HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Anatomi area postrema Bentuk dan posisi anatomi AP pada monyet ekor panjang secara umum diwakili oleh gambar area postrema di medula oblongata MEP pada P 105, dengan pewarnaan imunohistokimia terhadap TH (Gambar 11). Area postrema terletak pada bagian dorsal medula oblongata, berbentuk setengah bulat dan berbatasan dengan ventrikel IV. Bagian kaudal AP berbatasan dengan nukleus grasilis, sedangkan rostral dan ventral berbatasan dengan nukleus traktus solitarius. Secara histologis AP dibagi menjadi bagian dorsal, sentral dan ventrolateral. Pada bagian dorsal terdapat lapisan ependima yang berbatasan dengan ventrikel IV dan tersusun oleh sel berbentuk kubus atau pipih. Di profundal lapisan ependima terdapat lapisan subependima atau bagian internal yang tersusun oleh neuron yang secara umum berbentuk oval atau bulat, astrosit dengan inti kecil, dan kaya pembuluh darah (Gambar 12). Perkembangan morfologi neuron KA di AP Neuron KA pada F 40, di daerah bakal medula oblongata belum ditemukan, tetapi dapat dilihat adanya aktivitas neurogenesis tinggi yang ditandai dengan tebalnya zona ventrikularis dan zona subventrikularis (Gambar 13). Neuron KA mulai ditemukan pada F 55 di daerah bakal AP. Bakal AP terletak berbatasan dengan ventrikel IV, berbentuk agak bulat dan menonjol ke arah ventrikel. Pada zona ventrikularis dan zona subventrikularis tampak sel-sel yang berproliferasi sehingga daerah ini tampak tebal dan dipenuhi sel-sel muda. Neuron KA dapat dilihat pada zona subventrikularis dan zona intermedia (Gambar 14). Neuron KA pada F 55 ini berbentuk bulat dengan inti besar dan memiliki sedikit sitoplasma (Gambar 15). Pada F 70, neuron masih berbentuk bulat dengan prosesus sitoplasma yang sedikit dan pendek. Peningkatan sitoplasma dan prosesusnya mulai terjadi pada F 85. Stadium perkembangan menengah dimulai pada F 100, ditandai dengan neuron yang berbentuk bipolar serta prosesus sitoplasma lebih panjang. 39

2 V Gambar 11. Sayatan koronal medula oblongata pada P 105 dengan perwarnaan imunohistokimia terhadap TH. Neuron katekolaminergik (berwarna coklat kekuningan) terdistribusi pada 1 = Area postrema 2 = Nukleus traktus solitarius 3 = Nukleus motoris dorsal dari nervus vagus 4 = Nukleus hipoglosus 5 = Formasio retikularis sentralis 6 = Nukleus ambigus 7 = Nukleus retikularis lateralis 8 = Nukleus grasilis Vent IV = Ventrikel IV 40

3 Gambar 12. Gambaran mikroskopis area postrema pada P 10 dengan pewarnaan HE. Daerah area postrema dibagi menjadi bagian dorsal, sentral, dan ventrolateral. Permukaan AP dilapisi oleh lapisan ependima yang tersusun atas sel ependima berbentuk kubus. Lapisan subependima terletak di profundal lapisan ependima dan banyak terdapat neuron, pembuluh darah, serta astrosit. d = bagian dorsal s = bagian sentral vl = bagian ventrolateral E = lapisan ependima SE = subspendima 1 = sel ependima 2 = neuron 3 = pembuluh darah 4 = astrosit Sampai pada P 105, neuron di AP didominasi oleh bentuk neuron bipolar dengan arah prosesus sitoplasma yang sejajar dengan permukaan AP, dan hanya sebagian kecil yang arahnya tegak lurus terhadap permukaan. Pada P 105 ini bentuk neuron bipolar tidak berubah, tetapi jumlahnya bertambah seiring dengan pertambahan umur. Berdasarkan pengamatan dengan pewarnaan fluoresen pada F 55 dapat diamati bahwa ukuran neuron KA berukuran kecil, kemudian bertambah besar pada F 70, dan semakin besar pada F 145 (Gambar 17). 41

4 200 um Gambar 13. Sayatan koronal bakal medula oblongata pada F 40 dengan pewarnaan imunohistokimia terhadap TH. Di daerah bakal area postrema tidak terdapat sel neuroepitelial yang imunoreaktif terhadap TH, namun dapat diamati aktivitas neurogenesis yang tinggi pada zona ventrikularis, zona subventrikularis, dan zona intermedia (Gambar insert). ZV = zona ventrikularis ZSV = zona subventrikularis ZI = zona intermedia 42

5 Gambar 14. Sayatan koronal daerah bakal AP di medula oblongata pada F 55 dengan pewarnaan imunohistokimia terhadap TH. Area postrema terletak berbatasan dengan ventrikel IV dan neuron katekolaminergik terdistribusi pada zona subventrikularis dan zona intermedia. Zona ventrikularis dipadati oleh sel yang sedang berproliferasi. Kepala panah putih menunjukkan pembuluh darah di area postrema. Neuron KA (warna coklat) dapat dilihat pada daerah SVZ dan IZ (anak panah hitam ). ZSV = zona subventrikularis ZI = zona intermedia ZV = zona ventrikularis 43

6 Gambar 15. Perkembangan bentuk neuron katekolaminergik di AP mulai F 40 sampai P 105. Neuron katekolaminergik di area postrema ir-th negatif pada F 40, kemudian mulai teramati dengan bentuk bulat, inti besar dan sitoplasma sedikit pada F 55, dan menjadi bipolar dengan prosesus sitoplasma pendek pada F 100, serta menjadi bipolar dengan prosesus sitoplasma panjang pada P

7 Gambar 16. Gambaran skematis perkembangan bentuk neuron KA di AP mulai F 40 sampai P105. Pada F 40, bagian kaudal medula oblongata ir-th negatif. Migrasi neuron KA pada AP dan distribusinya Pada F 55, di bagian dorsomedial medula oblongata pada level nukleus olivaris dapat ditemukan banyak neuron yang ir-th di zona subventrikularis dan zona intermedia, sedangkan di zona intermedia dan bagian ventrolateral hanya sedikit yang imunoreaktif. Zona ventrikularis, subventrikularis dan zona intermedia yang ir-th ini diduga sebagai bakal AP (Gambar 18) mengingat letaknya berbatasan dengan ventrikel IV dan terdapat di bagian paling kaudal otak. Neuron KA dari daerah bakal AP kemudian mengalami migrasi mencapai bagian ventrolateral medula oblongata. Hasil ini menunjukkan bahwa pada F 55 neuron KA sudah bermigrasi mencapai daerah yang akan menjadi posisi definitif. Berdasarkan distribusi neuron KA tersebut, diduga arah perkembangan neuron KA di medula oblongata berjalan dari bagian dorsomedial menuju ke ventrolateral. 45

8 Gambar 17. Sayatan koronal daerah medula oblongata pada F 55 dengan pewarnaan imunohistokimia terhadap TH. Daerah bakal AP (kotak biru), daerah tengah (kotak merah) dan ventrolateral (kotak hijau). Daerah AP terletak pada bagian dorsomedial medula oblongata dan berbatasan dengan ventrikel IV (vent IV). Tanda panah menunjukkan migrasi neuron katekolaminergik ke arah ventrolateral dari daerah bakal AP ke daerah tengah, sampai daerah ventrolateral. Insert menunjukkan adanya neuron katekolaminergik pada daerah tersebut (kepala panah). 46

9 F 70 Gambar 18. Sayatan koronal daerah medula oblongata pada F 70 dengan pewarnaan imunohistokimia terhadap TH. Neuron katekolaminergik dengan densitas tinggi ditemukan pada area postrema (AP), daerah bakal Grup A2 di bagian dorsomedial (DM), serta bakal Grup A1 di bagian ventrolateral (VL). Vent IV = ventrikel IV. 47

