BAB II BENTUK-BENTUK KEGAGALAN PENGEMBANG DALAM PERJANJIAN JUAL BELI APARTEMEN. A. Ketentuan Umum dalam Perjanjian Jual Beli Apartemen

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II BENTUK-BENTUK KEGAGALAN PENGEMBANG DALAM PERJANJIAN JUAL BELI APARTEMEN. A. Ketentuan Umum dalam Perjanjian Jual Beli Apartemen"

Transkripsi

1 BAB II BENTUK-BENTUK KEGAGALAN PENGEMBANG DALAM PERJANJIAN JUAL BELI APARTEMEN A. Ketentuan Umum dalam Perjanjian Jual Beli Apartemen a. Pengertian Perjanjian Dalam mencapai kebutuhan hidupnya manusia memerlukan kerjasama. Mereka saling mengikatkan diri untuk memenuhi sesuatu prestasi, sehingga timbullah hukum perikatan yaitu suatu perhubungan hukum antara dua orang atau lebih yang menyebabkan pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak yang lain mempunyai kewajiban untuk melakukan atau memberikan sesuatu. 36 Suatu masyarakat yang semakin maju, membawa akibat yang lebih kompleks dalam bidang perekonomian bahwa pertukaran barang-barang dan jasa tidak dilakukan secara barter tetapi sudah menggunakan alat pembayaran berupa uang. Peredaran uang berupa mata uang sebagai alat pembayaran yang sah membuat orang dapat memperoleh semua kebutuhannya. Perjanjian jual beli merupakan suatu perjanjian yang paling umum dilakukan di antara para anggota masyarakat. Pengertian secara ekonomi dari perjanjian jual beli tersebut adalah memindahkan atau menyerahkan hak miliknya atas suatu barang dari pihak yang satu kepada pihak yang lainnya dengan harga yang telah disetujui. Meskipun tidak disebutkan dalam salah satu Pasal Undang-Undang, tapi kiranya cukup jelas bahwa harga itu harus berupa sejumlah uang, karena bila tidak 36 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, Tahun 1988, hal

2 43 demikian maka tidak ada perjanjian jual beli. Apabila pembayaran (prestasi dari pihak pembeli) berupa barang lain, maka tidak ada jual beli melainkan yang ada adalah tukar menukar. 37 Subjek perjanjian timbul disebabkan oleh adanya hubungan antara dua orang atau lebih. Pendukung hukum perjanjian sekurang-kurangnya harus ada dua orang. Masing-masing orang itu menduduki tempat yang berbeda. Satu orang menjadi kreditur dan pihak lain sebagai debitur. Objek perjanjian berupa prestasi itu sendiri sesuai dengan ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata. Macam-macam prestasi yang diperjanjikan itu adalah : Memberikan sesuatu, seperti membayar harga, menyerahkan barang dan sebagainya. 2. Berbuat sesuatu misalnya memperbaiki barang yang rusak, membongkar bangunan, kesemuanya karena Putusan Pengadilan dan sebagainya. 3. Tidak berbuat sesuatu, misalnya untuk tidak mendirikan sesuatu bangunan, untuk tidak menggunakan merek dagang tertentu, kesemuanya karena ditetapkan oleh Putusan Pengadilan. Jadi secara umum hal-hal yang perlu dicantumkan dalam suatu perjanjian harus memuat subjek dan objek perjanjian itu sendiri dan untuk sahnya suatu perjanjian harus memuat syarat-syarat sahnya suatu perjanjian seperti tersebut di atas. Apabila tujuannya itu terlaksana antara kedua belah pihak maka telah terjadi hubungan hukum berupa perjanjian, dimana pihak yang satu berjanji melakukan sesuatu hal dan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu. Dapat dikatakan secara langsung maupun tidak langsung terdapat pengaturan hak dan kewajiban yang 37 Hartono Soerjopratiknjo, Aneka Perjanjian Jual Beli, PT. Mustika Wikasa, Yogyakarta, Tahun 1994, hal C.S.T. Kansil, Op.Cit, hal 247

3 44 menjadi beban pihak-pihak yang terkait dengan perjanjian yang dibuat, berarti hak dan kewajiban yang bersumber dari perjanjian. Perjanjian yang dibuat tersebut akan menimbulkan hak bagi satu pihak dan kewajiban bagi pihak lainnya, dan hak serta kewajiban tersebut harus dipenuhi oleh para pihak yang membuat perjanjian. Hak dan kewajiban tersebut merupakan prestasi dari pihak yang satu kepada pihak yang lainnya yang harus dipenuhi oleh subjek hukum, yaitu pihak yang wajib berprestasi (pembeli/konsumen) berkewajiban untuk memenuhi suatu prestasi dan pihak yang berhak atas prestasi (pengembang) berhak akan suatu prestasi. Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih pihak (orang), bahkan dalam perkembangannya pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum. Prestasi ini merupakan tujuan dari perjanjian. Para pihak harus aktif untuk mewujudkan prestasi tersebut, karena apabila salah satu pihak tidak aktif maka akan sulitlah prestasi tersebut terwujud. Perjanjian menurut Wirjono Prodjodikoro adalah Suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu. 39 Perjanjian menurut J. Satrio secara umum dapat mempunyai arti yang luas dan sempit yaitu dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki (atau dianggap dikehendaki) 39 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur Bandung, Bandung, Tahun 1981, hal 11.

4 45 oleh para pihak, termasuk di dalamnya perkawinan, perjanjian kawin dan lain-lain sedangkan dalam arti sempit perjanjian disini hanya ditujukan kepada hubunganhubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja seperti yang dimaksud dalam Buku III BW. 40 Sedangkan Perjanjian jual beli menurut Pasal 1457 KUHPerdata menentukan bahwa jual beli adalah suatu persetujan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Dengan kata lain jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu, yang dalam hal ini terwujud dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual. 41 Dari pengertian Pasal 1457 tersebut, persetujuan jual beli sekaligus membebankan dua kewajiban yaitu : Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli 2. Kewajiban pihak pembeli membayar harga yang dijanjikan kepada penjual. Menurut Munir Fuady, kewajiban untuk menyerahkan barang dan kewajiban untuk membayar harga itu harus ada pada setiap jual beli, sebab apabila salah satu diantaranya ditiadakan, kita akan berhadapan dengan perjanjian hibah yang dalam hal ini mempunyai ketentuan-ketentuan yang berbeda dengan ketentuan-ketentuan 40 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian Buku I, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Tahun 1995, hal Gunawan Widjaja, Kartini Muljadi, Jual Beli, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun 2003, hal M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, Tahun 1986, hal 181.

