OPTIMASI KULTUR IN VITRO DAN ANALISIS TESTOSTERON MEDIUM KULTUR SEL LEYDIG TIKUS HASIL PURIFIKASI DENGAN GRADIEN NYCODENZ ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMASI KULTUR IN VITRO DAN ANALISIS TESTOSTERON MEDIUM KULTUR SEL LEYDIG TIKUS HASIL PURIFIKASI DENGAN GRADIEN NYCODENZ ABSTRAK"

Transkripsi

1 8 OPTIMASI KULTUR IN VITRO DAN ANALISIS TESTOSTERON MEDIUM KULTUR SEL LEYDIG TIKUS HASIL PURIFIKASI DENGAN GRADIEN NYCODENZ ABSTRAK Penggunaan gradien Nycodenz yang bersifat non toksik untuk isolasi dan purifikasi sel Leydig belum dilakukan oleh peneliti lain. Pada penelitian ini dilakukan pengujian pengaruh penambahan hcg dan/atau ITS ke dalam medium kultur terhadap perkembangan dan proliferasi sel Leydig tikus dewasa hasil purifikasi dengan gradien Nycodenz serta mendapatkan kondisi optimum kultur sel Leydig in vitro. Parameter yang diamati adalah konsentrasi, kemurnian serta viabilitas sel Leydig setelah purifikasi, proliferasi dan kemurnian sel Leydig setelah dikultur, serta nilai population doubling time (PDT) galur sel Leydig. Sel Leydig hasil purifikasi dengan gradien Nycodenz masing-masing sebanyak x 0 6 sel/ml dikultur di dalam medium: ) DMEM yang ditambahkan NBCS 0% (M) sebagai kontrol ; 2) M+hCG 2,5 IU/ml; 3) M+ITS (insulin 5 μg/ml, transferrin, 0 μg/ml, selenium 5 μg/ml); 4) M+hCG+ ITS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan gradien Nycodenz menghasilkan kemurnian 9,40%, viabilitas 98,7% dengan konsentrasi 7,03 x0 6 sel/ml. Penambahan ITS dan kombinasi penambahan hcg dan ITS pada medium kultur menghasilkan proliferasi sel lebih tinggi yaitu 88,35% dan 90,64% dibandingkan dengan kontrol (86,82%) (p<0,05). Pemberian hcg saja tidak meningkatkan proliferasi sel (86,99%). Nilai PDT kultur primer pada medium dengan kombinasi penambahan hcg dan ITS (0,88 hari) dan penambahan ITS (0,97 hari) lebih rendah daripada medium kontrol (,03 hari) dan medium dengan penambahan hcg saja (,02 hari) (p<0,05). Hasil serupa juga tampak pada kultur sel Leydig galur pertama dan kedua. Semakin rendah nilai PDT menunjukkan kecepatan proliferasi yang meningkat. Pada penelitian ini, konsentrasi testosteron lebih tinggi pada penambahan hcg saja (5,06 ng/ml) ataupun kombinasi penambahan hcg dan ITS (5,25 ng/ml) dibandingkan tanpa hcg (2,46 ng/ml) dan penambahan ITS (3,9 ng/ml) (p<0,05). Dapat disimpulkan bahwa kombinasi penambahan hcg dan ITS ke dalam medium DMEM meningkatkan konsentrasi testosteron serta proliferasi sel Leydig hasil purifikasi dengan gradien Nycodenz. Kata kunci : Leydig,in vitro, tikus, Nycodenz, hcg, ITS, testosteron

2 9 ABSTRACT The used of non toxic Nycodenz gradient to isolate and purify of Leydig cells has not been done yet by other researchers. This study was to evaluate the effect of hcg and/ ITS in DMEM medium to obtain optimum condition on Leydig cells development and proliferation after purified with Nycodenz gradient. The aim of this experiment was to obtain an optimum culture condition to produced cell line. Evaluation was done also on population doubling time (PDT). This experiment used x 0 6 cells/ml were cultured in : ) DMEM was supplemented with 0% NBCS (M) as a control ; 2) M supplemented with 2.5 IU/ml hcg; 3) M supplemented with ITS (5 mg/ml insulin, 0 μg/ml transferrin, 5 μg/ml selenium) ; 4) M supplemented with combination of hcg and ITS. The results showed that the higher cell proliferation was found in medium containing ITS (88.35%) and the combination with hcg (90.64%) than control (86.99%) (p<0.05). hcg supplementation did not increase the cell proliferation (86.99%). Furthermore, supplementation of the combination hcg and ITS (0.88 day) revealed faster cell growth than ITS (0.97 day), hcg (.02 day) and control (.03 day) (p<0.05). The cell viability and PDT on first and second cell lines have similarity with primary culture. Additional data showed that supplementation of the combination hcg and ITS produced higher testosterone concentration (5.25 ng/ml) compared with hcg (5.06 ng/ml), ITS (3.9 ng/ml) and control (2.46 ng/ml). It can be concluded that supplementation of the combination hcg and ITS are able to support higher cell proliferation and testosterone concentration. Keywords : Leydig, in vitro, rat, Nycodenz, hcg, ITS, testosterone PENDAHULUAN Terapi hormon androgen untuk mengobati penyakit hipogonadism yang terjadi pada pria dilakukan sebagai upaya menjaga kadar hormon testosteron normal secara fisiologis. Terapi hormon tersebut dapat meningkatkan kekuatan otot, memperbaiki osteoporosis, menstabilkan densitas tulang dan mengembalikan karakter seksual sekunder (Chen et al. 2007). Namun, pemberian hormon tersebut dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan peningkatan kekentalan darah, kelainan pembentukan sel darah merah, hipertensi, stroke, perubahan densitas tulang dan perubahan emosi (Behre et al. 997, Bhasin et al. 2003, Chen et al. 2007). Oleh karena itu perlu diupayakan terapi alternatif seperti transplantasi sel Leydig sebagai sel alami penghasil testosteron yang dapat digunakan untuk menggantikan penggunaan hormon testosteron sintetis (Chen et al. 2007). Terapi seluler ini mempunyai keterbatasan dalam hal ketersediaan

3 20 jaringan dan sel. Kultur sel dan produksi galur sel Leydig (cell line) diperlukan untuk mendapatkan sumber sel yang akan digunakan pada terapi seluler. Jaringan testis terdiri dari sel somatik dan sel spermatogenik seperti sel Sertoli, sel Leydig, sel fibroblas, sel gamet jantan dalam berbagai tahapan perkembangan serta sel yang lainnya, sehingga diperlukan teknik isolasi dan purifikasi yang tepat untuk mendapatkan populasi sel Leydig yang murni. Isolasi dan purifikasi menggunakan gradien Nycodenz telah dilakukan untuk memperoleh sel Leydig (Kaiin et al. 203). Kultur sel Leydig secara in vitro dapat menghasilkan galur dari kultur primer. Untuk memperoleh hasil kultur yang optimal perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh kondisi optimum antara lain komposisi medium terbaik dalam mengkultur sel Leydig dengan penambahan human Chorionic Gonadotrophin (hcg) dan Insulin Transferrin Sodium Selenite (ITS) pada medium DMEM secara in vitro. Sel Leydig diduga mensekresikan berbagai bahan bioaktif seperti peptida, growth hormon, Interleukin- (IL-) dan Interleukin- 6 (IL-6), hormon testosteron serta lainnya (Chemes et al. 992, Cudicini et al. 997, Hu et al. 998) ke dalam medium kulturnya. Saez (994) menyatakan bahwa hormon LH atau hcg sangat diperlukan untuk proliferasi dan diferensiasi sel Leydig sehingga sel mampu memproduksi testosteron. Peningkatan konsentrasi testoteron dalam medium kultur sel Leydig manusia terjadi setelah dilakukan penambahan hcg IU/ml (Chemes et al. 992, Bilinska et al. 997), sedangkan penambahan hcg 5 IU pada medium kultur sel Leydig kelinci muda menghasilkan kandungan testosteron dalam jumlah besar yaitu 50 ± 9 ng/ 0 6 sel Leydig (El-Sherbiny et al. 994). Penambahan ITS diperlukan sebagai bahan bioaktif untuk proliferasi sel Leydig. Chemes et al.(992) menambahkan transferrin0 µg/ml dan zat lainnya yaitu insulin dapat meningkatkan produksi testosteron oleh sel Leydig fetus mencit dalam medium kultur selama 24 dan 48 jam (Pointis et al. 984). Bernier et al. (983) menambahkan insulin dan transferrin masing-masing 5 µg/ml dan hcg IU/ml ke dalam kultur sel Leydig anak babi menyebabkan peningkatan sintesis testosteron dibandingkan tanpa penambahan hcg. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh penambahan hcg dan/atau ITS ke dalam medium DMEM terhadap perkembangan dan proliferasi sel Leydig serta mendapatkan kondisi optimum kultur sel Leydig tikus dewasa in vitro setelah dipurifikasi dengan gradien Nycodenz. MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Embriologi, Bagian Anatomi, Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi dan Laboratorium Hormon, Unit Rehabilitasi Reproduksi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor mulai dari Juni - Desember 202.

4 2 Materi Penelitian Testis diperoleh dari enam ekor tikus (Sprague Dawley) jantan dewasa berumur 8-0 minggu yang diperoleh dari Fakultas Peternakan IPB. Tiga ekor untuk penelitian kultur sel, dan tiga ekor untuk penelitian produksi galur sel. Perlakuan terhadap hewan percobaan pada penelitian ini telah dilakukan dengan mengikuti kaidah ilmiah terstandar dengan memperhatikan prinsip-prinsip kesejahteraan hewan. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dalam tahapan :. Isolasi dan Purifikasi Sel Leydig 2. Kultur In Vitro dan Produksi Galur Sel 3. Uji Kandungan Testosteron dari Medium Kultur Sel Leydig. Isolasi dan Purifikasi Sel Leydig Tikus (Sprague Dawley) jantan dewasa berumur 8-0 minggu diambil testisnya setelah dibius dengan ether dan dikorbankan dengan cara cervical dislocation. Selaput tunika albuginea dan jaringan ikat lainnya dibuang, kemudian jaringan testis ditempatkan di dalam cawan petri berisi medium Dulbecco s Phosphate Buffer Saline (DPBS) tanpa Ca dan Mg (Gibco, , Invitrogen, NY, USA). Jaringan tersebut kemudian dicuci sebanyak tiga kali menggunakan medium DPBS yang ditambah Newborn Calf Serum (NBCS, Gibco, , Invitrogen, New Zealand) 0,% (DBPS). Pengambilan jaringan testis dilakukan secara aseptis kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang berisi satu ml collagenase type I (Sigma, C030,St Louis, MO, USA)0,04% dan trypsin inhibitor (Sigma, T9003, St Louis, MO, USA) 0 µg/ml dalam DPBS dan diinkubasi di dalam waterbath pada suhu 34 o C selama 40 menit. Suspensi sel diencerkan sebanyak empat kali volume awal dengan medium DPBS, kemudian didiamkan selama dua menit agar sel mengendap. Cairan supernatan dikoleksi dan disentrifugasi dengan kecepatan 200 g selama tiga menit. Pelet sel dicuci sebanyak dua kali menggunakan medium DPBS dengan cara yang sama. Terakhir, pelet sel diencerkan dengan 500 µl medium DPBS. Isolasi dan purifikasi sel Leydig dilakukan dengan menggunakan gradien Nycodenz 5 kolom (4%, 8%, 0%, 2%, 5%.). Suspensi sel kemudian dimasukkan ke dalam gradient Nycodenz dan disentrifugasi menggunakan sentrifus swing rotor (Kokusan H-26F) dengan kecepatan 500g selama 0 menit pada suhu ruang. Lapisan sel yang terbentuk kemudian dikoleksi dan dicuci berturut-turut dengan DPBS sebanyak empat kali dan medium DMEM (Sigma,

5 22 D5532, St Louis, MO, USA) yang ditambah serum NBCS 0% sebanyak satu kali. Pencucian dilakukan dengan cara disentrifugasi dengan kecepatan 200 g selama tiga menit. Pelet sel diencerkan dengan 500 µl medium DMEM, kemudian dilakukan penghitungan konsentrasi sel dengan menggunakan haemositometer (kamar hitung) Neubauer. Kultur In Vitro dan Produksi Galur Sel Leydig Sel Leydig sebanyak x 0 6 sel/ ml ditempatkan dalam cawan petri (Corning, 43065, NY USA) 35 x 0 mm dengan perlakuan medium DMEM yang ditambah dengan NBCS 0% sebagai kontrol (); dengan hcg (Chorulon, Intervet, EU) 2,5 IU/ml (2); dengan insulin 5 μg/ml, transferrin, 0 μg/ml, Se 5 μg/ml (ITS, Sigma I346, St Louis, MO,USA) (3) serta hcg dan ITS (4) kemudian dikultur dalam inkubator CO 2 5% (Sanyo, MCO-95, Japan) dengan temperatur 37 C. Setelah dikultur selama tiga hari, dilakukan penghitungan konsentrasi dan proliferasi. Pewarnaan histokimia spesifik 3β-HSD dilakukan untuk menghitung kemurnian sel Leydig. Kultur primer dari masing-masing perlakuan dipasase pada hari ke-3, setelah pencucian dengan medium DPBS lalu dihitung konsentrasinya dengan menggunakan haemositometer Neubauer. Sel kemudian dikultur kembali sampai mencapai tahap konfluen. Pasase dilakukan sebanyak dua kali dan dilakukan penghitungan Population Doubling Time (PDT) dengan rumus: PDT (hari) = Uji Kandungan Testosteron dari Medium Kultur Sel Leydig Medium kultur sel Leydig dari masing-masing perlakuan dikoleksi pada hari ke-3. Sampel kemudian dibekukan pada temperatur -20 o C sebelum dilakukan pengujian konsentrasi testosteron dengan menggunakan kit Testosteron ELISA (DRG Diagnostic EIA 559). Pengujian dilaksanakan di Laboratorium Hormon, Unit Rehabilitasi Reproduksi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Rancangan Percobaan dan Analisis Data Kultur sel Leydig dilakukan sebanyak tiga kali ulangan untuk setiap perlakuan. Parameter yang diamati adalah tingkat proliferasi sel dan persentase sel Leydig pada setiap perlakuan medium kultur. Data yang diperoleh dianalisis

6 23 menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dan diuji secara statistik dengan ANOVA dan jika terdapat perbedaan di antara perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan. Produksi galur sel Leydig dilakukan sampai pasase ke-2 dengan masingmasing galur dilakukan tiga kali ulangan. Parameter yang diamati adalah data konsentrasi sel awal kultur serta konsentrasi sel akhir kultur selama tiga hari untuk menentukan PDT, serta kemurnian, viabilitas dan jumlah sel Leydig yang hidup. Pengujian kandungan testosteron di dalam medium kultur dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada masing-masing perlakuan. HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Purifikasi Sel Leydig Persentase kemurnian sel Leydig pada gradien Nycodenz diperoleh sebesar 9,40% dengan viabilitas 98,7% dan konsentrasi sel hasil purifikasi diperoleh sebesar 7,30 x 0 6 sel/ml (Tabel 3). Persentase kemurnian sel hasil purifikasi dengan gradien Nycodenz pada penelitian ini lebih tinggi dibanding dengan hasil yang diperoleh Risbridger dan Hedger (992) yaitu sebesar 87% dan hampir sama dengan yang diperoleh Yang et al. (2003) sebesar 95% dengan menggunakan gradien Percoll. Konsentrasi sel Leydig hasil purifikasi dengan Percoll (Kaiin et al. 203) diperoleh hasil lebih tinggi yaitu sebesar 5,42 x 0 6 sel/ml. Tabel 3.Kemurnian, viabilitas dan konsentrasi sel Leydig hasil purifikasi dengan gradien Nycodenz Parameter Kemurnian (%) Viabilitas (%) Konsentrasi (0 6 sel/ml) Jumlah hidup (0 6 sel/ml) Sel Leydig 9,40 ± 5,02 98,7 ± 0,5 7,03 ±,04 6,30

