Oleh : ACHMAD SYAUQI 2
|
|
- Yanti Halim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 EKSISTENSI HUKUM NEGARA DI TENGAH KEMAJEMUKAN BUDAYA MENURUT PERSPEKTIF ANTROPOLOGI HUKUM 1 (The Existance Of State Law In The Middle Of Multicultural According To A Legal Anthropology 's Perspective) Oleh : ACHMAD SYAUQI 2 ABSTRACT In the legal anthropology s perspective, the state law is not a highest law that life in the society. But rather the unwritten law, which transformed in the culture of the society among generations, that is the living law. This fact must be recognized by the state, and to change the paradigm from legal centralism to legal pluralism, which recognizes the existence of other laws besides the state law in the national legal system. A. PENDAHULUAN Sejak hukum mengalami kodifikasi hingga menjadi suatu sistem tertulis, kajian ilmu hukum terbagi pada bentuk-bentuk hukum yang dibuat berdasarkan kewenangan (otoritas) dan hukum yang hidup di dalam ingatan kolektif masyarakat. Hukum yang dibentuk berdasarkan otoritas dikenal sebagai peraturan perundang-undangan atau hukum negara. Sedangkan hukum yang hidup dalam masyarakat adalah hukum-hukum tidak tertulis yang diturunkan secara lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya, dikenal sebagai hukum lokal atau adat. Sulistyowati Irianto sebagaimana dikutip Masinambow dalam Hukum dan Kemajemukan Budaya (2003:2) membagi sistem hukum dalam tiga komponen sebagaimana diteorikan Lawrence Friedman (1975:49), yaitu: 1) Legal substance, yaitu norma-norma dan aturan-aturan yang digunakan secara institusional, beserta pola perilaku para pelaku dalam sistem hukum; 2) Legal structure,yaitu lembaga-lembaga yang bertugas untuk menegakkan hukum, seperti kepolisian, dan peradilan (hakim, jaksa, dan pengacara); 3) Legal culture atau budaya hukum, yaitu kebiasaan, pandangan, cara bertindak dan berpikir dalam masyarakat umum yang dapat mempengaruhi kekuatan-kekuatan sosial menurut arah perkembangan tertentu. 1 Esai merupakan pemenuhan tugas mata kuliah Antropologi Hukum Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Mataram Tahun Program Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Mataram, NIM: I2B eksistensi hukum negara di tengah kemajemukan budaya, hal. 1
2 Berbeda dengan substansi hukum yang merekam aturan dan norma dalam susunan teks sehingga menjadi hukum tertulis, pada budaya hukum rekaman norma dan aturan tersimpan dalam ingatan yang diturunkan temurun. Sehingga pada budaya hukum penyelesaian perkara-perkara masyarakat dilakukan oleh tetua-tetua adat melalui tuturan yang dilakukan dalam pertemuan-pertemuan khusus dalam perkara itu. Pada konteks operasional ini lah struktur hukum menampakkan perbedaan hukum yang hidup dalam bentuk teks dan dalam bentuk tuturan, terutama ketika dalam suatu negara terdapat beragam budaya yang berbeda (multikultural). Mengulas hukum yang hidup dalam kemajemukan budaya, maka muncul dua sudut pandang berbeda. Pada satu sisi kemajemukan bisa diartikan sebagai kemajemukan hukum, yaitu memandang secara pragmatis bahwa dalam suatu interaksi sosial sedikitnya ada dua sistem aturan / norma yang berwujud. Sedangkan pada sisi yang lain kemajemukan budaya diartikan sebagaimana adanya dan mengkaji bagaimana hukum berperan dan menyesuaikan diri dalam ragam perbedaan tersebut. Jika dua sudut pandang ini dipertentangkan, maka akan ditemukan sebuah aturan-aturan berwujud yang sifat keberlakuannya menyeluruh menggeser norma-norma yang hidup dalam masing-masing budaya masyarakat di wilayah tersebut. Dapat diartikan bahwa, hukum negara mengesampingkan hukum lokal yang dianut oleh budaya masing-masing masyarakat dalam negara tersebut. Indonesia yang dikenal sebagai negara dengan ribuan budaya, terbagi dalam etnis, agama, ras, dan golongan, merupakan contoh di mana hukum hidup secara kompleks di sana. Sesanti Bhinneka Tunggal Ika adalah cerminan nyata kemajemukan budaya bangsa yang dilindungi dalam satu naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemajemukan budaya yang hidup di Indonesia secara teoritis merupakan konfigurasi budaya dan jatidiri bangsa. Secara empirik keragaman ini lah yang justru membentuk Indonesia sebagai negara kesatuan yang menggerakkan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun dalam keragaman selalu ada perbedaan-perbedaan yang menyimpan potensi konflik. Jika tidak terkelola baik, maka potensi ini akan berwujud pertikaian antar etnik, agama, ras, ataupun antar golongan yang mengancam disintegrasi bangsa. Secara antropologis, konflik merupakan fenomena sosial yang tak terpisahkan (inheren) dari kehidupan manusia. Dalam sebuah kehidupan bersama konflik adalah sesuatu yang tidak mungkin dihindari. Yang bisa dilakukan adalah mengelola, mengendalikan, dan eksistensi hukum negara di tengah kemajemukan budaya, hal. 2
