III. HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Inge Hartono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Komposisi Mikrooganisme Penyusun Komposisi mikroba penyusun bioflok yang diamati dalam penelitian ini meliputi kelimpahan dan jenis bakteri dalam air media pemeliharaan dan usus ikan nila, serta kelimpahan dan jenis plankton dalam air media pemeliharaan Kelimpahan dan Jenis Bakteri Hasil pengamatan kelimpahan bakteri pada air media pemeliharaan ikan nila selama penelitian disajikan pada Gambar 1. Kelimpahan bakteri pada media pemeliharaan kedua perlakuan meningkat seiring dengan masa pemeliharaan. Pada perlakuan kontrol meningkat dari 2,1 x 1 4 CFU/mL menjadi 1,1 x 1 5 CFU/mL, sedangkan pada bioflok meningkat dari 2,1 x 1 4 CFU/mL menjadi 1,7 x 1 8 CFU/mL (Lampiran 5a). LOG (CFU/mL) ,25 5,5 4,33 4,33 AWAL AKHIR Masa Pemeliharaan KONTROL BIOFLOK Gambar 1. Kelimpahan bakteri dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 1 dan ke 84 Hasil identifikasi terhadap isolat bakteri yang terdapat pada air media pemeliharaan (Tabel 1) diperoleh 7 jenis bakteri pada bioflok yaitu Actinobacter sp., Listeria sp., Kurthia sp., Streptococcus sp., Actinobacillus sp, Bacillus sp., Micrococcus sp., dan 5 jenis bakteri pada kontrol yaitu Actinobacter sp., Listeria sp., Kurthia sp., Streptococcus sp., Actinobacillus sp.. Pada akhir masa pemeliharaan, bakteri yang tumbuh dominan pada kontrol yaitu Listeria sp. dan Kurthia sp, sedangkan pada bioflok didominasi oleh bakteri Bacillus sp. dan Micrococcus sp. Dari semua jenis bakteri yang berhasil diidentifikasi merupakan 6
2 dari kelompok bakteri heterotrof yaitu bakteri yang tumbuh dengan menggunakan karbon organik seperti molase sebagai sumber karbonnya. Tabel 1. Hasil identifikasi bakteri dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 1 dan ke 84. Perlakuan Awal (Pengenceran 1-1 ) Actinobacter sp. Listeria sp. Kurthia sp. Streptococcus sp. Actinobacillus sp. (Pengenceran 1-1 ) Actinobacter sp. Listeria sp. Kurthia sp. Streptococcus sp. Actinobacillus sp. Waktu Akhir (Pengenceran 1-2 ) Listeria sp. Kurthia sp. (Pengenceran 1-5 ). Bacillus sp. Micrococcus sp. Secara umum, kelimpahan bakteri pada usus ikan nila untuk semua perlakuan mengalami peningkatan. Pada akhir penelitian jumlah bakteri pada bioflok lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Jumlah bakteri pada perlakuan kontrol yaitu sekitar 2,26 x 1 5 CFU/g, sedangkan pada perlakuan bioflok 6,13 x 1 6 CFU/g (Gambar 2 dan Lampiran 5b). LOG (CFU/mL) ,42 3,42 Gambar 2. Kelimpahan bakteri dalam usus ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 1 dan ke 84 Hasil identifikasi terhadap isolat bakteri yang terdapat pada usus ikan nila (Tabel 2) diperoleh 4 jenis bakteri pada bioflok yaitu Listeria sp., Arachnia sp., Rothia sp., Bacillus., sp. dan 5 jenis bakteri pada kontrol yaitu Listeria sp., Arachnia sp., Rothia sp., Bacillus sp., Streptobacillus sp. Secara umum, jenis 5,38 6,79 AWAL AKHIR Masa Pemeliharaan KONTROL BIOFLOK 7
3 bakteri yang tumbuh pada kontrol lebih beragam dibanding bioflok. Pada akhir masa pemeliharaan, bakteri yang tumbuh dominan pada kontrol yaitu Listeria sp., Bacillus sp., dan Streptobacillus sp, sedangkan pada perlakuan bioflok hanya didominasi oleh jenis Bacillus sp. Tabel 2. Hasil identifikasi bakteri dalam usus ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 1 dan ke 84. Perlakuan Awal (Pengenceran 1-2 ) Listeria sp. Arachnia sp. Rothia sp. Waktu Akhir (Pengenceran 1-3 ) Bacillus sp. Streptobacillus sp. Listeria sp. (Pengenceran 1-2 ) Listeria sp. Arachnia sp. Rothia sp. (Pengenceran 1-4 ) Bacillus sp Kelimpahan dan Jenis Plankton Kelimpahan dan Jenis Fitoplankton Hasil pengamatan terhadap kelimpahan dan jenis fitoplankton ditunjukkan pada Gambar 3 dan Lampiran 6. Kelimpahan (x 1 4 sel/l) Cyanophyceae Chlorophyceae Euglenophyceae Bacillariophyceae Kelimpahan (x 1 4 sel/l) Cyanophyceae Chlorophyceae Euglenophyceae Bacillariophyceae a. Tengah penelitian b. Akhir penelitian Gambar 3. Kelimpahan fitoplankton dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 62 dan ke 84 Identifikasi jenis fitoplankton menunjukkan bahwa 4 kelompok fitoplankton yang terdapat dalam media pemeliharaan ikan nila baik perlakuan kontrol maupun bioflok yaitu Cyanophyceae, Chlorophyceae, Euglenophyceae, dan Bacillariophyceae (Lampiran 6). Adapun genus fitoplankton yang mendominasi perlakuan kontrol dan bioflok di akhir penelitian (Gambar 3b) adalah kelompok Cyanophyceae dari genus Microcystis sebanyak sel/l. 8
