V. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Penggunaan Lahan di Kawasan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Penggunaan Lahan di Kawasan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung"

Transkripsi

1 64 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Perkembangan Penggunaan Lahan di Kawasan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung Untuk mengurangi kepadatan aktivitas di pusat Kota Bandung, Pemerintah Kota Bandung akan memperluas pengembangan aktivitas yang mengarah ke kawasan Gedebage. Pengembangan wilayah itu juga untuk mengurangi kesenjangan pembangunan kawasan Bandung Timur dari kawasankawasan lainnya di kota tersebut. Kepala Subbidang Sarana dan Prasarana Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bandung mengungkapkan, bahwa pengembangan kawasan Gedebage memerlukan pembebasan lahan warga sekitar 72,3 hektar. Rencana tersebut telah masuk rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Bandung. Tingkat pembangunan di Bandung Timur selama ini cukup rendah sehingga dengan pengembangan wilayah Gedebage ini diharapkan beban kepadatan di pusat kota bisa berkurang. Gedebage merupakan salah satu dari dua wilayah Kabupaten Bandung, yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 987 pengelolaannya diserahkan kepada Pemerintah Kota Bandung. Bersama Wilayah Ujungberung, pembangunan kawasan itu tertinggal dari empat wilayah lainnya, yakni Bojonegara, Tegallega, Cibeunying, dan Karees. Salah satu kendala dan tantangan dalam pengembangan wilayah Gedebage adalah kondisi daerah tersebut berada di dataran rendah. Akibatnya, setiap tahun daerah tersebut selalu dilanda banjir. Dalam perkembangan realiasi pengembangan kawasan Gedebage ini ditandai dengan berbagai wacana tentang kelayakan pembangunan berbagai fasilitas yang direncanakan dibangun di kawasan tersebut. Polemik paling sering muncul di antaranya rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di Gedebage. Pembangunan fasilitas ini menjadi polemik yang berkepanjangan sampai saat ini, terutama dalam aspek dukungan dari masyarakat kawasan Gedebage yang pada saat ini masih menolak dengan alasan-alasan kelayakan fasilitas sampah tersebut dibangun berdekatan dengan fasilitas

2 65 perumahan yang ada di kawasan Gedebage ini. Polemik tentang pemangunan fasilias sampah ini hingga saat ini belum selesai, bahkan DPRD Kota Bandung meminta Pemerintah Kota Bandung mengkaji ulang semua produk hukum yang berkaitan dengan rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di Gedebage. Pasalnya, industri yang tidak berwawasan lingkungan akan direlokasi ke luar wilayah Kota Bandung. Sesuai dengan Perda No. 2/2004 tentang RTRW (rencana tata ruang dan wilayah) Kota Bandung jo Perda No. 3/2006, sebenarnya telah mengatur bahwa industri yang tidak berwawasan lingkungan akan direlokasi ke luar wilayah Kota Bandung. Dalam Peraturan Wali Kota (Perwal) No. 685/2006 tentang rencana detail tata ruang kota (RDTRK) wilayah pengembangan Gedebage disebutkan, salah satu kegiatan primer di wilayah Gedebage merupakan kawasan industri nonpolutan dan berwawasan lingkungan, namun pembangunan PLTSa termasuk dalam kategori sistem utilitas yang mendukung suatu lingkungan perumahan masih dapat diperdebatkan. Bagaimana pun, dari sisi proses yang dilakukan, PLTSa lebih tepat dikategorikan sebagai sebuah industri pengolahan. Sedangkan dari sisi output-nya, PLTSa tentu tidak dapat digolongkan ke dalam industri nonpolutan dan berwawasan lingkungan, Karena permasalahan legalitas itu, maka pembangunan PLTSa sedikit terlambat dikarenakan Pemerintah Kota Bandung sangat hati-hati, terkait aturan dan penerimaan masyarakat di Kawasan Gedebage. Pemerintah Kota Bandung mengarahkan pembangunan ke arah timur kota, yakni ke kawasan Gedebage. Pertimbangannya, Kota Bandung bagian barat sudah terlampau padat. Kepala Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) Kota Bandung, menjelaskan, Pemerintah Kota Bandung telah memiliki rencana induk (masterplan) untuk mengembangkan wilayah Bandung timur, dalam bentuk pengembangan Pusat Primer Gedebage. Mulai tahun 2006 Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung membuka peluang bagi investor untuk menanam modal di kawasan ini. Nantinya semua investor harus mengacu pada rencana induk Gedebage dan diperkirakan 20 tahun lagi kawasan Gedebage akan menjadi pusat perkembangan kota kedua. Pada saat ini infrastruktur Bandung timur saat ini belum memadai. Jalan tol yang dibutuhkan untuk jalan masuk dari arah timur Kota Bandung belum terealisasikan. Infrastruktur yang menjadi prioritas segera

3 66 dibangun, selain jalan tol adalah fasilitas publik, yaitu fasilitas olahraga dan terminal terpadu. Pemerintah Kota Bandung akan memindahkan Terminal Leuwipanjang di Jalan Soekarno-Hatta ke Gedebage. Saat ini kondisi Bandung barat sudah sangat padat. Semua aktivitas ekonomi, politik, budaya, dan pendidikan terpusat di sana. Oleh karena itu pengembangan Pusat Primer Gedebage adalah salah satu prioritas kebijakan pengembangan Pemerintah Kota Bandung yang dituangkan dalam RTRW Kota Bandung dengan investasi Rp..954 Triliun. Pengembangan kawasan ini sangat penting, karena ditujukan untuk mendorong perkembangan wilayah Kota Bandung bagian Timur agar mengurangi beban wilayah Bandung Barat dan Pusat Kota Primer Kota Bandung yang lama (alunalun dan sekitarnya). Oleh karena itu, isu utama dalam pengembangan kawasan ini adalah kawasan yang berkelanjutan sebagai penggerak perkembangan dengan tingkat kualitas tinggi dan memiliki daya tarik investasi yang tinggi dengan visi Pusat Primer Baru untuk Kualitas Hidup yang Lebih Baik ( A New Primary Center for Better Urban Quality ). Gambar 3 Peta Rencana Tata Guna Lahan Kota Bandung Sumber : Perda 2 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Bandung

4 67 Pengembangan kawasan Gedebage dengan pusat pembangunannya berupa pembangunan Pusat primer baru untuk kualitas lingkungan kota yang lebih baik yang diwujudkan dalam penataan ruang, kondisi fisik bebas banjir, serta penyediaan sarana dan prasarana. Dengan kualitas tersebut, diharapkan pembangunan di Bandung Timur dapat meningkatkan kualitas Kota Bandung secara internal yaitu pembangunan yang berkelanjutan dan secara eksternal dengan menciptakan lingkungan kota yang akan menarik orang untuk menetap, bekerja dan berekreasi. Pengembangan kawasan ini telah dimulai sejak tahun 200, yang diawali dengan pembentukan tim Asistensi Perencanaan Pembangunan Terminal Terpadu, Akses Tol, Pusat Sarana Olah Raga dan fasilitas pendukung lainnya (di Kelurahan Cisaranten Kidul dan Kelurahan Derwati, Kecamatan Rancasari Kota Bandung tahun 200). Dalam hubungannya dengan program pembangunan Kota Bandung, Pengembangan Kawasan Bandung Timur merupakan salah satu program strategis pembangunan Pemerintah Kota Bandung pada saat ini dan mendatang. Pengembangan kawasan Gedebage dengan pusat pembangunannya berupa Pengembangan Kawasan Pusat Primer Gedebage diproyeksikan memiliki fungsi beragam, meliputi gembangan fungsi bisnis, komersial, olah raga, hunian maupun reasi. Fasilitas yang sudah ada di sekitar kawasan yaitu terminal peti kemas di Kota Bandung yang berskala pelayanan lokal, regional dan nasional. Kawasan ini juga memiliki aksesibilitas yang tinggi baik jalan utama regional, akses dan jalan tol, serta aksesibilitas kereta api. Selain itu, terdapat rencana penambahan struktur penunjang generator aktivitas, yaitu terminal bus antar provinsi, sub terminal angkutan dalam kota serta penambahan fasilitas stasiun kereta penumpang pada kawasan. Lahan yang sebagian besar masih berupa persawahan (lahan kosong) akan memudahkan perancangan dan pembangunannya. Pengembangan jalan tol serta adanya jalur SUTET yang melalui kawasan Pusat Primer gedebage menjadi batasan yang dapat dijadikan potensi dan kekhasan dalam merancang kawasan. Selain menetapkan lokasi pengadaan tanah, Pemerintah Kota Bandung juga membentuk Tim Asistensi Perencanaan Pembangunan Terminal Terpadu, Akses Tol, Pusat Sarana Olah raga dan Fasilitas Pendukung Lainnya di Kelurahan Cisaranten Kidul dan Kelurahan Derwati

