Morfologi untuk Pengolahan Citra

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Morfologi untuk Pengolahan Citra"

Transkripsi

1 BAB 7 Morfologi untuk Pengolahan Citra Setelah bab ini berakhir, diharapkan pembaca memahami berbagai hal berikut dan mampu mempraktikkannya. Pengertian operasi morfologi Matematika yang melatarbelakangi Operasi dilasi Operasi erosi Bentuk dan ukuran elemen penstruktur Operasi opening Operasi closing Transformasi Hit-or-Miss Skeleton Thickening Convex hull Transformasi Top-Hat Transformasi Bottom-Hat

2 2 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi 7. Pengertian Operasi Morfologi Operasi morfologi merupakan operasi yang umum dikenakan pada citra biner (hitam-putih) untuk mengubah struktur bentuk objek yang terkandung dalam citra. Sebagai contoh, lubang pada daun dapat ditutup melalui operasi morfologi sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 7.. Objek-objek daun yang saling berhimpitan pun dapat dipisahkan melalui morfologi, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 7.2. Beberapa contoh lain aplikasi morfologi adalah sebagai berikut. Membentuk filter spasial, seperti yang telah dibahas pada Bab 6. Memperoleh skeleton (rangka) objek. Menentukan letak objek di dalam citra. Memperoleh bentuk struktur objek. Gambar 7. Tulang daun dapat dianggap sebagai bagian daun melalui morfologi

3 Morfologi untuk Pengolahan Citra 2 Gambar 7.2 Daun-daun yang bersinggungan dapat dipisahkan melalui morfologi, yang memperkecil ukurannya Operasi morfologi sesungguhnya juga dapat dikenakan pada citra aras keabuan. Pembicaraan mengenai hal ini dilakukan di bagian akhir di bab ini. Inti operasi morfologi melibatkan dua larik piksel. Larik pertama berupa citra yang akan dikenai operasi morfologi, sedangkan larik kedua dinamakan sebagai kernel atau structuring element (elemen penstruktur) (Shih, 29). Contoh kernel ditunjukkan pada Gambar 7.3. Pada contoh tersebut, piksel pusat (biasa diberi nama hotspot) ditandai dengan warna abu-abu. Piksel pusat ini yang menjadi pusat dalam melakukan operasi terhadap citra, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 7.4. Gambar 7.3 Contoh beberapa kernel

4 22 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi Hotspot Citra Kernel Gambar 7.4 Operasi kernel terhadap citra Dua operasi yang masari morfologi yaitu dilasi dan erosi. Dua operasi lain yang sangat berguna dalam pemrosesan citra adalah opening dan closing dibentuk melalui dua operasi dasar itu. 7.2 Matematika yang Melatarbelakangi Untuk memahami operasi morfologi, pemahaman terhadap operasi himpunan seperti interseksi dan gabungan mutlak diperlukan. Selain itu, pemahaman terhadap operasi logika, seperti atau dan dan juga diperlukan Teori Himpunan Misalkan, terdapat himpunan A yang berada di dalam bidang Z 2 (berdimensi dua). Apabila a=(a, a2) adalah suatu elemen atau anggota di dalam A, a dapat ditulis menjadi a A (7.) Arti notasi di atas, a adalah anggota himpunan A. kebalikannya, jika a bukan anggota himpunan A, a ditulis seperti berikut: a A (7.2)

5 Morfologi untuk Pengolahan Citra 23 Sebagai contoh, s = (, 2) dan t = (, 4), sedangkan himpunan A berisi seperti berikut: A = { (,), (,2), (, 3), (2, ), (2, 2) } Pada contoh tersebut, A memiliki 5 anggota. Berdasarkan contoh tersebut, dapat dituliskan fakta berikut: s A t A Perlu diketahui, setiap elemen hanya dapat menjadi anggota himpunan satu kali. Dengan demikian, A = {(,), (,), (2,), (2,3), (2,)} sesungguhnya hanya mempunyai 3 anggota, yaitu A = {(,), (2,), (2,3)} Notasi biasa terdapat dalam pembicaraan himpunan. Simbol tersebut menyatakan himpunan kosong, yaitu himpunan yang tidak memiliki anggota sama sekali. Apabila A dan B adalah himpunan dan setiap anggota himpunan B merupakan anggota himpunan A, dikatakan bahwa B adalah subhimpunan A. Notasi yang biasa digunakan untuk kepentingan ini: B A (7.3) Union adalah penggabungan dari dua buah himpunan. Misalnya: C = A B (7.4)

6 24 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi yang menyatakan bahwa C memiliki anggota berupa semua anggota A ditambah dengan semua anggota B. Gambar 7.5 memperlihatkan contoh nilai-nilai piksel penyusun dua citra biner dan menunjukkan hasil operasi union. Semua nilai pada citra tersebut menyatakan anggota himpunan baru, yang cerung meluas A={(,2), (2,2), (2,3), (3,2), (3,3), (3,4), (4,2), (4,3), (5,2)} B={(,), (2,), (2,2), (3,3), (4,2), (5,)} C = A B C={(,), (,2), (2,2), (2,3), (3,2), (3,3),(3,4) (4,2), (4,3), (5,), (5,2)} Gambar 7.5 Operasi union pada citra biner Interseksi menyatakan operasi yang menghasilkan himpunan semua anggota yang terdapat di kedua himpunan. Misalnya: C = A B (7.5) berarti bahwa C berisi anggota-anggota yang ada di himpunan A dan juga terdapat di himpunan B. Hasilnya cerung menyempit. Contoh dapat dilihat pada Gambar 7.6.

7 Morfologi untuk Pengolahan Citra A={(,2), (2,2), (2,3), (3,2), (3,3), (3,4), (4,2), (4,3), (5,2)} B={(,), (2,), (2,2), (3,3), (4,2), (5,)} C = A B C={(,2), (2,2), (3,3), (4,)} Gambar 7.6 Operasi interseksi pada citra biner Komplemen himpunan A biasa dinotasikan dengan A c dan menyatakan semua elemen yang tidak terdapat pada A. Secara matematis, komplemen ditulis seperti berikut: A c = { w w A } (7.6) Notasi di atas dibaca semua elemen yang tidak menjadi anggota A. Komplemen atau juga disebut inversi dapat dibayangkan seperti saling menukarkan warna hitam dan putih. Nilai yang semula berupa nol diganti satu dan nilai satu diganti dengan nol. Contoh dapat dilihat di Gambar 7.7. Di bidang fotografi dengan film, inversi menghasilkan gambar negatif. Istilah komplemen juga berarti pelengkap, karena bila A digabung dengan operasi union akan menyempurnakan citra menjadi citra yang semua pikselnya bernilai.

8 26 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi A={(,2), (2,2), (2,3), (3,2), (3,3), (3,4), (4,2), (4,3), (5,2)} A c = {(,), (,3), (,4), (,5), (2,), (2,4), (2,5), (3,), (3,5), (4,), (4,4), (4,5), (5,), (5,3), (5,4), (5,5)} Gambar 7.7 Operasi komplemen Operasi selisih dua himpunan dapat ditulis seperti berikut: A B = { w w A, w B } = A B c (7.7) Contoh ditunjukkan di Gambar 7.8.

9 Morfologi untuk Pengolahan Citra A={(,2), (2,2), (2,3), (3,2), (3,3), (3,4), (4,2), (4,3), (5,2)} B={(,), (2,), (2,2), (3,3), (4,2), (5,)} C = A - B C = { (2,3), (3,4), (4,3), (5,2) } C = B - A C = { (,), (5,) } Gambar 7.8 Contoh selisih dua himpunan Contoh di atas menunjukkan bahwa A B B A. Refleksi B dinotasikan dengan B dan didefinisikan sebagai berikut: B = {w w = b, untuk b B} (7.8) Refleksi sebenarnya menyatakan percerminan terhadap piksel pusat. Contoh ditunjukkan pada Gambar 7.9. Bayangan cermin 2-D terjadi melalui pencerminan pada arah x dan dilanjutkan pada arah y. namun, ternyata hasilnya sama dengan pemutaran di bidang citra 8 o.

10 28 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi A={(2,2), (2,3), (3,2), (3,3), (3,4)} A = {(3,2), (3,3), (3,4), (4,3), (4,4)} Gambar 7.9 Contoh refleksi Translasi himpunan A terhadap titik z=(z, z2) disimbolkan dengan (A)z. Definisinya sebagai berikut: (A) z = {c c = a + z, untuk a A} (7.9) Contoh dapat dilihat pada Gambar A={(2,2), (2,3), (3,2), (3,3), (3,4)} (A) (2,) = {(4,3), (4,4), (5,3), (5,4), (5,5)} Operasi Nalar Gambar 7. Contoh translasi satu piksel ke kanan dan dua piksel ke bawah Operator nalar didasarkan pada aljabar Boolean. Sebagaimana diketahui, aljabar Boolean adalah pekatan matematis yang berhubungan dengan nilai kebenaran (benar atau salah). Ada tiga operator nalar dasar yang akan dibahas,

11 Morfologi untuk Pengolahan Citra 29 yaitu AND, OR, serta NOT. Tabel kebenaran ketiga operator tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. dan 7.2. Operasi AND melibatkan dua masukan dan mempunyai sifat bahwa hasil operasinya bernilai hanya jika kedua masukan bernilai. Pada operasi OR, hasil berupa kalau ada masukan yang bernilai. Berbeda dengan AND dan OR, operasi NOT hanya melibatkan satu masukan. Hasil NOT berupa kalau masukan berupa dan sebaliknya akan menghasilkan nilai kalau masukan berupa. Tabel 7. Tabel kebenaran AND dan OR Masukan Masukan 2 AND OR Tabel 7.2 Tabel kebenaran NOT Masukan Keluaran Selain ketiga operator yang disebut di depan, operator lain yang kadangkadang digunakan adalah XOR dan NAND. Sifat XOR dan NAND ditunjukkan pada Tabel 7.3. Tabel 7.3 Tabel kebenaran XOR dan NAND Masukan Masukan 2 XOR NAND

12 22 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi Berbagai efek operasi AND, OR, NOT, XOR, dan NAND ditunjukkan pada Gambar 7.. Adapun program yang digunakan untuk membentuk operasi tersebut dapat dilihat pada nalar.m. Gambar 7. Hasil-hasil operasi nalar atas dua buah citra A dan B Program : nalar.m % NALAR Contoh penggunaan NOT, AND, OR, XOR, dan % kombinasinya. Lingkaran = imread('c:\image\lingkaran.png'); Persegi = imread('c:\image\persegi.png'); close all; Citra = Lingkaran; subplot(3,3,); imshow(citra, [ ]); title('a'); Citra2 = Persegi; subplot(3,3,2); imshow(citra2, [ ]); title('b');

13 Morfologi untuk Pengolahan Citra 22 Citra3 = not(lingkaran); subplot(3,3,3); imshow(citra3, [ ]); title('not(a)'); Citra4 = and(lingkaran, Persegi); subplot(3,3,4); imshow(citra4, [ ]); title('and(a, B)'); Citra5 = xor(lingkaran, Persegi); subplot(3,3,5); imshow(citra5, [ ]); title('xor(a, B)'); Citra6 = or(lingkaran, Persegi); subplot(3,3,6); imshow(citra6, [ ]); title('or(a, B)'); Citra7 = not(and(lingkaran, Persegi)); subplot(3,3,7); imshow(citra7, [ ]); title('not(and(a, B))'); Citra8 = not(xor(lingkaran, Persegi)); subplot(3,3,8); imshow(citra8, [ ]); title('not(xor(a, B))'); Citra9 = not(or(lingkaran, Persegi)); subplot(3,3,9); imshow(citra9, [ ]); title('not(or(a, B))'); Akhir Program 7.3 Operasi Dilasi Operasi dilasi biasa dipakai untuk mapatkan efek pelebaran terhadap piksel yang bernilai. Operasi ini dirumuskan seperti berikut (Gonzales & Woods, 22): A B = {z [(B ) z A] A} (7.) Dalam hal ini, a) B = {w w = b, untuk b B} b) (B) z = {c c = a + z, untuk a A} c) z=(z, z2)