4 Sedangkan pada perlakuan bioflok kelompok Chlorophyceae dari genus Scenedesmus sebanyak sel/l. Selain kelimpahan dan jenis fitoplankton, pada penelitian ini juga dilakukan pengamatan klorofil-a. Hasil pengukuran konsentrasi klorofil-a pada akhir penelitian menunjukkan bahwa kandungan klorofil-a pada perlakuan kontrol relatif lebih tinggi dibanding perlakuan bioflok. Nilai kandungan klorofil-a pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 67,11 µg/l. sedangkan pada perlakuan bioflok sebesar 16,31 µg/l (Gambar 4). Klorofil-a (µg/l) ,83 47,83 AWAL 67,11 AKHIR Masa Pemeliharaan 16,31 KONTROL BIOFLOK Gambar 4. Kandungan klorofil-a dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 1 dan ke Kelimpahan dan Jenis Zooplankton Kelimpahan dan jenis zooplankton lebih rendah dibanding dengan kelimpahan dan jenis fitoplankton, baik pada perlakuan kontrol maupun bioflok (Gambar 5 dan Lampiran 7). Kelimpahan (sel/l) Protozoa Crustacea. a. Tengah penelitian b. Akhir penelitian Gambar 5. Kelimpahan zooplankton dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 62 dan ke Protozoa Crustacea 9
5 Ada dua kelompok zooplankton yang diidentifikasi dari air pemeliharaan baik pada perlakuan kontrol maupun perlakuan bioflok yaitu protozoa dan crustacea. Dari dua kelompok zooplankton ini, baik pada perlakuan kontrol maupun bioflok lebih didominasi oleh kelompok protozoa pada tengah penelitian (Gambar 5a dan Lampiran 7). Pada akhir penelitian, jumlah tertinggi protozoa terdapat pada perlakuan kontrol yang didominasi oleh Nebela sp sebanyak 975 sel/l. Jumlah zooplankton terendah dari kelompok crustacean pada tengah penelitian terdapat pada kedua perlakuan yaitu sebanyak 325 sel/l. Namun, pada akhir penelitian jumlah zooplankton kelompok crustacea meningkat lagi terutama pada perlakuan bioflok yaitu sebanyak 975 sel/l Kandungan Nutrisi pada Tabel 3. Komposisi proksimat bioflok pada akhir masa pemeliharaan disajikan Tabel 3. Komposisi proksimat bioflok dan kontrol dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 84. Komposisi Nutrisi (%) Perlakuan Protein 34,31 ±,92 37,37 ±,2 Lemak 11,2 ±,96 11,88 ±,8 Serat Kasar 17,31 ±,56 16,1 ±,48 Kadar Abu 23,31 ±,96 17,7 ±,47 Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa perlakuan bioflok memiliki kandungan protein dan lemak yang lebih tinggi dibanding perlakuan kontrol. Jumlah protein yang terdapat pada perlakuan bioflok yaitu sebesar 37,37% dan lemak sebesar 11,88%, sedangkan pada perlakuan kontrol sebesar 34,31% dan 11,2% Total Suspended Solid, Volatile Suspended Solid, Volume Flok Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai TSS meningkat pada tengah masa pemeliharaan dengan rata-rata nilai TSS pada perlakuan kontrol lebih tinggi dibanding dengan perlakuan bioflok (Gambar 6 dan Lampiran 8). Nilai TSS 1
6 tertinggi didapat pada perlakuan bioflok dengan nilai 139 mg/l pada akhir penelitian. TSS (mg/l) AWAL TENGAH AKHIR MasaPemeliharaan KONTROL BIOFLOK Gambar 6. Kandungan total padatan tersuspensi (TSS) dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 1, ke 62 dan ke 84 Hasil penelitian pada Gambar 7 menunjukkan bahwa VSS meningkat pada tengah masa pemeliharaan dengan rata-rata nilai VSS pada perlakuan kontrol lebih tinggi dibanding dengan perlakuan bioflok (Gambar 7 dan Lampiran 9). Nilai VSS tertinggi didapat pada perlakuan bioflok dengan nilai 117 mg/l pada akhir penelitian. VSS (mg/l) AWAL TENGAH AKHIR Masa Pemeliharaan KONTROL BIOFLOK Gambar 7. Kandungan volatile suspended solid (VSS) dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT pada hari ke 1, ke 62 dan ke 84 Volume flok tertinggi terdapat pada perlakuan bioflok dengan nilai 29 ml/l pada minggu ke-13 (Gambar 8 dan Lampiran 1). Tingginya nilai volume flok pada perlakuan bioflok menunjukkan bahwa bakteri pada kolam pemeliharaan dapat membentuk flok yang selanjutnya bisa dimanfaatkan ikan dan larva sebagai pakan. 11
7 Volume Flok (ml/l) Masa Pemeliharaan (minggu) Gambar 8. Volume flok dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT Kualitas Air Parameter kualitas air yang diamati dalam penelitian ini yaitu suhu, DO, ph, TAN, nitrat, nitrit, dan alkalinitas (Tabel 4). Tabel 4. Kualitas air dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT. Perlakuan Suhu ( o C) DO (mg/l) ph TAN (mg/l) Parameter Kualitas Air Nitrat Nitrit (mg/l) (mg/l) Alkalinitas (mg/l) 27,8-32, 4,7-6,6 7,28-8,29,169-1,,361-1,796,1-1, ,8-32,2 3,6-6,5 7,39-8,13,146 -,847,111-,956,23-1, Hasil pengamatan kualitas air menunjukkan bahwa semua parameter kualitas air selama pemeliharaan secara umum masih dalam kisaran optimal bagi ikan nila Oreochromis niloticus, kecuali nilai konsentrasi TAN. Nilai TAN tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol dengan nilai 1, mg/l pada minggu ke 6, sedangkan nilai TAN terendah terdapat pada perlakuan bioflok pada minggu ke 13 dengan nilai,15 mg/l (Gambar 9a dan Lampiran 11). Hasil pengamatan terhadap kandungan nitrit nitrogen pada air media pemeliharaan yang ditunjukkan pada Gambar 9b dan Lampiran 11 memperlihatkan bahwa nilai nitrit nitrogen semakin menurun hingga akhir penelitian. Secara umum nilai nitrit nitrogen perlakuan bioflok cenderung lebih rendah dibandingkan kontrol. Nilai nitrit tertinggi dan terendah terdapat pada perlakuan kontrol dengan nilai 1,25 mg/l dan,1 mg/l. Hasil pengamatan terhadap nilai nitrat nitrogen air media pemeliharaan menunjukkan bahwa konsentrasi nitrat pada perlakuan kontrol lebih berfluktuatif dibanding perlakuan bioflok. Nilai nitrat tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol 12