5 68 Kecamatan Rancasari Kota Bandung pada Tahun 200. Instansi-instansi secara terpisah juga telah menyusun rencana pengembangannya, seperti Studi Penataan Wilayah Gedebage dan Ujungberung Kota Bandung (200); Perencanaan Bangunan Intersection Sungai Buatan Menelusuri Tol dan Danau Buatan Gedebage (200), Rencana Penataan Terminal Terpadu Gedebage Kota Bandung (200); Feasibility Study Akses Tol Gedebage Kota Bandung (2002), Perencanaan Stadion Olah Raga, RTBL Terminal Terpadu Cedebage (2002); Visi Pengembangan/Masterplan Gedebage (2003); Skenario Pengembangan Sentra Perdagangan dan Jasa Kawasan Bandung Timur (2003); Rencana Perbaikan Sungai Cisaranten (2003). Namun karena tidak padu, serasi dan terintegrasi, maka Pemerintah Kota Bandung pada Tahun 2005 menyusun Rencana Induk Kawasan Gedebage (Pusat Primer Gedebage) sebagai upaya penyusunan rencana tata ruang secara menyeluruh, terintegrasi dan berkelanjutan berdasarkan daya dukung kawasan dalam bentuk pengembangan Kawasan Pusat Primer Gedebage. Kawasan Pusat Primer Gedebage dengan luas sekitar 72,3 Ha terletak di Bandung Timur (WP Gedebage). Bagian utara kawasan ini dibatasi oleh Jl. Soekarno Hatta, bagian selatan oleh Jalan Tol Padaleunyi, bagian barat oleh Jalan Gedebage dan bagian timur dibatasi oleh Jalan Cimencrang. Kawasan Pengembangan Pusat Primer Gedebage terletak di Kecamatan Rancasari (Kelurahan Derwati, Kelurahan Mekar wangi, Cisaranten Kidul, Kelurahan Derwati) dan Kecamatan Ujungberung (Kelurahan Cisaranten Wetan). Kawasan Pusat Primer Gedebage memiliki kontur yang relatif datar dengan kecenderungan dari arah utara ke selatan yang semakin menurun. Kemiringan lahan dominan antara 2,5 persen dan mempunyai ketinggian antara meter di atas permukaan laut. Kawasan Gedebage bagian selatan (sebelum Jalan Tol Padaleunyi) merupakan cekungan dan kawasan Gedebage terletak pada lokasi genangan/banjir. Tapak terletak pada cekungan dengan kondisi geologi yang terdiri dan jenis lempung lanauan, lapisan gambut, lapisan pasir, dan lempung pasiran. Jenis tanah yang tersebar di kawasan ini umumnya berupa tanah alluvial. Kondisi mi memerlukan konstruksi yang spesifik untuk bangunan berat atau tinggi. Kawasan Gedebage dilalui oleh beberapa sungai yang memiliki potensi bila dikelola dengan baik maka sungai-sungai yang berada di

6 69 lokasi ini dapat menjadi view yang menarik (dapat diekspos menjadi kawasan waterfront city). Adapun sungai-sungai tersebut adalah :. Sungai Cipamokolan, mengalir dari Utara ke Selatan sepanjang bagian barat Kawasan Gedebage. 2. Sungai Cisaranten Kulon, mengalir dari Utara ke Selatan, melalui daerah persawahan dekat kompleks Riung Bandung 3. Sungai Cisaranten Kidul, mengalir dari Utara ke Selatan, memotong lintasan kereta api kemudian memotong Jalan Gedebage di wilayah Kelurahan Cisaranten Kidul. 4. Sungai Cinambo, mengalir dari Utara ke Selatan di wilayah Kelurahan Mekarmulya. 5. Sungai Cilamenta mengalir dari Utara ke Selatan dan bergabung dengan Sungai Cinambo. Penggunaan lahan dominan di Kawasan Pusat Primer Gedebage saat ini adalah persawahan. Di luar itu penggunaan lahan campuran antara perdagangan, industri, kawasan perumahan dan penggunaan pemerintahan/perkantoran lainnya. Dahulunya wilayah Pengembangan Gedebage memang berfungsi sebagai kawasan permukiman, industri, jasa dan perkantoran serta pusat kegiatan ekspor impor berupa Terminal Peti Kemas. Kawasan industri, jasa dan perdagangan yang memiliki skala pelayanan untuk wilayah regional dan Terminal Peti Kemas melayani skala Kota Bandung. Dengan adanya pembangunan Terminal Induk Gedebage, akan memberikan dampak terhadap percepatan pengembangan Wilayah Pengembangan Gedebage dan sekitarnya. Wilayah Gedebage telah memiliki beberapa kegiatan penting yang dapat menjadi faktor pemicu perkembangan yaitu terminal peti kemas, pasar induk, beberapa pertokoan, dan beberapa lingkungan permukiman baru. Di kawasan Timur Bandung ini telah tumbuh dan berkembang berbagai kegiatan ekonomi, baik yang berskala lokal, regional, maupun nasional. Laju pertumbuhan penduduk di sekitar Kawasan Pusat Primer Gedebage yaitu di WP Gedebage dan WP Ujungberung relatif tinggi (rata-rata 5,4 persen antara tahun ) yang diakibatkan oleh migrasi penduduk. Selain itu, pesatnya pengembangan kawasan permukiman dan penempatan berbagai kegiatan

7 70 fungsional perkotaan (tempat-tempat bekerja) di kawasan ini akan berpengaruh terhadap peningkatan kapasitas tampung minimal, yang kemudian akan berpengaruh pula terhadap pertambahan jumlah penduduk. Tingginya pertumbuhan pada sektor pengembangan perumahan di Wilayah Gedebage dan wilayah Ujungberung dapat mengalihkan pertumbuhan penduduk terutama di kawasan sekitar pusat kota dan Kawasan Bandung Utara sebagai daerah konservasi. Berdasarkan proyeksi jumlah penduduk dan kebutuhan jumlah hunian, diidentifikasi bahwa kebutuhan hunian akan meningkat di Kecamatan Ujungberung akan mencapai rumah dan di Kecamatan Rancasari rumah pada Tahun 203 dan berdampak pada peningkatan kebutuhan lahan permukiman. Untuk seluruh Kota Bandung hingga tahun 203 masih dibutuhkan unit rumah dengan luas total kebutuhan lahan Ha. Hal ini akan menyebabkan Kawasan Perencanaan harus dapat memenuhi kebutuhan akan permukiman. Hal ini menunjukkan upaya dalam pemerataan penduduk di Kota Bandung sudah sejalan dengan kebijaksanaan dalam RTRW Kota Bandung. Sebagian besar kawasan Pusat Primer Gedebage berupa persawahan. Perumahan tidak terencana berkembang di sepanjang JI. Gedebage dan JI. Cimencrang dan bagian Utara Kawasan Pusat Primer Gedebage. Perumahan terencana yang berkembang dalam kawasan Pusat Primer Gedebage bagian Selatan-Barat (PT. Bumi Adipura), sedang di luar kawasan berada di sebelah Tmur adalah Perumahan Bumi Parahyangan dan di sebelah Utara adalah Perumahan Pinus Regensi. Pengembangan kawasan perencanaan akan dilakukan new development yaitu pembangunan baru lengkap dengan ketersediaan sarana prasarananya sehingga memiliki daya tarik tersendiri terutama bagi perkembangan Kota Bandung secara keseluruhan. Konsep pembangan di kawasan perencanaan dengan menggunakan konsep pembangunan siap bangun dan lingkungan siap bangunan (lisiba) yang berdiri sendiri, minimal 000 unit (RTRW Kota Bandung 20 3).

8 7 Tabel 0 Program Pemanfatan Ruang di Kawasan Gedebage Komponen Pengembangan Sub Komponen Transportasi Terminal Terpadu dan fasiltas penunjang serta Stasiun Kereta Api dengan fasilitas penunjangnya Fasilitas Kesehatan Olah Raga dan Rekreasi Rumah Sakit Tipe B dan Rumah Sakit Gawat Darurat dengan pendukungnya Komplek olah raga dengan Stadiuon Utama, Stadion Renang, Lapangan Tenis, Lapangan Bulutangkis, Lapangan Basket, Lapangan sepak bola, lapangan voli ball, driving range, soft ball, sport club dan fasilitas pendukung lainnya Industri (eksisting) Fasilitas Peribadatan Hunian Kawasan perumahan yang telah terbangun dan akan dibangun di kawasan perencanaan. Luas Total (Ha) Presentase (persen) Industri pertamina, sepatu Mesjid Agung Hotel dan apartemen.5 Infrastruktur Kolam retensi Jalan, jalan tol dan akses jalan tol Ruang Terbuka Ruang terbuka fasilitas lingkungan Hijau (termasuk Ruang Terbuka sempadan sungai buffer zone) Ruang Terbuka Sempadan SUTT Ruang Terbuka sempadan jalan tol Taman Kawasan Theme park Total kawasan yang akan dikembangkan Sumber: development brief Pusat Primer Gedebage BAPEDA Kota Bandung 2006 Selain memiliki daya dukung dalam Pengembangan Kawasan Gedebage juga memiliki keterbatasan seperti ancaman terhadap kawasan ini sebagai wilayah yang rentan gempa, oleh karena itu dalam pembangunannya diperlukan konstruksi bangunan tahan gempa. Dalam kondisi seperti ini, maka pengawasan dan pengendalian dalam struktur bangunan yang akan dibangun di kawasan ini menjadi sesuatu yang penting agar karakteristik lahan wilayah ini sebagai pontensial bencana gempa dapat diminimalisir dengan karateristik bangunan yang tahan terhadap kondisi jika terjadi gempa. Pengawasan dan pengendalian struktur bangunan menjadi penting karena selama ini pelanggaran terhadap peraturan menyangkut aspek bangunan cukup sering terjadi.

