BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan pembangkit listrik berbahan bakar fosil memiliki dampak yang dihasilkan yaitu pemanasan global akibat gas rumah kaca, penipisan lapisan ozon untuk CFC yaitu jenis emisi gas, berbagai polusi air dan udara serta No x dan So x yang dapat menyebabkan hujan asam. Pembangkit kogenerasi juga menghasilkan dampak langsung yaitu penipisan sumberdaya seperti deplesi pada bahan bakar fosil dan sumberdaya alam lainya (Widiyanto dkk, 2003). Keberadaan pembangkitan listrik dengan kawasan terbangun cenderung berperan erat atas fungsi pembangunan suatu wilayah dari hasil pemanfaatan energi listrik. Perencanaan ruang wilayah dan pembangunan yang menghasilkan pola dan struktur pada suatu wilayah merupakan keterkaitan fungsi ruang dan penggunaanya(immadudina, 2014).Pembangunan kawasan modern berkembang cepat hingga ke arah wilayah pesisir yang awalnya lahan-lahan belum terbangun dan seiring dengan adanya pemicu kawasan pembangunan dari pembangkit listrik sehingga mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Pada wilayah Pluit yang terletak di kawasan pesisir utara Jakarta, pada masa awal didirikannya industri pembangkit listrik belum banyak awasan dilingkup Kelurahan Pluit yang terbangun.kelurahan Pluit sering dikenal dengan nama kawasan Muarakarang. Pada kawasan Muarakarang terdapat area industri penghasil daya listrik milik negara yaitu PLTU dan PLTGU Muarakarang dengan keadaan lingkungan terbangun sebagai area pemukiman masyarakat ada masa aktual sekarang. Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) PT.Pembangkitan Jawa Bali UP.(Unit Pembangkitan) Muarakarang memiliki sistem dalam proses produksi daya listrik yang membutuhkan pasokan bahan bakar minyak dengan suplai bahan bakar gas melalui instalasi pipa bawah laut dan juga pembuangan limbah serta gas buang. Proses distribusi masuk dan keluarnya bahan bakar inti pembangkit memiliki aspek kerentanan yang berdampak bagi lingkungan dengan segala ragam risiko

2 2 bahaya yang berpotensi. Kapasistas daya listrik yang dihasilkan oleh UP. Muarakarang memiliki kapasitas MW. Kapasitas daya hasil yang besar dalam produksinya adalah tuntutan dalam penyediaan energi yang keutamaanya dalam mendukung kehidupan di Ibukota DKI Jakarta tanpa memiliki kerentanan terhada risiko bahaya yang dihasilkan bagi lingkungan sekitar. Risiko pada teknologi industri atau bencana non alam yang sering disebut kegagalan teknologi belum banyak dikaji secara kompeherensif karena luasnya cakupan dan spektrum dari bahaya itu sendiri. Bencana yang berkaitan dengan ledakan, kebakaran, kegagalan konstruksi maupun pencemaran lingkungan selalu mengancam pada elemen berisiko disekitarnya dengan seiring laju pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat dan kawasan pemukiman di sekitar industri yang perlu dikendalikan dalam upaya mengurangi risiko yang ada ( Nugroho, 2010). Gambar.1.1. Unit Pembangkitan Muarakarang (Sumber: Kegiatan produksi listrik yang kapasitasnya besar membuat Unit pembangkitan Muarakarang menghasilkan dampak lingkungan dari kegiatan produksi pembangkitan daya berdasarkan bahan bakar yang digunakan. Berbagai ragam pembangkit memiliki perbedaan secara kualitatif maupun

3 3 kuantitatif yang mengacu pada jenis bahan bakar, teknologi pengoperasian dan sistem pengolahan limbahnya (Hiswara, 1999) Permasalahan Kegiatan pembangunan yang berkembang pesat sebagai imbas penerapan teknologi modern pada industri menghasilkan perubahan kondisi lingkungan terutama komposisi udara. Komponen biosfer mengalami beban akibat banyaknya polutan yang dilepaskan dari permukaan Bumi, keadaan terebut diperparah seiring berkurangnya RTH yang salah satu fungsi sebagai sarana ekologi dalam menyediakan oksigen dan menetralisir kadar polusi (Akhadi, 2014). Pada penelitian ini mengangkat pengkajian berupa identifikasi bahaya kegagalan teknologi pada PLTU-PLTGU yang berlokasi pada unit pembangkit Muara Karang yang berlokasi di wilayah Kelurahan Pluit, Jakarta Utara. Unit Pembangkit Muara Karang terletak pada area pesisir utara DKI Jakarta. Unit Pembangkitan Muarakarang salah satu unit pembangkit BUMN dalam lingkup bisnis operasional PT.Pembangkitan Jawa Bali. Unit Pembangkitan Muara Karang memiliki peranan penting dalam memberikan daya pasokan energi listrik pada wilayah Ibukota dan sekitarnya terutama dalam kawasan strategis seperti istana negara, kawasan bisnis Sudirman, Mega Kuningan, Bandara Internasional Soekarno-Hatta, sesuai dengan misi PT.PJB sebagai anak perusahaan pembangkit PT.PLN (Persero) yang bertujuan memenuhi tuntutan pasar dalam persaingan ketat menjalankan roda usaha BUMN (Prastowo, 2012). Dampak lingkungan yang berbahaya akibat dari pencemaran antropogenik, terjadi dari aktivitas industri yang menghasilkan emisi. Hasil emisi dari sistim yang digunakan pada pusat pembangkit tenaga listrik berasal dari tenaga dan panas hasil pembakaranserta bahan bakar yang memiliki hasil sampingan yaitu SO x dan bahan pencemar lainnya. Pencemaran yang bersifat antropogenik merupakan pencemaran yang diakibatkan hasil aktifitas manusia (Soedomo, 2001). Kejadian ledakan gas, kebakaran meupakan hal yang rentan terjadi pada kawasan industri yang merupakan kejadian dari gagalnya pengoperasian teknologi.pada lingkungan industri kecelakaan dalam proses

4 4 produksi atau kecelakaan kerja disebabkan akibat tata laku kerja dan kondisi yang berbahaya yang dampaknya terhadap lingkungan (Nugroho, 2010). Emisi dari industri pembangkit listrik sebagian besar merupakan abu (fly ash) yang bewujud bahan padat namun dapat terbang terbawa ke udara melalui cerobong, selain itu terdapat abu dasar (botton ash) yang berbahan lebih berat, namun tidak terbawa terbang melainkan jatuh. Substansi yang menjadi dasar hasil emisi industri pembangkit tenaga listrik yaitu adanya NO x dan SO x. Jenis emisi tersebut yang menjadi sebab ragam masalah berkaitan pencemaran udara terhadap lapisan ozon, serta pemanasan global dan hujan asam (Kadir, 2010). Kementerian Negara Lingkungan Hidup Indonesia menyatakan bahwa, lingkungan hidup di Indonesia mengarah pada tren penurunan kualitas (KLH, 2013). Adanya suatu perubahan yang menuju penurunan kualitas lingkungan, berdasarkan pertanda pemanfaatan alam dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi kehidupan modern didukung legitimasi teologis (Hariadi, 1999). Pada tahun 2010 status PROPER yang diberikan kepada PT.PJB Unit Pembangkitan Muarakarang masih dalam kategori merah yang berarti pengelolaan belum sesuai peraturan penanganan dampak lingkungan hidup (Lingkungan PT.PJB UP. Muarakarang, 2014). Dalam melakukan pengkajian permasalahan ini perlu langkah cermat dan sistematis untuk mengidentifikasi bahaya atau kegagalan tersebut Keaslian Penelitian Terdapat beberapa penelian pendahulu yang telah dilakukan oleh peneliti lain di waktu sebelumnya dan kemungkinan memiliki korelasi kesamaan dalam sifat tetapi berbeda permasalahan. Berikut merupakan tabel mengenai penelitian yangrelevan.

5 5 Tabel 1.1. Penelitian Terdahulu Peneliti Lokasi tahun, dan Judul Tujuan Metode Penelitian Hasil 1. Eri Hiswara (1999) 2. Anita Dwi Puspitasari (2011) ANALISIS RISIKO BERBAGAI PEMBANGKIT LISTRIK: 1999 POLA SPASIAL PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER PENCEMAR PLTU DAN PLTGU MUARA KARANG:2011 Mendeskripsikan dampak potensi kegagalan terhadap pembangkit listrik yang memiliki perbedaan kuantitativ dan kualitativ dari jenis bahan bakar dan sistem Mengetahui pola spasial pencemaran udara dari sumber pencemar PLTU dan PLTGU Muara Karang Membandingkan Dosis radiasi per satuan energi listrik dari berbagai sumber pembangkita Membuat model spasial persebaran limbah udara Adanya hasil jenis kecelakaan berbeda dari jenis pembangkit yang memiliki jenis bahan bakar beragam Adanya hasil pencemaran udara dan partikel dalam jarak mulai dari 2 KM-9 KM 3. Galih Honggo Baskoro (2013) PLTU BATUBARA: ANTARA SOLUSI KRISIS LISTRIK DENGAN ISU PENCEMARAN LINGKUNGAN.STUDI KASUS PT PLN PJB:2013 untuk mengetahui kemungkinan penambahan pembangkit(daya) dengan mengkaji terselenggaranya produksi listrik tanpa pencemaran lingkungan Analisis produksi daya listrik dan deskripsi sistem produk Adanya kemungkinan potensi terganggunya produksi listrik bila adanya larangan penambahan daya listrik.

6 6 4. Penulis(dalam penelitian ini) IDENTIFIKASI DAMPAK BAHAYA KEGAGALAN TEKNOLOGI PLTU/PLTGU TERHADAP ELEMEN BERISIKO DI LINGKUNGAN UNIT PEMBANGKITAN MUARA KARANG 1. Mengetahui potensi kegagalan teknologi dari sistem pembangkitan UP. Muara Karang 2. Memahami identitas bahaya kegagalan teknologi terhadap elemen berisiko di lingkungan sekitar melalui aspek pencemaran udara. 3. Memahami wujud pengendalian bahaya dari Unit Pembangkitan Muara Karang 1. Identifikasi bahaya menggunakan Metode HAZOP(Hazard and Operability Analysis) menganalisa dan identifikasi bahayabahaya yang kemungkinan terjadi pada sebuah plant, melalui titik studi. 2. Pengolahan data spasial untuk model area terdampak gas buang cerobong pembangkit dalam bentuk persebaran konsentrasi Polutan. Identitas Bahaya yang memuat mengenai besaran bahaya dampak lingkungan dan pola spasial

7 7 Berdasarkan pada penelitian sebelumnya dalam Hiswara (1999) terkait analisis risiko pembangkit listrik, dijelaskan adanya jenis kecelakaan berbeda dari beberapa pembangkit dilihat dari sumber bahan bakar pembangkit yang memiliki sistem pembangkitan listrik beragam dan jenis bahaya kegagalan teknologi yang beragam. Adanya potensi bahaya polusi udara, ledakan dan kebakaran pada pembangkit listrik tenaga gas dan uap. Sementara skema pemodelan diungkapkan dalam penelitian selanjutnya dalam Puspitasari (2011), diketahui adanya pencemaran udara dari hasil sistem pembangkitan UP. Muara Karang dengan dimodelkan melalui pola spasial dengan menggunakan proses analisis spasial pada interpolasi di program lunak ArcGis dengan sumber titik pemantauan kualitas udara bebas hasil proses operasi PLTGU/PLTU dengan paramater debu, NO 2 dan SO Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini memiliki tujuan mengetahui dampak lingkungan bahaya teknologi dari kegagalan teknologi pada objek PLTU/PLTGU di Unit Pembangkitan Muarakarang terhadap lingkungan, sehingga terdapat kemungkinan menjadi dampak lingkungan dilihat dari pendekatan keruangan. Berikut merupakan pertanyaan dengan tujuan penelitian dalam penelitian ini. Tabel 1.3 Tujuan dan pertanyaan penelitian. Tujuan 1. Mengetahui potensi kegagalan teknologi dari sistem pembangkitan UP. Muara Karang 2. Memahami identitas bahaya kegagalan teknologi terhadap elemen berisiko di lingkungan sekitar melalui aspek pencemaran udara Pertanyaan Penelitian a. Apa saja bentuk kegagalan teknologi sehingga menghasilkan bahaya dalam sistem pembangkitan? b. Bagaimana bentuk bahaya yang terjadi akibat kegagalan teknologi dari sistem pembangkitan? a. Bagaimana sifat keterpaparan dari bahaya teknologi terhadap lingkungan sekitar? b. Bagaimana bentuk pola pencemaran akibat kegagalan teknologi terhadap elemen berisiko di lingkungan sekitar Unit Pembangkitan? 3. Memahami wujud pengendalian bahaya dari Unit Pembangkitan Muara Karang. a. Bagaimana sistem manajemen pengendalian bahaya terhadap kegagalan teknologi pada sistem pembangkitan? b. Bagaimana keadaan status ambang batas pencemaran dari emisi gas buang melalui cerobong pembangkit listrik berdasarkan standar kementerian lingkungan hidup?

8 8 1.5.Manfaat Penelitian Pada penelitian ini manfaat penelitan dibagi menjadi dua manfaat yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktik. Berikut merupakan manfaat dalam penelitian ini. a. Manfaat Teoretis. Manfaat teoretis dari studi ini adalah dapat menganalisis keadaan suatu wilayah berkaitan adanya industri pembangkit sebagai objek penelitian yang memiliki ketertarikan dalam masalah. Permasalahan yang perlu dikaji dengan perspektif kajian kebencanaan dan perencanaan wilayah dengan mempertimbangkan dampak lingkungan yang berupapotensi kebencanaan dari hasil sistem produksi industri listrik pada objek penelitian. b. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah dasar dan masukan terkait potensi bahaya yang dapat menjadi sebuah bencana akibat kegagalan teknologi di lingkungan industri pembangkit listrik. Sebagai rekomendasi kepada manajemen, maupun pemerintah sebagai pemilik BUMN ini agar memperhatikan keadaan lingkungan sekitar dengan bekerjasama dengan pemerintahan daerah setempat, sebagai kontrol dan mendukung lestarinya daya guna pembangkit listrik ini sebagai objek vital nasional.