BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Tujuan kegiatan yang akan dicapai. 2. Kegiatan yang diambil dalam mencapai tujuan.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Tujuan kegiatan yang akan dicapai. 2. Kegiatan yang diambil dalam mencapai tujuan."

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara Program Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu kegiatan. Di dalam program dibuat beberapa aspek, disebutkan bahwa di dalam setiap program dijelaskan mengenai: 1. Tujuan kegiatan yang akan dicapai. 2. Kegiatan yang diambil dalam mencapai tujuan. 3. Aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui. 4. Perkiraan anggaran yang dibutuhkan. 5. Strategi pelaksanaan. Melalui program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk diopersionalkan. Hal ini sesuai dengan pengertian program yang diuraikan. A programme is collection of interrelated project designed to harmonize and integrated various action an activities for achieving averral policy abjectives suatu program adalah kumpulan proyek-proyek yang berhubungan telah dirancang untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang harmonis dan secara integraft untuk mencapai sasaran kebijaksanaan tersebut secara keseluruhan. Menurut Charles O. Jones, pengertian program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan, beberapa karakteristik tertentu yang dapat membantu seseorang untuk mengindentifikasi suatu aktivitas sebagai program atau tidak yaitu: 1. Program cenderung membutuhkan staf, misalnya untuk melaksanakan atau sebagai pelaku program.

2 2. Program biasanya memiliki anggaran tersendiri, program kadang biasanya juga diidentifikasikan melalui anggaran. 3. Program memiliki identitas sendiri, yang bila berjalan secara efektif dapat diakui oleh publik. Program terbaik didunia adalah program yang didasarkan pada model teoritis yang jelas, yakni: sebelum menentukan masalah sosial yang ingin diatasi dan memulai melakukan intervensi, maka sebelumnya harus ada pemikiran yang serius terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu terjadi dan apa yang menjadi solusi terbaik (Jones, 1996: 295) Pelayanan Sosial Johnson (dalam Muhidin, 1992) mendefenisikan pelayanan sosial sebagai program-program dan tindakan yang mempekerjakan pekerja-pekerja sosial atau tenaga profesional yang berkaitan dan diarahkan pada tujuan-tujuan kesejahteraan sosial. Adapun makna tujuan-tujuan kesejahteraan sosial adalah sebagai pelayanan sosial. Dalam kesejahteraan sosial juga terdapat usaha kesejahteraan sosial, dimana pelayanan sosial juga termasuk dari salah satu di dalamnya. Pelayanan sosial diartikan dalam dua macam, yaitu: a. Pelayanan sosial dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup fungsi pengembangan termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan, kesehatan, perumahan, tenaga kerja dan sebagainya. b. Pelayanan sosial dalam arti sempit atau disebut juga pelayanan kesejahteraan sosial mencakup program pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak

3 terlantar, keluarga miskin, cacat, tuna sosial dan sebagainya (Muhidin, 1992: 41) Fungsi-fungsi Pelayanan Sosial Pelayanan sosial dapat dikategorikan dalam berbagai cara tergantung dari tujuan klasifikasi. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan fungsi pelayanan sosial sebagai berikut : 1. Peningkatan kondisi kehidupan masyarakat. 2. Pengembangan sumber-sumber manusiawi. 3. Orientasi masyarakat terhadap perubahan-perubahan sosial dan penyesuaian sosial. 4. Mobilisasi dan pencipta sumber-sumber masyarakat untuk tujuan pembangunan. 5. Penyediaan dan penyelenggaraan struktur kelembagaan untuk tujuan agar pelayanan-pelayanan yang terorganisasi dapat berfungsi (Muhidin, 1992: 42). Khan (dalam Muhidin, 1992: 43) menyatakan fungsi pelayanan sosial adalah: 1. Pelayanan sosial untuk pengembangan. 2. Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi. 3. Pelayanan akses. Pelayanan sosial untuk sosialisasi dan pengembangan dimaksudkan untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam diri a nak dan pemuda melalui programprogram pemeliharaan, pendidikan (non formal) dan pengembangan. Tujuannya yaitu untuk menanamkan nilai-nilai masyarakat dalam usaha pengembangan kepribadian remaja.

4 Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi mempunyai tujuan untuk melaksanakan pertolongan kepada seseorang, baik secara individual maupun di dalam kelompok/keluarga dan masyarakat agar mampu mengatasi masalah-masalahnya. Kebutuhan akan program pelayanan akses disebabkan oleh karena : a. Adanya birokrasi modern. b. Perbedaan tingkat pengetahuan dan pemahamam masyarakat terhadap halhal dan kewajiban/tanggung jawabnya. c. Diskriminasi. d. Jarak geografi antara lembaga-lembaga pelayanan dari orang-orang yang memerlukan pelayanan sosial (Muhidin, 1992: 44) Program Pelayanan Sosial Program-program pelayanan sosial merupakan bagian dari intervensi kesejahteraan sosial. Pelayanan sosial melalui kegiatan-kegiatan atau intervensi kasus yang dilaksanakan secara diindvidualisasikan, langsung, dan terorganisir yang bertujuan membantu individu, kelompok, dan lingkungan sosial dalam upaya mencapai penyesuaian. Bentuk-bentuk pelayanan sosial sesuai dengan fungsi-fungsinya adalah sebagai berikut: 1). Pelayanan akses, mencakup pelayanan informasi, rujukan pemerintah, nasehat dan partisipasi. Tujuannya membantu orang agar dapat mencapai atau menggunakan layanan yang tersedia. 2) Pelayanan terapi, mencakup pertolongan dan terapi, atau rehabilitasi, termasuk didalamnya perlindungan dan perawatan. Misalnya, pelayanan

5 yang diberikan oleh badan-badan yang menyediakan konseling, pelayanan kesejahteraan anak, pelayanan kesejahteraan sosial mendidik dan sekolah, perawatan bagi orang-orang jompo dan lanjut usia. 3) Pelayanan sosialisasi dan pengembangan, misalnya taman penitipan bayi dan anak, keluarga berencana, pendidikan keluarga, pelayanan rekreasi bagi pemuda dan masyarakat yang dipusatkan atau community centre (Nurdin, 1989). 2.2 Remaja Tuna Rungu Wicara Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tuna rungu berarti tuli atau tidak dapat mendengar. Sementara itu, kata deaf menurut kamus bahasa inggris berarti kekurangan atau kehilangan sebagian atau seluruh pendengaran atau tidak mampu mendengarkan, sedangkan deafness berarti ketunarunguan yaitu cacat indera pendengaran bawaan atau kehilangan pendengaran. Mufti Salim (dalam Depsos RI, 2008) mengatakan bahwa tuna rungu adalah remaja yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya, sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Karakteristik tuna rungu wicara pasti berbeda dengan anak/remaja normal pada umunya. Bentuk mimik remaja tuna rungu wicara berbeda dikarenakan mereka tidak pernah mendengar atau mempergunakan panca inderanya yaitu mulut dan telinga. Oleh sebab itu mereka tidak terlalu paham dengan apa yang dimaksud dan dikatakan oleh orang lain. Menurut Sastrawinata dkk (1997) anak tuna rungu wicara memiliki ciri yang cukup khas dibanding anak normal lainnya. Ciri khas tersebut diantaranya:

6 a. Ciri khas anak tuna rungu dalam segi fisik disebutkan, antara lain: 1. Cara berjalannya kaku dan agak membungkuk. Hal ini disebabkan terutama terjadi jika di bagian telinga dalam terdapat kerusakan pada alat keseimbangan. 2. Gerakan mata cepat dan agak beringas. Hal ini menunjukan bahwa ia ingin menangkap keadaan di sekitarnya. 3. Gerakan kaki dan tangannya sangat lincah, hal ini tampak dalam mengadakan komunikasi dengan gerak isyarat dengan orang di sekitarnya. 4. Pernafasan pendek dan agak terganggu. b. Ciri khas dalam segi intelegensi Intelegensi merupakan faktor penting dalam belajar meskipun faktor lain tidak bisa diabaikan begitu saja seperti faktor kesehatan,lingkungan. Intelegensi merupakan motor dari perkembangan mental seseorang. c. Ciri ciri khas segi emosi. Kekurangan akan bahasa lisan dan tulisan sering menyebabkan anak tuna rungu dalam menafsirkan secara negatif atau salah, hal ini sering mengakibatkan tekanan emosinya. Tekanan emosi dapat menghambat perkembangan pribadinya, sehingga menampilkan sikap menutup diri, bertindak agresif, dan memiliki emosi yang bergejolak. d. Ciri-ciri khas segi sosial. Perlakuan yang kurang wajar dari anggota keluarga dan lingkungan dapat menampilkan beberapa aspek negatif yaitu: 1. Perasaan rendah diri dan merasa diasingkan oleh keluarga dan masyarakat,