9 72 Keterbatasan wilayah Gedebage juga dapat dilihat dari aspek penyediaan air bersih yang masih cukup sulit. Pelayanan PDAM di kawasan ini masih terbatas dan kondisi sumber air lain (sungai) yang tercemar limbah domestik dan industri. Namun demikian, hasil penyelidikan air yang dilakukan oleh PDAM Kota Bandung menunjukan bahwa air baku di kawasan ini memiliki potensi yang besar dengan ditemukannya sumber air tanah dangkal dan dalam serta rencana pembangunan sistem kolam retensi dari drainase yang diharapkan akan mampu melayani kebutuhan air di Wilayah Gedebage dengan melengkapi penambahan instalasi pengolahan air untuk memenuhi kualitas air minum. Rencana penyediaan air bersih dalam kawasan dirancang dengan alternatif-alternatif berupa () dari luar kawasan dengan tambahan pengembangan jaringan air, (2) pemanfaatan wet pond, dan (3) pemanfaatan air pada under ground storoge di ruang terbuka hijau. Selain itu pula kawasan ini terletak pada cekungan dengan kondisi geologi yang kurang begitu baik dan lokasi genangan atau banjir. Oleh karena itu solusi yang direncanakan untuk mengantisipasi kendala-kendala ini diantaranya dengan melakukan langkah-langkah :. Kondisi geologi, tanah yang kurang baik diantisipasi dengan rencana/perancangan struktur dan pondasi yang tahan gempa dan sesuai dengan keterbatasan kondisi geologi/tanah tersebut. 2. Genangan/banjir diantisipasi dengan rencana pengembangan/pembangunan retention pond dan perbaikan sistem drainase untuk manajemen air hujan dan air buangan. Upaya ini juga diharapkan dapat mengatasi permasalahan genangan dan kekurangan air pada musim kemarau. Pada musim kemarau, diharapkan air yang diinjeksi ke dalam tanah tersebut (dengan retention pond) dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Selain itu, normalisasi sungai juga sedang diupayakan untuk mengatasi banjir. Normalisasi sungai saat ini dilakukan pada Sungai Cinambo untuk dapat mengatasi banjir tersebut. Upaya yang direncanakan sebagai upaya Pengendalian Banjir di kawasan Gedebage di antaranya adalah dengan langkah-langkah sebagai berikut :. Pembuatan kolam-kolam retensi (retention pond, dry pond dan wet pond) untuk menampung sementara kelebihan aliran yang berasal dari hulu K.

10 73 Cisaranten dan K. Cinambo sebelum dilepaskan kembali pada waktu muka air di K. Cinambo mulai turun. 2. Volume air yang perlu ditampung oleh kolam Retensi adalah: juta m 3 untuk periode banjir 25 tahun dan,6juta m 3 untuk banjir 50 setahun. 3. Kolam retensi dibuat dalam satu kesatuan atau dipecah menjadi beberapa kolam. 4. Air dalam kolam retensi harus mampu dibuang ke saluran diversi Kali Cinambo dalam jangka waktu 24 jam atau maksimal 48 jam. Elevasi dasar kolam retensi harus lebih tinggi dan pada elevasi dasar saluran diversi Kali Cinambo. 5. Sebagian areal kolam retensi dapat digunakan sebagai kolam air baku. 6. Kedalaman kolam air baku ditentukan berdasarkan kebutuhan air dan juga besarnya perkolasi dan penguapan. 7. Untuk menghindari luapan air maka tinggi tanggul kolam retensi adalah,5-2 Cm. 8. Perlu dibangun tanggul disepanjang saluran diversi Kali Cinambo dengan tinggi tanggul,5 m dan lebar bantaran banjir m. Sedangkan sistem drainase yang dirancang di Kawasan Gedebage ini dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :. Memanfaatkan air hujan sebaga sumber air baku atau air bersih dengan pendekatan storage oriented approach menggunakan kolam-kolam penampungan air hujan (Wet Pond) 2. Perbanyak bio- rentention pada taman-taman dan ruang terbuka 3. Sistem saluran drainase air hujan dan sistem air kotor terpisah 4. Menggunakan tanaman untuk menahan erosi lahan 5. Terintegrasi dengan tata letak bangunan Utilitas untuk menajemen air hujan dapat digunakan dengan mengikuti langkah-langkah Penggunaan buffer dan area undisturbed, Penggunaan aliran drainase natural., Penggunaan tanaman penahan air selain gorong-gorong dan Pengaliran air atap ke wadah. Sedangkan dalam hal sumur resapan, maka setiap bangunan dalam dalam blok harus dilengkapi dengan sumur resapan dengan kapasitas yang diperhitungkan dengan luasan atap bangunan dan ruang terbuka

11 74 yang ada. Upaya ini dilakukan supaya air dan atap tidak langsung dibuang tetapi dimasukkan dulu dalam wadah. Kawasan Gedebage pada prinsipnya dikembangkan untuk mengurangi beban aktivitas dan lalu lintas di pusat Kota Bandung terutama di wilayah tengah dan barat Kota Bandung yang sudah mencapai kapasitas maksimal dan tidak memiliki peluang untuk dikembangkan terutama dalam aspek penggunaan lahan bagi fungsi yang saat ini sedang dijalankan. Keseriusan Pemerintah Kota Bandung untuk mengembangkan kawasan ini ditindaklanjuti dengan ditetapkannya kawasan perencanaan Gedebage sebagai Pusat Primer Timur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung Dalam RTRW Kota Bandung ini, kegiatan yang akan dikembangkan adalah sebagai berikut:. Pendidikan (Perguruan Tinggi dan Perpustakaan) 2. Kesehatan (Rumah Sakit tipe B dan rumah sakit gawat darurat) 3. Peribadatan (mesjid dan rumah ibadah lainnya) 4. Bina Sosial (gedung pertemuan umum) 5. Komplek olahraga dengan gelanggang olahraga, Gedung seni tradisional, Taman kota, 6. Pelayanan Pemerintah, meliputi Pusat Bisnis dan Perkantoran untuk swasta, kantor pemerintahan, kantor pos wilayah, kantor kodim, kantor telekomunikasi wilayah, kantor PLN wilayah, kantor PDAM wilayah, kantor urusan agama, pos pemadam kebakaran 7. Perdagangan dan Jasa meliputi hotel dan mall, bangunan komersial, Pertokoan, pusat belanja, bank-bank, perusahaan swasta dan jasa-jasa lain 8. Transportasi, meliputi stasiun kereta ap, terminal dan parkir umum. Pembagian ruang yang menjadi kawasan Pusat Primer Gedebage memiliki tujuan agar ruang yang ada menjadi ruang yang termanfaatkan secara maksimal tanpa menimbulkan suatu resiko yang dapat mengganggu aktifitas di kawasan Gedebage tersebut. Kondisi ini karena kawasan Gedebage memiliki resikolebih tnggi dibandingkan kawasan lain Kota Bandung, terutama ancaman banjir sebagai akibat kondisi kawasan yang lebih rendah dibandingkan dengan kawasan lain Kota Bandung.

12 75 Rencana Jalan Tol Perumahan Sarana Olah Raga Sarana Pelayanan Masyarakat Sarana Transfortasi Sarana Lingkungan Gambar 4 Kode Ruang Peruntukan Pusat Primer Gedebage Bandung Sumber: development brief Pusat Primer Gedebage BAPEDA Kota Bandung 2006

13 76 Gambar 5 Keterangan Tentang Kode Ruang Peruntukan Pusat Primer Gedebage Bandung Sumber: development brief Pusat Primer Gedebage dan BAPEDA Kota Bandung 2006 Berdasarkan Gambar 4 dan 5 kondisi saat ini Pusat Primer Gedebage sebagian besar berupa persawahan. Perumahan tidak terencana berkembang di sepanjang JI. Gedebage dan JI. Cimencrang dan bagian Utara Kawasan Pusat Primer Gedebage. Perumahan terencana yang berkembang dalam kawasan Pusat Primer Gedebage bagian Selatan-Barat (PT. Bumi Adipura) (Blok J), sedang di luar kawasan berada di sebelah Timur adalah Perumahan Bumi Parahyangan dan di sebelah Utara adalah Perumahan Pinus Regensi (Blok A). Adapun keterangan mengenai Gambar 4 secara lengkap dapat dilihat dari Tabel.