14 222 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi Burger & Burge (28) mefinisikan operasi dilasi sebagai berikut: A B = {z z = a + b, dengan a A dan b B} (7.) Hasil dilasi berupa penjumlahan seluruh pasangan koordinat dari I dan H. Contoh operasi dilasi dengan menggunakan Persamaan 7. dapat dilihat pada Gambar 7.. Pada contoh tersebut, A = { (2,2), (2,3), (2,4), (3,2), (3,3), (3,4), (4,3) } B = { (-, ), (,), (,) } Dengan demikian, A B = { (2,2) + (-, ), (2,2) + (, ) + (2,2) + (, ), (2,3) + (-, ), (2,3) + (, ) + (2,3) + (, ), (2,4) + (-, ), (2,4) + (, ) + (2,4) + (, ), (3,2) + (-, ), (3,2) + (, ) + (3,2) + (, ), (3,3) + (-, ), (3,3) + (, ) + (3,3) + (, ), (3,4) + (-, ), (3,4) + (, ) + (3,4) + (, ), (4,3) + (-, ), (4,3) + (, ) + (4,3) + (, ) } = { (,2), (2,2), (3,2), (,3), (2,3), (3,3), (,4), (2,4), (3,3), (2,2), (3,2), (4,2), (2,3), (3,3), (4,3), (2,4), (3,4), (4,4), (3,3), (4,3), (5,3) } = { (,2), (,3), (,4), (2,2), (2,3), (2,4), (3,2), (3,3), (3,4), (4,2), (4,3), (4,4), (5,3) }

15 Morfologi untuk Pengolahan Citra A - - B Hotspot vertikal Penambahan piksel akibat dilasi A B Gambar 7. Efek dilasi dengan hotspot vertikal Operasi dilasi bersifat komutatif. Artinya, A B = B A Selain itu, operasi dilasi bersifat asosiatif. Artinya, (A B) C = A (B C) Algoritma untuk melakukan operasi dilasi berdasar Persamaan 7. ditunjukkan berikut ini.

16 224 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi ALGORITMA 7. Operasi dilasi Masukan: f (citra berukuran m x n) h (elemen penstruktur berukuran s x t) hoty (ordinat hotspot -> nomor baris) hotx (absis hotpsot -> nomor kolom) Keluaran: g (citra berukuran m x n yang menyatakan hasil operasi dilasi). g(i,j) nol (untuk semua i dan j) 2. Cari nilai r sehingga memenuhi 2 r > 2m 3. p 2 q 4. q 2 q Implementasi dalam bentuk program dapat dilihat berikut ini. Program : dilasi.m function G = dilasi(f, H, hotx, hoty) % DILASI Berguna untuk melaksanakan operasi dilasi. % Masukan: % F = citra yang akan dikenai dilasi % H = elemen pentruksur % (hy, hx) koordinat pusat piksel [th, lh]=size(h); [tf, lf]=size(f); if nargin < 3 hotx = round(lh/2); hoty = round(th/2);

17 Morfologi untuk Pengolahan Citra 225 Xh = []; Yh = []; jum_anggota = ; % Menentukan koordinat piksel bernilai pada H for baris = : th for kolom = : lh if H(baris, kolom) == jum_anggota = jum_anggota + ; Xh(jum_anggota) = -hotx + kolom; Yh(jum_anggota) = -hoty + baris; G = zeros(tf, lf); % Nolkan semua pada hasil dilasi % Memproses dilasi for baris = : tf for kolom = : lf for indeks = : jum_anggota if F(baris, kolom) == xpos = kolom + Xh(indeks); ypos = baris + Yh(indeks); if (xpos >= ) && (xpos <= lf) &&... (ypos >= ) && (ypos <= tf) G(ypos, xpos) = ; Akhir Program Contoh penggunaan fungsi dilasi ditunjukkan di bawah ini. >> F = [ ];

18 226 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi >> H = [ ; ; ]; >> G = dilasi(f,h) G = >> Contoh pada Gambar 7. diproses dengan cara seperti berikut: >> F = [ ; ; ; ; ]; >> H = [ ]; >> G = dilasi(f,h) G =

19 Morfologi untuk Pengolahan Citra 227 >> Dengan menggunakan data F dan H di atas, perintah berikut dapat dicoba: >> G = dilasi(f,h, 2, ) G = >> Angka 2 dan pada argumen fungsi dilasi menyatakan bahwa hotspot pada H terletak pada kolom kedua dan baris pertama. Jadi, yang berfungsi sebagai hotspot adalah nilai pada H yang terletak paling atas, bukan yang di tengah. Mengapa hasilnya seperti itu? Cobalah untuk menganalisisnya. Perlu diketahui, pada saat menentukan posisi hotspot, pemetaan seperti pada Gambar 7.2 harus digunakan Hotspot dengan: hx = 2 hy = Gambar 7.2 Penentuan hotspot menggunakan acuan angka untuk pojok kiri atas kernel

20 228 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi Untuk melihat efek dilasi pada citra, kode berikut dapat dicoba. >> close all; >> Bravo = imread('c:\image\bravo.png'); >> BW = im2bw(bravo,.5); >> H = ones(4); >> imshow(dilasi(bw, H)); >> Gambar asli dan hasil operasi dilasi dapat dilihat pada Gambar 7.3. Gambar 7.3(a) menyatakan gambar asli. Gambar 7.3(b) adalah hasil konversi ke bentuk biner dengan menggunakan fungsi bawaan bernama im2bw. Gambar 7.3(c) adalah hasil dilasi melalui perintah di depan. Hasil tersebut diperoleh dengan menggunakan struktur elemen berukuran 4 x 4 yang keseluruhan bernilai. Hal itu diperoleh melalui ones(4). Adapun Gambar 7.3(d) adalah hasil kalau elemen penstruktur yang digunakan (H) berukuran 7x7 dengan seluruh elemen bernilai.

21 Morfologi untuk Pengolahan Citra 229 Gambar 7.3 Contoh operasi dilasi pada citra 7.4 Operasi Erosi Operasi erosi mempunyai efek memperkecil struktur citra. Operasi ini dirumuskan seperti berikut (Gonzalez & Woods, 22). A B = {z (B) z A} (7.2)

22 23 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi Adapun Burger & Burge (28) mefinisikan erosi sebagai berikut: A B = {p Z 2 (a + b) I, untuk setiap b B} (7.3) Makna yang tersirat pada Persamaan 7.2 dan 7.3 sebenarnya sama. Berdasarkan Persamaan 7.3, posisi p terdapat pada A B jika seluruh nilai di B terkandung di posisi p tersebut. Implementasi fungsi erosi berikut didasarkan makna di atas. Program : erosi.m function G = erosi(f, H, hotx, hoty) % EROSI Berguna untuk melaksanakan operasi erosi. % Masukan: % F = citra yang akan dikenai dilasi % H = elemen pentruksur % (hy, hx) koordinat pusat piksel [th, lh]=size(h); [tf, lf]=size(f); if nargin < 3 hotx = round(lh/2); hoty = round(th/2); Xh = []; Yh = []; jum_anggota = ; % Menentukan koordinat piksel bernilai pada H for baris = : th for kolom = : lh if H(baris, kolom) == jum_anggota = jum_anggota + ; Xh(jum_anggota) = -hotx + kolom; Yh(jum_anggota) = -hoty + baris; G = zeros(tf, lf); % Nolkan semua pada hasil erosi % Memproses erosi for baris = : tf for kolom = : lf cocok = true; for indeks = : jum_anggota

23 Morfologi untuk Pengolahan Citra 23 xpos = kolom + Xh(indeks); ypos = baris + Yh(indeks); if (xpos >= ) && (xpos <= lf) &&... (ypos >= ) && (ypos <= tf) if F(ypos, xpos) ~= cocok = false; break; else cocok = false; if cocok G(baris, kolom) = ; Akhir Program Contoh penggunaan fungsi erosi dapat dilihat berikut ini. >> F = [ ]; >> H = [ ]; >> G = erosi(f, H) G = >>

24 232 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi Gambar berikut memperlihatkan bentuk visual untuk contoh di atas. Hanya ini yang cocok dengan elemen penstruktur A B A B Gambar 7.4 Contoh visualisasi operasi erosi Operasi erosi bersifat komutatif. Artinya, A B = B A Selain itu, operasi erosi bersifat asosiatif. Artinya, (A B) C = A (B C) Contoh penggunaan operasi erosi pada citra dapat dicoba dengan menggunakan perintah berikut: >> Daun = imread('c:\image\dedaunan.png'); >> BW = im2bw(daun,.);

25 Morfologi untuk Pengolahan Citra 233 >> H = ones(4); >> G = erosi(bw, H); >> imshow(g, [ ]) Citra asli dan hasil pemrosesan dengan operasi erosi dapat dilihat pada Gambar 7.5. Terlihat bahwa dengan menggunakan elemen penstruktur H = [ ] yang diperoleh melalui H = ones(6), semua daun yang bersinggungan dapat dipisahkan. Namun, sebagai konsekuensinya, bentuk beberapa daun agak berubah.

26 234 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi (a) Citra asli daun.png (b) Hasil konversi ke citra biner (c) Erosi dengan H = ones(4) (d) Erosi dengan H = ones(6) Gambar 7.5 Contoh operasi erosi pada citra Operasi erosi dapat dimanfaatkan untuk memperoleh tepi objek. Sebagai contoh, kode berikut dapat dicoba: >> Img = imread('c:\image\daun_gray.png'); >> BW = im2bw(img,.65); >> BW = not(bw); >> imshow(bw); Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 7.6(a).

27 Morfologi untuk Pengolahan Citra 235 Perintah BW = not(bw); digunakan untuk melakukan operasi komplemen. Hal ini perlu dilakukan mengingat latarbelakang gambar asli berwarna putih. Selanjutnya, perintah berikut dapat dicoba: >> H = ones(5); >> G = erosi(bw, H); >> Ap = BW - G; >> imshow(ap); Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 7.6(b). Kuncinya sangat sederhana. Tepi objek sesungguhnya dapat diperoleh melalui: Ap = A (A B) (7.4)

28 236 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi (a) Hasil konversi ke biner (b) Hasil operasi perolehan tepi Gambar 7.6 Contoh erosi untuk mapatkan tepi objek 7.5 Bentuk dan Ukuran Elemen Penstruktur Berdasarkan contoh pada Gambar 7.3, terlihat bahwa ukuran elemen penstruktur menentukan hasil operasi dilasi. Selain ukuran, bentuk elemen penstruktur juga menentukan hasil operasi morfologi. Bentuk yang umum digunakan pada operasi morfologi adalah cakram atau lingkaran. Efek yang diberikan merata pada segala arah. Bentuk dua buah cakram dapat dilihat pada Gambar 7.7.

29 Morfologi untuk Pengolahan Citra 237 Gambar 7.7 Dua bentuk elemen penstruktur berbentuk cakram Bentuk elemen penstruktur yang lain yaitu belah ketupat, garis, persegi panjang, bujur sangkar, dan oktagon. Gambar 7.8 menunjukkan contoh bentukbentuk tersebut.