8 dengan nilai 1,8 mg/l pada minggu ke 4, sedangkan nilai nitrat terendah terdapat pada perlakuan bioflok dengan nilai,11 mg/l pada minggu ke 3 (Gambar 9c dan Lampiran 11). Hasil pengamatan terhadap nilai ph air media menunjukkan bahwa nilai ph perlakuan bioflok dan kontrol cenderung sama hingga akhir penelitian. Nilai ph pada perlakuan kontrol berkisar antara 7,28-8,29, dan pada perlakuan bioflok berkisar antara 7,39-8,13 (Tabel 4 dan Lampiran 11). Hasil pengukuran suhu air menunjukkan bahwa suhu air media pada kedua perlakuan cenderung sama hingga akhir penelitian. Nilai suhu pada perlakuan kontrol berkisar antara 27,8-32, o C, dan pada perlakuan bioflok berkisar antara 27,8-32,2 o C (Tabel 4 dan Lampiran 11). Nilai DO untuk kedua perlakuan pada Tabel 4 dan Lampiran 11 menunjukkan bahwa selama pemeliharaan terjadi fluktuasi DO dengan kisaran 3,6-6,6 mg/l. Nilai DO perlakuan bioflok cenderung lebih rendah dibanding perlakuan kontrol hingga akhir penelitian. Nilai DO tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol dengan nilai 6,6 mg/l pada minggu ke 12, sedangkan nilai DO terendah terdapat pada perlakuan bioflok dengan nilai 3,3 mg/l pada minggu ke 13. Hasil pengamatan alkalinitas air media pemeliharaan pada kedua perlakuan menunjukkan perbedaan nyata (Tabel 4 dan Lampiran 11). Nilai alkalinitas pada perlakuan bioflok cenderung lebih tinggi dibanding perlakuan kontrol. Nilai alkalinitas pada perlakuan kontrol berkisar antara mg/l, sedangkan pada perlakuan bioflok berkisar antara mg/l. 1,5 1,5 TAN (mg/l) 1,5 NO2-N (mg/l) 1, Masa Pemeliharaan (minggu) Masa Pemeliharaan (minggu) a. Kandungan TAN b. Kandungan Nitrit 13
9 NO3-N mg/l 2,5 2 1,5 1, Masa Pemeliharaan (minggu) c. Kandungan Nitrat Gambar 9. Kualitas air dalam air media pemeliharaan dan pemijahan ikan nila Oreochromis niloticus pada perlakuan kontrol dan BFT 3.2 Pembahasan Bakteri memegang peranan penting dalam dekomposisi nutrien organik di dalam kegiatan produksi akuakultur dan sedimen tambak (Hargreaves, 1998). Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa jumlah bakteri pada kedua perlakuan cenderung meningkat seiring dengan masa pemeliharaan. Pada perlakuan kontrol meningkat dari 2,1 x 1 4 CFU/mL menjadi 1,1 x 1 5 CFU/mL, sedangkan pada bioflok meningkat dari 2,1 x 1 4 CFU/mL menjadi,7 x 1 8 CFU/mL. Tingginya jumlah bakteri pada perlakuan bioflok pada akhir penelitian diduga karena adanya penambahan molase yang dilakukan secara terus-menerus hingga akhir pemeliharaan. Zhu dan Chen (21) juga menyatakan bahwa bakteri heterotrof dominan pada sistem bioflok karena proses nitrifikasi dihambat oleh penambahan karbon organik sehingga penambahan pakan berbahan baku biji-bijian dan molase dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri heterotrof dan membatasi nitrifikasi. Molase merupakan salah satu jenis sumber karbon yang dapat menstimulus pertumbuhan bakteri heterotrof (De Schryver et al., 29). Liu dan Han (24) menyatakan bahwa pertumbuhan bakteri dibatasi oleh keseimbangan nutrien dalam air. Nutrien yang diduga membatasi pertumbuhan bakteri dalam lingkungan budidaya adalah karbon. Bakteri heteretrof yang dominan di ekosistem kolam, ditandai dengan pembentukan suspensi berupa gumpalan flok secara kualitatif lebih menguntungkan, dengan stabilisasi ph (Widanarni et al., 212). McIntosh (21) dan Aiyushirota (21) menyatakan bahwa beberapa faktor kunci pengembangan sistem heterotrof dalam budidaya yaitu: (1) padat tebar tinggi, (2) aerasi cukup untuk mempertahankan pengadukan air, dan (3) input bahan organik 14
10 yang tinggi yang akan dimanfaatkan sebagai sumber makanan oleh ikan dan bakteri, serta dapat menciptakan keseimbangan nutrien yang dibutuhkan bakteri seperti karbon dan nitrogen. Secara umum, jenis bakteri yang berhasil diidentifikasi merupakan kelompok bakteri heterotrof yaitu bakteri yang tumbuh dengan menggunakan karbon organik seperti molase sebagai sumber karbonnya. Sterrit dan Lester (1988) menyatakan bahwa genus Bacillus merupakan salah satu kelompok bakteri heterotrof jenis mayor yang ditemukan sebagai penyusun flok dalam lumpur aktif (bioflok), sedangkan genus Micrococcus merupakan jenis bakteri heterotrof minor yang ada dalam bioflok. Secara umum, kelimpahan bakteri pada usus ikan nila untuk semua perlakuan mengalami peningkatan seiring dengan masa pemeliharaan. Pengamatan kelimpahan bakteri pada usus ikan nila bertujuan untuk mengetahui jenis bakteri yang mendominasi usus ikan tersebut. Pada akhir penelitian jumlah bakteri di usus pada bioflok lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Jumlah bakteri pada perlakuan kontrol yaitu sekitar 2,26 x 1 5 CFU/g, sedangkan pada perlakuan bioflok 6,13 x 1 6 CFU/g (Gambar 2). Tingginya jumlah bakteri pada perlakuan bioflok ini diduga pada perlakuan bioflok, ikan lebih banyak memanfaatkan flok sebagai sumber makanan dibanding dengan perlakuan kontrol. De Schryver