14 77 Tabel Keterangan Pemanfaatan dan Luas Ruang dalam Kawasan Pusat Primer Gedebage BLOK Luas Blok (Ha) Sub Blok Guna Lahan Luas Total Lahan Untuk Komponen (Ha) A Industri 2,68 A2 Jasa 2,6 A 86,8 A3 Jasa 7,6 A4 Jasa 6,40 A5 Perumahan 2,86 A6 Komplek Pertokoan 7,55 B Komplek Pertokoan 2,59 B 46,67 B2 Stasiun KA 7,58 B3 Terminal Bus (Kelas A) 5,00 B4 Pusat Perbelanjaan/ Mall,50 C 27,73 C Rumah Sakit (Kelas B) 6,55 C2 Komplek Pertokoan,8 D 29,72 D Kolam Retensi (dry pond) 36,02 E 42,07 E Perumahan 5,52 E2 Perumahan 3,9 F Kolam Retensi (dry pond) 42,60 F 56 F2 Komplek Pertokoan 5,73 F3 Komplek Pertokoan 6,82 G 45,05 G Komplek Sarana Olah Raga 45,05 (SOR) dan pendukungnya H 23,55 H Perumahan 27,33 I Perumahan 3,49 I2 Pusat Perbelanjaan/Mall 0,92 I3 Bisnis dan Pertokoan 9,76 I4 Pusat Perbelanjaan/Mall 8,94 I 67,29 I5 Peribadatan (Mesjid, 5,32 Gereja, Pura, Vihara) I6 Counvention Hall dan 9,9 Gedung Seni Tradisional I7 Kampus Terpadu 9,68 (Perguruan Tinggi) J Perumahan 8,72 J 42,56 J2 Perumahan 9,86 J3 Rumah Susun/Apartemen 3,98 K Kampus Terpadu 4,55 (Perguruan Tinggi) K2 Ruang Terbuka Hijau (Wet 4,59 K 2,02 pond) K3 Perumahan 59,35 K4 Perumahan 6,33 K5 Ruang Terbuka Hijau (Wet pond) 30,07 Sumber: Development brief Pusat Primer Gedebage BAPEDA Kota Bandung 2006

15 78 Dari Tabel terlihat bahwa total luas perencanaan Kawasan Pusat Primer Gedebage adalah 72,3 Ha yang terbagi ke dalam blok dengan blok K memiliki luas peruntukkan yang paling luas. Sedangkan di blok H merupakan blok yang paling kecil luas lahan peruntukkannya. Namun demikian dari total luas lahan di setiap blok tidak semua lahan dapat dipergunakan karena adanya aturan tentang intensitas pemanfaatan ruang dalam pengemangan kawasan Gedebage akan diatur berdasarkan tiga faktor, yaitu Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan dan Ketinggian Lantai Maksimum. KDB adalah persentase luas Lantai dasar maksimum yang diperbolehkan dibangun pada luas kavling sedangkan KLB adalah bilangan pokok atas perbandingan antara jumlah luas lantai bangunan dengan luas kavling. Ketentuan intensitas pembangunan, pembagian blok dan kode pemanfaatan ruang dalam kawasan Pusat Primer Gedebage dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kode Pemanfaatan dan Ketentuan Intensitas Ruang dalam Kawasan Pusat Primer Gedebage BLOK Luas Blok (Ha) A 86,8 B 46,67 Sub Blok Guna Lahan Intensitas KDB max KLB max (persen) A Industri 40.2 A2 Jasa 70 2,8 A3 Jasa 50 4 A4 Jasa 50 4 A5 Perumahan 50,5 A6 Komplek Pertokoan 70 2, B Komplek Pertokoan 70 2,8 B2 Stasiun KA 50 2 B3 Terminal Bus (Kelas A) 50 2 B4 Pusat Perbelanjaan/ Mall 70 2, C Rumah Sakit (Kelas B) 50 2 C 27,73 C2 Komplek Pertokoan 70 2, D 29,72 D Kolam Retensi (dry pond) 5 0,3 E 42,07 E Perumahan 50,5 E2 Perumahan 50,5 F Kolam Retensi (dry pond) 5 0,3 F 56 F2 Komplek Pertokoan 70 2,8 F3 Komplek Pertokoan 70 2, G 45,05 G Komplek Sarana Olah Raga (SOR) dan pendukungnya 50 2 H 23,55 H Perumahan 50 I Perumahan 70 2,8 I2 Pusat Perbelanjaan/Mall 50 4 I3 Bisnis dan Pertokoan 50 3 I 67,29 I4 Pusat Perbelanjaan/Mall 70 2, I5 Peribadatan (Mesjid, Gereja, Pura, Vihara) 50 2 I6 Counvention Hall dan Gedung Seni Tradisional 50,6 I7 Kampus Terpadu (Perguruan Tinggi) 50,6 J 42,56 K 2,02 J Perumahan 50 J2 Perumahan 50 J3 Rumah Susun/Apartemen 25,25 K Kampus Terpadu (Perguruan Tinggi) 50,6 K2 Ruang Terbuka Hijau (Wet pond) 0 0,2 K3 Perumahan 50 K4 Perumahan 50 K5 Ruang Terbuka Hijau (Wet pond) 0 0,2 Sumber: Development brief Pusat Primer Gedebage BAPEDA Kota Bandung 2006

16 79 Berdasarkan Tabel dan 2, maka dapat dihitung luas lahan yang dapat digunakan dalam setiap blok di kawasan Pusat Primer Gedebage dan luas total dari lantai yang dapat dibangun disetiap blok. Luas lantai dapat dijadikan ukuran pula berapa tingkat ketinggian suatu bangunan yang dapat dibangun di kawasan Pusat Primer Gedebage ini. Untuk melihat luas lahan yang dapat digunakan dan luas total dari lantai yang dapat dibangun di setiap blok di kawasan Pusat Primer Gedebage dapat dilihat dari Tabel 3. Tabel 3 Hasil Perhitungan Pemanfaatan Lahan serta Luas Total Lantai yang Dapat dibangun dalam Kawasan Pusat Primer Gedebage BLOK Luas Blok (Ha) A 86,8 B 46,67 Sub Blok Guna Lahan Lahan yang digunakan (Ha) Luas Total Lantai Bangunan (Ha) A Industri A2 Jasa A3 Jasa A4 Jasa A5 Perumahan A6 Komplek Pertokoan B Komplek Pertokoan B2 Stasiun KA B3 Terminal Bus (Kelas A) B4 Pusat Perbelanjaan/ Mall C Rumah Sakit (Kelas B) C 27,73 C2 Komplek Pertokoan D 29,72 D Kolam Retensi (dry pond) E 42,07 F 56 E Perumahan E2 Perumahan F Kolam Retensi (dry pond) F2 Komplek Pertokoan F3 Komplek Pertokoan G 45,05 G Komplek Sarana Olah Raga (SOR) dan pendukungnya H 23,55 H Perumahan I Perumahan I2 Pusat Perbelanjaan/Mall I3 Bisnis dan Pertokoan I 67,29 I4 Pusat Perbelanjaan/Mall I5 Peribadatan (Mesjid, Gereja, Pura, Vihara) J 42,56 K 2,02 Sumber: Data diolah 20 I6 Counvention Hall dan Gedung Seni Tradisional I7 Kampus Terpadu (Perguruan Tinggi) J Perumahan J2 Perumahan J3 Rumah Susun/Apartemen K Kampus Terpadu (Perguruan Tinggi) K2 Ruang Terbuka Hijau (Wet pond) K3 Perumahan K4 Perumahan K5 Ruang Terbuka Hijau (Wet pond) Perubahan atau pergeseran lokasi kegiatan dalam blok masih dimungkinkan selama tidak mengubah jenis kegiatan dan luas total maksimum intensitas pemanfaatan ruang (KDB, KLB, KLB). Pergeseran fungsi subblok

17 80 antarblok harus dengan persetujuan Perusahaan Pengelola Kawasan Pusat Primer Gedebage untuk mencek kompabilitas, dampak, trip attraction, ketinggian bangunan dan aspek teknis pembangunan lainnya. Dalam satu blok intensitas, baik KDB, KLB dapat ditransfer ke penggunaan lain tanpa merubah intensitas total maksimum blok tersebut. Dalam kondisi tertentu pembangunan di Kawasan Gedebage memerlukan Investigasi Tambahan jika pembangunan itu memiliki karakteristik seperti :. Setiap pembangunan dengan intensitas tinggi (tinggi bangunan melampaui 4 lantai memerlukan investigasi tambahan untuk mengkaji kekuatan daya dukung lahan dan penyelidikan batuan keras untuk dasar perancangan pondasi. 2. Setiap pembangunan yang akan menyebabkan dampak lalu lintas besar memerlukan investigasi untuk menghitung dampak lalu lintas sebagai dasar untuk mengantisipasi penurunan tingkat pelayanan jalan. 3. Setiap pembangunan untuk fungsi-fungsi tertentu yang kemungkinan menimbulkan dampak lingkungan (limbah atau polusi) diperlukan investigasi untuk memperhitungkan dampak yang akan muncul dan rencana untuk mengatasinya. 4. Setiap permohonan perubahan pemanfaatan ruang harus melalui investigasi terlebih dahulu. 5. Setiap permohonan pembangunan baik bangunan maupun bangun-bangunan yang belum diatur dalam rencana yang ditetapkan. Ketentuan Investigasi tersebut meliputi Investigasi dilakukan oleh pengembang atau pengembang dapat menunjuk lembaga atau konsultan yang berkompeten dalam bidang investigasi, hasil investigasi menjadi persyaratan pengajuan permohonan ijin, perusahaan Pengelola Kawasan Pusat Primer Gedebage dibantu oleh instansi terkait dapat membentuk Tim Indepanden Investigasi sebagai pembanding hasil investigasi yang dilakukan oleh pengembang dan kriteria dilakukan dalam investigasi tambahan ditetapkan oleh Perusahaan Pengelolaan Kawasan Pusat Primer Gedebage.

