BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Penelitian dengan judul Wacana Persaingan Dalam Tayangan Reality

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Penelitian dengan judul Wacana Persaingan Dalam Tayangan Reality"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Paradigma Kritis Penelitian dengan judul Wacana Persaingan Dalam Tayangan Reality Show (Analisis Wacana Kritis Tentang Wacana Persaingan Dalam Tayangan Reality Show Master Chef Indonesia Session 3 RCTI ) menggunakan paradigma kritis. Pada dasarnya paradigma kritis bersumber dari pemikiran mashab Frankfurt. Paradigma atau aliran ini dikembangkan oleh tokoh-tokoh yang berangkat dari pemikiran marxisme tokoh- tokohnya adalah Max Horkheimer, Theodore Adorno, Herbert Marcuse, dan tokoh pemikir teori kritis kontemporer sampai sekarang yaitu, Jurgen Habermas. Paradigma ini muncul ketika Jerman tengah berlangsung proses propaganda besar-besaran Hitler. Media dan saluran komunikasi sosial dipenuhi oleh prasangka, retorika, dan propaganda. Media menjadi alat pemerintah untuk mengontrol publik, menjadi sarana mengobarkan semangat perang. Terkait dengan ini, media bukan merupakan entitas yang netral, tetapi bisa dikuasai oleh kelompok dominan. Oleh karena itu, paradigma ini selalu memper- tanyakan adanya kekuatan-kekuatan yang berada dalam masyarakat yang mengontrol komunikasi (Yasir, 2005:55). Bagi paradigma kritis tugas ilmu sosial adalah justru melakukan penyadaran kritis masyarakat terhadap sistem dan struktur sosial yang cenderung mendehumanisasi atau membunuh nilai-nilai kemanusiaan (Yasir, 2005: 71). Gramsci menyebut proses penyadaran ini sebagai counter hegemony. Dominasi 14

2 15 suatu paradigma harus dikonter dengan paradigma alternatif lainnya yang bisa memecahkan permasalahan dalam realitas sosial kemasyarakatan yang tidak terselesaikan oleh paradigam yang mendominasi. Proses dehumanisasi sering melalui mekanisme kekerasan, baik fisik dan dipaksakan, maupun melalui cara yang halus, di mana keduanya bersifat struktural dan sistemik. Artinya kekerasan dalam bentuk dehumanisasi tidak selalu jelas dan mudah dikenali karena ia cendrung sulit dilihat secara kasat mata dan dirasakan bahkan umumnya yang mendapatkan perlakuan kekerasan cendrung tidak menyadarinya. Kemiskinan struktural misalnya, pada dasarnya adalah bentuk kekerasan yang memerlukan suatu analisis yang lebih kritis untuk menyadarinya. Tegasnya, sebagian besar kekerasan terselenggara melalui proses hegemoni, yakni yaitu dalam bentuk mendoktrin dan memanipulasi cara pandang, cara berpikir, ideologi, kebudayaan seseorang atau sekelompok orang, dimana semuanya sangat ditentukan oleh orang yang mendominasi. Kekuatan dominasi ini biasa dilanggengkan dengan kekuatan ekonomi maupun kekuatan politik, bahkan dengan ilmu pengetahuan. Seperti diungkapkan oleh Micheal Faucoult knowledge is power, siapa yang menguasai ilmu pengetahuan ialah yang menguasai dunia ini. Bagi paradigma atau aliran kritis, dunia positivisme dan empirisme dalam ilmu sosial, struktural memang tidak adil. Karena ilmu sosial yang bertindak tidak memihak, netral, objektif serta harus mempunyai jarak, merupakan suatu sikap ketidakadilan tersendiri, atau bisa dikatakan melanggengkan ketidakadilan (status quo) (Yasir, 2005: 83). Oleh karena itu, paradigma ini menolak bentuk objektivitas dan netralitas dari ilmu sosial. Jadi paradigma mengharuskan adanya bentuk subjektivitas,

3 16 keberpihakan pada nilai-nilai kepentingan politik dan ekonomi golongan tertentu terutama kaum lemah, penonton tak berdaya, golongan yang tertindas dan kelompok minoritas dimana keberpihakan ini merupakan naluri yang dimiliki oleh setiap manusia. Beberapa teoritikus kritis, seperti Stuart Hall (1981) memiliki pandangan bahwa ketidakadilan dan ketidakseimbangan kekuasaan tidak selalu merupakan hasil yang disengaja oleh pihak yang berkuasa. Sebaliknya ideologi melakukan representasi, menginterpretasi, memahami dan mencari makna dari beberapa aspek keberadaan sosial, yang kesemua ini diproduksi dan direproduksi secara tidak sengaja Penelitian Terdahulu Penelitian Analisis Wacana Kritis dengan menggunakan model Teun A Van Dijk dengan judul Analisis Wacana Kritis dalam Sinopsis Novel Negara Kelima Karya Es Ito yang ditulis oleh Nurul Hikmah ( memberikan hasil kesimpulan bahwa analisis wacana kritis tidak hanya memfokuskan pada struktur wacana secara kebahasaan saja tetapi juga menyambungkannya dengan konteks dan melihat secara historis, yang akan membantu untuk menemukan ideologi pada suatu wacana. Selain itu, hasil analisis menjelaskan, bagaimana satu pihak, kelompok, orang, gagasan,dan peristiwa ditampilkan dengan cara tertentu dalam wacana yang berbentuk teks dan dapat mempengaruhi interpretasi pembaca. Penelitian dengan judul Representasi SBY Dalam Delapan Artikel The Jakarta Post Terkait Isu Keharmonisan Umat Beragama : Analisis Wacana Kritis yang dilakukan oleh Grace Natalia ( ilmu budaya-

4 17 unpad.com) dengan menggunakan model Teun A Van Dijk Dari hasil penelitian ini terdapat beberapa kesimpulan yakni pada tataran makro, bentuk kuasa The Jakarta Post dalam merepresentasikan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait isu keharmonisan umat beragama dapat terlihat melalui pola akses salah satunya pada akses controlling communicative events. Kuasa The Jakarta Post terlihat dari pemilihan topik pemberitaan yakni kekerasan dan diskriminasi umat beragama di mana SBY terlihat powerless dalam isu ini, pemakaian kalimat pada headlines dan penjabaran main events yang memunculkan representasi negatif terhadap SBY, pemilihan narasumber yakni pendapat tokoh agama dan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) yang lebih dominan dibandingkan aparat pemerintah serta penilaian negatif dari mereka terhadap kinerja Susilo Bambang Yudhoyono dan pemberian detil-detil yang mendeskripsikan SBY secara negatif dalam pemberitaannya. Pada tataran mikro, cara The Jakarta Post merepresentasikan SBY terlihat pada struktur mikro dan superstruktur. Pada bagian superstruktur, SBY direpresentasikan negatif oleh The Jakarta Post melalui headlines dan main events pada delapan artikel. Representasi negatif muncul karena SBY dianggap sebagai pemimpin yang belum berhasil menjaga keamanan dan kebebasan umat beragama di Indonesia. Pada struktur mikro, representasi negatif SBY muncul pada analisis level 14 Detil-detil yang diberikan terhadap SBY dalam delapan artikel The Jakarta Post membentuk representasi negatif terhadap SBY terkait isu keharmonisan umat beragama dalam bentuk negative other presentation. Penelitian yang dilakukan oleh Rinasari Kusuma dan Dewi Kartika Sari (dalam Jurnal Komunikator, Vol.3, No. 1, halaman 61-94, Yogyakarta, Mei 2011) dengan judul Wacana Asimilasi Dalam Film Televisi Jangan Panggil Aku Cina yang menggunakan model analisis Teun A Van Dijk menghasilkan

