TRANSPORT SEDIMEN DARI DARAT KE LINGKUNGAN BAHARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TRANSPORT SEDIMEN DARI DARAT KE LINGKUNGAN BAHARI"

Transkripsi

1 Oseana, Volume XIX, Nomor 3 : ISSN TRANSPORT SEDIMEN DARI DARAT KE LINGKUNGAN BAHARI Oleh Subardi dan S.M. Sidabutar * ) ABSTRACT SEDIMENT TRANSPORT FROM LAND TO MARINE ENVIRONMENT. Weathering of base rock due to physical, chemical and biological processes make the rock softer and easy to be eroded. Erosion process is usually caused by energy generated from water movement, human activities and other factors. The rock weathering resulting silt or sediment which is easily transported by river flow in the form of suspended material. The amount of transported sediment into marine environment is related to the intensity of river flow and reaches maximum amount during flooding period. This article will also discusses the effect of sediment transport to land and sea level changes. The theory on the calculation of sediment load through river is presented. At the end of article a case study on the sedimentation and sediment distribution in the estuary of Karang river is also presented. PENDAHULUAN Pelapukan batuan induk (source rock) akibat proses fisika, kimia dan biologi menyebabkan batuan menjadi lunak dan gembur. Proses fisika seperti penyinaran matahari yang terus menerus terhadap batuan di gunung yang bersifat keras seperti : granit, andesit, dasit, diorit dan sejenisnya membuat batuan lapuk. Proses kimia terjadi pada daerah gamping yang dilalui sungai sehingga timbul reaksi karbonat dengan air dan CO 2, akibat reaksi ini sering terjadi sungai di bawah tanah. Reaksi ini dapat dilukiskan sebagai CaCO 3 + CO 2 + H 2 O Ca (HCO 3 ) 2. Identik dengan ini misalnya sungai melalui batuan granit maka konsentrasi air mengandung SiO 2. Pada peristiwa pelapukan ini hewan maupun tumbuh-tumbuhan ikut berperan, beberapa jenis hewan sering menggali lubang pada batuan dan gua, dalam usaha mencari makan, berkembang biak, mempertahankan diri dan sebagai tempat tinggalnya. Akar tumbuhan sering menjalar kemana-mana membuat batuan retak dan lapuk. Batuan yang telah mengalami pelapukan ini sangat mudah terkena proses erosi. Erosi umumnya dikerjakan oleh air di samping manusia dan faktor yang lain. Dari *) Balai Penelitan dan Pengembangan Oseanografi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi- LI PI, Jakarta.

2 proses erosi ini rombakan batuan dengan ukuran < 0,063 mm diameter menurut SKALA WENTWORTH 1922 (dalam PETTIJOHN 1956) mudah diangkut oleh air sungai sebagai lumpur. Pengangkutan lumpur ini dimulai dari sungai-sungai di daerah tadah hujan (catchment area) daerah dimana setiap titik hujan akan mengalirkan airnya ke sungai induk (drainage basin). Pada peristiwa transportasi ini terikut juga batuan dengan ukuran pasir, kerikil, kerakal, bongkah dan bolder namun umumnya diendapkan di bagian hulu, hal ini karena beratnya sendiri juga pengaruh elevasi (slope) yang makin mendekati landai ke arah hilir. Adanya pemilahan (sorting) butir batuan oleh alam, umumnya hanya butir sedimen yang halus seperti pasir dan lumpur sampai di laut sehingga idealnya makin ke arah laut sedimen makin halus. Cara pengangkutan lumpur sehingga sampai di laut, yakni lumpur terangkut dalam bentuk larutan suspensi (suspension) partikelpartikel lumpur tersebar di seluruh larutan. larutan semakin keruh menunjukkan jarak kerapatan antara partikel kecil sehingga nilai kekeruhan (turbidity) tinggi. Untuk sungai nilai ini dicapai pada waktu sungai banjir sehingga banyak lumpur terangkut ke laut. DAMPAK TRANSPORTASI LUMPUR TERHADAP KONDISI FISIK DARATAN Pengangkutan lumpur oleh sungai tiap tahun dapat mencapai jutaan meter kubik. Sungai kanal di daerah perairan PLTU Suralaya, Jawa Barat yang kecil dan berhulu dari bukit sekitarnya, selama tahun 1986 mengangkut lumpur ke laut sebanyak 4360 m 3 (Puslitbang Oseanologi - LIPI 1986). Sungai Blencong di daerah Marunda, Bekasi, Jawa Barat yang di bagian muaranya sangat dipengaruhi pasang surut laut selama bulan Januari 1987 mengangkut lumpur ke laut sejumlah 715 m 3 (Puslitbang Oseanologi- LIPI 1987). Kedua sungai di atas termasuk sungai kecil dan pendek. Sungai Kanal misalnya merupakan sungai "musiman" yang hanya mengangkut lumpur lebih banyak pada waktu tertentu seperti musim penghujan atau banjir. Sungai Serayu di Jawa Tengah tiap tahun sanggup membuang lumpur ke laut sebesar m 3 dan Sungai Brantas di Jawa Timur setiap tahun mampu menghanyutkan sedimen lumpur ini ke laut hingga m 3 (KATILI 1967). Pada tahun 1969 Sungai Code di Yogyakarta mengangkut lumpur ke Samudera Hindia hingga jutaan ton sebagai akibat muntahan lahar dingin dari Gunung Merapi (Pengamatan di Lapangan tahun 1969). Sungai karang di daerah PLTU Muara Karang, Jakarta selama tahun 1985 mengangkut lumpur ke laut sebanyak ,2m 3 (Puslitbang Oseanologi-LIPI 1985). Sungai Duri dan Sungai Raya yang terletak di daerah Kalimantan Barat dengan morfologi relatif datar selama bulan Januari 1993 mengangkut lumpur ke laut masing-masing 1290 m 3 dan m 3 (SUBARDI 1993). Dengan demikian dapat dibayangkan berapa juta meter kubik sungai-sungai di Pulau Jawa setiap tahun mengangkut lumpur ke laut. Keadaan semacam ini merupakan fenomena yang terjadi di setiap aliran sungai di bumi. Proses perubahan muka bumi akibat gaya eksogen seperti transportasi lumpur menuju laut ini terjadi secara alamiah tanpa

3 batas waktu. Keadaan semacam ini merupakan malapetaka yang mengerikan dan tentunya akan mengancam kehidupan di darat. Namun tidak demikian, yakni ada semacam kekuatan yang tersimpan dalam bumi berupa gaya endogen yang mengkonpensasi sehingga di capai suatu keseimbangan (equilibrium). Gayagaya endogen ini berupa gaya tektonik dan peristiwa vulkanisme. Akibat gaya-gaya ini terjadi pengangkatan antara lain berupa terbentuknya gunung dan pulau. Di sini kekuatan eksogen ikut berperan juga seperti aktifitas organisme sehingga terbentuk pulau karang yang seluruhnya dengan lithologi batuan karbonat. Energi gelombang dari laut lepas aktip mengembalikan sebagian sedimen asal daratan sehingga terjadi sedimentasi di pantai-pantai. DAMPAK TRANSPORTASI LUMPUR TERHADAP PARAS LAUT Lumpur yang diangkut sungai ke laut mengandung senyawa kimia tergantung dari batuan induk (source rock) yang dilalui. Sungai yang melalui batuan beku, mineralmineral yang terangkut ke laut umumnya berupa kwarsa (Si O 2 ), hematit (Fe 2 O 3 ), limonit (2Fe 2 O 3 3H 2 O), magnetit (Fe O Fe 2 O 3 ), pirit (Fe S 2 ), orthoklas (K N a ) Al Si 3 O 8 dan sebagainya. Jika daerah yang dilalui sungai terdiri dari batuan gamping mineral yang terangkut umumnya bersifat karbonat (C a C O 3 ). Senyawa karbonat ini umumnya tidak menaikkan kadar karbonat air laut namun hampir seluruhnya diserap oleh hewan, yakni untuk menambah dan membentuk struktur tubuhnya (CLARKE 1907 dan KATILI 1967). Partikel-partikel lumpur dalam larutan oleh arus laut mudah disebarkan ke segala arah, pada lokasi dengan kondisi tenang partikel ini akan diendapkan. Setelah proses pengendapan ini berjalan, disusul proses pemampatan (diagenesis) pada akhirnya proses pembatuan (lithification). Akibat pengendapan lumpur di muara-muara sungai yang besar, sering terbentuk delta seperti Delta Solo di muara Sungai Bengawan Solo, Delta Cisadane, Delta Citarum dan sebagainya. Pengendapan lumpur di muara tampak sangat menggangu seperti yang terjadi di muara Sungai Barito, karena muara ini merupakan alur pelayaran kapal yang masuk dan keluar dari sungai. Pada tahun 1988 dilakukan pengerukan lumpur oleh pemerintah bekerja sama dengan pemerintah Jepang di mana Puslitbang Oseanologi-LIPI memberikan kontribusi dalam penelitian ini. CARA MENENTUKAN MUATAN LUMPUR YANG DIANGKUT ALIRAN SUNGAI Untuk menentukan muatan lumpur yakni dengan menghitung volume lumpur yang diangkut sungai dengan cara mengambil contoh air di muara dengan menggunakan botol Nansen sebanyak 1 liter pada tiap posisi permukaan, tengah dan dekat dasar pada sat stasium. Stasiun contoh air untuk sungai yang relatip sempit dapat dilakukan pada satu atau lebih stasiun, dipasang dari tengah ke arah tepi sungai yang cukup mewakili dan terletak pada satu bidang penampang sungai. Sedang untuk muara sungai yang lebar diambil beberapa stasiun. Kandungan suspensi tiap stasiun adalah rata-rata jumlah suspensi ke

4 tiga kedalaman yaitu : permukaan, tengah dan dekat dasar. Sedang rata-rata dari jumlah suspensi tiap stasiun merupakan kandungan suspensi sedimen sungai ini. Pada penelitian tentang muatan lumpur ini diukur juga kedalaman muka air terhadap muka air laut rata-rata (mean sea level) dengan "Echosounder", lebar sungai dengan "Theodolit" dan kecepatan arus dengan "Current Meter". Di laboratorium contoh air disaring dengan menggunakan "Millipore Aseptic System" dan "Vacum Pump" dengan kertas saring berdiameter 0,45 Mikron. Hasil saringan dikeringkan dan ditimbang beratnya dengan timbangan listrik. Faktor yang berpengaruh terhadap volume lumpur yang melalui sungai adalah kedalaman air, lebar sungai, kecepatan arus sungai, kekeruhan air dan sudut kemiringan sungai yang dapat diukur dengan kompas geologi. Volume lumpur yang diangkut sungai akan sebanding dengan debit air, dimana debit ini merupakan volume air yang mengalir dalam satuan waktu. Debit ini berbanding lurus terhadap luas penampang basah dan kecepatan rata-rata arus sungai atau jika debit air diberi notasi Q, luas penampang basah sungai F (m2) dan kecepatan arus sungai V (m/detik) maka debit Q = F x m 3 /detik (DARCY dalam WISLER and BRATER 1976) : Q = F x m 3 /detik Jika sungai pada kedua tebingnya memiliki sudut kemiringan yang berlainan α dan β ( Gambar 1), lebar permukaan air L, kedalaman d dan dasar sungai relatip sejajar dengan bidang permukaan air maka luas penampang basah dihitung sebagai berikut.

5 bentuk persamaan umum untuk menentukan jumlah muatan lumpur dalam keadaan kering: G = 1/2 d {2L - (d/tg α + d/tg β)} V g (m3/ detik mg/liter) dengan menjabarkan satuan-satuan ini G = 1/2 d {2L - (d/tg α + d/tg β)}v gl0-3 (kilogram/detik) masa jenis lumpur dalam keadaan basah dengan mengabaikan komposisi mineralnya 1,2 dengan kandungan airnya 250 % (dalam laporan akhir penelitian oseanologi tahap IV di perairan Muara Karang, LON LIPI 1985). Dari devinisi ini sehingga untuk 1 Kg lumpur dalam keadaan kering kandungan airnya 250 x 1 Kg atau 2,5 Kg maka berat sedimen lumpur dalam keadaan basah 3,5 Kg, volumenya 3,5 Kg/1,2 Kg/dm 3 yaitu 2,9 dm 3 atau 2,9 x 10' 3 m 3. Jadi dari jumlah lumpur G di atas jika dalam keadaan basah G = 1/2 d {2L - (d/tg α + d/tg β)}v gl0-3 x 2,9 x 10-3 m 3 /detik) atau G = 1/2 d {2L - (d/tg α + d/tg β)}v g2,9 x 10-6 (m 3 /detik) Jika salah satu tebing sungai relatip curam α mendekati 90 sehingga Tg α sama dengan tak terhingga maka d/tg α = O sehingga jumlah lumpur menjadi : G = 1/2 d (2L - d/tg α ) V g2,9 x 10-6 (m 3 / detik) dan jika p mendekati 90 sehingga Tg β sama dengan tak terhingga maka d/tg β = O jumlah lumpur menjadi : G = 1/2 d (2L - d/tg β ) V g2,9 x 10-6 (m 3 / detik) Untuk α dan β mendekati 90 dalam arti kedua tebing sungai vertikal maka jumlah lumpur ini : G = d L V g 2,9 x l0-6 (mvdetik) Biasanya sungai semacam ini merupakan bentukan manusia seperti saluran irigasi, kanal atau sungai akibat bangunan sekitarnya. Pada umumnya sungai memiliki kemiringan tebing dan kedalaman yang bervariasi, untuk sungai semacam ini diambil beberapa stasiun penelitian sehingga bidang penampang basah dibagi menjadi beberapa persil luas. Pada Gambar 2 diambil stasiun S 1, S 2, S 3, S nl, dan S n. Kedalaman dasar sungai yang diukur dengan "Echosounder" akan menunjukkan suatu bentuk garis lengkung. Maka cara menghitung luas bidang penampang basah adalah dengan salah satu tebing pada titik perpotongan garis permukaan air dengan tebing sebagai pusat salib sumbu dan garis permukaan air sebagai sumbu X sedang sumbu Y garis tegak lurus bidang permukaan air dan melalui pusat salib sumbu. Maka garis lengkung yang dilukiskan Echosounder yang menggambarkan kedalaman dasar sungai sebagai persamaan garis lengkung Y = f (x). Jika jarak tiap stasiun terhadap salib sumbu adalah L 1, L 2, L 3, L n-1 p dan L n maka luas bidang penampang basah adalah jumlah seluruh luas persil, luas tiap persil ini adalah : F 1 = L1 0 L2 L1 L3 L2 f(x) dx, F2= f(x) dx, F3 = f(x) dx

