ANALISA LAJU PERAMBATAN RETAK UNTUK JENIS KOROSI SCC PADA PIPELINE AKIBAT UNSUR H 2 S

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISA LAJU PERAMBATAN RETAK UNTUK JENIS KOROSI SCC PADA PIPELINE AKIBAT UNSUR H 2 S"

Transkripsi

1 ANALISA LAJU PERAMBATAN RETAK UNTUK JENIS KOROSI SCC PADA PIPELINE AKIBAT UNSUR H 2 S Irwan Fajrul Falakh 1, Yeyes Mulyadi 2, Heri Supomo 3 1 Mahasiswa Teknik Kelautan FTK-ITS, 2 Staf Pengajar Teknik Kelautan FTK-ITS, 3 Staf Pengajar Teknik Perkapalan FTK-ITS. Dalam industri minyak dan gas, masalah korosi selalu menghantui karena pipa-pipa mengalirkan fluida hidrokarbon yang bertekanan tinggi dari sumur minyak ke unit proses sehingga rentan terjadi korosi retak tegangan (Stress Corrosion Cracking), apalagi jika hal ini disertai oleh keberadaan hidrogen sulfida dalam kandungan fuida hidrokarbon yang dialirkan dalam pipa. Retakan yang diakibatkan oleh SCC akan mengurangi kekuatan pada pipa, sehingga umur operasi juga akan berkurang. Dalam tugas akhir ini dibahas tentang laju perambatan retak akibat pengaruh unsur H 2 S dengan menggunakan metode C-Ring test spesimen. Metode ini sesuai dengan NACE TM 0177 dan ASTM G38 dengan media pengorosi H 2 S dengan kadar 1%, 3%, dan 5%. Spesimen diberikan tegangan sebesar 80% SMYS (Spesified Minimum Yield Strength) atau sebesar psi. Pengujian dilakukan dengan variasi waktu 288, 432, 576, dan 720 jam. Untuk pengujian pada kadar H 2 S 1% laju perambatan retaknya adalah 10.9 μm/day dengan panjang retak rata-rata berturut-turut untuk tiap variasi waktunya 350, , , dan μm. Pada pengujian dengan kadar H 2 S 3% laju perambatan retaknya adalah 17.5 μm/day dengan panjang retak berturut-turut 380, , , dan 610 μm. Sedangkan laju perambatan retak pada pengujian untuk kadar H 2 S 5% adalah μm/day dengan panjang retak berturut-turut , 530, , dan μm. Sedangkan untuk retakan yang terjadi pada penelitian ini adalah retak transgranullar. Kata Kunci : H 2 S, laju retak, SCC, C-Ring, Transgranullar, NACE TM 0177, ASTM G Pendahuluan Berkembangnya teknologi, industri, dan perekonomian di dunia meningkatkan kebutuhan akan bahan-bahan industri yang berupa material logam. Sedangkan material logam adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Pada konstruksi-konstruksi yang berbahan dasar logam, masalah yang selalu ada yaitu korosi. Korosi menghabiskan material-material pada konstruksi termasuk material logam, sehingga mengurangi kekuatan dan umur konstruksi. Korosi juga merugikan dunia industri secara ekonomis yaitu perlunya alokasi dana untuk inspeksi dan perawatan secara berkala pada konstruksi (Supomo, 2003). Masalah korosi selalu menghantui industri minyak dan gas karena pipa-pipa mengalirkan fluida hidrokarbon yang bertekanan tinggi dari sumur minyak ke unit proses sehingga rentan terjadi korosi retak tegangan (Stress Corrosion Cracking), apalagi jika hal ini disertai oleh keberadaan hidrogen sulfida dalam kandungan fluida hidrokarbon yang dialirkan dalam pipa. Retakan yang diakibatkan oleh SCC akan mengurangi kekuatan pada pipa, sehingga umur operasi juga akan berkurang. 2. Korosi Tegangan (Stress Corrosion Cracking) Stress corrosion cracking (SCC) adalah keretakan akibat adanya tegangan tarik dan media korosif secara bersamaan (Supomo, 2003). Satu hal yang penting adalah harus dibedakan antara SCC dengan hydrogen embrittlement dari perbedaaan kondisi lingkungannya. SCC terjadi karena adanya tiga kondisi yang saling berkaitan, yaitu adanya tegangan tarik, lingkungan yang korosif, dan temperatur yang tinggi. Temperatur Tinggi Tegangan Tarik Lingkungan Korosif Gambar 1. Keterkaitan Tiga Kondisi yang Menyebabkan SCC Kerentanan SCC sangat dipengaruhi oleh komposisi kimia rata-rata, orientasi pemilihan grain, distribusi dan

2 komposisi percepatan, interaksi dislokasi dan kemajuan kemajuan transformasi fase (derajat metastabilitas). Faktor-faktor inilah yang akhirnya mempengaruhi waktu retakan. Retakan stress corrosion mempunyai penampilan brittle fracture sebagai akibat dari proses korosi lokal. Ada dua jenis SCC, yaitu : Intergranular, yang bergerak sepanjang grain boundaries Transgranular, pergerakannya tidak nyata preferensi (pilihan) boundarinya Gambar 2. Ilustrasi Bentuk Retakan Intergranular dan Transgranular (octane.nmt.edu, 2009) Hidrogen sulfida merupakan asam lemah, terpisah dalam larutan aqueous (mengandung air) menjadi kation hidrogen H+ dan anion hidrosulfid HS. Secara umum reaksi kimia H 2 S dengan Besi (Sour Corrosion) adalah sebagai berikut : H 2 S + Fe + H 2 O FeS + H 2 Besi Sulfida (FeS) akan membentuk scale yang mempunyai kecenderungan terbentuknya korosi secara lokal. Karena besi sulfida bertindak sebagai kathoda akan menyebabkan pitting yang sangat parah. Produk korosi H 2 S adalah Fe dan H 2, FeS berupa film berwarna hitam. Dengan hadirnya H 2 S akan berassosiasi dengan terbentuknya : Stress Corrosion Cracking (SCC) Sulfida Stress Cracking (SSC) yang semestinya dalam kesetimbangan, dan berakibat bangkitnya energi termodinamik ikatanikatan atom. Jika efek ini terlokalisasi pada permukaan anoda-anoda akan terbentuk, walaupun bahan bersangkutan menerima tegangan yang masih dibawah batas elastiknya. Akan tetapi pernyataanpernyataan ini hanya bisa berlaku untuk kasus-kasus SCC yang terjadi bila tegangan jauh di bawah kekuatan luluh (yield strength) dan tidak ada bukti adanya cacat struktur yang nyata dalam bahan asli. Begitu tegangan melebihi kekuatan luluh bahan, bahan mengalami deformasi plastik, yaitu ikatanikatan pada struktur kristalnya putus sehingga bentuk bahan berubah secara permanen. Mekanisme untuk ini sudah tercatat dengan baik dalam kepustakaan metalurgi dan dapat dianggap sebagai mekanisme pembentukan serta gerak cacat, biasanya dislokasi, paling sederhana pada struktur kristal. Gerakan dislokasi akan terhenti apabila dislokasi telah mencapai permukaan logam atau batas butir. Gerakan dislokasi dapat dicegah dengan berbagai cara, tetapi ini paling tampak jelas pada mekanisme korosi-tegangan. Penumpukan dislokasi pada batas-batas butir, menyebabkan polarisasi anodik pada daerah-daerah ini karena meningkatkannya ketidakteraturan dalam struktur kristal. Hal ini tidak berpengaruh terhadap fase pemicuan jika terjadi di bagian dalam bahan, tetapi paling berperan pada fase penjalaran. Pada permukaan yang semestinya halus, kini terbentuk cacat-cacat lokal yang disebut undakan sesar (slip step) dan merupakan bagian pada bahan yang paling rentan terhadap serangan korosi. Paduan-paduan yang bergantung pada selaput-selaput tipis oksida atau bahan lain untuk perlindungan terhadap korosi khususnya rentan karena undakan sesar, meski dalam ukuran mikroskopik, menyingkapkan permukaan logam sehingga bagian itu sangat anodik dibanding permukaan sekelilingnya. 3. Mekanisme Peretakan SCC Mekanisme kegagalan komponen logam terbagi menjadi dua fase, yaitu : - Fase pemicuan - Fase penjalaran 3.1. Fase Pemicuan Fase Pemicuan adalah fase ketika pembangkit tegangan terbentuk. Pada fase ini, telah terjadi serangan terhadap bagian-bagian sangat lokal pada permukaan logam yang bersifat anoda yang berakibat timbulnya ceruk atau lubang. Kemungkinan paling mendasar yang terjadi adalah tegangan tarik akan menyerang kisi kristal,