7 24 Kultur In Vitro dan Produksi Galur Sel Leydig Proliferasi sel Leydig yang dikultur dengan penambahan ITS dan kombinasi hcg dan ITS menghasilkan persentase proliferasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 88,35% dan 90,64% (p<0,05) dibandingkan dengan kontrol (86,82%) dan penambahan hcg (86,99%). (Tabel 4). Persentase sel Leydig pada akhir kultur cenderung menurun pada semua perlakuan. Insulin Transferrin Sodium Selenite (ITS) merupakan supplemen yang digunakan untuk meningkatkan proliferasi sel di dalam medium kultur. Insulin merupakan hormon polipeptida yang berfungsi membantu penyerapan glukosa dan asam amino, sedangkan transferrin merupakan protein pembawa zat besi bertujuan membantu penyerapan nutrisi sel. Selenium merupakan trace element essential yang terdapat di dalam serum. Tabel 4. Kultur primer sel Leydig hasil isolasi dan purifikasi dengan gradient Nycodenz Parameter Medium perlakuan M M +hcg M +ITS M+hCG+ITS Tingkatproliferasi (%) Sel Leydig (%): -Awal kultur -Akhir kultur 86,82 a ,75 86,99 a ,25 88,35 b ,64 c ,50 Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) dengan uji lanjut Duncan. M = medium mdmem Dari hasil pasase terlihat peningkatan jumlah sel pada akhir kultur baik pada kultur primer maupun pada galur sel pertama dan kedua (Tabel 5). Di antara perlakuan terlihat bahwa peranan hcg dan ITS meningkatkan jumlah sel Leydig dibanding dengan perlakuan lainnya. Doubling time adalah periode waktu yang diperlukan oleh sel untuk menjadikan jumlah atau ukurannya dua kali dari jumlah atau ukuran semula (Mader 2000). Semakin cepat proses proliferasi (pembelahan) sel, maka nilai PDT yang dicapai pun akan semakin rendah. Nilai PDT kultur primer sel Leydig adalah sebesar,03 hari setara dengan perlakuan DMEM yang ditambah hcg (,02 hari). Nilai PDT secara nyata (p<0,05) lebih rendah pada perlakuan DMEM yang ditambah ITS (0,97 hari) maupun kombinasi penambahan hcg dan ITS (0,88 hari). Hasil serupa terjadi pada galur sel pertama dan kedua. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penambahan ITS, serta kombinasi penambahan hcg dan ITS menjadikan sel Leydig memerlukan waktu yang lebih singkat untuk mencapai jumlah sel menjadi dua kali. Hal tersebut mendukung fungsi ITS sebagai bahan

8 25 bioaktif yang dapat meningkatkan proliferasi sel. Butler (2004) menyatakan bahwa waktu yang diperlukan untuk proses pembelahan sel secara in vivo terjadi sekitar 8-24 jam. Setelah pasase, sel lebih homogen dan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan in vitro (Freshney 2005). Sel Leydig pada kultur primer memiliki persentase kemurnian yang cukup tinggi (>90%). Oleh karena itu, sel yang dikultur merupakan sel yang homogen sehingga dapat menghasilkan nilai PDT mendekati waktu proliferasi secara in vivo. Jumlah sel Leydig pada perlakuan dengan medium DMEM menurun pada galur dan galur 2 (p<0,05), sehingga menghasilkan PDT lebih tinggi dari kultur primer. Hal serupa terjadi pada perlakuan lain kecuali pada galur sel terjadi peningkatan jumlah sel pada perlakuan kombinasi penambahan hcg dan ITS. Penambahan ITS pada DMEM menyebabkan peningkatan jumlah sel Leydig galur kedua dibandingkan galur pertama. Pada umumnya terjadi penurunan kemampuan proliferasi sel Leydig setelah pasase sebanyak dua kali. Kombinasi penambahan hcg dan ITS meningkatkan jumlah sel pada akhir kultur pada semua galur sel, sehingga perlakuan tersebut menyebabkan kecepatan proliferasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Tabel 5. Jumlah dan PDT suspensi sel pada kultur in vitro Galur dalam berbagai medium Jumlah sel awal (0 6 ) Jumlah sel akhir (0 6 ) PDT (hari) Kultur primer DMEM DMEM+hCG DMEM+ ITS DMEM+hCG+ITS 7,60 aa 7,69 a 8,63 b 0,69 c,03 a,02 a 0,97 b 0,88 c Galur DMEM DMEM+hCG DMEM+ ITS DMEM+hCG+ITS 6,7 aab 7,60 a 8,30 a 3,56 b.09 a,03 a 0,99 a 0,82 b Galur 2 DMEM DMEM+hCG DMEM + ITS DMEM +hcg+its 6,28 ab 7,27 ab 8,76 b 9,7 c,4 a,05 a 0,96 b 0,94 b Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada galur sel yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) dengan uji lanjut Duncan. Huruf superskrip kapital yang berbeda pada perlakuan yang sama dengan galur sel yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) dengan uji lanjut Duncan

9 26 Persentase kemurnian sel dan viabilitas tinggi ditemukan pada semua perlakuan (85-9%). Kemampuan sel Leydig berproliferasi dilihat dari jumlah sel Leydig hidup tertinggi pada kombinasi penambahan hcg dan ITS pada kultur primer, galur dan galur 2 dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 6). Penambahan ITS, kombinasi hcg dan ITS pada medium meningkatkan jumlah sel Leydig hidup (p<0,05) pada kultur primer sebesar 6.68 x 0 6 /ml dan 8,3 sel x 0 6 /ml. Jumlah sel hidup galur dan 2 pada semua perlakuan meningkat (p<0,05) dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan medium yang sama pada galur dan 2 menurunkan jumlah sel hidup (p<0,05) dibandingkan dengan kultur primer kecuali perlakuan kombinasi penambahan hcg dan ITS pada galur, terjadi peningkatan jumlah sel Leydig hidup. Tabel 6. Kemurnian,viabilitas dan jumlah sel hidup galur sel Leydig Galur dalam berbagai medium Konsentrasi suspensi sel (x0 6 sel /ml) Kemurnian (%) Jumlah (x0 6 sel /ml) Sel Leydig Viabilitas (%) Sel hidup (x0 6 sel/ ml) Kultur primer M M + hcg M + ITS M + hcg +ITS 7,60 aa 7,69 a 8,63 b 0,69 c A aa 6.58 a 7.48 b 9.30 c A C E G 5.74 aa 5.85 ad 6.68 bg 8.3 ci Galur Sel M M + hcg M + ITS M + hcg +ITS 6,7 aab 7,60 a 8,30 a 3,56 b A aab 6.49 a 7.9 a.84 b A D E G 4.96 ab 5.45 be 6.26 ch 0.46 dj Galur Sel 2 M M + hcg M + ITS M + hcg +ITS 6,28 ab 7,27 ab 8,76 b 9,7 c B ab 6.49 ab 7.94 b 8.36 c B 8.67 D F H 4.39 ac 5.30 bf 6.57 ch 6.97 ck Keterangan : Huruf superskrip kecil yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) pada galur sel yang sama dengan uji lanjut Duncan. Huruf superskrip kapital yang berbeda pada perlakuan yang sama dengan galur sel berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) dengan uji lanjut Duncan. M = DMEM+ NBCS0%