18 8 Kondisi yang terjadi pada saat ini dari blok yang direncanakan baru 2 (blok) yang mulai dilakukan pembangunan, yaitu di Blok A dan Blok G. Namun sebenarnya blok yang dalam proses pembangunan hanyalah Blok G karena sebenarnya blok A merupakan blok yang sudah ada bangunannya yang kemudian dimasukkan dalam kawasan Pusat Primer Gedebage, yaitu bangunan Industri dalam bentuk depot Pertamina seluas 2,68 Ha, perumahan 2,6 Ha, pelayanan pemerintah 7,7 Ha dan bangunan komersil seluas 7,55 Ha. Apabila pengembang hendak melaksanakan pembangunan baik berupa bangunan maupun bangun-bangunan serta infrastruktur dalam blok maupun sub blok, maka setiap permohonan perijinan pembangunan baik berupa bangunan maupun bangun-bangunan wajib menyertakan rencana dan perancangan detail (detail plan and design). Rencana dan Perancangan Detail ini meliputi:. Rencana atau rancangan tata letak bangunan Blok atau Sub Blok. 2. Rencana atau rancangan bangunan (detail engineering design). 3. Rencana atau rancangan prasarana dan utilitas. Dalam aspek administrasi pembangunan Perusahaan Pengelola Kawasan Pusat Primer Gedebage adalah lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah Kota Bandung dengan persetujuan DPRD untuk mengelola pengembangan Kawasan Pusat Primer Gedebage termasuk menyusun rencana teknis, menangani administrasi, izin dan lain-lain yang terkait secara kolektif. Berdasarkan proses seleksi yang terbuka (lelang Perusahaan Pengelola ini lebih lanjut akan dtetapkan oleb Peraturan Walikota. Perusahaan Pengelola Pusat Primer Gedebage dapat terdiri atas Perusahaan tunggal (BUMD atau swasta murni) dan Perusahaan konsorsium atau patungan (BUMD dan beberapa perusahaan swasta). Perusahaan patungan digunakan, jika tanggung jawab swasta secara penuh tidak memungkinkan; kondisi lingkungan berisiko; aspek hukum yang tidak membolehkan kepemilikan prasarana oleh swasta secara keseluruhan; hak kepemilikan penuh swasta secara politis tidak dapat diterima; hukum lingkungan tidak memungkinkan perusahaan svvasta secara keseluruhan menerima liabilitas atau permasalahan lain yang dapat mempengaruhi formasi perusahaan. Konsorsium ini membutuhkan perjanjian yang jelas mendefinisikan tambahan manfaat bagi masing-masing pihak dan tanggung jawab mereka sesuai perjanjian.

19 82 Perusahaan Pengelola Pusat Primer Gedebage bertugas untuk mengembangkan kawasan mulai dan pembebasan lahan, pembangunan kawasan dan pengelolaan kawasan. Tugas pokok Perusahaan Pengelola kawasan Pusat Primer Gedebage adalah sebagai berikut:. Menyusun rencana teknis 2. Menangani proses perizinan secara kolektif 3. Menilai permohonan izin pembangunan yang diajukan 4. Melaksanakan pembangunan fisik 5. Mengawasi pembangnnan fisik 6. Membebaskan lahan untuk prasarana dan sarana dasar 7. Menyediakan prasarana dan sarana dasar Pola pengelolaan kawasan Pusat Primer Gedebage oleh Perusahaan Pengelola serta lingkup tugas masing-masing anggota Perusahaan pengelola ditunjukkan pada Gambar 6 Pemerintah Kota Bandung BUMD Swasta/ Investor Perusahaan Pengelola Pembebasan Lahan, Pematangan Lahan, dan Prasarana Dasar Pembangunan Blok Kawasan Lahan Siap Bangun Bangunan Siap Digunkan Investor untuk pengembangan/pembangunan Kawasan Pusat Primer Gedebage Menggunakan Bangunan Siap Digunakan Melaksanakan Pembangunan Kawasan Gambar 6 Alur pengelolaan kawasan Pusat Primer Gedebage

20 83 Adapun ruang lingkup tugas pemerintah Kota Bandung berkaitan dengan Pengelolaan Kawasan Pusat Primer Gedebage adalah :. Penyedia peraturan pembangunan. 2. Perijinan dan tugas administrasi lainnya berkaitan dengan adminstrasi pemerintahan dalam pengembangan Pusat Primer Gedebage. 3. Pemrosesan perijinan secara kolektif dari pengelola kawasan 4. Memberikan insentif sesuai kewenangannya. Sedangkan ruang lingkup tugas Pengelola Kawasan Pusat Primer Gedebage adalah :. Penyedia lahan dan pematangan lahan 2. Menerima perijinan permohonan pembangunan oleh pihak yang akan membangun 3. Mengajukan permohonan secara kolektif kepada dinas terkait 4. Bersama dengan Pemerintah Kota Bandung dalam memproses aplikasi investasi internasional dan domestik 5. Bersama dengan Pemerintah Kota Bandung melakukan penilaian permohonan perijinan yang diajukan oleh investor 6. Melaksanakan pengendalian pembangunan Kawasan Pusat Primer Gedebage 7. Memasarkan peluang investasi kepada calon investor Peluang atau prospek investasi (PPP) baik oleh sektor publik maupun swasta atau masyarakat di kawasan Gedebage dapat dilihat pada tabel Tabel 4. Tabel 4 Peluang atau prospek investasi (PPP) Kawasan Pusat Primer Gedebage PUBLIK PPP SWASTA. Jalan dalam kawasan Pusat Primer Gedebage dan jalan akses menuju ke kawasan 2. Dry pond 3. Ruang Publik 4. Normalisasi sungai serta pembangunan jaringan drainase sekunder. Terminal regional 2. Stasiun Kerata Api 3. Fasilitas Ibadah. 4. Telepon 5. Listrik 6. Penyedian jaringan air bersih (dapat dikerjasamakan dengan sektor swasta). Komersial dan bisnis 2. Perkantoran 3. Hotel 4. Apartemen 5. Convention Hall 6. Gedung seni tradisional atau pertunjukkan 7. Sarana olah raga 8. Kampus terpadu 9. Rumah sakit 0. Perumahan. Jalan tol 2. Telepon (PT. Telkom)

21 84 Lanjutan Tabel 4 3. Listrik (PT. PLN) 4. Sarana Peribadatan 5. Pelayanan Persampahan 6. Pelayanan Air Bersih Sumber: Development brief Pusat Primer Gedebage BAPEDA Kota Bandung 2006 Pedoman administrasi dan investasi (administration and investment guidelines) yang dimaksud adalah ketentuan administrasi dan investasi dalam pengembangan Pusat Primer Gedebage. Beberapa ketentuan administrasi dan investasi adalah sebagai berikut: a. Investor yang akan mengembangkan bagian dan Kawasan Pusat Primer Gedebage berurusan hanya dengan Perusahaan Pengelola. Oleh karena itu urusan perijinan, mekanisme investasi dan urusan lainnya (pembangunan, pemeliharaan) menjadi tanggung jawab Perusahaan Pengelola tersebut. b. Persoalan persyaratan investasi, perijinan dan prosedur adminitrasi dapat dibuat ketentuan sendiri oleh Perusahaan Pengelola selama tidak melanggar ketentuan yang berlaku Persyaratan teknis maupun tata cara investasi baik dalam negeri maupun luar negeri harus mengikuti ketentuan-ketentuan sebagal berikut: a. Ketentuan penanaman modal dalam negeri dan luar negeri mengikuti ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 38/SK/ 999 tanggal 6 Oktober 999 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang Didirikan dalam rangka Penanaman Modal Dalan Negeri dan Penanaman Modal Asing. b. Ketentuan dan Tata Cara Permohonan Ijin Pertanahan mengikuti Peraturan Daerah Kota Bandung. 5.2 Model Pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung Bagian ini merupakan langkah pembahasan tentang model yang dirancang dari sistem pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung. Pemodelan merupakan suatu abstraksi untuk mendekati sebuah kondisi aktual. Dalam model ini diperlihatkan suatu interaksi antara subsistem yang saling berkaitan dalam pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung yang