10 Pada F 70 dapat diamati daerah AP yang menonjol ke ventrikel IV dan mengandung neuron KA. Neuron KA di daerah dorsomedial dan ventrolateral medula oblongata densitasnya meningkat. Neuron KA selain terdistribusi di AP dijumpai juga di daerah calon nukleus traktus solitarius dan sekitarnya sebagai bakal Grup A2, serta di daerah bakal nukleus retikularis lateralis dan sekitarnya sebagai bakal Grup A1 (Gambar 19). Pada perkembangan selanjutnya, pada F 100 neuron KA di daerah AP mulai terpisah dengan bagian ventral, yaitu kelompok neuron KA di daerah dorsomedial medula oblongata (Grup A2) yang terletak di daerah nukleus traktus solitarius, nukleus motor dorsalis nervus vagus, dan nukleus hipoglosus. Pada daerah ventrolateral medula oblongata, yaitu di nukleus retikularis lateralis dan nukleus ambigus juga terbentuk Grup A1. Gambaran ini menunjukkan bahwa di medula oblongata pada fetus MEP umur 100 hari terbentuk tiga kelompok neuron KA yaitu neuron di area postrema, neuron di dorso medial dan neuron di ventrolateral. Distribusi yang sama teramati juga pada sampel yang lebih tua sampai pada anak umur 105 hari. Diferensiasi neuron KA di AP menjadi neuron dopaminergik atau noradrenergik Neuron KA tampak padat pada zona subventrikuler dan zona intermedia daerah bakal AP pada F 55. Keberadaan neuron KA memperlihatkan bahwa pada tahap ini neuron KA sudah mengalami deferensiasi bersamaan dengan proses proliferasi dan migrasi dalam neurogenesis. Gambar 20, 21 dan 22 menampilkan peningkatan densitas neuron DA dan NA yang diwarnai secara imunohistokimia dengan teknik label ganda menggunakan antibodi terhadap TH dan DBH. Densitas neuron KA di AP yang bersifat ir-th positif tetapi ir-dbh negatif lebih besar dibandingkan neuron yang ir-th positf dan ir-dbh positif. Pada F 70, densitas neuron yang terlabel ganda (ir-th positf dan ir-dbh positif) meningkat dibandingkan dengan F 55, demikian pula antara F 145 dengan F 70. Hasil menunjukkan bahwa pada neuron KA pada AP terutama tersusun atas neuron DA dengan sedikit neuron NA. 48

11 F 55-TH F 55-DBH Gambar 19. Sayatan sagital AP pada F 55 dengan pewarnaan imunofloresen label ganda terhadap TH dan DBH. Pada daerah AP, neuron ir-th positif berwarna merah (a) dan neuron ir-dbh positif berwarna hijau (b). Tanda panah menunjukkan neuron yang terlabel ganda TH dan DBH. 49

12 F 70-TH F 70-DBH Gambar 20. Sayatan sagital AP pada F 70 dengan pewarnaan imunofloresen label ganda terhadap TH dan DBH. Pada daerah AP, neuron ir-th positif berwarna merah (a) dan neuron ir-dbh positif berwarna hijau (b). Tanda panah menunjukkan neuron yang terlabel ganda TH dan DBH densitasnya lebih tinggi dibandingk an dengan F

13 F 145-TH a F 145-DBH b Gambar 21. Sayatan sagital AP pada F 145 dengan pewarnaan imunofloresen label ganda terhadap TH dan DBH. Pada daerah AP, neuron ir-th positif berwarna merah (a) dan neuron ir- DBH positif berwarna hijau (b). Tanda panah menunjukkan neuron yang terlabel ganda TH dan DBH, dengan densitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan F 55 dan F

14 Serabut ir-dbh positif tersebar sampai permukaan ventrikuler sejak F 55, sedangkan serabut ir-th mulai menyebar sampai ke permukaan ventrikuler pada F 145. Serabut ir-dbh positif yang ditemukan pada AP memiliki densitas lebih besar dibandingkan dengan badan selnya. Terbentuknya jalur akson katekolamin di medula oblongata Jalur akson katekolamin di medula oblongata mulai tampak pada F 120 (Gambar 23) yang menghubungkan neuron KA Grup A1 di daerah ventrolateral dengan daerah intermedia yaitu pada formasio retikularis sentralis serta dengan Grup A2 di daerah dorsomedial. Akson dari neuron katekolaminergik bergabung membentuk jalur akson yang mengarah dorsomedial dari bagian ventromedial. Jalur akson ini disebut ventral ascending catecholamine pathway (acp v ). Intensitas pewarnaan neuron KA di AP Pada AP bagian dorsal, baik badan sel maupun prosesus sitoplasma memiliki intensitas perwarnaan lebih kuat dibandingkan pada daerah sentral (Gambar 24). Hasil ini menunjukkan bahwa neuron pada daerah tersebut memiliki kandungan enzim TH lebih banyak atau neurotransmiter katekolamin lebih banyak pada daerah tersebut. Sebagai contoh Gambar 24 yang menampilkan area postrema F 100, terlihat jelas bahwa neuron KA di AP bagian dorsal lebih padat, terwarnai lebih kuat dengan enzim TH. Neuron pada AP berbentuk bipolar, sebagian besar sejajar dengan permukaan, namun pada bagian sentral beberapa neuron mengarah ke ventrolateral pada daerah yang berbatasan dengan nukleus traktus solitarius. Pembuluh darah pada AP Secara teoritis, AP kaya akan pembuluh darah berfenestrasi (Ganong 2000; Buller 2001). Namun, pengamatan histologi pada penelitian ini tidak menemukan adanya fenestra tersebut. Pada fetus yang masih muda, pembuluh darah di AP berukuran kecil dan masing-masing berdiri sendiri (panah putih 52

15 Gambar 22. Jalur akson katekolamin ventral ascenden catecholamine pathway (acp v ) di medula oblongata pada F 120 dengan pewarnaan imunohistokimia terhadap TH. Jalur akson katekolamin menghubungkan neuron katekolaminergik Grup A1 yang terdapat di nukleus retikularis lateralis, nukleus ambigus, dan daerah intermedia dengan Grup A2 yang terdapat di nukleus traktus solitarius, nukleus motor dorsalis dari nervus vagus, dan nukleus hipoglosus. Tanda panah menunjukkan jalur katekolaminergik yang mengarah ke dorsomedial NRL = nukleus retikularis lateralis NA = nukleus ambigus NTS = nukleus traktus solitarius NH = nukleus hipoglosus NMDNV = nukleus motor dorsalis nervus vagus 53

16 Gambar 23. Sayatan koronal daerah AP pada F 100 dengan pewarnaan imunohistokimia terhadap TH. Densitas neuron dan serabut ir-th positif di daerah dorsal lebih besar dibandingkan dengan daerah sentral. D = dorsal E = lapisan ependimal S = sentral pada Gambar 14). Pembuluh darah tersebut kemudian saling beranastomose sehingga pada fetus umur 145 hari tampak seperti jala-jala. Gambar 24 memperlihatkan pembuluh darah di area postrema saling beranastomosis pada anak umur 10 hari (P 10). Sebagian neuron KA terletak berdekatan dengan pembuluh darah dan banyak memiliki prosesus sitoplasma, terutama dendrit di ruang perivaskuler. 54

17 Gambar 24. Sayatan koronal area postrema dengan pewarnaan imunohistokimia terhadap TH pada P 10. Pembuluh darah pada AP tampak saling beranastomosis, dengan neuron katekolaminergik dan serabut katekolaminergik di dekatnya. pd = pembuluh darah a = neuron katekolaminergik b = serabut katekolaminergik 55

18 Pembahasan Anatomi area postrema Secara anatomis AP tersusun atas lapisan ependimal, subependimal, dan bagian sentral. Berdasarkan pewarnaan imunohistokimia terhadap TH, intensitas pewarnaan tinggi dapat dilihat pada daerah dorsal dibandingkan daerah sentral. Hal ini menunjukkan adanya aktivitas sintesa katekolamin yang lebih tinggi pada daerah dorsal tersebut. Di medula oblongata, neuron KA juga ditemukan di luar AP, yakni di daerah dorsomedial dan ventrolateral. Menurut Felten dan Sladek (1983), serta Kitahama et al. (1994), neuron KA di daerah dorsomedial medula oblongata merupakan neuron KA Grup A2, dapat ditemukan di nukleus traktus solitarius, nukleus motor dorsal dari nervus vagus, dan nukleus hipoglosus. Selain itu, neuron KA juga ditemukan di daerah ventrolateral medula oblongata, yang merupakan Grup A1 dan ditemukan pada daerah nukleus ambiguus dan nukleus retikularis lateralis. Pada formasio retikularis sentral dapat dijumpai adanya neuron Grup A1 yang berdekatan dengan Grup A2. Perkembangan morfologi neuron KA di AP Pada F 40, neuron KA di daerah kaudal otak belum ditemukan (Gambar 13). Diduga, neuron tersebut sudah terbentuk tetapi belum mengalami diferensiasi lebih lanjut, sehingga belum dapat mengekspresikan TH. Dugaan ini didukung oleh laporan Levitt dan Rakic (1982) yang menyatakan bahwa neuron monoaminergik di batang otak bagian kaudal monyet Rhesus sudah terbentuk pada embrio umur hari dan mencapai puncaknya pada umur antara hari. Secara umum, tahap-tahap perkembangan neuron adalah terbentuknya (lahirnya) neuron, diikuti dengan proliferasi, migrasi, diferensiasi, dan terakhir proses maturasi. Proses diferensiasi dapat terjadi secara tumpang tindih bersama dengan proses proliferasi dan migrasi (Shepherd 1983; Insel 2000; Morilak et al. 2000). Pada penelitian ini, neuron KA di daerah medula oblongata mulai teramati pada F 55 (setara dengan embrio manusia umur 12,5 minggu), sedangkan menurut Verney (1999), pada embrio manusia neuron tersebut sudah ditemukan pada umur 4,5 minggu. Foster (1994) menyatakan bahwa, neuron KA di daerah 56