10 27 Menurut Habert et al. (200) stimulasi proliferasi prekursor sel Leydig tikus dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan (growth factor) yaitu Transforming Growth Factor (TGF-α) dan Insulin-like Growth Factor (IGF-I). Selain itu, Platelet-derived Growth Factor (PDGF-A) yang disekresikan oleh sel Sertoli juga dibutuhkan untuk proliferasi dan diferensiasi sel Leydig dewasa. Terjadinya penurunan jumlah sel Leydig hidup pada galur dan 2 kemungkinan dipengaruhi oleh ketersediaan ketiga faktor tumbuh tersebut di dalam medium kultur. Uji Kandungan Testosteron dari Medium Kultur Sel Leydig Sel Leydig di dalam kultur mempunyai kemampuan mensekresikan testosteron sampai dengan 72 jam (Browning et al. 983). Perlakuan hcg, kombinasi hcg dan ITS meningkatkan kandungan testosteron di dalam medium kultur (p<0,05) menjadi sebesar 5,06 ng/ml dan 5,25 ng/ml dibandingkan tanpa hcg (2,46 ng/ml) (Tabel 7). Hasil serupa terjadi pada kultur sel Leydig anak babi (Bernier et al. 983). Sel Leydig yang dikultur dalam DMEM + ITS mempunyai kadar testosteron sebesar 3,9 ng/ml. Pointis et al. (984) menyatakan bahwa penambahan insulin dalam medium kultur dapat meningkatkan akumulasi testosteron pada kultur sel Leydig fetus mencit. Luiteinizing Hormone (LH) yang disekresikan oleh hipofisa merupakan hormon yang menstimulasi steroidogenesis pada sel Leydig. Perubahan kadar LH secara in vivo dapat menggambarkan variasi kondisi fisiologis yang dapat menginduksi perubahan morfologi dan kemampuan sel Leydig mensintesis dan mensekresikan testosteron (Klinefelter et al. 987). Hormon hcg merupakan analog dari LH sehingga dapat berikatan pada reseptor yang sama dengan reseptor LH pada sel Leydig (Renlund 2006) dan menyebabkan terjadinya sekresi testosteron. Penambahan hcg serta kombinasi penambahan hcg dan ITS ke dalam medium kultur sel Leydig menyebabkan peningkatan sekresi testosteron (5,06 ng/ml; 5,25 ng/ml) dibandingkan dengan kontrol (2,46 ng/ml) (p<0,05) (Tabel 7). Penambahan ITS tidak meningkatkan konsentrasi testosteron di dalam medium (3,9 ng/ml). Kandungan testosteron yang sedikit lebih tinggi dari kontrol tampaknya disebabkan oleh jumlah sel Leydig yang lebih banyak. Tabel 7. Hasil pengujian testosteron dalam medium kultur sel Leydig Perlakuan Ulangan Testosteron (ng/ml) DMEM + NBCS 0% (M) 2,29 a Sel Leydig + M 3 2,46 ab Sel Leydig + M + hcg 3 5,06 c Sel Leydig + M + ITS 3 3,9 b Sel Leydig + M + hcg + ITS 3 5,25 d Keterangan : Huruf superskrip berbeda pada kolom yang sama menyatakan perbedaan yang nyata (p<0,05). M= DMEM+NBCS 0%

11 28 Penambahan hormon NBCS 0% dalam medium DMEM menghasilkan kandungan testosteron sebesar,29 ng/ml (Tabel 7). Sedelaar dan Isaacs (2009) menyatakan serum sapi yang baru lahir sampai berumur satu tahun mengandung hormon testosteron dengan konsentrasi antara,2 sampai 7,5 ng/ml dan diuji menggunakan metoda RIA. Penambahan serum dilakukan karena mengandung beberapa komponen nutrisi seperti: asam lemak, kolesterol, T3, insulin, IGF, EGF dan androgen (Hedlund dan Miller 994). Selain itu, penambahan serum dilakukan untuk menyediakan hormon-hormon yang menstimulasi pertumbuhan dan fungsi sel. Serum menyediakan biomatriks yang membantu proses penempelan dan penyebaran sel, serta protein transpor pembawa hormon, mineral dan lipid (Freshney 987). Penambahan serum di dalam medium kultur dilakukan untuk menyediakan nutrisi dan faktor pertumbuhan sehingga sel yang dikultur mengalami perkembangan dan proliferasi sel. SIMPULAN. Penambahan ITS terhadap medium DMEM meningkatkan proliferasi sel Leydig, sedangkan penambahan hcg meningkatkan konsentrasi hormon testosteron di dalam medium kultur sel Leydig. 2. Proliferasi sel Leydig dan konsentrasi hormon testosteron meningkat pada medium DMEM yang diberi kombinasi penambahan hcg dan ITS. Perlakuan yang sama mempercepat waktu proliferasi sel (PDT). DAFTAR PUSTAKA Behre HM, Kliesch S, Leifke E, Link TM, Nieschlag E Long-term effect of testosterone therapy on bone mineral density in hypogonadal men. J Clin Endocrin Metab 82 : Bernier M, Gibb W, Haour F, Collu R, Saez JM, Ducharme JR.983. Studies with purified immature porcine Leydig cells in primary culture. Biol Reprod 29 : Bhasin S, Singh AB, Mac RP, Carter B, Lee MI, Cunningham GR Managing the risk of prostate disease during testosterone replacement therapy in older men : recommendations for a standardized monitoring plan. J Androl 24(3): Bilinska B, Genissel C, Carreau S Paracrine effect of seminiferous tubule factors on rat Leydig cell testosterone production: Role of cytoskeleton. Biol Cell 89: Browning JY, Heindel JJ, Grotjan Jr HE Method for primary culture of purified Leydig cells isolated from adult rat testes. J Tissue Culture Methods 7(2) : Butler M Animal Cell Culture & Technology 2 nd ed. London: Bios Scientific Publisher, Taylor & Francis Group. Chen G-R, Ge R-S, Lin H, Dong L, Sottas CM, Hardy MP Development of a cryopreservation protocol for Leydig cells. Hum Reprod 22(8) :

12 Chemes H, Cigorraga S, Bergada C, Schteingart H, Rey R, Pellizzari E Isolation of human Leydig cell mesenchymal precursors from patients with the androgen sensitivity syndrome: Testosteron Production and response to human chorionic gonadotrophin stimulation in culture. Biol Reprod 46: Cudicini C, Lejeune H, Gomez E, Bosmans E, Ballet F, Saez J, Jegou B.997. Human Leydigs cells and Sertoli cells are producers of Interleukin- and -6. J Clin Endocrin Metab 82 (5) : El-Sherbiny AM, Amin SO, Hernandez C, Carreau S The immature rabbit testis : presence of two distinct populations of Leydig cells. World Rabbit Sci 2(4) : Freshney 987. Animal Cell Culture : A practical approach. Washington: IRL Press. Freshney RI Culture of animal cells: A manual of basic technique. John Wiley & Sons Inc. Publication. Habert R, Lejeune H, Saez JM Origin, differentiation and regulation of fetal and adult Leydig cells. Mol Cell Endocrin 79 : Hendlund TE, Miller GJ A serum-free defined medium capable of supporting growth of four established human prostatic carcinoma cell lines. Prostate 24(5) : Hu J, You S, Li W, Wang D, Nagpal ML, Mi Y, Liang P, Lin T Expression and regulation of interferon-γ-inducible protein 0 genes in rat Leydig cells. Endocrin 39 : Kaiin EM, Djuwita I, Yusuf TL, Setiadi MA Konsentrasi, kemurnian dan viabilitas sel Leydig hasil purifikasi dengan gradien Nycodenz dan kultur in vitro. J K H Unsyiah Vol.7() : Klinefelter GR, Hall PF, Ewing LL Effect of luteinizing hormone deprivation in situ on steroidogenesis of rat Leydig cells purified by a multistep procedure. Biol Reprod 36 : Mader SS Human Biology. Iowa: McGraw Hill. Pointis G, Rao B, Latreille MT, Cedard L Hormonal regulation of testosteron in short term primary culture of fetal mouse Leydig cells. J Steroid Biochem 20() : Renlund N Hormonal and paracrine influences on Leydig cell steroidogenesis [dissertation]. Stockholm: Karolinska Institutet. Risbridger GP, Hedger MP Adult rat Leydig cell cultures: minimum requirement for maintenance of luteinizing hormone responsiveness and testosterone production. Mol Cell Endocrin 83: Saez JM Leydig Cells : Endocrine, paracrine and autocrine regulation. Endocrin Rev 5(5) : Seedelaar JPM dan Isaacs JT Tissue culture Media Supplemented with 0% Fetal Calf Serum Contains a Castrate Level of Testosterone. Prostate 69 (6) : Yang J-M, Arnush M, Chen Q-Y, Wu X-D, Pang B, Jiang X-Z Cadmiuminduced damaged to primary cultures of rat Leydig cells. Reprod Toxicol 7 :

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kehidupan modern dewasa ini menyebabkan tingkat stress yang tinggi, sehingga menjadi salah satu faktor pemicu berkembangnya berbagai macam penyakit yang memerlukan penanganan

Lebih terperinci

KAJIAN IN VITRO KULTUR SEL DAN CONDITIONED MEDIUM SEL LEYDIG TIKUS DAN PERANANNYA TERHADAP DIFERENSIASI STEM CELL MESENKIMAL SUMSUM TULANG

KAJIAN IN VITRO KULTUR SEL DAN CONDITIONED MEDIUM SEL LEYDIG TIKUS DAN PERANANNYA TERHADAP DIFERENSIASI STEM CELL MESENKIMAL SUMSUM TULANG KAJIAN IN VITRO KULTUR SEL DAN CONDITIONED MEDIUM SEL LEYDIG TIKUS DAN PERANANNYA TERHADAP DIFERENSIASI STEM CELL MESENKIMAL SUMSUM TULANG EKAYANTI MULYAWATI KAIIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KONSENTRASI, KEMURNIAN, DAN VIABILITAS SEL LEYDIG HASIL PURIFIKASI DENGAN GRADIEN NYCODENZ DAN KULTUR IN VITRO

KONSENTRASI, KEMURNIAN, DAN VIABILITAS SEL LEYDIG HASIL PURIFIKASI DENGAN GRADIEN NYCODENZ DAN KULTUR IN VITRO Jurnal Kedokteran Hewan ISSN : 1978-225X Ekayanti M. Kaiin, dkk KONSENTRASI, KEMURNIAN, DAN VIABILITAS SEL LEYDIG HASIL PURIFIKASI DENGAN GRADIEN NYCODENZ DAN KULTUR IN VITRO Concentration, Purity, and

Lebih terperinci

UJI BIOLOGIS CONDITIONED MEDIUM SEL LEYDIG TERHADAP DIFERENSIASI STEM CELL MESENKIMAL SUMSUM TULANG TIKUS DEWASA ABSTRAK

UJI BIOLOGIS CONDITIONED MEDIUM SEL LEYDIG TERHADAP DIFERENSIASI STEM CELL MESENKIMAL SUMSUM TULANG TIKUS DEWASA ABSTRAK 30 UJI BIOLOGIS CONDITIONED MEDIUM SEL LEYDIG TERHADAP DIFERENSIASI STEM CELL MESENKIMAL SUMSUM TULANG TIKUS DEWASA ABSTRAK Terapi menggunakan stem cell mesenkimal sumsum tulang telah banyak dilakukan

Lebih terperinci

KONSENTRASI, KEMURNIAN DAN VIABILITAS SEL LEYDIG HASIL PURIFIKASI DENGAN GRADIEN NYCODENZ DAN KULTUR IN VITRO ABSTRAK

KONSENTRASI, KEMURNIAN DAN VIABILITAS SEL LEYDIG HASIL PURIFIKASI DENGAN GRADIEN NYCODENZ DAN KULTUR IN VITRO ABSTRAK 6 KONSENTRASI, KEMURNIAN DAN VIABILITAS SEL LEYDIG HASIL PURIFIKASI DENGAN GRADIEN NYCODENZ DAN KULTUR IN VITRO ABSTRAK Peran sel Leydig sebagai penghasil hormon testosteron di dalam tubuh jantan diketahui

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2011 s.d. Februari 2012. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi Fisiologi dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Rancangan Percobaan Metode Penelitian Koleksi Blastosis

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Rancangan Percobaan Metode Penelitian Koleksi Blastosis METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari September 2006 sampai dengan Mei 2007, di Laboratorium Embriologi dan Laboratorium Histologi, Departemen Anatomi, Fisiologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan biokimia dijelaskan sebagai penyakit pada pria tua dengan level serum testosteron di bawah parameter

Lebih terperinci

PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST

PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST i PENGARUH CONDITIONED MEDIUM RAT EMBRYONIC FIBROBLAST (CM-REF) DENGAN DAN TANPA LEUKEMIA INHIBITORY FACTOR (LIF) DALAM MEDIUM TERHADAP TINGKAT PROLIFERASI DAN SIFAT PLURIPOTENSI MESENCHYMAL STEM CELL

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. digunakan adalah penelitian Posttest Only Control Design ( Gliner,2000 ) dengan kultur in

BAB IV METODE PENELITIAN. digunakan adalah penelitian Posttest Only Control Design ( Gliner,2000 ) dengan kultur in BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian Eksperimental, dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian Posttest Only Control Design ( Gliner,2000

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Proliferasi Berdasarkan Population Doubling Time (PDT) Population Doubling Time (PDT) adalah waktu yang diperlukan oleh populasi sel untuk menjadikan jumlahnya dua

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. 4.2 Alur Penelitian Kultur Sel dari Penyimpanan Nitrogen Cair Inkubasi selama 48 jam dalam inkubator dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Morfologi Sel Fibroblas dalam Kultur In Vitro Hasil pengamatan kultur sel otot fetus tikus menunjukkan secara morfologi adanya dua bentuk sel, yakni sel fibrosit, berbentuk spindel

Lebih terperinci

ABSTRAK. Susan, 2007, Pembimbing I : Sylvia Soeng, dr., M.Kes. Pembimbing II : Sri Utami S., Dra., M.Kes.

ABSTRAK. Susan, 2007, Pembimbing I : Sylvia Soeng, dr., M.Kes. Pembimbing II : Sri Utami S., Dra., M.Kes. ABSTRAK PENGARUH PASTA TOMAT (Solanum lycopersicum) TERHADAP KECEPATAN GERAK, JUMLAH, DAN VIABILITAS SPERMATOZOA PADA MENCIT GALUR BALB/c YANG MENGALAMI SPERMIOTOKSISITAS AKIBAT INDUKSI SISPLATIN Susan,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Mei 2009. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mekanime patologi. Penyembuhan tulang atau union dapat dinilai dari

BAB I PENDAHULUAN. mekanime patologi. Penyembuhan tulang atau union dapat dinilai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyembuhan tulang adalah proses metabolisme fisiologi yang kompleks pada tulang fraktur melibatkan macam variasi zat biokimia, seluler, hormonal dan mekanime patologi.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan Penelitian. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan Penelitian. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2010 sampai dengan Januari 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi Fisiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus kehidupan khususnya manusia pasti akan mengalami penuaan baik pada wanita maupun pria. Semakin bertambahnya usia, berbanding terbalik dengan kadar hormon seseorang.

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli 2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan, Viabilitas, dan Abnormalitas Kultur Primer Sel Paru-Paru Fetus Hamster Yang Dipapar Etanol

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Perlakuan Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan yang masing-masing diberi 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa perendaman dengan dosis relhp berbeda yaitu

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH EKSTRAK JAHE (Zingiber officinale) TERHADAP KANKER PAYUDARA PADA KULTUR SEL T47D

ABSTRAK. PENGARUH EKSTRAK JAHE (Zingiber officinale) TERHADAP KANKER PAYUDARA PADA KULTUR SEL T47D ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK JAHE (Zingiber officinale) TERHADAP KANKER PAYUDARA PADA KULTUR SEL T47D Jimmy, 2011, Pembimbing I : Hana Ratnawati, dr., M.Kes., PA(K) Pembimbing II : David Gunawan, dr. Kanker

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI SPERMATOZOA PASCA KAPASITASI TERHADAP TINGKAT FERTILISASI IN VITRO

PENGARUH KONSENTRASI SPERMATOZOA PASCA KAPASITASI TERHADAP TINGKAT FERTILISASI IN VITRO PENGARUH KONSENTRASI SPERMATOZOA PASCA KAPASITASI TERHADAP TINGKAT FERTILISASI IN VITRO (The Effects of Spermatozoa Concentration of Postcapacity on In Vitro Fertilization Level) SUMARTANTO EKO C. 1, EKAYANTI

Lebih terperinci

EFEK CENDAWAN ULAT CINA

EFEK CENDAWAN ULAT CINA ABSTRAK EFEK CENDAWAN ULAT CINA (Cordyceps sinensis [Berk.] Sacc.) TERHADAP KADAR INTERLEUKIN 1 PADA MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIINDUKSI PARASETAMOL Banu Kadgada Kalingga Murda, 2009. Pembimbing I

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe-tipe Sel yang Tumbuh dan Berkembang dalam Kultur

HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe-tipe Sel yang Tumbuh dan Berkembang dalam Kultur yaitu tingkat proliferasi, PDT dan panjang akson-dendrit dianalisis menggunakan metoda statistik T-test dengan tingkat kepercayaan 95%. HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe-tipe Sel yang Tumbuh dan Berkembang dalam

Lebih terperinci

PENGARUH PENYUNTIKAN KOMBINASI TESTOSTERON UNDEKANOAT DAN DEPOT MEDROKSI PROGESTERON ASETAT TERHADAP KONSENTRASI SPERMATOZOA TESTIS TIKUS (Rattus sp.

PENGARUH PENYUNTIKAN KOMBINASI TESTOSTERON UNDEKANOAT DAN DEPOT MEDROKSI PROGESTERON ASETAT TERHADAP KONSENTRASI SPERMATOZOA TESTIS TIKUS (Rattus sp. PENGARUH PENYUNTIKAN KOMBINASI TESTOSTERON UNDEKANOAT DAN DEPOT MEDROKSI PROGESTERON ASETAT TERHADAP KONSENTRASI SPERMATOZOA TESTIS TIKUS (Rattus sp.) Rismadefi Woferst, Nukman Moeloek, Asmarinah Dosen

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor selama 3 bulan, terhitung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang

BAB III METODE PENELITIAN. primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian peran vitamin E (alpha tokoferol) terhadap proliferasi kultur primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN AIR KELAPA DENGAN PENAMBAHAN BERBAGAI KONSENTRASI SUSU SKIM SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN KULTUR YOGURT

KAJIAN PENGGUNAAN AIR KELAPA DENGAN PENAMBAHAN BERBAGAI KONSENTRASI SUSU SKIM SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN KULTUR YOGURT KAJIAN PENGGUNAAN AIR KELAPA DENGAN PENAMBAHAN BERBAGAI KONSENTRASI SUSU SKIM SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN KULTUR YOGURT (Streptococcus thermophilus DAN Lactobacillus bulgaricus) SKRIPSI OLEH: FELICIA NOVITA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental murni laboratoris in vitro. B. Sampel Penelitian Subjek penelitian ini adalah Human Dermal Fibroblast,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bioteknologi reproduksi merupakan teknologi unggulan dalam memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di dalamnya pemanfaatan proses rekayasa fungsi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Elizabeth, 2016; Pembimbing I : Heddy Herdiman, dr., M.Kes. Pembimbing II : Dr. Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc.

ABSTRAK. Elizabeth, 2016; Pembimbing I : Heddy Herdiman, dr., M.Kes. Pembimbing II : Dr. Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc. ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK ETANOL PURWOCENG (Pimpinella alpina) DAN JINTAN HITAM (Nigella sativa) TERHADAP KONSENTRASI SPERMATOZOA DAN KADAR TESTOSTERON PADA TIKUS WISTAR JANTAN Elizabeth, 2016; Pembimbing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma, motilitas sperma, dan abnormalitas sperma) yang dilakukan di Laboratorium Fisiologi secara

Lebih terperinci

ABSTRAK. Natalia, 2011; Pembimbing I : Teresa Liliana W., S. Si., M. Kes Pembimbing II : Djaja Rusmana, dr., M. Si

ABSTRAK. Natalia, 2011; Pembimbing I : Teresa Liliana W., S. Si., M. Kes Pembimbing II : Djaja Rusmana, dr., M. Si ABSTRAK PEMBERIAN VITAMIN C, E, SERTA KOMBINASINYA MENINGKATKAN DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS MENCIT (Mus musculus) GALUR Swiss Webster YANG DIBERI PAJANAN Allethrin Natalia, 2011; Pembimbing I : Teresa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 34 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan Desember 2007. Penelitian ini dilakukan pada beberapa tempat yaitu : pembuatan tepung kedelai dan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN D. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan adalah rendang iradiasi yang memiliki waktu penyinaran yang berbeda-beda (11 November 2006, DIPA 14 Juni 2007, dan no label 14 Juni

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. SURAT PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. SURAT PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii SURAT PERNYATAAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... x DAFTAR SINGKATAN... xi INTISARI... xiv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian post test only controlled group design. Universitas Lampung dalam periode Oktober November 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian post test only controlled group design. Universitas Lampung dalam periode Oktober November 2014. BAB III METODE PENELITIAN III.1 Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian post test only controlled group design. III.2 Tempat dan Waktu Penelitian Hewan

Lebih terperinci

ABSTRAK. UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam) TERHADAP KULTUR SEL RAJI

ABSTRAK. UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam) TERHADAP KULTUR SEL RAJI ABSTRAK UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam) TERHADAP KULTUR SEL RAJI Skolastika Prima, 2006 Pembimbing : Hana Ratnawati, dr.,mkes. Kanker penyebab kematian kedua terbesar setelah

Lebih terperinci

ABSTRAK EFEK DOSIS EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS

ABSTRAK EFEK DOSIS EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS ABSTRAK EFEK DOSIS EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP JUMLAH SEL SERTOLI DAN LEYDIG TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR Penyusun NRP Pembimbing I Pembimbing II : Alvian Andriyanto

Lebih terperinci

DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS DAN KETEBALAN LAPISAN EPITEL GERMINAL MENCIT JANTAN GALUR

DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS DAN KETEBALAN LAPISAN EPITEL GERMINAL MENCIT JANTAN GALUR ABSTRAK PENGARUH PASTA TOMAT (Solanum lycopersicum) TERHADAP DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS DAN KETEBALAN LAPISAN EPITEL GERMINAL MENCIT JANTAN GALUR BALB/c YANG DIINDUKSI CISPLATIN Irene, 2008. Pembimbing

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Lampiran 2 Pembuatan Larutan PBS Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan HE

Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Lampiran 2 Pembuatan Larutan PBS Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan HE LAMPIRAN Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Medium kultur DMEM merupakan medium Dulbecco s Modified Eagle s Medium (DMEM; Sigma) yang telah dimodifikasi dengan penambahan asam amino non-esensial (AANE;

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH KALSIUM TERHADAP KADAR KOLESTEROL DARAH TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

