PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR"

Transkripsi

1 PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR RIRIN ANDRIANI SILFIANA C SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas Makroavertebrata Di Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor. Adalah benar merupakan hasil karya dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis ini telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini. Bogor, April 2009 Ririn Andriani Silfiana C

3 RINGKASAN Ririn Andriani Silfiana. C Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas Makroavertebrata Di Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor. Dibawah bimbingan Yusli Wardiatno dan M. Mukhlis Kamal. Meningkatnya jumlah pemukiman penduduk yang ada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cihideung dapat mengancam kerusakan terhadap lingkungan sekitar DAS tersebut, seperti penurunan kualitas perairan yang dapat menyebabkan banyaknya krisis air bersih di negara ini. Salah satu aspek yang dapat dikaji untuk melihat perubahan kualitas perairan berdasarkan aspek biologi adalah dengan Makroavertebrata yang biasanya dikenal sebagai bioindikator suatu perairan. Makroavertebrata merupakan organisme yang hidup relatif menetap di substrat sehingga keberadaannya ataupun ketidakberadaannya dapat memberikan gambaran umum mengenai kondisi perairan sekitar sungai, khususnya Sungai Cihideung. Tujuan dari penelitian ini mengetahui komunitas makroavertebrata yang hidup di Sungai Cihideung dan menjabarkan kualitas perairan Sungai Cihideung sehingga dapat menentukan tingkat kesehatan Sungai Cihideung dengan menggunakan komunitas makroavertebrata sebagai bioindikator. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Oktober 2008, pada 4 stasiun pengamatan. Penentuan stasiun berdasarkan pada tata guna lahan di sekitar lingkungan perairan Sungai Cihideung. Untuk mengetahui jenis-jenis makroavertebrata dengan menggunakan mikroskop elektrik, dan untuk analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium. Untuk mengklasifikasikan bagian Sungai Cihideung berdasarkan makroavetebrata digunakan indeks biologi, yaitu, LQI (Lincoln Quality Index), FBI (Family Biotic Index), Indeks Saprobitas, dan SIGNAL 2 (Stream Invertebrate Grade Number Average Level), untuk keterkaitan antar parameter digunakan Korelasi Koefisien Pearson dan uji lanjut Least Significant Difference (LSD). Makroavertebrata yang ditemukan di Sungai Cihideung terdiri dari 33 genus dan 19 famili, dimana tidak semua famili ditemukan pada setiap stasiun. Dari keempat stasiun didapat kondisi kesehatan perairannya bervariasi, dimana kondisi stasiun yang paling sehat terdapat pada stasiun 1 dengan warna perairan yang masih cukup jernih, daerah sekitar sungai yang masih alami. Berdasarkan indeks biologi stasiun 1 ini cukup baik dan hasil kualitas perairan masih sesuai dengan baku mutu PP.No 82 Tahun Berdasarkan indeks biologi yang didapat kondisi perairan Sungai Cihideung termasuk kedalam perairan sedang hingga baik, dengan indeks biologi yang paling sesuai untuk Sungai Cihideung ini adalah SIGNAL 2.

4 PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR RIRIN ANDRIANI SILFIANA C Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

5 SKRIPSI Judul Penelitian Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi : Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas Makroavertebrata Di Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor : Ririn Andriani Silfiana : C : Manajemen Sumberdaya Perairan Disetujui, I. Komisi Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc NIP NIP Mengatahui : II. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP Tanggal Ujian: 24 Maret 2009

6 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas Makroavertebrata di Sungai Cihideung Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi ini adalah hasil penelitian yang dilaksanakan dari bulan Agustus Oktober 2008 dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc dan Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M. Sc selaku dosen pembimbing I dan II atas bimbingan yang diberikan. Penulis menyadari atas kekurangan skripsi ini, namun demikian diharapkan skripsi ini bermanfaat bagi berbagai pihak yang memerlukannya. Bogor, Maret 2008 Penulis vi

7 UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi; 2. Bapak Dr.Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc., Bapak Ir. Zairion, M.Sc., masing-masing selaku dosen penguji tamu dan wakil departemen yang telah meberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS., selaku ketua Komisi Pendidikan S1 MSP dan Mba Widar S.Pi., selaku staf administrasi akademik, atas saran dan masukannya. Kepada ibu Siti yang telah membantu selama identifikasi di Lab. Biomikro, serta staf penunjang Lab. Produktifitas Lingkungan lainnya (Ibu Anna, kang Hery, Ka Budi dll). 4. Keluarga penulis tersayang Bapak Dw. Waryono dan Ibu Tati Suryati yang telah memberikan limpahan kasih sayang serta materi; 5. Spesial untuk Ardhana Yunial serta sahabat-sahabat ceria Ivo, Bapau, Ipin, Bon2, Abach, atas kesediaanya dalam berbagi cerita serta motivasi. 6. Cihideung River Expedition (yang membantu saat sampling di lapangan), Trio Kwek-kwek, Geng Metstat 2008, Supriyadi, Wilda, Weni, Habib, Uchah, Inna,Ichel, Aloy, Dewul, Gugun, Wahyu, Riyan. Pokoknya semua MSP 41 yang belum tersebut yang telah membantu memberikan saran, kritik dan support dalam penelitian ini; 7. Teman-teman MSP 41,42 dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. vii

8 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN Halaman I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumusan Permasalahan Tujuan Manfaat... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Sungai Secara Umum Serta Ciri Penentu Kesehatan Sungai Makroavertebrata sebagai Indikator Biologis Kualitas Perairan Struktur Komunitas Organisme Makroavertebrata Karakteristik Sungai Lebar Badan Sungai dan Lebar Sungai Tipe Substrat Parameter Fisika Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid-TSS) Kekeruhan Suhu Kecepatan arus Parameter Kimia Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (BOD) Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen- DO) ph III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel Alat dan Bahan Penetuan Karakteristik dan Hidrologi Sungai Pengambilan contoh dan analisis makroavertebrata Parameter Biologi Parameter Fisika dan Kimia Analisis Data Biota Komposisi Kelimpahan dan Biomassa Makroavertebrata Indeks Biologi Analisis keterkaitan antara kelimpahan makroavertebrata dan parameter kualitas air x xi xii viii

9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Struktur Komunitas Makroavertebrata Jumlah Taksa dan Kelimpahan Makroavertebrata Komposisi Kelimpahan dan Biomassa Makroavertebrata Indeks Biologi SIGNAL 2 (Stream Invertebrate Grade Number Average Level) Parameter Fisika Kimia Keterkaitan kelimpahan makroavertebrata dan kualitas air pada setiap stasiun V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN. 56 Daftar Riwayat Hidup 79 ix

10 DAFTAR TABEL Halaman 1. Struktur komunitas makroavertebrata berdasarkan kondisi perairan, di suatu perairan sungai Kelompok makroavertebrata berdasarkan cara makan (Cummins, 1975) Beberapa contoh organisme makroavertebrata berdasarkan kepekaannya terhadap bahan pencemar (Zimmerman, 1993) Data curah hujan antara Agustus-Oktober (mm/hari) Alat dan Metode pengukuran parameter fisika dan kimia Nilai σ Untuk Indeks Saprobitas Kisaran Nilai h Untuk Indeks Saprobitas Nilai indeks saprobitas (Iσ) dan interpretasinya Nilai OQR (Overal quality Ratings) indeks kualitas Lincoln dan interpretasinya (Mason, 1991) Penggolongan kriteria kualitas air oleh: Hinselhoff (1988) in Hauer dan Lamberti (1996) Nilai faktor pembobotan berdasarkan jumlah individu yang ditemukan (Chessman, 2003) Famili yang ditemukan pada setiap stasiun Indeks LQI, FBI, dan Indeks saprobitas pada setiap stasiun Indeks LQI, FBI, dan Indeks saprobitas pada setipa stasiun (yang nilainya dirata-ratakan) Nilai Korelasi koefisien Pearson Nilai uji lanjut LSD pada setiap stasiun x

11 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Skema Perumusan Masalah Makroavertebrata Sebagai Indikator dan Penunjang Tingkat Kesehatan Sungai Cihideung Peta Stasiun Pengamatan di Sungai Cihideung Contoh daerah riffle Contoh grafik dan kuadran untuk nilai SIGNAL Grafik Jumlah famili rata-rata pada setiap stasiun Grafik Kelimpahan rata-rata makroavertebrata Grafik Genus rata-rata pada setiap stasiun Komposisi Kelimpahan dan biomassa makroavertebrata Hubungan nilai SIGNAL 2 dan jumlah famili pada tiap stasiun Kondisi stasiun pengambilan contoh Parameter fisika dan kimia pada setiap stasiun xi

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Skor BMWP (Biological Monitoring Working Party) (Masson,1991) Tabel rating standar dari nilai BMWP dan ASPT Nilai Indeks LQI Kelompok genus makroavertebrata untuk indeks saprobitas Kelompok genus makroavertebrata yang ditemukan pada tiap stasiun Nilai FBI (Hilsenhoff, 1988 in Hauer and Lambert, 1996) Skor SIGNAL berdasarkan famili dan makrozoobenthos (Chessmann 2003) Nilai SIGNAL 2 dari jumlah famili yang ditemukan pada setiap stasiun Karakteristik Fisika Kimia Sungai Cihideung Foto-foto stasiun Sampling Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian Gambar beberapa contoh organisme yang ditemukan Data kelimpahan makroavertebrata Data biomassa makroavertebrata Data Anova dan uji lanjut LSD xii

13 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai termasuk perairan mengalir, dengan pergerakan air yang satu arah secara terus menerus, dimana terbagi menjadi bagian hulu, tengah dan hilir. Sesuai dengan konsep kontinum (Vannote et al. 1980), setiap bagian sungai memiliki struktur sedimen penyusun dasar sungai yang bervariasi. Sebagai salah satu bentuk perairan umum, sungai merupakan ekosistem yang mempunyai peranan sangat penting bagi kelangsungan hidup makhluk hidup yang ada di sekitar lingkungan perairan. Berbagai macam aktivitas dapat dilakukan dalam pemanfaatan sungai, diantaranya untuk keperluan industri, rumah tangga, transportasi, perikanan dan lain sebagainya (Husnah et al in Setiawan, 2008). Komunitas adalah kumpulan dari berbagai macam jenis organisme dan ukuran populasi yang hidup dalam habitat tertentu dan merupakan satu kesatuan yang terorganisir dengan komponen-komponen individu dan fungsi metabolisme yang berdampingan dengan ekosistem (Odum 1993). Suatu perairan yang bersih ataupun tercemar, tidak terlepas oleh komposisi biota serta struktur komunitas yang ada di sekitar wilayah perairan tersebut. Komunitas ini mempunyai lima karakteristik yang mencerminkan keadaannya, yaitu keanekaragaman, dominansi, bentuk pertumbuhan, kelimpahan tropik serta struktur tropik (Krebs 1989 in Odum 1993). Hadiati (2000) menyatakan bahwa Sungai Cihideung merupakan salah satu sungai yang mengalir di Kabupaten Bogor. Hulu sungainya terletak di Gunung Salak dan bermuara di Sungai Cisadane. Sungai Cihideung ini merupakan sungai yang juga banyak dimanfaatkan oleh penduduk sekitar, baik di gunakan untuk irigasi, media pembuangan limbah rumah tangga, serta kegiatan mandi, mencuci pakaian (MCK). Sehubungan dengan meningkatnya kegiatan-kegiatan manusia di sepanjang DAS Cihideung, dikhawatirkan semakin membuat kesehatan sungainya semakin terganggu, dengan adanya penurunan kualitas air tersebut. 1

14 2 Sehubungan dengan penurunan kesehatan sungai tersebut akan mempengaruhi kehidupan biota di dalamnya. Salah satu kelompok biota yang dapat terpengaruh akan perubahan kondisi perairan ini asalah organisme makroavertebrata. Makroavertebrata yang dikenal sebagai organisme bentik ini berperan penting dalam proses mineralisasi dan pendaur-ulangan bahan organik, selain itu berfungsi juga menjaga stabilitas sediment (Thompson and Lowe 2004). Oleh karena itu, makroavertebrata dalam komunitas sungai ini sangat penting sebagai hal yang utama dalam jejaring makanan antara sumberdaya organik. Terdapat beberapa hal dari sekian banyak penjabaran yang menyebabkan makroavertebrata dapat dijadikan indikator biologis, beberapa diantaranya dinyatakan oleh Kennish (1990) in Setiawan (2008) yaitu: 1. Memiliki kepekaan yang berbeda terhadap berbagai jenis bahan pencemar dan memberikan reaksi yang cepat. 2. Tidak memiliki kemampuan untuk bermigrasi apabila kondisi perairan tidak sesuai. 3. Mudah ditangkap dan dipisahkan dalam beberapa jenis. Adanya masukan bahan-bahan terlarutmatau limpasan dari luar perairan akan menyebabkan kandungan bahan organik semakin meningkat. Masukan bahan organic maupun perubahan subsrtat dapat mempengauhi kelimpahan makroavertebrata. Oleh karena itu, makroavertebrata dapat dijadikan indikator kesehatan perairan Rumusan Permasalahan Sungai Cihideung digunakan penduduk sekitar untuk kepentingan kehidupan sehari-hari seperti, mandi, mencuci, kegiatan rumah tangga, irigasi sawah, mencuci hewan ternak dan lain sebagainya. Selain itu terdapat daerah persawahan, perkebunan, tambak ikan, dan tempat penjernihan air. Banyaknya kegiatan di sekitar sungai tersebut, dapat mengakibatkan penurunan kualitas air sungai, sehingga kesehatan sungai menjadi terganggu. Semakin pesatnya pembangunan pemukiman di sekitar sungai dan kesadaran masyarakat setempat yang masih rendah juga berpengaruh terhadap penurunan kondisi kualitas perairan Sungai Cihideung.

15 3 Dari sekian banyak kegiatan di sekitar Sungai Cihideung, masing-masing mempunyai potensi untuk menghasilkan bahan organik, dan apabila hal tersebut terjadi secara terus menerus tentunya akan mengakibatkan terjadinya perubahan kualitas sungai dari kondisi alaminya menjadi tercemar. Kegiatan yang ada di sekitar sungai diantaranya dapat menyebabkan akumulasi bahan organik, penurunan kadar oksigen terlarut, serta berkurangnya organisme makroavertebrata yang intoleran. Akan adanya perubahan terhadap kondisi kesehatan sungai tersebut, merupakan alasan dilakukannya penelitian ini. Skema perumusan masalah dapat dilihat pada Gambar Tujuan Penelitian berdasarkan komposisi makroavertebrata ini bertujuan untuk : 1. Mendeskripsikan komunitas makroavertebrata yang hidup di Sungai Cihideung. 2. Menjabarkan kualitas perairan Sungai Cihideung. 3. Menentukan tingkat kesehatan Sungai Cihideung dengan menggunakan komunitas makroavertebrata sebagai bioindikator Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kualitas perairan melalui parameter biologi serta fisika dan kimia daerah Sungai Cihideung, sehingga pengelolaan dan pemanfaatan Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat terus ditingkatkan, dan diperhatikan kelestarian lingkungan dan ekosistemnya.

