BAB II TINJAUAN TEORI
|
|
- Djaja Darmadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting bagi generasi selanjutnya. Namun demikian tindakan pelestarian makin menjadi kompleks jika dihadapkan pada kenyataan sebenarnya. Tindakan pelestarian yang dimaksudkan guna menjaga karya seni sebagai kesaksian sejarah, kerap kali berbenturan dengan kepentingan lain, khususnya dalam kegiatan pembangunan. James Mastron (1982) mengungkapkan bahwa hal ini menggambarkan begitu kompleksnya masalah yang ada dalam aktivitas pelestarian. Lewat kajian historis terhadap peristiwa-peristiwa penting di masa lampau, kita yang hidup sekarang bisa mempelajari pola tingkah laku (behavioral patterns) manusia dan menganalisisnya demi kepentingan hidup kita sekarang dan masa-masa selanjutnya. Sejarah eksistensi sebuah peradaban tidak hanya dapat ditelusuri lewat historiografi ataupun catatan aktivitas pejuangan masyarakatnya. Selain misalnya memerinci kajian geologis, masih banyak saksi bisu lainnya yang bisa menceritakan perjalanan masa lalu sebuah kota, terutama ketika kota tersebut mengalami masa kejayaan. Salah satu dari saksi bisu itu adalah bangunan-bangunan tua, yang banyak di antaranya menyimpan catatan sejarah autentik. Pelestarian secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu usaha atau kegiatan untuk merawat, melindungi dan mengembangkan objek pelestarian yang memiliki nilai guna untuk dilestarikan. Namun sejauh ini belum terdapat pengertian yang baku yang disepakati bersama. Berbagai pengertian dan istilah pelestarian coba diungkapkan oleh para ahli perkotaan dalam melihat permasalahan yang timbul berdasarkan konsep dan persepsi tersendiri. Berikut pernyataan para ahli : 1. Nia Kurmasih Pontoh (1992:36), mengemukakan bahwa konsep awal pelestarian adalah konservasi, yaitu upaya melestarikan dan melindungi sekaligus memanfaatkan sumber daya suatu tempat dengan adaptasi terhadap fungsi baru, tanpa menghilangkan makna kehidupan budaya. 12
2 2. Eko budihardjo (1994:22), upaya preservasi mengandung arti mempertahankan peninggalan arsitektur dan lingkungan tradisional/kuno persis seperti keadaan asli semula. Karena sifat prservasi yang stastis, upaya pelestarian memerlukan pula pendekatan konservasi yang dinamis, tidak hanya mencakup bangunannya saja tetapi juga lingkungannya (conservation areas) dan bahkan kota bersejarah (histories towns). Dengan pendekatan konservasi, berbagai kegiatan dapat dilakukan, menilai dari inventarisasi bangunan bersejarah kolonial maupun tradisional, upaya pemugaran (restorasi), rehabilitasi, rekonstruksi, sampai dengan revitalisasi yaitu memberikan nafas kehidupan baru. 3. Dalam Piagam Burra Tahun 1981 (Sumargo, 1990), disepakati istilah konservasi sebagai istilah bagi semua kegiatan pelestarian, yaitu segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultral yang dikandungnya terpelihara dengan baik. Konservasi dapat meliputi segala kegiatan pemeliharaan dan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat dapat pula mencakup preservasi, restorasi, rekontruksi, adaptasi dan revitalisasi. 4. Mundardjito (2002) : Terbentuknya suatu kota dalam banyak sisi dapat dilihat sebagai suatu produk dari perkembangan kebudayaan di dalamnya terdapat perwujudan ideologi sosial serta perkembangan teknologi yang membantu mengkonstruksikan suatu daerah menjadi kota yang kita kenal kini. Artinya, terbentuknya kota sedikit banyak berdasarkan atas pengetahuan, norma, kepercayaan dan nilai-nilai budaya dari masyarakatnya di masa lalu. 2.2 Manfaat Pelestarian Sebagaimana telah digariskan dalam Undang Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1992, perlindungan terhadap benda cagar budaya dan situs, bertujuan melestarikan dan memanfaatkannya untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia, mengingat bahwa benda cagar budaya memiliki arti penting bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. 13
3 Pelestarian bangunan bersejarah juga merupakan suatu pendekatan yang strategis dalam pembangunan kota, karena pelestarian menjamin kesinambungan nilai-nilai kehidupan dalam proses pembangunan yang dilakukan manusia. Manfaat pelestarian juga dikemukakan oleh beberapa ahli di bidang pelestarian di antaranya : a. Menurut Budihardjo dalam Thamrin (1988 : 11), terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pelestarian bangunan dan kawasan bersejarah di antaranya : 1. Pelestarian memperkaya pengalaman visual, menyalurkan hasrat untuk kontinuitas, memberi kaitan yang berarti dengan masa lalu, serta memberi pilihan untuk tinggal dan bekerja di samping lingkungan modern. 2. Pada saat perubahan dan pertumbuhan terjadi secara cepat seperti sekarang, kelestarian lingkungan lama memberi suasana permanen yang menyegarkan. 3. Pelestarian memberi keamanan psikologis bagi seseorang untuk dapat melihat menyentuh dan merasakan bukti-bukti fisik sejarah. 4. Kelestarian mewariskan arsitektur, menyediakan catatan historis tentang masa lalu dan melambangkan keterbatasan masa hidup manusia. 5. Kelestarian lingkungan lama adalah salah satu aset komersial dalam kegiatan wisata internasional. 