19 medula oblongata pada tikus ditemukan lebih lambat dibanding MEP, yaitu pada umur 13 hari kebuntingan, yang setara dengan fetus manusia umur 23,5 minggu dan fetus MEP umur 102 hari. Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan lamanya periode kebuntingan, perkembangan neuron KA di medula oblongata manusia terjadi paling cepat, diikuti monyet, kemudian tikus. Menurut Verney (1999), perbedaan waktu awal keberadaan neuron KA tersebut diduga akibat perkembangan sistem katekolaminergik di medula oblongata mamalia sudah terpola dan dipertahankan secara filogenetik. Neuron di daerah bakal AP pada F 55 berada pada zona subependima dan zona intermedia. Neuron tersebut berbentuk bulat dengan inti besar dan sitoplasma sedikit (Gambar 14). Neuron dengan morfologi seperti ini merupakan neuron yang masih muda, aktif bermitosis sehingga intinya besar. Menurut La Velle dan La Velle 1970 dalam Lorke et al. (2003), pada sitodiferensiasi terjadi tiga tahap perkembangan morfologi neuron secara umum yaitu selama awal perkembangan neuron bersifat apolar, berbentuk bulat dan tidak mempunyai prosesus. Pada stadium perkembangan tengah neuron berbentuk bipolar memiliki satu atau dua prosesus sitoplasma yang pendek. Pada stadium perkembangan akhir, sebagian besar neuron berbentuk multipolar dengan beberapa prosesus sitoplasma dan ujung prosesus yang sudah mencapai tempat inervasi. Neuron KA di AP pada F 100 berada dalam stadium perkembangan menengah dengan teramatinya neuron bipolar yang memiliki prosesus sitoplasma yang pendek. Pada P 105 dijumpai neuron KA di AP yang menciri sebagai neuron pada stadium perkembangan bentuk akhir yaitu berbentuk bipolar dengan prosesus sitoplasma yang panjang. Hal ini didukung oleh penemuan Fuxe dan Owman (1965), neuron KA di AP pada mamalia dewasa berbentuk oval (bipolar) atau bulat dengan satu atau dua prosesus sitoplasma. Berdasarkan pengamatan dengan mempergunakan teknik fluoresen, pada F 145, ukuran neuron KA di AP sudah lebih besar dibanding F 70 dan F 55 (Gambar 19a, 20a, 21a). Hal ini menunjukkan bahwa bertambahnya volume otak dalam proses perkembangan terjadi karena proliferasi sel dan bertambahnya ukuran sel tersebut. 57

20 Migrasi neuron KA pada medula oblongata dan distribusinya Distribusi neuron KA di daerah bakal AP serta pada bagian sentral dan ventrolateral rombensefalon bagian kaudal pada F 55 menununjukkan bahwa neuron KA bermigrasi ke arah ventrolateral. Migrasi neuron KA dimulai dari daerah bakal AP, ke bagian sentral rombensefalon dan kemudian mencapai daerah yang akan menjadi posisi definitifnya di ventrolateral (Gambar 17). Hal ini juga terjadi pada embrio manusia umur 4,5 minggu yaitu terdistribusinya neuron KA pada rombomer ke 6 dan 7 di bagian basal plate untuk calon Grup A2/C2 dan alar plate untuk calon A1/C1 (Verney 1999). Menurut Levitt dan Rakic (1982) gradien perkembangan neuron monoaminergik pada monyet Rhesus di bagian medula oblongata berjalan ke arah rostrokaudal, sedangkan menurut Verney (1999), pada manusia arah perkembangannya ke dorsoventral. Pada F 70, AP tampak menonjol ke ventrikel IV dan mengandung neuron KA. Neuron KA di daerah dorsomedial dan ventrolateral medula oblongata bertambah banyak yang menunjukkan bertambah pesatnya proliferasi dan migrasi neuron (Gambar 18). Verney (1999) juga menemukan gambaran bertambahnya neuron KA di medula oblongata pada embrio manusia umur 6 minggu dibandingkan pada embrio umur 4,5 minggu. Keberadaan neuron KA di AP sejak fetus MEP umur 55 hari sampai anak umur 105 hari pada penelitian ini merupakan suatu informasi yang baru, mengingat belum adanya data tentang perkembangan neuron KA di AP sejak masa prenatal sampai postnatal. Felten dan Sladek (1983) tidak menyebutkan tentang keberadaan neuron KA di AP pada monyet Rhesus dan squirrel monkey, juga didukung oleh informasi dari Kitahama et al. (1994) tentang tidak adanya neuron KA tersebut di AP monyet Jepang. Namun Schreihofer et al. (1997) menyatakan adanya neuron KA di AP pada monyet Rhesus dan MEP, tetapi karena neuronnya berukuran kecil sehingga sulit diamati. Verney (1999) melaporkan keberadaan neuron KA di AP pada fetus manusia umur 4 bulan (setara dengan fetus MEP umur 74 hari) tetapi tidak menjelaskan tentang keberadaan neuron tersebut pada sampel yang lebih muda (embrio umur 4,5 sampai 8 minggu) juga pada sampel yang lebih tua (fetus 58

21 umur 24 minggu). Keberadaan neuron KA di AP pada manusia dilaporkan ada pada fetus umur 14,5 sampai 25 minggu, yang setara dengan fetus umur hari pada MEP (Lorke et al. 2003), tetapi tidak pada manusia dewasa (Pearson et al. 1983; Arango et al. 1988; Kitahama et al. 1994), sehingga keberadaannya pada masa prenatal diduga hanya bersifat sementara, selanjutnya neuron menghilang melalui proses apoptosis. Belum ada pustaka yang menyatakan keberadaan neuron KA di AP pada fetus manusia sebelum 14,5 minggu. Pada mamalia lain seperti kelinci, marmut dan anjing (Fuxe dan Owman 1965), tikus (Armstrong et al. 1982; Micheli et al. 1987), kucing (Beleslin et al. 1989; Maqbool et al. 1993), monyet Rhesus dan MEP (Schreihofer et al. 1997), ditemukan keberadaan neuron KA tersebut di AP, tetapi informasi lebih lanjut tentang perkembangan prenatal dan postnatal neuron tersebut belum ada. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut tentang keberadaan kelompok neuron KA di AP dari masa anak sampai dewasa, agar proses perkembangan dan menghilangnya neuron tersebut pada manusia dewasa dapat lebih dipahami. Berdasarkan pengamatan pola migrasi dan distribusi neuron KA di medula oblongata, diduga neuron KA di AP pada MEP merupakan sel bakalan bagi neuron KA yang ada di medula oblongata, yaitu neuron noradrenergik Grup A1 dan A2 serta neuron adrenergik Grup C1 dan C2. Diferensiasi menjadi neuron dopaminergik dan noradrenergik Diferensiasi yang terjadi pada stadium awal perkembangan menunjukkan adanya kemampuan neuron tersebut dalam menghasilkan enzim TH, yang merupakan rate limiting enzyme dalam sintesa katekolamin. Bereaksinya neuron tersebut dengan antibodi terhadap enzim TH menunjukkan bahwa neuron tersebut merupakan kelompok neuron katekolaminergik. Verney (1999) menyatakan bahwa setelah terbentuk neuron yang ir-th, neuron akan cepat mengalami diferensiasi. Munculnya neuron KA memperlihatkan, bahwa pada tahap ini neuron KA sudah mengalami diferensiasi bersamaan dengan proses proliferasi dan migrasi dalam neurogenesis. Menurut Morilak et al. (2000) neurogenesis tidak harus diawali dari terbentuknya sel 59