et al. (28) menyatakan bahwa biomassa bakteri heterotrof dapat membentuk agregat (flok) bersama dengan mikroba lain, yang selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh organime budidaya. mengandung protein, asam lemak tak jenuh, dan lipid yang tinggi (Tabel 3) sehingga cocok digunakan sebagai pakan untuk ikan. juga dapat dikatakan sebagai SCP (Single Cell Protein). Menurut El-Sayed (1999), SCP dapat dipertimbangkan sebagai alternatif sumber protein bagi spesies ikan karena mengandung nutrisi dan dapat diproduksi dengan biaya murah. SCP terdiri dari mikroorganisme berupa unicellular alga, fungi, bakteri, cyanobacteria dan yeast. Eksperimen yang dilakukan oleh Avnimelech (1999), pemanfaatan protein oleh ikan pada sistem intensif bioflok hampir dua kali lipat lebih tinggi daripada penggunaan protein pada sistem akuakultur intensif secara konvensional disebabkan pengembalian ekskresi nitrogen menjadi protein mikroba. 15
11 Hasil identifikasi bakteri pada kedua perlakuan menunjukkan bahwa bakteri yang tumbuh dominan pada usus ikan kontrol yaitu Listeria sp., Bacillus sp., dan Streptobacillus sp., sedangkan pada perlakuan bioflok usus ikan hanya didominasi oleh jenis Bacillus sp. Hal ini menunjukkan bahwa ikan nila pada perlakuan bioflok memang benar memanfaatkan bioflok sebagai pakan ikan. Aiyushirota (21) menyatakan bahwa Bacillus mampu menyeimbangkan mikroflora dalam usus yaitu untuk menekan bakteri yang merugikan dan meningkatkan kekebalan tubuh pada udang dan ikan. Hasil pengamatan terhadap kelimpahan dan jenis fitoplankton menunjukkan bahwa tingginya kandungan klorofil-a pada kontrol sejalan dengan tingginya kelimpahan fitoplankton pada perlakuan tersebut (Gambar 3 dan Lampiran 6). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Widanarni et al. (212) bahwa konsentrasi klorofil-a pada kontrol relatif lebih tinggi dibanding perlakuan bioflok. Hasil pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa tampak plankton yang mengumpul bersama dengan bakteri pada perlakuan bioflok (Gambar 1). Avnimelech (27) menyatakan bahwa pada kolam dengan sistem bioflok, bakteri heterotrof dan alga ditumbuhkan bersama-sama dalam flok di bawah kondisi terkontrol pada kolam budidaya dengan minimal pertukaran air. (a). Scenedesmus sp. (b). Pediastrum sp. Gambar 1. Mikrograf bioflok yang diambil dari media pemeliharaan induk ikan nila Oreochromis niloticus dengan aplikasi teknologi bioflok pada hari ke 14 (perbesaran 1 x). Tanda panah menunjukkan mikroalga yang terdapat dalam bioflok (a) Scenedesmus sp., (b) Pediastrum sp.. 16
12 Menurut Nybakken (1988), di dalam kolom perairan, kuantitas dan kualitas fitoplankton selalu berubah-ubah sesuai dengan kondisi lingkungan hidupnya seperti suhu, salinitas, cahaya matahari, ph, kekeruhan, dan konsentrasi unsur hara serta berbagai senyawa lainnya. Jenis fitoplankton yang mendominasi perlakuan kontrol di akhir penelitian (Gambar 4b dan Lampiran 6) adalah kelompok Cyanophyceae dari spesies Microcystis sp.. Pada kondisi blooming ini Microcystis dapat menghasilkan racun yang disebut microcystin. Microcystin mempunyai sifat toksik tinggi baik terhadap tumbuhan maupun hewan sampai dapat menyebabkan kematian. Toksisitas Microcystis aeruginosa pada ikan ditandai dengan adanya perubahan histopatologi pada hati dan usus (Barnes & Mann, 1991; Retnaningdyah et al., 27). Hati mempunyai peranan dalam sintesis material yang akan diakumulasikan pada ovarium saat siklus reproduksi (Ishibashi et al., 1994), oleh karena itu dapat dikatakan bahwa microcystin ini secara tidak langsung dapat menghambat sistem reproduksi pada ikan. Pada perlakuan bioflok juga ditemukan fitoplankton yang didominasi oleh kelompok Chlorophyceae dari spesies Scenedesmus sp. sebanyak sel/l. Rendahnya pertumbuhan fitoplankton pada perlakuan bioflok diduga karena adanya kompetisi nutrien antara bakteri dan fitoplankton. Kecepatan bakteri dalam mengambil nutrien lebih tinggi dibanding fitoplankton (Bolter et al., 27). Secara alami, plankton berkumpul diantara bakteri dan nanoflagellata heterotrof kira-kira 1-7% di bawah kolom air (Bloem et al., 1989). Faktor-faktor pembatas penting bagi kehidupan penting fitoplankton diantaranya: sinar matahari, nutrient terpakai, dan pemangsaan (Basmi, 1995). Kelompok zooplankton yang diidentifikasi pada perlakuan bioflok maupun kontrol yaitu protozoa dan crustacean. Secara umum, kelimpahan zooplankton pada perlakuan kontrol cenderung lebih rendah dibanding perlakuan bioflok. Davis (1995) menjelaskan dalam salah satu teori penting yang dapat menggambarkan hubungan terbalik antara fitoplankton dengan zooplankton, yaitu theory of animal exclusion, atau teori penyingkiran hewan. Teori ini menyatakan bahwa selama zooplankton melakukan migrasi vertikal harian akan menemui hambatan untuk mencapai permukaan jila berjumpa dengan populasi fitoplankton 17