5 46 terhadap jual beli, dan didalam jual beli harga yang harus dibayar oleh pembeli haruslah dengan sejumlah uang, karena apabila diberi dalam bentuk lainnya, maka akan menjadi tukar menukar. 43 Dari apa yang diuraikan pada Pasal 1457 tersebut, dapatlah dianalisis bahwa jual beli adalah suatu perjanjian konsensuil. Menurut Subekti, sifat konsensuil dari suatu jual beli ditegaskan dalam Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan : Jual Beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar. Subekti juga menyatakan bahwa arti dari asas konsensualisme adalah pada dasarnya perjanjian yang timbul telah dilahirkan sejak tercapainya kesepakatan dari para pihak. 44 Dengan perkataan lain bahwa perjanjian yang dilakukan sudah sah dengan hanya adanya kata sepakat yang pokok dan tidaklah diperlukan suatu formalitas. Berdasarkan hal tersebut di atas dapat dikatakan bahwa perjanjian dapat timbul dengan adanya persesuaian kehendak antara para pihak yang terlibat yaitu apa yang dikehendaki pihak yang satu dikehendaki pula oleh pihak lain, misalnya dalam hal jual beli apartemen dimana pihak yang satu ingin melepaskan haknya atas apartemen yang dimilikinya dengan pemberian sejumlah uang tertentu sebagai 43 Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Tahun 1996, hal Subekti, Op.Cit, hal 3.

6 47 penggantian atas pelepasan haknya tersebut, sedangkan pihak yang lain menginginkan apartemen tersebut dan bersedia untuk membayar sejumlah harga yang telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak. Jadi harus ada persesuaian kehendak antar penjual dan pembeli sesuai dengan yang disepakati dan para pihak yang terlibat harus mempunyai suatu kemauan yang bebas, artinya atas kemauan secara sukarela para pihak dan tidak ada paksaan untuk mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian, kemauan tersebut harus dinyatakan secara tegas. Berkaitan dengan itu dapat di analisis bahwa perjanjian yang dibuat dapat dengan hanya menggunakan perkataan atau lisan saja sepanjang apa yang dikatakannya dapat dipercaya bahwa satu sama lain akan memegang janjinya, tetapi ada suatu pengecualian dimana Undang-Undang memberikan syarat bahwa untuk sahnya suatu perjanjian harus dilakukan suatu tindakan yang lebih dari hanya sekedar kesepakatan lisan yaitu dibuat secara tertulis yang pada akhirnya perjanjian tersebut dapat dianggap sah sehingga mengikat serta melahirkan perikatan di antara para pihak yang membuatnya dengan menggunakan suatu akta Notaris yang bertujuan sebagai alat bukti lengkap dari apa yang diperjanjikan. Ada 3 (tiga) hal pokok yang menjadi alasan mengapa perjanjian formil harus dibuat secara tertulis dan kadangkala harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang yaitu : Penyerahan Hak Milik dari kebendaan yang dialihkan, yang menurut ketentuan Pasal 613, dan Pasal 616 KUHPerdata harus dilakukan dalam 45 Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun 2008, hal 61.

7 48 bentuk akta otentik atau akta dibawah tangan. Khusus mengenai Hak atas Tanah ketentuannya dapat kita temukan dalam Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun Sifat dan isi perjanjian itu sendiri, yang materi muatannya perlu dan harus diketahui oleh umum. Pada umunya jenis perjanjian ini dapat ditemukan dalam perjanjian yang bertujuan untuk mendirikan suatu badan hukum, yang selanjutnya akan menjadi suatu persona standi in judicio sendiri, terlepas dari keberadaan para pihak yang berjanji untuk mendirikannya sebagai subyek hukum yang mandiri ataupun yang menciptakan suatu hubungan hukum yang berbeda di antara para pihak. 3. Penjaminan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang menerbitkan hubungan hukum kebendaan baru, yang memiliki sifat kebendaan. Suatu Undang-Undang yang mengikat masyarakat hanya berlaku apabila tidak mengadakan aturan-aturan sendiri dalam perjanjian-perjanjian yang diadakan oleh para pihak yang membuat perjanjian. Apa yang dimaksud adalah mengandung pengertian suatu asas kebebasan bagi para pihak yang membuat perjanjian mengenai isi dari perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku dan normanorma yang ada. Hal ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa setiap orang diperbolehkan untuk membuat suatu perjanjian yang berupa dan berisi apa saja dan perjanjian tersebut akan mengikat bagi pihak yang membuatnya sebagaimana suatu Undang-Undang yang mengikat masyarakat. Hal tersebut dikenal dengan asas kebebasan berkontrak yang menganut asas terbuka. Bersifat terbuka dengan pengertian bahwa setiap orang bebas untuk membuat perjanjian atau bersepakat tentang segala hal, dalam bentuk apapun juga, dengan siapa saja, mengenai suatu benda tertentu, selama dan sepanjang : 1. Perjanjian atau kesepakatan tersebut berada dalam lapangan bidang hukum dimana mereka dimungkinkan untuk berjanji atau bersepakat.

8 49 2. Tidak bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan dan ketertiban umum, yang berlaku dalam masyarakat dimana kesepakatan atau perjanjian tersebut dibuat dan/atau dilaksanakan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ridwan Khairandy, yang menyatakan bahwa terdapat banyak kritikan atau keberatan terhadap kebebasan berkontrak dan dalam perkembangannya kebebasan berkontrak bukanlah kebebasan tanpa batas. Ada sejumlah point penting yang harus diperhatikan sebagai pembatasan terhadap kebebasan berkontrak dalam sejumlah sistem hukum. Pembatasan kebebasan berkontrak tersebut dilakukan baik melalui Peraturan Perundang-Undangan maupun Putusan Pengadilan. 46 b. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu : Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal 46 Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, FH UI Pasca sarjana, Depok, Tahun 2003, hal 27.

