BAB II TINJUAN PUSTAKA. mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, laporan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJUAN PUSTAKA. mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, laporan"

Transkripsi

1 BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Kinerja Manajerial Kinerja manajerial merupakan hasil dari aktivitas manajerial yang efektif mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, laporan pertanggungjawaban, pembinaan, dan pengawasan (Rubins, 1987). Sehingga dapat dikatakan bahwa kinerja manajerial merupakan seberapa jauh manajer melaksanakan fungsi-fungsi manajemen. Kinerja Pemerintah Daerah adalah sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian hal pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan Pemerintah Daerah dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi daerah seperti yang tertuang dalam dokumen perencanaan daerah. Oleh karena itu, sebagai pertanggungjawaban kepada publik, kinerja Pemerintah Daerah harus diinformasikan kepada masyarakat dan para pemangku kepentingan mengenai tingkatan pencapaian hasil, dikaitkan dengan misi dan visi organisasi, serta dampak positif dan negatif kebijakan operasional yang telah diambil. Vroom dalam As'ad (1991) menyebutkan tingkat sejauh mana keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya disebut tingkat kinerja (level of performance). Biasanya orang yang level of performance-nya tinggi disebut sebagai orang yang produktif, dan sebaliknya orang yang levelnya tidak mencapai standar dikatakan sebagai tidak produktif atau ber-performance rendah. Pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk

2 membantu manajer publik atau pimpinan perangkat daerah dalam menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Pada dasarnya variabel kinerja manajerial diukur dengan menggunakan instrumen self rating yang dikembangkan pertamakali oleh Mahoney (1963) dalam Alfar (2006), di mana setiap responden diminta untuk mengukur kinerja sendiri ke dalam delapan dimensi, yaitu perencanaan, investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pemilihan staf, negosiasi, dan perwakilan, serta satu dimensi pengukuran kinerja seorang kepala dinas, kepala bagian dan kepala bidang secara keseluruhan. Kinerja manajerial ini diukur dengan mempergunakan indikator (Mahoney et.al, 1963): 1. Perencanaan adalah penentuan kebijakan dan sekumpulan kegiatan untuk selanjutnya dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi waktu sekarang dan yang akan datang. Perencanaan bertujuan untuk memberikan pedoman dan tata cara pelaksanaan tujuan, kebijakan, prosedur, penganggaran dan program kerja sehingga terlaksana sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan. 2. Investigasi merupakan kegiatan untuk melakukan pemeriksaan melalui pengumpulan dan penyampaian informasi sebagai bahan pencatatan, pembuatan laporan, sehingga mempermudah dilaksanakannya pengukuran hasil dan analisis terhadap pekerjaan yang telah dilakukan. Pengkoordinasian merupakan proses jalinan kerjasama dengan bagian-bagian lain dalam organisasi melalui tukar-menukar informasi yang dikaitkan dengan penyesuaian program-program kerja.

3 3. Koordinasi, menyelaraskan tindakan yang meliputi pertukaran informasi dengan orang-orang dalam unit organisasi lainya, guna dapat berhubungan dan menyesuaikan program yang akan dijalankan. 4. Evaluasi adalah penilaian yang dilakukan oleh pimpinan terhadap rencana yang telah dibuat, dan ditujukan untuk menilai pegawai dan catatan hasil kerja sehingga dari hasil penilaian tersebut dapat diambil keputusan yang diperlukan. 5. Supervisi, yaitu penilaian atas usulan kinerja yang diamati dan dilaporkan. 6. Staffing, yaitu memelihara dan mempertahankan bawahan dalam suatu unit kerja, menyeleksi pekerjaan baru, menempatkan dan mempromosikan pekerjaan tersebut dalam unitnya atau unit kerja lainnya. 7. Negoisasi, yaitu usaha untuk memperoleh kesepakatan dalam hal pembelian, penjualan atau kontrak untuk barang-barang dan jasa. 8. Representasi, yaitu menyampaikan informasi tentang visi, misi, dan kegiatankegiatan organisasi dengan menghadiri pertemuan kelompok bisnis dan konsultasi dengan kantor-kantor lain. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai pengendalian organisasi karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system). Schiff dan Lewin (1970) mengemukakan bahwa anggaran yang telah disusun memiliki peranan sebagai perencanaan dan sebagai kriteria kinerja, yaitu anggaran digunakan sebagai sistem pengendalian untuk mengukur kinerja manajerial. Argyris (1952) menyatakan bahwa kunci dari kinerja yang efektif adalah apabila tujuan dari

4 anggaran tercapai dan partisipasi dari bawahan memegang peranan penting dalam mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, menurut Rubins (1987) terdapat lima manfaat adanya pengukuran/penilaian kinerja yaitu: a. Peningkatan kinerja meningkatkan mutu pengambilan keputusan. Seringkali keputusan yang diambil pemerintah dilakukan dalam keterbatasan data dan berbagai pertimbangan politik serta tekanan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Proses pengembangan pengukuran kinerja ini akan memungkinkan pemerintah untuk menentukan misi dan menetapkan tujuan pencapaian hasil tertentu. Di samping itu dapat juga dipilih metode pengukuran kinerja untuk melihat kesuksesan program yang ada. Di sisi lain, adanya pengukuran kinerja membuat pihak legislatif dapat memfokuskan perhatian pada hasil yang didapat, memberikan evaluasi yang benar tehadap pelaksanaan anggaran serta melakukan diskusi mengenai usulan-usulan program baru. b. Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas internal. Dengan adanya pengukuran kinerja ini, secara otomatis akan tercipta akuntabilitas di seluruh lini pemerintahan, dari lini terbawah sampai teratas. Lini teratas pun kemudian akan bertanggung jawab kepada pihak legislatif. Dalam hal ini disarankan pemakaian sistem pengukuran standar seperti halnya management by objectives untuk pengukuran outputs dan outcomes. c. Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas publik. Meskipun bagi sebagian pihak, pelaporan evaluasi kinerja pemerintah kepada masyarakat dirasakan cukup menakutkan, namun publikasi laporan ini sangat

5 penting dalam keberhasilan sistem pengukuran kinerja yang baik. Keterlibatan masyarakat terhadap pengambilan kebijakan pemerintah menjadi semakin besar dan kualitas hasil suatu program juga semakin diperhatikan. d. Pengukuran kinerja mendukung perencanaan strategi dan penetapan tujuan. Proses perencanaan strategi dan tujuan akan kurang berarti tanpa adanya kemampuan untuk mengukur kinerja dan kemajuan suatu program. Tanpa ukuran-ukuran ini, kesuksesan suatu program juga tidak pernah akan dinilai dengan obyektif. e. Pengukuran kinerja memungkinkan suatu entitas untuk menentukan penggunaan sumber daya secara efektif. Masyarakat semakin kritis untuk menilai program-program pokok pemerintah sehubungan dengan meningkatnya pajak yang dikenakan kepada mereka. Evaluasi yang dilakukan cenderung mengarah kepada penilaian apakah pemerintah memang dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Dalam hal ini pemerintah juga mempunyai kesempatan untuk menyerahkan sebagian pelayanan publik kepada sektor swasta dengan tetap bertujuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik Karateristik Tujuan Anggaran Proses anggaran seharusnya diawali dengan penetapan tujuan, target dan kebijakan. Kesamaan persepsi antar berbagai pihak tentang apa yang akan dicapai dan keterkaitan tujuan dengan berbagai program yang akan dilakukan, sangat krusial bagi kesuksesan anggaran. Di tahap ini, proses distribusi sumber daya