6 Dengan cara di atas diteliti volume lumpur yang melalui Sungai Karang di daerah PLTU Muara Karang di Jakarta (Gambar 3), penelitian ini dilakukan 12 kali selama tahun hasil pengukuran menunjukkan lebar sungai 50 m, lebar ini dianggap terlalu kecil sehingga pada penelitian hanya dipasang satu stasiun hidrologi yang letaknya dianggap relatif tetap dan dipilih di bagian tengah sungai. hasil penelitian menunjukkan ratarata kandungan lumpur dalam keadaan kering pada posisi permukaan berkisar dari 67 mg/ liter - 223,5 mg/liter, terendah pada bulan Nopember dan tertinggi Desember dengan rata-rata jumlah 124,475 mg/liter. Pada posisi tengah kandungan lumpur ini berkisar dari 15,69 mg/liter mg/liter, terendah bulan Januari dan tertinggi Desember, rata-rata jumlah 488,6136 mg/liter. Kandungan lumpur dalam keadaan kering pada posisi dasar ratarata berkisar dari 16,13 mg/liter ,11 mg/liter, terendah pada bulan Januari dan tertinggi Mei, rata-rata 744,2142 mg/liter. Jadi rata-rata kandungan suspensi sedimen atau lumpur pada stasiun hidrologi ini sebesar 452,4343 mg/liter (Tabel 1).

7 sumber:

8 Tabel 1 Daftar rata-rata berat suspensi sedimen (mg/liter) di stasiun hidrologi Muara Karang pada posisi permukaan, tengah dan dekat dasar serta kedalamnya (m) terhadap muka air laut rata-rata. Pengukuran kecepatan arus dilakukan pada bulan Januari, Maret, Mei, September dan Desember yang dianggap cukup mewakili untuk musim barat dan timur selama tahun Rata-rata kecepatan arus permukaan berkisar dari 2,33 cm/detik hingga 36,45 cm/ detik terendah pada bulan Januari dan tertinggi pada bulan Maret rata-rata 18,24 cm/detik. Pada posisi tengah terendah 5,65 cm/detik pada bulan Januari dan tertinggi 16,33 cm/ detik bulan Mei rata-rata 12,27 cm/detik. Di bagian dekat dasar terendah bulan Mei 8,91 cm/detik, tertinggi bulan Maret 22,41 cm/ detik rata-rata 13,83 cm/detik. Karena lebar sungai relatif kecil aliran cenderung laminair, faktor ini mengakibatkan arah kecepatan arus searah dengan arah sungai atau tidak ada arah kecepatan arus yang memotong tebing sungai. Sehingga vektor kecepatan arus pada ketiga posisi sejajar, resultan kecepatan rata-rata dari jumlah kumulatif kecepatan pada ketiga posisi.. Kecepatan rata-rata arus 14,78 cm/ detik, kecepatan terakhir ini merupakan pengangkut massa sedimen. Daftar penelitian kecepatan arus ini disajikan pada Tabel 2.

9 Tabel2 Daftar rata-rata kecepatan arus sungai di stasiun hidrologi (m/detik) pada posisi permukaan, tengah dan dekat dasar. Kedalam air dihitung terhadap muka air laut rata-rata berkisar dari 1,0 m - 1,95 m terendah pada bulan September, Oktober dan Desember sedang tertinggi pada bulan April rata-rata 1,44 m. hasil pengukuhan kedalam air sungai ini disajikan pada Tabel 1. Uraian di atas menunjukkan lebar sungai 50 m, rata-rata berat suspensi dalam keadaan kering 452,4343 mg/liter, kecepatan arus 14,78 cm/detik dan kedalam sungai 1,44 m. Sungai Karang ini dibagian muaranya telah banyak dipengaruhi oleh bangunan dari PLTU seperti tebingnya berupa jeti yang tegak lurus dasar dan dari data rekaman "Ec hosounder" dasar sungai relatif sejajar dengan permukaan air. Dari dua unsur ini maka cara menghitung jumlah lumpur yang melalui Sungai karang ke laut digunakan rumus umum: G = d L V g 2, (m3/detik) Maka jumlah lumpur ini G = 1,44 x 50 x 0,1478 x 452,4343 x 2,9 x 10-6 (m 3 /detik) didapat G = 0,0139 m 3 /detik. Adanya perbedaan topografi antara darat dan laut juga keadaan sungai yang sempit maka aliran akan berjalan terus-menerus. namun karena penelitian ini dilakukan di muara sungai, dipengaruhi oleh pasang surut laut. Pada saat air laut menuju pasang dan sebaliknya menuju surut dicapai keseimbangan, aliran mendekati atau sama dengan nol dan keadaan ini berlangsung selama dua jam (LEMBAGA OSEANOLOGI NASIONAL - LIPI 1985), sehingga migrasi lumpur ke laut untuk sehari semalam berlangsung selama 22 jam. Pengangkutan lumpur ini oleh Sungai Karang. selama 1 detik 0,0139 m 3, jadi jika diproyeksikan selama tahun 1985 Sungai karang sanggup mengangkut lumpur dari darat ke laut sebanyak ,8 m 3.

10 Sebaran sedimen di perairan Muara Karang dan sekitarnya Perairan Muara Karang di bagian pantainya oleh pihak PLTU telah dibuat bangunan berupa tembok laut, jati dan kolam jati sebagai sistem hidrologi mengalirkan air laut melalui "inlet" masuk kedalam lokasi PLTU untuk pendinginan dan keluar melalui "outlet". Dari 21 stasiun penelitian sedimen dan transek kedalaman dengan "Echosoundrer" dihitung terhadap muka air laut rata-rata dari hasil analisis pengukuran pasang surut setempat menunjukkan kedalam berkisar dari 0,9-4,3 m terendah stasiun 21 dan tertinggi stasiun 1. Isobat sebagai hasil transek disajikan pada Peta Batimetri Gambar 4. Untuk mengetahui sebaran sedimen khususnya lumpur di perairan sekitar muara sebagai salah satu yang ditimbulkan lumpur dari hasil transportasi Sungai Karang diambil contoh sedimen pada 21 stasiun di atas untuk bulan Januari dan Agustus 1985 yang dianggap cukup mewakili sedimen dasar perairan untuk musim barat dan timur (Gambar 5). Dari hasil pengayakan contoh sedimen dengan diameter butir berdasar skala WENTWORTH (dalam PETTIJOHN 1956) sedimen diklasifikasikan berdasar ukuran butir dan persentase beratnya. Untuk menentukan jenis sedimen dari dua kali penelitian hasil klasifikasi diterapkan ke dalam segitiga SHEPARD (1954) yang dimodifikasi dan hasil rata-ratanya adalah sebaran jenis sedimen di perairan ini. Hasil rata-rata jenis sedimen disajikan pada Tabel 3 dan sebaran sedimen dasar perairan disajikan pada Gambar 3. Sebaran sedimen ini menunjukkan di depan muara pada stasiun 6 ke arah barat hingga stasiun 7 sedimennya berupa lumpur pasiran. Dari stasiun 8 ke arah barat day a hingga stasiun 12 sedimennya berupa lumpur. Pasir lumpuran dijumpai pada stasiun 11 hingga pantai bagian barat dan di bagian utara pada stasiun 9 dan sekitarnya. Lumpur dijumpai juga di sepanjang kenal dari stasiun 1 hingga stasiun 3. Di daerah sebelah timur dari kanal lumpur ini terendap pada stasiun 13 dan 15 berupa lumpur pasiran, sedang pada stasiun 14 dan 20 berupa pasir lumpuran.

11 Gambar 3. Peta lokasi daerah penelitian dengan letak stasiun hidrologi Sh.

12 Gambar 4. Peta bateimetri daerah penelitian, isobat dalam satuan meter dihitung terhadap muka air laut rata-rata hasil analisis pasang surut laut setempat.

13 Gambar 5. Peta stasiun penelitian sedimen dan sebaran jenis sedimen di daerah penelitian.

14 Tabel 3 Daftar rata-rata persentase berat komponen dan jenis sedimen menurut SHEPARD (1954) serta kedalam terhadap muka air laut rata-rata untuk bulan Juni dan Agustus Pada stasiun 4 dan 5 dijumpai pasir, lokasi ini terletak pada pelurusan arah Sungai Karang (N O E) atau terjadi alur dari air sungai ini di depan muara akibat perbedaan topografi antara darat dan laut. karena pengaruh kemiringan (slope) dasar sungai dan lebar sungai yang kecil maka energi (enery gradient) yang timbul di sepanjang alur lebih kuat (CHANG 1990). Pada kondisi ini lumpur yang berada di daerah alur pelurusan sungai akan tersapu ke samping membentuk tanggul (levee) atau diendapkan di tempat dengan

15 kondisi tenang sedang sedimen dengan ukuran pasir (>0,063 mm) akan tinggal (HOLMES, 1959). Kondisi tenang ini terjadi di luar alur, yakni di sebelah barat dengan sedimen lumpur, lumpur pasiran dan pasir lumpuran. Kondisi semacam ini terjadi juga di sepanjang kanal. Pada daerah sebelah timur kanal sedimen dasarnya didominasi pasir, dari stasiun 15, 14 hingga stasiun 13 sedimen dasar berupa lumpur pasiran dan pasir lumpuran. Di bagian tengah dari stasiun 16 ke arah utara hingga stasiun 18 sedimennya terdiri dari pasir kerikilan, pasir lumpuran dan pasir. Sedang di bagian timur dari stasiun 21, 20 hingga stasiun 19 berupa pasir dan pasir lumpuran. Secara umum di daerah sebelah timur kanal pada bagian baratnya berupa lumpur sedangkan di bagian timur pasir. Keadaan ini menunjukkan arus dari "outlet" bergerak ke arah timur laut, di samping itu adanya arus laut yang datang dari arah barat laut. Pada stasiun 16 terjadi tumbukan yang paling kuat antara energi yang ditimbulkan oleh dua arus itu akibatnya pada stasiun 16 hanya sedimen dengan ukuran yang lebih besar seperti pasir kerikilan mampu mengendap di sini. Dua faktor penyebab pemilahan besar butir sedimen ini yaitu energi yang ditimbulkan oleh kecepatan arus dari "outlet" dan laut. Besar kedua energi ini akan tergantung besarnya kecepatan arus dan massa air laut dari "outlet" dan laut. Jika kecepatan arus dari "outlet" V 0 dan dari laut V 1 sedang besar massa air laut dari "outlet" dan laut masing-masing M 0 dan M 1 maka percepatan arus dari "outlet" : dan dari laut : A 0 = [ V 0 d (V 0 ) A 1 = [ V 1 d (V 1 ) Dari dua parameter ini maka besarnya energi dari "outlet" : F 0 = M 0 A 0 dan dari laut : F 1 = M 1 A 1 Karena arah energi searah dengan arah kecepatan arus laut dan arah ini dapat diukur yakni arah arus dari "outlet" misalnya N α E dan dari laut N β E, sehingga sudut yang dibentuk dari dua arah energi ini besarnya selisih harga mutlak dari dua arah ini atau [ N α E - N β E ], nilai ini misalnya N α E atau cukup disebut α maka energi resultan yang ditimbulkan dari dua energi tersebut : E r = (F F F 0 Fl Cos α) 1/2 Jika satuan massa ini dalam kg dan percepatan m/detik 2 maka satuan energi resultan kg/ detik 2 atau newton. Energi resultan ini bergerak ke arah timur dan jika V 0 < V 1 gerakan energi ini cenderung ke arah tenggara, sebaliknya untuk V 0 < V 1 ke arah timur laut. Karena energi ini bergerak dari stasiun 16 ke arah timur dan variasinya yaitu tenggara dan timur laut sehingga daerah sebelah barat dari stasiun ini merupakan daerah yang memiliki kondisi tenang. Pada kondisi yang demikian lumpur berkesempatan mengendap sehingga daerah ini di sebelah timur kanal di bagian barat umumnya dengan sedimen lumpur dan di bagian timur pasir. Untuk menunjukkan akumulasi lumpur ke arah dominan dan sebaliknya dibuat "isoplet" yang menyatakan persentase berat lumpur dengan interval 10 %. Pada gambar 6