9 50 Keempat unsur tersebut dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang, digolongkan ke dalam : Dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subyektif) 2. Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian (unsur obyektif) Unsur subyektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji, dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian. Sedangkan unsur obyektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan obyek yang diperjanjikan, dan kausa dari obyek yang berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang menurut hukum. Tidak terpenuhinya salah satu unsur dari ke empat unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjikan tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (jika terdapat pelanggaran terhadap unsur subyektif), maupun batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhinya unsur obyektif), dengan pengertian bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya. 1) Kesepakatan Para Pihak yang mengadakan perjanjian Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan, 47 Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal 93.

10 51 dan siapa yang harus melaksanakan. Pada dasarnya sebelum para pihak sampai pada kesepakatan mengenai hal-hal tersebut, maka salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut akan menyampaikan terlebih dahulu suatu bentuk pernyataan mengenai apa yang dikehendaki oleh pihak tersebut dengan segala macam persyaratan yang mungkin dan diperkenankan oleh hukum untuk disepakati oleh para pihak. Kesepakatan yang merupakan pernyataan kehendak para pihak dibentuk oleh dua unsur, yaitu unsur penawaran dan penerimaan. Penawaran diartikan sebagai pernyataan kehendak yang mengandung usul untuk mengadakan perjanjian, sedangkan penerimaan merupakan pernyataan setuju dari pihak lain. 48 2) Kecakapan dari pihak-pihak yang berjanji Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diartikan sebagai kemungkinan untuk melakukan perbuatan hukum secara mandiri yang mengikat diri sendiri tanpa dapat digangu gugat. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum pada umumnya diukur dari standar, berikut ini : a. Pribadi (Person), diukur dari standar usia kedewasaan b. Badan hukum (Rechtspersoon), diukur dari aspek kewenangan. 49 Pasal 1329 KUHPerdata menyatakan Setiap orang adalah cakap membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh Undang-Undang tidak dinyatakan tidak 48 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana, Jakarta, Tahun 2010, hal Ibid.

11 52 cakap. Dalam Pasal 1330 KUHPerdata dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan tidak cakap untuk membuat perjanjian-perjanjian adalah : 1. Orang-orang belum dewasa 2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan 3. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang- Undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-Undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu (substansi ini dihapus dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 dan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan). 3) Suatu hal tertentu dalam perjanjian Suatu hal tertentu sebagai objek perjanjian dapat diartikan sebagai keseluruhan hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian. Untuk sahnya suatu perjanjian, maka objek perjanjian haruslah : a. Dapat ditentukan b. Dapat diperdagangkan (diperbolehkan) c. Mungkin dilakukan d. Dapat dinilai dengan uang Tuntutan dari Undang-Undang adalah objek perjanjian haruslah tertentu, setidaknya objek perjanjian cukup dapat ditentukan. Tujuan dari suatu perjanjian adalah untuk timbulnya/terbentuknya, berubah atau berakhirnya suatu perikatan. Perjanjian tersebut mewajibkan kepada para pihak untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu (prestasi).

12 53 4) Suatu sebab yang halal Syarat ke empat untuk sahnya perjanjian adalah suatu sebab yang halal atau kausa yang halal. Ketentuan Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan bahwa : Suatu perjanjian tanpa sebab atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan (hukum). Dengan kata lain, batal demi hukum. Kausa yang palsu dapat terjadi jika suatu kausa yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya atau kausa yang disimulasikan. Kemungkinan juga telah terjadi kekeliruan terhadap kausanya. Dengan demikian, yang penting adalah bukan apa yang dinyatakan sebagai kausa, melainkan apa yang menjadi kausa yang sebenarnya. Suatu perjanjian dilakukan dengan kausa yang dilarang jika kausanya bertentangan, baik dengan norma-norma dari hukum yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Sebab yang halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata adalah prestasi dalam perjanjian yang melahirkan perikatan, yang wajib dilakukan atau dipenuhi oleh para pihak, yang tanpa adanya prestasi yang ditentukan tersebut, maka perjanjian tersebut tidak mungkin dan tidak akan pernah ada di antara para pihak. c. Unsur-Unsur dalam perjanjian Dalam banyak kepustakaan hukum perjanjian, terdapat banyak pendapat yang membagi perjanjian ke dalam perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama. Yang

13 54 dinamakan dengan perjanjian bernama adalah perjanjian khusus yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sedangkan yang disebut dengan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pembagian perjanjian ke dalam perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama tidak banyak memberikan banyak arti, oleh karena pembedaan tersebut pada hakekatnya tidak menyentuh pada konsep maupun suatu konsepsi tertentu yang dapat dipergunakan secara konsisten, yang terpenting dalam melakukan pembedaan jenis-jenis perjanjian khusus adalah bagaimana menentukan unsur pokok dalam suatu perjanjian. Dengan dapat diidentifikasikannya unsur pokok dalam suatu perjanjian, maka kita akan dengan mudah menggolongkan suatu perjanjian ke dalam salah satu dari tiga jenis perikatan yang disebutkan dalam Pasal 1234 KUHPerdata, yaitu perikatan untuk menyerahkan sesuatu, perikatan untuk berbuat sesuatu, atau perikatan untuk untuk tidak berbuat sesuatu dengan segala akibat hukumnya. Dalam perkembangan doktrin ilmu hukum dikenal adanya tiga unsur dalam perjanjian yaitu : Unsur Esensialia Unsur esensialia dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak, yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut, yang membedakannya secara prinsip dari jenis perjanjian lainnya. Unsur esensialia ini pada umumnya dipergunakan dalam memberikan rumusan, defenisi atau pengertian dari suatu perjanjian. Misalnya 50 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal 84

