GAMBARAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK PADA NELAYAN DI DESA PASAR BANGGI KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG TAHUN 2016 ARTIKEL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GAMBARAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK PADA NELAYAN DI DESA PASAR BANGGI KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG TAHUN 2016 ARTIKEL"

Transkripsi

1 GAMBARAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK PADA NELAYAN DI DESA PASAR BANGGI KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG TAHUN 2016 ARTIKEL OLEH: AYU AMELIA NURMANINGTIAS a004 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2016

2 LEMBAR PENGESAHAN Artikel Penelitian Berjudul GAMBARAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK PADA NELAYAN DI DESA PASAR BANGGI KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG TAHUN 2016 Disusun Oleh: AYU AMELIA NURMANINGTIAS a004 Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh Pembimbing Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran Ungaran, Agustus 2016 Pembimbing Utama Sri Wahyuni, S.KM, M.Kes NIDN

3 GAMBARAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK PADA NELAYAN DI DESA PASAR BANGGI KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG TAHUN 2016 Ayu Amelia Nurmaningtias*) Sri Wahyuni, S.KM, M.Kes.,**) PujiPranowowati, S.KM, M.Kes.,**) *MahasiswaProgram Studi Kesehatan Masyarakat STIKES NgudiWaluyo ** Dosen Program StudiKesehatan Masyarakat STIKES NgudiWaluyo ABSTRAK Dermatitis adalah peradangan kulitsebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen yang menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik dan keluhan gatal. Dermatitis ditemukan 85% sampai 98% dari seluruh penyakit akibat kerja. Nelayan merupakan salah satu pekerjaan yang berpotensimengalami dermatitis kontak. Data Puskesmas Rembang tahun 2013 kejadian dermatitis banyak terjadi pada nelayan 58% dan tahun 2014 meningkat 62%. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran kejadian dermatitis kontak pada nelayan di Desa Pasar Banggi Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional, jumlah sampel sebanyak 55 responden yang diperoleh dengan menggunakan metode simple random sampling. Analisis data yang digunakan adalah univariat berupa tabel distribusi frekuensi disertai narasi. Hasil penelitian menunjukkan nelayan yang menderita dermatitis (61,8%) dan tidak dermatitis (38,2%), mayoritas terjadi di ekstermitas dan badan (70,6%) dan ekstermitas (29,4%) dengan tingkat keparahan ringan (100%) di ekstermitas, keparahan sedang (37,5%) dan berat (12,5%) di ekstermitas dan badan. Kejadian dermatitis kontak didominasi kelompok umur 35 tahun, pendidikan tidak sekolah, masa kerja 5 tahun serta adanya riwayat penyakit kulit dan riwayat alergi. Hampir seluruh nelayan menggunakan APD masker, sarung tangan, sepatu baju dan celana panjang. Untuk personal hygiene mandi, personal hygiene pakaian, sumber air dan kualitas fisik air semuanya dalam kategori baik. Diharapkan kepada nelayan agar menggunakan APD seperti, sarung tangan, masker, sepatu, baju dan celana dalam keadaan kering. Menjaga kebersihan kulitdan pakaian, serta memeriksakan kesehatan ke puskesmas atau pelayanan kesehatan lainnya apabila merasa mengalami gejala dermatitis. Kata Kunci : Dermatitis Kontak, Nelayan Kepustakaan :14 ( )

4 ABSTRACT Dermatitis is inflammation of the skin, as a response to the influence of exogenous or endogenous factors that cause clinical disorders such as polymorphic efloresensi and complaints of itching. Dermatitis can be found 85% to 98% of all occupational diseases. Fisherman is one potential workers to havecontact dermatitis. Data based from Rembang District Public Health Center in 2013 the incidence of dermatitis occuredin many fishermen by 58% and in 2014 increased to 62%.The purpose of this research is to know the description of contact dermatitis incident fisherman of Pasar Banggi Village Rembang Regency in The study design was a descriptive research witha cross sectional approach, total sampel 55 person obtained by using simple random sampling.data analysis was univariate in the form of a frequency distribution table accompanied by narration. The results showthat the fisherman who suffer from dermatitis (61.8%), mostly occur in body extremities (70.6%) and extrimities (29.4%) with mild severity (100%) in extermities, moderate severity (37.5%) and severe (12.5%) occurred at body extremities. Contact dermatitis dominated age group 35 years, level of education is uneducated, the working period 5 years and a history of skin disease and history of allergies. Al most entire fisherman use of PPE masks, gloves, footwear, long-sleeved clothing and pants long. For personal hygieneshower, personal hygiene clothing, physical quality of water and water resources all in a good category. It is expected for fishermen to always use PPE such as gloves, masks, boots, longsleeved clothing and pants long in condition dry. Keep the skin personal hygieneand clothes personal hygiene, check regularly in public health center or other health services if experience symptoms of dermatitis or other diseases disorders. Keywords : Contact Dermatitis, Fisherman Bibliographies: 14 ( )

5 PENDAHULUAN Penyakit Akibat Kerja (PAK) merupakan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan kecelakaan kerja yang dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Masalah kesehatan kerja diatur dalam UU No.23 tahun 1992 pasal 23 yang menyatakan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktifitas kerja yang optimal agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan sekelilingnya. Salah satu penyakit akibat kerja yang paling banyak dijumpai yaitu dermatitis kontak akibat kerja. Dermatitis merupakan penyakit kulit yang umumnya dapat terjadi secara berulang-ulang terhadap seseorang dalam bentuk peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, yang menimbulkan kelainan klinis berupa lisensi polimorfik (eritema, endema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal (Djuanda, 2007). Kelainan kulit dermatitis dapat ditemukan sekitar 85% sampai 98% dari seluruh penyakit kulit akibat kerja. Insiden dermatitis kontak akibat kerja diperkirakan sebanyak 0,5 sampai 0,7 kasus per 1000 pekerja per tahun. Penyakit kulit diperkirakan menempati 9% sampai 34% dari penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Dermatitis kontak akibat kerja biasanya terjadi di tangan dan angka insiden untuk dermatitis bervariasi antara 2% sampai 10%. Diperkirakan sebanyak 5% sampai 7% penderita dermatitis akan berkembang menjadi kronik dan 2% sampai 4% di antaranya sulit untuk disembuhkan dengan pengobatan topikal. Penyakit dermatitis juga terjadi pada pekerja informal yang umumnya kurang memperhatikan sanitasi dan perlindungan bagi kesehatan dirinya (Tombeng, IGN, & IGK, 2012). Prevalensi dermatitis di Indonesia sangat bervariasi. Pada pertemuan dokter spesialis kulit tahun 2009, sekitar 90% penyakit kulit akibat kerja merupakan dermatitis kontak, baik iritan maupun alergik. Penyakit kulit akibat kerja yang merupakan dermatitis kontak sebesar 92,5%, sekitar 5,4% karena infeksi kulit dan 2,1% penyakit kulit karena sebab lain. Pada studi epidemiologi, Indonesia memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan 33,7% adalah dermatitis kontak alergi (Hudyono, 2002). Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan hak bagi pekerja yang berada di sektor formal maupun informal, salah satunya bagi nelayan. Nelayan adalah orang yang sehariharinya bekerja menangkap ikan atau biota lainya yang hidup didasar kolam, maupun permukaan perairan. Perairan yang merupakan tempat aktivitas nelayan ini dapat merupakan perairan tawar, payau maupun laut. Nelayan di negara berkembang seperti Asia Tenggara atau di Afrika, menggunakan peralatan yang sederhana untuk menangkap ikan. Sedangkan nelayan di negara maju biasanya menggunakan peralatan yang moderen dengan kapal yang lebih besar yang dilengkapi dengan teknologi canggih (Eidman,2008). Gangguan kesehatan kulit pada nelayan merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan. Penyakit ini timbul akibat dari beberapa faktor seperti faktor lingkungan, karakteristik paparan, karakteristik agen, dan faktor individu. Higiene perorangan yang tidak memadai dapat mengakibatkan infeksi jamur, bakteri, virus, parasit, gangguan kulit dan keluhan lainnya. Apabila kondis lingkungan kerja dalam keadaan kotor dan lembab, hal ini akan mengakibatkan penyakit kulit menjadi mudah berkembang. Berbagai jenis dermatitis dapat terjadi di masyarakat, namun jenis dermatitis yang sering terjadi pada nelayan adalah dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi. Terdapat berbagai macam faktor yang mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak yang terbagi kedalam dua faktor yakni faktor eksogen dan faktor endogen. Faktor eksogen meliputi tipe dan karakteristik agen karakteristik paparan, serta faktor lingkungan. Sedangkan faktor