13 yang sangat padat. Hal ini diduga karena fitoplankton menghasilkan suatu zat kimia sehingga zooplankton tidak bisa mendekati. Hasil pengamatan terhadap kandungan nutrisi bioflok yang tumbuh pada air media pemeliharaan ikan antara perlakuan bioflok dan kontrol menunjukkan hasil yang hampir sama yaitu protein sebesar 37,37% dan lemak sebesar 11,88%, sedangkan pada perlakuan kontrol yaitu protein sebesar 34,31% dan lemak sebesar 11,2%. Hal ini sesuai dengan pernyataan De schryver et al. (28) yang menyatakan bahwa bioflok mengandung protein, asam lemak tak jenuh, dan lipid yang tinggi sehingga cocok digunakan sebagai pakan untuk ikan. Pakan ikan umumnya mengandung protein 1-5%, lipid 1-25%, karbohidrat 15-2%, abu <8,5%, fosfor <1,5%, air kurang dari <1%, dan sedikit vitamin dan mineral. Demikian juga bioflok mengandung protein, asam lemak tak jenuh, dan lipid yang tinggi sehingga cocok digunakan sebagai pakan untuk ikan. Padatan tersuspensi total (TSS) merupakan sejumlah bahan partikulat yang berada dalam air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai TSS semakin meningkat seiring dengan masa pemeliharaan. Nilai TSS tertinggi terdapat pada perlakuan bioflok dengan nilai 139 mg/l. Menurut De Schryver et al. (28), nilai TSS pada teknologi bioflok dianjurkan berkisar 2-1 mg/l. Namun, pada penelitian ini nilai TSS masih berada di bawah kisaran yang dianjurkan. Tingginya nilai TSS pada perlakuan bioflok dibanding dengan perlakuan kontrol diduga dikarenakan adanya penambahan molase sebagai sumber karbon yang menyebabkan lebih banyak koloni bakteri di air. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Azim dan Little (28) tentang budidaya ikan nila berbasis bioflok pada kolam indoor dimana nilai TSS pada kolam bioflok sebesar 597 mg/l dan kolam kontrol tanpa bioflok sebesar 16 mg/l. Menurut Schneider et al. (26), VSS merupakan hasil produksi bakteri yang produksinya dapat dihambat oleh keterbatasan nutrien seperti N dan P. Nilai VSS meningkat bersamaan dengan peningkatan pemberian sumber karbon pada media pemeliharaan ikan. Meskipun belum ada data yang dapat dianjurkan pada budidaya berbasis bioflok namun VSS dijadikan sebagai parameter utama dan penting bagi keberadaan bioflok pada sistem budidaya dengan teknologi bioflok (De Schryver et al., 28). Hasil penelitian pada Gambar 7 dan Lampiran 9 18
14 menunjukkan bahwa nilai VSS semakin meningkat seiring dengan masa pemeliharaan. Nilai VSS tertinggi terdapat pada perlakuan bioflok dengan nilai 117 mg/l. Volume flok merupakan salah satu indikator terjadinya flokulasi pada media pemeliharaan. Volume flok adalah jumlah padatan tersuspensi selama periode waktu tertentu pada wadah kerucut terbalik (Effendi, 23). Gambar 8 dan Lampiran 1 menunjukkan bahwa volume flok pada perlakuan bioflok lebih tinggi dibanding dengan kontrol. Volume flok tertinggi terdapat pada perlakuan bioflok dengan nilai 29 ml/l pada minggu ke-13. Tingginya nilai volume flok pada perlakuan bioflok menunjukkan bahwa bakteri pada kolam pemeliharaan dapat membentuk flok yang selanjutnya bisa dimanfaatkan ikan sebagai pakan. Hasil pengamatan kualitas air menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi konsentrasi TAN selama pemeliharaan terutama pada perlakuan kontrol. Nilai tertinggi TAN terdapat pada perlakuan kontrol pada minggu ke 6 yaitu 1 mg/l. Sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan bioflok pada minggu ke 13 dengan nilai,146 mg/l. Tingginya nilai TAN pada perlakuan kontrol diduga diakibatkan oleh akumulasi sisa pakan dan feses pada bak pemeliharaan. Sedangkan rendahnya nilai TAN pada perlakuan bioflok diduga dikarenakan TAN yang merupakan hasil dari dekomposisi pakan yang tidak termakan, feses serta ekskresi ikan, selain dimanfaatkan oleh bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi yang mengkonversi TAN menjadi nitrit, nitrat, dan gas N 2, juga dimanfaatkan oleh bakteri flok. Adanya penambahan bahan berkarbon pada perlakuan bioflok, akan mendorong pemanfaatan nitrogen yang terdapat dalam kolam budidaya oleh bakteri untuk memproduksi protein mikroba yang selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh ikan. Penambahan bahan berkarbon ini terbukti mampu mengurangi nitrogen anorganik dan menggantikan protein pakan (Avnimelech, 1999). Hasil pengamatan terhadap kandungan nitrit nitrogen pada media pemeliharaan cenderung berfluktuatif. Namun, secara umum nilai nitrit nitrogen pada perlakuan bioflok cenderung lebih rendah dibandingkan kontrol (Lampiran 11b). Hal ini karena teknologi bioflok berdasar pada konversi secara langsung amonia-nitrogen perairan oleh bakteri heterotrof menjadi biomassa atau protein mikroba (Ebeling et al., 26). Adanya nitrit nitrogen pada perlakuan bioflok 19