14 55 perjanjian jual beli dibedakan dari perjanjian tukar menukar, karena jual beli menurut ketentuan Pasal 1457 KUHPerdata adalah : Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan sedangkan tukar menukar menurut Pasal 1541 KUHPerdata adalah : Suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik sebagai ganti suatu barang lain. Dengan rumusan Pasal tersebut di atas dapat diketahui bahwa jual beli dibedakan dari tukar menukar dalam wujud pembayaran harga. Selain itu dapat dikatakan bahwa seluruh ketentuan mengenai jual beli, yang berhubungan dengan penyerahan kebendaan yang dijual atau dipertukarkan adalah sama. Hal ini dapat dilihat dari rumusan Pasal 1542 KUHPerdata 51 dan Pasal 1546 KUHPerdata 52. Jadi, jelas bahwa unsur esensialia adalah unsur yang wajib ada dalam suatu perjanjian, bahwa tanpa keberadaan unsur tersebut, maka perjanjian yang dimaksudkan untuk dibuat dan diselenggarakan oleh para pihak dapat menjadi beda, dan karenanya menjadi tidak sejalan dan sesuai dengan kehendak para pihak. Dan oleh karena itu maka unsur esensialia ini pula yang seharusnya menjadi pembedaan 51 Pasal 1542 KUHPerdata menyebutkan bahwa : Segala apa yang dapat dijual, dapat pula menjadi bahan tukar menukar. 52 Pasal 1546 KUHPerdata menyebutkan bahwa : Untuk selainnya aturan-aturan tentang perjanjian jual beli berlaku terhadap perjanjian tukar-menukar.

15 56 antara suatu perjanjian dengan perjanjian lainnya. Semua perjanjian yang disebut dengan perjanjian bernama yang diatur dalam KUHPerdata mempunyai unsur esensialia yang berbeda satu dengan yang lainnya, dan karenanya memiliki karekteristik tersendiri, yang berbeda satu dengan yang lainnya. Unsur esensialia ini sangat penting dalam suatu perjanjian yang harus ada. Misalnya : a. Di dalam perjanjian harus ada kata sepakat antara kedua belah pihak b. Di dalam perjanjian jual beli harus ada barang dan harga Unsur Naturalia Unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu, setelah unsur esensialianya diketahui secara pasti. Misalnya dalam perjanjian yang mengandung unsur esensialia jual beli, pasti akan terdapat unsur naturalia berupa kewajiban penjual untuk menanggung kebendaan yang dijual dari cacat-cacat tersembunyi. Ketentuan ini tidak dapat disimpangi oleh para pihak, karena sifat dari jual beli menghendaki hal yang demikian. Masyarakat tidak akan mentolelir suatu bentuk jual beli di mana penjual tidak mau menanggung cacat-cacat tersembunyi dari kebendaan yang dijual olehnya. Dalam hal ini, maka berlakulah ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata. 54 Beberapa contoh unsur naturalia pada perjanjian jual beli adalah : 53 Komariah, Hukum Perdata, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, Tahun 2004, hal Pasal 1339 KUHPerdata menyebutkan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-Undang.

16 57 a. Biaya penyerahan barang ditanggung oleh penjual jika tidak diadakan persetujuan lain (Pasal 1476 KUHPerdata). b. Penanggungan yang menjadi kewajiban penjual terhadap pembeli mengenai penguasaan benda yang dijual secara aman dan tentram dan terhadap adanya cacat-cacat barang yang tersembunyi (Pasal 1491 KUHPerdata 55 ). c. Jika benda yang dijual berupa barang yang sudah ditentukan, barang ini sejak saat pembelian adalah atas tanggungan pembeli meskipun penyerahannya belum dilakukan dan penjual berhak menuntut harganya (Pasal 1460 KUHPerdata) Unsur Aksidentalia Unsur aksidentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian, yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan kehendak para pihak, yang merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak. Dengan demikian maka unsur ini pada hakekatnya bukan merupakan suatu bentuk prestasi yang harus dilaksanakan atau dipenuhi oleh para pihak. Misalnya dalam jual beli adalah ketentuan mengenai tempat dan saat penyerahan kebendaan yang dijual atau dibeli. Dalam kaitannya dengan klausula baku yang diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999, dapat dikemukakan bahwa klausula baku yang ditetapkan dalam Pasal 18 ayat (1) tersebut di atas adalah ketentuan yang merupakan unsur aksidentalia dalam tiap-tiap perjanjian penjualan 55 Pasal 1491 KUHPerdata menyebutkan bahwa : Penanggungan yang menjadi kewajiban si penjual terhadap si pembeli, adalah untuk menjamin dua hal, yaitu pertama penguasaan benda yang dijual secara aman dan tenteram, kedua terhadap adanya cacat-cacat barang tersebut yang tersembunyi, atau yang sedemikian rupa hingga menerbitkan alasan untuk pembatalan pembeliannya. 56 Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di bidang Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Tahun 2009, hal 70

17 58 barang dan atau penyerahan jasa dan atau hubungan hukum pelaku usaha konsumen sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tersebut. B. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Jual Beli Apartemen. Para pihak dalam perjanjian adalah mereka yang menutup suatu perjanjian, baik langsung oleh mereka sendiri maupun melalui seorang wakil. 57 Umumnya orang yang membuat perjanjian, yaitu para pihak, memberikan kata sepakatnya untuk kepentingan mereka sendiri dan dalam rangka mengikat dirinya sendiri. Namun, dapat pula bahwa orang yang bertindak untuk membuat perjanjian sebenarnya mewakili orang lain. Perwakilan ini dapat dilakukan karena Undang-Undang atau berdasarkan perjanjian pemberian kuasa atau perwakilan karena mewakili suatu organ dari badan hukum. Dengan demikian, ada 3 (tiga) cara untuk menjadi pihak dalam akta notaris yakni : 58 a. Dengan menghadap sendiri b. Melalui atau dengan perantara kuasa c. Dalam jabatan atau kedudukan. Perjanjian jual beli itu dianggap sudah terjadi antara pihak penjual dan pihak pembeli, segera setelah mereka sepakat tentang benda dan harga, walaupun baik benda maupun harganya belum diserahkan dan dibayar. 57 Ibid. 58 Ibid.

