BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tipe Kepribadian Kepribadian (personality) adalah suatu pola watak yang relatif permanen dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualitas bagi perilaku seseorang (Feist & Feist, 2009). Menurut Allport dalam Friedman & Schustack (2006), kepribadian adalah organisasi dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan penyesuaian unik dirinya terhadap lingkungan. Sehingga, dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian adalah suatu pola yang bersifat relatif permanen dan juga unik, sehingga dapat menentukan individualitas dan penyesuaian seorang individu dengan lingkungannya Introvert dan Ekstrovert Menurut Jung, terdapat dua kondisi di dalam kepribadian seorang individu, yaitu alam sadar (conscious) dan alam bawah sadar (unconscious) (Sujanto, Lubis, dan Hadi, 1984). Disisi lain, menurut Jung dalam Suryabrata (2002), alam sadar (conscious) terdiri dari fungsi jiwa (function) dan sikap jiwa (attitudes). Fungsi jiwa (function) terdiri dari thinking, feeling, sensing, dan intuiting (Feist & Feist, 2009). Sementara itu, sikap jiwa (attitudes) dapat digolongkan kedalam tipe kepribadian Ekstrovert maupun tipe Introvert (Suryabrata, 2002). Pada dasarnya, setiap individu memiliki kedua aspek dari sikap jiwa tersebut, namun hanya terdapat salah satu aspek yang masuk ke dalam alam sadar (conscious) manusia. Sedangkan aspek lainnya berada di dalam alam bawah sadar (unconscious) manusia (Feist & Feist 2009). Seorang individu dengan tipe kepribadian Ekstrovert yang lebih dominan, akan menggunakan energi yang dimilikinya ke dunia luar, sehingga individu tersebut memiliki orientasi yang objektif. Sedangkan seseorang yang didominasi tipe kepribadian Introvert, akan menggunakan energi yang dimilikinya kembali ke dalam dirinya sendiri. Sehingga individu tersebut memiliki orientasi yang lebih subjektif. (Feist & Feist, 2009). 6

2 Karakteristik Ekstrovert Menurut Mischel, Shoda, dan Smith (2003), jika seseorang dikatakan memiliki tipe kepribadian Ekstrovert yang dominan, mereka akan cenderung lebih berbaur dengan orang lain dan terlibat dalam aktivitas sosial. Begitupun ketika sedang berada dalam sebuah tekanan. Mereka juga lebih tertarik dengan pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk berhadapan langsung dengan orang lain. Menurut salah seorang tokoh yang mengembangkan teori Jung, yaitu Hedges (1993) terdapat beberapa karakterstik pada individu yang memiliki tipe kepribadian Ekstrovert, yaitu: 1. Perhatiannya tertuju pada dunia di luar dirinya. 2. Mendapatkan energi melalui orang lain. 3. Menyaring isi pikiran, perasaan dan ide dari orang lain. 4. Cenderung berkomunikasi dengan cara lisan. 5. Minat yang dimilikinya menyebar. 6. Berbicara dahulu baru berpikir 7. Ekspresif dan mudah beradaptasi dengan lingkungan baru. 8. Bersifat terbuka dan gemar berteman. 9. Ramah dan tidak canggung. 10. Senang untuk bekerja sama dengan orang lain. 11. Mudah untuk berbicara dan mengutarakan perasaan. 12. Komunikatif Karakteristik Introvert Menurut Mischel, Shoda, dan Smith (2003), seseorang dengan Introvert yang dominan, umumnya memiliki karakteristik seperti, lebih cenderung menarik kedalam dirinya sendiri. Ciri-ciri lain, ketika mereka tengah mengalami tekanan ataupun konflik, mereka lebih memilih untuk menyendiri dan menghindari kontak sosial dengan orang lain. Selain itu, seseorang dengan tipe kepribadian Introvert yang dominan terkesan pemalu. Menurut salah seorang tokoh yang mengembangkan teori Jung, yaitu Hedges (1993), terdapat karakteristik dari individu yang memiliki tipe kepribadian Introvert, yaitu: 1. Perhatiannya tertuju pada dunia di dalam dirinya. 2. Mendapatkan energi dari dalam dirinya sendiri.

3 8 3. Menyaring ide dan isi pikiran dari dalam diri. 4. Lebih memilih berkomunikasi secara tulisan. 5. Memiliki minat yang mendalam. 6. Berpikir dahulu baru berbicara. 7. Memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan sosial dengan orang lain. 8. Memiliki sifat yang tertutup. 9. Pemalu dan sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. 10. Lebih menyukai bekerja secara individual. 11. Tidak banyak mengukapkan perasaanya. 12. Lebih banyak berpikir sendiri di bandingkan berdiskusi dengan orang lain. 13. Kurang komunikatif. 2.2 Tahapan Komunikasi Intim Definisi Komunikasi Menurut Hybels & Weaver (2001), komunikasi merupakan suatu proses yang terjadi dimana seorang individu berbagi informasi, ide, dan perasaannya. Proses tersebut juga melibatkan aspek bahasa tubuh, ciri khas pribadi, dan gaya yang dapat menambah arti dari pesan yang disampaikan. Sedangkan menurut Hovland, dkk dalam Miller (2005), komunikasi adalah suatu proses dimana seorang individu mengirimkan suatu stimulus yang umumnya verbal dan akan dimodifikasi oleh individu lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses terjadi dimana seorang individu mengirimkan stimulus atau berbagi informasi, ide, dan perasaannya kepada orang lain yang melibatkan aspek verbal dan juga non-verbal Tahapan Komunikasi Intim Menurut Pearson dalam Paruntu (1998), komunikasi intim adalah suatu komunikasi interpersonal yang terjadi pada dua orang yang terlibat dalam hubungan yang bersifat intim. Pada dasarnya, komunikasi yang terjadi dalam hubungan yang bersifat intim terdiri dari dua saluran, yaitu verbal dan non-verbal. Dalam komunikasi non-verbal, terdiri dari beberapa komponen seperti, ekspersi wajah, memandang atau kontak mata, bahasa tubuh, sentuhan, jarak interpersonal, dan paralanguage (Miller, 2005). Menurut Noller dalam Miller (2005), komunikasi non-

4 9 verbal dapat digunakan dalam menentukan kepuasan dalam suatu hubungan. Di sisi lain, komunikasi verbal juga merupakan komponen yang penting di dalam hubungan yang intim, karena dapat berperan dalam membangun keintiman di dalam hubungan (Dindia & Timmerman dalam Miller, 2005). Dalam komunikasi verbal, selfdisclosure dapat digunakan sebagai prediktor keintiman di dalam sebuah hubungan. Sehingga, kedua saluran dalam komunikasi yaitu verbal dan no-verbal sama-sama berperan penting dalam terciptanya komunikasi yang bersifat intim. Satir dalam Paruntu (1998), mengemukakan terdapat empat tahap yang idealnya dilalui agar komunikasi intim tersebut dapat terjadi. Sementara itu, Pearson (1985) menjelaskan bahwa terdapat empat tahapan yang berkaitan dengan perkembangan hubungan intim yang dapat meningkatkan komunikasi intim pada pasangan. Ke empat tahap yang dimaksud oleh Satir dalam Paruntu (1998) dan Pearson (1985) adalah sebagai berikut: 1. Sharing the self Sharing the self sama halnya dengan self disclosure. Sharing the self merupakan hal yang penting dalam membangun hubungan personal yang dekat. Self disclosure dalam konteks ini harus bersifat terbuka, pribadi, dan langsung. Umumnya, individu sering menyamakan aspek self disclosure dengan komunikasi intim, hal tersebut di karena keduanya bersifat serupa atau identik (Pearson, 1985). Sehingga, peran self disclosure atau keterbukaan diri sangat penting di dalam sebuah komunikasi yang bersifat intim 2. Affirming the other Affirming the other dapat dikatakan memiliki kesamaan dengan aspek empati (empathy). Individu perlu memahami bahwa individu lain merupakan seorang individu yang unik dan juga penting. Selain itu, dalam tahapan ini juga seseorang mampu untuk menempatkan dirinya pada posisi orang lain (Pearson, 1985). 3. Becoming one Ketika dua orang individu menjadi suatu kesatuan dengan orang lain, akan muncul suatu aspek yang disebut dengan bonding atau ikatan. Ikatan tersebut terbentuk berdasarkan dua kepribadian yang berbeda. Seseorang yang telah menikah, ada kalanya terlihat serupa, memiliki perilaku yang sama, dan juga berbicara dengan cara

5 10 yang sama. Meskipun hal tersebut tidak selalu terjadi, namun, pada dasarnya setiap pasangan mengembangkan cara-cara yang spesial dalam berkomunikasi di dalam hubungan mereka (Pearson, 1985). 4. Transcending one Aspek transcending one dalam sebuah hubungan yang bersifat intim, menyerupai aktualisasi diri dalam pekermbangan pribadi seseorang. Ketika seorang individu benar-benar merasa aman dalam hubungannya, individu tersebut mampu mendapatkan dan memberikan hal yang disebut kebebasan dan juga kesamaan. Setiap pasangan yang memiliki perasaan aman dalam hubungannya, dapat memahami hubungan dan juga memiliki kebebasan atau tidak bergantung kepada pasangannya dalam mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri. (Pearson, 1985). 2.3 Pernikahan Menurut Noller, Feeney, dan Peterson (2001), salah satu tahapan yang dilalui oleh individu dalam usia dewasa awal adalah menikah. Di Indonesia, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa (Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 Pasal 1 Tentang Perkawinan). Menurut DeMaria (2007) terdapat tujuh fase atau tahapan dalam sebuah pernikahan, yaitu: 1. Passion stage Fase ini dialami ketika seseorang dominan merasakan kebahagiaan, seks, dan keintiman yang dominan dengan pasangannya. 2. Realization stage Fase ini dialami ketika seseorang mulai menyadari akan kekurangan dan kelebihan yang dimiliki satu sama lain. 3. Rebellion stage Fase ini dialami ketika seorang individu berusaha untuk menegaskan keinginannya dan mengalami kehilangan kestabilan serta adanya perebutan kekuasaan dalam sebuah hubungan.

6 11 4. Cooperation stage Fase ini dialami ketika seorang individu merasakan bahwa ia dan pasangannya tengah disibukan oleh permasalahan rumah tangga seperti keuangan, anak-anak, dan juga pekerjaan. Hal tersebut membuat seseorang merasa hubungannya dengan pasangannya lebih mengarah selayaknya rekan bisnis. 5. Reunion stage Pada fase ini, seorang individu merasakan lebih memiliki lebih banyak waktu untuk diri sendiri dan untuk hal yang mereka senangi, termasuk kembali menjalin persahabatan. 6. Explosion stage Fase ini terjadi ketika seseorang tengah merasakan krisis di dalam karir, keluarga, maupun kesehatannya. 7. Completion stage Pada tahapan terakhir ini, seorang individu akan merasakan keamanan dan stabilitas serta tengah menikmati hidupnya. Sedangkan menurut Sekartaji (2012), terdapat lima tahapan yang harus dilalui dalam pernikahan, yaitu: 1. Bulan madu Pada tahapan ini, masing-masing pasangan cenderung mengungkapkan cintanya dengan lebih hangat dan juga intim. 2. Menerima Pada fase yang kedua, pasangan mulai menyadari kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh masing-masing pasangannya. 3. Mempunyai keluarga baru Dalam tahapan ini, pasangan akan dihadapi oleh berbagai tantangan dalam hal mengurus rumah tangga. Seperti megatur keuangan dan membersarkan anak. 4. Transformasi Pada tahapan ini, seorang individu dapat dikatakan telah mampu untuk menerima perbedaan-perbedaan yang muncul dan mulai menikmati serta beradaptasi dengan kehidupan yang tengah dijalani.

7 12 5. Tahap kesempurnaan Pada tahapan yang terakhir ini, setiap pasangan akan menikmati tingkat keintiman dan romantisme yang paling dalam. Pasangan juga telah mampu untuk melalui fase tersulit dalam kehidupan pernikahan. 2.4 Dewasa Awal Dalam Penelitian ini, penulis ingin melihat hubungan tipe kepribadian Ekstrovert dan Introvert dengan tahapan komunikasi intim yang mengambil sampel yaitu pria atau wanita termasuk ke dalam rentang usia dewasa awal. Berikut ini akan di uraikan beberapa faktor yang berhubungan dengan perkembangan dalam usia dewasa awal Kategori Dewasa Awal Menurut Levinson dalam Mönks (2006), kriteria agar seseorang dapat dikategorikan kedalam dewasa awal adalah ketika seorang individu berusia antara 17 sampai dengan 45 tahun. Padangan Levinson tersebut sejalan dengan pandangan yang dikemukakan oleh Erik Erikson dalam Lahey (2009). Erikson menyatakan bahwa fase dewasa awal (early adulthood) dimulai pada usia 17 tahun dan berakhir pada usia 45 tahun. Oleh karena itu, dalam penelitian ini menggunakan pandangan yang dikemukakan oleh Levinson dan juga Erikson, yaitu seseorang yang dinyatakan berada dalam kategori usia dewasa awal adalah seorang individu yang berusia antara 17 hingga 45 tahun Perkembangan Psikososial Jika membahas mengenai perkembangan psikososial, umumnya teori yang digunakan adalah teori psikososial oleh Erik Erikson. Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa tugas perkembangan psikosoasial yang harus di lalui oleh seseorang pada usia dewasa awal adalah intimacy versus isolation (Lahey, 2009). Erik Erikson juga menekankan, bahwa pada tahap tersebut, tugas yang perlu dilalui oleh individu dalam fase tersebut, yaitu intimacy skill (Howe, 2012). Menurut Lahey (2009), terdapat tantangan yang perlu dilewati oleh individu dalam fase ini, yaitu membuat komitmen dalam sebuah hubungan percintaan dan melepaskan diri dari orang tua. Disisi lain, menurut Erikson dalam Howe (2012), yang dimaksud

8 13 dengan intimacy adalah kemampuan seseorang untuk berbagi dirinya dengan orang lain tanpa merasa kehilangan identitas dirinya sendiri. Namun, jika seorang individu tidak memiliki kemampuan dan pengalaman intimacy tersebut, dapat mengakibatkan munculnya persaan terisolasi dan tidak berdaya yang dapat mempengaruhi tahap perkembangan selanjutnya.

9 Kerangka Berpikir Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

10 15 Berdasarkan data yang diperoleh, umumnya rata-rata masyarakat Indonesia menikah pada periode usia dewasa awal (early adulthood). Selain itu, menurut Noler, dkk (2001), bagi individu yang berada dalam periode usia dewasa awal, terdapat satu tahapan yang perlu mereka dilalui, yaitu menikah. Sementara itu, 80% dari kasus perceraian di Indonesia, terjadi pada suami dan istri yang berusia muda, yakni dibawah usia 25 tahun (Kementrian Agama Republik Indonesia, 2014). Periode usia tersebut dapat dikategorikan dalam usia dewasa awal. Menurut Musdalifah (2012) dan Amato dalam Previti (2003) salah satu faktor yang dapat menyebabkan perceraian adalah masalah komunikasi. Pada dasarnya, dalam suatu hubungan yang bersifat intim, yaitu pernikahan, unsur komunikasi merupakan unsur yang tidak dapat diabaikan. Menurut Miller, dkk, (2007), faktor komunikasi merupakan hal yang sangat penting di dalam hubungan yang sifatnya intim. Jika berfokus pada komunikasi dalam sebuah hubungan pernikahan, terdapat suatu jenis komunikasi spesial yang terjadi pada dua orang yang terlibat dalam hubungan yang bersifat intim, yaitu komunikasi intim (Pearson dalam Paruntu, 1998). Sementara itu, menurut Satir dalam Paruntu (1998), terdapat empat tahapan yang idealnya dilalui agar komunikasi intim dapat terjadi, yaitu sharing the self, affirming the other, becoming one, dan transcending one. Namun, dalam proses komunikasi yang terjadi di dalam sebuah hubungan tidaklah selamanya dapat berjalan dengan lancar. Dapat pula terjadi perbedaan komunikasi yang disebabkan oleh perbedaan jenis kelamin maupun tipe kepribadian masing-masing individu. Menurut Hedges (1993), individu dengan tipe kepribadian Ekstrovert dikatakan lebih ekspresif, terbuka, mudah untuk berbicara dan mengutarakan perasaanya serta komunikatif. Sedangkan sebaliknya, individu dengan tipe kepribadian Introvert cenderung tertutup, pemalu, tidak banyak mengungkapkan perasaannya, dan juga dikatakan kurang komunikatif (Hedges, 1993). Dari pemaparan tersebut, dapat tercermin perbedaan karakteristik yang dimiliki oleh individu dengan tipe kepribadian Ekstrovert dan Introvert yang dapat pula membedakan komunikasi di antara individu tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Opt dan Loffredo (2000), dikemukakan hasil bahwa terdapat perbedaan komunikasi yang dimiliki oleh individu berdasarkan teori kepribadian Jung. Dalam penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa seseorang Introvert memperoleh nilai yang lebih tinggi dalam hal communication apprehension dibandingkan dengan seseorang yang Ekstrovert.

11 16 Communication apprehension adalah keengganan seseorang untuk berbicara dalam konteks group, meeting, dyadic, dan juga public. Sementara itu, unsur tipe kepribadian maupun komunikasi merupakan unsur yang tidak dapat dilepaskan dalam diri individu, termasuk dalam diri individu yang berusia dewasa awal dan telah terikat dalam hubungan pernikahan. Jika hasil penelitian Opt & Loffredo (2000) mengenai perbedaan tipe kepribadian yang dapat membedakan kemampuan komunikasi seorang individu diterapkan dalam konteks pernikahan, perbedaan tipe kepribadian yang dimiliki oleh suami dan juga istri dapat pula membedakan komunikasi intim yang ditampilkan berdasarkan empat tahapan yang terdapat di dalamnya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan karakteristik yang dimiliki oleh individu dengan tipe kepribadian Ekstrovert dan Introvert yang berdampak pada perbedaan tahapan komunikasi intim yang ditampilkan melalui tahap sharing the self, affirming the other, becoming one, dan juga transcending one. Karena tidak tertutup kemungkinan dengan karakteristik tipe kepribadian Ekstrovert yang lebih terbuka dan komunikatif (Hedges, 1993), dapat mempengaruhi tahapan komunikasi intim yang dicapai dengan individu yang memiliki tipe kepribadian Introvert, dimana mereka cenderung tertutup dan juga kurang komunikatif (Hedges, 1993). Dengan terciptanya komunikasi intim yang dapat terjadi melalui empat tahapan yang ada, komunikasi yang efektif dapat terwujud di dalam suatu hubungan pernikahan. Menurut Lauer & Lauer (2000), kesuksesan suatu hubungan dapat dipengaruhi oleh komunikasi yang efektif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hazizah (2012), diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan antara komunikasi intim dengan kepuasan pernikahan. Sementara itu, komunikasi yang tidak efektif dalam hubungan pernikahan tidak dapat dipungkiri kehadirannya apabila terdapat ketidakseimbangan dalam komunikasi, yang salah satunya dapat disebabkan oleh perbedaan tipe kepribadian yang dimiliki antara suami dan istri. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan individu dengan tipe kepribadian Ekstrovert cenderung menuntut keterbukaan, disisi lain individu dengan tipe kepribadian Introvert cukup sulit untuk dapat mewujudkannya. Dampak yang diperoleh dari ketidakefektifan komunikasi tersebut, dapat memunculkan kesalahpahamanan dan juga dapat membuat suami dan istri sulit untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi (Bailey, 2009). Selain itu, menurut Adnamazida (2012), hancurnya suatu rumah tangga dapat disebabkan oleh

12 17 komunikasi yang buruk di antara pasangan. Salah satu contoh hancurnya rumah tangga adalah perpisahan atau perceraian yang terjadi di antara suami dan istri.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

HUBUNGAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT DENGAN TAHAPAN KOMUNIKASI INTIM PADA DEWASA AWAL

HUBUNGAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT DENGAN TAHAPAN KOMUNIKASI INTIM PADA DEWASA AWAL HUBUNGAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT DENGAN TAHAPAN KOMUNIKASI INTIM PADA DEWASA AWAL Indri Putriani Rani Agias Fitri, S.Psi., M.Psi Universitas Bina Nusantra Kampus Kijang Jalan Kemanggisan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA. dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA. dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi BAB 2 TINJUAN PUSTAKA 2.1 Kepribadian Secara umum kepribadian (personality) suatu pola watak yang relatif permanen, dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi perilaku

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada penelitian ini, definisi yang akan dijelaskan secara lebih mendalam oleh

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada penelitian ini, definisi yang akan dijelaskan secara lebih mendalam oleh BAB 2 LANDASAN TEORI Pada penelitian ini, definisi yang akan dijelaskan secara lebih mendalam oleh peneliti berkaitan dengan 3 hal, yaitu intensitas komunikasi melalui fitur blackberry messenger, kepribadian

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian & Hipotesis 3.1.1 Variabel Penelitian & Definisi Operasional Dalam penelitian ini, terdapat dua buah variabel yang ingin diteliti. Variabel yang pertama

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial ditakdirkan untuk berpasangan yang lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan bahwa pernikahan adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita yang bernama Mimi, usia 21 tahun, sudah menikah selama 2 tahun dan memiliki 1 orang anak, mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalani suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimacy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalin suatu hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 101 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini merupakan sebuah upaya untuk memperoleh gambaran mengenai kebutuhan intimacy melalui wawancara mendalam. Berdasarkan hasil analisis,

Lebih terperinci

TIPE KEPRIBADIAN DAN TAHAPAN KOMUNIKASI INTIM PADA DEWASA AWAL

TIPE KEPRIBADIAN DAN TAHAPAN KOMUNIKASI INTIM PADA DEWASA AWAL ISSN: 2087-1236 Volume 6 No. 3 Juli 2015 humaniora Language, People, Art, and Communication Studies humaniora Vol. 6 No. 3 Hlm. 291-432 Jakarta Juli 2015 ISSN: 2087-1236 ISSN 2087-1236 humaniora Language,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu utama bagi individu yang ada pada masa perkembangan dewasa awal. Menurut Erikson,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan bersatunya dua orang ke dalam suatu ikatan yang di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta meneruskan keturunan,

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan awal terbentuknya kehidupan keluarga. Setiap pasangan yang mengikrarkan diri dalam sebuah ikatan pernikahan tentu memiliki harapan agar pernikahan

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya, terutama kebutuhan interpersonal dan emosional. Selain bertumbuh secara

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya, terutama kebutuhan interpersonal dan emosional. Selain bertumbuh secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan sesamanya dalam memenuhi berbagai kebutuhannya, terutama kebutuhan interpersonal dan emosional. Selain bertumbuh secara

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL

BAB 4 ANALISIS HASIL BAB 4 ANALISIS HASIL 4.1 Data Responden Dalam penelitian diperoleh data dari 70 orang responden. Namun, hanya terdapat 53 responden yang datanya dapat dipergunakan untuk dilakukan analisa. Berikut ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,

Lebih terperinci

Psikologi Kepribadian I Analytical Psychology Carl Gustav Jung

Psikologi Kepribadian I Analytical Psychology Carl Gustav Jung Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Kepribadian I Analytical Psychology Carl Gustav Jung Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Manusia dalam Pandangan Carl G. Jung

Lebih terperinci

Bordens K. S., & Abbott, B. B. (2008). Research Design and Methods, (7th ed). New York: MC-Graw Hill. Brown, T., dkk. (2011). Predictors of Empathy in

Bordens K. S., & Abbott, B. B. (2008). Research Design and Methods, (7th ed). New York: MC-Graw Hill. Brown, T., dkk. (2011). Predictors of Empathy in DAFTAR PUSTAKA Adnamazida, R. (2012). 7 faktor penyebab perceraian. Diakses pada 29 April 2013 dari http://www.merdeka.com/gaya/7-faktor-penyebab-perceraian.html. Aliyah, P. (2013). Hubungan Tipe Kepribadian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman banyak perubahan yang terjadi, salah satunya adalah perubahan dalam pandangan orang dewasa mengenai pernikahan. Hal ini didukung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam membina hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia dihadapkan dengan berbagai konteks komunikasi yang berbeda-beda. Salah satu konteks komunikasi yang paling sering dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu,

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orientasi seksual mengacu pada pola abadi emosional, atraksi romantis, dan seksual dengan laki-laki, perempuan, atau kedua jenis kelamin. Orientasi seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan teknologi semakin canggih membuat komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin canggih dan berbagai sosial

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pernikahan adalah salah satu proses penting dalam kehidupan sosial manusia. Pernikahan merupakan kunci bagi individu untuk memasuki dunia keluarga, yang di dalamnya terdapat

Lebih terperinci

Disusun Oleh : EVA NADIA KUSUMA NINGRUM Telah disetujui unuk mengikuti Ujian Skripsi. Menyetujui, Pembimbing Utama

Disusun Oleh : EVA NADIA KUSUMA NINGRUM Telah disetujui unuk mengikuti Ujian Skripsi. Menyetujui, Pembimbing Utama POLA KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI USIA PERNIKAHAN DI BAWAH 5 TAHUN ( Studi Kualitatif Deskriptif Tentang Pola Komunikasi Suami Istri Dalam Penyelesaian Konflik Di Usia Pernikahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Konsep Psychological Well Being Konsep psychological well being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal. Sampai saat

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah 7 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat penting, diantaranya sebagai sumber dukungan sosial bagi individu, dan juga pernikahan dapat memberikan kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu bentuk interaksi antar manusia, yaitu antara seorang pria dengan seorang wanita (Cox, 1978). Menurut Hurlock (1999) salah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. PERNIKAHAN 2.1.1. Definisi Pernikahan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesiapan Menikah 2.1.1 Definisi Kesiapan Menikah Kesiapan menikah merupakan suatu kemampuan yang dipersepsi oleh individu untuk menjalankan peran dalam pernikahan dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan waktu perubahan dramatis dalam hubungan personal. Hal tersebut dikarenakan banyaknya perubahan yang terjadi pada individu di masa

Lebih terperinci

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa Faktor-faktor yang mempengaruhi Tumbuh Kembang 1. Faktor Genetik. 2. Faktor Eksternal a. Keluarga b. Kelompok teman sebaya c. Pengalaman hidup d. Kesehatan e.

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Madya dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Setiap fase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu tugas seorang individu yang berada pada tahap dewasa awal menurut Erikson (Desmita, 2005) adalah adanya keinginan untuk melakukan pembentukan hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemburuan merupakan hal yang wajar terjadi dalam sebuah hubungan antarindividu. Afeksi yang terlibat dalam hubungan tersebut membuat individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berada direntang usia tahun (Monks, dkk, 2002). Menurut Haditono (dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berada direntang usia tahun (Monks, dkk, 2002). Menurut Haditono (dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja akhir merupakan masa yang telah mengalami penyempurnaan kematangan secara fisik, psikis dan sosial. Masa remaja akhir berada direntang usia 18-21

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak dan masa dewasa (Wong dkk, 2001). Menurut Erik Erikson (Feist &

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak dan masa dewasa (Wong dkk, 2001). Menurut Erik Erikson (Feist & BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa (Wong dkk, 2001). Menurut Erik Erikson (Feist & Feist, 2006), remaja

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan sosial yang semakin kompleks menuntut keluarga untuk dapat beradaptasi secara cepat (Sunarti 2007). Duvall (1971) menjelaskan bahwa perubahan ini berdampak pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data angka (numerikal) yang

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data angka (numerikal) yang BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif.pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data angka (numerikal) yang diolah dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu kehidupan, dengan membangun suatu hubungan yang nyaman dengan orang lain. Seringnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan jarak jauh (long distance relationship) Pengertian hubungan jarak jauh atau sering disebut dengan long distance relationship adalah dimana pasangan dipisahkan oleh jarak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diantaranya adalah ilmu bersosialisasi, ilmu kepemimpinan dan cara berbicara dimuka umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diantaranya adalah ilmu bersosialisasi, ilmu kepemimpinan dan cara berbicara dimuka umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kampus adalah tempat menimba ilmu pengetahuan sekaligus tempatsosialisasi bagi mahasiswa.banyak hal yang dapat ditawarkan oleh sebuah perguruan tinggi kepada mahasiswa,

Lebih terperinci

2015 INTIMACY WANITA KORBAN KEKERASAN DALAM BERPACARAN

2015 INTIMACY WANITA KORBAN KEKERASAN DALAM BERPACARAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan dalam berpacaran menjadi sebuah fenomena sosial yang sangat memprihatinkan. Lundberg & Marmion (2006), menyatakan bahwa kekerasan dalam berpacaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tiga tahun terakhir angka perceraian di Indonesia meningkat secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tiga tahun terakhir angka perceraian di Indonesia meningkat secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam tiga tahun terakhir angka perceraian di Indonesia meningkat secara drastis. Dari dua juta pernikahan dalam setahun, terdapat sekitar 200.000 kasus perceraian

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup saling membutuhkan satu sama lain. Salah satunya adalah hubungan intim dengan lawan jenis atau melakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dan membentuk hubungan sosial dengan orang lain, karena pada dasarnya manusia tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pernikahan atau perkawinan adalah suatu kejadian dimana dua orang yang saling mengikat janji, bukan hanya didepan keluarga dan lingkungan sosial melainkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN EKSTROVERT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FKIP PBSID UMS SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN EKSTROVERT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FKIP PBSID UMS SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN EKSTROVERT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA FKIP PBSID UMS SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai kesimpulan yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian, diskusi mengenai hasil penelitian berdasarkan hasil analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intimacy (Keintiman) 2.1.1 Definisi Intimacy Menurut Erikson (dalam Valentini, & Nisfiannoor, 2006) intimacy sebagai kemampuan untuk berkomunikasi dan juga berperan penting

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu tradisi dipersatukannya dua insan manusia dalam ikatan suci, dan keduanya ingin mencapai tujuan yang sama yaitu menjadi keluarga yang harmonis.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pernikahan 2.1.1 Pengertian Pernikahan Secara umum, pernikahan merupakan upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan dengan menggunakan adat atau aturan tertentu. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan. Selain itu, bab ini juga berisikan saran, baik saran metodologis maupun saran praktis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai intimacy pada pasangan yang menikah melalui proses ta aruf dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua pasangan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy

BAB II TINJAUAN TEORI. memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy 12 BAB II TINJAUAN TEORI A. Intimacy 1. Pengertian Intimacy Kata intimacy berasal dari bahasa Latin, yaitu intimus, yang memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berpacaran merupakan hal yang lazim dilakukan oleh manusia di dalam kehidupan sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya, setiap individu pada tahap perkembangan dewasa awal menjalin suatu hubungan dengan lawan jenis yang berujung pada jenjang pernikahan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Resolusi Konflik Setiap orang memiliki pemikiran atau pengertian serta tujuan yang berbeda-beda dan itu salah satu hal yang tidak dapat dihindarkan dalam suatu hubungan kedekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi keluarga adalah komunikasi interpersonal yang sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi keluarga adalah komunikasi interpersonal yang sangat penting. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi keluarga adalah komunikasi interpersonal yang sangat penting. Dengan memahami bentuk, fungsi, dan proses dari komunikasi keluarga, kita dapat memahami bagaimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar mahasiswa strata satu adalah individu yang memasuki masa dewasa awal. Santrock (2002) mengatakan bahwa masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu memiliki beberapa tahap dalam kehidupannya, salah satunya adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi individu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia melewati beberapa fase dalam siklus kehidupannya. Fase kedua dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilla Tria Febrina, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilla Tria Febrina, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fase dewasa awal (young adulthood) atau disebut masa muda (youth) merupakan periode transisi antara masa remaja dan masa dewasa yang merupakan masa perpanjangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pasal 1). Menurut hukum adat, atau merupakan salah satu cara untuk menjalankan upacara-upacara yang

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pasal 1). Menurut hukum adat, atau merupakan salah satu cara untuk menjalankan upacara-upacara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai seorang suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumahtangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia tidak ada yang sempurna, begitu pula dengan pernikahan, tidak ada pernikahan yang sempurna. Setiap individu yang memiliki pasangan untuk berbagi waktu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Pernikahan juga memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dalam perjalanan hidup manusia, terdapat tiga saat yang penting, yakni lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa menjadi satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Menikah merupakan peristiwa yang membahagiakan bagi sebagian orang. Hal senada diungkapkan oleh pasangan artis TS dan MA (Kapanlagi.com,2010), yang mengatakan bahwa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan. Sudah menjadi fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya serta mencari pasangan

Lebih terperinci