PENGARUH PENYIMPANAN DAUN DAN VOLUME AIR PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK KAYU PUTIH JAUHAR KHABIBI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PENYIMPANAN DAUN DAN VOLUME AIR PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK KAYU PUTIH JAUHAR KHABIBI"

Transkripsi

1 i PENGARUH PENYIMPANAN DAUN DAN VOLUME AIR PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK KAYU PUTIH JAUHAR KHABIBI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 iii RINGKASAN Jauhar Khabibi. Pengaruh Penyimpanan Daun dan Volume Air Penyulingan Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Kayu Putih. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr. Minyak kayu putih merupakan salah satu komoditas minyak atsiri yang banyak digunakan di Indonesia. Tetapi nilai produktivitas minyak kayu putih sendiri di Indonesia mengalami fluktuasi dan cenderung menurunan. Penurunan produksi minyak kayu putih ini salah satunya disebabkan nilai rendemen minyak kayu putih yang rendah di pabrik minyak kayu putih. Produksi minyak kayu putih juga dipengaruhi oleh penyimpanan daun. Penyimpanan daun cenderung memberikan pengaruh negatif terhadap rendemen dan mutu minyak kayu putih dan pada beberapa kondisi, penyimpanan daun tidak bisa dihindari. Penyimpanan daun Melaleuca leucadendron Linn. dengan berat 2,5 kg dilakukan di atas alas plastik selama 1, 2 dan 3 hari. Ketika penyimpanan berlangsung diberikan 2 perlakuan, yaitu pengadukan dan tanpa pengadukan. Pengadukan dilakukan selama 12 jam dengan interval waktu 2 jam. Selain itu, ketika penyulingan digunakan perlakuan berupa variasi volume air penyulingan dengan menggunakan air 3 liter dan 4 liter. Setelah minyak kayu putih diperoleh dilakukan pengujian sifat fisika dan kimia minyak kayu putih beserta nilai rendemennya sesuai dengan standar nasional Indonesia (SNI ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan daun M. leucadendron Linn. dan semakin sedikit volume air penyulingan mengakibatkan rendemen minyak kayu putih yang dihasilkan semakin menurun. Begitu juga hasil pengujian kadar sineol dan kelarutan dalam etanol 70% pada minyak kayu putih menunjukan kecenderungan yang sama. Sedangkan untuk hasil pengujian bobot jenis, indeks bias dan putaran optik menunjukan kecenderungan yang semakin naik. Dari hasil pengujian ini, mutu semua contoh uji minyak kayu putih masuk ke dalam standar nasional Indonesia (SNI ). Sedangkan untuk standar essential oil association of USA (EOA) hanya nilai kelarutan dalam etanol 70% yang tidak memenuhi persyaratan. Kata kunci : penyimpanan daun, volume air penyulingan, minyak kayu putih.

3 iv PENGARUH PENYIMPANAN DAUN DAN VOLUME AIR PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK KAYU PUTIH JAUHAR KHABIBI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

4 ii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Penyimpanan Daun dan Volume Air Penyulingan Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Kayu Putih adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2011 Jauhar Khabibi NIM E

5 v Judul Skripsi : Pengaruh Penyimpanan Daun dan Volume Air Penyulingan Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Kayu Putih Nama Mahasiswa : Jauhar Khabibi NIM : E Menyetujui Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr NIP Mengetahui Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc NIP Tanggal Lulus :

6 vi UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini, penulis dengan kerendahan hati ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran selama penelitian hingga penyelesaian karya ilmiah ini. 2. Bapak Ir. Dedep Sarip Nawawi, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Ahmad Budiaman, M.Sc selaku ketua sidang dan penguji sidang yang telah meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan nasehatnya kepada penulis. 3. Keluarga tercinta Bapak (H. Mansur), Ibu (Nurhayati), kakak (Yayuk Eka Wijayanti) dan Adik (Atok Illah H.) yang telah memberi semangat dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. 4. Bapak Iwan selaku Asmen Pabrik Minyak Kayu Putih Jatimunggul Perum Perhutani III Jawa Barat dan Banten yang telah meluangkan waktu dan memberikan bantuan kemudahan dalam memperoleh bahan baku penelitian. 5. Bapak Totok dan Ibu Puji yang telah memberikan pengarahan dalam melakukan pengujian di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor. 6. Teman-teman THH 44, Fahutan 44 dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Bogor, September 2011 Jauhar Khabibi

7 vii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Penyimpanan Daun dan Volume Air Penyulingan Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Kayu Putih. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan nilai rendemen, menganalisis sifat fisika dan kimia serta menentukan mutu minyak kayu putih yang dihasilkan dari penyimpanan daun kayu putih yang dipengaruhi oleh faktor volume air penyulingan, perlakuan ketika penyimpanan dan lama penyimpanan daun kayu putih. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya kepada penulis, kepada bapak dan ibu serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya dan kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian karya ilmiah ini. Penulis juga menyadari karya ini masih jauh dari sempurna. Segala kritikan dan saran penulis terima dengan senang hati. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin. Bogor, September 2011 Jauhar Khabibi

8 viii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Blitar, Jawa Timur pada tanggal 30 April 1988 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dalam keluarga Bapak H. Mansur dan Ibu Nurhayati. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Tunjung 03 Kabupaten Blitar, sekolah lanjutan tingkat pertama di MTsN Kunir Kabupaten Blitar dan sekolah lanjutan tingkat atas di SMAN 01 Kota Blitar. Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan memilih mayor Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dibeberapa organisasi kemahasiswaan, yaitu sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Hutan Bidang PSDM 2008/2009, staf public relation International Forestry Students Association Local Committee Faculty Of Forestry, Bogor Agricultural University 2008/2009, anggota Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Hutan Bagian Kimia Hasil Hutan 2008/2009 dan Ketua panitia Bina Desa Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Hutan Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Cikeong KPH Purwakarta dan di Gunung Burangrang KPH Bandung Utara tahun 2009 dan penulis juga melaksanakan kegiatan Praktik Pembinaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walad (HPGW) Kabupaten Sukabumi tahun Penulis juga telah melaksanakan Praktik Kerja lapang (PKL) di PGT Sindangwangi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Selama menjadi mahasiswa, penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah dendrologi tahun ajaran 2010/2011, serta asisten mata kuliah silvikultur tahun ajaran 2010/2011. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis melaksanakan kegiatan praktik khusus (skripsi) dalam bidang hasil hutan bukan kayu dengan judul Pengaruh Penyimpanan Daun dan Volume Air Penyulingan Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Kayu Putih di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr.

9 ix DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kayu Putih Manfaat Tanaman Kayu Putih Pemanenan Daun Kayu Putih Penyimpanan Daun Kayu Putih Pengolahan Daun Kayu Putih Komponen Kimia Minyak Kayu Putih Rendemen dan Mutu Minyak Kayu Putih III. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Metode Penelitian Penyimpanan Penyulingan Analisis Sifat Fisika dan Kimia Rendemen Bobot Jenis Indeks Bias Putaran Optik Kelarutan dalam Etanol 70% Kadar Sineol Analisis Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen Bobot Jenis Indeks Bias Putaran Optik... 25

10 x 4.5 Kelarutan dalam Etanol 70% Kadar Sineol V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 37

11 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Standar mutu minyak kayu putih (SNI ) Standar mutu minyak kayu putih EOA (essential oil association of USA) Rendemen minyak kayu putih Bobot jenis minyak kayu putih Indeks bias minyak kayu putih Putaran optik minyak kayu putih Nilai kelarutan minyak kayu putih dalam etanol 70% Kadar sineol minyak kayu putih... 30

12 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Pengaruh lama penyimpanan daun dan volume air penyulingan terhadap rendemen minyak kayu putih Pengaruh lama penyimpanan daun dan volume air penyulingan terhadap bobot jenis minyak kayu putih Pengaruh lama penyimpanan daun dan volume air penyulingan terhadap indeks bias minyak kayu putih Pengaruh lama penyimpanan daun dan volume air penyulingan terhadap putaran optik minyak kayu putih Pengaruh lama penyimpanan daun dan volume air penyulingan terhadap kadar sineol minyak kayu putih...31

13 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Hasil pengamatan sifat fisika-kimia minyak kayu putih dengan volume air penyulingan 3 liter Hasil pengamatan sifat fisika-kimia minyak kayu putih dengan volume air penyulingan 4 liter Hasil pengamatan kadar air bahan Hasil pengamatan suhu ketika penyimpanan bahan Hasil pengujian kadar sineol dengan GC-MS untuk contoh uji minyak kayu putih dari penyimpanan daun 3 hari dengan pengadukan dan volume air penyulingan 3 liter Dokumentasi...42

14 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kayu putih (Melalauca leucadendron Linn.) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting bagi industri minyak atsiri di Indonesia. Tanaman kayu putih merupakan salah satu tanaman penghasil produk hasil hutan bukan kayu yang memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan. Potensi tanaman kayu putih di Indonesia cukup besar mulai dari daerah Maluku, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Bali dan Papua yang berupa hutan alam kayu putih. Sedangkan yang berada di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat berupa hutan tanaman kayu putih (Mulyadi 2005). Di Pulau Jawa sendiri kayu putih memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan, dilihat dari adanya pabrik-pabrik pengolahan daun kayu putih milik Perum Perhutani yang cukup banyak di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Produk utama yang dihasilkan dari tanaman kayu putih adalah minyak kayu putih yang diperoleh dari hasil penyulingan daun kayu putih. Pabrik kayu putih di Pulau Jawa memiliki kapasitas terpasang pabrik sebesar ton per tahun untuk daun kayu putih dan total produksi tahunan minyak kayu putih yang dihasilkan di Pulau Jawa sebesar 300 ton (Rimbawanto et al. 2009). Pada pemanenan daun kayu putih di hutan tanaman atau di hutan alam kayu putih dilakukan dengan dua cara, dengan cara pemetikan sistem urut dan dengan cara rimbas (Amrullah 2011). Saat ini banyak dilakukan pemanenan daun kayu putih dengan cara rimbas, yaitu dengan melakukan pemangkasan daun kayu putih yang telah berumur 5 tahun keatas dengan tinggi pohon kayu putih kurang lebih 5 meter. Sistem pemanenan daun kayu putih seperti ini banyak dilakukan oleh pabrik minyak kayu putih karena lebih efisien baik secara waktu dan biaya. Tetapi akibat penggunaan sistem pemangkasan rimbas ini, banyak daun kayu putih yang terkumpul secara berlebih sebelum daun tersebut selesai semua untuk disuling. Sehingga tidak jarang daun kayu putih yang sudah dipetik harus disimpan di gudang terlebih dahulu. Menurut Sunanto (2003), penyimpanan daun kayu putih akan berpengaruh terhadap kualitas minyak kayu putih dan cenderung negatif.

15 2 Oleh karena itu penyimpanan daun kayu putih sebelum penyulingan menjadi suatu faktor yang penting dalam proses pengolahan daun kayu putih. Minyak kayu putih merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang banyak digunakan untuk bahan berbagai produk kesehatan atau farmasi sehingga minyak kayu putih menjadi produk yang banyak dicari. Kebutuhan minyak kayu putih saat ini semakin meningkat dengan semakin berkembangnya variasi dari pemanfaatan minyak kayu putih. Menurut Rimbawanto dan Susanto (2004), suplai tahunan minyak kayu putih yang dibutuhkan Indonesia sebesar 1500 ton sedangkan Indonesia sendiri hanya mampu menyuplai sebesar 400 ton dan kekurangannya dipenuhi dengan impor dari Negara Cina. Produksi minyak kayu putih di Indonesia mengalami fluktuasi dan cenderung mengalami penurunan berdasarkan data dari direktorat jenderal bina produksi kehutanan. Menurut Sumadiwangsa (1976), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produksi minyak kayu putih, yaitu : 1. Pengisian daun, 2. Varietas pohon kayu putih, 3. Penyimpanan daun, 4. Teknik penyulingan dan 5. Umur daun. Faktor-faktor inilah yang diduga berpengaruh terhadap rendemen dan mutu minyak kayu putih yang dihasilkan di pabrik minyak kayu putih di Indonesia sehingga menyebabkan penurunan nilai produksi minyak kayu putih. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan nilai rendemen dan mutu minyak kayu putih yang ada di Indonesia. Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan rendemen dan mutu minyak kayu putih, yaitu : 1. Dengan memanipulasi sumber bahan baku seperti mencari sumber bibit kayu putih yang unggul, umur daun dan perlakuan bahan baku sebelum penyulingan, 2. Dengan memanipulasi teknologi pengolahan seperti dengan menggunakan sistem penyulingan yang lebih baik dan 3. Dengan memberikan perlakuan pada minyak kayu putih yang telah disuling seperti pemurnian minyak kayu putih. Salah satu cara yang ingin dilakukan pada penelitian ini untuk meningkatkan rendemen dan mutu minyak kayu putih adalah dengan memberikan perlakuan pada daun kayu putih yang terpaksa harus dilakukan penyimpanan sebelum penyulingan dan memberikan perlakuan ketika penyulingan, yaitu dengan meningkatkan volume air penyulingan. Dari hasil penelitian Sumarni et al. (2008), menyatakan bahwa dengan menggunakan

16 3 volume air penyulingan yang lebih besar pada penyulingan bahan untuk memperoleh minyak atsiri maka akan menghasilkan minyak atsiri yang lebih besar juga. Hal inilah yang menjadi latar belakang penelitian tentang pengaruh penyimpanan daun dan volume air penyulingan terhadap rendemen dan mutu minyak kayu putih. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai rendemen, menganalisis sifat fisika dan kimia serta menentukan mutu minyak kayu putih yang dihasilkan dari penyimpanan daun kayu putih yang dipengaruhi oleh faktor volume air penyulingan, perlakuan ketika penyimpanan dan lama penyimpanan daun kayu putih. 1.3 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengolahan daun kayu putih terutama mengenai perlakuan ketika penyimpanan, lama penyimpanan daun kayu putih dan volume air penyulingan yang dapat memberikan hasil minyak kayu putih yang berkualitas tinggi. Pengetahuan dan data mengenai perlakuan penyimpanan, lama penyimpanan daun dan volume air penyulingan daun kayu putih ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman tentang bagaimana cara perlakuan yang harus dilakukan pada daun kayu putih sebelum dilakukan penyulingan. Hal ini akan sangat diperlukan dalam upaya peningkatan rendemen dan mutu minyak kayu putih yang dihasilkan oleh pabrik minyak kayu putih yang ada di Indonesia.