6. Dengan dilestarikannya warisan yang berharga dalam keadaan baik maka generasi yang akan datang dapat belajar dari warisan-warisan tersebut dan menghargainya sebagaimana yang dilakukan pendahulunya. b. Menurut Shirvani (1985:44-45) terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pelestarian bangunan dan kawasan bersejarah di antaranya : 1. Manfaat kebudayaan yaitu sumber-sumber sejarah yang dilestarikan dapat menjadi sumber pendidikan dan memperkaya estetika. 2. Manfaat ekonomi yaitu adanya peningkatan nilai property, peningkatan pada penjualan ritel dan sewa komersil, penanggulangan biaya-biaya relokasi dan peningkatan pada penerima pajak serta pendapatan dari sektor pariwisata. 3. Manfaat sosial dan perencanaan, karena upaya pelestarian dapat menjadi kekuatan yang tepat dalam memulihkan kepercayaan masyarakat. c. Menurut (Gufron, 1994:21), manfaat pelestarian diantaranya : 1. Warisan sejarah yang mengganbarkan kebesaran atau peristiwa yang terjadi di zamannya. 14
4 2. Memperkaya seni budaya setempat dan nasional, yang dapat menggambarkan jati diri bangsa. 3. Sebagai bukti kelengkapan sejarah perkembangan arsitektur di kota tersebut. 4. Merupakan hasil prestasi sejarah arsitektur di kota tersebut. 5. Sebagai bahan kajian yang sangat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, terutama yang menyangkut masalah perkotaan. 6. Merupakan bukti hasil prestasi sejarah penataan kota di kota tersebut. 7. Adanya bangunan bersejarah dengan bentuk arsitektur yang unik dan menarik dapat dijadikan studi perbandingan oleh para arsitek dan perencana kota dalam mendesain bangunan dan menata lingkungannya. 8. Tetap terjaganya keutuhan elemen pembentuk citra dan estetika kota tersebut. 9. Sebagai orientasi lokasi yang jelas bagi masyarakat sehingga mereka mengetahui di bagian mana mereka berada. 10. Pelestarian bangunan dan kawasan bersejarah dapat dijadikan paket wisata bagi turis asing dan lokal yang ingin mengenang peristiwa masa lalu. Pelaksanaan upaya pelestarian bangunan bersejarah di beberapa negara telah menunjukan hasil yang tidak terlalu mengecewakan. Banyak negara-negara Eropa yang merasakan keuntungan dari upaya pelestarian dengan mendapat tambahan pendapatan dari sektor pariwisata disamping terjaganya kesinambungan peninggalan sejarah elemen-elemen pembentuk citra dan estetika kota-kotanya. 2.3 Masalah Pelestarian Dalam pelaksanaan pelestarian bangunan dan kawasan bersejarah, selain terdapat manfaatnya ada juga berbagai masalah yang di hadapi. Beberapa masalah diantaranya: :Pelestarian sering dianggap penghambat perubahan dan kemajuan baik dari segi material maupun imajinasi. Di Inggris pelestarian dianggap menimbulkan destorsi terhadap situasi pasar sehingga mengurangi probabilitas kepentingan umum. Para developer dan ekonom memandang pelestarian sebagai suatu yang menghambat pertumbuhan alam dan perubahan dari suatu daerah kehidupan modern. 15
5 Menurut Iskandar dalam tulisannya Problem Pelestarian Warisan Budaya (Konstruksi, Mei 1996) mengemukakan beberapa masalah dalam pelestarian warisan budaya yang dapat diidentifikasi diantaranya : 1. Masalah Historis Secara historis, upaya pelestarian bangunan hanya dianggap sebagai pekerjaan arkeolog dan tidak berkontribusi bagi pembangunan masa depan. Dalam kultur modern yang beriorentasi ke masa depan, maka memelihara warisan sejarah hanya dianggap pemborosan. Padahal, warisan arsitektur lama adalah sumber ilham bagi ilmu pengetahuan untuk kini dan masa depan yang berkarakter dan jati diri yang khas serta selaras dengan lingkungan kultural maupun fisiknya. 2. Masalah Sosial dan Budaya Cara berpikir tentang pelestarian bangunan yang sempit dan naïf, kadangkadang diakibatkan oleh prasangka negatif dalam aspek sosial budaya atau bahkan religi. Sebagai contoh, konservasi bangunan kolonial dinilai merendahkan martabat bangsa karena mengingat bahwa kita pernah dijajah. 3. Masalah Ekonomi Pelestarian bangunan bersejarah dianggap tidak efektif terhadap anggaran yang dikeluarkaan dan terlihat mewah, sejarah dianggap masa lalu yang tidak memiliki makna apa-apa. 4. Masalah Teknologi dan Sumber Daya Pelestarian bangunan khususnya untuk bangunan-bangunan monumental yang sudah tua membutuhkan anggaran dan teknologi yang tinggi. Upaya pelestarian bangunan bersejarah seolah berbenturan dengan orientasi mencari keuntungan ekonomi. 5. Masalah Hukum dan Peraturan Pemerintah Meskipun sudah ada peraturan menyangkut pelestarian lingkungan dan bangunan bersejarah, namun masih terdapat kelemahan pada faktor lingkup, sanksi, pengawasan dan evaluasinya. Banyaknya pelanggaran terjadi dan peraturan serta sanksinya tidak memadai atau tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya untuk menangani pelanggaran itu. 2.4 Kriteria Pelestarian 16