30 238 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi Gambar 7.8 Berbagai bentuk elemen penstruktur Untuk kepentingan memperoleh elemen penstruktur, MATLAB menyediakan fungsi bernama strel. Sayangnya, fungsi seperti ini belum diimplementasikan pada Octave. Sebagai contoh, elemen penstruktur berbentuk cakram dengan radius 8 diperoleh dengan menggunakan perintah seperti berikut: >> strel('disk', 8) ans =

31 Morfologi untuk Pengolahan Citra 239 Flat STREL object containing 85 neighbors. Decomposition: 4 STREL objects containing a total of 24 neighbors Neighborhood: >> Agar hasil strel dapat dimanfaatkan untuk fungsi erosi ataupun dilasi, elemen penstruktur dapat diperoleh dengan memberikan perintah semacam berikut: >> H = getnhood(strel('disk', 8)) Dengan cara seperti itu, H dapat digunakan pada fungsi erosi atau dilasi. Contoh: >> G=erosi(BW, H);

32 24 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi >> imshow(g, [ ]); >> Hasilnya dapat dilihat di Gambar 7.9(b). Gambar 7.9 juga sekaligus memperlihatkan efek berbagai ukuran elemen penstruktur. Terlihat bahwa dengan menggunakan erosi, objek tertentu (yang ukurannya lebih kecil daripada elemen penstruktur) akan hilang. Hasil pada gambar tersebut juga menunjukkan bahwa semakin besar ukuran elemen penstruktur, objek semakin mengecil. Gambar 7.9 Contoh penggunaan elemen penstruktur yang bersumber strel dan dikenakan pada erosi

33 Morfologi untuk Pengolahan Citra 24 Perlu diketahui, fungsi strel memberikan berbagai pilihan dalam membuat elemen penstruktur. Tabel 7.4 memperlihatkan beberapa contoh. Tabel 7.4 Contoh strel untuk membuat berbagai bentuk elemen penstruktur Penentu Bentuk Contoh disk (berbentuk cakaram) strel( disk, 4) radius 4 diamond (berbentuk belah strel( diamond, 4) radius 4 ketupat) line (berbentuk garis) strel( line, 3, ) panjang 3 dan sudut derajat (datar) strel( line, 3, 45) panjang 3 dan sudut 45 derajat (datar) octagon (berbentuk segi strel( octagon, 6) delapan) Argumen kedua harus kelipatan 3 rectangle (berbentuk strel( rectangle, [4 2]) 4 baris 2 persegi panjang) kolom square (berbentuk bujur strel( square, 4) bujur sangkar 4 x 4 sangkar) Perlu juga diketahui, Octave dan MATLAB mukung fungsi untuk kepentingan dilasi bernama imdilate dan untuk erosi bernama erode. Contoh penggunaannya seperti berikut: >> Img = imread('c:\image\struktur.png'); >> BW = im2bw(img,.); >> H = ones(,); >> H(,)=;H(,2)=;H(2,)=; >> H(,)=;H(,2)=;H(,)=; >> H(,)=;H(,)=;H(2,)=; >> H(,)=;H(,)=;H(,)=;

34 242 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi >> G = imerode(bw,h); >> imshow(g, [ ]); >> Perintah H = ones(,); H(,)=;H(,2)=;H(2,)=; H(,)=;H(,2)=;H(,)=; H(,)=;H(,)=;H(2,)=; H(,)=;H(,)=;H(,)=; identik dengan perintah MATLAB strel('disk', 6) Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 7.2. (a) Citra struktur.png (b) Hasil imerode dengan strel( disk, 6) Gambar 7.2 Erosi dengan fungsi erode 7.6 Operasi Opening Operasi opening adalah operasi erosi yang diikuti dengan dilasi dengan menggunakan elemen penstruktur yang sama. Operasi ini berguna untuk

35 Morfologi untuk Pengolahan Citra 243 menghaluskan kontur objek dan menghilangkan seluruh piksel di area yang terlalu kecil untuk ditempati oleh elemen penstruktur. Dengan kata lain, semua struktur latardepan yang berukuran lebih kecil daripada elemen penstruktur akan tereliminasi oleh erosi dan kemudian penghalusan dilakukan melalui dilasi. Definisi operasi opening seperti berikut: A B = (A B) B (7.5) Contoh efek opening dapat diperoleh dengan memberikan perintah berikut: >> Img = imread('c:\image\struktur.png'); >> BW = im2bw(img,.); >> H = [ ]; >> G = dilasi(bw, H); >> M = erosi(g, H); >> imshow(m,[ ]) >> Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 7.2(c).

36 244 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi Gambar 7.2 Perbandingan operasi erosi, opening, dan closing Gambar 7.2 menunjukkan bahwa operasi erosi membuat objek mengecil dan bahkan ada yang hilang. Adapun operasi opening membuat ukuran objek relatif tetap sama, walaupun juga menghilangkan objek yang berukuran kecil (kurus). Namun, perlu diketahui, operasi opening membuat penghalusan di bagian tepi. Perhatikan, ujung segitiga tidak tajam setelah dikenai operasi opening. Sebagai pembanding, Gambar 7.2(d) menunjukkan hasil penggunaan operasi closing, yang akan dibahas sesudah subbab ini.

37 Morfologi untuk Pengolahan Citra 245 Operasi opening sering dikatakan sebagai idempotent. Artinya, jika suatu citra telah dikenai operasi opening, pengenaan opening dengan elemen penstruktur yang sama tidak membawa efek apapun. Sifat ini dapat dituliskan secara matematis seperti berikut: (A B) B = (A B) (7.6) Operator opening dapat dimanfaatkan sebagai filter lolos-rah, filter lolos-tinggi, maupun sebagai tapis lolos-bidang apabila elemen penstruktur yang digunakan berupa cakram (Shih, 29). Berikut adalah rumusannya: filter lolos-rah (low-pass): A B h ; filter lolos-tinggi (high-pass): A (A B h ); filter lolos-bidang (band-pass): (A B h )- (A B h2 ), dengan diameter B h < B h2. Skrip berikut digunakan untuk menangani operasi opening: Program : opening.m function G = opening (F, H) % OPENING Melakukan operasi opening. G = dilasi(erosi(f, H), H); Akhir Program 7.7 Operasi Closing Operasi closing berguna untuk menghaluskan kontur dan menghilangkan lubang-lubang kecil. Definisinya seperti berikut:

38 246 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi A B = (A B) B (7.7) Jadi, operasi closing dilaksanakan dengan melakukan operasi dilasi terlebih dahulu dan kemudian diikuti dengan operasi erosi. Contoh berikut menunjukkan efek penutupan lubang pada daun: >> Img = imread('c:\image\daun_gray.png'); >> BW = im2bw(img,.65); >> BW = not(bw); >> imshow(bw, [ ] ) Perintah di atas menampilkan hasil seperti terlihat pada Gambar 7.22(a). Selanjutnya, perintah berikut dapat dicoba: >> Img = imread('c:\image\daun_gray.png'); >> BW = im2bw(img,.65); >> BW = not(bw); >> H = ones(5); >> G = dilasi(bw, H); >> M = erosi(g, H); >> imshow(m,[ ]) Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 7.22(b).

39 Morfologi untuk Pengolahan Citra 247 (a) Hasil konversi ke biner (b) Hasil operasi closing Gambar 7.22 Lubang kecil tertutup oleh operasi closing Berikut adalah implementasi operasi closing: Program : closing.m function G = closing (F, H) % CLOSING Melakukan operasi opening. G = erosi(dilasi(f, H), H); Akhir Program

40 248 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi 7.8 Transformasi Hit-or-Miss berikut: Transformasi Hit-or-Miss (THM) pada citra biner A didefinisikan sebagai A * B = (A B ) (A B 2 ) (7.8) Dalam hal ini, biasanya B2 = B. Morfologi seperti itu dipakai untuk pemrosesan dan pengenalan bentuk pada citra biner. Transformasi Hit-or-Miss terkadang disebut Hit-and-Miss (Efford, 2). THM merupakan dasar untuk skeleton, thinning, dan pruning. Sebagai contoh, terdapat pola seperti terlihat pada Gambar 7.23(a). Target yang dikehaki adalah menemukan pola tersebut pada citra yang terlihat pada Gambar 7.23(b). (a) Target (b) Citra yang berisi target Gambar 7.23 Contoh target dan citra yang berisi target Secara manual dapat dilihat bahwa target yang dicari ada tiga buah. Untuk menemukan posisinya, dapat digunakan operasi erosi. Penyelesaiannya seperti berikut:

41 Morfologi untuk Pengolahan Citra 249 >> H = [ ]; >> Citra = [ ]; >> G = erosi(citra, H) Terlihat bahwa ada tiga elemen pada G yang bernilai. Pada posisi itulah target ditemukan. Gambar 7.24 memperlihatkan isi G. Elemen yang bernilai ditandai dengan arsiran yang agak gelap. Arsiran yang agak terang digunakan untuk menandai keberadaan target. Gambar 7.24 Hasil erosi. Arsiran dimaksudkan untuk menunjukkan letak target yang dicari Nah, sekarang digunakan komplemen atas target yang dicari. Dalam hal ini, H2 = H. Jadi, >> H2 = not(h)

42 25 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi H2 = >> Gambar 7.25 menunjukkan keadaan H2 dan komplemen citra. (a) H 2 = H (b) Komplemen citra Gambar 7.25 Mencari kebalikan target H pada komplemen citra Pencarian seperti pada Gambar 7.25 dapat dilakukan dengan menggunakan: >> erosi(not(citra), not(h)) Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 7.26.

43 Morfologi untuk Pengolahan Citra 25 (a) H 2 = H (b) Komplemen citra Gambar 7.26 Hasil pencarian kebalikan H pada komplemen citra dengan menggunakan erosi Hasil THM diperoleh dengan melakukan interseksi antara hasil yang terletak pada 7.24 dan Secara visual terlihat bahwa interseksi kedua hasil tersebut menghasilkan satu nilai saja, yaitu pada posisi yang terlihat pada Gambar Hasil THM Gambar 7.27 Hasil THM Hasil di atas menyatakan bahwa pola yang dicari hanya ditemukan satu kali pada citra dengan posisi seperti yang ditunjukkan oleh angka. Bagian yang diarsir lebih terang menyatakan pola yang dicari. Dalam hal ini, interseksi diperoleh dengan menggunakan AND. Jadi, solusi THM secara lengkap sebagai berikut: >> and(erosi(citra, H), erosi(not(citra), not(h))) THM yang dikupas di atas mempunyai kelemahan, yakni perbedaan satu piksel saja akan membuat pola tidak dikenal. Dalam praktik, terkadang

44 252 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi dikehaki agar THM bersifat sedikit pemaaf, sehingga pola yang sedikit berbeda dalam citra tetap dianggap sama dengan target. Pembahasan mengenai hal itu dapat dilihat pada Solomon & Breckon (2). Untuk keperluan menangani transformasi Hit-or-Miss, Octave dan MATLAB menyediakan fungsi bernama bwhitmiss. Bentuk pemakaiannya: bwhitmiss(citra, SE, SE2) Dalam hal ini, argumen pertama menyatakan citra dan SE serta SE2 menyatakan elemen penstruktur yang merupakan pola untuk pencarian. Untuk kepentingan memudahkan implementasi yang melibatkan THM, sebuah fungsi bernama thm ditunjukkan berikut ini. Program : thm.m function G = thm(f, H) % THM Digunakan untuk menangani transformasi Hit-or-Miss % F adalah citra yang akan dikenai operasi % H adalah elemen penstruktur [tinggi, lebar] = size(h); H = H; H2 = not(h); G = and(erosi(f, H), erosi(not(f), H2)); Akhir Program Contoh berikut menunjukkan cara menemukan batas kiri objek kunci dengan memanfaatkan fungsi thm:

45 Morfologi untuk Pengolahan Citra 253 >> Kunci = imread('c:\image\kunci.png'); >> H = [ ; ; ]; >> G = thm(kunci, H); imshow(g) Pada contoh di atas, elemen pentruktur yang digunakan untuk memperoleh batas kiri objek berupa: Gambar 7.28 Elemen penstruktur untuk memperoleh batas kiri kunci Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 7.29(b). Adapun perintah berikut memberikan hasil seperti terlihat pada Gambar 7.29(c). >> H = [ ; ; ]; >> G = thm(kunci, H); imshow(g) (a) Citra kunci.png (b) Batas kiri kunci (c) Batas atas kunci Gambar 7.29 Contoh memperoleh batas kiri dan batas atas kunci Pada beberapa kasus, elemen penstruktur yang digunakan untuk melakukan THM melibatkan bit-bit yang disebut dengan istilah don t care (dampak nilai atau sama saja). Contoh:

46 254 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi x x B = [ x] (7.9) x x Pada contoh di atas, x menyatakan don t care atau bebas ( atau ). Nah, untuk menangani kasus seperti itu, dapat dibuat transformasi Hit_or_Miss seperti berikut. Program : thm2.html function G = thm2(f, H) % THM2 Digunakan untuk menangani transformasi Hit-or-Miss % F adalah citra yang akan dikenai operasi % H adalah elemen penstruktur % H bisa mengandung nilai - untuk menyatakan % don't care [tinggi, lebar] = size(h); % Membentuk H % Periksa nilai don't care (yaitu -) dan gantilah dengan nol H = H; for baris = : tinggi for kolom = : lebar if H(baris, kolom) == - H(baris, kolom) = ; % Membentuk H2 sebagai komplemen H % Periksa nilai don't care (yaitu -) dan gantilah dengan nol for baris = : tinggi for kolom = : lebar if H(baris, kolom) == - H2(baris, kolom) = ; else H2(baris, kolom) = not(h(baris, kolom)); G = and(erosi(f, H), erosi(not(f), H2)); return

47 Morfologi untuk Pengolahan Citra 255 Akhir Program Secara prinsip, bagian yang bernilai - ( don t care ) selalu diubah menjadi nol. Ketika dikomplemenkan, nilai - juga menghasilkan nilai. Dengan demikian, H AND H2 akan selalu menghasilkan nilai pada setiap elemen. Contoh penggunaan thm2 akan diberikan ketika membahas convex hull. 7.9 Skeleton Ada beberapa cara yang digunakan untuk membentuk skeleton. Skeleton merupakan bentuk unik suatu objek, yang menyerupai rangka suatu objek. Skeleton mempunyai tiga karakteristik seperti berikut (Young, dkk., 998): ) ketebalannya piksel, 2) melewati tengah objek, dan 3) menyatakan topologi objek. Namun, dalam praktik, ada kasus tertentu yang tidak dapat dipenuhi oleh skeleton. Contoh ditunjukkan pada Gambar Gambar 7.3 Contoh gambar yang tidak dapat dipenuhi oleh skeleton (Sumber: Young, dkk., 998) Skeleton digunakan untuk representasi dan pengenalan tulisan tangan, pola sidik jari, struktur sel biologis, diagram rangkaian, gambar teknik, rencana jalur

48 256 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi robot, dan semacam itu (Shih, 29). Terkadang istilah skeletonisasi objek disebut sebagai Medial Axis Transform (Myler & Weeks, 993). Salah satu cara untuk mapatkan skeleton adalah melalui thinning. Thinning (pengurusan) adalah operasi morfologi yang digunakan untuk memperkecil ukuran geometrik objek dengan hasil akhir berupa skeleton atau rangka, dengan definisinya sebagai berikut: thinning(a, B) = A B = A ^ B = A hit_or_miss(a, B) = A (hit_or_miss) c (7.2) Dalam hal ini, A adalah citra biner dan B adalah delapan elemen penstruktur B..B n. Satu fase perhitungan thinning dilakukan dengan menggunakan delapan elemen penstruktur. Beberapa fase diperlukan sampai diperoleh hasil yang tidak lagi mengubah struktur citra. Operasi thinning menyerupai erosi. Perbedaannya, thinning tidak akan membuat komponen objek terputus, melainkan mengecilkan hingga hasil akhirnya berupa rangka dengan ketebalan piksel. B B 2 B 3 B 4 B 5 B 6 B 7 B 8 Gambar 7.3 Contoh 8 elemen penstruktur untuk melakukan operasi thinning

49 Morfologi untuk Pengolahan Citra 257 Contoh delapan elemen penstruktur yang digunakan untuk thinning ditunjukkan pada Gambar 7.28 (Meyer dan Weeks, 993). Fase pertama operasi thinning dilakukan sebagai berikut: A B = ((((((((A B ) B 2 ) B 3 ) B 4 ) B 5 ) B 6 ) B 7 ) B 8 ) (7.2) Implementasi thinning ditunjukkan berikut ini. Program : thinning.m function G = thinning(f, fase) % THINNING Untuk melakukan operasi thinning terhadap citra F % Argumen fase menentukan hasil thinning untuk % fase tersebut. Jika fase tidak disebutkaan, % operasi thinning dilakukan sampai cstruktur citra % tidak berubah lagi if nargin == % Kalau fase tidak disebutkan fase = ; % Isi dengan bilangan yang besar % Elemen penstruktur H = [ ; ; ]; H2 = [ ; ; ]; H3 = [ ; ; ]; H4 = [ ; ; ]; H5 = [ ; ; ]; H6 = [ ; ; ]; H7 = [ ; ; ]; H8 = [ ; ; ]; [tinggi, lebar] = size(f); C = F; for p = : fase C = C; C = and(c, not(thm(c,h))); C = and(c, not(thm(c,h2))); C = and(c, not(thm(c,h3))); C = and(c, not(thm(c,h4))); C = and(c, not(thm(c,h5))); C = and(c, not(thm(c,h6))); C = and(c, not(thm(c,h7))); C = and(c, not(thm(c,h8))); % Periksa hasil C dan C sama atau tidak sama = true;

50 258 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi for baris = : tinggi for kolom = : lebar if C(baris, kolom) ~= C(baris, kolom) sama = false; break; if sama == false break; if sama == true break; % Akhiri kalang G = C; Akhir Program Contoh penggunaan fungsi thinning: >> F = im2bw(imread('c:\image\bentuk.png'),.5); >> G = thinning(f); imshow(g) Hasilnya ditunjukkan pada Gambar (a) Berbagai bentuk objek (b) Skeleton morfologi Gambar 7.32 Citra yang berisi berbagai bentuk dan hasil akhir setelah mengalami operasi thinning

51 Morfologi untuk Pengolahan Citra 259 fase kedua: Adapun contoh berikut menunjukkan pengenaan elemen penstruktur untuk >> G = thinning(f,2); imshow(g) Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 7.33(a). Hasil fase keenam diperoleh dengan menggunakan perintah berikut: >> G = thinning(f,6); imshow(g) Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 7.33(b). Gambar 7.33 Hasil thinning pada berbagai fase

52 26 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi Skeleton juga dapat diperoleh melalui morfologi, seperti yang diajukan oleh Serra (982). Definisi skeleton dijelaskan berikut ini. Misalnya, A menyatakan citra biner dengan menyatakan piksel objek dan menyatakan piksel-piksel latarbelakang. Skeleton A diperoleh dengan menggunakan rumus: K S(A) = k = S k (A) (7.22) Dalam hal ini, S k (A) = (A kb (A kb) B (7.23) B adalah elemen penstruktur dan K adalah bilangan terbesar sebelum membuat A tererosi menjadi himpunan kosong. Kondisi pada K tersebut dapat ditulis secara matematis seperti berikut: K = max(k A kb ) (7.24) Perlu diketahui, A kb = (((A B) B) ) B (7.25) yang menyatakan bahwa hasil erosi dierosi ulang sampai terjadi k erosi. Contoh yang menunjukkan proses pembuatan skeleton suatu objek dengan cara di atas ditunjukkan pada Gambar Pada contoh tersebut, S2(A) berupa himpunan kosong mengingat semua elemen bernilai nol. Dengan demikian, K = atau S(A) = S(A).

53 Morfologi untuk Pengolahan Citra 26 A B A B (A B) B S (A) = (A B) - (A B) B S 2 (A) Gambar 7.34 Skeleton secara morfologis Namun, cara seperti itu tidak menjamin terjadinya skeleton yang titik-titiknya terkoneksi. Hal ini telah diutarakan oleh Gonzalez dan Woods (22). Di Octave dan MATLAB, skeleton dapat diperoleh dengan menggunakan fungsi bwmorph. Contoh: >> Img = imread('c:\image\bentuk.png');

54 262 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi >> Img = im2bw(img,.5); >> G = bwmorph(img, 'skel', inf); >> imshow(g) Perlu diketahui, im2bw digunakan untuk memperoleh citra biner. Setelah itu, Img dapat diproses oleh bwmorph. Argumen skel menyatakan bahwa hasil yang diharapkan adalah skeleton. Argumen inf menyatakan nilai yang tak berhingga, yang digunakan untuk menyatakan jumlah pengulangan maksimal dalam membentuk skeleton. Hasil operasi di depan ditunjukkan pada Gambar Gambar 7.35 Hasil bwmorph untuk memperoleh skeleton

55 Morfologi untuk Pengolahan Citra Thickening Thickening (penebalan) adalah operasi yang berkebalikan dengan thinning. Fungsinya adalah memperbesar ukuran geometris objek. Operasi ini didefinisikan sebagai berikut: A B = A hit_or_miss(a, B) (7.26) Dalam hal ini, A adalah citra biner dan B adalah delapan elemen penstruktur B..B n. Satu fase perhitungan thickening dilakukan dengan menggunakan delapan elemen penstruktur. Contoh kedelapan elemen penstruktur disajikan pada Gambar B B 2 B 3 B 4 B 5 B 6 B 7 B 8 Gambar 7.36 Contoh 8 elemen penstruktur untuk operasi thickening Fase pertama operasi thickening dilakukan sebagai berikut: A B = ((((((((A B ) B 2 ) B 3 ) B 4 ) B 5 ) B 6 ) B 7 ) B 8 ) (7.27) Implementasi thickening ditunjukkan berikut ini.

56 264 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi Program : thickening.m function G = thickening(f, n_iterasi) % THICKENING Digunakan untuk menebalkan objek yang terdapat pada % citra F. % Argumen n_iterasi menyatakan jumlah iterasi atau % fase yang dikehaki untuk melakukan % penebalan objek' H = [ ; ; ]; H2 = [ ; ; ]; H3 = [ ; ; ]; H4 = [ ; ; ]; H5 = [ ; ; ]; H6 = [ ; ; ]; H7 = [ ; ; ]; H8 = [ ; ; ]; C = F; % Salin citra F ke C for p = : n_iterasi C = or(c, thm(c,h)); C = or(c, thm(c,h2)); C = or(c, thm(c,h3)); C = or(c, thm(c,h4)); C = or(c, thm(c,h5)); C = or(c, thm(c,h6)); C = or(c, thm(c,h7)); C = or(c, thm(c,h8)); G = C; Akhir Program Contoh >> F = imread( C:\Image\morfo.png ); >> G = thickening(f,); imshow(g) Hasil untuk berbagai fase ditunjukkan pada Gambar 7.37.

57 Morfologi untuk Pengolahan Citra 265 Gambar 7.37 Contoh operasi thickening 7. Convex Hull Himpunan konveks (cembung) adalah himpunan yang mencakup semua titik yang menghubungkan dua titik yang berada di dalam himpunan. Adapun convex hull adalah bentuk poligon terkecil yang dapat melingkupi objek. Poligon ini dapat dibayangkan sebagai gelang elastis yang dapat melingkupi tepi objek, Hal seperti itu kadang diperlukan untuk kepentingan mengenali objek, dengan menghilangkan tepian objek yang cekung.