6 mulai dilakukan. Pencapaian konsensus alokasi sumber daya menjadi pintu pembuka bagi pelaksanaan anggaran. Proses panjang dari penentuan tujuan ke pelaksanaan anggaran seringkali melewati tahap yang melelahkan, sehingga perhatian terhadap tahap penilaian dan evaluasi sering diabaikan. Kondisi inilah yang nampaknya secara praktis sering terjadi. Sesuai dengan amanat UU RI No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dijelaskan bahwa anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen dan kebijakan ekonomi. Sebagai kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar Sehubungan dengan itu, dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa belanja negara/belanja daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja. Hal tersebut bahwa setiap pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD Ketidakpastian Lingkungan Menurut Robbins (1996) lingkungan organisasi secara umum dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar batas-batas organisasi. Lingkungan organisasi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu lingkungan umum dan lingkungan khusus (Robbins, 1996). Lingkungan umum meliputi kondisi yang mungkin memiliki dampak terhadap organisasi namum relevansinya tidak

7 dapat diketahui secara jelas. Lingkungan khusus merupakan lingkungan organisasi yang secara langsung relevan bagi organisasi dalam mencapai tujuan. Lingkungan khusus ini merupakan pusat perhatian manajemen karena tediri dari konstituen kritis yang secara langsung baik positif maupun negatif mempengaruhi efektif atau tidak efektifnya operasional organisasi. Secara spesifik yang termasuk lingkungan khusus adalah pelanggan, suplier, perusahaan pesaing, serikat buruh, asosiasi perdagangan dan kelompok-kelompok berpengaruh di masyarakat. Terdapat tiga dimensi untuk menjelaskan kondisi lingkungan organisasi, yaitu kapasitas (capacity), volatilitas (volatility), kompleksitas (complexity) (Dess dan Beard, 1984). Dimensi kapasitas lingkungan memberikan presepsi seberapa besar tingkat sumber daya yang tersedia dalam lingkungan organisasi yang dapat mendukung pertumbuhan organisasi. Lingkungan dengan sumber daya yang kaya dapat mendukung organisasi ketika terjadi kelangkaan relatif. Dimensi volatilitas memberikan presepsi pada ketidakstabilan lingkungan yang dihadapi organisasi. Oleh karena itu dari sifat lingkungan yang mempengaruhi kondisi perusahaan terdiri dari dua yaitu: 1) Lingkungan dengan tingkat perubahan yang tidak dapat diprediksi dikelompokkan ke dalam lingkungan yang dinamis, sedangkan 2) lingkungan yang tingkat perubahan dapat diprediksi dikelompokkan ke dalam lingkungan yang stabil. Kompleksitas (complexity) merujuk kepada tingkat heterogenitas dan konsentrasi antara elemen lingkungan. Lingkungan yang sederhana adalah homogen dan terkonsentrasi, sebaliknya lingkungan dengan heterogenitas yang tinggi adalah komplek, hal ini dapat dilihat antara lain dari banyaknya jumlah pesaing. Menurut Robins (1996) bahwa organisasi yang beroperasi dalam lingkungan yang mempunyai kelangkaan sumber daya, dinamis

8 dan kompleks menghadapi tingkat ketidakpastian lingkungan yang tinggi. Dengan demikian organisasi yang beroperasi dalam lingkungan yang mempunyai ciri kelangkaan sumber daya, dinamis dan komplek akan menghadapi ketidakpastian lingkungan yang paling tinggi. Setiap organisasi memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai kondisi lingkungannya. Beberapa organisasi yang berada pada domain lingkungan yang sama dapat memiliki kesimpulan yang berbeda mengenai kondisi ketidakpastian lingkungannya. Hal ini disebabkan penilaian ketidakpastian lingkungan tergantung pada presepsi dan kemampuan masing-masing manajemen dalam memprediksi kondisi dimasa mendatang. Semakin mampu manajemen untuk mempredikasi kondisi di masa mendatang maka semakin kecil persepsi manajemen mengenai ketidakpastian lingkungan. Duncan (1973) mendefinisikan ketidakpastian lingkunan sebagai (1) ketiadaan informasi tentang faktor-faktor lingkungan yang berhubungan dengan situasi pengambilan keputusan; (2) tidak diketahuinya outcome dari keputusan tertentu tentang seberapa besar kerusakan yang menimbulkan kerugian jika keputusan yang diambil ternyata salah; (3) ketidakmampuan untuk menilai kemungkinan pada berbagai tingkat keyakinan tentang bagaimana faktor-faktor lingkungan dapat mempengaruhi berhasil atau gagalnya suatu keputusan. Miliken (1987) menyatakan bahwa ketidakpastian sebagai rasa ketidakmampuan individu dalam memprediksi sesuatu secara tepat dan persepsi ketidakpastian lingkungan didefinisikan sebagai persepsi individual atas ketidakpastian yang berasal dari lingkugan organisasi (Gregson et al, 1994) dalam Mardiayah dan Gudono (2001). Situasi ketidakpastian akan berdampak pada perencanaan yang disusun. Oleh

9 karena itu dalam kondisi ketidakpastian yang tinggi informasi merupakan komoditi yang sangat berguna dalam proses perencanaan dan pengendalian suatu organisasi Kejelasan sasaran anggaran Sebuah sasaran anggaran tidak hanya rencana keuangan yang menetapkan biaya dan tujuan pendapatan untuk pusat tanggung jawab dalam bisnis perusahaan, tetapi juga perangkat untuk pengendalian (control), kerja sama yang terpadu, komunikasi, evaluasi kinerja, dan motivasi, Pengetahuan tentang tujuan dianggarkan (feedforward) dan informasi tentang sejauh mana tujuan-tujuan telah dicapai (feedback) memberikan dasar bagi para manajer untuk mengukur efisiensi, lalu mengidentifikasi masalah, dan mengendalikan biaya. Demikan juga halnya dalam koordinasi berbagai kegiatan fungsional perusahaan (penjualan, produksi, pembelian, arus kas, dll) juga dicapai melalui proses persiapan anggaran dan aplikasi. Kejelasan sasaran anggaran yang baik dapat mengkomunikasikan tujuan yang dianggarkan ke level bawah dalam suatu organisasi dengan memberi informasi kepada anggota manajemen yang lebih rendah mengenai tugas dan keahlian manajemen tingkat atas, sebaliknya, manajemen atas belajar tentang prestasi dan masalah manajemen yang lebih rendah melalui laporan atas pekerjaan yang telah dilakukan dengan membandingkan tujuan dianggarkan dengan kinerja yang sebenarnya. Selain itu, informasi anggaran membantu manajemen tingkat atas untuk mengevaluasi kinerja manajer tingkat bawah dan mendistribusikan reward and punishment. Dalam konteks ini, anggaran merupakan bagian penting dari sistem motivasi organisasi yang dirancang untuk meningkatkan sikap dan kinerja manajerial.