22 (lahirnya sel), proliferasi kemudian migrasi, diferensiasi, maturasi dan kematian sel, namun proses diferensiasi sel dapat berlangsung secara bersamaan dengan proses migrasi. Dengan teknik pewarnaan label ganda terhadap TH dan DBH, dapat ditemukan bahwa pada F 55 neuron NA di AP sudah ada walaupun dalam jumlah sedikit. Bersamaan dengan bertambahnya umur kebuntingan terjadi peningkatan proporsi neuron NA di AP. Pada F 70, neuron NA tampak lebih banyak dibandingkan dengan F 55, dan semakin meningkat pada F 145, tetapi gambaran AP secara keseluruhan menunjukkan bahwa neuron DA lebih dominan. Hal ini sesuai dengan pendapat Kalia et al. (1985) dan Maqbool et al. (1993) bahwa pada AP neuron dopaminergik merupakan komponen utama neuron katekolaminergik. Pengaturan pembentukan neuron menjadi neuron dopaminergik atau neuron noradrenergik dilakukan oleh materi genetik yang ada pada sel tersebut. Diferensiasi suatu neuron diduga sudah ditentukan takdirnya (cell fate), akan menjadi neuron DA atau neuron NA oleh faktor transkripsi AP-2, seperti hasil penelitian Kim et al. (2001) yang menunjukkan adanya faktor transkripsi gen AP-2 yang mengatur ekspresi dua macam enzim yang mensintesa noradrenalin, yaitu TH dan DBH pada neuron NA. Tetapi, pada neuron dopaminergik tidak ditemukan faktor transkripsi AP-2 ini. Berdasarkan hasil pewarnaan dengan antibodi terhadap DBH seperti yang ditampilkan pada Gambar 19, 20, dan 21, tampak bahwa meskipun badan neuron ir-dbh sedikit, tetapi serabut yang ir-dbh banyak ditemukan. Serabut ir- DBH adalah serabut noradrenergik atau adrenergik, tetapi bukan dopaminergik. Hal ini menunjukkan bahwa AP juga mendapat masukan noradrenergik dan adrenergik dari daerah lain, seperti yang dinyatakan oleh Armstrong et al. (1981) bahwa pada AP ditemukan adanya input adrenergik dan mungkin juga noradrenergik. Dalam kaitannya dengan proses muntah, neuron dopaminergik yang ada di AP diduga ikut berperan untuk memacu terjadinya muntah. Hal ini didukung oleh adanya reseptor dopamin D2 di AP yang peka terhadap bahan kimia emetik dan merangsang aktivasi reseptor tersebut yang menyebabkan terjadinya muntah (Lang dan Marvig, 1989; Takeda et al. 2001). 60

23 Terbentuknya jalur akson katekolamin di medula oblongata Jalur katekolamin mulai ditemukan pada F 120. Jalur akson ini menghubungkan neuron KA Grup A2 dengan A1, dan diduga berasal dari daerah ventrolateral menuju ke bagian dorsomedial medula untuk bergabung dengan akson dari Grup A2. Jalur ini menurut Felten dan Sladek (1983) disebut dengan ventral ascending catecholamine pathway (acpv), menuju ke hipotalamus, trunkus ensefalikus, dan basal telensefalon. Terbentuknya jalur katekolaminergik merupakan tanda bahwa neuron KA di medula oblongata sudah mengalami diferensiasi lebih lanjut membentuk konektivitas antar neuron dan jalur akson, sehingga dapat saling berkomunikasi. Terbentuknya jalur akson ini juga menandakan bahwa neuron KA di AP sudah siap berfungsi. Mengingat fungsi neuron KA di medula oblongata yang sangat penting dalam mengatur fungsi sistem otonom seperti sistem respirasi (Gozal dan Gaultier 2001) dan sistem kardiovaskular (Yamamoto et al. 2003), maka kesiapan neuron KA untuk berfungsi pada periode ini (kebuntingan 120 hari setara dengan umur 27,5 minggu pada manusia), merupakan faktor yang sangat mendukung kehidupan janin jika terjadi kelahiran prematur. Perlu penelitian lebih lanjut tentang perkembangan sistem katekolaminergik di daerah pons dan midbrain, yang berperan juga dalam pengaturan sistem otonom. Dengan penelitian lanjutan ini akan dapat diketahui, apakah kesiapan daerah tersebut sejalan dengan pembentukan jalur akson di medula oblongata. Jalur katekolaminergik terus mengalami peningkatan pembentukan sampai pada masa postnatal. Mulai F 120 sampai P 105 terjadi proses maturasi neuron yang ditandai dengan terbentuknya konektivitas antar neuron, yang ditandai dengan banyaknya komponen serabut syaraf. Pada saat ini, diduga terjadi juga proses pembentukan sinaps. Sebagai bagian dari masa perkembangan, periode ini merupakan periode kritis terhadap gangguan perkembangan sistem katekolaminergik yang dapat berakibat fatal, karena menyebabkan tidak berfungsinya sistem respirasi dan kardiovaskular yang sangat penting untuk kelangsungan hidup setelah lahir. Neuron KA di AP, Grup A2 dan A1 berperan besar dalam proses respirasi untuk mengatasi kondisi hipoksia (Gozal dan Gaultier 2001) dengan cara meningkatkan frekuensi 61

24 pernafasan. Adanya inhalasi gas CO atau nikotin yang merupakan komponen besar dalam asap rokok pada ibu hamil terbukti menimbulkan angguan perkembangan pada sistem respirasi dan kardiovaskuler pada janin (Ruggiero et al. 1999; Talcos et al. 2000; Gozal dan Gaultier 2001). Terganggunya perkembangan neuron KA di AP ini diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya sudden infant death syndrome (SIDS), yaitu kematian mendadak pada bayi yang biasanya terjadi pada saat bayi tidur. Pada pengamatan histologis medula oblongata pada bayi yang meninggal akibat SIDS, ditemukan adanya penurunan secara signifikan jumlah serabut ir-th di daerah yang mengontrol sistem respirasi dan kardiovaskular, yaitu di AP, nukleus traktus solitarius, nukleus retikularis sentralis (Talcos et al. 2000), serta di nukleus motor dorsalis dari nervus vagus, dan area ventrolateralis (Ozawa et al. 1999; Talcos et al. 2000). Janin yang terpapar nikotin selama masa prenatal, secara signifikan akan mengalami gangguan maturasi neuron dan pembentukan sirkuitnya, sehingga menyebabkan terjadinya respon abnormal pada kondisi hipoksia (Gozal dan Gaultier 2001) yang mengarah pada terjadinya SIDS. Terbentuknya jalur akson katekolaminergik di medula oblongata pada hari ke- 120 kebuntingan menunjukkan bahwa sistem homeostasis berkaitan dengan respirasi, kardiovaskuler sudah siap ketika memasuki trimester ke tiga kebuntingan. Intensitas pewarnaan neuron KA di AP Bagian dorsal AP pada penelitian memperlihatkan intensitas pewarnaan terhadap TH yang lebih besar dibanding dengan daerah sentral. Intensitas yang lebih kuat pada neuron dan daerah antar neuron ini menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki kandungan enzim TH lebih banyak. Intensitas yang lebih kuat di bagian dorsal jika dibandingkan dengan daerah sentral menunjukkan bahwa AP bagian dorsal lebih aktif mensintesis katekolamin dibanding daerah sentral. Padatnya serabut yang ir-th di bagian dorsal AP ini diduga karena adanya masukan akson dari daerah lain, sesuai dengan pendapat Gozal dan Gaultier (2001), bahwa padatnya TH pada bagian antar neuron di AP diduga karena adanya masukan akson terminal katekolaminergik, baik dari sistem syaraf pusat 62