16 4 Kegiatan antropogenik (limbah rumah tangga). Hidrologi sungai Limpasan air hujan dan masukan bahan organik Aktivitas manusia di sekitar sungai Makroavertebrata Akumulasi bahan organik Jenis yang bertahan di sungai (+) Komunitas makroavertebrata sebagai salah satu penunjang tingkat kesehatan sungai Gambar 1. Skema Perumusan Masalah Makroavertebrata Sebagai Indikator dan Penunjang Tingkat Kesehatan Sungai Cihideung

17 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Sungai Secara Umum Serta Ciri Penentu Kesehatan Sungai Sungai Cihideung merupakan salah satu sungai yang mengalir sepanjang Kabupaten Bogor. Hulu sungai ini terletak di kaki Gunung Salak dan bermuara di Sungai Cisadane. Sungai Cihideung saat ini dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk berbagai keperluan seperti sumber air minum, sumber air baku bagi tempat pembuangan limbah rumah tangga, industri rumah tangga, perladangan dan persawahan. Hadiati (2000) menambahkan bahwa kondisi di sekitar Sungai Cihideung menunjukan adanya kegiatan antropogenik yang dilakukan warga yang berdampak pada kualiatas perairan. Pada sungai terjadi percampuran massa air secara menyeluruh, kecepatan arus, erosi dan sedimentasi merupakan penyebab umum yang terjadi pada sungai. Hal tesebut sangat mempengaruhi makhluk hidup yang ada di sekitar sungai. Pada perairan mengalir kecepatan arus, jenis sedimen dasar, erosi dan sedimentasi adalah hal yang paling berperan di sungai (Jeffries and Mills 1996). Kesehatan adalah, sesuatu hal yang masih sesuai dengan fungsinya, dan belum terkontaminasi secara besar-besaran. Sesuatu yang sehat itu tentunya tidaklah sakit. Kesehatan ekosistem sungai mengambil perhitungan terhadap cakupan yang cukup luas dari faktor luar dan dalam seperti, kualitas perairan dan habitat organisme yang masih baik (NCOAMN 2005 in Kondisi sungai yang sehat dapat dilihat dari warna perairannya, hasil kualitas perairannya serta indikator biologi yang menunjang ekosistem sungai tersebut. Warna perairan bisa ditimbulkan oleh adanya bahan organik dan bahan anorganik, bisa karena keberadaan plankton, humus, dan ion-ion logam (Effendi 2003), untuk sungai yang masih sehat warnanya cenderung jernih. Untuk kualitas perairan sungai yang sehat tentunya masih termasuk dalam baku mutu yang ada, dan untuk indikator biologinya, jenis-jenis organisme yang sensitive terhadap perubahan kualitas air dapat menjadi penciri sungai yang masih sehat. Organisme yang digunakan menjadi indicator biologi di perairan, adalah organisme yang berpengaruh penting terhadap rantai makanan yang ada pada ekosistem sungai. 5

18 Makroavaertebrata sebagai Indikator Biologis Kualitas Perairan Struktur Komunitas Komunitas adalah kumpulan populasi yang hidup pada suatu lingkungan tertentu yang saling berinteraksi membentuk tingkat tropik. Di dalam komunitas jenis organisme yang dominan akan mengendalikan komunitas tersebut sehingga jika organisme yang dominan tersebut hilang maka akan menimbulkan perubahanperubahan penting dalam komunitas (Odum 1993). Struktur komunitas ini merupakan hal yang penting dalam menunjang ekosistem sungai. Hal ini diperlukan disaat kita ingin membuat hubungan antara biota-biota tertentu dengan lingkungannya dalam hal ini ekosistem sungai. Menurut Krebs (1972), komunitas merupakan suatu kumpulan dari populasi makhluk hidup dalam sebuah area atau habitat tertentu. Sama halnya seperti populasi, komunitas juga memiliki suatu rangakaian sifat yang tidak berdasarkan komponen individu, namun lebih berdasarkan tingkat komunitas secara menyeluruh. Organisme makroavertebrata banyak yang hidup sebagai benthos, yakni semua organisme yang melekat pada dasar substrat atau hidup di dasar endapan. Benthos tinggal di dalam sedimen dasar perairan disebut infauna, sedangkan yang tinggal pada permukaan sedimen dasar perairan disebut epifauna (Odum 1993). Menurut Reynoldson (1983) and Hutchinson (1996) in Wetzel (2001), keanekaragaman, kelimpahan, dan produktivitas organisme benthos ditentukan oleh beberapa proses ekologi yaitu: 1. Peristiwa di masa lalu yang membantu atau mencegah suatu spesies dalam mencapai sebuah habitat. 2. Pembatasan secara fisik dari spesies pada tiap tingkat dari daur hidupnya. 3. Ketersediaan sumber energi 4. Kemampuan spesies untuk mentoleransi kompetisi, pemangsaan, dan parasit. Perubahan komunitas adalah gambaran perubahan populasi yang menyusun komunitas. Karena adanya keterkaitan yang kompleks, perubahan lingkungan atau sumberdaya yang terjadi dalam komunitas akan menyebakan perubahan satu atau lebih populasi didalamnya. Hal ini memungkinkan terjadinya pergantian populasi oleh kelompok organisasi lain yang dapat dibedakan sebagai

19 7 sebuah komunitas lain yang baru, sehingga organisme suatu populasi akan menjadi indikator biologi bagi perubahan lingkungan (Ravera 1979). Pengelompokan struktur komunitas makroavertebrata dapat dilihat pada Tabel 1. Keberadaan makroavertebrata di perairan dipengaruhi oleh faktor lingkungan biotik dan abiotik. Faktor abiotik yang berpengaruh terhadap makroavertebrata antara lain adalah masukan bahan organik dan anorganik. Faktor biotik yang berpengaruh terhadap makroavertebrata antara lain adalah, bakteri yang membantu dekomposisi bahan organik, dimana beberapa jenis mkroavertebrata menjadikannya sebagai salah satu sumber makanan. Tabel 1. Struktur komunitas makroavertebrata berdasarkan kondisi perairan, di suatu perairan sungai. Kodisi perairan Bersih Tercemar sedang Tercemar Tercemar berat Struktur komunitas Makroavertebrata Komunitas makroavertebrata yang seimbang dengan beberapa spesies intoleran yang hidup dengan diselingi populasi fakultatif, tidak ada spesies yang mendominasi. Berkurangnya jumlah spesies intoleran dan beberpa kelompok fakultatif, serta satu atau dua spesies toleran yang mulai mendominasi. Komunitas makroavertebrata dengan jumlah terbatas diikuti oleh penghilangan kelompok intoleran dan fakultatif. Kelompok toleran mulai melimpah merupakan tanda perairan tercemar bahan organik. Penghilangan hampir seluruh hewan makroavertabrata, kemudian diganti oleh perkembangan cacing oligocheata dan organisme yang mampu bernapas di udara Menurut Stirn (1981) ekosistem yang stabil dicirikan oleh keanekaragaman komunitas yang tinggi, tidak ada dominansi jenis, serta jumlah individu perjenis terbagi dengan merata. Selanjutnya dikatakan pula bahwa komunitas pada lingkungan tercemar dan tidak sehat dicirikan adanya perubahan struktur komunitas dari yang baik menjadi tidak baik. Kelimpahan makroavertebrata di perairan dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia, dan juga faktor biologi, seperti suhu, ph, kekeruhan, tipe substrat, arus, kedalaman, dan interaksi organisme lainnya. Hal ini dapat menyebabkan adanya perubahan kualitas air dari sehat menjadi tidak sehat, dan akan mengubah komposisi dan besarnya populasi makroavertebrata.

20 8 Menurut Cummins (1975) makroavertebrata dapat mencapai ukuran tubuh sekurang-kurangnya 3-5 mm pada saat pertumbuhan maksimum. Kelompok organisme yang termasuk dalam makroavertebrata diantaranya adalah Crustacea, Isopoda, Decapoda, Oligochaeta, Mollusca, Nematoda, dan Annelida. Dalam komunitas perairan, makroavertebrata memiliki peranan yang penting dalam mendaur ulang bahan organik sehingga dapat digunakan dalam menduga tingkat kesuburan perairan. Menurut Odum (1993) organisme bentik mempunyai hubungan yang erat sekali dengan sumberdaya perikanan melalui hubungan rantai makanan detritus yang dimulai dari organisme yang sudah mati. Secara umum benthos dan makroavertebrata ini dapat dikelompokkan berdasarkan kebiasaan makan dan cara makan, pada Tabel 2. Tabel 2. Kelompok makroavertebrata berdasarkan cara makan (Cummins 1975). Tipe cara makan Grazer (herbivora) Shredders (detritivora pada substrat kasar) Collectors (filter feeder dan deposit feeder) Predator (karnivora) Makroavertebrata Molusca (Sphaeridae, Planorbiidae, Physidae, Unionidae), Ephemeroptera (Heptageniidae), Tricoptera (Gossosomatidae dan Phrygareidae), dan Coleoptera (Psephenidae dan Elmidae). Plecoptera (Nemouridae, Pteronarcidae, Peltoperlidae), Diptera (Tipulidae), dan Tricoptera (Limnephilidae). Ephemerpotera (Heptageniidae, Baetidae), Tricoptera (Hydrophysidae), Diptera (Simuliidae dan Chironomidae) dan Oligochaeta Plecoptera (Perlidae), Megaloptera, dan Odonata (Petalaridae, Gomphidae) Organisme Makroavertebrata Indikator biologis dapat mencakup berbagai kelompok organisme mikro (bakteri, jamur, mikroalgae, protozoa) ataupun organisme makro (makrofita, serangga, moluska, cacing,dan ikan). Tetapi pada umumnya satu sistem penduga kualitas air hanya menggunakan satu kelompok komunitas yaitu komunitas plankton, perifiton, mikrobenthos, makrobenthos (makro-mikroavertebrata) dan ikan (Loeb and Spacie 1994 in Setiawan 2008).

21 9 Wilhm (1975) mengelompokkan benthos yang termasuk avertebrata ini berdasarkan kepekaan terhadap derajat pencemaran yang disebabkan oleh bahan organik, yaitu: 1. Intoleran adalah benthos yang dapat bertahan hidup pada perairan dalam kisaran kondisi lingkungan yang sempit dan jarang dijumpai pada perairan kaya bahan organik. Organisme intoleran merupakan kelompok organisme yang hanya tumbuh dan berkembang pada kisaran kondisi lingkungan yang sempit dan jarang di temui di perairan kaya akan bahan organik. Organisme ini tidak dapat berkembang dengan maksimal apabila terjadi penurunan kualitas air secara drastis, contohnya dari ordo Ephemeroptera, Tricoptera, dan Plecoptera. 2. Fakultatif adalah benthos yang dapat bertahan hidup pada kondisi kualitas lingkungan yang lebih rendah dibandingkan dengan benthos intoleran. Organisme fakultatif adalah kelompok oragnisme yang mampu hidup dalam kisaran kondisi lingkungan yang besar di bandingkan dengan organisme intoleran. Organisme ini dapat bertahan hidup pada perairan yang banyak mengandung bahan organik, namun mereka tidak dapat bertahan hidup pada perairan yang keadaan airnya tercemar berat. Jenis organisme golongan ini contohnya dari kelompok Odonata, Gastropoda dan Crustaceae, dan beberapa jenis Tricoptera. 3. Toleran adalah benthos yang dapat tumbuh dan berlangsung pada kisaran kualitas lingkungan yang luas. Organisme toleran adalah kelompok organisme yang tumbuh dan berkembang pada kisaran kondisi lingkungan yang sangat luas, artinya jenis organisme ini sering dijumpai pada perairan yang berkualitas jelek sekalipun. Umumnya organisme jenis toleran ini peka terhadap tekanan lingkungan dan pada perairan yang tercemar bahan organik. Contoh organisme yang termasuk ke dalam jenis ini adalah Tubificidae. Contoh organisme yang temasuk kedalam jenis organisme intoleran, fakultatif dan toleran dapat dilihat pada Tabel 3.

22 10 Tabel 3. Beberapa contoh organsime makroavertebrata berdasarkan kepekaannya terhadap bahan pencemar (Zimmerman 1993) Status Intoleran Fakultatif Toleran Jenis makroavertebrata Caddisfly, Mayfly (Ephemera simulans), Stonefly (Ameletus), Hellgramite (Chloroperline), Aquatic beetles (Psepenus herickii), Riffles beetles (Helichus lithopilus). Crayfish (udang air tawar), Blackfly (Simulium), Dragonfly, Cranefly (Hydropsyche), Damselfly, Syncera woodmasoniana, Melanoides sp. Midge (Chironomus), Leech (Glossophonia, Halobdella), Aquatic Earthworms (Tubifex sp., Lumbriculus) 2.3. Karakteristik Sungai Lebar Badan Sungai dan Lebar Sungai Lebar sungai merupakan jarak titik di satu sisi sungai dimana merupakan titik tertinggi air dengan titik sisi sungai di seberangnya. Penentuan nilainya berguna untuk melihat perubahan debit air. Sedangkan badan sungai merupakan daerah sungai yang masih mungkin terkena aliran air pada saat pasang tertinggi. Sehingga saat bulan purnama, pada saat pasang terjadi, lebar sungai sama dengan lebar badan sungai (Basmi 2000). Pengukuran lebar sungai dan badan sungai dilakukan pengukuran dari ujung sisi yang satu keujung sisi yang lain, biasanya lebar badan sungai hingga keujung lainnya, sedangkan lebar badan sungai diukur dari ujung sisi sungai yang masih terdapat air hingga ujung sisi lainnya yang masih terdapat air Tipe Substrat Menurut Miller in Effendi (2003) tipe substrat menentukan jumlah dari jenis makroavertebrata karena selain menjadi habitat yang sesuai bagi organisme untuk berkolonisasi, juga berperan terhadap kesediaan bahan makanan. Menurut Odum (1993) kondisi tipe dasar pasir atau lumpur halus, biasanya merupakan tipe dasar yang tidak sesuai dan mendukung jumlah jenis individu dan binatang bentik. Menurut Odum (1993) bahwa habitat yang berbeda seperti lumpur, pasir, batu kerikil atau material organik mendukung perbedaan kepadatan ekosistem

23 11 dalam suatu ekosistem. Pada umumnya tipe substrat pada perairan mengalir adalah lumpur halus, pasir, dan kerikil. Substrat juga memiliki peran penting bagi kehidupan organisme yang ada di sungai dan dapat menjadi penentu habitat makroavertebrata, baik dari segi batuan hingga substrat yang ada didasar sungai. Menurut Darajat (2008) in Setaiawan (2008), jenis batuan dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya Boulder (bongkahan) >256 mm; Cobble (karakal) mm; Pebble (kerikil) 2-64 mm; Sand (pasir) 1/6-2 mm; Sand stone silt (Lanau) 1/256-1/16 mm; dan Silt batu lanau clay (lempung) <1/256 mm Parameter Fisika Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid-TSS) Padatan tersuspensi adalah bahan-bahan tersuspensi dan tidak larut dalam air serta tersaring pada kertas saring Millipore dengan ukuran pori-pori 0,45 µm (APHA 1989). Padatan tersuspensi yang masuk ke dalam sungai memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Apabila jumlah dan ukuran partikel yang tersuspensi cukup besar dan aliran tidak terlalu deras, maka pertikel-pertikel akan mengendap ke dasar perairan. Sedimentasi yang terjadi akan melapisi substrat tempat hidup makroavertebrata, sehingga keanekaragaman dan kelimpahannya akan menurun(hawkes 1979). Secara umum daerah hulu mempunyai fluktuasi suhu tahunan yang paling kecil, kemudian sepanjang tahun semakin menuju hilir, maka fluktuasi suhu tahunan akan semakin besar. Suhu yang layak untuk kehidupan organisme air tawar berkisar antara C dengan suhu optimum berkisar antara C (Huet and Timmermans 1971) Kekeruhan Air sungai yang paling alami pada umumya tidak berwarna, dan adanya berbagai warna ini biasanya merupakan indikasi adanya bahan organik yang masuk ke perairan, dan bisa juga berasal dari daun yang sudah menguning (Klein 1971). Menurut Mason (1991) dijelaskan kekeruhan air biasanya disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi dan koloid yang terdapat dalam air, misalnya pertikelpertikel lumpur, bahan organik, plankton dan mikroorganisme.

24 12 Kekeruhan ini menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air (Davis and Cornwell 1991 in Effendi 2003). Perbedaan kekeruhan yang sangat besar sering kali terjadi di sungai. Di sungai-sungai pegunungan dengan substrat berbatu kekeruhan biasanya rendah. Sementara di sungai-sungai dataran rendah kekeruhan biasanya tinggi (Welch 1952). Menurut (Lloyd 1985 in Effendi 2003), peningkatan nilai kekeruhan pada perairan dangkal dan jernih sebesar 25 NTU dapat mengurangi 13-50% produktivitas primer. Keleruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya pernafasan dan daya lihat organisme aquatik, serta dapat meghambat penetrasi cahaya yang akan masuk ke dalam perairan. Tingginya nilai kekeruhan juga dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektifitas desinfeksi pada proses penjernihan air (Effendi 2003) Suhu Suhu merupakan pengatur utama proses fisik dan kimia yang terjadi di perairan. Suhu air secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi kelarutan oksigen, dan kelarutan oksigen ini secara langsung mempengaruhi kehidupan organisme, seperti tumbuhan dan reproduksi biota (Huet and Timmermans 1971). Suhu yang tinggi akan berpengaruh terhadap reaksi-reaksi kimia dan reaksi enzimatik. Suhu sungai banyak dipengaruhi oleh musim, kedalaman badan air, komposisi substrat, kekeruhan dan cahaya yang masuk ke perairan. Menurut Macan (1974) in Setiawan (2008), suhu 36,5-41 o C merupakan lethal temperatur bagi makroavertebrata, artinya pada suhu tersebut organisme bentik telah mencapai titik kritis yang dapat menyebabkan kematian Kecepatan arus Arus juga merupakan faktor yang mempengaruhi kehidupan makroavertebrata. Pada air mengalir terdapat dua zona utama yaitu zona air deras dan zona air tenang. Zona air deras ini merupakan daerah dangkal dengan arus deras yang menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan. Zona ini merupakan

25 13 habitat makroavertebrata yang dapat melekat kuat pada dasar substrat (Odum 1993). Menurut Welch (1952), arus mempengaruhi transport sedimen dan mengikis substrat dasar perairan. Sungai dengan arus yang cepat, substrat dasarnya terdiri dari batuan dan kerikil sedangkan sungai dengan arus yang lambat substrat dasarnya terdiri dari pasir atau lumpur. Berdasarkan kecepatan arus, Macon (1974) in Welch (1952) dikelompokkan sungai menjadi sungai berarus sangat cepat (>100 cm/detik), arus cepat ( cm/detik), arus sedang (25-50 cm/detik), arus lambat (10-25 cm/detik), dan arus sangat lambat (<10 cm/detik) Parameter Kimia Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) Menurut Effendie (2003), pengukuran COD didasarkan pada kenyataan bahwa hampir semua bahan organik dapat dioksidasi menjadi karbondioksida dengan bantuan oksidator kuat dalam suasana asam. COD ini merupakan kebutuhan oksigen, yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar didegradasi secara biologis (non biodegradable) agar menjadi CO 2 dan H 2 O (Effendie, 2003). Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam ataupun dari aktivitas rumah tangga dan industri. Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20mg/l. Selanjutnya Jenie (1993) in Setiawan (2008), menyatakan bahwa COD pada umumnya memberikan perkiraan kebutuhan O 2 total dari pemecahan atau dari oksidasi limbah secara relatif. Nilai COD dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti bahan kimia yang tahan terhadap oksidasi biokimia tetapi tidak tahan terhadap oksidasi kimia (selulosa, tanin, lignin, fenol, polisakarida dan benzena) Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD) Kebutuhan oksigen biologis di perairan yang biasa dikenal dengan BOD, merupakan gambaran kadar bahan organik, yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi CO 2 dan H 2 O ( Davis and Cornwell

