II. TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Iwan Tanuwidjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-Ekologi Rusa Timor 1. Taksonomi Menurut Schroder (1976), rusa timor (Cervus timorensis) diklasifikasikan ke dalam : Phylum Chordata, Sub phylum Vertebrata, Class Mammalia, Ordo Artiodactyla, Sub ordo Ruminansia, Super familly Cervidae, Family Cervidae, Sub family Cervinae, Genus Cervus, dan Species Cervus timorensis de Blainville (1822). Rusa timor di Indonesia terdiri atas delapan sub spesies, yaitu : a) Cervus timorensis russa, terdapat di P. Jawa dan Kalimantan. b) Cervus timorensis laronesiotes, terdapat di P. Peucang (TNUK) dan Nusa Barung, c) Cervus timorensis timorensis, terdapat di Timor, Pulau Roti, Semau, Karimun Jawa dan Kamujan. d) Cervus timorensis renschi, terdapat di Bali. e) Cervus timorensis macassarius, terdapat di Ternate, Merah, Halmahera, Bacan, Buru, Ambon dan Irianjaya. f) Cervus timorensis jonga, terdapat di Pulau Buton dan muna. g) Cervus timorensis moluccensis, terdapat di Pulau Bangai dan Selayar. h) Cervus timorensis florensiensis, terdapat di Lombok, Sumbawa, Komodo, Rinca, Flores, Solor dan Sumbu. 2. Morfologi Senjata rusa berupa tanduk bercabang yang disebut ranggah / ceranggah dan hanya dimiliki oleh rusa jantan dengan panjang kira-kira dua kali panjang kepalanya (Schroder 1976). Ceranggah rusa jantan dewasa biasanya mempunyai cabang runcing tiga buah. Tanduk pertama kali tumbuh pada umur satu tahun yang terdiri atas tanduk tunggal, kemudian umur dua tahun tanduk mulai bercabang dua serta pada umur tiga tahun mulai bercabang tiga. Rusa jantan mempunyai warna kulit coklat kemerah-merahan dan biasanya lebih gelap daripada betina. Susanto (1980) menyatakan bahwa ciri morfologi lainnya adalah kakinya pendek, warna bagian perut lebih terang daripada
2 7 punggung, warna bulu coklat kemerahan, ekornya berambut pendek, mukanya cekung dengan tanduk (rusa jantan) yang besar, langsing dan panjang. Lebar tanduk maksimal 12 cm dan panjang tanduk maksimal 75 cm. Ciri-ciri rusa timor di Pulau Peucang sebagai berikut: bulu tengkuk terlihat lebat pada rusa timor jantan yang sedang birahi, namun sedikit jarang pada rusa betina. Warna bulu coklat muda sampai keabu-abuan. Rusa timor betina yang masih muda berwarna coklat muda. Warna bulu pada rusa timor betina tua lebih kelabu dan lebih gelap. Belang dipunggung rusa timor betina tidak jelas, tetapi lebih jelas pada individu yang masih muda. Bercak-bercak pada dada ukurannya kecil atau tidak ada sama sekali, sedangkan pada dagu tidak ada bercak-bercak. Dahinya lebih gelap dibanding bagian lain dari kepala (Darnawi 1994). 