7 2. Perasaan cemburu dan merasa tidak adil, 3. Kurang dapat bergaul dan bersikap agresif. e. Ciri khas dalam segi bahasa. Pada umumnya anak tuna rungu wicara dalam segi bahasa memiliki ciri-ciri: 1. Miskin dalam kosakata, 2. Sulit mengartikan ungkapan bahasa, 3. Sulit mengartikan kata-kat abstrak, 4. Kurang menguasai irama bahasa Panti sosial tuna rungu wicara adalah panti rehabilitasi sosial khusus penyandang cacat tuna rungu wicara yang mempunyai tugas memberikan pelayanan rehabilitasi sosial yang meliputi pembinaan fisik (biologis), mental (psikologi), sosial, pelatihan keterampilan dan resosialisasi serta pembinaan lanjut bagi orang dengan kecacatan rungu wicara agar mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Pada dasarnya program rehabilitasi sosial rungu wicara pada panti sosial tuna rungu wicara (PSBRW) adalah terbina dan terentasnya orang dengan kecacatan rungu wicara agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam tatanan kehidupan dan penghidupan masyarakat. Proses pelayanan panti sosial meliputi beberapa tahap antara lain tahap pendekatan awal, asessment, perencanaan program pelayanan, pelaksanaan pelayanan dan rujukan, pemulangan dan penyaluran serta pembinaan lanjut. Dimana pada tahap akhir pelayanan adalah pembinaan lanjut yang merupakan rangkaian dari proses rehabilitasi sosial atau pemulihan, yang ditujukan agar eks klien dapat beradaptasi dan juga berperan serta di dalam lingkungan keluarga, kelompok, lingkungan kerja dan masyarakat. Ada dua macam standar panti sosial, yaitu standar umum dan standar khusus. Standar umum adalah ketentuan yang memuat kondisi dan kinerja tertentu yang perlu

8 dibenahi bagi penyelenggaraan sebuah panti sosial jenis apapun. Mencakup aspek kelembagaan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, pembiayaan, pelayanan sosial dasar, dan monitoring-evaluasi. Sedangkan standar khusus adalah ketentuan yang memuat hal-hal tertentu yang perlu dibenahi bagi penyelenggaraan sebuah panti sosial dan atau lembaga pelayanan sosial lainnya yang sejenis sesuai dengan karekteristik panti sosial. Adapun yang menjadi standar umum panti sosial adalah A. Kelembagaan, meliputi: 1. Legalitas Organisasi. Mencakup bukti legalitas dari instansi yang berwenang dalam rangka memperoleh perlindungan dan pembinaan profesionalnya. 2. Visi dan misi, memiliki landasan yang berpijak pada visi dan misi tersebut. 3. Organisasi dan Tata Kerja, memiliki struktur organisasi dan tata kerja dalam rangka penyelengaraan kegiatan. B. Sumber Daya Manusia 1. Aspek penyelenggara panti, yang terdiri dari 3 unsur yaitu: a. Unsur Pimpinan, yaitu kepala panti dan kepala-kepala unit yang ada dibawahnya. b. Unsur Operasional, meliputi pekerja sosial, instruktur, pembimbing rohani, dan pejabat fungsional lainnya. c. Unsur Penunjang, meliputi pembina asrama, pengasuh, juru masak, petugas kebersihan, satpam dan sopir. 2. Pengembangan personil panti. C. Sarana dan Prasarana, mencakup: 1.Pelayanan Teknis, mencakup peralatan asesmen, bimbingan sosial, keterampilan fisik dan mental.

9 2. Perkantoran, memiliki ruang kantor, ruang rapat, ruang tamu, kamr mandi, peralatan kantor sperti alat komunikasi, alat transportasi dan tempat penyimpanan dokumen. 3. Umum, memiliki ruang makan, ruang tidur, mandi dan cuci, belajar, kesehatan dan peralatannya serta ruang perlengkapan. D. Pembiayaan Memiliki anggaran yang berasal dari sumber tetap maupun tidak tetap. E. Pelayanan Sosial Dasar Memiliki pelayanan sosial dasar untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari penerima manfaat, meliputi makan, tempat tinggal, pakaian, pendidikan dan kesehatan. F. Monitoring dan Evaluasi, meliputi 1. Money Process, yakni penilaian terhadap proses pelayanan yang diberikan kepada penerima manfaat. 2. Hasil, yakni monitoring dan evaluasi terhadap penerima manfaat, untuk melihat tingkat pencapaian dan keberhasilan penerima manfaat setelah memperoleh proses pelayanan. Adapun Standar Khusus Panti Sosial, berupa kegiatan pelayanan yang terdiri dari tahapan sebagai berikut: a. Tahap Pendekatan Awal, mencakup: 1. Sosialisasi program 2. Penjaringan/penjangkauan calon penerima manfaat 3. Seleksi calon penerima manfaat 4. Penerimaan dan registrasi 5. Konferensi kasus b. Tahap Pengungkapan dan Pemahaman Masalah (asessment), mencakup:

10 1. Analisa kondisi penerima manfaat, keluarga dan lingkungan 2. Karakteristik masalah, sebab dan implikasi masalah 3. Kapasitas mengatasi masalah dan sumber daya 4. Konferensi kasus c. Tahap Perencanaan Pelayanan, meliputi: 1. Penetapan tujuan pelayanan 2. Penetapan jenis pelayanan yang dibutuhkan penerima manfaat 3. Sumber daya yang akan digunakan d. Tahap Pelaksanaan Pelayanan, terdiri dari: 1. Bimbingan individu 2. Bimbingan kelompok 3. Bimbingan sosial 4. Penyiapan lingkungan sosial 5. Bimbingan mental psikososial 6. Bimbingan pelatihan keterampilan 7. Bimbingan fisik kesehatan 8. Bimbingan pendidikan 2.3 Biopsiksosial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara Teori Biologis Motif manusia untuk berkembang berasal dari organismenya sebagai mahluk biologis, dan motif-motif yang berasal dari lingkungan kebudayaannya. Kebutuhan biologis manusia demi kelanjutan hidupnya, hal ini asli di dalam diri manusia dan berkembang dengan sendirinya.

11 Teori biologis didasarkan pada bukti bahwa perilaku yang sangat terganggu sangat ditentukan oleh proses-proses organik dan fisik serta otak (Suharto, 2008). Sebagai makluk holistik, manusia utuh dilihat dari aspek jasmani, rohani, unik serta berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya terus menerus menghadapi perubahan lingkungan, dan berusaha beradaptasi dengan lingkungan. Manusia sebagai makluk bio. Bio berasal dari kata bios yang artinya hidup. Manusia sebagai makluk biologis memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Terdiri dari sekumpulan organ tubuh yang semuanya mempunyai fungsi terintegritasi. Dalam hal ini, setiap organ tubuh mempunyai tugas masing masing, tetapi tetap bergantung pada orang lain dalam menjalankan tugasnya. b. Diturunkan atau berkembang biak melalui jalan pembuahan sperma laki-laki dan ovum wanita sehingga wanita dapat hamil lalu melahirkan bayi yang kemudian tumbuh dan berkembang menjadi remaja, dewasa, menua dan akhirnya meninggal. c. Untuk mempertahankan kelangsungan hidup, manusia mempunyai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Kebutuhan dasar yang paling utama adalah keyakinan kepada Tuhan, sedangkan kebutuhan dasar biologis adalah kebutuhan fisiologis seperti oksigen, air, makanan eliminasi dan lainnya (Asmadi, 2008). Bimbingan fisik (biologis) merupakan bimbingan yang penting bagi remaja tuna rungu wicara sebagai manusia yang harus berkembang dengan baik secara fisik. Perkembangan fisik didukung oleh kebutuhan dasar sebagai makluk hidup seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, obat-obatan, serta olah raga yang mendukung perkembangan fisik manusia. Makan sesuai dengan kebutuhan gizi dan kalori