16 Gambar 6. Peta sebaran lumpur dalam satuan persen berat ditunjukkan dengan "isoplet".

17 secara regional sebaran lumpur makin besar ke arah pantai berkisar 10 % hingga 90 % dengan arah sebaran relatif sejajar pantai. Pada daerah sebaran lumpur yang dibatasi "isoplet" 10 % mulai dari daerah ini di samping kandungan lumpur membesar ke arah pantai juga ke arah laut. Sebaran lumpur makin bertambah ke arah laut ini adalah ideal karena besar butir sedimen makin mengecil ke arah menjauhi batuan sumber. DAFTAR PUSTAKA CHANG, H.H Mathematical model for erodible channels. Generalised program. Fluvial Umera manual San Diego State university. : HOLMES, A Principles of physical geology, printed in Great Britain by Thomas Nelson and Sons ltd. Fourteenth edition. : 532 pp. KATILI, J.A., Pengantar geologi umum. Kursus Bl tertulis Ilmu Bumi. Dep. P.P.K. Djaw. pend. Umum balai Pendidikan guru, kilat maju. Bandung. : 160 pp. LEMBAGA OSENOLOGI NASIONAL-LIPI Laporan akhir penelitian oseanologi tahap IV di perairan Muara Karang sehubungan dengan beroperasinya PLTU Muara karang unit 4 & 5. : 221 pp. PETTUOHN, F.J Sedimentary rock, second edition. Oxford & IBM Publishing Co. new Delhi, Bombay, Calcutta. : 718 pp. PUSLITBANG OSEANOLOGI-LIPI Laporan akhir penelitian oseanologi di perairan Suralaya setelah beroperasinya PLTU Suralaya unit 1 & 2. : 201pp. PUSLITBANG OSEANOLOGI -LIPI Keadaan lingkungan fisik pesisir di sekitar Muara Blencong, Marunda, Jakarta, laporan akhir. : 172 pp. SHEPARD, F.P Nomenclature based on sand silt clay ratio. Journ. Sed. Petrol. 24 : SUBARDI Muatan lumpur yang melalui Sungai Duri, Sungai Raya ke laut dan sedimentasi di perairan Sungai Duri, Kalimantan barat. Puslitbang Oseano-logi- LIPI, laporan penelitian. : 39 pp. WISLER, CD. and BRATER, E.F. 1976, Hydrology. Second edition. John Wiley & Sons, New York. : 408 pp.

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura Hak cipta dilindungi Undang-Undang Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura ISBN: 978-602-97552-1-2 Deskripsi halaman sampul : Gambar

Lebih terperinci

KAJIAN SEBARAN UKURAN BUTIR SEDIMEN DI PERAIRAN GRESIK, JAWA TIMUR

KAJIAN SEBARAN UKURAN BUTIR SEDIMEN DI PERAIRAN GRESIK, JAWA TIMUR JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 596 600 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose KAJIAN SEBARAN UKURAN BUTIR SEDIMEN DI PERAIRAN GRESIK, JAWA TIMUR Esa Fajar

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY Oleh Supiyati 1, Suwarsono 2, dan Mica Asteriqa 3 (1,2,3) Jurusan Fisika,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 21 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Secara umum erosi dapat dikatakan sebagai proses terlepasnya buturan tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin

Lebih terperinci

07. Bentangalam Fluvial

07. Bentangalam Fluvial TKG 123 Geomorfologi untuk Teknik Geologi 07. Bentangalam Fluvial Salahuddin Husein Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 2010 Pendahuluan Diantara planet-planet sekitarnya, Bumi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SUNGAI Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

KAJIAN SEDIMENTASI PADA SUMBER AIR BAKU PDAM KOTA PONTIANAK

KAJIAN SEDIMENTASI PADA SUMBER AIR BAKU PDAM KOTA PONTIANAK KAJIAN SEDIMENTASI PADA SUMBER AIR BAKU PDAM KOTA PONTIANAK Ella Prastika Erlanda 1), Stefanus Barlian Soeryamassoeka 2), Erni Yuniarti 3) Abstrak Peristiwa sedimentasi atau pengendapan partikel-partikel

Lebih terperinci

Analisis Angkutan dan Distribusi Sedimen Melayang Di Sungai Kapuas Pontianak Kalimantan Barat pada musim kemarau

Analisis Angkutan dan Distribusi Sedimen Melayang Di Sungai Kapuas Pontianak Kalimantan Barat pada musim kemarau Analisis Angkutan dan Distribusi Sedimen Melayang Di Sungai Kapuas Pontianak Kalimantan Barat pada musim kemarau Wenni Rindarsih, S.Si 1) ; Muh. Ishak Jumarang, M.Si 2) ; Muliadi, M.Si 3) 1,2,3) Jurusan

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Bendung Kaligending terletak melintang di Sungai Luk Ulo, dimana sungai ini merupakan salah satu sungai yang cukup besar potensinya dan perlu dikembangkan untuk dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka A. Sungai Sungai merupakan jalan air alami dimana aliranya mengalir menuju samudera, danau, laut, atau ke sungai yang lain. Menurut Soewarno (1991) dalam Ramadhan (2016) sungai

Lebih terperinci

MONEV E T ATA A IR D AS PERHITUNGAN AN SEDIME M N

MONEV E T ATA A IR D AS PERHITUNGAN AN SEDIME M N MONEV TATA AIR DAS PERHITUNGAN SEDIMEN Oleh: Agung B. Supangat Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Jl. A.Yani-Pabelan PO Box 295 Surakarta Telp./fax. (0271)716709, email: maz_goenk@yahoo.com

Lebih terperinci

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS) Stadia Sungai Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Dalam Bahasa Indonesia, kita hanya mengenal satu kata sungai. Sedangkan dalam Bahasa Inggris dikenal kata stream dan river.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