3. Reproduksi Tanda Rusa jantan memasuki musim kawin adalah rontoknya velvet pada tanduknya. Untuk merontokan velvet ini, rusa jantan sering menggosok-gosokan tanduknya ke pohon atau tanah. Perkembangbiakan terjadi sepanjang tahun, walaupun puncak perkembangbiakannya di Jawa antara Juli dan September (Phys et al. 2008). Menurut Hogewerf (1970) di Ujung Kulon musim birahi rusa jantan berlangsung dari bulan Juli sampai September. Rusa betina pun mempunyai musim birahi yang hampir bersamaan. Pada keadaan seperti ini rusa-rusa jantan yang berhasil menyisihkan rusa pejantan lain akan bergabung dengan rusa betina. Musim birahi akan berakhir setelah semua betina selesai dikawini, selanjutnya rusa jantan akan memisahkan diri untuk soliter atau bergabung dalam kelompok kecil. Menurut van Lavieren (1983), lama masa mengandung rusa adalah 267 hari dan jumlah anak yang dilahirkan biasanya satu ekor, tetapi kadang-kadang mampu melahirkan dua ekor. Dalam kondisi yang ideal rusa betina dapat melahirkan satu kali dalam setahun. Hoogerwerf (1970) menyatakan bahwa laju produksi anak pertahun rusa di Ujung Kulon adalah satu anak per tiga betina dewasa. Umur sapih rusa sekitar 4 bulan, sedangkan dewasa kelamin rusa betina
3 8 pada umur 7 9 bulan. Umur berbiak pertama (minimum breeding age) rusa berkisar 2 3 tahun, umur tertua rusa dapat melahirkan berkisar tahun (van Bammel 1949). Umur dewasa kelamin rusa antara bulan, lama mengandung 8 bulan, dengan jumlah anak dilahirkan satu ekor, jarang melahirkan sampai dua ekor, menyapih sampai anaknya berumur 6 8 bulan. Perkembangbiakan terjadi sepanjang tahun, walaupun puncak perkembangbiakannya di Jawa antara Juli dan September. Umur hidup rusa timor tidak lebih dari 20 tahun, kemungkinan hanya sampai 15 tahun (Phys et al. 2008). 4. Perilaku Rusa timor merupakan satwa yang hidup berkelompok dan lebih banyak aktif pada siang hari (nocturnal). Aktivitas makan dilakukan terutama pada malam hari. Sekitar pukul rusa beristirahat untuk berjemur yang dilanjutkan dengan berbaring di tempat yang kering hingga sekitar pukul dan setelah itu mulai makan rumput dan dedaunan hutan sampai pagi.. Rusa menyenangi tempat-tempat terbuka, kumpulan rusa yang sedang beristirahat atau merumput di padang rumput biasanya membentuk kelompok-kelompok kecil terdiri atas rusa betina dewasa dengan anak-anaknya yang baru lahir sampai berumur satu tahun. Ketika sedang di padang rumput, jantan dewasa menghiasi tanduknya dengan rumput dan ranting, yang kemungkinan untuk menakut-nakuti pejantan yang lain (Hoogerwerf 1970). Bila ada bahaya maka pemimpin kelompok akan memberikan peringatan kepada kelompoknya. Pimpinan kelompok rusa bukanlah rusa jantan, melainkan betina tua. Keadaan bahaya ditandai dengan isyarat kepada anggota kelompoknya berupa bunyi jeritan, yang selanjutnya diikuti oleh rusa yang berada di sekitarnya. Bila bahaya semakin mendekat maka rusa yang masih kecil akan lari terlebih dahulu baru diikuti oleh induk dan rusa muda lainnya (Phys et al. 2008). Rusa jantan sering mengambil inisiatif secara berkala untuk mencari makan di lapangan rumput setelah keadaan menjadi aman (Schroder 1976). Kecepatan lari rusa dan kemampuannya membuat manuver-manuver ketika berlari adalah sangat mengagumkan. Ceranggah yang besar bagi rusa jantan bukanlah penghalang untuk berlari di dalam hutan yang lebat (Hoogerwerf 1970).