22 85 menjadi stimulus terhadap dinamika yanga akan terjadi pada out put dari pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung. Oleh kerena itu langkah kesesuaian antara subsistem yang ada dalam model dengan yang ada pada kondisi aktual akan menjadi suatu hal yang penting dalam menghasilkan model yang benar-benar sesuai dengan kondisi aktualnya. Adapun yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini adalah sistem pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung dengan menggunakan pendekatan sistem dinamik. Interaksi antara subsistem ini ditandai dengan mengalirnya unsur yang ada dalam satu susbsistem ke dalam subsistem lainnya. Unsur yang dimaksud berupa material, informasi, pendapatan maupun tenaga kerja. Unsur-unsur inilah yang pada akhirnya membuat model dalam sistem pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung bekerja untuk menghasilkan out put. Hal ini membuktikan bahwa pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung jika pun hanya memiliki tujuan dalam aspek ekonomi semata dipastikan tidak akan pernah dapat menghasilkan out put tanpa memerhatikan aspek lain seperti dinamika kependudukan dan kapasitas lahan yang ada di Kota Bandung. Keberhasilan model untuk menghasilkan out put yang dapat mendekati kondisi aktual dapat menjadi bahan yang berkualitas dalam memprediksi kondisi Pusat Primer Gedebage Kota Bandung pada masa yang akan datang. Oleh karena itu unsur-unsur yang ada dalam setiap subsistem model pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung perlu kiranya adalah unsur-unsur yang saat ini menjadi bagian yang terkait dengan pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung. Seperti yang terlihat dari Gambar 7 bahwa alur model pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung disusun oleh tiga subsistem yang saling berkaitan, yaitu subsistem kependudukan, subsistem lahan, dan subsistem ekonomi. Dalam model ini ketiga subsistem akan membuat kombinasi seperti kombinasi subsistem kependudukan dengan subsistem ekonomi, subsistem ekonomi dengan subsistem lahan, maupun subsistem kependudukan dengan subsistem lahan. Dengan demikian tidak ada subsistem yang dapat berdiri sendiri karena setiap subsistem dalam alam akan dicampuri oleh kepentingan manusia (kependudukan) sedangkan dalam pandangan falsafah sistem dinamik dapat

23 86 diterangkan bahwa aspek-aspek lain di luar manusia sebenarnya dapat diprediksi perilaku dan perubahannya baik perubahan dalam segi kuantitas dan kualitas maupun segi waktu. Namun ketika susbsistem itu sudah dicampuri oleh subsistem manusia (kependudukan) maka perilaku dan perubahannya akan semakin tidak beraturan. Hal ini dikarenakan dasar manusia yang memiliki sifat keinginan untuk memuaskan dirinya bahkan lebih jauh lagi dapat menampakkan keserakahan untuk menguasai sumber daya yang ada. Oleh karena itu dalam model pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung subsistem kependudukan merupakan subsistem yang penting dan tak mungkin terpisahkan dengan subsistem-subsitem lain yang ada di lingkungan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung. Untuk lebih jelasnya mengenai hubungan Antar subsistem dalam Pengembangan Kawasan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung dapat dilihat di gambar 7. Subsistem Kependudukan Subsistem Lahan Subsistem Ekonomi Pengembangan Kawasan Gedebage Keterangan = Material = Pendapatan = Informasi = Tenaga Kerja Gambar 7 Diagram Alir Hubungan Antar Subsistem dalam Pengembangan Kawasan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung

24 87. Subsistem Sosial Kependudukan Dalam subsistem kependudukan terdiri dari jumlah penduduk dikawasan. Jumlah penduduk ini diperlakukan sebagai level dimana jumlah penduduk ditentukan oleh pertambahan dan pengurangan jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk dipengaruhi oleh rate pertambahan penduduk baik secara alamaih maupun rate perubahan jumlah penduduk karena imigrasi, sedangkan pengurangan jumlah penduduk juga dipengaruhi oleh rate pengurangan penduduk baik secara alamiah yaitu mati maupun emigrasi. Jumlah penduduk di wilayah penelitian akan terkait dengan jumlah tenaga kerja dalam kegiatan ekonomi (susbsistem kegiatan ekonomi). Selain itu juga jumlah penduduk akan terkait dengan kebutuhan ruang fasilitas sosial dan fasilitas umum (subsistem lahan). Dalam model pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung yang dimaksud dengan penduduk adalah penduduk Kota Bandung karena kawasan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung merupakan new development sehingga pada saat ini kawasan ini relatif tidak ada penduduk yang dapat dijadikan stok dalam model pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung. Dinamika penduduk Kota Bandung dalam model pengembangan Pusat Primer Gedebage akan dipengaruhi oleh aspek-aspek penambahan dan pengurangan jumlah penduduk baik secara alamiah (kelahiran dan kematian) maupun adanya perpindahan penduduk (penduduk yang masuk atau keluar wilayah). Perubahan yang terjadi pada jumla penduduk Kota Bandung tentunya akan mempengaruhi kondisi lahan yang akan menjadi kebutuhan penduduk (pemukiman) maupun kebutuhan ekonomi (penyediaan lahan untuk industri dan lahan untuk kegiatan jasa) baik lahan total Kota Bandung maupun lahan di kawasan Pusat Primer Gedebage. Mengenai struktur model subsistem penduduk dalam pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung dapat dilihat pada Gambar 8.

25 88 SUBSISTEM PENDUDUK laju Masuk laju keluar Penambahan Pddk PENDUDUK Pengurangan Pddk laju kelahiran laju kematian ProduktivIndustri ProdIndustri RsTKIndustri LuasIndustri PersTKIndustri TambahLuIndustri ProduktivJasa ProdJasa AngKerja TambahLuJasa LuasJasa RsTKJasa PersTKJasa PersAngKerja LuasLain ProdLain TambahLuLain TambahAK ProduktivLain RsTKLain PersTKLain Gambar 8 Struktur Model Subsistem Penduduk dalam pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung 2. Subsistem Lahan Subsistem lahan merupakan subsistem yang berkaitan dengan ruang gerak dari kegiatan ekonomi dan kegiatan penduduk yang ada di wilayah penelitian. Subsistem lahan dalam model ini berkaitan denga luas lahan yang tersedia di kawasan Pusat Primer Gedebage yang direncanakan menjadi lahan kegiatan ekonomi dan penduduk seluas 72,3 Ha. Semua kegiatan yang berkaitan dengan lahan di Pusat Primer Gedebage berkaitan pula dengan dinamika penduduk kawasan maupun penduduk Kota Bandung. Lahan yang direncanakan menjadi Kawasan Pusat Primer Gedebage terdiri dari lahan untuk transfortasi,

26 89 kesehatan, olah raga dan rekreasi, industri, peribadatan, hunian (termasuk hotel dan apartemen), danau, akses jalan tol dan untuk daya dukung lingkungan. SUBSISTEM LAHAN Penambahan RTH Kota RTH Kota Persen Lahan RTH laju RTH Luas Lahan Kawasan PPG Lahan RTH Persen lahan transf ortasi lahan transf ortasi Lahan Inf rastruktur lahan kesehatan? Lahan Permukiman Persen Lahan Inf rastruktur persen lahan kesehatan lahan OR dan Rekreasi lahan Peribadatan persen lahan OR dan Rekreasi Lahan Industri persen Lahan Industri Persen Lahan Permukiman Persen Peribadatan Penambahan Luas Pemanf atan Lahan Kota Luas Pemanf atan Lahan Kota Lahan Perumahan Kota Persen Luas Lahan Kawasan Persen Perumahan Kota Gambar 9 Struktur Model Subsistem Lahan dalam pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung 3. Subsistem Kegiatan Ekonomi Dalam model pengembangan Pusat Primer Gedebage Subsistem ekonomi merupakan subsistem yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi yang diusahakan penduduk wilayah penelitian. Namun karena Pusat Primer Gedebage merupakan new development, maka kegiatan ekonominya tidak adanya hanya ada dalam bentuk sumbangan investasi yang dilakukan oleh Pusat Primer Gedebage baik dalam bentuk rencana investasi hingga investasi existing yang telah disalurkan melalui kegiatan pengembangan Pusat Primer Gedebage ini. Oleh karena itu subsistem ekonomi dalam model pengembangan Pusat Primer

27 90 Gedebage yaitu sumbangan investasi kawasan terhadap PDRB Kota Bandung dan berfungsi sebagai converter dalam model. Hingga saat ini investasi yang masuk ke kawasan Pusat Primer Gedebage merupakan investasi untuk membiaya infrastruktur pembangunan Kawasan Pusat Primer Gede Bage yang direncanakan pembangunannya sejak tahun 2004 dan pelaksanaannya hingga saat ini baru dapat menyelesaikan pekerjaan sebesar 0,8 persen. Nilai ini diperoleh dari hasil capaian kemajuan pekerjaan pada tahun 2009 sebesar 6,8 persen ditambah dengan kondisi pembangunan pada tahun 2008 yang sudah mencapai 4persen. Nilai tersebut merupakan kontribusi dari pembangunan jembatan, terowongan dan saluran di kawasan Pusat Primer Gedebage pada tahun 2009 sebesar 3,8 persen serta realiasi dari persiapan dan pembangunan fisik sampai akhir 2009 sebesar 3 persen yang meliputi Detail Enginering Design (DED), manajemen kontruksi, penyusunan Amdal, serta pelelangan pembangunan SOR Gedebage dengan nilai investasi Rp. 500,85 Milyar yang berada di blok G. Oleh karena itu nilai produksi ekonomi sebagai dasar perhitungan PDRB pada model ini bisa dianggap nol sehingga sebenarnya dapat dikatakan pula perubahan PDRB Kota dari model ini hanyalah sebatas peningkatan kapasitas infrastruktur kawasan Pusat Primer Gedebage. Namun demikian karena kawasan Pusat Primer Gedebage merupakan bagian dari kegiatan ekonomi Kota Bandung secara keseluruhan, akan ada saling mempengruhi antara kawasan Pusat Primer Gedebage dengan kawasan Kota Bandung. Oleh karena itu investasi yang ada pada kawasan Pusat Primer Gedebage akan mempengaruhi pula terhadap dinamika ekonomi kota Bandung. Dalam struktur model subsistem ekonomi dalam pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung akan digamarkan dalam bentuk dinamika PDRB Kota Bandung atas dasar harga konstan tahun 2000 dengan laju pertumbuhannya 7,85 persen.. PDRB ini akan dipengaruhi oleh subsistem penduduk Kota Bandung dan subsistem lahan (penggunaan lahan Kawasan Pusat Primer Gedebage sendiri maupuan penggunanaan lahan Kota Bandung). Mengenai struktur model subsistem ekonomi dalam pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung dapat dilihat pada Gambar 0.