ABSTRAK PENGARUH KALSIUM TERHADAP KADAR KOLESTEROL DARAH TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK ABSTRAK PENGARUH KALSIUM TERHADAP KADAR KOLESTEROL DARAH TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK Andry Setiawan Lim, 2012, Pembimbing I : Dr. Meilinah Hidayat, dr., M.Kes. Pembimbing II: Sijani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual, sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Straight,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta

Lebih terperinci

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba 17 III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama delapan bulan yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan Desember 2010. Penelitian dilakukan di kandang Mitra Maju yang beralamat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan integritas membran sel, sehingga kondisi sel tersebut

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan integritas membran sel, sehingga kondisi sel tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vitamin E dalam media kultur mempunyai peran penting, diantarannya adalah untuk mempertahankan integritas membran sel, sehingga kondisi sel tersebut seimbang dan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyembuhan luka merupakan proses yang dinamis, meliputi empat fase, yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan luka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode eksperimental karena adanya manipulasi terhadap objek penelitian dan adanya kontrol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sel Leydig merupakan sel berbentuk poligonal dan. berukuran besar, terletak di interstisial testis (Ross

BAB I PENDAHULUAN. Sel Leydig merupakan sel berbentuk poligonal dan. berukuran besar, terletak di interstisial testis (Ross BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sel Leydig merupakan sel berbentuk poligonal dan berukuran besar, terletak di interstisial testis (Ross & Pawlina, 2011). Machluf et al. (2003) menyatakan bahwa sel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian 21 BAB III METODE PENELITIAN III.1 Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian Post Test Controlled Group Design. III.2 Tempat dan Waktu Penelitian Hewan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA EFEK PEMBERIAN GRAFT TULANG BERBENTUK PASTA DENGAN BERBAGAI KOMPOSISI DAN KONSENTRASI TERHADAP VIABILITAS SEL OSTEOBLAS, IN VITRO SKRIPSI NADHIA ANINDHITA HARSAS 0205000591 FAKULTAS

Lebih terperinci

ABSTRAK. Antonius Budi Santoso, Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr. M.Kes. Pembimbing II: Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes.

ABSTRAK. Antonius Budi Santoso, Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr. M.Kes. Pembimbing II: Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes. ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG TEMPE KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) SELAMA MASA PREPUBERTALTERHADAP VIABILITAS SPERMATOZOA MENCIT JANTAN GALUR SWISS WEBSTER Antonius Budi Santoso, 2007. Pembimbing

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh Vitamin E (α-tokoferol) terhadap persentase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh Vitamin E (α-tokoferol) terhadap persentase BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh Vitamin E (α-tokoferol) terhadap persentase kerusakan, viabilitas, dan abnormalitas sel yang dipapar etanol pada kultur sel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Vitamin E (α-tokoferol) dalam Media DMEM terhadap Konfluenitas Sel Ginjal Fetus Hamster yang Dikultur Primer Berdasarkan hasil penelitian dan analisis

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH SUPLEMENTASI VITAMIN D 3 DOSIS TINGGI TERHADAP KALSIFIKASI TULANG FEMUR JANIN MENCIT GALUR SWISS WEBSTER

ABSTRAK PENGARUH SUPLEMENTASI VITAMIN D 3 DOSIS TINGGI TERHADAP KALSIFIKASI TULANG FEMUR JANIN MENCIT GALUR SWISS WEBSTER ABSTRAK PENGARUH SUPLEMENTASI VITAMIN D 3 DOSIS TINGGI TERHADAP KALSIFIKASI TULANG FEMUR JANIN MENCIT GALUR SWISS WEBSTER Timothy Imanuel, 2014, Pembimbing I : Heddy Herdiman, dr., M.Kes. Pembimbing II

Lebih terperinci

ABSTRAK. Samuel Widodo, Pembimbing 1 : Khie Khiong, dr., S.Si., M.Si., M.Pharm.Sc., PhD., PA(K). Pembimbing 2 : Sijani Prahastuti, dr., M.Kes.

ABSTRAK. Samuel Widodo, Pembimbing 1 : Khie Khiong, dr., S.Si., M.Si., M.Pharm.Sc., PhD., PA(K). Pembimbing 2 : Sijani Prahastuti, dr., M.Kes. ABSTRAK EFEK EKSTRAK DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr), DOMPERIDON, DAN KOMBINASINYA TERHADAP EKSPRESI GEN OKSITOSIN PADA MENCIT Balb/c MENYUSUI Samuel Widodo, 2015. Pembimbing 1 : Khie Khiong,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan Ekstrak Bligo (mengacu Sugito 2010)

III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan Ekstrak Bligo (mengacu Sugito 2010) III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Febuari 2010 sampai April 2010, bertempat Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen ITP dan SEAFAST CENTER IPB, Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ABSTRAK. Dilanny Puspita Sari, 2014; Pembimbing I : Endang Evacuasiany, Dra. Apt, M.S, AFK Pembimbing II : Fanny Rahardja, dr. M.

ABSTRAK. Dilanny Puspita Sari, 2014; Pembimbing I : Endang Evacuasiany, Dra. Apt, M.S, AFK Pembimbing II : Fanny Rahardja, dr. M. ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa Linn.) TERHADAP JUMLAH SPERMATOZOA MENCIT GALUR Swiss-Webster YANG DIPAJANKAN RADIASI ELEKTROMAGNETIK TELEPON SELULER Dilanny Puspita

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK DAUN SUKUN

PENGARUH EKSTRAK DAUN SUKUN ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK DAUN SUKUN (Artocarpus altilis, Park. Fsb.) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA MENCIT GALUR SWISS-WEBSTER YANG DIINDUKSI ALOKSAN Elizabeth Tanuwijaya, 2007. Pembimbing

Lebih terperinci

HORMON REPRODUKSI JANTAN

HORMON REPRODUKSI JANTAN HORMON REPRODUKSI JANTAN TIU : 1 Memahami hormon reproduksi ternak jantan TIK : 1 Mengenal beberapa hormon yang terlibat langsung dalam proses reproduksi, mekanisme umpan baliknya dan efek kerjanya dalam

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. ahli medis, bahkan orang awam diseluruh penjuru dunia. Sesuai dengan kata yang

BAB I. PENDAHULUAN. ahli medis, bahkan orang awam diseluruh penjuru dunia. Sesuai dengan kata yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, stem sel telah menjadi topik utama pembicaraan banyak ilmuwan, ahli medis, bahkan orang awam diseluruh penjuru dunia. Sesuai dengan kata yang menyusunnya

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. B. BAHAN DAN ALAT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012).

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). BAB III METODE PENILITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). Pemeliharaan dan perlakuan terhadap hewan coba dilakukan di rumah hewan percobaan

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL LDL PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL LDL PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR ABSTRAK EFEK EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL LDL PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR Theresia Vania S S, 2015, Pembimbing I : Lusiana Darsono, dr.,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu Biokimia dan Farmakologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Ikan Jantan Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan proses maskulinisasi ikan nila yaitu persentase ikan jantan. Persentase jantan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian 31 BAB III METODE PENELITIAN III.1 Jenis dan Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian Post Test Controlled Group Design. III.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C Disajikan oleh : Hotmaria Veronika.G (E10012157) dibawah bimbingan : Ir. Teguh Sumarsono, M.Si 1) dan Dr. Bayu Rosadi, S.Pt. M.Si 2)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 17 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, dan Laboratorium Terpadu, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

POTENSI TRANSDIFERENSIASI SEL FIBROBLAS MENJADI SEL SARAF SECARA IN VITRO

POTENSI TRANSDIFERENSIASI SEL FIBROBLAS MENJADI SEL SARAF SECARA IN VITRO P-ISSN : 1978-225X; E-ISSN : 2502-5600 POTENSI TRANSDIFERENSIASI SEL FIBROBLAS MENJADI SEL SARAF SECARA IN VITRO Transdifferentiation Potency of Fibroblast Cell to Neuron Cell in Vitro Ekayanti M. Kaiin