6 endogen meliputi faktor genetik, jenis kelamin, usia, ras, lokasi kulit, dan riwayat atopik (Cahyawati & Budiono, 2011). Dampak dermatitis kontak dapat berpengaruh terhadap fisik dan ekonomi. Secara fisik dermatitis kontak iritan kronis yang bersifat kumulatif yaitu terpapar berulang-ulang dengan iritasi tingkat rendah. Terjadi ruam yang memakan waktu mingguan, bulanan, tahunan untuk berkembang. Sedangkan dampak dermatitis dalam hal ekonomi meliputi, biaya langsung atas pengobatan penyakit, kehilangan hari kerja dan produktivitas kerja yang dapat mempengaruhi keadaan ekonomi. Masyarakat beranggapan bahwa penyakit kulit bukan penyakit yang membahayakan sehingga tidak perlu penanganan dengan segera jika belum dalam keadaan yang parah. Jika keluhan gangguan kulit tidak segera ditanggulangi maka lama kelamaan akan mengakibatkan gangguan kulit yang lebih serius. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh penelitian pada tanggal 4 Desember 2015 pada 10 orang nelayan di Desa Pasar Banggi Kabupaten Rembang, sebanyak 5 orang yang nelayan tersebut menderita kelainan kulit seperti dermatitis. Menurut para penderita hal ini terjadi setelah mereka bekerja melaut. Sebanyak 1 orang penderita mengaku merasakan gatal sepulang melaut karena lingkungan kerja yang selalu berhubungan dengan air laut dan belum terlaksananya hygine personal yang baik. Sebanyak 4 orang nelayan karena tidak menggunakan alat pelindung diri seperti sepatu boot, sarung tangan, topi, masker/penutup wajah, dan pakaian khusus menyebabkan kulit menjadi terpajan sinar matahari secara langsung serta adanya percikan air laut yang membasahi kulit dan adanya gigitan binatang air seperti ubur-ubur dapat menyebabkan gatal-gatal sehingga memungkinkan untuk terjadinya dermatitis. Berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak pada nelayan hal ini dikarenakan dermatitis merupakan suatu penyakit dengan penyebab kejadian yang multifaktor. Berdasarkan alasan-alasan dari kejadian diatas peneliti tertarik untuk meneliti kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada nelayan. Peneliti ingin mengetahui gambaran karakteristik individu, penggunaan APD dan keadaan personal hygiene terkadap kejadian dermatitis kontak pada nelayan. A. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui gambaran kejadian dermatitis kontak pada nelayan di Desa Pasar Banggi Kecamatan Rembang. B. Manfaat Penelitian Dapat digunakan sebagai salah satu sumber informasi mengenai faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis kontak pada nelayan sehingga dapat dilakukan pencegahan dan penanganan dini terhadap kejadian dermatitis kontak. BAHAN DAN CARA PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan di Desa Pasar Banggi Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh nelayan di Desa Pasar Banggi Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang sebanyak 120 orang. Sedangkan sampel dalam penelitian ini berjumlah 55orang yang diperoleh dengan menggunakan metode simple random sampling. Analisa data yang dilakukan adalah univariat berupa tabel distribusi frekuensi yang disertai dengan narasi. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian berdasarkan karakteristik responden, pemakaian APD, personal hygiene, dan pemeriksaan dermatitis kontak terhadap 55 nelayan yang ada di Desa Pasar Banggi Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

7 Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik NelayanDi Desa Pasar Banggi Kecamatan Rembang No. Karakteristik Frekuensi (n=55) Persentase (%) 1. Umur (Tahun) a. Muda (< 35) 29 52,7 b. Tua ( 35) 26 47,3 2. Tingkat Pendidikan a. Tidak Sekolah 8 14,5 b. SD 9 16,5 c. SMP 19 34,5 d. SMA 19 34,5 3. Masa kerja a. < 5 tahun 8 14,5 b. 5 tahun 47 85,5 4. Riwayat Penyakit Kulit a. Ya 14 25,5 b. Tidak 41 74,5 5. Riwayat Alergi a. Ya 14 25,5 b. Tidak 41 74,5 Dari tabel 1 menunjukkan bahwa karakteristik nelayan di Desa Pasar Banggi Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang di dominasi oleh kelompok umur <35 tahun sebanyak 29 orang (52,7%) dengan tingkat pendidikan terakhir nelayan yaitu SMP dan SMA sebanyak 19 orang (34,5%). Mayoritas nelayan memiliki masa kerja 5 tahun sebanyak 47 orang (85,5%). Serta masing-masing sebanyak 14 orang (25,5%) memiliki riwayat penyakit kulit dan riwayat alergi. Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemakaian APD Pada NelayanDi Desa Pasar Banggi Kecamatan Rembang No Jenis APD Frekuensi (n=55) Presentase (%) 1. Masker/Penutup Wajah a. Menggunakan 45 81,8 b. Tidak menggunakan 10 18,2 2. Sarung Tangan a. Menggunakan 47 85,8 b. Tidak menggunakan 8 14,5 3. Sepatu a. Menggunakan 20 36,4 b. Tidak menggunakan 35 63,6 4. Baju Lengan Panjang a. Menggunakan ,0 b. Tidak menggunakan 0 0,0 5. Celana Panjang a. Menggunakan 43 78,2 b. Tidak menggunakan 12 21,8

8 Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa APD yang banyak digunakan nelayan ketika melaut yaitu masker sebanyak 45 orang (81,8%), sarung tangan sebanyak 47 orang (85,5%), celana panjang sebanyak 43 orang (78,2%) dan baju lengan panjang sebanyak 55 orang (100%). Serta sebanyak 35 orang (63,6%) nelayan tidak menggunakan sepatu ketika melaut. Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Personal Hygiene Nelayan Di Desa Pasar Banggi Kecamatan Rembang No. Personal Hygiene Frekuensi (n=55) Persentase (%) 1. Mandi a. Baik 49 89,1 b. Buruk 6 10,9 2. Pakaian a. Baik 45 81,8 b. Buruk 10 18,2 3. Sumber Air a. Baik ,0 b. Buruk 0 0,0 4. Kualitas Fisik Air a. Baik 31 56,4 b. Buruk 24 43,6 Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa untuk personal hygiene yang dilakukan nelayan semuanya sudah dalam kategori baik diantaranya untuk personal hygiene mandi sebanyak 49 orang (89,1%), personal hygiene pakaiaan sebanyak 45 orang (81,8%), kualitas fisik air sebanyak 31 orang (56,4%) dan sumber air sebanyak 55 orang (100%). Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemeriksaan Dermatitis Kontak Pada Nelayan Di Desa Pasar Banggi Kecamatan Rembang Kejadian Dermatitis Kontak Frekuensi Persentase (%) Dermatitis Kontak 34 61,8 Tidak Dermatitis Kontak 21 38,2 Total ,0 Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa dari 55 responden sebanyak 34 orang (61,8%) menderita dermatitis kontak dan 21 orang (38,2%) tidak menderita dermatitis kontak. Tabel 5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lokasi Dermatitis Kontak Pada Nelayan Di Desa Pasar Banggi Kecamatan Rembang Lokasi Dermatitis Kontak Frekuensi Persentase (%) Ekstermitas (tangan dan kaki) 10 29,4 Badan 0 0,0 Ekstermitas dan badan 24 70,6 Total ,0 Dari tabel 5 berdasarkan lokasi dermatitis kontak yang dialami oleh nelayan diketahui bahwa sebanyak 24 orang (70,6%) mengalami dermatitis kontak di lokasi ekstermitas dan badan dan sebanyak 10 orang (29,4%) mengalami dermatitis kontak di lokasi ekstermitas.