17 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kayu Putih Tanaman kayu putih merupakan salah satu keluarga Myrtaceae dengan bentuk berupa pohon yang tingginya dapat mencapai 30 meter tetapi tinggi rataratanya sekitar 12 meter. Tanaman kayu putih ini dapat tumbuh di dataran rendah dan dataran tinggi. Di Indonesia tegakan kayu putih terdapat di bagian sebelah timur kepulauan Indonesia seperti di Seram, Buru, NTT dan Pulau Jawa. Di Pulau Jawa tanaman kayu putih dapat ditemukan diketinggian diatas 600 meter dpl. Selain di Indonesia tanaman kayu putih juga terdapat di Negara Australia dan Malaysia. Tanaman kayu putih merupakan tanaman yang tersebar di seluruh Asia Tenggara sebagai tanaman liar yang ada di tanah dataran rendah maupun rawa dan jarang terdapat di tanah pegunungan (Heyne 1987). Menurut Core (1955) dalam Sunanto (2003), dalam sistematika tanaman kayu putih (M. leucadendron Linn.) memiliki susunan klasifikasi seperti yang tertera di bawah ini. Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Subkelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Archichlamideae : Myrtales : Myrtaceae : Melaleuca : Melaleuca leucadendron Linn. Tanaman kayu putih ini dapat memiliki kemampuan kompetisi dengan jenis lainnya dan termasuk jenis yang sulit dimusnahkan dengan cara ditebang dan dibakar. Hal ini, karena tanaman kayu putih memiliki perakaran yang kuat. Selain itu, tanaman ini juga bisa memperbanyak diri melalui akarnya (Kardinan 2005). Batang pohon kayu putih tidak berbanir berbentuk bulat panjang, lurus dan kurang lebih 60% tidak bercabang. Pohon kayu putih mudah dikenali karena kulit

18 5 batangnya mengalami pengelupasan yang memanjang dan dari daunnya dapat dicium aroma minyak atsiri yang menyengat (Wedalia 1991) 2.2 Manfaat Tanaman Kayu Putih Tanaman kayu putih telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia untuk berbagai keperluan. Kayu putih merupakan tanaman yang mempunyai manfaat beragam dan sudah dari sejak dulu dimanfaatkan masyarakat Indonesia sebagai bahan untuk mengatasi berbagai macam gangguan kesehatan. Pemanfaatan tanaman kayu putih ini, telah lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia sebelum adanya teknologi. Daun kayu putih digunakan untuk mengurangi rasa sakit atau pembekakan akibat gigitan serangga. Daun kayu putih juga diekstrak atau dikeringkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan ramuan penambah stamina. Selain itu, tanaman kayu putih pada saat ini mulai banyak ditanam disekitar pekarangan rumah sebagai pengusir nyamuk karena aromanya yang khas (Handita 2011). Tanaman kayu putih ini di Kalimantan Barat juga banyak dimanfaatkan oleh masyarakat lokalnya, seperti bagian kulit batang kayu putih dapat dimanfaatkan sebagai penutup celah-celah ataupun lubang-lubang pada perahu agar tidak bocor dan buahnya dapat digunakan sebagai jamu atau obat-obatan tradisonal. Selain itu, tanaman kayu putih ini merupakan salah satu jenis tanaman penghasil minyak atsiri. Minyak atsiri dari tanaman kayu putih dapat diperoleh dari penyulingan daun kayu putih. Minyak ini biasa disebut dengan minyak kayu putih atau dalam perdangan internasional disebut dengan cajeput oil. Minyak kayu putih ini memiliki banyak manfaat, minyak kayu putih yang dihasilkan dari penyulingan daun kayu putih berkhasiat sebagai obat gosok kulit, insektisida dan bahan aroma terapi. Aroma dari minyak kayu putih sangat khas dan minyak ini memberikan rasa yang hangat jika dioleskan pada kulit. Oleh karena itu, pemanfaatan minyak kayu putih terbesar dilakukan di industri farmasi, khususnya sebagai bahan obat gosok kulit, sebagai bahan pengusir serangga dan sebagai obat penghangat tubuh (Kardinan 2005). Lebih lanjut lagi minyak kayu putih juga memiliki banyak manfaat sebagai obat gosok untuk mengurangi pembengkakan maupun rasa gatal karena gigitan serangga, sakit gigi, sakit kepala, pegal-pegal, otot kram, perut kembung, luka memar, hingga untuk campuran obat

19 6 batuk. Sejumlah penelitian juga membuktikan, tanaman ini berkhasiat diaforetik atau peluruh keringat, analgesik atau pereda nyeri, desinfektan atau pembunuh kuman, ekspektoran atau peluruh dahak dan antispasmodik atau pereda nyeri perut (Handita 2011). 2.3 Pemanenan Daun Kayu Putih Tanaman kayu putih merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri. Bagian yang diambil dari tanaman kayu putih ini untuk menghasilkan minyak atsiri adalah daunnya. Produksi daun kayu putih dapat dipengaruhi oleh kesuburan tanah, iklim, cara pemeliharaan tegakan kayu putih, sistem penanaman (tumpang sari atau tidak), jarak tanam dan juga umur tanaman (Muttaqin 1996). Semakin tua umur pohon maka jumlah produksi daun tanaman kayu putih akan semakin meningkat. Selain itu dengan dilakukannya pemeliharaan tegakan kayu putih seperti penyiangan dan pendangiran diharapakan jumlah produksi daun kayu putih dapat naik dua kali (Soepardi 1953 dalam Ulya 1998). Pohon kayu putih sudah dapat dipanen daunnya ketika sudah berumur 4 sampai 5 tahun. Pangkasan yang pertama kali umunya dilakukan pada ketinggian kurang lebih 130 cm dari tanah dan pada pemangkasan kedua dilakukan setelah jangka waktu dua tahun dari pemangkasan pertama. Selang waktu pemangkasan kedua ini bertujuan untuk memberikan waktu bagi tanaman untuk tumbuh dan berkembang sehingga tunas dan cabang-cabang batang menjadi lebih besar dan kuat (Soepardi 1953 dalam Ulya 1998). Menurut Muttaqin (1996), daun kayu putih memiliki umur pangkas maksimum 12 bulan. Sehingga saat pemangkasan daun kayu putih perlu dipertimbangkan untuk melakukan pemangkasan daun kayu putih pada selang umur 9 sampai dengan 12 bulan sehingga didapatkan umur pangkas optimal dengan mempertimbangkan nilai rendemen dan hasil daun kayu putih. Pribadi (1987), mengatakan bahwa pohon kayu putih yang semakin lama umur pangkasnya memiliki rendemen yang semakin tinggi dan kadar sineol minyaknya juga semakin tinggi. Menurut Amrullah (2011), pemanenan daun kayu putih dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1. Dengan cara pemetikan sistem urut dan 2. Dengan cara rimbas. Cara pemetikan sistem urut dilakukan dengan cara dipotong menggunakan alat, seperti sabit kecil khusus untuk daun-daun

20 7 yang sudah cukup umur. Cara ini menjadi kurang praktis, karena pemetik harus memilih daun satu per satu. Sedangkan cara pemetikan daun yang sering dipakai adalah cara rimbas, yaitu dengan memangkas daun kayu putih yang berumur 5 tahun keatas dengan ketinggian 5 meter. Setelah satu tahun pemangkasan ketika tanaman sudah memiliki daun yang lebat, tanaman kayu putih siap untuk dipanen kembali dengan sistem rimbas. 2.4 Penyimpanan Daun Kayu putih Penyimpanan daun kayu putih biasa dilakukan pada daun yang telah dipetik yang belum diproses untuk diambil minyaknya. Selain itu, penyimpanan juga dilakukan biasanya karena stok atau jumlah daun kayu putih yang terlalu banyak dipanen sehingga tidak bisa sekaligus disuling untuk diambil minyaknya. Berdasarkan hasil survei di Pabrik Minyak Kayu Putih Jatimunggul, penyimpanan daun kayu putih dilakukan dengan selang interval 1 hari sampai 3 hari dan belum termasuk waktu pengangkutan daun dari hutan menuju pabrik. Menurut Amrullah (2011), Penyimpanan dilakukan dengan menebarkan daun kayu putih di atas lantai yang kering atau di atas alas dengan ketebalan atau ketinggian daun yang ditebar kurang lebih sekitar 20 cm. Penyimpanan ini dilakukan pada kondisi suhu kamar dan sirkulasi udara terbatas. Dalam penyimpanan ini, daun kayu putih tidak boleh disimpan dalam karung atau trash bag karena akan mengakibatkan minyak yang dihasilkan berbau kurang enak dan kadar sineol dalam minyak kayu putih yang dihasilkan menjadi rendah. Penyimpanan daun kayu putih dilakukan maksimal selama satu minggu karena jika terlalu lama penyimpanan akan mengakibatkan mutu dan rendemen minyak kayu putih yang dihasilkan akan kurang bagus (Sumadiwangsa 1976). Menurut Sudarti dan Warasti (1979), menyebutkan bahwa penyimpan daun lebih dari 2 hari akan mengakibatkan penurunan nilai rendemen dan mutu minyak kayu putih. Kerusakan minyak kayu putih akibat penyimpanan terutama terjadi karena proses hidrolisis yang disebabkan meningkatnya suhu pada daun ketika penyimpanan daun kayu putih dan pendamaran komponen-komponen yang terdapat di dalam daun kayu putih. Pengaruh hidrolisis dan pendamaran ini dapat dicegah dan dikurangi dengan menyimpan daun kayu putih di tempat yang kering dan mempersingkat waktu penyimpanan (Amrullah 2011).

21 8 2.5 Pengolahan Daun Kayu Putih Minyak kayu putih adalah hasil minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan daun kayu putih. Minyak atsiri merupakan zat cair yang mudah menguap dan bercampur dengan persenyawaan padat yang berbeda baik dalam komposisi dan titik cairnya. Minyak atsiri ini larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Berdasarkan sifat minyak atsiri tersebut, maka minyak atsiri dapat diekstrak dengan empat macam cara, yaitu : 1. Penyulingan atau destilation, 2. Pressing atau pengeluaran dengan tekanan, 3. Ekstraksi dengan pelarut atau solvent exstraction dan 4. Absorbsi oleh lemak padat atau enfleurasi (Ginting 2004). Proses ekstraksi minyak atsiri di atas termasuk jenis ekstraksi secara konvensional, saat ini telah ada proses ekstraksi minyak atsiri secara modern, yaitu : 1. Penyulingan molekular, 2. Penyulingan uap ekstraksi pelarut berkelanjutan, 3. Ekstraksi Superkritik dan 4. Penyerapan dengan resin berongga besar (Agusta 2000). Penyulingan daun kayu putih untuk mendapatkan minyak kayu putih menggunakan prinsip yang didasarkan kepada sifat minyak atsiri yang dapat menguap jika dialiri dengan uap air panas. Uap yang dialirkan akan membawa minyak atsiri yang ada di daun kayu putih dan ketika uap tersebut bersentuhan dengan media yang dingin maka akan terjadi perubahan menjadi embun sehingga akan diperoleh air dan minyak dalam keadaan terpisah (Sumadiwangsa & Silitonga 1977). Penyulingan daun kayu putih untuk mendapatkan minyak kayu putih dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan cara rebus, cara kukus dan dengan cara menggunakan uap langsung. Penyulingan dengan cara rebus atau kohobasi merupakan cara yang paling sederhana dan murah untuk dilakukan. Pada penyulingan dengan cara rebus atau kohobasi daun kayu putih dan air dicampur dalam satu ketel atau tangki sehingga lebih mudah untuk diterapkan bagi pengusaha dengan modal kecil seperti di Maluku. Proses penyulingan dengan cara ini memiliki kelemahan, yaitu daun yang dekat dengan api atau berada di bagian bawah akan lebih cepat hangus, sedangkan suhu dan tekanan tidak bisa diatur (Sumadiwangsa & Silitonga 1977). Kedua model penyulingan dengan cara kukus, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan di atas rak atau saringan berlubang dan pada bagian bawah saringan