26 in Effendi 2003). Nilai BOD ini hanya menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisi secara biologis, yaitu berupa lemak, protein, glukosa dan lain sebagainya yang berfungsi untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan, sehingga tidak menunjukkan nilai BOD yang sebenarnya (Fardiaz 1992). Nilai BOD yang besar tentunya tidak baik bagi kehidupan organisme perairan Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen- DO) Oksigen terlarut adalah konsentrasi oksigen yang larut dalam air. Oksigen sangat penting bagi pernapasan dan merupakan salah satu komponen utama bagi metabolisme ikan dan organisme perairan lainnya. Oksigen ini bisa berasal dari fotosintesis plankton, ataupun berasal dari tanaman air yang ada di sekitar perairan serta dari difusi udara (APHA 1989). Di daerah hulu turbulensi membantu pertukaran gas-gas terlarut antara atmosfer dan permukaan air. Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Di perairan tawar, kadar oksigen terlarut berkisar antara 15 mg/liter pada suhu 0º C dan 8 mg/liter pada suhu 25º C. Oksigen terlarut merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sekali bagi serangga air untuk menunjang proses respirasinya (Ward 1992 in Setiawan 2008). Interaksi antara oksigen terlarut dengan arus, substrat dan suhu menunjang ekologi serangga air, pola distribusi dari oksigen terlarut akan berpengaruh juga pada pola distribusi serangga air. Perairan yang diperuntukan bagi kepentingan perikanan sebaiknya memiliki kada oksigen tidak kurang dari 5 mg/liter (Effendi 2003) ph Nilai ph menyatakan intensitas keasaman atau alkalinitas dari suatu contoh air dan mewakili konsentrasi ion hidrogennya. Konsentrasi ion hidrogen ini akan berdampak langsung terhadap keanekaragaman dan distribusi organisme serta menentukan reaksi kimia yang akan terjadi (Boyd 1982). Perubahan keasaman pada air buangan, baik ke arah basa (ph naik) maupun ke arah asam (ph menurun), akan sangat mengganggu kehidupan biota air di sekitar perairan. Effendi (2003) menyatakan bahwa sebagian besar biota

27 15 akuatik sensitif terhadap perubahan ph dan menyukai nilai ph dengan kisaran 7-8,5. Makroavertebrata memiliki kisaran toleransi terhadap ph yang berbeda-beda, seperti gastropoda lebih banyak ditemukan pada perairan dengan ph diatas 7. Dalam kelompok Insecta, Coleoptera mewakili taksa dengan kisaran ph yang lebar. Sebagian besar Famili Chironomidae mewakili kelompok serangga, yaitu berada pada ph diatas 8,5 dan dibawah 4,5 (Hawkes 1979).

28 16 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan contoh makroavertebrata dan kualitas air dilaksanakan di Sungai Cihideung Kabupaten Bogor yang stasiunnya di mulai dari hulu hingga ke daerah yang masih bersubstrat batu dengan waktu berselang satu bulan. Pengambilan contoh air sebagai parameter fisika dan kimia dilakukan sesuai dengan jumlah stasiun, yaitu sebanyak 4 kali, pada setiap waktu pengambilan contoh. Pengamatan pertama dilakukan pada tanggal 20 Agustus 2008, Kemudian pengamatan kedua dilakukan selang sebulan setelah pengamatan pertama yaitu pada tanggal 22 September 2008, dan pengamatan yang ketiga di lakukan pada tanggal 23 Oktober Selama pengamatan dan pengambilan contoh ini terjadi perbedaan cuaca karena memang masing-masing bulan memiliki karakteristik cuaca yang berbedabeda. Untuk bulan Agustus masih masuk ke dalam musim kemarau, walaupun terkadang hujan, untuk bulan September sudah memasuki musim peralihan, yaitu peralihan dari musim kemarau ke musim hujan, dan untuk bulan Oktober masuk kedalam musim hujan, dimana curah hujan pada bulan tersebut relatif lebih tinggi dibanding ke dua bulan sebelumnya. Sehingga pada akhirnya masing-masing bulan ini akan memberikan hasil yang bervariasi terhadap keberadaan makroavertebrata. Untuk mengetahui adanya perbedaan curah hujan pada setiap pengambilan contoh, maka data curah hujan dapat dilihat pada Tabel 4. Adapun Sungai Cihideung ini melewati beberapa desa yang ada di Kecamatan Dramaga, seperti Desa Purwasari, Situ Daun, Neglasari, Cinangneng, Cihideung Ilir, dan Cibanteng. Seperti yang terlihat pada Gambar 2, stasiun 1 di mulai dari daerah huu yaitu daerah antara Desa Situ Daun dan Purwasari, stasiun 2, 3,4, mengarah ke utara. Lokasi setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 2. 16

29 17 Tabel 4. Data curah hujan antara Agustus-Oktober (mm/hari). tanggal AGS SEP OKT DD I DD II DD III JUMLAH HH MAX Sumber: Badan Metereologi dan Geofisika (Stasiun Klimatologi, 2008) Keterangan: DD I= Hujan dari hari ke 1-10 ;DD II= Hujan dari hari ke ; DD III= Hujan dari hari ke ;HH= Hari terjadi hujan ; Max= jumlah total hujan.

30 18 St 4 St 3 St 2 St 1 U Sumber: Jabotabek Map (2005). Gambar 2. Peta stasiun pengamatan di Sungai Cihideung Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel Nedham and Nedham (1962) telah mengindikasikan dengan jelas bahwa daerah berbatu atau daerah dangkal yang beriak merupakan daerah yang terdapat banyak makanan bagi makroavertebrata. Selain itu pergerakan aliran air menyebabkan oksigen juga sangat alami, karena makroavertebrata termasuk hewan yang membutuhkan banyak oksigen. Hal inilah yang menyebabkan banyak

31 19 dari pengamatan untuk mengetahui kelimpahan dari suatu organisme akuatik dilakukan pada wilayah beriak (riffle) tersebut. Pada wilayah yang kondisi airnya masih terlihat bersih, membuat proses fotosintesis berjalan lebih efektif dalam menghasilkan organisme plankton. Maka pengamatan dilakukan di beberapa stasiun. Untuk pengambilan contoh makroavertebrata dilakukan di 4 stasiun dengan empat kali ulangan. Pengambilan contoh makroavertebrata dilakukan pada daerah sungai yang beriak (riffle) dan mengikuti pola bentuk sungai, karena makroavertebrata menyukai daerah tersebut. Contoh perairan yang beriak dapat dilihat pada Gambar 3. Pengambilan contoh air untuk parameter fisika kimia dan biota air dilakukan pada setiap stasiun tanpa ulangan. Gambar 3. Contoh daerah riffle (Doc. Pribadi) Stasiun 1, terletak antara Desa Situ Daun dan Purwasari, Kecamatan Dramaga, daerah ini merupakan bagian dari hulu Sungai Cihideung. Lahan di sekitar digunakan untuk daerah persawahan, perkebunan dan ada pula kegiatan perikanan, 500 m dari lokasi stasiun 1 terdapat tambak yang masih aktif. Substrat dasar di Stasiun 1, adalah batu-batu besar dan relatif dangkal, daerah stasiun 1 ini perairannya cukup jernih. Stasiun 2, terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Dramaga. Di sekitar Stasiun 2 ini digunakan sebagai lahan persawahan, perkebunan dan pemukiman yang berada di kanan kiri stasiun dengan substrat dasar batu berkerikil yang relatif lebih kecil dibandingkan batu pada Stasiun 1.

32 20 Stasiun 3, terletak di Desa Dramaga yaitu di daerah Leuwikopo, dimana di daerah ini digunakan masyarakat sekitar untuk kegiatan MCK, pemukiman penduduk dan di pinggir sungai terdapat tempat pembuangan sampah, sehingga daerah sekitar sungai relatif sangat kotor. Substrat dasar batu berkerikil dan agak berlumpur, dengan keadaan perairan cukup tenang. Stasiun 4 terletak di belakang tempat penjernihan air IPB. Lahan sekitar digunakan untuk bagunan pengolahan air IPB, hutan kecil, dan ladang. Substrat dasarnya berupa batu kerikil dan dasar perairan keras. Tetapi wilayah sekitar perairan lebih baik dibandingkan dengan Stasiun Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam pengambilan contoh dan analisis makroavertebrata yaitu D-frame net, cool box, kantong plastik, spidol permanen, saringan halus dengan diameter pori 500 µm, baki, pinset, botol film, mikroskop, kaca pembesar, kertas label, data sheet dan buku identifikasi. Bahan yang digunakan diantaranya adalah larutan formalin 10%. Alat dan bahan yang digunakan dalam pengambilan dan pengamatan sampel air antara lain botol sampel 1 liter, tongkat berskala, termometer, botol BOD, gelas ukur, erlenmeyer. Bahan-bahan pereaksi yang digunakan dalam pengukuran DO, COD serta H 2 S antara lain H 2 SO 4, NaOH, Na-thiosulfat dan lainlain Penetuan Karakteristik dan Hidrologi Sungai 1. Lebar sungai Pengukuran lebar sungai dilakukan secara langsung di lokasi dengan mengunakan tali berskala (meteran). Pengukuran tesebut dilakukan pada bagian ujung kiri daratan tertinggi sampai bagian daratan tertinggi di ujung kanan sungai yang tidak terdapat genangan. 2. Lebar badan sungai Pengukuran lebar badan sungai dilakukan di lokasi dengan tali berskala. Pengukuran tesebut dilakukan pada bagian ujung kiri sungai sampai bagian ujung kanan sungai yang masih terdapat genangan.

33 21 3. Kecepatan arus Pengukuran kecepatan arus dilakukan secara langsung di lokasi dengan menggunakan botol aqua yang di isi sedikit pasir yang diikatkan pada tali rafia sepanjang 5 m, kemudian dihanyutkan mengikuti aliran sungai dan dicatat waktunya dngan stopwatch. Pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali pada titik yang berbeda Pengambilan Contoh dan Analisis Makroavertebrata Parameter Biologi Pengambilan contoh makroavertebrata adalah pengambilan contoh biota air yang di lakukan dengan menggunakan D-frame net. D-frame net diletakkan pada kondisi air yang masih beriak seperti aliran air, baik itu bagian tepi maupun bagian tengahnya. Daerah yang diganggu sebesar 1 x 1 m 2 selama kurang lebih 10 menit pada setiap stasiun dengan 4 kali ulangan. Biota yang tertangkap dimasukan kedalam plastik berukuran 1 kg dan diberi formalin 10%. Kemudian sampel biota tersebut dibawa ke laboratorium untuk di identifikasi. Analisis dilakukan di laboratorium Biomikro Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Sampel tersebut sebelum diidentifikasi berdasarkan genus, terlebih dahulu dilakukan penyortiran sampel dari serasah dan bahan lainnya, setelah itu diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop dan kemudian sampel-sampel makrooavertebrata itu dimasukan ke dalam boto-botol film. Setelah diidentifikasi, organisme makroavertebrata ditimbang per jenis, dengan timbangan digital untuk mendapat nilai biomassa Parameter Fisika dan Kimia Contoh air diambil dari tiap stasiun, kemudian diteliti untuk memperoleh data fisika dan kimia yang akan dianalisa baik secara insitu maupun secara eksitu di Laboratorium. Pengambilan contoh air dilakukan bersamaan dengan pengambilan contoh makroavertebrata. Pada setiap stasuin dilakukan pengambilan sampel sebanyak satu kali tanpa adanya pengulangan. Kemudian sampel air tersebut di masukkan ke dalam botol sampel berukuran 1 liter, kemudian ditaruh didalam kulkas. Analisis kualitas air dilakukan pada laboratorium Produktifitas

34 22 dan Lingkungan (Prolink), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Parameter-parameter yang di amati serta peralatan yang di gunakan disajikan dengan Tabel 5. Tabel 5. Alat dan metode pengukuran parameter fisika dan kimia Fisika Parameter Unit Alat/Metode Keterangan TSS mg/l Alat filtrasi/gravimetri Laboratorium Kekeruhan NTU Turbidity-meter/Turbidimetrik Laboratorium Kecepatan arus cm/detik Benda terapung/visual Insitu Suhu o C Thermometer Hg/Pemuaian Laboratorium Tipe substrat - Visual Insitu Kimia Parameter Unit Alat/Metode Keterangan COD mg/l Alat titrasi/winkler Laboratorium BOD mg/l Alat titrasi/iodometrik Laboratorium DO mg/l Alat titrasi/titrimetrik Insitu ph - ph meter/visual Laboratorium 3.6. Analisis Data Biota Komposisi Kelimpahan dan Biomassa Makroavertebrata Komposisi jenis makroavertebrata merupakan gambaran keanekaragaman makroavertebrata yang terdapat disuatu perairan. Komposisi kelimpahan, yaitu perbandingan antara jumlah individu tiap jenis spesies dengan jumlah individu dari semua spesies makroavertebrata yang di jumpai tiap stasiunnya atau jumlah inidividu yang ditemukan pada setiap pengambilan contoh. Sedangkan biomassa makroavertebrata merupakan bobot dari individu makroavertebrata yang ditemukan dari setiap pengambilan contoh. Analisis komposisi kelimpahan makroavertebrata ini didapat dari hasil identifikasi dengan mikroskop elektrik dan mengacu pada buku identifikasi. Sedangkan untuk biomassa makroavertebrata, didapat dari hasil penimbangan

35 23 berat basah dari tiap individu makroavertebrata yang ditemukan pada setiap pengambilan contoh, dengan menggunakan timbangan digital Indeks Biologi 1. Indeks Saprobitas Tingkat pencemaran dalam suatu perairan dapat dilihat dengan menggunakan Indeks Saprobitas, yaitu dengan menggunakan parameter biologi dalam hal ini menggunakan makroavertebrata. Makroavertebrata yang telah di identifikasi dikelompokkan berdasarkan daya toleransinya terhadap bahan pencemar yaitu, kelompok indikator oligosaprobik (intoleran), kelompok indikator β Mesosaprobik, dan α mesosaprobik (fakultatif) dan kelompok indikator polisaprobik (toleran). Indeks Saprobitas dapat dihitung dengan rumus (Pantle and Buck 1955 in Wilhm 1975) sebagai berikut : σ. h Iσ = h Keterangan : Iσ = Indeks Saprobitas σ = Tingkat saprobitas tiap spesies h = Frekuensi kehadiran relatif spesies Langkah-langkah analisis indeks saprobitas adalah: 1. Menentukan nilai s (tingkat pencemaran) Makroavertebrata yang diperoleh dikelompokkan jenisnya berdasarkan kepekaan terhadap polusi organik dengan mengacu pada Tabel 6. Apabila organisme tersebut masuk dalam organisme sensitif maka nilai σ = 1, bila fakultatif mempunyai nilai σ = 2,5 (mesosaprobik), dan bila organismenya toleran maka σ = 5 (polisaprobik). Contoh jenis organisme yang sesuai dengan tingkat kepekaan bahan pencemar dapat dilihat pada Tabel 3 dalam tinjauan pustaka.