28 9 SUBSISTEM EKONOMI laju Masuk PENDUDUK laju keluar Produktiv Industri Pr Penambahan Pddk Pengurangan Pddk RsTKIndustri PersTKIndustri rasio inv estasi kawasan PPG laju inv estasi inv estasi kawasan PPG laju kelahiran inv estasi per tenaga kerja laju kematian Produktiv Jasa ProdJasa AngKerja pendapatan per kapita pertambahan inv estasi Inv estasi Kota PDRB KOTA Produktiv Lain PersAngKerja ProdLain Penambahan PDRB TambahAK Penambahan RTH Kota RTH Kota Laju PDRB Persen lahan transf ortasi Pengurangan RTH Kota Penambahan Luas Pemanf atan Lahan Kota lahan transf ortasi Luas Lahan Kawasan PPG lahan kesehatan Lahan Permukiman Persen Lahan Inf rastruktur persen lahan kesehatan lahan OR dan Rekreasi lahan Peribadatan persen lahan OR dan Rekreasi Lahan Industri persen Lahan Industri Luas Pemanf atan Lahan Kota Lahan Inf rastruktur Lahan RTH Persen Lahan Permukiman Persen Peribadatan Persen Lahan RTH Lahan Perumahan Kota Persen Perumahan Kota laju RTH Persen Luas Lahan Kawasan Gambar 0 Struktur Model Subsistem Ekonomi dalam pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung

29 Simulasi Model Pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung Proses selanjutnya dalam pengembangan model pengembangan Pusat Primer Gedebage Kota Bandung adalah membangun suatu formula model dan simulasi model sebagai upaya untuk mengkonversikan kontruksi logis yang ditunjukkan oleh tiga subsistem yang selanjutnya dilakukan simulasi melalui perangkat program stella versi 9. Adapun simulasi model menggunakan kurun waktu 25 tahun ( ).. Subsistem Penduduk Dalam simulasi model penduduk perubahan kependudukan dipengaruhi oleh natalitas, mortalitas dan migrasi yang berfungsi sebagai converter yang dapat merubah jumlah penduduk dalam tahun simulasi. Dalam aspek kependudukan ini formulasi model yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Penduduk(t) = Penduduk (t - dt) + (Penambahan_Pddk - Pengurangan_Pddk) * dtinit Penduduk = Jiwa b. Penambahan_Pddk = Penduduk*laju_masuk+ Penduduk *laju_kelahiran c. Pengurangan_Pddk = Penduduk *laju_keluar+ Penduduk *laju_kematian d. laju_kelahiran = persen per tahun e. laju_keluar = persen per tahun f. laju_kematian = persen per tahun g. laju_masuk = persen per tahun Adapun hasil simulasi mengenai jumlah penduduk secara lengkap dapat dilihat dalam Gambar dan Tabel 4. Berdasarkan Gambar dan Tabel 5 dapat dilihat adanya kecenderungan dari keadaan penduduk Kota Bandung pada masa lampau yang memiliki laju kelahiran.9 persen per tahun dan laju masuk sebesar.45 persen, maka jumlah penduduk pada tahun simulasi model Pengembangan Pusat Primer Gedebage mengalami kenaikan pada tahun simulasi (2034) yang ditandai dengan laju pertumbuhan penduduk menurun menjadi rata-rata,6 persen dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang merupakan bagian dari pelayanan sosial yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat kota, karena sarana merupakan pendukung kegiatan/aktivitas masyarakat kota

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 10 2007 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PENYEDIAAN LAHAN, PRASARANA LINGKUNGAN, FASILITAS UMUM, DAN FASILITAS SOSIAL OLEH PENGEMBANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG

LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 41 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 41 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DARI PENGEMBANG

Lebih terperinci

RENCANA PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA, SERTA PRASARANA DAN SARANA UMUM

RENCANA PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA, SERTA PRASARANA DAN SARANA UMUM RENCANA PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA, SERTA PRASARANA DAN SARANA UMUM 6 6.1 Rencana Penyediaan Ruang Terbuka Tipologi Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung berdasarkan kepemilikannya terbagi

Lebih terperinci

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYEDIAAN LAHAN, PRASARANA LINGKUNGAN, FASILITAS UMUM DAN FASILITAS SOSIAL OLEH PENGEMBANG DI KABUPATEN NGAWI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon 41928 K I S A R A N 2 1 2 1 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

VI. HASIL PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN

VI. HASIL PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN VI. HASIL PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN Pemilihan lokasi perumahan oleh penghuni, pengembang, dan pemerintah dianalisis berdasarkan hasil kuesioner dengan menggunakan sofware SPSS for windows. Penentuan faktor-faktor

Lebih terperinci

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado Windy J. Mononimbar Program Studi Arsitektur dan Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN

PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN Pemilihan lokasi perumahan oleh penghuni, pengembang, dan pemerintah dianalisis berdasarkan hasil kuesioner dengan teknik analisis komponen utama menggunakan sofware SPSS for

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sebagai suatu proses yang disusun secara sengaja dan terencana untuk mencapai situasi yang diingingkan dengan sendirinya terdapat proses perencanaan yang

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMANFAATAN LAHAN UNTUK PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dinamika perkembangan

Lebih terperinci

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi 3.1. Visi dan misi sanitasi Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi Dalam rangka merumuskan visi misi sanitasi Kabupaten Lampung Tengah perlu adanya gambaran Visi dan Misi Kabupaten Lampung Tengah sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 12 2016 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENYERAHAN PRASARANA,

Lebih terperinci

Syarat Bangunan Gedung

Syarat Bangunan Gedung Syarat Bangunan Gedung http://www.imland.co.id I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia sedang giatnya melaksanakan kegiatan pembangunan, karena hal tersebut merupakan rangkaian gerak perubahan menuju kepada

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PENYEDIAAN, PENYERAHAN, DAN PENGELOLAAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM BAB 6 TUJUAN DAN KEBIJAKAN No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM Mengembangkan moda angkutan Program Pengembangan Moda umum yang saling terintegrasi di Angkutan Umum Terintegrasi lingkungan kawasan permukiman Mengurangi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KORIDOR JALAN RAYA SERPONG KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA (RDTRK) PURUK CAHU KABUPATEN MURUNG RAYA PERIODE 2005-2010 DENGAN

Lebih terperinci

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3 LAMPIRAN VI : PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN TABEL-2 KLASIFIKASI ZONA DAN SUB ZONA HIRARKI I fungsi lindung adm fungsi

Lebih terperinci

BAB V RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN

BAB V RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN BAB V RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN 5.1 Umum Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan, merupakan penjabaran dari Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota/Kabupaten ke dalam rencana pemanfaatan

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 17 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA HAURGEULIS KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 17 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA HAURGEULIS KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 17 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA HAURGEULIS KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN 2004-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui Kata Pengantar Kabupaten Bantul telah mempunyai produk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul yang mengacu pada Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007. Produk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KOTA BEKASI

BAB III TINJAUAN KOTA BEKASI BAB III TINJAUAN KOTA BEKASI 3.1 TINJAUAN UMUM KOTA BEKASI Kota Bekasi merupakan salah satu kota dari 5 kota dengan populasi terbesar di Indonesia. Dengan jumlah penduduk lebih dari 2 juta jiwa, Kota Bekasi

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 3.1. Visi dan Misi Sanitasi Visi merupakan harapan kondisi ideal masa mendatang yang terukur sebagai arah dari berbagai upaya sistematis dari setiap elemen dalam

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Untuk dapat memenuhi tujuan penyusunan Tugas Akhir tentang Perencanaan Polder Sawah Besar dalam Sistem Drainase Kali Tenggang, maka terlebih dahulu disusun metodologi