22 9 tersebut diisi dengan air. Ciri khas dari metode penyulingan kukus ini berupa uap yang selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap yang disalurkan dari lubanglubang pada saringan dan bahan tidak berhubungan dengan air panas (Lutony & Rahmayati 1994). Cara penyulingan yang ketiga, yaitu dengan menggunakan uap langsung, cara ini banyak dilakukan di pabrik minyak kayu putih (PMKP). Pada penyulingan dengan cara menggunakan uap langsung terjadi proses pengangkutan minyak atsiri dari dalam bahan bersamaan dengan uap panas yang ditiupkan secara langsung. Pada metode ini mirip dengan metode kukus tetapi air tidak diisikan pada ketel penyulingan. Uap yang digunakan merupakan uap jenuh atau uap berlebih panas pada tekanan lebih dari 1 atmosfer. Uap panas yang dihasilkan dari boiler dialirkan melalui pipa uap melingkar yang berpori yang terletak di bawah bahan dan uap bergerak ke atas melalui bahan yang terletak di atas saringan di dalam tangki atau ketel penyulingan. Dari ketiga jenis metode penyulingan di atas tidak ada perbedaan yang mendasar, tetapi dalam praktiknya akan memberikan hasil yang berbeda bahkan kadang-kadang perbedaan ini sangat berarti karena dipengaruhi reaksi-reaksi kimia yang terjadi selama berlangsungnya penyulingan (Guenther 1987). Beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah minyak yang menguap bersama-sama uap air, yaitu : 1. Besarnya tekanan uap yang digunakan, 2. Berat molekul dari masing-masing komponen dalam minyak dan 3. Kecepatan minyak yang keluar dari bahan (Satyadiwiria 1979). 2.6 Komponen Kimia Minyak Kayu Putih Tanaman kayu putih merupakan salah satu keluarga Myrtaceae dengan bentuk berupa pohon yang bermanfaat sebagai sumber minyak atsiri berupa minyak kayu putih. Minyak atsiri yang dihasilkan dari daun kayu putih ini berguna sebagai bahan baku obat gosok yang memiliki banyak fungsi, seperti analgesik atau pereda nyeri, desinfektan atau pembunuh kuman, ekspektoran atau peluruh dahak dan antipasmodik atau pereda nyeri pada perut (Handita 2011). Minyak kayu putih memiliki beberapa komponen penyusun yang cukup bervariasi. Dari hasil identifikasi komponen minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan daun kayu putih (M. folium) segar dengan menggunakan GC-MS

23 10 diperoleh hasil bahwa minyak kayu putih pada daun tersebut mengandung 32 jenis komponen sedangkan dari penyulingan daun M. Folium kering diperoleh 26 jenis komponen yang menyusun minyak kayu putih yang dihasilkan dari penyulingan. Dari beberapa komponen penyusun minyak kayu putih yang diperoleh dari penyulingan daun kayu putih terdapat 7 komponen penyusun utama minyak kayu putih dari daun segar, yaitu : 1. α-pinene, 2. Sineol, 3. α-terpineol, 4. Kariofilen, 5. α-karyofilen, 6. Ledol dan 7. Elemol (Siregar & Nopelena 2010). Menurut Guenther (1990), menyebutkan bahwa komponen utama penyusun minyak kayu putih adalah sineol (C 10 H 18 O), pinene (C 10 H 8 ), benzaldehide (C 10 H 5 HO), limonene (C 10 H 16 ) dan sesquiterpentes (C 15 H 24 ). Komponen yang memiliki kandungan cukup besar di dalam minyak kayu putih, yaitu sineol sebesar 50% sampai dengan 65%. Dari berbagai macam komponen penyusun minyak kayu putih hanya kandungan komponen sineol dalam minyak kayu putih yang dijadikan penentuan mutu minyak kayu putih. Sineol merupakan senyawa kimia golongan ester turunan terpen alkohol yang terdapat dalam minyak atsiri, seperti pada minyak kayu putih. Semakin besar kandungan bahan sineol maka akan semakin baik mutu minyak kayu putih (Sumadiwangsa et al. 1973). 2.7 Rendemen dan Mutu Minyak Kayu Putih Tanaman kayu putih merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang banyak diolah dan dimanfaatkan untuk menghasilkan minyak kayu putih. Rendemen dan mutu minyak atsiri sangat bervariasi karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Menurut Guenther (1987), perlakuan terhadap bahan baku penghasil minyak atsiri, jenis alat penyulingan, perlakuan minyak atsiri setelah ekstraksi, pengemasan dan penyimpanan bahan ataupun produk berpengaruh terhadap kualitas minyak atsiri. Selain faktor-faktor yang disebutkan di atas juga terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi rendemen dan mutu minyak kayu putih, diantaranya cara penyulingan, lingkungan tempat tumbuh, waktu pemetikan bahan dan penanganan bahan sebelum penyulingan (Nurdjannah 2006). Rendemen minyak kayu putih yang diperoleh dari hasil survei ke Pabrik Minyak Kayu Putih Jatimunggul, yaitu sebesar 0,8% dan nilai rendemen ini bisa

24 11 mengalami penurunan sampai 0,6%. Di bawah ini terdapat standar penentuan mutu minyak kayu putih berdasarkan pada SNI (Tabel 1). Tabel 1 Standar mutu minyak kayu putih (SNI ) No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan Warna - Jernih sampai kuning kehijauan 1.2 Bau - khas kayu putih 2 Bobot jenis 20 C/20 C - 0,900-0,930 3 Indeks bias (nd 20 ) - 1,450-1,470 4 Kelarutan dalam etanol 70% - 1:1 sampai 1:10 jernih 5 Putaran optic - -4 s/d 0 6 Kandungan sineol % Sumber : BSN (Badan standardisasi Indonesia) (2006). Mutu minyak kayu yang ada di Indonesia paling banyak mengacu ke standar nasional Indonesia dalam penentuannya. Pada waktu dulu mutu minyak kayu putih dibagi kedalam 2 klasifikasi, yaitu : 1. Mutu utama dan 2. Mutu pertama. Penentuan klasifikasi mutu utama dan pertama ini berdasarkan jumlah kandungan sineol pada minyak kayu putih. Semakin tinggi kandungan sineol dalam minyak kayu putih maka akan semakin bagus mutu minyak kayu putih. Tetapi saat ini standar nasional Indonesia (SNI) sudah tidak mengacu terhadap nilai kadar sineol ini. Di bawah ini dapat dilihat klasifikasi mutu minyak kayu putih berdasarkan EOA (essential oil association of USA) (Tabel 2). Tabel 2 Standar mutu minyak kayu putih EOA No. Jenis uji Kualitas Utama 1 Warna dan penampilan Cairan kuning, hijau atau kuning 2 Kadar sineol 50% sampai 65% 3 Kelarutan dalam alkohol 80% Larut dalam 1 volume 4 BJ pada 25 C 0,908-0,925 5 Indeks bias 20 C 1,4660-1, Putaran optik ±0 o s/d 4 o Sumber : Kartikasari (2007).

25 12 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di tiga tempat berbeda, yaitu : 1. Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, 2. Laboratorium Instrumen, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan 3. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2011 sampai dengan bulan Juli Bahan dan Alat Penelitian Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun M. leucadendron Linn. dengan umur 5 bulan yang diperoleh dari BKPH Jatimunggul, KPH Indramayu, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis mutu minyak kayu putih, diantaranya larutan resorsinol 50%, aquades, NaOH 2 N dan etanol 70%. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah plastik, timbangan, alat penyulingan sistem kukus serta peralatan untuk melakukan analisis mutu minyak kayu putih seperti gelas ukur, gelas piala, corong pemisah, timbangan analitik, labu erlenmeyer, piknometer, kaca pengaduk, refraktometer dan pipet. 3.3 Metode Penelitian Penyimpanan Penyimpanan daun kayu putih dilakukan sebelum daun kayu putih diolah untuk diambil minyaknya. Penyimpanan ini dilakukan pada suhu ruangan dengan cara dihamparkan di atas alas berupa plastik. Penyimpanan dilakukan pada daun kayu putih yang memiliki umur daun 5 bulan. Dari daun kayu putih ini diambil masing-masing 2,5 kg untuk dilakukan penyimpanan selama 1 hari, 2 hari dan 3 hari. Panjang interval penyimpanan ini diambil berdasarkan dari waktu penyimpanan yang dilakukan di pabrik minyak kayu putih. Pada masing-masing penyimpanan diberikan perlakuan pengadukan daun dan tidak. Pengadukan dilakukan selama 6 kali dimulai dari jam WIB sampai

26 13 dengan WIB. Pada penelitian ini dilakukan ulangan sebanyak dua kali untuk tiga faktor yang akan diteliti, yaitu lama penyimpanan, perlakuan penyimpanan dan volume air penyulingan. Selain itu, juga dilakukan penyulingan untuk daun 0 hari. Waktu 0 hari ini merupakan waktu setelah daun mengalami penebangan, pengangkutan dan pemisahan daun dari ranting yang besar Penyulingan Penyulingan daun kayu putih dilakukan dengan sistem penyulingan kukus. Jumlah daun yang disuling sebanyak 2,5 kg untuk setiap tangki penyulingan. Jumlah tangki penyulingan yang digunakan sebanyak dua buah, dimana untuk masing-masing tangki penyulingan diisi dengan 2,5 kg daun kayu putih. Lama penyulingan yang dilakukan selama 4 jam dari awal pemasakan sampai akhir selesai pemasakan (Sunanto 2003). Setelah penyulingan selesai akan diperoleh hasil berupa minyak kayu putih yang tercampur dengan sebagian air dari penyulingan. Cara untuk memisahan air dari minyak kayu putih dapat dilakukan dengan menggunakan corong pemisah dan dengan menggunakan pipet untuk air yang masih ada di dalam minyak kayu putih tetapi jumlahnya sedikit Analisis Sifat Fisika dan Kimia Pengujian sifat fisika dan kimia minyak kayu putih dapat dilakukan sesuai dengan standar nasional Indonesia, yaitu SNI Sifat fisika yang diuji dari minyak kayu putih, diantaranya bobot jenis, indek bias dan putaran optik. Sedangkan untuk pengujian sifat kimia minyak kayu putih yang diuji adalah kadar sineol minyak kayu putih dan kelarutan dalam etanol. Selain itu juga dilakukan perhitungan nilai rendemen yang dihasilkan dari masingmasing contoh uji minyak kayu putih Rendemen Rendemen merupakan nilai yang menunjukkan berapa banyak minyak kayu putih yang dihasilkan dari penyulingan daun kayu putih. Nilai rendemen ini dinyatakan sebagai persentase dari perbandingan antara berat

27 14 minyak kayu putih hasil penyulingan atau output dengan berat daun kayu putih yang disuling atau input. Perhitungan nilai rendemen dapat mengikuti rumus di bawah ini : Berat minyak kayu putih (output) Rendemen = x 100 % Berat daun kayu putih (input) Bobot Jenis Penentuan nilai bobot jenis minyak kayu putih merupakan salah satu cara yang digunakan untuk analisis mutu minyak kayu putih secara fisika yang dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat kemurnian minyak yang dihasilkan. Cara menentukan nilai bobot jenis dengan menggunakan piknometer. Setelah piknometer dibersihkan lalu ditimbang berat kosong piknometer. Setelah itu, piknometer diisi dengan air suling atau aquades dan dilakukan penimbangan, lalu piknometer dibersihkan. Piknometer yang telah bersih kemudian diisi dengan minyak kayu putih dan ditimbang kembali. Setelah selesai maka nilai bobot jenis minyak kayu putih dapat diketahui dengan melakukan perhitungan dengan rumus di bawah ini : Bobot jenis = m 2 m m 1 m Keterangan : m = Nilai berat piknometer kosong. m 1 = Nilai berat piknometer dengan isi air suling. m 2 = Nilai berat piknometer dengan isi minyak kayu putih Indeks Bias Indeks bias dapat ditentukan dengan dasar pengukuran langsung sudut bias minyak dengan mempertahankan kondisi suhu yang tetap. Nilai indeks bias minyak kayu putih atau minyak atsiri lainnya dapat diketahui dengan menggunakan alat refraktometer. Sebelum sampel atau contoh minyak diletakkan di dalam alat ini, minyak tersebut harus berada pada suhu yang sama dengan suhu lingkungan tempat melakukan pengukuran nilai indeks bias ini. Pembacaan nilai indeks bias pada refraktometer dilakukan bila keadaan suhu telah stabil.

28 Putaran Optik Putaran optik minyak kayu putih dapat ditentukan dengan alat polarimeter. Penetuan nilai putaran optik minyak kayu putih ini didasarkan pada pengukuran sudut bidang dimana sinar terpolarisasi diputar oleh lapisan minyak dengan tebal dan suhu tertentu. Nilai putaran optik diperoleh dari rata-rata 3 kali ulangan pembacaan alat polarimeter. Selain itu, putaran optik harus dinyatakan dalam derajat lingkar sampai mendekati 0,01 o dan harus diperhatikan tanda positif pada putaran optik dekstrorotary dan tanda negatif pada putaran optik levorotary Kelarutan dalam Etanol 70% Kelarutan minyak kayu putih dalam etanol merupakan kelarutan minyak kayu putih terhadap etanol dengan konsentrasi tertentu yang dinyatakan dalam perbandingan pada keadaan jernih. Kelarutan dalam etanol ini dapat diuji dengan mencampurkan minyak kayu putih dengan tetesan etanol dengan konsentrasi tertentu dan dilakukan pengocokan sampai diperoleh larutan yang sebening mungkin Kadar Sineol Kadar sineol minyak kayu putih merupakan nilai yang sangat penting dan berpengaruh terhadap mutu atau kualitas minyak kayu putih. Nilai kadar sineol dalam minyak kayu putih dapat dicari dengan menggunakan metode kristalisasi resorsinol. Metode kristalisasi ini dilakukan dengan penambahan larutan resorsinol 50% yang dibuat dengan melarutkan 6 gram resorsinol ke dalam 6 ml aquades. Larutan resorsinol yang telah dibuat kemudian dituangkan pada pinggan porselin yang berisi 5 ml contoh minyak kayu putih. Setelah itu pinggan porselin dimasukkan ke dalam lemari es sampai 2 jam dan terbentuk kristal resorsin-sineol. Kristal yang telah terbentuk ditapis dengan cawan atau gelas masir G 1 atau G 2. Kristal yang sudah terpisah dilarutkan dengan NaOH 2 N kemudian dituangkan ke dalam labu cassi 50 ml dan dilakukan penambahan aquades sampai batas skala. Setelah 1 jam atau larutan dapat terpisah sempurna dengan kandungan sineol maka dapat

29 16 dilakukan perhitungan kadar sineol dalam minyak kayu putih dengan rumus di bawah ini : 3.4 Analisis Data (ml pembacaan) Kadar sineol = x 100% 5 Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif berupa kecenderungan (trend) data dalam bentuk tabel dan grafik.

