOM KAYU Oleh: Drs. I Made Radiawan,M.Erg. 195804111985031001 PROGRAM STUDI DESAIN FASHION FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2013 ABSTRAK Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan sejarah manusia dalam memenuhi kebutuhannya, maka

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan sejarah manusia dalam memenuhi kebutuhannya, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan sejarah manusia dalam memenuhi kebutuhannya, maka terdapat kegiatan meminta dan menawarkan. Pemasaran menarik perhatian yang sangat besar baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegiatan pariwisata merupakan suatu industri yang berkembang di seluruh dunia. Tiap-tiap negara mulai mengembangkan kepariwisataan yang bertujuan untuk menarik minat

Lebih terperinci

BAB V KAJIAN TEORI. Tema desain menjadi sebuah konsep untuk merancang dan membuat

BAB V KAJIAN TEORI. Tema desain menjadi sebuah konsep untuk merancang dan membuat BAB V KAJIAN TEORI 5.1 KAJIAN TEORI PENEKANAN / TEMA DESAIN 5.1.1 Tema Desain Tema desain menjadi sebuah konsep untuk merancang dan membuat desain sebuah karya arsitektural. Pada proyek resort di komplek

Lebih terperinci

JURNAL UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN HOTEL RESORT DI WISATA PANTAI ALAM INDAH. Disusun Oleh :

JURNAL UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN HOTEL RESORT DI WISATA PANTAI ALAM INDAH. Disusun Oleh : JURNAL UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN HOTEL RESORT DI WISATA PANTAI ALAM INDAH Disusun Oleh : Nama : M. Edi Kurniawan NPM : 20303058 Fakultas : Teknik Sipil dan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasar pada paparan hasil dan temuan penelitian, makna perubahan bentuk

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasar pada paparan hasil dan temuan penelitian, makna perubahan bentuk BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Berdasar pada paparan hasil dan temuan penelitian, makna perubahan bentuk kriya kayu karya Soekarno serta komparasi dengan kebudayaan sekitar diperoleh simpulan sebagai

Lebih terperinci

STRUKTUR BANGUNAN BENTANG LEBAR :

STRUKTUR BANGUNAN BENTANG LEBAR : STRUKTUR BANGUNAN BENTANG LEBAR : STADION NASIONAL BEIJING Nama : Stadion Nasional Lokasi : Area Olimpiade Hijau, Beijing, China Mulai pembangunan : 24 Desember 2003 Pembukaan : 28 Juni 2008 Permukaan

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP 4.1 IDE AWAL

BAB IV KONSEP 4.1 IDE AWAL BAB IV KONSEP 4.1 IDE AWAL Gedung Auditorium Musik Bandung ini merupakan fasilitas yang diperuntukkan kepada kaum remaja di Bandung. Kaum remaja yang senang berekspresi menjadi pertimbangan dalam pencarian

Lebih terperinci

pendidikan seni tersebut adalah pendidikan seni rupa yang mempelajari seni mengolah kepekaan rasa, estetik, kreativitas, dan unsur-unsur rupa menjadi

pendidikan seni tersebut adalah pendidikan seni rupa yang mempelajari seni mengolah kepekaan rasa, estetik, kreativitas, dan unsur-unsur rupa menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan seni merupakan bagian dari Sistem Pendidikan Nasional yang tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Salah satu pendidikan

Lebih terperinci

Software Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004 Copyleft 2004 Digital Journal Al-Manär. Alif Muttaqin

Software Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004 Copyleft 2004 Digital Journal Al-Manär. Alif Muttaqin Masjid 2000: Ensiklopedi Masjid Se-Indonesia Alif Muttaqin LISENSI DOKUMEN Copyleft: Digital Journal Al-Manar. Lisensi Publik. Diperkenankan untuk melakukan modifikasi, penggandaan maupun penyebarluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan kemajuan jaman, perkembangan dalam berbagai bidang kini semakin terasa di Indonesia. Kemajuan teknologi telah membawa suatu pengaruh yang cukup signifikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. Sepanjang sejarah, manusia tidak terlepas dari seni. Karena seni adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 160 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarlan pemaparan dari Bab II, III, dan IV, penelitian ini bermuara pada kesimpulan, yaitu: Pertama, konsep dasar arsitektur postmodernisme adalah membangkitkan kembali

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa dekade terakhir ini, wilayah Indonesia sering diterpa berbagai bencana alam, salah satunya gempa bumi. Hal ini terjadi karena Indonesia menempati zona tektonik

Lebih terperinci

DAFTAR lsi KATA PENGANTAR PENDAHULUAN DAFTARISI BAB 1 SEKILAS TENTANG ARSITEKTUR CINA PADA AKHIR ABAD KE-19 DI PASURUAN

DAFTAR lsi KATA PENGANTAR PENDAHULUAN DAFTARISI BAB 1 SEKILAS TENTANG ARSITEKTUR CINA PADA AKHIR ABAD KE-19 DI PASURUAN ~ GRAHAILMU DAFTAR lsi KATA PENGANTAR PENDAHULUAN DAFTARISI BAB 1 SEKILAS TENTANG ARSITEKTUR CINA PADA AKHIR ABAD KE-19 DI PASURUAN BAB2 Arsitektur Cina Akhir Abad Ke-19 di Pasuruan Denah, Bentuk, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan atau permintaan pihak pemberi tugas. Tahapan perencanaan yang. kebudayaan Indonesia serta pengaruh asing.

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan atau permintaan pihak pemberi tugas. Tahapan perencanaan yang. kebudayaan Indonesia serta pengaruh asing. BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Perencanaan interior merupakan proses kreatif menciptakan elemen elemen pembentuk ruang, pengisi ruang dan perlengkapan lain agar mempunyai fungsi bagi kegiatan manusia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 4 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Sejarah Perkembangan Beton Pracetak Beton adalah material konstruksi yang banyak dipakai di Indonesia, jika dibandingkan dengan material lain seperti kayu dan baja. Hal

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PERANCANGAN. konsep Hibridisasi arsitektur candi zaman Isana sampai Rajasa, adalah candi jawa

BAB 6 HASIL PERANCANGAN. konsep Hibridisasi arsitektur candi zaman Isana sampai Rajasa, adalah candi jawa BAB 6 HASIL PERANCANGAN 6.1. Hasil Perancangan Hasil perancangan Pusat Seni dan Kerajinan Arek di Kota Batu adalah penerapan konsep Hibridisasi arsitektur candi zaman Isana sampai Rajasa, adalah candi

Lebih terperinci

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Pertemuan 12: Industri kreatif

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Pertemuan 12: Industri kreatif Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Industri Kreatif dapat diartikan sebagai kumpulan aktivitas ekonomi yang terkait dengan penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi. Industri kreatif juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Jember fashion..., Raudlatul Jannah, FISIP UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Jember fashion..., Raudlatul Jannah, FISIP UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan 7 sub bab antara lain latar belakang penelitian yang menjelaskan mengapa mengangkat tema JFC, Identitas Kota Jember dan diskursus masyarakat jaringan. Tujuan penelitian

Lebih terperinci

MASA DEPAN ARSITEKTUR VERNAKULAR NUSANTARA Linda Octavia 1) A 1) Program Studi Arsitektur Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta lindaoctavia2010@gmail.com, linda@staff.ukdw.ac.id ABSTRAK rsitektur

Lebih terperinci

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP) Satuan Pendidikan : SMP/MTs Mata Pelajaran : Seni Budaya Kelas / Semester : VII / Materi Pokok : SENI RUPA Sub Materi Pokok : Menerapkan Ragam Hias pada Bahan Keras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek konstruksi merupakan rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan bangunan atau konstruksi, yaitu suatu lingkungan buatan yang bermanfaat bagi manusia.

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 5 HASIL PERANCANGAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 5 HASIL PERANCANGAN BAB 5 HASIL PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Bangunan yang baru menjadi satu dengan pemukiman sekitarnya yang masih berupa kampung. Rumah susun baru dirancang agar menyatu dengan pola pemukiman sekitarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampus Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Bina Nusantara. yang Berhubungan dengan Arsitektur.

BAB I PENDAHULUAN. Kampus Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Bina Nusantara. yang Berhubungan dengan Arsitektur. BAB I PENDAHULUAN I.1. Deskripsi Proyek Judul : Topik : Kampus Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Bina Nusantara Ekspresionisme Tema : Pengolahan Bentuk Kampus yang Ekspresif dalam Menaungi Kegiatan

Lebih terperinci

INTERIOR Konsep interior kontemporer (Materi pertemuan 9 )

INTERIOR Konsep interior kontemporer (Materi pertemuan 9 ) INTERIOR Konsep interior kontemporer (Materi pertemuan 9 ) DOSEN PENGAMPU: ARDIANSYAH, S.T, M.T PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Interior Kontemporer Gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan industri fashion Indonesia dalam jangka panjang serta melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan industri fashion Indonesia dalam jangka panjang serta melahirkan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tekstil tradisional yang khas dan kaya ragamnya merupakan salah satu modal dasar pengembangan industri modern berciri Indonesia. Perkembangan tersebut ditambah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Studi. Dewasa ini masyarakat di berbagai belahan dunia semakin sadar dengan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh manusia itu sendiri, alam seakan menjadi

Lebih terperinci

TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA

TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA Nama : Muhammad Bagus Zulmi Kelas : X 4 MIA No : 23 SENI RUPA Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan

Lebih terperinci