Lebih terperinci

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN LAMPIRAN IV INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN 2010-2030 NO. PROGRAM KEGIATAN LOKASI BESARAN (Rp) A. Perwujudan Struktur Ruang 1 Rencana Pusat - Pembangunan dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. No.42, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 11/PERMEN/M/2008 TENTANG PEDOMAN KESERASIAN

Lebih terperinci

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN II. 1. Umum Ujung Berung Regency merupakan perumahan dengan fasilitas hunian, fasilitas sosial dan umum, area komersil dan taman rekreasi. Proyek pembangunan perumahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi II-1 BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi Pembangunan Tahun 2011-2015 adalah Melanjutkan Pembangunan Menuju Balangan yang Mandiri dan Sejahtera. Mandiri bermakna harus mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 53 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 53 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 53 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA DENGAN KEDALAMAN RENCANA DETAIL TATA RUANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 05 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL) KAWASAN PASAR DAN SEKITARNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN 6.1. Struktur Peruntukan Lahan e t a P Gambar 6.1: Penggunaan lahan Desa Marabau 135 6.2. Intensitas Pemanfaatan Lahan a. Rencana Penataan Kawasan Perumahan Dalam

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI LAMPIRAN XV PERATURAN DAERAH TANGERANG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH TANGERANG 2012-2032 PERATURAN ZONASI STRUKTUR RUANG PUSAT PELAYANAN KAWASAN SUB PUSAT PELAYANAN Pusat pelayanan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman, yaitu kumpulan rumah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman, yaitu kumpulan rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman, yaitu kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.276, 2010 KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Izin Mendirikan Bangunan. Prinsip.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.276, 2010 KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Izin Mendirikan Bangunan. Prinsip. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.276, 2010 KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Izin Mendirikan Bangunan. Prinsip. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

POHON KINERJA DINAS PEKERJAAN UMUM TAHUN 2016

POHON KINERJA DINAS PEKERJAAN UMUM TAHUN 2016 POHON KINERJA DINAS PEKERJAAN UMUM TAHUN 2016 ESELON II ESELON III ESELON IV INPUT SASARAN STRATEGIS (SARGIS) IK SARGIS SASARAN PROGRAM IK PROGRAM SASARAN KEGIATAN IK KEGIATAN Persentase prasarana aparatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan menunjukkan bahwa manusia dengan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,

Lebih terperinci

POHON KINERJA DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG TAHUN 2017 ESELON II ESELON III ESELON IV

POHON KINERJA DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG TAHUN 2017 ESELON II ESELON III ESELON IV POHON KINERJA DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG TAHUN 2017 ESELON II ESELON III ESELON IV INPUT (Rp) SASARAN STRATEGIS (SARGIS) IK SARGIS SASARAN PROGRAM IK PROGRAM SASARAN KEGIATAN IK KEGIATAN Meningkatnya

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan 1. Perkembangan fisik Kota Taliwang tahun 2003-2010 Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan lahan dari rawa, rumput/tanah

Lebih terperinci

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 08 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 08 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 08 TAHUN 2015 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDAR

Lebih terperinci

DINAS PENGAIRAN Kabupaten Malang Latar Belakang

DINAS PENGAIRAN Kabupaten Malang Latar Belakang 1.1. Latar Belakang yang terletak sekitar 120 km sebelah selatan Kota Surabaya merupakan dataran alluvial Kali Brantas. Penduduk di Kabupaten ini berjumlah sekitar 1.101.853 juta jiwa pada tahun 2001 yang

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO,

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN PERSETUJUAN RENCANA TAPAK (SITE PLAN) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang

Lebih terperinci

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN Zona (berdasarkan Kawasan Lindung Kawasan Hutan Manggrove (Hutan Bakau Sekunder); Sungai, Pantai dan Danau; Rel Kereta Api pelindung ekosistim bakau

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PADA KAWASAN PERUMAHAN

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PADA KAWASAN PERUMAHAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PADA KAWASAN PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

UU NO 4/ 1992 TTG ; PERUMAHAN & PERMUKIMAN. : Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal/hunian & sarana pembinaan. keluarga.

UU NO 4/ 1992 TTG ; PERUMAHAN & PERMUKIMAN. : Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal/hunian & sarana pembinaan. keluarga. Pokok Bahasan Konsep Sanitasi Lingkungan Proses pengelolaan air minum; Proses pengelolaan air limbah; Proses pengelolaan persampahan perkotaan; Konsep dasar analisis system informasi geografis (GIS) untuk

Lebih terperinci

KONDISI LINGKUNGAN PERMUKIMAN PASCA RELOKASI

KONDISI LINGKUNGAN PERMUKIMAN PASCA RELOKASI BAB 4 KONDISI LINGKUNGAN PERMUKIMAN PASCA RELOKASI Program Relokasi di Kelurahan Sewu dilatar belakangi oleh beberapa kondisi, diantaranya kondisi banjir yang tidak dapat di prediksi waktu terjadi seperti

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik 2.1.1. Data Fisik Lokasi Luas Lahan Kategori Proyek Pemilik RTH Sifat Proyek KLB KDB RTH Ketinggian Maks Fasilitas : Jl. Stasiun Lama No. 1 Kelurahan

Lebih terperinci

TAHUN : 2006 NOMOR : 07

TAHUN : 2006 NOMOR : 07 BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2006 NOMOR : 07 PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR : 685 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA (RDTRK) WILAYAH PENGEMBANGAN GEDEBAGE WALIKOTA BANDUNG, Menimbang

Lebih terperinci

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE DRAINASE PERKOTAAN TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE Sistem drainase perkotaan : adalah prasarana perkotaan yang terdiri dari kumpulan sistem saluran, yang berfungsi mengeringkan lahan dari banjir / genangan akibat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan. Peristiwa ini terjadi akibat volume air di suatu badan air seperti sungai atau

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN Berdasarkan analisis data dan informasi yang telah dilakukan, analisis

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA DENGAN KEDALAMAN MATERI RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA IBUKOTA KECAMATAN SIDOHARJO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Perkembangan Kota Branch (1996), mengatakan bahwa perkembangan suatu kota dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor

Lebih terperinci

BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI

BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI Pada bab ini akan dibahas mengenai strategi pengembangan sanitasi di Kota Bandung, didasarkan pada analisis Strength Weakness Opportunity Threat (SWOT) yang telah dilakukan.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kawasan perumahan pada hakekatnya tidak akan pernah dapat dipisahkan dari lingkungan sekitarnya. Terlebih pada kenyataannya lingkungan yang baik akan dapat memberikan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Laporan Akhir Kajian Rencana Zonasi Kawasan Industri ini dapat diselesaikan. Penyusunan Laporan

Lebih terperinci

5.1 KEBIJAKSANAAN DASAR PENGEMBANGAN KOTA

5.1 KEBIJAKSANAAN DASAR PENGEMBANGAN KOTA 5.1 KEBIJAKSANAAN DASAR PENGEMBANGAN KOTA Pengembangan Kawasan Kota Sei Rampah sebagai bagian dari Pembangunan Kabupaten Serdang Bedagai, pada dasarnya juga mempunyai tujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA 3.1 TINJAUAN UMUM WILAYAH YOGYAKARTA 3.1.1 Kondisi Geografis dan Aministrasi Kota Yogyakarta terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa dengan luas 32,50 km2. Kota

Lebih terperinci

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI Sebagai sebuah dokumen rencana strategis berjangka menengah yang disusun untuk percepatan pembangunan sektor sanitasi skala kota, kerangka kebijakan pembangunan sanitasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan dan pertumbuhan properti di Yogyakarta semakin pesat dari tahun ke tahun, mengingat kota Yogyakarta dikenal dengan kota pelajar. Hal ini menyebabkan kota

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang . WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 08 TAHUN 2015 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik 1.1.1. Data Non Fisik Sebagai stasiun yang berdekatan dengan terminal bus dalam dan luar kota, jalur Busway, pusat ekonomi dan pemukiman penduduk,

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR : 47 TAHUN 2011.

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR : 47 TAHUN 2011. PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR : 47 TAHUN 2011. TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1 TINJAUAN UMUM KOTA MAGELANG 3.1.1 Tinjauan Administratif Wilayah Kota Magelang Kota Magelang merupakan salah satu kota yang terletak di tengah Jawa Tengah dengan memiliki luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Exhibition) atau Wisata Konvensi, merupakan bagian dari industri pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. Exhibition) atau Wisata Konvensi, merupakan bagian dari industri pariwisata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan bisnis MICE (Meeting, Incentive, Convention dan Exhibition) atau Wisata Konvensi, merupakan bagian dari industri pariwisata dan muncul pada dekade tahun

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) 1 Pendahuluan Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang banyak dijumpai

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 03 TAHUN 2004 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 03 TAHUN 2004 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2006 NOMOR : 03 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 03 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Akhir kata kepada semua pihak yang telah turut membantu menyusun laporan interim ini disampaikan terima kasih.

Kata Pengantar. Akhir kata kepada semua pihak yang telah turut membantu menyusun laporan interim ini disampaikan terima kasih. Kata Pengantar Buku laporan interim ini merupakan laporan dalam pelaksanaan Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang PU Ciptakarya Kabupaten Asahan yang merupakan kerja sama

Lebih terperinci