6 Dalam menentukan apakah suatu bangunan, artefak, situs, kawasan, dan benda bersejarah lainnya termasuk dalam obyek yang perlu dilestarikan, digunakan kriteriakriteria pelestarian. Berikut terdapat kriteria-kriteria pelestarian diantaranya : Kriteria Umum 1. Estetika Bangunan Istilah estetika dapat digunakan untuk mengganti pengertian indah, bagus, menarik atau mempesona (Lubis, 1990 : 96). Penilaian estetika suatu bangunan sangat tergantung dari perasaan, pikiran, pengaruh lingkugan dan norma yang bekerja pada diri pengamat. Estetika suatu bangunan sangat terkait erat dengan penampilan bangunan, wajah bangunan dan tampak bangunan yang kita lihat dengan mata sebelum dirasakan kesan estetisnya dalam perasaan. Dalam menilai estetika suatu bangunan. 2. Contoh dari gaya/langgam arsitekutur tertentu (kejamakan) Kejamakan suatu bangunan dinilai dari seberapa jauh karya arsitetur tersebut mewakili suatu ragam atau jenis khusus yang spesifik, mewakili kurun waktu sekurang-kurangnya 50 tahun. Dalam hal ini ragam/lagam yang spesifik yang pada arsitektur bangunan-bangunan bersejarah (Ellisa, 1996) : Langgam arsitektur Klasik/Kolonial (Neoklasik/ Art Deco/ Gothic/ Renaisans/ Romanik. Langgam arsitektur Kolonial tropis (langgam arsitektur Klasik yang telah diadaptasi dengan iklim tropis di Indonesia). Langgam arsitektur Eklektik/Indisch Style (langgam arsitektur Klasik/Kolonial tropis yang mengandung unsur tradisional Melayu atau daerah lainnya di Indonesia). Langgam arsitektur campuran (Klasik/Kolonial dengan Cina, Islam, atau India, atau campuran diantaranya) 3. Kelangkaan Kriteria kelangkaan menyangkut jumlah dari jenis bangunan peninggalan sejarah dari langgam tertentu. Tolak ukur kelangkaan yang digunakan adalah bangunan dengan langgam arsitektur yang masih asli sesuai dengan asalnya. Yang termasuk kategori langgam arsitektur yang masih asli (Ellisa, 1996) : 17
7 1. Langgam arsitektur Klasik/Kolonial (Neoklasik/ Art Deco/ Gothic/ Renaisans/Romanik. 2. Langgam arsitektur Cina 3. Langgam arsitektur melayu 4. Langgam arsitektur India 5. Langgam arsitektur Malaka (Melayu-Cina) 6. Langgam arsitektur Islam 4. Keistimewaan/Keluarbiasaan Tolak ukur yang digunakan untuk menilai keitimewaan/keluarbiasaan suatu bangunan adalah bangunan yang memiliki sifat keistimewaan tertentu sehingga memberikan kesan monumental, atau merupakan bangunan yang pertama didirikan untuk fungsi tertentu (misalnya Mesjid pertama, Gereja pertama, Sekolah pertama, dll). Kesan monumental suatu bangunan dinilai dari skala monumental yang dimiliki bangunan tersebut. Pengertian skala dalam arsitektur adalah suatu kualitas yang menghubungkan banguna atau ruang dengan kemampuan manusia dalam memahami bangunan atau ruang tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan skala menumental adalah suatu skala ruang yang besar dengan suatu obyeknya yang mempunyai nilai tertentu, sehingga manusia akan merasakan keagungan dalam ruangan. Dengan melihat bangunan yang memiliki skala menumental diharapkan pengamat akan merasa terkesan (impressed) dan kagum, tetapi bukannya merasa takut karena merasa kecil dan rapuh. 5 Peranan sejarah Tolak ukur yang digunakan untuk menilai bangunan yang memilki peranan sejarah adalah : Bangunan atau lokasi yang berhubungan dengan masa lalu kota dan bangsa, merupakan suatu peristiwa sejarah, baik sejarah Kota Bandung, sejarah Nasional, maupun sejarah perkembangan kota. Bangunan atau lokasi yang berhubungan dengan orang terkenal atau tokoh penting. Bangunan hasil pekerjaan seorang arsitek tertentu, dalam hal ini arsitek yang berperan dalam perkembangan arsitektur di Indonesia pada masa Kolonial. 6. Penguat kawasan disekitarnya 18
8 Tolak ukur yang digunakan adalah bangunan yang menjadi landmark bagi lingkungannya, dimana kehadiran bangunan tersebut dapat meningkatkan mutu/kualitas dan citra lingkungan sekitarnya. Beberapa keadaan yang dapat memudahkan pengenalan terhadap suatu bangunan sehingga dapat menjadi ciri dari suatu landmark antara lain adalah (lynch, 1992 : 79-83) : Bangunan yang terletak disuatu tempat yang strategis dari segi visual, yaitu di persimpangan jalan utama atau pada posisi tusuk sate dari suatu pertigaan jalan. Bentuknya istimewa karena besarnya, panjangnya, keindahannya, ketinggiannya, atau karena keunikan bentuk. Jenis penggunaannya, semakin banyak orang yang menggunakannya maka akan semakin mudah pula pengenalan terhadapnya. Sejarah perkembangannya yaitu semakin besar peristiwa sejarah yang terkait terhadapnya maka semakin mudah pula pengenalan terhadapnya Kriteria Menurut Para Ahli 1. Menurut Catanese (dalam Pontoh, 1992 : 36), kriteria yang perlu diperhatikan dalam menentukan obyek pelestarian mencakup : 1. Estetika : berkaitan dengan nilai arsitektural, meliputi bentuk, gaya, struktur, tata kota, mewakili prestasi khusus atau gaya sejarah tertentu. 2. Kejamakan : obyek yang akan dilestarikan mewakili kelas dan jenis khusus. Tolak ukur kejamakan ditentukan oleh bentuk suatu ragam atau jenis khusus yang spesifik. 3. Kelangkaan : kelangkaan suatu jenis karya yang merupakan sisa warisan peninggalan terahir dari gaya tertentu yang mewakili jamannya dan tidak dimiliki daerah lain. 4. Keluarbiasaan : suatu obyek konservasi yang memiliki bentuk menonjol, tinggi dan besar. Keistimewan memberi tanda atau ciri kawasan tertentu. 5. Peranan sejarah : lingkungan kota atau bangunan yang memiliki nilai sejarah, suatu peristiwa yang mencatat peran ikatan simbolis suatu rangkaian sejarah, dan babak perkembangan suatu kota. 19