30 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rendemen Rendemen minyak kayu putih yang dihasilkan dari penyulingan daun kayu putih berumur 5 bulan dengan menggunakan metode penyulingan kukus pada penelitian ini berkisar antara 1,011% sampai dengan 1,157%. Dari kisaran data rendemen yang dihasilkan, nilai rendemen pada percobaan ini lebih besar jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Dari hasil penelitian Sihaya (2005), kisaran rendemen minyak kayu putih yang dihasilkan dari penyulingan daun kayu putih dari Propinsi Maluku antara 0,74% sampai dengan 0,81%. Begitu juga pada hasil penelitian Yusliansyah (2006), kisaran rendemen yang dihasilkan dari penyulingan daun kayu putih dari Samarinda dan Tanjung Redeb yaitu antara 0,72% sampai dengan 0,86%. Perbedaan hasil rendemen minyak kayu putih yang dihasilkan dari percobaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor lama waktu pemasakan dan asal bahan baku daun kayu putih. Pada penelitian Yusliansyah (2006), metode penyulingan yang digunakan sama dengan metode penyulingan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu metode penyulingan kukus tetapi lama waktu penyulingan yang digunakan berbeda. Menurut Sunanto (2003), dari pengamatan rendemen dan kualitas minyak diketahui bahwa lama penyulingan daun kayu putih yang optimum untuk menghasilkan minyak kayu putih adalah 3 sampai 4 jam. Pada penelitian ini digunakan lama waktu penyulingan selama 4 jam sedangkan pada penelitian Yusliansyah hanya dilakukan penyulingan selama 2 jam. Hal inilah yang menjadikan nilai rendemen pada penelitian yang dilakukan Yusliansyah lebih kecil. Data rendemen minyak kayu putih yang dihasilkan pada penelitian ini, dapat dilihat pada Tabel 3.

31 18 Tabel 3 Rendemen minyak kayu putih Rendemen minyak kayu putih (%) Waktu (hari) Volume air penyulingan 2,5 kg daun (liter) ,093 1,132 Pengadukan 2 1,047 1, ,033 1, ,049 1,080 Tanpa pengadukan 2 1,038 1, ,011 1,019 Kontrol 0 1,140 1,157 Rendemen hasil penyulingan yang paling besar diperoleh dari penyulingan bahan baku daun kayu putih yang segar atau kontrol yaitu 1,157% dengan volume air penyulingan 4 liter dan yang terkecil merupakan rendemen dari penyulingan daun kayu putih yang disimpan selama 3 hari tanpa pengadukan dengan volume air penyulingan 3 liter. Pada perlakuan penyimpanan didapatkan hasil bahwa semakin lama daun M. leucadendron Linn. disimpan maka nilai rendemen minyak kayu putih yang dihasilkan semakin menurun. Penurunan nilai rendemen ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudarti dan Warasti (1979). Nilai rendemen ini semakin menurun seiring dengan penambahan lama waktu penyimpanan daun kayu putih yang akan diolah untuk diambil minyaknya. Pada penyimpanan dihari ketiga diperoleh nilai rendemen yang menurun sebesar 0,129% dari nilai rendemen kontrol pada volume air penyulingan 3 liter sehingga nilai rendemen yang dihasilkan sebesar 1,011%. Sedangkan pada penyulingan dengan menggunakan air 4 liter pada penyimpanan dihari ketiga didapatkan nilai rendemen sebesar 1,019% menurun sebesar 0,138% dari nilai rendemen kontrolnya. Semakin menurunnya nilai rendemen seiring dengan bertambahnya lama waktu penyimpanan daun disebabkan terjadinya proses penguapan yang mengakibatkan hilangnya sebagian komponen atau kandungan minyak atsiri yang mudah menguap pada daun kayu putih selama penyimpanan berlangsung. Selain karena penguapan, hilangnya minyak pada daun kayu putih selama penyimpanan juga bisa terjadi karena adanya proses oksidasi, resinifikasi dan reaksi kimia lain

32 19 pada daun kayu putih (Guenther 1987). Menurut Guenther (1987), penyimpanan bahan selama beberapa jam bahkan ditempat yang teduh bisa mengakibatkan berkurangnya jumlah minyak atsiri yang dihasilkan dan terutama penyimpanan pada tempat yang terbuka. 1,200 Rendemen (%) 1,150 1,100 (3 liter) Pengadukan 1,050 (4 liter) Pengadukan 1,000 (3 liter) Tanpa pengadukan (4 liter) Tanpa pengadukan 0,950 0,900 0 (3 liter) 0 (4 liter) Lama penyimpanan (hari) Gambar 1 Pengaruh lama penyimpanan daun dan volume air penyulingan terhadap rendemen minyak kayu putih. Dari Gambar 1 dapat dilihat jika pada volume air penyulingan 4 liter memberikan hasil rendemen yang lebih besar dibandingkan dengan penyulingan dengan menggunakan volume air 3 liter. Pada kontrol penyulingan dengan volume air 3 liter didapatkan hasil rendemen sebesar 1,140% sedangkan pada volume air penyulingan 4 liter didapatkan rendemen kontrol sebesar 1,157%. Pada penyulingan dengan volume air 4 liter menghasilkan rendemen yang lebih tinggi, hal ini karena pada volume air penyulingan 4 liter uap yang dihasilkan akan semakin besar sehingga frekuensi bersentuhan antara uap air dengan daun akan semakin sering sehingga kandungan minyak atsiri di dalam daun kayu putih yang terangkut bersamaan dengan uap air akan semakin besar (Sumarni et al. 2008). Pada perlakuan pengadukan dan tanpa pengadukan juga terdapat beberapa variasi nilai rendemen yang dihasilkan. Pada penyimpanan 1, 2 dan 3 hari dengan perlakuan pengadukan daun kayu putih memberikan hasil nilai rendemen minyak kayu putih yang lebih tinggi dibandingkan dengan daun yang disimpan tanpa pengadukan. Perbedaan nilai rendemen pada perlakuan penyimpanan dengan

33 20 pengadukan dan tanpa pengadukan dapat dilihat pada Gambar 1. Pada perlakuan pengadukan ketika penyimpanan berfungsi untuk menyeragamkan kadar air bahan atau daun kayu putih (Triwahyudi et al. 2009). Selain itu, dengan pengadukan dapat mengurangi laju terjadinya penguapan, oksidasi, resinifikasi dan reaksi kimia lain yang dapat mengurangi kadar minyak atsiri dalam daun kayu putih yang disimpan. Menururt Guenther (1987), pada daun yang terlalu tebal ketika penumpukan penyimpanan akan mengakibatkan peningkatan suhu yang berakibat laju penguapan, oksidasi dan resinifikasi pada daun akan meningkat sehingga akan berakibat turunnya nilai rendemen minyak atsiri yang dihasilkan. Pada daun kayu putih yang disimpan tanpa pengadukan, terjadinya penguapan, oksidasi dan resinifikasi akan lebih tinggi. Hal ini juga terlihat dari nilai kadar air bahan yang rendah pada pengujian kadar air sebelum bahan disuling. Tingginya laju penguapan, oksidsasi dan resinifikasi pada daun yang disimpan tanpa pengadukan mengakibatkan turunnya nilai rendemen minyak kayu putih yang dihasilkan. 4.2 Bobot Jenis Bobot jenis minyak kayu putih yang dihasilkan dari penyulingan daun kayu putih pada penelitian ini berkisar antara 0,912 sampai dengan 0,917. Menurut nilai standar nasional Indonesia nilai bobot jenis minyak kayu putih antara 0,900 sampai dengan 0,930 sedangkan untuk standar EOA antara 0,908 sampai dengan 0,925. Jadi nilai bobot jenis minyak kayu putih yang dihasilkan dari penelitian ini, semua masuk kedalam standar nasional Indonesia untuk minyak kayu putih (SNI ) dan juga masuk ke dalam standar EOA. Nilai bobot jenis minyak kayu putih yang dihasilkan pada penelitian ini, semakin naik dengan semakin lama waktu penyimpanan daun kayu putih. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guenther (1987), bahwa pada bahan yang dikeringkan akan mengalami kenaikan nilai bobot jenis. Pada serangkain percobaan yang dilakukan Schimmel dalam Guenther (1987), memberikan hasil bahwa pada minyak akar angelica segar memiliki nilai bobot jenis sebesar 0,857 sampai dengan 0,866 dan pada minyak akar angelica kering memiliki bobot jenis sebesar 0,876 sampai dengan 0,902.

34 21 Kenaikan nilai bobot jenis yang semakin tinggi dengan semakin lama waktu penyimpanan daun kayu putih ini diperkirakan karena pada minyak kayu putih yang diperoleh dari penyulingan daun yang telah disimpan akan memiliki komponen penyusun fraksi berat yang semakin banyak sehingga nilai bobot jenis minyak akan semakin tinggi (Sumangat & Ma mun 2003). Dapat dijelaskan bahwa pada daun yang disimpan komponen minyak kayu putih yang berupa senyawa dengan fraksi ringan telah berkurang akibat terjadinya proses penguapan, resinifikasi, polimerisasi atau proses oksidasi yang terjadi selama penyimpanan sehingga ketika daun disuling komponen penyusun minyak yang paling banyak keluar atau lebih dominan dari daun adalah komponen dengan fraksi berat sehingga terjadi kenaikan nilai bobot jenis minyak kayu putih. Tabel 4 Bobot jenis minyak kayu putih Bobot jenis minyak kayu putih Waktu (hari) Volume air penyulingan 2,5 kg daun (liter) ,914 0,913 Pengadukan 2 0,915 0, ,917 0, ,913 0,912 Tanpa pengadukan 2 0,914 0, ,916 0,913 Kontrol 0 0,914 0,912 Nilai bobot jenis minyak kayu putih tertinggi dihasilkan dari kombinasi perlakuan berupa penyulingan dengan air 3 liter, penyimpanan 3 hari dan perlakuan pengadukan selama penyimpanan. Sedangkan nilai bobot jenis terendah diperoleh dari kontrol penyulingan 4 liter dan kombinasi perlakuan penyulingan dengan air 4 liter, penyimpanan 1 hari dan tanpa pengadukan. Jika dilihat pada Gambar 2, penyulingan dengan menggunakan volume air penyulingan sebesar 3 liter memiliki rata-rata nilai bobot jenis yang lebih tinggi daripada penyulingan dengan menggunakan air 4 liter. Hal ini karena pada penyulingan dengan volume air 4 liter akan mengakibatkan kondisi ketel penyulingan yang lebih jenuh.

35 22 Kondisi ketel yang jenuh ini mengakibatkan terjadinya proses hidrolisis yang lebih ekstensif (Guenther 1987). Menurut Ferdiansyah (2010), semakin banyak air di dalam ketel dan suhu yang tinggi maka proses hidrolisis akan semakin besar. Proses hidrolisis ini mengakibatkan larutnya sebagian fraksi berat yang ada pada daun kayu putih yang disuling. Hal ini menyebabkan nilai bobot jenis minyak kayu putih yang dihasilkan menjadi lebih rendah jika dibandingkan dengan minyak kayu putih yang dihasilkan dari penyulingan dengan air 3 liter. EOA SNI Gambar 2 Pengaruh lama penyimpanan daun dan volume air penyulingan terhadap bobot jenis minyak kayu putih. Dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa pada perlakuan pengadukan dan tanpa pengadukan daun ketika penyimpanan memberikan hasil yang berbeda untuk nilai bobot jenis minyak kayu putih yang dihasilkan. Nilai bobot jenis minyak kayu putih yang diperoleh dari daun yang diberi perlakuan pengadukan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai bobot jenis minyak kayu putih yang diperoleh dari daun tanpa pengadukan. Hal ini bisa terjadi karena perlakuan pengadukan dapat mengakibatkan hilangnya komponen penyusun minyak kayu putih berupa fraksi-fraksi ringan yang lebih seragam dari daun kayu putih yang disimpan sehingga fraksi-fraksi berat pada minyak kayu putih yang dihasilkan menjadi lebih dominan. Semakin dominannya fraksi berat pada minyak kayu putih ini mengakibatkan nilai bobot jenis minyak kayu putih yang dihasilkan dari

36 23 daun yang diberi perlakuan pengadukan lebih besar daripada minyak kayu putih yang dihasilkan dari daun tanpa pengadukan. 4.3 Indeks Bias Hasil nilai indeks bias minyak kayu putih yang diperoleh dari penelitian ini berkisar antara 1,4661 sampai dengan 1,4683. Nilai ini masuk kedalam standar nasional Indonesia (SNI ) dan standar EOA. Dalam standar nasional Indonesia disyaratkan nilai indeks bias minyak kayu putih berkisar antara 1,460 sampai dengan 1,470 sedangkan dalam standar EOA nilai indeks bias berkisar antara 1,4660 sampai dengan 1,4720. Pada pengujian nilai indeks bias ini, diperoleh hasil nilai indeks bias yang semakin naik dengan semakin lama penyimpanan daun M. leucadendron Linn. (Tabel 5). Kenaikan nilai indeks bias ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lukmandaru (2002) pada minyak daun leda. Tabel 5 Indeks bias minyak kayu putih Indeks bias minyak kayu putih Waktu (hari) Volume air penyulingan 2,5 kg daun (liter) ,4665 1,4662 Pengadukan 2 1,4676 1, ,4681 1, ,4665 1,4663 Tanpa pengadukan 2 1,4666 1, ,4679 1,4679 Kontrol 0 1,4683 1,4676 Semakin bertambahnya nilai indeks bias yang dihasilkan dengan semakin lama waktu penyimpanan daun ini diperkirakan akibat semakin banyak atau dominannya komponen penyusun minyak kayu putih yang berupa komponen fraksi berat. Komponen penyusun minyak kayu putih yang berupa fraksi ringan diperkirakan hilang selama proses penyimpanan daun berlangsung. Menurut Guenther (1987), bahwa dengan adanya penyimpanan maka akan mengakibatkan hilangnya sebagian komponen atau minyak atsiri akibat adanya proses penguapan,

37 24 oksidasi, resinifikasi dan reaksi kimia lainya yang terjadi selama penyimpanan berlangsung. Dengan dominannya fraksi berat maka kerapatan minyak akan semakin naik. Hal inilah yang mengakibatkan nilai indeks bias minyak kayu putih akan semakin naik dengan semakin lama penyimpanan daun (Guenther 1987). 1,4720 EOA SNI Gambar 3 Pengaruh lama penyimpanan daun dan volume air penyulingan terhadap indeks bias minyak kayu putih. Nilai indeks bias yang dihasilkan pada penyulingan dengan menggunakan air 3 liter dan 4 liter memberikan beberapa perbedaan. Nilai indeks bias pada penyulingan dengan menggunakan air 3 liter lebih besar daripada penyulingan dengan menggunakan air 4 liter (Gambar 3). Hal ini diperkirakan terjadi akibat adanya proses hidrolisis yang terjadi pada penyulingan dengan air 4 liter lebih besar daripada penyulingan dengan air 3 liter. Menurut Ferdiansyah (2010) dan Guenther (1987), semakin banyak air di dalam ketel dan suhu yang tinggi maka proses hidrolisis akan semakin besar. Proses hidrolisis yang semakin ekstensif ini dapat mengakibatkan terputusnya ikatan rangkap dan rantai panjang karbon pada minyak kayu putih yang dihasilkan. Menurut Supriatin et al. (2004), semakin panjang rantai karbon dan jumlah ikatan rangkap maka nilai indeks bias akan semakin tinggi. Terputusnya ikatan rangkap ini dapat mengakibatkan turunnya nilai indeks bias minyak kayu putih (Supriatin et al. 2004). Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pada penyimpanan dihari pertama, kedua dan ketiga memberikan nilai indeks bias minyak kayu putih dari perlakuan

38 25 pengadukan lebih tinggi daripada nilai indeks bias minyak kayu putih dari daun yang diberi perlakuan tanpa pengadukan, baik pada penyulingan dengan menggunakan air 3 liter dan 4 liter. Hal ini diperkirakan karena semakin rata dan seragamnya fraksi ringan yang hilang pada daun yang diberikan perlakuan pengadukan selama penyimpan berlangsung sehingga fraksi berat pada minyak kayu putih yang dihasilkan semakin dominan. Semakin dominan kandungan komponen fraksi berat pada minyak kayu putih ini mengakibatkan semakin naiknya nilai indeks bias minyak kayu putih. 4.4 Putaran Optik Putaran optik merupakan nilai yang diperoleh dari polarisasi cahaya yang diputar ke arah kanan (dextrorotary) atau ke arah kiri (laevorotary) oleh minyak atsiri yang ditempatkan dalam sinar atau cahaya (Guenther 1987). Nilai putaran optik yang diperoleh dari minyak kayu putih dalam penelitian ini berkisar antara 0,35 o sampai dengan 2,37 o untuk arah kiri (laevorotary). Kisaran nilai putaran optik yang diperoleh dari minyak kayu putih ini memenuhi standar nasional Indonesia untuk minyak kayu putih (SNI ) dan juga standar EOA. Dalam standar nasional Indonesia (SNI ) dan EOA disyaratkan nilai putaran optik minyak kayu putih antara -4 o sampai dengan 0 o. Nilai putaran optik untuk minyak kayu putih yang diperoleh dari penyimpanan daun, memiliki kecenderungan yang semakin naik dengan semakin lama penyimpanan daun kayu putih. Kenaikan nilai putaran optik ini diperkirakan karena komponen minyak kayu putih yang tersuling semakin tidak lengkap. Menurut Sumangat dan Ma mun (2003), minyak atsiri yang komponenkomponennya tersuling dengan lengkap maka nilai putaran optiknya akan semakin kecil. Sedangkan minyak atsiri yang komponen-komponen atau senyawa penyusunya tidak tersuling secara menyeluruh maka nilai putaran optiknya akan semakin besar. Hal ini karena nilai putaran optik yang terukur adalah nilai putaran optik gabungan antara komponen penyusun minyak atsiri.

39 26 Tabel 6 Putaran optik minyak kayu putih Putaran optik minyak kayu putih (- atau laevorotary) Waktu (hari) Volume air penyulingan 2,5 kg daun (liter) ,88 o 1,75 o Pengadukan 2 2,20 o 2,20 o 3 2,92 o 2,50 o 1 1,65 o 1,25 o Tanpa pengadukan 2 2,14 o 2,10 o 3 2,37 o 2,35 o Kontrol 0 0,80 o 0,35 o Komponen penyusun minyak kayu putih pada daun yang disimpan diperkirakan berkurang atau hilang akibat adanya proses penguapan, oksidasi dan resinifikasi yang terjadi sehingga mengakibatkan komponen minyak kayu putih yang dihasilkan semakin tidak lengkap dengan semakin lama penyimpanan daun (Guenther 1987). Hilangnya beberapa komponen penyusun minyak kayu putih inilah yang mengakibatkan semakin naiknya nilai putaran optik minyak kayu putih dari bahan yang disimpan. Pada minyak kayu putih yang dihasilkan dari penyulingan dengan menggunakan air 4 liter memberikan hasil nilai putaran optik yang lebih kecil daripada nilai putaran optik yang dihasilkan dari minyak kayu putih yang diperoleh dari penyulingan dengan air 3 liter (Tabel 6). Pada kontrol penyulingan dengan menggunakan air 3 liter diperoleh nilai putaran optik sebesar 0,80 o sedangkan pada kontrol 4 liter dihasilkan nilai putaran optik sebesar 0,35 o. Hal ini memberikan hasil bahwa penyulingan dengan air 4 liter dapat menghasilkan minyak kayu putih yang memiliki komponen penyusun lebih lengkap daripada penyulingan dengan menggunakan air 3 liter.

40 27 4,00 SNI EOA Gambar 4 Pengaruh lama penyimpanan daun dan volume air penyulingan terhadap putaran optik minyak kayu putih. Pada perlakuan pengadukan dan tanpa pengadukan didapatkan hasil nilai putaran optik yang berbeda. Nilai putaran optik pada minyak kayu putih yang diperoleh dari daun yang diberikan perlakuan pengadukan lebih tinggi daripada nilai putaran optik minyak kayu putih dari daun tanpa pengadukan (Gambar 4). Hal ini diperkirakan terjadi karena pada daun yang diberikan perlakuan pengadukan terjadi kehilangan komponen penyusun minyak kayu putih yang semakin rata dan seragam. Kehilangan komponen penyusun minyak kayu putih yang semakin seragam ini mengakibatkan nilai putaran optik yang dihasilkan semakin tinggi pada minyak kayu putih yang diperoleh dari daun yang diberikan perlakuan pengadukan daripada minyak kayu putih yang diperoleh dari daun tanpa pengadukan. Selain itu, kenaikan nilai putaran optik juga bisa terjadi akibat adanya pengotoran pada minyak kayu putih yang dihasilkan (Trifa 2009). 4.5 Kelarutan dalam Etanol 70% Pada penelitian ini juga dilakukan pengujian kelarutan minyak kayu putih dalam etanol 70%. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 7) nilai kelarutan minyak kayu putih terhadap etanol 70% berkisar antara 1:7 sampai dengan 1:8,5 jernih. Nilai kelarutan minyak kayu putih pada penelitian ini semua masuk kedalam standar nasional Indonesia untuk minyak kayu putih (SNI ) yang mensyaratkan nilai kelarutan minyak kayu putih dalam etanol 70% sebesar 1:1

41 28 sampai dengan 1:10 jernih. Tetapi nilai kelarutan ini tidak masuk dalam standar EOA yang mensyaratkan nilai kelarutan minyak kayu putih larut dalam 1 volume. Tabel 7 Nilai kelarutan minyak kayu putih dalam etanol 70% Kelarutan minyak kayu putih dalam etanol 70% (jernih) Waktu (hari) Volume air penyulingan 2,5 kg daun (liter) :7 1:8 Pengadukan 2 1:7,5 1:8 3 1:8 1:8 1 1:7 1:8 Tanpa pengadukan 2 1:8 1:8 3 1:8,5 1:8,5 Kontrol 0 1:7 1:8 Dari pengujian nilai kelarutan minyak kayu putih dalam etanol 70% didapatkan hasil nilai kelarutan yang cenderung menurun dengan semakin lama penyimpanan daun. Hal ini diperkirakan terjadi karena adanya proses polimerisasi yang terjadi selama penyimpanan daun berlangsung. Menurut Guenther (1987), adanya polimerisasi yang terjadi akan mengakibatkan turunnya nilai kelarutan minyak kayu putih dalam etanol 70%. Selain itu, Guenther juga menyebutkan bahwa kelarutan minyak atsiri terhadap etanol tergantung terhadap kecepatan daya larut dan kualitas minyak itu sendiri. Pada minyak atsiri yang kaya akan komponen oxygenated lebih mudah larut daripada minyak atsiri yang memiliki kandungan terpen yang tinggi. Berdasarkan nilai kelarutan minyak kayu putih dalam etanol 70% yang rendah dapat diperkirakan kandungan terpen pada minyak kayu putih yang dihasilkan pada penelitian ini lebih banyak dibandingkan kandungan komponen oxygenated. Pada perlakuan penggunaan air untuk penyulingan didapatkan hasil bahwa pada penyulingan dengan menggunakan air 4 liter memberikan hasil nilai kelarutan minyak kayu putih yang lebih rendah daripada penyulingan dengan menggunakan air penyulingan 3 liter. Hal diperkirakan terjadi karena pada penyulingan dengan menggunakan air 4 liter kondisi tabung penyulingan lebih jenuh karena volume air penyulingan yang digunakan lebih banyak. Kondisi ketel

42 29 yang jenuh dengan suhu yang tinggi mengakibatkan proses polimerisasi yang terjadi di dalam ketel yang menggunakan air penyulingan 4 liter lebih besar. Sedangkan pada penyulingan dengan menggunakan air 3 liter kondisi tabung penyulingannya memiliki kejenuhan yang lebih rendah daripada penyulingan yang menggunakan air 4 liter. Hal inilah yang mengakibatkan laju polimerisasi pada penyulingan dengan menggunakan air 3 liter lebih rendah. Semakin besar laju polimerisasi maka mengakibatkan nilai kelarutan minyak kayu putih yang dihasilkan dalam etanol 70% semakin rendah (Tabel 7). Sedangkan pada perlakuan penyimpanan dengan menggunakan pengadukan daun dan tanpa pengadukan daun ketika penyimpanan memberikan hasil nilai kelarutan minyak kayu putih dalam etanol 70% yang berbeda. Pada minyak kayu putih yang diperoleh dari daun yang diberikan perlakuan pengadukan memberikan nilai kelarutan dalam etanol 70% yang lebih tinggi daripada minyak kayu putih yang diperoleh dari daun tanpa pengadukan. Dengan dilakukannya pengadukan dapat mengurangi laju terjadinya polimerisasi pada daun kayu putih yang disimpan sehingga mengurangi terjadinya penurunan nilai kelarutan minyak kayu putih dalam etanol 70%. Menurut Guenther (1987), kondisi penyimpanan yang kurang baik dapat mempercepat laju polimerisasi seperti faktor cahaya, udara dan adanya air biasanya menimbulkan pengaruh yang tidak baik. 4.6 Kadar Sineol Sineol (C 10 H 18 O) merupakan komponen utama penyusun minyak kayu putih berupa senyawa kimia golongan ester turunan terpen alkohol yang terdapat di dalam minyak kayu putih. Sineol merupakan salah satu komponen penyusun minyak kayu putih yang cukup tinggi kadarnya (Yusliansyah 2006). Dari hasil pengujian kadar sineol minyak kayu putih yang diperoleh dari penyulingan daun kayu putih pada penelitian ini, didapatkan hasil kisaran kadar sineol mulai dari 52% sampai dengan 60%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guenther (1990), bahwa kadar sineol minyak kayu putih berkisar antara 50% sampai dengan 60%. Nilai kadar sineol pada penelitian ini masuk kedalam standar nasional Indonesia (SNI ) dan standar EOA. Dalam standar nasional Indonesia dan standar EOA disyaratkan nilai kadar sineol antara 50% sampai

43 30 dengan 65%. Selain itu, nilai ini sesuai dengan nilai kadar sineol yang dilaporkan oleh Gildemeister dan Hoffman dalam Guenther (1990), bahwa nilai kadar sineol yang diperoleh dari pengujian dengan metode resorsinol memiliki rata-rata antara 50% sampai dengan 60%. Kadar sineol tertinggi sebesar 60% diperoleh dari penyulingan daun segar dengan menggunakan volume air penyulingan 3 liter. Sedangkan kadar sineol terendah sebesar 52% diperoleh dari penyulingan daun kayu putih yang disimpan selama 3 hari yang disuling dengan menggunakan volume air penyulingan 4 liter (Tabel 8). Tabel 8 Kadar sineol minyak kayu putih Kadar sineol minyak kayu putih (%) Waktu (hari) Volume air penyulingan 2,5 kg daun (liter) Pengadukan Tanpa pengadukan Kontrol Dari Tabel 8 terlihat bahwa nilai kadar sineol minyak kayu putih mempunyai kecenderungan yang semakin menurun dengan bertambahnya lama waktu penyimpanan daun kayu putih. Penurunan nilai kadar sineol pada minyak kayu putih yang diperoleh dari daun yang disimpan ini, diakibatkan proses oksidasi yang terjadi ketika penyimpanan berlangsung. Pada proses oksidasi ini, kandungan sineol di dalam daun kayu putih sebagian berubah menjadi asam sineolat sehingga terjadi penurunan kadar sineol (Sudarti & Warasti 1979). Menurut Koensoemardiyah (2010), proses-proses seperti oksidasi, resinifikasi dan polimerisasi dapat diaktifkan oleh panas, udara, sinar matahari dan molekul logam berat. Menurut Wallach dan Gildemeister dalam Guenther (1990), sineol merupakan konstituen utama minyak kayu putih yang dikarakterisasi dengan cara mengoksidasi fraksi yang mengandung sineol tersebut menjadi asam sineolat.