3 endapan batas butir biasanya gagal akibat peretakan intergranuler. Adanya lintasan aktif dalam baja lunak tidak tegang telah dibuktikan melalui kehancurannya dalam larutan nitrat mendidih ketika arus anodik dialirkan. Bukti serupa yang menegaskan hubungan struktur metalurgi dalam batas butir dengan kecenderungan retak telah diperoleh untuk paduan-paduan aluminiumtembaga dan aluminium-magnesium melalui perlakuan-perlakuan panas yang tepat Mekanisme Melalui Lintasan Aktif Akibat Regangan Gambar 3. Peran undakan sesar (slip steps) dalam peretakan pekalingkungan (Trethewey, 1991) Jika logam mampu menjadi pasif kembali dengan cepat, maka bahaya berkurang, tetapi jika pemasifan membutuhkan waktu cukup lama untuk memungkinkan pada bagian yang tersingkap sehingga ceruk terbentuk disitu, maka persyaratan untuk pemicuan SCC telah terpenuhi Fase Penjalaran Fase penjalaran adalah fase yang akhirnya menyebabkan kegagalan. Pada fase ini ada tiga mekanisme yang penjalaran retak yang diterapkan. Mekanisme penjalarannya adalah sebagai berikut : - Mekanisme melalui lintasan aktif yang sudah ada sejak semula - Mekanisme melalui lintasan aktif akibat regangan - Mekanisme menyangkut adsorpsi Mekanisme Melalui Lintasan Aktif yang Sudah Ada Sejak Semula Dalam mekanisme ini, orang yakin bahwa penjalaran cenderung terjadi disepanjang batas butir yang aktif. Mekanisme ini pada dasarnya sama seperti pada korosi intergranuler. Batas-batas butir mungkin terpolarisasi anodik akibat berbagai alasan metalurgi, seperti segregasi atau denudasi unsur-unsur pembentuk paduan. Besar sekali kemungkinan bahwa penumpukan dislokasi dapat menghasilkan efek yang sama, walaupun kemungkinan itu berkurang bila SCC terjadi pada tingkat tegangan rendah, karena peran tegangan tarik disitu mungkin sekadar membuat retakan tetap terbuka sehingga elektrolit dapat masuk ke bagian ujungnya. Mekanisme ini dapat dianggap dominan bila SCC diatur oleh aspek-aspek elektrokimia atau metalurgi, alih-alih oleh tegangan. Bukti yang kuat tentang mekanisme demikian tidak sedikit. Kebanyakan sistem paduan yang memiliki Berlawanan dengan kasus peretakan yang didominasi oleh pengaruh korosi, ada banyak contoh sebagian dimuat dengan regangan sebagai unsur pengendali. Peristiwa-peristiwa itu telah mengantar ke berkembangnya teori tentang mekanisme melalui lintasan aktif akibat regangan (strain-generated actived path mechanism). Salah jatu ciri SCC adalah bahwa jika hanya tegangan yang tidak ada, paduan biasanya tidak reaktif terhadap lingkungan penyebab peretakan, biasanya karena adanya selaput pelindung permukaan. Jika penjalaran retak akibat penguraian terjadi, maka laju pertumbuhan diujung retakan tempat penguraian anodik berlangsung harus paling besar dibanding, misalnya, bagian sisi retakan yang telah terpasifkan karena telah berh ubungan dengan lingkungan lebih lama. Mekanisme ini dengan demikian erat sekali kaitannya dengan perilaku aktif-pasif yang, pada gilirannya, mempunyai hubungan yang kuat dengan sifat elektrokimia. Gagasan tentang mekanisme melalui lintasan aktif akibat regangan ini didasarkan pada pecahnya selaput karena mengalami regangan, yang kemudian diikuti penguraian logam dibagian yang pecah. Laju penjalaran retak disini ditentukan oleh tiga kriteria sebagai berikut : 1. Laju Pecahnya Selaput Hal ini ditentukan oleh laju regangan yang dialami, atau, dalam kasus pembebanan statik, oleh laju creep. 2. Laju Penggantian dan Pembuangan Larutan di Ujung Retakan Proses ini dikendalikan oleh difusi yang juga ditentukan oleh kemudahan masuknya unsur-unsur agresif ke bagian ujung retakan. 3. Laju Pemasifan

4 Hal ini merupakan penyaratan yang vital, karena jika pemasifan kembali sangat lambat, penguraian logam secara berlebihan dapat terjadi baik di ujung maupun di sisi-sisi retakan. Bila demikian halnya, retak akan menjadi cukup lebar dan ujungnya tumpul, dan akibatnya pertumbuhan retak tertahan. Jadi, pada paduan yang pemasifannya buruk, korosi yang diharapkan terjadi adalah korosi biasa, bukan peretakan. Gambar 4. Hubungan antara kerentanan terhadap peretakan dan kurva polarisasi potensiodinamik. a) logam dengan laju pemasifan rendah. b) logam dengan laju pemasifan tinggi. (Trethewey, 1991) Kebalikannya, pemasifan kembali yang sangat cepat akan menyebabkan laju penjahran yang lambat. Dan karena itu laju pemasifan kembali yang sedanglah yang paling besar daya rusaknya. Konsep ini mengungkapkan bahwa kondisi yang paling mungkin menimbulkan peretakan adalah yang mirip dengan kondisi aktif/pasif, seperti pada kurva polarisasi potensiodinamik. Dalam Gambar 2.4. kita dapat melihat dua kurva tersebut, yang satu untuk laju pemasifan rendah dan yang lain untuk laju pemasifan lebih kuat. Pada potensial-potensial lebih negatif dan potensial korosi bebas, kedua jenis logam, pada mulanya, tidak rentan terhadap peretakan. Ini berkaitan dengan metode pengendalian SCC melalui proteksi katodik yang terkenal. Namun begitu, pada potensial yang sangat negatif, peretakan yang biasanya disebabkan oleh pembentukan hidrogen mungkin akan teramati. Ini terutama berbahaya pada bahanbahan yang memiliki kekuatan tmggi, yang sering digunakan dalam situasi-situasi tegangan tinggi, dan merupakan suatu peringatan keras menyangkut perlindungan berlebihan melalui metode katodik Mekanisme yang Menyangkut Adsorpsi Apabila logam yang pemasifannya lambat berada pada potensial lebih positif dari E kor, maka sampai potensial pasivasinya, yang teramati adalah korosi biasa. Daerah tepat lebih positif dari potensial pasivasi adalah daerah dengan laju pemasifan sedang yang paling mungkin menyebabkan peretakan. Bagaimanapun, logam yang pemasifannya kuat memperlihatkan perilaku agak berbeda. Pemasifan terjadi pada potensial tepat lebih positif dari E kor, dan tanpa menunggu sarnpai potensial cukup anodik, selaput akan kehilangan kemantapannya (daerah transpasif biasanya mempunyai hubungan dengan korosi sumuran) sehingga rejim peretakan terjadi. Dalam hal ini ada kesesuaian yang baik antara hasil eksperimen dengan teori seperti di atas yang ternyata mampu menyediakan prakiraan yang baik. Di masa lampau orang mengira bahwa perapuhan hidrogen dapat dibedakan dari SCC 'murni' karena efek hidrogen hanya dapat terjadi jika spesimen terpolarisasi katodik. Belum lama ini, bukti telah ditemukan bahwa komposisi larutan pada bagian dalam retakan mungkin sedikit kemiripannya dengan komposisi larutan yang dihadapi bagian terbesar logam. Jadi, walau sepintas lalu suatu bahan berada di luar rentang potensial yang mendukung pembentukan hidrogen, kombinasi antara ph dan potensial pada ujung retakan mungkin sudah memadai untuk berlangsungnya reaksi katoda. Oleh sebab itu peran hidrogen dalam mekanisme SCC telah meningkat sangat pesat dalam tahun-tahun belakangan, dan kita harus berhati-hati dalam menafsirkan hasilhasil percobaan. Mekanisme yang menyangkut adsorpsi mengandung arti bahwa unsur-unsur aktif dalam elektrolit menurunkan integritas mekanik bagian ujung retakan, jadi memudahkan putusnya ikatan-ikatan pada tingkat energi jauh lebih rendah dari semestinya. Dalam salah satu mekanisme jenis ini, ion-ion agresif yang spesifik untuk setiap kasus diperkirakan mengurangi kekuatan ikatan antara atom-atom logam diujung retakan akibat proses adsorpsi dan ini menyebabkan terbentuknya ikatan-ikatan antara logam dan unsur-unsur agresif tadi. Energi yang digunakan untuk mengikat agresor-

5 agresor dengan atom-atom logam mengurangi energi ikatan logam sehingga pemisahan secara mekanik lebih mudah terjadi. Bukan tidak mungkin bahwa ion spesifik itu (yang dalam keadaan normal tidak reaktif terhadap logam) menjadi lebih reaktif karena meningkatnya energi termodinamika diantara ikatan logam-logam akibat tegangan tarik. Mekanisme yang mungkin terjadi itu digambarkan secara skematik pada gambar dibawah ini. (a) Gambar 5. Mekanisme Penjalaran Retak (Trethewey, 1991) Unsur-unsur agresif diadsorbsi pada ujung retakan dan menyebabkan berkurangnya kekuatan ikatan antarlogam. (b) (1) Pemisahan oleh adsorbsi hidrogen di daerah yang melebar secara lokal tepat di depan ujung retakan. (2) Gas hidrogen terbentuk di daerah yang melebar secara lokal atau disepanjang bidang sesar. Tekanan gas itu membantu putusnya ikatan-ikatan antarlogam. (3) Pembentukan hidrida logam menyebabakan berkurangnya kekuatan ikatan antarlogam dan perapuhan di daerah tepat di depan logam Mekanisme mengenai adsorpsi yang kedua didasarkan pada pembentukan atom-atom hidrogen akibat reduksi ion-ion hidrogen dalam retakan. Atom-atom hidrogen yang terbentuk diadsorpsi oleh logam, dan ini diperkirakan menyebabkan pelemahan, atau perapuhan ikatan logam-logam yang terletak tepat dibawah permukaan pada ujung retakan. Masih ada sejumlah kemungkinan lain untuk terjadinya mekanisme ini. Tiga di antaranya disajikan dalam Gambar. 2.5.(b) yang satu mempersyaratkan pembentukan hidrida logam, unsur kimia diskrit yang terkenal karena kerapuhannya. Dahulu, pembentukan hidrida agaknya telah dianggap sebagai mekanisme terbaik untuk gejala umum perapuhan hidrogen, meskipun mekanisme lain juga ada. Sebagai contoh, mungkin pula berkurangnya kekuatan ikatan akibat proses adsorpsi, serupa dengan yang diterangkan untuk mekanisme ion spesifik. Kemungkinan ketiga adaiah bahwa gas hidrogen yang terbentuk sedikit sekali. Kecenderungan termodinamik untuk terjadinya hal in besar sekali. Orang telah membuktikan bahwa atom-atom hidrogen dapat meresap ke dalam baja, tetapi segera membentuk gas hidrogen dalam ronggarongga. Dalam bentuk molekul, hidrogen tidak dapat terdifusi melaiui kisi-kisi logam sehingga tekanan di dalam rongga-rongga meningkat. Apabila waktu sudah cukup, tekanan yang semakin tinggi dapat mernbuat seluruh bahan melepuh dan pecahpecah. Baja mampu menahan tekanan antara 3000 hingga atmosfer (0,3 hingga 2 GPa). Tekanan hidrogen dalam suatu cacat bisa melebihi ini, tetapi pertumbuhan retak biasanya dimulai sebelum tekanan itu tercapai. Setiap peningkatan tekanan yang disebabkan oleh gas hidrogen dibagian tertentu yang terus berkembang akan memperbesar tegangan tarik yang sudah ada, karena itu membantu penjalaran retak. Dalam pola pemikiran sekarang perapuhan oleh mekanisme adsorpsi dianggap lebih mungkin terjadi dibanding perapuhan oleh tekanan hidrostatik akibat pembentukan gas hidrogen. Peran hidrogen dalam perapuhan logam diujungujung retakan sampai sekarang masih berupa dugaan dan ini mungkin masih akan berlanjut sampai beberapa lama. 4. Pembebanan pada Spesimen Pembebanan pada spesimen dalam tugas akhir ini menggunakan baut. Beban yang digunakan adalah 80% SMYS (Spesified Minimum Yield Strength). Untuk permodelan tegangan disimulasikan dengan defleksi menggunakan rumus : D d ( d t ) S...(3.1) 4tE Keterangan : D : Defleksi pada sepesimen yang sejajar dengan baut d : diameter luar spesimen t : ketebalan spesimen S : tegangan yang akan diberikan E : modulus elastisitas (untuk pipa ASTM A106 grade B, besarnya 29.5 x 10 6 psi) 5. Pembuatan Spesimen C-Ring Spesimen C-Ring dibuat sesuai dengan NACE TM 0177 dan ASTM G38. Dimensi dari spesimen sebagai berikut: - Diameter luar : 273 mm - Diameter dalam : 243 mm - Tebal : 15 mm - Lebar : 35 mm - Sudut Potong : 150 0

6 Rata-Rata Panjang Retak (μm) Rata-Rata Panjang Retak (μm) Rata-Rata Panjang Retak (μm) - Kedalaman takik : 2 mm - Sudut takik : Lubang baut : 19 mm B O R Waktu Pengujian Panjang Retakan (μm) (jam) Spesimen 1 Spesimen 2 Spesimen 3 Rata-Rata Panjang Retakan (μm) Retakan pada Kadar Hidrogen sulfida 3% Gambar 6. Desain Spesimen C-Ring Waktu Pengujian (Jam) Gambar 7. Spesimen C-Ring 6. Retakan Pada H 2 S Kadar 1% Tabel Panjang Retakan pada H 2 S Kadar 1% Waktu Pengujian Panjang Retakan (μm) (jam) Spesimen 1 Spesimen 2 Spesimen 3 Rata-Rata Panjang Retakan (μm) Gambar 9. Grafik Perambatan Retak Rata-Rata Pada H 2S Kadar 3% Dari hasil pengujian pada H 2 S dengan kadar 3% perubahan kecepatan rata-rata tidak terlalu signifikan. Dengan panjang retak maksimum pada 720 jam adalah 610 μm serta kecepatan rata-rata retakan sebesar 17.5μm/day. 8. Retakan Pada H 2 S Kadar 5% Tabel Panjang Retakan pada H 2 S Kadar 5% Waktu Pengujian Panjang Retakan (μm) (jam) Spesimen 1 Spesimen 2 Spesimen Retakan pada Kadar Hidrogen sulfida 5% Rata-Rata Panjang Retakan (μm) 1200 Retakan pada Kadar Hidrogen sulfida 1% Waktu Pengujian (Jam) Gambar 8. Grafik Perambatan Retak Rata-Rata Pada H2S Kadar 1% Dari hasil pengujian pada H 2 S dengan kadar 1% kecepatan rata-rata retakan menurun setelah 288 jam. Dengan panjang retak maksimum pada 720 jam adalah μm serta kecepatan rata-rata retakan sebesar 10.9μm/day. 7. Retakan Pada H 2 S Kadar 3% Tabel Panjang Retakan pada H 2 S Kadar 3% Waktu Pengujian (Jam) Gambar 10. Grafik Perambatan Retak Rata-Rata Pada H 2S Kadar 5% Dari hasil pengujian pada H 2 S dengan kadar 5% perubahan kecepatan rata-rata setelah 576 jam sangat signifikan. Dengan panjang retak maksimum pada 720 jam adalah μm serta kecepatan rata-rata retakan sebesar 35.35μm/day.