9 Tabel 6 Distribusi Frekuensi Gambaran Lokasi dan Tingkat Keparahan Dermatitis KontakPada Nelayan Di Desa Pasar Banggi Kecamatan Rembang Lokasi Dermatitis Kontak Keparahan Dermatitis Total Ringan Sedang Berat f % f % f % f % Ekstermitas ,0 0 0,0 0 0, ,0 Badan 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Esktermitas dan badan ,5 3 12, ,0 Total 22 64,7 9 26,5 3 8, ,0 Dari tabel 6 berdasarkan lokasi dan tingkat keparahan dermatitis kontak pada nelayan dapat diketahui bahwa sebanyak 100% (10 orang) menderita dermatitis kontak di lokasi ekstermitas dengan tingkat keparahan ringan. Serta sebanyak 37,5% (9 orang) dengan keparahan sedang dan sebanyak 12,5% (3 orang) dengan keparahan berat menderita dermatitis di lokasi ekstermitas dan badan. Tabel 7 Distribusi Frekuensi Kejadian Dermatitis Kontak Berdasarkan Karakteristik Responden Nelayan Di Desa Pasar Banggi Kecamatan Rembang Dermatitis No. Karakteristik Ya Tidak Total f % f % f % 1. Umur a. Muda (<35 tahun) 14 48, , ,0 b. Tua ( 35 tahun) 20 79,9 6 23, ,0 2. Pendidikan Terakhir a. Tidak Sekolah 7 87,5 1 12, ,0 b. SD 5 55,6 4 44, ,0 c. SMP 12 63,2 7 36, ,0 d. SMA 10 52,6 9 47, ,0 3. Masa Kerja a. Baru (<5 tahun) ,0 b. Lama ( 5 tahun) 32 68, , ,0 4. Riwayat Penyakit Kulit a. Ada ,0 0 0, ,0 b. Tidak Ada 20 48, , ,0 5. Riwayat Alergi a. Ada ,0 0 0, ,0 b. Tidak Ada 20 48, , ,0 Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa kejadian dermatitis kontak berdasarkan karakteristik responden banyak dialami oleh nelayan pada kategori umur 35 tahun sebanyak 79,9% (20 orang) dibandingkan dengan nelayan dengan kategori umur <35 tahun sebanyak 48,3% (14 orang). Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir, nelayan yang paling banyak menderita dermatitis kontak adalah nelayan yang tidak sekolah yaitu sebanyak 87,5% (7 orang) dibandingkan dengan nelayan yang berpendidikan terakhir SD sebanyak 55,6% (5 orang), SMP sebanyak 63,2% (12 orang) dan SMA sebanyak 52,6% (10 orang).

10 Kejadian dermatitis kontak pada nelayan berdasarakan masa kerja lebih banyak dialami oleh nelayan dengan masa kerja 5 tahun yaitu sebanyak 68,1% (32 orang) dibandingkan dengan nelayan yang masa kerjanya < 5 tahun yaitu sebanyak 2 % (2 orang) Sebanyak 100% (14 orang) atau seluruh nelayan dengan riwayat penyakit kulit dan riwayat alergi mengalami dermatitis kontak dan sebanyak 48,8% (20 orang) nelayan yang mengalami dermatitis kontak tidak memiliki riwayat penyakit dan riwayat alergi. Tabel 8 Distribusi Frekuensi Kejadian Dermatitis Kontak Berdasarkan Penggunaan APD Pada Nelayan Di Desa Pasar Banggi Kecamatan Rembang Dermatitis No. APD Ya Tidak Total f % f % f % 1. Masker/Penutup Wajah a. Tidak Menggunakan 5 50,0 5 50, ,0 b. Menggunakan 29 64, , ,0 2. Sarung Tangan a. Tidak Menggunakan 6 75,0 2 25, ,0 b. Menggunakan 28 59, , ,0 3. Sepatu a. Tidak Menggunakan 25 71, , ,0 b. Menggunakan 9 45, , ,0 4. Baju Lengan Panjang a. Tidak Menggunakan 0 0,0 0 0,0 0 0,0 b. Menggunakan 34 61, , ,0 5. Celana Panjang a. Tidak Menggunakan 9 75,0 3 25, ,0 b. Menggunakan 25 58, , ,0 Dari tabel 8 berdasarkan penggunaan APD kejadian dermatitis kontak banyak dialami nelayan yang menggunakan APD masker sebanyak 64,4% (29 orang) dibandingkan dengan nelayan yang tidak menggunakan masker sebanyak 50 % (5 orang). Berdasarkan penggunaan APD sarung tangan dengan kejadian dermatitis kontak banyak dialami oleh nelayan yang tidak menggunakan sarung tangan sebanyak 75% (6 orang) dibandingkan dengan nelayan yang menggunakan sarung tangan sebanyak 59,6% (28 orang). Berdasarkan penggunaan APD sepatu dengan kejadian dermatitis kontak banyak dialami oleh nelayan yang tidak menggunakan sepatu sebanyak 71,4% (25 orang) dibandingkan dengan nelayan yang menggunakan sepatu sebanyak 45% (9 orang). Sebanyak 100% (34 orang) atau seluruh nelayan yang menderita dermatitis kontak semuanya menggunakan APD baju lengan panjang ketika bekerja. Berdasarkan penggunaan APD celana panjang dengan kejadian dermatitis kontak banyak dialami oleh nelayan yang tidak menggunakan celana panjang sebanyak 75% (9 orang) dibandingkan dengan nelayan yang menggunakan celana panjang sebanyak 58,1% (25 orang).

11 Tabel 9 Distribusi Frekuensi Kejadian Dermatitis Kontak Berdasarkan Personal Hygiene Pada Nelayan Di Desa Pasar Banggi Kecamatan Rembang Dermatitis Kontak No. Personal Hygiene Ya Tidak Total f % f % f % 1. Mandi a. Baik 28 57, , ,0 b. Buruk 6 100,0 0 0, ,0 2. Pakaian a. Baik 26 57, , ,0 b. Buruk 8 80,0 2 20, ,0 3. Sumber Air a. Baik 34 61, , ,0 b. Buruk 0 0,0 0 0,0 0 0,0 4. Kualitas Fisik Air a. Baik 15 48, , ,0 b. Buruk 19 79,2 5 9, ,0 Dari tabel 9 dapat diketahui bahwa kejadian dermatitis kontak banyak dialami oleh nelayan dengan personal hygiene mandi buruk sebanyak 100% (6 orang) dibandingkan dengan nelayan yang memiliki personal hygiene mandi baik sebanyak 57,1% (28 orang). Kejadian dermatitis kontak berdasarkan personal hygiene pakaian, banyak dialami nelayan dengan personal hygiene pakaian buruk sebanyak 80% (8 orang) dibandingkan dengan nelayan yang personal hygiene pakaiaannya baik sebanyak 57,8% (26 orang) Sebanyak 61,8% (34 orang) atau seluruh nelayan yang menderita dermatitis kontak memiliki sumber air dengan kategori sumber air baik. Kejadian dermatitis kontak pada nelayan banyak dialami oleh nelayan dengan kualitas fisik air buruk sebanyak 79,2% (19 orang) dibandingkan dengan nelayan yang memiliki kualitas fisik air baik sebanyak 48,8% (15 orang). PEMBAHASAN A. Gambaran Karakteristik Responden Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Nelayan Dermatitis kontak merupakan inflamasi yang diakibatkan kontak kulit dengan bahan eksternal baik allergen kimiawi atau iritan mekanis (Harnowo,2001).Pajanan terhadap perubahan dalam kondisi lingkungan, terutama yang berkaitan dengan temperatur yang ekstrim dan kelembaban. Kontak dengan peralatan yang digunakan dalam pekerjaan laut yang mungkin berbahaya bagi kulit karena mereka dapat menyebabkan untuk misalnya dermatitis kontak dan cedera traumatik yang dapat menjadi portal masuk untuk berbagai agen infeksi (Hamdi, 2009). Penyakit kulit, seperti dermatitis kontak sering terjadi pada nelayan akibat dari aktifitas nelayan yang terus menerus basah, berkontak dengan air serta adanya binatang laut, jamur, bakteri dll yang mungkin saja dapat menginfeksi kulit. Pekerjaan basah merupakan tempat berkembangnya penyakit jamur, misalnya monoliasis. Serkarial dermatitis mungkin menghinggapi nelayan yang hidup di pantai dengan keadaan sanitasi kurang baik, penyebabnya ialah larva sejenis cacing, serta beberapa jenis ikan menyebabkan kelainan kulit (Cinta Lestari, 2008). Berdasarkan tabel4 sebanyak34 nelayan menderita dermatitis kontak. Mayoritas terjadi di ekstermitas badan dan di ekstermitas, dengan tingkat keparahan ringan tertinggi