4 9 5. Karakteristik Habitat Rusa Timor Menurut Dasman (1964), Alikodra (1983) dan Bailey (1984), habitat mempunyai fungsi dalam penyediaan makanan, air dan pelindung. Menurut Schroeder (1976), habitat C. timorensis umumnya berupa hutan, dataran terbuka serta padang rumput dan savana, biasanya rusa ditemukan sampai ketinggian meter dari permukaan laut. Menurut Hoogerwerf (1970), C. timorensis lebih menyenangi tempat terbuka dan padang rumput. Persediaan pakan rusa banyak terdapat di padang rumput yang dikenal dengan padang penggembalaan (grazing area). Persediaan air bagi C. timorensis cukup dari kandungan air dalam makanannya, embun dan air hujan. Rusa jarang minum, karena sudah mendapatkannya dari kelembaban tumbuhan yang di makan (Phys et al. 2008). Semiadi & Nugraha (2004) menyatakan bahwa rusa timor lebih dominan mengkonsumsi rerumputan, ini sesuai dengan habitat aslinya yang cenderung mengarah ke padang savanah. Vegetasi pakan C. timorensis di Pulau Peucang adalah jenis rumputan, daun semak dan daun pohon-pohonan (Hoogerwerf 1970), sedangkan Prasetyonohadi (1986) menyatakan bahwa vegetasi rumput yang disukai rusa di Pulau Moyo adalah Paspalum longifolium, Imperata cylindrica, Eragrostis sp., Cechrus browii, Cyperus rotundus, Cynodon dactylon. Kebutuhan makan bagi rusa dapat diartikan sebagai kebutuhan kalori setiap hari. Kebutuhan kalori rusa kurang lebih kalori setiap harinya (Dasman 1964). Menurut Sutrisno (1993), rusa dewasa di Pulau Timor rata-rata membutuhkan makan sebesar 5,70 kg/ekor/hari, dalam keadaan berat segar. Rusa di habitat alami memerlukan tempat berteduh dari panas dan hujan untuk melindungi diri dari musuh penyerang dan untuk tidur, serta istirahat (Syarief 1974). Menurut Schroder (1976), tempat berlindung rusa biasanya berupa hutan dan semak yang rapat. B. Daya Dukung Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, daya dukung lingkungan adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung kehidupan manusia dan mahluk hidup lain. Habitat merupakan suatu kawasan yang terdiri
5 10 dari berbagai komponen fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang biak satwaliar. Menurut Brown (1954) daya dukung adalah jumlah satwa maksimum yang dapat ditampung suatu areal pada periode beberapa tahun, tanpa merusak tanah, bahan makanan, pertumbuhan vegetasi, mata air atau keperluan lainnya. Dasman (1964) mendifinisikan daya dukung adalah habitat hanya dapat menampung jumlah satwa pada suatu batas tertentu sehingga daya dukung menyatakan fungsi dari habitat. Pendugaan daya dukung suatu habitat dapat dilakukan dengan mengukur jumlah hijauan per hektar yang tersedia bagi satwa yang memerlukan (Susetyo 1980). Hijauan yang ada di lapangan tidak seluruhnya dihabiskan oleh satwa, tetapi ada sebagian yang ditinggalkan untuk menjamin pertumbuhan selanjutnya dan pemeliharaan tempat tumbuh (Susetyo 1980). Syarief (1974) menyatakan bahwa besarnya daya dukung suatu areal dapat dihitung melalui pengukuran salah satu faktor habitat. McIlroy (1964) menyatakan bahwa untuk menghitung produktivitas hijauan padang rumput dapat menggunakan cara yang diperkenalkan yaitu dengan pemotongan hijauan pada suatu luasan sampel savana, menimbang dan dihitung produksi per unit luas per unit waktu. Bagian tanaman yang dimakan satwa tersebut disebut proper use. Menurut Susetyo (1980), faktor yang paling berpengaruh terhadap proper use adalah topografi karena sangat membatasi pergerakan satwa. Proper use pada lapangan datar dan bergelombang (kemiringan 0-50%) adalah 60-70%, lapangan bergelombang dan berbukit (kemiringan 5-23%) adalah 40-45% dan lapangan berbukit sampai curam (kemiringan lebih dari 23%) adalah %. C. Populasi Populasi dalam bidang ekologi adalah kumpulan makhluk hidup dari spesies yang sama atau memiliki kesamaan genetik dan secara bersama-sama mendiami suatu tempat tertentu dan dalam waktu tertentu pula (Odum 1971). Tarumingkeng (1994) menekankan pengertian populasi dalam hal genetik, yakni himpunan individu atau kelompok individu suatu jenis yang tergolong dalam satu spesies atau kelompok lain yang dapat melangsungkan interaksi genetik dengan jenis yang bersangkutan, dan pada suatu waktu tertentu menghuni suatu wilayah
6 11 tertentu. Tarumingkeng (1994) menyatakan bahwa sifat khas yang dimiliki populasi adalah kerapatan (densitas), laju kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas), sebaran umur (distribusi) dan jenis kelamin, potensi biotik, sifat genetik, perilaku dan pemencaran (dispersi). Parameter populasi yang utama adalah struktur populasi, yang terdiri dari sex ratio, distribusi kelas umur, tingkat kepadatan dan kondisi fisik (van Lavieren 1983). Nilai kepadatan diperlukan untuk menunjukkan kondisi daya dukung habitatnya (Alikodra 1990). Ada tiga kemungkinan perubahan populasi yaitu berkembang, stabil, dan menurun (van Lavieren 1982). Jika nilai angka kematian (d) dibandingkan dengan angka kelahiran (b) maka akan dapat diketahui keadaan populasi apakah berkembang, stabil atau menurun. Kepadatan populasi adalah besaran populasi dalam suatu unit ruang. Pada umumnya dinyatakan sebagai jumlah individu di dalam satu unit luas atau volume (Alikodra 1990). Nilai kepadatan diperlukan untuk menunjukkan kondisi daya dukung habitatnya. Parameter populasi yang berpengaruh terhadap nilai kepadatan populasi adalah natalitas, mortalitas, imigrasi dan emigrasi Natalitas merupakan jumlah individu baru (anak) yang lahir dalam suatu populasi dan dinyatakan dalam beberapa cara yaitu produksi individu baru (anak) dalam suatu populasi, laju kelahiran per satuan waktu atau laju kelahiran per satuan waktu per individu (Odum 1971). Van Lavieren (1983) menyatakan bahwa laju kelahiran dinyatakan dalam laju kelahiran kasar (crude birth rate), yakni perbandingan jumlah individu yang dilahirkan dengan jumlah seluruh anggota populasi pada satu periode waktu; dan laju kelahiran umur spesifik yang merupakan perbandingan jumlah individu yang lahir dengan jumlah induk yang melahirkan yang termasuk dalam kelas umur tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kelahiran adalah: 1) Perbandingan komposisi jantan dan betina (sex ratio) dan kebiasaan kawin, 2) Umur tertua individu masih mampu berkembangbiak (maximum breeding age), 3) Umur termuda individu mulai mampu berkembangbiak (minimum breeding age),
7 12 4) Jumlah anak yang dapat diturunkan oleh setiap individu betina dalam setiap kelahiran (fecundity), dan 5) Frekuensi melahirkan anak per tahun (fertility). Mortalitas merupakan jumlah individu yang mati dalam suatu populasi. Mortalitas dinyatakan dalam laju kematian kasar (crude mortality rate), yaitu perbandingan jumlah kematian dengan jumlah total populasi hidup selama satu periode waktu; ataupun laju kematian umur spesifik yang merupakan perbandingan jumlah individu yang mati dari kelas umur tertentu dengan jumlah individu yang termasuk dalam kelas umur tertentu tersebut selama periode waktu (Alikodra 1990). Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian satwa adalah: 1) Kematian oleh keadaan alam, misalnya: bencana alam, penyakit, pemangsaan, kebakaran dan kelaparan. 2) Kematian oleh kecelakaan, misalnya: tenggelam, tertimbun tanah longsor, tertimpa batu dan kecelakaan yang menyebabkan terjadinya infeksi sehingga mengalami kematian. 3) Kematian oleh adanya pertarungan dengan jenis yang sama untuk mendapatkan ruang, makanan dan air serta untuk menguasai wilayah. 4) Kematian oleh aktifitas manusia, misalnya: perusakan habitat, perburuan, pencemaran dan kecelakaan lalulintas. Perbandingan jenis kelamin adalah proporsi antara individu jantan dengan betina atau dapat dinyatakan sebagai jumlah individu jantan per 100 individu betina (Lavieren, 1983). Perbandingan jenis kelamin dapat dibedakan atas: 1) Primary sex ratio, yaitu perbandingan individu jantan terhadap individu betina secara konsepsional. 2) Secondary sex ratio, yaitu perbandingan individu jantan terhadap individu betina pada saat kelahiran. 3) Tertiary sex ratio, yaitu perbandingan individu jantan terhadap individu betina pada akhir hidup. Sebaran kelas umur adalah pengelompokkan anggota populasi ke dalam kelas umur yang sama dan biasanya dibedakan antara kelompok jantan dan betina. Menurut van Lavieren (1982), pengelompokkan yang paling sederhana adalah
8 13 pengelompokkan ke dalam kelas umur bayi (new born), anak (juvenile), remaja (sub adult) dan dewasa (adult). Alikodra (1990) menyatakan bahwa struktur umur adalah perbandingan antara jumlah individu dalam setiap kelas umur dengan jumlah keseluruhan individu dalam suatu populasi. Struktur umur dipergunakan untuk menilai keberhasilan perkembangbiakan serta prospek kelestarian satwaliar. D. Pertumbuhan Populasi Perubahan populasi satwa baik berkembang naik atau menurunnya ditentukan oleh kemampuan genetik dan interaksinya dengan lingkungan, dimana komponen lingkungan yang menahan pertumbuhan populasi sangat kompleks dan saling berkaitan satu dengan lainnya. Menurut Alikodra (1990), pertumbuhan populasi dari waktu ke waktu terjadi dengan kecepatan (laju kelahiran) yang ditentukan oleh kemampuan berkembangbiak dan keadaan lingkungannya. Pertumbuhan populasi pada awalnya rendah kemudian mencapai maksimal dan selanjutnya menurun sampai akhirnya mencapai nol pada kondisi jumlah individu sama dengan daya dukung lingkungannya (Krebs 1978). Tarumingkeng (1994) menyatakan bahwa terdapat dua model pertumbuhan populasi, yaitu model eksponensial (er) dan model logistik. Model pertumbuhan populasi eksponensial dapat disebut sebagai penggandaan pertumbuhan populasi, dimana model pertumbuhan ini terjadi pada populasi yang tidak dibatasi oleh keadaan lingkungan. Nilai er dari suatu populasi merupakan perbandingan antara populasi dari dua waktu. Tarumingkeng (1994) menyatakan bahwa model pertumbuhan eksponensial bersifat deterministik yaitu disusun dengan asumsi bahwa kejadian-kejadian yang berlangsung dalam populasi dapat diramalkan secara pasti dan mutlak. Pada keadaan lingkungan yang tidak terbatas maka model pertumbuhan populasi sebagai berikut (van Lavieren,1982): N t = N o. e r. t Keterangan : Nt = Ukuran populasi pada waktu ke-t N0 = Ukuran populasi awal r = Laju pertumbuhan e = Bilangan Euler (2,71828) t = Waktu ke-t
9 14 Pendekatan lain yang dilakukan untuk merumuskan model populasi yang lebih realistik yaitu dengan memasukan salah satu faktor penting yaitu kerapatan populasi sehingga terbentuk model yang terpaut kerapatan (density dependent model), dimana model pertumbuhan populasi terpaut kerapatan disebut model pertumbuhan logistik. Tarumingkeng (1994), menyatakan bahwa model pertumbuhan populasi logistik disusun berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut: 1) Populasi akan mencapai keseimbangan dengan lingkungan sehingga memiliki sebaran umur stabil (stable age distribution). 2) Populasi memiliki laju pertumbuhan yang secara berangsur-angsur menurun secara tetap dengan konstanta r. 3) Pengaruh r terhadap peningkatan kerapatan karena bertumbuhnya populasi merupakan respon yang instantaneous atau seketika itu juga dan tidak terpaut penundaan atau senjang waktu (time lag). 4) Sepanjang waktu pertumbuhan keadaan lingkungan tidak berubah. 5) Pengaruh kerapatan adalah sama untuk semua tingkat umur populasi. 6) Peluang untuk berkembangbiak tidak dipengaruhi oleh kerapatan. Model pertumbuhan populasi terpaut kerapatan disebut model pertumbuhan logistik, dengan bentuk persamaan sebagai berikut : N t K = K N 0 1+.e rt N 0 Keterangan : Nt = Ukuran populasi pada waktu ke-t N0 = Ukuran populasi awal K = Kapasitas daya dukung lingkungan r = Laju pertumbuhan e = Bilangan Euler (2, ) t = Waktu ke-t
10 15 Dari perhitungan nilai r diperoleh tiga kemungkinan pertumbuhan populasi: 1) Jika nilai r > 0, maka populasi akan bertumbuh meningkat. 2) Jika nilai r = 0, maka populasi akan bertumbuh mendatar. 3) Jika nilai r < 0, maka populasi akan menurun.
II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Rusa Timor Taksonomi dan Morfologi
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rusa Timor 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Rusa timor yang dikenal juga dengan nama rusa jawa, secara taksonomi termasuk dalam Kingdom Animalia, Phylum Chordata, Sub Phyllum Vertebrata,
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
41 5.1. Ukuran Populasi Rusa Timor V. HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran populasi rusa timor di TWA dan CA Pananjung Pangandaran tahun 2011 adalah 68 ekor. Angka tersebut merupakan ukuran populasi tertinggi dari
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family)
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Rusa Rusa merupakan salah satu jenis satwa yang termasuk dalam Bangsa (Ordo) Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) Cervidae. Suku Cervidae terbagi
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
31 IV. METODE PENELITIAN 4.1.Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan secara langsung di Taman Wisata Alam (TWA) dan Cagar Alam (CA) Pananjung Pangandaran, dan menggunakan data populasi rusa timor di Taman
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Kerusakan dan hilangnya habitat, perburuan liar, dan bencana alam mengakibatkan berkurangnya populasi satwa liar di alam. Tujuan utama dari konservasi adalah untuk mengurangi
Lebih terperinciBAB II RUSA TIMOR SATWA LIAR KHAS INDONESIA YANG DILINDUNGI
BAB II RUSA TIMOR SATWA LIAR KHAS INDONESIA YANG DILINDUNGI II.1 Pengertian Satwa Liar Di Indonesia terdapat banyak jenis satwa liar. Satwa liar adalah semua jenis satwa yang memiliki sifat-sifat liar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) merupakan kadal besar dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK)
Lebih terperinciPENENTUAN KUOTA PEMANENAN LESTARI RUSA TIMOR (Rusa timorensis, de Blainville, 1822) RIZKI KURNIA TOHIR E
PENENTUAN KUOTA PEMANENAN LESTARI RUSA TIMOR (Rusa timorensis, de Blainville, 1822) RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 PROGRAM KONSERVASI BIODIVERSITAS TROPIKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Alikodra, 2002). Tingkah laku hewan adalah ekspresi hewan yang
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Rusa Sambar Perilaku satwa liar merupakan gerak gerik satwa liar untuk memenuhi rangsangan dalam tubuhnya dengan memanfaatkan rangsangan yang diperoleh dari lingkungannya
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata
Lebih terperinciPENDUGAAN POPULASI RUSA TOTOL ( Axis axis ) DI ISTANA BOGOR DENGAN METODE CONTENTRATION COUNT. Oleh :
PENDUGAAN POPULASI RUSA TOTOL ( Axis axis ) DI ISTANA BOGOR DENGAN METODE CONTENTRATION COUNT Oleh : Isniatul Wahyuni 1) (E34120017), Rizki Kurnia Tohir 1) (E34120028), Yusi Widyaningrum 1) (E34120048),
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang Penentuan Kuota Panenan dan Ukuran Populasi Awal Rusa Timor di Penangkaran Hutan Penelitian Dramaga ini dilakukan di Hutan Penelitian
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1.Populasi Minimum Lestari Pengertian
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Populasi Minimum Lestari 2.1.1. Pengertian Ukuran populasi minimum lestari yang lebih dikenal dengan Minimum viable population (MVP) menyatakan ambang batas ukuran populasi suatu
Lebih terperinciIV. BAHAN DAN METODE
IV. BAHAN DAN METODE 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di TN Alas Purwo, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Penelitian dan pengolahan data dilaksanakan selama 6 bulan yaitu pada bulan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa sambar (Cervus unicolor),
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa 2.1.1 Taksonomi Klasifikasi owa jawa berdasarkan warna rambut, ukuran tubuh, suara, dan beberapa perbedaan penting lainnya menuru Napier dan Napier (1985)
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Gajah Sumatera Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub species gajah asia (Elephas maximus). Dua sub species yang lainnya yaitu Elephas
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah langka. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun
II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan
Lebih terperinciBurung Kakaktua. Kakatua
Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae
Lebih terperinciTugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali
Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut :
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi 2.1.1 Taksonomi Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Sub-ordo Famili Sub-famili Genus : Animalia :
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat
I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut
8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) 2.1.1. Klasifikasi Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut (Napier dan Napier, 1967): Filum
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tinjauan Umum Kerbau Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-ekologi 1. Taksonomi Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and Napier, 1986). Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :
Lebih terperinciPERBANDINGAN PROSPEK PENGEMBANGAN KEGIATAN PERBURUAN RUSA DI KEBUN BURU PERUM PERHUTANI (BKPH JONGGOL) DAN TAMAN WISATA ALAM PANANJUNG PANGANDARAN
PERBANDINGAN PROSPEK PENGEMBANGAN KEGIATAN PERBURUAN RUSA DI KEBUN BURU PERUM PERHUTANI (BKPH JONGGOL) DAN TAMAN WISATA ALAM PANANJUNG PANGANDARAN Rizki Kurnia Tohir E351160106 Dosen Dr Ir Agus Priyono
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan
Lebih terperincikeadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes
TINJAUAN PUSTAKA Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal
Lebih terperinciFakultas Kehutanan IPB 2
ANALISIS POPULASI RUSA TOTOL (Axis axis Erxl 1788) DI HALAMAN ISTANA BOGOR oleh: Ashri Istijabah Az-Zahra 1 E34120003, Anika Putri 12 E34120024, Rizki Kurnia Tohir 1 E34120028, Reza Imam Pradana 1 E34120063
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Bangsa Sapi Lokal Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan
Lebih terperinciPERENCANAAN PENANGKARAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis de Blainville) DENGAN SISTEM FARMING : Studi Kasus di Penangkaran Rusa Kampus IPB Darmaga
PERENCANAAN PENANGKARAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis de Blainville) DENGAN SISTEM FARMING : Studi Kasus di Penangkaran Rusa Kampus IPB Darmaga S U M A N T O SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
21 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan secara langsung di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Maret sampai dengan bulan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Sapi Bali Abidin (2002) mengatakan bahwa sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos Sondaicus)
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai Besar Taman
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu satu bulan di grid vector O11, M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman
Lebih terperinciTeknis Penangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis) untuk Stok Perburuan
SEMINAR SEHARI PROSPEK PENANGKARAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis) SEBAGAI STOK PERBURUAN Teknis Penangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis) untuk Stok Perburuan Oleh: Achmad M. Thohari, Burhanuddin Masyud,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Sapi menurut Blakely dan Bade (1992), diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Artiodactile (berkuku atau berteracak
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung
3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung Kesatuan Pengelola Hutan Lindung (KPHL) Model Gunung Rajabasa Kabupaten
Lebih terperinciTERMINOLOGI POPULASI. Populasi (bahasa Latin populus =rakyat, atau penduduk). Terminologi :
MATERI AJAR Sifat-sifat populasi Kepadatan populasi dan indeks jumlah relatif Konsep dasar tentang laju (rate) Natalitas dan mortalitas Penyebaran umur populasi TERMINOLOGI POPULASI Populasi (bahasa Latin
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, banteng (Bos javanicus d Alton 1823) ditetapkan sebagai jenis satwa yang dilindungi undang-undang (SK Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/7/1972) dan
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,
Lebih terperinciBAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua
6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari Kabupaten induknya yaitu Kabupaten Indragiri
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sumber Daya Ternak Sapi dan Kerbau Sebanyak empat puluh responden yang diwawancarai berasal dari empat kecamatan di Kabupaten Sumbawa yaitu : Kecamatan Moyo Hilir, Lenangguar, Labuan
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta). a. Peletakkan dan Jumlah Sarang Seriti. Dari hasil perhitungan jumlah sarang seriti yang ada di bawah jembatan dan di dalam
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Nilai Gizi Pakan Gizi pakan rusa yang telah dianalisis mengandung komposisi kimia yang berbeda-beda dalam unsur bahan kering, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar
Lebih terperincibio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek
II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dengan dua tahap: 1) Pengamatan langsung dilakukan di SM Paliyan yang berupa karst dan hutan terganggu dan Hutan wisata Kaliurang
Lebih terperinciLutung. (Trachypithecus auratus cristatus)
Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class
Lebih terperinciBUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU
BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen
Lebih terperinciKARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN
KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN Oleh : Taufik Rizky Afrizal 11.12.6036 S1.SI.10 STMIK AMIKOM Yogyakarta ABSTRAK Di era sekarang, dimana ekonomi negara dalam kondisi tidak terlalu baik dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk,
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Pameungpeuk merupakan salah satu daerah yang berada di bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk, secara
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo ruminansia, famili Bovidae, dan genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burn, 1994). Kambing
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Badak Jawa Di dunia terdapat lima jenis badak, badak hitam (Diceros bicornis), badak putih (Ceratotherium simum), badak india (Rhinoceros unicornis),
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Sapi Bali Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar 1.519 ekor (Unit Pelaksana Teknis Daerah, 2012). Sistem pemeliharaan sapi bali di Kecamatan Benai
Lebih terperinci- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SHARIF C. SUTARDJO
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/KEPMEN-KP/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN
Lebih terperinciTERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT
TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN Ternak kambing sudah lama diusahakan oleh petani atau masyarakat sebagai usaha sampingan atau tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil produksi (baik daging, susu,
Lebih terperinciIKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR
@ 2004 Untung Bijaksana Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor September 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng IKAN HARUAN DI PERAIRAN KALIMANTAN
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung
7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Taksonomi dan Deskripsi Burung Walet Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia diantaranya Burung Walet Sarang Putih, Burung Walet Sarang Hitam, Burung
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Itik Rambon Ternak unggas yang dapat dikatakan potensial sebagai penghasil telur selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, melihat
Lebih terperinciLAPORAN SEMENTARA ILMU PRODUKSI TERNAK POTONG PENGENALAN BANGSA-BANGSA TERNAK
LAPORAN SEMENTARA ILMU PRODUKSI TERNAK POTONG PENGENALAN BANGSA-BANGSA TERNAK 1. Lokasi :... 2. Bangsa Sapi 1 :... 3. Identitas : (Kalung/No. Sapi/Nama Pemilik...) *) 4. Jenis Kelamin : ( / ) *) 5. Pengenalan
Lebih terperinciE U C A L Y P T U S A.
E U C A L Y P T U S A. Umum Sub jenis Eucalyptus spp, merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Kayunya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi
Lebih terperinciI. PENDAWLUAN. A. Latar Belakang
I. PENDAWLUAN A. Latar Belakang Wallaby lincah (Macropus agilis papuanus. Peters and Doria, 1875) merupakan satu dari empat sub spesies Macropus agilis yang penyebarannya terdapat di wilayah selatan kepulauan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :
Lebih terperinciJUMLAH DAN PERTUMBUHAN, KOMPOSISI, SERTA PERSEBARAN DAN MIGRASI PENDUDUK
JUMLAH DAN PERTUMBUHAN, KOMPOSISI, SERTA PERSEBARAN DAN MIGRASI PENDUDUK PENDUDUK 1. Orang yang tinggal di daerah tersebut 2. Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Menurut Napier and Napier (1967), klasifikasi monyet ekor panjang adalah sebagai berikut: Phyllum Sub Phyllum Class Ordo Sub
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49/KEPMEN-KP/2018 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN TERBATAS IKAN CAPUNGAN BANGGAI (Pterapogon kauderni) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Orangutan Orangutan merupakan hewan vertebrata dari kelompok kera besar yang termasuk ke dalam Kelas Mamalia, Ordo Primata, Famili Homonidae dan Genus Pongo, dengan
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan
Lebih terperinciHAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA
HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah dikenal secara luas di Indonesia. Ternak kambing memiliki potensi produktivitas yang cukup
Lebih terperinciLAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN
LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN TAMAN NASIONAL BALURAN 2006 I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Savana merupakan
Lebih terperinci