7 Rata-Rata Panjang Retak (μm) 9. Perbandingan Retak Tiap Kadar H 2 S 1200 Panjang Retak Tiap Kadar Hidrogen Sulfida Waktu Pengujian (Jam) kadar 1% kadar 3% kadar 5% Gambar 11.Grafik Perambatan Retak Rata-Rata Tiap Kadar H 2S Dari grafik diatas sangat jelas bahwa dengan selisih kadar H 2 S yang relatif kecil dapat mengakibatkan perbedaan kerusakan yang relatif besar dengan perbandingan laju retak rata-rata adalah 1% : 3% : 5% = 1 : 1.6 : 3.2, serta perbandingan panjang retak maksimum yang terjadi adalah 1% : 3% : 5% = 1 : 1.4 : 2.5. Gambar 14. Retakan yang Terbentuk pada Kondisi Kadar H 2S 5% selama 720 jam dengan Pembesaran 100x Grain Boundary 10. Bentuk Retakan yang Terjadi Gambar 15. Inset Kondisi Retak pada Kadar H 2S 5% selama 720 jam Dari hasil foto mikro diketahui bahwa retakan yang terjadi adalah retakan transgranullar yang mana penjalaran retakannya terlihat memotong batas butir dari unsur logam. 11. Kesimpulan Gambar 12. Retakan yang Terbentuk pada Kondisi Kadar H 2S 1% selama 720 jam dengan Pembesaran 100x Gambar 13. Retakan yang Terbentuk pada Kondisi Kadar H 2S 3% selama 720 jam dengan Pembesaran 100x Berdasarkan hasil analisis perambatan retak jenis korosi SCC ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Laju perambatan retak SCC pada kadar H 2 S 1% mengalami penurunan dan laju perambatan retak rata-ratanya sebesar 10.9μm/day. Untuk laju perambatan retak pada kadar H 2 S 3% tidak mengalami perubahan yang signifikan dan laju perambatan retak rata-ratanya sebesar 17.5μm/day. Sedangkan untuk laju perambatan retak pada kadar H 2 S 3% naik signifikan dengan laju perambatan retak rata-ratanya sebesar 35.35μm/day. 2. Panjang retak maksimum rata-rata untuk tiap kadar H 2 S 1, 3, dan 5% berturut-turut adalah , 610, dan μm dengan perbandingan panjang retak maksimum yang terjadi adalah 1% : 3% : 5% = 1 : 1.4 : 2.5, serta perbandingan laju retak rata-rata adalah 1% : 3% : 5% = 1 : 1.6 : Retakan yang terbentuk pada korosi SCC ini adalah retak transgranullar yang ditandai dengan penjalaran retak yang memotong grain boundary.

8 Daftar Pustaka ASTM A Standard Specification for Seamless Carbon Steel Pipe for High-Temperature Service. ASTM International. ASTM G Standard Practice for Making and Using C-Ring Stress Corrosion Test Spesimens. ASTM international. Fazzini, P.B. and Jose Luis Otegui Experimental Determination of Stress Corrosion Crack Rates and Service Lives in a Buried ERW Pipeline. International Journal of Pressure Vessels and Piping. Elsevier. Fontana, M. G Corrosion Engineering. New York : McGraw-Hill Book Company. H. Jones, Russell Stress Corrosion Cracking. Ohio : ASM International. Id. wikipedia.org/hidrogen_sulfida NACE TM Laboratory Testing of Metals for Resistance to Sulfide Stress Cracking and Stress Corrosion Cracking in H 2 S Environment. NACE International. Nurcahyadi, Ervan Uji Korosi Pada Struktur Baja Akibat Pengaruh Lumpur Lapindo. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Kelautan FTK ITS. Surabaya. Supomo, Heri Buku Ajar Korosi. Jurusan Teknik Perkapalan FTK - ITS. Surabaya. Trethewey, K.R. and J. Chamberlain Korosi untuk Mahasiswa dan Rekayasawan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

STRESS CORROSION CRACKING (SCC) A. PENGERTIAN KOROSI RETAK TEGANG (SCC)

STRESS CORROSION CRACKING (SCC) A. PENGERTIAN KOROSI RETAK TEGANG (SCC) STRESS CORROSION CRACKING (SCC) A. PENGERTIAN KOROSI RETAK TEGANG (SCC) Korosi merupakan kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi dengan lingkungan yang korosif. Korosi dapat juga diartikan sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan. Ada definisi lain yang mengatakan bahwa korosi adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan. Ada definisi lain yang mengatakan bahwa korosi adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Dasar Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi dengan lingkungan yang korosif. Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak logam karena logam

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S (Agus Solehudin)* * Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FPTK Universitas Pendidikan Indonesia Emai : asolehudin@upi.edu Abstrak

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Oleh : Agus Solehudin Dipresentasikan pada : Seminar Nasional VII Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Diselenggarakan

Lebih terperinci

PENGARUH TEGANGAN DALAM (INTERNAL STRESS) TERHADAP LAJU KOROSI PADA BAUT

PENGARUH TEGANGAN DALAM (INTERNAL STRESS) TERHADAP LAJU KOROSI PADA BAUT PENGARUH TEGANGAN DALAM (INTERNAL STRESS) TERHADAP LAJU KOROSI PADA BAUT Toto Rusianto Jurusan Teknik Mesin, FTI, IST AKPRIND Yogyakarta Email: totorusianto@yahoo.com ABSTRACT Stress Corrosion Craking

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baja nirkarat austenitik AISI 304, memiliki daya tahan korosi lebih baik dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air laut.

Lebih terperinci

KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI DARI SERANGAN SCC Ishak `*) ABSTRAK

KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI DARI SERANGAN SCC Ishak `*) ABSTRAK Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol 2 No. 3 Juni 2004 ISSN 1693-248X KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang paling berbahaya., karena tidak ada tanda-tanda sebelumnya. Biasanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang paling berbahaya., karena tidak ada tanda-tanda sebelumnya. Biasanya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Literatur Salah satu penyebab terjadinya kerusakan pada suatu struktur yaitu terjadinya korosi retak tegang (SCC) pada bahan. Korosi retak tegang merupakan kerusakan yang

Lebih terperinci

PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI

PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI Oleh BUDI SETIAWAN 04 03 04 015 8 DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pengertian Korosi Korosi berasal dari bahasa Latin corrous yang berarti menggerogoti. Korosi didefinisikan sebagai berkurangnya kualitas suatu material (biasanya berupa logam

Lebih terperinci

STUDI DEGRADASI MATERIAL PIPA JENIS BAJA ASTM A53 AKIBAT KOMBINASI TEGANGAN DAN MEDIA KOROSIF AIR LAUT IN-SITU DENGAN METODE PENGUJIAN C-RING

STUDI DEGRADASI MATERIAL PIPA JENIS BAJA ASTM A53 AKIBAT KOMBINASI TEGANGAN DAN MEDIA KOROSIF AIR LAUT IN-SITU DENGAN METODE PENGUJIAN C-RING PROS ID ING 2 0 11 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK STUDI DEGRADASI MATERIAL PIPA JENIS BAJA ASTM A53 AKIBAT KOMBINASI TEGANGAN DAN MEDIA KOROSIF AIR LAUT IN-SITU DENGAN METODE PENGUJIAN C-RING Jurusan

Lebih terperinci

2.1 DEFINISI DAN MEKANISME KOROSI

2.1 DEFINISI DAN MEKANISME KOROSI BAB II DASAR TEORI 2.1 DEFINISI DAN MEKANISME KOROSI Korosi dapat didefinisikan sebagai kerusakan atau berkurangnya mutu suatu material baik material logam maupun non logam karena bereaksi dengan lingkungannya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. logam dengan lingkungannya [Jones, 1996]. Korosi menjadikan logam kembali

TINJAUAN PUSTAKA. logam dengan lingkungannya [Jones, 1996]. Korosi menjadikan logam kembali II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Dasar Korosi adalah hasil atau produk dari reaksi kimia antara logam ataupun paduan logam dengan lingkungannya [Jones, 1996]. Korosi menjadikan logam kembali kebentuk campuran

Lebih terperinci

ANALISIS STRESS CORROSION CRACKING AISI 430 DENGAN VARIASI PEMBEBANAN PADA MEDIA KOROSI HCL 0,8 M

ANALISIS STRESS CORROSION CRACKING AISI 430 DENGAN VARIASI PEMBEBANAN PADA MEDIA KOROSI HCL 0,8 M Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi ANALISIS STRESS CORROSION CRACKING AISI 430 DENGAN VARIASI PEMBEBANAN PADA MEDIA KOROSI HCL 0,8 M 1) Bayuseno*, 2) Toi in 1) Staff

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK * Ir. Soewefy, M.Eng, ** Indra Prasetyawan * Staff Pengajar Jurusan Teknik Perkapalan

Lebih terperinci

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra 3.3 KOROSI Korosi dapat didefinisikan sebagai perusakan secara bertahap atau kehancuran atau memburuknya suatu logam yang disebabkan oleh reaksi kimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFENISI DAN MEKANISME KOROSI Korosi merupakan proses merusak yang disebabkan oleh reaksi kimia antara logam atau paduannya dengan lingkungannya. Fenomena ini dapat terjadi

Lebih terperinci

2.1 PENGERTIAN KOROSI

2.1 PENGERTIAN KOROSI BAB II DASAR TEORI 2.1 PENGERTIAN KOROSI Korosi merupakan proses degradasi atau penurunan mutu material karena adanya reaksi decara kimia dan elektrokimia dengan lingkungan. Contoh reaksi korosi Perkaratan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Laju Korosi Baja Karbon Pengujian analisis dilakukan untuk mengetahui prilaku korosi dan laju korosi baja karbon dalam suatu larutan. Pengujian ini dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

STRATEGI PENGENDALIAN UNTUK MEMINIMALISASI DAMPAK KOROSI. Irwan Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe ABSTRAK

STRATEGI PENGENDALIAN UNTUK MEMINIMALISASI DAMPAK KOROSI. Irwan Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe ABSTRAK STRATEGI PENGENDALIAN UNTUK MEMINIMALISASI DAMPAK KOROSI Irwan Staf Pengajar ABSTRAK Korosi merupakan proses pengrusakan bahan akibat interaksi dengan lingkungannya yang terjadi secara alamiah dan tidak

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5 BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini, hasil pengolahan data untuk analisis jaringan pipa bawah laut yang terkena korosi internal akan dibahas lebih lanjut. Pengaruh operasional pipa terhadap laju korosi dari

Lebih terperinci

ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK

ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK SALMON PASKALIS SIHOMBING NRP 2709100068 Dosen Pembimbing: Dr. Hosta Ardhyananta S.T., M.Sc. NIP. 198012072005011004

Lebih terperinci

Korosi H 2 S dan CO 2 pada Peralatan Statik di Industri Minyak dan Gas

Korosi H 2 S dan CO 2 pada Peralatan Statik di Industri Minyak dan Gas Korosi H 2 S dan CO 2 pada Peralatan Statik di Industri Minyak dan Gas Yunita Sari, Siska Titik Dwiyati Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : siska.td@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 PENGARUH VARIASI BENTUK DAN UKURAN GORESAN PADA LAPIS LINDUNG POLIETILENA TERHADAP SISTEM PROTEKSI KATODIK ANODA TUMBAL PADUAN ALUMINIUM PADA BAJA AISI

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-73 Analisis Perbandingan Pelat ASTM A36 antara di Udara Terbuka dan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat Yanek Fathur Rahman,

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Latar Belakang Material Material yang digunakan pada penelitian ini merupakan material yang berasal dari pipa elbow pada pipa jalur buangan dari pompa-pompa pendingin

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Korosi Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan logam atau berkarat. Korosi adalah terjadinya perusakan material (khususnya logam)

Lebih terperinci

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT.

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT. PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT. Hartono Program Diploma III Teknik Perkapala, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro ABSTRACT One of the usage

Lebih terperinci

ABSTRAK DISERTASI. tercatat sebagai salah satu bentuk kegagalan yang sering terj. biasanya jauh lebih besar. Oleh sebab itu gejala tersebut

ABSTRAK DISERTASI. tercatat sebagai salah satu bentuk kegagalan yang sering terj. biasanya jauh lebih besar. Oleh sebab itu gejala tersebut ABSTRAK DISERTASI Sulfide Stress Corrosion Cracking (SSCC) pada baja tercatat sebagai salah satu bentuk kegagalan yang sering terj adi dalam industri kimia. Kerugian yang diakibatkannya tidak saja berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah logam. Seiring dengan jaman yang semakin maju, kebutuhan akan logam menjadi semakin tinggi.

Lebih terperinci

ANALISIS KEGAGALAN AKIBAT KOROSI DAN KERETAKAN PADA PIPA ALIRAN GAS ALAM DI NEB#12 PETROCHINA INTERNATIONAL JABUNG LTD

ANALISIS KEGAGALAN AKIBAT KOROSI DAN KERETAKAN PADA PIPA ALIRAN GAS ALAM DI NEB#12 PETROCHINA INTERNATIONAL JABUNG LTD ANALISIS KEGAGALAN AKIBAT KOROSI DAN KERETAKAN PADA PIPA ALIRAN GAS ALAM DI NEB#12 PETROCHINA INTERNATIONAL JABUNG LTD Nama Mahasiswa : B A S U K I NRP : 2702 100 017 Jurusan : Teknik Material FTI-ITS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PERUMUSAN MASALAH. Bagaimana pengaruh interaksi antar korosi terhadap tegangan pada pipa?

PENDAHULUAN PERUMUSAN MASALAH. Bagaimana pengaruh interaksi antar korosi terhadap tegangan pada pipa? PENDAHULUAN Korosi yang menyerang sebuah pipa akan berbeda kedalaman dan ukurannya Jarak antara korosi satu dengan yang lain juga akan mempengaruhi kondisi pipa. Dibutuhkan analisa lebih lanjut mengenai

Lebih terperinci

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER Ferry Budhi Susetyo Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : fbudhi@unj.ac.id Abstrak Rust remover akan menghilangkan seluruh karat

Lebih terperinci

Sidang TUGAS AKHIR. Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir.Sulistijono,DEA

Sidang TUGAS AKHIR. Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir.Sulistijono,DEA Sidang TUGAS AKHIR Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir.Sulistijono,DEA Latar Belakang Abdul Latif Murabbi / 2708.100.088 Batasan Masalah Abdul Latif Murabbi / 2708.100.088 PERMASALAHAN Abdul Latif Mrabbi /

Lebih terperinci

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP Pengaruh Variasi Bentuk dan Ukuran Scratch Polyethylene Wrap Terhadap Proteksi Katodik Anoda Tumbal Al-Alloy pada Baja AISI 1045 di Lingkungan Air Laut Moch. Novian Dermantoro NRP. 2708100080 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Uji Korosi Dari pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil berupa data hasil perhitungan weight loss, laju korosi dan efisiensi inhibitor dalam Tabel

Lebih terperinci

ANALISA LAJU KOROSI PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA PADA PIPA API 5L GRADE B

ANALISA LAJU KOROSI PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA PADA PIPA API 5L GRADE B ANALISA LAJU KOROSI PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA PADA PIPA API 5L GRADE B Oleh : Ikhsan Kholis *) ABSTRAK Jaringan perpipaan banyak digunakan dalam kegiatan eksplorasi minyak dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya.

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. Salah satu bahan tambang yang banyak fungsinya yaitu batu bara, misalnya untuk produksi besi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Baja Nirkarat Austenitik Kandungan unsur dalam logam mempengaruhi ketahanan logam terhadap korosi, dimana paduan dengan unsur tertentu lebih tahan korosi dibanding logam

Lebih terperinci

ANALISIS RETAKAN MATERIAL KOMPOSIT METAL CLADDING BAJA KARBON DAN TEMBAGA

ANALISIS RETAKAN MATERIAL KOMPOSIT METAL CLADDING BAJA KARBON DAN TEMBAGA PRO S ID IN G 20 1 1 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK ANALISIS RETAKAN MATERIAL KOMPOSIT METAL CLADDING BAJA KARBON DAN TEMBAGA Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan

Lebih terperinci

2.1. PENGERTIAN KOROSI RETAK TEGANG

2.1. PENGERTIAN KOROSI RETAK TEGANG BAB II DASAR TEORI 2.1. PENGERTIAN KOROSI RETAK TEGANG Korosi retak tegang merupakan perpatahan getas yang terjadi karena tegangan tarik konstan yang relatif rendah terhadap sebuah logam paduan di lingkungan

Lebih terperinci

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN BAB II : MEKANISME KOROSI dan MICHAELIS MENTEN 4 BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN Di alam bebas, kebanyakan logam ditemukan dalam keadaan tergabung secara kimia dan disebut bijih. Oleh karena keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat

BAB I PENDAHULUAN. mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baut adalah salah satu komponen pengikat, banyak digunakan dalam industri mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelasan merupakan proses penyambungan setempat dari logam dengan menggunakan energi panas. Akibat panas maka logam di sekitar lasan akan mengalami siklus termal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara Untuk mengetahui laju korosi baja karbon dalam lingkungan elektrolit jenuh udara, maka dilakukan uji korosi dengan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print) F-56

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print) F-56 JURNAL TEKNIK ITS Vol., No., () ISSN: -9 (-9 Print) F- Pengaruh Variasi Goresan Lapis Lindung dan Variasi ph Tanah terhadap Arus Proteksi Sistem Impressed Current Cathodic Protection (ICCP) pada Pipa API

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Tugas Akhir BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari analisis data yang diperoleh dari lapangan dan laboratorium tantang kegagalan retak pipa aliran gas di NEB#12 PetroChina International Jabung

Lebih terperinci

DESAIN PROSES LAS PENGURANG PELUANG TERJADINYA KOROSI. Abstrak

DESAIN PROSES LAS PENGURANG PELUANG TERJADINYA KOROSI. Abstrak Seminar Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 2015-JTM Polinema 36 DESAIN PROSES LAS PENGURANG PELUANG TERJADINYA KOROSI 1 Muhammad Akhlis Rizza, 2 Agus Dani 1,2 Teknik Mesin Politeknik Negeri Malang, Jl.

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Program Studi : Pendidikan Teknik Mesin Semester : 7 Matakuliah : Korosi SKS : 2 Kode Matakuliah : KB 2211708

Lebih terperinci

JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: Vol. 2 No. 1 Agustus 2009 PERUBAHAN LAJU KOROSI AKIBAT TEGANGAN DALAM DENGAN METODE C-RING

JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: Vol. 2 No. 1 Agustus 2009 PERUBAHAN LAJU KOROSI AKIBAT TEGANGAN DALAM DENGAN METODE C-RING PERUBAHAN LAJU KOROSI AKIBAT TEGANGAN DALAM DENGAN METODE C-RING Toto Rusianto 1 1 Jurusan Teknik Mesin, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta Masuk: 19 April 2009, revisi masuk: 29 Juni 2009,

Lebih terperinci

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Korosi Dosen pengampu: Drs. Drs. Ranto.H.S., MT. Disusun oleh : Deny Prabowo K2513016 PROGRAM

Lebih terperinci

Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri 2017 ISSN ITN Malang, 4 Pebruari 2017

Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri 2017 ISSN ITN Malang, 4 Pebruari 2017 ANALISA LAJU KOROSI PADA PIPA BAJA KARBON API 5L-X65 DENGAN METODA PEMBEBANAN TIGA TITIK PADA LINGKUNGAN GAS H2S KONDISI JENUH CO2 DALAM LARUTAN ASAM ASETAT Nendi Suhendi Syafei 1), Darmawan Hidayat 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Logam merupakan salah satu jenis bahan yang sering dimanfaatkan untuk dijadikan peralatan penunjang bagi kehidupan manusia dikarenakan logam memiliki banyak kelebihan

Lebih terperinci

DESIGN UNTUK KEKUATAN LELAH

DESIGN UNTUK KEKUATAN LELAH DESIGN UNTUK KEKUATAN LELAH Fatique Testing (Pengujian Lelah) Fatique Testing (Pengujian Lelah) Definisi : Pengujian kelelahan adalah suatu proses pengujian dimana material tersebut menerima pembebanan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA 30 BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Polarisasi Potensiodinamik 4.1.1 Data Laju Korosi (Corrosion Rate) Pengujian polarisasi potensiodinamik dilakukan berdasarkan analisa tafel dan memperlihatkan

Lebih terperinci

LAJU DAN BENTUK KOROSI PADA BAJA KARBON MENENGAH YANG MENDAPAT PERLAKUAN PADA SUHU AUSTENIT DIUJI DI DALAM LARUTAN NaCl 3 N

LAJU DAN BENTUK KOROSI PADA BAJA KARBON MENENGAH YANG MENDAPAT PERLAKUAN PADA SUHU AUSTENIT DIUJI DI DALAM LARUTAN NaCl 3 N Jurnal Desiminasi Teknologi, Volume 1, Nomor 1, Januari 2013, Hal 44-49 LAJU DAN BENTUK KOROSI PADA BAJA KARBON MENENGAH YANG MENDAPAT PERLAKUAN PADA SUHU AUSTENIT DIUJI DI DALAM LARUTAN NaCl 3 N R. KOHAR

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl Abdur Rozak 2709100004 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan ST, M.sc. Latar Belakang

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) Sudaryatno Sudirham ing Utari Mengenal Sifat-Sifat Material (1) 16-2 Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) BAB 16 Oksidasi dan Korosi Dalam reaksi kimia di mana oksigen tertambahkan

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALAT UJI KOROSI SALT SPRAY CHAMBER DAN APLIKASI PENGUKURAN LAJU KOROSI PLAT BODY AUTOMOBILES PRODUKSI EROPA DAN PRODUKSI JEPANG PADA

PERANCANGAN ALAT UJI KOROSI SALT SPRAY CHAMBER DAN APLIKASI PENGUKURAN LAJU KOROSI PLAT BODY AUTOMOBILES PRODUKSI EROPA DAN PRODUKSI JEPANG PADA PERANCANGAN ALAT UJI KOROSI SALT SPRAY CHAMBER DAN APLIKASI PENGUKURAN LAJU KOROSI PLAT BODY AUTOMOBILES PRODUKSI EROPA DAN PRODUKSI JEPANG PADA MEDIA NaCl DENGAN VARIASI KONSENTRASI RANDI AGUNG PRATAMA

Lebih terperinci

Analisis Kegagalan pada Shaft Gearbox Mesin Palletizer di PT Holcim Tbk Tuban

Analisis Kegagalan pada Shaft Gearbox Mesin Palletizer di PT Holcim Tbk Tuban F68 Analisis Kegagalan pada Shaft Gearbox Mesin Palletizer di PT Holcim Tbk Tuban Asia, Lukman Noerochim, dan Rochman Rochiem Departemen Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS, Kampus ITS-Keputih Sukolilo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam proses pembuatan komponen-komponen atau peralatan-peralatan permesinan dan industri, dibutuhkan material dengan sifat yang tinggi maupun ketahanan korosi yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisa Laju Korosi Stainless Steel AISI 304 Pengujian terhadap impeller dengan material baja tahan karat AISI 304 dengan media limbah pertambangan batu bara di BATAN Puspitek

Lebih terperinci

Jurnal Foundry Vol. 3 No. 1 April 2013 ISSN :

Jurnal Foundry Vol. 3 No. 1 April 2013 ISSN : ANALISA KOROSI DAN PENGENDALIANNYA M. Fajar Sidiq Akademi Perikanan Baruna Slawi E-mail : mr_paimin@yahoo.com Abstrak Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dengan tingkat curah hujan dan kelembaban

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu (Askeland, 1985). Hasil

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. II.1. Dapur Pemanas Pada Kilang Minyak

BAB II DASAR TEORI. II.1. Dapur Pemanas Pada Kilang Minyak BAB II DASAR TEORI II.1. Dapur Pemanas Pada Kilang Minyak Industri pengolahan kilang minyak merupakan industri yang banyak menggunakan peralatan dari baja dan paduannya. Peralatan-peralatan tersebut di

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA ANODA KORBAN ALUMINIUM GALVALUM III TERHADAP LAJU KOROSI PELAT BAJA KARBON ASTM A380 GRADE C

PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA ANODA KORBAN ALUMINIUM GALVALUM III TERHADAP LAJU KOROSI PELAT BAJA KARBON ASTM A380 GRADE C PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA ANODA KORBAN ALUMINIUM GALVALUM III TERHADAP LAJU KOROSI PELAT BAJA KARBON ASTM A380 GRADE C Kharisma Permatasari 1108100021 Dosen Pembimbing : Dr. M. Zainuri, M.Si JURUSAN

Lebih terperinci

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi 1 Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Muhammad S. Sholikhin, Imam Rochani, dan Yoyok S. Hadiwidodo Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan,

Lebih terperinci

1 BAB IV DATA PENELITIAN

1 BAB IV DATA PENELITIAN 47 1 BAB IV DATA PENELITIAN 4.1 Pengumpulan Data Dan Informasi Awal 4.1.1 Data Operasional Berkaitan dengan data awal dan informasi mengenai pipa ini, maka didapat beberapa data teknis mengenai line pipe

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Korosi yang terjadi pada industri minyak dan gas umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor utama yaitu: Suhu dan tekanan yang tinggi. Adanya gas korosif (CO 2 dan H 2 S). Air yang

Lebih terperinci

ANALISIS RETAKAN KOROSI TEGANGAN PADA ALUMINIUM DENGAN VARIASI PEMBEBANAN DALAM MEDIA KOROSI HCL 1M

ANALISIS RETAKAN KOROSI TEGANGAN PADA ALUMINIUM DENGAN VARIASI PEMBEBANAN DALAM MEDIA KOROSI HCL 1M ANALISIS RETAKAN KOROSI TEGANGAN PADA ALUMINIUM DENGAN VARIASI PEMBEBANAN DALAM MEDIA KOROSI HCL 1M *Dewi Handayani 1, Athanasius Priharyoto Bayuseno 2 1 Mahasiswa JurusanTeknikMesin, FakultasTeknik, UniversitasDiponegoro

Lebih terperinci

PENGARUH ph TERHADAP LAJU KOROSI BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN HIDROGEN SULFAT. Syafaruddin Siregar 1), Uum Sumirat 2), Agus Solehudin 3)

PENGARUH ph TERHADAP LAJU KOROSI BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN HIDROGEN SULFAT. Syafaruddin Siregar 1), Uum Sumirat 2), Agus Solehudin 3) PENGARUH ph TERHADAP LAJU KOROSI BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN HIDROGEN SULFAT Syafaruddin Siregar 1), Uum Sumirat 2), Agus Solehudin 3) 1),2),3) Jurusan Pendidikan Teknik Mesin, FPTK - UPI ABSTRAK

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI Teknika : Engineering and Sains Journal Volume, Nomor, Juni 207, 67-72 ISSN 2579-5422 online ISSN 2580-446 print PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

Lebih terperinci

Penghambatan Korosi Baja Beton dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina

Penghambatan Korosi Baja Beton dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina Jurnal Gradien Vol.3 No.1 Januari 2007 : 231-236 Penghambatan Korosi Baja Beton dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina Samsul Bahri Program Studi Teknik

Lebih terperinci

PENGARUH RASIO DIAMETER TERHADAP KEDALAMAN PADA LAJU KOROSI BAJA KARBON SEDANG

PENGARUH RASIO DIAMETER TERHADAP KEDALAMAN PADA LAJU KOROSI BAJA KARBON SEDANG TUGAS AKHIR PENGARUH RASIO DIAMETER TERHADAP KEDALAMAN PADA LAJU KOROSI BAJA KARBON SEDANG Disusun Oleh: ADI PRABOWO D 200 040 049 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETAHANAN KOROSI BAJA JIS S45C HASIL ELECTROPLATING NIKEL PADA APLIKASI MATERIAL CRYOGENIC

PENINGKATAN KETAHANAN KOROSI BAJA JIS S45C HASIL ELECTROPLATING NIKEL PADA APLIKASI MATERIAL CRYOGENIC PENINGKATAN KETAHANAN KOROSI BAJA JIS S45C HASIL ELECTROPLATING NIKEL PADA APLIKASI MATERIAL CRYOGENIC Mirza Pramudia 1 1 Fakultas Teknik, Universitas Trunojoyo, Madura Jl. Raya Telang, Po. Box 2 Kamal,

Lebih terperinci

4.1 INDENTIFIKASI SISTEM

4.1 INDENTIFIKASI SISTEM BAB IV ANALISIS 4.1 INDENTIFIKASI SISTEM. 4.1.1 Identifikasi Pipa Pipa gas merupakan pipa baja API 5L Grade B Schedule 40. Pipa jenis ini merupakan pipa baja dengan kadar karbon maksimal 0,28 % [15]. Pipa

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

Sidang Tugas Akhir (TM091486) Sidang Tugas Akhir (TM091486) Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Soeharto, DEA Oleh : Budi Darmawan NRP 2105 100 160 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH SALINITAS DAN TEMPERATUR AIR LAUT PADA WET UNDERWATER WELDING TERHADAP LAJU KOROSI

ANALISIS PENGARUH SALINITAS DAN TEMPERATUR AIR LAUT PADA WET UNDERWATER WELDING TERHADAP LAJU KOROSI JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, 1, (2013 ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print G-95 ANALISIS PENGARUH SALINITAS DAN TEMPERATUR AIR LAUT PADA WET UNDERWATER WELDING TERHADAP LAJU KOROSI Adrian Dwilaksono, Heri

Lebih terperinci

Pemetaan Korosi pada Stasiun Pemurnian di Pabrik Gula Watoe Toelis Krian, Sidoarjo. Adam Alifianto ( )

Pemetaan Korosi pada Stasiun Pemurnian di Pabrik Gula Watoe Toelis Krian, Sidoarjo. Adam Alifianto ( ) Pemetaan Korosi pada Stasiun Pemurnian di Pabrik Gula Watoe Toelis Krian, Sidoarjo Adam Alifianto (2707 100 021) Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

CARBON STEEL CORROSION IN THE ATMOSPHERE, COOLING WATER SYSTEMS, AND HOT WATER Gatot Subiyanto and Agustinus Ngatin

CARBON STEEL CORROSION IN THE ATMOSPHERE, COOLING WATER SYSTEMS, AND HOT WATER Gatot Subiyanto and Agustinus Ngatin CARBON STEEL CORROSION IN THE ATMOSPHERE, COOLING WATER SYSTEMS, AND HOT WATER Gatot Subiyanto and Agustinus Ngatin Chemical Engineering Department Bandung State Polytechnic E.mail : Gattot_Subiyanto@yahoo.com

Lebih terperinci

Pengukuran Laju Korosi Aluminum 1100 dan Baja 1020 dengan Metoda Pengurangan Berat Menggunakan Salt Spray Chamber

Pengukuran Laju Korosi Aluminum 1100 dan Baja 1020 dengan Metoda Pengurangan Berat Menggunakan Salt Spray Chamber TUGAS AKHIR Pengukuran Laju Korosi Aluminum 1100 dan Baja 1020 dengan Metoda Pengurangan Berat Menggunakan Salt Spray Chamber Disusun Oleh: FEBRIANTO ANGGAR WIBOWO NIM : D 200 040 066 JURUSAN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN KOROSI PIPA A53 PADA LINGUNGAN OIL SLUDGE DENGAN METODE C-RING ABSTRACT

ANALISIS KETAHANAN KOROSI PIPA A53 PADA LINGUNGAN OIL SLUDGE DENGAN METODE C-RING ABSTRACT Apriansyah, R. A., Jurnal ROTOR, Volume 1 Nomor 1, April 217 ANALISIS KETAHANAN KOROSI PIPA A53 PADA LINGUNGAN OIL SLUDGE DENGAN METODE C-RING Rony Agista Apriansyah 1, Sumarji 2, Gaguk Jatisukamto 2 1

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK SERBUK 4.1.1. Serbuk Fe-50at.%Al Gambar 4.1. Hasil Uji XRD serbuk Fe-50at.%Al Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KOROSI. STT Dr.KHEZ MUTTAQIEN PURWAKARTA IWAN PONGO,ST, MT

PENGENDALIAN KOROSI. STT Dr.KHEZ MUTTAQIEN PURWAKARTA IWAN PONGO,ST, MT PENGENDALIAN KOROSI STT Dr.KHEZ MUTTAQIEN PURWAKARTA IWAN PONGO,ST, MT Kavitasi Bentuk kerusakan yang hampir serupa dengan erosi mekanis, hanya mekanisme penyebabnya berbeda. 1. Terbentuknya gelembung

Lebih terperinci

Nendi Suhendi Syafei 1, Darmawan Hidayat 2, Bernard Y Tumbelaka 3, Liu Kin Men 4 ABSTRACT

Nendi Suhendi Syafei 1, Darmawan Hidayat 2, Bernard Y Tumbelaka 3, Liu Kin Men 4 ABSTRACT Eksakta Vol. 18 No. 2, Oktober 2017 http://eksakta.ppj.unp.ac.id E-ISSN : 2549-7464 P-ISSN : 1411-3724 ANALISA FENOMENA KOROSI PELAT PIPA BAJA KARBON API 5L-X65 DALAM LARUTAN 250 ML ASAM ASETAT DAN 4750

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penggunaan logam dalam perkembangan teknologi dan industri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penggunaan logam dalam perkembangan teknologi dan industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan logam dalam perkembangan teknologi dan industri sebagai salah satu material penunjang sangat besar peranannya, akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari banyak

Lebih terperinci

RISK ASSESSMENT OF SUBSEA GAS PIPELINE PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA Tbk.

RISK ASSESSMENT OF SUBSEA GAS PIPELINE PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA Tbk. RISK ASSESSMENT OF SUBSEA GAS PIPELINE PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA Tbk. Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Oleh : Ilham Khoirul

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian Pengaruh tegangan dan..., Budi 37 Setiawan, FT UI, 2008 3.2. MATERIAL YANG DIGUNAKAN Material yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN ph 3 ph 7 ph 12 Gambar 3.1. Diagram alir penelitian. 26 3.2 MATERIAL YANG DIGUNAKAN Material yang digunakan dalam pengujian korosi ini adalah jenis

Lebih terperinci

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 2.1. Cacat Kristal Diperlukan berjuta-juta atom untuk membentuk satu kristal. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila terdapat cacat atau ketidakteraturan dalam tubuh kristal.

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA COATING WRAPPING TAPE TERHADAP COATING BREAKDOWN

PENGARUH TEMPERATUR PADA COATING WRAPPING TAPE TERHADAP COATING BREAKDOWN PENGARUH TEMPERATUR PADA COATING WRAPPING TAPE TERHADAP COATING BREAKDOWN DAN CURRENT DENSITY PADA PIPA BAJA DALAM APLIKASI IMPRESSED CURRENT CATHODIC PROTECTION (ICCP) R.E.Dinar Rahmawati 1,a, Muhammad

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegangan (SCC) Pada Pipa Baja Karbon Api 5l Grade-B Akibat Pengaruh Sweet Gas (H2S Dan CO2)

Korosi Retak Tegangan (SCC) Pada Pipa Baja Karbon Api 5l Grade-B Akibat Pengaruh Sweet Gas (H2S Dan CO2) Korosi Retak Tegangan (SCC) Pada Pipa Baja Karbon Api 5l Grade-B Akibat Pengaruh Sweet Gas (H2S Dan CO2) Nendi Suhendi Syafei Departemen Teknik Elektro, FMIPA, Universitas Padjadjaran. e-mail : n.suhendi@unpad.ac.id

Lebih terperinci

STUDI LAJU KOROSI WELD JOINT MATERIAL A36 PADA UNDERWATER WELDING

STUDI LAJU KOROSI WELD JOINT MATERIAL A36 PADA UNDERWATER WELDING STUDI LAJU KOROSI WELD JOINT MATERIAL A36 PADA UNDERWATER WELDING Phytra Agastama 1, Yeyes Mulyadi 2, Heri Supomo 3 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan 2) Staf Pengajar Jurusan Teknik Kelautan 3) Staf

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur Mikronya

Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur Mikronya JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-42 Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Klasifikasi Baja [7]

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Klasifikasi Baja [7] BAB II DASAR TEORI 2.1 BAJA Baja merupakan material yang paling banyak digunakan karena relatif murah dan mudah dibentuk. Pada penelitian ini material yang digunakan adalah baja dengan jenis baja karbon

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kajian mengenai korosi dan inhibisi korosi pada logam Cu-37Zn dalam larutan Ca(NO 3 ) 2 dan NaCl (komposisi larutan uji, tiruan larutan uji di lapangan) melalui penentuan laju

Lebih terperinci

Perlindungan Lambung Kapal Laut Terhadap Korosi Dengan Sacrificial Anode. Oleh : Fahmi Endariyadi

Perlindungan Lambung Kapal Laut Terhadap Korosi Dengan Sacrificial Anode. Oleh : Fahmi Endariyadi Perlindungan Lambung Kapal Laut Terhadap Korosi Dengan Sacrificial Anode Oleh : Fahmi Endariyadi 20408326 1.1 Latar Belakang Salah satu sumber kerusakan terbesar pada pelat kapal laut adalah karena korosi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 62 BAB 4 HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Visual Permukaan Sampel Pada seluruh tahapan pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini, sampel yang digunakan berjumlah 18 (delapan belas), dengan

Lebih terperinci