9 6. Memperkuat kawasan : kehadiran suatu obyek atau karya akan mempengaruhi kawasan-kawasan sekitarnya dan bermakna untuk meningkatkan mutu dan citra lingkungannya. 2. Menurut Haryoto Kunto dalam buku "Wajah Bandoeng Tempo Doloe" 1. Sesuai dengan "Monumenten Ondonantie" tahun 1931, yaitu bangunan yang sudah berumur 50 tahun atau lebih, yang "kekunoannya" (antiquity) dan "keasliannya" telah teruji. 2. Ditinjau dari segi estetika dan seni bangunan, memiliki "mutu" cukup tinggi (master piece) dan mewakili gaya corak-bentuk seni arsitektur yang langka. 3. Bangunan atau monumen, yang representetif mewakili jamannya. 4. Monumen/Bangunan mempunyai anti dan kaitan sejarah dengan Kota Bandung, maupun peristiwa nasional/internasional. 3. Snyder dan Catanese (1979) Sebagai pengkajian suatu kawasan/bangunan kuno/bersejarah guna dikonservasi memiliki 6 (enam) tolak ukur yaitu dilihat dari segi : 1. Kelangkaan (karya sangat langka, tidak memiliki oleh daerah lain). 2. Kesejarahan (lokasi Peristiwa bersejarah yang penting), Estetika (memiliki keindahan bentuk, struktur, atau ornament). 3. Superlativitas (tertua, tertinggi, terpanjang), Kejamakan (karya yang tipikal, mewakili suatu jenis atau ragam bangunan tertentu). 4. Kualitas Pengaruh (keberadaannya akan meningkatkan citra lingkungan sekitarnya). 4. Pontoh (1992 :37) Kriteria dalam memperimbangkan obyek yang akan dikonservasi dapat pula dikategorikan sebagai berikut 1. Nilai (value) dari obyek, mencakup nilai estetik yang didasarkan pada kualitas bentuk maupun detilnya. Suatu obyek yang unik dan karya yang mewakili gaya zaman tertentu, dapat digunkan sebagai contoh suatu obyek konservasi. 2. Fungsi obyek dalam lingkungan kota, berkaitan dengan kualitas lingkungan secara menyeluruh, obyek merupakan bagian dari kawasan bersejarah dan sangat berharga bagi kota. Obyek juga merupakan tengeran 20
10 (landmark) yang memperkuat karakter kota yang memiliki keterkaitan emosional dengan warga setempat. 3. Fungsi lingkungan dan budaya : penetapan kriteria konservasi tidak terlepas dari keunikan pola hidup suatu lingkungan social tertentu yang memiliki tradisi kuat. Sesuatu obyek akan berkaitan erat dengan fase perkembangan wujud budaya tersebut. Untuk skala yang lebih luas, yaitu bagian kota atau wilayah, kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan obyek pelestarian adalah (Pontoh, 1992 : 37) : 1. Kriteria Arsitektural : suatu kota atau kawasan yang akan dipreservasikan atau konservasikan memiliki kriteria kualitas arsitektur yang tinggi, disamping memiliki proses pembentukan waktu yang lama atau keteraturan dan kebanggaan (elegance). 2. Kriteria Historis : kawasan yang dikonservasikan memiliki nilai historis dan kelangkaan yang memberikan inspirasi dan referensi bagi kehadiran bangunan baru, meningkatkan vitalitas bahkan menghidupkan kembali keberadaannya yang memudar. 3. Kriteria Simbolis : kawasan yang memiliki makna simbolis paling efektif bagi pembentukan citra suatu kota. 5. Attoe (dalam Catanese & Snyder 1992 : ) Perbedaan kualitas dan tingkat pentingnya dalam menentukan obyek pelestarian didasarkan pada lima pertimbangan sebagai berikut : 1. Karena dianggap yang pertama : bangunan yang dianggap sebagai bangunan yang pertama dibangun, misalnya gereja pertama, bangunan bertingkat pertama, dan lain-lain. 2. Karena menurut sejarah patut diperhatikan : bangunan yang memiliki kaitan dengan peristiwa atau tokoh sejarah tertentu. 3. Karena patut dicontoh : bangunan yang merupakan hasil karya besar dengan prestasi khusus untuk golongannya dan karena keistimewaannya ini patut dicontoh. 4. Karena tipikal : bangunan yang melambangkan tradisi kebudayaan, yaitu mencerminkan kedaan sebenarnya, cara kehidupan dan cara melakukan sesuatu pada sesuatu tempat dan suatu waktu tertentu. 21
11 5. Karena langka : bangunan yang unik dan langka dan merupakan warisan terahir dari suau tipe bangunan. 2.5 Lingkup Kegiatan Pelestarian Lingkup kegiatan pelestarian mencakup objek-objek yang dianggap sesuatu yang patut dijaga karena terdapat nilai-nilai ilmu pengetahuan dan manfaat lain bagi kehidupan umat manusia sehingga ditetapkan sebagai objek pelestarian. Berikut lingkup kegiatan pelestarian diantara : 1. Lingkungan alami (Natural Area) ; daerah pesisir, daerah pertanian hutan, daerah archeologis dan lain-lain. 2. Kota dan Desa (Town and Villages) seperti Williamsburg, Deerfield, dan Nantucket di USA atau west Wycmbe dan Lacock di Inggris. 3. Garis cakrawala dan koridor pandang (Skylines and View Corridor) seperti pengendalian terhadap ketinggian bangunan dan pengarahan pandangan terhadap view dan vista yang baik. 4. Kawasan (Districts) seperti kawasan yang mewakili gaya tradisi tertentu yang dilindungi terhadap kehancuran dan penambahan figure-figur baru. 5. Wajah jalan (Street-Scapes) seperti pelestarian fasade bangunan-bangunan dan perlengkapan jalan. 6. Bangunan (Buildings) merupakan obyek pelestarian yang paling tua dan paling lazim. 7. Benda dan penggalan seperti puing-puing akibat ledakan, bagian tembok kota, fasade bangunan, trem listrik, kereta kabel, dan sebagainya. Attoe (1986), mengklasifikasikan objek pelestarian secara lebih bervariasi. Lingkup pelestarian tidak hanya terbatas pada bangunan, melainkan mencakup : 1. Lingkungan alami seperti kawasan pesisir, kehutanan, kawasan arkeologi dan sebagainya. 2. Kota dan desa 3. Garis langit (sky line) dan koridor pandang (view corridor). 4. Kawasan yang mewakili gaya tradisi tertentu dan patut dilindungi. 22
12 5. Wajah jalan (streetscape) seperti pelestarian fasade bangunan dan kelengkapan jalan. 6. Bangunan tua yang memenuhi kriteria untuk dilestarikan. 7. Benda seperti puing sejarah, trem listrik, kereta kabel dan sebagainya yang memiliki arti penting. 23
BAB II KAJIAN LITERATUR
BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting
Lebih terperinciBUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG
BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMUGARAN KAWASAN DAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA DI DAERAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan
Lebih terperinciRUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH
RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH Reny Kartika Sary Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang Email : renykartikasary@yahoo.com Abstrak Rumah Limas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permukiman Kumuh 2.1.1 Pengertian Permukiman Kumuh Permukiman berasal dari kata housing dalam bahasa inggris yang artinya perumahan. Perumahan memberikan kesan tentang rumah
Lebih terperinciBAB 2 PELESTARIAN BANGUNAN PUSAKA
BAB 2 PELESTARIAN BANGUNAN PUSAKA Dugaan kemungkinan terjadinya bencana kerusakan bangunan pusaka yang bertambah besar pada abad ke-19 menyebabkan dilakukannya upaya yang sungguh-sungguh untuk melestarikan
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA
PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang :
Lebih terperincipentingnya memelihara aset kota dapat dijelaskan sebagai berikut:
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Latar Belakang Konservasi Menurut Robert Stipe dalam Legal Techniques in Historic Preservation (1972), hal yang menyebabkan kita melakukan konservasi terhadap objek-objek sejarah
Lebih terperinciBAB II BANGUNAN BOSSCHA
BAB II BANGUNAN BOSSCHA 2.1 Bangunan Bersejarah Bangunan Bersejarah identik dengan rumah, atau infrastruktur dalam kedaan cukup lama berdiri dan mempunyai silsilah yang kuat sebelum awal didirikannya terkait
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA
SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kota Kota merupakan suatu komponen yang rumit dan heterogen. Menurut Branch (1996: 2) kota diartikan sebagai tempat tinggal dari beberapa ribu atau lebih penduduk, sedangkan
Lebih terperinciSTUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR
STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR Oleh: KHAIRINRAHMAT L2D 605 197 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciAnalisis Penilaian Bangunan Cagar Budaya,
Saujana17 alam dan budaya Analisis Penilaian Bangunan Cagar Budaya, April 23, 2010 in tulisan Analisis Penilaian Bangunan Cagar Budaya RETNO HASTIJANTI, Untag Surabaya Analisis Penilaian Bangunan Cagar
Lebih terperinciUPAYA PELESTARIAN PENINGGALAN PURBAKALA DI WILAYAH PROPINSI MALUKU. Drs. M. Nendisa 1
UPAYA PELESTARIAN PENINGGALAN PURBAKALA DI WILAYAH PROPINSI MALUKU Drs. M. Nendisa 1 1. P e n d a h u l u a n Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki warisan masa lampau dalam jumlah
Lebih terperinciPelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe Cut Azmah Fithri (1), Sisca Olivia (1), Nurhaiza (1) cutazmah@unimal.ac.id (1) Dosen Tetap Program Studi Arsitektur
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan yang masih dapat terlihat sampai sekarang yang kemudian menjadi warisan budaya.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah 2.2 Kriteria Lanskap Sejarah
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah Lanskap adalah suatu bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat dinikmati keberadaannya melalui seluruh indera yang dimiliki manusia (Simonds
Lebih terperincibiasa dari khalayak eropa. Sukses ini mendorong pemerintah kolonial Belanda untuk menggiatkan lagi komisi yang dulu. J.L.A. Brandes ditunjuk untuk
11 Salah satu warisan lembaga ini adalah Museum Sono Budoyo di dekat Kraton Yogyakarta. 8 Tahun 1900, benda-benda warisan budaya Indonesia dipamerkan dalam Pameran Kolonial Internasional di Paris dan mendapat
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN, STRUKTUR, DAN KAWASAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciHASIL PENELITIAN. Kata kunci: Kata kunci: Bangunan Kuno dan Kawasan Bersejarah, Konservasi Pusat Kota Lama Manado, Heritage Bulding.
HASIL PENELITIAN KAJIAN KONSERVASI BANGUNAN KUNO DAN KAWASAN BERSEJARAH DI PUSAT KOTA LAMA MANADO Yenie Naftalia Tonapa 1, Dwight M. Rondonuwu, ST. MT 2, Dr. Aristotulus E. Tungka, ST.MT 3 1 Mahasiswa
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANGUNAN BERSEJARAH
BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANGUNAN BERSEJARAH A. Pengaturan Hukum atas Alih Fungsi Bangunan Bersejarah Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Perkembangan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. dengan paradigma rasionalistik. Metodologi kualitatif merupakan prosedur
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma rasionalistik. Metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Budaya Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni
Lebih terperinciKAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D
KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA I. UMUM Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Keberadaan bangunan bersejarah merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN HOTEL INNA DIBYA PURI SEBAGAI CITY HOTEL DI SEMARANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota Semarang direncanakan menjadi pusat perdagangan dan industri yang berskala regional, nasional dan internasional. Kawasan Johar merupakan salah satu pusat perniagaan