58 266 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi Convex hull diperoleh dengan melibatkan transformasi Hit_or_Miss (THM) dengan elemen-elemen penstruktur yang dirotasi sebesar 9 o. Contoh elemen penstruktur ditunjukkan pada Gambar B B 2 B 3 B 4 x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x Gambar 7.38 Empat elemen penstruktur untuk membentuk convex hull Pada contoh di atas, x menyatakan don t care. Langkah awal untuk melakukan perhitungan convex hull dilaksanakan dengan memberikan X = A, dengan A adalah citra yang akan diproses. Selanjutnya, dilakukan perhitungan sebagai berikut: X k i = thm(x k, B i ) A i =,2,3,4 dan k =,2,3, (7.28) Konvergensi tercapai ketika X i i k = X k. Nah, bila D i i = X konvergen, convex hull A berupa C(A) = 4 i= D i (7.29) Contoh untuk memperoleh convex hull ditunjukkan pada Gambar Pada contoh tersebut, hasil setelah konvergen untuk X k i, X k i, X k i, X k i diperlihatkan.

59 Morfologi untuk Pengolahan Citra 267 A X konv =3 2 X konv = 3 X konv =2 4 X konv =4 C(A) Gambar 7.39 Proses pembentukan convex hull

60 268 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi Implementasi pembentukan convex hull dituangkan pada fungsi bernama convhull, dengan kode sebagai berikut. Program : convhull.m function G = convhull(a) % CONVHULL Untuk melakukan operasi convex hull terhadap citra A % dengan menggunakan 4 elemen penstruktur % G = Convex hull [tinggi, lebar] = size(a); % Elemen penstruktur H = [ - -; -; - - ]; H2 = [ ; - -; ]; H3 = [ - - ; - ; - - ]; H4 = [ - - -; - -; ]; C = zeros(tinggi, lebar); C = or(c, chull(a, H)); C = or(c, chull(a, H2)); C = or(c, chull(a, H3)); C = or(c, chull(a, H4)); G = C; function [G, k] = chull(a, B) % A = Citra % B = elemen penstruktur % G = Hasil yang konvergen % k = iterasi hingga korvergen [tinggi, lebar] = size(a); k=; Ckmin = A; while (true) Ck = or(ckmin, thm2(ckmin,b)); % Cek Ckmin apa sama dengan Ck sama = true; for baris = : tinggi for kolom = : lebar if Ckmin(baris, kolom) ~= Ck(baris, kolom) sama = false; break; if sama == false

61 Morfologi untuk Pengolahan Citra 269 break; if sama == true break; % Berarti sudah konvergen % Ke iterasi berikutnya k = k + ; Ckmin = Ck; k = k-; G = Ckmin; Akhir Program Contoh penggunaan fungsi convhull: >> Garpu = im2bw(imread('c:\image\fork-3.png'),.5); >> G = convhull(garpu); imshow(g) Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 7.4(b). Gambar 7.4(c) menunjukkan keadaan yang dinamakan defisiensi konveks. Defisiensi konveks menyatakan selisih antara convex hull dan citra asli. Hasil tersebut diperoleh melalui: >> imshow(g Garpu) (a) Citra fork-3.png (b) Convex hull (c) Convex hull Citra asli Gambar 7.4 Hasil convex hull dan defisiensi konveks Bentuk convex hull dapat diubah agar tidak berbentuk kotak. Sebagai contoh, terdapat delapan elemen penstruktur seperti terlihat pada Gambar 7.4.

62 27 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi B B 2 B 3 B 4 x x x x x x x x x x x x x x x x B 5 B 6 B 7 B 8 x x x x x x x x x x x x x x x x Gambar 7.4 Contoh 8 elemen penstruktur untuk melakukan operasi convex hull Dengan menggunakan delapan elemen penstruktur tersebut, diperoleh hasil seperti terlihat pada Gambar (a) Convex hull (b) Convex hull Citra asli Gambar 7.42 Convex hull dan defisiensi konveks yang melibatkan delapan elemen penstruktur 7.2 Morfologi Aras Keabuan Sejauh ini, pembicaraan mengenai morfologi terbatas pada citra biner. Sesungguhnya, morfologi juga dapat dikenakan pada citra beraras keabuan. Namun, tentu saja terdapat perbedaan dalam melakukan operasi morfologi ini. Beberapa operasi morfologi untuk citra beraras keabuan dibahas di subbab ini.

63 Morfologi untuk Pengolahan Citra Dilasi Beraras Keabuan Woods, 22): Dilasi pada aras keabuan didefinisikan sebagai berikut (Gonzalez & (A g B)(u, v) = max (i,j) H (A(u-i,v-j)+B(i,j)) (7.3) dengan A adalah citra dan B adalah elemen penstruktur. Jadi, nilai yang dihasilkan berupa nilai terbesar antara A+B, dengan proses penambahan dilakukan seperti yang terjadi pada konvolusi citra. Simbol g sesudah tanda menyatakan bahwa operasi dilasi tersebut berlaku untuk citra beraras keabuan. Ilustrasi dilasi beraras keabuan dapat dilihat pada Gambar Pada contoh tersebut, nilai terbesar A+B adalah 25. Nilai tersebut dijadikan sebagai nilai dalam A g B. A (Citra) B Himpunan hasil Diputar 8 o Terbesar = Hasil 25 Gambar 7.43 Contoh penentuan nilai dalam dilasi beraras keabuan

64 272 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi Implementasi dilasi dapat dilihat pada program berikut. Program : gdilasi.m function G = gdilasi(f, H, hotx, hoty) % GDILASI Berguna untuk melaksanakan operasi dilasi pada % citra beraras keabuan. % Masukan: % F = citra yang akan dikenai dilasi % H = elemen pentruksur % (hy, hx) koordinat pusat piksel [th, lh]=size(h); [tf, lf]=size(f); if nargin < 3 hotx = round(lh/2); hoty = round(th/2); G = zeros(tf, lf); % Nolkan semua pada hasil dilasi % Memproses dilasi for baris = : tf for kolom = : lf terbesar = ; for p=:th for q=:lh ypos = baris - (p - hoty); xpos = kolom - (q - hotx); if (xpos >= ) && (xpos <= lf) &&... (ypos >= ) && (ypos <= tf) nilai = F(ypos, xpos) + H(p, q); if terbesar < nilai terbesar = nilai; % Potong nilai terbesar kalau melebihi 255 if terbesar > 255 terbesar = 255; % Berikan nilai terbesar ke G G(baris, kolom) = terbesar;

65 Morfologi untuk Pengolahan Citra 273 G = uint8(g); Akhir Program Pada contoh di atas, fungsi uint8 digunakan untuk memastikan bahwa hasil perhitungan dilasi berkisar antara sampai dengan 255. Contoh berikut menunjukkan penggunaan fungsi gdilasi yang dikenakan pada citra mandrill.png dengan menggunakan elemen penstruktur berukuran 9x9 dengan bentuk cakram. >> Img = imread('c:\image\mandrill.png'); >> H = [ ]; >> G = gdilasi(img, H); imshow(g) Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 7.44.

66 274 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi (a) Citra mandrill.png (b) Dilasi dengan elemen struktur berukuran 3x3 dan seluruhnya bernilai (c) Dilasi dengan elemen struktur berukuran 3x3 dan seluruhnya bernilai (d) Dilasi dengan elemen struktur berukuran 9x9 dan berbentuk bola Gambar 7.44 Efek dilasi pada citra beraras keabuan Erosi Beraras Keabuan Erosi pada citra beraras keabuan didefinisikan sebagai berikut: (A g B)(u, v) = min (i,j) H (A(u+i,v+j)-B(i,j)) (7.3) dengan A adalah citra dan B adalah elemen penstruktur. Simbol g sesudah tanda menyatakan bahwa operasi dilasi tersebut berlaku untuk citra beraras keabuan.

67 Morfologi untuk Pengolahan Citra 275 Jadi, nilai yang dihasilkan berupa nilai terkecil antara A-B. Contoh perhitungan erosi ditunjukkan pada Gambar A (Citra) B Himpunan hasil Terkecil = 5 Hasil 5 Gambar 7.45 Contoh penentuan nilai dalam erosi beraras keabuan Implementasi erosi pada citra beraras keabuan diwujudkankan dengan fungsi bernama gerosi. Kodenya seperti berikut. Program : gerosi.m function G = gerosi(f, H, hotx, hoty) % GEROSI Berguna untuk melaksanakan operasi dilasi % citra beraras keabuan. % Masukan: % F = citra yang akan dikenai erosi % H = elemen pentruksur % (hy, hx) koordinat pusat piksel [th, lh]=size(h); [tf, lf]=size(f); if nargin < 3 hotx = round(lh/2); hoty = round(th/2);

68 276 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi G = zeros(tf, lf); % Nolkan semua pada hasil erosi % Memproses erosi for baris = : tf for kolom = : lf terkecil = 255; for p=:th for q=:lh ypos = baris + p - hoty; xpos = kolom + q - hotx; if (xpos >= ) && (xpos <= lf) &&... (ypos >= ) && (ypos <= tf) nilai = F(ypos, xpos) + H(p, q); if terkecil > nilai terkecil = nilai; % Berikan nilai ke G if terkecil < terkecil = ; G(baris, kolom) = terkecil; G = uint8(g); Akhir Program Contoh penggunaan gerosi seperti berikut: >> Img = imread('c:\image\mandrill.png'); >> H = [

69 Morfologi untuk Pengolahan Citra 277 ]; >> G = gerosi(img, H); imshow(g) Hasilnya dapat dilihat pada Gambar (a) ) Citra mandrill.tif (b) Erosi dengan elemen penstruktur berukuran 3x3 dan seluruhnya bernilai (c) Erosi dengan elemen struktur berukuran 3x3 dan seluruhnya bernilai (d) Erosi dengan elemen struktur berukuran 9x9 dan berbentuk bola Gambar 7.46 Efek erosi pada citra beraras keabuan

70 278 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi Aplikasi erosi dan dilasi pada citra beraras keabuan adalah untuk memperoleh gradien morfologis. Dalam hal ini, gradien morfologis diperoleh dengan melakukan pengurangan hasil dilasi dengan nilai hasil erosi. Contoh: >> Img = imread('c:\image\boneka.png'); >> X = gdilasi(img, ones(3)); >> Y = gerosi(img, ones(3)); >> imshow(x-y) Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 7.47(d). Adapun hasil pemrosesan dilasi dan erosi secara berturutan dapat dilihat pada Gambar 7.47(b) dan 7.47(c). (a) Citra boneka.png (b) Dilasi dengan elemen struktur berukuran 3x3 dan seluruhnya bernilai (c) Erosi dengan elemen struktur berukuran 3x3 dan seluruhnya bernilai (d) Hasil dilasi hasil erosi Gambar 7.47 Gradien morofologis melalui pengurangan dilasi dengan erosi pada citra beraras keabuan

71 Morfologi untuk Pengolahan Citra Opening dan Closing Secara prinsip, operasi opening dan closing pada citra beraras keabuan serupa pada citra biner. Definisinya sebagai berikut. Opening: A g B = (A g B) g B (7.32) Closing: A g B = (A g B) g B (7.33) Contoh perbedaan hasil operasi opening dan closing pada citra beraras keabuan dapat dilihat pada Gambar Terlihat bahwa operasi opening berkecerungan menghilangkan bagian yang cerah tetapi berukuran kecil (perhatikan pada bagian mata pada hasil opening). Adapun operasi closing mempertahankan objek kecil yang berwarna terang. Gambar 7.48 Operasi opening dan closing pada citra beraras keabuan menggunakan elemen penstruktur 5x5 yang seluruhnya bernilai

72 28 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi Untuk kepentingan kemudahan dalam mencoba operasi opening pada citra berskala keabuan, dapat digunakan fungsi bernama gopening. Kodenya sebagai berikut. Program : gopening.m function G = gopening(f, H) % GOPENING berguna untuk melaksanakan operasi opening % citra beraras keabuan % Masukan: % F = citra yang akan dikenai erosi % H = elemen pentruksur G = gdilasi(gerosi(f, H), H); Akhir Program Untuk kepentingan kemudahan dalam mencoba operasi closing pada citra berskala keabuan, dapat digunakan fungsi bernama gclosing. Kodenya sebagai berikut. Program : gclosing.m function G = gclosing(f, H) % GCLOSING Berguna untuk melaksanakan operasi closing % citra beraras keabuan. % Masukan: % F = citra yang akan dikenai erosi % H = elemen pentruksur G = gerosi(gdilasi(f, H), H); Akhir Program