10 Kejelasan sasaran anggaran menunjukkan luasnya tujuan anggaran yang dinyatakan secara spesifik dan jelas, dan dimengerti oleh siapa saja yang bertanggung jawab. Kenis (1979) menemukan bahwa manajer memberi reaksi positif dan secara relatif sangat kuat untuk meningkatkan kejelasan sasaran anggaran. Manajemen tingkat atas dapat meningkatkan kepuasan kerja, menurunkan ketegangan kerja, dan memperbaiki anggaran yang dihubungkan dengan sikap, kinerja anggaran, dan efisiensi biaya manajer tingkat bawah secara signifikan meningkatkan kejelasan dan ketegasan sasaran anggaran mereka. Munawar et.al (2006) dalam penelitiannya menemukan bahwa aparat pemerintah daerah Kabupaten Kupang dapat mengetahui hasil usahanya melalui evaluasi yang dilakukan secara efektif untuk mengetahui kejelasan tujuan anggaran dibuatnya dan mereka merasa puas bahwa anggaran yang dibuatnya adalah bermanfaat bagi kepentingan masyarakat. Sasaran anggaran mempunyai range dari "sangat longgar dan mudah dicapai" sampai "sangat ketat dan tidak dapat dicapai". Sasaran yang mudah dicapai gagal untuk memberikan suatu tantangan untuk partisipan, dan memiliki sedikit pengaruh motivasi. Sasaran yang sangat ketat dan tidak dapat dicapai, mengarahkan pada perasaan gagal, frustrasi, tingkat aspirasi yang rendah, dan tujuan partisipan. Menurut Kenis (1979) bahwa manajer yang memiliki sasaran anggaran yang "terlalu ketat" secara signifikan memiliki ketegangan kerja tinggi dan motivasi kerja rendah, kinerja anggaran, dan efisiensi biaya dibandingkan untuk anggaran memiliki tujuan anggaran "tepat" atau "ketat tetapi dapat dicapai". Hal ini mengindikasikan bahwa "ketatnya sasaran anggara tetapi dapat dicapai" adalah tingkat untuk kesulitan tujuan anggaran.

11 Keadilan Prosedural Keadilan prosedural (procedural justice) didefinisikan oleh Lau dan Lim (2002) adalah keadilan yang dirasakan dari sarana yang digunakan dalam menentukan jumlah imbalan karyawan. Timbulnya kondisi ini didalam perusahaan dikarenakan karyawan membuat perbandingan dari masukan-masukan pekerjaan mereka (sebagai contoh, usaha, pengalaman, pendidikan, kompentensi) dan hasil-hasil pekerjaaan mereka (sebagai contoh, tingkat imbalan kerja, kenaikan pangkat, pengakuan) yang relatif dengan masukan dan hasil individu lain. Lebih lanjutnya keadilan ini dirasakan dengan menghubungkan apa yang karyawan dapat dari situasi pekerjaan (hasil-hasil) dengan apa yang telah karyawan berikan kepada perusahaan (Robin dan Judge, 2008). Karyawan pada umumnya akan membandingkan dirinya dengan karyawan lain sehingga secara persepsi dalam pemikirannya timbullah suatu rasio hasil dan masukan yang telah dicapai dengan membandingkannya rasio hasil dan masukan karyawan (individu) yang lain. Bila karyawan merasa rasionya sama dengan rasio individu lain yang relevan dengan siapa karyawan tersebut membandingkannya dapat dikatakan ada suatu keadaan adil. Ketika karyawan menganggap dirinya diberi penghargaan yang lebih rendah maka timbulah ketegangan yang menimbulkan kemarahan. Selanjutnya seandainya karyawan menganggap dirinya diberi penghargaan yang lebih tinggi maka timbulah rasa bersalah pada dirinya. Menurut Robin dan Judge (2008) ada empat perbandingan rujukan yang bisa digunakan oleh seorang karyawan yaitu:

12 1. Merujuk pada pengalaman dirinya didalam organisasi berdasarkan pengalaman-pengalaman seorang karyawan dalam posisi yang berbeda di dalam organisasi tersebut pada saat ini. 2. Merujuk pada pengalaman dirinya diluar organisasi berdasarkan pengalamanpengalaman seorang karyawan dalam posisi atau situasi di luar organisasi karyawan tersebut pada saat ini. 3. Merujuk pada individu lain di dalam organisasi dengan membandingkan dirinya dengan individu atau kelompok individu lain di dalam organisasi karyawan tersebut. 4. Merujuk pada individu lain di luar organisasi dengan membandingkan individu atau kelompok individu lain di luar organisasi karyawan tersebut. Pada awalnya penelitian mengenai keadilan prosedural digunakan dalam penyelesaian sengketa dalam hukum di pengadilan. Berdasarkan penelitian tersebut, Thilbaut dan Walker (1978) dalam Lau dan Lim (2002) menghasilkan sebuah teori yang menyarankan bahwa suatu sengketa yang melibatkan konflik kepentingan yang kuat harus menggunakan prosedur yang sesuai dengan definisi masyarakat tentang keadilan dan bukan menggunakan objektif tentang keadilan. Teori ini dikembangkan oleh Leventhal et. al (1980) yang menyarankan bahwa ada standar lain dari keadilan selain dari hasil yang dicapai dari proses tersebut yaitu konsistensi, penindasan bias, keakuratan informasi, etika, pembenaran, dan keterwakilan. Konsistensi mengacu pada konsistensi dalam penerapan prosedur seluruh orang dan sepanjang waktu. Penindasan bias mengacu pada penekanan keyakinan sebelumnya dan doktrin dalam penerapan prosedur. Keakuratan informasi menunjukkan bahwa prosedur harus mengarah pada keputusan yang