5 18 kesimpulan dengan kategorisasi pertama, analisis mikro level yaitu tema, dalam konteks wacana asimilasi, tema film ini adalah kebingungan seornag keturunan Cina akan kepastian identitas budayanya. Kebingungan antara dualitas budaya yang diabutnya, Cina dan Padang. Hal ini menjadi gambaran besar, bagaimana etnis Cina selama ini merasa terkungkung dalam dua identitas yang saling bertolak belakang. Identitas darah mereka yang Cina mengharuskan mereka untuk mengikuti ajaran dan peraturan nenek moyangnya. Sedangkan identitas keseharian tempat mereka tinggal memliki streotipenya sendiri yang cenderung negatif mengenai hal tersebut. Kemudian setting, setting film Jangan Panggil Aku Cina mengambil setting tahun 1990 an. Walaupun tidak ditunjukkan secara eksplisit, tapi hal ini terlihat dari model pakaian dan gaya rambut tokoh-tokohnya. Kemudian karakter, pengkarakteran individu dalam film ini merepresentasikan beberapa golongan yang berada dalam lingkaran asimilasi. Lalu dialog, dialog yang digunakan dalam film Jangan Panggil Aku Cina adalah dialog bahasa Minang dan bahasa Indonesia. Kemudian dalam kostum, Olivia yang diceritakan beretnis Cina mengenakan pakaian khas Padang dalam hidupnya sehari-hari. Kedua, Analisis Makro Level yaitu pertama, Birasial Cultural Identity merujuk pada dimilikinya dua identitas budaya oleh seseorang. Seperti yang telah disebutkan dalam analisis mengenai tema film, terdapat kebingungan Pia akan identitas budayanya. Kedua, Resistensi dan Diskriminasi yang tinggi akan ke- Cina-an Pia ditunjukkan secara eksplisit oleh Mama Yuzril dan keluarga Ninik Mamak. Hanya dengan meihat fisik Pia yang cenderung berkulit putih dan bermata sipit, mereka serta merta langsung tidak menyukainya. Resistensi ini berasal dari rasialisme yang secara tidak sadar masih dianut oleh mama Yuzril dan

6 19 keluarga Ninik Mamak. Ketiga, Identitas Budaya dalam film ini Pia dan keluarganya sebagai warga keturunan Cina berada pada level bicultural, memiliki dua identitas kebudayaan, identitas budaya Cina sebagai identitas ras/darah dan agama mereka, Pia dan keluarganya masih menganut agama nenek moyang mereka, dan identitas budaya Padang sebagai pemandu kehidupan keseharian mereka. Dengan memakai paradigma kritis, Ibnu Hamad, dalam penelitian berjudul Media Massa dan Konstruksi Realitas Politik (Studi CDA tentang Berita-berita Politik di Surat Kabar), (dalam Jurnal Kajian Komunikasi, Vol 1, No.1, Halaman 1-92, Jatinangor Des 2012) mengungkapkan faktor kesejarahan dan kekuatan-kekuatan sosial budaya dan ekonomi politik dibalik pengkonstruksian (pewacanaan/pemberitaan) sembilan partai politik oleh 10 surat kabar dalam kampanye Pemilu Alih-alih mewacanakan partai sebagai perantara dalam bursa ide-ide, Koran-koran yang diteliti umumnya menggambarkan Sembilan partai itu dalam wajah yang berbeda-beda. Selanjutnya Hamad menemukan, bahwa sebagian digambarkan sebagai partai yang pro status quo, ada pula yang diberitakan sebagai partai yang reformis, ada juga yang diwacanakan dari sudut popularitas figur tokoh partai. Perbedaan pewacanaan ini, disebabkan perbedaan orientasi masing-masing media; sebagian dipengaruhi ideologis, idealis, politis, dan ada juga yang berorientasi ekonomi (pasar). Penelitian Eka Wenats Wurianta, yang berjudul Ideologi Militerisme dan Media Massa: Representasi Legitimasi dan Delegitimiasi Ideologi (Studi CDA pada Harian Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha Periode ), menemukan bahwa pada proses komunikasi krisis, terutama ketika kepentingan

7 20 ideologi masuk dan menjadi penentu signifikan, media massa merepresentasikan kekuasaan militer yang represif dan koersif dalam proses konsolidasi ekonomi politiknya. Selain itu, Wurianta berupaya mencari pemahaman utuh mengenai hubungan antara media massa, proses ideologisasi, dan dinamika militerisme dalam konteks perpolitikan di Indonesia. Suratkabar Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha telah memberikan beberapa pokok produksi teks yang sarat ideologis dan kepentingan kebenaran, serta peminggiran sosial kelompok tertentu. Kedua harian itu menciptakan dunia realitas dalam konteks situasi krisis, di mana sistem kebenaran simbolis yang menindas penuh dengan manipulasi dan sarat kepentingan politik militer di Indonesia. Kajian analisis wacana juga dilakukan oleh Idfie Widya Pratama dengan judul Tubuh Dalam Komedi Analisis Wacana Tubuh Dalam Program Acara Bukan Empat Mata Dan Untung Ada Budi (dalam Jurnal Komunikator, Vol.3, No. 1, halaman , Yogyakarta, Mei 2011) menghasilkan kesimpulan pertama, tubuh yang sengaja dicetak sehingga menyerupai binatang, tubuh disini difungsikan untuk menyampaikan suatu maksud dan tujuan. Sehingga ketika komedian berusaha meniru karakter seekor binatang, disinilah terjadi salah satu bentuk pemanfaatan tubuh. Binatang sebagai makhluk yang derajatnya rendah, juga menjadi alasan para komedian memanfaatkan binatang sebagai bahan lelucon. Tujuannya tak lain supaya dirinya (komedian) juga terkesan rendah di mata orang lain, sehingga akan muncul kelucuan dari pemaknaan tersebut. Kedua, tubuh yang dijadikan bahan lelucon karena bentuk fisiknya yang tidak menarik. Lelucon yang tercipta lantaran dipicu adanya bentuk tubuh tidak menarik merupakan suatu bentuk eksploitasi

8 21 atas tubuh, pemaknaan lucu sebenarnya juga muncul berdasarkan atas bentuk eksploitasi tubuh tersebut. Ketidakmenarikan fisik sebenarnya merupakan hasil perbandingan antara bentuk fisik menarik dan tidak menarik. perbandingan tersebut menjadikan jenis lelucon yang satu ini cenderung memposisikan orang bertubuh tidak menarik ditempatkan dan diperlakukan berbeda, daripada orang bertubuh menarik. kemudian kategori terakhir, adalah tubuh yang dimanfaatkan sebagai media untuk mengekspresikan penampilan unik. Kelucuan dapat tercpita karena ada obyek lain yang coba dilekatkan pada tubuh, obyek yang dimaksud adalah suatu yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh dalam mendukung sebuah aktivitas lucu. Obyek tersebutlah yang sebenarnya menjadi sumber datangnya kelucuan, dimana untuk berfungsi dengan baik obyek tersebut tidak ditampilkan secara wajar, tetapi ditampilkan dan dikemas ke dalam bentuk-bentuk yang tidak sewajarnya. Tujuannnya tidak lain supaya tubuh terkesan semakin jelek, sehinggan akan muncul asumsi lucu dari perpaduan bentuk tubuh dan obyek tersebut. Kajian analisis wacana lainnya juga dilakukan oleh Diandra Shafira Ramadhaniar Sofiah seorang mahasiswi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan judul Identitas Perempuan Dalam Social Media Studi Analisis Wacana Konstruksi Identitas Online Peranan Perempuan Dewasa Awal dalam Situs Jejaring Sosial Facebook, ( memberikan kesimpulan bahwa permainan identitas dalam Facebook merupakan fenomena dari kemunculan media sosial yang menggempur kehidupan generasi muda saat ini. Identitas yang ditampilkan perempuan dewasa awal dalam profil Facebook merupakan bagian

9 22 dari sisi kehidupan di dunia nyata dari renovated hierarchies menjadi online hierarchies. Yang paling utama adalah perempuan usia dewasa awal menyadari betul perilaku mereka ketika mengakses Facebook dan konsekuensi apa yang akan dihadapi. Perilaku yang ditunjukkan perempuan dewasa awal di media sedikit banyak menggambarkan sifat dan kepribadian mereka sebenarnya. Namun, dampak dari kehadiran jejaring sosial ini juga tidak dapat diabaikan begitu saja. Kemudahan pengekspresian diri yang dilakukan pengguna Facebook dapat memancing permasalahan akibat tutur kata yang mereka tuliskan di saat mereka masih dalam keadaan emosi. Pemahaman akan perilaku pengguna media sosial terbesar di dunia ini menjadi menarik agar dapat dikelola dengan baik, dan dapat memberikan wawasan kepada perempuan dewasa awal untuk tidak serta-merta mengungkapkan apa saja yang ada di pikiran mereka dan menjaga tingkah polah layaknya di dunia nyata. Jurnal penelitian dengan studi analisis wacana juga dilakukan oleh Drs. Sumarto, MSI seorang dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Diponogoro tahun 2002 dengan judul Analisis Wacana: Kekerasan Terhadap Wanita Dalam Cerita Dongeng Di Indonesia yang merupakan sebuah laporan penelitian memberikan kesimpulan secara pragmatis bagi pengarang (yang tidak tampak itu) hampir keseluruhan tokoh utama dalam dongeng ini digunakan sebagai simbol untuk memperjuangkan suatu nilai-nilai moral tertentu. Akan tetapi dari semua nilai oral yang secara eksplisit disebutkan, tidak ada satu nilai pun yang mecoba melihat dari perspektif gender yaitu pandangan yang

10 23 mempersoalkan relasi antara wanita dan pria dimasyarakat. Semua nilai-nilai moral yang ditegaskan oleh pengarang merupakan nilai-nilai moral yang bersifat umum. Harapannya dengan nilai tersebut, bisa dilakukan kegiatan edukatif terhadap nilai-nilai normatif tertentu yang hidup dan dijadikan dasar perilaku anggota masyarakat. Tiadanya nilai-nilai moral yang memfokuskan pada relasi gender antara pria dan wanita menjadikan semua bentuk kekerasan terhadap wanita dalam semua cerita rakyat tiu menjadi tidak tampak (laten) dan seolah-olah semua bentuk kekerasan yang ada itu merupakan suatu kewajaran belaka. Tentu hal ini sangat berbahaya bagi pembaca yang nilai kepekaan kulturalnya masih rendah seperti anak-anak yang berusia di bawah 10 tahun Uraian Teori Analisis Wacana Kritis Jorgensen dan Phillips (2007; 114) menyebut, analisis wacana kritis (AWK) menyediakan teori dan metode yang bisa digunakan untuk melakukan kajian empiris tentang hubungan-hubungan antara wacana dan perkembangan sosial dan kultural dalam domain-domain sosial yang berbeda. Analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai dalam beberapa disiplin ilmu dan dengan berbagai pengertian. Awal perkembangan analisis wacana kritis dikemukakan oleh Van Dijk pada tahun 1970-an. Analisis ini mendapat pengaruh teori linguistik kritis, teori sosial kritis Frankfurt, dan teori pascastrukturalisme yang berkembang di Perancis. Titik singgung dari setiap pengertian tersebut adalah analisis wacana berhubungan dengan studi mengenai bahasa atau pemakaian bahasa. Kalau

11 24 analisis isi kuantitatif lebih menekankan pada pertanyaan apa (what), analisis wacana lebih melihat pada bagaimana (how) dari pesan atau teks komunikasi. Lewat analisis wacana kita bukan hanya mengetahui isi teks berita, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan. Lewat kata, frasa, kalimat, metafora seperti apa suatu berita disampaikan. Analisis wacana kritis (AWK) adalah sebuah upaya atau proses (penguraian) untuk memberi penjelasan dari sebuah teks (realitas sosial) yang mau atau sedang dikaji oleh seseorang atau kelompok dominan yang kecenderungannya mempunyai tujuan tertentu untuk memperoleh apa yang diinginkan. Artinya, dalam sebuah konteks harus disadari akan adanya kepentingan. Oleh karena itu, analisis yang terbentuk nantinya disadari telah dipengaruhi oleh si penulis dari berbagai faktor. Selain itu harus disadari pula bahwa di balik wacana itu terdapat makna dan citra yang diinginkan serta kepentingan yang sedang diperjuangkan (Badara, 2012: 21). Analisis wacana yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah sebagai upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari subjek (penulis) yang mengemukakan suatu pernyataan. Pemahaman mendasar analisis wacana adalah wacana tidak dipahami semata-mata sebagai objek studi bahasa. Pada akhirnya, memang analisis wacana kritis menggunakan bahasa bahasa dalam teks yang dianalisis, tetapi bahasa yang dianalisis dalam analisis wacana kritis berbeda dengan studi bahasa dalam pengertian linguistik tradisional. Bahasa yang dianalisis oleh analisis wacana kritis bukan menggambarkan aspek bahasa saja, tetapi juga menghubungkannya dengan konteks. Konteks dalam hal ini berarti bahasa yang dipakai untuk tujuan tertentu termasuk di dalamnya praktik kekuasaan. Analisis wacana kritis melihat

12 25 bahasa sebagai fakta penting, yaitu bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan-ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat (Darma, 2009: 32). Konsep Critical Discourse Analysis (CDA) menurut Eriyanto (2001: 31) adalah lebih mementingkan aspek kualitatif dari daripada kuantitatif. CDA menekankan perhatiannya pada pemaknaan teks ketimbang penjumlahan unit kategori seperti dalam analisis isi. Dasar dari CDA adalah interpretatif yang mengandalkan interpretasi dan penafsiran peneliti. Sementara analisis isi kuantitatif, pada umumnya hanya dapat digunakan untuk membedah muatan teks komunikasi yang bersifat manifest (nyata), sedangkan CDA justru berpretensi memfokuskan pada pesan laten (tersembunyi). Menurut Fairclough dan Wodak (1997:44) melihat CDA sebagai pemakaian bahasa baik tuturan maupun tulisan yang merupakan praktik dari bentuk sosial. Hal ini menyebabkan adanya hubungan dialektis antara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya. Norman Fairclough juga mengatakan, konsep yang dia bentuk menitik beratkan pada tiga level, pertama, setiap teks secara bersamaan memiliki tiga fungsi, yaitu representasi, relasi dan identitas. Kedua, praktik wacana meliputi cara-cara para pekerja media memproduksi teks. Hal ini berkaitan dengan sifat dan culture wartawan itu sendiri. Ketiga, praktik sosial-budaya menganalisis tiga hal yaitu ekonomi, politik (khususnya berkaitan dengan isu-isu kekuasaan dan ideologi) dan budaya (khususnya berkaitan dengan nilai dan identitas) yang juga mempengaruhi stitusi media dan wacananya. Dalam analisis wacana kritis, analisis wacana dipakai untuk meneliti ideologi yang tersembunyi di dalam teks, bagaimana di dalam teks terdapat

13 26 sebuah dominasi kekuasaan dan ketidakadilan dari pihak-pihak tertentu. Pihakpihak yang berkuasa tersebut menggunakan media wacana yang ada dalam masyarakat, khususnya teks berita untuk menghegemoni dan mempengaruhi kesadaran mental masyarakat. Istilah wacana kritis sendiri digunakan untuk membedakan pengertian dua pendekatan terhadap wacana yang lain, dimana menurut Eriyanto, wacana tidak hanya menganalisis kebenaran suatu teks dari segi struktur kalimatnya saja menurut kaidah sintaksis dan semantik, tidak saja meletakkan subjek atau penutur sebagai pihak yang paling menentukan makna secara netral tanpa ada pengaruh kuasa sosial di sekitarnya, tetapi juga menganalisis suatu pernyataan dalam teks lewat konteks sosialnya (Eriyanto 2001:224). Aspek bahasa dalam media massa, teks dan segala bentuk wacana di masyarakat merupakan tempat bersemayamnya kuasa-kuasa yang dipakai oleh pihak-pihak tertentu untuk melegitimasi dan melanggengkan posisi mereka. Oleh karena itu, sama seperti hermeneutika, untuk meneliti sebuah teks perlulah penempatan sebuah teks pada konteks interaksi, sejarah, kekuasaan dan ideologi tertentu. Analisis wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks (Eriyanto, 2001: 24). Ahmad Zaini Akbar (Bungin, 2003: 154), menyebutkan ciri-ciri analisis kritis: Pertama, aliran kritis lebih menekankan pada unsur-unsur filosofis komunikasi. Pertanyaan yang sering dikemukakan oleh kaum kritis adalah, siapa yang mengontrol arus informasi? Siapa yang diuntungkan oleh arus dan struktur komunikasi yang ada? Ideologi apa di balik media? Kedua, aliran kritis melihat struktur sosial sebagai konteks yang sangat menentukan realitas, proses, dan dinamika komunikasi manusia, khususnya (termasuk komunikasi massa). Ketiga, aliran kritis lebih memusatkan perhatiannya pada siapa yang mengendalikan komunikasi. Aliran ini beranggapan bahwa komunikasi hanya

14 27 dimanfaatkan oleh kelas yang berkuasa, baik untuk mempertahankan kekuasaanya maupun untuk merepresi pihak-pihak yang menentangnya. Keempat, aliran kritis sangat yakin dengan anggapan bahwa teori komunikasi manusia, khususnya teori komunikasi massa, tidak mungkin dapat menjelaskan realitas secara utuh dan kritis apabila ia mengabaikan teori-teori masyarakat. Oleh karena itu, teori komunikasi massa harus selalu berdampingan dengan teori-teori sosial. Kridalaksana (dalam Darma 2009: 69) membahas bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap dalam hirarki gramatikal tertinggi dan merupakan satuan gramatikal yang tertinggi atau terbesar. Jadi, wacana adalah unit linguistik yang lebih besar dari kalimat atau klausa. Terdapat tiga pandangan mengenai bahasa dalam analisis wacana menurut Eriyanto (2001: 4-6). Pandangan pertama disebut positivisme-empiris yang melihat bahasa sebagai jembatan antara manusia dengan objek di luar dirinya. Pengalaman-pengalaman manusia dianggap dapat secara langsung diekspresikan melalui penggunaan bahasa tanpa ada kendali atau distorsi, sejauh ia dinyatakan dengan memakai pernyataan-pernyataan yang logis, sintaksis dan memiliki hubungan dengan pengalaman empiris. Salah satu ciri dari pemikiran ini adalah pemisahan antara pemikiran dan realitas. Dalam kaitannya dengan analisis wacana, konsekuensi logis dari pemahaman ini adalah orang tidak perlu mengetahui makna-makna subjektif atau nilai yang mendasari pernyataannya, sebab yang penting adalah apakah pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut kaidah sintaksis dan semantik. Pandangan kedua, disebut sebagai konstruktivisme. Aliran ini menolak pandangan positivisme-empiris yang memisahkan subjek dan objek bahasa. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan yang dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan

15 28 sosialnya. Dalam hal ini, seperti dikatakan A.S Hikam (dalam Eriyanto, 2001: 6), subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Bahasa dipahami dalam paradigma ini diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Analisis wacana kritis, tidak dipusatkan pada kebenaran atau ketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran. Paradigma ini menekankan, padan konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap sebagai subjek netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya, karena sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. Bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema dan wacana tertentu maupun strategi-strategi di dalamnya (Stubs, 1983: 32). Eriyanto dalam bukunya Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, menyebutkan; Dengan demikian dapat dipahami analisis wacana kritis dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa: batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif, yang mesti dipakai dan topik apa yang dibicarakan. Oleh sebab itu, bahasa dilihat selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam masyarakat. Pada akhirnya, analisis wacana kritis menganalisis bahasa bukan dengan menggambarkan dari aspek kebahasaan saja tetapi juga menghubungkan dengan konteks, yang diartikan sebagai bahasa itu dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk praktik kekuasaan. Analisis wacana kritis melihat bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat. Kemudian diselidiki, bagaimana

16 29 melalui bahasa kelompok sosial yang ada saling bertarung dan mengajukan versinya masing-masing (Eriyanto, 2001: 7). Adapun karakteristik analisis wacana kritis menurut Teun Van Dijk, Norman Fairclough dan Ruth Wodak (dalam Eriyanto, 2001 : 9) adalah: 1) Tindakan Wacana dipahami sebagai sebuah tindakan yang diasosiakan sebagai bentuk interaksi. Wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, apakah untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyanggah, beraksi dan sebagainya. Seseorang berbicara atau menulis mempunyai maksud tertentu, baik besar maupun kecil. Kedua, wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang di luar kendali atau diekspresikan di luar kesadaran. 2) Konteks Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana, seperti latar, situasi, peristiwa dan kondisi. Wacana disini dipandang diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Mengikuti Guy Cook, analisis wacana juga memeriksa konteks dari komunikasi: siapa yang mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan situasi apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi; dan hubungan untuk setiap masing-masing pihak. Guy Cook menyebutkan ada tiga hal yang sentral dalam pengertian wacana; teks, konteks, dan wacana. Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra dan sebagainya.

17 30 Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi di mana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya. Titik perhatian dari analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi. Wacana kritis mendefinisikan teks dan percakapan pada situasi tertentu; wacana berada dalam situasi sosial tertentu. Meskipun demikian, tidak semua konteks dimasukkan dalam analisis, hanya yang relevan dan dalam banyak hal berpengaruh atas produksi wacana. Pertama, partisipan wacana, latar siapa yang memproduksi wacana. Kedua, setting sosial tertentu, seperti tempat, waktu, posisi pembicara dan pendengar atau lingkungan fisik adalah konteks yang berguna untuk mengerti suatu wacana. Oleh karena itu, wacana harus dipahami dan ditafsirkan dari kondisi dan lingkungan sosial yang mendasarinya. 3) Historis Pemahaman mengenai wacana teks ini hanya akan diperoleh kalau kita bisa memberikan konteks historis di mana teks itu diciptakan. Bagaimana situasi sosial politik, suasana pada saat itu. Oleh karena itu, pada waktu melakukan analisis perlu tinjauan untuk mengerti mengapa wacana yang berkembang atau dikembangkan seperti itu, mengapa bahasa yang dipakai seperti itu, dan seterusnya. 4) Kekuasaan Di sini, setiap wacana yang muncul, dalam bentuk teks, percakapan atau apa pun, tidak dipandang sebagai seusatu yang alamiah, wajar dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Analisis wacana kritis tidak

18 31 membatasi dirinya pada detil teks atau struktur wacana saja tetapi juga menghubungkan dengan kekuatan dan kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya tertentu. Kekuasaan itu dalam hubungannya dengan wacana, penting untuk melihat apa yang disebut sebagai kontrol. Kontrol di sini tidaklah harus selalu dalam bentuk fisik dan langsung tetapi juga kontrol secara mental atau psikis. Bentuk kontrol terhadap wacana tersebut dapat berupa kontrol atas konteks, atau dapat juga diwujudkan dalam bentuk mengontrol struktur wacana. 5) Ideologi Wacana dipandang sebagai medium kelompok yang dominan mempersuasi dan mengkomunikasikan kepada khalayak produksi kekuasaan dan dominasi yang mereka miliki, sehingga tampak absah dan benar. Ideologi dari kelompok dominan hanya efektif jika didasarkan pada kenyataan bahwa anggota komunitas termasuk yang didominasi menganggap hal tersebut sebagai kebenaran dan kewajaran. Analisis wacana tidak bisa menempatkan bahasa secara tertutup, tetapi harus melihat konteks terutama bagaimana ideologi dari kelompokkelompok yang ada tersebut berperan dalam membentuk wacana. Seperti dikatakan Teun A Van Dijk, ideologi utamanya dimaksudkan untuk mengatur masalah tindakan dan praktik individu atau anggota suatu kelompok. Dalam perspektif ini, ideologi memiliki beberapa implikasi penting. Pertama, ideologi secara inheren bersifat sosial tidak personal dalam arti dia membutuhkan saling berbagi antara anggota kelompok, organisasi atau kolektivitas dengan orang lainnya. Hal yang dibagi itu digunakan untuk membentuk sikap solidaritas, dan kesatuan dalam bertindak dan bersikap. Kedua, meskipun bersifat sosial, ideologi digunakan secara internal di antara anggota

19 32 kelompok. Karena itu ideologi, tidak hanya menyediakan fungsi koordinasi dan kohesi tetapi juga membentuk identitas diri kelompok dan membedakannya dengan kelompok lain. Oleh karenanya, analisis wacana kritis tidak bisa menempatkan bahasa secara tertutup, tapi harus melihat konteks terutama bagaimana ideologi dari kelompok yang ada itu berperan dalam bentuk wacana. Dalam teks berita misalnya, dapat dianalisis apakah teks yang muncul merupakan cerminan dari ideologi seseorang. Dalam analisis Laclau dan Mouffe, disebutkan praktik kewacanaan memberikan kontribusi bagi penciptaan dan reproduksi hubungan kekuasaan yang tidak setara antar kelompok sosial (Jorgensen & Phillips, 2007:119). Analisis wacana kritis, juga mengambil teori teori mengenai wacana yang dikemukakan Michel Focault dan Louis Althusser. Sumbangan terbesar Focault terutama mengenalkan wacana sebagai praktik sosial. Wacana berperan dalam mengontrol, menormalkan dan mendisiplinkan individu. Sementara Althusser, menyebut wacana berperan dalam mendefenisikan individu dan memosisikan seseorang dalam posisi tertentu. Analisis wacana kritis juga dipengaruhi oleh pemikiran Antonio Gramsci tentang hegemoni (Eriyanto, 2001: 14). Gramsci berperan besar terutama dengan teorinya mengenai hegemoni. Ada beberapa pendekatan dalam analisis wacana kritis ini. Di antaranya adalah, pendekatan perubahan sosial. Analisis wacana ini terutama memusatkan perhatian pada bagaimana wacana dan perubahan sosial. Fairclough banyak dipengaruhi oleh Foaucault dan pemikiran intertekstualitas Julia Kristeva dan Bakhtin. Wacana di sini dipandang sebagai praktik sosial, ada hubungan dialektis antara praktik kewacanaan tersebut dengan identitas dan relasi sosial. Memaknai wacana

20 33 demikian, bisa menjelaskan bagaimana wacana dapat memproduksi dan mereproduksi status quo dan mentransformasikannya (Eriyanto, 2001: 17) Analisis Wacana Kritis Teun A Van Dijk Dari begitu banyak model analisis wacana yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh beberapa ahli, model Van Dijk adalah model yang paling banyak dipakai. Hal ini mungkin disebabkan karena Van Dijk menformulasikan elemen-elemen wacana, sehingga bisa dipakai secara praktis. Model yang dipakai oleh Van Dijk ini sering disebut sebagai kognisi sosial (Eriyanto 2001:221). Menurut Van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati. Di sini harus dilihat juga bagaimana suatu teks diproduksi. Proses produksi itu melibatkan suatu proses yang disebut sebagai kognisi sosial. Teks dibentuk dalam suatu praktik diskursus, suatu praktik wacana dimana terdapat dua bagian, yaitu teks yang mikro yang merepresentasikan suatu topik permasalahan dalam berita, dan elemen besar berupa struktur sosial. Van Dijk membuat suatu jembatan yang menghubungkan elemen besar berupa struktur sosial tersebut dengan elemen wacana yang mikro dengan sebuah dimensi yang dinamakan kognisi sosial. Kognisi sosial tersebut mempunyai dua arti. Di satu sisi ia menunjukkan bagaimana proses teks tersebut diproduksi oleh wartawan/ media, di sisi lain ia menggambarkan nilai-nilai masyarakat itu menyebar dan diserap oleh kognisi wartawan dan akhirnya digunakan untuk membuat teks berita (Eriyanto 2001:222).

21 34 Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Ia membaginya kedalam 3 tingkatan pertama, struktur makro merupakan makna global/umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Kedua, superstruktur merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka sutau teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun kedalam berita secar utuh. Ketiga, struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, paraphrase, dan gambar. Menurut Van Dijk (dalam Eriyanto, 2001) meskipun terdiri dari atas berbagai elemen, semua elemen tersebut merupakan suatu kesatuan, saling berhubungan dan mendukung satu sama lainnya. Makna global dari suatu teks (tema) didukung oleh kerangka teks, pada akhirnya pilihan kata dan kalimat yang dipakai. Menurut Little john, antar bagian teks dan model Van Dijk dilihat saling mendukung, mengandung arti yang koheren satu sama lain. Hal ini karena semua teks dipandang Van Dijk memiliki suatu aturan yang dapat dilihat sebagai suatu piramida. Makna global dari suatu teks didukung oleh kata, kalimat dan proposisi yang dipakai. Pertanyaan/tema pada level umum didukung oleh pilihan kata, kalimat atau retorika tertentu. Proses ini membantu peneliti untuk mengamati bagaimana suatu teks terbangun oleh elemen-elemen yang lebih kecil. Skema ini juga memberikan peta untuk mempelajari suatu teks.

22 35 Tabel Analisis Wacana Kritis Teun A. Van Dijk Struktur Makro Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik/tema yang diangkat oleh suatu teks Superstruktur Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup dan kesimpulan Struktur Mikro Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat dan gaya Sumber: Teun A. Van Dijk, Critical Discourse Analysis.1998 Van Dijk (dalam Eriyanto, 2001) melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi/ pikiran dan kesadaran membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu. Wacana oleh van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi/ bangunan : teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti analisis Van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks yang pertama, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan aspek ketiga mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah. Ketiga dimensi ini merupakan bagian yang integral dan dilakukan secara bersama-sama dalam analisis Van Dijk (Eriyanto, 2001:225). 1) Teks Van Dijk (dalam Eriyanto, 2001: 226) membagi struktur teks ke dalam tiga tingkatan. Pertama, struktur makro. Ini merupakan makna global/ umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Kedua, superstruktur. Ini merupakan struktur wacana yang

23 36 berhubungan dengan kerangka atau skema suatu teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh. Ketiga, struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, parafrase dan lain-lain. Meskipun terdiri atas berbagai elemen, semua elemen tersebut merupakan satu kesatuan, saling berhubungan dan mendukung satu sama lainnya. Makna global dari suatu teks (tema) didukung oleh kerangka teks dan baru kemudian pilihan kata dan kalimat yang dipakai. Pemakaian kata, kalimat, proposisi, retorika tertentu oleh media dipahami Van Dijk sebagai bagian dari strategi wartawan. Pemakaian kata-kata tertentu, kalimat, gaya tertentu bukan semata dipandang sebagai cara berkomunikasi melainkan sebagai politik berkomunikasi, suatu cara untuk mempengaruhi pendapat umum, menciptakan dukungan, memperkuat legitimasi, dan menyingkirkan lawan atau penentang. Struktur wacana adalah cara yang efektif untuk melihat proses retorika dan persuasi yang dijalankan ketika seseorang menyampaikan pesan. Berikut ini akan dijelaskan satu per satu elemen dalam teks Tabel Unsur Analisis Teks Struktur Wacana Hal Yang Diamati Elemen Struktur Makro Tematik Tema/Topik yang dikedepankan dalam suatu berita. Topik Superstruktur Struktur Mikro Skematik Bagaimana bagian dan urutan berita diskemakan dalam teks utuh Semantik Makna yang ingin ditekankan dalam teks berita, misal dengan member detil pada satu sisi atau membuat eksplisit satu sisi dan mengurangi detil sisi lain. Skema Latar, detil, maksud, praanggapan, Bentuk kalimat,

24 37 Sintaksis Bagaimana kalimat (bentuk, susunan) yang dipilih. Stilistik Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks berita. Retoris Bagaimana dan dengan cara penekanan dilakukan. Koherensi, Kata ganti. Leksikon Grafis, Metafora, Sumber: Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media ) Tematik Elemen tematik mempostulatkan pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Topik menggambarkan konsep dominan, sentral, dan paling penting dari isi suatu berita yang ingin diungkapkan oleh wartawan dalam pemberitaannya. Topik menggambarkan tema umum dari suatu teks berita, topik ini akan didukung oleh subtopik satu dan subtopik yang lain yang saling mendukung terbentuknya topik umum. Subtopik ini juga didukung oleh serangkaian fakta yang ditampilkan yang menunjuk dan menggambarkan subtopik, sehingga saling mendukung antara satu bagian dengan bagian yang lain, teks secara keseluruhan membentuk teks yang koheren dan utuh. Misalnya suatu teks berita mengenai Soeharto. Tema umum dari berita tersebut adalah hal-hal positif yang dimiliki oleh Soeharto dan hal-hal positif yang didapat oleh masyarakat Indonesia pada masa pemerintahannya. Kalau kita menggunakan kerangka Van Dijk, dalam teks akan didukung oleh beberapa subtopik, misalnya : harga barang-barang atau sembako yang murah, pembangunan dimana-mana, perekonomian maju. Selain itu masing-masing subtopik ini kalau diperhatikan mendukung, memperkuat bahkan membentuk

25 38 topik utama berupa kemajuan pemerintahan Soeharto. Masing-masing subtema ini juga akan didukung oleh bagian yang lebih kecil. Misalnya dalam subtema akan diuraikan bahwa keluarga Cendana juga mendirikan yayasan amal. Dengan kata lain, semua fakta saling dukung membentuk satu pengertian umum yang koheren. Namun, peristiwa yang sama bisa jadi dipahami secara berbeda oleh wartawan yang berbeda, dan ini dapat diamati dari topik suatu pemberitaan. 3) Skematik Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Meskipun mempunyai bentuk dan skema yang beragam, berita umumnya mempunyai dua kategori skema besar. Pertama, summary yang biasanya ditandai dengan dua elemen yakni judul dan lead. Elemen skema ini merupakan elemen yang dipandang paling penting. Judul umumnya menunjukkan tema yang ingin ditampilkan oleh wartawan dalam pemberitaannya. Lead umumnya sebagai pengantar ringkasan apa yang ingin dikatakan sebelum masuk dalam isi berita secara lengkap. Kedua, story yakni isi berita secara keseluruhan. Isi berita ini juga mempunyai dua subkategori yang pertama berupa situasi yakni proses atau jalannya peristiwa, sedang yang kedua komentar yang ditampilkan dalam teks. Subkategori situasi yang menggambarkan kisah suatu peristiwa umumnya terdiri atas dua bagian. Yang pertama mengenai episode atau kisah utama dari peristiwa tersebut, dan yang kedua latar untuk mendukung episode yang disajikan kepada khalayak misalnya berita tentang konser Dewi Persik yang batal diselenggarakan karena mendapat protes dan kecaman keras dari masyarakat.

26 39 Episode ini umumnya juga akan didukung oleh latar, misalnya, dengan mengatakan ini pembatalan konser Dewi Persik yang kesekian kali. Dengan demikian, latar umumnya dipakai untuk memberi konteks agar suatu peristiwa lebih jelas ketika disampaikan kepada khalayak. Sedangkan subkategori komentar yang menggambarkan bagaimana pihakpihak yang terlibat memberikan komentar atas suatu peristiwa terdiri atas dua bagian. Pertama, reaksi atau komentar verbal dari tokoh yang dikutip wartawan. Kedua, kesimpulan yang diambil oleh wartawan dari komentar beberapa tokoh. Menurut Van Dijk, arti penting dari skematik adalah strategi wartawan untuk mendukung topik tertentu yang ingin disampaikan dengan menyusun bagianbagian dengan urutan-urutan tertentu. Skematik memberikan tekanan mana yang didahulukan, dan bagian mana yang disembunyikan. Upaya penyembunyian itu dilakukan dengan menempatkan di bagian akhir agar terkesan kurang menonjol. 4) Latar Latar merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi arti yang ingin ditampilkan. Seorang wartawan ketika menulis berita biasanya mengemukakan latar belakang atas peristiwa yang ditulis. Latar yang dipilih menentukan ke arah mana pandangan masyarakat hendak dibawa misalnya ada berita mengenai Bibit Waluyo, seorang kandidat atau calon Gubernur untuk propinsi Jawa Tengah. Bagi yang pro atau mendukung Bibit Waluyo, latar yang dipakai adalah prestasiprestasi dan keberhasilan Bibit Waluyo sedangkan yang kontra atau tidak mendukung tentu akan sebaliknya. Latar dipakai untuk menyediakan dasar hendak ke mana teks itu dibawa.

27 40 5) Detil Elemen detil merupakan strategi bagaimana wartawan mengekspresikan sikapnya dengan cara yang implisit, selain itu elemen wacana detil berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang. Detil yang lengkap dan panjang merupakan penonjolan yang dilakukan secara sengaja untuk menciptakn citra tertentu kepada khalayak. Detil yang lengkap ini akan dihilangkan kalau berhubungan dengan sesuatu yang menyangkut kelemahan atau kegagalan komunikator. Hal yang menguntungkan komunikator/pembuat teks akan diuraikan secara detil, sebaliknya fakta yang tidak menguntungkan, detil informasi akan dikurangi. Dalam mempelajari detil, yang harus dipelajari atau diteliti adalah keseluruhan dimensi peristiwa, bagaian mana yang diuraikan secara panjang lebar oleh wartawan misalnya kekalahan tim Thomas Indonesia yang diekspos terlalu berlebihan tetapi dengan cara menyajikan berbagai informasi yang tidak perlu. 6) Maksud Elemen wacana maksud, hampir sama dengan elemen detil, hanya saja elemen maksud melihat informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya, informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implicit, dan tersembunyi misalnya pendeskripsian secara jelas dan gamblang cara-cara kekerasan dan koersif yang dilakukan oleh polisi dalam upaya menertibkan pedagang kaki lima. 7) Koherensi Koherensi adalah pertautan atau jalinan antarkata, atau kalimat dalam teks. Dua kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak koheren. Koherensi merupakan elemen yang menggambarkan

28 41 bagaimana peristiwa dihubungkan atau dipandang saling terpisah oleh wartawan misalnya proposisi demonsterasi mahasiswa dan nilai tukar rupiah melemah adalah dua buah fakta yang berlainan. Dua buah proposisi itu menjadi berhubungan sebab-akibat ketika ia dihubungkan dengan kata hubung mengakibatkan sehingga kalimatnya menjadi Demonsterasi mahasiswa mengakibatkan nilai tukar rupiah melemah dua buah kalimat itu menjadi tidak berhubungan ketika dipakai kata hubung dan kalimatnya kemudian menjadi Demonsterasi mahasiswa dan nilai tukar rupiah melemah. Dalam kalimat ini, antara fakta banyaknya demonsterasi dan nilai tukar rupiah dipandang tidak saling berhubungan, kalimat satu tidak menjelaskan kalimat lain. Koherensi merupakan elemen wacana untuk melihat bagaimana seseorang secara strategis menggunakan wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau peristiwa. Apakah peristiwa itu dipandaang terpisah, berhubungan, atau merupakan hubunagn sebab-akibat. Pilihan yang diambil ditentukan oleh sejauh mana kepentingan komunikator terhadap peristiwa tersebut. 8) Koherensi Kondisional Koherensi kondisional diantaranya ditandai dengan pemakaian anak kalimat sebagai penjelas yang dihubungkan dengan konjungsi. Disini ada dua kalimat, dimana kalimat kedua adalah penjelas atau keterangan dari proposisi pertama, yang dihubungkan dengan kata hubung, seperti yang atau di mana. Kalimat kedua hanya berfungsi sebagai penjelas (anak kalimat), sehingga ada atau tidak anak kalimat itu, tidak akan mengurangi arti kalimat. Anak kalimat itu menjadi cermin kepentingan komunikator karena ia dapat memberikan keterangan yang baik/buruk terhadap suatu pernyataan seperti dalam sebuah kalimat PSSI,

29 42 yang selalu kalah dalam pertandingan internasional, tidak jadi dikirim ke Asian Games. Arti kalimat tersebut tidak akan berubah jika seandainya diubah menjadi PSSI tidak jadi dikirim ke Asian Games, Anak kalimat yang selalu kalah dalam pertandingan selain menjadi penjelas juga juga bermakna ejekan terhadap PSSI. Selain itu juga member informasi kepada public bahwa PSSI tidak dikirim karena prestasinya selama ini buruk. 9) Bentuk Kalimat Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir yang logis, yaitu prinsip kausalitas. Di mana ia menanyakan apakah A yang menjekaskan B, atau B yang menjelaskan A. Logika kausalitas ini jika diterjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan objek (diterangkan) dan predikat (menerangkan). Bentuk kalimat ini bukan hanya persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat. Dalam kalimat yang berstruktur aktif, seseorang menjadi subjek dari pernyataannya, sedangkan dalam kalimat pasif seseorang menjadi objek dari pernyataannya. Kasus pemukulan mahasiswa oleh polisi dapat disusun ke dalam bentuk kalimat aktif, dapat juga pasif. Kalimat Polisi memukul Mahasiswa menempatkan polisi sebagai subjek dan memberi glorifikasi kepada kesalahan polisi. Sebaliknya, kalimat Mahasiswa dipukul Polisi, polisi ditempatkan secara tersembunyi. Pada umumnya, pokok yang dipandang penting selalu ditempatkan di awal kalimat. Bentuk lain adalah dengan pemakaian urutan kata-kata yang mempunyai dua fungsi sekaligus. Pertama, menekankan atau menghilangkan dengan penempatan dan pemakaian kata atau frase yang mencolok dengan menggunakan permainan semantik. Yang juga penting dalam sintaksis selain

30 43 bentuk kalimat adalah posisi proposisi dalam kalimat. Bagaimana proposisiproposisi diatur dalam satu rangkaian kalimat. Proposisi mana yang ditempatkan di awal kalimat dan mana yang di tempat diakhir kalimat. Penempatan ini memengaruhi makna yang timbul karena menunjukkan bagian mana yang ditonjolkan dan bagian mana yang disembunyikan. 10) Kata Ganti Elemen kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana. Dalam mengungkapkan sikapnya, seseorang dapat menggunakan kata ganti saya atau kami yang menggambarkan bahwa sikap tersebut merupakan sikap resmi komunikator semata-mata. Akan tetapi, ketika memakai kata ganti kita menjadikan sikap tersebut sebagai representasi dari sikap bersama dalam suatu komunitas tertentu. Batas antara komunikator dengan khalayak sengaja dihilangkan untuk menunjukkan apa yang menjadi sikap komunikator juga menjadi sikap komunitas secara keseluruhan. Pemakaian kata ganti yang jamak seperti kita atau kami mempunyai implikasi menumbuhkan solidaritas, aliansi serta mengurangi kritik dan oposisi. 11) Leksikon Elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata/ diksi atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Suatu fakta umumnya terdiri atas beberapa kata yang merujuk pada fakta. Kata ditangkap, misalnya mempunyai kata lain : diamankan, disekap, ditahan dan lain-lain. Di antara beberapa kata itu seseorang dapat memilih pilihan yang tersedia. Secara ideologis,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian 3.1.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian Burhan Bungin (2003:63) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif mengacu pada prosedur penelitian yang menghasilkan data secara

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA Subur Ismail Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta ABSTRAK Analisis Wacana Kritis merupakan salah satu metode yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan & Jenis Penelitian Eriyanto (2001) menyatakan bahwa analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif yang dominan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah cara atau menuju suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan 25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif,

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan analisis wacana kritis. Pendekatan analisis wacana kritis

