BAB II KOMITE SEKOLAH DAN KUALITAS PROSES PEMBELAJARAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KOMITE SEKOLAH DAN KUALITAS PROSES PEMBELAJARAN"

Transkripsi

1 BAB II KOMITE SEKOLAH DAN KUALITAS PROSES PEMBELAJARAN A. Komite Sekolah 1. Pengertian Komite Sekolah Komite Sekolah merupakan sebuah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka peningkatan mutu, pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan baik pada pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah. Untuk penamaan badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah masing-masing satuan pendidikan, seperti Komite Sekolah, Majelis Madrasah, Majelis Sekolah, Komite TK atau nama lain yang disepakati bersama. 1 Komite Sekolah berkedudukan di setiap satuan pendidikan, merupakan badan mandiri yang tidak memiliki hubungan hierarki dengan lembaga pemerintah. Tujuan komite sekolah adalah (1) mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan, (2) meningkatkan tanggung jawab dan peran masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, dan (3) menciptakan suasana dan kondisi 1 Hasbullah, Otonomi Pendidikan (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2007), hlm

2 26 transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan. 2 Peran komite sekolah adalah (1) pemberi pertimbangan, (2) pendukung, (3) pengawas, (4) mediator. Keempat peran tersebut bukan peran yang berdiri sendiri, melainkan peran yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Fungsi komite sekolah merupakan penjabaran dari peran komite sekolah tersebut. Artinya satu peran komite sekolah terkait dengan fungsi komite sekolah. Fungsi komite sekolah adalah (1) memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai: (a) kebijakan dan program pendidikan, (b) RAPBS, (c) kriteria tenaga kependidikan, (d) kriteria fasilitas pendidikan, dan (e) hal- hal lain yang terkait dengan pandidikan, (2) mendorong orang tua dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan, (3) menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan, (4) mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen terhadap penyelenggaran yang bermutu, (5) melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan,program, penyelenggaraan dan keluaran pendidikan, (6) melakukan kerjasama dengan masyarakat. 3 2 St.Rodliyah, Partisipasi Masyarakat dalam Pengambilan Keputusan dan Perencanaan Sekolah (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2013), hlm Sri Reni Pantjastuti, et al.,komite Sekolah Sejarah dan Prospeknya di Masa depan (Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2008), hlm. 83.

3 27 2. Pengertian Paguyuban Istilah Paguyuban (Gemeinschaft) merupakan kelompok sosial yang anggota-anggotanya memiliki ikatan batin yang murni, bersifat alamiah, dan kekal. Menurut Ferdinan Tonnes yang dikutip dalam buku Panduan Sosiologi SMA Kelas XI terdapat tiga bentuk gemeinschaft (paguyuban) yaitu sebagai berikut : a. Geminschaft by Blood (paguyuban karena ikatan darah). Pada paguyuban jenis ikatan di antara anggota-anggota kelompok didasarkan pada ikatan darah atau keturunan. Contohnya keluarga dan kelompok kekerabatan. b. Gemeinshaft of Place (paguyuban kerana ikatan tempat) merupakan paguyuban yang terdiri dari orang-orang yang bertempat tinggal berdekatan sehingga saling menolong. Contohnya : Rukun Tetanggga, Rukun Warga desa di Jawa dan Hula di Batak. c. Gemeinschaft of Mind (paguyuban atas dasar ideologi). Paguyuban jenis ini terdiri dari individu-individu yang memilki jiwa dan pikiran yang sama karena ideolog yang sama. Contohnya sekte keagamaan, partai politik dan paguyuban kelas. 4 Paguyuban orang tua adalah Perkumpulan orang tua murid dalam suatu kelas yang bertujuan untuk membangun, menumbuhkan dan meningkatkan partisipasi, kepedulian dan tanggung jawab orang tua dengan memberikan saran dan masukan dalam upaya peningkatan hasil hlm Yad Mulyadi, et. al., Panduan Sosiologi SMA Kelas XI, (Surabaya : Yudhistira, 2011),

4 28 belajar siswa. Selain itu paguyuban kelas juga bertujuan menciptakan hubungan yang harmonis antara guru/wali kelas dengan orang tua dan sesama orang tua dalam upaya menumbuhkan rasa kebersamaan diantara sekolah dan orang tua. Menurut Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya. 5 Sedangkan menurut pasal 4 ayat 6 disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan dengan memperdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. 6 Pasal 6 ayat ( 2 ) tertulis, setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelanggaraan pendidikan. Untuk memenuhi keikutsertaan masyarakat, telah diterbitkan surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 044/ U/ 2002 tanggal 2 April 2002 tentang dewan pendidikan dan Komite Sekolah yang mengatur keikutsertaan masyarakat, dalam hal ini orang tua sebagai masyarakat pada tingkat sekolah. 7 Penerapan konsep manajemen berbasis sekolah di Amerika Serikat menurut Edward E. Lawer ternyata dapat meningkatkan kualitas belajar mengajar. Di lain pihak, manejemen berbasis sekolah (school based 5 Undang- Undang RI No. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung : Citra Umbara, 2003), hlm Ibid., hlm Syaiful Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat Strategi Memenangkan Persaingan Mutu, ( Jakarta : PT Nimas Multima, 2004), hlm. 165.

5 29 management) menurut Chapman adalah suatu pendekatan politik yang bertujuan untuk meredesain pengelolaan sekolah, memberikan kekuasaan dan meningkatkan partisipasi sekolah, memperbaiki kinerja sekolah yang mencakup pimpinan sekolah, guru, siswa, orang tua siswa, dan masyarakat sehingga sekolah lebih mandiri dan mampu menentukan arah pengembangan sesuai kondisi dan tuntutan lingkungan masyarakatnya. Menurut Roger Scott mengemukakan bahwa manajemen berbasis sekolah memberikan peluang kepada sekolah dan guru menjadi lebih efektif karena adanya partisipasi dan kepemilikan serta keterlibatan yang tinggi dalam membuat keputusan dengan memanfaatkan sumber dayasumber daya yang ada untuk mengoptimalkan hasil kerja. 8 Manajemen berbasis sekolah diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi atau kemandirian yang lebih besar kepada sekolah. Keputusan sekolah yang diambil harus melibatkan secara langsung semua warga sekolah, yaitu guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa dan masyarakat yang berhubungan dengan program sekolah. Lebih spesifik lagi manajemen berbasis sekolah bertujuan untuk : (1) menjamin mutu pembelajaran anak didik yang berpijak pada asas pelayanan dan prestasi belajar, (2) meningkatkan kualitas transfer ilmu pengetahuan dan membangun karakter bangsa yang berbudaya, (3) meningkatkan mutu sekolah dengan memantapkan pemberdayaan 8 Ibid.,hlm.130

6 30 melalui kemandirian, kreativitas, insiatif, dan inovatif dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya sekolah, (4) meningkatkan kepadulian warga sekolah dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan dengan mengakomodir aspirasi bersama, (5) meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolah, dan (6) meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang dicapai. 9 Pembentukan paguyuban orang tua siswa justru mendukung komite sekolah karena paguyuban ini merupakan paguyuban orang tua siswa dari masing-masing kelas, yang notabenya menjadi representasi dari orang tua siswa yang akan duduk sebagai pengurus atau anggota komite sekolah. Salah satu elemen sekolah adalah orang tua siswa, yang dalam hal ini berasal dari paguyuban orang tua siswa, yang merupakan representasi dari orang tua siswa. Setiap tahun ajaran baru, semua orang tua siswa selalu mengikuti acara pertemuan yang diadakan sekolah. Proses pembentukan paguyuban orang tua siswa dapat dilakukan dengan acara ini, dengan langkah-langkah sebagai berikut : 10 a. Setelah acara pertemuan selesai, semua orang tua siswa dari masingmasing kelas dapat mengadakan pertemuan sendiri secara tepat. Minimial mereka akan saling kenal terlebih dahulu. Dengan demikian secara alami biasanya akan muncul beberapa orang tua siswa yang Ibid.,hlm Suparlan, Membangun sekolah Efektif, (Yogjakarta: Hikayat Publishing, 2008), hlm.

