BAB IV ANALISIS MEKANISME PELELANGAN AGUNAN ATAS NON PERFORMING FINANCE DI BANK SYARIAH MANDIRI PEKALONGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS MEKANISME PELELANGAN AGUNAN ATAS NON PERFORMING FINANCE DI BANK SYARIAH MANDIRI PEKALONGAN"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS MEKANISME PELELANGAN AGUNAN ATAS NON PERFORMING FINANCE DI BANK SYARIAH MANDIRI PEKALONGAN A. Pengawasan Risiko Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah Mandiri Pekalongan Sudah menjadi maklum adanya bahwa bank syariah bukanlah sekedar lembaga keuangan yang bersifat sosial. Namun, bank syariah juga sebagai lembaga bisnis dalam rangka memperbaiki perekonomian umat. Sesuai dengan itu, maka dana yang dikumpulkan dari masyarakat harus disalurkan dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan. 1 Namun pada perjalanan selanjutnya, tidak selamanya semua pembiayaan yang dilakukan bank syariah dengan menggunakan modal dana yang berasal dari nasabah penabung berjalan sebagaimana yang diharapkan. Kegiatan penyaluran dana ke masyarakat dalam bentuk pembiayaan mengandung unsur risiko gagal atau macet. Risiko pembiayaan menurut BSM adalah kemungkinan kerugian yang dihadapi bank berkaitan dengan pemberian fasilitas pembiayaan kepada nasabah. Pembiayaan bermasalah atau Non Performing Finance akan berdampak terhadap tingkat kesehatan bank syariah dan menurunnya laba yang akan berdampak langsung terhadap tingkat bagi hasil yang diterima nasabah yang 1 Muhammad, Kebijakan Fiscal dan Moneter dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: Salemba Empat, 2002), hlm

2 68 menginvestasikan dananya di bank syariah. Adanya dampak langsung tersebut tidak lepas dari prinsip yang menjadi landasan pokok dalam operasional bank syariah, yaitu keterkaitan antara sektor moneter dengan sektor riil sehingga pendapatan yang diterima merupakan hasil riil dari keuntungan yang didapatkan. 2 Menurut Drs. Ismail, dampak kredit (pembiayaan) bermasalah adalah: a. Laba/Rugi bank menurun Penurunan laba tersebut diakibatkan adanya penurunan pendapatan bank. b. Biaya pencadangan penghapusan kredit (pembiayaan) meningkat Bank perlu membentuk pencadangan atas kredit (pembiayaan) bermasalah yang lebih besar. Biaya pencadangan penghapusan kredit (pembiayaan) akan berpengaruh pada penurunan keuntungan bank. 3 Secara garis besar, faktor yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah adalah: a. Faktor intern bank 1) Analisis kurang tepat, misalnya kredit yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan sehingga nasabah tidak mampu membayar angsuran yang melebihi kemampuan. 2) Adanya kolusi antara pejabat bank yang menangani kredit dan nasabah, sehingga bank memutuskan kredit yang tidak seharusnya diberikan. 2 Misbahul Munir, Implementasi Prudential Banking dalam Perbankan Syariah, (Malang: UIN Malang Press, 2009), hlm Ismail, Manajemen Perbankan : Dari Teori menuju Aplikasi, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm.125.

3 69 3) Campur tangan terlalu besar dari pihak terkait, misalnya komisaris, direktur bank sehingga petugas tidak independen dalam memutuskan kredit. 4) Kelemahan dalam melakukan pembinaan dan monitoring kredit debitur. b. Faktor ekstern bank 1) Unsur kesengajaan nasabah a) Nasabah tidak memiliki kemauan atau itikad untuk memenuhi kewajibannya. b) Nasabah menggunakan dana kredit tersebut tidak sesuai dengan tujuan penggunaan. Misalnya, kredit modal kerja tetapi digunakan untuk konsumsi. 4 Faktor ini yang sering disebut dengan wanprestasi (default) yaitu suatu keadaan ketika nasabah pembiayaan tidak dapat melaksanakan prestasinya atau kewajiban-kewajibannya karena kesalahan yang dilakukannya. 2) Unsur ketidaksengajaan a) Kemampuan keuangan nasabah menurun sehingga tidak dapat membayar angsuran. b) Perusahaan nasabah mengalami kerugian. c) Perubahan kebijakan dan peraturan pemerintah yang berdampak pada usaha debitur. 5 4 Ismail, Manajemen Perbankan : Dari Teori menuju Aplikasi, hlm Ismail, Manajemen Perbankan : Dari Teori menuju Aplikasi, hlm. 124.

4 70 Selain unsur-unsur diatas, ada pula unsur force majeur/overmacht, yaitu suatu keadaan ketika debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya dikarenakan oleh suatu kondisi yang tidak dapat diprediksi sebelumnya karena menyangkut hal-hal di luar kemampuan manusia seperti kebakaran, bencana alam, kericuhan dan lain sebagainya. Untuk mengantisipasi pembiayaan yang mungkin bermasalah, maka Bank Syariah Mandiri harus melakukan sejumlah pengawasan pembiayaan yang dimulai sejak pemberian pembiayaan hingga pembiayaan dilunasi nasabah. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi nasabah dan kualitas pembiayaan yang sebenarnya sehingga dapat ditentukan langkah-langkah pembinaan yang tepat kepada nasabah pembiayaan agar terhindar dari pembiayaan yang macet. 6 Adapun analisis pemberian pembiayaan yakni mengacu kepada SK Direksi Bank Indonesia 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995, yang menjelaskan tentang perlunya analisa pembiayaan yang memperhatikan asasasas pembiayaan yang sehat dilakukan, karena setiap pembiayaan yang diberikan oleh bank mengandung risiko. Faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank untuk mengurangi risiko tersebut adalah keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. 7 6 Wawancara dengan Ibu Hj. Sri Parwati Rahayu selaku Kepala Cabang Pembantu Batang yang pada periode sebelumya menjabat sebagai Marketing Manajer, tanggal 5 Mei 2012 pukul WIB. 7 Bank Syariah Mandiri, Petunjuk Pelaksanaan Pembiayaan, Dokumen XI, hlm. 45.

5 71 Ruang lingkup analisa pembiayaan di Bank Syariah Mandiri meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 8 1. Aspek hukum/legalitas a) Legalitas pemohon (subyek hukum pemohon/nasabah) b) Legalitas usaha pemohon c) Legalitas pengajuan permohonan pembiayan d) Legalitas obyek yang dimintakan pembiayaan e) Legalitas barang jaminan f) Kajian syariah (dilakukan oleh Marketing/Analysist Officer) g) Legalitas kontrak kerja dan/atau dokumen lain sebagai dasar permohonan pembiayaan. 2. Aspek manajemen/karakter a) Karakter/itikad baik nasabah, termasuk para pengurus untuk nasabah yang berbentuk badan usaha maupun yayasan b) Reputasi nasabah c) Profesionalisme para pengurus d) Kualitas organisasi 3. Aspek teknis dan produksi a) Kondisi sarana dan prasarana produksi b) Kapasitas produksi c) Pengalaman usaha/produksi d) Dukungan tenaga kerja dan lokasi usaha 8 Bank Syariah Mandiri, Petunjuk Pelaksanaan Pembiayaan, Dokumen XI, hlm

6 72 4. Aspek pemasaran a) Pangsa pasar b) Manajemen pasar c) Jaringan distribusi 5. Aspek keuangan a) Kondisi keuangan nasabah b) Kemampuan penyediaan dana sendiri (self-financing) c) Jumlah pembiayaan bank d) Jangka waktu pembiayaan e) Kolektibilitas pembiayaan yang sedang berjalan 6. Aspek agunan a) Nilai agunan b) Tingkat marketabilitas c) Pelaksanaan pengikatannya d) Nilai ekonomisnya dan asuransi 7. Aspek sosial dan lingkungan a) Keterkaitan dengan syariat Islam b) Kondisi masyarakat c) Keterkaitan dengan program pemerintah d) Manfaat sosial dan dampak lingkungan.

7 73 Unsur-unsur penting lain dalam analisis pembiayaan adalah mitigasi risiko dan penetapan persyaratan pembiayaan. a. Mitigasi risiko Langkah-langkah mitigasi dimaksudkan untuk mengamankan posisi bank terhadap risiko-risiko yang dapat merugikan bank. Langkah-langkah yang dapat dilakukan Analysist Officer adalah: 1. Analysist Officer harus dapat mengetahui sifat dan karakter dari usaha yang diusulkan untuk dibiayai. Selain itu harus dapat pula mengidentifikasi risiko-risiko geografis, politik, ketidakpastian (menimbulkan spekulasi), inflasi dan persaingan. 2. Analysist Officer mengidentifikasi segala risiko yang menyertai usulan pembiayaan yang meliputi aspek hukum, manajemen/karakter, teknis dan produksi, pemasaran/keuangan, jaminan serta sosial ekonomi. 3. Menentukan langkah-langkah mitigasi terhadap risiko-risiko yang telah teridentifikasi dan memastikan bahwa langkah-lagkah mitigasi yang diusulkan dapat diatasi (menekan risiko-risiko tersebut) 4. Apabila risiko-risiko tersebut tidak dapat ditemukan langkah-langkah mitigasinya sehingga dapat merugikan bank, maka usulan pembiayaan tersebut dapat ditolak. 9 b. Penetapan persyaratan pembiayaan Penetapan persyaratan pembiayaan merupakan tahap akhir dalam analisa pembiayaan. Pada tahap ini Analysist Officer menentukan 9 Bank Syariah Mandiri, Petunjuk Pelaksanaan Pembiayaan, Dokumen XI, hlm. 108.

8 74 persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi agar usulan pembiayan dapat disetujui oleh Komite Pembiayaan. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian pada tahap penetapan persyaratan pembiayaan adalah: 1. Menentukan jenis pembiayaan yang sesuai dengan jenis usaha pemohon/nasabah. 2. Menentukan besarnya maksimal pembiayaan yang dapat diberikan oleh bank (tidak harus sesuai dengan keinginan pemohon/nasabah). 3. Menyebutkan/menguraikan tujuan penggunaan dari usulan pembiayan tersebut. 4. Menyebutkan besarnya margin/nisbah dari usulan pembiayaaan tersebut. 5. Menyebutkan biaya-biaya yang terkait dalam pemberian fasilitas pembiayaan tersebut. 6. Menguraikan bagaimana cara pemohon atau nasabah mengembalikan atau melunasi pembiayaan tersebut. 7. Menyebutkan dan menguraikan mengenai jaminan terhadap rencana pembiayaan tersebut. 8. Menyebutkan dan menguraikan syarat-syarat penandatanganan akad pembiayaan. 9. Menyebutkan dan menguraikan syarat-syarat penarikan pembiayaan. 10. Menyebutkan dan menguraikan seluruh syarat-syarat lain yang terkait dengan pembiayaan tersebut. Syarat-syarat lain ini biasanya berupa

9 75 langkah-langkah mitigasi terhadap risiko-risiko yang menyertai fasilitas pembiayaan yang akan diberikan. 10 Pengawasan pembiayaan, yakni tindakan pengawasan/pengawalan dalam pengelolaan pembiayaan yang dimulai sejak pemberian pembiayan hingga pembiayaan dilunasi nasabah pun dilakukan BSM untuk mengetahui kondisi nasabah dan kualitas pembiayaan yang sebenarnya, sehngga dapat ditentukan langkah-langkah pembinaan yang tepat kepada para nasabah pembiayaan. Bagi nasabah yang usaha dan kualitas pembiayaannya rendah dapat segera diupayakan untuk ditingkatkan pembinaannya sehingga terhindar dari kemacetan atau segera dilakukan penagihan. Ruang lingkup pengawasan pembiayaan meliputi: 1. Memastikan bahwa setiap tahapan proses pemberian pembiayan telah dilaksanakan sesuai ketentuan. 2. Memastikan bahwa semua persyaratan pembiayaan telah dipenuhi nasabah. 3. Monitoring penguasaan dan pengamanan jaminan. 4. Monitoring pemenuhan persyaratan yang hingga saat pencairan pembiayaan belum dipenuhi nasabah. 5. Monitoring perkembangan usaha nasabah. 6. Monitoring dokumen-dokumen pembiayaan yang akan jatuh tempo, misalnya masa laku akad, asuransi, legalitas usaha dan sebagainya Bank Syariah Mandiri, Petunjuk Pelaksanaan Pembiayaan, Dokumen XI, hlm Bank Syariah Mandiri, Petunjuk Pelaksanaan Pembiayaan, Dokumen XII, hlm. 5.

10 76 Segala proses tersebut dilakukan BSM untuk menunjukkan komitmen yang besar dalam menjaga kelangsungan dan kesehatan segala bentuk pembiayaan. Karena pembiayaan merupakan salah satu kegiatan operasional utama pada BSM, sehingga BSM harus teliti dan berhati-hati untuk tidak melakukan kesalahan-kesalahan yang dapat membahayakan kelangsungan pembiayaan yang diberikan kepada nasabah. B. Analisis Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di BSM Bank harus melaksanakan analisis yang mendalam sebelum memutuskan untuk menyetujui ataupun menolak permohonan pembiayaan dari calon debitur. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi permasalahan atas pembiayaan yang telah disalurkan. Akan tetapi, meskipun bank telah melakukan analisis yang cermat, risiko pembiayaan bermasalah juga mungkin terjadi. Tidak ada satu pun bank syariah yang tidak memiliki pembiayaan bermasalah karena tidak mungkin dari semua pembiayaan yang disalurkan semuanya lancar. Upaya yang dilakukan BSM terhadap pembiayaan bermasalah dibedakan menjadi dua, yaitu: Nasabah yang masih mempunyai prospek atau itikad baik Untuk nasabah yang masih mempunyai prospek atau paling tidak itikad baik untuk memenuhi kewajibannya, maka BSM akan melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut: 12 Wawancara dengan Ibu Hj. Sri Parwati Rahayu selaku Kepala Cabang Pembantu Batang yang pada periode sebelumya menjabat sebagai Marketing Manajer, tanggal 5 Mei 2012 pukul WIB.

11 77 1. Penagihan Intensif Yaitu penyelamatan pembiayaan yang dilakukan melalui penagihan intensif kepada nasabah agar dapat memenuhi semua kewajibannya. Dalam melaksanakan penagihan tersebut, BSM melakukan pendekatan-pendekatan secara persuasif dengan harapan nasabah bersedia melakukan pelunasan yang diharapkan bank. Di samping itu, penagihan dilakukan melalui surat yang disampaikan langsung kepada nasabah serta melakukan pemeriksaan setempat (on the spot). 2. Penjadwalan Kembali (Rescheduling) Yaitu penyelamatan pembiayaan yang hanya menyangkut perubahan jadwal pembayaran pokok dan/atau tunggakan pembayaran margin dan/atau jangka waktu pembiayaan. Termasuk perubahan masa tenggang (grace periode) baik meliputi perubahan jumlah angsuran maupun jangka waktu pembiayaan. Dalam pola pelaksanaan rescheduling, sejumlah kebijakan yang diambil BSM diantaranya: 13 a. Besarnya angsuran dapat dipertimbangkan sesuai dengan kemampuan proyeksi cash flow nasabah. b. Biaya administrasi perpanjangan (rescheduling) dipungut sekaligus pada saat penandatanganan akad addendum pembiayaan. 13 Bank Syariah Mandiri, Petunjuk Pelaksanaan Pembiayaan, Dokumen XV, hlm. 14.

12 78 c. Bagi nasabah dengan kolektibilitas diragukan, apabila dalam 21 bulan sejak rescheduling tidak ada perbaikan sesuai dengan yang diharapkan, maka kolektibilitasnya diturunkan menjadi macet. d. Bagi nasabah dengan kolektibilitas macet, apabila dalam jangka waktu 18 bulan tidak ada perbaikan sesuai dengan yang diharapkan, maka penyelesaiannya diserahkan kepada TPK (Tim Penyelesaian Pembiayaan). e. Sebaliknya meskipun nasabah pada saat rescheduling dapat memenuhi kolektibilitas lancar, dalam jangka waktu 6 bulan sejak penandatanganan akad penyelamatan pembiayaan, kolektibilitas pembiayaan tersebut ditetapkan setinggi-tingginya kurang lancar. f. Setelah lewat jangka waktu 6 bulan dan diadakan penelitian secara seksama atas kinerja nasabah, kolektibilitasnya dapat dinaikkan menjadi lancar. 3. Persyaratan kembali (Reconditioning) Yaitu penyelamatan pembiayaan dengan cara merubah sebagian atau seluruh persyaratan pembiayaan yang tidak terbatas hanya pada perubahan jadwal pembiayaan, jangka waktu dan/atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum pembiayaan. Penyesuaian persyaratan pembiayaan dimaksud dapat meliputi: 14 a. Penjadwalan kembali angsuran pokok dan bagi hasil/margin. 14 Bank Syariah Mandiri, Petunjuk Pelaksanaan Pembiayaan, Dokumen XV, hlm. 15.

13 79 b. Penetapan margin, bagi hasil, biaya bank dan denda yang lebih rendah sepanjang keadaan usaha nasabah belum memungkinkan untuk pembayaran bagi hasil/margin. c. Peninjauan kembali besaran self financing yang harus dipenuhi. d. Perubahan persyaratan pembiayaan lainnya (termasuk penukaran agunan). 4. Penataan kembali (Restructuring) Adalah upaya yang dilakukan bank untuk menata kembali (merestrukturisasi) pembiayaannya agar nasabah dapat memenuhi kewajibannya. Sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 31/12/UPPB tanggal 12 November 1988, pengertian dari restrukurisasi pembiayan berdasarkan prinsip syariah adalah upaya bank agar nasabah dapat memenuhi kewajibannya kepada bank, antara lain: a. Penurunan tingkat bagi hasil/margin; b. Pengurangan tunggakan bagi hasil/margin; c. Pengurangan tunggakan pokok pembiayaan; d. Perpanjangan jangka waktu pembiayaan; e. Penambahan fasilitas pembiayaan; f. Pengambil-alihan asset nasabah sesuai ketentuan yang berlaku; g. Konversi pembiayaan menjadi penyertaan pada perusahaan nasabah Bank Syariah Mandiri, Petunjuk Pelaksanaan Pembiayaan, Dokumen XV, hlm. 18.

14 80 Tindakan restructuring ditempuh karena pembiayaan yang diberikan melebihi kemampuan nasabah (over financing) atau nasabah masih kekurangan dana (under financing), dengan syarat agunan yang dikuasai bank cukup untuk meng-cover dan memenuhi syarat yuridis. Dapat pula dilakukan tindakan penyelamatan dengan cara kombinasi, antara lain: 16 a. Rescheduling dan Restructuring Misalnya, bank memperpanjang jangka waktu pembiayaan dan menambah jumlah pembiayaan. Hal ini dilakukan karena bank melihat bahwa debitur dapat diselamatkan dengan memeberikan tambahan pembiayaan untuk menambah modal kerja, serta diberikan tambahan waktu agar total angsuran perbulan menurun, sehingga debitur mampu membayar angsuran. b. Rescheduling dan Reconditioning Bank memperpanjang waktu dan meringankan bagi hasil atau margin pembiayaan sehingga nasabah diharapkan dapat membayar kewajibannya. c. Restructuring dan Reconditioning Upaya penambahan pembiayaan diikuti dengan keringanan bagi hasil atau margin akan dapat mendorong pertumbuhan usaha nasabah. 16 Ismail, Manajemen Perbankan: Dari Teori Menuju Aplikasi, hlm

15 81 d. Rescheduling, Restructuring, dan Reconditioning Upaya gabungan ketiga cara tersebut merupakan upaya maksimal yang dilakukan bank misalnya jangka waktu diperpanjang, pembiayaan ditambah, dan bagi hasil atau margin dibebaskan. Upaya-upaya tersebut dilakukan BSM sepanjang nasabah masih bersikap kooperatif, dapat ditemui, dan bersedia untuk bermusyawarah tentang kelangsungan pembiayaan. Bank syariah harus menjalankan kegiatannya berdasarkan syariah. Dengan demikian, menurut hukum hubungan yang terjadi antara bank syariah pada satu pihak, dan para nasabah atau pihak-pihak lain yang menggunakan jasa bank tersebut, harus didasarkan pada syariah Islam. 17 Apabila pembiayaan itu masih dapat diharapkan akan berjalan baik kembali, maka bank dapat memberikan keringanan-keringanan. Dalam hal ini, Al-Qur an memberikan pedoman: 17 Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 213.

16 82 Artinya: Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (Q.S. Al- Baqarah: 280). 2. Nasabah yang tidak mempunyai prospek atau itikad baik Untuk nasabah yang sudah tidak mempunyai prospek maupun kemampuan untuk memenuhi kewajibannya, maka dilakukan tindakan pencairan agunan. Pencairan agunan ini juga diterapkan untuk nasabah yang tidak mempunyai itikad baik untuk memenuhi kewajibannya. Pencairan agunan merupakan penjualan barang-barang yang dijadikan agunan dalam rangka pelunasan utang. Pelaksanaan pencairan agunan (likuidasi) dilakukan terhadap kategori pembiayaan yang menurut bank benar-benar sudah tidak dapat dibantu untuk disehatkan kembali, atau usaha nasabah sudah tidak memiliki prospek untuk dikembangkan. Proses likuidasi dapat dengan: Menyerahkan penjualan agunan kepada debitor bersangkutan, harga minimumnya ditetapkan bank, dan pembayarannya tetap dikuasai bank. 2. Penjualan agunan dilakukan melalui lelang dan hasil penjualan diterima oleh bank untuk membayar pinjamannya. 18 Malayu, Dasar-dasar Perbankan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 116.

17 83 3. Agunan disita Pengadilan Negeri lalu dilelang untuk membayar utang debitor. 4. Agunan dibeli bank untuk dijadikan aset bank. Pencairan agunan yang digunakan untuk menyelesaikan pembiayaan bermasalah dapat dilakukan baik melalui cara penebusan agunan maupun dengan melelang barang agunan oleh pihak bank. 19 Adapun dalam masalah pelelangan barang agunan oleh bank, maka hal tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam pasal 6 butir Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1992 yang menyatakan bahwa usaha bank umum meliputi: Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya. C. Analisis Mekanisme Pelelangan Agunan atas NPF di BSM Pekalongan Pada prinsipnya pembiayaan macet merupakan salah satu masalah yang dihadapi dalam akad pembiayaan yang dapat menimbulkan konflik hukum. Tetapi pada umunya kedua belah pihak selalu berusaha untuk menyelesaikanya secara musyawarah menurut ajaran Islam. Namun apabila perselisihan tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, maka ditempuhlah jalur litigasi (pengadilan). 19 Bank Syariah Mandiri, Petunjuk Pelaksanaan Pembiayaan, Dokumen XV, hlm 38.

18 84 Jalur litigasi ditempuh apabila pembiayaan bermasalah tidak dapat diselesaikan dengan langkah rescheduling, reconditioning maupun restructuring. 20 Jalur litigasi adalah jalur terakhir dan melibatkan institusi atau lembaga yang mengikat jaminan pembiayaan dan apabila sengketa masih tidak menemukan solusi yang terbaik untuk kedua belah pihak, maka institusi pengadilan yang ditempuh. Dalam sebuah kontrak perjanjian yang telah disepakati dengan penandatanganan masing-masing pihak yang berjanji, memuat mengenai ketentuan yang membahas tentang jalur yang akan diambil apabila di tengahtengah kesepakatan salah satu pihak bercidera janji. Apabila jaminan yang disertakan nasabah pembiayaan telah diikat dengan jelas sesuai dengan hukum positif pada lembaga terkait, maka apabila dengan jalur nonlitigasi tidak berhasil maka dengan jalur litigasi bank menyelesaikan sengketa jaminan yang terjadi sesuai dengan kontrak perjanjian akad. 21 Dalam aplikasi yang diterapkan BSM, jalur litigasi yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa perbankan yang berkaitan dengan pembiayaan bermasalah adalah Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri dipilih karena sesuai dengan legalitas pengikatan jaminan yang dilakukan oleh kedua belah pihak sebelumnya Wawancara dengan Ibu Hj. Sri Parwati Rahayu selaku Kepala Cabang Pembantu Batang yang pada periode sebelumya menjabat sebagai Marketing Manajer, tanggal 5 Mei 2012 pukul WIB. 21 Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syari ah di Indonesia, (Jogjakarta: Gajah Mada University, 2007), hlm Wawancara dengan M. Yusuf selaku Bagian Umum SDI, pada tanggal 1 Mei 2012.

19 85 Mengingat bahwa transaksi yang dilakukan dalam bank syariah termasuk pembiayaan adalah transaksi dalam bidang ekonomi syariah, maka sebenarnya Pengadilan Agama lah yang lebih tepat dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah. Karena sesuai dengan berlakunya Undang-Undang No.3 Tahun 2006 kewenangan lingkungan Peradilan Agama selain meliputi perkara-perkara dalam bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan sedekah, ditambah lagi dengan perkara-perkara dalam bidang zakat, infak, dan bidang ekonomi syariah. Hal ini ditegaskan dalam penjelasan pasal 49 huruf (i) UU No.3 Tahun 2006 yang menyatakan kewenangan Peradilan Agama meliputi antara lain: Bidang bank syariah, lembaga keuangan mikro syari ah, asuransi syari ah, dan lain-lain. 23 Prosedur dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah di BSM Cabang Pekalongan adalah dengan mengirimkan Surat Peringatan I, II, III. Surat Peringatan ini dimaksudkan untuk memberi teguran kepada nasabah pembiayaan untuk segera memenuhi kewajibanya atau bersedia untuk melakukan musyawarah guna menentukan langkah apa yang perlu ditempuh bank untuk menyelesaikan pembiayaan bermasalah tersebut. Adanya kesediaan dari nasabah untuk melakukan musyawarah menunjukan adanya itikad baik dari nasabah sehingga bank pun akan mengupayakan langkah rescheduling, reconditioning maupun restructuring yang sesuai dengan kondisi keuangan nasabah. Adapun bila nasabah sudah tidak mempunyai prospek, maka ditempuhlah langkah terakhir yaitu pencairan 23 Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari ah di Pengadilan Agama dan Makamah Syar iyah, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 100.

20 86 agunan untuk melunasi kewajibanya. Umumnya dalam kasus seperti ini, tidak perlu ditempuh jalur pengadilan karena nasabah sudah dengan sukarela menyerahkan agunanya kepada bank yang selanjutnya akan dilakukan proses pelelangan. 24 Apabila nasabah tidak mempunyai itikad baik, seperti nasabah sudah tidak dapat ditemui untuk berdiskusi dan memiliki berbagai alasan untuk tidak melaksanakan kewajibanya, maka BSM menempuh jalur litigasi yakni, Pengadilan Negeri. Prosedur yang diterapkan dalam BSM dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah melalui jalur Pengadilan Negeri adalah: 1. Surat Peringatan I apabila terjadi penunggakan 1-7 hari. 2. Surat Peringatan II apabila terjadi penunggakan hari. 3. Surat Peringatan III apabila terjadi penunggakan hari. 4. Membuat surat kuasa kepada pengacara untuk melakukan somasi apabila terjadi penunggakan lebih dari satu bulan. Apabila setelah somasi tetap tidak ada itikad baik dari nasabah, maka bank akan mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Negeri kepada nasabah untuk menyerahkan agunanya kepada pihak penggugat (BSM). Apabila Pengadilan Negeri menerima permohonan tersebut, maka Pengadilan Negeri dapat menerbitkan penetapan Aanmaning atau teguran, penetapan sita yang diikuti dengan penyitaan agunan, dan mengeluarkan penetapan lelang. Apabila nasabah pembiayaan tidak bersedia untuk 24 Wawancara dengan Ibu Hj. Sri Parwati Rahayu selaku Kepala Cabang Pembantu Batang yang pada periode sebelumya menjabat sebagai Marketing Manajer, tanggal 5 Mei 2012 pukul WIB.

21 87 menyerahkan agunan tersebut, maka eksekusinya dilakukan oleh pihak yang berwenang yaitu aparat hukum didampingi dengan juru sita dan perwakilan BSM. Dalam praktiknya, BSM Cabang Pekalongan belum pernah melakukan eksekusi agunan dengan bantuan aparat hukum dan juru sita meskipun hal ini sah menurut pasal 200 ayat 11 HIR/218 ayat 2 RBg yang menjelaskan: jika pihak yang dikalahkan tidak mau meninggalkan barang-barang yang tidak bergerak itu, maka ketua Pengadilan Negeri yang dikuasakan harus memberi surat perintah kepada seorang yang berhak menyita, supaya kalau perlu dengan bantuan polisi, pihak yang dikalahkan itu beserta keluarganya disuruh meninggalkan atau mengosongkan barang yang tidak bergerak itu. Dari pasal tersebut terdapat beberapa asas hukum yang merupakan landasan dalam pelaksanaan eksekusi riil yaitu: a. Penjualan lelang atas barang yang dieksekusi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisah dengan pengosongan barang yang dilelang. b. Oleh karena penjualan lelang eksekusi merupakan kesatuan yang tidak terpisah dengan pengosongan barang yang dilelang, hukum memberi wewenang kepada pengadilan (Ketua Pengadilan Negeri) untuk menjalankan pelaksanaan pengosongan barang yang dilelang untuk diserahkan kepada pembeli lelang apabila pihak yang kena lelang tidak mau mengosongkanya secara sukarela M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 37.

22 88 BSM selalu mengupayakan cara-cara persuasif maupun pendekatan kepada nasabah pembiayaan agar mau menyerahkan agunannya tanpa melibatkan aparat hukum. Hal ini dilakukan agar tetap ada unsur kerelaan dari nasabah dan untuk meminimalisir adanya unsur kezaliman yang mungkin terjadi pada saat proses eksekusi. Rosulullah SAW mengingatkan: Wahai manusia takutlah akan kezaliman (ketidak adilan) sebab sesungguhnya dia akan menjadi kegelapan pada hari pembalasan nanti. (Hr. Imam Ahmad.) Untuk proses pelelangan, BSM menggunakan jasa KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) yang berlokasi di jl. Gajah Mada No.25 Pekalongan yang kemudian beralih ke Jl. Sriwijaya No.1 Pekalongan, Jawa Tengah. Adapun Prosesnya adalah Setelah Pengadilan Negeri menerima permohonan dari bank selaku kreditor untuk melakukan eksekusi, maka Pengadilan Negeri akan menerbitkan penetapan Aanmaning atau tegoran, penetapan sita yang diikuti dengan penyitaan agunan, dan mengeluarkan surat permohonan lelang ke KPKNL. Dokumen-dokumen persyaratan lelang yang perlu disiapkan dalam pengajuan permohonan lelang ini antara lain: 26 1) Surat permohonan lelang dari pengadilan negeri 26 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, hlm. 111.

23 89 2) Salinan/fotocopy putusan-putusan pengadilan 3) Salinan/fotocopy tegoran kepada tereksekusi dari ketua pengadilan 4) Salinan/fotocopy penetapan sita pengadilan 5) Salinan/fotocopy berita acara sita dan bukti sita telah terdaftar 6) Salinan/fotocopy penetapan lelang pengadilan 7) Salinan/fotocopy rincian hutang atau jumlah yang harus dipenuhi 8) Salinan/fotocopy pemberitahuan lelang kepada termohon eksekusi 9) Asli dan/atau fotocopy sertifikat jaminan fidusia dan perjanjian kredit (apabila jaminan berupa barang bergerak yang diikat dengan fidusia) 10) Asli dan/atau fotocopy Sertifikat Hak Atas Tanah yang dibebani Hak Tanggungan (apabila jaminan berupa tanah dan/atau bangunan) 11) Asli dan/atau fotocopy Sertifikat Hak Tanggungan dan Akta Pengikatan Hak Tanggungan (APHT) Jika surat permohonan dan berkas syarat-syaratnya sudah dilengkapi, pihak KPKNL akan menentukan hari dan tanggal penetapan lelangnya paling lama seminggu setelah surat permohonan diterima. Untuk mengindari adanya praktik Najasy (komplotan) dalam proses pelelangan, maka BSM melakukan upaya-upaya sebagai berikut: a. Setelah lelang ditentukan, sambil menunggu lelang dilaksanakan, BSM membuat pengumuman lelang pertama, yakni membuat daftar agunan yang akan dilelang dan diedarkan melalui selebaran.

24 90 b. Setelah 14 hari dari pengumuman lelang pertama, BSM membuat pengumuman lelang kedua dan mempublikasikan pada surat kabar agar diketahui khalayak disertakan dengan harga limit penjualan sekaligus. Hal ini dilakukan agar lelang terhadap agunan nasabah dapat diketahui oleh khalayak umum sehingga peserta lelang yang ikut serta lebih dari dua orang. Adanya partisipasi dari masyarakat umum menghindari adanya praktik komplotan yang dapat mempermainkan harga hasil penjualan obyek lelang. Selain itu, untuk peserta lelang ada persyaratan yang harus dilengkapi, yakni: Peserta wajib menyetorkan uang jaminan lelang sebesar 20% dari nilai limit lelang ke rekening penampungan lelang KPKNL Pekalongan No (BNI cabang Pekalongan) paling lambat harus sudah diterima efektif pada rekening tersebut 1 hari kerja sebelum pelaksanaan lelang. 2. Peserta lelang yang telah menyetorkan uang jaminan diwajibkan mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Induk Peserta Lelang (NIPL) di tempat lelang dengan membawa fotocopy identitas diri (KTP/SIM) serta bukti asli slip setoran jaminan. 3. Pemenang lelang diwajibkan membayar pelunasan harga lelang selambatlambatnya 3 hari kerja setelah pelaksanaan lelang. 4. Apabila pemenang lelang tidak melunasi kewajibannya sampai batas waktu yag ditentukan, maka yang bersangkutan dinyatakan wanprestasi 27 BRI, dalam Selebaran BRI Punya Acara Lelang Property Tahun 2011.

25 91 dan uang jaminan lelang disetorkan ke kas negara sebagai pendapatan jasa lainnya serta peserta lelang akan dimasukkan dalam Daftar Hitam Lelang. 5. Peserta lelang yang tidak memenangkan lelang dapat mengambil kembali uang jaminannya tanpa potongan dengan menunjukkan asli bukti setoran NIPL dan identitas diri. Dalam menentukan harga limit lelang, BSM melakukan taksiran harga sekurang-kurangnya sejumlah pembiayaan yang bermasalah. Hal ini dilakukan agar hasil penjualan lelang dapat meng-cover pembiayaan yang bermasalah. Memang, untuk agunan yang dijadikan obyek lelang tidak dapat terjual sesuai dengan harga pasar karena obyek sengketa memang mempunyai harga di bawah harga pasar. Namun, BSM tetap mengupayakan agar hasil lelang tidak terlalu jauh dari harga pasar dengan menentukan nilai limit harga lelang. Dalam proses pelelangan, BSM tidak turut serta sebagai peserta lelang sehingga hasil penjualan lelang berada sepenuhnya pada penawaran peserta lelang. Hasil penjualan lelang yang melebihi kewajiban nasabah, maka kelebihannya merupakan hak nasabah, sehingga akan dikembalikan kepada nasabah. Adapun apabila nilai jual agunan melalui proses pelelangan lebih rendah dari nilai yang harus dibayar nasabah, maka hal itu tetap menjadi kewajiban nasabah. Untuk nasabah yang tidak mampu menutupi kewajibannya, maka kekurangan itu akan ditanggung pihak BSM dan masuk dalam kerugian bank.

26 92 Dalam praktiknya di BSM Cabang Pekalongan, hasil Pelelangan agunan nasabah dapat meng-cover nilai yang harus dibayar nasabah, sehingga dapat menyelamatkan dana bank 28. Perlu diingat, bahwa bank hanya sebagai wakil dari para nasabah penyimpan dana. Ketika bank syariah berperan sebagai shahibul mal dalam setiap pembiayaan yang diberikan, segala kerugian usaha yang tidak disebabkan oleh kelalaian nasabah pembiayaan adalah menjadi tanggungan bank. 29 Hubungan baik juga terus diupayakan terjalin antara BSM dengan nasabah pembiayaan, meskipun nasabah tersebut adalah nasabah pembiayan yang mengalami masalah. Hal ini dikarenakan mengingat hubungan antara bank syariah dengan nasabah adalah hubungan mitra kerja, hubungan yang memiliki keterikatan emosional, bukanlah hubungan antara kreditur dengan debitur seperti di bank konvensional sehingga hubungan baik harus terus dijaga. Hubungan baik ini dimaksud untuk tetap menjaga tali silaturahmi antara bank dengan nasabah. 28 Wawancara dengan M. Yusuf selaku bagian SDI Umum, pada tanggal 1 Mei Warkum Sumitro. Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002). Hlm 90.

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Kebijakan BMT Citra Keuangan Syariah Cabang Pekalongan Dalam. Upaya Menyelesaikan Pembiayaan Bermasalah.

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Kebijakan BMT Citra Keuangan Syariah Cabang Pekalongan Dalam. Upaya Menyelesaikan Pembiayaan Bermasalah. BAB IV HASIL PENELITIAN A. Kebijakan BMT Citra Keuangan Syariah Cabang Pekalongan Dalam Upaya Menyelesaikan Pembiayaan Bermasalah. Dalam suatu pembiayaan memang mengandung resiko, meskipun BMT Citra Keuangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Prosedur untuk Mengajukan Pembiayaan Murabahah pada produk ib

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Prosedur untuk Mengajukan Pembiayaan Murabahah pada produk ib BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Prosedur untuk Mengajukan Pembiayaan Murabahah pada produk ib Hasanah yang dilakukan oleh BNI Syariah Cabang Pekalongan. Tujuan pembiayaan murabahah pada produk ib Hasanah

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Analisis Pelelangan Jaminan atas pembiayaan bermasalah pada Bank. Syariah Mandiri Kantor Cabang Pasar Aur Kuning Bukittinggi

BAB IV PEMBAHASAN. A. Analisis Pelelangan Jaminan atas pembiayaan bermasalah pada Bank. Syariah Mandiri Kantor Cabang Pasar Aur Kuning Bukittinggi BAB IV PEMBAHASAN A. Analisis Pelelangan Jaminan atas pembiayaan bermasalah pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pasar Aur Kuning Bukittinggi Pada prinsipnya pembiayaan macet merupakan salah satu masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (intermediary) antara satuan-satuan kelompok masyarakat atau unit-unit

BAB I PENDAHULUAN. (intermediary) antara satuan-satuan kelompok masyarakat atau unit-unit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga perbankan merupakan lembaga perantara (intermediary) antara satuan-satuan kelompok masyarakat atau unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENANGANAN PEMBIAYAAN MACET DAN EKSEKUSI JAMINAN PRODUK KPR AKAD MURA>BAH}AH DI BNI

BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENANGANAN PEMBIAYAAN MACET DAN EKSEKUSI JAMINAN PRODUK KPR AKAD MURA>BAH}AH DI BNI BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENANGANAN PEMBIAYAAN MACET DAN EKSEKUSI JAMINAN PRODUK KPR AKAD MURA>BAH}AH DI BNI SYARIAH KANTOR CABANG PEMBANTU MOJOKERTO A. Analisis Mekanisme Penanganan Pembiayaan Macet

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Strategi Mengatasi Kredit Bermasalah (Non Performing Loan) dalam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Strategi Mengatasi Kredit Bermasalah (Non Performing Loan) dalam 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Strategi Mengatasi Kredit Bermasalah (Non Performing Loan) dalam Pemberian Pinjaman Kredit Usaha Rakyat di PT. Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Mlati Kredit bermasalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Prosedur Pengajuan Pembiayaan Murabahah di PT BPRS PNM Binama Semarang Dalam proses pengajuan pembiayaan murabahah di PT BPRS PNM Binama Semarang, terdapat beberapa

Lebih terperinci

WAWANCARA. pertanyaan kepada dua orang narasumber, yaitu: : Dicky Frandhika Gutama. pada PT. Bank Sumut Cabang Koordinator Medan

WAWANCARA. pertanyaan kepada dua orang narasumber, yaitu: : Dicky Frandhika Gutama. pada PT. Bank Sumut Cabang Koordinator Medan WAWANCARA Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan beberapa pertanyaan kepada dua orang narasumber, yaitu: 1. Narasumber I Nama Jabatan : Dicky Frandhika Gutama :Seksi Pelaksana Penyelamatan

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PENANGANAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN MODAL USAHA DI BMT SM NU CABANG BOJONG PEKALONGAN

BAB IV STRATEGI PENANGANAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN MODAL USAHA DI BMT SM NU CABANG BOJONG PEKALONGAN 57 BAB IV STRATEGI PENANGANAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN MODAL USAHA DI BMT SM NU CABANG BOJONG PEKALONGAN A. Faktor- Faktor Penyebab Terjadinya Pembiayaan Bermasalah Pembiayaan bermasalah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PEMBIAYAAN BERMASALAH PRODUK KPR AKAD DAN PENYELESAIANNYA

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PEMBIAYAAN BERMASALAH PRODUK KPR AKAD DAN PENYELESAIANNYA 102 BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PEMBIAYAAN BERMASALAH PRODUK KPR AKAD MURA@BAH}AH DAN PENYELESAIANNYA A. Analisis Faktor-Faktor Pembiayaan Bermasalah Produk KPR Akad Mura@bah}ah Faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENANGANAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH DI BMT NU SEJAHTERA CABANG KENDAL

BAB IV ANALISIS PENANGANAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH DI BMT NU SEJAHTERA CABANG KENDAL BAB IV ANALISIS PENANGANAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH DI BMT NU SEJAHTERA CABANG KENDAL A. Analisis Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BMT NU Sejahtera Cabang

Lebih terperinci

BAB IV DI BANK BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA. A. Analisis tentang Prosedur-Prosedur Pemberian Pembiayaan Mura>bah}ah di

BAB IV DI BANK BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA. A. Analisis tentang Prosedur-Prosedur Pemberian Pembiayaan Mura>bah}ah di BAB IV ANALISIS DEFAULT PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH DI BANK BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA A. Analisis tentang Prosedur-Prosedur Pemberian Pembiayaan Mura>bah}ah di Bank BNI Syariah Kantor Cabang Surabaya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 47 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Risiko Pembiayaan di KSPPS Marhamah Cabang Wonosobo Dalam setiap pembiayaan yang terjadi di lembaga keuangan baik Bank maupun

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kredit

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kredit BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kredit 2.1.1 Pengertian Kredit Pengertian kredit secara umum, kredit adalah sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis pada saat sekarang ini atas dasar kepercayaan sebagai pengganti

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Upaya Pencegahan Pembiayaan Bermasalah di BMT Al Hikmah Ungaran BMT Al Hikmah merupakan sebuah lembaga keuangan syariah non bank yang menghimpun dana dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Prosedur Pengelolaan Pembiayaan Murabahah Bermasalah Di BPRS. 1. Penerapan Pembiayaan Murabahah

BAB III PEMBAHASAN. A. Prosedur Pengelolaan Pembiayaan Murabahah Bermasalah Di BPRS. 1. Penerapan Pembiayaan Murabahah BAB III PEMBAHASAN A. Prosedur Pengelolaan Pembiayaan Murabahah Bermasalah Di BPRS Suriyah 1. Penerapan Pembiayaan Murabahah Salah satu akad yang paling populer digunakan oleh perbankan syari ah adalah

Lebih terperinci

PENANGANAN KREDIT BERMASALAH. Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

PENANGANAN KREDIT BERMASALAH. Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM PENANGANAN KREDIT BERMASALAH KREDIT BERMASALAH Non-Performance Loan / NPL KONDISI DIMANA DEBITUR MENGINGKARI JANJINYA MEMBAYAR BUNGA DAN / ATAU KREDIT INDUK YANG TELAH JATUH TEMPO, SEHINGGA TERJADI KETERLAMBATAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Analisis penyebab dan penanganan pembiayaan murabahah bermasalah. Analisis pemberian pembiayaan yang dilakukan oleh setiap

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Analisis penyebab dan penanganan pembiayaan murabahah bermasalah. Analisis pemberian pembiayaan yang dilakukan oleh setiap BAB IV HASIL PENELITIAN A. Analisis penyebab dan penanganan pembiayaan murabahah bermasalah di KJKS BTM Kajen, kabupaten Pekalongan Analisis pemberian pembiayaan yang dilakukan oleh setiap lembaga keuangan

Lebih terperinci

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.579, 2017 LPS. Program Restrukturisasi Perbankan. Pengelolaan, Penatausahaan, serta Pencatatan Aset dan Kewajiban. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI Airlangga ABSTRAK Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Prosedur Pemberian Pembiayaan Murabahah di LKS ASRI. Tulungagung dan BMT HARUM Tulungagung

BAB V PEMBAHASAN. A. Prosedur Pemberian Pembiayaan Murabahah di LKS ASRI. Tulungagung dan BMT HARUM Tulungagung BAB V PEMBAHASAN A. Prosedur Pemberian Pembiayaan Murabahah di LKS ASRI Tulungagung dan BMT HARUM Tulungagung Berdasarkan paparan hasil penelitian pada bab sebelumnya, dapat diketahui dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. nasabahnya. Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal tentang pembiayaan

BAB IV HASIL PENELITIAN. nasabahnya. Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal tentang pembiayaan 60 BAB IV HASIL PENELITIAN Pembiayaan merupakan salah satu diantara produk yang ditawarkan pada bank syariah. Di Bank Syariah Mandiri Cabang Solok, pembiayaan warung mikro syariah merupakan diantara produk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) PADA PT. BANK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) PADA PT. BANK BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) TBK. KANTOR CABANG SYARI AH SURABAYA A. Aplikasi Penyelesaian

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Peran Account Officer dalam Maganalisis permohonan pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. A. Peran Account Officer dalam Maganalisis permohonan pembiayaan BAB V PEMBAHASAN A. Peran Account Officer dalam Maganalisis permohonan pembiayaan Menurut Muhammad bahwa pembiayaan bermasalah merupakan salah satu resiko yang pasti dihadapi oleh setiap lembaga keuangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Faktor Penyebab Pembiayaan Ijarah Bermasalah di BMT Amanah Mulia Magelang Setelah melakukan realisasi pembiayaan ijarah, BMT Amanah Mulia menghadapi beberapa resiko

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Faktor-Faktor Pembiayaan Murabahah Bermasalah. Pembiayaan dalam Pasal 1 butir 12 UU No. 10 Tahun 1998 jo. UU No.

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Faktor-Faktor Pembiayaan Murabahah Bermasalah. Pembiayaan dalam Pasal 1 butir 12 UU No. 10 Tahun 1998 jo. UU No. BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Faktor-Faktor Pembiayaan Murabahah Bermasalah Pembiayaan dalam Pasal 1 butir 12 UU No. 10 Tahun 1998 jo. UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, adalah penyedianaan uang

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak. Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang

BAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak. Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang BAB III PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang PT. BPRS Suriyah Semarang dalam memberikan Produk Pembiayaan, termasuk Pembiayaan Murabahah

Lebih terperinci

Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth

Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth Syarat dan Ketentuan Umum untuk Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth 1. Definisi Syarat dan Ketentuan Umum ANGSURAN adalah suatu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN DENDA PADA PEMBIAYAAN BERMASALAH MENURUT FATWA DSN-MUI NO 17/DSN MUI/IX/2000 DI KJKS MADANI KOTA PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN DENDA PADA PEMBIAYAAN BERMASALAH MENURUT FATWA DSN-MUI NO 17/DSN MUI/IX/2000 DI KJKS MADANI KOTA PEKALONGAN BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN DENDA PADA PEMBIAYAAN BERMASALAH MENURUT FATWA DSN-MUI NO 17/DSN MUI/IX/2000 DI KJKS MADANI KOTA PEKALONGAN A. Analisis Penanganan Pembiayaan Bermasalah di KJKS Madani Kota

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH

BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH A. Strategi Pencegahan Pembiayaan Mura>bah}ah Multiguna Bermasalah Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Resiko

Lebih terperinci

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA. Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA. Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat No. 10/ 45 /DKBU Jakarta, 12 Desember 2008 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat Sehubungan dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan merupakan sarana bagi pemerintah dalam mengupayakan

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH. 1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah

BAB III AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH. 1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah BAB III AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH 1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah Bank syariah dalam memberikan fasilitas pembiayaan Al-Musyarakah

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan 1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT PERJANJIAN KREDIT Yang bertanda tangan di bawah ini : I. ------------------------------------- dalam hal ini bertindak dalam kedudukan selaku ( ------ jabatan ------- ) dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah lembaga financial intermediary yang berfungsi sebagai perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana serta sebagai

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS PENYELAMATAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PRODUK GRIYA ib HASANAH DI PT BANK BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA

BAB IV. ANALISIS PENYELAMATAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PRODUK GRIYA ib HASANAH DI PT BANK BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA BAB IV ANALISIS PENYELAMATAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PRODUK GRIYA ib HASANAH DI PT BANK BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA A. Analisis Kreteria Pembiayaan Bermasalah pada Produk Griya ib Hasanah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi merupakan kasus yang sangat ditakuti oleh setiap negara di dunia. Hal ini membuat setiap negara berusaha untuk memperkuat ketahanan ekonomi. Oleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Deposito 1. Pengertian Deposito Secara umum, deposito diartikan sebagai simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Suatu penelitian kaitan antara landasan teori dan fakta empirik sangat penting. Menghindari kesalahan pengertian dalam pemahaman dan untuk memperoleh kesatuan pandangan terhadap beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Ismail, Perbankan Syariah, Prenadamedia Group, Jakarta, 2011, hlm 29-30

BAB I PENDAHULUAN. 1 Ismail, Perbankan Syariah, Prenadamedia Group, Jakarta, 2011, hlm 29-30 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara maju dan berkembang di Indonesia, sangat membutuhkan bank sebagai tempat untuk melakukan transaksi keuangannya. Mereka menganggap bank merupakan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Implementasi Minimalisasi Risiko Pembiayaan Murabahah Di Bank. Muamalat Indonesia Cabang Pembantu Tulungagung.

BAB V PEMBAHASAN. A. Implementasi Minimalisasi Risiko Pembiayaan Murabahah Di Bank. Muamalat Indonesia Cabang Pembantu Tulungagung. 1 BAB V PEMBAHASAN A. Implementasi Minimalisasi Risiko Pembiayaan Murabahah Di Bank Muamalat Indonesia Cabang Pembantu Tulungagung. Manajemen risiko adalah proses membangun kontrol untuk meminimalir kemungkinan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Faktor Yang Menyebabkan timbulnya Pembiayaan Bermasalah. diperlukan adanya pertimbangan serta kehati-hatian agar kepercayaan

BAB IV PEMBAHASAN. A. Faktor Yang Menyebabkan timbulnya Pembiayaan Bermasalah. diperlukan adanya pertimbangan serta kehati-hatian agar kepercayaan BAB IV PEMBAHASAN A. Faktor Yang Menyebabkan timbulnya Pembiayaan Bermasalah Sebagaimana diketahui bahwa dalam setiap pemberian pembiayaan diperlukan adanya pertimbangan serta kehati-hatian agar kepercayaan

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

SKRIPSI PENERAPAN PRINSIP KEKELUARGAAN DALAM PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA BMT AL-AMIN MAKASSAR KALYISAH BAHARUDDIN

SKRIPSI PENERAPAN PRINSIP KEKELUARGAAN DALAM PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA BMT AL-AMIN MAKASSAR KALYISAH BAHARUDDIN SKRIPSI PENERAPAN PRINSIP KEKELUARGAAN DALAM PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA BMT AL-AMIN MAKASSAR KALYISAH BAHARUDDIN JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat fundamental dalam rangka meningkatkan pertumbuhan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. sangat fundamental dalam rangka meningkatkan pertumbuhan perekonomian di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini, perbankan memiliki peranan dan fungsi yang sangat fundamental dalam rangka meningkatkan pertumbuhan perekonomian di suatu Negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-

BAB I PENDAHULUAN. diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengadilan Agama sebagai salah satu dari empat lingkungan peradilan yang diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok- Pokok Kekuasaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredit 2.1.1 Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti kepercayaan, atau credo yang berarti saya percaya (Firdaus dan Ariyanti, 2009).

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENYELESAIAN DENDA PENUNDAAN PEMBAYARAN KPR PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) TBK. KANTOR CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENYELESAIAN DENDA PENUNDAAN PEMBAYARAN KPR PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) TBK. KANTOR CABANG SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENYELESAIAN DENDA PENUNDAAN PEMBAYARAN KPR PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) TBK. KANTOR CABANG SURABAYA A. Analisa Hukum Islam Terhadap Sanksi Denda Pada Nasabah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri, ia memerlukan tangan ataupun

BAB I PENDAHULUAN. mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri, ia memerlukan tangan ataupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat tidak terlepas dari berbagai kebutuhan, seiring dengan meningkatnya kehidupan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. pembiayaan untuk beragam keperluan, baik produktif (investasi dan modal

BAB IV PEMBAHASAN. pembiayaan untuk beragam keperluan, baik produktif (investasi dan modal BAB IV PEMBAHASAN A. Prosedur Pembiayan BSM Oto di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Batusangkar Perbankan syariah menjalankan fungsi yang sama dengan perbankan konvensional, yaitu sebagai lembaga intermediasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragama Islam, bank juga telah mengeluarkan sejumlah produk yang

BAB I PENDAHULUAN. beragama Islam, bank juga telah mengeluarkan sejumlah produk yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan di bidang bisnis perbankan di Indonesia semakin hari semakin ketat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perbankan baik dalam bentuk bank umum maupun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Menurut Undang-undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan,yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Prosedur Pembiayaan Akad Mudharabah di BMT Harapan Ummat. a. Telah masuk sebagai anggota. sebesar Rp ,-.

BAB III PEMBAHASAN. A. Prosedur Pembiayaan Akad Mudharabah di BMT Harapan Ummat. a. Telah masuk sebagai anggota. sebesar Rp ,-. BAB III PEMBAHASAN A. Prosedur Pembiayaan Akad Mudharabah di BMT Harapan Ummat Kudus a. Prosedur Pengajuan Pembiayaan 1 1. Pemohon a. Telah masuk sebagai anggota b. Membuka simpanan sirkah sebesar Rp.

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH. PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA. penyajian data. Data yang dihasilkan merupakan hasil dari penelitian

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA. penyajian data. Data yang dihasilkan merupakan hasil dari penelitian BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA A. Penyajian Data Setelah data yang yang diperlukan terkumpul, langkah berikutnya adalah penyajian data. Data yang dihasilkan merupakan hasil dari penelitian dilapangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

MUD}A>RABAH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG JOMBANG

MUD}A>RABAH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG JOMBANG BAB IV ANALISIS PENCEGAHAN DAN STRATEGI PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MUD}A>RABAH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG JOMBANG A. Pencegahan Pembiayaan Mud}a>rabah Bermasalah BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang Sebagai lembaga

Lebih terperinci

kemudian hari bagi bank dalam arti luas;

kemudian hari bagi bank dalam arti luas; KAJIAN PUSTAKA Pengertian dasar tentang kredit bermasalah Dalam kasus kredit bermasalah, debitur mengingkari janji membayar bunga dan pokok pinjaman mereka yang telah jatuh tempo, sehingga dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN 87 BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN A. Penyebab Terjadinya Take Over Pembiayaan di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Take

Lebih terperinci

1. Analisis Praktek Gadai Emas di Bank Syariah Mandiri Cabang Karangayu. akad rahn sebagai produk pelengkap yang berarti sebagi akad tambahan

1. Analisis Praktek Gadai Emas di Bank Syariah Mandiri Cabang Karangayu. akad rahn sebagai produk pelengkap yang berarti sebagi akad tambahan BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PRAKTEK GADAI EMAS DI BANK SYARIAH MANDIRI CABANG KARANGAYU SEMARANG 1. Analisis Praktek Gadai Emas di Bank Syariah Mandiri Cabang Karangayu Semarang Penerapan Ar-Rahn dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan pesatnya kemajuan ekonomi dan bisnis di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan pesatnya kemajuan ekonomi dan bisnis di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan pesatnya kemajuan ekonomi dan bisnis di Indonesia, kegiatan bisnis bank umum menjadi semakin canggih dan beraneka ragam. Berbagai macam kegiatan

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Prosedur Pembiayaan Musyārakah Pada Bank Negara Indonesia. Syariah Kantor Cabang Banjarmasin

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Prosedur Pembiayaan Musyārakah Pada Bank Negara Indonesia. Syariah Kantor Cabang Banjarmasin 45 BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Penyajian Data 1. Prosedur Pembiayaan Musyārakah Pada Bank Negara Indonesia Syariah Kantor Cabang Banjarmasin Akad musyārakah ada beberapa prosedur yang

Lebih terperinci

Imma Indra Dewi Windajani

Imma Indra Dewi Windajani HAMBATAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG YOGYAKARTA Imma Indra Dewi Windajani Abstract Many obstacles to execute mortgages by auctions on the Office of State Property

Lebih terperinci

g. Permohonan baru untuk mendapat suatu jenis fasilitas. h. Permohonan tambahan suatu kredit yang sedang berjalan.

g. Permohonan baru untuk mendapat suatu jenis fasilitas. h. Permohonan tambahan suatu kredit yang sedang berjalan. WAWANCARA 1) Bagaimana pelaksanaan pemberian kredit? Pelaksanaan pemberian kredit yakni : 7. Permohonan Kredit. f. Permohonan fasilitas kredit g. Permohonan baru untuk mendapat suatu jenis fasilitas. h.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH DALAM PEMBIAYAAN KENDARAAN DI KOPERASI SIMPAN PINJAM (KOSPIN) JASA LAYANAN SYARIAH BULAKAMBA

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH DALAM PEMBIAYAAN KENDARAAN DI KOPERASI SIMPAN PINJAM (KOSPIN) JASA LAYANAN SYARIAH BULAKAMBA BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH DALAM PEMBIAYAAN KENDARAAN DI KOPERASI SIMPAN PINJAM (KOSPIN) JASA LAYANAN SYARIAH BULAKAMBA A. Mekanisme Akad Murabahah Dalam Pembiayaan Kendaraan Pembiayaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI TEORI PEMBIAYAAN MURABAHAH DAN PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH

BAB II LANDASAN TEORI TEORI PEMBIAYAAN MURABAHAH DAN PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH BAB II LANDASAN TEORI TEORI PEMBIAYAAN MURABAHAH DAN PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH A. PENGERTIAN PEMBIAYAAN Dalam kamus perbankan konsep yang dimaksud biaya adalah pengeluaran atau pengorbanan yang

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA,

BUPATI PENAJAM PASER UTARA, BUPATI PENAJAM PASER UTARA 11 PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN PROGRAM PENINGKATAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI PINJAMAN MODAL USAHA DENGAN DANA POLA BERGULIR

Lebih terperinci

No. 10/ 34 / DPbS Jakarta, 22 Oktober S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

No. 10/ 34 / DPbS Jakarta, 22 Oktober S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA No. 10/ 34 / DPbS Jakarta, 22 Oktober 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usahanya mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. usahanya mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini kredit merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh setiap orang atau badan usaha untuk memperoleh pendanaan guna mendukung peningkatan usahanya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH WAL IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK DI BMI CABANG PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH WAL IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK DI BMI CABANG PEKALONGAN BAB IV ANALISIS AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH WAL IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK DI BMI CABANG PEKALONGAN 4.1 Pengakunan Pembiayaan Musyarakah Wal Ijarah Muntahiya Bittamlik di Bank Muamalat Indonesia Cabang

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI ABSTRAK

RINGKASAN SKRIPSI ABSTRAK RINGKASAN SKRIPSI ABSTRAK Bank syariah menjadi salah satu alternatif masyarakat untuk melakukan transaksi perbankan dan transaksi bisnis para pengusaha, hal ini dapat kita lihat dengan semakin pesatnya

Lebih terperinci

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI 22 BAB II MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI A. Mura>bah}ah 1. Pengertian Mura>bah}ah Terdapat beberapa muraba>h}ah pengertian tentang yang diuraikan dalam beberapa literatur, antara lain: a. Muraba>h}ah adalah

Lebih terperinci

KUALITAS ASET PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN ASET PRODUKTIF BPR

KUALITAS ASET PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN ASET PRODUKTIF BPR LAMPIRAN I PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR XX/POJK.03/2018 TENTANG KUALITAS ASET PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN ASET PRODUKTIF BPR PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN BANK PERKREDITAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional. Kegiatan utama dari perbankan syariah adalah

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional. Kegiatan utama dari perbankan syariah adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank syariah merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan yang sangat strategis dalam menyerasikan dan mengembangkan perekonomian dan pembangunan nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bank. Kebijaksanaan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.7 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. bank. Kebijaksanaan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.7 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembangunan yang sedang berkembang di negara Indonesia merupakan suatu proses yang berkesinambungan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kebutuhan masyarakat baik perorangan maupun badan usaha akan penyediaan dana yang cukup besar dapat terpenuhi dengan adanya lembaga perbankan yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mekanisme Akad Mudharabah dalam Pembiayaan Modal Kerja di KJKS Mitra

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mekanisme Akad Mudharabah dalam Pembiayaan Modal Kerja di KJKS Mitra 47 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Mekanisme Akad Mudharabah dalam Pembiayaan Modal Kerja di KJKS Mitra Sejahtera Subah-Batang Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh lembaga keuangan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/29/PBI/2009 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/29/PBI/2009 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/29/PBI/2009 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta,

BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dalam pembangunannya tidaklah terlepas dari peran serta sektor perbankan. Bank adalah badan usaha yang menjalankan kegiatan menghimpun dana

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pembiayaan Ijarah Bermasalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pembiayaan Ijarah Bermasalah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pembiayaan Ijarah Bermasalah di KJKS BMT Bahtera Pekalongan Pembiayaan bermasalah merupakan suatu pembiayaan yang telah disalurkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Praktik Pembiyaan Mudharabah dengan Strategi Tempo di KSPPS TAMZIS Bina Utama Cabang Pasar Induk Wonosobo Sebagai lembaga keuangan, kegiatan KSPPS TAMZIS Bina

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Prosedur pemberian pembiayaan murabahah pada Bank Syariah

BAB IV PEMBAHASAN. A. Prosedur pemberian pembiayaan murabahah pada Bank Syariah BAB IV PEMBAHASAN A. Prosedur pemberian pembiayaan murabahah pada Bank Syariah Bukopin Cabang Bukittinggi Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Oundrey Kurnia Pryatma selaku Account Officer di bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa

BAB I PENDAHULUAN. nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penghimpunan tabungan dari masyarakat dan pemberian kredit kepada nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa bank lainnya untuk menunjang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia berusaha untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang guna terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Piutang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang menyebabkan Pembiayaan KPR bermasalah pada Bank BTN Syariah Cabang Semarang Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan staff bagian

Lebih terperinci