INDUKSI MUTASI DENGAN IRRADIASI SINAR GAMMA PADA KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) KULTIVAR SLAMET DAN LUMUT SIH HARTINI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INDUKSI MUTASI DENGAN IRRADIASI SINAR GAMMA PADA KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) KULTIVAR SLAMET DAN LUMUT SIH HARTINI"

Transkripsi

1 INDUKSI MUTASI DENGAN IRRADIASI SINAR GAMMA PADA KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) KULTIVAR SLAMET DAN LUMUT SIH HARTINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Induksi Mutasi dengan Irradiasi Sinar Gamma pada Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) Kultivar Slamet dan Lumut merupakan gagasan dan karya saya bersama pembimbing yang belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2008 Sih Hartini NRP G

3 ABSTRACT SIH HARTINI. (Induction of Mutation with Gamma Ray Irradiation at Slamet and Lumut Cultivars of Soybean (Glycine max (L.) Merrill)). Under direction of UTUT WIDYASTUTI and MUHAMMAD JUSUF. The aim of this research was to produce Gα mutants of two cultivars of Soybean using 60 Co gamma irradiation with 0.0; 0.1; 0.2; 0.3; 0.4; and 0.5 kgy dosage. Two Soybean cultivars tested were Slamet and Lumut. The mutated Soybean were detected at M-1 and M-2 filials. M-1 was used for screening general mutation based on plant hight variable, and M-2 for Gα and stability mutations based on stomatal opening characteristic. The results indicated that irradiation at dosage of kgy produced plant mutation in different characteristics such as big seeds, flower s colour, leaf s form and leaflets mutation of the two cultivars. In addition, 60 Co gamma irradiation at the dosage of 0.1 dan 0.3 kgy produced 10 Gα mutants putatives. The mutant had cm hight and closed stomata at both cultivars. Molecular analysis was run in one Gα gene mutant putative only. Based on molecular analysis showed that gamma irradiation at 0.3 kgy in Slamet cultivar caused 1 Gα gene mutant. Keywords : Soybean, mutation, gamma ray irradiation, Gα

4 RINGKASAN SIH HARTINI. (Induksi Mutasi dengan Irradiasi Sinar Gamma pada Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) kultivar Slamet dan Lumut). Dibimbing oleh UTUT WIDYASTUTI dan MUHAMMAD JUSUF. Kedelai merupakan bahan makanan penting karena dapat dikonsumsi secara langsung maupun digunakan sebagai bahan baku agroindustri, namun untuk memenuhi tingginya kebutuhan kedelai masih tergantung impor karena produksi nasional masih sangat rendah. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut perlu dilakukan upaya peningkatan produksi. Peningkatan produksi bisa dilakukan dengan berbagai macam cara antara lain melalui usaha pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman dapat dilakukan dengan merakit kultivar baru, dan keragaman merupakan modal dasar untuk merakit kultivar baru. Salah satu upaya peningkatan keragaman yaitu dengan induksi mutasi. Mutasi bisa dihasilkan oleh beberapa agen mutagenik seperti radiasi, non radiasi maupun kimia. Sumber irradiasi yang sering digunakan adalah sinar X, sinar gamma, ultra-violet, sinar beta dari radioisotop dan sinar neutron dari reaktor atom. Penelitian ini menggunakan sinar gamma dari 60 Co. Kedelai kultivar Lumut dan Slamet memiliki perbedaan dalam sistem toleransi terhadap aluminium. Kultivar Lumut merupakan kultivar yang peka terhadap cekaman aluminium sedangkan kultivar Slamet toleran. Gen Gα diduga berperan dalam sistem toleransi terhadap aluminium pada kedua kultivar tersebut. Untuk melihat keterlibatan fungsi gen Gα secara langsung dalam sistem pertahanan terhadap cekaman Al dapat dilakukan dengan pendekatan reverse genetic yaitu menonaktifkan gen Gα. Teknik yang digunakan untuk menonaktifkan gen tersebut adalah dengan induksi mutasi menggunakan irradiasi sinar gamma karena radiasi gamma mempunyai energi yang sangat besar sehingga mampu menembus jaringan tanaman dengan maksimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh berbagai macam mutan termasuk mutan gen Gα pada kedelai kultivar Slamet dan Lumut yang diinduksi irradiasi sinar gamma. Untuk mendapatkan mutan tersebut dilakukan skrining, dengan menanam kedelai dalam dua periode tanam. Periode tanam I (M-1) mengikuti pola Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor (dosis irradiasi dan kultivar) dan 3 kelompok ulangan, merupakan tahapan seleksi terhadap berbagai macam mutan. Dosis irradiasi yang digunakan adalah 0; 0.1; 0.2; 0.3; 0.4; dan 0.5 kgy, kultivar yang digunakan adalah Lumut dan Slamet. Kedelai ditanam dalam petakan, tiap petak terdapat 100 lubang, masing-masing lubang berisi 2 biji kedelai. Mutan yang diperoleh selanjutnya ditanam kembali sebagai generasi M-2. Rancangan yang digunakan dalam periode tanam II adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Benih ditanam dengan membentuk barisan yang bersambungan antara satu induk dengan induk yang lain. Tiap induk diambil 30 biji, namun untuk induk yang memiliki jumlah biji kurang dari 30, biji ditanam semua. Hasil seleksi periode tanam I, dari 657 induk ditanam sebanyak tanaman. Hasil seleksi pada periode tanam I diperoleh bermacam-macam mutan antara lain: mutan warna biji, mutan warna bunga, mutan jumlah anak daun, mutan bentuk daun, mutan motif daun, mutan biji besar dan mutan pendek.

5 v Selanjutnya mutan tersebut diuji stabilitasnya pada generasi M-2. Mutan stabil ditunjukkan oleh tidak adanya segregasi pada generasi M-2. Mutan warna biji dan mutan motif daun belum stabil karena mengalami segregasi pada generasi M-2, sedangkan mutan lainnya sudah stabil tidak bersegregasi. Mutan pendek merupakan prioritas dalam penelitian ini karena merupakan indikator tanaman tersebut mengalami mutasi Gα. Selanjutnya mutan pendek tersebut diperiksa perilaku stomatanya. Mutan Gα ditunjukkan oleh perubahan pembukaan stomata dimana stomata cenderung menutup. Untuk melihat perilaku stomata diambil tigapuluh sampel mutan pendek stabil, dari tigapuluh sampel tersebut diperoleh sepuluh tanaman dengan kondisi stomata menutup. Selanjutnya tanaman yang memiliki stomata menutup dilihat ekspresi gen Gα nya untuk memastikan bahwa tanaman tersebut telah mengalami mutasi. Sepuluh tanaman yang diduga mutan Gα berdasarkan perilaku stomata, baru diperiksa satu mutan Gα berdasarkan ekspresi gennya. Mutan tersebut berasal dari kultivar Slamet dosis irradiasi 0.3 kgy. Tanaman wild type (kontrol) menghasilkan pita dengan ukuran 1380 pb, sedangkan tanaman mutan tidak menghasilkan pita tersebut. Tidak munculnya pita pada mutan menunjukkan bahwa gen Gα tidak diekspresikan karena telah mengalami mutasi. Kata kunci : kedelai, mutasi, irradiasi sinar gamma, Gα

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

7 INDUKSI MUTASI DENGAN IRRADIASI SINAR GAMMA PADA KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) KULTIVAR SLAMET DAN LUMUT SIH HARTINI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Biologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

8 Judul Tesis : Induksi Mutasi dengan Irradiasi Sinar Gamma pada Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) Kultivar Slamet dan Lumut Nama : Sih Hartini NRP : G Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Utut Widyastuti, MSi. Ketua Dr. Ir. Muhammad Jusuf Anggota Diketahui Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Dedy Duryadi S, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS. Tanggal Ujian: 19 Agustus 2008 Tanggal Lulus:

9 PRAKATA Alhamdulillah, segala puji penulis panjatkan kehadlirat Allah SWT atas limpahan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penyusunan tesis ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa sangatlah sulit untuk menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Dr. Ir. Utut Widyastuti, MSi. selaku ketua komisi pembimbing atas semua jerih payah dan waktu yang telah diluangkan untuk memberikan bimbingan, arahan dan kemudahan kepada penulis dari mulai penelitian hingga terselesaikannya tesis ini. 2. Dr. Ir. Muhammad Jusuf selaku anggota komisi pembimbing atas ilmu, waktu dan bimbingan yang diberikan kepada penulis dengan penuh kesabaran sehingga tesis ini dapat terselesaikan. 3. Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, MSc. selaku dosen penguji atas kritik dan sarannya untuk kesempurnaan tesis ini. 4. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan Ketua Program Studi Biologi atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Pascasarjana di IPB. 5. Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) dan Laboratorium Anatomi Tumbuhan Departemen Biologi IPB yang telah menyediakan fasilitas untuk melakukan penelitian. 6. Departemen Agama RI dan Proyek Hibah Bersaing XII atas nama Dr. Ir. Utut Widyastuti, MSi yang telah membiayai penelitian ini. 7. Pak Adi, pak Erfan, Jaya, mbak Pepi, pak Mulya, pak Muzuni, mbak Niken dan rekan-rekan di laboratorium BIORIN PPSHB IPB serta rekan-rekan BUD DEPAG 2006 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas bantuan, kerjasama dan dukungannya selama ini. Secara khusus, penulis sampaikan rasa terimakasih yang tulus kepada suami tercinta Drs. Priyono, MSi atas segala pengorbanan baik moril maupun materiil, dorongan, kesabaran, pengertian dan doanya. Kepada ibunda tercinta dan bapak ibu mertua yang tiada mengenal lelah selalu mendoakan penulis sampai saat ini, penulis sampaikan terimakasih yang tiada batas. Untuk ananda Hanif Alfian Aliefananda dan Hafidz Fadlila Akbar, terimakasih atas pengorbanan dan perjuangannya untuk melewati hari-hari tanpa kehadiran penulis. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-nya kepada mereka, Amien. Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan kedelai di Indonesia. Bogor, Agustus 2008 Sih Hartini

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sragen, Jawa Tengah pada tanggal 17 Agustus 1971, sebagai anak keempat dari empat bersaudara pasangan Ayah Darmopitoyo (Alm) dan Ibu Sayem. Penulis menikah dengan Drs. Priyono, MSi. dan dikaruniai dua putra Hanif Alfian Aliefananda dan Hafidz Fadlila Akbar. Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA) jurusan Biologi tahun Pada tahun 2006, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi S2 pada program Studi Biologi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan Beasiswa dari Departemen Agama RI. Saat ini penulis bekerja sebagai guru Biologi pada Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang Jawa Tengah.

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 Hipotesis Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA Mutasi... 4 Protein Heterotrimerik-G Subunit α... 7 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Tanaman Metode Penelitian Radiasi benih Penanaman di Lapang Observasi Lapang dan Deteksi Mutasi Preparasi Struktur Anatomi Stomata Ekspresi Gen Gα dengan Teknik PCR Analisis Data HASIL Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M Tipe-Tipe Mutan pada Tanaman M Uji Stabilitas M Konfirmasi Mutasi Gα dengan Observasi Stomata Studi Ekspresi Gen Gα PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M Tipe-Tipe Mutan pada Tanaman M-1 dan Uji Stabilitas pada Tanaman M Konfirmasi Mutasi Gα dengan Observasi Stomata dan Ekspresi Gen SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii xiii xiv

12 DAFTAR TABEL Halaman 1 Hasil pengelompokan dua belas populasi dari Analisis Diskriminan Asal populasi dan karakter enam kelompok baru hasil Analisis Diskriminan Jumlah tanaman M-1, jumlah mutan dan frekuensi mutan warna biji per seribu tanaman M-1 pada lima dosis irradiasi kultivar Lumut dan Slamet Jumlah tanaman M-1, jumlah mutan dan frekuensi mutan warna bunga per seribu tanaman M-1 pada lima dosis irradiasi kultivar Lumut dan Slamet Jumlah tanaman M-1, jumlah mutan dan frekuensi mutan jumlah anak daun per seribu tanaman M-1 pada lima dosis irradiasi kultivar Lumut dan Slamet Jumlah tanaman M-1, jumlah mutan dan frekuensi mutan bentuk daun per seribu tanaman M-1 pada lima dosis irradiasi kultivar Lumut dan Slamet Jumlah tanaman M-1, jumlah mutan dan frekuensi mutan motif daun per seribu tanaman M-1 pada lima dosis irradiasi kultivar Lumut dan Slamet Jumlah tanaman M-1, jumlah mutan dan frekuensi mutan pendek per seribu tanaman M-1 pada lima dosis irradiasi kultivar Lumut dan Slamet Warna bunga M-1, jumlah keturunan dan segregasi warna bunga M-2 dari tujuh induk mutan kultivar Lumut dan Slamet Jumlah anak daun M-1, jumlah keturunan dan segregasi jumlah anak daun M-2 dari sembilan induk kultivar Lumut dan Slamet Bentuk daun M-1, jumlah keturunan dan segregasi bentuk daun M-2 dari enam induk mutan kultivar Lumut dan Slamet Jumlah tanaman M-1, frekuensi mutan pendek stabil terhadap wild type dan induk per seribu tanaman M Tanaman yang diduga mutan gen Gα berdasarkan perilaku stomata... 29

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Diagram alir tahapan penelitian Variasi warna biji kedelai kultivar Lumut dan Slamet Variasi warna bunga kedelai kultivar Lumut dan Slamet Variasi jumlah anak daun kedelai kultivar Lumut dan Slamet Variasi bentuk daun kedelai kultivar Lumut dan Slamet Variasi motif daun kedelai kultivar Lumut dan Slamet Perbandingan ukuran biji pada kultivar Lumut wild type dengan mutan Mutan pendek pada kedelai kultivar Lumut dan Slamet Perilaku stomata tanaman wild type dan mutan cdna aktin dan gen Gα... 30

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Uji keragaman antar populasi untuk tiap-tiap variabel Segregasi jumlah anak daun pada M-2 dari 60 induk mutan Hasil uji beda nyata tanaman M-2 stabil pendek yang diuji terhadap induknya... 48

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai merupakan tanaman pangan yang sangat penting karena dapat dikonsumsi secara langsung maupun digunakan sebagai bahan baku agroindustri. Kebutuhan kedelai nasional terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk di Indonesia. Pada tahun 2007 total kebutuhan kedelai sebesar 2.01 juta ton. Namun produksi kedelai nasional masih sangat rendah. Produksi kedelai pada tahun 2006 sekitar ribu ton biji kering, mengalami penurunan sekitar ribu ton (7.34 persen) dibandingkan dengan produksi tahun 2005 sebesar ribu ton (BPS 2006). Bahkan pada tahun 2007 produksi kedelai nasional hanya 0.61 juta ton. Berarti terdapat kekurangan jumlah produksi yang cukup besar untuk memenuhi permintaan pasar, sehingga pada tahun 2007 Indonesia mengimpor kedelai sampai 1.42 juta ton atau sekitar 70% dari total kebutuhan pada tahun tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut perlu dilakukan upaya peningkatan produksi. Peningkatan produksi bisa dilakukan dengan berbagai macam cara antara lain melalui usaha pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman dapat dilakukan dengan merakit kultivar baru, dan keragaman merupakan modal dasar untuk merakit kultivar baru. Salah satu upaya peningkatan keragaman yaitu dengan induksi mutasi. Mutasi bisa dihasilkan oleh beberapa agen mutagenik seperti radiasi, non radiasi maupun kimia. Sumber radiasi yang sering digunakan adalah sinar X, sinar gamma, ultra-violet (Jusuf 2001), sinar beta dari radioisotop dan sinar neutron dari reaktor atom (Poespodarsono 1986). Radiasi sinar gamma dapat dipancarkan oleh 60 Co, 137 Cs dan lain-lain (Soeminto 1985), namun dalam penelitian ini digunakan sinar gamma dari 60 Co. Radiasi gamma merupakan radiasi pengion yang mempunyai kekuatan daya tembus tinggi (Poespodarsono 1986) dan kemampuan penetrasi yang cukup kuat ke dalam jaringan tanaman (Herawati & Setiamihardja 2000) sehingga dapat menyebabkan perubahan baik pada tingkat gen maupun kromosom. Terjadinya perubahan pada gen maupun kromosom akan mengakibatkan perubahan karakter tanaman, sehingga

16 2 diharapkan dapat meningkatkan keragaman genetik pada kedua kultivar kedelai Slamet dan Lumut. Kedelai kultivar Slamet dan Lumut memiliki perbedaan dalam sistem toleransi terhadap aluminium (Al). Kedelai kultivar Lumut merupakan kultivar yang peka terhadap cekaman Al sedangkan kultivar Slamet toleran terhadap cekaman Al (Anwar 1999). Menurut Sunarlim dan Titis (2001), keracunan Al merupakan masalah utama yang sering dijumpai pada kedelai di lahan asam dan menyebabkan penurunan produktivitas kedelai. Sehingga perlu dilakukan pemuliaan untuk memperbaiki karakter tanaman yang bersifat peka terhadap Al. Pemuliaan untuk memperoleh tanaman kedelai yang mampu beradaptasi terhadap aluminium tinggi memerlukan informasi genetik tentang adaptasi terhadap masalah tersebut. Menurut Mashuda (2006) cekaman Al dapat meningkatkan ekspresi gen Gα pada kultivar Slamet, sedangkan Lumut tidak mengalami peningkatan (Sawitri 2007). Gen Gα diduga berperan dalam sistem toleransi terhadap Al pada kedua kultivar tersebut (Suharsono & Suharsono 2006). Untuk melihat keterlibatan fungsi gen Gα secara langsung dalam sistem pertahanan terhadap cekaman Al dapat dilakukan dengan pendekatan reverse genetic yaitu menonaktifkan gen Gα. Sinar gamma memiliki energi yang sangat besar sehingga diharapkan dapat menonaktifkan gen Gα. Menurut Fujisawa et al. (1999) kehilangan subunit α pada tanaman padi (mutan daikoku d1) menyebabkan tanaman menjadi kerdil, daun pendek menebal berwarna gelap dan biji kecil, juga terjadi perubahan pembukaan stomata (Assmann 1996). Hal ini dapat digunakan sebagai indikator awal untuk menyeleksi tanaman yang diduga mengalami mutasi Gα. Penelitian dengan irradiasi gamma untuk memperoleh tanaman yang mengalami hambatan pertumbuhan telah banyak dilakukan. Dosis irradiasi gamma Gy mampu menghambat pertumbuhan sampai lebih dari 50 % pada stek bibit krisan (Yulidar 2003). Irradiasi sinar gamma terhadap tanaman krisan di lapangan dapat menurunkan tinggi tanaman. Dosis irradiasi di atas 10 Gy dapat menginduksi terjadinya perubahan bentuk dan warna bunga, juga dapat menyebabkan perubahan warna dan bentuk daun tanaman hasil kultur jaringan

17 3 (plantlet) serta menyebabkan penurunan tinggi plantlet krisan (Kendarini 2006). Irradiasi dengan dosis rad menyebabkan nekrotik dan pertumbuhan kalus Costus speciosus KOEN SM. terhambat ( Toruan & Mathius 1991). Ratma (1988) juga melaporkan bahwa irradiasi gamma dosis 0.2 dan 0.4 kgy dapat menghasilkan mutan kedelai pendek. Irradiasi gamma juga banyak diaplikasikan pada berbagai tanaman untuk memperoleh karakter-karakter yang diinginkan. Pada kacang tanah irradiasi gamma dapat menghasilkan keragaman jumlah polong dan biji (Dewi et al. 1993) dan pada dosis 0.3 kgy dapat meningkatkan keragaman tinggi tanaman kacang tanah serta keragaman genetik ketahanan terhadap penyakit layu (Dewi & Mugiono 1997). Pada tanaman kedelai, dengan dosis 0.10 dan 0.20 kgy dapat meningkatkan mutasi klorofil (Ratma & Sumanggono 1998). Irradiasi sinar gamma juga mengakibatkan perubahan bentuk bunga, warna bunga, kandungan klorofil dan anthosianin bunga Gerbera (Prasetyorini 1991). Penelitian ini menggunakan induksi mutasi dengan irradiasi sinar gamma, selanjutnya diikuti dengan seleksi terhadap tanaman kerdil dan tanaman yang memiliki karakter berbeda dengan wild type (tipe tetua). Karakter tanaman kerdil menjadi prioritas dalam penelitian ini karena karakter tersebut merupakan salah satu indikator tanaman mengalami mutasi Gα. Tanaman yang memiliki karakter kerdil selanjutnya diperiksa perilaku stomata dan ekspresi gen Gα untuk memastikan bahwa tanaman tersebut mengalami mutasi pada gen Gα. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh berbagai macam mutan termasuk mutan gen Gα pada kedelai kultivar Slamet dan Lumut yang diinduksi irradiasi sinar gamma. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini bahwa perlakuan irradiasi sinar gamma pada benih kedelai kultivar Slamet dan Lumut dapat memperoleh berbagai macam mutan termasuk mutan gen Gα.

18 TINJAUAN PUSTAKA Mutasi Mutasi adalah perubahan yang terjadi pada materi genetik sehingga menyebabkan perubahan ekspresi. Perubahan dapat terjadi pada tingkat pasangan basa, tingkat satu ruas DNA, bahkan pada tingkat kromosom (Jusuf 2001). Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif mengadakan pembelahan sel. Jika mutasi terjadi pada sel somatik, maka perubahan hanya pada bagian itu dan tidak diwariskan. Sedang bila mutasi terjadi pada sel generatif, maka akan diwariskan pada generasi berikutnya (Poespodarsono 1986). Organisme baru hasil mutasi disebut mutan. Mutasi atau perubahan materi genetik dapat dideteksi dengan melihat perubahan pada tingkat struktur gen atau perubahan pada tingkat ekspresinya. Untuk melihat perubahan tersebut dapat dilakukan dengan membandingkan antara mutan dan tipe liarnya. Perubahan dapat terlihat pada tingkat morfologi yang terlihat oleh mata telanjang, atau pada tingkat lain yang tidak nampak oleh mata. Secara garis besar penampilan mutan dapat dilihat dari liarnya dengan tiga cara; perbedaan morfologi, perbedaan tingkat kimia, dan perbedaan tingkat adaptasi terhadap lingkungan tumbuh. Hasil mutasi yang paling mudah dilihat ialah bila terjadi perubahan morfologi seperti bentuk, ukuran atau warna (Jusuf 2001). Mutasi dapat terjadi pada tingkat gen maupun kromosom. Jika perubahan hanya mengenai satu gen yaitu pada ruas yang diapit oleh sepasang promotor dan terminator, maka disebut mutasi tingkat gen. Jika perubahan mengenai lebih dari satu gen maka dinamakan mutasi tingkat kromosom (Jusuf 2001). Mutasi titik merupakan mutasi yang terjadi pada tingkat gen. Mutasi titik adalah perubahan sekuen nukleotida pada gen yang menghasilkan perubahan asam amino dan protein produk mutan atau sebagai perubahan satu bentuk alel ke bentuk alel lainnya dimana perubahan tersebut terjadi dalam satu lokus kromosom ( Suzuki et al. 1993). Mutasi titik dalam suatu gen dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu: substitusi pasangan basa dan penyisipan (insersi) atau pengurangan (delesi) pasangan basa. Substitusi pasangan basa adalah penggantian satu nukleotida dan pasangannya di dalam untai DNA komplementer dengan pasangan nukleotida

19 5 lain. Insersi dan delesi merupakan penambahan atau pengurangan satu atau lebih pasangan nukleotida pada suatu gen (Griffiths et al. 2005; Campbell et al. 2002). Mutasi kromosom dapat terjadi karena perubahan jumlah kromosom atau perubahan struktur kromosom. Perubahan struktur kromosom adalah perubahan dimana jumlah kromosom tetap tetapi terjadi perubahan komposisi dan susunan bahan kromosom, yaitu delesi, duplikasi, inversi dan translokasi. Sedangkan perubahan jumlah kromosom adalah adanya penambahan atau pengurangan kromosom-kromosom utuh atau satu set kromosom lengkap (genom), perubahan ini dapat menyebabkan keragaman genetik yang akan nampak pada keragaman fenotipe seperti sifat morfologi dan fisiologi (Crowder 1997). Mutasi dapat terjadi dengan spontan (Djojosoebagio 1988) atau akibat adanya rangsangan dari luar. Mutasi spontan merupakan bagian dari proses kehidupan suatu spesies. Selama proses kehidupan akan terus terjadi perubahan spontan pada gen walaupun dengan tingkat kecepatan yang rendah (Poespodarsono 1986). Mutasi spontan memiliki frekuensi yang sangat kecil sekitar 10-9 sampai Rendahnya frekuensi mutasi spontan karena pada organisme ada sistem pemeliharaan ketepatan pemasangan basa-basa DNA yang melekat pada proses replikasi. Selain itu juga terdapat sejumlah mekanisme koreksi kerusakan basa. Mutasi spontan dapat disebabkan oleh perubahan tautomerik basa-basa DNA yaitu perubahan konfigurasi suatu molekul akibat perpindahan proton atau inti hidrogen dari satu posisi ke posisi lain. Selain perubahan tautomerik ada proses kimia lain yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi spontan yaitu depurinasi dan deaminasi. Depurinasi adalah proses pemutusan ikatan antara basa purin dengan gula deoksiribosa, sedangkan deaminasi adalah penghilangan suatu gugus amino dari suatu basa (Jusuf 2001). Rangsangan luar merupakan faktor pendorong untuk terjadinya peningkatan frekuensi mutasi. Frekuensi mutasi meningkat dengan meningkatnya dosis (secara linier untuk sinar X dan Gamma), tetapi survival dan kapasitasnya untuk regenerasi menurun dengan meningkatnya dosis. Pada dosis yang tinggi, akan menyebabkan terlalu banyak induksi mutasi per sel dengan peningkatan resiko

20 6 mutasi yang baik, atau perubahan genetik yang tidak baik (Broertjes & Harten 1988). Induksi terhadap mutasi dapat terjadi secara alami maupun buatan. Mutasi buatan terjadi bila digunakan mutagen dengan dosis dan waktu tertentu (Poespodarsono 1986). Mutagen merupakan faktor penyebab terjadinya mutasi. Menurut Allard (1960) mutasi dihasilkan oleh beberapa agen mutagenik, yaitu proses mekanik murni, proses kimia murni atau kombinasi antara keduanya. Mutagen tersebut dapat menghasilkan berbagai macam mutasi seperti mutasi klorofil maupun mutasi kerdil. Sedangkan Poespodarsono (1986) membagi mutagen ke dalam tiga kelompok yakni radiasi, non radiasi dan kimia. Jusuf (2001) menyatakan bahwa bahan yang dapat merangsang mutasi dapat berupa bahan yang bersifat fisik, kimia atau proses biologis. Bahan fisik yang dikenal sebagai perangsang mutasi antara lain sinar ultraviolet, sinar X dan sinar gamma. Bahan kimia yang dapat merangsang terjadinya mutasi antara lain etilmetan sulfonat (EMS), etiletan sulfonat (EES), dan hidroksilamin (HA). Sedangkan bahan biologis, yang merupakan bahan mutakhir digunakan adalah elemen loncat. Sinar gamma merupakan salah satu bahan fisik yang banyak digunakan sebagai agen mutasi. Radiasi sinar gamma merupakan radiasi ionisasi. Bentuk radiasi ini dapat menembus sel-sel dan jaringan dengan mudah (Pai 1999). Radiasi dengan sinar gamma dapat menghasilkan dua macam efek yaitu aberasi kromosom dan hambatan mitosis (Whitson 1972). Sinar gamma diperoleh dari peluruhan zat radioaktif yang dipancarkan dari atom dengan kecepatan tinggi karena kelebihan energi. Panjang gelombang sinar gamma lebih pendek dari sinar X tetapi energinya lebih besar. Radiasi sinar gamma dapat dipancarkan oleh 60 Co, 137 Cs dan lain-lain (Soeminto 1985). Sinar gamma mempunyai kemampuan penetrasi yang cukup kuat ke dalam jaringan tanaman. Dosis sinar gamma untuk mutasi pada kedelai adalah krad (Herawati & Setiamihardja 2000). Kedelai Muria, varietas unggul yang dilepas tahun 1987 merupakan hasil irradiasi dengan sinar gamma dosis 0.4 kgy. Dosis irradiasi yang dapat diterima oleh sel dibedakan atas dosis acute yaitu dosis yang diterima dengan cara sekaligus pada laju dosis tinggi, dan dosis kronis yaitu dosis yang diterima dengan cara sedikit demi sedikit pada laju dosis rendah. Dosis

21 7 acute dapat menyebabkan sel mati atau mengalami perubahan sifat (Wiryosimin 1995). Dosis irradiasi yang diterapkan tergantung pada sensitivitas dari spesies dan bagian tanaman. Sensitivitas tergantung pada volume inti (DNA yang lebih besar lebih sensitif), jumlah kromosom (tanaman dengan kromosom lebih sedikit dengan volume inti tertentu, lebih sensitif dari tanaman dengan kromosom yang lebih banyak), dan tingkat ploidi ( lebih tinggi, sensitivitasnya lebih sedikit) (Broertjes & Harten 1988). Efektivitas irradiasi yang diberikan pada tanaman dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor biologi. Faktor lingkungan terdiri atas oksigen, kadar air, suhu, sedangkan faktor biologi meliputi volume inti, kromosom interfase, dan faktor genetik yaitu adanya perbedaan kepekaan terhadap irradiasi (Ismachin 1988). Protein Heterotrimerik-G subunit α Protein G merupakan anggota dari sebagian besar kelompok protein yang ditemukan pada semua eukariot. Protein ini terikat secara lemah pada sisi sitoplasmik membran, dan berfungsi sebagai saklar yang dapat dihidupkan dan dimatikan. Pada keadaan tidak aktif protein heterotrimerik berada dalam bentuk ikatan GDP dan akan aktif dengan merubah GDP ke bentuk GTP yang berikatan pada subunit α (Campbell et al. 2002). GTP-subunit α akan terpisah dari subunit βγ dan keduanya akan berinteraksi dengan efektor yang berada di down stream (bagian hilir). Penurunan aktivitas GTP-subunit α menjadi GDP-subunit α melalui aktivitas GTPase menyebabkan pembentukan kembali bentuk heterotrimerik tidak aktif (Kolle 1997; Gutkins 1998). Protein G dibagi menjadi dua yaitu protein G kecil dan protein heterotrimerik-g (Ma et al. 1991; Patrick & Gilman 1998). Protein heterotrimerik G terdiri dari tiga sub unit yang berbeda yaitu sub unit α (40-45 kda), sub unit β ( kda) dan sub unit γ (7-10 kda) (Gotor et al. 1996). Protein G subunit α terdiri dari dua domain yaitu domain GTPase (G1 sampai G5) yang bertindak sebagai situs pengikatan nukleotida guanin dan domain alpha-helical (Gilman 1987).

22 8 Subunit Gα terdapat pada membran plasma tanaman Arabidopsis (Weiss et al. 1997) dan padi (Iwasaki et al. 1997), juga ditemukan di dalam retikulum endoplasma Arabidopsis dan tomat (Weiss et al. 1997; Aharon et al. 1998). Protein heterotrimerik-g diketahui berperan dalam regulasi dari influk kanal ion K + pada sel penjaga (Wu & Assmann 1994). Subunit Gα diketahui dapat mengaktifkan kanal kalsium (Ca 2+ ) pada membran plasma sehingga meningkatkan level Ca 2+ di sitoplasma pada tomat (Aharon et al. 1998) juga meningkatkan level IP 3 pada tanaman kedelai (Legendre et al. 1993) serta peningkatan Reactive oxygene Species (ROS) H 2 O 2 pada kultur sel kedelai (Legendre et al. 1992). Berdasarkan analisis mutasi pada gen Gα (dwarf1), ternyata Gα terlibat di dalam perpanjangan batang dan pembentukan biji padi (Fujisawa et al. 2001). Regulasi pembukaan stomata (Assmann 1996) dan pemanjangan tabung polen pada bunga lily (Ma et al. 1999) juga melibatkan protein G. Fungsi protein Gα yang lain pada tanaman diantaranya dalam transduksi sinyal auksin (Fairley-Grenot & Assmann 1991) serta terlibat dalam induksi giberelin dari gen α-amylase pada sel aleuron oat (Jones et al. 1998). Protein heterotrimerik-g subunit α berperan penting dalam transduksi sinyal terhadap berbagai stimulus dari luar yang diterima oleh organisme. Transduksi sinyal merupakan tanda atau pesan yang mengubah stimulus atau sinyal menjadi bentuk lain dengan melibatkan urutan reaksi biokimia tertentu di dalam sel yang dilakukan oleh enzim dan berhubungan melalui second messenger (Voet & Donald 1995). Proses pensinyalan sel meliputi 3 tahapan yaitu : 1) Penerimaan sinyal; 2) Transduksi sinyal; 3) Respon seluler. Penerimaan sinyal merupakan pendeteksian sinyal yang datang dari luar sel oleh sel target. Sinyal dapat terdeteksi apabila terikat pada protein seluler, biasanya pada permukaan sel yang bersangkutan. Salah satu reseptor transmembran yang menerima sinyal dan meneruskannya ke sel adalah protein G. Pengikatan molekul sinyal mengubah protein reseptor, dan selanjutnya mengawali proses transduksi. Tahap transduksi ini mengubah sinyal menjadi bentuk yang dapat menimbulkan respon seluler spesifik (Campbell et al. 2002).

23 9 Kedelai mempunyai dua kopi gen yang menyandikan protein heterotrimerik G sub unit α yaitu SGA1 (Kim et al. 1995) dan SGA2 (Gotor et al. 1996). Suharsono dan Suharsono (2004) berhasil mengisolasi gen SGA1 dari kedelai kultivar Slamet dan Lumut. Analisis kesamaan urutan nukleotidanya menunjukkan bahwa gen Gα yang diisolasi dari kedelai kultivar Lumut mempunyai kemiripan 91% dengan gen Soybean G protein α subunit, SGA1 dari kedelai kultivar Williams, sedangkan analisis sebagian gen Gα dari kultivar Slamet menunjukkan kemiripan dengan Lupinus luteus (LIGA1) (Darlian 2005).

24 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2007 sampai Mei 2008, bertempat di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi BATAN Jakarta, Kebun Percobaan IPB Pagentongan Sindangbarang Bogor, Laboratorium Anatomi Tumbuhan Departemen Biologi dan Laboratorium BIORIN Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB. Bahan Tanaman Bahan tanaman yang digunakan adalah benih kedelai kultivar Slamet dan Lumut. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tahapan seperti pada diagram alir berikut (Gambar 1). Radiasi benih kedelai kultivar Slamet dan Lumut Penanaman I (M-1) untuk seleksi mutan Penanaman II (M-2) untuk stabilitas mutan Mutan pendek atau kerdil stabil Mutan untuk karakter lain - Pengamatan Stomata - Ekspresi gen Gα dengan teknik PCR - Macam-macam mutan - Mutan gen Gα Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian.

25 11 Radiasi Benih Benih kedelai kultivar Slamet dan Lumut diradiasi dengan sinar gamma ( 60 Co) dengan 6 taraf dosis yaitu : 0; 0.1; 0.2; 0.3; 0.4 dan 0.5 kgy. Pada setiap perlakuan diradiasi 200 biji kedelai. Kombinasi dari dosis irradiasi dengan kultivar membentuk 12 populasi yaitu populasi 1 (Lumut kontrol), populasi 2 (Lumut dosis irradiasi 0.1 kgy), populasi 3 (Lumut 0.2 kgy), populasi 4 (Lumut 0.3 kgy), populasi 5 (Lumut 0.4 kgy), populasi 6 (Lumut 0.5 kgy), populasi 7 (Slamet kontrol), populasi 8 (Slamet 0.1 kgy), populasi 9 (Slamet 0.2 kgy), populasi 10 (Slamet 0.3 kgy), populasi 11 (Slamet 0.4 kgy), dan populasi 12 (Slamet 0.5 kgy). Penanaman di Lapang Benih kedelai yang sudah diradiasi langsung ditanam di lapang selama 2 periode tanam. Pada musim tanam pertama (M-1), penanaman dilakukan mengikuti pola Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor (kultivar dan dosis irradiasi) yang diulang pada 3 kelompok. Tiap petak terdapat 100 lubang, masingmasing lubang berisi 2 biji kedelai. Jarak antar lubang tanam adalah 40 cm x 20 cm. Pemupukan dilakukan pada saat tanam dengan pupuk Urea dosis 50 kg/ha, TSP 100 kg/ha dan KCl 50/Ha. Hama diatasi dengan memakai Acodan. Penyiangan dilakukan tiap dua minggu sekali. Panen dilakukan per tanaman, masing-masing tanaman dimasukkan dalam kantong. Selanjutnya dilakukan seleksi terhadap tanaman yang menunjukkan indikasi mutan yaitu memiliki ukuran batang pendek atau kerdil serta tipe mutasi untuk karakter lain seperti warna biji, jumlah anak daun, bentuk daun, motif daun, dan warna bunga. Benih kedelai yang berindikasi mutan ditanam kembali sebagai tanaman M-2. Penanaman kedua dilakukan mengikuti pola Rancangan Acak Lengkap. Benih ditanam dengan membentuk barisan yang bersambungan antara satu induk dengan induk yang lain. Tiap induk diambil 30 biji, namun untuk induk yang memiliki jumlah biji kurang dari 30, biji ditanam semua. Hasil seleksi periode tanam 1, dari 657 induk ditanam sebanyak tanaman.

26 12 Observasi Lapang dan Deteksi Mutasi Karakter yang diamati pada tanaman M-1 meliputi tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buku subur, jumlah buku total, jumlah polong isi, jumlah polong total, umur mulai berbunga, umur polong masak, warna polong, jumlah biji, berat total biji, berat 100 biji, warna biji, jumlah anak daun, motif daun, bentuk daun dan warna bunga. Mutasi dideteksi dari adanya perubahan pada karakter yang diamati. Mutasi pada gen Gα ditunjukkan oleh adanya batang yang pendek. Observasi pada tanaman M-2 diarahkan untuk melihat kestabilan karakter yang dianggap bermutasi yaitu melalui ada tidaknya segregasi pada karakter tersebut. Tanaman yang diduga mutan yang sudah stabil (kerdil) selanjutnya diperiksa struktur stomata dan ekspresi gen Gα nya. Preparasi Struktur Anatomi Stomata Pengamatan struktur anatomi stomata dengan menggunakan sediaan paradermal. Sediaan paradermal dibuat dalam bentuk sediaan semipermanen dengan metode Wholemount (Johansenn 1940). Pengamatan struktur anatomi stomata dilakukan terhadap tigapuluh sampel tanaman pendek atau kerdil dan wild type (kontrol). Pengambilan sampel dilakukan pada waktu dan kondisi yang sama (pukul WIB). Bahan untuk pembuatan sediaan paradermal stomata adalah alkohol 70% (v/v), safranin 1% (b/v), pemutih (bayclin 5.25%) (v/v), gliserin 30% (v/v), cat kuku. Langkah-langkahnya; daun difiksasi dengan alkohol 70% (v/v), dicuci, kemudian disayat dengan silet. Hasil sayatan direndam dalam larutan pemutih (bayclin 5.25%) (v/v) selama sepuluh menit, sayatan dicuci kembali kemudian dilakukan pewarnaan menggunakan safranin 1% (b/v) selama sepuluh menit, sediaan diletakkan dalam gelas obyek, diberi media gliserin 30% (v/v) lalu ditutup dengan gelas penutup. Ekspresi Gen Gα dengan Teknik PCR Isolasi RNA Total. Isolasi RNA total dilakukan pada tanaman M-2 yang telah diseleksi. RNA diambil dari tanaman mutan dan wild type yang tidak diradiasi sebagai kontrol. Isolasi RNA total dengan menggunakan Kit Trizol (Invitrogen). Langkah isolasi RNA sebagai berikut : Daun sebanyak mg dari masing-masing perlakuan secara terpisah digerus di mortar dengan bantuan N 2

27 13 cair sampai berbentuk tepung halus. Kemudian dicampur dengan 800 µl kit trizol. Campuran selanjutnya diinkubasi selama 5 menit pada suhu ruang kemudian ditambah dengan 200 µl chloroform dan dikocok selama 30 detik dan diinkubasi selama 3 menit dalam suhu ruang. Campuran disentrifugasi pada 9000 rpm (Jouan BR4i) selama 15 menit pada suhu 6 ºC. Cairan bagian atas diambil dan dipindahkan ke tabung baru. Selanjutnya ditambah dengan 500 µl isopropil alkohol dan diinkubasi 10 menit pada suhu ruang. Kemudian disentrifugasi pada 9000 rpm selama 10 menit pada 6 ºC. Endapan yang dihasilkan dicuci dengan penambahan 500 µl ethanol-depc 75% dan diikuti dengan sentrifugasi pada 5700 rpm selama 5 menit pada suhu 6 ºC. Endapan dikeringkan dengan vakum dryer selama 6 menit dan dilarutkan dalam 30 µl ddh 2 O-DEPC 0.1%. Kuantifikasi dilakukan dengan melarutkan 1 µl larutan RNA total dalam 700 µl ddh 2 O-DEPC 0.1%, selanjutnya dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Untuk mengetahui kemurnian RNA dari kontaminasi protein dilakukan dengan perhitungan nilai rasio OD260/280 (Sambrook et al. 1989). Keutuhan RNA dianalisis dengan memigrasikan RNA pada gel agarosa 1% dengan menggunakan buffer MOPS 1 X (4.2 g/l 3- Morpholinopropanesulfonic acid (C 7 H 15 NO 4 ), 0.41 g/l Na-asetat, 0.37 g/l Na 2 EDTA.H 2 O). 10 µg RNA total ditambah dengan 12 µl premix (20 X MOPS, 6 µl formamide, 2.1 µl formaldehide, 3.3 µl ddh 2 O-DEPC 0.1%) dipanaskan pada suhu 65 ºC selama 10 menit. Selanjutnya diinkubasi dalam es selama 5 menit, kemudian ditambahkan 2 µl loading dye dengan komposisi bromofenol biru 0.25% (b/v), xylene cyanol 0.25% (b/v) dan sukrosa 15% (b/v). Campuran tersebut dimasukkan ke dalam sumur gel dan dimigrasikan selama 30 menit pada bak elektroforesis dengan tegangan 100 volt. Selanjutnya gel direndam di dalam larutan ethidium bromida 0.5 µg/ml selama 10 menit, dibilas dengan akuades, kemudian pita RNA dilihat melalui UV transiluminator. Sintesis cdna. Sintesis cdna dilakukan dengan mengikuti metode Suharsono et al. (2002). Lima mikrogram RNA total dicampur dengan 4 µl 5 X buffer reaksi, 2 µl primer oligo dt, 1 unit enzim Reverse Transcriptase III (Invitrogen), 1 µl dtt (0.1 M), 0.16 µl dntp mix 25 mm dan ddh 2 O-DEPC 0.1% steril sampai

28 14 volume akhir 20 µl. Reaksi transkripsi balik (RT) dilakukan pada suhu 30 ºC 10 menit, 42 ºC 50 menit, 95 ºC 5 menit sebanyak satu siklus. Untuk mengetahui keberhasilan sintesis cdna dilakukan amplifikasi cdna melalui PCR dengan menggunakan primer aktin yang didesain dari kedelai (Accession V00450) dengan primer forward tepat pada kodon awal (5 ATGGCAGATGCCGAGG ATAT 3 ) dari ekson 1 dan primer reverse tepat pada daerah ekson 2 (5 CAGTTGTGCGACCACTTGCA 3 ) dan menggunakan cdna sebagai cetakan. PCR dilakukan dengan mencampur 1 µl hasil RT dengan 1 µl buffer Taq 10 X, 0.08 dntpmix 25 mm, 0.4 µl DMSO, 1 unit enzim Taq polymerase, 10 pmol primer forward, 10 pmol primer reverse dan ddh2o sampai volume akhir 10 µl. Kondisi PCR untuk aktin adalah: denaturasi pra-pcr 95 ºC 5 menit, denaturasi pada 94 ºC 30 detik, penempelan primer pada 55 ºC 1 menit, pemanjangan DNA pada 72 ºC 1 menit 30 detik, siklus diulang sebanyak 35 kali, pemanjangan pasca PCR pada 72 ºC 5 menit dan proses pendinginan dilakukan pada 15 ºC 5 menit. Analisis Ekspresi Gen Gα. Analisis ekspresi gen Gα dilakukan dengan RT-PCR menggunakan primer spesifik Gα. Primer didesain dari Soybean G protein α subunit, SGA1 (Accession: L27418) dengan primer terletak pada 111 nukleotida sebelum kodon awal (5 GCTTCACACTTCACACTTAACACT 3 ) dan 114 sesudah stop kodon (5 ATATTGTTGTATACCTGACCTC 3 ) digunakan untuk mengamplifikasi cdna dari gen Gα. PCR dilakukan dengan mencampur 1 µl hasil RT dengan 1 µl buffer Taq 10 X, 0.08 dntpmix 25 mm, 0.4 µl DMSO, 1 unit enzim Taq polymerase, 10 pmol primer forward, 10 pmol primer reverse dan ddh2o sampai volume akhir 10 µl. Kondisi PCR untuk gen Gα adalah denaturasi pra-pcr 95 ºC 5 menit, denaturasi pada 94 ºC 30 detik, penempelan primer pada 58 ºC 1 menit, pemanjangan DNA pada 72 ºC 2 menit, siklus diulang sebanyak 37 kali, pemanjangan pasca PCR pada 72 ºC 5 menit dan proses pendinginan dilakukan pada 15 ºC 5 menit. Kehilangan gen Gα dilihat dengan membandingkan ekspresi antara mutan, tanaman wild type dan kontrol positif (Plasmid membawa gen Gα), yang ditandai dari ada tidaknya pita atau jumlahnya berubah menjadi lebih dari satu pita.

29 15 Analisis Data Data morfologi dianalisis dengan Analisis Diskriminan untuk melihat kelompok mutan yang terbentuk. Kelompok yang dianggap mutan ialah yang memperlihatkan perbedaan dari wild type. Untuk melihat kestabilan mutan, populasi masing-masing mutan dibandingkan dengan populasi wild type dan induk, selanjutnya dilakukan uji beda nyata dengan uji T pada taraf nyata 5%. Data molekuler berupa pita dianalisis dengan ada tidaknya pita pada mutan atau perubahan jumlah pita dibandingkan dengan wild type (kontrol). Tanaman yang tidak memiliki pita atau penurunan intensitas perpendaran atau perubahan jumlah pita dikategorikan mutan.

30 HASIL Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 Uji keragaman pada dua belas populasi yang diteliti menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar populasi (Lampiran 1). Keragaman tersebut terlihat pada semua karakter yang diamati, selain karakter warna polong. Hasil analisis diskriminan menunjukkan adanya keragaman individu intra populasi yang cukup besar pada keduabelas populasi awal, sehingga terjadi tumpang tindih antar populasi. Masing-masing populasi menyebar ke kelompok populasi lain yang memiliki persamaan karakter (Tabel 1). Angka 1 sampai 12 pada tabel 1 merupakan kelompok hasil analisis diskriminan dengan jumlah anggota masing-masing. Populasi 1 (Lumut wild type) memiliki 464 anggota kelompok yang mirip Lumut dan 66 mirip populasi 2 (Lumut 0.1 kgy). Jika dilihat sebaran dari populasi 1, tampak bahwa populasi 1 terbagi menjadi dua kelompok. Populasi Lumut yang dikategorikan mutan adalah yang berada pada kelompok 3 sampai 12. Populasi 2 sampai 6 yang tergabung dalam kelompok 1 dan 2 tidak dikategorikan mutan karena masih mirip dengan populasi 1. Tabel 1 Hasil pengelompokan dua belas populasi dari analisis diskriminan Populasi Prediksi jumlah anggota kelompok hasil analisis diskriminan Awal Lumut kontrol (1) Lumut 0,1 kgy (2) Lumut 0,2 kgy (3) Lumut 0,3 kgy (4) Lumut 0,4 kgy (5) Lumut 0,5 kgy (6) Slamet kontrol (7) Slamet 0,1 kgy (8) Slamet 0,2 kgy (9) Slamet 0,3 kgy (10) Slamet 0,4 kgy (11) Slamet 0,5 kgy (12)

31 17 Populasi 7 (Slamet wild type) tampak lebih seragam, hampir semua anggotanya mengelompok dalam kelompok 7 (97.3%). Populasi Slamet yang berada di luar kelompok 7 dikategorikan mutan. Populasi 8 sampai 12 yang masuk ke dalam kelompok 7 tidak dikategorikan mutan karena masih mirip dengan populasi 7. Berdasarkan hasil analisis diskriminan terhadap dua belas populasi awal diperoleh enam kelompok baru, yaitu kelompok A, B, C, D, E dan F (Tabel 2). Masing-masing kelompok memiliki karakter yang berbeda-beda. Kelompok A dan kelompok D merupakan kelompok tanaman yang mempunyai sifat mirip dengan tanaman wild type Lumut dan Slamet dan sebagian besar berisi tanaman dari kedua kultivar tersebut. Kelompok B, C, E dan F merupakan kelompok yang menunjukkan perubahan karakter dari kelompok wild type, A dan D. Hasil pengklasifikasian diperoleh individu-individu yang memiliki karakter berbeda dengan wild type, yang selanjutnya disebut tipe mutan. Tipe mutan disajikan dalam kelompok terpisah sesuai tipe mutannya.

32 18 Tabel 2 Asal populasi dan karakter enam kelompok baru hasil analisis diskriminan Kelompok Asal populasi Karakter A B C D E F Populasi 1 (kontrol), 2 (62%), dan 3 (30.4%) Populasi 2 (32.5%), populasi 3 (68.1%) dan sebagian kecil populasi lainnya Populasi 4 (89.7%), 5 (86.7%) dan 6 (90%) Populasi 7 (kontrol), 8 (14.6%) dan populasi 9 (11.3%). Populasi 8 (80.4%), 9 (85.6%), 10 (58.2%), dan populasi 12 (66.7%) serta sebagian kecil populasi 11 Populasi 11 (83.3%), 10 (34.9%), 12 (33.3%), serta sebagian kecil populasi 8 dan 9. Rata-rata: tinggi 67 cm, jumlah cabang 4, buku subur 13, buku total 14, polong isi 66, polong total 67, umur polong masak 94 hari, umur mulai bunga 42 hari, jumlah biji 134, berat total 9.9 g, berat 100 biji 7.8 g, warna biji hijau kekuningan, jumlah anak daun 3 (trifoliate), motif daun polos, bentuk daun bulat telur, warna bunga ungu. Tanaman lebih pendek (rata-rata 58.9 cm).terjadi penurunan pada jumlah cabang, buku subur, buku total, polong isi, polong total, jumlah biji serta berat total. Umur mulai bunga dan umur polong masak lebih lama, dan terjadi perubahan pada karakter jumlah anak daun. Ukuran biji relatif lebih besar (9.1 g/100 biji). Tanaman pendek (rata-rata 42.5 cm). Terjadi penurunan pada jumlah cabang, buku subur dan buku total, polong isi dan polong total, jumlah biji serta berat total,umur mulai bunga dan umur polong masak menjadi lebih lama, dan terjadi perubahan karakter warna biji, jumlah anak daun, dan bentuk daun. Rata-rata ukuran biji lebih besar ( 8.8 g/100 biji). Namun pada kelompok ini prosentase kematian sangat tinggi, terutama pada populasi 5 dan 6. Rata-rata: tinggi 60.5 cm, jumlah cabang 4, buku subur 12, buku total 14, polong isi 55, polong total 56, umur polong masak 88 hari, umur mulai bunga 37 hari, jumlah biji 115, berat total 10.5 g, berat 100 biji 9.2 g, warna biji kuning, jumlah anak daun 3 (trifoliate), motif daun polos, bentuk daun bulat telur, warna bunga ungu. Tanaman lebih pendek (rata-rata 52.7 cm), Terjadi penurunan pada jumlah cabang, buku subur dan buku total, polong isi dan polong total, jumlah biji serta berat total. Rata-rata ukuran biji lebih besar (11.1 g/100 biji). Umur mulai bunga dan umur polong masak menjadi lebih lama, dan terjadi perubahan karakter warna biji, jumlah anak daun dan warna bunga. Tanaman pendek (rata-rata 39.3 cm), terjadi penurunan pada jumlah cabang, buku subur dan buku total, polong isi dan polong total, jumlah biji serta berat total. Ratarata ukuran biji lebih besar (9.9 g/100 biji). Umur mulai bunga dan umur polong masak menjadi lebih lama, terjadi perubahan pada warna biji, jumlah anak daun, motif daun, dan warna bunga.

33 19 Tipe-Tipe Mutan pada Tanaman M-1 Mutan Warna Biji Kulit biji kedelai umumnya berwarna coklat, kuning, atau hitam atau kombinasi dari warna tersebut. Kedelai kultivar Lumut memiliki warna biji hijau kekuningan, sedangkan Slamet memiliki warna biji kuning. Irradiasi gamma menyebabkan perubahan warna biji kedua kultivar ini. Pada kultivar Lumut warna biji menjadi adalah kuning, kuning kecoklatan dan hijau kehitaman, sedangkan kultivar Slamet meliputi coklat, krem dan kuning kehijauan (Gambar 2). Mutasi warna biji pada kultivar lumut hanya dihasilkan pada dosis 0.1 kgy, sedangkan Slamet pada dosis 0.1 sampai 0.4 kgy dengan frekuensi yang berbeda-beda (Tabel 3) Kontrol Kontrol Lumut Slamet Gambar 2 Variasi warna biji kedelai kultivar Lumut dan Slamet. (1) Kuning kehijauan, (2) Kuning, (3) Kuning kecoklatan, (4) Hijau kehitaman, (5) Kuning, (6) Coklat, (7) Krem, (8) Kuning kehijauan. Tabel 3 Jumlah tanaman M-1, jumlah mutan dan frekuensi mutan warna biji per seribu tanaman M-1 pada lima dosis irradiasi kultivar Lumut dan Slamet Kultivar Dosis irradiasi Jumlah tanaman Jumlah Frekuensi (kgy) M-1 mutan mutan Lumut Lumut Lumut Lumut Lumut Slamet Slamet Slamet Slamet Slamet

34 20 Mutan Warna Bunga Kedelai umumnya memiliki warna bunga ungu atau putih. Kedelai kultivar Lumut dan Slamet memiliki warna bunga ungu. Irradiasi sinar gamma menyebabkan perubahan warna bunga kedelai pada kedua kultivar tersebut. Perubahan warna yang dihasilkan adalah ungu muda dan putih (Gambar 3). Kultivar Slamet memiliki frekuensi mutasi warna bunga lebih tinggi dibandingkan Lumut (Tabel 4). Mutan warna bunga hanya dihasilkan pada Lumut dosis 0.1, 0.2 dan 0.4 kgy, sedangkan Slamet dihasilkan pada dosis 0.1 sampai 0.4 kgy Gambar 3 Variasi warna bunga kedelai kultivar Lumut dan Slamet. (1) Warna bunga tipe liar Lumut dan Slamet, (2) Bunga ungu muda pada kultivar Lumut dan Slamet, (3) Bunga putih pada kultivar Lumut. Tabel 4 Jumlah tanaman M-1, jumlah mutan dan frekuensi mutan warna bunga per seribu tanaman M-1 pada lima dosis irradiasi kultivar Lumut dan Slamet Kultivar Dosis irradiasi (kgy) Jumlah tanaman M-1 Jumlah mutan Frekuensi mutan Lumut Lumut Lumut Lumut Lumut Slamet Slamet Slamet Slamet Slamet

35 21 Mutan Jumlah Anak Daun Kedelai umumnya memiliki jumlah anak daun 3 (trifoliate). Kedelai kultivar Lumut dan Slamet yang diradiasi gamma memiliki jumlah anak daun bervariasi. Variasi jumlah anak daun antara lain: kombinasi antara jumlah anak daun 2 dan 3, kombinasi 3 dan 4, kombinasi 3 dan 5, kombinasi 1, 2 dan 3, kombinasi 2, 3 dan 4, kombinasi 2, 3 dan 5, kombinasi 3, 4 dan 5 serta kombinasi 2, 3, 4 dan 5 (Gambar 4) Gambar 4 Variasi jumlah anak daun kedelai kultivar Lumut dan Slamet. (1) Jumlah anak daun satu, (2) Jumlah anak daun dua, (3) Jumlah anak daun tiga (wild type), (4) Jumlah anak daun empat, (5) Jumlah anak daun lima. Tabel 5 Jumlah tanaman M-1, jumlah mutan dan frekuensi mutan jumlah anak daun per seribu tanaman M-1 pada lima dosis irradiasi kultivar Lumut dan Slamet Kultivar Dosis irradiasi (kgy) Jumlah tanaman M-1 Jumlah mutan Frekuensi mutan Lumut Lumut Lumut Lumut Lumut Slamet Slamet Slamet Slamet Slamet

36 22 Frekuensi mutan jumlah anak daun tertinggi terjadi pada kedua kultivar untuk dosis 0.3 kgy. Kultivar Lumut dosis 0.5 kgy tidak menghasilkan mutan jumlah anak daun, demikian pula pada Slamet dosis 0.4 dan 0.5 kgy (Tabel 5). Mutan Bentuk Daun Kedelai secara umum memiliki bentuk daun bulat telur sampai lancip. Irradiasi gamma menyebabkan variasi bentuk daun bulat dan memanjang (Gambar 5). Frekuensi mutan bentuk daun tertinggi terdapat pada kedelai kultivar Lumut dosis irradiasi 0.5 kgy. Pada kultivar ini, mutasi bentuk daun hanya terjadi pada dosis 0.3 dan 0.5 kgy. Mutasi bentuk daun pada kultivar Slamet dihasilkan oleh dosis 0.1 sampai 0.3 kgy, sedangkan pada dosis 0.4 dan 0.5 kgy tidak menghasilkan mutan bentuk daun (Tabel 6) cm Gambar 5 Variasi bentuk daun kedelai kultivar Lumut dan Slamet. (1) Bentuk daun bulat telur (wild type), (2) Daun memanjang, (3) Daun bulat. Tabel 6 Jumlah tanaman M-1, jumlah mutan dan frekuensi mutan bentuk daun per seribu tanaman M-1 pada lima dosis irradiasi kultivar Lumut dan Slamet Kultivar Dosis irradiasi (kgy) Jumlah tanaman M-1 Jumlah mutan Frekuensi mutan Lumut Lumut Lumut Lumut Lumut Slamet Slamet Slamet Slamet Slamet

37 23 Mutan Motif Daun Daun kedelai memiliki motif atau tekstur polos. Induksi dengan irradiasi sinar gamma menyebabkan daun kedelai menjadi bervariasi motifnya. Variasi motif daun tersebut antara lain : pinggiran putih, totol-totol tua muda, keriput, dan tebal gelap (Gambar 6) Gambar 6 Variasi motif daun kedelai kultivar Lumut dan Slamet. (1) Polos (wild type), (2) Daun keriput, (3) Daun totol tua muda, (4) Daun pinggiran putih, dan (5) Daun tebal gelap. Tabel 7 Jumlah tanaman M-1, jumlah mutan dan frekuensi mutan motif daun per seribu tanaman M-1 pada lima dosis irradiasi kultivar Lumut dan Slamet Kultivar Dosis irradiasi (kgy) Jumlah tanaman M-1 Jumlah mutan Frekuensi mutan Lumut Lumut Lumut Lumut Lumut Slamet Slamet Slamet Slamet Slamet

38 24 Frekuensi mutan motif daun bervariasi pada berbagai dosis irradiasi yang diberikan. Mutasi tipe ini lebih banyak terjadi pada kultivar Lumut dibandingkan Slamet. Pada kultivar Lumut dihasilkan mutan motif daun pada kelima dosis irradiasi, namun kultivar Slamet hanya dihasilkan pada dosis 0.3 kgy. Frekuensi mutan tertinggi terjadi pada kedelai kultivar Lumut dosis 0.5 kgy (Tabel 7). Mutan Biji Besar Ukuran kedelai kultivar Lumut tergolong kecil bobot 100 biji kurang dari 10 gram, kultivar Slamet memiliki ukuran biji sedang (12.5 g/100 biji). Pada tanaman M-1 dari kedua kultivar diperoleh sebelas mutan biji besar dengan bobot 100 biji antara 16 gram sampai 19 gram. Pada kultivar Lumut terdapat mutan yang menghasilkan ukuran biji yang besar (Gambar 7). Lumut biji besar Lumut wild type Gambar 7 Perbandingan ukuran biji pada kultivar Lumut wild type dengan mutan. Mutan Pendek Kultivar Lumut memiliki rata-rata tinggi 75 cm, sedangkan Slamet rata-rata 60 cm. Akibat irradiasi gamma terjadi perubahan karakter pada tinggi tanaman dimana tanaman menjadi lebih pendek (Gambar 8). Jumlah dan frekuensi mutan pada masing-masing kultivar tidak sama (Tabel 8). Mutan pendek lebih banyak dihasilkan pada dosis irradiasi 0.3 sampai 0.5 kgy pada kedua kultivar, namun frekuensi tertinggi dihasilkan pada dosis 0.4 kgy untuk kultivar Lumut dan 0.3 kgy untuk kultivar Slamet.

39 25 5 cm Lumut Slamet Gambar 8 Mutan pendek pada kedelai kultivar Lumut dan Slamet. (1) Lumut wild type, (2) Lumut pendek, (3) Slamet wild type, (4) Slamet pendek. 5 cm Tabel 8 Jumlah tanaman M-1, jumlah mutan dan frekuensi mutan pendek per seribu tanaman M-1 pada lima dosis irradiasi kultivar Lumut dan Slamet Kultivar Dosis irradiasi (kgy) Jumlah tanaman M-1 Jumlah mutan Frekuensi mutan Lumut Lumut Lumut Lumut Lumut Slamet Slamet Slamet Slamet Slamet Uji Stabilitas M-2 Untuk uji stabilitas mutan dilakukan penanaman kembali tanaman mutan sebagai generasi M-2. Selanjutnya diperiksa apakah terjadi segregasi atau tidak. Mutan yang stabil diindikasikan oleh tidak adanya segregasi pada sifat yang

40 26 termutasi. Pada tipe mutan M-1, karakter yang mengalami segregasi pada semua generasi M-2 adalah tipe mutan warna biji dan motif daun. Pada tipe mutan lainnya yaitu mutan warna bunga, mutan jumlah anak daun, mutan bentuk daun, mutan biji besar dan mutan pendek ada yang mengalami segregasi ada yang tidak. Perubahan Warna Bunga Hasil pengamatan segregasi terhadap mutan warna bunga menunjukkan bahwa sifat bunga ungu muda mengalami segregasi sedangkan bunga putih tidak (Tabel 9). Adanya segregasi menunjukkan bahwa tidak terjadi mutasi. Pada kedelai yang memiliki warna bunga putih menunjukkan bahwa telah terjadi mutasi pada tanaman tersebut dan mutasinya stabil sehingga generasi berikutnya akan memiliki karakter yang tetap. Tabel 9 Warna bunga M-1, jumlah keturunan dan segregasi warna bunga M-2 dari tujuh induk mutan kultivar Lumut dan Slamet Induk Asal induk Warna bunga Jumlah Segregasi warna bunga M-2 M-1 keturunan Ungu Ungu muda Putih 1 Lumut 0.1 kgy Putih Lumut 0.2 kgy Ungu muda Lumut 0.4 kgy Putih Slamet 0.1 kgy Ungu muda Slamet 0.2 kgy Ungu muda Slamet 0.3 kgy Ungu muda Slamet 0.4 kgy Ungu muda Perubahan Jumlah Anak Daun Setelah dilakukan pengamatan segregasi terhadap enam puluh mutan jumlah anak daun (Lampiran 2) diperoleh hasil bahwa terdapat sembilan tanaman yang stabil mengalami perubahan karakter jumlah anak daun (Tabel 10). Hal ini ditunjukkan oleh tidak adanya segregasi pada karakter tersebut. Tanaman wild type (kontrol) memiliki jumlah anak daun tiga (trifoliate), sedangkan pada tanaman mutan ditemukan adanya variasi jumlah anak daun 1, 2, 3, 4, dan 5.

41 27 Tabel 10 Jumlah anak daun M-1, jumlah keturunan dan segregasi jumlah anak daun M-2 dari sembilan induk mutan kultivar Lumut dan Slamet Induk Segregasi jumlah Jumlah Asal induk Jumlah anak daun anak daun M-2 keturunan M-1 Trifoliat (M-2) Variasi (3) 1 Lumut 0.1 kgy Variasi 2 dan Lumut 0.1 kgy Variasi 3 dan Lumut 0.2 kgy Variasi 3 dan Lumut 0.2 kgy Variasi 2 dan Lumut 0.2 kgy Variasi 4 dan Lumut 0.3 kgy Variasi 3 dan Lumut 0.3 kgy Variasi 3 dan Lumut 0.3 kgy Variasi 3, 4 dan Slamet 0.2 kgy Variasi 3 dan Perubahan Bentuk Daun Hasil pengamatan segregasi terhadap mutan bentuk daun diperoleh hasil bahwa pada kultivar Lumut dosis irradiasi 0.3 dan 0.5 kgy tidak terjadi segregasi, sehingga karakter bentuk daun pada tanaman ini sudah stabil. Semua mutan pada M-1 kultivar Slamet mengalami segregasi antara bentuk bulat telur dengan bentuk bulat dan memanjang (Tabel 11), jadi perubahan bentuk daun pada kultivar Slamet tersebut bukan mutasi. Tabel 11 Bentuk daun M-1, jumlah keturunan dan segregasi bentuk daun M-2 dari enam induk mutan kultivar Lumut dan Slamet Induk Asal induk Jumlah Segregasi bentuk daun M-2 Bentuk daun keturunan M-1 Bulat (M-2) Bulat Memanjang telur 1 Lumut 0.3 kgy Bulat Lumut 0.5 kgy Memanjang Slamet 0.1 kgy Memanjang Slamet 0.1 kgy Bulat Slamet 0.3 kgy Memanjang Slamet 0.3 kgy Memanjang 2 1-1

42 28 Perubahan Ukuran Biji Hasil pengamatan segregasi terhadap mutan biji besar diperoleh hasil dua mutan biji besar dengan bobot gram/100 biji dan gram/100 biji pada kultivar Lumut. Mutan ini dihasilkan dari dosis irradiasi 0.1 dan 0.2 kgy. Perubahan karakter ukuran biji pada kultivar Slamet belum stabil sehingga tidak terwariskan ke generasi M-2. Perubahan Tinggi Batang Dari pengamatan segregasi terhadap mutan pendek, ternyata tidak semua karakter pendek bersifat stabil. Untuk melihat kestabilan mutan pendek dilakukan uji T terhadap masing-masing populasi tanaman pendek dibandingkan dengan populasi wild type yang ditanam pada periode tanam dua dan induknya (M-1). Untuk mengetahui ada tidaknya segregasi diperlukan perbandingan nilai tengah antara mutan dan induk. Hasil uji T untuk kontrol Slamet terhadap induknya menunjukkan bahwa nilai tengah tanaman berbeda nyata terhadap induk dimana tanaman menjadi lebih tinggi (Lampiran 3). Oleh karena itu pengambilan sampel mutan pendek untuk deteksi stomata dan ekspresi gen diambil dari tanaman M-2 yang berbeda nyata terhadap kontrolnya saja. Frekuensi mutan pendek stabil dijumpai lebih banyak pada kultivar Lumut daripada Slamet (Tabel 12). Tabel 12 Jumlah tanaman M-1, frekuensi mutan pendek stabil terhadap wild type dan induk per seribu tanaman M-1 Kultivar Frekuensi mutan pendek stabil Dosis irradiasi Jumlah tanaman (kgy) M-1 Terhadap wild Terhadap induk type Lumut Lumut Lumut Lumut Lumut Slamet Slamet Slamet Slamet Slamet

43 29 Konfirmasi Mutasi Gα dengan Observasi Stomata Tanaman M-2 yang sudah stabil pendek dipilih sebanyak tiga puluh sampel untuk diamati struktur stomatanya. Berdasarkan perilaku stomatanya, dari tiga puluh sampel tersebut diperoleh sepuluh mutan. Jika dilihat dari kondisi stomatanya, kedelai wild type memiliki stomata membuka. Namun dengan pengambilan sampel dalam kondisi dan waktu yang sama (pukul WIB) ternyata stomata dari sepuluh tanaman tersebut menutup (Gambar 9). Tabel 13 menampilkan sepuluh tanaman yang diduga mutan gen Gα berdasarkan perilaku stomata. Tanaman yang memiliki karakter pendek dengan kondisi stomata menutup selanjutnya dianalisis secara molekuler. 1 2 Gambar 9 Perilaku stomata tanaman wild type dan mutan. (1) Stomata membuka pada wild type, (2) Stomata menutup pada mutan. Tabel 13 Tanaman yang diduga mutan gen Gα berdasarkan perilaku stomata Kultivar Dosis irradiasi (kgy) Asal populasi Kode individu Tinggi (cm) Keadaan stomata Rata-rata lebar stomata (µm) Lumut /3L3 190/1 40 Menutup 6.0 ± 0.0 Slamet /3 174/ Menutup 6.6 ± 0.0 Slamet /3S3 143/2 32 Menutup 6.0 ± 0.0 * Slamet /3 196/14 33 Menutup 6.0 ± 0.0 * Slamet /3S3 82/20 26 Menutup 7.0 ± 0.7 Slamet /3S328/3 35 Menutup 6.6 ± 0.9 Slamet /3S3 28/6 33 Menutup 6.0 ± 0.7 Slamet /3S3 82/21 24 Menutup 6.2 ± 0.4 Slamet /3S3 103/8 27 Menutup 6.0 ± 0.0 * Slamet /3S3 143/1 33 Menutup 6.4 ± 0.5 Lumut wild type L0 74,3 ± 13,6 Membuka 7.6 ± 1.3 Slamet wild type S0 60,4 ± 12,1 Membuka 7.0 ± 0.7 Keterangan : * Berbeda nyata pada uji T taraf nyata 5%. Kode 175/3L3 190/1 artinya No ajir 175/blok 3 kultivar Lumut dosis irradiasi 0.3 kgy no induk 190/ no tanaman 1.

44 30 Studi Ekspresi Gen Gα Hasil isolasi RNA total dianalisis integritasnya dengan elektroforesis. RNA total menunjukkan adanya dua pita yang dominan ( 28s dan 18s). Selanjutnya RNA total digunakan untuk sintesis cdna melalui Reverse Transcriptese PCR (RT-PCR). Evaluasi terhadap keberhasilan sintesis cdna dilakukan dengan amplifikasi cdna melalui PCR dengan menggunakan primer aktin. Hasil PCR aktin diperoleh pita berukuran sekitar 450 pb sesuai dengan ukuran ekson 1 dan ekson 2 dari primer yang digunakan, berarti cdna yang diperoleh murni tidak terkontaminasi DNA. Untuk melihat ada tidaknya ekspresi gen Gα dilakukan PCR dengan primer spesifik Gα. PCR dilakukan pada tanaman wild type dan tanaman yang diduga mutan Gα berdasarkan perilaku stomata, serta kontrol positif (plasmid yang membawa gen Gα). Hasil RT-PCR menunjukkan pada Slamet wild type dan kontrol positif terdapat pita berukuran 1380 pb, sedangkan pada tanaman yang diduga mutan tidak muncul pita (Gambar 10). Tidak munculnya pita pada mutan menunjukkan bahwa gen Gα pada tanaman tersebut tidak diekspresikan. M S0 S3 Kontrol (+) 1500 pb 1000 pb Gα 1380 pb 500 pb Aktin 450 pb Gambar 10 cdna aktin dan gen Gα. (M) Marker1 kb, (S0) Slamet wild type, (S3) Mutan Gα (103/3S3 103/8), (Kontrol +) Plasmid membawa gen Gα.

TINJAUAN PUSTAKA Mutasi

TINJAUAN PUSTAKA Mutasi TINJAUAN PUSTAKA Mutasi Mutasi adalah perubahan yang terjadi pada materi genetik sehingga menyebabkan perubahan ekspresi. Perubahan dapat terjadi pada tingkat pasangan basa, tingkat satu ruas DNA, bahkan

Lebih terperinci

INDUKSI MUTASI DENGAN IRRADIASI SINAR GAMMA PADA KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) KULTIVAR SLAMET DAN LUMUT SIH HARTINI

INDUKSI MUTASI DENGAN IRRADIASI SINAR GAMMA PADA KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) KULTIVAR SLAMET DAN LUMUT SIH HARTINI INDUKSI MUTASI DENGAN IRRADIASI SINAR GAMMA PADA KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) KULTIVAR SLAMET DAN LUMUT SIH HARTINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

INDUKSI MUTASI DENGAN IRRADIASI SINAR GAMMA PADA KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) KULTIVAR SLAMET DAN LUMUT SIH HARTINI

INDUKSI MUTASI DENGAN IRRADIASI SINAR GAMMA PADA KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) KULTIVAR SLAMET DAN LUMUT SIH HARTINI INDUKSI MUTASI DENGAN IRRADIASI SINAR GAMMA PADA KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) KULTIVAR SLAMET DAN LUMUT SIH HARTINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1

PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 Perlakuan irradiasi sinar gamma menyebabkan tanaman mengalami gangguan pertumbuhan dan menunjukkan gejala tanaman tidak normal. Gejala ketidaknormalan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2006 sampai dengan bulan April 2007. Penelitian dilakukan di rumah kaca, laboratorium Biologi Molekuler Seluler Tanaman, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SECARA MOLEKULAR KANDIDAT MUTAN Gα DARI KEDELAI KULTIVAR SLAMET BERDASARKAN mrna HAYATUL FAJRI

IDENTIFIKASI SECARA MOLEKULAR KANDIDAT MUTAN Gα DARI KEDELAI KULTIVAR SLAMET BERDASARKAN mrna HAYATUL FAJRI IDENTIFIKASI SECARA MOLEKULAR KANDIDAT MUTAN Gα DARI KEDELAI KULTIVAR SLAMET BERDASARKAN mrna HAYATUL FAJRI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani

Lebih terperinci

Gambar 2 Vektor pengklonan pgem T Easy

Gambar 2 Vektor pengklonan pgem T Easy BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2007 sampai dengan bulan April 2008. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler Seluler Tanaman, dan Laboratorium

Lebih terperinci

Keragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP

Keragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP Keragaman Somaklonal Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP Mekanisme Terjadinya Keragaman Somaklonal Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik tanaman yang terjadi sebagai hasil kultur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek dan memerlukan intensitas cahaya yang tinggi. Penurunan radiasi matahari selama 5 hari atau pada stadium pertumbuhan akan mempengaruhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine soya/ Glycine max L.) berasal dari Asia Tenggara dan telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah ditanam di negara tersebut dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN IV (ISOLASI RNA DARI TANAMAN) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI RNA DARI TANAMAN TUJUAN Tujuan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) VARIETAS BALURAN AKIBAT IRRADIASI SINAR GAMMA ( 60 Co) DAN KONDISI CEKAMAN LENGAS

PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) VARIETAS BALURAN AKIBAT IRRADIASI SINAR GAMMA ( 60 Co) DAN KONDISI CEKAMAN LENGAS PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) VARIETAS BALURAN AKIBAT IRRADIASI SINAR GAMMA ( 60 Co) DAN KONDISI CEKAMAN LENGAS SKRIPSI diajukan guna memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

EKSPRESI GEN SOD DAN GPX PADA KEDELAI YANG MENDAPAT CEKAMAN KEKERINGAN DAN PERLAKUAN HERBISIDA PARAQUAT ACHMAD HINDARTA

EKSPRESI GEN SOD DAN GPX PADA KEDELAI YANG MENDAPAT CEKAMAN KEKERINGAN DAN PERLAKUAN HERBISIDA PARAQUAT ACHMAD HINDARTA EKSPRESI GEN SOD DAN GPX PADA KEDELAI YANG MENDAPAT CEKAMAN KEKERINGAN DAN PERLAKUAN HERBISIDA PARAQUAT ACHMAD HINDARTA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MOLEKULAR KANDIDAT MUTAN PROTEIN HETEROTRIMERIK G SUBUNIT

IDENTIFIKASI MOLEKULAR KANDIDAT MUTAN PROTEIN HETEROTRIMERIK G SUBUNIT IDENTIFIKASI MOLEKULAR KANDIDAT MUTAN PROTEIN HETEROTRIMERIK G SUBUNIT α (Gα) DARI KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) TOLERAN ALUMINIUM KULTIVAR SLAMET LURIA MARLINA LIMBONG DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kontradiktif dengan luasnya lahan potensial untuk pertanaman kedelai. Indonesia

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kontradiktif dengan luasnya lahan potensial untuk pertanaman kedelai. Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Sampai saat ini Indonesia adalah pengimpor potensial untuk komoditi kedelai. Kontradiktif dengan luasnya lahan potensial untuk pertanaman kedelai. Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh

terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh PEMBAHASAN UMUM Kebutuhan pangan berupa beras di Indonesia terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Akan tetapi di masa datang kemampuan pertanian di Indonesia untuk menyediakan beras

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA Latar Belakang IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA MELALUI IRADIASI TUNGGAL PADA STEK PUCUK ANYELIR (Dianthus caryophyllus) DAN UJI STABILITAS MUTANNYA SAMPAI GENERASI MV3 Pendahuluan Perbaikan sifat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

Pendahuluan. Pendahuluan. Mutasi Gen. GENETIKA DASAR Mutasi Gen

Pendahuluan. Pendahuluan. Mutasi Gen. GENETIKA DASAR Mutasi Gen Pendahuluan GENETIKA DASAR Mutasi Gen Oleh: Dr. Ir. Dirvamena Boer, M.Sc.Agr. HP: 081 385 065 359 e-mail: dirvamenaboer@yahoo.com Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari Dipublikasi di http://dirvamenaboer.tripod.com

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Cekaman Aluminium pada Lahan Respon Fisiologis Tanaman terhadap Cekaman Al

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Cekaman Aluminium pada Lahan Respon Fisiologis Tanaman terhadap Cekaman Al TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Cekaman Aluminium pada Lahan Pembukaan areal pertanian di luar Jawa, khususnya tanaman pangan di lahan kering ditujukan pada jenis tanah Podsolik Merah Kuning dengan luas areal

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN V (HIBRIDISASI) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 HIBRIDISASI DOT BLOT TUJUAN blot) Praktikum ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

akan muncul di batang tanaman (Irwan, 2006).

akan muncul di batang tanaman (Irwan, 2006). TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae; Divisi : Spermatophyta; Kelas : Dicotyledoneae; Ordo : Rosales; Famili : Papilionaceae (Leguminosae);

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA MOLEKULAR HIBRIDISASI SOUTHERN KHAIRUL ANAM P /BTK

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA MOLEKULAR HIBRIDISASI SOUTHERN KHAIRUL ANAM P /BTK LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA MOLEKULAR HIBRIDISASI SOUTHERN KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 0 HIBRIDISASI SOUTHERN PENDAHULUAN Hibridisasi Southern

Lebih terperinci

daun, panjang daun, dan lebar daun), peubah morfologi (warna daun, tekstur daun, warna batang, dan indeks warna hijau relatif daun), anatomi daun

daun, panjang daun, dan lebar daun), peubah morfologi (warna daun, tekstur daun, warna batang, dan indeks warna hijau relatif daun), anatomi daun 93 PEMBAHASAN UMUM Perbaikan sifat genetik dari tanaman dapat melalui pemuliaan, baik konvensional maupun modern (Soedjono 2003). Bahan tanaman yang digunakan didapatkan dengan cara meningkatkan keragaman

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode penelitian Isolasi RNA total

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode penelitian Isolasi RNA total METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2005 hingga bulan Maret 2008 di Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman dan Laboratorium BIORIN (Biotechnology

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kedelai biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe, tahu, kecap,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen dalam bentuk polong muda. Kacang panjang banyak ditanam di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein nabati yang penting mengingat kualitas asam aminonya yang tinggi, seimbang dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

5. Kerja enzim dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut, kecuali. a. karbohidrat b. suhu c. inhibitor d. ph e. kofaktor

5. Kerja enzim dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut, kecuali. a. karbohidrat b. suhu c. inhibitor d. ph e. kofaktor 1. Faktor internal yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan adalah. a. suhu b. cahaya c. hormon d. makanan e. ph 2. Hormon yang termasuk ke dalam jenis hormon penghambat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia, sedangkan sisanya masih menkonsumsi jagung dan sagu. Usahatani

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia, sedangkan sisanya masih menkonsumsi jagung dan sagu. Usahatani PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduk Indonesia, sedangkan sisanya masih menkonsumsi jagung dan sagu. Usahatani padi banyak menyediakan lapangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA 6 konsentrasinya. Untuk isolasi kulit buah kakao (outer pod wall dan inner pod wall) metode sama seperti isolasi RNA dari biji kakao. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA Larutan RNA hasil

Lebih terperinci

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 i ABSTRACT ERNI SUMINAR. Genetic Variability Induced

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI DNA SEL MUKOSA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu bahan pangan penting di Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat dominan dalam

Lebih terperinci

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al.

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. 2 memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. Analisis Root re-growth (RRG) Pengukuran Root Regrowth (RRG) dilakukan dengan cara mengukur panjang akar pada saat akhir perlakuan cekaman Al dan pada saat

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA

PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA RAFLI IRLAND KAWULUSAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FERMENTASI PULP KAKAO DALAM PRODUKSI ASAM ASETAT MENGGUNAKAN BIOREAKTOR VENTY INDRIANI PAIRUNAN

KARAKTERISTIK FERMENTASI PULP KAKAO DALAM PRODUKSI ASAM ASETAT MENGGUNAKAN BIOREAKTOR VENTY INDRIANI PAIRUNAN KARAKTERISTIK FERMENTASI PULP KAKAO DALAM PRODUKSI ASAM ASETAT MENGGUNAKAN BIOREAKTOR VENTY INDRIANI PAIRUNAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

VI. PEMBAHASAN UMUM Rhizobium Sebagai Agen Tranformasi Genetika Alternatif

VI. PEMBAHASAN UMUM Rhizobium Sebagai Agen Tranformasi Genetika Alternatif VI. PEMBAHASAN UMUM Rhizobium Sebagai Agen Tranformasi Genetika Alternatif Transformasi genetika merupakan teknik yang rutin digunakan saat ini untuk mentransfer berbagai sifat penting pada tanaman dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love Tanaman Anthurium Wave of Love termasuk ke dalam famili Araceae, berbatang sukulen dan termasuk tanaman perennial. Ciri utama famili

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian,

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian,, Medan dan diharapkan dapat pula berguna bagi pihak-pihak membutuhkan. TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut

Lebih terperinci

EKSPRESI GEN SOD DAN GPX PADA KEDELAI YANG MENDAPAT CEKAMAN KEKERINGAN DAN PERLAKUAN HERBISIDA PARAQUAT ACHMAD HINDARTA

EKSPRESI GEN SOD DAN GPX PADA KEDELAI YANG MENDAPAT CEKAMAN KEKERINGAN DAN PERLAKUAN HERBISIDA PARAQUAT ACHMAD HINDARTA EKSPRESI GEN SOD DAN GPX PADA KEDELAI YANG MENDAPAT CEKAMAN KEKERINGAN DAN PERLAKUAN HERBISIDA PARAQUAT ACHMAD HINDARTA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Padi (Varietas Ciherang) Padi merupakan kebutuhan vital bagi manusia Indonesia sehari-hari, disebabkan setiap hari orang mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Untuk menjaga

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS ENDANG MINDARWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 6 Judul Tesis Nama NIM : Kajian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Sains (S.Si) pada Jurusan Biologi

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari sebuah akar tunggang yang terbentuk dari calon akar,

Lebih terperinci

UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M 2 ) PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH:

UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M 2 ) PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH: UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M 2 ) PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH: Dinda Marizka 060307029/BDP-Pemuliaan Tanaman PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil protein dan lemak nabati yang cukup penting untuk memenuhi nutrisi tubuh manusia. Bagi industri

Lebih terperinci

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pisang merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A34403065 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR GARAM NaCl TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) GENERASI KEDUA (M 2 ) HASIL RADIASI SINAR GAMMA

PENGARUH KADAR GARAM NaCl TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) GENERASI KEDUA (M 2 ) HASIL RADIASI SINAR GAMMA PENGARUH KADAR GARAM NaCl TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) GENERASI KEDUA (M 2 ) HASIL RADIASI SINAR GAMMA HERAWATY SAMOSIR 060307005 DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH Oleh Baiq Wida Anggraeni A34103024 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung yang merupakan sumber protein utama bagi masyarakat. Pemanfaatan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu penanaman padi dan analisis fisiologi dan marka molekuler. Penanaman padi secara gogo pada tanah masam dilakukan di rumah kaca Cikabayan

Lebih terperinci

KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENOTIF TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M2 SKRIPSI OLEH :

KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENOTIF TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M2 SKRIPSI OLEH : KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENOTIF TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M2 SKRIPSI OLEH : Irfan Mustaqim 100301149/AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai tetap dipandang penting oleh Pemerintah dan telah dimasukkan dalam program pangan nasional, karena komoditas ini mengandung protein nabati yang tinggi 38%, lemak

Lebih terperinci

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. GENERASI F0 BAMBANG KUSMAYADI GUNAWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK MIKROSPORA KEDELAI MELALUI KULTUR ANTERA PADA SISTEM MEDIA DUA LAPIS BUDIANA

INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK MIKROSPORA KEDELAI MELALUI KULTUR ANTERA PADA SISTEM MEDIA DUA LAPIS BUDIANA INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK MIKROSPORA KEDELAI MELALUI KULTUR ANTERA PADA SISTEM MEDIA DUA LAPIS BUDIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh Cekaman Aluminium Terhadap Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh Cekaman Aluminium Terhadap Tanaman 6 TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh Cekaman Aluminium Terhadap Tanaman Pada kondisi asam atau ph 4 aluminium di dalam tanah dalam keadaan terlarut dalam bentuk Al 3+ yaitu Al(H 2 O 2 ) 3+ 6. Ketika ph meningkat,

Lebih terperinci

7 DETEKSI KERAGAMAN IN VITRO PLANLET LILI (Lilium, L) HASIL MUTASI DENGAN ISOZIM

7 DETEKSI KERAGAMAN IN VITRO PLANLET LILI (Lilium, L) HASIL MUTASI DENGAN ISOZIM 59 7 DETEKSI KERAGAMAN IN VITRO PLANLET LILI (Lilium, L) HASIL MUTASI DENGAN ISOZIM Abstrak Keragaman genetik tanaman hasil mutasi dapat dibedakan menggunakan penanda isozim. Tujuan penelitian ini ialah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan hama dan

Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan hama dan PEMANFAATAN KOMBINASI PEMBERIAN MUTAGEN DAN KULTUR IN VITRO UNTUK PERAKITAN VARIETAS UNGGUL BARU Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan hama dan penyakit maupun cekaman lingkungan merupakan

Lebih terperinci

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing NIP NIP Mengetahui : Ketua Program Studi Agroekoteknologi

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing NIP NIP Mengetahui : Ketua Program Studi Agroekoteknologi Judul : Seleksi Individu M3 Berdasarkan Karakter Umur Genjah dan Produksi Tinggi Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merrill) Nama : Yoke Blandina Larasati Sihombing NIM : 100301045 Program Studi : Agroekoteknologi

Lebih terperinci