7 31 muncul sebagai tokoh dan promotornya (penggerak). Bisa saja terjadi, dalam pertemuan awal telah ini dapat pengurusnya. b. Pertemuan selanjutnya untuk membahas langkah lebih lanjut. Jika dalam pertemuan pertama telah dibentuk kepengurusannya, maka dalam pertemuan ini akan dibahas program jangka pendek dan jangka panjang. c. Agenda pertemuan paguyuban orang tua siswa dapat ditentukan sebulan sekali. Agenda pertemuan ini biasanya terkait dengan pembicaraan mengenai tugas piket untuk hadir ke sekolah, atau untuk membicarakan iuran anggota paguyuban, atau membahas langkah apa yang harus dilakukan untuk membantu orang tua siswa yang masuk dalam kategori tidak mampu. d. Mengadakan agenda pertemuan untuk membuat laporan pertanggung jawaban paguyuban yang akan disampaikan kepada sekolah dan masyarakat. Peran paguyuban orang tua adalah (1) bersama Komite Sekolah merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program Komite Sekolah untuk mendukung peningkatan mutu sekolah dan siswa, (2) mendukung proses dan kegiatan belajar mengajar di kelas dalam wujud pemikiran, tenaga dan finansial, (3) mediator antara orang tua/wali murid dengan wali kelas dan guru. Sedangkan fungsi dari paguyuban kelas adalah (1) menampung aspirasi, ide, tuntutan dari orang tua orang tua

8 32 terhadap proses belajar mengajar di kelas.(2) mendorong orang tua peduli dan aktif berpartisipasi guna mendukung hasil belajar siswa Paguyuban Orang Tua Paguyuban adalah wadah kegiatan orangtua siswa yang dibentuk setiap kelas. Adapun tujuan dibentuknya paguyuban adalah sebagai berikut: (1) Sarana komunikasi antar sekolah, komite sekolah, masyarakat dan orangtua siswa. (2) Membantu penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar dengan menyediakan sarana dan prasarana serta fasilitas yang diperlukan dalam proses KBM. (3) Menjalin kerjasama dengan madrasah dalam mengatasi hambatan-hambatan belajar siswa. (4) Sarana penggalian dan penggalangan dana dari alumni, masyarakat dan pelaku bisnis. Keanggotaan paguyuban terdiri dari satu unsur, yakni orang tua siswa. Dimana masing-masing kelas mempunyai pengurus tersendiri yang disesuaikan dengan kelas anak masing-masing. Jadi orang tua siswa secara otomatis menjadi anggota paguyuban kelas tertentu berdasarkan kelas anaknya, sehingga mereka juga mempunyai tanggungjawab untuk menciptakan suasana belajar yang nyaman bagi anak-anaknya. Kelompok paguyuban mempunyai dana kas yang didapatkan dari dana komite madrasah. Wewenang yang dimiliki oleh paguyuban hanya sebatas mengelola kelas saja Paguyuban Kelas. Definisi, Peran, Fungsi Tugas Dan Tanggung Jawab Pakes SD N Sukasari 4 Tangerang periode Tahun Ajaran 2008/ diakses tanggal 05 Februari M.Imam Zamroni. Model Pengembangan Madrasah Berbasis Pembangunan Berkelanjutan. Diakses, 2 Oktober 2014.

9 33 Adapun wewenang yang lebih luas, tingkat madrasah secara keseluruhan, berada komite madrasah, kepala madrasah, dan seluruh jajaran guru. Kebijakan yang menyangkut pengembangan madrasah ditentukan dengan cara musyawarah dengan menghadirkan beberapa kelompok di atas. Secara teori, paguyuban dibentuk sebagai struktur mediasi (mediating structure) masyarakat awam untuk berpartisipasi dalam menyukseskan pendidikan anak-anaknya. Aspirasinya dapat ditampung dalam kelompok sosial atau institusi yang lebih kecil dan kemudian dimusyawarahkan dalam institusi yang lebih besar. Di kalangan masyarakat pedesaan, seperti di Jejeran, eksistensi komite madrasah masih dianggap sebagai kelompok elite yang tidak semua orang dapat menjangkaunya. Hal ini yang menyebabkan munculnya segregasi sosial. Dimana partisipasi masyarakat awam di dunia pendidikan menjadi tersumbat oleh organisasi besar. Oleh karenanya, dibentuklah paguyuban dan patembayan sebagai tangga partisipasi masyarakat dalam pendidikan anak-anaknya. Kualitas partisipasi masyarakat dalam pendidikan mempunyai peran yang signifikan terhadap kualitas pendidikan M.Imam Zamroni. Model Pengembangan Madrasah Berbasis Pembangunan Berkelanjutan. Diakses, 2 Oktober 2014.

10 34 4. Kegiatan POS (Paguyuban Orang Tua Siswa) Menurut Suparlan, ada beberapa kegiatan POS yang selama ini dapat direkam, misalnya : Mengatur piket orang tua siswa yang harus hadir setiap hari disekolah, untuk mendukung guru kelas dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Orang tua siswa yang sekaligus akan menjadi penghubung antara guru kelas dengan semua orang tua siswa. 2. Membantu untuk memenuhi kebutuhan guru kelas, antara lain berupa media dan alat peraga, yang terkait dengan proses pengajaran dan pembelajaran. 3. Menyampaikan gagasan akan mengadakan kegiatan ekstrakulikuler peserta didik. 4. Ikut membantu orang tua siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh seorang siswa di kelas yang bersangkutan. 5. Menjadi representasi orang tua siswa yang akan duduk dalam kepengurusan dan keanggotaan Komite Sekolah. 5. Kendala-Kendala Yang Dihadapi dalam Menjalin Komunikasi dengan Orang Tua Banyak kalangan masyarakat, khususnya orang tua siswa yang masih berpandangan bahwa urusan pendidikan anak-anaknya sepenuhnya menjadi tanggung jawab sekolah, utamanya kepala sekolah dan guru. Kebanyakan orang tua bertanggung jawab hanya sebatas pada 14 Suparlan, op.cit.,hlm.215.

11 35 menyediakan biaya sekolah dan memenuhi keperluan sarana pendidikan bagi anaknya. Selain itu, kebanyakan keluarga merasa tidak mengetahui soal-soal pendidikan bagi anak-anaknya, apalagi tentang pengusaan mata pelajaran yang tertuang dalam buku pelajaran anaknya. Sam Redding dalam Booklet International Academy of Education, Beareua of Education, UNESCO bertajuk Parents and Learning yang dikutip dalan buku Membangun Sekolah Efektif disebutkan bahwa keterlibatan orang tua siswa meliputi : Parents involvement with their own children. 2. Involvement with parents of other children, and 3. Involvement with their children s school. Dengan kata lain, keterlibatan orang tua siswa dapat dibagi dalam tiga kategori sebagai berikut : Keterlibatan orang tua dengan anak-anaknya sendiri. 2. Keterlibatan orang tua dengan orang tua dari anak-anak yang lain, dan 3. Keterlibatan orang tua dengan sekolah tempat semua siswa itu belajar. Menurut Sam Redding yang dikutip oleh Suparlan dalam buku Membangun Sekolah Efektif mengatakan orang tua siswa seringkali mengahadapi kondisi atau faktor yang menyebabkan keterlibatan orang tua siswa tidak sepenuhnya dapat berlangsung secara optimal: Banyak kalangan yang memberikan pemahaman tentang keterlibatan orang tua dengan sempit, seperti hanya sebatas kehadiran orang tua 15 Ibid., hlm Ibid., hlm Ibid.,hlm.220.