KAITAN AKTIVITAS VULKANIK DENGAN DISTRIBUSI SEDIMEN DAN KANDUNGAN SUSPENSI DI PERAIRAN SELAT SUNDA

KAITAN AKTIVITAS VULKANIK DENGAN DISTRIBUSI SEDIMEN DAN KANDUNGAN SUSPENSI DI PERAIRAN SELAT SUNDA KAITAN AKTIVITAS VULKANIK DENGAN DISTRIBUSI SEDIMEN DAN KANDUNGAN SUSPENSI DI PERAIRAN SELAT SUNDA Oleh : Eko Minarto* 1) Heron Surbakti 2) Elizabeth Vorandra 3) Tjiong Giok Pin 4) Muzilman Musli 5) Eka

Lebih terperinci

SUSPENSI DAN ENDAPAN SEDIMEN DI PERAIRAN LAUT JAWA

SUSPENSI DAN ENDAPAN SEDIMEN DI PERAIRAN LAUT JAWA 34 SUSPENSI DAN ENDAPAN SEDIMEN DI PERAIRAN LAUT JAWA Helfinalis Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta 14430, Indonesia E-mail: helfi55@yahoo.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas, dirasakan sangat perlu akan kebutuhan adanya angkutan (transport) yang

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas, dirasakan sangat perlu akan kebutuhan adanya angkutan (transport) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Republik Indonesia yang berbentuk kepulauan dengan daerah yang sangat luas, dirasakan sangat perlu akan kebutuhan adanya angkutan (transport) yang efektif dalam

Lebih terperinci

DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir)

DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir) DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir) Adipandang Yudono 12 GEOLOGI LAUT Geologi (geology) adalah ilmu tentang (yang mempelajari mengenai) bumi termasuk aspekaspek geologi

Lebih terperinci

PROSES PEMBENTUKAN MEANDER SUNGAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGKUTAN SEDIMEN (Percobaan Laboratorium) (Dimuat pada Jurnal JTM, 2006)

PROSES PEMBENTUKAN MEANDER SUNGAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGKUTAN SEDIMEN (Percobaan Laboratorium) (Dimuat pada Jurnal JTM, 2006) PROSES PEMBENTUKAN MEANDER SUNGAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGKUTAN SEDIMEN (Percobaan Laboratorium) (Dimuat pada Jurnal JTM, 2006) Indratmo Soekarno Staf Dosen Departemen Teknik Sipil ITB Email:Indratmo@lapi.itb.ac.id,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian Hulu ke bagian Hilir suatu daerah

Lebih terperinci

STUDI SEBARAN SEDIMEN BERDASARKAN TEKSTUR SEDIMEN DI PERAIRAN SAYUNG, DEMAK

STUDI SEBARAN SEDIMEN BERDASARKAN TEKSTUR SEDIMEN DI PERAIRAN SAYUNG, DEMAK JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 3, Tahun 2015, Halaman 608-613 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose STUDI SEBARAN SEDIMEN BERDASARKAN TEKSTUR SEDIMEN DI PERAIRAN SAYUNG, DEMAK

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi,

BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami jenis sungai berdasarkan formasi batuan dan

Lebih terperinci

Menurut Sandy (1985), dalam pergerakannya air selain melarutkan sesuatu, juga mengkikis bumi, sehingga akhirnya terbentuklah cekungan dimana air

Menurut Sandy (1985), dalam pergerakannya air selain melarutkan sesuatu, juga mengkikis bumi, sehingga akhirnya terbentuklah cekungan dimana air Menurut Sandy (1985), dalam pergerakannya air selain melarutkan sesuatu, juga mengkikis bumi, sehingga akhirnya terbentuklah cekungan dimana air tertampung melalui saluran kecil dan atau besar, yang disebut

Lebih terperinci

STUDI TRANSPOR SEDIMEN LITHOGENEUS DI PERAIRAN MUARA SUNGAI DUMAI PROVINSI RIAU. Oleh

STUDI TRANSPOR SEDIMEN LITHOGENEUS DI PERAIRAN MUARA SUNGAI DUMAI PROVINSI RIAU. Oleh STUDI TRANSPOR SEDIMEN LITHOGENEUS DI PERAIRAN MUARA SUNGAI DUMAI PROVINSI RIAU Oleh Asrori 1), Rifardi 2) dan Musrifin Ghalib 2) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Email:asrorinasution26@gmail.com

Lebih terperinci

KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Rutsasongko Juniar Manuhana

KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Rutsasongko Juniar Manuhana KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Rutsasongko Juniar Manuhana rutsasongko@gmail.com Suprapto Dibyosaputro praptodibyo@gmail.com Abstract Rivers are media for sediment

Lebih terperinci

ANALISA ANGKUTAN SEDIMEN DI SUNGAI JAWI KECAMATAN SUNGAI KAKAP KABUPATEN KUBU RAYA

ANALISA ANGKUTAN SEDIMEN DI SUNGAI JAWI KECAMATAN SUNGAI KAKAP KABUPATEN KUBU RAYA ANALISA ANGKUTAN SEDIMEN DI SUNGAI JAWI KECAMATAN SUNGAI KAKAP KABUPATEN KUBU RAYA Endyi 1), Kartini 2), Danang Gunarto 2) endyistar001@yahoo.co.id ABSTRAK Meningkatnya aktifitas manusia di Sungai Jawi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. WILAYAH. NASIONAL. Pantai. Batas Sempadan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakter Angin Angin merupakan salah satu faktor penting dalam membangkitkan gelombang di laut lepas. Mawar angin dari data angin bulanan rata-rata selama tahun 2000-2007 diperlihatkan

Lebih terperinci

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN Amelia Ester Sembiring T. Mananoma, F. Halim, E. M. Wuisan Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Email: ame910@gmail.com ABSTRAK Danau

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai adalah bagian hilir dari sungai yang berhubungan dengan laut. Permasalahan di muara sungai dapat ditinjau dibagian mulut sungai (river mouth) dan estuari.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pantai 2.1.1. Pengertian Pantai Pengertian pantai berbeda dengan pesisir. Tidak sedikit yang mengira bahwa kedua istilah tersebut memiliki arti yang sama, karena banyak

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

Praktikum m.k Sedimentologi Hari / Tanggal : PRAKTIKUM-3 ANALISIS SAMPEL SEDIMEN. Oleh

Praktikum m.k Sedimentologi Hari / Tanggal : PRAKTIKUM-3 ANALISIS SAMPEL SEDIMEN. Oleh Praktikum m.k Sedimentologi Hari / Tanggal : Nilai PRAKTIKUM-3 ANALISIS SAMPEL SEDIMEN Oleh Nama : NIM : PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air,