44 31 SNI EOA Gambar 5 Pengaruh lama penyimpanan daun dan volume air penyulingan terhadap kadar sineol minyak kayu putih. Pada penyulingan dengan menggunakan air 3 liter terlihat bahwa nilai kadar sineol rata-ratanya lebih besar dibandingkan dengan penyulingan dengan menggunakan air 4 liter (Gambar 5). Hal diperkirakan terjadi karena adanya proses hidrolisis yang lebih ekstensif pada penyulingan dengan menggunakan air 4 liter dibandingakan dengan menggunakan air 3 liter. Semakin banyaknya air yang digunakan dalam proses penyulingan bisa mengakibatkan kondisi di dalam ketel penyulingan lebih jenuh sehingga bisa mengakibatkan terjadinya hidrolisis yang lebih besar. Semakin tinggi laju hidrolisis maka kadar sineol yang ada di dalam minyak kayu putih yang dihasilkan dari penyulingan akan semakin rendah. Menurut Guenther (1987), menyebutkan bahwa proses hidrolisis dapat mengubah ester menjadi asam dan alkohol. Sineol merupakan salah satu golongan ester yang diperkirakan ikut berubah menjadi asam dan alkohol ketika terjadi proses hidrolisis pada ketel penyulingan. Pada perlakuan pengadukan dan tanpa pengadukan ketika penyimpanan daun kayu putih menghasilkan nilai yang berbeda untuk kadar sineol minyak kayu putih yang dihasilkan. Pada daun yang diberikan perlakuan pengadukan menghasilkan minyak kayu putih yang memiliki kadar sineol lebih besar daripada minyak kayu putih yang diperoleh dari daun tanpa pengadukan. Dalam hal ini pengadukan daun dapat mengurangi laju oksidasi yang terjadi pada bahan yang disimpan sehingga laju perubahan sineol menjadi asam sineolat juga menjadi lebih rendah.

45 32 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Rendemen minyak kayu putih dari hasil penyulingan selama 4 jam berkisar antara 1,011% sampai dengan 1,157%. Terdapat kecenderungan semakin lama penyimpanan, semakin sedikit volume air penyulingan dan tidak dilakukannya pengadukan daun ketika penyimpanan akan menghasilkan rendemen minyak kayu putih yang semakin rendah. 2. Nilai hasil pengujian sifat fisika dan kimia semua contoh uji minyak kayu putih menunjukan bahwa teknik penyimpanan dan penggunaan variasi volume air penyulingan mampu mempertahankan mutu minyak kayu putih sesuai dengan standar nasional Indonesia (SNI ), sedangkan untuk standar mutu EOA nilai kelarutan dalam etanol 70% tidak memenuhi syarat. 3. Penyulingan dengan volume air 4 liter menghasilkan rendemen yang lebih tinggi daripada penyulingan dengan volume air 3 liter untuk 2,5 kg daun kayu putih. Tetapi minyak kayu putih yang dihasilkan memiliki nilai fisika dan kimia yang lebih rendah daripada minyak kayu putih yang diperoleh dari penyulingan dengan volume air 3 liter, kecuali untuk nilai putaran optik. 5.2 Saran 1. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai volume air penyulingan yang optimum sehingga dapat dihasilkan rendemen minyak kayu putih yang lebih tinggi. 2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai jenis-jenis komponen kimia penyusun minyak kayu putih beserta karateristiknya yang hilang selama proses penyimpanan berlangsung.

46 33 DAFTAR PUSTAKA Agusta A Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: ITB Amrullah Minyak Kayu Putih. com/minyakkayu-putih/ [24 April 2011] [BSN] Badan Standardisasi Nasional Minyak Kayu Putih. SNI Jakarta. Ferdiansyah A Analisis Pengaruh Arah Aliran Steam dan Massa Bunga Kenanga untuk Mendapatkan Minyak Kenanga Yang Memiliki Kualitas dan Rendemen Optimum dengan Menggunakan Metode Distilasi Uap (Steam Distillation) [Skripsi]. Surabaya: Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Ginting S Pengaruh Lama Penyulingan Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Atsiri Daun Sereh Wangi [skripsi]. Medan: Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Guenther E Minyak Atsiri Jilid 1. Ketaren S, penerjemah. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari: Essential Oil Minyak Atsiri Jilid IV B. Ketaren S, penerjemah. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari: Essential Oil. Handita LK Kayu Putih. _id= [20 Juli 2011]. Heyne K Standar Mutu dan Pengujian Minyak Kayu Putih. Balai Riset dan Standarisasi Industri dan Perdagangan, Ambon. Kardinan A Tanaman Penghasil Minyak Atsiri Komoditas Wangi Penuh Potensi. Jakarta: Agromedia Pustaka. Kartikasari D Studi Pengusahaan Minyak Kayu Putih (Cajuput oil) di PMKP Jatimunggul, KPH Indramayu Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Koensoemardiyah S A to Z Minyak Atsiri untuk Industri Makanan, Kosmetik dan Aromaterapi.Yogyakarta: CV Andi Offset. Lukmandaru G, Irawati D, Marsoem SN Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Rendemen dan Kualitas Minyak Atsiri Daun Leda (Eucalyptus deglupta). Di dalam: Prosiding MAPEKI V. Hal MAPEKI. Bogor.

47 34 Lutony TL, Rahmayati Y Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Jakarta: Penebar Swadaya. Mulyadi T Studi pengelolaan kayu putih Melaleuca leucadendron Linn. Berbasis ekosistem di BDH Karangmojo, Gunung Kidul, Yogyakarta. Thesis Program Pascasarjana S2 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Tidak diterbitkan. Muttaqin MZ Model Pertumbuhan Hasil Daun Kayu Putih (Melaleuca leucadendron Linn.) di KPH Indramayu Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Nurdjannah N Minyak Ylang-ylang dalam Aromaterapi dan Prospek Pengembangannnya di Indonesia. Di dalam: Prosiding Konferensi Nasional Minyak Atsiri September Solo. Pribadi A Pengaruh Bentuk Daun dan Umur Pangkas Daun Kayu Putih Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Kayu Putih [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Rimbawanto A, Kartikawati NK, Baskorowati L, Susanto M, Prastyono Status terkini pemuliaan Melaleuca cajuputi. Hasil-hasil Penelitian Hal B2PBPTH. Yogyakarta. Rimbawanto A, Susanto M Pemuliaan Melaleuca cajuputi subsp cajuputi untuk Pengembangan Industri Minyak Kayu Putih Indonesia. Prosiding Ekspose Hasil Litbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Hal Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta. Satyadiwiria Y Pembuatan Minyak Atsiri. Medan: Dinas Pertanian. Siahaya TE Pengaruh Kelerengan, Pemeliharaan dan Lama Penyimpanan Daun Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Kayu Putih. Tesis pada Program Pasca Sarjana Ilmu Kehutanan. Universitas Mulawarman (Tidak diterbitkan). Siregar, Nopelena Isolasi dan Analisis Komponen Minyak Atsiri dari Daun Kayu Putih (Melaleucae Folium) Segar dan Kering Secara Gc-Ms. [21 Juli 2011] Sudarti, Warasti S Pengaruh penyimpanan daun kayu putih (Melaleuca leucadendron Linn.) terhadap hasil dan kualitas minyak kayu putih [tugas akhir]. Yogyakarta: Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada. Sumadiwangsa S Teknik pengolahan dan kualitas minyak kayu putih. Laporan No. 67 Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Departemen Pertanian. Bogor.

48 35 Sumadiwangsa S, Silitonga T Penyulingan Minyak Daun Kayu Putih Publikasi khusus No. 42 Lembaga Penelitian Hasil Hutan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Bogor. Sumadiwangsa S, Sutarna MS, Siti H Pedoman Pengujian Kualitas Minyak kayu putih. Lembaga Penelitian Hasil Hutan Direktorat Jenderal Kehutanan Departemen Pertanian. Sumangat D, Ma mun Pengaruh Ukuran dan Susunan Bahan Baku serta Lama Penyulingan Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Kayumanis Srilangka (Cinnamomun Zeylanicum). Buletin TRO Volume XIV No. 1. Sumarni, Bayu AN, Solekan Pengaruh Volume Air dan Berat Bahan pada Penyulingan Minyak Atsiri. Jurnal Teknologi vol. 1 No. 1. Hal Sunanto H Budi Daya dan Penyulingan Kayu Putih. Yogyakarta: Kanisius. Supriatin, Ketaren S, Ngudiwaluyol S, Friyadil A Isolasi Miristisin dari Minyak Pala (Myristica fragrans) dengan Metode Penyulingan Uap. Jurnal Teknologi Industri Pertanian Vol. 17(1) Trifa DS Karakteristik Minyak Atsiri Jerangau (Acorus calamus) [Skripsi]. Medan: Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara. Triwahyudi S, Leopold ON, Sri EA, Dyah W Pengaruh Rak Berputar Pada Kinerja Pengering Surya Tipe Efek Rumah Kaca (Erk) Hybrid untuk Pengeringan Kapulaga Lokal (Amomum cardamomum Wild). Absrak jurnal enjiniring pertanian. Tangerang: Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. Ulya NA Penyusunan Model Penduga Produksi Daun Kayu Putih (Melaleuca leucadendron Linn.) di KPH Mojokerto Perum Perhutani Unit II Jawa Timur [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Wedalia I Tinjauan Mengenai Kemungkinan Pengusahaan Tanaman Kayu Putih (Melaleuca leucadendron Linn.) dalam Rangka Pengembangan Hutan Rakyat di Lokasi Tranmigrasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Yusliansyah Rendemen dan mutu minyak kayu putih (Melaleuca leucadendron Linn.) dari dua tempat yang berbeda serta prospek pengembangannya di Kalimantan Timur. Prosiding Seminar Nasional MAPEKI IX Hal MAPEKI. Banjarbaru.

49 LAMPIRAN 36

50 37 Lampiran 1 Hasil pengamatan sifat fisika-kimia minyak kayu putih dengan volume air penyulingan 3 liter Volume air penyulingan 3 liter air penyulingan Lama penyimpanan (hari) Pengadukan daun Iya Tidak Iya Tidak Iya Tidak Kontrol 1 1,097 1,068 1,025 1,024 1,034 1,011 1,138 Rendemen (%) 2 1,089 1,030 1,069 1,052 1,031 1,010 1,142 Rata-rata 1,093 1,049 1,047 1,038 1,033 1,011 1,14 1 0,914 0,913 0,915 0,914 0,917 0,916 0,913 Berat jenis 2 0,914 0,913 0,915 0,914 0,917 0,916 0,915 Rata-rata 0,914 0,913 0,915 0,914 0,917 0,916 0, ,9-1 -1,6-2,07-2,63-3,07-0,64 Putaran optik 2-1,86-2,3-2,8-2,2-3,2-1,67-0,96 Rata-rata -1,88-1,65-2,2-2,14-2,92-2,37-0,80 1 1:7 1:7 1:7 1:8 1:8 1:9 1:7 Kelarutan etanol 2 1:7 1:7 1:8 1:8 1:8 1:8 1:7 70% Rata-rata 1:7 1:7 1:7,5 1:8 1:8 1:8,5 1:7 1 1,4656 1,4659 1,4676 1,4660 1,4682 1,4687 1,4675 Indek bias 2 1,4674 1,4670 1,4675 1,4671 1,4679 1,4671 1,4690 Rata-rata 1,4665 1,4665 1,4676 1,4666 1,4681 1,4679 1,4683 Kadar sineol (%)

51 38 Lampiran 2 Hasil pengamatan sifat fisika-kimia minyak kayu putih dengan volume air penyulingan 4 liter Volume air penyulingan 4 liter air penyulingan Lama penyimpanan (hari) Pengadukan daun Iya Tidak Iya Tidak Iya Tidak Kontrol 1 1,131 1,064 1,025 1,066 1,045 1,023 1,175 Rendemen (%) 2 1,133 1,096 1,081 1,030 1,053 1,015 1,139 Rata-rata 1,132 1,080 1,053 1,048 1,049 1,019 1, ,912 0,911 0,915 0,913 0,914 0,913 0,912 Berat jenis 2 0,914 0,913 0,913 0,913 0,914 0,913 0,912 Rata-rata 0,913 0,912 0,914 0,913 0,914 0,913 0, ,97-1,2-2,7-1,9-2,7-2,4-0,33 Putaran optik 2-1,52-1,3-1,7-2,3-2,3-2,3-0,37 Rata-rata -1,75-1,25-2,2-2,1-2,5-2,35-0,35 1 1:8 1:8 1:8 1:8 1:8 1:9 1:8 Kelarutan etanol 2 1:8 1:8 1:8 1:8 1:8 1:8 1:8 70% Rata-rata 1:8 1:8 1:8 1:8 1:8 1:8,5 1:8 1 1,4665 1,4658 1,4671 1,4654 1,4688 1,4667 1,4674 Indek bias 2 1,4659 1,4668 1,4671 1,4677 1,4673 1,4691 1,4678 Rata-rata 1,4662 1,4663 1,4671 1,4666 1,4681 1,4679 1,4676 Kadar sineol (%)

52 39 Lampiran 3 Hasil pengamatan kadar air bahan Volume air penyulingan 3 liter air penyulingan Lama penyimpanan (hari) Pengadukan daun Iya Tidak Iya Tidak Iya Tidak Kontrol 1 64,72 58,41 55,81 33,57 48,71 34,81 66,65 Kadar air 2 55,24 58,90 54,46 47,13 52,35 40,61 64,50 Rata-rata 59,98 58,66 55,14 40,35 50,53 37,71 65,58 Volume air penyulingan 4 liter air penyulingan Lama penyimpanan (hari) Pengadukan daun Iya Tidak Iya Tidak Iya Tidak Kontrol 1 61,89 57,34 56,36 42,62 49,16 35,62 62,66 Kadar air 2 60,57 58,20 47,47 37,28 49,21 35,95 65,09 Rata-rata 61,23 57,77 51,92 39,95 49,18 35,79 63,88 Lampiran 4 Hasil pengamatan suhu ketika penyimpanan bahan Penyimpanan daun untuk pemasakan dengan 3 liter air Penyimpanan daun untuk pemasakan dengan 4 liter air Jam Suhu C Jam Suhu C Hari ke Hari ke Rata-rata 26,67 26,83 26,67 Rata-rata 26,83 26,83 27

53 40

54 Lampiran 6 Dokumentasi 41

DISTILLASI DAUN KAYU PUTIH DENGAN VARIASI TEKANAN OPERASI DAN KEKERINGAN BAHAN UNTUK MENGOPTIMALKAN KADAR SINEOL DALAM MINYAK KAYU PUTIH

DISTILLASI DAUN KAYU PUTIH DENGAN VARIASI TEKANAN OPERASI DAN KEKERINGAN BAHAN UNTUK MENGOPTIMALKAN KADAR SINEOL DALAM MINYAK KAYU PUTIH Muyassaroh:Distillasi daun kayu putih dengan variasi tekanan operasi dan kekeringan bahan untuk mengoptimalkan kadar sineol dalam minyak kayu putih DISTILLASI DAUN KAYU PUTIH DENGAN VARIASI TEKANAN OPERASI

Lebih terperinci

atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan.

atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan. 1. Warna Sesuai dengan SNI 06-2385-2006, minyak atsiri berwarna kuning muda hingga coklat kemerahan, namun setelah dilakukan penyimpanan minyak berubah warna menjadi kuning tua hingga coklat muda. Guenther

Lebih terperinci

PENENTUAN BOBOT JENIS DAN INDEKS BIAS SERTA KELARUTAN DALAM ETANOL DAN PUTARAN OPTIK MINYAK KAYU PUTIH (MELALEUCA LEUCADENDRON) TUGAS AKHIR

PENENTUAN BOBOT JENIS DAN INDEKS BIAS SERTA KELARUTAN DALAM ETANOL DAN PUTARAN OPTIK MINYAK KAYU PUTIH (MELALEUCA LEUCADENDRON) TUGAS AKHIR PENENTUAN BOBOT JENIS DAN INDEKS BIAS SERTA KELARUTAN DALAM ETANOL DAN PUTARAN OPTIK MINYAK KAYU PUTIH (MELALEUCA LEUCADENDRON) TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

apakah memenuhi syarat SNI atau tidak - Untuk dapat mengetahui mutu minyak sereh yang di uji. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

apakah memenuhi syarat SNI atau tidak - Untuk dapat mengetahui mutu minyak sereh yang di uji. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.2.2 Manfaat - Untuk dapat mengetahui bobot jenis dan indeks bias pada minyak sereh apakah memenuhi syarat SNI atau tidak - Untuk dapat mengetahui mutu minyak sereh yang di uji. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT Feri Manoi PENDAHULUAN Untuk memperoleh produk yang bermutu tinggi, maka disusun SPO penanganan pasca panen tanaman kunyit meliputi, waktu panen,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Nilam Gambar 1. Daun Nilam (Irawan, 2010) Tanaman nilam (Pogostemon patchouli atau Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman perdu wangi berdaun halus dan berbatang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pada masa yang akan datang akan mampu memberikan peran yang nyata dalam

TINJAUAN PUSTAKA. pada masa yang akan datang akan mampu memberikan peran yang nyata dalam TINJAUAN PUSTAKA Upaya pengembangan produksi minyak atsiri memang masih harus dipicu sebab komoditas ini memiliki peluang yang cukup potensial, tidak hanya di pasar luar negeri tetapi juga pasar dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENGOLAHAN NILAM 1

PENDAHULUAN PENGOLAHAN NILAM 1 PENDAHULUAN Minyak nilam berasal dari tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu komoditi non migas yang belum dikenal secara meluas di Indonesia, tapi cukup popular di pasaran Internasional.

Lebih terperinci

Minyak terpentin SNI 7633:2011

Minyak terpentin SNI 7633:2011 Standar Nasional Indonesia Minyak terpentin ICS 65.020.99 Badan Standardisasi Nasional Copyright notice Hak cipta dilindungi undang undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam hutan. Hasil hutan dapat berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu. Hasil hutan kayu sudah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cengkeh dengan nama ilmiah Eugenia caryophyllata berasal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cengkeh dengan nama ilmiah Eugenia caryophyllata berasal dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daun Cengkeh Cengkeh dengan nama ilmiah Eugenia caryophyllata berasal dari kepulauan Maluku. Diselundupkan untuk dibudidayakan di Malagasi dan Tanzania oleh para pedagang Arab,

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPAT TUMBUH DAN LAMA PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN MINYAK ATSIRI RAMBU ATAP

PENGARUH TEMPAT TUMBUH DAN LAMA PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN MINYAK ATSIRI RAMBU ATAP PENGARUH TEMPAT TUMBUH DAN LAMA PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN MINYAK ATSIRI RAMBU ATAP (Baeckea frustescens L) DENGAN PENYULINGAN METODE PEREBUSAN The Influence of Growing Site and duration distillation

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na +

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na + BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentonit Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang mempunyai kandungan utama mineral smektit (montmorillonit) dengan kadar 85-95% bersifat plastis dan koloidal tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang (good product) maupun jasa (services product) dan konservasi. Produk

BAB I PENDAHULUAN. barang (good product) maupun jasa (services product) dan konservasi. Produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil hutan bukan kayu merupakan produk selain kayu yang dihasilkan dari bagian pohon atau benda biologi lain yang diperoleh dari hutan, berupa barang (good product)

Lebih terperinci

Disusun oleh: Jamaludin Al Anshori, S.Si

Disusun oleh: Jamaludin Al Anshori, S.Si Disusun oleh: Jamaludin Al Anshori, S.Si DAFTAR HALAMAN Manual Prosedur Pengukuran Berat Jenis... 1 Manual Prosedur Pengukuran Indeks Bias... 2 Manual Prosedur Pengukuran kelarutan dalam Etanol... 3 Manual

Lebih terperinci

BAB III METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan

BAB III METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan BAB III METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar, Unit Pelayanan Terpadu Pengunjian dan Sertifikasi Mutu Barang (UPT. PSMB) Medan yang bertempat

Lebih terperinci

Lampiran 1: Hasil identifikasi tumbuhan

Lampiran 1: Hasil identifikasi tumbuhan Lampiran 1: Hasil identifikasi tumbuhan Sampel yang digunakan adalah daun I yaitu: jenis Melaleuca leucadendra (L). L Dari Bab III halaman 21 pada identifikasi sampel Lampiran 2. Gambar pohon kayu putih

Lebih terperinci

ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN PEMURNIAN SENYAWA 1,8 SINEOL MINYAK KAYU PUTIH (Malaleuca leucadendron)

ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN PEMURNIAN SENYAWA 1,8 SINEOL MINYAK KAYU PUTIH (Malaleuca leucadendron) Isolasi, Identifikasi dan Pemurnian (Rizqi Helfiansah, dkk.) ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN PEMURNIAN SENYAWA 1,8 SINEOL MINYAK KAYU PUTIH (Malaleuca leucadendron) Rizqi Helfiansah¹, Hardjono Sastrohamidjojo²,

Lebih terperinci

Penetapan Kadar Sari

Penetapan Kadar Sari I. Tujuan Percobaan 1. Mengetahui cara penetapan kadar sari larut air dari simplisia. 2. Mengetahui cara penetapan kadar sari larut etanol dari simplisia. II. Prinsip Percobaan Penentuan kadar sari berdasarkan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu teknologi proses ekstraksi minyak sereh dapur yang berkualitas dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-39

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-39 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-39 Perbandingan Antara Metode - dan Steam- dengan pemanfaatan Microwave terhadap Jumlah Rendemenserta Mutu Minyak Daun Cengkeh

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii Jung et de Vriese) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT NURKHAIRANI DEPARTEMEN HASIL

Lebih terperinci

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura Hak cipta dilindungi Undang-Undang Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura ISBN: 978-602-97552-1-2 Deskripsi halaman sampul : Gambar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman cengkeh berasal dari kepulauan Maluku. Pada abad ke-18 Perancis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman cengkeh berasal dari kepulauan Maluku. Pada abad ke-18 Perancis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Cengkeh Tanaman cengkeh berasal dari kepulauan Maluku. Pada abad ke-18 Perancis menyelundupkan tanaman ini dan menanamnya di Madagaskar dan Zanzibar. Dan ternyata tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris (Essential oil volatile) yang

I. PENDAHULUAN. Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris (Essential oil volatile) yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak atsiri merupakan zat yang memberikan aroma pada tumbuhan. Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris (Essential oil volatile) yang merupakan salah satu hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing bagi masyarakat di Indonesia karena dapat menghasilkan minyak kayu

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing bagi masyarakat di Indonesia karena dapat menghasilkan minyak kayu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kayu putih (Melaleuca leucadendron, LINN) merupakan tanaman yang tidak asing bagi masyarakat di Indonesia karena dapat menghasilkan minyak kayu putih (cajuputi oil)

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Ketel Suling

III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Ketel Suling III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun dan batang nilam yang akan di suling di IKM Wanatiara Desa Sumurrwiru Kecamatan Cibeurem Kabupaten Kuningan. Daun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. non kayu diantaranya adalah daun, getah, biji, buah, madu, rempah-rempah, rotan,

BAB I PENDAHULUAN. non kayu diantaranya adalah daun, getah, biji, buah, madu, rempah-rempah, rotan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil hutan non kayu merupakan hasil hutan dimana produk yang diambil bukan kayu atau hasilnya bukan berasal dari penebangan pohon. Produk hasil hutan non kayu diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragam sehingga menjadikan Negara Indonesia sebagai negara yang subur

BAB I PENDAHULUAN. beragam sehingga menjadikan Negara Indonesia sebagai negara yang subur BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Potensi sumber daya alam yang dimiliki Indonesia sangat banyak dan beragam sehingga menjadikan Negara Indonesia sebagai negara yang subur dengan bermacam-macam ragam

Lebih terperinci

Kumpulan Laporan Praktikum Kimia Fisika PERCOBAAN VI

Kumpulan Laporan Praktikum Kimia Fisika PERCOBAAN VI PERCOBAAN VI Judul Percobaan : DESTILASI Tujuan : Memisahkan dua komponen cairan yang memiliki titik didih berbeda. Hari / tanggal : Senin / 24 November 2008. Tempat : Laboratorium Kimia PMIPA FKIP Unlam

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) F-234

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) F-234 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-234 Perbandingan Metode Steam Distillation dan Steam-Hydro Distillation dengan Microwave Terhadap Jumlah Rendemen serta Mutu

Lebih terperinci

II. METODOLOGI PENELITIAN

II. METODOLOGI PENELITIAN 1 Perbandingan Antara Metode Hydro-Distillation dan Steam-Hydro Distillation dengan pemanfaatan Microwave Terhadap Jumlah Rendemenserta Mutu Minyak Daun Cengkeh Fatina Anesya Listyoarti, Lidya Linda Nilatari,

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Lada hitam. Badan Standardisasi Nasional ICS

SNI Standar Nasional Indonesia. Lada hitam. Badan Standardisasi Nasional ICS SNI 01-0005-1995 Standar Nasional Indonesia Lada hitam ICS Badan Standardisasi Nasional i SNI 01 0005-1995 Daftar Isi 1. Ruang lingkup... 2 2. Acuan Normatif... 2 3. Istilah dan definisi... 2 4. Klasifikasi/penggolongan...

Lebih terperinci

METODE DESTILASI AIR MINYAK ATSIRI PADA HERBA SERAI WANGI (Andropogon nardus Linn.) Indri Kusuma Dewi, Titik Lestari Poltekkes Kemenkes Surakarta

METODE DESTILASI AIR MINYAK ATSIRI PADA HERBA SERAI WANGI (Andropogon nardus Linn.) Indri Kusuma Dewi, Titik Lestari Poltekkes Kemenkes Surakarta METODE DESTILASI AIR MINYAK ATSIRI PADA HERBA SERAI WANGI (Andropogon nardus Linn.) Indri Kusuma Dewi, Titik Lestari Poltekkes Kemenkes Surakarta ABSTRAK Minyak atsiri merupakan minyak mudah menguap atau

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Sampel. Sampel yang digunakan adalah tanaman nilam yang berasal dari Dusun

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Sampel. Sampel yang digunakan adalah tanaman nilam yang berasal dari Dusun BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Sampel Sampel yang digunakan adalah tanaman nilam yang berasal dari Dusun Kembangan, Kecamatan Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun dan batang

Lebih terperinci

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.

Lebih terperinci

Kulit masohi SNI 7941:2013

Kulit masohi SNI 7941:2013 Standar Nasional Indonesia ICS 65.020.99 Kulit masohi Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kayu Manis Gambar 1. Kulit Batang Kayu Manis (Dwijayanti, 2011) 1. Sistematika Tumbuhan Sistematika tumbuhan kayu manis menurut Soepomo, 1994 adalah: Kingdom Divisi Kelas Ordo

Lebih terperinci

PENGARUH KELERENGAN, PEMELIHARAAN TANAMAN DAN LAMA PENYIMPANAN DAUN TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK KAYU PUTIH (MELALEUCA LEUCADENDRON LINN.