12 di ekstermitas, keparahan sedang dan berat terjadi di bagian ekstermitas dan badan. Kelainan kulit yang timbul berupa lichenifikasi (kulit mengkilap), hyperkeratosis (kapalen), fissure (kulit pecah-pecah), kerusakan kuku jari serta muncul gejala seperti gatal, panas, dan kulit kering. Berdasarkan karakteristik umum responden dari 34 nelayan yang menderita dermatitis kontak didominasi olehkelompok umur 35 tahun sebanyak dengan pendidikan terakhir tidak sekolah, masa kerja 5, serta memiliki riwayat penyakit kulit dan riwayat alergi sebanyak 100%. Kejadian dermatitis pada nelayan di Desa Pasar Banggi dikarenakan pekerjaan nelayan yang basah akibat kontak dengan air laut, kontak dengan binatang laut dan binatang air yang menyebabkan gatal serta aktifitas kerja nelayan berupa gesekan dan tekanan dengan jaring ketika sedang bekerja.agent penyebab dermatitis di laut berupa invertebrata laut dari filum Cnidaria. Organisme ini mengandung nematocysts pada tentakel mereka yang mungkin menembus kulit dan melepaskan racun yang dapat menyebabkan kulit serta reaksi sistemik. Beberapa organisme diketahui mempengaruhi kejadian dermatitis seperti ubur-ubur, anemon, karang api. Dermatitis kontak lebih sering terjadi pada usia dewasa tapi dapat juga mengenai segala usia. Proses penuaan dimulai dari usia 40 tahun, pada usia tersebut sel kulit lebih sulit menjaga kelembaban nya karena menipisnya lapisan basal, selainitu produksi serebum juga menurun tajam, sehingga banyak sel mati yang menumpuk karena pergantian sel (Trihapsoro,2003). Nelayan dengan tingkat pendidikan rendah lebih banyak menderita dermatitis kontak dikarenakan kurangnya pengetahuan mereka mengenai bahaya atau akibat penyakit yang ditimbulkan oleh air.intensitas masa kerja nelayan yang 5 tahun memungkinkan nelayan lebih banyak terpajan dengan bahan iritan baik itu air laut, jamur serta mikroba yang ada di air yang menempel pada kulit dan dapat mengiritasi kulit yang pada akirnya menyebabkan dermatitis kontak. Adanya riwayat penaykit kulit serta riwayat alergi yang pernah dialami oleh nelayan memungkinkan mereka lebih beresiko untuk menderita dermatitis. Rendahnya kesadaran nelayan yang tidak peduli dengan kesehatan mereka, karena nelayan yang mempunyai riwayat alergi ini malas berobat dan menganggap sepele penyakit kulit yang mereka alami. B. Gambaran Penggunaan APD Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari potensi bahaya kecelakaan kerja. Syarat APD antara lain nyaman dipakai, tidak mengganggu kerja, memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya (Sumamur, 1992). APD yang sering digunakan oleh nelayan di Desa Pasar Banggi berupa masker,sarung tangan, sepatu, baju lengan panjang dan celana panjang. Dari tabel 8 dapat diketahui bahwa kejadian dermatitis kontak tertinggi pada nelayan yang tidak menggunakan sarung tangan, sepatu dan celana panjang. Hal ini sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Fatma Lestari dan Hari Suryo Utomo (2007), bahwa jika tenaga kerja atau pekerja dalam bekerja tidak memakai alat pelindung diri maka kulit menjadi tidak terlindungi dan kulit menjadi lebih mudah terpapar oleh bahan iritan maupun alergen. Pada penelitian yang dilakukan oleh Erliana (2008) pada pekerja percetakan paving blok, menunjukan bahwa yang tidak menggunakan APD 87,5% menderita dermatitis kontak dibandingkan dengan yang tidak menggunakan APD 19%. Nelayan yang tidak menggunakan APD sarung tangan, sepatu dan celana panjang lebih banyak mengalami dermatitis kontak di bagian tangan kaki dan badan. Hal ini merupakan akibat dari adanya gesekan dan tekanan dari aktifitas kerja nelayan ketika

13 menangkap ikan menebar dan menarik jaring tangan yang basah dan lembab yang tergesek menyebabkan iritasi yang dapat menyebabkan dermatitis. Sedangkan untuk nelayan yang menggunakan APD masker dan baju panjang juga masih banyak yang mengalami dermatitis kontak.apd yang di fungsikan untuk melindungi diri dari panas sinar matahari justu malah menyebabkan dermatitis pada nelayan. Hal ini dikarenakan karena APD yang basah dan lembab oleh air laut menjadi tempat berkembangnya jamur pada kulit yang menyebabkan gatal sehingga dapat beresiko mengakibatkan penyakit kulit yaitu dermatitis. C. Gambaran Personal Hygiene Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Berdasarkan tabel 9 kejadian dermatitis kontak pada nelayan berdasarkan personal hygiene didominasi personal hygiene mandi, personal hygiene pakaian, dan kualitas fisik airyang semuanya dalam kategori buruk. Sedangkan untuk sumber air dalam kategori baik. Kaitan antara terjadinya dermatitis kontak dengan personal hygiene mandi terjadi akibat dari kondisi kebiasaan mandi yang tidak baik dan benar meliputi mandi kurang dari 2 kali sehari, tidak menggunakan sabun ketika mandi, tidak mengsok badan ketika mandi, tidak mandi sebelum melaut. Kebersihan pakaian kerja juga perlu diperhatikan. Sisa kotoran yang menempel di baju dapat menginfeksi tubuh bila dilakukan pemakaian berulang kali. Mencuci pakaian secara teratur dengan sabun dan keringkan di sinar matahari merupakan salah satu cara untuk mencegah terhindar dari penularan penyakit kulit. Pakaian yang telah di pakai selama 12 jam, harus di cuci jika akan digunakan kembali. Untuk itu perlu mengganti pakaian dengan yang besih setiap hari. Saat tidur hendaknya kita mengenakan pakaian yang khusus untuk tidur dan bukannya pakaian yang sudah dikenakan sehari-hari yang sudah kotor. Untuk kaos kaki, kaos yang telah dipakai 2 kali harus dibersihkan. Selimut, sprei, dan sarung bantal juga harus diusahakan supaya selalu dalam keadaan bersih sedangkan kasur dan bantal harus sering dijemur (Irianto & Koes, 2006). Pakaian yang basah karena air laut, keringat dan kotoran akan menjadi tempat berkembangnya bakteri dan jamur. Pakaian yang telah terkontaminasi jamur dan bakteri apabila bersentuhan dengan kulit dapat menimbulkan gejala penyakit kulit misalnya saja menyebabkan gatal pada kulit. Mayoritas nelayan menggunakan jenis sumber air bersih dari sumur dan PDAM. Namun untuk kondisi sumber air PDAM tidak bisa di jamin kebersihannya karena terdapat beberapa air yang tidak memenuhi syarat karena ada beberapa kondisi air yang keruh hal ini disebabkan karena air PDAM berasal dari waduk yang diolah kembali dan digunakan oleh masyarakat. Sedangkan untuk sumber air yang berasal dari sumur hampir semuan airnya payau. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cahyawati dan Budiono (2011) pada nelayan, yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara higiene perorangan dengan dermatitis kontak, serta penelitian yang dilakukan oleh Fatma Lestari (2007) pada pekerja di PT. Inti Pantja Press Industri juga menunjukkan 29 pekerja dengn personal hygiene kurang mengalami dermatitis kontak dan hanya 10 pekerja dengan personal hygiene baik mengalami dermatitis. D. Keterbatasan Penelitian Dalam melakukan penelitian mengenai gambaran dermatitis kontak pada nelayan di Desa Pasar Banggi Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang terdapat keterbatasan penelitian, yaitu pemeriksaan dermatitis kontak hanya dilakukan dengan metode anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan bantuan dokter.