3 mengakomodasinya secara santun, damai, dan bijak sehingga semakin mempererat hubungan antar budaya yang ada. Fenomena konflik selain muncul karena adanya konflik nilai, konflik norma, dan konflik kepentingan dari kelompok-kelompok dalam masyarakat, terkadang bisa juga bersumber dari persoalan diskriminasi pengaturan dan perlakuan pemerintah pusat terhadap masyarakat di daerah. Diskriminasi ini pernah dilakukan pemerintah Indonesia pada era pemerintahan Orde Baru dengan mengabaikan, menggusur, bahkan mematisurikan nilai-nilai dan norma-norma hukum rakyat (adat law), termasuk kehidupan beragama melalui dominasi dan penegakan hukum negara (state law). Merujuk pada Teori Pragmatic Legal Realism Oliver Holmes, bahwa hukum harus berperan sebagai alat pembaharuan masyarakat (tools of social engineering), maka apakah praktek penegakan hukum negara sudah dapat diterima oleh masyarakat yang memiliki keragaman budaya? Kajian hukum empirik dalam esai ini akan menggunakan pendekatan Antropologi Hukum dalam pembahasannya. B. HUKUM NEGARA DALAM PERSPEKTIF ANTROPOLOGI Pada awal pemerintahan era Orde Baru hingga akhir tahun 1980an, kedudukan state law sangat dominan dan super power karena ditegakkan oleh kekuasaan dan pengaruh politik. Seakan tidak ada hukum lain selain hukum negara. Hingga pada awal 1990an ketika beberapa permasalahan dalam negeri Indonesia semakin kompleks, beberapa hukum lain mulai menggejala dan menggugat pemberlakuan hukum negara, terutama untuk bidangbidang tertentu. Beberapa gejala mendasari hal tersebut, diantaranya: a) Kebutuhan Indonesia terhadap lembaga-lembaga donor dan badan-badan internsaional, semisal IMF dan PBB, memaksa Indonesia untuk memenuhi keinginan mereka agar lebih mengedepankan upaya pemberdayaan dan peningkatan partisipasi masyarakat, b) Ketakutan masyarakat-masyarakat lokal terhadap ancaman kepunahan sistem hukum dan sistem budaya mereka telah mencapai titik kulminasi, c) Tuntutan model pembangunan yang tersebar melalui gerakan-gerakan akar rumput oleh infrastruktur politik negara, seperti LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), dan ancaman disintegrasi semakin menguat, di saat dukungan terhadap kekuasaan pemerintah justru semakin melemah, eksistensi hukum negara di tengah kemajemukan budaya, hal. 3
4 d) Arus informasi akibat perkembangan teknologi semakin pesat tak terbentung institusi negara. Pengambilan dan pengolahan data oleh masyarakat justru jauh melebihi jangkauan aparatur pemerintahan. Akibatnya kesadaran masyarakat akan eksistensi diri dan aturan yang melandasi atau menekan mereka semakin meningkat. Beberapa kelemahan hukum negara sebagai satu-satunya hukum yang harus dipatuhi, satu per satu mulai dipersoalkan. Pertama, meski State law lebih mudah diterapkan karena disusun secara terintegrasi dan hubungan antar produk hukumnya teratur, pada kenyataannya penerapan state law seringkali inkonsisten, dan terkadang mengalami konflik norma atau konflik asas norma akibat keinginan untuk mampu mengatur semua justru menjadikan kabur cakupan materi di dalamnya, serta wewenangnya pun saling tumpang-tindih. Kedua, antara cita-cita penegakan hukum state law jauh panggang dari api. Hukum state law hanya tegak bila tidak bertentangan dengan keinginan tertentu. Tetapi menjadi tumpul dan mati bila yang terlibat pelanggaran di dalamnya adalah pihak-pihak pemilik kekuasaan dan pemodal kuat. Ketiga, tujuan keadilan yang ingin dicapai dalam state law pada kenyataannya justru bertolak belakang. Sebagian masyarakat menganggap penegakan norma-norma state law malah semakin memunculkan ketidakadilan. Kekuatan sosio-politik dan agama seringkali mewarnai tarik-menarik perebutan peran dalam usaha pencapaian keadilan tersebut. Keempat, dalam teorinya state law disusun secara supel dan luwes sehingga lebih bisa mengikuti perkembangan waktu (up to