Lebih terperinci

Bagan 3.1 Desain Penelitian

Bagan 3.1 Desain Penelitian 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Peneliti mencoba mengilustrasikan desain penelitian dalam menganalisis wacana pemberitaan Partai Demokrat dalam Media Indonesia. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi berasal dari kata Yunani 'methodologia' yang berarti teknik atau prosedur, yang lebih merujuk kepada alur pemikiran umum atau menyeluruh dan juga gagasan teoritis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan, diperlukan suatu metode

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan, diperlukan suatu metode BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan, diperlukan suatu metode agar mendapatkan hasil yang diinginkan. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang 59 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk membuat deskripsi tentang suatu fenomena atau deskripsi sejumlah

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. berkaitan dengan hasil penelitian struktur teks van Dijk.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. berkaitan dengan hasil penelitian struktur teks van Dijk. 233 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini, peneliti menyajikan beberapa simpulan dari hasil analisis atau hasil penelitian. Selain itu, peneliti juga menyampaikan beberapa saran berkaitan dengan hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Hal tersebut didasari oleh penggunaan data bahasa berupa teks di media massa

Lebih terperinci

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Modul ke: ANALISIS WACANA KRITIS Mengungkap realitas yang dibingkai media, pendekatan analisis kritis, dan model analisis kritis Fakultas 11Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 18 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis wacana kritis, yaitu analisis sosiokognitif. Berangkat dari pendapat van Dijk yang merupakan pendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adanya komunikasi dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. Adanya komunikasi dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Setiap hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Adanya komunikasi dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Setiap hari manusia pasti melakukan komunikasi, baik dengan antar individu, maupun kelompok. Karena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan untuk mengurai atau menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif. Menurut Crasswell, beberapa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitian deskriptif adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian yang dilakukan ini merupakan studi penelitian komunikasi, sehingga mengacu pada landasan dan teori komunikasi yang mendukung. Berikut ini, penulis akan memaparkan konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial,

Lebih terperinci

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wacana adalah bahasa yang digunakan untuk merepresentasikan suatu praktik sosial, ditinjau dari sudut pandang tertentu (Fairclough dalam Darma, 2009, hlm

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah seperangkat alat pengetahuan tentang langkahlangkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wacana tidak hanya dipandang sebagai pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan, tetapi juga sebagai bentuk dari praktik sosial. Dalam hal ini, wacana adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian Kata metode memiliki arti suatu cara yang di tempuh dan digunakan secara jelas untuk mencapai suatu tujuan, sedangkan penelitian merupakan usaha

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA KRITIS TENTANG PEMBERITAAN SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM MEDIA PIKIRAN RAKYAT ONLINE DAN RAKYAT MERDEKA ONLINE

ANALISIS WACANA KRITIS TENTANG PEMBERITAAN SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM MEDIA PIKIRAN RAKYAT ONLINE DAN RAKYAT MERDEKA ONLINE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berita olahraga merupakan salah satu berita yang sering dihadirkan oleh media untuk menarik jumlah pembaca. Salah satu berita olahraga yang paling diminati masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi dalam kehidupan masyarakat. Fungsi-fungsi itu misalnya dari yang paling sederhana

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam menyelesaikan persoalan penelitian dibutuhkan metode sebagai proses yang harus ditempuh oleh peneliti. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi dan informasi berkembang pesat di era global. Imbasnya,

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi dan informasi berkembang pesat di era global. Imbasnya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Teknologi dan informasi berkembang pesat di era global. Imbasnya, komunikasi menjadi demikian penting bagi kehidupan masyarakat. Salah satu ciri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diucapkan dan tersampaikan oleh orang yang mendengarnya. Bahasa juga

BAB 1 PENDAHULUAN. diucapkan dan tersampaikan oleh orang yang mendengarnya. Bahasa juga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah kebutuhan utama bagi setiap individu karena dengan berbahasa kita dapat menyampaikan maksud yang ada di dalam pikiran untuk diucapkan dan tersampaikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode analisis wacana kritis atau juga disebut dengan critical

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode analisis wacana kritis atau juga disebut dengan critical 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode analisis wacana kritis atau juga disebut dengan critical discourse analisis

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Sebagaimana dikemukakan Mahsun (2007:257) penelitian kualitatif berfokus

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Adapun bentuk penelitiannya adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan suatu objek yang berkenaan dengan masalah yang diteliti tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana hitam sering identik dengan salah dan putih identik dengan benar. Pertentangan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian atau metode riset berasal dari Bahasa Inggris. Metode berasal dari kata method, yang berarti ilmu yang menerangkan cara-cara. Kata penelitian merupakan terjemahan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif 32 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode dan Teknik Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitis. Sebagaimana dikemukakan Mahsun (2007:257) penelitian kualitatif

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma dalam penelitian berita berjudul Maersk Line Wins European Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bandung Lautan Api untuk nama Stadion Utama Sepakbola (SUS) Gedebage,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bandung Lautan Api untuk nama Stadion Utama Sepakbola (SUS) Gedebage, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewan Perwakilan Rakyat (Kota Bandung) telah menetapkan nama Gelora Bandung Lautan Api untuk nama Stadion Utama Sepakbola (SUS) Gedebage, Bandung bulan Maret

Lebih terperinci

peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak.

peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak. BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian ini menggunakan analisis framing, analisis framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat penting. Posisi penting bahasa tersebut, semakin diakui terutama setelah munculnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Elemen dasar seluruh isi media massa, entah itu hasil liputan seperti berita, laporan pandangan mata, hasil analisis berupa artikel berupa artikel opinion adalah bahasa (verbal dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. konstruksi media dalam pemberitaan adalah model framing yang dikemukakan

BAB III METODE PENELITIAN. konstruksi media dalam pemberitaan adalah model framing yang dikemukakan BAB III METODE PENELITIAN Pendekatan Model framing yang digunakan dalam menganalisis konstruksi media dalam pemberitaan adalah model framing yang dikemukakan oleh Pan dan Kosicki. Dalam model ini, perangkat

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Seperti yang dikatakan oleh Syamsuddin dan Damaianti (2007:74) penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berita (news) merupakan sajian utama sebuah media massa di samping views

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berita (news) merupakan sajian utama sebuah media massa di samping views 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berita (news) merupakan sajian utama sebuah media massa di samping views (opini). Mencari bahan berita merupakan tugas pokok wartawan, kemudian menyusunnya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian adalah pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian adalah pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Buku merupakan jendela ilmu. Dengan membaca buku akan banyak pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan yang dikuasai dengan menuliskannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa sebagai four estate

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metodologi penelitian atau metodologi riset berasal dari Bahasa Inggris. Metodologi berasal dari kata methology, yang berarti ilmu yang menerangkan metode-metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. disebut: Science Research Method. Metodologi berasal dari kata methodogy,

BAB III METODE PENELITIAN. disebut: Science Research Method. Metodologi berasal dari kata methodogy, 43 BAB III METODE PENELITIAN Metodologi Penelitian atau Metodologi Riset bahasa Inggrisnya adalah disebut: Science Research Method. Metodologi berasal dari kata methodogy, maknanya ilmu yang menerangkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengungkapkan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Pendekatan kualitatif ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pidato sebagai Media Penyampaian Makna Komunikasi. kebersamaan atau kesamaan makna.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pidato sebagai Media Penyampaian Makna Komunikasi. kebersamaan atau kesamaan makna. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pidato sebagai Media Penyampaian Makna Komunikasi Kata atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris communication ),secara etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. oleh proses sejarah dan kekuatan-kekuatan sosial, budaya dan ekonomi

BAB III METODE PENELITIAN. oleh proses sejarah dan kekuatan-kekuatan sosial, budaya dan ekonomi BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pendekatan kritis secara ontologi berpandangan bahwa realitas yang teramati (virtual reality) merupakan realitas semu yang telah terbentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Penelitian ini menggunakan paradigma konstruksionis. Menurut Bogdan dan Bikien, paradigma adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sany Rohendi Apriadi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sany Rohendi Apriadi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pascaruntuhnya runtuhnya kekuasaan orde baru terjaminnya kebebasan pers telah menjadi ruang tersendiri bagi rakyat untuk menggelorakan aspirasi dan kegelisahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Muchammad Nazir dalam bukunya Metode Penelitian menyatakan

BAB III METODE PENELITIAN. Muchammad Nazir dalam bukunya Metode Penelitian menyatakan 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah seperangkat alat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas

Lebih terperinci

Ahyad. Fakultas Komunikasi Universitas Gunadarma Kata Kunci: wacana kritis, iklan, makna

Ahyad. Fakultas Komunikasi Universitas Gunadarma Kata Kunci: wacana kritis, iklan, makna ANALISIS WACANA KRITIS TERHADAP PERSAINGANIKLAN SELULER Studi Kasus Iklan XL versus AS ABSTRAK Tujuan penelitian ini cidalah mencari makna teks dan konteks dalam media televisi terhadap kondisi sosial.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengonseptualisasikan dan menafsirkan dunia yang melingkupinya. Pada saat kita

BAB 1 PENDAHULUAN. mengonseptualisasikan dan menafsirkan dunia yang melingkupinya. Pada saat kita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan media utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasikan dan menafsirkan dunia yang melingkupinya. Pada saat kita berbahasa atau berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. 1

BAB III METODE PENELITIAN. selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yaitu seperangkat pengetahuan tentang langkahlangkah yang sistematis dan logis tentang pencairan data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisis,

Lebih terperinci

Konsep dan Model-Model Analisis Framing. Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom

Konsep dan Model-Model Analisis Framing. Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom Konsep dan Model-Model Analisis Framing Dewi Kartika Sari, S.Sos., M.I.Kom Konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe Penelitian ini adalah kualitatif eksploratif, yakni penelitian yang menggali makna-makna yang diartikulasikan dalam teks visual berupa film serial drama

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian dalam penelitian ini adalah teks berita pelecehan seksual yang dimuat di tabloidnova.com yang tayang dari bulan Januari hingga September

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis framing (bingkai), yang dalam penelitian ini selanjutnya menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari model analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan hal-hal paling penting sehingga penelitian ini layak dilaksanakan, yakni latar belakang permasalahan, identifikasi masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan secara metodologis dan sistematis. Metodologis berarti menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap permasalahan yang ada. Metode penelitian bermakna seperangkat

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap permasalahan yang ada. Metode penelitian bermakna seperangkat 36 BAB III METODE PENELITIAN Fungsi penelitian adalah untuk mencari penjelasan dan jawaban terhadap permasalahan yang ada. Metode penelitian bermakna seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Qacan Kritis Teks Jurnalistik Pada Surat Kabar Online Le Monde

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Qacan Kritis Teks Jurnalistik Pada Surat Kabar Online Le Monde BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media massa pada masa kini telah menjadi salah satu komponen terpenting dalam kehidupan sosial manusia. Melalui media massa, masyarakat dapat mengetahui segala

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sifat Penelitian Berdasarkan paparan latar belakang yang peneliti sampaikan, maka jenis penelitian ini lebih cocok dengan penelitian kualitatif. Menurut Raco

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai macam informasi. Media massa sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, karena

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 46 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Jenis penelitian ini memiliki fokus penelitian yang kompleks dan luas. Ia bermaksud memberi makna

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menguraikan metode penelitian yang digunakan untuk mengkaji teks-teks pemberitaan media Jerman sekait isu teorisme dalam kaitannya dengan Islam. Penjelasan dalam Bab

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (1998), pendekatan merupakan suatu usaha/ proses yang dilakukan dalam rangka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dalam bukunya metode penelitian menyatakan bahwa penelitian. menerus untuk memecahkan suatu masalah. 1 Penelitian merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. dalam bukunya metode penelitian menyatakan bahwa penelitian. menerus untuk memecahkan suatu masalah. 1 Penelitian merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah seperangkat alat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Teoritis

BAB II. Tinjauan Teoritis BAB II Tinjauan Teoritis 2.1. Film 1 Film disebut juga gambar hidup (motion pictures), yaitu serangkaian gambar diam (still pictures) yang meluncur secara cepat dan diproyeksikan sehingga menimbulkan kesan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), kemudian berubah nama menjadi PT Bank

BAB I PENDAHULUAN. LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), kemudian berubah nama menjadi PT Bank 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bank Century merupakan bank publik yang didirikan pada 6 Desember 2004. Bank ini merupakan hasil marger antara Bank CIC (Surviving Entity), Bank Danpac dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang bersifat menjelaskan, menggambarkan atau menuturkan dan menafsirkan

BAB III METODE PENELITIAN. yang bersifat menjelaskan, menggambarkan atau menuturkan dan menafsirkan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif dengan metode pendekatan kualitatif, merupakan penelitian deskriptif

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS Setiap penelitian sosial membutuhkan teori, karena salah satu unsur yang paling besar peranannya dalam penelitian adalah teori (Singarimbun, 1995:40). Maka teori berguna untuk menjelaskan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. umum, cara memecah kompleksitas dunia nyata. Dengan demikian, paradigma yang tertanam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. umum, cara memecah kompleksitas dunia nyata. Dengan demikian, paradigma yang tertanam BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Menurut Patton dalam Tahir 1 Paradigma adalah sebuah pandangan dunia, perspektif umum, cara memecah kompleksitas dunia nyata. Dengan demikian, paradigma

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang dan individu tersebut secara holistik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mendalam. Dalam bab ini peneliti akan menggunakan Analisis Wacana yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. mendalam. Dalam bab ini peneliti akan menggunakan Analisis Wacana yaitu BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan jenis penelitian Penelitian akan menggunakan metode penelitian kualitatif non kancah. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungannya hanya memaparkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa adalah alat komunikasi manusia yang menyatakan perasaan serta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa adalah alat komunikasi manusia yang menyatakan perasaan serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi manusia yang menyatakan perasaan serta pikiran. Bahasa memiliki fungsi sebagai identitas nasional, karena di Indonesia terdapat beribu-ribu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan penelitian adalah terjemahan

BAB III METODE PENELITIAN. mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan penelitian adalah terjemahan BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mencapai sesuatu, dan mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan penelitian adalah terjemahan dari bahasa Inggris research. Research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah media audio visual yang memiliki peranan penting bagi perkembangan zaman di setiap negara. terlepas menjadi bahan propaganda atau tidak, terkadang sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Apriyanti Rahayu FAuziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian  Apriyanti Rahayu FAuziah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman, media massa merupakan tempat penyalur aspirasi atau pikiran masyarakat yang berfungsi untuk memberikan informasi dan mengetahui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan agenda politik. bangsa Indonesia yang negaranya menganut paham demokrasi. Salah satu tahapan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan agenda politik. bangsa Indonesia yang negaranya menganut paham demokrasi. Salah satu tahapan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan agenda politik lima tahunan bangsa Indonesia yang negaranya menganut paham demokrasi. Salah satu tahapan dalam proses Pemilu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini lebih variatif dalam berkomunikasi di kehidupan sehari-hari. Bila

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini lebih variatif dalam berkomunikasi di kehidupan sehari-hari. Bila 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia teknologi komunikasi dan informasi yang demikian pesat serta dibarengi dengan pengaruh globalisasi yang tinggi, membuat manusia sekarang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Dalam suatu penelitian, seorang peneliti memerlukan suatu metode untuk dijadikan pijakan dalam mengerjakan penelitiannya tahap demi tahap. Dalam penelitian

Lebih terperinci

WACANA PENCITRAAN KINERJA ANGGOTA DPR PADA SURAT KABAR PIKIRAN RAKYAT (Analisis Wacana Kritis)

WACANA PENCITRAAN KINERJA ANGGOTA DPR PADA SURAT KABAR PIKIRAN RAKYAT (Analisis Wacana Kritis) WACANA PENCITRAAN KINERJA ANGGOTA DPR PADA SURAT KABAR PIKIRAN RAKYAT (Analisis Wacana Kritis) Apriyanti Rahayu Fauziah Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI apriyanti.260491@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah suatu kajian dalam mempelajari peraturanperaturan yang terdapatdalam penelitian (Usman&Akbar,2008:41). Metode dalam penelitian juga diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Media massa merupakan sarana manusia untuk memahami realitas. Oleh sebab itu, media massa senantiasa dituntut mempunyai kesesuaian dengan realitas dunia yang benar-benar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis/ CDA) a. Pengertian Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analyisis)

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis/ CDA) a. Pengertian Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analyisis) BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori/ Kajian Pustaka 1. Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis/ CDA) a. Pengertian Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analyisis) Wacana adalah suatu

Lebih terperinci

2015 ANALISIS PRAANGGAPAN DALAM NOVEL NEGERI DI UJUNG TANDUK DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN MENULIS TEKS EKSPOSISI

2015 ANALISIS PRAANGGAPAN DALAM NOVEL NEGERI DI UJUNG TANDUK DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN MENULIS TEKS EKSPOSISI 1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab I berisi alasan atau latar belakang penelitian. Selain itu, akan dipaparkan juga mengenai fokus penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Seringkali kita jumpai dalam ajang peragaan busana banyak memamerkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Seringkali kita jumpai dalam ajang peragaan busana banyak memamerkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Seringkali kita jumpai dalam ajang peragaan busana banyak memamerkan item terbaru rancangan dari desainer kawakan di seluruh belahan dunia. Baik dari pakaian serta

Lebih terperinci