12 36 siswa secara formal ke sekolah untuk menghadiri pertemuan, mengambil rapor anaknya,dan sebagainya. 2. Banyak kalangan khususnya dari pihak sekolah, yang menganggap orang tua siswa yang berpenghasilan rendah tidak akan mampu memberikan dukungan dan bimbingan bagi pendidikan anak-anaknya. 3. Kurangnya kesiapan para guru untuk dapat memberikan kesempatan kepada orang tua siswa dan terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan. 4. Kesibukan kerja orang tua siswa sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk dapat membantu sekolah. 5. Sikap orang tua siswa yang mungkin pernah memiliki pengalaman pahit dengan sekolah sehingga menolak untuk dapat berhubungan dengan sekolah. Lebih lanjut, Sam Redding juga menjelaskan beberapa tipologi keterlibatan orang tua siswa sebagai berikut : Parenting (caring for and nurturing the child). Melakukan peran orang tua (memelihara, membimbing, dan mengikuti anak-anaknya). 2. Communicating (maintaining a flow of information between parent and school). Berkomunikasi (memelihara satu arus informasi serasi antara orang tua dan sekolah). 3. Volunteering (helping at the school). Kerelawanan (membantu di sekolah) 18 Ibid., hlm.221.

13 37 4. Learning ar home (supporting and supplementing the instruction of the school). Pembelajaran di rumah (memberikan dukungan dan tambahan pelajaran). 5. Decision-making (part of the school s decision-making structure). Pengambilan keputusan (bagian dari proses pengambilan keputusan sekolah). 6. Collaboration with the community at large (represesenting at the school in partnership with other organization). Kolaborasi dengan masyarakat dalam arti luas (mewakili sekolah dalam kerjasama dengan organisasi lain) Peran Orang Tua Peran adalah tindakan yang dilakukan seseorang dalam suatu peristiwa. 20 Sedangkan pengertian orang tua adalah ayah dan ibu. Dan merupakan pusat kehidupan rohaniah sebagai penyebab perkembangan dengan alam luar maka setiap emosi anak dan pemikirannya di kemudian hari terpengaruh oleh sikapnya terhadap orang tua dipermulaan hidupnya dulu. 21 Jadi yang dimaksud peran orang tua adalah tindakan yang dilakukan oleh orang dalam perkembangan dengan alam luar untuk memberikan reaksi pemikiran kepada anak. 19 Ibid., hlm Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2002), hlm Departemen Pendidikan dan Kebudayaan edisi ke-3, Kamus Besar Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2001).

14 38 Orang tua atau keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama dikenalkan kepada anak atau dapat dikatakan bahwa seorang anak itu mengenal sosial itu pertama-tama di dalam lingkungan keluarga. 22 Adanya interaksi antara anggota keluarga yang satu dengan yang lain itu menyebabkan bahwa ia berfungsi sebagai individu dan juga sebagai makhluk sosial, sebagai individu dia harus memenuhi segala kebutuhan hidupnya demi untuk kelangsungan hidupnya di dunia ini. Salah satu perhatian utama orang tua adalah pendidikan anak. Keberhasilan hasil belajar di sekolah dapat mempengaruhi kebahagiaan dan harga diri anak serta kualitas kelak jika sudah dewasa. 23 Orang tua dapat membimbing anak agar dapat belajar di sekolah dengan baik. Bimbingan orang tua mampu mempengaruhi keberhasilan belajar anakanak di sekolah, sebanding dengan IQ anak, bahkan mungkin lebih. Menurut kelompok studi nasional, baik buruknya prestasi belajar anak di sekolah berkaitan erat dengan bimbingan orang tua terhadap anak di rumah. Baik orang tua maupun guru selalu berharap agar anak atau anak didiknya akan mampu berprestasi dan tumbuh serta berkembang secara optimal, partisipasi orang tua di sekolah pada umumnya guna meningkatkan prestasi anak di sekolah. Apabila memiliki program sekolah 22 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : Bulan Bintang,1976), hlm William Stainback dan Susan Stainback, Bagaimana Membantu Anak Berhasil di Sekolah, (Yogyakarta: Kanisius,1999), hlm. 5.

15 39 yang baik dan orang tua mau membantu pada umumnya guna meningkatkan prestasi dan keterampilan anak akan meningkat. 24 Dengan bertambahnya penekanan keterlibatan keluarga dan masyarakat dalam pendidikan dewasa ini, tanggung jawab seorang guru semakin luas, tidak hanya di dalam kelas saja. Tingkat minat para orang tua yang makin tinggi mempunyai arti bahwa para guru mendapat kesempatan mengembangkan kebersamaan dengan para orang tua dalam membantu perkembangan pendidikan anak. 25 Menurut Morrison yang dikutip oleh Soemiarti Patmonodewo dalam bukunya Pendidikan Anak Pra Sekolah mengemukakan tiga kemungkinan keterlibatan orang tua yaitu : 26 a. Orientasi pada tugas : harapan keterlibatan orang tua dalam membantu program sekolah yang berkaitan dengan staf pengajar, staf administrasi, sebagai tutor, melakukan monitoring, membantu mengumpulakn dana, membantu mengawasi anak apabila melakukan kunjungan luar. Bentuk peran serta orang tua tersebut merupakan yang diharapkan guru. Bentuk peran serta yang lain yang termasuk dalam orientasi tugas adalah orang tua membantu anak dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah. b. Orientasi pada proses : mau berpartisipasi dalam kegiatan yang berhubungan dengan proses pendidikan antara lain perencanaan 24 Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Pra Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm William Stainback dan Susan Stainback, op.cit.,hlm Soemiarti Patmonodewo,op.cit., hlm.125.

16 40 kurikulum, memilih buku yang diperlukan sekolah, seleksi guru dan membantu menentukan standar tingkah laku yang diharapkan. c. Orientasi pada perkembangan yaitu mengembangkan keterampilan bagi mereka sendiri, anak-anaknya, sekolah, guru, dan keluarga dan pada waktu yang bersamaan meningkatkan peran serta orang tua. 27 Berdasarkan tiga bentuk keterlibatan orang tua pada sekolah di atas, dapat dikatakan bentuk keterlibatan yang paling ideal adalah yang mencakup keterlibatan yang berorientasi tugas, proses dan pada perkembangan. Kondisi ini menggambarkan betapa besar pengaruh keluarga terhadap perkembangan keluarga terhadap pengaruh anak, sekaligus merupakan suatu gambaran awal bagi peran orang tua untuk mengembangkan pola hubungan yang dinamis dan serasi dengan anak. Dalam gambaran yang lebih global, Bronson Brook dan Whiteman dalam hasil penelitiannya, mengatakan bahwa sumbangan keluarga bagi perkembangan anak yaitu : 28 a. Perasaan aman karena menjadi anggota kelompok yang stabil b. Orang-orang yang dapat diandalkan dalam memenuhi kebutuhannya, fisik dan psikologis. c. Memberi kasih sayang dan penerimaaan, yang tidak terpengaruh oleh apa yang mereka lakukan. 27 William Stainback dan Susan Stainback, loc.cit. 28 Suparlan, op.cit.hlm. 222.