Lebih terperinci

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit merupakan jenis usaha jangka panjang. Kelapa sawit yang baru ditanam saat ini baru akan dipanen hasilnya beberapa tahun kemudian. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu daerah

Lebih terperinci

BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG. pedataran menempati sekitar wilayah Tappanjeng dan Pantai Seruni. Berdasarkan

BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG. pedataran menempati sekitar wilayah Tappanjeng dan Pantai Seruni. Berdasarkan BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG 4.1 Geologi Lokal Daerah Penelitian Berdasarkan pendekatan morfometri maka satuan bentangalam daerah penelitian merupakan satuan bentangalam pedataran. Satuan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

MEKANISME ABRASI PESISIR DI KAWASAN PANTAI DEPOK, BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

MEKANISME ABRASI PESISIR DI KAWASAN PANTAI DEPOK, BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Abstrak MEKANISME ABRASI PESISIR DI KAWASAN PANTAI DEPOK, BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Yan Restu FRESKI 1* dan SRIJONO 1 1 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jalan Grafika

Lebih terperinci

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR ORISINALITAS... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR ORISINALITAS... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR ORISINALITAS... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I

Lebih terperinci

Analisis Arah Angin Pembentuk Gumuk Pasir Berdasarkan Data Morfologi dan Struktur Sedimen, Daerah Pantai Parangtritis, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Analisis Arah Angin Pembentuk Gumuk Pasir Berdasarkan Data Morfologi dan Struktur Sedimen, Daerah Pantai Parangtritis, Daerah Istimewa Yogyakarta. Analisis Arah Angin Pembentuk Gumuk Pasir Berdasarkan Data Morfologi dan Struktur Sedimen, Daerah Pantai Parangtritis, Daerah Istimewa Yogyakarta. Herning Dyah Kusuma Wijayanti 1, Fikri Abubakar 2 Dosen,

Lebih terperinci

ANALISA LAJU SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI CILAUTEUREUN GARUT

ANALISA LAJU SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI CILAUTEUREUN GARUT JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 54 60 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose ANALISA LAJU SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI CILAUTEUREUN GARUT Fajar Kurnia Pratomo,

Lebih terperinci

ANALISIS SIRKULASI ARUS LAUT PERMUKAAN DAN SEBARAN SEDIMEN PANTAI JABON KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMUR

ANALISIS SIRKULASI ARUS LAUT PERMUKAAN DAN SEBARAN SEDIMEN PANTAI JABON KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMUR ANALISIS SIRKULASI ARUS LAUT PERMUKAAN DAN SEBARAN SEDIMEN PANTAI JABON KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMUR Supriyadi 1, Nurin Hidayati 2, Andik Isdianto 2 1 Mahasiswa Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km 2 atau hampir 7 % dari luas seluruh pulau Kalimantan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu daerah

Lebih terperinci

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Sungai Cisadane 4.1.1 Letak Geografis Sungai Cisadane yang berada di provinsi Banten secara geografis terletak antara 106 0 5 dan 106 0 9 Bujur Timur serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejalan dengan hujan yang tidak merata sepanjang tahun menyebabkan persediaan air yang berlebihan dimusim penghujan dan kekurangan dimusim kemarau. Hal ini menimbulkan

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA Irnovia Berliana Pakpahan 1) 1) Staff Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 771-776 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose STUDI SEBARAN MATERIAL PADATAN TERSUSPENSI DI PERAIRAN SEBELAH BARAT TELUK JAKARTA

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI 2.. Tinjauan Umum Untuk dapat merencanakan penanganan kelongsoran tebing pada suatu lokasi terlebih dahulu harus diketahui kondisi sebenarnya dari lokasi tersebut. Beberapa

Lebih terperinci

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA .1 PETA TOPOGRAFI..2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA . Peta Topografi.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini,

Lebih terperinci

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya 5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan

Lebih terperinci

KANDUNGAN TOTAL SUSPENDED SOLID DAN SEDIMEN DI DASAR DI PERAIRAN PANIMBANG

KANDUNGAN TOTAL SUSPENDED SOLID DAN SEDIMEN DI DASAR DI PERAIRAN PANIMBANG 45 KANDUNGAN TOTAL SUSPENDED SOLID DAN SEDIMEN DI DASAR DI PERAIRAN PANIMBANG Helfinalis Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta 14430, Indonesia E-mail: helfi55@yahoo.com

Lebih terperinci

SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN Aries Dwi Siswanto 1 1 Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Trunojoyo Madura Abstrak: Sebaran sedimen

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

Teori Pembentukan Permukaan Bumi Oleh Faktor Eksogen. Oleh : Upi Supriatna, S.Pd

Teori Pembentukan Permukaan Bumi Oleh Faktor Eksogen. Oleh : Upi Supriatna, S.Pd Teori Pembentukan Permukaan Bumi Oleh Faktor Eksogen Oleh : Upi Supriatna, S.Pd Tenaga Eksogen Tenaga eksogen adalah kebalikan dari tenaga endogen, yaitu tenaga yang berasal dari luar bumi. Sifat umumtenaga

Lebih terperinci

BAB X PEMBUATAN LENGKUNG ALIRAN DEBIT

BAB X PEMBUATAN LENGKUNG ALIRAN DEBIT BAB X PEMBUATAN LENGKUNG ALIRAN DEBIT 10.1 Deskripsi Singkat Lengkung aliran debit (Discharge Rating Curve), adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara tinggi muka air dan debit pada lokasi penampang

Lebih terperinci

Terbentuknya Batuan Sedimen

Terbentuknya Batuan Sedimen Partikel Sedimen Terbentuknya Batuan Sedimen Proses terbentuknya batuan sedimen dari batuan yang telah ada sebelumnya. Material yang berasal dari proses pelapukan kimiawi dan mekanis, ditransportasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Bintan Pulau Bintan merupakan salah satu pulau di kepulauan Riau tepatnya di sebelah timur Pulau Sumatera. Pulau ini berhubungan langsung dengan selat

Lebih terperinci

Hidrometri Hidrometri merupakan ilmu pengetahuan tentang cara-cara pengukuran dan pengolahan data unsur-unsur aliran. Pada bab ini akan diberikan urai

Hidrometri Hidrometri merupakan ilmu pengetahuan tentang cara-cara pengukuran dan pengolahan data unsur-unsur aliran. Pada bab ini akan diberikan urai Hidrometri Hidrometri merupakan ilmu pengetahuan tentang cara-cara pengukuran dan pengolahan data unsur-unsur aliran. Pada bab ini akan diberikan uraian tentang beberapa cara pengukuran data unsur aliran

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No. 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pemeriksaan material dasar dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pasir Ynag digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN. Perubahan Bentangalam