36 24 Tabel 6. Nilai σ Untuk Indeks Saprobitas Tingkat saprobitas makroavertebrata σ Jenis Makroavertebrata 1 Indikator oligosaprobik 2 Indikator β mesosaprobik 3 Indikator σ mesosaprobik 4 Indikator polisaprobik 2. Menentukan nilai h. Dari data yang telah ada pada setiap stasiun dilakukan penghitungan jumlah individu rata-rata. Kemudian ditentukan nilai terbesar (a) dan nilai terkecil (b) dari nilai rata-rata tadi dicari hasil pengurangan ((a-b)/3) untuk menentukan selang kelas dalam pembobotan nilai h. Nilai kisaran untuk genus atau spesies yang ditemukan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kisaran Nilai h Untuk Indeks Saprobitas. h Interpretasi 1 Genus/ spesies yang jarang ditemukan 3 Genus/ spesies yang acap kali ditemukan 5 Genus/ spesies yang sering ditemukan 3. Kemudian hasil dari perhitungan nilai σ dan h tersebut dimasukan dalam rumus Iσ untuk semua organisme yang ditemukan pada setiap stasiun pengamatan, sehingga status perairan dapat diduga dengan melihat indeks saprobitas (Iσ). Jenis makroavertebrata yang masuk kedalam nilai h, dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5. Kisaran nilai indeks saprobitas dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai indeks saprobitas (Iσ) dan interpretasinya. Iσ Tingkat pencemaran 1. 1,0-1,5 Sangat ringan 2. 1,5-2,5 Ringan 3. 2,5-3,5 Sedang 4. 3,5-4,5 Berat

37 25 2. LQI (Lincoln Quality Index) Organisme yang ditemukan dan telah diidentifikasi sampai dengan famili, kemudian diberi skor berdasarkan data, kemudian skor itu dijumlahkan seluruhnya dan dari jumlah tersebut didapatkan nilai BMWP. Nilai BMWP dibagi dengan jumlah taksa untuk mendapatkan nilai ASPT (Average Score Per Taxon). Kalkulasi dari nilai BMWP dan ASPT diberikan penilaian bergantung pada tempat pengambilan sampel, kemudian dilihat nilai X dan Y nya. Nilai X dan Y tersebut dikalkulasikan untuk mengetahui nilai OQR (Overal Quality Rating) dengan formulasi sebagai berikut : OQR =(X+Y)/2 Nilai OQR di gunakan untuk memberikan Indeks Kualitas Lincoln atau Lincoln Quality Indices (LQI) yang terdapat pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai OQR (Overal Quality Ratings ) indeks kualitas Lincoln dan interpretasinya (Masson 1991). Nilai OQR Indeks Interpretasi 6+ A++ Kualitas excellent 5,5 A+ Kualitas excellent 5 A Kualitas excellent 4,5 B kualitas baik 4 C kualitas baik 3,5 D kualitas sedang 3 E kualitas sedang 2,5 F kualitas rendah 2 G kualitas rendah 1,5 H kualitas sangat rendah 1 I kualitas sangat rendah

38 26 3. FBI (Family Biotic Indeks) Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan perkalian antara nilai kelimpahan organisme indikator yang ditemukan, berdasarkan famili pada tiap pengamatan dengan skor pada Lampiran 3. Kemudian jumlah total tersebut dibagi dengan jumlah seluruh organisme yang ditemukan kemudian dicocokkan dengan kriteria kualitas yang dapat dilihat dalam Tabel 10. Tabel 10. Penggolongan kriteria kualitas air oleh: Hinselhoff (1988) in Hauer and Lamberti (1996). Indeks Kualitas Air ,75 Excellent 2. 3,76-4,25 Sangat baik 3. 4,26-5,00 Baik 4. 5,01-5,75 Sedang 5. 5,76-6,50 Agak buruk 6. 6,51-7,25 Buruk 7. 7,26-10,00 Sangat buruk 4. SIGNAL 2 (Steram Invertebrate Grade Number Average Level ) SIGNAL 2 merupakan indeks biotik yang sederhana untuk makroavertebrata, dikembangkan pertama kali di Australia bagian timur khususnya untuk sistem Sungai Hawkesbury-Nepean (Chessman 2003). Adapun langkah-langkah perhitungan dari SIGNAL 2 adalah sebagai berikut : 1. Organisme yang ditemukan dan sudah diidentifikasi sampai tingkat famili atau tingkat ordo diberi nilai 1-10 berdasarkan penetapan nilai SIGNAL 2. Skor untuk penetapan nilai SIGNAL 2 ada di Lampiran 7. Dalam penelitian ini pemberian nilai skor ini berdasarkan hasil jumlah famili rata-rata dari 4 stasiun dengan empat kali ulangan. 2. Penentuan faktor pembobotan berdasarkan jumlah individu yang ditemukan pada tiap famili atau ordo. Nilai faktor pembobotan untuk jumlah famili yang

39 27 ditemukan dapat dilihat pada Tabel 11. Dalam penelitian ini jumlah famili rata-rata yang nilainya <1 tidak diberi skor dan faktor pembobotan. 3. Nilai faktor pembobotan yang telah dihitung dikalikan dengan skor dari tiap famili yang ditemukan, kemudian hasil perkalian tersebut dijumlahkan secara keseluruhan. 4. Hasil penjumlahan tersebut dibagi dengan jumlah total faktor pembobotan, dan didapatkan nilai SIGNAL 2 yang biasanya berkisar antara 3-7 (Chessman 2003). Nilai SIGNAL 2 dapat dilihat pada Lampiran Nilai SIGNAL 2 didapatkan dan diplotkan dalam grafik yang dihubungkan dengan jumlah famili yang ditemukan. Contoh grafik dapat dilihat pada Gambar Dari grafik tersebut diperkirakan keberadaan dari nilai SIGNAL 2 tersebut dalam suatu kuadran. Penentuan kuadran berdasarkan pada keadaan geografis dari tempat pengambilan sample makrozoobenthos. Dari kuadran yang diperoleh dapat diketahui kriteria lingkungan. Tabel 11. Nilai faktor pembobotan berdasarkan jumlah individu yang ditemukan (Chessman 2003). Jumlah individu pada tiap famili Faktor Pembobotan > Kuadran 3 Kuadran Kuadran 4 Kuadran Jumlah Famili Gambar 4. Contoh grafik dan kuadran untuk nilai SIGNAL 2.

40 28 Dari Gambar 4 nilai kuadran 1, menggambarkan tingginya nilai SIGNAL 2 dan jumlah makroavertebrata. Jumlah famili yang tinggi menunjukan bahwa keanekaragaman juga tinggi dan tidak terdapat faktor tekanan ekologis. Tingginya nilai SIGNAL 2 yang didapat pada kuadran 1 dapat menunjukan bahwa kekeruhan dan kandungan nutrient yang ada pada kuadran 1 ini rendah. Pada kuadran 2 menggambarkan nilai SIGNAL 2 yang rendah dan jumlah makroavertebrata yang tinggi. Jumlah famili yang tinggi menunjukan bahwa adanya keanekaragaman fisik habitat yang tinggi dan terdapat faktor tekanan ekologis. Nilai SIGNAL 2 pada kuadran ini rendah, yang mengindikasikan tingginya kekeruhan dan nutrient yang ada di kuadran 2. Pada kondisi tersebut sungai yang ada pada kuadran 2, telah mengalami perubahan dari kondisi alaminya. Untuk kuadran 3 menggambarkan tingginya nilai SIGNAL 2, dan rendahnya jumlah famili makroavertebrata. Sungai berada pada kuadran 3, diindikasikan sudah tercemar, bisa diakibatkan adanya buangan limbah kegiatan perkebunan atau dari limbah antropogenik yang dapat menyebabkan meningkatnya nilai ph. Pada kuadran 4, digambarkan nilai SIGNAL 2 yang rendah dengan jumlah famili makroavertebrata yang rendah pula. Perairan yang berada pada kuadran 4 diindikasikan telah tercemar berat, karena buangan limbah dari daerah sekitar sungai yang cukup tinggi. Perairan sungai yang masuk kedalam kuadran terindikasi sudah tercemar berat Anilisis Keterkaitan Antara Kelimpahan Makroavertebrata dan Kualitas Air 1. Koefisien Korelasi Pearson Untuk korelasi antara kelimpahan makroavertebrata dan kualitas air pada setiap stasiun digunakan analisis Pearson Correlation Coefficient (Koefisien Korelasi Pearson) (Hasan 2008). Analisis dilakukan dengan mengunakan software SPSS Dimana analisis ini digunakan untuk mengatahui bagaimana

41 29 hubungan makroavertebrata dengan parameter kualitas air, apakah kuat, significant, ataukah lemah. r = ( n X n XY ( X )( Y ) 2 2 ( X ) )( n Y 2 ( Y ) 2 ) Keterangan : r : Korelasi antar kelimpahan dengan parameter kualitas air lainnya X : Parameter kelimpahan Y : Parameter kualitas air lainnya n : jumlah data Menurut Hasan (2008), koefisien korelasi Pearson diinterpretasikan sebagai berikut: (1). r 0= tidak ada korelasi; 0< r 0,20= Sangat lemah; (2) 0,20< r 0,40= Lemah; (3) 0,40< r 0,70= Cukup ;(4) 0,70< r <0,90= Kuat; (5) r 1= Sempurna. 2. Uji lanjut LSD (Least Significant Difference) Uji lanjut LSD ini disebut juga uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) (Matjik and Sumertajaya 2002), di gunakan untuk menguji perlakuan secara berpasang-pasangan. Jika masing-masing perlakuan memiliki perlakuan yang sama maka untuk semua pasangan perlakuan kita hanya memerlukan satu nilai BNT ini, sedangkan jika ulangan tiap perlakuan tidak sama maka setiap pasangan perlakuan membutuhkan satu nilai BNT sebagai pembanding. Hipotesis dari perbandingan metode ini adalah: HO: µi= µi ; H1= µi µi 1 1 LSD = t( α ) KTS( + ) 2, dbs TA TB Keterangan : LSD : uji lanjut t( α ) : nilai selang kepercayaan (95%) 2 dbs : derajat bebas sisa TA,TB : Nilai yang ingin di uji KTS : Kuadrat tengah sisa.

42 30 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Struktur Komunitas Makroavertebrata Jumlah Taksa dan Kelimpahan Makroavertebrata Dari hasil pengamatan sebanyak 3 kali waktu sampling, dengan 4 kali ulangan ditemukan 33 genus makroavertebrata dari 19 famili. famili tersebut tidak semua ditemukan di setiap stasiun, hal itu dapat dilihat pada Tabel 12. Jumlah famili yang ditemukan ditampilkan dalam grafik pada Gambar 5. Gambar 5. Grafik Jumlah famili rata-rata pada setiap stasiun Jumlah famili pada setiap stasiun bervariasi, misalnya stasiun 1 pada setiap waktu pengamatan ditemukan jumlah famili makroavertebrata, berkisar antara 11 sampai 18 famili, di stasiun 2 berkisar 8 sampai 14 famili, di stasiun 3 berkisar 9 sampai 12 famili, dan di stasiun 4 berkisar 7 sampai 14 famili. Jumlah famili 30

43 31 yang didapat pada setiap stasiun tidak berbeda nyata, hal tersebut didapat dengan hasil uji yang dapat dilihat pada Lampiran 15. Jumlah famili yang paling banyak ditemukan pada stasiun 1, dimana jumlah famili yang ditemukan mencapai 17 famili. Hal itu terjadi dikarenakan stasiun 1 masih berada di daerah hulu, sehingga walaupun di sekitar stasiun 1 ini terdapat beberapa kegiatan manusia, namun perairannya masih bersih dan belum terkontaminasi bahan organik berlebih. Selain itu pada stasiun 1 ini, substratnya masih terdiri dari bebatuan yang besar, dengan aliran sungai yang memiliki banyak titik beriak yang sangat disukai oleh organisme makroavertebrata. Sedangkan jumlah famili terendah ditemukan pada stasiun 3. Hal tersebut terjadi karena banyaknya kegiatan antropogenik, selain itu daerah sekitar sungai digunakan sebagai tempat mencuci, dipinggir sungai juga terdapat tempat pembuangan sampah, sehingga perairan di sekitar stasiun 3 cukup tercemar. Aliran air pada stasiun 3 di beberapa titik memang agak tenang, sehingga makroavertebrata yang ditemukan juga berkurang. Famili apa saja yang ditemukan pada masing-masing stasiun dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Famili yang ditemukan pada setiap stasiun. Ordo Famili Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Tricoptera Hydropsydae Rhyacophilidae - - Diptera Simuliidae Tipulidae Tendipedidae Heleidae Coleoptera Psephenidae - Elmidae Lepidoptera Pyralidae Ephemeroptera Heptagenidae Metretopopidae Siphlonuridae Baetidae Plecoptera Chloroperlidae Annelida Glossiphonidae - - Gastropoda Synceridae Thiaridae - Planariidae - - Oligochaeta Lumbricullidae - - Jumlah Keterangan: = ada; - = tidak ada

44 32 Pada stasiun 1 ini hampir semua famili ditemukan, tetapi famili yang paling mendominasi dan banyak ditemukan adalah jenis Hydropsydae. Di stasiun 2 ini ditemukan famili yang tidak jauh berbeda dari stasiun 1, untuk famili Tipulidae hanya ditemukan pada stasiun 1. Substrat pada stasiun 2 sendiri berupa bebatuan kecil, serta pasir berkerikil. Pada stasiun 3 ini famili yang ditemukan lebih sedikit serta jumlah dari masing-masing genus juga lebih sedikit. Jenis yang banyak ditemukan di stasiun 3 ini adalah famili Hydropsydae, Tendipedidae, dan Pyralidae. Hal tersebut dikarenakan masih terdapat substrat kerikil pasir disertai sedikit lumpur. Ordo Ephemeroptera yang ditemukan hanya sedikit, hal tersebut dikarenakan perairan stasiun 3 kualitasnya menurun, sehingga jenis-jenis tersebut kurang dapat mentolerirnya. Pada stasiun 4 ini jumlah famili dan organismenya semakin ke waktu pengamatan ke tiga pada bulan Oktober, makin sedikit. Hal ini karena waktu pengamatan ke tiga masuk kedalam siklus musim hujan, dimana curah hujan sudah semakin besar, dan menyebabkan aliran sungai pun semakin deras, sehingga makroavertebrata yang ada terbawa oleh arus sungai. Seluruh makroavertebrata yang ditemukan pada setiap stasiun dihitung kelimpahannya. Nilai kelimpahan pada tiap stasiun dapat dilihat pada Lampiran 13. Nilai kelimpahan makroavertebrata dapat dilihat pada Gambar 6. Kelimpahan makroavertebrata dari hasil pengamatan sangat bervariasi, tetapi jelas terlihat, bahwa kelimpahan paling rendah terdapat pada stasiun 4, dan terlihat menurun dari pengambilan contoh bulan Agustus hingga Oktober. Dari kelimpahan yang didapat paling rendah pada stasiun 4 bisa dikatakan stasiun 4 ini kondisi perairannya sudah mengalami gangguan, sehingga kesehatan sungainya sungainya pun terganggu, dan bisa dikatakan kondisinya tidak sehat. Nilai kelimpahan rata-rata pada setiap stasiun cukup berbeda nyata, dilihat dari gambar grafik pun terdapat nilai yang bervariasi pada masing-masing stasiun. Nilai hasil uji kelimpahan tersebut dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 15. Menurunnya nilai kelimpahan terjadi pada bulan Oktober ini diduga karena musim hujan, dimana curah hujan pada bulan ini lebih banyak di banding ke dua bulan sebelumnya, sehingga debit air serta kecepatan arus pun lebih besar, sehingga makroavertebrata terbawa arus sungai. Pengambilan contoh yang ke satu di lakukan pada bulan Agustus, dimana pada bulan ini masih musim kemarau,

45 33 walaupun ada hujan tetapi curah hujannya tidak begitu besar, sehingga debit air, dan kecepatan arus di sungai masih stabil, sehingga cocok bagi habitat makroavertebrata. Gambar 6. Grafik Kelimpahan rata-rata makroavertebrata. Pada grafik terlihat datanya semakin menurun berbeda dengan stasiun lainnya dimana pada pengambilan contoh yang ke dua meningkat, hal tersebut terjadi akibat arus di stasiun 1 semakin besar, karena nilai kelimpahan makroavertebrata di Sungai Cihideung, dipengaruhi oleh parameter fisika, kimia, substrat dasar perairan, dan kecepatan arus (Hawkes 1979). Untuk data jumlah genus rata-rata yang ditemukan pada setiap stasiun, sebagai informasi tambahan dapat dilihat pada Gambar 7. Dari gambar dapat dilihat genus yang paling banyak ditemukan yaitu pada stasiun 1, dan yang paling sedikit ditemukan yaitu pada stasiun 3. Hal tersebut dapat memperlihatkan bahwa perairan stasiun 3 ini sudah tidak sehat, dengan rendahnya jumlah genus yang ditemukan.