15 mengindikasikan adanya proses nitrifikasi yang berlangsung dalam sistem budidaya. Nitrat merupakan produk akhir dari proses nitrifikasi dan akan bersifat toksik pada konsentrasi di atas 3 ppm (Masser et al., 1999). Hasil pengamatan terhadap kandungan nitrat nitrogen air media pemeliharaan ikan selama penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi nitrat nitrogen pada perlakuan kontrol lebih berfluktuasi dibanding perlakuan bioflok (Lampiran 11c). Konsentrasi nitrat dan nitrit menunjukkan hubungan yang saling berlawanan, dimana saat nitrit rendah maka nitrat tinggi. Hal ini menunjukkan berlangsungnya proses nitrifikasi oleh bakteri yang mengoksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat. Proses nitrifikasi lebih banyak terjadi pada sistem autotrofik. Avnimelech (1999) menyatakan bahwa dengan adanya penambahan bahan organik dengan rasio C/N bahan organik lebih besar dari 1 akan menyebabkan pertukaran sistem autotrofik menjadi sistem heterotrofik. Hasil pengukuran nilai ph air pada media pemeliharaan menunujukkan bahwa terjadi fluktuasi nilai ph pada kedua perlakuan. Nilai ph pada perlakuan kontrol berkisar antara 7,28-8,29, sedangkan pada perlakuan bioflok berkisar antara 7,39 8,13 (Lampiran 11f). Menurut Popma dan Masser (1999), umumnya ikan nila dapat hidup pada kisaran ph 5-1, tetapi untuk pertumbuhan terbaik yaitu pada kisaran ph 6-9. Hal ini menunjukkan bahwa ph air masih layak untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan nila. Hasil pengukuran suhu air pada semua bak perlakuan tidak menunjukkan perbedaan (Tabel 5 dan Lampiran 11e) dan berada dalam batas yang layak bagi pertumbuhan ikan nila. Menurut Hepher and Pruginin (1981), bahwa suhu yang optimal untuk budidaya ikan nila berkisar antara 25 o C sampai dengan 32 o C. Pengaruh suhu pada kolam bioflok relatif lebih komplek. Selain berpengaruh terhadap laju metabolisme bakteri, suhu juga mempengaruhi kelarutan oksigen dalam air, semakin meningkatnya suhu maka kelarutan oksigen akan semakin menurun. Oksigen terlarut memegang peranan penting dalam sistem budidaya terutama pada sistem budidaya intensif yang menerapkan teknologi bioflok. Hasil pengukuran nilai DO pada semua bak perlakuan menunjukkan bahwa nilai DO 2
16 pada perlakuan kontrol cenderung lebih tinggi dibanding perlakuan bioflok. Popma dan Masser (1999) menyatakan bahwa kisaran DO selama pemeliharaan ikan nila diusahakan diatas 2,-2,5 mg/l. Hasil pengukuran alkalinitas pada semua bak perlakuan menunjukkan perbedaan (Tabel 5 dan Lampiran 11g). Nilai alkalinitas pada perlakuan bioflok cenderung lebih tinggi dibanding perlakuan kontrol. Menurut Mackay dan Van Toever (1981), adanya proses nitrifikasi akan diikuti pula oleh adanya penurunan nilai alkalinitas yang akan menurunkan ph. Hal ini disebabkan karena adanya proses nitrfikasi dari amonia oleh bakteri yang memanfaatkan sumber karbon akan membangun ion hidrogen, sehingga akan menurunkan nilai alkalinitas. 21
KOMPOSISI MIKROORGANISME PENYUSUN DAN KANDUNGAN NUTRISI BIOFLOK DALAM MEDIA PEMELIHARAAN INDUK IKAN NILA
KOMPOSISI MIKROORGANISME PENYUSUN DAN KANDUNGAN NUTRISI BIOFLOK DALAM MEDIA PEMELIHARAAN INDUK IKAN NILA Oreochromis niloticus DENGAN APLIKASI TEKNOLOGI BIOFLOK NORA PUTRI SARI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
Lebih terperinciOPTIMASI BUDIDAYA SUPER INTENSIF IKAN NILA RAMAH LINGKUNGAN:
OPTIMASI BUDIDAYA SUPER INTENSIF IKAN NILA RAMAH LINGKUNGAN: DINAMIKA MIKROBA BIOFLOK Widanarni Dinamella Wahjuningrum Mia Setiawati INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 BUDIDAYA INTENSIF SUPLAI PAKAN (PROTEIN)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya ikan lele merupakan salah satu jenis usaha budidaya perikanan yang semakin berkembang. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan teknologi budidaya yang relatif
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Udang putih (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udang putih (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas perikanan laut Indonesia yang memiliki nilai ekonomi tinggi baik di pasar domestik maupun global. 77%
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) merupakan ikan lele hasil persilangan antara induk betina F 2 dengan induk jantan F 6 sehingga menghasilkan F 26. Induk jantan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang banyak digemari
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang banyak digemari masyarakat Indonesia. Ikan nila adalah memiliki resistensi yang relatif tinggi terhadap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam suatu sistem yang terkontrol sehingga pertumbuhan dan perkembangan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya ikan merupakan suatu kegiatan dengan tujuan pemeliharaan ikan dalam suatu sistem yang terkontrol sehingga pertumbuhan dan perkembangan ikan dapat dimonitor. Kegiatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dibudidayakan pada lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat penebaran
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang mudah dibudidayakan pada lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat penebaran yang tinggi, dengan
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi penduduk dunia pertengahan 2012 mencapai 7,058 milyar dan diprediksi akan meningkat menjadi 8,082 milyar pada tahun 2025 (Population Reference Bureau, 2012).