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN. Perubahan Bentangalam TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 03 Perubahan Bentangalam Bentangalam Struktural Bentangalam Struktural Bentangalam a Gunungapiu 3 Bentangalam intrusi Bentangalam Intrusi (Intrusive landforms) adalah

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth 3. Batuan Sedimen 3.1 Kejadian Batuan Sedimen Batuan sedimen terbentuk dari bahan yang pernah lepas dan bahan terlarut hasil dari proses mekanis dan kimia dari batuan yang telah ada sebelumnya, dari cangkang

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

Studi sebaran sedimen berdasarkan ukuran butir di perairan Kuala Gigieng, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh

Studi sebaran sedimen berdasarkan ukuran butir di perairan Kuala Gigieng, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh Studi sebaran sedimen berdasarkan ukuran butir di perairan Kuala Gigieng, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh Study of sediment distribution based on grains size in Kuala Gigieng Estuary, Aceh Besar District,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 2.1 Geografis dan Administratif Sebagai salah satu wilayah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Kendal memiliki karakteristik daerah yang cukup

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI LAPISAN DASAR SALURAN TERBUKA TERHADAP KECEPATAN ALIRAN ABSTRAK

PENGARUH VARIASI LAPISAN DASAR SALURAN TERBUKA TERHADAP KECEPATAN ALIRAN ABSTRAK PENGARUH VARIASI LAPISAN DASAR SALURAN TERBUKA TERHADAP KECEPATAN ALIRAN Dea Teodora Ferninda NRP: 1221039 Pembimbing: Robby Yussac Tallar, Ph.D. ABSTRAK Dalam pengelolaan air terdapat tiga aspek utama

Lebih terperinci

PROSES SEDIMENTASI SUNGAI KALIJAGA, DAN SUNGAI SUKALILA PERAIRAN CIREBON

PROSES SEDIMENTASI SUNGAI KALIJAGA, DAN SUNGAI SUKALILA PERAIRAN CIREBON PROSES SEDIMENTASI SUNGAI KALIJAGA, DAN SUNGAI SUKALILA PERAIRAN CIREBON Oleh : D. Setiady 1), dan A. Faturachman 1) 1) Puslitbang Geologi Kelautan, Jl. Dr. Junjunan No.236, Bandung S A R I Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air,

Lebih terperinci

KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU

KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU 1) oleh: Devy Yolanda Putri 1), Rifardi 2) Alumni Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru 2) Dosen Fakultas

Lebih terperinci

PENGUKURAN SEDIMEN TERLARUT DI MUARA DESA NUSAPATI KECAMATAN SUNGAI PINYUH KABUPATEN MEMPAWAH

PENGUKURAN SEDIMEN TERLARUT DI MUARA DESA NUSAPATI KECAMATAN SUNGAI PINYUH KABUPATEN MEMPAWAH PENGUKURAN SEDIMEN TERLARUT DI MUARA DESA NUSAPATI KECAMATAN SUNGAI PINYUH KABUPATEN MEMPAWAH (Measurement Of Dissolved Sediment In The Estuary Of Nusapati Village Of Sungai Pinyuh Subdistrict In Mempawah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

PERUBAHAN MORFOLOGI SUNGAI CODE AKIBAT ALIRAN LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN Dian Eva Solikha

PERUBAHAN MORFOLOGI SUNGAI CODE AKIBAT ALIRAN LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN Dian Eva Solikha PERUBAHAN MORFOLOGI SUNGAI CODE AKIBAT ALIRAN LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 Dian Eva Solikha trynoerror@gmail.com Muh Aris Marfai arismarfai@gadjahmada.edu Abstract Lahar flow as a secondary

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

Oleh Satria Yudha Asmara Perdana Pembimbing Eko Minarto, M.Si Drs. Helfinalis M.Sc

Oleh Satria Yudha Asmara Perdana Pembimbing Eko Minarto, M.Si Drs. Helfinalis M.Sc Oleh Satria Yudha Asmara Perdana 1105 100 047 Pembimbing Eko Minarto, M.Si Drs. Helfinalis M.Sc PENDAHULUAN Latar Belakang Pulau Bawean memiliki atraksi pariwisata pantai yang cukup menawan, dan sumber

Lebih terperinci

3,15 Very Fine Sand 1,24 Poorlysorted -0,21 Coarse-Skewed. 4,97 Coarse Silt 1,66 Poorlysorted -1,89 Very Coarse-Skewed

3,15 Very Fine Sand 1,24 Poorlysorted -0,21 Coarse-Skewed. 4,97 Coarse Silt 1,66 Poorlysorted -1,89 Very Coarse-Skewed BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sedimen dasar permukaan Hasil analisis sedimen permukaan dari 30 stasiun diringkas dalam parameter statistika sedimen yaitu Mean Size (Mz Ø), Skewness (Sk

Lebih terperinci

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan... Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2 Pokok Permasalahan... 2 1.3 Lingkup Pembahasan... 3 1.4 Maksud Dan Tujuan... 3 1.5 Lokasi... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

HIDROSFER II. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER II. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami aktivitas aliran sungai. 2. Memahami jenis

Lebih terperinci

PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 ABSTRAK

PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 ABSTRAK VOLUME 6 NO. 1, FEBRUARI 2010 PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 Sunaryo 1, Darwizal Daoed 2, Febby Laila Sari 3 ABSTRAK Sungai merupakan saluran alamiah yang berfungsi mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah

Lebih terperinci

Pengukuran Debit. Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut:

Pengukuran Debit. Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut: Pengukuran Debit Pengukuran debit dapat dilakukan secara langsung dan secara tidak langsung. Pengukuran debit secara langsung adalah pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan peralatan berupa alat pengukur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Permasalahan

I. PENDAHULUAN Permasalahan I. PENDAHULUAN 1.1. Permasalahan Sedimentasi di pelabuhan merupakan permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian. Hal tersebut menjadi penting karena pelabuhan adalah unsur terpenting dari jaringan moda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bencana sedimen didefinisikan sebagai fenomena yang menyebabkan kerusakan baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kehidupan manusia dan kerusakan lingkungan, melalui suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Pengertian Sumur Resapan Sumur resapan merupakan sumur atau lubang pada permukaan tanah yang dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke dalam tanah. Sumur resapan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Studi dan Waktu Penelitian Lokasi Studi

METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Studi dan Waktu Penelitian Lokasi Studi III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Studi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Studi Daerah Irigasi Way Negara Ratu merupakan Daerah Irigasi kewenangan Provinsi Lampung yang dibangun pada tahun 1972 adapun

Lebih terperinci