17 41 Peran keluarga menjadi sangat penting ketika dihubungkan dengan kenyataan bahwa keluarga tidak hanya mempengaruhi pengalaman sosial awal, tetapi juga meninggalkan bekas pada sikap sosial dan perilaku. Dengan kata lain, perilaku dan sikap sosial anak mencerminkan perlakuan yang diterimanya di rumah. Peran keluarga terlebih orang tua dan termasuk model pendidikan serta sikap yang diterapkan sangat besar pengaruhnya dalam proses perkembangan anak. Jika sikap orang tua positif, tidak akan ada masalah, tetapi bila sikap orang tua merugikan, anak akan cenderung bertahan mungkin dalam bentuk terselubung dan mempengaruhi hubungan orang tua anak sampai pada dewasa nanti. 29 Orang tua adalah orang dewasa pertama yang memikul tanggung jawab pendidikan, sebab secara alami anak pada masa-masa awal kehidupannya ditengah-tengah ibu dan ayahnya. Dari merekalah anak mulai mengenal pendidikannya. Dasar pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup banyak tertanam sejak anak berada di tengah-tengah orang tuanya. 30 Menurut Oteng Sutisna, menjelaskan pentingnya suatu program hubungan masyarakat yang baik bisa diperlihatkan dengan banyak cara. Di negara kita pendidikan dipandang sebagai tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Perlunya program hubungan masyarakat dan sekolah telah kita kemukakan, akan tetapi organisasi program serupa itu harus didasari 29 Ibid, hlm Hary Noeraly, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta : Logos, 1992), hlm. 86.

18 42 sejumlah maksud yang tegas. Berikut adalah beberapa kutipan yang disarankan, diantaranya : 31 a) Untuk mempersatukan orang tua murid dengan guru-guru. Dalam memenuhi kebutuhan anak didik. b) Untuk memberitahu masyarakat tentang sekolah. Dalam hal kegiatan dan rutinitas sekolah. c) Untuk mengerahkan bantuan dan dukungan. Bagi pemeliharaan dan peningkatan program sekolah. Dalam era otonomi pendidikan ini keluarga dan masyarakat bukan lagi pihak yang pasif hanya penerima keputusan-keputusan dalam penyelenggaraan pendidikan. Mereka harus aktif bermain, menentukan pemerintah. dan membuat program bersama sekolah. Menurut Shields yang dikutip oleh Nurkholis dalam buku Manajemen Berbasis Sekolah ( Teori, Model dan Aplikasi ) menyatakan bahwa reformasi pendidikan harus sampai pada hubungan antara sekolah dengan keluarga dan sekolah dengan masyarakat dengan cara melibatkan secara aktif dalam kegiatankegiatan sekolah baik yang terkait langsung dengan kegiatan pembelajaran maupun non-instuksional. Orang tua siswa harus menyediakan waktu sebanyak mungkin untuk berkunjung ke sekolah dan ke kelas guna mengontrol pendidikan anaknya. Amat diperlukan diskusi dengan guru dan pembimbing siswa sehingga dapat mengetahui hambatan dan kemajuan yang dialami Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan, (Bandung : Angkasa Bandung.1989), hlm.

19 43 anaknya. Langkah ini sekaligus bisa mengantisipasi dan mengeliminasi kemungkinan kegagalan pendidikan anaknya di sekolah. Di sisi lain, guru selain pendidik di sekolah juga diajak aktif memantau pendidikan siswa di dalam keluarga. Seperti dikemukakan Clark yang dikutip oleh Nurkholis dalam buku Manajemen Berbasis Sekolah ( Teori, Model dan Aplikasi bahwa terdapat dua jenis pendekatan untuk mengajak orang dan masyarakat berpartisipasi aktif dalam pendidikan. Pertama, pendekatan school-based dengan cara mengajak orang tua siswa datang ke guru-orang tua dan mengunjungi anaknya yang sedang belajar di sekolah. Kedua, pendekatan home-based, orang tua membantu anaknya belajar di rumah bersama-sama dengan guru yang berkunjung ke rumah. 32 Menurut Cheng yang dikutip oleh Nurkholis dalam buku Manajemen Berbasis Sekolah ( Teori, Model dan Aplikasi) juga mengemukakan bahwa peran orang tua siswa dalam MBS adalah menerima pelayanan yang berkualitas melalui siswa-siswa yang menerima pendidikan yang mereka butuhkan. Peran orang tua sebagai partner dan pendukung. Mereka dapat berpartisipasi dalam proses sekolah, mendidik siswa secara koorporatif, berusaha membantu perkembangan yang sehat kepada sekolah dengan memberi sumbangan sumber daya dan informasi, mendukung dan melindungi sekolah pada saat mengalami kesulitan dan krisis. 32 Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah Teori, Model, dan Aplikasi, (Jakarta : PT. Grafindo, 2006 ), hlm. 125.

20 44 Keikutsertaan keluarga dan masyarakat dalam pendidikan memiliki banyak keuntungan, sebagaimana dikemukakan Rhoda yang dikutip oleh Nurkholis dalam buku Manajemen Berbasis Sekolah ( Teori, Model dan Aplikasi) Pertama, pencapaian akademik dan perkembangan kognitif siswa dapat berkembang secara signifikan. Kedua, orang tua dapat mengetahui perkembangan anaknya dalam proses pendidikan di sekolah. Ketiga, orang tua akan menjadi guru yang baik di rumah dan bisa menerapkan formula-formula positif untuk pendidikan anaknya. Keempat, akhirnya orang tua memiliki sikap dan pandangan positif terhadap sekolah. Sementara itu, menurut Clark yang dikutip oleh Nurkholis dalam buku Manajemen Berbasis Sekolah ( Teori, Model dan Aplikasi ) mengemukakan keuntungan lainnya adalah menumbuhkan rasa percaya diri siswa dan meningkatkan hubungan yang baik antara orang tua dan anak. 33 B. Kualitas Proses Pembelajaran 1. Pengertian Kualitas Proses Pembelajaran Kualitas dapat dimaknai dengan istilah mutu atau keefektifan. Menurut Etzioni yang dikutip oleh Hamdani dalam bukunya Strategi Belajar Mengajar secara definitif, efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan atau sasarannya. 34 Kualitas lebih mengarah pada sesuatu yang baik. Sedangkan menurut Uno Hamzah 33 Ibid., hlm Hamdani, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 194.

21 45 pembelajaran adalah upaya dalam membelajarkan siswa. Jadi kualitas pembelajaran artinya mempersoalkan bagaimana kegiatan pembelajaran yang dilakukan selama proses belajar mengajar berjalan dengan baik serta menghasilkan luaran yang baik pula Kualitas Proses Pembelajaran Menurut Reigeluth dan Merril bahwa kualitas pembelajran dapat di ukur melalui tiga strategi pembelajaran, yakni (1) strategi pengorganisasian pembelajaran, (2) strategi penyampaian pembelajaran, dan (3) strategi pengelolaan pembelajaran. 36 Kualitas proses pembelajaran merupakan salah satu titik tolak ukur yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya proses pembelajaran. Tolak ukur berkualitas atau tidaknya suatu sekolah adalah relatif, karena tolak ukur yang digunakan terus menerus akan senantiasa mengalami perubahan sesuai dengan perubahan tantangan era atau Zaman. Menurut Rohmat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas pendidikan yaitu faktor pendidik, faktor peserta didik, faktor kurikulum, faktor pembiayaan, dan lain-lain. 37 Yang dimaksud proses pembelajaran di sini adalah efektif tidaknya proses pembelajaran dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Hasil belajar yang dicapai peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari lingkungan dan faktor dari diri peserta didik seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, 35 Hamzah B Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif (Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2008), hlm Ibid., Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan (Tulungagung: STAIN Tulungagung, 2004), hlm. 20.