14 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Berdasarkan frekuensi karakteristik responden tertinggi pada kategori umur <35 tahun (52,7%), dengan tingkat pendidikan SMP dan SMA (34,5%), masa kerja 5 tahun (85,5%), serta adanya riwayat penyakit kulit dan riwayat alergi (25,5%). 2. Berdasarkan penggunaan APD berupa masker (82,8%), sarung tangan (85,8%), baju lengan panjang (100%), celana panjang (78,2%) dan sepetu (36,4%) semuanya dalam keadaan basah. Berdasarkan keadaan personal hygiene mandi (89,1%), personal hygiene pakaian (81,8%), sumber air (100,0%) dan kualitas fisik air (56,4%) semuanya dalam kategori baik. 3. Dari 55 responden nelayan, sebanyak 61,8 % menderita dermatitis kontak, mayoritas terjadi pada lokasi ekstermitas dan badan (70,6%) dan ekstermitas (29,4%) dengan tingkat keparahan dermatitis kontak tertinggi yaitu keparahan ringan (100%) di ekstermitas, keparahan sedang (37,5%) dan berat (12,5%) terjadi di bagian ekstermitas dan badan. 4. Dari 34 responden nelayan yang menderita dermatitis kontak didominasi oleh kelompok umur 35 tahun (76,9%), tingkat pendidikan tidak sekolah (87,5%), masa kerja 5 tahun (68,1%) serta adanya riwayat penyakit kulit dan riwayat alergi (100%). 5. Kejadian dermatitis kontak pada nelayan berdasarkan penggunaan APD didominasi oleh penggunaan APD berupa masker (64,4%), baju lengan panjang (61,8%) dan yang tidak menggunakan APD sarung tangan (75%), sepatu (71,4%), celana panjang (75%). Kejadian dermatitis kontak pada nelayan berdasarkan personal hygiene didominasi oleh personal hygiene mandi (100%), personal hygiene pakaian (80%), dan kualitas fisik air (79,2%) yang semuanya dalam kategori buruk. Sedangkan untuk sumber air (61,8%) dalam kategori baik. B. Saran 1. Diharapkan pada nelayan di Desa Pasar Banggi agar menggunakan APD seperti sarung tangan, masker, sepatu, baju dan celana panjang dalam kedaan kering. Serta menjaga kebersihan diri dan kebersihan pakaian, memeriksa kesehatan secara rutin ke puskesmas atau tempat pelayanan kesehatan lainnya apabila merasa mengalami gejala dermatitis atau gangguan penyakit lainnya. 2. Diharapkan kepada pihak puskesmas untuk mengadakan sosialisasi ataupun penyuluhan dan pelatihan mengenai pentingnya PHBS, selain itu secara rutin juga perlu dilakukan pemeriksaan dermatitis kontak pada nelayan di wilayah kerja Puskesmas Rembang. 3. Diharapkan pada peneliti selanjutnya agar melakukan uji tempel untuk mengetahui apakah pekerja menderita dermatitis kontak iritan atau dermatitis kontak alergi. DAFTAR PUSTAKA Cahyawati, & Budiyono Faktor Dermatitis Nelayan. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang Indonesia. Djuanda,S. dan Sri Adi S Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Eidman Nelayan. Jurnal Ekologi Kesehatan. Erliana Hubungan Karakteristik Individu dan Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Paving Block CV. Lhoksumawe. Universitas Sumatera Utara. Hamdi, K. I. A Dermatitis Kontak Pada Nelayan.

15 Harnowo Keperawatan medicalbedah untuk Akademi Keperawatan. Jakarta: Widya Medika. Hudyono J Dermatosis Akibat Kerja. Majalah. Kedokteran Indonesia. Koes Irianto Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Jilid 2. Jakarta. Lestari,Cinta.2008.Penyakit Kulit Akibat Kerja. http : //cintalestariwordpress.com/ 2008/11/26/Penyakit kulit. Diakses tanggal 1 oktober Lestari, F. dan Hari Suryo,U Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja di PT Pantja Press Industri. Depok : FKM UI. Republik Indonesia. Undang-Undang RI No. 32 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Kerja. Sekretariat Negara; Suma'mur Penyakit Akibat Kerja. Jakarta : PT Gunung Agung Tombeng, M., IGN, D., & IGK, D Dermatitis Kontak Akibat Kerja pada Petani. Universitas Udayana. Trihapsoro, I Dermatitis Kontak Alergik pada pasien rawat jalan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Universitas Sumatera Utara, Medan.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO), pada tahun 2008 memperkirakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO), pada tahun 2008 memperkirakan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO), pada tahun 2008 memperkirakan ada sekitar 2,34 juta orang meninggal setiap tahun karena kecelakaan kerja dan penyakit akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap ahli kesehatan khususnya dokter seharusnya sudah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap ahli kesehatan khususnya dokter seharusnya sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap ahli kesehatan khususnya dokter seharusnya sudah mengetahui mengenai dermatitis. Beberapa penelitian tentang dermatitis telah dilakukan sehingga meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kulit akibat kerja merupakan peradangan kulit yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kulit akibat kerja merupakan peradangan kulit yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kulit akibat kerja merupakan peradangan kulit yang disebabkan oleh suatu pekerjaan seseorang. Penyakit akibat kerja biasanya terdapat di daerah industri, pertanian

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara

BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan tenaga kerja sebagai sumber daya manusia sangat penting. Oleh karena itu, upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Gangguan kesehatan kulit pada petani rumput laut merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan. Penyakit ini timbul akibat dari

PENDAHULUAN Gangguan kesehatan kulit pada petani rumput laut merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan. Penyakit ini timbul akibat dari HUBUNGAN MASA KERJA, HIGIENE PERORANGAN DAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN KELUHAN GANGGUAN KULIT PETANI RUMPUT LAUT DI KELURAHAN KALUMEME BULUKUMBA The Relationship Of Working Period, Personal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papula, vesikel, skuama) dan

BAB I PENDAHULUAN. klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papula, vesikel, skuama) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis adalah peradangan kulit pada epidermis dan dermis sebagai respons terhadap pengaruh faktor eksogen atau endogen yang menimbulkan gejala klinis berupa efloresensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemudian akan mengalami asma dan rhinitis alergi (Djuanda, 2007). inflamasi dan edukasi yang kambuh-kambuhan (Djuanda,2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. kemudian akan mengalami asma dan rhinitis alergi (Djuanda, 2007). inflamasi dan edukasi yang kambuh-kambuhan (Djuanda,2007). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatitis atopik atau gatal-gatal masih menjadi masalah kesehatan terutama pada anak-anak karena sifatnya yang kronik residif sehingga mempengaruhi kualitas hidup pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salon, dan pekerja tekstil dan industri rumahan (home industry). Pada. pekerja per tahun. (Djuanda dan Sularsito, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. salon, dan pekerja tekstil dan industri rumahan (home industry). Pada. pekerja per tahun. (Djuanda dan Sularsito, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenis pekerjaan yang berhubungan dengan penyakit akibat kerja terutama dermatitis kontak kerja yaitu petani, pekerja bangunan, pekerja salon, dan pekerja tekstil dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432 tahun 2008, rumah sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai bahaya potensial

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE, USIA, DAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS DI PUSKESMAS GLOBAL TIBAWA KABUPATEN GORONTALO

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE, USIA, DAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS DI PUSKESMAS GLOBAL TIBAWA KABUPATEN GORONTALO HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE, USIA, DAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS DI PUSKESMAS GLOBAL TIBAWA KABUPATEN GORONTALO Farni Djamalu, Zuhriana K. Yusuf, Ahmad Aswad 1 Jurusan Ilmu Keperawatan FIKK

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DAN LAMA KERJA DENGAN PENYAKIT DERMATITIS DI KAMPUNG KRAJAN KELURAHAN MOJOSONGO KECAMATAN JEBRES SURAKARTA

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DAN LAMA KERJA DENGAN PENYAKIT DERMATITIS DI KAMPUNG KRAJAN KELURAHAN MOJOSONGO KECAMATAN JEBRES SURAKARTA HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DAN LAMA KERJA DENGAN PENYAKIT DERMATITIS DI KAMPUNG KRAJAN KELURAHAN MOJOSONGO KECAMATAN JEBRES SURAKARTA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata

Lebih terperinci

Factors that Corelation to The Incidence of Occupational Contact Dermatitis on the Workers of Car Washes in Sukarame Village Bandar Lampung City

Factors that Corelation to The Incidence of Occupational Contact Dermatitis on the Workers of Car Washes in Sukarame Village Bandar Lampung City Factors that Corelation to The Incidence of Occupational Contact Dermatitis on the Workers of Car Washes in Sukarame Village Bandar Lampung City ` Mariz DR, Hamzah SM, Wintoko R Faculty of Medicine Lampung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 Tahun 2009 tentang

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 Tahun 2009 tentang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. rumah responden beralaskan tanah. Hasil wawancara awal, 364

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. rumah responden beralaskan tanah. Hasil wawancara awal, 364 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan hasil observasi lingkungan ditemukan 80% rumah responden beralaskan tanah. Hasil wawancara awal, 364

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu. ada pengaruhnya terhadap kesehatan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu. ada pengaruhnya terhadap kesehatan tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dermatitis berasal dari kata derm atau o- (kulit) dan itis (radang atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Dermatitis berasal dari kata derm atau o- (kulit) dan itis (radang atau BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatitis berasal dari kata derm atau o- (kulit) dan itis (radang atau inflamasi), sehingga dermatitis dapat diterjemahkan sebagai suatu keadaan dimana kulit mengalami