date). Namun, kenyataannya beberapa produk hukum negara menjadi cepat kedaluwarsa atau lamban dalam pelaksanaannya, seperti Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 22 Tahun 1999 yang baru bisa diterapkan pada Januari Kelima, pengaturan dalam state law terkadang tidak netral dan memihak terutama kepentingan kekuasaan status quo dan pemodal. Sehingga sering mengalami protes dan inkonsistensi antara pengaturan dan penegakannya. Keenam, keputusan state law kadang dianggap tidak memenuhi rasa keadilan dan tidak konstekstual dengan ruang dan waktu pelaksanannya, sehingga menjadi sulit bahkan tidak dapat dieksekusi sesuai pengaturan dalam keputusan tersebut. Ketujuh, pola pertahanan state law oleh kekuasaan sentral yang dilakukan secara represif, seragam termobilisasi, dan membutuhkan biaya mahal sehingga menampilkan wajah state law yang lebih garang dibanding the other laws, ternyata ketika eksistensi hukum negara di tengah kemajemukan budaya, hal. 4
5 dukungan terhadap kekuasaan itu mulai menyusut maka pertahanan state law pun menjadi rapuh. Hukum dalam perspektif antropologi senyata bukan hanya berwujud peraturan perundang-undangan yang diciptakan oleh pemerintah dalam satu bangunan negara, atau state law dengan berbagai pranata-pranata hukum seperti; polisi, jaksa, pengadilan, penjara, dan lain sebagainya. Hukum dalam wujudnya juga dimaknai sebagai peraturan-peraturan lokal yang bersumber dari suatu kebiasaan masyarakat (customary law), dan memiliki mekanisme pengaturan tersendiri yang juga berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial (legal order) dalam masyarakat. Perspektif antropologi hukum, hukum adalah produk kebudayaan yang tidak hanya ada dalam suatu organisasi masyarakat berbentuk negara, tetapi juga hidup dalam setiap bentuk komunitas masyarakat. Karena itu hukum selain terwujud dalam bentuk peraturan perundang-undangan negara, juga terwujud sebagai mekanisme-mekanisme pengendalian sosial dalam bentuk norma-norma hukum rakyat. Keberlakuan norma-norma hukum dalam masyarakat secara metodologis dapat dipahami dari keputusan-keputusan seseorang, atau kelompok orang yang secara sosial diberi otoritas untuk menjatuhkan sanksi kepada pelanggar hukum. Cara utama untuk dapat memahami hukum yang berlaku dalam masyarakat ini adalah mengkaji seksama sengketasengketa yang terjadi di masyarakat. Dari kajian-kajian tersebut akan terungkap latar belakang munculnya berbagai kasus di msayarakat, cara-cara yang ditempuh untuk penyelesaiannya, dan sanksi-sanksi yang dijatuhkan kepada pihak yang dipersalahkan. Dari hipotesa atas kajian tersebut akan diperoleh rumusan prinsip-prinsip hukum yang berlaku, prosedur yang memungkinkan untuk ditempuh, dan nilai-nilai budaya yang mendukung proses penyelesaian sengketa tersebut. Metode penelusuran hukum melalui pengamatan atas kasus-kasus sengketa sebagaimana dalam antropologi hukum, umum digunakan karena hukum pada dasarnya bukanlah semata produk individu atau sekelompok orang yang memiliki otoritas membuat peraturan perundang-undangan (pemerintah dalam negara), atau bukan pula suatu institusi yang terisolasi dari aspek-aspek kebudayaan yang lain. Tetapi karena hukum muncul sebagai fakta khas yang lebih menekankan empirik, ekspresi, atau perilaku sosial masyarakat. Salah satu ekspresi hukum yang secara nyata berlaku di masyarakat adalah proses penyelesaian sengketa. eksistensi hukum negara di tengah kemajemukan budaya, hal. 5
6 Selain metode di atas, antropologi hukum juga memberi perhatian pada fenomena kemajemukan hukum dalam masyarakat. Hukum dijelaskan dalam berbagai wujud bentuk diantaranya, hukum negara (state law), hukum agama (religious law), hukum kebiasaan (customary law), dan mekanisme-mekanisme pengatura lokal yang secara nyata berlaku dan berungfi sebagai sarana pengendalian sosial dalam masyarakat. Metode ini menyatakan bahwa, jika hukum diartikan sebagai instrumen kebudayaan yang berfungsi menjaga keteraturan sosial, maka selain hukum negara (state law) juga terdapat sistem-sistem hukum lain seperti hukum rakyat (adat law), hukum agama, dan mekanisme pengaturan tersendiri. Artinya, eksistensi state law bukan lah satu-satunya hukum yang berlaku dalam masyarakat. Inilah yang disebut fakta kemajemukan hukum dalam kajian antropologi hukum. C. HUKUM NEGARA DI TENGAH KEMAJEMUKAN BUDAYA Meski kemajemukan