22 46 ketekunan, sosial, ekonomi dan faktor fisik dan psikis serta faktor utama yaitu kemampuan yang dimiliki peserta didik untuk cepat memahami segala sesuatu. Menurut Sabri dalam bukunya Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching menyebutkan tiga unsur yang sangat mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah kompetensi guru, karakteristik kelas dan karakteristik sekolah Kompetensi guru mempengaruhi kualitas pembelajaran yaitu suatu proses yang terjadinya interaksi antara pendidik dan siswa, salah satu yang mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah guru (dalam hal ini adalah kompetensi yang dimilikinya). Dengan asumsi, bahwa guru adalah sutradara dan sekaligus aktor dalam proses pembelajaran. Ini tidaklah berarti mengesampingkan variabel lain, yaitu seperti media pembelajaran. 2. Karakteristik Kelas. Variabel karakteristik kelas antara lain: a. Besarnya (class size). Artinya, banyak sedikitnya jumlah peserta didik yang mengikuti proses pengajaran. b. Suasana belajar. Suasana belajar yang demokratis akan memberi peluang mencapai hasil belajar yang optimal, dibandingan dengan suasana yang kaku, disiplin yang ketat dengan otoritas penuh pada guru. 2005) Sabri, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching,( Jakarta :Quantum Teaching,

23 47 c. Fasilitas dan sumber belajar yang tersedia. Sering kita temukan dalam proses belajar di kelas bahwa guru sebagai sumber belajar satu-satunya. Padahal seharusnya peserta didik diberi kesempatan untuk berperan sebagai sumber belajar dalam proses belajar Karakteristik sekolah, karakteristik sekolah sangat berkaitan erat dengan disiplin (tata tertib) sekolah, media pembelajaran yang dimiliki, letak geografis sekolah, lingkungan sekolah, estetika dan etika dalam arti sekolah memberikan perasaan nyaman, kepuasan peserta didik, bersih, rapi dan memberikan inspirasi. Faktor-faktor tersebut merupakan komponen pendidikan yang satu diantara yang lain saling berhubungan dan menunjang, karena apabila salah satu diantara unsur tersebut tidak memenuhi standar kualitas pendidikan, maka kemungkinan besar kualitas pembelajaran tidak akan tercapai secara optimal. 3. Standar Pendidikan Berkualitas Standar proses pendidikan dapat diartikan sebagai suatu bentuk teknis yang merupakan acuan atau kriteria yang dibuat secara terencana atau didesain dalam pelaksanaan pembelajaran. 40 Standar proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Keterkaitan standar proses dengan standar lainnya, dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia 39 Ibid., hlm Mursyid. Standar Proses Pendidikan. standar-proses-pendidikan, dibuat pada tanggal 10 Agustus 2014.

24 48 No. 19 tahun 2005 tentang standar proses pendidikan nasional, dikatakan bahwa standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan diseluruh wilayah pendidikan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ada beberapa standar lainnya yang ditetapkan dalam standar nasional yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. 41 Dasar hukum yang mengatur standar proses pendidikan terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Komponen-komponen dalam proses pendidikan : a. Perencanaaan proses pembelajaran Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus sebagai pengembangan rencana proses pendidikan yang memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar. 41 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hlm 4.

25 49 b. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap pendidik berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, perkembangan fisik dan psikologis, serta lingkungan peserta didik.[ Pelaksanaan proses pembelajaran ini memenuhi syarat-syarat: 1. Rombongan belajar Jumlah maksimal peserta didik setiap rombongan belajar adalah: SD/MI : 28 peserta didik 4. Beban kerja minimal guru a. Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan. b. Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada di atas adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.

26 50 c. Buku teks pelajaran 1. Buku teks pelajaran yang akan digunakan oleh sekolah/madrasah dipilih melalui rapat guru dengan pertimbangan komite sekolah/madrasah dari buku -buku teks pelajaran yang ditetapkan oleh Menteri. 2. Buku teks peserta didik adalah 1 per mata pelajaran 3. Buku panduan yang digunakan guru, buku pengayaan, buku referensi dan sumber belajar lainnya 4. Guru membiasakan peserta didik menggunakan bukubuku dan sumber belajar lain yang ada di perpustakaan sekolah/madrasah. d. Pengelolaan kelas Pengelolaan kelas adalah usaha untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas sekondusif mungkin sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien demi tercapainya tujuan pembelajaran. 42 e. Penilaian hasil pembelajaran Penilaian dilakukan oleh pendidik terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar dan memperbaiki hasil belajar. 42 Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas dan Siswa, (Jakarta:Rajawali,1992), hlm 28.

27 51 1. Dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk: Mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, sebagai Bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan Memperbaiki proses pembelajaran. 2. Dilakukan secara: Konsisten, Sistematik, dan Terprogram 3. Menggunakan: tes dan non-tes bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja,pengukuran sikap, penilaian hasil karya (tugas, proyek dan/atau produk) portofolio, dan penilaian diri. f. Pengawasan proses pembelajaran Pengawasan proses pembelajaran meliputi: 1. Pemantauan : Pemantauan dilakukan dengan cara diskusi kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan, perekaman, wawancara, dan dokumentasi. Kegiatan pemantauan dilaksanakan oleh penyelenggara program pendidikan, dan/atau dinas Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan. 2. Supervisi: Supervisi pembelajaran diselenggarakan dengan cara pemberian contoh, diskusi, pelatihan, dan konsultasi. Kegiatan supervisi dilakukan oleh penyelenggara program pendidikan, dan/atau dinas Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.

28 52 3. Evaluasi: Evaluasi proses pembelajaran dilakukan untuk menentukan kualitas pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran. Evaluasi proses pembelajaran diselenggarakan dengan cara: a. Membandingkan proses pembelajaran yang dilaksanakan pendidik dengan standar proses pendidikan kesetaraan. b. Mengidentifikasi kinerja pendidik dalam proses pembelajaran sesuai dengan kompetensi peserta didik. 4. Pelaporan: Hasil kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasi proses pembelajaran dilaporkan kepada pemangku kepentingan. 5. Tindak lanjut: Penguatan dan penghargaan diberikan kepada pendidik yang telah memenuhi standar. Teguran yang bersifat mendidik diberikan kepada pendidik yang belum memenuhi standar. Pendidik diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan/penataran lebih lanjut Zainal Al Masri Makalah Standar Proses Pendidikan diakses 27 Agustus 2014.

BAB IV ANALISIS PERAN PAGUYUBAN ORANG TUA DALAM MENDUKUNG KUALITAS PROSES PEMBELAJARAN DI SD MUHAMMADIYAH 01 KANDANG PANJANG PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PERAN PAGUYUBAN ORANG TUA DALAM MENDUKUNG KUALITAS PROSES PEMBELAJARAN DI SD MUHAMMADIYAH 01 KANDANG PANJANG PEKALONGAN BAB IV ANALISIS PERAN PAGUYUBAN ORANG TUA DALAM MENDUKUNG KUALITAS PROSES PEMBELAJARAN DI SD MUHAMMADIYAH 01 KANDANG PANJANG PEKALONGAN A. Analisis Bentuk Kegiatan Paguyuban Orang Tua dalam Mendukung Kualitas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL Nomor 41 Tahun 2007 STANDAR PROSES

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL Nomor 41 Tahun 2007 STANDAR PROSES PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL Nomor 41 Tahun 2007 STANDAR PROSES adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi

Lebih terperinci

STANDAR PROSES. PERMENDIKNAS Nomor 41 Tahun 2007

STANDAR PROSES. PERMENDIKNAS Nomor 41 Tahun 2007 STANDAR PROSES PERMENDIKNAS Nomor 41 Tahun 2007 berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. adalah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR PROSES PENDIDIKAN KESETARAAN PROGRAM PAKET A, PROGRAM PAKET B, DAN PROGRAM PAKET C DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

SIGNIFIKANSI PERAN MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)

SIGNIFIKANSI PERAN MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) SIGNIFIKANSI PERAN MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) Al Darmono Jurusan Tarbiyah, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ngawi Abstrak Manajemen Berbasis Sekolah merupakan penyerasian

Lebih terperinci

Lamp 1. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

Lamp 1. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH 95 Lamp 1. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

STANDAR PROSES. PERMENDIKNAS Nomor 41 Tahun 2007

STANDAR PROSES. PERMENDIKNAS Nomor 41 Tahun 2007 STANDAR PROSES PERMENDIKNAS Nomor 41 Tahun 2007 berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan Undang- undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah membawa nuansa pembaharuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keinginan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Paradigma baru manajemen

BAB I PENDAHULUAN. keinginan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Paradigma baru manajemen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses reformasi yang sedang bergulir, membawa perubahan yang sangat mendasar pada tatanan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dikeluarkannya UU No 22 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

Lebih terperinci

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat Naskah Soal Ujian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Petunjuk: Naskah soal terdiri atas 7 halaman. Anda tidak diperkenankan membuka buku / catatan dan membawa kalkulator (karena soal yang diberikan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka pembaharuan sistem pendidikan nasional telah ditetapkan visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan nasional saat ini sedang mengalami berbagai perubahan yang cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bernama komite sekolah (SK Mendiknas Nomor 044/U/2002). karena pembentukan komite sekolah di berbagai satuan pendidikan atau

BAB I PENDAHULUAN. yang bernama komite sekolah (SK Mendiknas Nomor 044/U/2002). karena pembentukan komite sekolah di berbagai satuan pendidikan atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Komite sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada satu satuan pendidikan, baik jalur sekolah maupun di luar sekolah atau beberapa satuan pendididkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manfaat penelitian secara teoritik dan praktis, serta penegasan istilah.

BAB I PENDAHULUAN. manfaat penelitian secara teoritik dan praktis, serta penegasan istilah. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan secara detail latar belakang dan alasan pemilihan judul tesis, rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian secara teoritik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri.

I. PENDAHULUAN. dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia dan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses

Lebih terperinci

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH Manajerial Menyusun perencanaan untuk berbagai tingkatan perencanaan Memimpin dalam rangka pendayagunaan sumber daya secara optimal Menciptakan budaya dan iklim yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan global, Indonesia memerlukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan global, Indonesia memerlukan sumber daya manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era persaingan global, Indonesia memerlukan sumber daya manusia (SDM) yang cerdas, sehat, jujur, berakhlak mulia, berkarakter, dan memiliki kepedulian sosial

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Salah satu upaya untuk meningkatkan peluang berpartisipasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Salah satu upaya untuk meningkatkan peluang berpartisipasi tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan paradigma pemerintah dari sentralisasi ke desentralisasi telah membuka peluang masyarakat untuk meningkatkan peran sertanya dalam mengelola pendidikan.

Lebih terperinci

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Kepala Sekolah, UKKS

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Kepala Sekolah, UKKS Kisi-Kisi Uji Kompetensi Kepala Sekolah, UKKS Berikut Kisi-Kisi Uji Kompetensi Kepala Sekolah (UKKS) DIMENSI KOMPETENSI INDIKATOR Manajerial Menyusun perencanaan untuk berbagai tingkatan perencanaan Merumuskan

Lebih terperinci

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH Manajerial Menyusun perencanaan untuk berbagai tingkatan perencanaan Memimpin dalam rangka pendayagunaan sumber daya secara optimal Menciptakan budaya dan iklim yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran

Lebih terperinci

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masingmasing satuan pendidikan. Letak Kurikulum Tingkat Satuan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI STRATEGI MANAJEMEN HOLISTIK DALAM UPAYA PENCAPAIAN STANDAR PROSES PEMBELAJARAN

IMPLEMENTASI STRATEGI MANAJEMEN HOLISTIK DALAM UPAYA PENCAPAIAN STANDAR PROSES PEMBELAJARAN IMPLEMENTASI STRATEGI MANAJEMEN HOLISTIK DALAM UPAYA PENCAPAIAN STANDAR PROSES PEMBELAJARAN Biner Ambarita Abstrak Standar proses pembelajaran dapat terpenuhi jika sumber daya memenuhi tuntutan proses

Lebih terperinci

Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) muatan KTSP. Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 (delapan) muatan KTSP.

Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) muatan KTSP. Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 (delapan) muatan KTSP. I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) muatan KTSP. Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 (delapan) muatan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Dalam bab ini membahas hasil penelitian Peran dan Fungsi Komite Sekolah Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah (Studi Kasus di SMK Negeri 1 Terbanggi Besar

Lebih terperinci

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN Penulis : R. Rosnawati SMA/MA/SMA-LB/SMK

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN Penulis : R. Rosnawati SMA/MA/SMA-LB/SMK Kode: MODEL-MODEL PEMBELAJARAN Penulis : R. Rosnawati Jenjang Sekolah: T/P : 2/2 SMA/MA/SMA-LB/SMK I. Kompetensi 1. Memahami model kooperatif 2. Memahami model pembelajaran berbasis masalah 3. Memahami

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 09 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) komponen muatan KTSP.

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) komponen muatan KTSP. I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) komponen muatan KTSP. Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 (delapan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan terwujud dengan baik apabila didukung secara optimal oleh pola. upaya peningkatan pola manajerial sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. akan terwujud dengan baik apabila didukung secara optimal oleh pola. upaya peningkatan pola manajerial sekolah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia akan terwujud dengan baik

Lebih terperinci

STANDAR PROSES. PERMENDIKNAS Nomor 41 Tahun 2007

STANDAR PROSES. PERMENDIKNAS Nomor 41 Tahun 2007 STANDAR PROSES PERMENDIKNAS Nomor 41 Tahun 2007 THE STORY OF CHANGE When I was young I set out to change the world When I grew older I preceived that this was too ambitious So I set out to change my state

Lebih terperinci

PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH DASAR AL FALAAH SIMO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014

PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH DASAR AL FALAAH SIMO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014 PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH DASAR AL FALAAH SIMO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014 I T A S M U H A M M A D I V E R S U N I YA H S U R A K A R T A NASKAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Departemen Pendidikan Nasional RI, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. 1 Departemen Pendidikan Nasional RI, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus-kasus pembelajaran di kelas mata pelajaran Agama Islam lebih dekat dengan pembentukan perilaku daripada pengetahuan. Seorang muslim tidak dilihat dari ilmunya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perhatian anak didik agar terpusat pada yang akan dipelajari. Sedangkan menutup

II. TINJAUAN PUSTAKA. perhatian anak didik agar terpusat pada yang akan dipelajari. Sedangkan menutup II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Membuka Dan Menutup Pelajaran Guru sangat memerlukan keterampilan membuka dan menutup pelajaran. Keterampilan membuka adalah perbuatan guru untuk menciptakan sikap mental

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritis 1. Tinjauan Tentang Kualitas Pendidikan Setiap negara diseluruh dunia begitu menekankan pentingnya kualitas pendidikan. Salah satu langkah konkret untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH PADA ERA GLOBALISASI. Paningkat Siburian. Abstrak

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH PADA ERA GLOBALISASI. Paningkat Siburian. Abstrak 30 PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH PADA ERA GLOBALISASI Paningkat Siburian Abstrak Manajemen Berbasis Sekolah adalah suatu model pengelolaan sekolah yang memberdayakan semua pihak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

MENGENAL KOMITE SEKOLAH DAN PERANANNYA DALAM PENDIDIKAN

MENGENAL KOMITE SEKOLAH DAN PERANANNYA DALAM PENDIDIKAN Mengenal Komite Sekolah dan Peranannya dalam Pendidikan {133 MENGENAL KOMITE SEKOLAH DAN PERANANNYA DALAM PENDIDIKAN Rahmat Saputra Tenaga pengajar STAI Teungku Dirundeng Meulaboh Abstract The school committee

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KOMITE SEKOLAH WALIKOTA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KOMITE SEKOLAH WALIKOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KOMITE SEKOLAH WALIKOTA YOGYAKARTA Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam upaya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan sekaligus membuka peluang-peluang baru bagi pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pentingnya peningkatan kualitas pendidikan sebagai prasyarat mempercepat terwujudnya suatu masyarakat yang demokratis, pendidikan yang berkualitas tidak hanya

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN TEORI HASIL PENELITIAN. 1. Indikator dan tujuan rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis

BAB V PEMBAHASAN DAN TEORI HASIL PENELITIAN. 1. Indikator dan tujuan rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis 67 BAB V PEMBAHASAN DAN TEORI HASIL PENELITIAN A. Pembahasan 1. Indikator dan tujuan rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis karakter di SMP Muhammadiyah 3 Ampel Boyolali Perencanaan adalah proses dasar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 29 B. TUJUAN 29 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 29 D. UNSUR YANG TERLIBAT 30 E. REFERENSI 30 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 30

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 29 B. TUJUAN 29 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 29 D. UNSUR YANG TERLIBAT 30 E. REFERENSI 30 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 30 DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 29 B. TUJUAN 29 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 29 D. UNSUR YANG TERLIBAT 30 E. REFERENSI 30 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 30 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 34 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TERNATE NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN DAERAH KOTA TERNATE NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN DAERAH KOTA TERNATE NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA TERNATE, Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkan

Lebih terperinci

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2013 PENDIDIKAN. Standar Nasional Pendidikan. Warga Negara. Masyarakat. Pemerintah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) PADA SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO,

Lebih terperinci

PERAN SERTA MASYARAKAT/ STAKE HOLDERS DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF

PERAN SERTA MASYARAKAT/ STAKE HOLDERS DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF PERAN SERTA MASYARAKAT/ STAKE HOLDERS DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF Oleh: Ahmad Nawawi JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FIP UPI BANDUNG 2010 Latar Belakang l Lahirnya pendidikan inklusif sejalan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata dari rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah rendahnya perolehan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PENGURUS KOMITE SLTP NEGERI 6 SRAGEN Nomer : 01 / Komite / SLTP N 6 / 2003 Tentang Anggaran Dasar Komite Sekolah SLTP Negeri 6 Sragen

KEPUTUSAN PENGURUS KOMITE SLTP NEGERI 6 SRAGEN Nomer : 01 / Komite / SLTP N 6 / 2003 Tentang Anggaran Dasar Komite Sekolah SLTP Negeri 6 Sragen PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN DINAS PENDIDIKAN SLTP NEGERI 6 SRAGEN Jl. Mayor Suharto No. 1 Telp. (0271) 891913 SRAGEN 57213 KEPUTUSAN PENGURUS KOMITE SLTP NEGERI 6 SRAGEN Nomer : 01 / Komite / SLTP N 6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Muhammad Khoerudin, 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Muhammad Khoerudin, 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu usaha menciptakan manusia yang mampu berinovasi dengan mengembangkan potensi dalam dirinya. Selain itu, pendidikan juga meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, Hlm E. Mulyasa, Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013, Remaja Rosdakarya,

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, Hlm E. Mulyasa, Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013, Remaja Rosdakarya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam konteks nasional, kebijakan perubahan kurikulum merupakan politik pendidikan yang berkaitan dengan kepentingan berbagai pihak, bahkan dalam pelaksanaannya seringkali

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : bahwa dalam mewujudkan masyarakat Bantul

Lebih terperinci

Penerapan MBS, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan dalam Konteks

Penerapan MBS, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan dalam Konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber. Pada kenyataannya, pendidikan bukanlah suatu upaya yang sederhana, melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pendidikan berkaitan erat dengan proses pendidikan. Tanpa proses pelayanan pendidikan yang bermutu tidak mungkin diperoleh produk layanan yang bermutu. Banyak

Lebih terperinci

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 muatan KTSP Melaksanakan kurikulum berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agar dapat menemukan pendidikan yang bermutu dan dapat meningkatkan. dalam seluruh aktifitas bidang-bidang tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Agar dapat menemukan pendidikan yang bermutu dan dapat meningkatkan. dalam seluruh aktifitas bidang-bidang tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan fondasi yang sangat penting dan esensial bagi keunggulan suatu bangsa. Pendidikan tidak akan pernah habis untuk diperbincangkan oleh siapapun terutama

Lebih terperinci

Sosiologi. Kelompok & Organisasi Sosial MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 07

Sosiologi. Kelompok & Organisasi Sosial MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 07 MODUL PERKULIAHAN Kelompok & Organisasi Sosial Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 07 MK61004 Nurwidiana, SKM MPH Abstract Mata kuliah ini merupakan pengantar bagi

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. tersebut akan disajikan secara rinci sebagai berikut: 1. Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pertimbangan (Advisory Agency)

BAB VI PENUTUP. tersebut akan disajikan secara rinci sebagai berikut: 1. Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pertimbangan (Advisory Agency) BAB VI PENUTUP Bagian ini merupakan bagian terakhir dari bagian isi tesis. Pada bagian ini memuat tiga sub bab, yaitu: kesimpulan, implikasi, dan saran. Ketiga sub bab tersebut akan disajikan secara rinci

Lebih terperinci

SILABUS DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (Berdasarkan Permendiknas 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses)

SILABUS DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (Berdasarkan Permendiknas 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses) SILABUS DAN (Berdasarkan Permendiknas 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses) Disunting dan dikembangkan oleh Pirdaus Widyaiswara LPMP Sumsel Perencanaan Proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana

Lebih terperinci

BAB II KEPALA MADRASAH DAN KINERJA GURU. madrasah. Kata kepala dapat diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu

BAB II KEPALA MADRASAH DAN KINERJA GURU. madrasah. Kata kepala dapat diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu BAB II KEPALA MADRASAH DAN KINERJA GURU A. Pengertian dan tugas-tugas Kepala Madrasah 1. Pengertian kepala madrasah Kata kepala madrasah berasal dari dua kata yaitu kepala dan madrasah. Kata kepala dapat

Lebih terperinci

BAB III STANDAR PROSES

BAB III STANDAR PROSES BAB III STANDAR PROSES Bagian Kesatu Sistem Pembelajaran Pasal 11 (1) Proses pembelajaran pada Universitas Muhammadiyah Sidoarjo diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 044/U/2002 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 044/U/2002 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 044/U/2002 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL Menimbang : 1. bahwa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan

Lebih terperinci

SOSIALISASI DAN PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 / 34

SOSIALISASI DAN PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 / 34 HALAMAN 1 / 34 1 2 3 4 5 Pengertian Landasan Prinsip Pengembangan Unit Waktu Pengembangan g Silabus 6 7 8 9 Komponen Silabus Mekanisme Pengembangan Silabus Langkah Pengembangan Silabus Contoh Model HALAMAN

Lebih terperinci

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 muatan KTSP Melaksanakan kurikulum berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan peningkatan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 berdampak ke hampir seluruh aspek kehidupan bangsa. Salah satu dampak dari adanya reformasi adalah perubahan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PARTISIPASI MASYARAKAT

MANAJEMEN PARTISIPASI MASYARAKAT MANAJEMEN PARTISIPASI MASYARAKAT TITIK TOLAK: MPMBS DIPERLUKAN KEMANDIRIAN DAN KREATIVITAS SEKOLAH DALAM MENGGALI SUMBER DAYA MASYARAKAT TENAGA, PIKIRAN, UANG, SARANA PRASARANA PENDIDIKAN PARTISIPASI MASYARAKAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN UNTUK RAKYAT

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN UNTUK RAKYAT GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN UNTUK RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

MEMBERDAYAKAN KOMITE SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU LAYANAN PENDIDIKAN. Oleh : Alpres Tjuana, S.Pd., M.Pd

MEMBERDAYAKAN KOMITE SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU LAYANAN PENDIDIKAN. Oleh : Alpres Tjuana, S.Pd., M.Pd MEMBERDAYAKAN KOMITE SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU LAYANAN PENDIDIKAN Oleh : Alpres Tjuana, S.Pd., M.Pd Pendahuluan Govinda (2000) dalam laporan penelitiannya School Autonomy and Efficiency Some Critical

Lebih terperinci

SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2009 TANGGAL 4 MARET 2009

SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2009 TANGGAL 4 MARET 2009 SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2009 TANGGAL 4 MARET 2009 INSTRUMEN AKREDITASI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH (SMP/MTs) 1. Periksalah kelengkapan Perangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (SDM). Oleh karenanya, mengingat begitu pentingnya peran pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. (SDM). Oleh karenanya, mengingat begitu pentingnya peran pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Oleh karenanya,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 10 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 10 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 10 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERAN MASYARAKAT DALAM BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ciputat Press, 2005), h Syafaruddin, dkk, Manajemen Pembelajaran, Cet.1 (Jakarta: Quantum Teaching, PT.

BAB I PENDAHULUAN. Ciputat Press, 2005), h Syafaruddin, dkk, Manajemen Pembelajaran, Cet.1 (Jakarta: Quantum Teaching, PT. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Madrasah atau sekolah merupakan sebagai salah satu wahana transformasi sosial budaya dalam lingkungan masyarakat yang eksistensinya tak dapat dipungkiri lagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, yang secara umum bertumpu pada dua paradigma baru yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, yang secara umum bertumpu pada dua paradigma baru yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi bidang politik di Indonesia pada penghujung abad ke 20 M telah membawa perubahan besar pada kebijakan pengembangan sektor pendidikan, yang secara umum bertumpu

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 3 PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PROSES PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN SMA NEGERI 10 SAMARINDA TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PROSES PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN SMA NEGERI 10 SAMARINDA TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PROSES PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN SMA NEGERI 10 SAMARINDA TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017 Berdasarkan : Permendikbud no. 22/2016 Tentang Standar Proses endidikan Dasar &

Lebih terperinci

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN. Achmad Samsudin, M.Pd. Jurdik Fisika FPMIPA UPI

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN. Achmad Samsudin, M.Pd. Jurdik Fisika FPMIPA UPI STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Achmad Samsudin, M.Pd. Jurdik Fisika FPMIPA UPI Latar Belakang Standar Nasional Pendidikan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (Pasal 35, 36, 37, 42, 43, 59, 60,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang pendidikan akan selalu muncul dan orangpun tak akan berhenti untuk

BAB I PENDAHULUAN. tentang pendidikan akan selalu muncul dan orangpun tak akan berhenti untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama pendidikan masih ada, maka selama itu pula masalah-masalah tentang pendidikan akan selalu muncul dan orangpun tak akan berhenti untuk membicarakan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah,perguruan,lembaga diklat, dalam masyarakat serta berbagai satuan lingku

BAB I PENDAHULUAN. sekolah,perguruan,lembaga diklat, dalam masyarakat serta berbagai satuan lingku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum pendidikan berkenaan dengan peningkatan kualitas manusia, pengembangan potensi, kecakapan dan karakteristik generasi muda kearah yang diharapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik agar. demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik agar. demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian

Lebih terperinci

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG KRITERIA DAN PERANGKAT AKREDITASI SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH B2-2

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH B2-2 MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH FA Book 2 2.indd 1 10/26/10 1:59:35 PM FA Book 2 2.indd 2 10/26/10 1:59:35 PM DAFTAR ISI A. Alasan Perlunya Manajemen 03 Berbasis Sekolah B. Pilar MBS 04 C. Landasan Hukum 06

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU TENAGA PENDIDIK DI SDI HIDAYATULLAH SEMARANG

BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU TENAGA PENDIDIK DI SDI HIDAYATULLAH SEMARANG BAB IV ANALISIS MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU TENAGA PENDIDIK DI SDI HIDAYATULLAH SEMARANG Sebagaimana yang telah tercantum dalam Bab I bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kondisi

Lebih terperinci

Manajemen Mutu Pendidikan

Manajemen Mutu Pendidikan Manajemen Mutu Pendidikan Pengertian Mutu Kata Mutu berasal dari bahasa inggris, Quality yang berarti kualitas. Dengan hal ini, mutu berarti merupakan sebuah hal yang berhubungan dengan gairah dan harga

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa pendidikan harus mampu menjawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini pembelajaran di sekolah harus bervariasi agar bisa menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dimana siswa dapat tertarik pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya pendidikan tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya pendidikan tergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu aspek yang berperan penting dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan tuntutan zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya

Lebih terperinci

(Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG

(Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG (Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG UPT SANGGAR KEGIATAN BELAJAR (SKB) KABUPATEN BANDUNG 2017 DESAIN PEMBELAJARAN Oleh: Yaya Sukarya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

BAB I PENDAHULUAN. diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pendidikan adalah interaksi antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung pada lingkungan tertentu. 1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengutamakan perluasan pengetahuan. Diharapkan pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang mengutamakan perluasan pengetahuan. Diharapkan pendidikan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan penyempurnaan pendidikan di Indonesia terus diupayakan. Pendidikan pada umumnya merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai ikhtisar yang memberikan fakta tentang hal-hal khusus. Sedangkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai ikhtisar yang memberikan fakta tentang hal-hal khusus. Sedangkan 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Profil Guru Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:1386), profil didefinisikan sebagai ikhtisar yang memberikan fakta tentang hal-hal khusus. Sedangkan guru adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, serta efisiensi manajemen pendidikan dalam menghadapi tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, serta efisiensi manajemen pendidikan dalam menghadapi tuntutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pendidikan nasional Indonesia dimaksudkan untuk menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan, serta efisiensi manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, sekolah, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, sekolah, masyarakat, orang tua dan stake holder yang lain. Pemerintah telah memberikan otonomi

Lebih terperinci