13 didasarkan pada informasi yang akurat. Pembenaran berarti bahwa ada jalan untuk memperbaiki keputusan yang buruk. Ektika menunjukkan bahwa prosedur harus sesuai dengan beberapa standar etika dan moralitas. Dan terakhir adalah moralitas yang menunjukkan bahwa kepentingan sub kelompok harus dipertimbangkan. Teori Leventhal et.al (1980) tidak membatasi keadilan prosedural dengan hanya melihat faktor partisipasi dan hasilnya, karena partispasi hanya satu dari berbagai faktor organisasi yang dapat mempengaruhi persepsi keadilan prosedural karyawan tingkat bawah tetapi masih banyak keadilan prosedural lainnya yang mempengaruhi hasil terutama kinerja manajemen Pengawasan Anggaran Pengawasan Anggaran (budgetary control) adalah yaitu penilaian suatu rencana anggaran keuangan (rencana kerja) dibandingkan dengan pelaksanaannya, dan berdasarkan penilaian tersebut, diperoleh kesimpulan, yaitu rencana anggaran telah atau belum dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Konsep dasar pengawasan anggaran bertujuan untuk mengukur, membandingkan, menilai alokasi biaya dan tingkat penggunaannya. Dengan kata lain, pengawasan anggaran diharapkan dapat mengetahui sampai dimana tingkat efektivitas dan efesiensi dari penggunaan sumber-sumber dana yang tersedia. Pertanyaan pokok yang berkaitan dengan pengawasan anggaran adalah seberapa besar tingkat kesesuaian antara biaya yang dialokasikan untuk setiap komponen dalam anggaran dengan realisasi anggaran. Apabila terdapat ketidaksesuaian antara rencana dengan realisasinya, maka perlu diambil tindakan-tindakan perbaikan. Secara umum sistem pengawasan harus berorientasi pada hal-hal berikut (Govidrajan, 1986) :

14 1. Sistem pengawasan fungsional yang dimulai sejak perencanaan yang menyangkut aspek penilaian kehematan, efisiensi, efektivitas yang mencakup seluruh aktivitas program di setiap bidang organisasi. 2. Hasil temuan pengawasan harus ditindaklanjuti dengan koordinasi antara pengawasan dengan aparat penegak hukum serta instansi terkait turut meyamakan persepsi mencari pemecahan bersama atas masalah yang dihadapi. 3. Kegiatan pengawasan hendaknya lebih diarahkan pada bidang-bidang yang strategis dan memperhatikan aspek manajemen. 4. Kegiatan pengawasan hendaknya memberi dampak terhadap penyeleksian masalah dengan konsepsional dan menyeluruh. 5. Kegiatan pengawasan dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kompetensi teknis, sikap, dedikasi, dan integritas pribadi yang baik. 6. Akurat, artinya informasi tentang kinerja yang diawasi memiliki ketepatan data/informasi yang sangat tinggi. 7. Tepat waktu, artinya kata yang dihasilkan dapat digunakan sesuai dengan saat untuk melakukan perbaikan 8. Objektif dan komprehensif 9. Tidak mengakibatkan pemborosan atau inefisiensi 10. Tindakan dan kegiatan pengawasan bertujuan untuk menyamakan rencana atau keputusan yang telah dibuat 11. Kegiatan pengawasan harus mampu mengoreksi dan menilai pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula

15 Secara sederhana proses pengawasan terdiri dari tiga kegiatan pokok, yaitu: memantau (monitoring), menilai, dan melaporkan hasil-hasil temuan, kegiatan atau monitoring dilakukan terhadap kinerja actual (actual performance), baik dalam proses maupun hasilnya. Pengawasan anggaran dilakukan terhadap aktivitas yang sedang dan telah dilakukan dengan mengawasi kinerja aktual (actual performance), baik dalam proses maupun hasilnya. Aktivitas yang sedang dan telah dilaksanakan diukur berdasarkan kriteria-kriteria yang telah digariskan dalam perencanaan. Apakah terdapat penyimpangan (deviasi) maka diusahakan adanya perbaikan atau korelasi yang direkomendasikan kepada pimpinan evaluasi. Dalam proses pengawasan terdapat beberapa unsur yang perlu mendapat perhatian, yaitu: 1) Unsur proses, yaitu usaha yang bersifat kontinu terhadap suatu tindakan yang dimiliki dari pelaksanaan suatu rencana sampel dengan hasil akhir yang diharapkan 2) Unsur adanya objek pengawasan yaitu sesuatu yang menjadi sasaraan pengawasan, baik penerimaan maupun pengeluaran, 3) Ukuran atau standarisasi dari pengawasan dan 4) teknik-teknik pengawasan. Langkah-langkah atau tahapan yang harus dilakukan dalam proses pengawasan, yaitu (Dunk dan Lysons, 1997) : 1. Penetapan standar atau patokan yang dipergunakan berupa ukuran kuantitas, kualitas, biaya, dan waktu. 2. Mengukur dan membandingkan antara kenyataan yang sebenarnya dengan standar yang telah ditetapkan. 3. Mengidentifikasikan penyimpangan (devisi)

16 4. Menentukan tindakan perbaikan atau koreksi yang kemudian menjadi materi rekomendasi Pemeriksaan anggaran pada dasarnya merupakan aktivitas menilai, baik catatan (record) dan menentukan prosedur-prosedur dalam mengimplementasikan anggaran, apakah sesuai dengan peraturan, kebijakan, dan standar-standar yang berlaku. Dalam pemeriksanaan dilakukan oleh pihak luar lembaga (external audit), seperti BPK (badan pemeriksa keuangan) atau akuntan public yang mempunyai sertifikasi, dan pimpinan langsung (internal audit) terhadap penerimaan dan pengeluaran biaya Hubungan Pengawasan Anggaran Terhadap Ketidakpastian Lingkungan Organisasi yang beroperasi dalam lingkungan yang memiliki kelangkaan sumber daya, dinamis dan komplek sering menghadapi ketidakpastiang lingkungan yang tinggi. Hal ini dikarenakan lingkungan memberikan dinamika perubahan industri yang tinggi sehingga sangat sulit untuk memprediksi perubahan lingkungan yang akan terjadi dan memberikan dampak terhadap suatu organisasi. Dalam mengatasi masalah tersebut manajemen memerlukan suatu pengawasan anggaran yang berkesinambungan untuk memastikan bahwa para karyawan telah menjalankan tugas sesuai dengan yang dianggarkan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hirst (1983) memberikan hasil bahwa ketika pengawasan anggaran tinggi (rendah) dengan ketidakpastian lingkungan rendah (tinggi) dapat menimalisasi job related tension sehingga akan berdampak pada kinerja manajerial organisasi.