hukum adalah kenyataan yang hidup di tengah masyarakat, namun ajaran ini mendapat pertentangan ideologi sentralisme hukum (legal centralism) yang menghendaki pemberlakuan hukum negara (state law) sebagai hukum tertinggi satusatunya yang berlaku bagi masyarakat. Ideologi ini tentu mengesampingkan sistem-sistem hukum lain yang nyata berkembang, seperti hukum agama dan hukum adat. Basis hukum pada dasarnya berada dalam masyarakat itu sendiri. Karenanya paradigma pembangunan hukum bercorak sentralisme hukum sebagaimana dianut pemerintah dan lembaga legislatif melalui usaha-usaha unifikasi hukum, justru menjadi biang fenomena konflik yang banyak muncul selama dasawarsa terakhir. Pemerintah harusnya menyadari bahwa apa yang diterapkan tidak sesuai dengan empiri kehidupan hukum yang majemuk dalam masyarakat Indonesia yang multikultural. Karena itu agar tercapai suatu tatanan masyarakat yang terintegrasi secara kultural, maka paradigma yang dianut harus diganti dengan paradigma pluralisme hukum. Dalam konteks inilah kajian ilmu-ilmu sosial empirik, seperti Antropologi Hukum memiliki peran penting, karena: Menjadi alat dan metode bagi pemerintah untuk mempelajari adanya sistem-sistem hukum lain yang juga bekerja dalam masyarakat dan dirasakan kehadirannya oleh banyak pihak (law in action); eksistensi hukum negara di tengah kemajemukan budaya, hal. 6
7 Memberi masukan terhadap kemungkinan terjadinya benturan antara state law dengan hukum-hukum lain dalam masyarakat; Menelusuri dan memaparkan langkah-langkah penyelesaian sengketa (hukum) alternatif yang terjadi pada masyarakat dengan kebudayaan tertentu, sehingga masalah terpecahkan secara tuntas dengan menghasilkan keputusan win-win solution (seperti jamak dilakukan masyarakat tradisional sejak lampau); Menelaah kembali peran dan wewenang state law dalam masyarakat di pelbagai wilayah sebagai suatu bentuk perubahan hukum yang harus diantisipasi sejak dini agar tidak menimbulkan gejolak antara masyarakat dan pemerintah; Menelusuri partisipasi masyarakat di bidang hukum dalam upaya memberdayakan mereka sehingga terintegrasi dan kontekstual, serta selaras cita-cita pembangunan. Pada akhirnya memang pemerintah mengakui keberadaan sistem hukum lain yang hidup di tengah masyarakat Indonesia. Melalui amandemen kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada pasal 18 B ayat (2), negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sayangnya kebijakan tersebut hanya memberi pengakuan, bukan perlindungan secara utuh terhadap sistem-sistem hukum lain selain hukum negara. Tampaknya negara melalui pemerintah masih setengah hati untuk membina dan memperkokoh integrasi bangsa yang multikultural melalui perwujudan hukum yang bercorak responsif. Apalagi untuk membuat kebijakan yang mengakomodasi dan mengintegrasi nilai-nilai, prinsip-prinsip hukum, institusi, dan tradisi hukum rakyat ke dalam sistem hukum nasional. Negara, tampaknya masih terbayangi stigma negatif bahwa, tradisi hukum rakyat yang menguat akan menimbulkan ethnocentrism, anggapan bahwa sukubangsa & kebudayaannya sendirilah yang terbaik dan sempurna. Sudah saatnya negara mengabaikan ketakutan pada stigmastigma negatif tentang kemajemukan budaya, dan secara sungguh-sungguh mewujudkan sesanti Bhinneka Tunggal Ika dalam komplesitas sistem negara yang berdasar atas hukum. eksistensi hukum negara di tengah kemajemukan budaya, hal. 7
8 D. PENUTUP Hukum tidak hanya apa yang tertulis sebagai peraturan perundang-undangan atau Hukum Negara. Dalam konteks Antropologi Hukum, aktivitas budaya adalah hukum yang berfungsi sebagai instrumen menjaga ketaruran sosial, sarana pengendalian sosial, dan alat untuk melakukan rekayasa sosial. Sehingga agar terhindar dari benturan antara pemerintah dan masyarakat dalam suatu masyarakat yang memiliki kemajemukan budaya, negara harus mengakui dan melindungi sistem hukum lain selain hukum negara sebagai bagian sistem hukum nasional. E. DAFTAR PUSTAKA Bohannan, Paul, 1984, Hukum dan Pranata Hukum, dalam T.O. Ihromi (ed.), Antropologi dan Hukum, A Blair Press Book, Jakarta. Darmodiharjo, Darji dan Sidharta, 1996, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hadikusuma, Hilman, 1986, Antropologi Hukum Indonesia, Penerbit Alumni, Bandung. Hartono, Sunaryati, 1993, Kebijakan Pembangunan Hukum Menuju Sistem Hukum Nasional dalam Analisis CSIS, , pp Masinambow, E.K.M. (ed.), 2000, Hukum dan Kemajemukan Budaya, Sumbangan Karangan untuk Menyambut Hari Ulang Tahun ke-70 Prof.Dr. T.O. Ihromi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Nixon, Legal Anthropology taken from Pospisil, Leopold, 1971, Anthropology of Law, A Comparative Study, Harper & Row, Publisher, New York. Soekanto, Soerjono et al, 1984, Antropologi Hukum, Proses Pengembangan Ilmu Hukum Adat, Rajawali Pers, Jakarta. eksistensi hukum negara di tengah kemajemukan budaya, hal. 8
KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU
BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu negara multikultural terbesar di dunia. Menurut (Mudzhar 2010:34)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah bangsa yang majemuk, bahkan Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Menurut (Mudzhar 2010:34) multikulturalitas bangsa
Lebih terperinciKESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA
KANTOR UTUSAN KHUSUS PRESIDEN UNTUK DIALOG DAN KERJA SAMA ANTAR AGAMA DAN PERADABAN KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA HASIL MUSYAWARAH BESAR PEMUKA AGAMA UNTUK KERUKUNAN BANGSA Jakarta 8-10 Februari 2018
Lebih terperinciANTROPOLOGI HUKUM: Pengantar. Oleh : Lidwina Inge Nurtjahyo, SH., MSi.
ANTROPOLOGI HUKUM: Pengantar Oleh : Lidwina Inge Nurtjahyo, SH., MSi. Apa itu Antropologi Hukum (1)? William Nixon (1998): Antropologi hukum adalah bidang kajian yang mencoba menjelaskan keteraturan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan apabila ada interaksi sosial yang positif, diantara setiap etnik tersebut dengan syarat kesatuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara Hukum ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 setelah perubahan ketiga. Hal ini berarti bahwa di dalam negara Republik
Lebih terperinciMATERI KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM MATCH DAY 25 ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KENYATAAN (BAGIAN 1)
MATERI KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM MATCH DAY 25 ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KENYATAAN (BAGIAN 1) A. SOSIOLOGI HUKUM 1. Pemahaman Dasar Sosiologi Hukum Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang
Lebih terperinciMEMAHAMI KEDUDUKAN DAN KAPASITAS HUKUM ADAT DALAM POLITIK PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL
PERSPEKTIF Volume XVI No. 4 Tahun 2011 Edisi September MEMAHAMI KEDUDUKAN DAN KAPASITAS HUKUM ADAT DALAM POLITIK PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL I Nyoman Nurjaya Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
Lebih terperinciPENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA. Oleh : Iman Hidayat
PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA Oleh : Iman Hidayat ABSTRAK Secara yuridis konstitusional, tidak ada hambatan sedikitpun untuk menjadikan hukum adat sebagai
Lebih terperinciI Nyoman Nurjaya. DO NOT COPY
MEMAHAMI POTENSI DAN KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM POLITIK PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL 1 Oleh I Nyoman Nurjaya 2 PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara yang bercorak multikultural, multi etnik, agama,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang besar dan pulau yang kecil. Sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai wilayah yang terbentang luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang besar dan pulau yang kecil. Sebagai Negara yang
Lebih terperinciPENEGAKAN HUKUM. Oleh: H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si
PENEGAKAN HUKUM Oleh: H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si PENDAHULUAN Masalah penegakan hukum adalah merupakan suatu persoalan yang dihadapi oleh setiap masyarakat. Walaupun kemudian setiap masyarakat dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai suatu negara multikultural merupakan sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai etnik yang menganut
Lebih terperinciPeraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia
Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia Penyelenggaraan otonomi daerah yang kurang dapat dipahami dalam hal pembagian kewenangan antara urusan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah
Lebih terperinciPOLITIK HUKUM POKOK BAHASAN (1) Dosen: Prof. Dr. Guntur Hamzah, SH., MH.