73 Morfologi untuk Pengolahan Citra 28 Contoh berikut menunjukkan penggunaan gopening: >> Img = imread('c:\image\lena256.png'); >> G = gopening(img, ones(5)); >> imshow(g) Adapun contoh berikut menunjukkan penggunaan gclosing: >> Img = imread('c:\image\lena256.png'); >> G = gclosing(img, ones(5)); >> imshow(g) 7.3 Transformasi Top-Hat Transformasi Top-Hat didefinisikan sebagai perbedaan antara citra dan citra setelah mengalami operasi opening (Solomon & Breckon, 2) atau dapat disajikan secara matematis seperti berikut: TTH(A, B) = A - (A g B) (7.34) Pada rumus di atas, A menyatakan citra dan B sebagai elemen penstruktur. Simbol g menyatakan bahwa operasi tersebut berlaku untuk citra beraras keabuan. Transformasi ini berguna untuk mapatkan bentuk global suatu objek yang mempunyai intensitas yang bervariasi. Sebagai contoh, perhatikan Gambar 7.49(a). Pada citra tersebut, butiran-butiran nasi memiliki intensitas yang tidak seragam. Melalui opening, diperoleh hasil seperti terlihat pada Gambar 7.49(b). Hasil transformasi Top-Hat ditunjukkan pada Gambar 7.49(c). Perhatikan bahwa hasil butiran nasi pada Gambar 7.49(c) terlihat memiliki intensitas yang lebih seragam dibandingkan pada citra asal.

74 282 Pengolahan Citra, Teori dan Aplikasi (a) Citra rice.png (b) Hasil Opening (c) ) Hasil Top-Hat Gambar 7.49 Transformasi Top-Hat menggunakan elemen penstruktur berukuran 9x9 berbentuk cakram Pada contoh berikut, TH menyatakan hasil transformasi Top-Hat: >> Img = imread('c:\image\rice.png'); >> H = [ ]; >> G = gopening(img, H); >> TH = Img - G; >> imshow(th) File rice.png tidak disediakan di CD yang disertakan bersama buku. File tersebut adalah milik MATLAB. Hasil transformasi Top-Hat pada contoh seperti di atas akan menghasilkan citra biner yang lebih baik daripada kalau citra biner diperoleh secara langsung

75 Morfologi untuk Pengolahan Citra 283 dari citra asal. Sebagai gambaran, Gambar 7.5 memberikan contoh hasil konversi ke citra biner menggunakan citra rice.png dan hasil konversi citra biner menggunakan hasil transformasi Top-Hat. (a) Citra rice.png (b) ) Konversi citra biner melalui rice.png secara langsung (c) Konversi citra biner melalui hasil Top-Hat Gambar 7.5 Efek transformasi Top-Hat untuk memperoleh citra biner Perhatikan bahwa jumlah butir padi pada Gambar 7.5(c) bagian bawah lebih banyak daripada pada Gambar 7.5(b). 7.4 Transformasi Bottom-Hat Transformasi Bottom-Hat didefinisikan sebagai berikut: TBH(A, B) = (A g B) - A (7.35) Secara prinsip, operasi ini memperbesar warna putih melalui dilasi, diikuti dengan pengecilan warna putih melalui erosi dan kemudian dikurangi dengan citra asal. Dilasi yang diikuti dengan erosi memberikan efek berupa objek-objek yang berdekatan menjadi semakin dekat. Pengurangan oleh citra asal membuat penghubung antarobjek menjadi hasil yang tersisa. Dengan kata lain, hasil yang tersisa adalah piksel-piksel yang digunakan untuk mengisi lubang, atau penghubung objek.

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Materi 7 Operasi Morfologi M. Miftakul Amin, M. Eng. JURUSAN TEKNIK KOMPUTER POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA TUJUAN Istilah morfologi mengadopsi istilah yang ada dalam bidang ilmu

Lebih terperinci

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness 753 GLOSARIUM Adaptive thresholding (lihat Peng-ambangan adaptif). Additive noise (lihat Derau tambahan). Algoritma Moore : Algoritma untuk memperoleh kontur internal. Array. Suatu wadah yang dapat digunakan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Materi 15 Morfologi (Lanjutan) M. Miftakul Amin, M. Eng. JURUSAN TEKNIK KOMPUTER POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA TINJAUAN MATEMTIKA EROSI Operasi erosi dirumuskan sebagai berikut:

Lebih terperinci

Operasi Piksel dan Histogram

Operasi Piksel dan Histogram BAB 3 Operasi Piksel dan Histogram Setelah bab ini berakhir, diharapkan pembaca memahami berbagai bahasan berikut. Operasi piksel Menggunakan histogram citra Meningkatkan kecerahan Meregangkan kontras

Lebih terperinci

By Emy. 2 of By Emy

By Emy. 2 of By Emy 2 1 3 Kompetensi Mampu menjelaskan dan operasi morfologi Mampu menerapkan konsep morfologi untuk memperoleh informasi yang menyatakan deskripsi dari suatu benda pada citra mampu membangun aplikasi untuk

Lebih terperinci

Morphological Image Processing

Morphological Image Processing Morphological Image Processing Muhammad Kusban Teknik Elektro, Universitas Muhammadiyah Surakarta Abstrak -- Proses morphologi terutama digunakan untuk menghilangkan ketidaksempurnaan bentuk yang ada dalam

Lebih terperinci

Operasi Ketetanggaan Piksel. Setelah bab ini berakhir, diharapkan pembaca mendapatkan pengetahuan mengenai hal-hal berikut dan cara mempraktikkannya.

Operasi Ketetanggaan Piksel. Setelah bab ini berakhir, diharapkan pembaca mendapatkan pengetahuan mengenai hal-hal berikut dan cara mempraktikkannya. BAB 4 Operasi Ketetanggaan Piksel Setelah bab ini berakhir, diharapkan pembaca mapatkan pengetahuan mengenai hal-hal berikut dan cara mempraktikkannya. Pengertian operasi ketetanggaan piksel Pengertian

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SEGMENTASI PEMBULUH DARAH RETINA PADA CITRA FUNDUS MATA BERWARNA MENGGUNAKAN PENDEKATAN MORFOLOGI ADAPTIF

IMPLEMENTASI SEGMENTASI PEMBULUH DARAH RETINA PADA CITRA FUNDUS MATA BERWARNA MENGGUNAKAN PENDEKATAN MORFOLOGI ADAPTIF IMPLEMENTASI SEGMENTASI PEMBULUH DARAH RETINA PADA CITRA FUNDUS MATA BERWARNA MENGGUNAKAN PENDEKATAN MORFOLOGI ADAPTIF Dini Nuzulia Rahmah 1, Handayani Tjandrasa 2, Anny Yuniarti 3 Teknik Informatika,

Lebih terperinci

DEKOMPOSISI MORFOLOGI BENTUK BINER DUA DIMENSI MENJADI POLIGON KONVEKS DENGAN PENDEKATAN HEURISTIK

DEKOMPOSISI MORFOLOGI BENTUK BINER DUA DIMENSI MENJADI POLIGON KONVEKS DENGAN PENDEKATAN HEURISTIK DEKOMPOSISI MORFOLOGI BENTUK BINER DUA DIMENSI MENJADI POLIGON KONVEKS DENGAN PENDEKATAN HEURISTIK Nanik Suciati, Rosdiana Rahmawati Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 11 Mathematical Morphology. Indah Susilawati, S.T., M.Eng.

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 11 Mathematical Morphology. Indah Susilawati, S.T., M.Eng. TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Kuliah 11 Mathematical Morphology Indah Susilawati, S.T., M.Eng. Program Studi Teknik Informatika/Sistem Informasi Fakultas Teknologi Informasi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 10 Mathematical Morphology. Indah Susilawati, S.T., M.Eng.

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 10 Mathematical Morphology. Indah Susilawati, S.T., M.Eng. TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Kuliah 10 Mathematical Morphology Indah Susilawati, S.T., M.Eng. Program Studi Teknik Elektro Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Mercu

Lebih terperinci

10/11/2014. CIG4E3 / Pengolahan Citra Digital BAB 10. Morphological Image Processing. Pemrosesan citra secara morfologis.

10/11/2014. CIG4E3 / Pengolahan Citra Digital BAB 10. Morphological Image Processing. Pemrosesan citra secara morfologis. CIG4E3 / Pengolahan Citra Digital BB 10. Morphological Image Processing Intelligent Computing and Multimedia (ICM) Pemrosesan citra secara morfologis Perbedaan antara pemrosesan citra secara morfologis

Lebih terperinci

C. y = 2x - 10 D. y = 2x + 10

C. y = 2x - 10 D. y = 2x + 10 1. Diantara himpunan berikut yang merupakan himpunan kosong adalah... A. { bilangan cacah antara 19 dan 20 } B. { bilangan genap yang habis dibagi bilangan ganjil } C. { bilangan kelipatan 3 yang bukan

Lebih terperinci

10/13/2009 MORFOLOGI CITRA SET CITRA DAN OPERASINYA PEMROSESAN CITRA SECARA MORFOLOGIS PEMROSESAN CITRA SECARA MORFOLOGIS

10/13/2009 MORFOLOGI CITRA SET CITRA DAN OPERASINYA PEMROSESAN CITRA SECARA MORFOLOGIS PEMROSESAN CITRA SECARA MORFOLOGIS PEMROEN CITR ECR MORFOLOGI Kuliah ke 8 Program 1 Reguler, DTE FTUI 2009 MORFOLOGI CITR Perbedaan antara pemrosesan citra secara morfologis dengan pemrosesan biasa (yang telah dipelajari): Dulu sebuah citra

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y merupakan koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan sistem pendeteksi orang tergeletak mulai dari : pembentukan citra digital, background subtraction, binerisasi, median filtering,

Lebih terperinci

REVIEW PROPERTI OPERATOR MATEMATIKA MORPHOLOGI DALAM PEMROSESAN CITRA

REVIEW PROPERTI OPERATOR MATEMATIKA MORPHOLOGI DALAM PEMROSESAN CITRA Prosiding Semirata 2015 bidang Teknologi Informasi dan Multi Disiplin Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 134-141 REVIEW PROPERTI OPERATOR MATEMATIKA MORPHOLOGI DALAM PEMROSESAN CITRA Zaiful Bahri Jurusan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Malaria Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus plasmodium. Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles dengan gambaran penyakit

Lebih terperinci

Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital

Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital Pendahuluan Citra digital direpresentasikan dengan matriks. Operasi pada citra digital pada dasarnya adalah memanipulasi elemen- elemen matriks. Elemen matriks

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Istilah citra biasanya digunakan dalam bidang pengolahan citra yang berarti gambar. Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi, di mana dan adalah

Lebih terperinci

Teori dan Aplikasi. Abdul Kadir Adhi Susanto. Dilengkapi CD berisi programprogram. file-file latihan, dan Octave

Teori dan Aplikasi. Abdul Kadir Adhi Susanto. Dilengkapi CD berisi programprogram. file-file latihan, dan Octave Teori dan Aplikasi Dilengkapi CD berisi programprogram contoh, file-file latihan, dan Octave Abdul Kadir Adhi Susanto i Ceritakan kepada saya, maka saya lupa. Tunjukkan kepada saya, maka saya ingat. Biarkan

Lebih terperinci

APLIKASI OPERASI HIMPUNAN DAN MATEMATIKA MORFOLOGI PADA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

APLIKASI OPERASI HIMPUNAN DAN MATEMATIKA MORFOLOGI PADA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Jurnal Ilmu Matematika dan Terapan Desember 2016 Volume 10 Nomor 2 Hal. 83 96 APLIKASI OPERASI HIMPUNAN DAN MATEMATIKA MORFOLOGI PADA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL V. Y. I. Ilwaru 1, Y. A. Lesnussa 2, E. M.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sel Darah Merah Sel yang paling banyak di dalam selaput darah adalah sel darah merah atau juga dikenal dengan eritrosit. Sel darah merah berbentuk cakram bikonkaf dengan diameter

Lebih terperinci

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan Konvolusi Esther Wibowo esther.visual@gmail.com Erick Kurniawan erick.kurniawan@gmail.com Filter / Penapis Digunakan untuk proses pengolahan citra: Perbaikan kualitas citra (image enhancement) Penghilangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus dan intensitas cahaya pada bidang dwimatra

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Umum 2.1.1. Warna Dengan menggunakan 3 buah reseptor manusia dapat membedakan banyak warna. Warna tricromatic RGB dalam sistem grafis umumnya menggunakan 3 byte (2 8 ) 3,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berawal dari suatu ide untuk menyimpan segitiga Sierpinski menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI. berawal dari suatu ide untuk menyimpan segitiga Sierpinski menggunakan BAB II LANDASAN TEORI Metode kompresi citra fraktal merupakan metode kompresi citra yang berawal dari suatu ide untuk menyimpan segitiga Sierpinski menggunakan Iterated Function System (IFS). Segitiga

Lebih terperinci

Olimpiade Sains Nasional XI Bidang Komputer/Informatika

Olimpiade Sains Nasional XI Bidang Komputer/Informatika Berkas Kompetisi Soal Hari 1 Olimpiade Sains Nasional XI Bidang Komputer/Informatika 2-7 September 2012, Jakarta www.tokilearning.org www.siswapsma.org Bundel Soal Hari 1 OSN XI Bidang Informatika SEGITIGA

Lebih terperinci

Pengenalan Dasar Citra

Pengenalan Dasar Citra BAB 2 Pengenalan Dasar Citra Setelah bab ini berakhir, diharapkan pembaca memahami hal-hal berikut beserta contoh penerapannya. Representasi citra digital Kuantisasi citra Kualitas citra Cara membaca citra

Lebih terperinci

Apa yang bisa dilakukan oleh morfologi citra? Operasi morfologi :

Apa yang bisa dilakukan oleh morfologi citra? Operasi morfologi : Morfologi Citra 2 Morfologi Citra Apa yang bisa dilakukan oleh morfologi citra? Operasi morfologi : Fit dan Hit Erosi (Erosion) Dilasi (Dilation) Operasi Gabungan (Compound Operations) 3 Kegunaan Morfologi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra adalah kegiatan memanipulasi citra yang telah ada menjadi gambar lain dengan menggunakan suatu algoritma atau metode tertentu. Proses ini mempunyai

Lebih terperinci

Modifikasi Histogram

Modifikasi Histogram Modifikasi Histogram Ekualisasi histogram Nilai-nilai intensitas di dalam citra diubah sehingga penyebarannya seragam Tujuannya untuk memperoleh penyebaran histogram yang merata sehingga setiap derajat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra 2.1.1 Definisi Citra Secara harfiah, citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Jika dipandang dari sudut pandang matematis, citra merupakan hasil pemantulan

Lebih terperinci

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses implementasi dari metode pendeteksian paranodus yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini terbagai menjadi empat bagian, bagian 3.1 menjelaskan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi atau gambaran, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda, contohnya yaitu foto seseorang dari kamera yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) atau yang secara umum disebut gambar merupakan representasi spasial dari suatu objek yang sebenarnya dalam bidang dua dimensi yang biasanya ditulis dalam

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA GREEDY PADA PERMAINAN OTHELLO

IMPLEMENTASI ALGORITMA GREEDY PADA PERMAINAN OTHELLO IMPLEMENTASI ALGORITMA GREEDY PADA PERMAINAN OTHELLO Nur Fajriah Rachmah NIM 13506091 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha nomor

Lebih terperinci

7.7 Pelembutan Citra (Image Smoothing)

7.7 Pelembutan Citra (Image Smoothing) 7.7 Pelembutan Citra (Image Smoothing) Pelembutan citra (image smoothing) bertujuan untuk menekan gangguan (noise) pada citra. Gangguan tersebut biasanya muncul sebagai akibat dari hasil penerokan yang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE PENDETEKSI TEPI STUDI KASUS : CITRA USG JANIN

PERBANDINGAN METODE PENDETEKSI TEPI STUDI KASUS : CITRA USG JANIN PERBANDINGAN METODE PENDETEKSI TEPI STUDI KASUS : CITRA USG JANIN 1) Merly Indira 2) Eva Yuliana 3) Wahyu Suprihatin 4) Bertalya Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Gunadarma Jl.

Lebih terperinci

Operasi Morfologi. Kartika Firdausy - UAD blog.uad.ac.id/kartikaf. Teknik Pengolahan Citra

Operasi Morfologi. Kartika Firdausy - UAD blog.uad.ac.id/kartikaf. Teknik Pengolahan Citra Operasi Morfologi Kartika Firdausy - UAD pvisual@ee.uad.ac.id blog.uad.ac.id/kartikaf Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu: mengidentifikasi prosedur operasi morfologi menerapkan

Lebih terperinci

yang paling umum adalah dengan menspesifikasikan unsur unsur pembentuknya (Definisi 2.1 Menurut Lipschutz, Seymour & Marc Lars Lipson dalam

yang paling umum adalah dengan menspesifikasikan unsur unsur pembentuknya (Definisi 2.1 Menurut Lipschutz, Seymour & Marc Lars Lipson dalam 2.1 Definisi Aljabar Boolean Aljabar Boolean dapat didefinisikan secara abstrak dalam beberapa cara. Cara yang paling umum adalah dengan menspesifikasikan unsur unsur pembentuknya dan operasi operasi yang

Lebih terperinci

MKB Teknik Pengolahan Citra Operasi Ketetanggaan Piksel pada Domain Frekuensi. Genap 2016/2017

MKB Teknik Pengolahan Citra Operasi Ketetanggaan Piksel pada Domain Frekuensi. Genap 2016/2017 MKB3383 - Teknik Pengolahan Citra Operasi Ketetanggaan Piksel pada Domain Frekuensi Genap 2016/2017 Outline Pengertian Konvolusi Pengertian Frekuensi Filter Lolos-Rendah (Lowpass Filter) Filter Lolos-Tinggi

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Pengolahan Citra Digital Kode : IES 6323 Semester : VI Waktu : 1 x 3x 50 Menit Pertemuan : 6 A. Kompetensi 1. Utama Mahasiswa dapat memahami tentang sistem

Lebih terperinci

BAB 5. Operasi Geometrik

BAB 5. Operasi Geometrik BAB 5 Operasi Geometrik Setelah bab ini berakhir, diharapkan pembaca mapatkan pengetahuan mengenai hal-hal berikut dan mampu mempraktikkannya. Pengantar operasi geometrik Penggeseran citra Pemutaran citra

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra (image processing) merupakan proses untuk mengolah pixel-pixel dalam citra digital untuk tujuan tertentu. Beberapa alasan dilakukan pengolahan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN APLIKASI PERHITUNGAN JUMLAH OBJEK PADA CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE MATHEMATICAL MORPHOLOGY

PENGEMBANGAN APLIKASI PERHITUNGAN JUMLAH OBJEK PADA CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE MATHEMATICAL MORPHOLOGY PENGEMBANGAN APLIKASI PERHITUNGAN JUMLAH OBJEK PADA CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE MATHEMATICAL MORPHOLOGY DAN TEKNIK CONNECTED COMPONENT LABELING Oleh I Komang Deny Supanji, NIM 0815051052 Jurusan

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Pada bab ini dibahas mengenai konsep-konsep yang mendasari ekstraksi unsur jalan pada citra inderaja. Uraian mengenai konsep tersebut dimulai dari ekstraksi jalan, deteksi tepi,

Lebih terperinci

Pendahuluan. Dua operasi matematis penting dalam pengolahan citra :

Pendahuluan. Dua operasi matematis penting dalam pengolahan citra : KONVOLUSI Budi S Pendahuluan Dua operasi matematis penting dalam pengolahan citra : Operasi Konvolusi (Spatial Filter/Discret Convolution Filter) Transformasi Fourier Teori Konvolusi Konvolusi 2 buah fungsi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menunjang tugas akhir ini. Antara lain yaitu pengertian citra, pengertian dari impulse noise, dan pengertian dari reduksi noise.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu system perekaman data dapat bersifat optik berupa foto,

Lebih terperinci

(IMAGE ENHANCEMENT) Peningkatan kualitas citra di bagi menjadi dua kategori yaitu :

(IMAGE ENHANCEMENT) Peningkatan kualitas citra di bagi menjadi dua kategori yaitu : (IMAGE ENHANCEMENT) Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagi cara. Tujuannya adalah untuk memproses citra yang dihasilkan lebih baik daripada

Lebih terperinci

Implementasi Metode Hough Transform Pada Citra Skeletonisasi Dengan Menggunakan MATLAB 7.6. Intan Nur Lestari

Implementasi Metode Hough Transform Pada Citra Skeletonisasi Dengan Menggunakan MATLAB 7.6. Intan Nur Lestari Implementasi Metode Hough Transform Pada Citra Skeletonisasi Dengan Menggunakan MATLAB 7.6 Intan Nur Lestari Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya, 100, Pondok Cina, Depok

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN Rudy Adipranata 1, Liliana 2, Gunawan Iteh Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

Implementasi Morphology Concept and Technique dalam Pengolahan Citra Digital Untuk Menentukan Batas Obyek dan Latar Belakang Citra

Implementasi Morphology Concept and Technique dalam Pengolahan Citra Digital Untuk Menentukan Batas Obyek dan Latar Belakang Citra Implementasi Morphology Concept and Technique dalam Pengolahan Citra Digital Untuk Menentukan Batas Obyek dan Latar Belakang Citra Eddy Nurraharjo Program Studi Teknik Informatika, Universitas Stikubank

Lebih terperinci

Pendekatan Statistik Pada Domain Spasial dan Frekuensi untuk Mengetahui Tampilan Citra Yustina Retno Wahyu Utami 1)

Pendekatan Statistik Pada Domain Spasial dan Frekuensi untuk Mengetahui Tampilan Citra Yustina Retno Wahyu Utami 1) ISSN : 1693 1173 Pendekatan Statistik Pada Domain Spasial dan Frekuensi untuk Mengetahui Tampilan Citra Yustina Retno Wahyu Utami 1) Abstrak Mean, standard deviasi dan skewness dari citra domain spasial

Lebih terperinci

Representasi Boolean

Representasi Boolean Aljabar Boolean Boolean Variable dan Tabel Kebenaran Gerbang Logika Aritmatika Boolean Identitas Aljabar Boolean Sifat-sifat Aljabar Boolean Aturan Penyederhanaan Boolean Fungsi Eksklusif OR Teorema De

Lebih terperinci

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Image Enhancement Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Cara-cara yang bisa dilakukan misalnya dengan fungsi transformasi, operasi matematis,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (disingkat TNKB) atau sering. disebut plat nomor atau nomor polisi (disingkat nopol) adalah plat

BAB II LANDASAN TEORI. Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (disingkat TNKB) atau sering. disebut plat nomor atau nomor polisi (disingkat nopol) adalah plat BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tanda Nomor Kendaraan Bermotor Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (disingkat TNKB) atau sering disebut plat nomor atau nomor polisi (disingkat nopol) adalah plat aluminium tanda

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 10 Removal of Periodic Noise Dan Segmentasi