18 59 Beralihnya hak milik atas benda yang dijual hanya terjadi jika telah dilakukan penyerahan (levering). Penyerahan dalam jual beli itu ialah suatu pemindahan barang yang telah dijual ke dalam kekuasaan (macht) dan kepunyaan (bezit) pembeli. 59 Biasanya salah satu alasan dibuatnya Perjanjian perikatan jual beli yang dibuat antara pengembang dengan konsumen adalah dikarenakan konsumen membayar secara angsur untuk pembelian rumah susun/apartemen tersebut. Perjanjian tersebut dibuat untuk mengamankan kepentingan pihak penjual dan pembeli dari kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan misalnya ingkar janji dari para pihak. Menurut Subekti ada 2 (dua) kewajiban utama dari penjual (pengembang) yaitu : Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan. 2. Menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung terhadap cacat-cacat yang tersembunyi. Sedangkan kewajiban utama si pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan ditempat sebagaiman ditetapkan menurut perjanjian. Perjanjian jual beli yang dibuat atas dasar kesepakatan para pihak, maka pencantuman klausula hak dan kewajiban mempunyai perbedaan antara perjanjian yang satu dengan perjanjian lainnya, tetapi pada intinya dari hak dan kewajiban tersebut adalah pihak pertama selaku penjual akan menyerahkan bangunan yang 59 Komar Andasasmita, Notaris II, Op.Cit, hal Subekti, Aneka Perjanjian cetakan kesepuluh, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Tahun 1995, hal 8.

19 60 menjadi miliknya kepada pembeli setelah terpenuhinya prestasi yang menjadi kewajiban pihak pembeli, dan haknya adalah menerima sejumlah uang atas transaksi jual beli yang dilakukan. Sedangkan kewajiban pembeli atau prestasi yang harus dilakukan oleh calon pembeli adalah melakukan pembayaran atas objek yang diperjualbelikan sesuai dengan harga yang telah disepakati, dan haknya adalah mendapat hak atas bangunan yang diperjualbelikan itu. Mengenai hak dan kewajiban yang menjadi klausula dalam perjanjian jual beli dapat diuraikan sebagai berikut : Pihak Penjual Kewajiban dari pihak penjual dalam transaksi jual beli rumah susun/apartemen antara lain : a. Menjamin bahwa apa yang dijualnya tersebut merupakan hak miliknya sendiri sehingga pihak penjual berhak dan berwenang penuh untuk menjual apa yang dimilikinya. b. Menjamin bahwa tanah dan bangunan yang diperjulbelikan tidak tersangkut suatu perkara atau sengketa, bebas dari sitaan dan tidak dikenakan suatu beban apapun, tidak dijadikan jaminan suatu hutang atau dijual kepada pihak lain. c. Menjamin bahwa pihak pertama selaku penjual akan melaksanakan jual belinya dengan pihak kedua dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang, setelah semua prestasi yang menjadi alasan dibuatnya 61 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, PT. Alumni, Bandung, Tahun 2006, hal 244.

20 61 Perjanjian perikatan jual beli terpenuhi dan bangunan yang menjadi objek jual beli akan diserahkan dalam keadaan telah dikosongkan. d. Menjamin bahwa pihak kedua selaku pembeli tidak akan mendapat tuntutan/gugatan apapun juga dari pihak lain yang menyatakan mempunyai hak terlebih dahulu atau turut mempunyai hak atas tanah dan bangunan berikut segala sesuatu yang ada diatasnya yang akan dijual dan diserahkan tersebut, oleh karena itu pihak kedua dibebaskan oleh pihak pertama dari segala tuntutan pihak lain mengenai hak-hak tersebut. Karena itu, apa yang diserahkan penjual (pengembang) harus sesuai dengan kewajiban-kewajiban yang dinyatakan tegas dalam perjanjian jual beli. Sedangkan hak dari penjual adalah menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan yang telah diperjanjikan sebelumnya dari pembeli, baik secara angsur ataupun secara tunai. 2. Pihak Pembeli Kewajiban dari pembeli adalah menyerahkan sejumlah uang kepada pihak pertama selaku penjual, baik secara sekaligus/lunas ataupun dengan cara mencicil sesuai dengan kesepakatan yang diperjanjikan. Sedangkan hak dari pembeli adalah menerima peralihan hak atas kepemilikan bangunan dari pihak penjual, setelah terpenuhinya prestasi yang menjadi kewajibannya selaku pembeli dalam keadaan baik, terpelihara serta kosong dan bebas

21 62 dari sitaan serta masalah-masalah lain yang berkenaan dengan kepemilikan tanah dan bangunan yang dimaksud. Dalam perjanjian perikatan jual beli ini hanya merupakan perjanjian antara para pihak yang mengikat mereka atas pelaksanaan hak dan kewajiban masingmasing sehubungan dengan transaksi jual beli yang akan dilakukan. Dalam perjanjian jual beli, di samping dimuatnya hal-hal yang lazim dalam perjanjian jual beli, misalnya tentang jangka waktu perjanjian, harga jual beli, dan angsuran, serta cara pembayarannya, perlu juga dimuat tentang hal-hal lain, misalnya: Kewajiban penjual untuk menempati kesanggupan membangun sesuai spesifikasi yang ditawarkan dan perubahan/penyimpangan terhadap hal tersebut harus seizin instansi yang berwenang. 2. Bila penyimpangan tersebut berupa penggunaan bahan yang lebih murah, maka calon pembeli berhak atas pengurangan harganya. 3. Kewajiban penjual untuk membangun kelengkapan rumah susun, prasarana lingkungan, dan utilitas-utilitas umum sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang. 4. Kewajiban calon pembeli untuk membayar rekening listrik, air dan gas untuk satuan rumah susun yang dimilikinya. 5. Kewajiban penjual untuk mengusahakan izin layak huni pada waktunya. 6. Penyelesaian apabila ternyata tidak dapat menepati jangka waktu penyelesaian pembangunannya. 7. Jangka waktu bagi pembeli untuk mengajukan tuntutan untuk melakukan perbaikan terhadap kerusakan-kerusakan, cacat-cacat, baik yang tampak maupun tersembunyi. 8. Penyelesaian apabila kemudian ternyata terdapat kesalahan pernyataan tentang luasan dari unit bangunan. 9. Penyelesaian apabila terjadi perubahan karena adanya peraturan baru, dan lain sebagainya. 62 Maria S.W. Sumardjono, Alternatif Kebijakan Pengaturan Hak Atas Tanah Beserta Bangunan bagi Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing, Kompas Media Nusantara, Jakarta, Tahun 2007, hal 97.

22 63 C. Bentuk-Bentuk Kegagalan Pengembang dalam Jual Beli Apartemen. Perjanjian jual beli yang dibuat antara Tuan JJ dan PT. ABS berdasarkan Perikatan Diri Untuk Melakukan Jual Beli Nomor 1521/III/Leg/2005 tanggal 9 Maret 2005 yang dibuat dihadapan Notaris SW menyatakan bahwa Tuan JJ membeli satu pintu Rumah Susun, yang terletak dilantai 18 dengan type Emerald nomor 1809 dalam gedung yang diberi nama TRR. Dalam Pasal 4 perjanjian tersebut tercantum klausula yang menyebutkan bahwa apabila PT. ABS tersebut tidak dapat menyelesaikan dan menyerahkan Rumah Susun tersebut dalam tempo 20 bulan sejak tanggal penandatanganan perjanjian tersebut, maka dikenakan denda uang sebesar Rp ,- (dua ratus ribu rupiah). Tuan JJ telah melaksanakan kewajibannya untuk membayar rumah susun tersebut, tapi PT. ABS tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk menyerahkan Rumah Susun tersebut dalam tempo 20 bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 di atas, hal ini membuat PT. ABS telah gagal memenuhi klausula dalam perjanjian jual beli yang dibuatnya dengan Tuan JJ. Bentuk-bentuk kegagalan Pengembang dalam Jual Beli Apartemen adalah : 1. Pihak pengembang terlambat menyerahkan apartemen kepada pembeli atau tidak dapat membangun sesuai dengan yang telah diperjanjikan dalam perjanjian jual beli. 2. Pihak pengembang tidak dapat menyelesaikan pembangunan apartemen dikarenakan pihak pengembang tidak mempunyai kelengkapan izin-izin. Dalam Surat Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik

23 64 Indonesia (SK Menpera) Nomor 11/KPTS/1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Rumah Susun, telah diatur bahwa sebelum pengembang melaksanakan kegiatan pemasaran perdana kepada konsumen, pengembang berkewajiban melaporkan kepada Bupati/Walikota setempat dengan tembusan kepada Menpera di mana laporannya dilampiri dengan izin prinsip, keputusan pemberian izin lokasi, bukti pengadaan dan pelunasan tanah, izin mendirikan bangunan, serta gambar denah pertelaan yang telah mendapat pengesahan dari pemerintah daerah setempat. Dalam beberapa kasus tidak sedikit pengembang yang seolah-olah sudah memegang kelengkapan izin-izin dari pemerintah daerah padahal belum, namun pengembang tersebut sudah melakukan pemasaran bahkan penjualan, hal ini bisa mengakibatkan permasalahan fatal di kemudian hari yang harus ditanggung konsumen dan juga pengembang itu sendiri Spesifikasi bangunan tidak sesuai dengan janji yang telah dicantumkan dalam perjanjian perikatan jual beli. 4. Mutu atau kualitas bangunan tidak baik. 5. Fasilitas-fasilitas tidak direalisasikan atau tidak sesuai dengan konsep awal yang telah diperjanjikan. Penyebab kegagalan pengembang dalam jual beli apartemen antara Tuan JJ dan PT ABS adalah PT ABS tidak dapat menyelesaikan dan menyerahkan bangunan apartemen tersebut dalam tempo 20 bulan. Kegagalan PT ABS untuk memenuhi 63 Erwin Kallo, Op. Cit,hal 28

24 65 klausula yang tercantum dalam perjanjian jual beli yang di buat PT ABS dan Tuan JJ di karenakan PT ABS tidak mempunyai izin ketinggian sampai dengan 20 lantai hanya 14 lantai saja, apartemen yang di beli Tuan JJ berada di lantai 18. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 18 Tahun 1991 tentang Batasbatas Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) di sekitar Bandar Udara Polonia, bahwa dalam radius empat kilometer, setiap bangunan tidak melebihi ketinggian 45 meter dari elevasi Bandara, atau tidak melebihi 51 meter dari ground zero Bandara. KKOP di Bandara Polonia Medan sedikitnya meliputi lima wilayah yakni Medan Kota, Medan Area, Medan Baru, Medan Maimumun, dan Medan Selayang. Di lima wilayah itu setiap bangunan bertingkat termasuk tower pemancar tidak boleh melebihi ketinggian 51 meter, sebab hal tersebut akan membahayakan keselamatan penerbangan. 64 Salah satu proyek pembangunan gedung yang berada di dalam Kawasan Horizontal Dalam Bandara Polonia yang disinyalir melanggar aturan KKOP adalah proyek pembangunan Apartemen TRR milik PT ABS di Jalan Palang Merah Medan. Diperoleh informasi, sedianya jika selesai nanti, ketinggian bangunan apartemen itu akan mencapai sekitar 80 meter. Saat ini, telah berhasil membangun 12 lantai dari 22 lantai apartemen yang direncanakan. Meski ketinggian bangunan saat ini masih berkisar 43 meter, bukan 64 diakses pada tanggal 2 Desember 2010.

25 66 berarti belum ada pelanggaran yang terjadi. Ketinggian alat bantu tower crane yang digunakan untuk pembangunan gedung itu telah lebih dari 60 meter. 65 Pada dasarnya setiap perjanjian harus bersifat wajar terhadap kedua belah pihak, dan tidak bermaksud untuk mengambil keuntungan sepihak dengan cara merugikan pihak lain. Jadi wajarlah bila pembeli/konsumen menginginkan bangunan rumah sesuai dengan yang diharapkan pada saat penyerahan, sedangkan pengembang disamping mendapatkan laba juga menghendaki agar pembayaran dari konsumen pun sesuai dengan waktu yang diperjanjikan. Keduanya menginginkan perlindungan terhadap pembatalan perjanjian yang dilakukan secara sepihak. Oleh karena itu perjanjian perikatan jual beli apartemen harus mengandung hal-hal yaitu adanya Pasal yang melindungi kepentingan konsumen terhadap kemungkinan tidak tercapainya sasaran pembangunan yang disebabkan oleh sesuatu hal yang merugikannya dan adanya Pasal yang memperhatikan hak-hak pembeli/konsumen. Perbuatan yang merugikan dalam perjanjian dapat lahir karena : a. Tidak ditepatinya suatu perjanjian atau kesepakatan yang telah dibuat (wanprestasi) b. Semata-mata lahir karena perbuatan tersebut (perbuatan melawan hukum) Kedua hal diatas mempunyai konsekuensi hukum cukup signifikan perbedaannya. Pada tindakan yang pertama sudah terdapat hubungan hukum antara Desember diakses pada tanggal 2

26 67 para pihak, dimana salah satu pihak dalam hubungan hukum tersebut telah melakukan suatu perbuatan yang merugikan pihak lain, dengan cara tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana yang harus ia lakukan berdasarkan kesepakatan yang telah mereka capai. Tindakan yang merugikan ini memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk meminta pembatalan atas perjanjian yang telah dibuat, beserta penggantian atas segala biaya kerugian. Apabila seseorang tidak dapat memenuhi kewajibannya, menurut bahasa hukum ia melakukan wanprestasi yang menyebabkan ia dapat digugat didepan hakim. Dalam Hukum berlaku suatu asas bahwa orang tidak boleh menjadi hakim sendiri. Setiap perikatan baik yang berwujud dalam prestasi untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, membawa pada kewajiban untuk mengganti dalam bentuk biaya, rugi dan bunga, jika perikatan tersebut tidak dipenuhi salah satu pihak dalam perjanjian. Penggantian dalam bentuk biaya, rugi dan bunga ini adalah suatu bentuk prestasi yang merupakan kuantifikasi dalam jumlah tertentu yang dapat dinilai dengan uang. Ini berarti pada prinsipnya setiap perikatan membawa kita kepada suatu prestasi yang selalu dapat diukur dengan uang, jenis dan macam apa pun prestasi yang semula mendasarinya. Hal ini adalah konsekuensi logis

27 68 dari ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata. 66 Ini berarti pada dasarnya seluruh kewajiban atau prestasi adalah juga utang yang harus dipenuhi. 67 Beberapa cara yang dapat dipilih pihak yang merasa dirugikan dalam suatu perjanjian adalah Ia dapat memilih pelaksanaan perjanjian, meskipun pelaksanaan ini sudah terlambat. 1. Ia dapat meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang dideritannya, karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan, atau dilaksanakan tetapi tidak sebagaimana mestinya. 2. Ia dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian. 3. Dalam hal suatu perjanjian yang meletakkan kewajiban timbal balik, kelalaian satu pihak memberikan hak kepada pihak yang lain untuk meminta pada hakim supaya perjanjian dibatalkan, disertai dengan permintaan penggantian kerugian. 68 Tindakan yang dilakukan oleh pihak tergugat di atas menurut Black s Law Dictionary termasuk ke dalam tindakan melawan hukum atau Fraudulent misrepresentation 69 yaitu tindakan yang meliputi hal tersebut adalah kecurangan, rasa intregritas yang rendah atau penyimpangan moral yang diistilahkan dengan tindakan melawan hukum; penyimpangan dalam tindakan. Jual beli yang dilakukan pihak pengembang terhadap pembeli dilakukan dengan itikad tidak baik di mana pihak penggembang telah menyembunyikan fakta bahwa izin untuk mendirikan bangunan 66 Pasal 1131 KUHPerdata menyebutkan bahwa : Segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. 67 Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Penanggungan Utang dan Perikatan Tanggung Menanggung, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,Tahun 2003, hal R. Djatmiko D, Pengetahuan Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Angkasa, Bandung, Tahun 1996, hal Bryan A. Garner, Black s Law Dictionary Seventh Edition, West Group ST. Paul. Minn, United States of America, Tahun 1999, hal 672.

28 69 apartemen tersebut tidak mendapat izin untuk dibangun sampai dengan 20 lantai, hanya 14 lantai saja sementara apartemen yang dibeli oleh pihak penggugat/pembeli adalah di lantai 18. Jika satu pihak telah melanggar kewajibannya, biasanya tidak akan ada pembelaan baginya baginya bahwa pelanggaran itu bukanlah kesalahannya. Ia telah berjanji untuk melaksanakan perjanjiannya, dan ia akan bertanggung jawab jika tidak melaksanakan. Jika pelanggaran itu adalah pelanggaran yang ringan yang berupa pelanggaran syarat pelengkap, perjanjian itu tidak akan dihentikan. Kedua belah pihak harus meneruskan perjanjian itu, tetapi pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi. Jika terjadi pelanggaran yang lebih berat yang berupa syarat pokok, pihak yang dirugikan memperoleh hak menghentikan perjanjian itu dan mengakhirinya. Melanggar perjanjian dapat terjadi dalam beberapa cara, misalnya satu pihak dengan tegas melepaskan tanggung jawabnya dan menolak melaksanakan kewajiban di pihaknya. Hal ini dapat terjadi baik pada waktu maupun sebelum waktu pelaksanaan itu tiba. Akibat melanggar perjanjian adalah : 1. Setiap pelanggaran perjanjian akan memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk memperoleh ganti rugi 2. Jika pelanggaran itu cukup berat, juga akan memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk menghentikan perjanjian dan mengakhirinya. Hak ini akan timbul jika perjanjian itu ditolak, atau jika telah terjadi pelanggaran syarat pokok. Hak ini tidak akan timbul jika pelanggaran itu hanya pada syarat pelengkap saja Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal 159.