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH

PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam) TERHADAP PROLIFERASI SEL LEUKOSIT MENCIT JANTAN GALUR DDY YANG DIINDUKSI KOLITIS DENGAN DSS Elsa Angelie, 2008 Pembimbing I : Khie Khiong, M.Si.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata Linn) terhadap kultur primer sel

BAB III METODE PENELITIAN. pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata Linn) terhadap kultur primer sel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian yang berjudul pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata Linn) terhadap kultur primer sel hepar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan merupakan sektor yang strategis, mengingat dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dan mencerdaskan bangsa, sektor peternakan berperan penting melalui penyediaan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul PENGARUH PENAMBAHAN. AIR KELAPA (Cocos nucifera) TERHADAP VIABILITAS KULTUR SEL

KATA PENGANTAR. penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul PENGARUH PENAMBAHAN. AIR KELAPA (Cocos nucifera) TERHADAP VIABILITAS KULTUR SEL KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia sampai saat ini sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan

Lebih terperinci

Dr. HAKIMI, SpAK. Dr. MELDA DELIANA, SpAK. Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA

Dr. HAKIMI, SpAK. Dr. MELDA DELIANA, SpAK. Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA Dr. HAKIMI, SpAK Dr. MELDA DELIANA, SpAK Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA 1 Dilepas ke sirkulasi seluruh tubuh Mengatur fungsi jaringan tertentu Menjaga homeostasis Berada dalam plasma, jaringan interstitial

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI DAN PRODUKSI ENERGI MITOKONDRIA SEL-SEL TROFOBLAS BLASTOSIS MENCIT(Mus musculus albinus) ROZA HELMITA

POLA DISTRIBUSI DAN PRODUKSI ENERGI MITOKONDRIA SEL-SEL TROFOBLAS BLASTOSIS MENCIT(Mus musculus albinus) ROZA HELMITA POLA DISTRIBUSI DAN PRODUKSI ENERGI MITOKONDRIA SEL-SEL TROFOBLAS BLASTOSIS MENCIT(Mus musculus albinus) ROZA HELMITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dilaksanakan dengan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dua faktor yaitu faktor kombinasi larutan enzim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahapan dalam siklus sel. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat an Nuh :

BAB I PENDAHULUAN. tahapan dalam siklus sel. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat an Nuh : 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri kehidupan sel ditandai dengan terjadinya proliferasi. Proliferasi merupakan pertumbuhan yang disebabkan oleh pembelahan sel yang aktif dan bukan

Lebih terperinci

ABSTRAK. UJI SITOTOKSISITAS FRAKSI BUAH MERAH (Pandanus Conoideus Lam) TERHADAP KARSINOMA SKUAMOSA EPITEL RONGGA MULUT PADA KULTUR SEL KB

ABSTRAK. UJI SITOTOKSISITAS FRAKSI BUAH MERAH (Pandanus Conoideus Lam) TERHADAP KARSINOMA SKUAMOSA EPITEL RONGGA MULUT PADA KULTUR SEL KB ABSTRAK UJI SITOTOKSISITAS FRAKSI BUAH MERAH (Pandanus Conoideus Lam) TERHADAP KARSINOMA SKUAMOSA EPITEL RONGGA MULUT PADA KULTUR SEL KB Yoki Chandra, 2008 Pembimbing : Hana Ratnawati, dr.,m.kes. Karsinoma

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH BANDOTAN (Ageratum conyzoides L.) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA MENCIT BETINA GALUR SWISS WEBSTER. Pembimbing II: Hartini Tiono, dr.

ABSTRAK. PENGARUH BANDOTAN (Ageratum conyzoides L.) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA MENCIT BETINA GALUR SWISS WEBSTER. Pembimbing II: Hartini Tiono, dr. ABSTRAK PENGARUH BANDOTAN (Ageratum conyzoides L.) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA MENCIT BETINA GALUR SWISS WEBSTER Andrea Hertanto, 2008. Pembimbing I: Sri Utami Sugeng, Dra., M. Kes. Pembimbing II: Hartini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap proliferasi sel ginjal fetus hamster yang dikultur primer merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap proliferasi sel ginjal fetus hamster yang dikultur primer merupakan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang peran pemberian vitamin E dalam media DMEM terhadap proliferasi sel ginjal fetus hamster yang dikultur primer merupakan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12-

BAB III METODE PENELITIAN. asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12- BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian tentang Pengaruh Ekstrak Pegagan (Centella asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12- dimetilbenz(α)antrasen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak air akar kucing yang didapat mempunyai spesifikasi sebagai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak air akar kucing yang didapat mempunyai spesifikasi sebagai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Penetapan Parameter Nonspesifik Ekstrak Ekstrak air akar kucing yang didapat mempunyai spesifikasi sebagai berikut : warna coklat kehitaman, berbau spesifik dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015. 19 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015. Penginduksian zat karsinogen dan pemberian taurin kepada hewan uji dilaksanakan di

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran A: Alur Kerja Isolasi Bakteri Penghasil Biosurfaktan

LAMPIRAN. Lampiran A: Alur Kerja Isolasi Bakteri Penghasil Biosurfaktan 56 LAMPIRAN Lampiran A: Alur Kerja Isolasi Bakteri Penghasil Biosurfaktan Air laut Dimasukkan ke dalam botol Winkler steril Diisolasi bakteri dengan pengenceran 10 0, 10-1, 10-3 Dibiakkan dalam cawan petri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang umum dijumpai laki-laki usia muda di banyak negara. Keganasan

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang umum dijumpai laki-laki usia muda di banyak negara. Keganasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker testis adalah keganasan yang jarang ditemukan, tetapi merupakan keganasan yang umum dijumpai laki-laki usia muda di banyak negara. Keganasan ini 90-95% berasal

Lebih terperinci

ABSTRAK. F. Inez Felia Yusuf, Pembimbing I : Dra. Rosnaeni, Apt. Pembimbing II: Penny Setyawati M., dr., Sp.PK.,M.Kes.

ABSTRAK. F. Inez Felia Yusuf, Pembimbing I : Dra. Rosnaeni, Apt. Pembimbing II: Penny Setyawati M., dr., Sp.PK.,M.Kes. ABSTRAK EFEK JUS BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP KADAR LOW DENSITY LIPOPROTEIN (LDL) DAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN (HDL) TIKUS JANTAN GALUR Wistar F. Inez Felia Yusuf, 2012. Pembimbing

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK ETANOL BATANG BRATAWALI (TINOSPORAE CAULIS) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH MENCIT JANTAN GALUR BALB/C YANG DIINDUKSI ALOKSAN

ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK ETANOL BATANG BRATAWALI (TINOSPORAE CAULIS) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH MENCIT JANTAN GALUR BALB/C YANG DIINDUKSI ALOKSAN ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK ETANOL BATANG BRATAWALI (TINOSPORAE CAULIS) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH MENCIT JANTAN GALUR BALB/C YANG DIINDUKSI ALOKSAN Natalia Cristyawati, 2007. Pembimbing I : Hana Ratnawati,

Lebih terperinci

ABSTRAK EFEK PEMBERIAN KALSIUM DAN VITAMIN D3 TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI PAKAN TINGGI LEMAK

ABSTRAK EFEK PEMBERIAN KALSIUM DAN VITAMIN D3 TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI PAKAN TINGGI LEMAK ABSTRAK EFEK PEMBERIAN KALSIUM DAN VITAMIN D3 TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI PAKAN TINGGI LEMAK Lily Wijayanti, 2014. Pembimbing I : Dr. Meilinah Hidayat, dr., M.Kes.

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK PROPOLIS TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR JANTAN

ABSTRAK. EFEK PROPOLIS TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR JANTAN ABSTRAK EFEK PROPOLIS TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR JANTAN Richard Ezra Putra, 2010. Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr., M.Kes. Pembimbing II: Fen Tih,

Lebih terperinci