Lebih terperinciPERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D
PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D 003 381 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh masyarakat khusunya generasi muda. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi membuat bangunan-bangunan
Lebih terperinciPERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D
PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR Oleh: NDARU RISDANTI L2D 005 384 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciBAB II STUDI PUSTAKA
38 BAB II STUDI PUSTAKA Pada bab ini akan menguraikan mengenai beberapa landasan teori yang digunakan sebagai pengarah bagi pemilihan metodologi kajian. 2.1 Nilai Historis cagar budaya dapat meningkatkan
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN BERCIRI KHAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI
BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI Bab ini akan menjelaskan mengenai Dasar Pertimbangan, Konsep Pelestarian, Arahan pelestarian permukiman tradisional di Desa Adat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20 terjadi gelombang migrasi besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli kontrak akibat
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015
SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berangkat dari kultur history. Adalah konsekuen serius untuk kota agar dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Perkembangan suatu kota merupakan sebuah bentuk adaptasi masyarakat yang berangkat dari kultur history. Adalah konsekuen serius untuk kota agar dapat meregenerasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menerus meningkat, memerlukan modal yang besar jumlahnya. Pengembangan kepariwisataan merupakan salah satu alternatif yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tentu tidak terlepas dari kegiatan pembangunan. Dewasa ini pembangunan di Indonesia meliputi pembangunan di segala bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan kemajuan jaman, perkembangan dalam berbagai bidang kini semakin terasa di Indonesia. Kemajuan teknologi telah membawa suatu pengaruh yang cukup signifikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kisaran adalah ibu kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang bejarak 160 km dari Kota Medan ( ibu kota Provinsi Sumatera Utara). Kota Kisaran
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata
1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata saat ini menjadi sebuah kebutuhan bagi berbagai elemen masyarakat. Pariwisata dalam UU NOMOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi rajaraja yang memerintah.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan adalah salah satu usaha dari pelestarian benda cagar budaya yang nampaknya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemeliharaan Pemeliharaan adalah salah satu usaha dari pelestarian benda cagar budaya yang nampaknya mempunyai sejarah yang panjang dan tidak terlepas dari dinamika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Kasus Proyek Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penjajahan Belanda di Indonesia membawa pengaruh penting bagi aspek
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penjajahan Belanda di Indonesia membawa pengaruh penting bagi aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Seperti aspek ekonomi, religi, seni, filsafat, dan termasuk juga
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia dan merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat yang banyak menyimpan berbagai sejarah serta memiliki kekayaan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan
Lebih terperinciKESERIUSAN DAN KONSEKUENSI SIKAP PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PELESTARIAN DI KAWASAN KOTA LAMA SEMARANG
Jurnal Teknik PWK Volume 2 Nomor 2 2013 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/pwk KESERIUSAN DAN KONSEKUENSI SIKAP PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PELESTARIAN DI KAWASAN KOTA LAMA SEMARANG Nursiyama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Tuban provinsi Jawa Timur merupakan wilayah yang berada di Jalur Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa. Sebelah utara Kabupaten Tuban membentang luas lautan
Lebih terperinciPELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT
PELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT Dion Farhan Harun, Antariksa, Abraham Mohammad Ridjal Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167, Malang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arsitektur sebagai produk dari kebudayaan, tidak terlepas dari pengaruh perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya proses perubahan
Lebih terperinciPerpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur Kolonial pada Masjid Cut Meutia Jakarta
SEMINAR HERITAGEIPLBI 2017 DISKURSUS Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur Kolonial pada Masjid Cut Meutia Jakarta Indah Mega Ashari indahmega19@gmail.com Program Studi A rsitektur, Sekolah