PENGARUH KELERENGAN, PEMELIHARAAN TANAMAN DAN LAMA PENYIMPANAN DAUN TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK KAYU PUTIH (MELALEUCA LEUCADENDRON LINN. PENGARUH KELERENGAN, PEMELIHARAAN TANAMAN DAN LAMA PENYIMPANAN DAUN TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK KAYU PUTIH (MELALEUCA LEUCADENDRON LINN.) Influence of Slope, Plant Maintenance and Length of Leaf

Lebih terperinci

ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI DARI DAUN KAYU PUTIH (Melaleucae folium) SEGAR DAN KERING SECARA GC - MS SKRIPSI

ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI DARI DAUN KAYU PUTIH (Melaleucae folium) SEGAR DAN KERING SECARA GC - MS SKRIPSI ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI DARI DAUN KAYU PUTIH (Melaleucae folium) SEGAR DAN KERING SECARA GC - MS SKRIPSI OLEH: IRMA NOPELENA SIREGAR NIM: 071524030 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri minyak atsiri memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan di Indonesia, karena Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam penyediaan bahan bakunya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman nilam adalah tanaman tahunan (parenial).

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman nilam adalah tanaman tahunan (parenial). TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Nilam Tanaman nilam merupakan salah satu tanaman obat asli Indonesia. Berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman nilam adalah tanaman tahunan (parenial). Tanaman ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. bahwa hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. bahwa hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan memegang peranan penting dalam setiap lini kehidupan manusia. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk maka akan meningkat pula kebutuhan hidup manusia,

Lebih terperinci

Topik I. Kayu Putih. Buku Seri Iptek V Kehutanan

Topik I. Kayu Putih. Buku Seri Iptek V Kehutanan Topik I Kayu Putih 1. Sebaran Alami Tanaman Kayu Putih... 1 2. Strategi Pemuliaan Tanaman Kayu Putih... 4 3. Budidaya Tanaman Kayu Putih Mendukung Reboisasi Daerah Tandus... 8 4. Produksi Minyak Kayu Putih...

Lebih terperinci

PROSES EKSTRAKSI MINYAK BUNGA MELATI (JASMINUM SAMBAC) DENGAN METODE ENFLEURASI. Elwina, Irwan, Ummi Habibah *) ABSTRAK

PROSES EKSTRAKSI MINYAK BUNGA MELATI (JASMINUM SAMBAC) DENGAN METODE ENFLEURASI. Elwina, Irwan, Ummi Habibah *) ABSTRAK PROSES EKSTRAKSI MINYAK BUNGA MELATI (JASMINUM SAMBAC) DENGAN METODE ENFLEURASI Elwina, Irwan, Ummi Habibah *) ABSTRAK Minyak melati merupakan salah satu produk minyak atsiri yang paling mahal dan banyak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah Kerja Penelitian Studi literatur merupakan input dari penelitian ini. Langkah kerja peneliti yang akan dilakukan meliputi pengambilan data potensi, teknik pemanenan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Untuk menunjang pembangunan pertanian tidak terlepas dari kemampuan petani dalam menerapkan teknologi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan November 2011 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kemiri Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, 2016 Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang termasuk dalam famili Euphorbiaceae (jarak-jarakan).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Jeringau Berbicara mengenai minyak atsiri, kita tidak dapat lepas dari membahas masalah bau dan aroma, karena fungsi minyak atsiri yang paling luas dan umum diminati

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNIS DAN BIAYA OPERASIONAL ALAT PENYULING NILAM DENGAN SUMBER BAHAN BAKAR KAYU DI ACEH BARAT DAYA

ANALISIS TEKNIS DAN BIAYA OPERASIONAL ALAT PENYULING NILAM DENGAN SUMBER BAHAN BAKAR KAYU DI ACEH BARAT DAYA ANALISIS TEKNIS DAN BIAYA OPERASIONAL ALAT PENYULING NILAM DENGAN SUMBER BAHAN BAKAR KAYU DI ACEH BARAT DAYA Mustaqimah 1*, Rahmat Fadhil 2, Rini Ariani Basyamfar 3 1 Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI ( Tectona grandis Linn. f) PADA PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA AHSAN MAULANA DEPARTEMEN HASIL HUTAN

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Alat Penelitian Alat yang digunakan untuk membuat asap cair disebut juga alat pirolisator yang terdiri dari pembakar bunsen, 2 buah kaleng berukuran besar dan yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rut, 2014 Peningkatan Kadar Mentol Pada Minyak Permen Dementolized Menggunakan Katalis Raney Nikel

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rut, 2014 Peningkatan Kadar Mentol Pada Minyak Permen Dementolized Menggunakan Katalis Raney Nikel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan berbagai tanaman rempah-rempah selain India, Cina, dan Brazil. Salah satu produk rempah-rempah

Lebih terperinci

UJI COBA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR dan UAP KAPASITAS 1 kg

UJI COBA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR dan UAP KAPASITAS 1 kg UJI COBA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR dan UAP KAPASITAS 1 kg Nama : Muhammad Iqbal Zaini NPM : 24411879 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : Dr. Cokorda

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Penetapan kadar minyak atsiri kayu manis dan pemeriksaan mutu minyak

BAB III METODOLOGI. Penetapan kadar minyak atsiri kayu manis dan pemeriksaan mutu minyak BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat Pengujian Penetapan kadar minyak atsiri kayu manis dan pemeriksaan mutu minyak kayu manis dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar Balai Pengujian Sertifikasi

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBUATAN ASAP CAIR DARI SEKAM PADI DAN APLIKASINYA SEBAGAI PUPUK TANAMAN HIDROPONIK

OPTIMASI PEMBUATAN ASAP CAIR DARI SEKAM PADI DAN APLIKASINYA SEBAGAI PUPUK TANAMAN HIDROPONIK JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 OPTIMASI PEMBUATAN ASAP CAIR DARI SEKAM PADI DAN APLIKASINYA SEBAGAI PUPUK TANAMAN HIDROPONIK *JAKA DARMA JAYA 1, AKHMAD ZULMI 2, DIKY WAHYUDI

Lebih terperinci

BAB 1 KAYU PUTIH. (Melaleuca leucadendra syn. M. leucadendron) Sumber foto:

BAB 1 KAYU PUTIH. (Melaleuca leucadendra syn. M. leucadendron) Sumber foto: BAB 1 KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra syn. M. leucadendron) Gambar 1.1. Tanaman Kayu Putih (Melaleuca leucadendra syn. M. leucadendron) Sumber foto: http://www.google.com/search?q=foto+tanaman+kayu+putih

Lebih terperinci

PENENTUAN KEMURNIAN MINYAK KAYU PUTIH DENGAN TEKNIK ANALISIS PERUBAHAN SUDUT PUTAR POLARISASI CAHAYA AKIBAT MEDAN LISTRIK LUAR

PENENTUAN KEMURNIAN MINYAK KAYU PUTIH DENGAN TEKNIK ANALISIS PERUBAHAN SUDUT PUTAR POLARISASI CAHAYA AKIBAT MEDAN LISTRIK LUAR 10 Jurnal Neutrino Vol. 3, No. 1, Oktober 2010 PENENTUAN KEMURNIAN MINYAK KAYU PUTIH DENGAN TEKNIK ANALISIS PERUBAHAN SUDUT PUTAR POLARISASI CAHAYA AKIBAT MEDAN LISTRIK LUAR Emmilia Agustina Abstrak: Kayu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam tersebut adalah tumbuh-tumbuhan. Berbagai macam tumbuhan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam tersebut adalah tumbuh-tumbuhan. Berbagai macam tumbuhan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan berbagai bahan alam, salah satu sumber daya alam tersebut adalah tumbuh-tumbuhan. Berbagai macam tumbuhan tersebut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Dari hasil penelitian pendahuluan diperoleh bunga kenanga dengan kadar air 82 %, kadar protein 17,30% dan kadar minyak 1,6 %. Masing-masing penyulingan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Ciherangpondok, Caringin-Bogor, Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian; Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

K O P A L SNI

K O P A L SNI K O P A L SNI 01-5009.10-2001 1. Ruang lingkup Standar ini menetapkan istilah dan definisi, klasifikasi mutu, syarat mutu, cara uji, pengemasan dan penandaan Kopal, sebagai pedoman pengujian Kopal yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada semester genap kalendar akademik tahun 2010-2011 Universtias Lampung. Lokasi penelitian dilaksanakan di dua tempat berbeda yaitu

Lebih terperinci

2014 OPTIMASI KONDISI HIDROGENASI ETANOL-NATRIUM UNTUK MENINGKATKAN KADAR MENTOL PADA MINYAK PERMEN

2014 OPTIMASI KONDISI HIDROGENASI ETANOL-NATRIUM UNTUK MENINGKATKAN KADAR MENTOL PADA MINYAK PERMEN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terkenal dengan kekayaan alamnya seperti rempah-rempah. Banyak rempah-rempah Indonesia yang telah diketahui khasiatnya, hal

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ROBBI MUANJANI

TUGAS AKHIR ROBBI MUANJANI PENGUJIAN KUALITAS MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendra) YANG DIPASARKAN DIMEDAN DI UPT. PENGUJIAN DAN SERTIFIKASI MUTU BARANG MEDAN TUGAS AKHIR ROBBI MUANJANI 142401192 PROGRAM STUDI D3 KIMIA DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon I PENDAHULUAN Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem 76 PEMODELAN SISTEM Pendekatan Sistem Analisis Sistem Sistem Rantai Pasok Agroindustri Minyak Nilam secara garis besar terdiri dari 3 (tiga) level pelaku utama, yaitu: (1) usahatani nilam, (2) industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit batang, kayu, dan akar tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan tersebut dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit batang, kayu, dan akar tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan tersebut dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Atsiri Minyak atsiri merupakan cairan lembut, bersifat aromatik, dan mudah menguap pada suhu kamar. Minyak ini diperoleh dari ekstrak bunga, biji, daun, kulit batang,

Lebih terperinci

Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KARYA TULIS NILAI ph DAN ANALISIS KANDUNGAN KIMIA ZAT EKSTRAKTIF BEBERAPA KULIT KAYU YANG TUMBUH DI KAMPUS USU, MEDAN Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP. 132 296 841 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada bulan

Lebih terperinci

Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 )

Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 ) Bulan Lampiran 1. Data Iklim Wilayah Dramaga pada Bulan Februari hingga Mei 2011 Suhu Rata-rata ( o C) Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 ) Penguapan (mm) Kelembaban Udara (%) Februari 25.6

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

Efisiensi Pemurnian Minyak Nilam Menggunakan Distilasi Vacum Gelombang Mikro

Efisiensi Pemurnian Minyak Nilam Menggunakan Distilasi Vacum Gelombang Mikro LAPORAN TUGAS AKHIR Efisiensi Pemurnian Minyak Nilam Menggunakan Distilasi Vacum Gelombang Mikro (Efficiency Purification Patchouli Oil Using Microwave Vacum Distilation ) Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian bersifat eksperimen. Dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pada percobaan ini terdapat 6 taraf perlakuan

Lebih terperinci

Standard of Operation Procedure (SOP) Kegiatan : Good Development Practice Sub Kegiatan : Metoda Pengujian Kualitas Minyak Nilam

Standard of Operation Procedure (SOP) Kegiatan : Good Development Practice Sub Kegiatan : Metoda Pengujian Kualitas Minyak Nilam Standard of Operation Procedure (SOP) Kegiatan : Good Development Practice Sub Kegiatan : Metoda Pengujian Kualitas Minyak Nilam 1. Penyulingan Minyak Nilam a. Daun nilam ditimbang dalam keadaan basah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK ATSIRI DAUN LEDA (Eucalyptus deglupta)

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK ATSIRI DAUN LEDA (Eucalyptus deglupta) PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK ATSIRI DAUN LEDA (Eucalyptus deglupta) Ganis Lukmandaru, Denny Irawati dan Sri Nugroho Marsoem Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI PT PANAFIL ESSENTIAL OIL

V. DESKRIPSI PT PANAFIL ESSENTIAL OIL V. DESKRIPSI PT PANAFIL ESSENTIAL OIL 5.1 Gambaran Umum Perusahaan PT Panafil Essential Oil ialah anak perusahaan dari PT Panasia Indosyntec Tbk yang baru berdiri pada bulan Oktober 2009. PT Panasia Indosyntec

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSATAKA. mudah patah. Sistematika tanaman cengkeh sebagai berikut: Cengkeh (Syzigium aromaticum) termasuk dalam famili Myrtaceae.

TINJAUAN PUSATAKA. mudah patah. Sistematika tanaman cengkeh sebagai berikut: Cengkeh (Syzigium aromaticum) termasuk dalam famili Myrtaceae. TINJAUAN PUSATAKA Botani Tanaman Cengkeh Cengkeh (Syzigium aromaticum) termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memiliki batang pohon besar dan berkayu keras, cengkeh mampu bertahan hidup puluhan tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamplung Nyamplung memiliki sebaran yang luas di dunia, dari Afrika, India, Asia Tenggara, Australia Utara, dan lain-lain. Karakteristik pohon nyamplung bertajuk rimbun-menghijau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) dikenal sebagai The King of Vegetable dan produksinya menempati urutan keempat dunia setelah beras, gandum dan jagung (The International

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. Penelitian dilakukan di laboratorium Kimia Universitas

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. Penelitian dilakukan di laboratorium Kimia Universitas BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 :

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 : BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 : a) Proses Fermentasi di Laboratorium Biokimia Jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Lebih terperinci