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli Sebelum membahas tentang pengertian dan pengaturan juali beli, terlebih dahulu perlu dipahami tentang

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( ) PENGERTIAN PERJANJIAN KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) (166010200111038) FANNY LANDRIANI ROSSA (02) (166010200111039) ARLITA SHINTA LARASATI (12) (166010200111050) ARUM DEWI AZIZAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian, 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI 2.1 Pengertian Perjanjian Kredit Pasal 1313 KUHPerdata mengawali ketentuan yang diatur dalam Bab Kedua Buku III KUH Perdata, dibawah judul Tentang

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya selalu terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, kata rumah menjadi suatu kebutuhan yang sangat mahal, padahal

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring. 28 BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata sebagai bagian dari KUH Perdata yang terdiri dari IV buku. Buku

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK Sularto MHBK UGM PERISTILAHAN Kontrak sama dengan perjanjian obligatoir Kontrak sama dengan perjanjian tertulis Perjanjian tertulis sama dengan akta Jadi antara istilah kontrak,

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457-1540 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1457 KUH Perdata pengertian jual beli adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian dan Syarat Sahya Perjanjian Sebelum membahas lebih jauh mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB 2 PEMBAHASAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, , halaman 17. Universitas Indonesia

BAB 2 PEMBAHASAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, , halaman 17. Universitas Indonesia 16 BAB 2 PEMBAHASAN 2.1. Pengertian dan Pelaksanaan Jual Beli Tanah di Hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah 2.1.1. Pengertian dan Syarat Sahnya Perjanjian Manusia adalah makhluk sosial yang kodratnya harus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI BAB II PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian Perjanjian Jual Beli Perjanjian menurut pasal 1313 KUHPerdata suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN 31 BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN A. PENANGGUNGAN ADALAH PERJANJIAN Sesuai defenisinya, suatu Penanggungan adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN 2.1 Pengertian Perjanjian Buku III KUHPerdata Indonesia mengatur tentang Perikatan, terdiri dari dua bagian yaitu peraturan-peraturan umum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH Oleh : Gostan Adri Harahap, SH. M. Hum. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Labuhanbatu

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia. Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 ABSTRAK Setiap perbuatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting dalam kehidupan karena sebagian besar kehidupan manusia tergantung pada tanah. Dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu perbuatan hukum yang hampir setiap hari dilakukan oleh manusia adalah jual beli. Jual beli merupakan kegiatan yang dilakukan manusia untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya..

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya.. PERJANJIAN JUAL BELI Selamat malam Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya.. 1. PENGERTIAN PERJANJIAN JUAL BELI Dalam suatu masyarakat, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli tanah merupakan suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah (penjual) berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: Abuyazid Bustomi, SH, MH. 1 ABSTRAK Secara umum perjanjian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian dan Jenis-jenis Perjanjian Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam menjalankan bisnis pada dasarnya manusia tidak bisa melakukannya dengan sendiri, tetapi harus dilakukan secara bersama atau dengan mendapat bantuan

Lebih terperinci

A. Pengertian Perjanjian. C. Unsur-unsur Perjanjian. B. Dasar Hukum Perjanjian 26/03/2017

A. Pengertian Perjanjian. C. Unsur-unsur Perjanjian. B. Dasar Hukum Perjanjian 26/03/2017 PERIKATAN YANG BERSUMBER DARI PERJANJIAN DAN DARI UNDANG-UNDANG 1. FITRI KHAIRUNNISA (05) 2. JULI ERLINA PRIMA SARI (06) 3. ABDILBARR ISNAINI WIJAYA (14) 4. SHIRLY CLAUDIA PERMATA (18) 5. NADYA FRIESKYTHASARI

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Perjanjian dan Wanprestasi Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang, ditegaskan bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupan bermasyarakat tidak bisa terlepas dari hubungan manusia lainnya hal ini membuktikan bahwa manusia merupakan mahkluk sosial. Interaksi atau hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu BAB I PENDAHULUAN Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan, demikianlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari kata ovreenkomst dalam bahasa Belanda atau istilah agreement dalam bahasa Inggris.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tantangan terbesar bagi hukum di Indonesia adalah terus berkembangnya perubahan di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian dan pengaturan

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI UNIT KONDOTEL. Dalam perspektif hukum perjanjian, sebagaimana diketahui perikatan yang

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI UNIT KONDOTEL. Dalam perspektif hukum perjanjian, sebagaimana diketahui perikatan yang BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI UNIT KONDOTEL 1. Hak- hak dan kewajiban dari pembeli unit kondotel Dalam perspektif hukum perjanjian, sebagaimana diketahui perikatan yang dilahirkan dari perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam Buku III itu, diatur juga perihal perhubungan hukum yang sama sekali tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam Buku III itu, diatur juga perihal perhubungan hukum yang sama sekali tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Buku III B.W. berjudul Perihal Perikatan. Perkataan perikatan (verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan Perjanjian, sebab dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract, dalam bahasa Belanda

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract, dalam bahasa Belanda 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract, dalam bahasa Belanda disebut dengan overeenkomst (perjanjian).

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN KERJASAMA PENJUALAN VOUCHER HOTEL ANTARA PT. EKA SUKMA TOUR DENGAN HOTEL JW MARRIOT MEDAN

BAB II PERJANJIAN KERJASAMA PENJUALAN VOUCHER HOTEL ANTARA PT. EKA SUKMA TOUR DENGAN HOTEL JW MARRIOT MEDAN 32 BAB II PERJANJIAN KERJASAMA PENJUALAN VOUCHER HOTEL ANTARA PT. EKA SUKMA TOUR DENGAN HOTEL JW MARRIOT MEDAN A. Perjanjian Kerjasama dalam Praktek Travel 1. Perjanjian Kerjasama Perjanjian merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya. hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya. hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Teori 2.1.1 Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya Ketentuan mengenai perjanjian pada umumnya, diatur dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang perikatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian 19 BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatanperikatan

Lebih terperinci

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Kebutuhan pokok dalam istilah lainnya disebut kebutuhan primer. Kebutuhan primer terdiri dari sandang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI 15 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI A. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas pengertian jual beli, ada baiknya mengetahui pengertian perjanjian secara umum terlebih dahulu. Perjanjian adalah hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu perjanjian tertulis merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH]

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH] BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan arus globalisasi ekonomi dunia dan kerjasama di bidang perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat. Masyarakat semakin banyak mengikatkan

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH A. Pengaturan tentang Perikatan Jual Beli Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN BAGI HASIL

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN BAGI HASIL BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN BAGI HASIL A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Sumber terpenting dari perikatan adalah perjanjian, terutama perjanjian obligator yang di atur lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Pengertian perjanjian di dalam Buku III KUH Perdata diatur di dalam Pasal 1313 KUH Perdata,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Pada Umumnya Ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang Undang Hukum Perdata mengawali ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci