BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Membahas kasus tindak kekerasan terhadap anak, data Komisi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Membahas kasus tindak kekerasan terhadap anak, data Komisi"

Transkripsi

1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Membahas kasus tindak kekerasan terhadap anak, data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan tren kekerasan terhadap anak meningkat. Tahun 2010 tercatat 48 persen kekerasan terjadi pada anak, tahun 2011 tercatat 52 persen dan tahun 2012 tercatat 62 persen. Berdasarkan laporan yang diterima, pelaku kekerasan terhadap anak dilakukan oleh orangorang yang seharusnya melindungi anak, persentasenya adalah sebagai berikut, anggota keluarga sebanyak 24 persen, orang-orang di lingkungan sosial anak sebanyak 56 persen dan orang orang yang berada di sekolah sebanyak 17 persen. Sepanjang tahun 2013 tercatat kasus kekerasan terhadap anak dimana 490 kasus diantaranya adalah kasus kekerasan fisik, 313 kasus kekerasan psikis dan 817 kasus merupakan kasus kekerasan seksual. Angka kasus kekerasan terhadap anak yang paling tinggi adalah kekerasan seksual, dimana korban perlakuan salah seksual terhadap anak terdiri dari 60 persen anak laki-laki dan 40 persen anak perempuan. Menanggapi laporan-laporan kekerasan terhadap anak yang terus meningkat ini maka KPAI menyatakan Indonesia tahun 2014 dalam keadaan darurat perlindungan anak. Data-data kasus perlakuan salah terhadap anak ini seperti menafikan bahwa Indonesia merupakan salah satu Negara yang menandatangani KHA, dan meratifikasinya melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 pada tanggal 25 Agustus Dua belas tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 22 Oktober 2002 Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 sebagai Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPerlindungan Anak). UU 1

2 2 Perlindungan Anak adalah salah satu bagian dari mengoperasionalkan KHA. UU ini didasari oleh empat prinsip utama KHA yaitu non-diskriminasi, yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup dan berkembang serta hak berpartisipasi. UU Perlindungan Anak adalah UU mengenai hak-hak anak yang mejelaskan secara rinci tentang perlindungan anak, sebagaimana perlindungan adalah salah satu hak anak yang paling penting. Perlindungan ini meliputi perlindungan terhadap kekerasan, eksploitasi, diskriminasi dan penelantaran. Namun seperti halnya UU lainnya, UU Perlindungan Anak pun kurang menjangkau orang tua, guru dan masyarakat umum, sehingga mereka tidak mengetahui tentang hak-hak apa saja yang dimiliki anak. Kesenjangan antara UU Perlindungan Anak dengan pengetahuan orang tua dan masyarakat mengakibatkan perlakuan salah (abuse) terhadap anak kerap terjadi. Perlakuan salah ini dapat dikategorikan dalam perlakuan salah aktif dan perlakuan salah pasif. Perlakuan salah aktif meliputi tindakan kekerasan (violent) secara fisik, emosi dan seksual, sedangkan perlakuan salah pasif mengacu pada penelantaran (neglect) yang dapat dimetaforakan sebagai kekerasan dimana tidak melibatkan tindakan fisik (Browne & Lynch, 1989). Seiring terpublikasinya berita-berita kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak-anak oleh media, dan informasi data pelaku kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang-orang yang seharusnya berkewajiban melindungi anak, menimbulkan kekhawatiran yang besar dari orang tua dan guru. Situasi yang mencemaskan orang tua dan guru ini mendorong Bagian Psikologi Perkembangan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada untuk mengadakan Temu Wicara Pencegahan Tindak Kekerasan Seksual Terhadap Anak Usia Dini, dengan mengundang para ahli, praktisi dan pemangku kebijakan yang berkaitan

3 3 dengan perkembangan anak dan perlindungan anak usia dini. Dari kegiatan Temu Wicara yang diadakan tanggal 17 Mei 2014 ini, dimana terdapat 137 peserta yang terdiri dari orang tua, guru dan mahasiswa, ditemukan bahwa orang tua memiliki beberapa hambatan dalam melindungi anak-anak mereka dari perlakuan salah seksual. Hambatan-hambatan yang dihadapi orang tua antara lain adalah kurangnya pemahaman orang tua tentang pendidikan seks, masih adanya perbedaan persepsi orang tua terhadap pendidikan seks, kurangnya keterampilan orang tua tentang bagaiamana cara menyampaikan pendidikan seks kepada anak, masih besarnya shame culture dalam berkomunikasi dengan anak tentang seksualitas, masih kurangnya kesadaran orang tua dalam mengawasi anak-anak mereka ketika berinteraksi dengan orang-orang terdekat atau orang-orang yang mereka percayai termasuk pihak sekolah. Para orang tua merasa kebingungan memahami hal-hal apa saja yang termasuk dalam perlakuan salah seksual, mengenali tanda-tandanya, karakateristik pelaku dan korbannya serta bagaimana cara pencegahan perlakuan salah seksual tersebut. Pullins dan Jones (2006) menyatakan bahwa banyak orang tua tidak menyadari tanda-tanda peringatan dan indikasi dari perlakuan salah seksual. Pengetahuan orang tua tentang perlakuan salah seksual terhadap anak dan pencegahannya terlihat sangat terbatas dengan berkembangnya kebiasaan mempercayakan anak mereka pada anggota keluarga yang mungkin saja berisiko dan rentan serta memiliki karakteristik sebagai pelaku kejahatan dan korban, orang tua hanya mengandalkan kejujuran dari cerita anak (Chen & Chen, 2005; Chen, Dunne & Han, 2007; Elrod & Rubin, 1993; Pullins & Jones, 2006; Tutty, 1993; Tang & Yan, 2004). Beberapa penelitian di berbagai negara menemukan bahwa banyak orang tua yang merasa kurang percaya diri, kurang

4 4 perbendaharaan kata dan sumber daya untuk berbicara dengan anak-anak mereka, sehingga akhirnya menghilangkan/ mengabaikan kenyataan yang membahayakan bahwa selalu ada kemungkinan pelaku kejahatan berada di sekeliling anak-anak mereka dan apa yang harus dilakukan jika kejahatan seksual terjadi; sebagai gantinya mereka berfokus pada konsep yang kurang penting seperti memberitahukan anak mereka tentang orang asing yang berbahaya (Briggs, 1988; Finkelhor dalam Hanks dkk, 1999; Wurtele, Kvaternick & Franklin, 1992b; Chen & Chen, 2005; Chen, et.al., 2007). Paramastri, Supriyati & Priyanto (2010), menyatakan bahwa opini masyarakat mengenai kekerasan seksual dan dampaknya, ciri-ciri pelaku atau korban kekerasan seksual, serta strategi yang perlu dilakukan untuk mengatasi anak yang mengalami kekerasan seksual, diakui masih sangat minim. Maka diharapkan dengan adanya panduan, orang tua cukup percaya diri untuk membangun komunikasi dengan anak mulai dari usia dini dan meningkatkan ikatan antara orang tua dan anak agar diskusi seputar tema perlindungan diri dari perlakuan salah seksual bukan menjadi bahasan yang kaku. Adanya ketabuan dalam membicarakan masalah seksual membuat beberapa korban tidak berani melaporkan kekerasan seksual yang terjadi pada orang tua mereka. Hal tersebut diperparah oleh adanya asumsi jika melaporkan atau menuntut pelaku kekerasan seksual, maka hal tersebut justru akan menambah aib bagi korban dan keluarganya, sehingga orang tua cenderung memarahi bahkan menutup kasus tersebut (Paramastri dkk, 2010). Masa anak usia dini merupakan tahapan perkembangan yang paling rentan menerima perlakuan salah seksual. Johnson (2004) mengatakan perlakuan salah seksual terhadap anak usia dini banyak yang tidak diketahui, karena kemungkinan anak belum memiliki keterampilan komunikasi yang baik

5 5 dalam melaporkan sebuah kejadian dan tidak detail dalam menyampaiannya, anak tidak mengenali bahwa sebuah tindakan merupakan sebuah perlakuan yang salah/ tidak patut, terlebih jika pelaku merupakan pengasuhnya sendiri. Hal ini sesuai dengan tahap perkembangan kognitif anak usia dini yang masih berada di tahap praoperasional, yang menurut Piaget dalam rentang usia 2 sampai 7 tahun anak belum mampu bernalar secara logis mengenai peristiwaperistiwa yang terjadi. Sehingga di tahap perkembangan kognitif ini, pelaku sering memanipulasi anak dengan memberikan hadiah atau informasi yang salah tentang nilai-nilai untuk memuaskan hasrat seksualnya. Tipu daya ini kerap berhasil digunakan karena anak usia dini belum memahami tentang bagianbagian tubuh yang tidak boleh disentuh, perintah-perintah yang tidak boleh dilakukan, tentang hadiah baik dan hadiah buruk serta tentang rahasia baik dan rahasia buruk. Biasanya anak mengalami perlakuan salah seksual atau pada mulanya menerima aktifitas seksual tersebut karena tidak memiliki kemampuan dalam membedakan perilaku seksual dengan perilaku yang mengekspresikan kasih sayang (Donaldson, Whalen & Anastas, 1989; Browne & Finkelhor, 1986; Riggs, Alario & McHorney, 1990). Oleh karena itu, mengajarkan langkah-langkah pencegahan perlakuan salah seksual terhadap anak usia dini dalam bentuk konkret yang mudah dipahami anak sangatlah dibutuhkan. Berdasarkan sifat-sifat perkembangan ini, perlakuan salah seksual terhadap anak tidak hanya dapat berdampak dalam jangka pendek tetapi juga jangka panjang. Perlakuan salah seksual ini juga melibatkan perlakuan salah secara fisik dan emosi karena di banyak kasus perlakuan salah seksual disertai dengan ancaman dan kekerasan fisik. Pada anak, dampak jangka pendek perlakuan salah seksual ini antara lain gangguan perilaku seperti mengotori,