Lebih terperinciLANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA (WANAWISATA) CINDELARAS DI KABUPATEN GROBOGAN
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA (WANAWISATA) CINDELARAS DI KABUPATEN GROBOGAN Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar
Lebih terperinciPERKEMBANGAN KEPURBAKALAAN DALAM MENUNJANG PROFIL KEARIFAN LOKAL DI DAERAH MALUKU. M. Nendisa
PERKEMBANGAN KEPURBAKALAAN DALAM MENUNJANG PROFIL KEARIFAN LOKAL DI DAERAH MALUKU M. Nendisa Kebudayaan suatu masyarakat pada pokoknya berfungsi menghubungkan manusia dengan alam disekitarnya dan dengan
Lebih terperinciTengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Propinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata ( DTW ) Propinsi di Indonesia, memiliki keanekaragaman daya tarik wisata baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ashriany Widhiastuty, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terbentang dari sabang hingga merauke. Oleh karena itu Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman suku dan budaya serta
Lebih terperinciIntegrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-169 Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan Shinta Octaviana P dan Rabbani Kharismawan Jurusan Arsitektur,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan merupakan salah satu unsur dalam menjaga rasa nasionalisme dalam diri kita sebagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tempat-tempat bersejarah, obyek-obyek dan manifestasi adalah ekspresi yang penting dari budaya, identitas serta agama kepercayaan untuk masyarakat sekitar. Setiap nilai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1. Batasan Masalah Karya seni mempunyai pengertian sangat luas sehingga setiap individu dapat mengartikannya secara berbeda. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, karya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tempat bersejarah merupakan warisan budaya masa lalu yang merepresentasikan keluhuran budaya masyarakat. Peninggalan sejarah yang tersebar di seluruh kepulauan indonesia
Lebih terperinciMEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA.
Menimbang Mengingat BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI : a. bahwa cagar budaya
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Sajian pemberitaan media oleh para wartawan narasumber penelitian ini merepresentasikan pemahaman mereka terhadap reputasi lingkungan sosial dan budaya Kota Yogyakarta.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Haryoto Kunto (2000) dalam Wajah Bandoeng Tempoe Doeloe, Bandung sempat dijadikan Ibu Kota Nusantara Pemerintahan Hindia Belanda pada zaman kolonial
Lebih terperinciDasar Kebijakan Pelestarian Kota Pusaka 1. Tantangan Kota Pusaka 2. Dasar Kebijakan terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional
1. Tantangan 2. Dasar terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional Source: PU-PPI. (2011). - Langkah Indonesia Membuka Mata Dunia. Jakarta: Direktorat Jenderal Penataan Ruang bersama-sama adan Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan untuk fasilitas-fasilitas pendukungnya. menginap dalam jangka waktu pendek.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Proyek Indonesia sebagai negara berkembang terus menerus berusaha untuk meningkatkan hasil yang maksimal di segala bidang pembangunan, salah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bangunan akan mengalami adaptasi dan penambahan seiring berjalannya waktu, begitu pula dengan fungsi bangunan yang juga mengalami perubahan disetiap periode
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Merumuskan konsep penataan koridor Kalimas berdasar roh lokasi (spirit of place) bertujuan untuk menghidupkan kembali roh lokasi (spirit of place) kawasan tersebut.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang merupakan ibukota Jawa Tengah yang memiliki daya tarik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Semarang merupakan ibukota Jawa Tengah yang memiliki daya tarik tersendiri karena penduduknya yang beragam budaya dan agama. Untuk memasuki kota Semarang dapat
Lebih terperinciREVITALISASI WISMA PHI SEMARANG SEBAGAI CITY HOTEL Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post-Modern James Stirling
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR REVITALISASI WISMA PHI SEMARANG SEBAGAI CITY HOTEL Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post-Modern James Stirling Diajukan untuk memenuhi sebagian
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah Lanskap merupakan bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter lanskap tersebut menyatu secara
Lebih terperincilib.archiplan.ugm.ac.id
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan kota dewasa ini telah menunjukkan tingkat pertumbuhan yang sangat cepat. Tingkat pertumbuhan itu dapat dilihat dari makin bertambahnya bangunan-bangunan
Lebih terperinciPELESTARIAN BANGUNAN MASJID JAMIK SUMENEP
PELESTARIAN BANGUNAN MASJID JAMIK SUMENEP Faridatus Saadah, Antariksa, dan Chairil Budiarto Amiuza Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan Mayjen Haryono 167 Malang 65145 Telp. (0341)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN GEDUNG BERWAWASAN BUDAYA
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN GEDUNG BERWAWASAN BUDAYA 2.1 Pengertian Bangunan Gedung Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung Dewasa ini fungsi bangunan gedung
Lebih terperinciPERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT YANG BERAKTIVITAS DI KOTA LAMA SEMARANG DAN SEKITARNYA TERHADAP CITY WALK DI JALAN MERAK SEMARANG TUGAS AKHIR
PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT YANG BERAKTIVITAS DI KOTA LAMA SEMARANG DAN SEKITARNYA TERHADAP CITY WALK DI JALAN MERAK SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : YUNIKE ELVIRA SARI L2D 002 444 JURUSAN PERENCANAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara. Perkembangan suatu kota dari waktu ke waktu selalu memiliki daya tarik untuk dikunjungi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang ini kata modern merupakan kata yang tidak asing lagi didengar, terutama dalam dunia arsitektur. Hal ini yang kemudian memunculkan sebuah arsitektur yang disebut
Lebih terperinciSTUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR
STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : ADIB SURYAWAN ADHIATMA L2D 000 394 JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah Negara dengan latar belakang budaya yang majemuk. mulai dari kehidupan masyarakat, sampai pada kehidupan budayanya. Terutama pada budaya keseniannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kelahirannya dilatarbelakangi oleh norma-norma agama, dan dilandasi adat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Gelebet, dalam bukunya yang berjudul Aristektur Tradisional Bali (1984: 19), kebudayaan adalah hasil hubungan antara manusia dengan alamnya. Kelahirannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk yang tidak lepas dari masa lampau dalam menjalani masa kini dan masa yang akan datang dan tidak mungkin lepas dari budayanya sendiri. Sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur Propinsi Sumatera Utara, yang membentang mulai dari Kabupaten Langkat di sebelah Utara, membujur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media merupakan lokasi atau forum yang semakin berperan, untuk menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan yang terjadi di masyarakat, baik bertaraf nasional maupun internasional.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah Lanskap sejarah (historical landscape) menurut Harris dan Dines (1988), secara sederhana dapat dinyatakan sebagai bentukan lanskap tempo dulu (landscape of
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa
Lebih terperinciSTUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR
STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR Oleh: LAELABILKIS L2D 001 439 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciWALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI
WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa keberadaan Cagar Budaya di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dominan berupa tampilan gedung-gedung yang merupakan karya arsitektur dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam beraktivitas di ruang kota pasti akan disajikan pemandangan yang dominan berupa tampilan gedung-gedung yang merupakan karya arsitektur dan menjadi bagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jalan ini terkenal karena merupakan salah satu penggal sejarah kemerdekaan RI
BAB I PENDAHULUAN Masyarakat kota Yogyakarta pasti mengenal Kawasan JL. KHA. Dahlan. Jalan ini terkenal karena merupakan salah satu penggal sejarah kemerdekaan RI yang terkenal dengan tokohnya KHA. Dahlan
Lebih terperinciPENJELASAN A T A S RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK
PENJELASAN A T A S RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK I. UMUM Pembangunan manusia seutuhnya telah menjadi salah satu tujuan utama bangsa Indonesia untuk memperkuat
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI
BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau
Lebih terperinciARAHAN KONSEP PERANCANGAN KAWASAN KONSERVASI BENTENG MARLBOROUGH KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR
ARAHAN KONSEP PERANCANGAN KAWASAN KONSERVASI BENTENG MARLBOROUGH KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR Oleh : FAISAL ERIZA L2D 307 012 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBAB I. Bersama dengan Lamongan di barat laut, Gresik di barat, Bangkalan di timur laut,
BAB I 1.1. Latar Belakang Surabaya saat ini telah menjadi sebuah kota industri yang modern, pusat perekonomian dan bisnis di Jawa Timur, serta sentra kekuatan angkatan bersenjata maritim Indonesia. Surabaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Kota Lama merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam perjalanan berkembangnya suatu kota karena di dalamnya terdapat hal-hal yang selalu menarik untuk diamati
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan Kota Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Keraton Yogyakarta yang didirikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1756. Berdirinya Keraton
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Naisbitt dalam bukunya Global Paradox yakni bahwa where once. usaha lainnya (http;//pariwisata.jogja.go.id).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Alasan Pemilihan Obyek Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Di awali dari
Lebih terperinci