12 perharinya merupakan aspek yang penting untuk mendukung perkembangan biologis, ketersediaan tempat tinggal yang layak juga merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dari aspek pendukung perkembangan fisik yang baik, rutin melakukan pemeriksaan kesehatan, tersedianya obat-obatan dan olah raga. Upt pelayanan sosial tuna rungu wicara dan lansia pematang siantar merupakan panti yang memberikan pelayanan sosial kepada berkebutuhan khusus tuna rungu wicara. Melalui program bimbingan fisik yang dilakukan untuk mendukung perkembangan fisik (biologis) warga binaan, sehingga remaja tuna rungu wicara memiliki perkembangan fisik yang sama dengan remaja normal dan kebutuhan dasar terpenuhi dengan baik, sehingga penyandang cacat tuna rungu dapat bertumbuh secara fisik dengan baik selayaknya manusia Psikososial Kata psikososial sendiri menggarisbawahi suatu hubungan yang dinamis antara efek psikologis dan sosial yang mana keduanya saling mempengaruhi. Kebutuhan psikososial mencakup cara seseorang berfikir dan merasa mengenal dirinya dengan orang lain, keamanan dirinya dan orang lain, keamanan dirinya dengan orang-orang yang bermakna baginya, hubungan dengan orang lain lingkungan sekitarnya serta pemahaman dan reaksinya terhadap kejadian-kejadian dan sekitarnya (Depertemen Sosial, 2004). Manusia sebagai mahluk psiko. Psiko berasal dari phyche yang artinya jiwa. Menurut Aristoteles, jiwa berarti kekuatan hidup. Jadi manusia sebagai mahluk psiko, artinya adalah manusia mahluk yang berjiwa. Sebagai mahluk psiko, manusia mempunyai kemampuan berpikir, kesadaran pribadi, dan kata hati (perasaan) (Asmadi, 2008).

13 Konsep diri merupakan bagian dari masalah kebutuhan psikososial yang tidak didapat sejak lahir, namun dapat dipelajari sebagai hasil dari pengalaman seseorang terhadap dirinya. Konsep diri berkembang secara bertahap sesuai dengan tahap perkembangan psikososial seseorang. Secara umum konsep diri adalah semua tanda, keyakinan dan pendirian yang merupakan sesuatu pengetahuan individu tentang dirinya, yang dapat mempengaruhi hubungan dengan orang lain, termasuk karakter, kemampuan, nilai, ide, dan tujuan (Minarni dan Yuniati, 2013). Manusia adalah mahluk sosial. Sejak lahir, manusia tumbuh dan berkembang memerlukan bantuan orang lain. Menurut Aristoteles, manusia adalah mahluk Zoonpoliticon. Artinya, manusia adalah mahluk sosial yang tidak lepas dari orang lain dan selalu berinteraksi dengan mereka. Manusia akan belajar dari lingkungan tentang norma, ajaran, peraturan, kebiasaan, tingkah laku yang etis maupun tidak etis atau ragam budaya manusia (Asmadi, 2008). Fase-fase Perkembangan Psikososial Terdapat 8 fase menurut Erick H Erikson: Kedelapan tahapan psikosisial menurut Erikson tersebut adalah sebgai berikut: a. Percaya versus tidak percaya (Balita). Bayi yang baru keluar harus banyak belajar untuk percaya kepada ibunya akan ada disampingnya untuk memberi makan, mengasuh, dan memberikan perawatan mendasar. Jika kebutuhan dasar ini tidak dipenuhi, balita tersebut akan tumbuh dan berkembang menjadi seorang yang tidak mudah percaya dan tidak dapat mengandalkan orang lain, yang kemudian secara signifikan mengurangi kecenderungan untuk menjalin hubungan yang erat dengan orang lain dikemudian hari.

14 b. Otonomi versus rasa malu dan keraguan (Awal masa kanak-kanak). Pelatihan penggunaan toilet, yang merupakan aktivitas pertama yang memerlukan pembelajaran aktif pada balita yang sedang berkembang, merupakan suatu yang penting dalam aktivitas lanjutan yang memerlukan kepercayaan diri. Jika seorang anak kecil diberi dukungan, dorongan dan pujian pada proses ini, dia akan berkembang menjadi pribadi yang lebih percaya diri dan mandiri. Jika kritik yang berlebihan diberikan oleh orangtua, hilanglah kepastian dalam diri sang anak untuk perkembangan selanjutnya. c. Inisiatif Vesus Rasa Bersalah (Usia Pra Sekolah) Erikson, seperti halnya Sigmund Freud mengemukakan bahwa anakanak harus menghilangkan kemarahan pada ayah dan ibunya. Mereka harus menyelesaikan rivalitasnya dan menggunakan energinya untuk beraktifitas lain dan bermain dengan teman-temannya sebagai cara untuk melatih inisiatif dan membangun kompetisi. Tanpa hal tersebut rasa bersalah akan muncul, yang akan berujung pada ketidakmampuan dalam membangun hubungan secara aktif. d. Industri versus inferioritas (Masa Sekolah) Kognitif, sama halnya dengan kemampuan sosial lainnya yang dibutuhkan di sekolah adalah pusat dari perkembangan tahap ini, dan identitas jenis kelamin seseorang adalah masalah yang penting. Anak yang mengembangkan kemampuan ini, akan memperkuat keinginannya untuk hidup berkecukupan atau industri, sedangkan perkembangan yang tidak cukup baik dalam tahap ini akan berakhir dengan rasa yang tidak cukup dan inferior. e. Indentitas Versus Kegamangan Perang (Masa Remaja).

15 Erikson memandang tahapan ini sebagai tahapan yang sangat penting dalam pembentukan dasar kedewasaan. Para remaja diharapkan untuk mengembangkan sebuah jaminan bahwa orang lain melihat mereka sama seperti halnya mereka melihat dirinya sendiri. Tahapan ini, para remaja berani bertemu dengan arti atau tujuan hidup dan mulai mengembangkan tujuantujuan masa depan secara mandiri. Mereka mulai menyadari bahwa mereka perlu untuk memikul tanggung jawab atas diri mereka sendiri dan terhadap apa yang mereka lakukan dalam hidupnya. Tanpa kesadaran mereka dalam identitas diri, maka akan sulit mengembangkan sebuah hubungan, dan keputusan yang diambil perihal tanggung jawab sebagai orang dewasa menjadi sulit dijelaskan. f. Intimidasi Versus Isolasi (awal Masa Dewasa) Pada tahapan ini seorang dewasa muda belajar untuk bekerja sama dengan orang lain dan membangun hubungan yang lebih dekat. Beberapa hubungan yang sangat dekat mungkin yang memulai isolasi dapat terjadi jika seseorang dewasa muda tidak dapat mengembangkan hubungan yang kooporatif dan dekat g. Generalis Versus Stagnasi (Usia Pertengahan) Tahapan setelah bertanggung jawab untuk diri sendiri adalah tahapan dimana seseorang bertanggung jawab pula untuk membantu orang lain. Dengan membantu orang lain tumbuh dan berkembang, orang tersebut akan menjadi dewasa. Mereka yang tidak mengembangkan rasa tanggung jawab ini akan menjadi stagnan dan kehilangan perasaan dewasa yang dihubungkan dengan kontribusi terhadap perkembangan orang lain. h. Integritas versus keputusasaan (Masa Tua)

16 Perasaan berharga dan berhasil dirasakan oleh orang-orang dewasa tua usia 60. Ada perasaan bahwa mereka telah berhasil dengan baik dan telah mengalami sebagian besar dari apapun yang orang dapat pertanyakan tentang hidup. Mereka yang mencapai usia ini dengan perasaan bahwa mereka gagal mencapai tujuan hidupnya, mengalami keterputusasaan, penyesalan, atau perasaan tidak berharga dalam hidupnya. Mereka merasa bahwa mereka tidak memberikan kontribusi apapun dan merasa takut tidak dapat berkontribusi pada orang lain atau mencari arti hidup pada sisa umur yang ada (Suharto, 2008). Bimbingan sosial bertujuan membantu remaja dalam mengatasi kesulitan masalah sosialnya sehingga ia mampu mengadakan hubungan-hubungan sosial yang baik. Bimbingan sosial merupakan bimbingan yang sering terlupakan seolah terdesak karena kebutuhan bimbingan yang lain yang lebih jelas terlihat hasilnya (Singgih, 1999: 36) Upt pelayanan sosial tuna rungu wicara dan lansia pematang siantar memberikan bimbingan mental (Psikologi) dan sosial berupa konseling pribadi kepada warga binaan tuna rungu wicra yang bertujuan untuk membantu masalah masalah yang dialami remaja tuna rungu akibat kecacatan yang disandang serta masalah mental yang harus dibentuk didalam keterbatasan fisik yang dimiliki. Warga binaan tuna rungu wicara didalam lingkungan panti diajarkan agar mampu bersosialisasi dengan baik sehingga memiliki hubungan yang baik diantara sesama warga binaan upt pelayanan sosial tuna rungu wicara dan lansia pematang siantar Perkembangan Emosi Tuna Rungu Wicara

17 Karakteristik anak tuna rungu dalam aspek sosial-emosial adalah sebagai berikut: a. Pergaulan terbatas dengan sesama tunarungu, sebagai akibat dari keterbatasan dalam berkomunikasi. b. Sifat egosentris yang melebihi anak normal, yang ditunjukan dengan sukarnya mereka menempatkan diri pada situasi berpikir dan perasaaan orang lain, sukarnya menyesuaikan diri, serta tindakannya lebih terpusat pada ego, sehingga jika ada keinginan harus selalu dipenuhi. c. Perasaan takut atau khawatir terhadap lingkungan sekitar, yang menyebabkan ia tergantung pada orang lain sehingga kurang percaya diri. d. Perhatian anak tuna rungu sukar dialihkan, apabila ia sudah menyenangi suatu benda atau pekerjaan tertentu. e. Memiliki sifat polos, serta perasaannya umumnya dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa. f. Cepat marah dan mudah tersinggung sebagian akibat seringnya mengalami kekecewaan karena sulitnya menyampaikan perasaan secara lisan atau dalam memahami pembicaraan orang lain (Rumah Tuna Rungu Wicara, 2015) Perkembangan Sosial Remaja Tuna Rungu Wicara Sudah menjadi kejelasan bagi kita bahwa hubungan sosial banyak ditentukan oleh komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Kesulitan komunikasi tidak bisa dihindari. Namun, bagi anak tuna rungu wicara tidaklah demikian karena anak ini mengalami hambatan dalam mendengar dan berbicara. Kemiskinan bahasa

18 membuat mereka tidak mampu terlibat secara baik dalam situasi sosialnya. Sebaliknya, orang lain akan sulit memahami perasaan dan pikirannya. Anak tuna rungu wicara banyak dihinggapi kecemasan karena mengahadapi lingkungan yang beraneka ragam komunikasinya. Hal ini akan membingungkan anak tuna rungu wicara. Anak tuna rungu wicara sering mengalami berbagai konflik, kebingungan, dan ketakutan karena ia sebenarnya hidup dalam lingkungan yang bermacam-macam. Faktor sosial dan budaya meliputi pengertian yang sangat luas, yaitu lingkungan hidup dimana anak berinteraksi yaitu interaksi antar individu, dengan kelompok, dengan keluarga, dan masyarakat. Untuk kepentingan anak tuna rungu wicara, seluruh anggota keluarga, guru, dan masyarakat disekitarnya hendaknya berusaha mempelajari dan memahami keadaan mereka karena hal tersebut dapat menghambat perkembangan kepribadian yang negatif pada diri anak/remaja tuna rungu wicara (Somantri, 2006). Menurut Sastrawinata dkk (1977) perkembangan dan ciri khas anak tunarungu, antara lain: 1. Perkembangan pada segi fisik dan bahasa pada anak tunarungu, dalam segi fisik sebenarnya anak tunarungu tidak memiliki banyak hambatan walaupun sebagian anak tunarungu yang terganggu keseimbangan karena ada hubungan antara kerusakan telinga bagian dalam dengan indera keseimbangan yang ada didalamnya. Demikian pula ada sebagian anak tunarungu yang perkembangan fisiknya terhambat akibat tekanantekanan jiwa yang dideritanya. Sebaliknya ketunarunguan jelas mengakibatkan hambatan dalam perkembangan bahasa, karena perkembangan bahasa banyak memerlukan kemampuan pendengaran;

19 2. Perkembangan intelegensi anak tunarungu, sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa sehingga hambatan perkembangan bahasa pada anak tunarungu menghambat perkembangan intelegensinya. Kerendahan tingkat intelegensi bukan berasal dari kemampuan intelektuilnya yang rendah, tetapi pada umumnya disebabkan karena intelegensinya tidak mendapat kesempatan untuk berkembang; 3. Perkembangan emosi anak tunarungu, keterbatasan kecakapan berbahasa mengakibatkan kesukaran dalam berkomunikasi, dan akhirnya menghambat perkembangan emosi. Emosi berkembang karena pengalaman dalam komunikasi seorang anak dengan anak yang lain, orangtuanya dan orangorang lain disekitarnya. Selain sebab kemiskinan bahasa anak tunarungu, yang mengakibatkan kedangkalan emosinya, juga sikap masyarakat dan kegagalankegagalan dalam banyak hal mengakibatkan emosi anak tunarungu menjadi tidak stabil; 4. Perkembangan kepribadian anak tunarungu, perkembangan kepribadian terjadi dalam pergaulan, atau perluasan pengalaman pada umumnya dan diarahkan oleh faktor-faktor anak sendiri. Pertemuan antara faktor-faktor dalam diri anak tunarungu, yaitu ketidakmampuan menerima rangsang pendengaran, kemiskinan berbahasa, ketidaktetapan emosi, dan keterbatasan intelegensi, dihubungkan dengan sikap lingkungan terhadapnya menghambat perkembangan pribadinya Spiritual Manusia secara terus menerus menghadapi berbagai perubahan lingkungan yang selalu berusaha menyesuaikan diri agar tercapai keseimbangan dan interaksi

20 dengan lingkungan serta menciptakan hubungan antara manusia secara serasi. Manusia sebagai manusia yang holistik merupakan pendekatan yang bersifat menyeluruh terhadap individu dalam kontak biopsikososial, spiritual dan kultural dimana sebagai mahluk hidup dengan dasar spiritual, manusia memiliki keyakinan dan kepercayaan serta menyembah Tuhan atau sembahyang (Christina dkk, 2003). Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Kata spiritual sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Untuk memahami pengertian spiritual dapat dilihat dari berbagai sumber. Berdasarkan etimologinya, spiritual berarti sesuatu yang mendasar, penting, dan mampu menggerakkan serta memimpin cara berpikir dan bertingkah laku seseorang. Anak merupakan tahap perkembangan kepercayaan berdasarkan pengalaman, perilaku didapatkan berdasarkan pengalaman. Perilaku yang didapat antara lain adanya pengalaman dari interaksi dengan orang lain keyakinan dan kepercayaan yang dianut. Pada saat ini, anak/remaja belum mempunyai pemahaman salah atau benar. Kepercayaan atau keyakinan yang ada pada masa ini mungkin hanya mengikuti ritual atau meniru orang lain. Pada masa ini mereka biasanya sudah mulai bertanya tentang pencipta, arti doa, dan mencari jawaban tentang kegiatan keagamaan. Peran orangtua sangat menentukan dalam perkembangan spiritual mereka. Hal terpenting bukan apa yang diajarkan orangtua pada anak tentang Tuhan, tetapi apa yang mereka pelajari mengenai Tuhan, kehidupan, diri sendiri dari perilaku mereka (Sulistiyanto dkk, 2013). Upt pelayanan sosial tuna rungu wicara dan lansia pematang siantar memberikan bimbingan agama kepada warga binaan tuna rungu wicara melalui bimbingan agama yang diadakan yaitu bimbingan agama kristen dan katolik, islam.

21 Selain itu banyak kegiatan yang dilakukan untuk meningkat spritualitas warga binaan seperti perayaan hari besar agama dan kegiatan rutin agama masing-masing. 2.4 Efektivitas Program Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara Efektivitas Efektivitas diartikan sebagai sesuatu yang ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya), dapat membawa hasil, berhasil guna (tindakan) serta dapat pula berarti mulai berlaku (tentang undang-undang/peraturan) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993). Selanjutnya bahasa inggris, kata efektif yaitu effective yang berarti berhasil, atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan Efektivitas pada dasarnya mengacu pada sebuah keberhasilan atau pencapaian tujuan. Efektivitas merupakan salah satu dimensi dari produktivitas, yaitu mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang maksimal, yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Efektivitas menurut Hidayat (2006) yang menjelaskan bahwa : Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya ( ). Dilihat dari perspektif efektivitas organisasi, Gaertner dan Ramnarayan mengatakan, efektivitas dalam suatu organisasi bukan suatu benda, atau suatu tujuan, atau suatu karakteristik dari output atau perilaku organisasi, tetapi cukup suatu pernyataan dari relasi-relasi di dalam dan di antara jumlah yang relevan dari

22 organisasi tersebut. Suatu organisasi yang efektif adalah yang dapat membuat laporan tentang dirinya dan aktivitas-aktivitasnya menurut cara-cara dalam mana jumlah-jumlah tersebut dapat diterima. Pandangan efektivitas sebagai suatu proses ini mencerminkan aspek politik ketimbang aspek ekonomi atas bidang produktivitas. Gerakan produktivitas tidak begitu disebabkan oleh dorongan ekonomi. Menjadi produktif adalah menjadi tanggap secara politik (Gomes, 2003). Unsur yang penting dalam konsep efektivitas adalah yang utama adalah pencapaian tujuan yang sesuai dengan apa yang telah disepakati secara maksimal, tujuan merupakan harapan yang dicita-citakan atau suatu kondisi tertentu yang ingin dicapai oleh serangkaian proses. Diketahui bahwa efektivitas merupakan suatu konsep yang sangat penting karena mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sasarannya atau dapat dikatakan bahwa efektivitas merupakan tingkat ketercapaian tujuan dari aktivasiaktivasi yang telah dilaksanakan dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada beberapa literatur ilmiah mengemukakan bahwa efektivitas merupakan pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya. Efektivitas juga bisa diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Sebagai contoh jika sebuah tugas dapat selesai dengan pemilihan cara-cara yang sudah ditentukan, maka cara tersebut adalah benar atau efektif Efektivitas Program Pelayanan Sosial Tuna Wicara Usaha Kesejahteraan Sosial mengacu pada program, pelayanan dan berbagai kegiatan yang secara kongkret (nyata) berusaha menjawab kebutuhan ataupun

23 masalah yang dihadapi anggota masyarakat. Usaha kesejahteraan sosial itu sendiri dapat diarahkan pada individu, keluarga, kelompok ataupun komunitas. Berdasarkan hal di atas dapat dirasakan bahwa kesejahteraan sosial tidaklah bermakna bila tidak diterapkan dalam bentuk usaha kesejahteraan sosial yang nyata yang menyangkut kesejahteraan warga masyarakat. Oleh karena itu dua terminologi ini sulit untuk dipisahkan satu dengan lainnya (inseparable) dan seringkali digunakan secara tukarmenukar (interchangeably). Dari terminologi tersebut terlihat bahwa usaha kesejahteraan sosial seharusnya merupakan upaya yang konkret (nyata) baik ia bersifat langsung (direct services) ataupun tidak langsung (indirect services), sehingga apa yang dilakukan dapat dirasakan sebagai upaya yang benar-benar ditujukan untuk menangani masalah ataupun kebutuhan yang dihadapi warga masyarakat, dan bukan sekedar program, pelayanan ataupun kegiatan yang lebih dititikberatkan pada upaya menghidupi organisasinya sendiri ataupun menjadikan sebagai panggung untuk sekedar mengekspresikan penampilan diri person dalam suatu lembaga (Adi, 1994). Efektivitas pelayanan sosial tuna rungu wicara adalah sejauh mana pencapaian pelayanan yang sudah ditetapkan berdasarkan makna dari pelayanan sosial itu sendiri, sehingga apa yang dilakukan dapat dirasakan sebagai upaya yang benar-benar ditujukan untuk menangani masalah kebutuhan biospsikososial spritual bagi perkembangan remaja tuna rungu wicara. 2.5 Kerangka Pemikiran Remaja dengan kecacatan rungu wicara merupakan realitas sosial yang tidak terelakkan keberadaannya di masyarakat. Pada dasarnya remaja tuna rungu wicara memiliki hak yang sama dengan semua remaja yang lainnya. Remaja tuna rungu

24 wicara berhak atas kesejahteraan, perawatan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarga maupun di dalam asuhan tumbuh kembang dengan baik. Keterbatasan yang dimiliki karena ketunarunguan menyebabkan kesulitan berkomunikasi. Keberadaan remaja tuna rungu wicara di dalam masyarakat menjadi kelompok yang direndahkan sehingga menyebabkan masalah yang kompleks bagi perkembangan remaja tuna rungu wicara baik masalah biologi, psikologi, sosial dan spiritual. Masalah biologi yang dialami oleh remaja tuna rungu wicara di dalam masyarakat disebabkan kurangnya pertahatian dari orang-orang di sekitarnya sehingga kebutuhan fisiknya jarang dipenuhi, kesehatannya sering diabaikan. Akibatnya mereka mengalami kesenjangan dalam pertumbuhan biologi. Masalah lainnya yang dialami yaitu masalah psikososial, mental dan sosial remaja tuna rungu wicara dalam masyarakat cenderung mengalami krisis. Hal ini disebabkan oleh tekanan sosial, stigma sosial yang dihadapi oleh remaja tuna rungu akibat keterbatasan yang dimiliki, sehingga dalam lingkungan sosial remaja tuna rungu wicara cenderung bersifat egosentris yang hanya berfokus pada diri sendiri, selalu menyendiri dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Begitu juga dengan masalah perkembangan spiritual remaja tuna rungu wicara yang mengalami kesenjangan akibat keterbatasan dalam memahami nilai-nilai agama sehingga kurang memiliki motivasi diri yang baik. Berdasarkan masalah yang dialami oleh remaja tuna rungu wicara tersebut maka Upt pelayanan sosial tuna rungu wicara dan lansia pematang siantar berdiri memberikan penanganan pelayanan sosial terhadap masalah tuna rungu wicara dan lansia. Sistem pelayanan dan rehabilitasi sosial yang dilakukan oleh upt pelayanan sosial tuna rungu wicara dan lansia pematang siantar adalah suatu bentuk perwujudan

25 dari tanggungjawab dan kewajiban pemerintah. UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia memberikan pelayanan sosial kepada remaja tuna rungu wicara berupa bimbingan biologis, bimbingan psikologi (mental), bimbingan sosial, bimbingan spiritual. Bimbingan biologis meliputi sandang, papan, kesehatan, obatobatan, bimbingan psikologi dan sosial meliputi bimbingan mental dengan psikolog dan bimbingan sosial terhadap warga binaan tuna rungu wicara sedangkan bimbingan spritual meliputi kegiatan bimbingan agama, perayaan hari besar agama, serta rutinitas kegiatan agama sesuai dengan kepercayaan warga binaan tuna rungu wicara. Pelayanan sosial ini diberikan kepada warna binaan dengan kriteria sasaran yang telah ditetapkan oleh upt pelayanan sosial tuna rungu wicara dan lansia pematang siantar meliputi kriteria usia dalam batas tahun, sehat dan tidak memiliki penyakit menular, dalam keadaan belum menikah, selama menjadi warga binaan bersedia untuk diasramakan, membawa surat pengantar dari pemerintah setempat. Pelayanan sosial yang diberikan kepada remaja tuna rungu ditujukan untuk meningkatkan perkembangan aspek biopsikososial spiritual sehingga meningkatkan keberfungsian sosial dan kemandirian remaja tuna rungu wicara. Dalam pelaksanaan pelayanan sosial dalam menunjang perkembangan biopsikososial dan spritual tuna rungu wicara perlu dipantau untuk memastikan program biopsikososial menunjang perkembangan remaja tuna rungu wicara sehingga memiliki perubahan yang lebih baik dalam aspek biologi, psikologi, sosial serta spritual.

26 Gambar 2.5 BAGAN ALIR PEMIKIRAN UPT PELAYANAN SOSIAL TUNA RUNGU WICARA DAN LANSIA PROGRAM BIOPSIKOSOSIAL SPIRITUAL Biologi/Bimbingan fisik Sandang, Papan Kesehatan, Obat Olahraga Psikososial Bimbingan mental Bimbingan sosial Spiritual/Bimbingan keagamaan REMAJA TUNA RUNGU WICARA a. Usia tahun b. Tidak cacat ganda dan memilki penyakit menular c. Belum menikah d. Bersedia diasramakan e. Membawa surat pengantar Efektifitas pelaksanaan program 1. Pemahaman program : pengetahuan tentang sosialisasi, tujuan, dan metode pelayanan sosial 2. Ketepatan sasaran : remaja tuna rungu wicara < 18 tahun 3. Tepat Waktu : ketepatan jadwal frekuensi pemberian pelayanan sosial, ketepatan jadwal mendapat bantuan pelayanan. 4. Tercapainya tujuan : remaja tuna rungu wicara mendapatkan perlindungan dan kebutuhan secara fisik, memperoleh bimbingan psikologi dari psikolog secara rutin melalui konseling, bimbingan sosial, memiliki motivasi dan nilai-nilai agama yang mendukung sikap hidup. 5. Adanya perubahan nyata, meliputi: memiliki kesehatan yang baik,memiliki tempat tinggal,terpenuhi kebetuhan olahraga 2.6 Defenisi semakin Konsep baik, kebutuhan dan Defenisi kesehatan Operasional dan kebersihan semakin baik,rasa percaya diri meningkat, memiliki hubungan yang harmonis, mendapatkan kasih sayang,memiliki prestasi, pengetahuan meningkat, pengetahuan agama semakin baik,memiliki kedekatan dengan tuhan, intensitas beribadah

27 2.6.1 Defenisi Konsep Defenisi konsep adalah batasan arti dan gambaran hubungan dari antara unsur-unsur yang ada di dalamnya (Siagian, 2011). Konsep penelitian bertujuan untuk merumuskan istilah dan mendefenisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasarkan agar tercipta suatu persamaan persepsi dan tidak muncul salah pengertian pemakaian istilah yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. Untuk memperjelas penelitian ini, maka peneliti membatasi konsep-konsep yang digunakan sebagai berikut : 1. Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (seperti reaksi, belajar, perilaku dan hasil organisasi ) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Dengan demikian, suatu usaha atau kegiatan dikatakan efektif apabila tujuan atau sasaran dapat dicapai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya dan dapat memberikan manfaat yang nyata sesuai dengan kebutuhan. 2. Penyandang cacat tuna rungu wicara adalah seseorang yang mempunyai kelainan pada alat pendengaran dan bicara sehingga tidak dapat melakukan fungsinya secara wajar. 3. Pelayanan Sosial disebut juga pelayanan kesejahteraan sosial mencakup program pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak terlantar, keluarga miskin, cacat, tuna sosial dan sebagainya. 4. Program biopsikososial spiritual adalah suatu program ataupun proyek yang berhubungan dengan kondisi fisik, mental sosial dan spiritual yang

28 dirancang untuk meningkatkan perkembangan, keberfungsian sosial dan kemandirian remaja tuna rungu wicara. 5. UPT Tuna Rungu Wicara dan Lansia adalah lembaga yang memberikan pelayanan sosial berupa bimbingan sosial, fisik, psikososial dan pendidikan keterampilan bagi remaja tunarungu wicara. Dengan demikian kita ambil definisi konsep secara keselurahan yang dimaksud dengan efektivitas program pelayanan sosial bagi perkembangan biopsikososial spiritual remaja tuna rungu wicara di UPT tuna rungu wicara dan lansia adalah tercapainya tujuan dari seluruh program yang dilakukan oleh UPT terhadap perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual Defenisi operasional Defenisi operasional adalah proses operasionalisasi konsep yaitu upaya transformasi konsep ke dunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat diobservasi (Siagian, 2011). Dengan defenisi operasional dapat diketahui indikatorindikator apa saja yang akan diukur dan dianalisa dalam variabel yang ada. 1. Pemahaman program, meliputi: a. Sosialisasi program pelayanan sosial yang diberikan kepada remaja tuna rungu wicara b. Pemahaman setelah sosialisasi program pelayanan sosial remaja tuna rungu wicara c. Pengetahuan tentang tujuan program pelayanan sosial remaja tuna rungu wicara d. Pengetahuan tentang metode program pelayanan remaja tuna rungu wicara

29 2. Ketepatan sasaran, meliputi: a. Remaja tuna rungu wicara tahun. b. Tidak memiliki cacat ganda dan penyakit menular. c. Belum menikah. d. Bersediakan diasramakan. e. Membawa surat pengantar dari pemerintah setempat. 3. Tepat waktu, meliputi: a. Ketepatan waktu frekuensi pemberian pelayanan sosial. Bimbingan Fisik (Biologis) Bimbingan Psikososial Bimbingan Agama (Spritual) 4. Tercapainya tujuan, meliputi: a. Remaja tuna rungu wicara mendapatkan perlindungan dan kebutuhan secara fisik yang mendukung tumbuh kembang kesehatan yang baik seperti kebutuhan sandang, pangan, papan. b. Remaja tuna rungu wicara memperoleh bimbingan psikologi dari psikolog secara rutin melalui konseling untuk meningkatkan kepercayaan diri, sikap mental, serta terkait masalah yang dihadapi remaja tuna rungu wicara. c. Remaja tuna rungu wicara mampu bersosialisasi dilingkungan panti, mengenal sistem kekeluargaan. d. Remaja tuna rungu wicara memiliki motivasi dan nilai-nilai agama yang mendukung sikap hidup. 5. Adanya perubahan nyata, meliputi: peningkatan kebutuhan biologis seperti makanan, obat-obatan, tempat tinggal, olahraga, kesehatan serta kebersihan.

30 Peningkatan mental dan sosial yang lebih baik seperti rasa percaya diri semakin optimal, hubungan sosial dengan orang sekitar harmonis, terpenuhinya rasa kasih sayang, memiliki prestrasi, meningkatnya pengetahuan dasar dan keterampilan. Peningkatan spritual meliputi pengetahuan agama,rutinitas melakukan solat dan berdoa, intensitas ke rumah ibadah.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan kemampuan bicara (Somantri, 2006). selayaknya remaja normal lainnya (Sastrawinata dkk, 1977).

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan kemampuan bicara (Somantri, 2006). selayaknya remaja normal lainnya (Sastrawinata dkk, 1977). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuna rungu wicara adalah kondisi realitas sosial yang tidak terelakan didalam masyarakat. Penyandang kecacatan ini tidak mampu berkomunikasi dengan baik selayaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak. Kehilangan pendengaran yang ringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah lingkungan pertama yang dimiliki seorang anak untuk mendapatkan pengasuhan,

BAB I PENDAHULUAN. adalah lingkungan pertama yang dimiliki seorang anak untuk mendapatkan pengasuhan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan seorang anak dimulai ditengah lingkungan keluarga, lingkungan keluarga adalah lingkungan pertama yang dimiliki seorang anak untuk mendapatkan pengasuhan,

Lebih terperinci

OLEH : DINAS SOSIAL DIY

OLEH : DINAS SOSIAL DIY OLEH : DINAS SOSIAL DIY DATA LKS YANG ADA DI DIY A. LKS yang ada di DIY s/d Tahun 2015 berjumlah : 370 LKS. B. LKS yang memberikan layanan pada bayi terlantar di DIY sejumlah : 4 LKS. C. LKS tersebut terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan Hawa sebagai pendamping bagi Adam. Artinya, manusia saling

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan Hawa sebagai pendamping bagi Adam. Artinya, manusia saling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak awal adanya kehidupan manusia, kodrati manusia sebagai makhluk sosial telah ada secara bersamaan. Hal ini tersirat secara tidak langsung ketika Tuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu fase dalam perkembangan individu adalah masa remaja. Remaja yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak ke

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat saja terganggu, sebagai akibat dari gangguan dalam pendengaran dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat saja terganggu, sebagai akibat dari gangguan dalam pendengaran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang paling menarik untuk dipelajari, karena banyak sekali masalah yang dihadapi. Seiring dengan perkembangan jaman dan peradaban,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia berharap dilahirkan dalam keadaan yang normal dan sempurna, akan tetapi tidak semua manusia mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Pendahuluan Setiap anak memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda-beda. Proses utama perkembangan anak merupakan hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. 1

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa lanjut usia (lansia) merupakan masa paling akhir dari siklus kehidupan manusia. Lansia bukanlah suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan dipelihara karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan dengan kesempurnaan yang berbeda. Kesempurnaan tidak hanya dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki. Umumnya seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lansia. Semua individu mengikuti pola perkemban gan dengan pasti. Setiap masa

BAB I PENDAHULUAN. lansia. Semua individu mengikuti pola perkemban gan dengan pasti. Setiap masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu atau Manusia dalam hidupnya mengalami perkembangan dalam serangkaian periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lansia. Semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi seseorang telah menjadi kebutuhan pokok dan hak-hak dasar baginya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi seseorang telah menjadi kebutuhan pokok dan hak-hak dasar baginya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi seseorang telah menjadi kebutuhan pokok dan hak-hak dasar baginya selaku warga negara, mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER

Bab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER Bab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER I.1. Latar Belakang Anak-anak adalah anugerah dan titipan Tuhan Yang Maha Esa yang paling berharga. Anak yang sehat jasmani rohani merupakan idaman setiap keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang eksis hampir di semua masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang eksis hampir di semua masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Anak terlantar merupakan salah satu penyandang masalah kesejahteraan sosial yang eksis hampir di semua masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepribadian seorang anak merupakan gabungan dari fungsi secara nyata maupun fungsi potensial pola organisme yang ditentukan oleh faktor keturunan dan penguatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang satu akan memberikan pengaruh pada tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. yang satu akan memberikan pengaruh pada tahap perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pada dasarnya dialami oleh semua makhluk hidup. Tahapan perkembangan pada manusia dimulai pada saat manusia berada di dalam kandungan (prenatal) hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan kebutuhan yang berbeda-beda. Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut manusia memerlukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Thesis Diajukan kepada Program Studi Magister Sains Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai mahkluk sosial selalu berhubungan dengan orang lain karena pada dasarnya manusia tercipta sebagai mahluk sosial,

Lebih terperinci

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS Diajukan Kepada Program Studi Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai perubahan besar, diantaranya perubahan fisik, kognitif, dan psikososial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.744, 2017 KEMENSOS. Standar Rehabilitasi Sosial. Pencabutan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diulang kembali. Hal-hal yang terjadi di masa awal perkembangan individu akan

BAB I PENDAHULUAN. diulang kembali. Hal-hal yang terjadi di masa awal perkembangan individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan melalui serangkaian periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lanjut usia. Semua individu pasti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian Menurut UU No.10 tahun 1992 keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dan anaknya atau ayah dan

Lebih terperinci

Panti Asuhan Anak Terlantar di Solo BAB I PENDAHULUAN

Panti Asuhan Anak Terlantar di Solo BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang eksistensi proyek Bangsa Indonesia yang mempunyai tujuan untuk menyejahterakan rakyatnya seperti yang tercantum dalam UUD 1945, disebutkan bahwa Dan perjuangan pergerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR LEMBAGA PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. norma yang mengatur kehidupannya menuju tujuan yang dicita-citakan bersama

BAB I PENDAHULUAN. norma yang mengatur kehidupannya menuju tujuan yang dicita-citakan bersama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Masyarakat adalah sekelompok manusia yang bertempat tinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang memberikan pengaruh sangat besar bagi tumbuh kembangnya anak. Dengan kata lain, secara ideal perkembangan anak akan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan saat seseorang mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat dalam kehidupannya. Perkembangan dan pertumbuhan pada anak usia

Lebih terperinci

PELAYANAN REHABILITASI SOSIAL PSIKOTIK DI PANTI SOSIAL BINA LARAS HARAPAN SENTOSA 3 CEGER

PELAYANAN REHABILITASI SOSIAL PSIKOTIK DI PANTI SOSIAL BINA LARAS HARAPAN SENTOSA 3 CEGER PELAYANAN REHABILITASI SOSIAL PSIKOTIK DI PANTI SOSIAL BINA LARAS HARAPAN SENTOSA 3 CEGER Jl. Budi Murni III No. 66 Rt. 008/04 Ceger Cipayung Jakarta Timur Telp. 8445016 Fax. 8445016 TUGAS POKOK O DAN

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-H

2017, No Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-H No.790, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. Standar Habilitasi dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.43, 2015 KEMENSOS. Rehabilitasi Sosial. Profesi. Pekerjaan Sosial. Standar. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Anak yang dilahirkan secara sehat baik dalam hal fisik dan psikis

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Anak yang dilahirkan secara sehat baik dalam hal fisik dan psikis 14 BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Anak yang dilahirkan secara sehat baik dalam hal fisik dan psikis merupakan harapan bagi semua orangtua yang sudah menantikan kehadiran anak dalam kehidupan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara fisik. Anak Berkebutuhan Khusus dibagi ke dalam dua kelompok yaitu

BAB I PENDAHULUAN. secara fisik. Anak Berkebutuhan Khusus dibagi ke dalam dua kelompok yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan secara fisik. Anak Berkebutuhan Khusus dibagi ke dalam dua kelompok yaitu anak yang bermasalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi

Lebih terperinci

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Melalui komunikasi individu akan merasakan kepuasan, kesenangan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Hospitalisasi

BAB I PENDAHULUAN. perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Hospitalisasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hospitalisasi merupakan proses karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan ini tidak ada sesuatu yang sempurna. Ada sebuah. ungkapan yang mengatakan bahwa manusia tidak ada yang sempurna dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan ini tidak ada sesuatu yang sempurna. Ada sebuah. ungkapan yang mengatakan bahwa manusia tidak ada yang sempurna dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini tidak ada sesuatu yang sempurna. Ada sebuah ungkapan yang mengatakan bahwa manusia tidak ada yang sempurna dan kesempurnaan hanya dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap individu pasti mengalami kesulitan karena individu tidak akan terlepas dari berbagai kesulitan dalam kehidupannya. Kesulitan dapat terjadi pada

Lebih terperinci

GAMBARAN KONSEP DIRI ORANG TUA DENGAN ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB NEGERI WIRADESA KABUPATEN PEKALONGAN

GAMBARAN KONSEP DIRI ORANG TUA DENGAN ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB NEGERI WIRADESA KABUPATEN PEKALONGAN GAMBARAN KONSEP DIRI ORANG TUA DENGAN ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB NEGERI WIRADESA KABUPATEN PEKALONGAN Oleh : Adi Widiyanto dan Aulia Muhammad Afif Abstrak Masalah retardasi mental terkait dengan semua

Lebih terperinci

TAHAPAN PERKEMBANGAN MANUSIA

TAHAPAN PERKEMBANGAN MANUSIA TAHAPAN PERKEMBANGAN MANUSIA 1 Tahapan Perkembangan Manusia (Hurlock) Periode prenatal Periode Infancy : 0 akhir pekan 2 Periode Bayi : akhir pekan kedua 2 tahun Periode Awal Masa Kanak-kanak : 2-6 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia memerlukan gerak dalam kehidupannya sebagai pertanda kehidupan, bergerak dalam hal kegiatan sehari-hari merupakan serangkaian aktivitas jasmani seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual yang utuh dan unik, artinya yang merupakan satu kesatuan yang utuh dari aspek

Lebih terperinci

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA TUNARUNGU (Studi Kasus di SMK Negeri 30 Jakarta)

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA TUNARUNGU (Studi Kasus di SMK Negeri 30 Jakarta) 58 Penyesuaian Sosial Siswa Tunarungu PENYESUAIAN SOSIAL SISWA TUNARUNGU (Studi Kasus di SMK Negeri 30 Jakarta) Karina Ulfa Zetira 1 Dra. Atiek Sismiati Subagyo 2 Dr. Dede Rahmat Hidayat, M.Psi 3 Abstrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik itu pelayanan di rumah sakit, sekolah, rumah ibadah, bahkan di tempattempat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik itu pelayanan di rumah sakit, sekolah, rumah ibadah, bahkan di tempattempat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelayanan Sosial 2.1.1 Pengertian Pelayanan Sosial Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar yang disebut pelayanan, baik itu pelayanan di rumah sakit, sekolah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan orang lain. Kehidupan manusia mempunyai fase yang panjang, yang di dalamnya selalu mengalami

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR LEMBAGA PENYELENGGARA REHABILITASI SOSIAL TUNA SOSIAL

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR LEMBAGA PENYELENGGARA REHABILITASI SOSIAL TUNA SOSIAL PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR LEMBAGA PENYELENGGARA REHABILITASI SOSIAL TUNA SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara fisik maupun psikologis. Sementara anak cenderung di dominasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. secara fisik maupun psikologis. Sementara anak cenderung di dominasi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan individu yang berbeda dengan orang dewasa, baik secara fisik maupun psikologis. Sementara anak cenderung di dominasi oleh pola pikir yang bersifat

Lebih terperinci

LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN PERKEMBANGAN DAN PROSES PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN PERKEMBANGAN DAN PROSES PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN PERKEMBANGAN DAN PROSES PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (Suatu Observasi Lapangan di SDLB Desa Labui, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh) Oleh: Qathrinnida, S.Pd Suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak yang Spesial ini disebut juga sebagai Anak Berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak yang Spesial ini disebut juga sebagai Anak Berkebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya tumbuh sempurna, sehat, tanpa kekurangan apapun. Akan tetapi, terkadang ada hal yang mengakibatkan anak tidak berkembang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Operasi adalah tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan, sampai saat ini sebagian besar orang menganggap bahwa semua pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

PELAYANAN SOSIAL TERHADAP BALITA TERLANTAR DI UPT PELAYANAN SOSIAL ASUHAN BALITA SIDOARJO DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TIMUR

PELAYANAN SOSIAL TERHADAP BALITA TERLANTAR DI UPT PELAYANAN SOSIAL ASUHAN BALITA SIDOARJO DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TIMUR PELAYANAN SOSIAL TERHADAP BALITA TERLANTAR DI UPT PELAYANAN SOSIAL ASUHAN BALITA SIDOARJO DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TIMUR SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TBC, AIDS, leukemia, dan sebagainya (Fitria, 2010). ketakutan, ansietas, kesedihan yang menyeluruh (Potter & Perry, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. TBC, AIDS, leukemia, dan sebagainya (Fitria, 2010). ketakutan, ansietas, kesedihan yang menyeluruh (Potter & Perry, 2005). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Munculnya berbagai macam penyakit yang mengancam jiwa menjadi tantangan dunia, termasuk Indonesia. Hal ini ditandai dengan fenomena temuan terjadinya peningkatan penyakit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi salah satu ruang penting penunjang terjadinya interaksi sosial

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi salah satu ruang penting penunjang terjadinya interaksi sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai individu yang berinteraksi dengan individu lain tentu memerlukan ruang, khususnya dalam menjalin relasi sosial, dan lingkungan masyarakat menjadi

Lebih terperinci

PANDUAN MENGATASI HAMBATAN DALAM POPULASI PASIEN

PANDUAN MENGATASI HAMBATAN DALAM POPULASI PASIEN PANDUAN MENGATASI HAMBATAN DALAM POPULASI PASIEN I Pendahuluan Rumah sakit sering kali harus melayani komunitas dengan berbagai keragaman. Ada pasien-pasien yang mungkin telah berumur, atau menderita cacat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asasi manusia. Perlakuan khusus tersebut dipandang sebagai upaya maksimalisasi

BAB I PENDAHULUAN. asasi manusia. Perlakuan khusus tersebut dipandang sebagai upaya maksimalisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indonesia, sudah sepantasnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Ensiklopedia Umum (1977 : 129), disebutkan bahwa efektivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Ensiklopedia Umum (1977 : 129), disebutkan bahwa efektivitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Efektivitas Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan. Menurut Barnard, bahwa efektivitas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

Erikson berpendapat bahwa perkembangan manusia melalui tahap tahap. psikososial dan tahap tahap perkembangan tersebut terus berlanjut sampai

Erikson berpendapat bahwa perkembangan manusia melalui tahap tahap. psikososial dan tahap tahap perkembangan tersebut terus berlanjut sampai Teori Psikososial, Erik Erikson ( 1902-1994 ) Erikson berpendapat bahwa perkembangan manusia melalui tahap tahap psikososial dan tahap tahap perkembangan tersebut terus berlanjut sampai manusia tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis moneter yang berkepanjangan di negara kita telah banyak menyebabkan orang tua dan keluarga mengalami keterpurukan ekonomi akibat pemutusan hubungan kerja atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Anak tuna rungu

BAB I PENDAHULUAN. tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Anak tuna rungu 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Tunarungu diambil dari kata Tuna dan Rungu. Tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang atau anak dikatakan tuna rungu apabila ia tidak mampu mendengar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan aset dan generasi penerus bagi keluarga, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan aset dan generasi penerus bagi keluarga, masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset dan generasi penerus bagi keluarga, masyarakat maupun suatu bangsa. Bagaimana kondisi anak pada saat ini, sangat menentukan kondisi keluarga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap orang dilahirkan berbeda dimana tidak ada manusia yang benar-benar sama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap orang dilahirkan berbeda dimana tidak ada manusia yang benar-benar sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang dilahirkan berbeda dimana tidak ada manusia yang benar-benar sama meskipun mereka kembar. Hal tersebut dapat terjadi pada kondisi fisik dan non fisik yang

Lebih terperinci

2015 POLA ASUH PANTI ASUHAN AL-FIEN DALAM PENANAMAN KEMANDIRIAN ANAK

2015 POLA ASUH PANTI ASUHAN AL-FIEN DALAM PENANAMAN KEMANDIRIAN ANAK BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pola asuh pada dasarnya merupakan suatu cara yang digunakan oleh orang dewasa kepada seorang anak dalam upaya mendidik anak tumbuh dan dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesuksesan, karena dengan kepercayaan diri yang baik seseorang akan mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesuksesan, karena dengan kepercayaan diri yang baik seseorang akan mampu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri memegang peranan yang sangat penting dalam meraih kesuksesan, karena dengan kepercayaan diri yang baik seseorang akan mampu mengaktualisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupaya untuk menghambat kejadiannya. Ada tiga aspek yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupaya untuk menghambat kejadiannya. Ada tiga aspek yang perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun, namun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, yaitu suatu periode yang berada dalam dua situasi antara kegoncangan, penderitaan, asmara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

2015, No Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pe

2015, No Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pe BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.928, 2015 KEMENSOS. Rehabilitasi Sosial Anak. Hukum. Pedoman. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN REHABILITASI SOSIAL ANAK

Lebih terperinci

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK Oleh Augustina K. Priyanto, S.Psi. Konsultan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus dan Orang Tua Anak Autistik Berbagai pendapat berkembang mengenai ide sekolah reguler bagi anak

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci