KEBIJAKAN GANDUM/TERIGU : HARUS MAMPU MENUMBUHKEMBANGKAN INDUSTRI PANGAN DALAM NEGERI
|
|
- Irwan Irawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KEBIJAKAN GANDUM/TERIGU : HARUS MAMPU MENUMBUHKEMBANGKAN INDUSTRI PANGAN DALAM NEGERI Biro Kerjasama Internasional dan Hubungan Antar Lembaga, BULOG Jl. Jend. Gator Subroto Kav. 9 Jakarta Selatan PENDAHULUAN Gandum sesungguhnya bukan makanan pokok masyarakat Indonesia, namun selama beberapa tahun terakhir perannya semakin penting. Masyarakat Indonesia tidak menanam gandum, karena kondisi lingkungan fisik di Indonesia memang tidak cocok untuk tanaman sub-tropis itu. Perubahan peran itu tidak terlepas dari berbagai kebijakan pemerintah sehingga telah berpengaruh terhadap keputusan konsumen atau tingkat konsumsi terigu, serta pesatnya perkembangan industri penggilingan gandum,. Dampaknya bisa negatif, sebagian juga dapat berdampak positif. Peralihan pola konsumsi kelompok berpendapatan bawah dan menengah begitu cepat ke makanan yang berasal dari gandum, terutama mi instan dan roti, telah mendorong peningkatan impor gandum atau tepung terigu, serta berkurangnya permintaan pangan yang berasal dari sumberdaya dalam negeri. Cepatnya pertumbuhan permintaan terhadap makanan berasal dari terigu untuk kelompok tersebut tidaklah lazim di negara-negara Asia. Umumnya yang terjadi adalah laju peningkatan permintaan terigu dan tingginya tingkat konsumsi terigu per kapita untuk kelompok berpendapatan tinggi, seperti yang terjadi di banyak negara Asia seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Malaysia 1. Indonesia telah menjadi negara importir gandum ke- terbesar di dunia setelah Brazil, Mesir, Iran, Jepang dan Algeria. Impor biji gandum terus meningkat, dimana pada tahun 1997/98 hanya sekitar,7 juta ton, tetapi tahun 2000/01menjadi,1 juta ton. United State Departement of Agriculture (USDA) meramalkan impor gandum Indonesia sebesar juta ton untuk tahun 2001/2 (Tabel 1). Pada tahun 2002, impor gandum telah mencapai angka US$ 1.2 billion 2, satu-satunya bahan makanan atau urutan ke enam diantara 10 produk impor yang semuanya adalah bukan pangan seperti bahan kimia, mesin industri, otomotif, mesin khusus, biji besi, tekstil, plastik dan lain lain. 1 Husein Sawit, M (2002), Kemandirian Pangan Kian Jauh, harian Bisnis Indonesia, 1 Juni 2 Seperti yang dikutip dari the Fourth Trade Policy Review of Indonesia, disampaikan oleh DELRI di WTO Geneva, 27 dan 0 June 200. Kebijakan Gandum/Terigu: Harus Mampu Menumbuhkembangkan Industri Pangan Dalam Negeri 57
2 Tabel 1. World Wheat Trade: 2000/ /02 (000 tons) 2000/01 % 2001/02 (8-Feb.-02) % Ekspor Argentina Australia Kanada India Kazakastan Siria Turki Uni Eropa Uni Eropa Timur USA Lainnya Total dunia Impor Algeria Brazil Mesir Indonesia Iran Irak Jepang Korea Selatan Meksiko Maroko Philipina Uni Eropa Negara lain Unaccoutned Other countries Total dunia Notes: Other Countries-2 adalah import less then MMT (2000/01), less then 2.8 MMT (2001/02) Sumber : USDA. Grain: World Markets and Trade (March 2002) Pada saat ini diperkirakan konsumsi terigu sekitar 15 kg/kapita/tahun atau sekitar 12 persen dari konsumsi per kapita beras, meningkat dari kg/kapita tahun 199 yang pada waktu itu, hanya 5 persen dari konsumsi beras per kapita. Tingkat konsumsi terigu meningkat sekitar 500 persen selama 0 tahun terakhir. Pada saat sekarang, buah pabrik tepung terigu menguasai hampir 90 persen pangsa pasar terigu di Indonesia, dan terbesar adalah Bogasari yang menguasai Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 1 No. 2, Juni 200 : 58
3 sekitar 5 persen. Industri penggilingan gandum dan pasar terigu di Indonesia lebih mencirikan pasar oligopoli daripada pasar persaingan. Kesemuanya itu tidak lepas dari kebijakan pemerintah Orde Baru, yang sebagiannya masih dilanjutkan oleh pemerintah sekarang, terutama memurahkan harga tepung terigu. Kebijakan ini telah memperlemah berbagai upaya untuk mendorong berkembangnya diversifikasi konsumsi pangan di luar beras yang berasal dari sumberdaya dalam negeri. Tujuan makalah ini adalah untuk: (1) mengana lisa perubahan kebijakan impor serta industri pengolahan gandum, dan (2) merancang bagaimana mengerem laju impor gandum. KEBIJAKAN TERIGU ORDE BARU Terigu mulai diperkenalkan secara intensif sejak awal pemerintahan Order Baru dalam rangka kebijakan stabilisasi harga pangan dan stabilisasi ekonomi. Pada waktu itu, Indonesia kesulitan devisa dan volume beras yang perdagang di pasar dunia amat tipis, sehingga Indonesia perlu menghindari ketergantungan yang terlalu banyak pada beras impor yang harganya tidak stabil dan ketersediaannya terbatas di pasar dunia. Indonesia lebih baik mengimpor terigu atau gandum untuk mencapai tujuan stabilisasi, karena harga gandum relatif stabil, volume yang diperdagangkan cukup banyak, serta beras dan terigu erat substitusinya. Amerika Serikat (AS) amat berperan dalam mendorong kebijakan ini. AS memberikan secara cumacuma ( grant) dan hutang lunak untuk impor terigu melalui PL80, Indonesia memang kesulitan valuta asing. Magiera 5 melaporkan bahwa pembelian komersial gandum meningkat dari 11 persen antara 198/9-1972/7 menjadi 7 persen periode 197/7-1977/78. Akhir 190an, AS memberikan dana konsensi untuk beli gandum dari AS (program PL 81 Title I) dengan bunga amat ringan, dalam rangka membantu pemerintah Orde Baru yang pro AS. Pada periode 198/9 dan 1972/7, total ekspor AS ke Indonesia rata-rata ribu ton/tahun atau 1 persen pangsa pasar di Indonesia. Pengapalan gandum melalui PL 80 rata-rata 25 ribu ton/tahun, hampir semuanya dijual secara konsensi. Pada periode 198/9-1972/7, total impor tepung gandum mencapai, juta ton (equivalent biji gandum), 89 persen diantaranya adalah merupakan dana konsensi (Tabel 2). Pada awal 1970an dibangunlah pabrik pengolahan biji APTINDO melaporkan bahwa disamping Bogasari pemegang pangsa pasar terbesar, juga Berdikari (10%), Sriboga (%), Pangan Mas (%), dan impor (1%), sepert i dimuat di Kompas tgl 2 April Lihat Timmer, P.C (1971), Wheat Flour Consumption in Indonesia, BIES, VII (1) 5 Magiera, S.L (1981), The Role of Wheat in the Indonesian Food Sector, BIES, XVII () Kebijakan Gandum/Terigu: Harus Mampu Menumbuhkembangkan Industri Pangan Dalam Negeri 59
4 gandum, sejak itu impor gandum berkembang pesat. Dalam periode 197/7-1977/78, total impor gandum mencapai, juta ton, hanya 2 persen berupa konsensi atau menurun drastis apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Impor sebelumnya hampir seluruhnya berupa tepung terigu, tetapi setelah pabrik tersebut dibangun, maka impor biji gandum meningkat tajam, sehingga persentase dana konsensi berkurang. Tabel 2. Bantuan Pangan Gandum (000 ton, equivalent biji gandum) Tahun Impor Konsensi % Konsensi 195/-197/8 198/9-1972/7 197/7-1977/ / Keterangan : Angka konversi 1 kg biji gandum = 0,72 tepung terigu Sumber : Magiera (1981), Table 2. Dalam waktu yang sama, AS mengirim beberapa pakar pangannya ke Indonesia untuk mempengaruhi para pengambil keputusan di lembaga pemerintah. Mereka mampu menyakinkan para tehnokrat Indonesia dengan berbagai argumentasi ilmiah, termasuk perhitungan angka elastisitas silang antara beras dan terigu sehingga terbukti bagaimana eratnya substitusi terigu terhadap beras, elastisitas permintaan dan pendapatan terigu yang elastis. Walau awalnya, masyarakat sulit sekali menerima makanan yang berasal dari terigu, kampanye terus diperluas dan diintensifkan bertahun-tahun. Pada waktu itu, terigu dijual dengan harga murah, sekitar 50 persen lebih rendah dari harga internasional, tentu pemerintah mensubsidinya. Ini juga salah satu penyebab cepatnya dorongan substitusi beras ke gandum, disamping tentunya meningkatnya pendapatan per kapita dan tingginya harga beras. Bulog diberi hak monopoli impor gandum oleh pemerintah serta menggilingkannya ke Bogasari secara bagi hasil. Hasil giling berupa tepung terigu dijual oleh Bulog melalui agen-agennya. Pemerintah menyubsidi gandum yang cukup tinggi melalui subsidi impor dan penyaluran. Pada tahun 197/77, subsidi riil mencapai Rp Milyar, meningkat menjadi Rp 17 Milyar tahun 1978/79. Lembaga penelitian INDEF pernah mengungkapkan bahwa pemerintah telah mensubsidi produsen mi instan (PT Bogasari) sebesar Rp 70 milyar setiap tahun, berdasarkan data tahun 199. Dalam tahun 1970an, pertumbuhan impor gandum mencapai 17 persen/tahun, suatu angka yang cukup besar. Pada tahun , laju impor terigu sekitar 12 persen/tahun. Pertumbuhan impor gandum sedikit direm dalam tahun 1980an, seiring dengan kemampuan peningkatan produksi beras dalam negeri serta penurunan subsidi gandum. Namun laju impor gandum melonjak lagi setelah tahun 1998, sejak pemerintah meliberalisai pasar gandum dan tepung terigu. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 1 No. 2, Juni 200 : 0
5 KEBIJAKAN LIBERALISASI Pada tahun 1998, semua bentuk subsidi dan pembatasan impor dihapus termasuk pembebasan impor biji gandum atau tepung terigu, yang sebelumnya dimonopoli Pemerintah/Bulog, berdasarkan letter of intend (LOI) yang disepakati dengan IMF (International Monetary Fund). Untuk itu, pemerintah mengeluarkan Kepres no.5 Nopember Bea masuk untuk gandum ditetapkan hanya 5 persen, kemudian kebijakan ini dicabut sejak Maret 2002 atau 0 persen sehingga Indonesia menjadi salah negara yang paling liberal dalam bidang gandum dibandingkan dengan negara-negara Asia lain yang bukan penghasil terigu seperti Thailand, Filipina, Srilanka atau Malaysia. Pada tahun 2000 misalnya, Thailand, Filipina dan Srilanka menetapkan tariff bea masuk masing-masing sebesar 0 persen, 7 persen dan 25 persen. Malaysia menetapkan lisensi khusus untuk impor gandum. Kebijakan tarif tinggi masih umum dan tetap diterapkan sampai kini di berbagai negara bukan penghasil gandum. Akhir-akhir ini semakin kuat tuntutan oleh para asosiasi APTI agar dikenakan BMAD (Bea Basuk Anti Dumping) untuk tepung terigu, karena disinyalir harga tepung terigu yang dijual di Indonesia amat murah, sehingga telah mengancam industri pengolahan gandum dalam negeri. Salah seorang ketua APTI yang juga dirut PT Bogasari, Welirang mendesak pemerintah untuk membatasi impor tepung terigu, bukan gandum. Tampaknya, pemerintah belum memutuskannya, walau desakannya semakin kuat, kecuali yang telah diputuskan bahwa tepung gandum dimasukkan pada jalur merah yaitu diperiksa secara ketat di Bea Cukai. Semua ini sesungguhnya, kekuatiran Bogasari agar tetap dominan menguasai pasar tepung terigu dalam negeri, monopoli ini dialihkan dari Pemerintah/Bulog ke swasta, contoh lain yang keliru dari resep IMF. Eviandaru dkk melaporkan bahwa produsen mi instan yang menguasai 10 persen pangsa pasar keluar dari anggota GAPMMI (Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia) dan mendirikan asosiasi baru APIPI (Asosiasi Pengusaha Industri Pangan Indonesia), untuk memperjuangkan aspirasi pengusaha yang relatif kecil, termasuk di dalamnya ketidak setujuan pembatasan impor tepung terigu. Akhirnya, pada awal April 200, Pemerintah memutuskan untuk menerapkan kembali bea masuk tepung terigu sebesar 5 persen. Meningkatnya impor pangan, pada situasi pasar pangan dunia yang semakin mengarah ke pasar oligopoli, yaitu dikuasai oleh sedikit negara terutama negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia, Uni Eropa, Selandia Baru, akan berdampak buruk kepada kemandirian Indonesia dalam bidang pangan. Amerika Serikat adalah negara eksportir gandum terbesar di dunia. Pada tahun Evandaru dkk (2001). Lihat juga Ruky, Ine S (2 001), Deregulasi dan Dampaknya Terhadap Persaingan: Kasus Industri Kecil dan Menengah Berbasis Tepung Terigu, bahan seminar di LPEM-UI Kebijakan Gandum/Terigu: Harus Mampu Menumbuhkembangkan Industri Pangan Dalam Negeri 1
6 2000/01 misalnya, negara ini menguasai 27 persen pangsa ekspor, sedangkan Kanada dan Australia masing-masing hanya 17 persen dan 1 persen (Tabel 1). Indonesia telah menjadi pasar gandum penting Amerika Serikat, juga Kanada dan Australia. Embargo pangan sering dipakai oleh negara-negara maju untuk menekan negara yang tidak tunduk pada keinginan politiknya. Kalau hal ini terjadi, maka ketahanan pangan Indonesia menjadi amat rapuh. Konsumsi Terigu dan Makanan berasal dari Terigu Pada saat sekarang, tingkat konsumsi terigu dan makanan berasal dari terigu terbanyak dikonsumsi oleh kelompok berpendapatan tinggi, 0 sampai 0 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok berpendapatan terendah, tidak saja tepung terigu, tetapi juga mi instan, mi lainnya, roti tawar atau roti manis (Tabel ). Tingkat konsumsi gandum juga didorong oleh urbanisasi dan meningkatnya pekerja wanita. Eviandaru dkk 7 mensitir data dari majalah Asian Week (25 Mei 2 001) bahwa Indonesia telah menjadi negara ke dua terbesar di dunia setelah Cina dalam tingkat konsumsi mi instan. Tingkat konsumsi mi instan masyarakat Indonesia telah mencapai 8,9 milyar bungkus per tahun, bandingkan dengan Thailand dan Filipina, masing-masing hanya 1,5 dan 1, milyar bungkus/ tahun. Penelitian di kota di Jawa 8 terungkap bahwa mi instan telah menjadi makanan siap saji yang populer, persen responden mengaku sebagai makanan mendadak, 2 persen sebagai makanan selingan, dan hanya persen sebagai makanan pokok sehari-hari (Tabel ). Sebagian besar mi instan dihasilkan oleh industri besar, terbesar adalah Indofood Sukses Makmur yang menguasai persen dari total produksi mi instan dalam negeri, dan dominan menguasai pasar dalam negeri. Diperkirakan ada 50 merek dagang mi instan, mampu berproduksi 8,2 milyar bungkus pada tahun Bergeser menu makanan pada kelompok berpendapatan menengah dan rendah, beralih begitu cepat ke terigu atau makanan berasal dari terigu tentu telah mengurangi pangan yang berasal dari produksi dalam negeri seperti ketelah pohon, ketela rambat, sagu, atau jagung. Hal ini sebagai akibat dari kekeliruan kebijakan gandum Indonesia. Pola yang lazim terjadi di belahan negara Asia lain adalah pergeseran konsumsi ke terigu amat lambat terjadi pada kelompok berpendapatan rendah dan menengah. Sebaliknya di Indonesia, laju peningkatan konsumsi terigu hampir sama antar berbagai kelompok pendapatan, walau tingkat konsumsi per kapita golongan berpendapatan tinggi adalah lebih besar. 7 Eviandaru, M; Indriaswati DS; R. Pratiwi; S.Sulistyanti; Wiganti RA; Arimbi; dan KE.Washburn (2001), Perempuan Postkolonial dan Identitas Komoditi Global, Penerbit Kanisius: Yogyakarta. 8 Eviandaru dkk (2001) Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 1 No. 2, Juni 200 : 2
7 Kebijakan Gandum/Terigu: Harus Mampu Menumbuhkembangkan Industri Pangan Dalam Negeri
8 Tabel. Penggunaan dan Penyajian Mi Instan Kegunaan Tambahan menu lainnya Total Apa adanya Sayuran/ bumbu lainnya Telur/ daging dll. Selingan n % 7 (2) 0 (19) 91 (58) 158 (2) Makanan pokok n sehari-hari % (22) 1 () 1 (72) 18 () Makanan mendadak n % 89 (28) 70 (22) 15 (50) 15 () Total n % 10 (27) 101 (21) 20 (5) Keterangan: responden berada di kota di Jawa (Bogor, Solo, Semarang dan Yogya) Sumber: Eviandaru dkk. (2001), Tabel (hal.77). 91 (100) SKENARIO PEMBATASAN IMPOR Sensus Pertanian BPS (199) me ncatat bahwa petani pangan (padi/palawija) diperkirakan mencapai 17 juta rumah tangga (9% dari jumlah rumah tangga pertanian), yang pada tahun 2000 meningkat menjadi 2 juta rumah tangga (5% dari total rumah tangga di Indonesia). Sebagian besar penduduk perdesaan bekerja sebagai petani pangan, terutama padi. Data terakhir terungkap bahwa sekitar 5,5 juta rumah tangga terlibat dalam komoditas pangan utama Indonesia yaitu beras, jagung, kedelai dan tebu/gula atau mengambil pangsa 8 persen dari total 52 juta rumah tangga di Indonesia. Murahnya harga terigu dan berkembangnya industri pengolahan terigu, serta perlindungan berlebih buat mereka, telah berdampak buruk terhadap petani pangan. Padahal Indonesia memahami bahwa industri terigu adalah food loose industry, hampir semua bahan bakunya berasal dari impor. Industri tipe ini adalah industri yang amat rapuh. Krisis ekonomi yang menghantam Indonesia selama ini antara lain sebagai akibat dari kebijakan industri sejenis itu. Akankah Indonesia terus mengandalkan pangan impor dan food loose industry? Para petani pangan dan kemandirian pangan Indonesia hanya mungkin dapat diselamatkan, kalau Indonesia mampu mengelola impor gandum secara tepat dan tidak memberi perlindungan terhadap industri pengolahan terigu dan mi instan. Kebijakan penerapan bea masuk beras, akan berdampak pada peningkatan permintaan impor gandum, karena eratnya substitusi antara ke dua jenis makanan ini. Semakin efektifnya penerapan bea masuk beras akan membuat harga beras dalam negeri menjadi tinggi, akan mendorong impor gandum atau tepung terigu. Diramalkan apabila Indonesia mampu meningkatkan bea masuk beras dari Rp Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 1 No. 2, Juni 200 :
9 0/kg naik misalnya Rp 750/kg atau meningkat 7 persen, maka tambahan impor gandum menjadi 1,7 juta ton. Perhitungan ini dengan asumsi bahwa bea masuk gandum 0 persen, elastisitas silang 0,. Berbagai skenario tambahan impor gandum akibat penerapan bea masuk beras diperlihatkan dalam Tabel 5. Apabila bea masuk beras ditetapkan Rp 700/kg, maka besarnya tambahan impor biji gandum menjadi 1, juta ton. Tabel 5. Skenario Bea Masuk Beras dan Dampakya Terhadap Impor Gandum Uraian Bea masuk lama Bea masuk baru (berbagai tingkatan) 1. Alternatif I 2. Alternatif II. Alternatif III Keterangan: 1) Rp/kg % kenaikan 7 8 Tambahan impor biji gandum (ton) Dihitung berdasarkan rata-rata forecasting impor gandum 2001 dan 2002 yi sebesar ton, angka elastisitas silang beras terhadap gandum ditaksir 0,. Oleh karena itu, disarankan agar bea masuk untuk gandum diberlakukan juga, paling tidak separo dari tingkat bea masuk untuk beras. Apabila bea masuk beras ditetapkan Rp 00/kg, mungkin tepat bila bea masuk gandum atau tepung terigu sekitar Rp 200/kg 9. Dengan cara ini diharapkan dapat membendung impor gandum yang terlalu berlebih dan harga gandum akan tinggi, sehingga akan mengerem laju konsumsi tepung terigu, dan masyarakat akan beralih ke pangan produksi dalam negeri yang lebih murah seperti ubi-ubian, jagung, atau sagu. Pada giliran berikutnya, petani pangan Indonesia akan punya insentif yang layak untuk berproduksi dan memenuhi permintaan tersebut. Apabila ini bisa dilakukan, maka diversifikasi pangan ke makanan yang berasal dari sumberdaya dalam negeri akan lebih mudah diujudkan. PENUTUP Kemandirian pangan diartikan sebagai usaha menyediakan minimum pangan per kapita dari hasil produksi dalam negeri untuk menghindari ketergantungan yang mungkin tidak mampu diperoleh melalui impor at any cost. 9 Tingkat BM untuk terigu/gandum yang di bound di WTO hanya 9 pesen AV, ini juga menjadi pembatas Indonesia bila menerapkan bea masuk melebihi tingkat yang di bound. Padahal diketahui harga gandum di dumping di pasar internasional, karena besarnya bantuan domestik dan ekspor subsidi yang dilakukan sejumlah negara seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, dll. Kebijakan Gandum/Terigu: Harus Mampu Menumbuhkembangkan Industri Pangan Dalam Negeri 5
10 Konsep pendirian pangan tidak perlu berarti autarki, tetap memberi peluang kemungkinan perdagangan luar negeri. Tetapi buat Indonesia juga menghadapi persoalan serius karena beban hutang luar negeri. Hampir tidak mungkin kemandirian pangan dapat diujudkan buat negara yang berpenduduk banyak seperti Indonesia, dan hutang luar negerinya mencapai 19 persen di atas GDP (tertinggi di dunia), serta hutang luar negeri per kapita telah mencapai US$ 750, bandingkan dengan pendapatan per kapita sekitar US$ 50 (2000). Valuta asing yang diperoleh dengan susah payah dari hasil ekspor akan ludes untuk melunasi hutang luar negeri, secara teoritis tidak tersisa untuk impor pangan. Kalau demikian halnya, dimana letaknya kemandirian pangan kita? Sebaiknya Indonesia membangun industri pangan yang sebagian besar bahan bakunya berasal dari produksi dalam negeri, bukan food lose industri pangan. Hampir tidak mungkin kemiskinan dan ketahanan pangan dapat diatasi dengan bergantung sebagian besar dari pangan impor. Indonesia harus mampu membangun sektor pangan dan industri pangan dalam negeri yang kokoh, dan jauhi impor pangan yang berlebih, tidak hanya gandum, tetapi juga beras, jagung, kedelai, daging, susu dan lainnya. Oleh karena itu, produksi pangan yang bersumber dari sumberdaya dalam negeri menjadi amat penting dalam upaya memperkuat kemandirian pangan. Mengelola impor gandum dan tepung terigu, khususnya penetapan bea masuk yang wajar adalah salah satu cara mengatasi persoalan di atas. Dalam waktu yang bersamaan, teknologi pemanfaatan tepung ubi, beras dan lain-lain harus pula mampu dikembangkan, guna merebut kebutuhan konsumen yang terus meningkat. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 1 No. 2, Juni 200 :
11 Tabel. Konsumsi Rata-rata Beras dan Makanan dari Terigu, Dirinci Menurut Kelas Pengeluaran, 1999 Pengeluaran (Rp) per Kapita/Bulan < > Beras Beras (kg) Tepung (kg) Tepung (kg) Mi basah (kg) Mi instan (80 gr) Terigu Roti tawar bks kecil Roti manis (buah) Biskuit/ makanan kecil (ons) Makanan kecil basah (jumlah) Rata-rata Sumber : Susenas 1999, BPS.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan komoditas yang tidak bisa dilepaskan dari kebijakan ekonomi suatu negara, karena pangan merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada. masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang bersumber dari tuntutan pembangunan ekonomi domestik
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciPROSPEK TANAMAN PANGAN
PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan
Lebih terperinciTabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Nursantiyah, FISIP UI, 2009
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tepung terigu dari waktu ke waktu semakin menjadi komoditi pangan penting di Indonesia. Hal ini disebabkan karena tepung terigu semakin menguasai kebutuhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sangat terkait erat dengan kegiatan ekspor-impor. Ketergantungan suatu komoditi pada
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peranan sektor perdagangan luar negeri dalaln perekonomian Indonesia akan sangat terkait erat dengan kegiatan ekspor-impor. Ketergantungan suatu komoditi pada impor selain
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Permasalahan pangan di sisi penyediaan saat ini adalah permintaan pangan yang tinggi seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk, sementara pertumbuhan produksi
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT
V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA
V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA 5.1. Sejarah Perkembangan Kedelai Indonesia Sejarah masuknya kacang kedelai ke Indonesia tidak diketahui dengan pasti namun kemungkinan besar dibawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil komoditas pertanian berupa padi. Komoditas padi dikonsumsi dalam bentuk beras menjadi nasi.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membantu membiayai pembangunan nasional, sedangkan impor dilakukan untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang ikut serta dalam kerjasama internasional, maka dari itu perekonomian Indonesia tidak lepas dari yang namanya ekspor dan impor.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri teh mampu memberikan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Analisis Lingkungan Eksternal. Terigu adalah salah satu bahan pangan yang banyak dibutuhkan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Lingkungan Eksternal Terigu adalah salah satu bahan pangan yang banyak dibutuhkan oleh konsumen rumah tangga dan industri makanan di Indonesia. Tepung terigu banyak digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai pengganti nasi. Mi termasuk produk pangan populer karena siap saji dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar penduduk di Indonesia kini mulai meminati makan mi sebagai pengganti nasi. Mi termasuk produk pangan populer karena siap saji dan harga yang terjangkau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan pertambahan penduduk. Perkembangan industri tepung terigu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri pangan di Indonesia cukup berkembang sejalan dengan pertambahan penduduk. Perkembangan industri tepung terigu mendapat tantangan baru setelah tataniaga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan gandum menjadi tepung dikenal sebagai salah satu industri
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Proses penggilingan gandum menjadi tepung dikenal sebagai salah satu industri tertua di dunia dan hingga saat ini telah dikembangkan secara independen di
Lebih terperinciVII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN
VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenaitentang dampak kebijakan tarif dan kuota impor terhadap kinerjainerja industri tepung terigu Indonesia
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
» Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Volume 1 No. 1, 2009 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal
Lebih terperinciV. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12.
54 V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA 5.1 Perkembangan Produksi Teh Indonesia Perkembangan produksi teh Indonesia selama 1996-2005 cenderung tidak mengalami perubahan yang begitu
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai
Lebih terperinci1 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib dipenuhi. Apabila pemenuhan pangan tersebut mengalami hambatan maka kegiatan sehari-hari akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak
Lebih terperinciBAB V GAMBARAN UMUM NEGARA-NEGARA TUJUAN EKSPOR. tersebut juga menjadi tujuan ekspor utama bagi Indonesia.
BAB V GAMBARAN UMUM NEGARA-NEGARA TUJUAN EKSPOR Negara tujuan ekspor yang dibahas dalam bab ini hanya dibatasi pada 10 negara dengan tingkat konsumsi karet alam terbesar di dunia. Negara-negara tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian dalam perekonomian. Selain itu sebagian besar penduduk Indonesia bekerja pada sektor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian tampaknya masih menjadi primadona perekonomian di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian tampaknya masih menjadi primadona perekonomian di Indonesia, meskipun telah terjadi transformasi struktur ekonomi, dimana perekonomian negara lebih ditopang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cara yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia diestimasikan akan mengalami tantangan baru di masa yang akan datang. Di tengah liberalisasi ekonomi seperti sekarang suatu negara akan
Lebih terperinciBAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu
Lebih terperinciOUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU
OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU ISSN:
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat.
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan strategis di Indonesia. Arti strategis tersebut salah satunya terlihat dari banyaknya kedelai yang diolah menjadi berbagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tidak bisa dipungkiri beras merupakan kebutuhan pokok paling penting dimasyarakat Indonesia. Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan
Lebih terperinciPERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG
67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia, karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi
Lebih terperincimemenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa
BAB I PENDAHULUAN Kebutuhan pangan secara nasional setiap tahun terus bertambah sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk, sementara lahan untuk budi daya tanaman biji-bijian seperti padi dan jagung luasannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama pasca krisis ekonomi global tahun 2008 yang melanda dunia, perekonomian dunia mengalami berbagai penurunan ekspor non migas. Beberapa negara di dunia membatasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat subur dan memiliki iklim yang baik untuk perkebunan tebu. Kepala Pusat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Hal ini terbukti dengan keadaan tanah Indonesia yang sangat subur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan segala sesuatu yang bersumber dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah. Pangan diperuntukan bagi konsumsi manusia sebagai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak meledaknya pertumbuhan penduduk dunia dan pengaruh perubahan iklim global yang makin sulit diprediksi.
Lebih terperinciPerkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009
Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009 Sembilan bahan pokok (Sembako) merupakan salah satu masalah vital dalam suatu Negara. Dengan demikian stabilitasnya
Lebih terperinciEkonomi Pertanian di Indonesia
Ekonomi Pertanian di Indonesia 1. Ciri-Ciri Pertanian di Indonesia 2.Klasifikasi Pertanian Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa dapat menjelaskan ciri-ciri pertanian di Indonesia serta klasifikasi atau
Lebih terperinciKUTUKAN FISKAL DARI NEGERI KANGGURU Oleh: Rendra Wasita, S.P. Abstrak
KUTUKAN FISKAL DARI NEGERI KANGGURU Oleh: Rendra Wasita, S.P. Abstrak Perdagangan produk pertanian antara Indonesia dan Australia selama 4 tahun terakhir mengalami defisit rata-rata sebesar 2.7 milyar
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN SARAN
203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang
Lebih terperinciKINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN
KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN I. PENDAHULUAN 1. Salah satu target utama dalam Rencana Strategis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri Indonesia bertumpu kepada minyak bumi dan gas sebagai komoditi ekspor utama penghasil
Lebih terperinciPERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN DAMPAKNYA
PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN DAMPAKNYA PERDAGANGAN INTERNASIONAL Proses tukar menukar atau jual beli barang atau jasa antar satu negara dengan yang lainnya untuk memenuhi kebutuhan bersama dengan tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Uang mempermudah manusia untuk saling memenuhi kebutuhan hidup dengan cara melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan teknologi tertentu di bidang komunikasi dan informasi telah mengakibatkan menyatunya pasar
Lebih terperinciBAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN
BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN Disepakatinya suatu kesepakatan liberalisasi perdagangan, sesungguhnya bukan hanya bertujuan untuk mempermudah kegiatan perdagangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat. Pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri makanan dan minuman merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat. Pada periode 2011-2013,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun
Lebih terperinciV. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.
V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang
Lebih terperinci1.1. Latar Belakang. dengan laju pertumbuhan sektor lainnya. Dengan menggunakan harga konstan 1973, dalam periode
1.1. Latar Belakang Pada umumnya perekonomian di negara-negara sedang berkembang lebih berorientasi kepada produksi bahan mentah sebagai saingan dari pada produksi hasil industri dan jasa, di mana bahan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi
Lebih terperinciTabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,
BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi
Lebih terperinciVII. KESIMPULAN DAN SARAN
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Pengaruh harga dunia minyak bumi dan minyak nabati pesaing terhadap satu jenis minyak nabati ditransmisikan melalui konsumsi (ket: efek subsitusi) yang selanjutnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buah merupakan salah satu komoditas pangan penting yang perlu dikonsumsi manusia dalam rangka memenuhi pola makan yang seimbang. Keteraturan mengonsumsi buah dapat menjaga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dua dasawarsa terakhir perkembangan perekonomian dunia telah mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) mulai bergesernya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas
Lebih terperinci4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL
4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL 4.1. Konsep Kebijakan Kebijakan dapat diartikan sebagai peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan, baik besaran maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi terwujudnya ketahanan
Lebih terperinciSusu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan
Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Oleh : Feryanto W. K. Sub sektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian serta bagi perekonomian nasional pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam peningkatan. memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Ketidakmampuan tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam peningkatan perekonomian Indonesia walaupun kontribusi sangat sedikit tetapi sangat menentukan kesejahteran masyarakat
Lebih terperinciMarket Brief. Beras di Jerman
Market Brief Beras di Jerman ITPC Hamburg 2015 Daftar Isi Kata Pengantar... III 1 Pendahuluan... 1 1.1 Pemilihan Produk... 1 1.2 Profil Geografi Jerman... 1 2 Potensi Beras di Pasar Jerman... 2 2.1 Analisa
Lebih terperinciMengurai Kartel Pangan Indonesia. Oleh Mohammad Reza Hafiz A. Peneliti INDEF
Mengurai Kartel Pangan Indonesia Oleh Mohammad Reza Hafiz A. Peneliti INDEF Pasar Produk Pangan Meningkat Sumber: Harmadi, 2013 Populasi Penduduk Dunia dan Indonesia: http://www.worldometers.info/world-population/
Lebih terperinciberas atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya.
PENDAHULUAN Kebutuhan pangan secara nasional setiap tahun terus bertambah sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk sementara lahan untuk budidaya untuk tanaman bijibijian seperti padi dan jagung luasannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan adalah subsektor perkebunan. Sebagai salah satu subsektor yang penting dalam sektor pertanian,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan produsen tepung terigu pertama dan terbesar di dunia, pabrik ini berada
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills Surabaya merupakan produsen tepung terigu pertama dan terbesar di dunia, pabrik ini berada dalam satu lokasi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia adalah komoditas kopi. Disamping memiliki peluang pasar yang baik di dalam negeri maupun luar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. negara agraris di dunia, peranan tanaman pangan juga telah terbukti secara
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pangan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memiliki peranan sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan wilayah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang. Tujuannya adalah untuk menciptakan
Lebih terperinciEKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN
Volume V Nomor 2 Tahun 2013 BULETIN TRIWULANAN EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Buletin Triwulanan EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN
Lebih terperinciAnalisis Penyebab Kenaikan Harga Beras
Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Kolombia. Dari total produksi, sekitar 67 persen kopinya diekspor sedangkan
Lebih terperinci