6 6 membasahi atau melukai diri sendiri, situasi emosi yang tidak normal seperti kecemasan, depresi dan menarik diri, gangguan belajar dan pendidikan serta gangguan dalam relasi sosial (Hanks, Hobbs & Wynne, 1988). Sedangkan dampak jangka panjang dari perlakuan salah seksual terhadap anak berupa masalah kesehatan mental seperti depresi, bunuh diri, melukai diri sendiri, penghargaan diri yang rendah, konsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang. Anak tersebut juga akan mengalami kesulitan penyesuaian secara seksual dengan terlibat prostitusi, kesulitan dalam pernikahan, keengganan dalam kontak secara seksual, dan kesulitan dalam mengontrol kesuburan. Perlakuan salah ini memperbesar kesulitan anak seperti mengulang siklus perlakuan salah (korban menjadi pelaku), perlindungan yang berlebihan dan ketakutan akan kedekatan dengan orang lain. Anak juga bisa mengalami disfungsi sosial seperti terlibat kenakalan, perilaku kriminal dan pelaku kekerasan (Briere & Runtz dalam Hanks dkk, 1999). Pada tahun 1994, Breire & Elliot mengungkapkan dampak jangka panjang perlakuan salah seksual dapat menimbulkan berbagai macam masalah dan gejala-gejala yang dapat dikategorikan secara umum berupa stres paska trauma, gangguan kognitif, luka emosional, penghindaran, lemah akan kesadaran diri, dan kesulitan berhubungan secara interpersonal. Perlakuan salah seksual pada anak merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi karena dapat meningkatkan risiko mereka terkena Infeksi Menular Seksual (IMS) atau HIV ketika mereka dewasa yang akan berpengaruh pada perilaku seksual mereka di masa depan. Penelitian Peen Handwerker (1993) pada 407 laki-laki dan perempuan di Pulau Barbados, menemukan bahwa perlakuan salah seksual yang terjadi pada masa kanak-kanak menyebabkan aktifitas seksual yang berisiko tinggi saat remaja baik pada anak laki-laki maupun

7 7 anak perempuan. Aktifitas yang berisiko ini berkaitan dengan jumlah pasangan yang dimiliki oleh remaja tersebut dan berkaitan dengan usia mereka saat pertama kali berhubungan seks. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh rasa malu dan stigma pada korban perlakuan salah menimbulkan rasa tidak berdaya, tidak dicintai dan tidak mampu berkata tidak terhadap hal-hal yang tidak ingin mereka lakukan. Perasaan negatif ini bersifat menetap dan seperti barang yang rusak mereka merasa tidak pantas dan tidak mampu melindungi diri sendiri. Perlakuan salah seksual juga berkaitan dengan masalah umum ginekologi seperti keputihan dan nyeri panggul kronis. Schei (1990), mengemukakan bahwa peristiwa traumatis dapat membawa efek kumulatif pada korban, dimana di tiap pengalaman meningkatkan kemungkinan terjadinya nyeri panggul kronis dan gejala somatis lainnya. Schei juga mengatakan terdapat asosiasi yang kuat antara hidup dalam hubungan yang abusive dengan kemungkinan memasuki tahap Pelvic Inflammatory Disease (PID) atau penyakit radang panggul yang menyebabkan kemandulan dan tumor. Secara psikologis, rasa sakit yang dialami korban merupakan sebuah pertahanan mereka dalam melawan limpahan emosi-emosi yang berkaitan dengan pengalaman traumatis. Berkaitan dengan perkembangan anak, untuk mengantisipasi terpeliharanya rasa tidak berdaya, rasa tidak dicintai dan tidak mampu berkata tidak terhadap hal-hal yang tidak ingin anak lakukan, gaya pengasuhan orang tua serta ikatan orang tua dan anak sangat berperan penting. Hal ini mempengaruhi perkembangan kognitif dan perilaku anak dalam hal perlindungan diri dari perlakuan salah seksual (Carey, Walker, Rossouw, Seedat & Stein, 2008). Budaya keluarga yang menghargai anak, gaya pengasuhan yang suportif dan terbuka akan mengajarkan anak bahwa ia memiliki posisi tawar dalam

8 8 keluarga. Ia memiliki hak suara dan diizinkan untuk berkata tidak terhadap sesuatu hal yang tidak disukai atau tidak nyaman baginya. Anak dibiasakan untuk mengemukakan pendapat, mengungkapkan perasaannya dan terjalinnya komunikasi yang baik antara orang tua dan anak, dalam hal ini tidak hanya komunikasi dalam bentuk instruksi tetapi orang tua lebih banyak menyediakan waktu untuk mendengarkan anak-anak mereka. Kebiasaan orang tua mendengarkan cerita anak juga mempercepat dan mempermudah tindakan pertolongan bilamana anak mengalami perlakuan salah seksual. Contoh-contoh sikap menghargai yang ada dalam keluarga juga akan membuat anak menjadikan hal ini sebagai model dalam berinteraksi dengan teman sebayanya. Nilai-nilai seperti ini sangat penting untuk dikembangkan dalam sebuah keluarga (Appleton & Stanley, 2009; Prinz, Sanders, Shapiro, Witaker, & Lutzker, 2009). Anak usia dini juga harus dipahamkan tentang bagian-bagian tubuh yang harus dilindungi dan bagaimana cara melindunginya. Transfer pengetahuan tentang perlindungan diri pada anak usia dini ini sangat baik disampaikan oleh orang tua, guru di sekolah dan teman-teman sebayanya dalam interaksi sosial anak, mengingat sebagian besar waktu anak usia dini dihabiskan di rumah dan di sekolah. Berdasar teori ekologi, orang tua dapat bekerja sama dengan guru untuk bersama-sama mentransfer nilai-nilai dan langkah-langkah perlindungan ini kepada anak-anak sesuai dengan usia dan kondisi anak. Orang tua dan guru harus memiliki persepsi yang sama agar dapat menjadi jembatan antara rumah dan sekolah (McDermott, 2008). Namun berdasarkan data preliminary, orang tua masih mengalami banyak hambatan untuk mentransfer nilai-nilai dan langkah-langkah perlindungan diri kepada anak-anak mereka. Mulai dari pengetahuan yang minim tentang

9 9 perlakuan salah seksual terhadap anak, pemahaman yang kurang serta perbedaan persepsi tentang pendidikan seks yang bagi sebagian orang tua dianggap berfungsi untuk melindungi anak dari perlakuan salah seksual, namun sebaliknya bagi sebagian orang tua lainnya dirasakan dapat menjadi bahan pembelajaran bagi anak untuk tidak melakukan aktifitas-aktifitas seksual sebelum waktunya. Belum lagi orang tua masih merasa malu untuk berdiskusi tentang halhal yang berkaitan dengan seksualitas pada anak-anak mereka. Oleh karena itu, diperlukan sebuah metode pembelajaran orang dewasa yang mengandung materi-materi tentang perlakuan salah seksual, cara perlindungan diri dari perlakuan salah tersebut beserta latihan-latihan dan panduan agar orang tua mampu mentransfer pengetahuan yang telah mereka miliki pada anak-anak mereka. Materi-materi ini sebaiknya terangkum dalam sebuah tema pengetahuan yang memudahkan orang tua dalam meningkatkan pemahaman dan kemampuan mereka mentransfer pengetahuan tersebut. Sebagai langkah untuk mencegah munculnya perbedaan persepsi orang tua tentang pendidikan seks, juga untuk menyesuaikan tahapan perkembangan anak usia dini dengan keterampilan perlindungan diri anak usia dini dari perlakuan salah seksual, materi pendidikan kesehatan reproduksi diasumsikan lebih sesuai untuk digunakan dibanding materi pendidikan seks. Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Kesehatan reproduksi memiliki tiga aspek yaitu aspek fisik, mental dan kesejahteraan sosial. Kesehatan reproduksi berkaitan dengan kesehatan individu dan lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kesehatan reproduksi anak usia dini

10 10 mengukur status kesehatan anak seperti fungsi fisik, kesehatan mental, persepsi kesehatan secara umum, penyakit atau reproduksi yang tidak sehat dan vitalitas (Sadana, 2002). Dalam kesehatan reproduksi dibahas bagaimana cara-cara menjaga organ-organ reproduksi atau dalam hal perlakuan salah seksual bisa dikatakan cara-cara melindungi organ-organ reproduksi agar dapat berfungsi dengan sehat sehingga tidak hanya sehat kondisi fisik, tetapi kondisi psikologisnya juga sehat. Melalui pengetahuan tentang kesehatan reproduksi anak-anak bisa mempelajari pencegahan perlakuan salah seksual, bahkan anak kecilpun mampu mempelajari sebagian informasi tentang perlindungan diri (Finkelhor & Strapko, 1992; Wurtele & Owen, 1997), dan informasi perlindungan diri ini bisa disebarkan melalui dukungan orang tua dalam pencegahan perlakuan salah seksual (Elrod & Rubin, 1993; Nibert, Cooper & Ford, 1989; Pohl & Hazzard, 1988; Wurtele, Kast & Melzer, 1992a; Wurtele dkk, 1992b). Berbeda dengan pendidikan seks, menurut Shelby (2003), pendidikan seks cocok digunakan pada tahap perkembangan dimana perilaku seksual aktif mulai muncul. Materi dalam pendidikan seks membahas tentang anatomi tubuh, pubertas, reproduksi, peran gender, identitas dan godaan seksual (sexual harassment), kehamilan yang tidak diinginkan, kekerasan dalam berpacaran, berhubungan seks yang aman sehingga tidak terlular Infeksi Menular Seksual dan HIV/AIDS. Pendidikan seks cenderung mengajarkan tentang rekonstruksi sikap seksual, perkembangan seksual, seks dan kesehatan, permasalahan seksual, hubungan laki-laki dan perempuan (Lin, Chu & Lin, 2006) bagaimana melakukan hubungan seks yang aman, mencegah penularan HIV/AIDS dan IMS melalui hubungan seks, pencegahan dari kehamilan yang tidak diinginkan dan

11 11 pernikahan usia muda (Shelby, 2003). Pendidikan seks lebih membahas tentang seksualitas seseorang dan konsekuensi dari berhubungan seks. Kesehatan reproduksi mencakup aspek-aspek fisik, mental dan sosial dimana akibat perlakuan salah seksual baik jangka pendek maupun jangka panjang juga mencakup tiga aspek tersebut, seperti masalah ginekologis, stress paska trauma dan disfungsi sosial. Kesehatan reproduksi juga berkaitan erat dengan kualitas pengasuhan dalam keluarga dan norma-norma sosiobudaya, dimana hubungan/ kedekatan antara orang tua dan anak termasuk proses komunikasi tentang nilai-nilai budaya dalam keluarga juga dibahas di dalamnya. dalam hal perlindungan terhadap anak usia dini, orang tua dan keluarga meruapakan pihak yang paling berperan. Nilai-nilai dalam keluarga akan menjelaskan apakah interaksi-interaksi tersebut aman atau berisiko bagi anak dalam interaksi sosialnya sehari-hari (Sadana, 2002; Van Den Akker, 2012). Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan, transfer pengetahuan tentang perlindungan diri anak usia dini ini baiknya dilakukan oleh orang tua (McDermott, 2008), namun data preliminary menunjukkan kesenjangan akan kebutuhan ini, yaitu orang tua masih memiliki pemahaman dan keterampilan yang kurang dalam mengajarkan perlindungan diri anak dari perlakuan salah seksual. Oleh karena itu, untuk mengatasi kesenjangan ini, beberapa penelitian sebelumnya yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman orang tua menggunakan metode Coaching for Parents (CfP) dapat dijadikan rujukan (Brookfield dalam McDermott, 2008; First & Way, 1995; Florin & Dokecki, 1983). Dengan metode ini orang tua dapat menggali kemampuan-kemampuan yang telah mereka miliki, pengalaman-pengalaman hidup yang dapat dijadikan pembelajaran dan peningkatan pemahaman tentang pendidikan kesehatan

12 12 reproduksi serta melakukan latihan-latihan untuk lebih terampil dalam mengajarkan kesehatan reproduksi pada anak-anak mereka (Florin & Dokecki, 1983; Flaherty, 1999). Senada dengan pernyataan Kolb dkk (1999) yang medefinisikan pembelajaran pada orang dewasa sebagai proses dimana pengetahuan dihasilkan melalui transformasi pengalaman. Pemahaman merupakan hasil kombinasi penyerapan dan penjelmaan pengalaman. Dengan metode Coaching for Parents ini juga orang tua diharapkan dapat menjangkau jumlah penerima manfaat yang lebih luas karena orang tua dapat mengajarkan kesehatan reproduksi pada anak-anaknya dan anggota keluarga lainnya sehingga pencegahan perlakuan salah seksual terhadap anak menjadi lebih optimal (Florin & Dokecki, 1983). Namun orang tua juga membutuhkan media sebagai pegangan mereka untuk berkomunikasi dengan anak perihal perlindungan diri dari perlakuan salah seksual (Paramastri dkk, 2010). Data preliminary juga mengungkapkan bahwa orang tua merasa kesulitan menemukan kata-kata yang tepat dalam menjelaskan dan memberi contoh perlindungan diri terhadap perlakuan salah seksual. Mereka khawatir pemilihan kata-kata yang mereka gunakan justru membingungkan anak, membuat anak salah memahami dan terkesan terlalu serius atau menakutkan bagi anak-anak mereka. Media komunikasi yang diharapkan orang tua merupakan media yang menarik dan dapat dijadikan panduan, dapat dipahami oleh orang tua dan anak usia dini, sehingga memudahkan proses transfer pengetahuan yang dimiliki orang tua kepada anak-anak mereka. Panduan ini juga akan membimbing orang tua untuk lebih fokus dalam menanamkan nilainilai yang melindungi anak dalam kehidupan sehari-hari.

13 13 B. Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimanakah program intervensi yang dapat meningkatkan pemahaman orang tua tentang perlindungan diri anak usia dini dari perlakuan salah seksual dan meningkatkan keterampilan orang tua dalam mentransfer pengetahuan perlindungan diri dari perlakuan salah seksual kepada anak usia dini? C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah mengetahui apakah program coaching kesehatan reproduksi anak usia dini dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman orang tua dan mengetahui tingkat keterampilan orang tua mentransfer pengetahuan perlindungan diri dari perlakuan salah seksual kepada anak usia dini dalam situasi laboratorium. 2. Manfaat Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu berkontribusi dalam pengembangan ilmu psikologi terutama psikologi perkembangan, dan menambah referensi penelitian tentang pencegahan perlakuan salah seksual terhadap anak. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada orang tua dan masyarakat terkait perlindungan anak usia dini dari

14 14 perlakuan salah seksual serta memberikan informasi pada anak usia dini mengenai cara-cara perlindungan diri dari perlakuan salah seksual. D. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya Penelitian tentang pencegahan terhadap perlakuan salah seksual sudah banyak dilakukan, penelitian-penelitian dibawah ini merupakan penelitian pencegahan terhadap perlakuan salah seksual pada anak, antara lain: 1. Penelitian yang dilakukan di Yogyakarta tahun 2010 oleh Ira Paramastri, Supriyati dan Muchammad A. Priyanto yang berjudul Early Prevention Toward Sexual Abuse on Children bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau opini tentang konsep perlakuan salah seksual, metode dan media pencegahannya dengan subjek penelitian siswa SD kelas IV, orang tua, dan guru dari SD yang sama serta para ahli seperti dokter, psikolog dan ketua LPA. Dari penelitian ini ditemukan bahwa dibutuhkannya program pencegahan seperti panduan pencegahan perlakuan salah seksual untuk anak, orang dan guru serta media-media sebagai langkah pencegahan awal. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah penelitian ini tidak sampai pada melakukan program intervensi pencegahan perlakuan salah seksual dan memiliki subjek penelitian dengan latar belakang yang lebih beragam. 2. Penelitian yang dilakukan di Jakarta tahun 2009 oleh Ratih Puspitasari yang berjudul Pemasaran Sosial Peningkatan Keterlibatan Orang Tua Dalam Mencegah Perlakuan Salah Seksual Pada Anak bertujuan untuk menggambarkan pengetahuan orang tua mengenai perlakuan salah seksual pada anak dan pencegahannya serta menjelaskan pelaksanaan pemasaran

15 15 sosial untuk meningkatkan keterlibatan orang tua dalam mencegah perlakuan salah seksual pada anak. Penelitian ini menemukan bahwa metode pemasaran sosial dapat meningkatkan kesadaran orang tua dan masyarakat sehingga terlibat dalam pencegahan perlakuan salah seksual pada anak. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah pada metode intervensi yang dilakukan yaitu dengan metode pemasaran sosial, sedangkan peneliti menggunakan metode coaching. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Rebecca M. Bolen di Amerika Serikat pada tahun 2003 dengan judul Child Sexual Abuse: Prevention or Promotion? menggunakan metode promosi pola hubungan yang sehat dengan promosi perilaku prososial dan mengurangi dominasi laki-laki atas perempuan yang bertujuan untuk mengurangi perilaku negatif sehingga berkurangnya perilaku perlakuan salah seksual. Metode ini lebih berfokus pada pencegahan perilaku perlakuan salah seksual untuk mengurangi prevalensi kasus perlakuan salah seksual. Subjek penelitian mereka adalah anak usia sekolah dengan program berbasis sekolah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada subjek penelitiannya yaitu langsung pada anak usia sekolah dan metode penelitian yang dilakukan. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Nnenna Ohalete di San Diego pada tahun 2006 dengan judul African American Father-Child Reproductive Health Communication menggunakan metode etnografi dimana menunjukkan bahwa percakapan antara ayah dan anak tentang kesehatan reproduksi membuat anak lebih melindungi dirinya dan menunda untuk berhubungan seks sebelum usia 18 tahun. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah

16 16 materi komunikasi kesehatan reproduksi yang digunakan dikarenakan adanya kriteria subjek penelitian yang berbeda.

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, pada tahun 2010 tercatat 48 % kekerasan terjadi pada anak,

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, pada tahun 2010 tercatat 48 % kekerasan terjadi pada anak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyimpangan seksual marak terjadi akhir-akhir ini. Halini dibuktikan dengan banyaknya kekerasan seksual dan perempuan yang hamil di luar nikah. Menurut data Komisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kekerasan seksual anak (KSA) adalah masalah kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kekerasan seksual anak (KSA) adalah masalah kesehatan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan seksual anak (KSA) adalah masalah kesehatan masyarakat luas dengan konsekuensi negatif bagi anak korban. Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa konsekuensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah salah satu fase kehidupan yang pasti akan dilewati oleh semua manusia. Fase ini sangat penting, karena pada saat remaja seseorang akan mencari jati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa ini terjadi perubahan dan perkembangan yang cepat baik fisik, mental, dan psikososial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bereproduksi. Masa ini berkisar antara usia 12/13 hingga 21 tahun, dimana 13-14

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bereproduksi. Masa ini berkisar antara usia 12/13 hingga 21 tahun, dimana 13-14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa dimana remaja mulai mengalami kematangan seksual, kesuburan, dan kemampuan untuk bereproduksi. Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dalam masyarakat industri modern adalah peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja berlangsung dari usia 10 atau 11 tahun sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kekerasan pada anak telah menjadi perhatian dunia, begitu banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s Fund (UNICEF) (2012)

Lebih terperinci

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Pedologi Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Tipe-tipe Penganiayaan terhadap Anak Penganiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON Disusun oleh: Nama : NIP : LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan satu periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju dewasa, yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis (Hurlock, 1988:261).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk terbanyak keempat di dunia yaitu sebesar 256 juta jiwa pada tahun 2015. Pada tahun 2025 diproyeksikan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000)

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000) hampir 1 diantara 6 manusia di bumi ini adalah remaja. Dimana 85% antaranya hidup di negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah harapan bangsa, sehingga tak berlebihan jika dikatakan bahwa masa depan bangsa yang akan datang akan ditentukan pada keadaan remaja saat ini. Remaja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya perubahan fisiologis pada manusia terjadi pada masa pubertas. Masa Pubertas adalah suatu keadaan terjadinya perubahan-perubahan dalam tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak mempunyai hak yang bersifat asasi sebagaimana yang dimiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak mempunyai hak yang bersifat asasi sebagaimana yang dimiliki BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak mempunyai hak yang bersifat asasi sebagaimana yang dimiliki orang dewasa, hak asasi manusia (ham). Namun pemberitaan yang menyangkut hak anak tidak segencar sebagaimana

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. melakukan penelitian tentang Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap Remaja

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. melakukan penelitian tentang Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap Remaja Lampiran 1 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Saya yang bernama Corah Julianti/105102061 adalah mahasiswa Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Aspek biopsikososial higiene...irmatri Ariyani, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Aspek biopsikososial higiene...irmatri Ariyani, FKM UI, 2009 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan masalah yang penting untuk mendapatkan perhatian terutama di kalangan remaja. Masa remaja diwarnai oleh pertumbuhan, perubahan, munculnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Pada

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Batasan usia remaja menurut BKKBN adalah usia 10 sampai 24 tahun dan belum menikah.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV di Indonesia masih menjadi masalah yang serius dan komplek serta menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di Indonesia juga masih tinggi,

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI. Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes

KESEHATAN REPRODUKSI. Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes KESEHATAN REPRODUKSI Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes Introduction Kespro keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit dan kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fenomena berpacaran sudah sangat umum terjadi dalam masyarakat. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan memahami lawan jenisnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan informasi yang saat ini semakin cepat dan berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam system dunia yang mengglobal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang berusia antara 13 tahun sampai dengan 18 tahun. Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Lampiran 2 Surat Pemohonan Izin Survei Pendahuluan I Lampiran 3 Surat Pemohonan Izin Survei Pendahuluan II Lampiran 4 Surat Pengambilan Data Penelitian Lampiran 5 Surat Selesai

Lebih terperinci

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi merupakan hal yang sangat penting dalam skala global. Pada tahun 2005, terdapat 1.21 miliar

Lebih terperinci

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM SEX EDUCATION Editor : Nurul Misbah, SKM ISU-ISU SEKSUALITAS : Pembicaraan mengenai seksualitas seringkali dianggap sebagai hal yang tabu tidak pantas dibicarakan dalam komunitas umum bersifat pribadi

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, dan dapat menjadi landasan teoritis untuk mendukung penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health Organization), batasan usia remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 4 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Akhir-akhir ini kita dibuat gempar oleh pemberitaan dari media massa atas praktek pelecehan seksual dan/atau kekerasan seksual terhadap anak dan remaja di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996). BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Banyak orang mengatakan masa-masa sekolah adalah masa yang paling menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan pembahasan mengenai masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014 BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional

Lebih terperinci

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya perilaku seksual pranikah di kalangan generasi muda mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Banyaknya remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

Sosialisasi Perlindungan Anak Terhadap Tindak Kekerasan

Sosialisasi Perlindungan Anak Terhadap Tindak Kekerasan Sosialisasi Perlindungan Anak Terhadap Tindak Kekerasan - PNS RSUD Ulin Banjarmasin - Komisaris LPT Global - LPA Kalsel bidang konseling - ICMI, Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kaderisasi -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di jalanan termasuk di lingkungan pasar, pertokoan, dan pusat-pusat. keluarga yang berantakan dan ada masalah dengan orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. di jalanan termasuk di lingkungan pasar, pertokoan, dan pusat-pusat. keluarga yang berantakan dan ada masalah dengan orang tua. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak jalanan merupakan anak yang melewatkan atau memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan seharihari di jalanan termasuk di lingkungan pasar, pertokoan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan depresi merupakan penyebab utama terjadinya penyakit dan kecacatan pada remaja usia 10-19 tahun, sedangkan bunuh diri menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Meningkatnya tingkat kekerasan seksual terhadap anak di Kota Bekasi pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Meningkatnya tingkat kekerasan seksual terhadap anak di Kota Bekasi pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya tingkat kekerasan seksual terhadap anak di Kota Bekasi pada tahun 2016 membuat keprihatinan bagi seluruh masyarakat Bekasi. Catatan pada Badan Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang . BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata pacaran sudah sangat biasa ditelinga masyarakat luas saat ini. Bahkan dari dulu pun pacaran sudah bisa dikatakan sebagai budaya mulai remaja sampai orang dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masa remaja merupakan masa yang membutuhkan perhatian dan perlindungan khusus. 1 Remaja merupakan individu berusia 10-19 tahun yang mengalami transisi dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengenai kekerasan seksual pada anak (KSA). Kekerasan seksual yang dialami oleh anakanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengenai kekerasan seksual pada anak (KSA). Kekerasan seksual yang dialami oleh anakanak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir-akhir ini, masyarakat kembali dikejutkan oleh berbagai macam berita mengenai kekerasan seksual pada anak (KSA). Kekerasan seksual yang dialami oleh anakanak mayoritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah (alasan dan temuan/teori pendukung)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah (alasan dan temuan/teori pendukung) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah (alasan dan temuan/teori pendukung) Kekerasan seksual didefinisikan sebagai tindakan seksual, usaha untuk memperoleh aktivitas seksual, maupun komentar seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

Edukasi Kesehatan Mental Intensif 15. Lampiran A. Informed consent (Persetujuan dalam keadaan sadar) yang digunakan dalam studi ini

Edukasi Kesehatan Mental Intensif 15. Lampiran A. Informed consent (Persetujuan dalam keadaan sadar) yang digunakan dalam studi ini Edukasi Kesehatan Mental Intensif 15 Lampiran A. Informed consent (Persetujuan dalam keadaan sadar) yang digunakan dalam studi ini PERSETUJUAN DALAM KEADAAN SADAR UNTUK BERPARTISIPASI SEBAGAI SUBJEK RISET

Lebih terperinci

Tari Sandjojo Head of Academic Division Rumah Main Cikal & Sekolah Cikal

Tari Sandjojo Head of Academic Division Rumah Main Cikal & Sekolah Cikal Tari Sandjojo Head of Academic Division Rumah Main Cikal & Sekolah Cikal Seks itu alamiah, tapi perilaku seks yang bertanggungjawab adalah hasil PROSES belajar secara EKSPLISIT Sumber : Teman Orangtua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja sangat perlu, peran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja sangat perlu, peran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Seks Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja sangat perlu, peran orang tua yang sangat dituntut lebih dominan untuk memperkenalkan sesuai dengan usia dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang. Pengetahuan tentang seksualitas ataupun perkembangan seksual yang seharusnya dipahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diantaranya adalah tindak kekerasan dan pelecehan seksual yang mengarah

BAB I PENDAHULUAN. dan diantaranya adalah tindak kekerasan dan pelecehan seksual yang mengarah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak terjadi tindak kekerasan yang terjadi di berbagai tempat di lingkungan sekitar kita. Tindak kekerasan yang terjadi berbagai macam dan diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, Indonesia dihadapkan pada berbagai macam permasalahan, baik ekonomi, pendidikan, sosial maupun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, Indonesia dihadapkan pada berbagai macam permasalahan, baik ekonomi, pendidikan, sosial maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, Indonesia dihadapkan pada berbagai macam permasalahan, baik ekonomi, pendidikan, sosial maupun kesehatan. Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja adalah periode waktu yang membentang dari masa pubertas ke awal usia 20-an. Individu mengalami perubahan

PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja adalah periode waktu yang membentang dari masa pubertas ke awal usia 20-an. Individu mengalami perubahan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja adalah periode waktu yang membentang dari masa pubertas ke awal usia 20-an. Individu mengalami perubahan besar, baik perubahan fisik, kognitif, sosial, dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus ialah virus yang

BAB I PENDAHULUAN. HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus ialah virus yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus ialah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga membuat tubuh manusia rentan terhadap

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tindak kekerasan merupakan pelanggaran hak azasi manusia dan kejahatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tindak kekerasan merupakan pelanggaran hak azasi manusia dan kejahatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindak kekerasan merupakan pelanggaran hak azasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta merupakan bentuk diskriminasi. Tindak kekerasan (violence)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 KEBERMAKNAAN HIDUP PADA ODHA (ORANG DENGAN HIV/AIDS) WANITA (STUDI KUALITATIF MENGENAI PENCAPAIAN MAKNA HIDUP PADA WANITA PASCA VONIS TERINFEKSI HIV/AIDS) Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN LAMPIRAN 1 LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Kepada Yth: Saudara/Saudari... Bersama ini saya, Mahardika Aisyiyah Nasution (25 Tahun) sedang menjalani Program Pendidikan Pasca Sarjana di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Indonesia tahun 2010, sekitar 26,8% atau 63 juta jiwa dari total jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 233 juta jiwa adalah remaja

Lebih terperinci

PERILAKU SEHAT DAN PROMOSI KESEHATAN

PERILAKU SEHAT DAN PROMOSI KESEHATAN PERILAKU SEHAT DAN PROMOSI KESEHATAN Ade Heryana Dosen Prodi Kesmas FIKES Universitas Esa Unggul Jakarta Email: heryana@esaunggul.ac.id PENDAHULUAN Perilaku seseorang memberi dampak yang penting terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk remaja adalah bagian dari penduduk dunia dan memiliki sumbangan teramat besar bagi perkembangan dunia. Remaja dan berbagai permasalahannya menjadi perhatian

Lebih terperinci

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang melibatkan berbagai perubahan, baik dalam hal fisik, kognitif, psikologis, spiritual,

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih banyak daripada anak yang tidak mengalaminya, tetapi mereka memiliki gejala yang lebih sedikit dibandingkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja adalah generasi penerus bangsa di masa yang akan datang. Masa depan bangsa ditentukan dengan bagaimana kondisi dari remaja bangsa pada masa kini. Masa remaja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa di masa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa di masa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan awal mata rantai yang sangat menentukan wujud dan kehidupan suatu bangsa di masa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan persiapan generasi penerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan yang maha Esa

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan yang maha Esa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan yang maha Esa yang harus disyukuri oleh setiap orang. Kehidupan yang diberikan kepada setiap manusia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) pertamakali ditemukan di propinsi Bali, Indonesia pada tahun 1987 (Pusat Data dan Informasi

Lebih terperinci

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun adalah suatu periode masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Tingkat aborsi tahunan di Asia berkurang antara tahun 1995 dan 2003 dari 33 menjadi 29 aborsi per 1.000 wanita berusia 15 44 tahun. Di Asia Timur, tingkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi, ikut berkembang pula perkembangan remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet yang dengan mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian No.169, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Reproduksi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5559) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mengalami proses perkembangan secara bertahap, dan salah satu periode perkembangan yang harus dijalani manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecepatan arus informasi dan semakin majunya teknologi sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 174 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian dan analisis data yang dilakukan mengenai selfesteem dua wanita dewasa muda yan pernah melakukan hubungan seksual pranikah di Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013). Tingkah laku yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan yaitu : 5.1.1. Indikator Identitas Diri Menurut subjek SN dan GD memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini merupakan era globalisasi dimana sering terjadi perdagangan manusia, budaya luar dengan mudahnya masuk dan diadopsi oleh masyarakat sehingga memunculkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011) prestasi belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011) prestasi belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011) prestasi belajar merupakan penguasaan pengetahuan atas keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran lazimnya ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tri Lestari Octavianti,2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 1 KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. Tri Lestari Octavianti,2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 1 KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berdasarkan hasil penelitian Universitas Indonesia dan Australian National University pada 2010, Sebanyak 20,9 persen remaja putri di Indonesia telah hamil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomis. 1 Pengertian tersebut dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomis. 1 Pengertian tersebut dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Undang-undang (UU) Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mendefinisikan arti kesehatan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja ialah suatu waktu kritis seseorang dihadapkan pada berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan menyangkut moral, etika, agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Status dan kondisi anak Indonesia adalah paradoks. Secara ideal, anak adalah pewaris dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam perkembangan manusia. Dalam masa remaja terjadi banyak perubahan, baik secara fisik maupun psikis. Perubahan

Lebih terperinci

SURVEI PERILAKU KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA SISWA SMA NEGERI PERKOTAAN DAN PEDESAAN DI KABUPATEN JEMBER

SURVEI PERILAKU KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA SISWA SMA NEGERI PERKOTAAN DAN PEDESAAN DI KABUPATEN JEMBER SURVEI PERILAKU KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA SISWA SMA NEGERI PERKOTAAN DAN PEDESAAN DI KABUPATEN JEMBER (Studi pada Siswa SMA Negeri Kelas XI di Kecamatan Kota dan di Luar Kecamatan Kota Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial, tentu membutuhkan interaksi dengan manusia lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan berhubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah HIV merupakan famili retrovirus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia terutama limfosit (sel darah putih) dan penyakit AIDS adalah penyakit yang merupakan

Lebih terperinci