25 maupun dari sistem syaraf perifer. Akson terminal katekolaminergik yang padat di bagian dorsal AP ini menurut Armstrong et al. (1982) diduga akibat adanya proses pelepasan neurotransmiter ke neurofil untuk mempengaruhi kerja sel ependima maupun sel lain yang ada didekatnya. Pembuluh darah pada AP Pada fetus yang masih muda, pembuluh darah di AP memiliki ukuran kecil dan saling terpisah satu dengan lainnya. Pembuluh darah tersebut kemudian saling beranastomosis, sehingga pada F 145 terbentuk bangunan seperti jala-jala (unpublished data). Bentukan ini ditunjukkan oleh Gambar 24 yang memperlihatkan pembuluh darah di AP yang saling beranastomose. Secara teoritis, pembuluh darah yang mensuplai AP berfenestrasi, namun dalam penelitian ini tidak ditemukan bentuk fenestra tersebut. Pembuluh darah tersebar sama banyak antara daerah dorsal dengan daerah sentral AP. Menurut pengamatan Armstrong et al. (1982), serabut syaraf yang letaknya berdekatan dengan pembuluh darah adalah dendrit. Dendrit tersebut menjulur sampai ruang perivaskular dan diduga berfungsi untuk mengatur permeabilitas pembuluh darah serta mengatur aliran darah di AP. Hal yang sama juga dijumpai pada beberapa neuron KA yang memiliki prosesus sitoplasma yang letaknya berdekatan dengan pembuluh darah di medula oblongata, terutama dendrit di ruang perivaskuler. Neuron KA tersebut diduga kuat berperan dalam pengaturan permeabilitas pembuluh darah atau mempengaruhi aliran darah pada AP yang mirip dengan peran noradrenalin pada batang otak. Kedekatan posisi serabut katekolaminergik dengan pembuluh darah diduga terkait erat dengan fungsinya sebagai kemoreseptor (Arango et al. 1988). 63

PENDAHULUAN Latar belakang

PENDAHULUAN Latar belakang PENDAHULUAN Latar belakang Suatu individu sering berada dalam lingkungan yang tidak sesuai dengan kondisi yang diharapkan, sehingga diperlukan sistem yang peka terhadap perubahan lingkungan agar homeostasis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Macaca fascicularis

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Macaca fascicularis TINJAUAN PUSTAKA Biologi Macaca fascicularis Macaca fascicularis disebut juga Long-tailed macaque atau dalam Bahasa Indonesia monyet ekor panjang (MEP). Sinonim lain dari Macaca fascicularis adalah monyet

Lebih terperinci

KAJIAN IMUNOHISTOKIMIA PERKEMBANGAN NEURON KATEKOLAMINERGIK PADA AREA POSTREMA MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) TRI WAHYU PANGESTININGSIH

KAJIAN IMUNOHISTOKIMIA PERKEMBANGAN NEURON KATEKOLAMINERGIK PADA AREA POSTREMA MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) TRI WAHYU PANGESTININGSIH KAJIAN IMUNOHISTOKIMIA PERKEMBANGAN NEURON KATEKOLAMINERGIK PADA AREA POSTREMA MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) TRI WAHYU PANGESTININGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Materi

MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Materi MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus 2002 sampai September 2005. Persiapan hewan coba meliputi perfusi jaringan yang dilakukan di Karantina Hewan,

Lebih terperinci

KAJIAN IMUNOHISTOKIMIA PERKEMBANGAN NEURON KATEKOLAMINERGIK PADA AREA POSTREMA MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) TRI WAHYU PANGESTININGSIH

KAJIAN IMUNOHISTOKIMIA PERKEMBANGAN NEURON KATEKOLAMINERGIK PADA AREA POSTREMA MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) TRI WAHYU PANGESTININGSIH KAJIAN IMUNOHISTOKIMIA PERKEMBANGAN NEURON KATEKOLAMINERGIK PADA AREA POSTREMA MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) TRI WAHYU PANGESTININGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

Anesty Claresta

Anesty Claresta Anesty Claresta 102011223 Skenario Seorang perempuan berusia 55 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan berdebar sejak seminggu yang lalu. Keluhan berdebar ini terjadi ketika ia mengingat suaminya yang

Lebih terperinci

Sistem Saraf. Dr. Hernadi Hermanus

Sistem Saraf. Dr. Hernadi Hermanus Sistem Saraf Dr. Hernadi Hermanus Neuron Neuron adalah unit dasar sistem saraf. Neuron terdiri dari sel saraf dan seratnya. Sel saraf memiliki variasi dalam bentuk dan ukurannya. Setiap sel saraf terdiri

Lebih terperinci

KAJIAN IMUNOHISTOKIMIA PERKEMBANGAN NEURON KATEKOLAMINERGIK PADA AREA POSTREMA MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) TRI WAHYU PANGESTININGSIH

KAJIAN IMUNOHISTOKIMIA PERKEMBANGAN NEURON KATEKOLAMINERGIK PADA AREA POSTREMA MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) TRI WAHYU PANGESTININGSIH KAJIAN IMUNOHISTOKIMIA PERKEMBANGAN NEURON KATEKOLAMINERGIK PADA AREA POSTREMA MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) TRI WAHYU PANGESTININGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar.

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar. Pengertian Sistem saraf adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan semua kegiatan aktivitas tubuh kita seperti berjalan, menggerakkan tangan, mengunyah makanan dan lainnya. Sistem Saraf tersusun dari

Lebih terperinci

Jaringan syaraf. Jaringan syaraf = Jaringan komunikasi. Mengubah rangsang menjadi impuls. Memberikan jawaban terhadap rangsang

Jaringan syaraf. Jaringan syaraf = Jaringan komunikasi. Mengubah rangsang menjadi impuls. Memberikan jawaban terhadap rangsang Jaringan syaraf Jaringan syaraf = Jaringan komunikasi Menerima rangsang Mengubah rangsang menjadi impuls Meneruskan impuls ke saraf pusat Memberikan jawaban terhadap rangsang Sel syaraf punya tonjolan

Lebih terperinci

REGULASI PERNAPASAN Pusat Pernapasan. Pusat pernapasan adalah beberapa kelompok neuron yang terletak di sebelah bilateral medula oblongata dan pons.

REGULASI PERNAPASAN Pusat Pernapasan. Pusat pernapasan adalah beberapa kelompok neuron yang terletak di sebelah bilateral medula oblongata dan pons. REGULASI PERNAPASAN Pusat Pernapasan Pusat pernapasan adalah beberapa kelompok neuron yang terletak di sebelah bilateral medula oblongata dan pons. Organisasi pusat pernapasan Daerah ini dibagi menjadi

Lebih terperinci

DIENCEPHALON. Letak: antara telencephalon dan midbrain, dan mengelilingi ventrikel ketiga. Dua struktur utama: Thalamus Hipothalamus

DIENCEPHALON. Letak: antara telencephalon dan midbrain, dan mengelilingi ventrikel ketiga. Dua struktur utama: Thalamus Hipothalamus DIENCEPHALON Letak: antara telencephalon dan midbrain, dan mengelilingi ventrikel ketiga Dua struktur utama: Thalamus Hipothalamus THALAMUS Thalamos = ruangan di dalam Letaknya di bagian dorsal diencephalon

Lebih terperinci

Perkembangan pada masa janin Susunan saraf pusat. Bentuk yang berubah menuju bentuk sempurna akhir.

Perkembangan pada masa janin Susunan saraf pusat. Bentuk yang berubah menuju bentuk sempurna akhir. Perkembangan pada masa janin Susunan saraf pusat. Bentuk yang berubah menuju bentuk sempurna akhir. Latar perkembangan perubahan. Model berfikir empirik positif materialis Ilmu berdasarkan bukti empirik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Catecholamine mesolimbic pathway (CMP) merupakan jalur dopamin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Catecholamine mesolimbic pathway (CMP) merupakan jalur dopamin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Catecholamine mesolimbic pathway (CMP) merupakan jalur dopamin pada otak yang berasal dari badan sel di daerah mesensefalon (ventral tegmental area) dengan akson menuju

Lebih terperinci

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Perbandingan antara Sistem syaraf Somatik dan Otonom Sistem

Lebih terperinci

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI SISTEM SARAF SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI 1. SEL SARAF SENSORIK. 2. SEL SARAF MOTORIK. 3. SEL SARAF INTERMEDIET/ASOSIASI. Sel Saraf Sensorik Menghantarkan impuls (pesan) dari reseptor ke sistem

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

BAB III SISTEM KOORDINASI (SARAF)

BAB III SISTEM KOORDINASI (SARAF) BAB III SISTEM KOORDINASI (SARAF) Standar Kompetensi : Sistem koordinasi meliputi sistem saraf, alat indera dan endokrin mengendalikan aktivitas berbagai bagian tubuh. Sistem saraf yang meliputi saraf

Lebih terperinci

DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF

DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF Sistem syaraf bertanggung jawab dalam mempertahankan homeostasis tubuh (kesetimbangan tubuh, lingkungan internal tubuh stabil) Fungsi utamanya adalah untuk:

Lebih terperinci

Gambar di nomerin de... : Neurulasi primer (Gilbert, 2003)

Gambar di nomerin de... : Neurulasi primer (Gilbert, 2003) Neurulasi Pembentukan Aksis (Sumbu) Pembentukan Sistem Saraf Pusat Mamalia Ada empat tahapan perubahan dari sel pluripoten yaitu epiblast menjadi sel prekursor sel saraf atau disebut neuroblas, yaitu:

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Rambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Rambut HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Rambut Landak Hystrix javanica memiliki tiga macam bentuk rambut: rambut halus (seperti rambut pada mamalia lain), rambut peraba, dan duri. Rambut halus dan duri terdapat di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses belajar memerlukan proses memori (daya ingat), yang terdiri dari tiga tahap ; yaitu mendapatkan informasi (learning), menyimpannya (retention), dan mengingat

Lebih terperinci

BAB 2 DEFINISI GAG REFLEX. Dari semua permasalahan yang mungkin terjadi di bagian intraoral

BAB 2 DEFINISI GAG REFLEX. Dari semua permasalahan yang mungkin terjadi di bagian intraoral BAB 2 DEFINISI GAG REFLEX 2.1 Definisi Dari semua permasalahan yang mungkin terjadi di bagian intraoral radiography, gagging merupakan salah satu masalah terbanyak. Gagging yang juga sering disebut gag

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi

Lebih terperinci

Anatomi & Fisiologi Sistem Respirasi II Pertemuan 7 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

Anatomi & Fisiologi Sistem Respirasi II Pertemuan 7 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN Anatomi & Fisiologi Sistem Respirasi II Pertemuan 7 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi dan

Lebih terperinci

SISTEM SARAF. Sel Saraf

SISTEM SARAF. Sel Saraf SISTEM SARAF Sel Saraf Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai bentuk bervariasi. Sistemn ini meliputi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Dalam kegiatannya, saraf mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah membuktikan bahwa kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh sumber daya manusianya (SDM) dan SDM sangat ditentukan oleh pertumbuhan dan perkembangan sejak dini.

Lebih terperinci

BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF. Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain

BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF. Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF 2.1 Ganglia basalis dan subthalamik nukleus Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain dalam menghasilkan gerakan motorik terutama

Lebih terperinci

SISTEM SARAF MANUSIA

SISTEM SARAF MANUSIA SISTEM SARAF MANUSIA skema sistem saraf manusia m e li p u ti m e li p u ti m e li p u ti m e li p u ti m e li p u ti m e li p u ti SEL SARAF Struktur sel saraf neuron: Badan sel, Dendrit Akson Struktur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe-tipe Sel yang Tumbuh dan Berkembang dalam Kultur

HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe-tipe Sel yang Tumbuh dan Berkembang dalam Kultur yaitu tingkat proliferasi, PDT dan panjang akson-dendrit dianalisis menggunakan metoda statistik T-test dengan tingkat kepercayaan 95%. HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe-tipe Sel yang Tumbuh dan Berkembang dalam

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka DAFTAR ISI Definisi 2 Traktus Spinotalamikus Anterior 2 Traktus Spinotalamikus Lateral 4 Daftar Pustaka 8 1 A. Definisi Traktus Spinotalamikus adalah traktus yang menghubungkan antara reseptor tekanan,

Lebih terperinci

Materi 10: Peran Syaraf terhadap Perkembangan Motorik. Sistem syaraf merupakan sistem yang paling rapi dan paling kompleks. Syaraf

Materi 10: Peran Syaraf terhadap Perkembangan Motorik. Sistem syaraf merupakan sistem yang paling rapi dan paling kompleks. Syaraf Mata Kuliah Kode Mata Kuliah : IOF 220 : Perkembangan Motorik Materi 10: Peran Syaraf terhadap Perkembangan Motorik Sistem Syaraf Sistem syaraf merupakan sistem yang paling rapi dan paling kompleks. Syaraf

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. tingkat waktu kematian terhadap kemampuan pergerakan silia cavitas nasi hewan

BAB 6 PEMBAHASAN. tingkat waktu kematian terhadap kemampuan pergerakan silia cavitas nasi hewan 42 BAB 6 PEMBAHASAN Penelitian ini mempunyai tujuan untuk melihat pengaruh perbedaan suhu dan tingkat waktu kematian terhadap kemampuan pergerakan silia cavitas nasi hewan coba post mortem. Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV THERMOREGULASI A. PENDAHULUAN

BAB IV THERMOREGULASI A. PENDAHULUAN BAB IV THERMOREGULASI A. PENDAHULUAN Thermoregulasi merupakan salah satu pokok bahasan yang diberikan selama 4 jam dalam 1 semester. Dalam pokok bahasan terdapat 3 hal yang penting untuk dikaji secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Media Sosial a. Pengertian Media Sosial Media sosial adalah sebuah sarana yang dibuat untuk memudahkan interaksi sosial dan komunikasi dua arah. Dengan semua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok Pengetahuan tentang merokok yang perlu diketahui antara lain meliputi definisi merokok, racun yang terkandung dalam rokok dan penyakit yang dapat ditimbulkan oleh rokok.

Lebih terperinci

Tulang Rawan. Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi

Tulang Rawan. Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi Tulang Rawan Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi Suatu tulang rawan memiliki khondrosit yang tersimpan di dalam ruangan (lacunae) dalam matriks ekstraselular. Tulang rawan mengandung banyak air (menyebabkannya

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah pada orang lain bukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah pada orang lain bukan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perokok Pasif Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah pada orang lain bukan perokok, terpapar asap rokok secara tidak sadar dari perokok aktif. Sidestream Smoke

Lebih terperinci

BAB IX SISTEM KOORDINASI SISTEM SYARAF SISTEM ENDOKRIN

BAB IX SISTEM KOORDINASI SISTEM SYARAF SISTEM ENDOKRIN BAB IX SISTEM KOORDINASI SISTEM SYARAF SISTEM ENDOKRIN A. SISTEM SARAF Otak Besar Otak Otak kecil Sistem saraf S.S Pusat Medula Spinalis Saraf Penghubung S.Cranial S.S. Tepi S. Spinal S. Otonom Saraf simpatis

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Reaksi Pengumpulan Pepetek terhadap Warna Cahaya dengan Intensitas Berbeda Informasi mengenai tingkah laku ikan akan memberikan petunjuk bagaimana bentuk proses penangkapan yang

Lebih terperinci

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel ORGANISASI KEHIDUPAN Sel Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup. Ukuran sangat kecil untuk melihat harus dibantu dengan mikroskop. Kata sel berasal dari bahasa latin cellulae, yang berarti bilik kecil.

Lebih terperinci

Sel fungsional yang bekerja pada sistem saraf

Sel fungsional yang bekerja pada sistem saraf FISIOLOGI VETERINER Sistem Saraf merupakan serangkaian mekanisme kerja yang kompleks dan berkesinambungan, yang bertugas menghantarkan impuls listrik yang terbentuk akibat adanya suatu stimulus (rangsang).

Lebih terperinci

Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di

Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di Anatomi Retina Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh korpus

Lebih terperinci

ANATOMI SISTEM SARAF DAN PERANANNYA DALAM REGULASI KONTRAKSI OTOT RANGKA

ANATOMI SISTEM SARAF DAN PERANANNYA DALAM REGULASI KONTRAKSI OTOT RANGKA ANATOMI SISTEM SARAF DAN PERANANNYA DALAM REGULASI KONTRAKSI OTOT RANGKA Dr. LITA FERIYAWATI NIP. 132295736 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENDAHULUAN Sistim saraf manusia adalah suatu

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kelenjar tiroid fetus berasal dari endodermal foregut. Perkembangannya

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kelenjar tiroid fetus berasal dari endodermal foregut. Perkembangannya BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Patofisiologi Kelenjar Tiroid Kelenjar tiroid fetus berasal dari endodermal foregut. Perkembangannya mulai dari dasar faring yang mengadakan profilasi dan invaginasi, kemudian

Lebih terperinci

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI 5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI Pengukuran parameter reproduksi akan menjadi usaha yang sangat berguna untuk mengetahui keadaan kelamin, kematangan alat kelamin dan beberapa besar potensi produksi dari

Lebih terperinci

Lampiran 1 Meningkatkan Refleks Menelan melalui Latihan Vokal pada klien Stroke Non Hemoragik a. Latar belakang

Lampiran 1 Meningkatkan Refleks Menelan melalui Latihan Vokal pada klien Stroke Non Hemoragik a. Latar belakang Lampiran 1 Meningkatkan Refleks Menelan melalui Latihan Vokal pada klien Stroke Non Hemoragik a. Latar belakang Masalah yang sering muncul pada pasien stroke yaitu menurunnya kemampuan bicara dan ekspresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan era modern seperti sekarang ini adalah gaya kehidupan yang sibuk dan membutuhkan konsentrasi tinggi. Pekerjaan manusia sebagian besar diharapkan dapat dikerjakan

Lebih terperinci

SISTEMA ENDOKRINUM (= SISTEM ENDOKRIN)

SISTEMA ENDOKRINUM (= SISTEM ENDOKRIN) SISTEMA ENDOKRINUM (= SISTEM ENDOKRIN) Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar endokrin. kelenjar endokrin ialah suatu kelompok sel-sel khusus yang menghasilkan suatu produk kimia organik khas yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini menggunakan tikus putih Sprague Dawley yang belum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini menggunakan tikus putih Sprague Dawley yang belum 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini menggunakan tikus putih Sprague Dawley yang belum pernah mendapat perlakuan, usia 4-5 bulan, sehat, siap kawin dan bunting. Tikus dipelihara

Lebih terperinci

SISTEM KOORDINASI RITA WAHYUNINGSIH SMA NEGERI 5 MATARAM

SISTEM KOORDINASI RITA WAHYUNINGSIH SMA NEGERI 5 MATARAM SISTEM KOORDINASI RITA WAHYUNINGSIH SMA NEGERI 5 MATARAM SISTEM KOORDINASI 1. SISTEM SARAF 2. SISTEM ENDOKRIN 3. SISTEM INDERA 4. SISTEM KOORDINASI PADA HEWAN SISTEM SARAF PADA MANUSIA Sistem saraf tersusun

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM SARAF

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM SARAF JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM SARAF Sistem saraf adalah sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa penghantaran impul saraf ke susunan

Lebih terperinci

Signal Transduction. Dr. Sri Mulyaningsih, Apt

Signal Transduction. Dr. Sri Mulyaningsih, Apt Signal Transduction Dr. Sri Mulyaningsih, Apt Konsep umum signal transduction Komunikasi sel Tipe-tipe reseptor Molecular signaling Komunikasi antar sel Umumnya diperantarai oleh molekul sinyal ekstraseluler

Lebih terperinci

A. SEL-SEL PADA SISTEM SARAF

A. SEL-SEL PADA SISTEM SARAF A. SEL-SEL PADA SISTEM SARAF 1. Neuron Neuron adalah unit fungsional sistem syaraf yang terdiri dari badan sel dan perpanjangan sitoplasma, dengan komponen-komponennya antara lain: a. Badan sel Berfungsi

Lebih terperinci

Sistem Saraf Otonom dan Fungsi Luhur

Sistem Saraf Otonom dan Fungsi Luhur Sistem Saraf Otonom dan Fungsi Luhur Struktur Sistem Saraf Otonom Mengatur perilaku otomatis dari tubuh. Terbagi menjadi dua subsistem: Sistem saraf simpatetik. Sistem saraf parasimpatetik Sistem saraf

Lebih terperinci

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Pendahuluan Dasarnya : neurofarmakologi studi ttg obat yang berpengaruh terhadap jaringan saraf Ruang lingkup obat-obat SSP: analgetik, sedatif, antikonvulsan, antidepresan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waktu reaksi adalah waktu yang diperlukan seseorang untuk menjawab sesuatu rangsangan secara sadar dan terkendali, dihitung mulai saat rangsangan diberikan sampai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28

BAB 1 PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neonatus bearti baru saja dilahirkan. Dalam dunia kedokteran, neonatus didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28 hari atau 4 minggu

Lebih terperinci

MATURASI SEL LIMFOSIT

MATURASI SEL LIMFOSIT BAB 5 MATURASI SEL LIMFOSIT 5.1. PENDAHULUAN Sintesis antibodi atau imunoglobulin (Igs), dilakukan oleh sel B. Respon imun humoral terhadap antigen asing, digambarkan dengan tipe imunoglobulin yang diproduksi

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar Endokrin Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai susunan mikroskopis sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1

PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 Perlakuan irradiasi sinar gamma menyebabkan tanaman mengalami gangguan pertumbuhan dan menunjukkan gejala tanaman tidak normal. Gejala ketidaknormalan

Lebih terperinci

MUNTAH (Emesis) Gambar: Pusat muntah di batang otak (courtesy: Guyton

MUNTAH (Emesis) Gambar: Pusat muntah di batang otak (courtesy: Guyton MUNTAH (Emesis) Muntah difenisikan sebagai keluarnya isi lambung sampai ke mulut dengan paksa atau dengan kekuatan. Muntah merupakan gejala yang umum dari gangguan fungsional saluran cerna, keduanya berfungsi

Lebih terperinci

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Pendahuluan Dasarnya : neurofarmakologi studi ttg obat yang berpengaruh terhadap jaringan saraf Ruang lingkup obat-obat SSP: analgetik, sedatif, antikonvulsan, antidepresan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Proliferasi Berdasarkan Population Doubling Time (PDT) Population Doubling Time (PDT) adalah waktu yang diperlukan oleh populasi sel untuk menjadikan jumlahnya dua

Lebih terperinci

ANATOMI OTAK. BIOPSIKOLOGI Unita Werdi Rahajeng, M.Psi

ANATOMI OTAK. BIOPSIKOLOGI Unita Werdi Rahajeng, M.Psi ANATOMI OTAK BIOPSIKOLOGI Unita Werdi Rahajeng, M.Psi www.unita.lecture.ub.ac.id Bagian Otak 1. Otak Bagian Belakang (hindbrain) 2. Otak Bagian Tengah (midbrain) 3. Otak Bagian Depan (forebrain) Hindbrain

Lebih terperinci

SYSTEMA NERVOSUM (Sistem saraf)

SYSTEMA NERVOSUM (Sistem saraf) SYSTEMA NERVOSUM (Sistem saraf) Systema Nervosum mempunyai 3 fungsi yaitu: 1. sebagai penerima rangsang dan reseptor sensoris (baik yang berasal dari luar atau dalam organ/tubuh) yang kemudian dibawa ke

Lebih terperinci

FISIOLOGI VETERINER FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN 2018

FISIOLOGI VETERINER FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN 2018 FISIOLOGI VETERINER FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN 2018 Sistem Saraf merupakan serangkaian mekanisme kerja yang kompleks dan berkesinambungan, yang bertugas menghantarkan impuls listrik yang terbentuk akibat

Lebih terperinci

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas sehari-hari seorang individu sangat dipengaruhi oleh apa yang dirasakannya. Perasaan segar akan meningkatkan kualitas aktivitas, sedangkan rasa kantuk akan

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

SISTEM LIMFOID. Organ Linfoid : Limfonodus, Limpa, dan Timus

SISTEM LIMFOID. Organ Linfoid : Limfonodus, Limpa, dan Timus SISTEM LIMFOID Sistem limfoid mengumpulkan kelebihan cairan interstisial ke dalam kapiler limfe, mengangkut lemak yang diserap dari usus halus, dan berespons secara imunologis terhadap benda asing yang

Lebih terperinci

Jaras Desenden oleh Evan Regar,

Jaras Desenden oleh Evan Regar, Jaras Desenden oleh Evan Regar, 0906508024 Pendahuluan Telah diketahui bahwa terdapat serabut saraf yang terletak di substansia alba medulla spinalis mengandung dua arah pembawaan informasi, yakni arah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada remaja laki- laki di kelurahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada remaja laki- laki di kelurahan 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian ini dilakukan pada remaja laki- laki di kelurahan Banyakprodo Tirtomoyo. Jumlah remaja laki- laki yang dilakukan pengukuran berjumlah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

FUNGSI JARINGAN PULPA DALAM MENJAGA VITALITAS GIGI. Sartika Puspita *

FUNGSI JARINGAN PULPA DALAM MENJAGA VITALITAS GIGI. Sartika Puspita * FUNGSI JARINGAN PULPA DALAM MENJAGA VITALITAS GIGI Sartika Puspita * * Pogram Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRAK Pulpa memiliki

Lebih terperinci

biologi SET 17 SISTEM SARAF DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. PEMBAGIAN SUSUNAN SARAF

biologi SET 17 SISTEM SARAF DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. PEMBAGIAN SUSUNAN SARAF 17 MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL biologi SET 17 SISTEM SARAF Segala aktivitas tubuh manusia dikoordinasi oleh sistem saraf dan sistem hormon (endokrin). Sistem saraf bekerja atas

Lebih terperinci

PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON)

PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON) Bio Psikologi Modul ke: PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON) 1. Penemuan Transmisi Kimiawi pada Sinapsis 2. Urutan Peristiwa Kimiawi pada Sinaps 3. Hormon Fakultas Psikologi Firman Alamsyah, MA Program Studi

Lebih terperinci

Reflex adalah rangkaian gerakan yang dilakukan secara cepat, involunter dan tidak direncanakan sebagai respon terhadap suatu stimulus

Reflex adalah rangkaian gerakan yang dilakukan secara cepat, involunter dan tidak direncanakan sebagai respon terhadap suatu stimulus Reflex adalah rangkaian gerakan yang dilakukan secara cepat, involunter dan tidak direncanakan sebagai respon terhadap suatu stimulus Merupakan fungsi integratif Lengkung reflex (reflex arc) adalah jalur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Volume maksimum oksigen (VO 2

BAB 1 PENDAHULUAN. Volume maksimum oksigen (VO 2 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Volume maksimum oksigen (VO 2 maks) adalah kemampuan pengambilan oksigen dengan kapasitas maksimal untuk digunakan oleh tubuh, jika pengambilan oksigen terganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Target Milleneum Development Goals (MDGs) sampai dengan tahun 2015 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Target Milleneum Development Goals (MDGs) sampai dengan tahun 2015 adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Target Milleneum Development Goals (MDGs) sampai dengan tahun 2015 adalah mengurangi angka kematian bayi dan balita sebesar dua per tiga dari tahun 1990 yaitu sebesar

Lebih terperinci

Sistem Saraf pada Manusia

Sistem Saraf pada Manusia Sistem Saraf pada Manusia Apa yang dimaksud dengn sistem saraf? Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. Indera Rasa Kulit

LAPORAN PRAKTIKUM. Indera Rasa Kulit LAPORAN PRAKTIKUM Indera Rasa Kulit OLEH : ANGGUN OCTAVIEARLY P. 121610101042 LABORATORIUM FISIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER 2012 BAB I DASAR TEORI INDERA RASA KULIT Pada kulit kita

Lebih terperinci

Embriogenesis. Titta Novianti

Embriogenesis. Titta Novianti Embriogenesis Titta Novianti EMBRIOGENESIS Proses embriogenesis adalah rangkaian proses yang terjadi sesaat setelah terjadi pembuahan sel telur oleh sperma Proses embriogenesis meliputi; fase cleavage

Lebih terperinci

FISIOLOGI MANUSIA PENGUKURAN SECARA TAK LANGSUNG TEKANAN DARAH ARTERI

FISIOLOGI MANUSIA PENGUKURAN SECARA TAK LANGSUNG TEKANAN DARAH ARTERI FISIOLOGI MANUSIA PENGUKURAN SECARA TAK LANGSUNG TEKANAN DARAH ARTERI Muhammad Reza Jaelani LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI II I. Acara Latihan Pengukuran Secra Tak Langsung Tekanan Darah Arteri pada Orang

Lebih terperinci

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM SARAF BAB I PENDAHULUAN

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM SARAF BAB I PENDAHULUAN ANATOMI FISIOLOGI SISTEM SARAF BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagaimana kita bisa merasakan sakit ketika di cubit?, bagaimana terjadi reflek ketika tangan tersulut api?, bagaimana kita melihat, mendengar

Lebih terperinci

Jaringan Otot dan Saraf Sebuah Karya Presentasi Kelompok 4

Jaringan Otot dan Saraf Sebuah Karya Presentasi Kelompok 4 Jaringan Otot dan Saraf Sebuah Karya Presentasi Kelompok 4 DOSEN Pengampu : Eva Tyas Utami,S.Si,M.Si Disusun Oleh : Laili Nur Azizah Lutfi (131810401004) Novita Nur Kumala (161810401003) Desy Lutfianasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella thypi (S thypi). Pada masa inkubasi gejala awal penyakit tidak tampak, kemudian

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EMBRIOLOGI KELENJAR SALIVA DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL FKG USU

PERKEMBANGAN EMBRIOLOGI KELENJAR SALIVA DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL FKG USU PERKEMBANGAN EMBRIOLOGI KELENJAR SALIVA LISNA UNITA, DRG.,M.Kes DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL FKG USU KELENJAR SALIVA Perkembangan Embriologi Kelenjar saliva berkembang dari ectoderm. Asal perkembangan kelenjar

Lebih terperinci

BESAR/ CEREBRUM KECIL / CEREBELLUM OTAK DIENCEPHALON, MESENCEPHALON, PONS, MEDDULLA OBLONGATA BATANG OTAK SSP STB/ MEDULLA SPINALIS LCS

BESAR/ CEREBRUM KECIL / CEREBELLUM OTAK DIENCEPHALON, MESENCEPHALON, PONS, MEDDULLA OBLONGATA BATANG OTAK SSP STB/ MEDULLA SPINALIS LCS BESAR/ CEREBRUM OTAK KECIL / CEREBELLUM SSP BATANG OTAK DIENCEPHALON, MESENCEPHALON, PONS, MEDDULLA OBLONGATA STB/ MEDULLA SPINALIS LCS NERVI CRANIALIS = 12 PASANG SST SOMATIS NERVI SPINALIS = 31 PASANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Wijen (Sesamum indicum L) 1. Sistematika Tanaman Tanaman wijen mempunyai klasifikasi tanaman sebagai berikut : Philum : Spermatophyta Divisi : Angiospermae Sub-divisi

Lebih terperinci

Pembentukan Sistem Syaraf. Laboratorium Embriologi FKH IPB

Pembentukan Sistem Syaraf. Laboratorium Embriologi FKH IPB Pembentukan Sistem Syaraf Laboratorium Embriologi FKH IPB Indikator pencapaian Perkembangan otak (telencephalon, diencephalon, mesencephalon, metencephalon, dan myelencephalon) dan medula spinalis Perkembangan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun pelarut dan reagensia (Syabatini, 2008). Dalam dunia kesehatan

I. PENDAHULUAN. maupun pelarut dan reagensia (Syabatini, 2008). Dalam dunia kesehatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alkohol merupakan senyawa yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum dapat digunakan sebagai zat pembunuh kuman, bahan bakar maupun pelarut dan reagensia (Syabatini,

Lebih terperinci

Sistem Saraf. Sumsum. Sumsum Lanjutan

Sistem Saraf. Sumsum. Sumsum Lanjutan Sistem Saraf Sistem Saraf Pusat Sistem Saraf Tepi Otak Sumsum Sistem Saraf Aferen Sistem Saraf Eferen Lobus Frontalis Lobus Temporalis Otak Besar Lobus Oksipitalis Lobus Parietalis Otak Kecil Sumsum Lanjutan

Lebih terperinci

INDIKTOR 14: Menjelaskan sifat, ciri-ciri, dan fungsi jaringan pada tumbuhan dan hewan

INDIKTOR 14: Menjelaskan sifat, ciri-ciri, dan fungsi jaringan pada tumbuhan dan hewan INDIKTOR 14: Menjelaskan sifat, ciri-ciri, dan fungsi jaringan pada tumbuhan dan hewan 1. Jaringan Tumbuhan a. Jaringan Meristem (Embrional) Kumpulan sel muda yang terus membelah menghasilkan jaringan

Lebih terperinci

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH. Kuntarti, SKp

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH. Kuntarti, SKp FISIOLOGI PEMBULUH DARAH Kuntarti, SKp Overview Struktur & Fungsi Pembuluh Darah Menjamin keadekuatan suplay materi yg dibutuhkan jaringan tubuh, mendistribusikannya, & membuang zat sisa metabolisme Sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan. Bising dikategorikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan. Bising dikategorikan sebagai salah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bising secara Ilmu Kesehatan Masyarakat adalah suara yang tidak diharapkan dan tidak menyenangkan yang menggangu, atau suara yang diinginkan namun berpotensi menyebabkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini. dapat dijumpai 5-8 % dari semua wanita hamil diseluruh dunia dan

PENDAHULUAN. adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini. dapat dijumpai 5-8 % dari semua wanita hamil diseluruh dunia dan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Preeklampsia adalah penyakit spesifik pada kehamilan didefinisikan adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini dapat dijumpai 5-8

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN 5.1 Desain Judul Penulis memilih font Cheeseburger yang berkarakter tebal dan besar untuk melambangkan besarnya kekuatan karakter monster. Bertekstur dan menggunakan outline

Lebih terperinci