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 10 Removal of Periodic Noise Dan Segmentasi 1 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Kuliah 10 Removal of Periodic Noise Dan Segmentasi Indah Susilawati, S.T., M.Eng. Program Studi Teknik Informatika/Sistem Informasi Fakultas Teknologi Informasi Universitas Mercu

Lebih terperinci

Aljabar Boolean. IF2120 Matematika Diskrit. Oleh: Rinaldi Munir Program Studi Informatika, STEI-ITB. Rinaldi Munir - IF2120 Matematika Diskrit

Aljabar Boolean. IF2120 Matematika Diskrit. Oleh: Rinaldi Munir Program Studi Informatika, STEI-ITB. Rinaldi Munir - IF2120 Matematika Diskrit Aljabar Boolean IF22 Matematika Diskrit Oleh: Rinaldi Munir Program Studi Informatika, STEI-ITB Rinaldi Munir - IF22 Matematika Diskrit Pengantar Aljabar Boolean ditemukan oleh George Boole, pada tahun

Lebih terperinci

BAB III METODE FUZZY MAMDANI

BAB III METODE FUZZY MAMDANI 29 BAB III METODE FUZZY MAMDANI Fuzzy Inference System merupakan sebuah kerangka kerja perhitungan berdasarkan konsep teori himpunan fuzzy dan pemikiran fuzzy yang digunakan dalam penarikan kesimpulan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang diapit oleh dua kurung siku sehingga berbentuk empat persegi panjang atau

BAB II KAJIAN TEORI. yang diapit oleh dua kurung siku sehingga berbentuk empat persegi panjang atau BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan diberikan kajian teori mengenai matriks dan operasi matriks, program linear, penyelesaian program linear dengan metode simpleks, masalah transportasi, hubungan masalah

Lebih terperinci

C. { 0, 1, 2, 3, 4 } D. { 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 }

C. { 0, 1, 2, 3, 4 } D. { 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 } 1. Himpunan penyelesaian dari 2x - 3 7, x { bilangan cacah }, adalah... A. { 0, 1, 2 } B. { 0, 1, 2, 3, 4, 5 } 2x - 3 7, x {bilangan cacah} 2x 7 + 3 2x 10 x 5 Hp : { 0, 1, 2, 3, 4, 5 } C. { 0, 1, 2, 3,

Lebih terperinci

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 8 - GRAFKOM DAN PENGOLAHAN CITRA Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Analog/Continue dan Digital. Elemen-elemen Citra

Lebih terperinci

Bab 3 Algoritma Feature Pengurangan

Bab 3 Algoritma Feature Pengurangan Bab 3 Algoritma Feature Pengurangan Sebelum membahas pemodelan produk berbasis yang disusun berdasarkan algoritma pengurang terlebih dahulu akan dijelaskan hal-hal yang mendasari pembuatan algoritma tersebut,

Lebih terperinci

Operasi-Operasi Dasar pada Pengolahan Citra. Bertalya Universitas Gunadarma

Operasi-Operasi Dasar pada Pengolahan Citra. Bertalya Universitas Gunadarma Operasi-Operasi Dasar pada Pengolahan Citra Bertalya Universitas Gunadarma 1 Operasi2 Dasar Merupakan manipulasi elemen matriks : elemen tunggal (piksel), sekumpulan elemen yang berdekatan, keseluruhan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Computer Vision Computer vision dapat diartikan sebagai suatu proses pengenalan objek-objek berdasarkan ciri khas dari sebuah gambar dan dapat juga digambarkan sebagai suatu deduksi

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

Computer Graphic. Output Primitif dan Algoritma Garis. Erwin Yudi Hidayat. Computer Graphics C Version 2 Ed by Donald Hearn

Computer Graphic. Output Primitif dan Algoritma Garis. Erwin Yudi Hidayat. Computer Graphics C Version 2 Ed by Donald Hearn Computer Graphic Output Primitif dan Algoritma Garis Erwin Yudi Hidayat erwin@dsn.dinus.ac.id Computer Graphics C Version 2 Ed by Donald Hearn Addison Wesley is an imprint of erwin@dsn.dinus.ac.id CG -

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI...

BAB II LANDASAN TEORI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... ii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN HASIL TESIS... iii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... iv PERSEMBAHAN... v MOTTO... vi KATA PENGANTAR... vii SARI...

Lebih terperinci

KULIAH 2 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA HISTOGRAM CITRA

KULIAH 2 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA HISTOGRAM CITRA KULIAH 2 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA HISTOGRAM CITRA Informasi penting mengenai isi citra digital dapat diketahui dengan membuat histogram citra. Histogram citra adalah grafik yang menggambarkan penyebaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi di bidang informasi spasial dan fotogrametri menuntut sumber data yang berbentuk digital, baik berformat vektor maupun raster. Hal ini dapat

Lebih terperinci

Muhammad Zidny Naf an, Lc., S.Kom., M.Kom. Genap 2015/2016

Muhammad Zidny Naf an, Lc., S.Kom., M.Kom. Genap 2015/2016 MKB3383 - Teknik Pengolahan Citra Operasi Ketetanggaan Piksel pada Domain Frekuensi Muhammad Zidny Naf an, Lc., S.Kom., M.Kom. Genap 2015/2016 Outline Pengertian Konvolusi Pengertian Frekuensi Filter Lolos-Rendah

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 9 Removal of Periodic Noise. Indah Susilawati, S.T., M.Eng.

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 9 Removal of Periodic Noise. Indah Susilawati, S.T., M.Eng. TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Kuliah 9 Removal of Periodic Noise Indah Susilawati, S.T., M.Eng. Program Studi Teknik Elektro Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Mercu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 23 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Dalam pengertian umum, citra adalah gambar. Dalam pengertian yang lebih khusus citra adalah gambaran visual mengenai suatu objek atau beberapa objek. Wujud citra dapat

Lebih terperinci

SEGMENTASI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA WATERSHED DAN LOWPASS FILTER SEBAGAI PROSES AWAL ( November, 2013 )

SEGMENTASI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA WATERSHED DAN LOWPASS FILTER SEBAGAI PROSES AWAL ( November, 2013 ) SEGMENTASI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA WATERSHED DAN LOWPASS FILTER SEBAGAI PROSES AWAL ( November, 2013 ) Pramuda Akariusta Cahyan, Muhammad Aswin, Ir., MT., Ali Mustofa, ST., MT. Jurusan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM 2. MATRIK DAN JENIS CITRA

PRAKTIKUM 2. MATRIK DAN JENIS CITRA PRAKTIKUM 2. MATRIK DAN JENIS CITRA 1. TUJUAN: Mahasiswa memahami konsep matriks dan berbagai jenis citra Mahasiswa memahami konsep threshold dan mampu menerapka konsep threshold di dalam script Mahasiswa

Lebih terperinci

Model Citra (bag. 2)

Model Citra (bag. 2) Model Citra (bag. 2) Ade Sarah H., M. Kom Resolusi Resolusi terdiri dari 2 jenis yaitu: 1. Resolusi spasial 2. Resolusi kecemerlangan Resolusi spasial adalah ukuran halus atau kasarnya pembagian kisi-kisi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4. Analisa Hasil Pengukuran Profil Permukaan Penelitian dilakukan terhadap (sepuluh) sampel uji berdiameter mm, panjang mm dan daerah yang dibubut sepanjang 5 mm. Parameter pemesinan

Lebih terperinci

Himpunan (set) Objek di dalam himpunan disebut elemen, unsur, atau anggota.

Himpunan (set) Objek di dalam himpunan disebut elemen, unsur, atau anggota. Teori Himpunan 2011 Himpunan (set) Himpunan (set) adalah kumpulan objek-objek yang berbeda. Objek di dalam himpunan disebut elemen, unsur, atau anggota. Cara Penyajian Himpunan 1. Enumerasi Contoh 1. -

Lebih terperinci

BAB 3 PENANGANAN JARINGAN KOMUNIKASI MULTIHOP TERKONFIGURASI SENDIRI UNTUK PAIRFORM-COMMUNICATION

BAB 3 PENANGANAN JARINGAN KOMUNIKASI MULTIHOP TERKONFIGURASI SENDIRI UNTUK PAIRFORM-COMMUNICATION BAB 3 PENANGANAN JARINGAN KOMUNIKASI MULTIHOP TERKONFIGURASI SENDIRI UNTUK PAIRFORM-COMMUNICATION Bab ini akan menjelaskan tentang penanganan jaringan untuk komunikasi antara dua sumber yang berpasangan.

Lebih terperinci

ALGORITMA SOBEL UNTUK DETEKSI KARAKTER PADA PLAT NOMOR KENDARAAN BERMOTOR

ALGORITMA SOBEL UNTUK DETEKSI KARAKTER PADA PLAT NOMOR KENDARAAN BERMOTOR Pengolahan citra digital by Jans Hry / S2 TE UGM 09 ALGORITMA SOBEL UNTUK DETEKSI KARAKTER PADA PLAT NOMOR KENDARAAN BERMOTOR Edge atau tepi merupakan representasi dari batas objek dalam citra. Hal ini

Lebih terperinci

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.9, No.2, Agustus 2015 ISSN: 0852-730X Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Nur Nafi'iyah Prodi Teknik Informatika

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL. Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK

PERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL. Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK PERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK Pengolahan citra digital merupakan proses yang bertujuan untuk memanipulasi dan menganalisis

Lebih terperinci

Pengolahan Citra Digital untuk Menghitung Luas Daerah Bekas Penambangan Timah

Pengolahan Citra Digital untuk Menghitung Luas Daerah Bekas Penambangan Timah Pengolahan Citra Digital untuk Menghitung Luas Daerah Bekas Penambangan Timah Rika Favoria Gusa Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Bangka Belitung email: rika_favoria@yahoo.com

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROGRAM PENGOLAHAN CITRA BIJI KOPI Citra biji kopi direkam dengan menggunakan kamera CCD dengan resolusi 640 x 480 piksel. Citra biji kopi kemudian disimpan dalam file dengan

Lebih terperinci

BAHAN AJAR SISTEM DIGITAL

BAHAN AJAR SISTEM DIGITAL BAHAN AJAR SISTEM DIGITAL JURUSAN TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI PENDIDIKAN TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI MEDAN Disusun oleh : Golfrid Gultom, ST Untuk kalangan sendiri 1 DASAR TEKNOLOGI DIGITAL Deskripsi Singkat

Lebih terperinci

Matematika Semester IV

Matematika Semester IV F U N G S I KOMPETENSI DASAR Mendeskripsikan perbedaan konsep relasi dan fungsi Menerapkan konsep fungsi linear Menggambar fungsi kuadrat Menerapkan konsep fungsi kuadrat Menerapkan konsep fungsi trigonometri

Lebih terperinci

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Nurul Fuad 1, Yuliana Melita 2 Magister Teknologi Informasi Institut Saint Terapan & Teknologi

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGOLAHAN DATA BAB III PENGOLAHAN DATA Tahap pengolahan data pada penelitian ini meliputi pemilihan data penelitian, penentuan titik pengamatan pada area homogen dan heterogen, penentuan ukuran Sub Citra Acuan (SCA)

Lebih terperinci

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Himpunan dan Fungsi Dr Rizky Rosjanuardi P PENDAHULUAN ada modul ini dibahas konsep himpunan dan fungsi Pada Kegiatan Belajar 1 dibahas konsep-konsep dasar dan sifat dari himpunan, sedangkan pada

Lebih terperinci

Aljabar Boolean. Bahan Kuliah Matematika Diskrit

Aljabar Boolean. Bahan Kuliah Matematika Diskrit Aljabar Boolean Bahan Kuliah Matematika Diskrit Definisi Aljabar Boolean Misalkan terdapat - Dua operator biner: + dan - Sebuah operator uner:. - B : himpunan yang didefinisikan pada operator +,, dan -

Lebih terperinci