Lebih terperinci

PENYAKIT KULIT AKIBAT KERJA PADA PEMULUNG DI TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH AKHIR SUWUNG DENPASAR SELATAN TAHUN 2016

PENYAKIT KULIT AKIBAT KERJA PADA PEMULUNG DI TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH AKHIR SUWUNG DENPASAR SELATAN TAHUN 2016 UNIVERSITAS UDAYANA PENYAKIT KULIT AKIBAT KERJA PADA PEMULUNG DI TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH AKHIR SUWUNG DENPASAR SELATAN TAHUN 2016 I KADEK DWI ARTA SAPUTRA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKREJA BATIK BAGIAN PEWARNAAN DI CIGEUREUNG KOTA TASIKMALAYA

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKREJA BATIK BAGIAN PEWARNAAN DI CIGEUREUNG KOTA TASIKMALAYA BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKREJA BATIK BAGIAN PEWARNAAN DI CIGEUREUNG KOTA TASIKMALAYA Kharima Siti Amna 1) Sri Maywati 2) dan H.Yuldan Faturahman 2) Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pekerja yang terpapar pada bahan-bahan iritatif, alegenik atau faktor fisik khusus

BAB 1 PENDAHULUAN. pekerja yang terpapar pada bahan-bahan iritatif, alegenik atau faktor fisik khusus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Kontak akibat kerja merupakan suatu keadaan kulit yang disebabkan oleh paparan yang berhubungan dengan pekerjaan. Hal ini terjadi pada pekerja yang terpapar

Lebih terperinci

GAMBARAN KEJADIAN DERMATITIS PADA TENAGA KERJA INDONESIA DI TEMPAT PENAMPUNGAN SEMENTARA DI KABUPATEN NUNUKAN

GAMBARAN KEJADIAN DERMATITIS PADA TENAGA KERJA INDONESIA DI TEMPAT PENAMPUNGAN SEMENTARA DI KABUPATEN NUNUKAN GAMBARAN KEJADIAN DERMATITIS PADA TENAGA KERJA INDONESIA DI TEMPAT PENAMPUNGAN SEMENTARA DI KABUPATEN NUNUKAN Arman, Ari Udiyono, M Sakundarno Adi Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik, Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data International Labour Organization (ILO) tahun 2012, angka

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data International Labour Organization (ILO) tahun 2012, angka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan kerja diartikan sebagai ilmu kesehatan dan penerapannya yang bertujuan mewujudkan tenaga kerja sehat, produktif dalam bekerja, berada dalam keseimbangan antara

Lebih terperinci

GAMBARAN DAN PREVALENSI KELUHAN GANGGUAN KULIT PADA PEKERJA BENGKEL KENDARAAN BERMOTOR DI KECAMATAN MEDAN BARU, MEDAN

GAMBARAN DAN PREVALENSI KELUHAN GANGGUAN KULIT PADA PEKERJA BENGKEL KENDARAAN BERMOTOR DI KECAMATAN MEDAN BARU, MEDAN 1 GAMBARAN DAN PREVALENSI KELUHAN GANGGUAN KULIT PADA PEKERJA BENGKEL KENDARAAN BERMOTOR DI KECAMATAN MEDAN BARU, MEDAN SELAYANG, DAN MEDAN JOHOR TAHUN 2012 Oleh : LIDIA GIRITRI BR BANGUN 090100109 FAKULTAS

Lebih terperinci

PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU

PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU Norhalida Rahmi 1, Syamsul Arifin 2, Endang Pertiwiwati 3 1,3 Program Studi Ilmu Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan masalah tersebut adalah dermatitis kontak akibat kerja. 1

BAB I PENDAHULUAN. dengan masalah tersebut adalah dermatitis kontak akibat kerja. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini seiring dengan peningkatkan perkembangan industri dan perubahan di bidang pembangunan secara umum di dunia, terjadi perubahan dalam pembangunan baik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja serta terlindung dari penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja serta terlindung dari penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan kerja diartikan sebagai ilmu kesehatan dan penerapannya yang bertujuan mewujudkan tenaga kerja sehat, produktif dalam bekerja, berada dalam keseimbangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis Kontak Alergika (DKA) merupakan suatu penyakit keradangan

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis Kontak Alergika (DKA) merupakan suatu penyakit keradangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dermatitis Kontak Alergika (DKA) merupakan suatu penyakit keradangan kulit yang ada dalam keadaan akut atau subakut, ditandai dengan rasa gatal, eritema, disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. gangguan kesehatan maupun penyakit, seperti penyakit kulit.

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. gangguan kesehatan maupun penyakit, seperti penyakit kulit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

JIMKESMAS JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT VOL. 2/NO.6/ Maret 2017; ISSN X,

JIMKESMAS JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT VOL. 2/NO.6/ Maret 2017; ISSN X, FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GEJALA DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA BENGKEL MOTOR DI WILAYAH KOTA KENDARI TAHUN 2016 Sartika Aulia Putri 1 Fifi Nirmala G 2 Akifah 3 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

ARTIKEL RISET URL artikel of this article:

ARTIKEL RISET URL artikel of this article: ARTIKEL RISET URL artikel of this article: http://jurnal.fkmumi.ac.id/index.php/woh/article/view/woh1105 Determinan Di Puskesmas Rappokalling Kota Makassar K Abd.Gafur 1, Nasruddin Syam 1 1 Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melaksanakan pembangunan nasional telah berhasil. meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melaksanakan pembangunan nasional telah berhasil. meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai dalam melaksanakan pembangunan nasional telah berhasil meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. adanya peningkatan kulitas tenaga kerja yang maksimal dan didasari oleh perlindungan hukum.

BAB 1 : PENDAHULUAN. adanya peningkatan kulitas tenaga kerja yang maksimal dan didasari oleh perlindungan hukum. 1 1.1 Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan nasional. Untuk mencapai pembangunan nasional tersebut maka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skabies 1. Definisi Skabies adalah penyakit kulit yang banyak dialami oleh penduduk dengan kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes scabiei.

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSONAL HYGIENE,

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSONAL HYGIENE, HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSONAL HYGIENE, DAN SUMBER AIR BERSIH DENGAN GEJALA PENYAKIT KULIT JAMUR DI KELURAHAN RANTAU INDAH WILAYAH KERJA PUSKESMAS DENDANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR TAHUN 2013 *V.A

Lebih terperinci

Hubungan Personal Higiene dengan Kejadian Skabies pada Santri Pondok Pesantren Al Falah Putera Kecamatan Liang Anggang Tahun 2016

Hubungan Personal Higiene dengan Kejadian Skabies pada Santri Pondok Pesantren Al Falah Putera Kecamatan Liang Anggang Tahun 2016 Hubungan Personal Higiene dengan Kejadian Skabies pada Santri Pondok Pesantren Al Falah Putera Kecamatan Liang Anggang Tahun 2016 The Relation of Personal Hygiene with The Incidence of Scabies at Al Falah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan akibat lingkungan kerja. Lingkungan kerja dikaitkan dengan segala. dibebankan padanya (Suma mur, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan akibat lingkungan kerja. Lingkungan kerja dikaitkan dengan segala. dibebankan padanya (Suma mur, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan kerja adalah gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja. Lingkungan kerja dikaitkan dengan segala sesuatu yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bulan Agustus 2014 berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik berjumlah sekitar

BAB I PENDAHULUAN. bulan Agustus 2014 berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik berjumlah sekitar BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jumlah angkatan kerja di Indonesia yang bekerja dibidang pertanian pada bulan Agustus 2014 berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik berjumlah sekitar 38,97%. Dibandingkan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 5 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH LINGKUNGAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH, PERSONAL HYGIENE DAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) TERHADAP KELUHAN KESEHATAN PADA PEMULUNG DI KELURAHAN TERJUN KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatomikosis cukup banyak diderita penduduk Negara tropis. Salah satunya Indonesia akan tetapi angka kejadian yang tepat belum diketahui. Iklim yang panas dan lembab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kelembaban tinggi. Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala Pediculus

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kelembaban tinggi. Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala Pediculus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian infestasi kutu kepala di Indonesia cukup tinggi karena sering menyerang masyarakat luas, hal ini berkaitan dengan iklim negara kita yang tropis dan memiliki

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Pesantren adalah suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima pelajaran-pelajaran agama Islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat tinggalnya (Qomar,

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL Oleh : MEIRINA MEGA MASTUTI 040112a028 PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEJADIAN DERMATITIS PADA SANTRI DI PESANTREN MODERN AL MUKHLISHIN TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2014

FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEJADIAN DERMATITIS PADA SANTRI DI PESANTREN MODERN AL MUKHLISHIN TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2014 FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEJADIAN DERMATITIS PADA SANTRI DI PESANTREN MODERN AL MUKHLISHIN TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2014 MEUTIA NANDA Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) adalah suatu peradangan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) adalah suatu peradangan 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan kerja mempunyai maksud memberikan perlindungan terhadap pekerja sekaligus melindungi aset perusahaan. Hal ini tercantum dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukanoleh : DIAH RIFQI SUSANTI J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukanoleh : DIAH RIFQI SUSANTI J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN HUBUNGAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (SARUNG TANGAN) TERHADAP PENURUNAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK IRITAN PADA PEKERJA BAGIAN PENYELESAIAN AKHIR DI CV. RODA JATI KARANGANYAR SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani dan didukung

Lebih terperinci

Kata Kunci: Penyakit Dermatitis, Alat Pelindung Diri, Hygiene Peroarangan, Riwayat Penyakit.

Kata Kunci: Penyakit Dermatitis, Alat Pelindung Diri, Hygiene Peroarangan, Riwayat Penyakit. HUBUNGAN PEMAKAIAN APD, HYGIENE PERORANGAN DAN RIWAYAT PENYAKITDENGAN PENYAKIT DERMATITIS ALERGI AKIBAT KERJA DI PT. PSUT JAMBI KABUPATEN MUARO JAMBI TAHUN 2016 THE RELATIONSHIP BETWEEN PERSONAL PREVENTIVE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang maksimalnya kinerja pembangunan kesehatan (Suyono dan Budiman, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. kurang maksimalnya kinerja pembangunan kesehatan (Suyono dan Budiman, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidup sehat adalah kebutuhan yang sangat pokok dan mendasar bagi manusia, namun masih banyak faktor yang menimbulkan berbagai gangguan kesehatan dan kurang maksimalnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dermatitis 1. Pengertian Dermatitis Dermatitis adalah penyakit kulit yang pada umumnya dapat terjadi secara berulang-ulang pada seseorang dalam bentuk peradangan kulit yang dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diperlukan perawatan yang lebih menekankan pada perawatan kulit, sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. diperlukan perawatan yang lebih menekankan pada perawatan kulit, sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Memiliki anak yang sehat merupakan dambaan setiap orang tua. Semua bayi memiliki kulit yang sangat peka, berbeda dengan kulit orang dewasa yang tebal dan mantap, kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan keadaan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya. Derajat kesehatan yang setinggitingginya

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014 (Factors Related to Hygiene of Scabies Patients in Panti Primary Health Care 2014) Ika Sriwinarti, Wiwien Sugih

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap darah yang berinfestasi di kulit kepala manusia, bersifat menetap dan dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagian besar negara Indonesia adalah laut. Berbagai ukuran geostatistik

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagian besar negara Indonesia adalah laut. Berbagai ukuran geostatistik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar negara Indonesia adalah laut. Berbagai ukuran geostatistik menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, luas wilayah lautnya

Lebih terperinci

No. Kuesioner : I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : 5. Pekerjaan : 6. Sumber Informasi :

No. Kuesioner : I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : 5. Pekerjaan : 6. Sumber Informasi : KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN KELUARGA PASIEN TENTANG PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL PADA RUANG KELAS III INSTALASI RAWAT INAP TERPADU A DAN RAWAT INAP TERPADU B RUMAH SAKIT UMUM

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAMA KONTAK KARYAWAN BENGKEL CUCI KENDARAAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA DI KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA LAMA KONTAK KARYAWAN BENGKEL CUCI KENDARAAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA DI KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA LAMA KONTAK KARYAWAN BENGKEL CUCI KENDARAAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA DI KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skabies merupakan penyakit endemi di masyarakat. Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua golongan umur. Penyakit kulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya sangat cepat. Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya sangat cepat. Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konjungtivitis merupakan penyakit mata paling umum didunia. Penyakit konjungtivitis ini berada pada peringkat no.3 terbesar di dunia setelah penyakit katarak dan glaukoma,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Aisyah,2012; Pembimbing I : Dr. Savitri Restu Wardhani,dr.SpKK Pembimbing II: dr. Hartini Tiono, M.Kes

ABSTRAK. Aisyah,2012; Pembimbing I : Dr. Savitri Restu Wardhani,dr.SpKK Pembimbing II: dr. Hartini Tiono, M.Kes ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DERMATITIS KONTAK BERDASARKAN USIA, JENIS KELAMIN, GEJALA KLINIK, SERTA PREDILEKSI DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2011- DESEMBER 2011 Aisyah,2012; Pembimbing

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN MANAJEMEN DERMATITIS KONTAK ALERGI PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT INDERA DENPASAR PERIODE JANUARI JULI 2014

KARAKTERISTIK DAN MANAJEMEN DERMATITIS KONTAK ALERGI PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT INDERA DENPASAR PERIODE JANUARI JULI 2014 KARAKTERISTIK DAN MANAJEMEN DERMATITIS KONTAK ALERGI PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT INDERA DENPASAR PERIODE JANUARI JULI 2014 Pratama Yulius Prabowo 1, I Gede Made Adioka 2, Agung Nova Mahendra 3, Desak

Lebih terperinci

FAKTORFAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS KONTAK IRITAN PADA NELAYAN DI DESA LAMANGGAU KECAMATAN TOMIA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2016

FAKTORFAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS KONTAK IRITAN PADA NELAYAN DI DESA LAMANGGAU KECAMATAN TOMIA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2016 FAKTORFAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS KONTAK IRITAN PADA NELAYAN DI DESA LAMANGGAU KECAMATAN TOMIA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2016 Sarfiah 1 PitrahAsfian 2 Ririn Teguh A 3 123 Program Studi Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun jenis pekerjaan dapat menyebabkan penyakit akibat kerja. 1

BAB I PENDAHULUAN. ataupun jenis pekerjaan dapat menyebabkan penyakit akibat kerja. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lingkungan kerja merupakan tempat yang potensial mempengaruhi kesehatan pekerja. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan pekerja antara lain faktor

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DERMATITIS PADA ANAK BALITADI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SUKARAYA TAHUN 2016

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DERMATITIS PADA ANAK BALITADI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SUKARAYA TAHUN 2016 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DERMATITIS PADA ANAK BALITADI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SUKARAYA TAHUN 2016 Berta Afriani STIKES Al-Ma arif Baturaja Program Studi DIII

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Karakteristik Umum Responden, Perilaku Mencuci Tangan, Diare, Balita

ABSTRAK. Kata Kunci: Karakteristik Umum Responden, Perilaku Mencuci Tangan, Diare, Balita ABSTRAK GAMBARAN PERILAKU MENCUCI TANGAN PADAPENDERITA DIARE DI DESA KINTAMANI KABUPATEN BANGLI BALI TAHUN 2015 Steven Awyono Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Diare masih merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air rob merupakan fenomena meluapnya air laut ke daratan. Tarikan bulan dan matahari menjadi jauh lebih besar dibandingkan waktu lainnya ketika bulan, bumi, matahari,

Lebih terperinci

Masalah Kulit Umum pada Bayi. Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra.

Masalah Kulit Umum pada Bayi. Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra. Masalah Kulit Umum pada Bayi Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra. Brosur ini memberikan informasi mendasar tentang permasalahan kulit yang lazimnya dijumpai pada usia dini sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu, upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat perlu. Dengan cara

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu, upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat perlu. Dengan cara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peranan tenaga kerja sebagai sumber daya manusia adalah sangat penting. Oleh karena itu, upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat perlu. Dengan cara memelihara

Lebih terperinci

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S HUBUNGAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (MASKER) DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN ASMA PADA PEKERJA INDUSTRI BATIK TRADISIONAL DI KECAMATAN BUARAN KABUPATEN PEKALONGAN Skripsi KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : 08.0285.S

Lebih terperinci

Jurnal Kesehatan Masyarakat

Jurnal Kesehatan Masyarakat KEMAS 6 (2) (2011) 134-141 Jurnal Kesehatan Masyarakat http://journal.unnes.ac.id/index.php/kemas FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS PADA NELAYAN Imma Nur Cahyawati, Irwan Budiono Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan masyarakat pekerja Indonesia di masa depan, yang penduduknya

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan masyarakat pekerja Indonesia di masa depan, yang penduduknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era globalisasi dan pasar bebas WTO (World Trade Organisation) dan GATT (General Agreement on Tariff and Trade) yang akan berlaku tahun 2020 mendatang. Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan tentang hygiene adalah dasar tentang kebersihan dan akan mempengaruhi praktik hygiene seseorang. Permasalahan yang sering terjadi adalah ketiadaan motivasi

Lebih terperinci

ABSTRAK FAKTOR SOSIODEMOGRAFI PADA KEJADIAN LUAR BIASA CHIKUNGUNYA DI KECAMATAN SUNGAI GELAM, KABUPATEN MUARO JAMBI, PROVINSI JAMBI TAHUN 2009

ABSTRAK FAKTOR SOSIODEMOGRAFI PADA KEJADIAN LUAR BIASA CHIKUNGUNYA DI KECAMATAN SUNGAI GELAM, KABUPATEN MUARO JAMBI, PROVINSI JAMBI TAHUN 2009 ABSTRAK FAKTOR SOSIODEMOGRAFI PADA KEJADIAN LUAR BIASA CHIKUNGUNYA DI KECAMATAN SUNGAI GELAM, KABUPATEN MUARO JAMBI, PROVINSI JAMBI TAHUN 2009 Natalina Manalu, 2010; Pembimbing: Evi Yuniawati., dr., MKM.

Lebih terperinci

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara 53 LAMPIRAN-LAMPIRAN 54 Lampiran 1 Formulir Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Kesiapan Perawat Dalam Memberikan Pelayanan Keperawatan Pada Pasien HIV/AIDS di RSUD Kota Dumai Oleh: Ummi Umaina Saya,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Notoatmodjo(2011),pengetahuan mempunyai enam tingkatan,yaitu:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Notoatmodjo(2011),pengetahuan mempunyai enam tingkatan,yaitu: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu,penginderaan terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien, keselamatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU PENDUDUK TERHADAP PENYAKIT FILARIASIS LIMFATIK DI DESA BONGAS KECAMATAN PAMANUKAN KABUPATEN SUBANG TAHUN 2011 Ayu Faujiah, 2011. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia perlu menjaga kebersihan diri dan lingkungan agar sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit bagi diri sendiri maupun orang lain. PHBS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. Seperti halnya di Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehat adalah hak asasi bagi setiap makhluk hidup baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN. Sehat adalah hak asasi bagi setiap makhluk hidup baik fisik maupun mental. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sehat adalah hak asasi bagi setiap makhluk hidup baik fisik maupun mental. Menurut WHO (World Health Organization) sehat adalah suatu keadaan sehat jasmani, rohani,

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DI RW III DESA PONCOREJO KECAMATAN GEMUH KABUPATEN KENDAL ABSTRAK

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DI RW III DESA PONCOREJO KECAMATAN GEMUH KABUPATEN KENDAL ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DI RW III DESA PONCOREJO KECAMATAN GEMUH KABUPATEN KENDAL 6 Sri Wahyuni ABSTRAK Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit berbahaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. utama di daerah perkotaan ( Media Aeculapius, 2007 ). Menurut American Hospital Association (AHA) dalam Herkutanto (2007),

BAB 1 PENDAHULUAN. utama di daerah perkotaan ( Media Aeculapius, 2007 ). Menurut American Hospital Association (AHA) dalam Herkutanto (2007), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian gawat darurat dapat diartikan sebagai keadaan dimana seseorang membutuhkan pertolongan segera, karena apabila tidak mendapatkan pertolongan dengan segera maka

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi GAMBARAN HIGIENE PRIBADI DAN KELUHAN GANGGUAN KULIT PADA SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN ASSALAAM TUMINTING KOTA MANADO TAHUN 2015 Armin A. Lasaib*,Woodford B.S Joseph*, Rahayu H. Akili* *Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

Moch. Fatkhun Nizar Hartati Tuna Ningsih Dewi Sumaningrum Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

Moch. Fatkhun Nizar Hartati Tuna Ningsih Dewi Sumaningrum Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN KEPATUHAN DALAM PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PETUGAS LABORATORIUM KLINIK DI RUMAH SAKIT BAPTIS KOTA KEDIRI Moch. Fatkhun Nizar Hartati Tuna Ningsih Dewi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa, bersifat kronis residif dengan lesi yang khas berupa plak eritema berbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, di antaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, di antaranya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. gambaran kelainan kulit pada nelayan di Yong Panah Hijau Kelurahan Labuhan Deli

BAB III METODE PENELITIAN. gambaran kelainan kulit pada nelayan di Yong Panah Hijau Kelurahan Labuhan Deli BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini bersifat survai yang bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran kelainan kulit pada nelayan di Yong Panah Hijau Kelurahan Labuhan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter) dan sumsum tulang belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter) dan sumsum tulang belakang 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningitis merupakan reaksi peradangan yang terjadi pada lapisan yang membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter) dan sumsum tulang belakang yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ayat (1) yang menyatakan bahwa Penggunaan pestisida dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN. ayat (1) yang menyatakan bahwa Penggunaan pestisida dalam rangka BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pestisida telah digunakan sebagai sarana untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) di Indonesia sejak sebelum Perang Dunia ke II (PD II). Berbagai uji

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya pengendalian infeksi nosokomial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Semua bayi memiliki kulit yang sangat peka dalam bulan-bulan pertama. Kondisi kulit pada bayi yang relatif lebih tipis menyebabkan bayi lebih rentan terhadap infeksi,

Lebih terperinci

PENGARUH SIKAP TENTANG KEBERSIHAN DIRI TERHADAP TIMBULNYA SKABIES ( GUDIK ) PADA SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD SURAKARTA

PENGARUH SIKAP TENTANG KEBERSIHAN DIRI TERHADAP TIMBULNYA SKABIES ( GUDIK ) PADA SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD SURAKARTA PENGARUH SIKAP TENTANG KEBERSIHAN DIRI TERHADAP TIMBULNYA SKABIES ( GUDIK ) PADA SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagai persyaratan meraih derajat Sarjana Keperawatan

Lebih terperinci

PENYEBAB MENINGKATNYA KEJADIAN DERMATITIS DI LEMBAGA PERMASYARAKATAN (LAPAS) KELAS II B KABUPATEN KOTABARU KALIMANTAN SELATAN

PENYEBAB MENINGKATNYA KEJADIAN DERMATITIS DI LEMBAGA PERMASYARAKATAN (LAPAS) KELAS II B KABUPATEN KOTABARU KALIMANTAN SELATAN PENYEBAB MENINGKATNYA KEJADIAN DERMATITIS DI LEMBAGA PERMASYARAKATAN (LAPAS) KELAS II B KABUPATEN KOTABARU KALIMANTAN SELATAN CAUSES TO INCREASE DERMATITICAL PREVALANCE IN THE CORRECTIONAL INSTITUTION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun tidak langsung kematian pasien. Infeksi nasokomial ini dapat berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. maupun tidak langsung kematian pasien. Infeksi nasokomial ini dapat berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi nasokomial merupakan persoalan serius yang menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Infeksi nasokomial ini dapat berasal dari dalam

Lebih terperinci

GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG

GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kesehatan berisiko tinggi terinfeksi penyakit yang dapat mengancam keselamatannya saat bekerja. Menurut catatan World Health Organization (WHO) tahun 2004 didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. obat-obatan dan logistik lainnya. Dampak negatif dapat berupa kecelakaan

BAB I PENDAHULUAN. obat-obatan dan logistik lainnya. Dampak negatif dapat berupa kecelakaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit perlu mendapat perhatian serius dalam upaya melindungi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh proses pelayanan

Lebih terperinci

Shinta Shabrina; Dewi Mayangsari; Dyah Ayu Wulandari. Prodi DIV Bidan Pendidik Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Semarang

Shinta Shabrina; Dewi Mayangsari; Dyah Ayu Wulandari. Prodi DIV Bidan Pendidik Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Semarang HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN INFEKSI CACING OXYURIS VERMICULARIS PADA SISWA KELAS 1 SDN KEMIJEN 02 KELURAHAN KEMIJEN KECAMATAN SEMARANG TIMUR KOTA SEMARANG Shinta Shabrina; Dewi Mayangsari;

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 Lintang Sekar Langit lintangsekar96@gmail.com Peminatan Kesehatan Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1999, memperlihatkan bahwa penyakit gangguan otot rangka (musculoskeletal

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1999, memperlihatkan bahwa penyakit gangguan otot rangka (musculoskeletal 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian WHO pada pekerja tentang penyakit akibat kerja di 5 (lima) benua tahun 1999, memperlihatkan bahwa penyakit gangguan otot rangka (musculoskeletal disease)

Lebih terperinci