POLITIK HUKUM Dosen: Prof. Dr. Guntur Hamzah, SH., MH. http://mguntur.webs.com POKOK BAHASAN (1) TINJAUAN UMUM POLITIK HUKUM: A. LATAR BELAKANG POLITIK HUKUM B. KEDUDUKAN MATA KULIAH POLITIK HUKUM C. RUANG
Lebih terperinciTEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL
II. TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL A. Konflik Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin con yang berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Jadi, konflik dalam
Lebih terperinciPLURALISME-MULTIKULTURALISME DI INDONESIA
PLURALISME-MULTIKULTURALISME DI INDONESIA Diah Uswatun Nurhayati Pluralisme sering diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya ragam pemikiran, suku, ras, agama, kebudayaan ataupun peradaban. Pemicu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak merupakan pengingkaran terhadap kedudukan setiap orang sebagai makhluk ciptaan Tuhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di Indonesia adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht) yang pada
Lebih terperinciBUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016
P BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT DI KABUPATEN ENREKANG DENGAN
Lebih terperinciMASALAH SOSIAL BUDAYA DITINJAU DALAM BERBAGAI NUR ENDAH JANUARTI, MA
MASALAH SOSIAL BUDAYA DITINJAU DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF NUR ENDAH JANUARTI, MA TUJUAN PEMBELAJARAN : Mahasiswa mampu memahami masalah sosial budaya dalam berbagai perspektif Mahasiswa mampu menganalisa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang begitu unik. Keunikan negara ini tercermin pada setiap dimensi kehidupan masyarakatnya. Negara kepulauan yang terbentang dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan undang-undang yang berlaku. Meskipun menganut sistem hukum positif,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang berdasarkan pada hukum positif, artinya hukumhukum yang berlaku di Indonesia didasarkan pada aturan pancasila, konstitusi, dan undang-undang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan
Lebih terperinciBAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,
BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Pembahasan mengenai anak adalah sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut berperan menentukan sejarah sekaligus cermin
Lebih terperinciVISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL
RETHINKING & RESHAPING VISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL OLEH : DR. MUHADJIR EFFENDY, M.AP. Disampaikan dalam Acara Tanwir Muhammadiyah 2009 di Bandar Lampung, 5 8 Maret 2009 1 Lingkup
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam
BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sosial yang dialami, setiap manusia memiliki kepentingankepentingan tertentu yang berkaitan dengan kebutuhan dan keinginannya untuk mempertahankan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP A. Kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas sebagai hasil penelitian dan pembahasan dalam disertasi ini, maka dapat diajukan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Penjabaran
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI PAPUA
PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PAPUA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PERADILAN ADAT DI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, Menimbang : a. bahwa pemberian Otonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
24 BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
Lebih terperinciPemahaman Multikulturalisme untuk Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Pemahaman Multikulturalisme untuk Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia Bahan Pembicara Untuk Dialog Kebangsaan Pada Acara Dies Natalis Universitas
Lebih terperinciSTRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK
A. SD/MI KELAS: I STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK Kompetensi Dasar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 1. Menerima
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat peka
Lebih terperinciMata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar Dosen : Muhammad Burhan Amin. Topik Makalah. RUH 4 PILAR KEBANGSAAN DIBENTUK OLEH AKAR BUDAYA BANGSA Kelas : 1-IA21
Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar Dosen : Muhammad Burhan Amin Topik Makalah RUH 4 PILAR KEBANGSAAN DIBENTUK OLEH AKAR BUDAYA BANGSA Kelas : 1-IA21 Tanggal Penyerahan Makalah : 25 Juni 2013 Tanggal Upload
Lebih terperinciOleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN
Penegakan hukum tindak pidana pencabulan terhadap anak berdasarkan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak (studi di Pengadilan Negeri Sukoharjo) Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S310907004
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan berpartisipasi
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang dapat berwujud sebagai komunitas desa, sebagai
Lebih terperinciTelaah Budi Pekerti dalam Pembelajaran di Sekolah (Implementasi Konsep dan Prinsip Tatakrama dalam Kehidupan Berbasis Akademis) Oleh: Yaya S.
Telaah Budi Pekerti dalam Pembelajaran di Sekolah (Implementasi Konsep dan Prinsip Tatakrama dalam Kehidupan Berbasis Akademis) Oleh: Yaya S. Kusumah Pendahuluan Pergeseran tata nilai dalam kehidupan sehari-hari
Lebih terperinciindustrialisasi di Indonesia telah memunculkan side effect yang tidak dapat terhindarkan dalam masyarakat
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL a. Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni :
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945) menentukan secara tegas, bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum (Pasal 1 ayat
Lebih terperinciBAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF. melekat dalam setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya
36 BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF A. Teori Konflik Kehidupan sosial dan konflik merupakan gejala yang tidak dapat dipisahkan antara satu dan lainnya, konflik merupakan gejala yang selalu melekat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu merasakan adanya gejolak dan keresahan di dalam kehidupan sehari-harinya, hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, letak Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. Indonesia yang terkenal dengan banyak pulau
Lebih terperinciPENTINGNYA TOLERANSI DALAM PLURALISME BERAGAMA
PENTINGNYA TOLERANSI DALAM PLURALISME BERAGAMA Disusun oleh: Nama Mahasiswa : Regina Sheilla Andinia Nomor Mahasiswa : 118114058 PRODI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2012
Lebih terperinciPANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.
PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PANCASILA DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM 1. Penegakan Hukum Penegakan hukum mengandung makna formil sebagai prosedur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang
Lebih terperinciTUGAS AKHIR PANCASILA BUKAN AGAMA
TUGAS AKHIR PANCASILA BUKAN AGAMA DISUSUN OLEH : Nama : HERWIN PIONER NIM : 11.11.4954 Kelompok : D Program Studi : STRATA 1 Jurusan : Teknik Informatika DOSEN PEMBIMBING : TAHAJUDIN SUDIBYO Drs. UNTUK
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.5.1 Interaksi Sosial Salah satu sifat manusia adalah keinginan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya. Dalam hidup bersama antara manusia dan manusia atau manusia dan kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Norma ini bermakna bahwa di dalam Negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan lembaga penegak hukum. Dalam hal ini pengembangan pendekatan terhadap
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap sistem hukum menunjukan empat unsur dasar, yaitu : pranata peraturan, proses penyelenggaraan hukum, prosedur pemberian keputusan oleh pengadilan dan lembaga
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kebijakan Kriminal Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena keterbiasaanya terdapat semacam kerancuan atau kebingungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Repubik Indonesia,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang berdiri di atas empat pilar berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Repubik Indonesia, dan Bhinneka
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan masyarakat, sehingga berbagai dimensi hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia ditakdirkan menghuni kepulauan Nusantara ini serta terdiri dari berbagai suku dan keturunan, dengan bahasa dan adat istiadat yang beraneka ragam,
Lebih terperincibukanlah semata~mata sebagai suatu produk dari individu/sekelompok orang yang mem~ punyai otoritas membuat peraturan per~
MEMAHAMI POSISI DAN KAPASITAS HUKUM ADAT DALAM POLITIK PEMBANGUNAN HUKUM DI INDONESIA: PERSPEKTIF ANTROPOLOGIHUKUM 1 01eh: Prof. Dr. I Nyoman Nurjaya 2 Pendabuluan Indonesia dikenal sebagai negara yang
Lebih terperinciBAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 14 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 3)
BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 14 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 3) C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, menurut Soerjono Soekanto
Lebih terperinciPenghormatan dan Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia
XVIII Penghormatan dan Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia Pasal 1 ayat (3) Bab I, Amandemen Ketiga Undang-Undang Dasar 1945, menegaskan kembali: Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Artinya, Negara
Lebih terperinciBAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS
17 BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS Landasan teori pada penelitian ini menggunakan teori Ralf Dahendrof. Karena, teori Dahendrof berhubungan dengan fenomena sosial masyarakat salah satunya adalah teori
Lebih terperinciBAB II POLITIK HUKUM NASIONAL DI INDONESIA. A. Definisi dan Ruang Lingkup Politik Hukum
19 BAB II POLITIK HUKUM NASIONAL DI INDONESIA A. Definisi dan Ruang Lingkup Politik Hukum Politik hukum merupakan suatu bagian dalam kajian ilmu hukum yang terdiri atas dua disiplin ilmu, yaitu ilmu politik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial tentunya dituntut untuk mampu berinteraksi dengan individu lain
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas sesuatu atau objek, di mana sesuatu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, namun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. karena itu sering timbul adanya perubahan-perubahan yang dialami oleh bangsa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Indonesia yang pada saat ini sedang memasuki era globalisasi. Oleh karena itu sering timbul adanya perubahan-perubahan yang dialami oleh bangsa Indonesia khususnya
Lebih terperinciBAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini
BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM Melihat kondisi solidaritas dan berdasarkan observasi, serta wawancara dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei,
Lebih terperinciBAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik
BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik Pokok Bahasan Pada umumnya, dalam dunia ilmu pengetahuan orang mencoba untuk melihat dan menjelaskan suatu fenomena sosial menggunakan alur dan logika
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi pembentukan karakter
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi pembentukan karakter sebuah peradaban dan kemajuan yang mengiringinya. Tanpa pendidikan, sebuah bangsa atau
Lebih terperinciSILANG-SELISIH ANTARA HUKUM DAN MASYARAKATNYA. Herlambang P. Wiratraman 2016
SILANG-SELISIH ANTARA HUKUM DAN MASYARAKATNYA Herlambang P. Wiratraman 2016 Bahan perkuliahan Philippe Nonet dan Philip Selznick (1978) Law And Society in Transition: Toward Responsive Law. New York: Harper
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM
UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan bukan Negara Serikat maupun Negara Federal. Suatu bentuk Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menampilkan sikap saling menghargai terhadap kemajemukan masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menampilkan sikap saling menghargai terhadap kemajemukan masyarakat merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan kehidupan masyarakat modern yang demokratis.
Lebih terperinciTUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA
TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA Nama : AGUNG NOLIANDHI PUTRA NIM : 11.11.5170 Kelompok : E Jurusan : 11 S1 TI 08 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 ABSTRAK Konflik adalah sesuatu yang hampir
Lebih terperinciG. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SMALB TUNARUNGU
- 689 - G. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SMALB TUNARUNGU KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan
Lebih terperinciBAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di
BAB II : KAJIAN TEORITIK a. Solidaritas Sosial Durkheim dilahirkan di Perancis dan merupakan anak seorang laki-laki dari keluarga Yahudi. Dia mahir dalam ilmu hukum filsafat positif. Dia terakhir mengajar
Lebih terperinciPENGELOLAAN KOMUNITAS ADAT
PENGELOLAAN KOMUNITAS ADAT A. Pendahuluan Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk yang masyarakatnya terdiri dari beraneka ragam suku bangsa dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. Keragaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan
Lebih terperinciREPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Penandatanganan MoU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari Sabang hingga ke Merauke. Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa besar yang bersifat majemuk dan heterogen, yaitu terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang tersebar mulai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah mengenai Hukum Waris. Adanya pemisahan penduduk dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai Negara dengan beraneka ragam budaya dan suku tentunya memiliki beraneka ragam adat istiadat dan warisan yang sifatnya turun temurun. Banyaknya adat
Lebih terperinciSelasa, 17 November 2009 HUBUNGAN NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI
Selasa, 17 November 2009 HUBUNGAN NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI PENDAHULUAN Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana yang diterangkan dalam penjelasan dalam UUD 1945, maka segala sesuatu yang berhubungan
Lebih terperinciSAP MATA KULIAH SEJARAH PERKEMBANGAN MADZHAB
SAP MATA KULIAH SEJARAH PERKEMBANGAN MADZHAB Jurusan : Syari ah Program Studi : Perbandingan Madzhab (PM) Kode Mata Kuliah : Jumlah SKS : 2 (Dua) Semester : Mata Kuliah : Antropologi Hukum Dosen : - Diskripsi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dengan daerah daratan, lautan dan udara yang dimana musim penghujan dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia dikarunia oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan daerah daratan, lautan dan udara yang dimana musim penghujan dan musim kemarau berlangsung
Lebih terperinciBAB V PENUTUP Kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang lain karena mengangkat konsep multikulturalisme di dalam film anak. Sebuah konsep yang jarang dikaji dalam penelitian di media
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Pemerintahan Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum yang diterapkan di Indonesia saat ini kurang memperhatikan kepentingan korban yang sangat membutuhkan perlindungan hukum. Bisa dilihat dari banyaknya
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, merupakan salah satu masalah besar dalam agenda kebijakan /politik hukum Indonesia.Khususnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompetensi adalah kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. didasarkan pada Pasal 1 Ayat (1), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang dan patut dipidana sesuai dengan kesalahannya sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang.
Lebih terperincisepenuhnya mempengaruhi dinamika dalam sistem. Dengan demikian, pastinya terdapat perilaku politik yang lebih beragam pula.
Industri Politik Sejak awal dibentuknya, politik digunakan sebagai aturan bermain dalam kenegaraan. Pada dasarnya politik lahir secara alamiah melalui proses yang panjang, dengan evolusi yang cukup rumit
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan Pada Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya Politik Nasional Berlandaskan Pekanbaru,
Lebih terperinciPOLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK
POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan
Lebih terperinciKISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN PPKn
KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN PPKn No 1 Pedagogik 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual 1.1. Memahami karakteristik
Lebih terperinciBAB IV HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN SANKSI PIDANA ADAT TERHADAP PENCURIAN TERNAK PADA MASYARAKAT DI DESA LAGAN KECAMATAN TALANG EMPAT
BAB IV HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN SANKSI PIDANA ADAT TERHADAP PENCURIAN TERNAK PADA MASYARAKAT DI DESA LAGAN KECAMATAN TALANG EMPAT Penyelesaian pencurian ternak dalam masyarakat adat Di Desa Lagan Kecamatan
Lebih terperinciInisiasi 2 LANDASAN MORAL, SOSIO-KULTURAL, RELIGI HAK AZASI MANUSIA
Inisiasi 2 LANDASAN MORAL, SOSIO-KULTURAL, RELIGI HAK AZASI MANUSIA Saudara mahasiswa yang saya hormati. Salam sejahtera dan selamat bertemu lagi dalam kegiatan tutorial online yang kedua mata kuliah Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap
Lebih terperinciDiversity atau diversitas adalah konsep keberagaman atas dasar perbedaan-perbedaan, seperti. - sosial. - gender - etnik - ras
MEDIA DIVERSITY MATA KULIAH EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL Universitas Muhammadiyah Jakarta Aminah, M.Si Diversity atau diversitas adalah konsep keberagaman atas dasar perbedaan-perbedaan, seperti - sosial
Lebih terperinci