46 34 Gambar 7. Grafik Genus rata-rata pada setiap stasiun Komposisi Kelimpahan dan Biomassa Makroavertebrata Komposisi makroavertebrata dan biomassa makroavertebrata pada setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 7. Dari gambar tersebut dapat dilihat perbandingan antara komposisi kelimpahan makroavertebrata dan komposisi biomassanya. Komposisi kelimpahan merupakan jumlah organisme yang ditemukan pada setiap pengambilan contoh, sedangkan komposisi biomassa makroavertebrata merupakan bobot dari masing-masing organisme yang ditemukan pada setiap pengambilan contoh. Rata-rata pada stasiun 1, pada setiap pengambilan contoh, organisme yang mendominasi adalah jenis Tricoptera dan Diptera yang termasuk jenis fakultatif, hal tersebut dikarenakan substrat yang cocok pada stasiun 1 ini. Untuk biomassanya rata-rata yang mendominasi pada stasiun 1 ini adalah jenis Tricoptera, dan Gastropoda. Tricoptera dapat mendominasi, karena memiliki jumlah kelimpahan yang besar, sehingga bobot yang didapat pun besar ke dua ordo ini termasuk kedalam organisme yang mampu mentolerir bahan organik dalam jumlah yang sedang. Stasiun 1 ini masih bagus perairanya, dan masih tergolong sehat, dilihat dari organisme makroavertebrata masih terdapat jenis Plecoptera yang termasuk organisme sensitif, dan masih banyaknya ditemukan

47 35 organisme fakultatif. Untuk daerah sekitar stasiun 1 terdapat perkebunan dan pemukiman, namun tidak padat. a). b). Agustus Agustus 100% 80% 60% 100% 80% 60% 40% 40% 20% 20% 0% Stasiun Pengamatan 0% Stasiun Pengamatan September September 100% 100% 80% 80% 60% 60% 40% 40% 20% 0% % 0% Stasiun Pengamatan Stasiun Pengamatan Oktober Oktober 100% 80% 60% 40% 20% 100% 80% 60% 40% 20% 0% Stasiun Pengamatan 0% Stasiun Pengamatan Keterangan: a= komposisi kelimpahan; b= komposisi biomassa Gambar 8. Komposisi Kelimpahan dan biomassa makroavertebrata Untuk stasiun 2, rata-rata pada setiap pengambilan contoh ordo yang ditemukan paling banyak dan mendominasi adalah Ephemeroptera dan

48 36 Tricoptera. Berbeda dengan kelimpahan, untuk biomassanya yang mendominasi adalah jenis Gastropoda dan Ephemeroptera. Gastropoda melimpah karena hewan tersebut merupakan hewan bercangkang, sehingga memiliki berat yang lebih besar dibanding organisme lainnya. Jenis Tricoptera dan Ephemeroptera yang banyak ditemukan pada stasiun 2 ini, merupakan organisme intoleran yang dapat digunakan untuk menunjukan keadaan daerah aliran suatu perairan yang belum tercemar berat (Wilhm 1975). Perairan stasiun 2 ini dapat dikategorikan masih cukup sehat, walaupun masuk ke dalam kategori tercemar ringan. Pencemaran tersebut diduga berasal dari daerah sekitar sungai yang terdapat pemukiman penduduk dan wilayah perkebunan, dan beberapa meter di atas stasiun 2 ini terdapat tambak ikan yang masih cukup aktif. Untuk biomassanya sendiri lebih dipengaruhi oleh bobot organisme yang ditemukan, tanpa berhubungan langsung dengan bahan pencemar. Untuk stasiun 3, rata-rata organisme yang mendominasi adalah ordo Tricoptera pada pengambilan bulan Agustus, dan Diptera pada pengambilan contoh bulan September dan Oktober. Berbeda dengan kelimpahan, untuk biomassa stasiun 3 yang mendominasi adalah jenis Gastropoda dan Lepidoptera. Gastropoda dan Lepidoptera dapat mendominasi dalam biomassa karena ukurannya lebih besar dari jenis Ticoptera dan Diptera, sehingga walaupun nilai kelimpahannya lebih besar, namun tidak pada nilai biomassa, karena biomassa salah satunya dipengaruhi oleh ukuran satuan organisme itu sendiri. Pada stasiun 3 ini diduga sudah mendapat masukan bahan organik yang lebih besar dan perairannya sudah tidak sehat, karena banyak ditemukan organisme jenis Diptera yang beberapa jenisnya masuk kedalam jenis fakultatif dan toleran. Menurut Hawkes (1979) meningkatnya kandungan bahan organik di perairan akan meningkatkan pula jenis-jenis makroavertebrata yang tahan terhadap perairan tercemar. Rata-rata kelimpahan pada stasiun 4 juga tidak berbeda jauh dengan stasiun 3, dimana ordo Ephemeroptera mendominasi pada bulan Agustus dan September, untuk Oktober banyak ditemukan ordo Diptera. Hal tersebut di karenakan pada pengambilan September dan Oktober sudah mulai memasuki musim penghujan, aliran air lebih deras, dan masukan bahan organik lebih besar. Untuk biomassa

49 37 yang mendominasi adalah Gastropoda, hal tersebut diduga pada stasiun 4 ini keanekaragaman jenis makin menurun sehingga Gastropoda yang mendominasi dari segi biomassa, walaupun untuk kelimpahannya tidak terlalu besar. Dari rata-rata komposisi biomassa makroavertebrata, yang memiliki bobot terbesar didominasi oleh jenis Gastropoda, tetapi untuk komposisi kelimpahan makroavertebratanya didominasi oleh jenis Tricoptera, Ephemeroptera dan Diptera. Untuk jenis Tricoptera ini bahkan jumlahnya ada yang mencapai 223 pada salah satu stasiun, namun dari segi bobot tidak terlalu besar sesuai dengan ukuran per jenisnya. Seperti yang kita ketahui Gastropoda merupakan hewan avertebrata yang bercangkang, sehingga bobot terbesarnya itu berasal dari cangkangnnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelimpahan yang besar tidak berarti bobotnya ikut besar, demikian juga sebaliknya., karena besar biomassa makroavertebrata ini salah satunya dipengaruhi oleh ukuran dari organisme makroavertebrata. Ukuran dari satuan organisme juga mempengaruhi dari bobot yang didapat. Hal tersebut dapat dilihat dari data kelimpahan jenis makroavertebrata dan biomassa pada Lampiran 13 dan 14. Dari famili yang ditemukan pada setiap stasiun dapat digolongkan menjadi insekta dan non-insekta. Famili yang termasuk ke dalam jenis insekta adalah Tricoptera, Lepidoptera, Diptera, Ephemeroptera, Coleoptera, dan Plecoptera, sedangkan yang tidak termasuk insekta adalah Turbellaria, Gastropoda, Oligochaeta, Annelida dan Polichaeta. Untuk jenis insekta biasanya berada pada substrat yang relatif berbatu besar dan berpasir (Setiawan 2008) Indeks Biologi Indeks biologi yang digunakan dalam analisis makroavertebrata di Sungai Cihideung yaitu LQI, FBI, indeks saprobitas, dan SIGNAL 2. LQI ini merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menentukan kriteria lingkungan. Pada metode ini pemberian nilai berdasarkan tiap famili dari makroavertebrata yang ditemukan (Abel 1989). Nilai OQR dari makroavertebrata yang ditemukan di Sungai Cihideung pada periode Agustus Oktober dapat dilihat pada Tabel 13 dan 14, dengan acuan skor pada Lampiran 1 dan 2. Tabel 13, memperlihatkan nilai indeks biologi pada setiap stasiun di setiap bulannya, sedangkan Tabel 14,

50 38 memperlihatkan nilai indeks biologi pada setiap stasiun, dengan nilai tiap bulannya dirata-ratakan. Tabel 13. Indeks LQI, FBI, dan Indeks saprobitas pada tiap stasiun di setiap bulan. Indeks biologi LQI FBI Indeks saprobik NILAI Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun OQR 5,5 3, , ,5 4,5 5 1,5 Kisaran 3,5-5,5 2,5-5 2,5-5 1,5-5 Interpretasi D-A+ F-A F-A H-A FBI 4,4 5,1 5,1 4,5 4,5 4,4 4,73 5,4 5,4 4,93 5,29 4,7 Interpretasi B B S B B B B S S B S B Kisaran 4,4-5,11 4,47-4,58 4,73-5,42 4,7-5,29 Interpretasi S-B B S-B S-B Is 1,96 2,6 2,9 2,2 3,2 2,2 2,20 2,8 3,3 2,57 2,70 3,3 Kisaran 1,96-2,96 2,2-3,13 2,20-3,19 2,57-3,30 Interpretasi sedang-ringan sedang-ringan sedang-ringan sedang Tabel 14. Indeks LQI, FBI, dan Indeks saprobitas pada setipa stasiun (yang nilainya dirata-ratakan) Indeks Biologi Nilai Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 OQR 5 4,5 4,5 3,5 LQI Interpretasi A B B D FBI 4,76 5,59 5,15 5,25 FBI Interpretasi B S S S Is 2,50 2,52 2,73 2,86 Indeks saprobitas Interpretasi R S S S Keterangan : A+= excellent; A = excellent; B = Baik; C = Baik; D = Sedang; R=ringan; H = Sangat rendah; F=Kualitas rendah; S= Sedang; B= Baik; Is= indeks saprobitas; 1= Agustus; 2= September; 3= Oktober; Metode FBI digunakan untuk mengetahui organisme mana yang lebih peka terhadap kandungan oksigen terlarut karena adanya masukan bahan organik. Organisme yang lebih peka terhadap kandungan oksigen, memiliki nilai toleransi (skor biotik indeks) yang rendah, sedangkan organisme yang memiliki toleransi luas terhadap kandungan oksigen, memiliki nilai toleransi lebih besar. Nilai FBI di perairan Sungai Cihideung dapat dilihat pada Tabel 13 dan 14, dengan acuan skor pada Lampiran 6. Indeks saprobitas pertama kali diusulkan oleh Pantle and Buck tahun 1955 in (Ravera, 1979), untuk mengetahui tingkat pencemaran berdasarkan struktur

51 39 komunitas makroavertebrata. Tingkat pencemaran yang terjadi dalam suatu perairan dapat dilihat dalam indeks saprobitas. Nilai indeks saprobitas dapat dilihat pada tabel 14 dengan indeks biologi lainnya. Nilai OQR (Overall Quality Ratings) pada indeks LQI masing- masing stasiun cukup bervariasi, dimana pada pengambilan contoh bulan Agustus nilainya berkisar antara 4,5-5,5,nilai tersebut menunjukan bahwa perairan pada pengambilan contoh pertama dari stasiun 1 hingga stasiun 4 masih dalam keadaan Ecxellent (Mason 1991). Acuan skor LQI dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada stasiun 1 nilai OQR masih termasuk bagus, dimana hal tersebut ditunjukkan oleh nilai perairan dengan kualitas sedang menuju excellent, jadi stasiun 1 ini dikategorikan kualitas perairannya masih baik. Pada stasiun 2 ini menurun kualitasnya, penurunan nilai OQR bisa terjadi karena sudah mulai memasuki musim penghujan, dimana arus lebih besar serta masukan bahan organik pun lebih banyak.untuk stasiun 3, di temukan nilai OQR yang sama seperti pada stasiun 2 dimana kualitas perairannya berada pada kualitas yang rendah menuju excellent, nilai terbesar didapat dari pengambilan contoh pertama bulan Agustus dan terkecil pada pengambilan contoh bulan Oktober. Pada stasiun 4 kualitas perairan kembali menurun tetapi tidak secara drastis, yaitu berada pada kisaran 1,5-5 dimana nilai terbesar didapat dari pengambilan contoh bulan Agustus, sedangkan terkecil pada sampling Oktober. Untuk kesehatan Sungai Cihideung berdasarkan nilai LQI yang paling sesuai adalah nilai pada Tabel 14, dimana semakin ke arah stasiun 4, nilainya semakin menurun, dan Stasiun 1 hasilnya Ecxellent hal tersebut sesuai dengan hasil parameter kualitas airnya, yang memperlihatkan stasiun yang paling sehat adalah stasiun 1. Selain indeks LQI, ada pula Family Biotic Index (FBI). Pada stasiun 1 nilai FBI masih baik, dimana didapat interpretasi dengan kualitas air sedang hingga baik, nilai FBI nya tidak berbeda jauh. Dimana kualitas air yang baik berada pada pengambilan bulan Agustus dan September yang perairannya relatif masih bersih. Pada stasiun 2 kisaran nilai FBI terjadi peningkatan, dimana kualitas perairan pada stasiun 2 baik. Pada stasiun 3 nilai FBI mulai mengalami peningkatan, dan untuk stasiun 4 ini hampir semua jenis makroavertebrata tidak dapat bertahan.

52 40 Nilai FBI yang baik terdapat pada stasiun 1 dan 2, karena pada stasiun 1 dan 2 perairan masih bersih dengan kondisi substrat batuan besar dan pasir berkerikil, dan kegiatan manusia yang berada di sekitar stasiun, hanyalah daerah persawahan. Sedangkan pada stasiun 3 daerah sekitarnya di gunakan sebagai tempat mencuci dan tempat pembuangan sampah, dan untuk stasiun 4 sendiri lebih dekat ke hilir, sehingga bisa di kategorikan wilayah pemulihan. Pada pengambilan contoh yang ke tiga nilai FBI didapat 4,5 5,4, dimana pada pengambilan contoh ke tiga ini sudah memasuki musim penghujan, sehingga kualitas air yang didapat dari sedang hingga baik. Pada pengambilan contoh ke tiga pada bulan Oktober kualitas sedang berada pada stasiun 1 dan 3, dan kualitas baik berada pada stasiun 2 dan 4. Untuk nilai FBI dapat dibandingkan antara nilai pada Tabel 13 dan 14, dimana pada Tabel 14 nilai FBI lebih jelas, semakin kearah stasiun 4 nilainya semakin menurun, dan stasiun yang paling sehat adalah stasiun 1 dengan interpretasi keadaan perairan Baik, dan semakin kearah stasiun 4 kondisi perairannya sedang. Nilai saprobitas yang semakin besar menunjukkan kualitas perairan yang semakin tercemar. Pada stasiun 1 termasuk kedalam perairan yang tercemar sedang hingga ringan, hal ini karena perairan stasiun 1 ini berada dekat hulu, sehingga tidak terjadi pencemaran berat. Untuk stasiun 2 ini walaupun nilai indeks saprobitasnya lebih besar dibandingkan stasiun 1 namun masih termasuk ke dalam kisaran tercemar sedang hingga ringan. Pada stasiun 3 juga hasil indeks saprobitas lebih besar dari stasiun 1 dan 2 namun masih termasuk kedalam tercemar sedang hingga ringan. Begitu pula untuk perairan stasiun 4 didapat nilai saprobitas dengan kisaran 2,57-3,30 dan termasuk kedalam perairan yang tercemar sedang. Untuk indeks saprobitas dapat dibandingkan antara nilai pada Tabel 13 dan 14, dimana nilai pada Tabel 14 lebih jelas. Stasiun yang paling sehat terdapat di stasiun 1 dengan interpretasi kualitas perairannya tercemar ringan. Dari semua stasiun diketahui bahwa perairan Sungai Cihideung kondisi perairannya sedang hingga baik. Dimana stasiun yang paling sehat berada pada stasiun 1. Semakin kearah stasiun 4 kualitas perairannya semakin menurun. Penurunan kulitas perairan ini diduga karena adanya buangan dari limbah rumah

53 41 tangga warga sekitar sungai, irigasi sawah, serta dari limpasan Daerah Aliran Sungai yang membawa bahan organik ataupun anorganik SIGNAL 2 (Stream Invertebrate Grade Number Average Level) Metode ini pertama kali di kembangkan di Australia tahun 1993, digunakan untuk sistem Sungai Hawkesbury-Nepean di dekat Sidney. SIGNAL 2 ini mengindikasikan kualitas air di sungai, untuk nilai makroavertebrata di Sungai Cihideung dapat dilihat pada Lampiran 8, beserta acuan skor SIGNAL 2 pada Lampiran 7. Untuk penyebaran skor SIGNAL 2 dapat dilihat pada Gambar 9. Nilai SIGNAL Jumlah famili Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Gambar 9. Hubungan nilai SIGNAL 2 dan jumlah famili pada tiap stasiun Semakin kecil skor SIGNAL 2 menunjukan organisme yang memiliki toleransi tinggi terhadap lingkungan yang tercemar (Chessman 2003). Pada Gambar 8, dapat dilihat adanya penyebaran titik pada kuadran 1 dan 3. Hal tersebut menunjukan bahwa organisme memiliki toleransi terhadap perubahan lingkungan perairan. Pada grafik tersebut, yang diplotkan adalah rata-rata jumlah nilai pada setiap stasiun yang terdiri dari 4 stasiun pada tiga kali pengambilan contoh dengan nilai < 0 tidak dimasukan, sehingga terdiri dari empat titik. Pada kuadran 1 tersebut menggambarkan tingginya nilai SIGNAL 2 dan jumlah famili makroavertebrata, jumlah famili yang tinggi menunjukan bahwa,

54 42 keanekaragaman keadaan fisik habitat makroavertebrata yang tinggi dan tidak terdapat faktor tekanan ekologis. Pada kuadran 1 ini menggambarkan kondisi perairan stasiun 1 dan 2 yang sehat dengan tingginya jumah famili yang ditemukan. Hal tersebut diduga karena perairan stasiun 1 dan 2 keadaan perairannya masih baik, dengan tingkat pencemaran ringan, seperti yang disebutkan pada indeks biologi. Pada kuadran 2 menunjukan nilai SIGNAL 2 yang rendah dan jumlah famili makroavertebrata yang tinggi tidak ada stasiun yang masuk kedalam kuadran 2 ini. Pada kuadran 3, menggambarkan tingginya nilai SIGNAL 2 dan rendahnya jumlah famili makroavertebrata. Stasiun yang masuk kedalam kuadran 3 ini adalah sebagian titik dari stasiun 3 dan 4, dimana yang dapat bertahan adalah jenis makroavertebrata yang fakultatif atau toleran, sehingga sungai yang berada di kuadran 3 ini telah di indikasikan tidak sehat karena banyak zat pencemar yang masuk kedalam perairan. Untuk kuadran 4 menunjukan nilai SIGNAL 2 yang rendah dan jumlah makroavertebrata yang rendah pula. Pada gambar di atas digambarkan tidak ada stasiun yang berada pada kuadran 4 ini, hal tersebut diduga dengan nilai SIGNAL 2 dan jumlah famili yang tidak menurun drastis, dapat digambarkan bahwa pencemaran pada stasiun 3 dan 4 tidak tercemar berat. Keadaan semua kuadran dapat dilihat dari kondisi masing-masing stasiun yang terdapat pada Gambar 10. Keterangan: A=stasiun 1; B=stasiun 3; C=stasiun 2; D=stasiun 4. Gambar 10. Kondisi stasiun pengambilan contoh.

55 Parameter Fisika dan Kimia Parameter fiska dan kimia diambil bersamaan dengan pengambilan contoh makroavertebrata. Parameter fisika dan kimia merupakan parameter-parameter penting untuk menunjang kehidupan makroavertebrata, hasil analisis kualitas air disajikan dalam grafik dan dapat dilihat pada Gambar 11. TSS atau padatan tersuspensi. Kandungan padatan tersuspensi yang ada di sungai salah satunya dipengaruhi oleh kekeruhan dan curah hujan. TSS yang didapat di Sungai Cihideung ini berkisar antara 6 17 mg/l. Dimana pada grafik terjadi fluktuasi, nilai terendah terdapat pada stasiun 1, dimana stasiun 1 ini masih dekat dengan daerah hulu, dengan substrat batuan besar. Untuk nilai TSS terbesar terdapat di stasiun 3, tingkat kekeruhannya pun disekitar stasiun 3 ini tinggi, diduga terdapatnya aktifitas antropogenik yang tinggi di sekitar stasiun 3 ini sebagai penyebab nilai TSS tinggi. Tingginya nilai TSS akan berpengaruh pada kekeruhan perairan dan akan berpengaruh pula pada kemampuan organisme melekat di substrat. Nilai kekeruhan berhubungan erat dengan nilai TSS, karena ke dua parameter tersebut saling menunjang dan dapat menggambarkan bagaimana substrat perairan. Nilai kekeruhan pada Sungai Cihideung yang didapat tidak jauh berbeda dengan pola nilai TSS, dimana semakin ke arah stasiun 4 nilainya semakin meningkat. Stasiun 1 memiliki nilai kekeruhan terendah karena substrat yang ada di stasiun 1 satu berupa batuan besar dan pasir berkerkil, kegiatan di sekitar stasiun 1 juga tidak banyak, dan ada pula tempat penjernihan air. Sedangkan pada stasiun 3 banyak kegiatan antropogenik, selain pemukiman yang padat, kemudian tempat pembuangan dari pemukiman itu sendiri, hingga digunakan untuk mencuci. Air limpasan dari daerah diatasnya juga berkumpul di stasiun 3, terlebih lagi substrat stasiun 3 ini terdiri dari tanah serta pasir berlumpur. Kekeruhan sendiri disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun yang berupa plankton dan organisme lain (APHA 1976; Davis and Cornwell 1991 in Effendi 2003).

56 Gambar 11. Parameter fisika dan kimia pada setiap stasiun. 44

57 45 Oksigen diperlukan bagi setiap mahkluk hidup, begitu juga dengan organisme makroavertebrata. Nilai oksigen di perairan bisa menjadi faktor pembatas bagi organisme makroavertebrata (Setiawan 2008). Nilai oksigen terlarut di Sungai Cihideung ini dapat dilihat pada Gambar 10, semakin ke arah stasiun 4 nilainya semakin menurun. Nilai kandungan oksigen terlarut apabila dibandingkan dengan baku mutu kelas II PP No. 82 tahun 2001 yaitu >4mg/l, maka memenuhi baku mutu yang ada. Selain oksigen terlarut, ada pula Oksigen biokimiawi (BOD), yang merupakan nilai bahan organik yang berasal dari dekomposisi aerob organisme perairan. Nilai oksigen biokimiawi Sungai Cihideung dapat dilihat pada Lampiran 9, dimana nilainya berfluktuasi. Hasil pengamatan diperoleh nilai BOD di DAS Cihideung berkisar antara 1,28 mg/l dan 1,96 mg/l dengan rata-rata sebesar 1,638 mg/l Berdasarkan baku mutu yang telah di tetapkan pada PP. No. 82 Tahun 2001, nilai BOD di DAS Cihideung masih tergolong baik untuk kegiatan perikanan. Center dan Hill (1979) in Effendi (2003) menjelaskan bahwa di sungai yang berarus lambat, kadar BOD sebesar 5 mg/l akan menyebabkan lingkungan air yang buruk, namun di perairan berarus deras kadar BOD sebesar 30 mg/l belum mengakibatkan gangguan nyata. Kadar BOD 5 tertinggi terdapat di stasiun 3 yaitu sebesar 1,96 mg/l. Tingginya nilai BOD yang didapat pada stasiun 3 diduga akibat banyaknya bahan organik yang masuk kedalam perairan berasal dari daerah sekitar stasiun 3, yang banyak terdapat aktivitas antropogenik, atau berasal dari limpasan air dari daerah aliran sungai di atasnya, akan tetapi tingginya kandungan oksigen terlarut di perairan dapat juga membantu mendekomposisi bahan organik yang masuk ke perairan yang dilakukan oleh bakteri aerob dan anaerob. Apabila dibandingkan dengan nilai BOD, Nilai COD yang didapat pada setiap stasiunnya pada Sungai Cihideung ini cukup tinggi dapat dilihat pada grafik semakin ke arah hilir nilai COD semakin meningkat. Tingginya nilai COD ini disebabkan adanya kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar Sungai Cihideung, sehingga beban masukan bahan organik pun semakin besar. Dimana nilai terbesar terdapat pada stasiun 3, hal ini diduga karena stasiun 3 ini di kelilingi oleh pemukiman penduduk yang padat, dimana memiliki sistem aliran

58 46 pembuangan langsung ke sungai, selain itu sungai juga digunakan sebagai tempat mencuci, dan terdapat pula tempat pembuangan sampah. Suhu merupakan parameter fisika untuk mengatahui kualitas perairan sungai. Suhu air sungai dipengaruhi oleh musim, iklim, dan ketinggian permukaan laut, elevasi dan vegetasi di sepanjang aliran sungai (Setiawan 2008). Rata-rata suhu di Sungai Cihideung ini berkisar antara 26 27,6 0 C. Pada grafik dapat terlihat semakin ke stasiun 4, terjadi penurunan suhu dan suhu terendah berada pada stasiun 3. Secara umum suhu pada masing-masing stasiun tidaklah berbeda jauh. Suhu sangat berhubungan erat dengan cuaca pada saat pengambilan contoh. Pengambilan contoh dilakukan pada pagi menjelang siang, sehingga masih banyak sinar matahari. Bila dilihat dari baku mutu air kelas II menurut PP no. 82 tahun 2001 suhu air sungai berkisar C, sehingga suhu Sungai Cihideung ini masih masuk kedalam baku mutu. Derajat keasaman atau biasa di kenal dengan ph didaerah Sungai Cihideung kondisinya dapat dilihat dari Gambar 9. Nilai ph antara stasiun 1, 2, dan 4 tidak jauh berbeda, sedangkan nilai ph terendah terdapat pada stasiun 3, hal tersebut diduga karena banyaknya aktifitas antropogeik di sekitar stasiun 3. Nilai ph Sungai Cihideung masih berada dalam kisaran ph yang dapat ditolerir oleh organisme makroavertebrata, termasuk serangga yaitu 4,5 8,5 (Hawkes 1979). Selain faktor fisika dan kimia yang telah di bahas, salah satu parameter yang penting lainnya adalah kecepatan arus dan kondisi substrat yang ada. Nilai kecepatan arus yang ada di Sungai Cihideung sangat bervariasi dan berubah-ubah. Dari ke tiga pengambilan contoh yang dilakukan nilai per stasiunnya sangat beragam, semakin kearah stasiun 4 nilainya semakin menurun. Dimana nilai tertinggi pada stasiun 1 dan terendah pada stasiun 4. Agustus ini masuk kepada musim kemarau, tetapi tetap ada curah hujan. Semakin menurunya nilai kecepatan arus diduga karena semakin ke daerah hilir maka pergerakan air akan semakin melambat, hal tersebut dipengaruhi juga oleh tingkat kedalaman sungai dan jenis substrat. Nilai arus tertinggi berada pada stasiun 1, hal tersebut dikarenakan substrat pada stasiun 1 berupa batuan besar dengan kedalaman yang relatif pendek, walaupun memiliki arus yang kencang, organisme makroavertebrata dapat bertahan di batu-batu yang ada, selain itu pada stasiun 3 dan 4 substratnya

59 47 terdiri dari dasar berbatu yang keras dan pasir berlumpur, serta memiliki kedalaman yang lebih besar, karena menuju ke hilir sungai. Untuk nilai substrat ini tidak ada analisis secara mendetail, hanya secara visual saja, dapat diketahui untuk substrat jenis Cobblestone (batuan sungai yang besar) ± 25% dan paling banyak terdapat pada stasiun 1. Untuk jenis pebble (batuan kerikil) ± 55%, yang ada di semua stasiun. Untuk jenis lumpur sisanya yaitu ± 20%, berada pada semua stasiun, namun berada di dasar perairan, sehingga yang mendominasi tetaplah jenis batuan. Nilai lebar badan sungai dan lebar sungai dapat digunakan apabila terjadi perubahan topografi perairan maupun adanya penambahan massa air yang disebabkan oleh air hujan, ataupun akibat saluran irigasi. Nilai lebar badan sungai dan lebar sungai dapat dilihat pada Lampiran 9. Nilai lebar badan sungai dan lebar sungai yang paling tinggi terdapat pada stasiun 1, hal tesebut karena daerah stasiun 1 ini cukup luas, dengan substrat batuan besar yang menyebabkan daerah sungai ini lebih luas. Selain dari luas daerah sekitar sungai, semakin ke pengambilan contoh yang ke tiga yaitu bulan Oktober, nilai lebar badan sungai dan lebar sungai ini semakin besar. Hal tersebut terkait dengan curah hujan, karena pada pengambilan contoh pertama bulan Agustus masuk kedalam musim kemarau, dan pada pengambilan contoh yang terakhir bulan Oktober musim hujan, sehingga semakin besar nilainya Keterkaitan Kelimpahan Makroavertebrata dan Kualitas Air Pada Setiap Stasiun. 1. Korelasi Pearson Perbandingan kelimpahan makroavertebrata dan kualitas air dapat dilihat pada Tabel 15. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson antara kelimpahan makroavertebrata dengan suhu, diperoleh nilai korelasi sebesar 0,053 dan tidak didapat niali probability, sehingga dapat diketahui bahwa keterkaitannya tidak signifikan. Hal tersebut menunjukan korelasi antara kedua parameter tesebut sangat lemah. Hal ini sesuai dengan Hasan (2008), bahwa nilai korelasi 0< r 0,20 masuk kedalam korelasi yang sangat lemah.

60 48 Tabel 15. Nilai Korelasi koefisien Pearson. Parameter p r n Korelasi Kelimpahan dan TSS 0,05 0, Cukup kuat Kelimpahan dan Kekeruhan 0,05 0, Cukup kuat Kelimpahan dan BOD (-) 0, Lemah Kelimpahan dan COD 0,05 0, Cukup kuat Kelimpahan dan DO (-) 0, Cukup kuat Kelimpahan dan ph (-) 0, Cukup kuat Kelimpahan dan Suhu (-) 0, Sangat lemah Kelimpahan dan Arus (-) 0, Sangat lemah Keterangan:p= nilai probability pada level 0,05 (95%); r= korelasi Pearson; n= jumlah paameter; (-) = tidak significant Untuk korelasi kelimpahan famili makroavertebrata dengan kekeruhan dan TSS nilai korelasinya cukup kuat dengan probability sebesar 0,05. Nilai tersebut menunjukan adanya pengaruh dari nilai kekeruhan dan TSS terhadap jumlah kelimpahan makroavertebrata, sehingga korelasinya signifikan. Untuk korelasi jumlah kelimpahan makroavertebrata dengan parameter arus diperoleh nilai korelasi sangat lemah. Untuk parameter ph dan DO diperoleh nilai korelasi cukup kuat, namun tidak signifikan, karena tidak didapat nilai probability. Korelasi jumlah kelimpahan makroavertebrata dengan parameter BOD dan COD amat berbeda, karena untuk BOD hubungannya lemah, dengan perolehan nilai korelasi sebesar 0,295 dan tidak signifikan. Sedangkan hubungan kelimpahan dengan COD diperoleh nilai sebesar 0,67 dan probability 0,05 dengan hubungan korelasi yang cukup kuat. Hal tersebut menunjukan bahwa nilai kelimpahan makroavertebrata dengan COD ini signifikan, berarti COD ini cukup mempengaruhi kelimpahan makroavertebrata di Sungai Cihideung. 2. Anova Satu Arah dan Uji lanjut LSD Sebelum diadakanya uji lanjut LSD ini didapat nilai Anove satu arah yang dapat dilihat pada Lampiran 15. Berdasarkan hasil dari uji lanjut LSD yang dapat dilihat pada Tabel 16, didapat hanya nilai Suhu, DO, BOD, dan COD yang berbeda nyata pada level 0,05. Hal tersebut juga diperkuat dengan bentuk trendline yang ada pada Gambar 10, dimana nilai uji lanjut ini sesuai dengan trendlinenya. Dengan nilai yang uji lanjut yang ada dapat dilhat adanya keterkaitan antar parameter pada setiap stasiunnya, dimana kondisi perairan serta

61 49 musim pada saat pengambilan contoh cukup mempengaruhi satu sama lain. Untuk sungai ini, adanya perbedaan waktu dalam pengambilan contoh dapat mempengaruhi hasil dari kualitas air dan kelimpahan makroavertebrata. Tabel 16. Nilai uji lanjut LSD pada setiap stasiun. Parameter Stasiun Beda Nilai Tengah p Keterangan Kelimpahan ,083* 116,250* 0,05 Tidak berbeda ,833* TSS Tidak berbeda Kekeruhan Tidak berbeda ,333* 0,05 Berbeda nyata COD ,00* 0,05 Berbeda nyata ,667* 0,05 Berbeda nyata ,333* 0,05 Berbeda nyata ,9203* 0,05 Berbeda nyata ,0843* 0,05 Berbeda nyata BOD ,3116* 0,05 Berbeda nyata ,1640* 0,05 Berbeda nyata 2-4 1,6087* 0,05 Berbeda nyata 3-4 1,7727* 0,05 Berbeda nyata DO 1-3 3,530* 0,05 Berbeda nyata 1-4 3,4233* 0,05 Berbeda nyata Arus Tidak berbeda ph Tidak berbeda Suhu ,333* 0,05 Berbeda nyata Keterangan: *=nilai yang berbeda nyata; p= probabiliti pada level 95%(0,05); - = tidak terdapat nilai Dari hasil yang didapat dari penelitian ini diketahui bahwa Sungai Cihideung ini termasuk kedalam perairan yang tingkat kesehatanya sedang hingga baik, dengan kondisi stasiun yang paling sehat berada distasiun 1. Kondisi perairan Sungai Cihideung ini tergantung pada letak wilayah DAS nya. Oleh karena itu perlu diperhatikann lagi tata guna lahan dan pemanfaatan sungai di sekitar DAS Cihideung dimana pengelolaan ini berguna untuk memperlancar infiltrasi air kedalam tanah, mengusahakan pemanfaatan aliran permukaan untuk maksud-maksud yang berguna bagi masyarakat, mengusahakan semua sumberdaya tanah dan air untuk memaksimumkan produksi, sehingga pencemaran oleh masyarakat dapat diredam.

62 50 V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Nilai biologi, fisika dan kimia Sungai Cihideung sangat bervariasi. Seperti halnya jenis makroavertebrata yang ditemukan di Sungai Cihideung ini terdiri dari 33 genus dari 19 famili yang ada. Komposisi terbesar dari ordo, Tricoptera, Diptera dan Ephemeroptera, yang rata-rata merupakan organisme intoleran dan fakultatif. Status perairan dari indeks-indeks biologi, LQI, FBI, dan indeks saprobitas kualitas perairannya termasuk kedalam sedang hingga baik, serta pada SIGNAL 2 juga bahwa organisme makroavertebrata di Sungai Cihideung ini memiliki toleransi tinggi terhadap kondisi lingkungan tercemar, dimana status perairannya ada yang masih bagus, tetapi ada yang terindikasikan sudah tercemar. Untuk indeks biologi yang paling sesuai digunakan pada sungai Cihideung ini adalah SIGNAL 2. Sedangkan secara fisika dan kimia kondisi perairan Sungai Cihideung masih masuk ke dalam tercemar sedang, dan nilai kualitas air yang bervariasi dari mulai tercemar hingga baik. Dari keempat stasiun, stasiun yang paling sehat berdasarkan parameter biologi dan fisika serta kimia adalah stasiun 1, dimana warna perairan stasiun 1 ini masih jernih dan berada dilokasi yang masih asri, dengan kelimpahan dan jumlah famili makroavertebrata yang ditemukan paling besar dan kualitas air yang masih termasuk kedalam baku mutu kelas II PP.No 82 Tahun Keterkaitan antara kelimpahan makroavertebrata dengan parameter kualitas air mengunakan SPSS 13.0, didapat nilai yang signifikan untuk nilai TSS, kekeruhan dan COD. Hal tersebut menunjukan bahwa TSS, kekeruhan dan COD memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kelimpahan makroavertebrata pada Sungai Cihideung. 50

63 Saran Perlu diadakan penelitian lebih mendetail mengenai kualitas perairan dari berbagai metode yang ada, pada Sungai Cihideung ini agar hasilnya pun lebih mendetail dan akurat Hal tersebut dapat dilakukan untuk mengantisipasi pencemaran yang lebih jauh lagi terkait dengan semakin banyaknya sungai-sungai yang tercemar di Indonesia ini, karena ulah manusia pada umumnya. Selain itu bagi masyarakat awam pada umumnya perlu diadakan penyuluhan serta pengawasan terhadap penggunaan sungai sesuai fungsinya khususnya pada Sungai Cihideung ini, misalnya saja dengan upaya pembersihan wilayah sekitar sungai, oleh pemerintah yang berwenang bersama masyarakat sekitar, sebagai wujud dari program kebersihan sungai.

64 52 DAFTAR PUSTAKA APHA Standar Methods for Examination of Water and Wastewater. Ed 17 th. Washington, D.C. Basmi J Planktonologi: Distribusi Plankton dalam Perairan. Tidak dipublikasikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Boyd CE Water Quality in Warm Water Fish Pond. Elsevies Scientific. Publishing Company. New York.482p. Chessman B SIGNAL 2.iv- A Scoring System for Macroinvertebrates ( Water Bugs ) in Ausralian Rivers ( User manual ). Departement of the Environtment Heritage. Australia. 32p. Cummins KW Makroinvertebrates. In Whitton, B.A (Ed). River Ecology. Blackwell Scientific Publication Oxford. 170p. Effendi H Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Program Studi Manajeman Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor. 258h. Fardiaz S Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius. Hadiati, R Struktur Komunitas Makrozoobenthos sebagai Indikator Biologi Kualitas Lingkungan Perairan Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor. Jawa Barat. Skripsi. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.Bogor. 70h. Tidak dipublikasikan. Hasan MI Pokok-pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif). Edisi kedua. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. 297h. Hawkes HA Invertebrates as Indicators of River Water Quality. In James, A. and L.Evison (Ed). Biological Indicators of water quality. John wiley&sons. Chichester. Hilsenhoff WL Benthic Macroinvertebrates. in F. R. Hauer and G. A. Lamberti (Ed). Methods in Stream Ecology. Academic press. San Diego Huet M and Timmermans JA Teks Book of Fish Culture Breeding and Cultivation of fish. Fishing News (Books). London.436p. Hutchinson GE Atreatise on Limnology (I). Jhon Wiley and Son, Inc. New York. 52

65 53 Hynes HBN The Ecology of Running Water. Toronto: University of Toronto Press. Jeffries M, Mills D Freshwater Ecology. Principles and Applications Chichester England: Jhon Wiley and sons, UK. Klein L River Polution: I. Chemical Analysis. London Butterworths.206p. Krebs CJ Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Harper & Row Publisher. New York. 694p. Mason CF Biology of Freshwater Pollution. Longman. New York.250p. Mason CF Biology of Freshwater Pollution. Longman Scientific and Technical. Matjik AA, Sumertajaya IM Perancangan Percobaan (Dengan Aplikasi SAS dan Minitab).Jilid I, Edisi 2. IPB Press. Bogor. Nedham GJ, Nedham RP A Guide To Study of Freshwater Biology. Ed 5. Blackwell Science Ltd. Odum EP Dasar-dasar Ekologi. Diterjemahkan oleh Tjahjono Samingan. Edisi ke-3. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Plafkin JL, Barbour MT, Porter KD, Gross SK, and Hughes RM Rapid Bioassesment Protocolis for Use In Stream and Rivers. Benthic Makroinvertebrates and Fish. U.S. Environment Protection Agency. Washington, DC: US EPA 440p. River and Stream Health (North and Coastal Otago Annual Monitoring Summary) in (2 April 2009). Ravera O Biological Aspect of Freshwater Pollution. Pergamon Press. London. Setiawan D Struktur Komunitas Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Lingkungan Perairan Hilir Sungai Musi. Thesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Stirn J Manual of Ecological Assesment of Pollution Effect Methods In Aquatic Environmet. Tech. Pap.FAO Rome.209p. Thompson B, Lowe S Assesment of Macro Benthos Respon to Sediment Contamination in The San Fransisco Estuary. California. USA: J Environ Toxico.217p.

66 54 Vannote RL, Minshal GW, Cummins KW, Sedel JR, Cushing CE The River Continum Concept. USA: Can j Fish Aquatic. Sci-137p. Welch PS Limnology.2 rd edition.mc Graw-Hill Book Company,Inc. New York.539h. Pennak RW Fresh-Water Invertebrates of The United States. A Wiley- Interscience Publication. New York. Wetzel RG Limnology: Lake and River Ecosystem. Academic Press. San Diego, California. USA. 1006h. Wilhm JF Biological Indicator of Pollution in BA Whitton ( Ed ) River Ecology. Blackwell Scientific Publication. Oxford. 237p. Zimmerman MC The use of the biotic inex as an indication of water quality. Volume 5 (C.A. Goldman, P.L. Hauta, M.A. O Donnell, S.E. Andrews, and R. van der Heiden, Editors). Proceedings of the 5 th Workshop/Conference of the Association for Biology Laboratory Education (ABLE).115P.

67 LAMPIRAN 55

68 56 Lampiran 1. Skor BMWP (Biological Monitoring Working Party) (Mason 1991) Istilah Family Skor Mayflies Sliphlonuridae, Heptageniidae, Leptophlebiidae, 10 Ephemerellidae, Potamanthidae, Ephemeridae Stoneflies Taeniopterygidae, Leuctridae, Capniidae, Perlodidae, Perlidae, Chloroperlidae River bug Aphelochciridae Caddisflies Phryganedae, Molannidae, Beracidae, Odontoceridae, 8 Leptoceridae, Goeridae, Lepidostomatidae, Brachycentridae, Sericostomatidae Crayflies Astacidae Dragonflies Lestidae, Agriidae, Gomphidae, Cordulegasteridae, Aeshnidae, Cordullidae, Libellulidae Caddisflies Psychomyidae, Philoootamiidae Mayflies Caenidae 7 Stone flies Nemouridae CaddisJies Rhyacophilidae, Polycentropidae, Limnephilidae Snails Neritidae, Viviparidae, Ancylidae 6 Caddisflies Hydroptilidae Mussels Unionidae Shrimps Coroohiidae, Gammaridae Dragonflies Platycnemididae, Coenamidae Water bugs Mesoveliidae, Hydrometridae, Gerridae, Nepidae, 5 Naucoridae, Notonectidae, Pleidae, Corixidae Water Beetles Haliplidae, Hygrobiidae, Dytiscidae, Gyrinidae, Hydrophilidae, Clambidae, Heiodidae,Dryopidae, Elminthidae, Chrvsomelidae, Curculionidae Caddisflies Hydroosychidae 4 Craneflies Tipulidae Blackflies Simuliidae Flatworms Planariidae, Dendrocoelidae Mayflies Baetidae Alderflies Sialidae Leeches Piscicolidae Snails Valvatidae, Hydrobiidae, Lymnaeidae, Physidae, 3 Planorbidae Cockles Sphaeriidae Leeches Glossiphoniidae, Hirudidae, Erpobdellidae Hoglouse AselIidae Midges Chitonomidae 2 Worms Oligochaeta (whole class) 1

69 57 Lampiran 2. Tabel rating standar dan nilai BMWP dan ASPT (Mason 1991) Habitat beriak dan masih bersih Skor BMWP Rating X ASPT Rating Y , ,5-5, ,1-5, ,6-5, ,6-4, ,6-3, ,5 1 Habitat beriak kotor untuk kolam Skor BMWP Rating X Skor ASPT Rating Y , ,5-4, ,1-4, ,6-4, ,1-3, ,1-3, ,0 1 Lampiran 3. Nilai indeks LQI St 1 St 2 St 3 St 4 NILAI BMWP ASPT 6,1 4,82 5,38 5,46 5,33 4,5 5, ,7 6 2,8 X Y OQR 5,5 3, , ,5 4,5 5 1,5

70 58 Lampiran 4. Kelompok genus makroavertebrata untuk indeks saprobitas Oligosaprobik Mesosaprobik olisaprobik Ryacophila Hydropsyche Chironomus Chloroperline Heptagenia Lumbriculus Optioservus Baetis Dugessia Derallus syncera curtisia polycentropus Brotia Namalycastis psephenus herricki Melanoides Pentaneura pupa tendipes Tipula tetan Dasyhelea Ameletus parapoynx Halobdella Arthroplea paragrytis Glossiphonia Ametropus pupa tricoptera Namalycastis Traverella larva simulium Lampiran 5. Kelompok genus makroavertebrata yang ditemukan pada tiap stasiun. Jarang Acap kali Sering Ryacophila Brotia Hydropsyche Chloroperline pupa tricoptera Heptagenia Tipula pupa tendipes tetan Baetis Derallus Chironomus parapoynx polycentropus Lumbriculus paragrytis Dugessia Halobdella Ameletus curtisia Glossiphonia Arthroplea Namalycastis syncera Ametropus Lumbriculus Melanoides Traverella psephenus herricki simulium Pentaneura Dasyhelea

71 59 Lampiran 6. Nilai FBI (Hilsenhoff 1988 in Hauer dan Lambert 1996) Polvcentrooodidae 6 Grup Famili Nilai Psycomyiidae 2 Capniidae 1 Rhvacophilidae 0 Chloroperlidae 1 Sericostontatidae 3 Leuctridae 0 Uenoidea 3 - Megaloptera Corvdalidae 0 Nemouridae Plecoptera - Sialidae 4 Perlidae 1 Lepidootera Pvralidae 5 Coleoptera Drvopidae 5 Perlolidae 2 Pteromarcyidae 0 Taenioptervl!idae 2 Baetidae 4 Baetisuidae 3 Caenidae 7 Ephemerellidae 1 Ephemeridae 4 Heptageniidae 4 Ephemeroptera Leotophlebiidae 2 Metretooodidae. 2 Oligoneuridae 2 Polvmitarcvidae 2 Potomanthidae 2 Siphlonuridae 7 Tricorythidae 4 Aeshnidae 3 Calopterv2idae 5 Coenagrionidae 9 Cordulegastridae 3 Odonata CorduIlidae 5 Gomphidae 1 Lestiidae 9 Libellulidae 9 Macromiidae 3 Brachycentridae 1 Calamoceratidae 3 Glossosomatidae 0 Helicopsychidae 3 Hvdropsvchidae 4 Hvdroptilidae 4 Lepidostomatidae 1 Leptoceridae 4 Tricoptera LimneDhilidae 4 Molannidae 6 Odontoceridae 0 Philoootamatidae 3 Phrvganeidae 4

72 60 Lampiran 6. (lanjutan) Elmidae 4 Psephenidae 4 Athericidae 2 Blepharoceridae 0 Ceratopogonidae 6 Blood-red 8 Chironomidae Dolochopodidae 4 Empididae 6 Diptera Ephydridae 6 Psychodidae 10 Simuliidae 6 Muscidae 6 Syrphydae 10 Tabanidae 6 Tipulidae 3 Gammaridae 4 Talitridae 8 Isopoda Asellidae 8 6 Acarirfonnes 4 Lymnaeidae 6 Mollusca Phiysidae 8 Sphaeridae 8 Hirudinea Bdellidae 10 Turbe Platyhelminthidae 4

73 61 Lampiran 7. Nilai SIGNAL berdasarkan famili dan makroavertebrata yang ditemukan (Chessman, 2003) Ordo/Kelas/filurn Famili Skor Ordo/Kelas/filum Famili Skor Acarina Arrenuridae 8 Gastropoda Hydrobiidae 4 Acarina Aturidae 8 Gastropoda Lymnaeidae 1 Acarina Eylaidae 5 Gastropoda Physidae 1 Acarina Hydrachnidae 7 Gastropoda Planorbidae 2 Acarina Hvdrodromidae 8 Gastropoda Pomatiopsidae 1 Acarina Hydryphantidae 8 Gastropoda Thiaridae 4 Acarina Hygrobatidae 8 Gastropoda Viviparidae 4 Acarina Limnesiidae 7 Hemiptera Belostomatidae 1 Acarina Limnocharidae 10 Hemiptera Corixidae 2 Acarina Mideopsidae 4 Hemiptera Gelastocoridae 5 Acarina Momoniidae 10 Hemiptera Gerridae 4 Acarina Notodromadidae 1 HemiPtera Hebridae 3 Acarina Oxidae 8 Hemiptera Hydrometridae 3 Acarina Pionidae 5 Hemiptera Mesoveliidae 2 Acarina Torrenticolidae 10 Hemiptera Naucoridae 2 Acarina Unionicolidae 8 Hemiptera Nepidae 3 Amhipoda Ceinidae 2 Hemiptera Notonectidae 1 Amhipoda Corophiidae 4 Hemiptera Ochteridae 2 Amhipoda Eusiridae 7 Hemiptera Pleidae 2 Amhipoda Melitidae 7 Hemiptera Saldidae 1 Amhipoda Neoniphargidae 4 Hemiptera Veliidae 3 Amhipoda Paracalliopidae 3 Hirudinea Eroobdellidae 1 Amphipoda Paramelitidae 4 Hirudinea Glossiphoniidae 1 Amphipoda Perthiidae 4 Hirudinea Omithobdellidae 1 Amphiooda Talitridae 3 Hirudinea Richard""nianidae 4 Anaspidacea Koonungidae 1 Hvdrozoa Clavidae 3 Anostraca Branchipodidae 1 Hvdrozoa Hvdridae 2 Bivalva Corbiculidae 4 Isopoda Amphisopidae 1 Bivalva Hvriidae 5 Isopoda Cirolanidae 2 Bivalva Sphaeriidae 5 Isopoda Janiridae 3 Coleoptera Brentidae 3 Isopoda Mesamphisopidae 3 Coleoptera Carabidae 3 Isopoda Oniscidae 2 Coleoptera Chrysomelidae 2 Isopoda Phreatoicidae 4 Coleoptera Curculionidae 2 Isopoda Phreatoicopsidae 2 Coleoptera Dytiscidae 2 Isopoda Sphaeromatidae 1 Coleoptera Elrnidae 7 LepidoPtera PvraIidae 3 Coleoptera Gyrinidae 4 Mecoptera Nannochoristidae 9 Coleoptera Haliplidae 2 Megaloptera Corydalidae 7 Coleoptera Heteroceridae I Megaloptera Sialidae 5 Coleoptera Hydraenidae 3 Nemertea T etrastemmatidae 7 Coleoptera Hydrochidae 4 Neuroptera Neurorthidae 9 Coleoptera Hvdrophilidae 2 Neuroptera Osmylidae 7 Coleoptera Hygrobiidae I Neuroptera Sisyridae 3 Coleoptera Limnichidae 4 Nemetomorpha Gordiidae 5 Coleoptera Microsporidae 7 Notostraca Triopsidae 1 Coleoptera Noteridae 4 Odonata Aeshnidae 4 Coleoptera Psephenidae 6 Odonata Austrocorduliidae (dulu 10 bagian Corduliidae) Coleoptera Ptiliidae 3 Odonata Coenagrionidae 2 Ordo/Kelas/filurn Famili Skor Ordo/Kelas/filum Famili Skor

74 Lampiran 7 (lanjutan) 62 Coleoptera Ptilodactylidae 10 Odonata. Corduleohvidae 5 Coleoptera Scirtidae 6 Odonata Corduliidae 5 Coleoptera Staphylinidae 3 Odonata Diphlebiidae 6 Decapoda Atydae 3 Odonata Ghompidae 5 Decapoda Grapsidae 7 Odonata Hemicordulidae 5 Decapoda Hymenosomatidae 3 Odonata Hypolestidae 9 Decapoda Palemonidae 4 Odonata Isotictidae 3 Decapoda Parastacidae 4 Odonata Lestidae 1 Decapoda Sundatelphusidae 3 Odonata Libellulidae 4 Decapoda Shiponotidae 6 Odonata Lindeniidae 3 Diptera Aphroteniinae Macomiidae 8 Odonata (subfamily) (bag. Corduliidae) 8 Diptera Athericidae 8 Odonata Megapodagrionidae 5 Diptera Blephariceridae 10 Odonata protoneuridae 4 Diptera Cecidomydae 1 Odonata Synlestidae 7 Diptera Ceratopogonidae 4 Odonata Synthemistidae 2 Diptera Chaoboridae 2 Odonata Telephelebidae 9 Diptera Chironomide 3 Odonata Urothemistidae 9 Diptera Culcidae 1 Oligochaeta Enchytraeidae 4 Diptera Diamseinae 6 Oligochaeta Lumbriculiidae 1 Diptera Dixidae 7 Oligochaeta Naididae 5 Diptera Dolichopopidae 3 Oligochaeta Phreodrilidae 4 Diptera Empididae 5 Oligochaeta Tubificidae 3 Diptera Ephydridae 2 Plecoptera Autroperlidae 10 Diptera Muscidae 1 Plecoptera Eustheniidae 10 Diptera Orthoclaniinae 4 Plecoptera Gripopterygidae 8 Diptera pelecorhyncidae 10 Plecoptera Notonemouridae 6 Diptera Podonominae 6 Plecoptera Spongiliidae 3 Diptera Psychodidae 3 Tricoptera Antipodoeciidae 8 Diptera Scatopsidae 1 Tricoptera Atriplectididae 7 Diptera Sciaridae 6 Tricoptera Calamoceratidae 7 Diptera Sciomyzidae 6 Tricoptera Calocidae 9 Diptera Simuliidae 5 Tricoptera Conoesucidae 7 Diptera Stratiomydae 2 Tricoptera Dipseidopsidae 9 Diptera Syrpidae 2 Tricoptera Ecnomidae 4 Diptera Tabanidae 3 Tricoptera Glossomatidae 9 Diptera Tanyderidae 6 Tricoptera Helicophidae 10 Diptera Tanypodinae 4 Tricoptera Helicopsydae 8 Diptera Thaumaleidae 7 Tricoptera Hydribiosidae 8 Diptera Tipuliidae 5 Tricoptera Hydropsydae 6 Ephemeroptera Ameletopsidae 7 Tricoptera Hydroptilidae 4 Ephemeroptera Baetidae 5 Tricoptera Kokiriidae 3 Ephemeroptera Caenidae 4 Tricoptera Leptoceriidae 6 Ephemeroptera Coloburicidae 8 Tricoptera Limnephiliidae 8 Ephemeroptera Leptophlebiidae 8 Tricoptera Odontoceridae 7 Ephemeroptera Oniscigastridae 8 Tricoptera Oeconesidae 8 Ephemeroptera Prostopistomatidae 4 Tricoptera Philopotamidae 8 Ephemeroptera Siphlonuridae 10 Tricoptera Philorheithridae 8 Ephemeroptera Teloganodidae 9 Tricoptera Polycentropopidae 7 Gastropoda Ancylidae 4 Tricoptera Tasimiidae 8 Gastropoda Bithyniidae 3 Turbellaria Dugessia 2 Gastropoda Glacidorbidae 5 Turbellaria Temnocephala 5

75 Lampiran 8 Nilai SIGNAL 2 dari jumlah famili yang ditemukan pada setiap stasiun. Nilai Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Nilai SIGNAL 2 5,281 5,286 5,222 5,125 Jumlah famili

76 64 Lampiran 9. Karakteristik Fisika Kimia Sungai Cihideung Keterangan: Baku mutu: Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Parameter Satuan Bakumutu st1 st2 st3 st4 st1 st2 st3 st4 st1 st2 st3 st4 Suhu oc Lebar badan sungai m 25,2 16,72 14,85 22,4 25,2 16,72 14,85 22,4 25,5 14,7 15,4 26,5 Lebar sungai m 23,4 13,3 7,2 18,5 23,4 13,3 7,2 18, ,5 8,4 22,5 TSS mg/l Kecepatan arus cm/s 1,54 1,73 2,45 3,44 1,42 1,65 1,96 2,46 1,05 1,15 1,25 1,05 Kedalaman m ph mg/l 6-Jan 7,4 6,76 6,55 6, ,98 7,26 7,03 7,2 DO mg/l >4 7,59 5,9 4,54 3,5 6,59 3,65 2,99 2,05 7,87 5,9 3,93 6,23 BOD mg/l 3 0,235 2,152 2,354 0,564 0,216 2,022 2,312 0,542 0,26 2,298 2,298 0,54 COD mg/l Kekeruhan NTU 19,

77 65 Lampiran 10. Foto-foto stasiun Sampling. Gambar 1. Stasiun 1 Gambar 2. Stasiun 2 Gambar 3. Stasiun 3 Gambar 4. Stasiun 4. Lampiran 11. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian.

78 66 1. Alat Gambar 1. D-frame net Gambar 2. Mikroskop Gambar 3. alat titrasi Gambar 4. Timbangan digital Gambar 5. Baki Gambar 6. Turbidity meter 2. Bahan Gambar 7. Reagen Gambar 8. Botol sampel & formalin

79 67 Lampiran 12. Gambar beberapa contoh organisme yang ditemukan. Gambar 1. Hydropsyche Gambar 2. Lumriculus Gambar 3. Simulium Perbesaran 4x10 Gambar 4. Dasyhelea Perbesaran 4x10 Gambar 5. Heptagenia Gambar 6. Brotia

PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR

PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR RIRIN ANDRIANI SILFIANA C24104086 SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Organisme makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Organisme makrozoobenthos 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan 2.1.1. Organisme makrozoobenthos Organisme benthos merupakan organisme yang melekat atau beristirahat pada dasar perairan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI METRO, MALANG, JAWA TIMUR ABDUL MANAN

PENGGUNAAN KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI METRO, MALANG, JAWA TIMUR ABDUL MANAN PENGGUNAAN KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI METRO, MALANG, JAWA TIMUR ABDUL MANAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi penelitian Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Sungai ini bermuara ke

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KARTIKA NUGRAH PRAKITRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Pengambilan Sampel Pengambilan sampel makrozoobenthos dilakukan pada tanggal 19 Februari, 19 Maret, dan 21 Mei 2011 pada jam 10.00 12.00 WIB. Lokasi dari pengambilan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan

TINJAUAN PUSTAKA. pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan 47 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN KRONJO, KABUPATEN TANGERANG BANTEN DEDY FRIYANTO

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN KRONJO, KABUPATEN TANGERANG BANTEN DEDY FRIYANTO STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN KRONJO, KABUPATEN TANGERANG BANTEN DEDY FRIYANTO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah sekitarnya. Oleh karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam TINJAUAN PUSTAKA Benthos Bentos merupakan kelompok organisme yang hidup di dalam atau di permukaan sedimen dasar perairan. Bentos memiliki sifat kepekaan terhadap beberapa bahan pencemar, mobilitas yang

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG RIYAN HADINAFTA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Lokasi penelitian dilaksanakan di Sungai Bone. Alasan peneliti melakukan penelitian di Sungai Bone, karena dilatar belakangi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Ekosistem sungai pada umumnya terbentuk oleh beberapa anak sungai yang menyatu dan membentuk suatu aliran sungai yang besar. Sungai memiliki ciri khas yang dimulai

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS AIR SUNGAI BONE DENGAN METODE BIOMONITORING (Suatu Penelitian Deskriptif yang Dilakukan di Sungai Bone)

STUDI KUALITAS AIR SUNGAI BONE DENGAN METODE BIOMONITORING (Suatu Penelitian Deskriptif yang Dilakukan di Sungai Bone) STUDI KUALITAS AIR SUNGAI BONE DENGAN METODE BIOMONITORING (Suatu Penelitian Deskriptif yang Dilakukan di Sungai Bone) Stevi Mardiani M. Maruru NIM 811408109 Dian Saraswati, S.Pd, M.Kes Ekawati Prasetya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Perairan dibagi dalam tiga kategori utama yaitu tawar, estuaria dan kelautan. Habitat air tawar menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi bila

Lebih terperinci

stasiun 2 dengan stasiun 3 dengan stasiun 3 Stasiun 1 dengan Stasiun 1 Morishita Horn

stasiun 2 dengan stasiun 3 dengan stasiun 3 Stasiun 1 dengan Stasiun 1 Morishita Horn Didapatkan hasil sungai Wonorejo Surabaya mempunyai indeks kesamaan komunitas makrozoobenthos antara stasiun 1 dengan stasiun 2 yaitu 0.88. Perbandingan dari kedua stasiun ini memiliki indeks kesamaan

Lebih terperinci

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03"LU '6.72" BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km.

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03LU '6.72 BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km. 8 menyebabkan kematian biota tersebut. Selain itu, keberadaan predator juga menjadi faktor lainnya yang mempengaruhi hilangnya atau menurunnya jumlah makrozoobentos. 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga kualitas airnya harus tetap terjaga. Menurut Widianto

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak kurang dari 70% dari permukaan bumi adalah laut. Atau dengan kata lain ekosistem laut merupakan lingkungan hidup manusia yang terluas. Dikatakan bahwa laut merupakan

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI 2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG RYAN KUSUMO ADI WIBOWO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan hidup yang didalamnya terdapat hubungan fungsional yang sistematik

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan hidup yang didalamnya terdapat hubungan fungsional yang sistematik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Perairan Ekosistem merupakan tingkat organisasi yang lebih tinggi dari komunitas atau merupakan kesatuan dari suatu komunitas dengan lingkungannya dimana terjadi antar

Lebih terperinci

bentos (Anwar, dkk., 1980).

bentos (Anwar, dkk., 1980). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman jenis adalah keanekaragaman yang ditemukan di antara makhluk hidup yang berbeda jenis. Di dalam suatu daerah terdapat bermacam jenis makhluk hidup baik tumbuhan,

Lebih terperinci

Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta

Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta Andhika Rakhmanda 1) 10/300646/PN/12074 Manajamen Sumberdaya Perikanan INTISARI Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok terpenting dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunitas Chironomid

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunitas Chironomid II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunitas Chironomid Makroavertebrata benthik atau sering kita sebut benthos adalah hewan yang tidak bertulang belakang yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dari 0,5 mm. Menurut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sungai Bedagai merupakan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sungai Bedagai merupakan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Bedagai merupakan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai, mengalir dari hulu di Kabupaten Simalungun dan terus mengalir ke

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi 2.1.1. Klasifikasi Tiram merupakan jenis bivalva yang bernilai ekonomis. Tiram mempunyai bentuk, tekstur, ukuran yang berbeda-beda (Gambar 2). Keadaan tersebut

Lebih terperinci

KETERKAITAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS SEBAGAI INDIKATOR KEBERADAAN BAHAN ORGANIK DI PERAIRAN HULU SUNGAI CISADANE BOGOR, JAWA BARAT

KETERKAITAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS SEBAGAI INDIKATOR KEBERADAAN BAHAN ORGANIK DI PERAIRAN HULU SUNGAI CISADANE BOGOR, JAWA BARAT KETERKAITAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS SEBAGAI INDIKATOR KEBERADAAN BAHAN ORGANIK DI PERAIRAN HULU SUNGAI CISADANE BOGOR, JAWA BARAT WILDA ANDRIANA C24104013 SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF INNA FEBRIANTIE Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber irigasi, sumber air minum, sarana rekreasi, dsb. Telaga Jongge ini

BAB I PENDAHULUAN. sumber irigasi, sumber air minum, sarana rekreasi, dsb. Telaga Jongge ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telaga merupakan wilayah tampungan air yang sangat vital bagi kelestarian lingkungan. Telaga merupakan salah satu penyedia sumber air bagi kehidupan organisme atau makhluk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sepanjang aliran Sungai Cihideung dari hulu Gunung Salak Dua dimulai dari Desa Situ Daun hingga di sekitar Kampus IPB Darmaga.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan.

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan. 3. METODOLOGI 3.1. Rancangan penelitian Penelitian yang dilakukan berupa percobaan lapangan dan laboratorium yang dirancang sesuai tujuan penelitian, yaitu mengkaji struktur komunitas makrozoobenthos yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan organik merupakan salah satu indikator kesuburan lingkungan baik di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan kualitas tanah dan di perairan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Pengambilan Contoh Penentuan lokasi

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Pengambilan Contoh Penentuan lokasi 17 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan contoh air dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2012. Lokasi penelitian di Way Perigi, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 pada beberapa lokasi di hilir Sungai Padang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS SEBAGAI INDIKATOR BIOLOGI PERAIRAN SUNGAI CILIWUNG. Oleh : DADAN RIDWAN C

KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS SEBAGAI INDIKATOR BIOLOGI PERAIRAN SUNGAI CILIWUNG. Oleh : DADAN RIDWAN C KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS SEBAGAI INDIKATOR BIOLOGI PERAIRAN SUNGAI CILIWUNG Oleh : DADAN RIDWAN C02498052 DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTZTUT PEZTANIA?;

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari

TINJAUAN PUSTAKA. hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari 7 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari merupakan wilayah pesisir semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan. Sebagian besar estuari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 1. Latar belakang Air merupakan suatu kebutuhan pokok bagi manusia. Air diperlukan untuk minum, mandi, mencuci pakaian, pengairan dalam bidang pertanian

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

Analisis Konsentrasi dan Laju Angkutan Sedimen Melayang pada Sungai Sebalo di Kecamatan Bengkayang Yenni Pratiwi a, Muliadi a*, Muh.

Analisis Konsentrasi dan Laju Angkutan Sedimen Melayang pada Sungai Sebalo di Kecamatan Bengkayang Yenni Pratiwi a, Muliadi a*, Muh. PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (214), Hal. 99-15 ISSN : 2337-824 Analisis Konsentrasi dan Laju Angkutan Sedimen Melayang pada Sungai Sebalo di Kecamatan Bengkayang Yenni Pratiwi a, Muliadi a*, Muh. Ishak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. diantara zona laut yang lainnya. Zona intertidal dimulai dari pasang tertinggi

TINJAUAN PUSTAKA. diantara zona laut yang lainnya. Zona intertidal dimulai dari pasang tertinggi 6 TINJAUAN PUSTAKA Zona Intertidal Daerah intertidal merupakan suatu daerah yang selalu terkena hempasan gelombang tiap saat. Daerah ini juga sangat terpengaruh dengan dinamika fisik lautan yakni pasang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu pengambilan contoh dan analisis contoh. Pengambilan contoh dilaksanakan pada bulan Maret 2011 di perairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret- 20 Juli 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah MITL Media Ilmiah Teknik Lingkungan Volume 1, Nomor 2, Agustus 2016 Artikel Hasil Penelitian, Hal. 35-39 Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Batang Toru Sungai Batang Toru merupakan salah satu sungai terbesar di Tapanuli Selatan. Dari sisi hidrologi, pola aliran sungai di ekosistem Sungai Batang

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA

PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai Brantas adalah sungai terpanjang yang ada di provinsi Jawa Timur. Panjangnya yaitu mencapai sekitar 320 km, dengan daerah aliran seluas sekitar 12.000 km 2

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Ekosistem perairan dapat dibedakan menjadi air tawar, air laut dan air payau seperti terdapat di muara sungai yang besar. Dari ketiga ekosistem perairan tersebut,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Perairan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan Pencemaran adalah peristiwa perubahan yang terjadi terhadap sifat-sifat fisik-kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air (Odum, 1971),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus menerus pada arah tertentu, berasal dari air tanah, air hujan dan air permukaan yang akhirnya bermuara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan rawa) dan perairan lotik yang disebut juga perairan berarus deras (misalnya

BAB I PENDAHULUAN. dan rawa) dan perairan lotik yang disebut juga perairan berarus deras (misalnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekosistem air yang terdapat di daratan secara umum dibagi atas dua yaitu perairan lentik yang disebut juga perairan tenang (misalnya waduk, danau, telaga dan rawa) dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air permukaan yang ada seperti sungai dan situ banyak dimanfaatkan

TINJAUAN PUSTAKA. Air permukaan yang ada seperti sungai dan situ banyak dimanfaatkan TINJAUAN PUSTAKA Sungai Air permukaan yang ada seperti sungai dan situ banyak dimanfaatkan untuk keperluan manusia seperti tempat penampungan air, alat transportasi, mengairi sawah dan keperluan peternakan,

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

MAKROZOOBENTHOS SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI CIAMBULAWUNG, LEBAK, BANTEN

MAKROZOOBENTHOS SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI CIAMBULAWUNG, LEBAK, BANTEN MAKROZOOBENTHOS SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI CIAMBULAWUNG, LEBAK, BANTEN YUNITA MAGRIMA ANZANI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan sungai Sungai merupakan salah satu dari habitat perairan tawar. Berdasarkan kondisi lingkungannya atau daerah (zona) pada sungai dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kajian populasi Kondisi populasi keong bakau lebih baik di lahan terlantar bekas tambak dibandingkan di daerah bermangrove. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kepadatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 4 Lokasi penelitian

METODE PENELITIAN. Gambar 4 Lokasi penelitian 0 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan April Juni 009 di Sungai Metro, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur (Gambar 4). Pemilihan daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungai merupakan salah satu sumber air utama bagi masyarakat luas baik

BAB I PENDAHULUAN. Sungai merupakan salah satu sumber air utama bagi masyarakat luas baik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai merupakan salah satu sumber air utama bagi masyarakat luas baik yang digunakan secara langsung ataupun tidak langsung. Sungai Konto merupakan salah satu anak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. peranpenting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan

TINJAUAN PUSTAKA. peranpenting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan 6 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranpenting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air(catchment area) bagi daerah

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG Oleh: Muhammad Firly Talib C64104065 PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014. 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014. Tempat penelitian berlokasi di Sungai Way Sekampung, Metro Kibang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu senggangnya (leisure time), dengan melakukan aktifitas wisata (Mulyaningrum, 2005). Lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun juga tidak jarang merugikan masyarakat, yaitu berupa timbulnya pencemaran lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

KUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA

KUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA KUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA Usaha pelestarian dan pembudidayaan Kultivan (ikan,udang,rajungan) dapat dilakukan untuk meningkatkan kelulushidupan

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. Air merupakan komponen lingkungan hidup yang kondisinya

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. Air merupakan komponen lingkungan hidup yang kondisinya BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Air dan Sungai 1.1 Air Air merupakan komponen lingkungan hidup yang kondisinya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen lainnya. Penurunan kualitas air akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci