ANALISIS ELEKTROKARDIOGRAM AUTOTRANSFUSI DARAH PADA BABI LOKAL INDONESIA (Sus domestica) SEBAGAI MODEL UNTUK MANUSIA KHANSAA MIRAJZIANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS ELEKTROKARDIOGRAM AUTOTRANSFUSI DARAH PADA BABI LOKAL INDONESIA (Sus domestica) SEBAGAI MODEL UNTUK MANUSIA KHANSAA MIRAJZIANA"

Transkripsi

1 ANALISIS ELEKTROKARDIOGRAM AUTOTRANSFUSI DARAH PADA BABI LOKAL INDONESIA (Sus domestica) SEBAGAI MODEL UNTUK MANUSIA KHANSAA MIRAJZIANA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Elektrokardiogram Autotransfusi Darah pada Babi Lokal Indonesia (Sus domestica) sebagai Model untuk Manusia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2012 Khansaa Mirajziana NIM B

4 ABSTRAK KHANSAA MIRAJZIANA. Analisis Elektrokardiogram Autotransfusi Darah Pada Babi Lokal Indonesia (Sus domestica) sebagai Model untuk Manusia. Dibimbing oleh GUNANTI dan RIKI SISWANDI. Studi ini bertujuan untuk menganalisis aktivitas elektrokardiogram pada autotransfusi darah preoperatif (kelompok I/AP), autotransfusi intraoperatif sederhana (kelompok II/AIS), dan autotransfusi intraoperatif pencucian (kelompok III/AIP). Tiga kelompok babi lokal (AP ±16,8 kg; AIS ±21,5 kg; AIP ±28,5 kg) dipilih untuk diberi perlakuan sesuai kelompoknya. Autotransfusi dilakukan setelah pendarahan 30% dari splenektomi sebagai contoh trauma abdominal. Elektrokardiogram yang dianalisis berdasarkan pada sadapan II dengan hasil tidak ada perbedaan yang signifikan di antara kelompok perlakuan secara patologis dalam hal aktivitas jantung, tetapi terlihat perbedaan pada keadaan fisiologisnya. Secara umum perbedaan tersebut tidak menunjukkan gangguan yang berarti dalam konduktivitas listrik jantung jika diantisipasi dengan baik. Kata kunci: autotransfusi, babi, elektrokardiogram, sadapan II ABSTRACT KHANSAA MIRAJZIANA. Electrocardiogram Analysis of Blood Autotransfusion on Local Indonesian Pig (Sus domestica) as Human Model. Supervised by GUNANTI and RIKI SISWANDI. This study was conducted to analyze electrocardiogram activity among preoperative blood autotransfusion (group I/AP), simple filtred intraoperative blood autotransfusion (group II/AIS), and cell saver intraoperative blood autotransfusion (group III/AIP). Three local pigs (AP ±16,8 kg; AIS ±21,5 kg; AIP ±28,5 kg) assigned to each group of treatment. Autotransfusion were initialized after 30% bleeding from splenectomy to mimic abdominal trauma. Analysis of electrocardiogram based on lead II as result not significant differences between groups of treatment regarding pathological electrocardio activity, however significant differences visible between groups in the physiological value. In general, that differences do not show some interferences in electrical conductivity of the heart. Keywords: autotransfusion, cell saver, electrocardiogram, lead II, pig

5 ANALISIS ELEKTROKARDIOGRAM AUTOTRANSFUSI DARAH PADA BABI LOKAL INDONESIA (Sus domestica) SEBAGAI MODEL UNTUK MANUSIA KHANSAA MIRAJZIANA Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

6

7 Judul Skripsi : Analisis Elektrokardiogram Autotransfusi Darah pada Babi Lokal Indonesia (Sus domestica) sebagai Model untuk Manusia Nama : Khansaa Mirajziana NIM : B Disetujui oleh Dr drh Gunanti, MS Pembimbing I drh Riki Siswandi Pembimbing II Diketahui oleh drh Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet Wakil Dekan Tanggal Lulus:

8 1 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Indramayu pada tanggal 23 Februari 1990 dari ayah yang bernama Ir. Nandang Hidayat dan ibu Drs. Inne Sulastini. Penulis merupakan putri ketiga dari enam bersaudara. Pendidikan formal penulis ditempuh di SMA Negeri 1 Sindang dan lulus pada tahun Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi kampus, antara lain sebagai anggota Keluarga Mahasiswa Indramayu (IKADA), anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKH kabinet Katalis-Departemen Komunikasi dan Informasi tahun 2009/2010, dan Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan, Satwa Aquatik dan Eksotik (HKSA). Penulis pernah tercatat sebagai Asisten Praktikum Mata Kuliah Embriologi, Histologi Veteriner I, Ektoparasit, Ilmu Bedah Khusus I, dan Radiologi. Sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan, penulis menyusun skripsi yang berjudul Analisis Elektrokardiogram Autotransfusi Darah pada Babi Lokal Indonesia (Sus domestica) sebagai Model untuk Manusia.

9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul Analisis Elektrokardiogram Autotransfusi Darah pada Babi Lokal Indonesia (Sus domestica) sebagai Model untuk Manusia disusun berdasarkan hasil penelitian pada bulan Mei-Juni Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu : 1. Dr. drh. Hj. Gunanti, MS dan drh. Riki Siswandi sebagai dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, motivasi, waktu, dan pemikiran selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini 2. drh. Titik Sunartatie, MS dan drh, I Ketut Mudite Adnyane, M.Si, Ph.D, PAVet selaku dosen penguji luar yang telah memberikan masukan dalam perbaikan skripsi ini 3. Papa Ir. Nandang Hidayat dan Mama Drs. Inne Sulastini, A Shandy, Teh Mpi yang senantiasa mendoakan, membimbing, dan memberikan dukungan serta kasih sayang dalam menyelesaikan skripsi ini, serta adik-adikku Apik, Sarah, dan Diaz yang selalu menghibur penulis 4. drh. Amrozi, Ph.D selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan nasihat, motivasi, dan bimbingan moral selama penulis menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor 5. R. M. Iqbal A atas doa, kasih sayang, dukungan, dan motivasi selama penyelesaian skripsi ini 6. Pak Katim, dan Pak Kosasih, serta Staf Bedah dan Radiologi FKH atas bantuan dan kerja sama selama penelitian sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar 7. Titus, Made, Ambar, Anita, dan Yayuk yang telah bersama penulis menghabiskan waktu dalam suka dan duka selama penelitian ini 8. Sahabat-sahabatku Maritrana Putri dan Ajeng Kandynesia yang selalu menemani dan memberi dukungan 9. Keluarga Avenzoar FKH 45 yang telah memberi banyak arti pelajaran kehidupan, persahabatan dan kebersamaannya dalam menggapai cita-cita 10. Keluarga besar Himpunan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik dan Eksotik FKH IPB 11. Teman-teman Pondok Malea Atas (Nova, Sofi, Eka, Nisa, Leli, Setyo, Elsha, Fitri, Sella, mba Indri, mba Kiki, dll) yang selalu memberikan kehangatan canda tawa ceria setiap harinya 12. Semua pihak yang terlibat dalam pengerjaan penelitian dan penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Desember 2012 Khansaa Mirajziana

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 1 TINJAUAN PUSTAKA 2 Autotransfusi 2 Elektrokardiogram 3 Elektrokardiogram Normal Babi 5 METODE 6 Waktu dan Tempat Penelitian 6 Alat dan Bahan 6 Tahap Persiapan 6 Tahap Pelaksanaan 7 Variabel yang Diamati 8 Analisis Data 8 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Amplitudo P 8 Durasi P 9 Amplitudo R 10 Interval PR 10 Durasi QRS 11 Interval QT 12 Segmen ST 13 Gelombang T 13 Denyut Jantung 15 SIMPULAN DAN SARAN 16 Simpulan 16 Saran 17 DAFTAR PUSTAKA 17 LAMPIRAN 20 RIWAYAT HIDUP 30

11 DAFTAR TABEL 1 Denyut jantung (denyut per menit) dan durasi (milidetik) P, PR, QRS, dan QT pada elektrokardiogram babi 5 2 Rata-rata amplitudo P (mv) 8 3 Rata-rata durasi P (detik) 9 4 Rata-rata amplitudo R (mv) 10 5 Rata-rata interval PR (detik) 10 6 Rata-rata durasi QRS (detik) 11 7 Rata-rata interval QT (detik) 12 8 Rata-rata durasi T (detik) 14 9 Rata-rata amplitudo T (mv) Rata-rata denyut jantung (x/menit) 15 DAFTAR GAMBAR 1 Teknik monitoring EKG (Despopoulos & Sirbernagl 2003) 4 2 Elektrokardiogram (Guyton dan Hall 2006) 5 3 Alur penelitian dan perlakuan bedah terhadap babi AP, AIS, dan AIP 8 4 Rekaman gelombang T pada kertas EKG 14 DAFTAR LAMPIRAN 1 Nilai rata-rata elektrokardiogram kelompok autotransfusi preoperatif pada babi lokal Indonesia (Sus domestica) 20 2 Nilai rata-rata elektrokardiogram kelompok autotransfusi intraoperatif sederhana pada babi lokal Indonesia (Sus domestica) 21 3 Nilai rata-rata elektrokardiogram kelompok autotransfusi intraoperatif pencucian pada babi lokal Indonesia (Sus domestica) 21 4 Nilai rata-rata elektrokardiogram ketiga kelompok autotransfusi saat teranestesi sempurna pada babi lokal Indonesia (Sus domestica) 23 5 Nilai rata-rata elektrokardiogram ketiga kelompok autotransfusi saat pendarahan 30% pada babi lokal Indonesia (Sus domestica) 24 6 Nilai rata-rata elektrokardiogram ketiga kelompok autotransfusi post transfusi pada babi lokal Indonesia (Sus domestica) 25 7 Nilai rata-rata elektrokardiogram ketiga kelompok autotransfusi awal recovery pada babi lokal Indonesia (Sus domestica) 26 8 Nilai rata-rata elektrokardiogram ketiga kelompok autotransfusi pretorakotomi pada babi lokal Indonesia (Sus domestica) 27 9 Nilai rata-rata elektrokardiogram ketiga kelompok autotransfusi posttorakotomi pada babi lokal Indonesia (Sus domestica) Nilai rata-rata elektrokardiogram ketiga kelompok autotransfusi H+7 pada babi lokal Indonesia (Sus domestica) 29

12 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pada transfusi darah homolog atau alogenik ditemukan beberapa masalah. Kadangkala tidak tersedianya darah merupakan penyebab mortalitas yang terbesar. Selain itu terjadi reaksi imunologis antara antigen darah donor dengan antibodi darah resipien ataupun sebaliknya (Mc Clelland 2007). Sejak terjadinya infeksi HIV pada transfusi homolog di beberapa kota di Amerika Serikat, penggunaan transfusi homolog diganti dengan transfusi autolog untuk mengurangi faktor resiko transmisi infeksi antar individu (Surgenol et al. 1990). Berdasarkan penelitian Henry et al. (2002), penggunaan darah autolog dapat mengurangi resiko hingga 43,8% dari transfusi alogenik. Hal ini menyebabkan jumlah pasien yang mengalami transfusi dengan darah homolog menurun sedangkan transfusi dengan darah autolog meningkat secara signifikan (Wass et al. 2007). Autotransfusi dapat dilakukan dengan cara preoperatif, intraoperatif, dan postoperatif. Cara intraoperatif dilakukan pada operasi bypass kardiopulmonari atau untuk kasus pendarahan sewaktu tindakan operasi, sedangkan pada cara postoperatif pengoleksian darah berasal dari luka atau drainase dinding dada kemudian ditransfusikan kembali. Autotransfusi telah banyak dilakukan pada operasi jantung (Sandoval et al. 2001) maupun ortopedi (Sloan et al. 2009). Beberapa peneliti, seperti Olsson et al. (2010), Mason et al. (2011), dan Long et al. (2012) pernah melakukan penelitian menggunakan teknik autotransfusi intraoperatif. Teknik tersebut lebih banyak dilaksanakan di negara-negara maju, namun pengaruh terhadap reaksi aktivitas jantung masih belum banyak diketahui. Perumusan Masalah Diperlukan penelitian untuk menganalisis elektrokardiogram pada tindakan autotransfusi darah. Sehingga diharapkan dapat diketahui efektivitas autotransfusi pada pengaplikasian terhadap pasien yang mengalami pendarahan dan membutuhkan darah dalam jumlah banyak pada waktu singkat. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menganalisis elektrokardiogram dalam dan antara kelompok tindakan autotransfusi darah. Dengan mengetahui perubahan yang terjadi, maka diharapkan dapat menjadi suatu pertimbangan keamanan dalam tindakan autotransfusi darah. Manfaat Penelitian Secara teoritis, penelitian ini akan menyumbangkan pengetahuan di bidang kedokteran hewan maupun kedokteran manusia. Pengetahuan tersebut mengenai

13 2 dampak autotransfusi preoperatif, intraoperatif sederhana, dan intraoperatif pencucian terhadap aktivitas listrik jantung. TINJAUAN PUSTAKA Autotransfusi Darah untuk transfusi dibedakan menjadi dua tipe, yaitu darah autolog, dan darah homolog. Darah autolog diperoleh dari individu yang sama, sedangkan darah homolog atau darah alogenik diperoleh dari individu lain atau bank darah. Beberapa resiko penggunaan darah homolog untuk transfusi adalah transmisi penyakit infeksius (bakteri dan virus), komplikasi imunitas (reaksi hemolisis, reaksi anafilaksis), dan efek imunomodulator (Capraro 2001). Pada darah autolog didapatkan kadar 2,3-difosfogliserat yang lebih tinggi. 2,3-difosfogliserat yang juga dikenal sebagai 2,3-bifosfogliserat dibutuhkan untuk pengikatan oksigen di paru dan pelepasannya di jaringan. Dengan terikatnya 2,3- difosfogliserat terhadap deoksihemoglobin, akan lebih besar kemungkinan terjadinya pelepasan oksigen yang tersisa. Kadar 2,3-difosfogliserat yang lebih tinggi akan memfasilitasi pelepasan oksigen di jaringan yang membutuhkannya sehingga fungsi eritrosit akan menjadi lebih efektif. Keuntungan lainnya adalah suhu yang tidak berbeda jauh dari suhu tubuh. Pasien dengan trauma mengalami perubahan fisiologis sehingga sangat rentan terhadap keadaan hipotermia, yang merupakan salah satu dari trias kematian yang terdiri dari hipotermia, asidosis, dan koagulopati. Pada darah yang baru diambil dari tubuh pasien, masih ditemukan komponen pembekuan darah yang fungsional. Dengan demikian darah autotransfusi akan lebih optimal dalam fungsi pembekuan dibandingkan dengan darah simpan. Pada darah yang diambil dari bank darah, akan dijumpai keadaan ph asam yang terjadi karena adanya pemecahan eritrosit selama penyimpanan. Keadaan asam ini akan memperburuk keadaan asidosis pasien (Rubens et al. 2008). Darah autolog dapat dikoleksi dan disimpan dengan berbagai cara, diantaranya adalah preoperatif, intraoperatif, atau postoperatif. Transfusi darah autolog disebut juga autotransfusi. Autotransfusi preoperatif (AP) dilakukan dengan pengambilan darah pada masa sebelum operasi. Pasien dilakukan operasi yang bersifat selektif dan pengambilan darah pada 3-5 minggu sebelumnya kemudian darah disimpan untuk ditransfusikan kembali pada masa operasi. Autotransfusi intraoperatif dilakukan selama operasi, yaitu bila terjadi pendarahan selama operasi kemudian pendarahan tersebut segera ditangani dan darah segera ditransfusikan kembali ke pasien. Autotransfusi postoperatif dilakukan setelah operasi kemudian ditransfusikan kembali ke pasien (Pfiedler Enterprises 2011). Darah ini dapat diperoleh dari rongga tubuh, ruang persendian, dan bagian lain pada operasi terbuka (Hudson 2004). Tindakan autotransfusi intraoperatif sederhana (AIS) merupakan alternatif yang lebih sederhana. Metode ini tidak menggunakan bantuan alat khusus, melainkan hanya suction tekanan rendah, kantung koleksi atau botol yang diberi

14 natrium sitrat, dan filtrasi 40 mikron dengan kain buikgaas kemudian ditransfusikan secara gravitasi. Hasilnya adalah seluruh komponen darah. Metode lain dari autoransfusi intraoperatif adalah pengumpulan sel darah merah intraoperatif pencucian (AIP) dengan bantuan alat khusus. Proses dimulai saat pengambilan darah yang dilakukan dengan cara penyedotan dengan tekanan yang lebih rendah, yaitu kurang dari 100 mmhg. Penyedotan dengan tekanan yang lebih rendah bertujuan untuk menghindari terjadinya hemolisis sel darah, terutama sel darah merah. Selain menggunakan tekanan yang rendah, dipakai juga kateter suction yang khusus, yaitu dapat memproses heparinisasi darah donor. Setelah darah diambil dari lapangan operasi, dan ditampung dalam suatu penampungan, darah akan disentrifugasi dan dicuci dengan cairan fisiologis sehingga komponen yang tersisa adalah sel darah merah tanpa plasma dan komponen darah lainnya ataupun sel debris dari jaringan tubuh kemudian ditransfusikan kembali (Krohn et al. 1999). Kelemahan dari autotransfusi dengan pencucian adalah tidak efisien dari segi fasilitas, waktu, dan biaya. Darah autotransfusi dengan pencucian memiliki volume plasma yang lebih sedikit pada saat ditransfusikan. Hal ini merugikan karena pasien trauma akan memiliki volume intravaskuler yang berkurang dan sangat membutuhkan penggantian volume di samping sel darah merah sebagai oxygen carrying capacity (Rubens et al. 2008). 3 Elektrokardiogram Elektrokardiogram adalah suatu sinyal yang dihasilkan oleh aktivitas listrik otot jantung (Shirley 2007). Elektrokardiogram merupakan alat yang sangat umum digunakan untuk mendiagnosa disfungsi elektris jantung. Pada banyak aplikasi, dua atau lebih elektroda metal diaplikasikan pada permukaan kulit, dan voltase yang terekam oleh elektroda akan terlihat dalam layar atau tergambar di atas kertas (Cunningham 2002). Kegunaan EKG antara lain adalah untuk mengetahui adanya kelainan pada irama dan otot jantung, mengetahui efek obatobat jantung, mendeteksi gangguan elektrolit dan perikarditis serta memperkirakan adanya pembesaran jantung (Birchard dan Sherding 2000). Ada beberapa macam teknik monitoring EKG yang sering digunakan, yaitu teknik monitoring standar ekstremitas (metode Einthoven) atau bipolar limb leads. Dilakukan 3 tempat monitoring EKG pada teknik ini yakni sadapan I dengan sudut orientasi 0º dibentuk dengan membuat elektroda positif pada lengan kiri (LA-left arm) dan elektroda negatif pada lengan kanan (RA-right arm). Sadapan II dengan sudut orientasi 60º dibentuk dengan membuat elektroda positif pada kaki kiri (LL-left leg) dan elektroda negatif pada lengan kanan (RA- right arm). Sadapan III dengan sudut orientasi 120º dibentuk dengan membuat elektroda positif pada kaki kiri (LL-left leg) dan elektroda negatif pada lengan kiri (LA-left arm).

15 4 Gambar 1 Teknik Monitoring EKG (Despopoulos dan Sirbernagl 2003). Teknik monitoring lainnya adalah teknik monitoring tambahan (metode Golberger) atau unipolar augmented limb leads. Dalam menggunakan teknik ini, dilakukan 3 tempat monitoring EKG yaitu sadapan augmented vector left (avl) dengan sudut orientasi -30º, dibentuk dengan membuat elektroda positif pada lengan kiri (LA-left arm) dan elektroda negatif pada anggota tubuh lainnya (ekstremitas). Sadapan augmented vector right (avr) dengan sudut orientasi - 150º, dan dibentuk dengan membuat elektroda positif pada lengan kanan (RAright arm) dan elektroda negatif pada anggota tubuh lainnya (ekstremitas). Sadapan augmented vector foot (avf) dengan sudut orientasi +90º dibentuk dengan membuat elektroda positif pada kaki kiri (LL-left leg) dan elektroda negatif pada anggota tubuh lainnya (ekstremitas). Monitoring EKG prekordial/dada atau monitoring standard chest leads (Despopoulos dan Sirbernagl 2003). Keenam limb leads tersebut dibagi dalam kelompok sadapan klinis dimana masing-masing sadapan merekam aktivitas elektris jantung pada perspektif yang berbeda. Sadapan ini berkaitan dengan daerah anatomis jantung untuk kepentingan pemeriksaan fisik, contohnya adalah pada acute coronary ischemia. Kelompok sadapan klinis terdiri dari kelompok sadapan inferior yang melihat aktivitas elektris pada daerah inferior jantung, yaitu sadapan II, III dan avf. Kelompok sadapan lateral yang melihat aktivitas elektris jantung yang menguntungkan pada dinding lateral ventrikel kiri, yaitu sadapan I dan avl. Sadapan avr menunjukkan bagian dalam dinding endokardium ke arah permukaan atrium kanan dan memberikan perspektif yang tidak spesifik untuk ventrikel kiri sehingga sering diabaikan pada pembacaan (Nelson dan Couto 1998). Elektrokardiogram tidak menilai kontraktilitas jantung secara langsung, namun dapat memberikan indikasi menyeluruh atas naik-turunya kontraktilitas jantung. Sewaktu impuls melewati jantung, arus listrik akan menyebar ke dalam jaringan di sekitar jantung dan sebagian kecil dari arus tersebut akan menyebar ke permukaaan tubuh lainnya sehingga apabila elektroda diletakkan pada permukaaan tubuh maka potensial listrik dapat direkam (Abedin dan Conner 2008). Urutan terjadinya sinyal EKG yang dapat menimbulkan gelombang P, komplek QRS, dan gelombang T, yaitu setiap siklus kontraksi dan relaksasi jantung dimulai dengan depolarisasi spontan pada nodus (Shirley 2007).

16 5 Gambar 2 Elektrokardiogram (Guyton dan Hall 2006). EKG terdiri atas dua elemen, yaitu kompleks dan interval. Kompleks terdiri atas gelombang P, kompleks QRS, gelombang T, dan gelombang U. Gelombang P merekam peristiwa depolarisasi dan kontraksi otot atrium. Gelombang P relatif kecil karena otot atrium yang relatif tipis. Bagian pertama gelombang P menggambarkan aktivitas atrium kanan, sedangkan bagian kedua menggambarkan aktivitas atrium kiri. Gelombang P terdiri atas durasi dan amplitudo P. Durasi P dapat diukur dari mulainya gelombang P hingga akhir gelombang P, sedangkan amplitudo P diukur dari garis baseline ke puncak gelombang P. Gelombang QRS terjadi akibat kontraksi otot ventrikel yang tebal sehingga gelombang QRS cukup tinggi. Gelombang Q merupakan depleksi pertama yang ke bawah, selanjutnya ke atas yang disebut gelombang R, dan depleksi ke bawah setelah gelombang R disebut gelombang S. Gelombang T terjadi akibat kembalinya otot ventrikel ke keadaan istirahat (repolarisasi). Gelombang U diperkirakan menggambarkan repolarisasi otot papillaris atau serabut Purkinje (Shirley 2007; O Keefe et al. 2008). Tiap gelombang mewakili satu kali aktivitas listrik jantung. Dalam satu gelombang EKG terdapat titik interval dan segmen. Titik tersebut terdiri dari titik P, Q, R, S, T, dan U. Interval terdiri dari interval PR, interval QRS, dan interval QT. Segmen terdiri dari segmen PR, dan segmen ST (Gambar 2). Elektrokardiogram Normal Babi Tabel 1 Denyut jantung (denyut per menit) dan durasi (milidetik) P, PR, QRS, dan QT pada elektrokardiogram babi Umur/BB Heart Rate P PR QRS QT 2-4 mos (23 kg) 135,6 ( ) 40 (30-60) 101 (60-130) 37 (30-40) 218 ( ) 1 bulan (7 kg) 190 ( ) 37 (30-45) 90 (80-100) 35 (30-40) 165 ( ) Piglet Juvenile (50-80) (80-140) (50-70) ( ) Dewasa Dukes dan Szabuniewicz (1969)

17 6 Elektrofisiologi babi berbeda dengan manusia dalam hal: (1) sinus detak jantung (heart rate) lebih tinggi, (2) interval PR lebih singkat, dan (3) waktu konduksi sinoatrial (SACT) lebih singkat. Pada manusia, nilai sinus heart rate mencerminkan tiga faktor, yaitu denyut jantung intrinsik, tonus simpatik, dan tonus vagus (Bauernfeind et al. 1979). Denyut jantung intrinsik didefinisikan sebagai tingkatan sinus nodus ketika terisolasi dari pengaruh sistem saraf otonom. Nilai rata-rata denyut jantung babi adalah 132 ± 32 (rataan ± standar deviasi) ( denyut per menit), interval PR sebesar 94 ± 27 milidetik ( milidetik), dan interval QT sebesar 256 ± 69 milidetik ( milidetik) (Bharati et al. 1991). METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2011, bertempat di bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor. Alat dan Bahan Penelitian dilakukan terhadap hewan percobaan, yaitu babi lokal Indonesia (Sus domestica) sebanyak 9 ekor dengan rata-rata bobot badan kelompok AP ±16,8 kg; AIS ±21,5 kg; AIP ±28,5 kg, berjenis kelamin jantan, dan berumur 3-6 bulan. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung tentang efek autotransfusi pada hewan babi sebagai model untuk manusia. Penelitian dilakukan menggunakan alat EKG (Cardisuny D300, Fukuda M- E), alat cell saver (Haemonetics Cell Saver 5, THE Blood Management Company), seperangkat alat bedah mayor, seperangkat alat anestesi inhalasi, obat bius ketamin 10% (Ilium ketamil -100, Troy), xylazin 10% (Ilium xylazil -100, Troy), dan zoletil 5% (zoletil, Virbac), ETT (Endo Tracheal Tube), alat suction (Asahiilca ), benang jahit bahan silk dan catgut ukuran 3/0, jarum segitiga dan bulat ukuran 3/0, alat infus (Infusion Pump OT-701, JMS), kateter kupu-kupu (IV-cath), termometer, stetoskop, spoit, kapas/tampon, plester, alat cukur, alkohol 70%, dan obat cacing oxfendazole 5 mg/kg (Verm-O, Sanbe). Tahap Persiapan Babi dibagi menjadi tiga kelompok dengan masing masing kelompok terdiri dari tiga ekor. Babi ditempatkan dalam kandang kelompok berukuran 4x3 meter. Selama adaptasi, babi diberi pakan berupa pelet setiap pagi dan sore setelah pemeriksaan fisik serta diberi obat cacing.

18 Babi kelompok AP diberi perlakuan autotransfusi menggunakan darah simpan, yaitu darah diekstravasasi 14 hari sebelumnya dan disimpan dalam kantung darah citrate, phosphate, dextrose, dan adenin (CPDA), kemudian dimasukkan dalam lemari es. Kelompok AP menggunakan dosis obat bius induksi dengan kx-maksimal, yaitu ketamin 15 mg/kg, dan xylazin 2 mg/kg. Babi kelompok AIS diberi perlakuan autotransfusi menggunakan darah hasil penyaringan sederhana. Kelompok AIS menggunakan dosis obat bius induksi dengan zkx, yaitu ketamin 1 mg/25 kg, xylazin 1 mg/25 kg, dan zoletil 1 mg/25 kg. Babi kelompok AIP diberi perlakuan autotransfusi menggunakan darah hasil pencucian alat cell saver. Kelompok AIP menggunakan dosis obat bius induksi dengan kx-minimal, yaitu ketamin 10 mg/kg, dan xylazin 1 mg/kg. Autotransfusi dilakukan setelah terjadi pendarahan 30% dengan melakukan splenektomi. Pengamatan terhadap aktivitas jantung babi dengan menempelkan elektroda EKG pada ekstremitas depan dan belakang kanan serta kiri babi dengan tipe pemasangan bipolar lead (Swindle 2007). Pada alat EKG Cardisuny D300, Fukuda M-E terdapat 4 elektroda dengan warna yang berbeda, yaitu merah (RA/R) untuk ekstremitas kanan depan, kuning (LA/L) untuk ekstremitas kiri depan, hijau (LF/F) ekstremitas kiri belakang dan hitam (RF/N) ekstremitas kanan belakang. 7 Tahap Pelaksanaan Babi terlebih dahulu dibius, kemudian rambut pada bagian persendian antara os humerus dan os radius-ulna serta pada persendian antara os femur dan os tibia-fibula kaki depan kanan dan kiri serta kaki belakang kanan dan kiri dicukur. Babi dibaringkan dengan posisi left lateral recumbency, kemudian dipasangkan elektroda. Pengambilan gambar EKG dilakukan empat kali dalam satu kali laparotomi, yaitu saat babi terbius sempurna. Babi yang terbius sempurna dicirikan dengan keadaan tertidur, dan belum diberi perlakuan apapun. Saat pendarahan 30% yaitu setelah dilakukan splenektomi. Setelah transfusi, yaitu setelah babi ditransfusi darah dan awal recovery, yaitu awal babi mulai sadar atau efek obat bius mulai hilang. Pengambilan gambar EKG dilakukan dua kali dalam satu kali torakotomi, yaitu sebelum dan sesudah torakotomi. Pengambilan gambar EKG dilakukan satu kali pada saat hari ke tujuh setelah operasi. Sehingga total pengambilan gambar EKG untuk satu ekor babi adalah 7 rekaman. Waktu yang ditempuh dalam penelitian ini adalah satu bulan. H-14, kelompok AP diambil darah sebanyak 30% total darah untuk disimpan. Hari H, masing-masing kelompok dilakukan splenektomi hingga mengalami pendarahan 30% lalu diautotransfusi. Dua hari berikutnya dilakukan torakotomi dan pada hari ke tujuh post operasi adalah panen. Torakotomi dilakukan untuk pengambilan jaringan paru yang akan dimanfaatkan dalam analisa efek samping autotransfusi. Setiap kelompok perlakuan (kelompok AP, AIS, dan AIP) dilakukan tiga kali ulangan (Gambar 3).

19 8 Adaptasi hewan (kelompok AP,AIS,AIP) Torakotomi (kelompok AP,AIS,AIP) H + 2 H+2 H - 14 H-14 Teranestesi sempurna H Awal recovery H+7 Pengambilan darah simpan 30% total darah (kelompok AP) Post transfusi Pendarahan 30% (kelompok AP,AIS,AIP) Panen (kelompok AP,AIS,AIP ) Gambar 3 Alur penelitian dan perlakuan bedah terhadap babi AP, AIS, dan AIP. Variabel yang Diamati Variabel yang diamati berupa amplitudo, interval, durasi, dan segmen. Amplitudo terdiri atas amplitudo P, R, dan T. Interval terdiri atas interval PR, QT, dan RR (denyut jantung). Durasi terdiri atas durasi P, QRS, dan T. Segmen terdiri atas segmen ST. Analisis Data Data variabel dianalisis secara statistik menggunakan metode One Way- Analyse of Variant (ANOVA). Uji ini kemudian dilanjutkan dengan uji DUNCAN pada selang kepercayaan 95% (α=0,05). HASIL DAN PEMBAHASAN Amplitudo P Tabel 2 Rata-rata amplitudo P (mv) Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan AP AIS AIP Teranestesi 0,12 ± 0,02 ax 0,12 ± 0,02 ax 0,17 ± 0,03 ay Pendarahan 30% 0,14 ± 0,02 ax 0,16 ± 0,04 ax 0,18 ± 0,03 ax Post transfusi 0,18 ± 0,03 ax 0,15 ± 0,06 ax 0,18 ± 0,03 ax Awal recovery 0,14 ± 0,05 ax 0,12 ± 0,03 ax 0,16 ± 0,04 ax Pratorakotomi 0,13 ± 0,06 ax 0,14 ± 0,04 ax 0,14 ± 0,04 ax Post torakotomi 0,15 ± 0,04 ax 0,13 ± 0,06 ax 0,15 ± 0,05 ax H+7 0,15 ± 0,05 ax 0,12 ± 0,03 ax 0,13 ± 0,11 ax Keterangan : Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) dalam kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

20 Pengukuran amplitudo P adalah untuk mengetahui besarnya depolarisasi atrium (Conville dan Bassert 2002). Peningkatan amplitudo P dapat menunjukkan adanya pembesaran dari atrium kanan. Atrium kanan yang besar mengkibatkan nodus SA mengeluarkan impuls listrik lebih banyak yang menjalar dari atrium ke nodus AV (Guyton dan Hall 2006). Rekaman amplitudo P dalam kertas EKG pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya kelainan. Perbedaan nyata nilai rata-rata amplitudo P terlihat di antara kelompok (Tabel 2). Pada saat teranestesi sempurna, kelompok AIP lebih besar dibandingkan dengan kelompok AP dan AIS. Perbedaan tersebut tidak berarti ada kelainan anatomi dan patologis jantung karena semua nilai masih dalam batasan normal. 9 Durasi P Tabel 3 Rata-rata durasi P (detik) Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan AP AIS AIP Teranestesi 0,04 ± 0,00 ax 0,05 ± 0,01 ax 0,05 ± 0,01 abx Pendarahan 30% 0,05 ± 0,01 ax 0,05 ± 0,01 ax 0,04 ± 0,01 abx Post transfusi 0,04 ± 0,01 ax 0,05 ± 0,01 ax 0,05 ± 0,01 abx Awal recovery 0,04 ± 0,01 ax 0,05 ± 0,01 ay 0,06 ± 0,01 by Pratorakotomi 0,04 ± 0,00 ax 0,05 ± 0,02 ax 0,04 ± 0,01 abx Post torakotomi 0,04 ± 0,00 ax 0,05 ± 0,01 ax 0,05 ± 0,01 abx H+7 0,04 ± 0,00 ax 0,05 ± 0,01 ax 0,04 ± 0,00 ax Keterangan : Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) dalam kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan. Pengukuran durasi P dilakukan untuk mengetahui waktu depolarisasi atrium (Conville dan Bassert 2002). Perbedaan nyata terlihat di antara ketiga kelompok pada awal recovery (Tabel 3). Perbedaan terjadi karena bobot badan pada kelompok AIP lebih besar dibandingkan dengan kelompok AP. Menurut Dukes dan Szabuniewics (1969) durasi P pada babi konvensional berumur 2-4 bulan dengan bobot badan 23 kg (30-60 ms) lebih besar daripada durasi P babi berumur 1 bulan seberat 7 kg (30-45 ms). Sehingga apabila hewan semakin berat dan tua, maka durasi P akan semakin besar. Perbedaan juga terlihat dalam kelompok AIP, yaitu saat awal recovery dan hari ke tujuh. Namun nilai pada hari ke tujuh di antara ketiga kelompok tidak berbeda nyata. Semua nilai rata-rata durasi P pada ketiga kelompok masih dalam batasan normal. Perbedaan yang terjadi dalam kelompok AIP tidak berkaitan dengan amplitudo P, karena pada waktu tersebut nilai amplitudo P tidak menunjukkan adanya kelainan. Berdasarkan kertas rekaman EKG pada sadapan II juga tidak ditemukan adanya kelainan bentuk durasi P, sehingga perbedaan nilai tersebut diduga karena variasi nilai normal saja.

21 10 Amplitudo R Tabel 4 Rata-rata amplitudo R (mv) Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan AP AIS AIP Teranestesi 0,69 ± 0,21 ax 0,54 ± 0,02 ax 0,39 ± 0,19 ax Pendarahan 30% 0,48 ± 0,38 ax 0,42 ± 0,23 ax 0,32 ± 0,24 ax Post transfusi 0,57 ± 0,24 ax 0,45 ± 0,18 ax 0,28 ± 0,15 ax Awal recovery 0,69 ± 0,19 ay 0,36 ± 0,19 axy 0,28 ± 0,20 ax Pratorakotomi 0,73 ± 0,23 ax 0,65 ± 0,11 ax 0,51 ± 0,21 ax Post torakotomi 0,55 ± 0,19 ax 0,40 ± 0,33 ax 0,53 ± 0,25 ax H+7 0,72 ± 0,34 ax 0,55 ± 0,06 ax 0,59 ± 0,20 ax Keterangan : Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) dalam kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan. Pengukuran amplitudo R bertujuan untuk mengetahui besarnya aktivitas depolarisasi ventrikel. Menurut Widjaja (1990), gelombang R dapat menandakan adanya hipertrofi ventrikel dan tanda-tanda bundle branch block (BBB). Pada penelitian ini, perbedaan waktu pengamatan tidak mempengaruhi amplitudo R. Namun perbedaan nyata amplitudo R terlihat diantara kelompok AP, AIS, dan AIP pada tahap awal recovery (Tabel 4). Perbedaan terjadi karena pengaruh perlakuan dan perbedaan ukuran tubuh. Pada kelompok AP nilai amplitudo R lebih tinggi daripada kelompok AIS dan AIP tetapi nilai tersebut masih sama dengan nilai pada saat teranestesi sempurna sehingga masih dikatakan normal dan bukan karena terjadi pembesaran ventrikel kiri. Pada kelompok AIS dan AIP diduga terjadi penurunan kerja ventrikel kiri karena jumlah cairan darah yang dikembalikan ke dalam tubuh babi setelah pendarahan lebih sedikit daripada jumlah cairan darah yang keluar tubuh sehingga mengakibatkan nilai amplitudo R rendah. Interval PR Tabel 5 Rata-rata interval PR (detik) Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan AP AIS AIP Teranestesi 0,13 ± 0,01 ax 0,15 ± 0,04 ax 0,12 ± 0,04 ax Pendarahan 30% 0,11 ± 0,01 ax 0,16 ± 0,04 ax 0,13 ± 0,02 ax Post transfusi 0,12 ± 0,02 ax 0,12 ± 0,05 ax 0,13 ± 0,04 ax Awal recovery 0,12 ± 0,03 ax 0,17 ± 0,03 ax 0,13 ± 0,03 ax Pratorakotomi 0,14 ± 0,00 ax 0,14 ± 0,04 ax 0,13 ± 0,01 ax Post torakotomi 0,11 ± 0,02 ax 0,14 ± 0,05 ax 0,13 ± 0,02 ax H+7 0,14 ± 0,00 ax 0,14 ± 0,04 ax 0,13 ± 0,01 ax Keterangan : Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) dalam kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

22 Interval PR mengandung dua komponen, yaitu gelombang P dan segmen PR. Interval PR diukur dari awal gelombang P hingga defleksi pertama dari komplek QRS. Interval PR menunjukkan waktu konduksi dari onset depolarisasi atrium ke onset repolarisasi ventrikel, sedangkan segmen PR menunjukkan repolarisasi atrium. Interval QR diukur dari awal kompleks QRS hingga titik tertinggi dari gelombang R, hal ini merupakan refleksi secara tidak langsung dari waktu aktivasi ventrikel. Apabila terjadi pemanjangan interval PR maka dipertimbangkan terjadi first-degree atrioventricular block (O Keefe et al. 2008; Thaler 2009). Pada kertas rekaman EKG dalam penelitian ini tidak ditemukan kelainan interval PR. Nilai rata-rata interval PR dalam dan di antara ketiga kelompok tidak menunjukkan perbedaan nyata (Tabel 5). Pada penelitian ini juga diperoleh nilai rata-rata interval PR sebesar 0,13 detik, yang sesuai dengan nilai interval PR normal pada babi berumur 2-4 bulan dan berbobot badan 23 kg menurut Dukes dan Szabuniewics (1969), yaitu sebesar 0,06-0,13 detik. 11 Durasi QRS Tabel 6 Rata-rata durasi QRS (detik) Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan AP AIS AIP Teranestesi 0,05 ± 0,01 ax 0,05 ± 0,01 ax 0,05 ± 0,01 ax Pendarahan 30% 0,05 ± 0,01 ax 0,06 ± 0,01 ax 0,05 ± 0,02 ax Post transfusi 0,05 ± 0,01 ax 0,06 ± 0,01 ax 0,05 ± 0,02 ax Awal recovery 0,05 ± 0,01 ax 0,05 ± 0,01 ax 0,05 ± 0,02 ax Pratorakotomi 0,05 ± 0,01 ax 0,05 ± 0,01 ax 0,06 ± 0,01 ax Post torakotomi 0,05 ± 0,01 ax 0,06 ± 0,01 ax 0,06 ± 0,01 ax H+7 0,05 ± 0,00 ax 0,06 ± 0,01 ax 0,06 ± 0,01 ax Keterangan : Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) dalam kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan. Interval QRS diukur dari awal hingga akhir dari total kompleks QRS. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui lamanya aktivitas depolarisasi ventrikel, sehingga perubahan bentuk pada QRS kompleks menunjukkan adanya pembesaran ventrikel atau penghambatan konduksi intraventrikular (Tilley dan Smith 2008; O Keefe et al. 2008). Pada kertas rekaman EKG tidak ditemukan adanya perubahan bentuk kompleks QRS. Pada Tabel 6, rata-rata durasi QRS dalam dan antar kelompok perlakuan tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga perlakuan autotransfusi dan faktor luar seperti bobot badan, umur, dan anestesia tidak mempengaruhi kompleks QRS. Nilai rata-rata durasi QRS pada penelitian ini adalah 0,052 detik. Nilai tersebut masih dalam rentangan nilai QRS normal pada babi, yaitu 0,05-0,07 detik (Dukes dan Szabuniewics 1969).

23 12 Interval QT Tabel 7 Rata-rata interval QT (detik) Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan AP AIS AIP Teranestesi 0,41 ± 0,06 ax 0,33 ± 0,06 ax 0,37 ± 0,04 abx Pendarahan 30% 0,40 ± 0,12 ax 0,38 ± 0,09 ax 0,40 ± 0,05 abcx Post transfusi 0,46 ± 0,14 ax 0,39 ± 0,05 ax 0,43 ± 0,06 bcdx Awal recovery 0,43 ± 0,16 ax 0,49 ± 0,06 ax 0,49 ± 0,06 dx Pratorakotomi 0,46 ± 0,21 ax 0,35 ± 0,13 ax 0,32 ± 0,03 ax Post torakotomi 0,51 ± 0,17 ax 0,43 ± 0,13 ax 0,46 ± 0,03 cdx H+7 0,33 ± 0,07 ax 0,34 ± 0,04 ax 0,34 ± 0,03 ax Keterangan : Huruf superscript (a,b,c,d) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) dalam kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan. Interval QT merupakan jarak antar permulaan gelombang Q sampai dengan akhir gelombang T sehingga menggambarkan awal mula aktivitas depolarisasi hingga akhir repolarisasi ventrikel. Pemanjangan interval QT disebabkan oleh sindrom kongenital panjang QT, miokarditis, infark miokard, penyakit serebrovaskular akut, pemakaian obat dalam jangka panjang dan ketidakseimbangan elektrolit, termasuk hipokalemia, hipokalsemia, quinidin, prokainamida, bretylium, tricyclic antidepressant, dan anestesi. Pemendekan interval QT disebabkan oleh hiperkalemia, hiperkalsemia, dan terapi quinidin (O Keefe et al. 2008;Tilley dan Smith 2008). Perbedaan nyata nilai rata-rata interval QT terlihat dalam kelompok AIP (Tabel 7), yaitu pada saat teranestesi dan awal recovery. Interval QT terlihat semakin panjang ketika pendarahan 30%, setelah transfusi, awal recovery, dan post-torakotomi. Interval QT normal pada babi 2-4 bulan, dengan bobot badan 23 kg adalah 0,20-0,26 detik (Dukes dan Szabuniewics 1969) sehingga pada penelitian ini diduga terjadi pemanjangan interval QT. Penyebab dari pemanjangan interval QT pada kelompok AIP diduga karena terjadi ketidakseimbangan elektrolit seperti hipokalsemia. Penyebab hipokalsemia adalah adanya perubahan distribusi seperti hipoalbuminemia dan ketidakseimbangan asam-basa (Thrall et al. 2004). Hipoalbuminemia dapat terjadi karena pendarahan. Pada saat pendarahan, tubuh kehilangan darah beserta cairan plasma. Sebagian besar kalsium dalam tubuh berada dalam sistem skelet atau terikat dengan albumin dalam plasma. Apabila kalsium bebas di dalam sel otot polos, sel otot jantung dan sel saraf berkurang, maka akan menyebabkan kontraksi pada otot polos pembuluh darah, otot jantung, serta pembentukan dan konduksi impuls dalam jantung berkurang (Nijjer et al. 2010). Darah pada kelompok AIP dicuci dengan alat cell saver sehingga darah yang ditransfusikan kembali kedalam tubuh hewan hanya berupa sel darah merah tanpa plasma sehingga menyebabkan hewan masih berada dalam keadaan hipokalsemia. Pada kelompok AIP saat pratorakotomi, interval QT kembali seperti semula, namun setelah torakotomi terjadi pemanjangan lagi. Hal ini disebabkan karena pada saat torakotomi, hewan dibius perinhalasi dengan isofluran, Pembiusan dengan isofluran menyebabkan relaksasi muskulus yang baik (Plumb 2005).

24 Selain itu, selama tindakan torakotomi dilakukan nafas buatan yang menyebabkan hiperventilasi. Oksigen terlalu banyak masuk kedalam tubuh, sedangkan karbondioksida (pco 2 ) menurun sehingga tubuh meresponnya dengan tidak bernafas. Hal tersebut dilihat dengan terjadinya apneu selama beberapa menit. Hiperventilasi menyebabkan respirasi alkalosis, yaitu terjadi penurunan pco 2, HCO 3 normal, peningkatan ph darah, dan konsentrasi H 2 CO 3 rendah (Thrall et al. 2004). Pada hari ke tujuh rata-rata interval QT menurun, dan tidak berbeda nyata dengan rata-rata interval QT pada saat terbius sempurna, dan pratorakotomi dikarenakan merupakan awal pembiusan. Dalam rentang waktu tersebut elektrolit hewan telah kembali normal dari asupan pakan dan minum serta tidak adanya perlakuan. 13 Segmen ST Segmen ST menunjukkan selang waktu antara depolarisasi dan repolarisasi ventrikel. Diukur dari akhir periode kompleks QRS hingga mulainya gelombang T, yaitu tidak adanya konduksi dan secara normal merupakan garis lurus (isoelektris). Segmen ST adalah suatu kunci indikator untuk iskemik miokard, infark dan nekrosis atau hipotermia apabila terjadi peningkatan (elevasi) atau penurunan (depresi). Elevasi adalah defleksi positif garis segmen ST dari baseline, sedangkan depresi adalah defleksi negatif garis segmen ST dari baseline kertas rekaman EKG (O Keefe et al. 2008; Thaler 2009). Elevasi segmen ST pada anjing disebabkan oleh hipoksia miokardial, infark miokardial transmural, efusi perikardial, dan pada kucing akibat keracunan digoksin. Depresi segmen ST pada anjing disebabkan oleh hipoksia miokardial, hiperkalemia, hipokalemia, infark miokardial subendokardial, takhikardia, atau keracunan digoksin. Nilai depresi dan elevasi segmen ST normal pada anjing adalah tidak lebih dari 0,2 mv dan tidak lebih dari 0,15 mv (Tilley dan Smith 2008). Pada kertas rekaman EKG di sadapan II pada penelitian ini tidak ditemukan gambar yang menunjukkan kelainan bentuk segmen ST. Berbeda dengan penelitian Shousa et al. (2010), ditemukan depresi segmen ST setelah torakotomi karena dilakukan pembukaan dinding torak yang lebih besar. Gelombang T Gelombang T pada gambaran EKG menunjukkan fase repolarisasi ventrikel. Gelombang T pada babi secara normal positif pada sadapan I, pada sadapan II dan III positif dan difasik (Dukes dan Szabuniewicz 1969). Kepentingan dari gelombang T adalah menandakan adanya iskemik/infark, kelainan elektrolit, dan lain-lain (Tilley dan Smith 2008).

25 14 Tabel 8 Rata-rata durasi T (detik) Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan AP AIS AIP Teranestesi 0.08 ± 0.02 ax 0.07 ± 0.04 ax 0.08 ± 0.03 ax Pendarahan 30% 0.09 ± 0.03 ax 0.09 ± 0.02 ax 0.10 ± 0.03 ax Post Transfusi 0.09 ± 0.03 ax 0.10 ± 0.04 ax 0.12 ± 0.06 ax Awal Recovery 0.07 ± 0.04 ax 0.11 ± 0.03 ax 0.11 ± 0.05 ax Pre Torakotomi 0.09 ± 0.04 ax 0.08 ± 0.02 ax 0.08 ± 0.00 ax Post Torakotomi 0.12 ± 0.02 ax 0.09 ± 0.06 ax 0.10 ± 0.03 ax H ± 0.02 ax 0.08 ± 0.05 ax 0.07 ± 0.01 ax Keterangan : Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) dalam kelompok perlakuan. Huruf superscript(x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan. Tabel 9 Rata-rata amplitudo T (mv) Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan AP AIS AIP Teranestesi 0.23 ± 0.05 ax 0.29 ± 0.27 ax 0.29 ± 0.20 ax Pendarahan 30% 0.34 ± 0.09 ax 0.42 ± 0.26 ax 0.37 ± 0.10 ax Post Transfusi 0.32 ± 0.16 ax 0.38 ± 0.41 ax 0.30 ± 0.17 ax Awal Recovery 0.22 ± 0.20 ax 0.48 ± 0.38 ax 0.32 ± 0.19 ax Pre Torakotomi 0.37 ± 0.24 ax 0.40 ± 0.28 ax 0.17 ± 0.07 ax Post Torakotomi 0.32 ± 0.11 ax 0.33 ± 0.25 ax 0.28 ± 0.15 ax H ± 0.21 ax 0.58 ± 0.46 ax 0.13 ± 0.04 ax Keterangan : Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) dalam kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan. a b c d e f g Gambar 4 Rekaman gelombang T pada: ulangan kedua kelompok AP pratorakotomi (a), ulangan kedua kelompok AIS saat pendarahan 30% (b), ulangan kedua kelompok AIS posttransfusi (c), ulangan kedua kelompok AIS awal recovery (d), ulangan kedua kelompok AIS pada H+7 (e), ulangan ketiga kelompok AIS pada H+7 (f), dan ulangan pertama kelompok AIP setelah torakotomi (g). Hasil uji statistik yang telah tersaji dalam Tabel 8 dan 9 menunjukkan bahwa nilai rata-rata durasi dan amplitudo T dalam dan di antara ketiga kelompok autotransfusi tidak berbeda nyata. Namun pada penelitian ini ditemukan gelombang T yang sangat tinggi, yaitu ulangan ke dua pada kelompok AP pratorakotomi; ulangan ke dua kelompok AIS saat pendarahan 30%, setelah transfusi, awal recovery, dan H+7; ulangan ke tiga kelompok AIS saat H+7; dan pada ulangan pertama kelompok AIP setelah torakotomi (Gambar 4).

26 Menurut Tilley et al. (2008), gelombang T yang terlampau tinggi berhubungan dengan hiperkalemia dan hipoksia miokardial. Pada penelitian ini dilakukan simulasi trauma abdomen yang menyebabkan luka pada otot dan sel menjadi rusak. Hiperkalemia terjadi karena sejumlah besar jaringan rusak seperti pada luka otot yang parah atau pada sel darah merah yang lisis. Sel rusak tersebut menyebabkan potasium (K + ) yang berada di dalam sel banyak keluar ke ekstraseluler sehingga terjadi hiperkalemia (Guyton dan Hall 2006). Ketiga tindakan autotransfusi yang dilakukan diduga mengakibatkan sel darah merah menjadi lisis. Peningkatan amplitudo T ditemukan pada 2 ekor babi pada kelompok AIS, sedangkan pada kelompok AP dan AIP hanya ditemukan pada 1 ekor babi. Pada kelompok AIS dan AIP, sel darah diduga lisis akibat trauma perlakuan. Pada kelompok AIS diduga terjadi peningkatan kalium akibat autolisis darah saring yang lebih besar. Maka dari itu perlu diperhatikan jika terjadi derajat kerusakan sel darah yang sangat parah selama tindakan penyaringan sederhana karena hiperkalemia dapat mengakibatkan keadaan menjadi fatal. Sel darah merah yang lisis pada kelompok AP diduga berasal dari sel darah merah yang telah mengalami penuaan selama proses penyimpanan. Menurut Callan (2010), penyimpanan dalam waktu lama dapat menyebabkan sel darah merah mengalami penurunan fungsi sehingga kemungkinan lisis lebih besar. Hipoksia miokardial terjadi akibat proses pendarahan 30% saat operasi dan diperparah dengan belum mampunya tubuh dalam mengatasi kekurangan oksigen sehingga oksigen yang diangkut ke otot jantung sangat sedikit (Guyton dan Hall 2006). 15 Denyut Jantung Tabel 10 Rata-rata denyut jantung (denyut per menit) Waktu Pengamatan Kelompok Perlakuan AP AIS AIP Teranestesi 62,67 ± 15,63 ax 67,00 ± 17,78 ax 62,00 ± 17,35 abcx Pendarahan 30% 86,33 ± 48,42 ax 50,00 ± 05,29 ax 51,67 ± 13,65 abcx Post transfusi 78,00 ± 45,92 ax 77,67 ± 27,30 ax 43,00 ± 02,00 ax Awal recovery 69,67 ± 29,09 ax 48,33 ± 07,64 ax 48,00 ± 12,17 abx Pratorakotomi 56,33 ± 15,50 ax 69,67 ± 11,02 ax 69,00 ± 08,72 bcx Post torakotomi 56,33 ± 19,86 ax 65,67 ± 21,13 ax 53,33 ± 09,29 abcx H+7 71,67 ± 15,95 ax 71,33 ± 18,50 ax 73,00 ± 04,24 cx Keterangan : Huruf superscript (a,b,c) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) dalam kelompok perlakuan. Huruf superscript (x,y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan. Kecepatan denyut jantung terutama ditentukan oleh pengaruh saraf otonom pada nodus sinoatrial. Denyut jantung dapat dihitung setelah mendapatkan sinyal EKG atau menggunakan persamaan Interval RR. Interval RR adalah jarak antara gelombang R dengan gelombang R lainnya yang berdekatan, terukur dalam satuan waktu (detik) dan digunakan untuk mengindikasi ventricular rate (Abedin dan Conner 2008; O Keefe et al. 2008).

27 16 Nilai rata-rata denyut jantung dalam kelompok AP dan AIS tidak berbeda nyata, namun dalam kelompok AIP terlihat adanya perbedaan nyata (Tabel 10). Pada penelitian sebelumya yang dilakukan oleh Gunanti et al. (2011) tentang pembiusan babi model laparoskopi, frekuensi detak jantung babi adalah 68,3 ± 12,6 kali permenit sehingga pada kelompok AIP dimungkinan terjadi bradikardi. Menurut Tilley dan Smith (2008), bradikardi dapat terjadi secara primer seperti sick sinus syndrome (SSS), dan sekunder yang merupakan bawaan dari penyakit sistemik atau akibat keracunan obat. Pada penelitian ini dilakukan laparotomi dan splenektomi sebagai simulasi trauma abdomen sehingga terjadi pendarahan pada saluran pencernaan. Pendarahan menyebabkan syok hipovolemia, yaitu suatu keadaan kekurangan aliran darah pada jaringan-jaringan tubuh. Trauma abdomen dan pendarahan merupakan salah satu gangguan saluran pencernaan yang dapat menyebabkan peningkatan tonus vagus, karena refleks tersebut menstimulus saraf vagus untuk mengeluarkan asetilkolin pada postganglion jantung yang membawa efek parasimpatis sehingga menyebabkan sinus bradikardi. Hormon asetilkolin dapat menurunkan eksitabilitas serabutserabut penghubung AV-node sehingga terjadi penurunan arus listrik yang akan memperlambat konduksi impuls listrik menuju ventrikel (Guyton dan Hall 2006). Dalam keadaan pendarahan, tubuh biasanya mengkompensasi dengan meningkatkan stimulasi saraf simpatis, namun denyut jantung kelompok AIP pada post-transfusi tetap rendah dan berbeda nyata dengan pretorakotami dan H+7. Hal tersebut diduga akibat hanya sel darah merah yang ditransfusikan dan tubuh masih kekurangan cairan, sehingga tubuh gagal mengkompensasi. Keadaan ini didukung dengan adanya pemanjangan interval QT. Denyut jantung pada pretorakotomi dan H+7 masih dalam batasan normal karena pengambilan rekaman EKG dilakukan sebelum babi diberi perlakuan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil dalam dan antara ketiga tindakan autotransfusi darah pada penelitian ini tidak mempengaruhi semua perubahan aktivitas jantung dalam elektrokardiogram. Perbedaan nyata di antara kelompok terlihat pada amplitudo P saat babi teranestesi sempurna, serta nilai durasi P dan amplitudo R pada saat awal recovery. Perbedaan nyata dalam waktu pengamatan terlihat pada interval QT dan durasi P kelompok AIP saat awal recovery dan H+7, namun semua perbedaan nilai tersebut masih berada dalam batasan normal. Pada sadapan II kertas EKG ditemukan gelombang T yang sangat tinggi dan ditemukan juga bahwa pada kelompok AIP terjadi bradikardi. Secara umum semua perbedaan yang terjadi pada perlakuan tersebut tidak menunjukkan gangguan yang berarti dalam konduktifitas listrik jantung jika diantisipasi dengan baik, sehingga tindakan autotransfusi darah dapat dikatakan aman bila dilihat dari elektrokardiogramnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Adaptasi hewan (kelompok AP,AIS,AIP) Torakotomi (kelompok AP,AIS,AIP) H + 2 H+2 H - 14 H-14 Teranestesi sempurna H Awal recovery H+7 Pengambilan darah simpan 30% total darah (kelompok AP) Post transfusi

Lebih terperinci

dampak autotransfusi preoperatif, intraoperatif sederhana, dan intraoperatif pencucian terhadap aktivitas listrik jantung.

dampak autotransfusi preoperatif, intraoperatif sederhana, dan intraoperatif pencucian terhadap aktivitas listrik jantung. 2 dampak autotransfusi preoperatif, intraoperatif sederhana, dan intraoperatif pencucian terhadap aktivitas listrik jantung. TINJAUAN PUSTAKA Autotransfusi Darah untuk transfusi dibedakan menjadi dua tipe,

Lebih terperinci

METODE. Tempat dan Waktu

METODE. Tempat dan Waktu 4 METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2011 dan berakhir bulan Juni 2011. Penelitian bertempat di Laboratorium Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 Nilai rata-rata elektrokardiogram kelompok autotransfusi preoperatif pada babi lokal indonesia (Sus domestica)

LAMPIRAN. Lampiran 1 Nilai rata-rata elektrokardiogram kelompok autotransfusi preoperatif pada babi lokal indonesia (Sus domestica) 20 LAMPIRAN Lampiran 1 Nilai rata-rata elektrokardiogram kelompok autotransfusi preoperatif pada babi lokal indonesia (Sus domestica) Sum of Squares df Mean Square F Sig. durasip Between Groups.000 6.000

Lebih terperinci

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT INTERPRETASI DASAR EKG

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT INTERPRETASI DASAR EKG TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT INTERPRETASI DASAR EKG Disusun untuk memenuhi tugas mandiri keperawatan gawat darurat Dosen Setiyawan S.Kep.,Ns.,M.Kep. Disusun oleh : NUGKY SETYO ARINI (P15037) PRODI D3

Lebih terperinci

INTERPRETASI ELEKTROKARDIOGRAFI STRIP NORMAL HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA SULAWESI UTARA

INTERPRETASI ELEKTROKARDIOGRAFI STRIP NORMAL HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA SULAWESI UTARA INTERPRETASI ELEKTROKARDIOGRAFI STRIP NORMAL HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA SULAWESI UTARA PENDAHULUAN Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari rekaman aktivitas listrik jantung

Lebih terperinci

KONSEP DASAR EKG. Rachmat Susanto, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.MB (KV)

KONSEP DASAR EKG. Rachmat Susanto, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.MB (KV) KONSEP DASAR EKG Rachmat Susanto, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.MB (KV) TIU Setelah mengikuti materi ini peserta mampu memahami konsep dasar EKG dan gambaran EKG normal. TIK Setelah mengikuti materi ini peserta

Lebih terperinci

Ditulis pada Rabu, 20 September :47 WIB oleh damian dalam katergori Pemeriksaan tag EKG, ECG, pemeriksaan, elektromedis

Ditulis pada Rabu, 20 September :47 WIB oleh damian dalam katergori Pemeriksaan tag EKG, ECG, pemeriksaan, elektromedis - V1 di garis parasternal kanan sejajar dengan ICS 4 berwarna merah Elektrokardiografi (EKG) Ditulis pada Rabu, 20 September 2017 08:47 WIB oleh damian dalam katergori Pemeriksaan tag EKG, ECG, pemeriksaan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 32 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Fisik Keseluruhan anjing yang dipergunakan pada penelitian diperiksa secara klinis dan dinyatakan sehat sesuai dengan klasifikasi status klas I yang telah ditetapkan

Lebih terperinci

Laporan Pendahuluan Elektrokardiogram (EKG) Oleh Puji Mentari

Laporan Pendahuluan Elektrokardiogram (EKG) Oleh Puji Mentari Laporan Pendahuluan Elektrokardiogram (EKG) Oleh Puji Mentari 1106053344 A. Pengertian Tindakan Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu pencatatan grafis aktivitas listrik jantung (Price, 2006). Sewaktu impuls

Lebih terperinci

A. Pengukuran tekanan darah secara tidak langsung

A. Pengukuran tekanan darah secara tidak langsung Materi 3 Kardiovaskular III A. Pengukuran tekanan darah secara tidak langsung Tujuan a. Mengukur tekanan darah arteri dengan cara palpasi b. Mengukur tekanan darah arteri dengan cara auskultasi Dasar Teori

Lebih terperinci

Normal EKG untuk Paramedis. dr. Ahmad Handayani dr. Hasbi Murdhani

Normal EKG untuk Paramedis. dr. Ahmad Handayani dr. Hasbi Murdhani Normal EKG untuk Paramedis dr. Ahmad Handayani dr. Hasbi Murdhani Anatomi Jantung & THE HEART Konsep dasar elektrokardiografi Sistem Konduksi Jantung Nodus Sino-Atrial (SA) - pada pertemuan SVC dg atrium

Lebih terperinci

JANTUNG 4 RUANG POMPA ATRIUM KA/KI, VENTRIKEL KA/KI SISTEM HANTAR KHUSUS YANG MENGHANTARKAN IMPULS LISTRIK DARI ATRIUM KE VENTRIKEL : 1.

JANTUNG 4 RUANG POMPA ATRIUM KA/KI, VENTRIKEL KA/KI SISTEM HANTAR KHUSUS YANG MENGHANTARKAN IMPULS LISTRIK DARI ATRIUM KE VENTRIKEL : 1. ELEKTROKARDIOGRAFI ILMU YANG MEMPELAJARI AKTIFITAS LISTRIK JANTUNG ELEKTROKARDIOGRAM (EKG) SUATU GRAFIK YANG MENGGAMBARKAN REKAMAN LISTRIK JANTUNG NILAI DIAGNOSTIK EKG PADA KEADAAN KLINIS : ARITMIA JANTUNG

Lebih terperinci

Sinyal ECG. ECG Signal 1

Sinyal ECG. ECG Signal 1 Sinyal ECG ECG Signal 1 Gambar 1. Struktur Jantung. RA = right atrium, RV = right ventricle; LA = left atrium, dan LV = left ventricle. ECG Signal 2 Deoxygenated blood Upper body Oxygenated blood Right

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jantung Elektrofisiologi jantung Aktivitas listrik jantung merupakan perubahan permeabilitas membran sel,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jantung Elektrofisiologi jantung Aktivitas listrik jantung merupakan perubahan permeabilitas membran sel, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jantung 2.1.1. Elektrofisiologi jantung Aktivitas listrik jantung merupakan perubahan permeabilitas membran sel, yang menyebabkan terjadinya pergerakan ion yang keluar-masuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 11 Adaptasi (kelompok AP,AIS,AIP) H H + 2 H - 14 Pengambilan darah simpan (kelompok AP) pre post Perdarahan 30% via splenektomi + autotransfusi (kelompok AP,AIS,AIP) H + 7 Panen (kelompok AP,AIS,AIP) Gambar

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian B. Tujuan tindakan C. Indikasi, kontra indikasi, dan komplikasi tindakan Indikasi tindakan Kontraindikasi

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian B. Tujuan tindakan C. Indikasi, kontra indikasi, dan komplikasi tindakan Indikasi tindakan Kontraindikasi BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu sinyal yang dihasilkan oleh aktivitas listrik otot jantung. EKG ini merupakan rekaman informasi kondisi jantung yang diambil dengan

Lebih terperinci

SOP ECHOCARDIOGRAPHY TINDAKAN

SOP ECHOCARDIOGRAPHY TINDAKAN SOP ECHOCARDIOGRAPHY N O A B C FASE PRA INTERAKSI TINDAKAN 1. Membaca dokumentasi keperawatan. 2. Menyiapkan alat-alat : alat echocardiography, gel, tissu. 3. Mencuci tangan. FASE ORIENTASI 1. Memberikan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pemeriksaan Klinis dan Tekanan Darah

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pemeriksaan Klinis dan Tekanan Darah METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai bulan Desember 00 di Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM KARDIOVASKULER

STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM KARDIOVASKULER STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM KARDIOVASKULER Tujuan Pembelajaran Menjelaskan anatomi dan fungsi struktur jantung : Lapisan jantung, atrium, ventrikel, katup semilunar, dan katup atrioventrikular Menjelaskan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM 6 PEREKAMAN EKG, INFUS PUMP DAN PEMANTAUAN CVP

PRAKTIKUM 6 PEREKAMAN EKG, INFUS PUMP DAN PEMANTAUAN CVP Station 1: Perekaman EKG PRAKTIKUM 6 PEREKAMAN EKG, INFUS PUMP DAN PEMANTAUAN CVP Gambaran Umum/Persiapan EKG merupakan tindakan non invasif yang dapat memberikan gambaran tentang aktivitas listrik jantung

Lebih terperinci

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Conducted by: Jusuf R. Sofjan,dr,MARS 2/17/2016 1 Jantung merupakan organ otot

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA

UNIVERSITAS GADJAH MADA UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN Jl. Farmako Sekip Utara Yogyakarta Buku 2: RKPM Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan Modul Pembelajaran Pertemuan ke-12 Modul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dua ruang yaitu atrium kiri (sinister) dan kanan (dexter), dan dua ventrikel sinister

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dua ruang yaitu atrium kiri (sinister) dan kanan (dexter), dan dua ventrikel sinister BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomifisiologi Jantung Anjing Secara anatomi, jantung anjing memiliki empat ruang yang terbagi atas dua ruang yaitu atrium kiri (sinister) dan kanan (dexter), dan dua ventrikel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 4 ruang yaitu atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan kanan, serta memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 4 ruang yaitu atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan kanan, serta memiliki BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Jantung Berdasarkan struktur anatomi, jantung hewan mamalia terbagi menjadi 4 ruang yaitu atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan kanan, serta memiliki

Lebih terperinci

AKTIFITAS LISTRIK JANTUNG. Potensial Aksi Pada Jantung

AKTIFITAS LISTRIK JANTUNG. Potensial Aksi Pada Jantung AKTIFITAS LISTRIK JANTUNG Potensial Aksi Pada Jantung Pendahuluan Jantung : Merupakan organ vital Fungsi Jantung : Memompakan darah ke seluruh tubuh. Jantung terletak pada rongga dada sebelah kiri. Batas

Lebih terperinci

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN HANI FITRIANI. Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang fisiologi dan ergonomi. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan menggunakan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang fisiologi dan ergonomi. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan menggunakan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang fisiologi dan ergonomi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilakukan di kelompok pengrajin batik tulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh dimana pada saat memompa jantung otot-otot jantung (miokardium) yang bergerak. Untuk fungsi tersebut, otot

Lebih terperinci

Identifikasi Karakter Temporal dan Potensial Listrik Statis Pada Elektrokardiografi (EKG) akibat Penyakit Otot Jantung Myocardial Infarction (MI)

Identifikasi Karakter Temporal dan Potensial Listrik Statis Pada Elektrokardiografi (EKG) akibat Penyakit Otot Jantung Myocardial Infarction (MI) Identifikasi Karakter Temporal dan Potensial Listrik Statis Pada Elektrokardiografi (EKG) akibat Penyakit Otot Jantung Myocardial Infarction (MI) Andi Naslisa Bakpas1, Wira Bahari Nurdin, dan Sri Suryani

Lebih terperinci

Lampiran 1 Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi menurut American Society of Anaesthesiologist (ASA)

Lampiran 1 Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi menurut American Society of Anaesthesiologist (ASA) LAMPIRAN 73 74 Lampiran 1 Klasifikasi status pasien pada prosedur anestesi menurut American Society of Anaesthesiologist (ASA) Katagori Kondisi Fisik Contoh kondisi klinik Hewan normal (sehat klinis) Tidak

Lebih terperinci

ANALISA INDEKS ERITROSIT BABI DOMESTIK

ANALISA INDEKS ERITROSIT BABI DOMESTIK ANALISA INDEKS ERITROSIT BABI DOMESTIK (Sus domestica) PADA AUTOTRANSFUSI PREOPERATIF, INTRAOPERATIF SEDERHANA, DAN INTRAOPERATIF PENCUCIAN CELL SAVER SEBAGAI MODEL UNTUK MANUSIA ANITA RAHMAYANTI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin

Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin Identifikasi Karakter Temporal dan Potensial Listrik Statis dari Kompleks QRS dan Segmen ST Elektrokardiogram (EKG) Pada Penderita dengan Kelainan Jantung Hipertrofi Ventrikel Kiri Hariati 1, Wira Bahari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infark miokard akut mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibart suplai darah yang tidak adekuat, sehingga aliran darah koroner

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Fisioanatomi Jantung

TINJAUAN PUSTAKA Fisioanatomi Jantung 5 TINJAUAN PUSTAKA Fisioanatomi Jantung Anatomi jantung terdiri dari empat ruang yaitu atrium kanan dan kiri, serta ventrikel kanan dan kiri yang dipisahkan oleh septum. Jantung dibungkus oleh suatu lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensial permukaan tubuh (Sumber: Clark Jr, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensial permukaan tubuh (Sumber: Clark Jr, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya seluruh fungsi dan aktivitas tubuh melibatkan listrik. Tubuh manusia menghasilkan sinyal listrik dari hasil aksi elektrokimia sel-sel tertentu dan listrik

Lebih terperinci

ELEKTROKARDIOGRAM MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) YANG TERANESTESI KOMBINASI KETAMIN-SILASIN SKRIPSI

ELEKTROKARDIOGRAM MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) YANG TERANESTESI KOMBINASI KETAMIN-SILASIN SKRIPSI ELEKTROKARDIOGRAM MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) YANG TERANESTESI KOMBINASI KETAMIN-SILASIN SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA

UNIVERSITAS GADJAH MADA UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN Jl. Farmako Sekip Utara Yogyakarta Buku 2: RKPM Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan Modul Pembelajaran Pertemuan ke-9 Modul

Lebih terperinci

ELEKTROKARDIOGRAM ANJING PELACAK SUBDIREKTORAT SATWA KEPOLISIAN DAERAH BALI SKRIPSI

ELEKTROKARDIOGRAM ANJING PELACAK SUBDIREKTORAT SATWA KEPOLISIAN DAERAH BALI SKRIPSI ELEKTROKARDIOGRAM ANJING PELACAK SUBDIREKTORAT SATWA KEPOLISIAN DAERAH BALI SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Tugas Dan Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan Oleh Ridhanisa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian tentang profil nilai fisiologis kardiorespirasi dan suhu tubuh Macaca fascicularis tersedasi (nilai rataan denyut jantung, nafas, suhu tubuh dan EKG) pada perbedaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengecek alat EKG. Penulis membandingakan dengan alat simulator pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengecek alat EKG. Penulis membandingakan dengan alat simulator pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Berdasarkan hasil penelitian penulis saat dilaboratorium pada 21 desember 2016 bertempat di RS PKU Muhammadiyah bahwasannya, alat simulator pasien pada

Lebih terperinci

ELEKTROKARDIOGRAM ANJING DOMESTIK YANG DIBERIKAN KOMBINASI XILASIN DAN KETAMIN SECARA SUBKUTAN SEBAGAI PEMELIHARA ANESTESI SKRIPSI

ELEKTROKARDIOGRAM ANJING DOMESTIK YANG DIBERIKAN KOMBINASI XILASIN DAN KETAMIN SECARA SUBKUTAN SEBAGAI PEMELIHARA ANESTESI SKRIPSI ELEKTROKARDIOGRAM ANJING DOMESTIK YANG DIBERIKAN KOMBINASI XILASIN DAN KETAMIN SECARA SUBKUTAN SEBAGAI PEMELIHARA ANESTESI SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai

Lebih terperinci

ECG ElectroCardioGraphy. Peralatan Diagnostik Dasar, MRM 12

ECG ElectroCardioGraphy. Peralatan Diagnostik Dasar, MRM 12 ECG ElectroCardioGraphy Elektrokardiografi - merekam grafik aktivitas listrik (potensi) yang dihasilkan oleh sistem konduksi dan miokardium jantung selama depolarisasi / re-polarisasi siklus. Akhir 1800-an

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STABILITAS ELEKTROKARDIOGRAM PADA ANJING DOMESTIK YANG DIANESTESI ANTARA KETAMIN, PROPOFOL DAN KOMBINASINYA I PUTU GEDE YUDHI ARJENTINIA

PERBANDINGAN STABILITAS ELEKTROKARDIOGRAM PADA ANJING DOMESTIK YANG DIANESTESI ANTARA KETAMIN, PROPOFOL DAN KOMBINASINYA I PUTU GEDE YUDHI ARJENTINIA PERBANDINGAN STABILITAS ELEKTROKARDIOGRAM PADA ANJING DOMESTIK YANG DIANESTESI ANTARA KETAMIN, PROPOFOL DAN KOMBINASINYA I PUTU GEDE YUDHI ARJENTINIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Anatomi Jantung

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Anatomi Jantung 4 BAB II TEORI DASAR 2.1. Jantung Jantung merupakan otot tubuh yang bersifat unik karena mempunyai sifat membentuk impuls secara automatis dan berkontraksi ritmis [4], yang berupa dua pompa yang dihubungkan

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALATIHAN SOAL

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALATIHAN SOAL SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALATIHAN SOAL 1. Penyakit keturunan di mana penderitanya mengalami gangguan dalam pembekuan darah disebut... Leukopeni Leukositosis Anemia Hemofilia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya peningkatan tekanan pengisian (backward failure), atau kombinasi

BAB I PENDAHULUAN. adanya peningkatan tekanan pengisian (backward failure), atau kombinasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal jantung terjadi ketika jantung tidak dapat memompa darah ke seluruh tubuh dengan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan metabolik tubuh (forward failure), atau

Lebih terperinci

GAMBARAN KALSIUM DARAH PADA PERIODE KEBUNTINGAN DAN KANDUNGAN KALSIUM DALAM SUSU PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH CANDRA ELISSAR YAFIZHAM

GAMBARAN KALSIUM DARAH PADA PERIODE KEBUNTINGAN DAN KANDUNGAN KALSIUM DALAM SUSU PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH CANDRA ELISSAR YAFIZHAM GAMBARAN KALSIUM DARAH PADA PERIODE KEBUNTINGAN DAN KANDUNGAN KALSIUM DALAM SUSU PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH CANDRA ELISSAR YAFIZHAM DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Variabel yang diamati : Gambar 5 Alur penelitian terhadap babi A, B, dan C 1. Gejala pada saat periode induksi 2. Onset anestesi 3. Durasi anestesi 4. Temperatur tubuh ( o C) 5. Frekuensi denyut jantung

Lebih terperinci

ABSTRACT. Nilai Normal Elektrokardiogram, Frekuensi Jantung, Respirasi dan Suhu Tubuh Dugong dugon

ABSTRACT. Nilai Normal Elektrokardiogram, Frekuensi Jantung, Respirasi dan Suhu Tubuh Dugong dugon ISSN : 1411-8327 Nilai Normal Elektrokardiogram, Frekuensi Jantung, Respirasi dan Suhu Tubuh Dugong dugon (NORMAL VALUES OF ELECTROCARDIOGRAM, HEART RATE, RESPIRATION RATE AND BODY TEMPERATURE OF Dugong

Lebih terperinci

Jurnal Einstein 2 (3) (2014): Jurnal Einstein. Available online

Jurnal Einstein 2 (3) (2014): Jurnal Einstein. Available online Jurnal Einstein Available online http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/einstein RANCANG BANGUN INSTRUMENTASI ELEKTROKARDIOGRAFI BERBANTUAN PC MENGGUNAKAN SOUNDSCOPE Evi Ulandari dan Ridwan Abdullah

Lebih terperinci

Intro. - alifis.wordpress.com

Intro. - alifis.wordpress.com Intro. Manusia tidak bisa melihat, merasa, mencium atau menyadari keberadaan listrik dengan inderanya, baik untuk muatan maupun untuk medan listriknya. Baru pada akhir abad 18 hal-hal mengenai listrik

Lebih terperinci

JUMLAH ERITROSIT, NILAI HEMATOKRIT DAN KADAR HEMOGLOBIN AYAM PEDAGING UMUR 6 MINGGU YANG DIBERI SUPLEMEN KUNYIT, BAWANG PUTIH DAN ZINK

JUMLAH ERITROSIT, NILAI HEMATOKRIT DAN KADAR HEMOGLOBIN AYAM PEDAGING UMUR 6 MINGGU YANG DIBERI SUPLEMEN KUNYIT, BAWANG PUTIH DAN ZINK JUMLAH ERITROSIT, NILAI HEMATOKRIT DAN KADAR HEMOGLOBIN AYAM PEDAGING UMUR 6 MINGGU YANG DIBERI SUPLEMEN KUNYIT, BAWANG PUTIH DAN ZINK RATNA DELIMA NATALIA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALatihan Soal 6.1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALatihan Soal 6.1 SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALatihan Soal 6.1 1. Bentuknya bulat pipih, berumur 120 hari, tidak berinti dan cekung bagian. Hal tersebut adalah ciri-ciri... leukosit trombosit

Lebih terperinci

Curah jantung. Nama : Herda Septa D NPM : Keperawatan IV D. Definisi

Curah jantung. Nama : Herda Septa D NPM : Keperawatan IV D. Definisi Nama : Herda Septa D NPM : 0926010138 Keperawatan IV D Curah jantung Definisi Kontraksi miokardium yang berirama dan sinkron menyebabkan darah dipompa masuk ke dalam sirkulasi paru dan sistemik. Volume

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segmen ST yang persisten dan peningkatan biomarker nekrosis miokardium.

BAB I PENDAHULUAN. segmen ST yang persisten dan peningkatan biomarker nekrosis miokardium. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMAEST) adalah sindrom klinis yang ditandai dengan gejala khas iskemia miokardium disertai elevasi segmen ST yang persisten

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular yang terdiri dari penyakit jantung dan stroke merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian terjadi di negara berkembang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Eritrosit (Sel Darah Merah) Profil parameter eritrosit yang meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit kucing kampung (Felis domestica) ditampilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan campuran dari beberapa bahan pokok lilin yaitu gondorukem, damar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan campuran dari beberapa bahan pokok lilin yaitu gondorukem, damar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Paparan asap pembakaran lilin batik 2.1.1 Lilin batik Lilin batik (malam) adalah bahan yang digunakan untuk menutup permukaan kain mengikuti gambar motif batik, sehingga permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontraksi sel otot jantung untuk menyemprotkan darah dipicu oleh potensial aksi yang menyapu ke seluruh membrane sel otot. Jantung berkontraksi, atau berdenyut secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Temperatur Tubuh Temperatur tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Temperatur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Temperatur Tubuh Temperatur tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Temperatur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Temperatur Tubuh Temperatur tubuh didefinisikan sebagai derajat panas tubuh. Temperatur tubuh hewan merupakan keseimbangan antara produksi panas tubuh yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN AMBING TIKUS (Rattus norvegicus) PADA USIA KEBUNTINGAN 13, 17, DAN 21 HARI AKIBAT PENYUNTIKAN bst (bovine Somatotropin)

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN AMBING TIKUS (Rattus norvegicus) PADA USIA KEBUNTINGAN 13, 17, DAN 21 HARI AKIBAT PENYUNTIKAN bst (bovine Somatotropin) PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN AMBING TIKUS (Rattus norvegicus) PADA USIA KEBUNTINGAN 13, 17, DAN 21 HARI AKIBAT PENYUNTIKAN bst (bovine Somatotropin) MEETHA RAMADHANITA PARDEDE SKRIPSI DEPARTEMEN ANATOMI,

Lebih terperinci

Kontrol Dari Kecepatan Denyut Jantung

Kontrol Dari Kecepatan Denyut Jantung Kontrol Dari Kecepatan Denyut Jantung Pacemaker akan menyebabkan jantung berdenyut ± 100X permenit, dalam kenyataannya jantung akan berdenyut antara 60-140 kali permenit tergantung kebutuhan. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang anestesiologis, mahir dalam penatalaksanaan jalan nafas merupakan kemampuan yang sangat penting. Salah satu tindakan manajemen jalan nafas adalah tindakan

Lebih terperinci

ADVANCED ECG INTERPRETATION ARITMIA DISRITMIA. Oleh : Bambang Sutikno

ADVANCED ECG INTERPRETATION ARITMIA DISRITMIA. Oleh : Bambang Sutikno ADVANCED ECG INTERPRETATION ARITMIA Oleh : Bambang Sutikno DISRITMIA Kelainan/gangguan dalam kecepatan, irama, tempat asal impuls, atau gangguan konduksi yang menyebabkan perubahan dalam urutan normal

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Hasil Rendemen Ekstrak akar Acalypha indica Linn. dari tiga sediaan menunjukkan hasil rendemen yaitu, 1,85 %, 2,4 %, dan 1,9 %. 4.2. Uji Fitokimia Hasil uji fitokimia ekstrak

Lebih terperinci

PENGENALAN CITRA REKAMAN ECG ATRIAL FIBRILATION DAN NORMAL MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI WAVELET DAN K-MEAN CLUSTERING

PENGENALAN CITRA REKAMAN ECG ATRIAL FIBRILATION DAN NORMAL MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI WAVELET DAN K-MEAN CLUSTERING PENGENALAN CITRA REKAMAN ECG ATRIAL FIBRILATION DAN NORMAL MENGGUNAKAN DEKOMPOSISI WAVELET DAN K-MEAN CLUSTERING Mohamad Sofie 1*, Eka Nuryanto Budi Susila 1, Suryani Alifah 1, Achmad Rizal 2 1 Magister

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kasus keracunan pestisida organofosfat.1 Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kasus keracunan pestisida organofosfat.1 Menurut World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan pestisida secara luas berdampak pada meningkatnya kasus, yakni sebanyak 80% kasus pestisida merupakan kasus pestisida.1 Menurut World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Pamulang stable Ciputat dan Aragon stable Lembang pada bulan November 2010 - Januari 2011. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah

Lebih terperinci

1994. Selanjutnya melalui SK Menteri Kesehatan RI no. nomor 159A/Menkes/SK/2002 tertanggal 27 Desember 2002

1994. Selanjutnya melalui SK Menteri Kesehatan RI no. nomor 159A/Menkes/SK/2002 tertanggal 27 Desember 2002 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Tempat Penelitian RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten didirikan pada tanggal 20 desember 1927 dengan nama RSU Tegalyoso Klaten melalui surat

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Fisiologi Hewan dengan judul Penentuan Tekanan Darah, Denyut Nadi, dan Golongan Darah yang disusun oleh: N

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Fisiologi Hewan dengan judul Penentuan Tekanan Darah, Denyut Nadi, dan Golongan Darah yang disusun oleh: N LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN (PENENTUAN TEKANAN DARAH, DENYUT NADI, DAN GOLONGAN DARAH) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI A KELOMPOK : IV (Empat) LABORATORIUM

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat kaitannya. Pasien dengan diabetes mellitus risiko menderita penyakit kardiovaskular meningkat menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rokok 2.1.1. Definisi Rokok Rokok adalah hasil olahan dari tembakau terbungkus yang meliputi kretek dan rokok putih yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana

Lebih terperinci

0.1% kasus di rumah sakit di Amerika Serikat dengan usia rata-rata 67 tahun dan lakilaki

0.1% kasus di rumah sakit di Amerika Serikat dengan usia rata-rata 67 tahun dan lakilaki 1. Definisi Atrial flutter merupakan bentuk aritmia berupa denyut atrium yang terlalu cepat akibat aktivitas listrik atrium yang berlebihan ditandai dengan denyut atrial rata-rata 250 hingga 350 kali per

Lebih terperinci

PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG

PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG 2 0 1 5 BAB I DEFINISI Transfusi darah adalah pemindahan darah dari donor ke dalam peredaran

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoariae (Berg.) Roscoe) TERHADAP GAMBARAN KLINIS PRE DAN POST OPERASI PADA KELINCI YANG DIINDUKSI TUMOR HERYUDIANTO VIBOWO FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

Penelitian Indeks Eritrosit Babi Domestik (Sus domestica) pada Autotransfusi Darah sebagai Model untuk Manusia

Penelitian Indeks Eritrosit Babi Domestik (Sus domestica) pada Autotransfusi Darah sebagai Model untuk Manusia ACTA VETERINARIA INDONESIANA ISSN 2337-3202, E-ISSN 2337-4373 Vol. 1, No. 2: 69-77, Juli 2013 Penelitian Indeks Eritrosit Babi Domestik (Sus domestica) pada Autotransfusi Darah sebagai Model untuk Manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH. EKG Elektrokardiogram, lebih sering digunakan untuk menunjukkan perangkat.

DAFTAR ISTILAH. EKG Elektrokardiogram, lebih sering digunakan untuk menunjukkan perangkat. DAFTAR ISTILAH EKG Elektrokardiogram, lebih sering digunakan untuk menunjukkan perangkat. Sinyal EKG Lebih sering digunakan untuk menunjukkan sinyal kelistrikan jantung. xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA

DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA ITA KRISSANTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian pada ilmu kedokteran bidang forensik dan patologi anatomi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAPASAN TRENGGILING (Manis javanica) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKHEA DAN PARU-PARU ASEP YAYAN RUHYANA

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAPASAN TRENGGILING (Manis javanica) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKHEA DAN PARU-PARU ASEP YAYAN RUHYANA KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAPASAN TRENGGILING (Manis javanica) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKHEA DAN PARU-PARU ASEP YAYAN RUHYANA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK Asep

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat agar sistem kardiovaskular

Lebih terperinci

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung Wantiyah Mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan tentang arteri koroner 2. Menguraikan konsep keteterisasi jantung: pengertian, tujuan, indikasi, kontraindikasi, prosedur, hal-hal yang harus diperhatikan 3. Melakukan

Lebih terperinci

BAB IX PEMERIKSAAN JANTUNG

BAB IX PEMERIKSAAN JANTUNG BAB IX PEMERIKSAAN JANTUNG A. PENDARULUAN Jantung dan pembuluh darah merupakan dua komponen struktural sistem peredaran darah yang berperan dalam mempertahankan sirkulasi darah sehingga pertukaran oksigen,

Lebih terperinci

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK SITI RUKAYAH. Gambaran Sel

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA

GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA 1 GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 2 GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG

Lebih terperinci

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum Anda pasti sudah sering mendengar istilah plasma dan serum, ketika sedang melakukan tes darah. Kedua cairan mungkin tampak membingungkan, karena mereka sangat mirip dan memiliki penampilan yang sama, yaitu,

Lebih terperinci

TERAPI CAIRAN MAINTENANCE. RSUD ABDUL AZIS 21 April Partner in Health and Hope

TERAPI CAIRAN MAINTENANCE. RSUD ABDUL AZIS 21 April Partner in Health and Hope TERAPI CAIRAN MAINTENANCE RSUD ABDUL AZIS 21 April 2015 TERAPI CAIRAN TERAPI CAIRAN RESUSITASI RUMATAN Kristaloid Koloid Elektrolit Nutrisi Mengganti Kehilangan Akut Koreksi 1. Kebutuhan normal 2. Dukungan

Lebih terperinci

KELAS XI SMA IPA KODE SOAL 713 SENIN 20 NOVEMBER 2017

KELAS XI SMA IPA KODE SOAL 713 SENIN 20 NOVEMBER 2017 713 Try Out Ke-3 Kelas XI SMA IPA PEMBAHASAN TO-3 KELAS XI SMA IPA KODE SOAL 713 SENIN 20 NOVEMBER 2017 halaman 10 dari 8 halaman Website: www.quin.web.id, e-mail: belajar yuk@hotmail.com 713 Try Out Ke-3

Lebih terperinci

EVALUASI KERJA ELECTROCARDIOGRAPH (ECG) RSUD ZAINOEL ABIDIN LAPORAN KULIAH KERJA PRAKTIK

EVALUASI KERJA ELECTROCARDIOGRAPH (ECG) RSUD ZAINOEL ABIDIN LAPORAN KULIAH KERJA PRAKTIK EVALUASI KERJA ELECTROCARDIOGRAPH (ECG) RSUD ZAINOEL ABIDIN LAPORAN KULIAH KERJA PRAKTIK DILAKSANAKAN PADA : RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ZAINOEL ABIDIN (RSUDZA) Jl. Daud Beureuh No.108 Banda Aceh Oleh: LEDYANA

Lebih terperinci

INFEKSI CACING JANTUNG PADA ANJING DI BEBERAPA WILAYAH PULAU JAWA DAN BALI : FAKTOR RISIKO TERKAIT DENGAN MANAJEMEN KESEHATAN ANJING FITRIAWATI

INFEKSI CACING JANTUNG PADA ANJING DI BEBERAPA WILAYAH PULAU JAWA DAN BALI : FAKTOR RISIKO TERKAIT DENGAN MANAJEMEN KESEHATAN ANJING FITRIAWATI INFEKSI CACING JANTUNG PADA ANJING DI BEBERAPA WILAYAH PULAU JAWA DAN BALI : FAKTOR RISIKO TERKAIT DENGAN MANAJEMEN KESEHATAN ANJING FITRIAWATI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PEMBERIAN MULTIVITAMIN DAN KAJIAN GAMBARAN DARAH MERAH PADA DOMBA PRIANGAN (Ovis aries) YANG DIBERI STRES TRANSPORTASI

EFEKTIFITAS PEMBERIAN MULTIVITAMIN DAN KAJIAN GAMBARAN DARAH MERAH PADA DOMBA PRIANGAN (Ovis aries) YANG DIBERI STRES TRANSPORTASI EFEKTIFITAS PEMBERIAN MULTIVITAMIN DAN KAJIAN GAMBARAN DARAH MERAH PADA DOMBA PRIANGAN (Ovis aries) YANG DIBERI STRES TRANSPORTASI YULIA SUCI RAHMADANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Elektrokardiogram Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Teranestesi Kombinasi Ketamin-Silasin

Elektrokardiogram Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Teranestesi Kombinasi Ketamin-Silasin Jurnal Ilmu dan Kesehatan Hewan, Februari 2015 Vol 3 No 1: 11-16 Elektrokardiogram Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Teranestesi Kombinasi Ketamin-Silasin Electrocardiogram of Long Taied Macaque

Lebih terperinci