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ikan lele sangkuriang merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah umum
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele sangkuriang merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah umum dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Karakteristik dari ikan lele yang memiliki pertumbuhan
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi terdapat kendala yang dapat menurunkan produksi berupa kematian budidaya ikan yang disebabkan
Lebih terperinciBab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman
Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan tatanama ikan nila menurut Cholik et al. (2005), adalah sebagai
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Ikan Nila Merah Ikan nila yang digunakan dalam penelitian ini adalah strain nila merah. Klasifikasi dan tatanama ikan nila menurut Cholik et al. (2005), adalah sebagai berikut
Lebih terperinciBab V Hasil dan Pembahasan
biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nila 2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan (1991) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Sub Kingdom : Metazoa
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui
Lebih terperinci3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele.
17 3. METODE Rangkaian penelitian ini terdiri dari empat tahap penelitian. Seluruh kegiatan dilakukan dalam kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2011 di Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (d/h Loka Riset
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu
Lebih terperinciPERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK
PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
. HASIL DAN PEMBAHASAN.. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi
Lebih terperinciPERBANDINGAN KARBON DAN NITROGEN PADA SISTEM BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus)
e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 1 Oktober 2014 ISSN: 2302-3600 PERBANDINGAN KARBON DAN NITROGEN PADA SISTEM BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus)
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang menurut Kordi (2010) adalah sebagai berikut :
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspek Biologi Ikan Lele Sangkuriang 2.1.1 Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang Klasifikasi ikan lele sangkuriang menurut Kordi (2010) adalah sebagai berikut : Kingdom Kelas Sub kelas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah
Lebih terperinciBY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA
BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik (Specific Growth Rate) Selama 40 hari masa pemeliharaan nilem terjadi peningkatan bobot dari 2,24 ± 0,65 g menjadi 6,31 ± 3,23 g. Laju
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan
Lebih terperinciPENAMBAHAN TEPUNG BIOFLOK SEBAGAI SUPLEMEN PADA PAKAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) ABSTRAK
e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 2 Februari 2016 ISSN: 2302-3600 PENAMBAHAN TEPUNG BIOFLOK SEBAGAI SUPLEMEN PADA PAKAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) Cindy Ria
Lebih terperinciPARAMETER KUALITAS AIR
KUALITAS AIR TAMBAK PARAMETER KUALITAS AIR Parameter Fisika: a. Suhu b. Kecerahan c. Warna air Parameter Kimia Salinitas Oksigen terlarut ph Ammonia Nitrit Nitrat Fosfat Bahan organik TSS Alkalinitas Parameter
Lebih terperinciMANAJEMEN KUALITAS AIR
MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,
Lebih terperinciII. METODE PENELITIAN
5 TINJAUAN PUSTAKA Limbah Budidaya Ikan Ada sebagian dari pakan tidak bisa digunakan dalam sistem atau tidak dikonsumsi. Pakan yang dikonsumsi sebagian diubah menjadi biomassa ikan dan sebagian dikeluarkan
Lebih terperinciTingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme
Lebih terperinciTingkat Kelangsungan Hidup
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Bakteri Penitrifikasi Sumber isolat yang digunakan dalam penelitian ini berupa sampel tanah yang berada di sekitar kandang ternak dengan jenis ternak berupa sapi,
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman
Lebih terperinciEFEKTIVITAS PENGGUNAAN BEBERAPA SUMBER BAKTERI DALAM SISTEM BIOFLOK TERHADAP KERAGAAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) ABSTRAK
e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 1 Oktober 2015 ISSN: 2302-3600 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BEBERAPA SUMBER BAKTERI DALAM SISTEM BIOFLOK TERHADAP KERAGAAN IKAN NILA (Oreochromis
Lebih terperinciFaktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele (Clarias gariepinus) Koefisien Kecernaan Pakan (KKP) dan Koefisien Kecernaan Protein (KKProt) menggambarkan
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan, mulai bulan Juli hingga November 2009. Pemeliharaan ikan dilakukan di Kolam Percobaan, Departemen Budidaya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas perairan merupakan faktor utama yang harus dipenuhi sebelum menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya perikanan tidak sekedar
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi kontrol, kultivasi menggunakan aerasi (P1) dan kultivasi menggunakan karbondioksida
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.
3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Udang vannamei merupakan salah satu jenis udang yang potensial untuk
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang vannamei merupakan salah satu jenis udang yang potensial untuk dibudidayakan karena memiliki laju pertumbuhan yang relatif cepat serta kemampuan adaptasi yang relatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele (Clarias gariepinus) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia karena permintaannya terus meningkat setiap
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perairan Laut Belawan Perairan Laut Belawan yang berada di Kecamatan Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara banyak digunakan oleh masyarakat setempat untuk berbagai aktivitas.
Lebih terperinciPendahuluan. Pada umumnya budidaya dilakukan di kolam tanah, dan sebagian di kolam semen.
OLEH : Ir. SUPRATO Pendahuluan Budidaya lele telah berkembang sejak lama. Awalnya jenis ikan lele yang dibudidayakan adalah lele lokal (Clarias batrachus L.) dengan waktu pemeliharaan 6 8 bulan, dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan dibagi menjadi dua jenis, pakan buatan dan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu input penting dalam budidaya ikan. Pakan menghabiskan lebih dari setengah biaya produksi dalam kegiatan budidaya ikan. Dalam kegiatan budidaya
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Bobot Harian Bobot benih ikan nila hibrid dari setiap perlakuan yang dipelihara selama 28 hari meningkat setiap minggunya. Bobot akhir benih ikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk dan pesatnya pembangunan menyebabkan sumber air bersih berkurang, khususnya di daerah perkotaan. Saat ini air bersih menjadi barang yang
Lebih terperinciPEMANFAATAN BIOFLOK DARI LIMBAH BUDIDAYA LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SEBAGAI PAKAN NILA (Oreochromis niloticus) ABSTRAK
e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PEMANFAATAN BIOFLOK DARI LIMBAH BUDIDAYA LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SEBAGAI PAKAN NILA (Oreochromis niloticus)
Lebih terperinciBUDIDAYA UDANG VANAME SISTEM BIOFLOK
BUDIDAYA UDANG VANAME SISTEM BIOFLOK Brata Pantjara, Agus Nawang, Usman, dan Rachmansyah Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros, Sulawesi Selatan 90512 E-mail: bpantjara@yahoo.com
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan pembenihan pakan alami telah terbukti baik untuk larva.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kegiatan pembenihan pakan alami telah terbukti baik untuk larva. Pakan alami yang banyak digunakan dalam budidaya perikanan adalah mikroalga. Mikroalga merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila merah (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu komoditas budidaya perikanan yang banyak dikonsumsi, karena dagingnya enak, juga merupakan sumber protein
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan organisme air fotoautropik uniseluler atau multiseluler (Biondi and Tredici, 2011). Mikroalga hidup dengan berkoloni, berfilamen atau helaian pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. Permasalahan yang sering dihadapi adalah tingginya
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya
Lebih terperinci2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan
Lebih terperinciLampiran 1. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap tingkat kelangsungan hidup (survival rate) benih ikan nilem
LAMPIRAN 32 Lampiran 1. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap tingkat kelangsungan hidup (survival rate) benih ikan nilem Sumber Keragaman JK DB KT F-hit Sig. Perlakuan 5,662 2 2,831 1,469 0,302
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budidaya ikan hias dapat memberikan beberapa keuntungan bagi pembudidaya antara lain budidaya ikan hias dapat dilakukan di lahan yang sempit seperti akuarium atau
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan
Lebih terperinciPengaruh Pemberian C/N Rasio Berbeda Terhadap Pembentukan Bioflok Dan Pertumbuhan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Jurnal Perikanan Kelautan Vol. VII No. 1 /Juni 2016 (41-47) Pengaruh Pemberian C/N Rasio Berbeda Terhadap Pembentukan Bioflok Dan Pertumbuhan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Muhamad Wijaya, Rita Rostika,
Lebih terperinciPERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding Rate YANG BERBEDA
e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 1 Oktober 2015 ISSN: 2302-3600 PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya ikan pada dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau,
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. Denpasar dengan kondisi awal lumpur berwarna hitam pekat dan sangat berbau. Air
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Pembibitan (Seeding) Lumpur Aktif Pembibitan (seeding) lumpur aktif dilakukan dengan mengambil sedimen lumpur dari tiga sumber (lokasi). Sumber lumpur pertama adalah IPAL Suwung Denpasar
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di ekosistem perairan rawa. Perairan rawa merupakan perairan tawar yang menggenang (lentik)
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian
TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah
Lebih terperinciAnalisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri
11 didinginkan. absorbansi diukur pada panjang gelombang 410 nm. Setelah kalibrasi sampel disaring dengan milipore dan ditambahkan 1 ml natrium arsenit. Selanjutnya 5 ml sampel dipipet ke dalam tabung
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila Merah Nila merah (Oreochromis niloticus) didatangkan ke Indonesia awal tahun 1981 oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar (Santoso 2000).
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan alami memiliki peran penting dalam usaha akuakultur, terutama pada proses pembenihan. Peran pakan alami hingga saat ini belum dapat tergantikan secara menyeluruh.
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pakan merupakan kebutuhan penting dan berpengaruh besar dalam kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya usaha budidaya perikanan. Pakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)
9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan padat tebar yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari parameter biologi, parameter kualitas air dan parameter ekonomi.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah satu unsur yang dapat mempengaruhi kualitas air yakni unsur karbon (Benefield et al., 1982).
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan institusi pelayanan bidang kesehatan dengan bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun promotif (Kusumanto,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Ikan Bawal (Colossoma macropomum) Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) merupakan spesies ikan yang potensial untuk dibudidayakan baik di kolam maupun di keramba.
Lebih terperinci