17 Berdasarkan dari penelitian penelitian sebelumnya Brownell dan Hirst (1986) mencoba melakukan penelitian dengan mengintergrasikan hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya dengan memberikan hasil penelitian bahwa dalam kondisi ketidakpastian lingkungan rendah, organisasi yang mempunyai partisipasi anggaran rendah dan pengawasan anggaran yang rendah akan berdampak terhadap kinerja manajerial. Begitu juga dengan kondisi ketidakpastian lingkungan yang tinggi, organisasi yang mempunyai partisipasi anggaran yang tinggi dan pengawasan anggaran yang tinggi akan berdampak terhadap kinerja manajerial. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, suatu organisasi memerlukan pengawasan anggaran yang tinggi seandainya suatu perusahaan menghadapi ketidakpastian lingkungan yang tinggi sehingga pengawasan anggaran dapat digunakan untuk memecahkan suatu masalah yang terjadi dalam proses bisnis dengan cepat sejalan dengan dinamika lingkungan yang semakin tinggi Hubungan Pengawasan Anggaran Terhadap Kejelasan Sasaran Anggaran Pada dasarnya tujuan atau sasaran anggaran organisasi berdampak terhadap motivasi, perilaku dan kinerja tugas manajemen organisasi (Hirst, 1983). Dampak sasaran anggaran terhadap motivasi, perilaku dan kinerja tugas manajemen organisasi dapat positif atau negatif tergantung dari karaterisktik sasaran anggaran. Karateristik sasaran anggaran terbagi dua yaitu karateristik kejelasan anggaran yang spesifik dan tingkat kesulitan pencapaian sasaran anggaran (Gonvidranjan, 1986). Lebih lanjut, Hirst (1983) menyatakan bahwa rendahnya kinerja manajemen dipengaruhi dari kejelasan sasaran anggaran yang

18 tidak spesifik dan tingginya tingkat kesulitan pencapaian anggaran. Anggaran yang tidak dijelaskan secara spesifik dapat membuat para pelaksana tugas tidak mengerti tujuan yang hendak dicapai dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini disebabkan mereka kurang memahami apa yang dinginkan dari suatu organisasi terhadap diri mereka. Anggaran yang jelas dan spesifik harus diikuti dengan pengawasan anggaran yang efekti karena hasil dari pengawasan anggaran memberikan kejelasan sasaran anggaran yang ingin dicapai karyawan lebih mendalam. Pada dasarnya pengawasan anggaran yang efektif selalu melakukan pengendalian secara terus menerus dan memberikan evaluasi atas hasil yang telah dicapai oleh karyawan. Evaluasi yang atas aktualisasi kinerja yang telah dilakukan karyawan merupakan salah satu alat memperjelas tujuan anggaran yang ingin dicapai. Pengawasan yang efektif memberikan kontribusi tidak sebatas penilaian terhadap aktualisasi kinerja tetapi juga sebagai alat untuk memberi solusi bila terjadi suatu masalah dalam mencapai tujuan atau sasaran anggaran. Masalah yang terjadi dalam proses pencapaian sasaran anggaran dapat berupa ketidakmampuan karyawan dalam mencapai target kinerja yang diharapkan organisasi, ketidaksanggupan karyawan memberikan eksekusi dalam pelaksanaan tugas dan kekhilafan karyawan dalam melaksanakan tugas yang diakibatkan lupa atas tugastugasnya maupun kondisi karyawan yang menyebabkan karyawan tidak dapat menjalankan tugas Hubungan Pengawasan Anggaran Dengan Keadilan Prosedural Teori tentang keadilan prosedural berkaitan dengan prosedur-prosedur yang digunakan organisasi untuk mendistribusikan hasil dan sumberdaya

19 organisasi kepada para anggotanya. Gilliland dalam Pareke (2003) mengatakan bahwa keadilan prosedural merupakan suatu fungsi dari sejauh mana sejumlah aturan-aturan prosedural dipatuhi atau dilanggar. Aturan-aturan tersebut memiliki implikasi yang sangat penting karena dipandang sebagai manifestasi nilai-nilai proses dasar dalam organisasi. Jadi individu dalam organisasi akan mempersepsikan adanya keadilan prosedural manakala aturan prosedural yang ada dalam organisasi dipenuhi oleh para pengambil kebijakan. Sebaliknya apabila prosedur dalam organisasi itu dilanggar maka individu akan mempersepsikan adanya ketidakadilan. Pengendalian merupakan implementasi yang paling kuat dalam mempengaruhi perilaku organisasi (Ozer dan Yilmaz, 2011). Proses penganggaran memberikan beberapa keuntungan terhadap organisasi khususnya dalam aktivitas perencanaan, pengendalian, informasi manajemen atas terhadap bawahan, evaluasi, komunikasi dan pengambilan keputusan. Niehoff dan Moorman (1993) mengemukakan bahwa pemantauan (monitoring) yang positif mempengaruhi persepsi keadilan prosedural karyawan. Hal ini disebabkan ketidakpuasan atas keadilan yang dirasakan karyawan akan meningkatkan biaya transaksi sehingga diperlukan suatu informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi persepsi keadilan prosedural karyawan (Luft, 1997). Anggaran yang telah direncanakan merupakan informasi akuntansi prosedural yang dapat digunakan oleh pengambil kebijakan tetapi dalam mengaktualisasikan anggaran diperlukan pengawasan anggaran yang efektif sehingga aturan prosedural dapat dipenuhi oleh para pengambil kebijakan.

20 2.2. Review Penelitian Terdahulu (Theoretical Mapping) Dalam penelitian ini terdapat empat penelitian terdahulu yang digunakan sebagai review dalam menentukan suatu hipotesis penelitian ini. Penelitian yang digunakan sebagai review atas hipotesis penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan Yubiharto (2003), Latif (2007), Munawar et. al (2006) dan Dunk dan Lysons (1997). Penelitian yang dilakukan Yubiharto (2003) menguji pengaruh ketidakpastian lingkungan dan strategi bisnis terhadap kinerja manajerial Kepala Cabang Bank Nasional dengan sistem manajemen akuntansi sebagai variabel intervening. Hasil penelitian Yubiharto (2003) dapat dilihat pada Tabel 2.1. Penelitian yang dilakukan Latif (2007) menguji pengaruh keadilan prosedural terhadap kinerja manajerial perusahaan manufaktur di Jawa Tengah dengan partisipasi anggaran sebagai variabel intervening. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keadilan prosedural dan partisipasi anggaran berpengaruh positif dan signifian terhadap kinerja manajerial. Hasil penelitian Latif (2007) juga menunjukkan bahwa keadilan prosedural berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja manajerial melalui partisipasi anggaran. Penelitian yang dilakukan Munawar et. al (2003) menguji pengaruh karateristik tujuan anggaran yang terdiri dari variabel independen partisipasi anggaran, kejelasan tujuan anggaran, umpan balik anggaran, evaluasi anggaran, kesulitan tujuan anggaran terhadap variabel dependen sikap aparat, perilaku aparat, kinerja aparat Pemerintah Daerah Kabupaten Kupang. Hasil pengujian karaterisktik tujuan anggaran terhadap perilaku aparat menunjukkan partispasi anggaran, tujuan anggaran, umpan balik anggaran dan kesulitan tujuan anggaran bepengaruh signifikan terhadap perilaku aparat sedangkan evaluasi anggaran tidak

21 berpengaruh signifikan terhadap perilaku aparat. Hasil penelitian menunjukkan karateristik tujuan anggaran yang terdiri dari partisipasi anggaran dan umpan balik berpengaruh signifikan terhadap sikap aparat sedangkan kejelasan tujuan anggaran, evaluasi anggaran dan kesulitan tujuan anggaran tidak berpengaruh signifikan terhadap sikap aparat Pemerintah Daerah Kabupaten Kupang. Dari hasil pengujian pengaruh karateristik tujuan anggaran terhadap kinerja manajerial hanya variabel partispasi anggaran dan umpan balik anggaran bepengaruh terhadap kinerja aparat. sedangkan kejelasan tujuan anggaran, evaluasi anggaran dan kesulitan tujuan anggaran tidak berpengaruh terhadap kinerja aparat. Penelitian yang dilakukan Dunk dan Lysons (1997) menguji pengaruh pengawasan anggaran terhadap kinerja Departemen Sektor Publik di Amerika Serikat dengan dimensi lingkungan sebagai variabel moderating. Hasil penelitian menunjukkan pengawasan anggaran berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial dan variabel dimensi lingkungan memperkuat pengaruh pengawasan anggaran terhadap kinerja departemen. Penelitian yang digunakan sebagai review hipotesis pertama adalah penelitian Yubiharto (2003), Latif (2007), Munawar et. al (2006) dengan menggunakan variabel independen ketidakpastian lingkungan, strategis bisnis. Sedangakan variabel dependen yang digunakan adalah kinerja manajerial. Penelitian yang digunakan sebagai review hipotesis kedua sama dengan review hipotesis pertama tetapi dengan menambahkan variabel pengawasan anggaran yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan Dunk dan Lysons (1997). Secara rinci, penelitian-penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

22 Tabel 2.1. No. Nama Peneliti 1. Yubiharto (2003) Review Penelitian Terdahulu (Theoretical Mapping) Tentang Analisis Pengaruh Pengaruh Pengawasan Anggaran Terhadap Hubungan Ketidakpastian Lingkungan, Kejelasan Sasaran Anggaran dan Kedilan Prosedural Terhadap Kinerja Manajerial. Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian Pengaruh ketidakpastian lingkungan dan strategi bisnis terhadap kinerja manajerial dengan karateristik sistem akuntansi manajemen sebagai variabel intervening pada industry perbankan 2. Latif (2007) Hubungan antara keadilan prosedural dan kinerja manajerial dengan partisipasi anggaran sebagai variabel intervening 3. Munawar et al. (2006) Pengaruh karateristik tujuan anggaran terhadap perilaku, sikap dan kinerja aparat Pemerintah Daerah di Kabupaten Kupang Penelitian Variabel dependen: Kinerja manajerial Variabel independen: Ketidakpastian lingkungan, strategi bisnis Variabel intervening: Karateristik sistem akuntansi manajemen Variabel dependen: Kinerja manajerial Variabel independen: Keadilan procedural Variabel intervening: Partisipasi anggaran Variabel dependen: Perilaku, sikap dan kinerja aparat Variabele independen: Partisipasi anggaran, kejelasan tujuan anggaran, umpan balik anggaran, Ketidakpastian lingkungan, strategi bisnis dan karateristik sistem manajemen berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial dan ketidakpastian lingkunga serta strategi bisnis berpengaruh secara tidak langsung melalui karateristik sistem akuntansi manajemen terhadap kinerja manajerial Keadilan prosedural dan partisipasi anggaran berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial. Keadilan prosedural berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja manajerial melalui partisipasi anggaran. Partisipasi anggaran, tujuan anggaran, umpan balik anggaran dan kesulitan tujuan anggaran bepengaruh signifikan terhadap perilaku aparat sedangkan evaluasi anggaran tidak bepengaruh terhadap perilaku aparat.

23 Lanjutan Tabel Dunk dan Lysosn (1997) An Analysis of Departmental Effectiveness, Participative Budgetary Control Process an Evironmental Dimensionality Within The Competing Values Framework Variabel dependen: Kinerja departemen Variabel independen: Pengawasan anggaran Variabel Moderating: Dimensi lingkungan Partispasi anggaran dan umpan balik anggaran bepengaruh terhadap sikap aparat sedangkan kejelasan tujuan anggaran, evaluasi anggaran dan kesulitan tujuan anggaran tidak berpengaruh terhadap sikap aparat. Partispasi anggaran dan umpan balik anggaran berpengaruh terhadap kinerja aparat sedangkan kejelasan tujuan anggaran, evaluasi anggaran dan kesulitan tujuan anggaran tidak berpengaruh terhadap kinerja aparat Pengawasan anggaran berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Dimensi lingkungan memperkuat pengaruh pengawasan anggaran terhadap kinerja manajerial

BAB 1 PENDAHULUAN. Kinerja organisasi yang optimal tergantung dari bagaimana perusahaaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kinerja organisasi yang optimal tergantung dari bagaimana perusahaaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kinerja organisasi yang optimal tergantung dari bagaimana perusahaaan memanfaatkan faktor faktor produksi yang dimilikinya secara ekonomis, efektif dan effisien.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi secara efektif dan efisien (Schief dan Lewin,1970; Welsch, Hilton, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi secara efektif dan efisien (Schief dan Lewin,1970; Welsch, Hilton, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kejelasan Sasaran Anggaran Anggaran merupakan elemen sistem pengendalian manajemen yang berfungsi sebagai alat perencanaan agar manajer dapat melaksanakan kegiatan organisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pemerintah Daerah Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. PEMERINTAHAN DAERAH Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang perimbangan keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang perimbangan keuangan antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih besar dalam pengurusan maupun pengelolaan pemerintahan daerah, termasuk didalamnya pengelolaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Deddi et al. (2007)

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Deddi et al. (2007) BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Anggaran 2.1.1 Definisi Anggaran Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Deddi et al. (2007) dalam akuntansi sektor publik mendefinisikan anggaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran, Pengendalian Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Daerah (Studi pada DPPKAD

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Anggaran merupakan kata benda, yaitu hasil yang diperoleh setelah menyelesaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Anggaran merupakan kata benda, yaitu hasil yang diperoleh setelah menyelesaikan 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Partisipasi Penyusunan Anggaran Anggaran merupakan kata benda, yaitu hasil yang diperoleh setelah menyelesaikan tugas perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah Propinsi Bali serta pembangunan nasional. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah Propinsi Bali serta pembangunan nasional. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Kota Denpasar merupakan bagian integral dari pembangunan daerah Propinsi Bali serta pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan selalu diupayakan

Lebih terperinci

PERANAN PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP HUBUNGAN ANTARA KEADILAN PROSEDURAL DAN KINERJA MANAJERIAL (Survei pada BAPPEDA Surakarta)

PERANAN PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP HUBUNGAN ANTARA KEADILAN PROSEDURAL DAN KINERJA MANAJERIAL (Survei pada BAPPEDA Surakarta) 1 PERANAN PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP HUBUNGAN ANTARA KEADILAN PROSEDURAL DAN KINERJA MANAJERIAL (Survei pada BAPPEDA Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. situasi atau organisasi (perusahaan) tertentu. Dalam partisipasi penyusunan anggaran,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. situasi atau organisasi (perusahaan) tertentu. Dalam partisipasi penyusunan anggaran, BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Kontijensi Teori kontijensi menyatakan bahwa tidak ada rancangan dan penggunaan sistem pengendalian manajemen yang

Lebih terperinci

strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi.

strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Dalam rangka meningkatkan kinerja SKPD disuatu daerah masalah penatausahaan keuangan dan pengelolaan barang milik daerah, khususnya yang berkaitan dengan penerapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kinerja Sektor Publik Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntabilitas merupakan salah satu unsur pokok perwujudan good governance yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntabilitas merupakan salah satu unsur pokok perwujudan good governance yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Akuntabilitas merupakan salah satu unsur pokok perwujudan good governance yang saat ini sedang diupayakan di Indonesia.Pemerintah diminta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah menyebabkan lahirnya otonomi daerah sebagai salah satu tuntutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah menyebabkan lahirnya otonomi daerah sebagai salah satu tuntutan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan keuangan daerah Reformasi di segala bidang yang di dukung oleh masyarakat dalam mensikapi permasalahan yang terjadi, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negeri, dan obligasi pemerintah, serta sumber dana lain yang sah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. negeri, dan obligasi pemerintah, serta sumber dana lain yang sah dan tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran merupakan elemen sistem pengendalian manajemen yang berfungsi sebagai alat perencanaan dan pengendalian agar manajer dapat melaksanakan kegiatan organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peluang baru bagi negara-negara berkembang, seperti di Indonesia. Persaingan antar

BAB I PENDAHULUAN. peluang baru bagi negara-negara berkembang, seperti di Indonesia. Persaingan antar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi persaingan yang semakin ketat merupakan tantangan dan peluang baru bagi negara-negara berkembang, seperti di Indonesia. Persaingan antar negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. 1 Tinjauan Teoretis 2.1. 1 Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan inovatif dengan mempertimbangkan faktor-faktor ekstern organisasi yang. tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

BAB I PENDAHULUAN. dan inovatif dengan mempertimbangkan faktor-faktor ekstern organisasi yang. tujuan organisasi secara efektif dan efisien. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam lingkungan persaingan global sekarang ini yang diliputi banyak ketidakpastian, maka perlu menciptakan kondisi ekonomi yang lebih fleksibel dan inovatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Stoner (1992), Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Stoner (1992), Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teori Organisasi Menurut Stoner (1992), Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Stewardship Menurut Donaldson & Davis (1991), teori stewardship adalah teori yang menggambarkan situasi dimana para manajer tidaklah termotivasi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi sektor publik merupakan lembaga yang menjalankan roda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi sektor publik merupakan lembaga yang menjalankan roda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi sektor publik merupakan lembaga yang menjalankan roda pemerintah yang menyediakan pelayanan berupa barang/jasa bagi masyarakat dengan sumber dana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kinerja Manajerial Kinerja manajerial merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan efektivitas kinerja organisasional. Menurut Mahoney dkk. (1963)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efisian sehingga tujuan organisasi dapat tercapai (Mardiasmo, 2002 :45).

BAB I PENDAHULUAN. efisian sehingga tujuan organisasi dapat tercapai (Mardiasmo, 2002 :45). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah anggaran atau penganggaran (budgeting) sangat dipahami dalam setiap organisasi, termasuk organisasi pemerintahan. Sebagai organisasi, aparat pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai. secara sistematis untuk satu periode.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai. secara sistematis untuk satu periode. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Pengertian, Fungsi, dan Klasifikasi Anggaran Anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kejelasan Sasaran Anggaran Menurut Halim & Syam Kusufi (2012) mengatakan bahwa anggaran memiliki peranan penting dalam organisasi sektor publik, terutama organisasi pemerintahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tugas utama pemerintah sebagai organisasi sektor publik terbesar adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat merupakan sebuah konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ditandai dengan ketatnya persaingan disegala bidang organisasi baik swasta maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengalokasian sumber daya merupakan permasalahan mendasar dalam penganggaran sektor publik. Seringkali alokasi sumber daya melibatkan berbagai institusi dengan kepentingannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Anggaran Organisasi Sektor Publik Bahtiar, Muchlis dan Iskandar (2009) mendefinisikan anggaran adalah satu rencana kegiatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Keagenan Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Reformasi keuangan di Indonesia ditandai dengan lahirnya tiga paket undang-undang

I. PENDAHULUAN. Reformasi keuangan di Indonesia ditandai dengan lahirnya tiga paket undang-undang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi keuangan di Indonesia ditandai dengan lahirnya tiga paket undang-undang (UU) tentang keuangan negara, yaitu UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang. Kinerja yang dicapai oleh organisasi pada dasarnya adalah prestasi para

BAB I PENDAHULUAN. bidang. Kinerja yang dicapai oleh organisasi pada dasarnya adalah prestasi para 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, era globalisasi telah menuntut adanya perubahan yang sangat cepat dan menyebabkan adanya pergeseran pemikiran yang kompleks disegala bidang. Kinerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output measurement

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output measurement BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Anggaran Berbasis Kinerja Anggaran Berbasis Kinerja adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kondisi global yang semakin maju membawa dampak

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kondisi global yang semakin maju membawa dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kondisi global yang semakin maju membawa dampak berupa tantangan dan peluang baru bagi proses pembangunan daerah di setiap negara, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi ini, tuntutan terhadap paradigma good governance dalam seluruh kegiatan tidak dapat dielakkan lagi. Istilah good

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengawasan Pengawasan merupakan bagian terpenting dalam praktik pencapaian evektifitas di Indonesia. Adapun fungsi dari pengawasan adalah melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengawasan Pengawasan merupakan bagian terpenting dalam praktik pencapaian evektifitas di Indonesia. Adapun fungsi dari pengawasan adalah melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. operasi perusahaan. Begitu juga dengan dinas-dinas yang bernaungan disektor

BAB I PENDAHULUAN. operasi perusahaan. Begitu juga dengan dinas-dinas yang bernaungan disektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dalam perkembangan Ekonomi Dewasa ini dimana dunia usaha tumbuh dengan pesat di indonesia, Pengusaha dituntut untuk bekerja dengan lebih efisien dalam menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gaya kepemimpinan suatu organisasi merupakan salah satu faktor lingkungan intern yang sangat jelas mempunyai pengaruh terhadap perumusan kebijaksanaan dan penentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberdayaan ekonomi daerah sangat penting sekali untuk ditingkatkan guna menunjang peningkatan ekonomi nasional. Dalam konteks ini, peran kebijakan pemerintah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersaing dengan kompetitor. Terlebih lagi pada era global saat ini, persaingan

BAB I PENDAHULUAN. bersaing dengan kompetitor. Terlebih lagi pada era global saat ini, persaingan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu organisasi dituntut untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, serta dapat mengaktualisasikan visi dan misinya agar dapat bertahan hidup dan mampu bersaing

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.996, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Manajemen Risiko. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peraturan organisasi yang berlaku. Pada organisasi pemerintahan di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. peraturan organisasi yang berlaku. Pada organisasi pemerintahan di Indonesia, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses penyusunan anggaran publik umumnya menyesuaikan dengan peraturan organisasi yang berlaku. Pada organisasi pemerintahan di Indonesia, proses penyusunan anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjalankan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjalankan pemerintahan Daerah dan sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena itu, kepercayaan yang

Lebih terperinci

BAB II. individu atau suatu organisasi pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (1996 :

BAB II. individu atau suatu organisasi pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (1996 : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, khususnya dalam kaitannya dengan penerapan sistem akuntansi keuangan daerah, pemahaman yang memadai tentang sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan atau lebih (Mikesell, 2007) dalam Widhianto (2010). Kenis (1979) koordinasi, komunikasi, evaluasi kerja, serta motivasi.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan atau lebih (Mikesell, 2007) dalam Widhianto (2010). Kenis (1979) koordinasi, komunikasi, evaluasi kerja, serta motivasi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anggaran adalah suatu proses, perencanaan, pengadopsian kegiatan, pelaksanaan, pengevaluasian dan pengendalian progam keuangan pemerintah untuk satu tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang semakin kompleks dan di sisi lain industri perbankan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang semakin kompleks dan di sisi lain industri perbankan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini dunia perbankan menghadapi berbagai masalah karena situasi perekonomian yang semakin kompleks dan di sisi lain industri perbankan memiliki regulasi

Lebih terperinci

PERAN ANGGARAN PARTISIPATIF

PERAN ANGGARAN PARTISIPATIF PERAN ANGGARAN PARTISIPATIF SEBAGAI VARIABEL INTERVENING DALAM HUBUNGAN ANTARA KEADILAN PROSEDURAL DAN KINERJA MANAJERIAL (Studi pada Pejabat Eselon III dan IV pada Pemerintah Daerah se-eks Karesidenan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena

BAB 1 PENDAHULUAN. roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi Pemerintah Daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena itu, kepercayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap

BAB I PENDAHULUAN. publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kinerja organisasi yang optimal tergantung dari bagaimana perusahaan memanfaatkan faktor-faktor produksi yang dimiliki secara ekonomis, efektif, dan efisien. Anggaran

Lebih terperinci

School of Communication &

School of Communication & Week- 7a By Ida Nurnida CONTENT Konsep Lingkungan Aspek-aspek Penting tentang Lingkungan Hubungan Lingkungan dengan Struktur Organisasi 1. KONSEP LINGKUNGAN Definisi Lingkungan: Segala sesuatu yang berada

Lebih terperinci

BAB I INTRODUKSI. Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang

BAB I INTRODUKSI. Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang BAB I INTRODUKSI Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang penelitian, permasalahan penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan tahapan-tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penganggaran merupakan suatu unsur atau bagian penting dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Penganggaran merupakan suatu unsur atau bagian penting dalam sebuah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penganggaran merupakan suatu unsur atau bagian penting dalam sebuah perencanaan yang dibuat suatu entitas melalui tahap formulasi strategis terhadap alokasi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah daerah diberikan kebebasan serta keleluasaan dalam menjalankan pemerintahannya berdasarkan asas desentralisasi yang dianut oleh Indonesia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintah melalui Otonomi Daerah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Partisipasi Dalam konteks penganggaran, Brownell (1982) dalam Puspaningsih (2002) menjelaskan bahwa partisipasi merupakan suatu proses yang melibatkan individuindividu

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengakibatkan lingkungan organisasi yang tidak pasti, sementara sumberdaya yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengakibatkan lingkungan organisasi yang tidak pasti, sementara sumberdaya yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini lingkungan organisasi berubah secara cepat, sehingga mengakibatkan lingkungan organisasi yang tidak pasti, sementara sumberdaya yang dimiliki terbatas.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori Keagenan merupakan sebuah teori yang membahas mengenai hubungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori Keagenan merupakan sebuah teori yang membahas mengenai hubungan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan Teori Keagenan merupakan sebuah teori yang membahas mengenai hubungan antara atasan (prinsipal) dan bawahan (agen).

Lebih terperinci

suatu kegiatan/ program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi digunakan dalam pengendalian disiapkan dalam rangka menjamin bahwa

suatu kegiatan/ program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi digunakan dalam pengendalian disiapkan dalam rangka menjamin bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Menurut Bastian (2006) kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengelola anggaran dan barang daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengelola anggaran dan barang daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kinerja Manajerial SKPD SKPD adalah unit kerja Pemerintah Daerah yang mempunyai tugas mengelola anggaran dan barang daerah yang dipimpin oleh seorang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teroretis 2.1.1 Organisasi sektor publik Organisasi sering dipahami sebagai kelompok orang yang berkumpul dan bekerja sama dengan cara yang terstruktur untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS Masyarakat (IKM) yang berdampak pada pendapatan, pendapatan kas akan naik apabila pelayanan yang diberikan oleh staff atau para pegawai di Kantor Bersama Samsat sangat ramah maka masyarakat akan merasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. organisasi nirlaba disebakan oleh organisasi ini berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN UKDW. organisasi nirlaba disebakan oleh organisasi ini berpengaruh pada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Organisasi nirlaba kini mulai diperhitungkan masyarakat luas sebagai suatu instansi yang unggul dan memiliki profesionalitas karena bertujuan menjembatani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara fakta dan teori. Keputusan tersebut merupakan penafsiran dari hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. antara fakta dan teori. Keputusan tersebut merupakan penafsiran dari hal-hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak gejolak ketidakpuasan yang timbul akhir-akhir ini, memicu timbulnya suasana yang kurang harmonis antara staf dan manajer. Keputusan dari manajer, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang. perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, membawa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang. perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, membawa perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberlakuan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digerakkan oleh sektor bisnis (Privat) dan sektor publik (entitas publik).

BAB I PENDAHULUAN. digerakkan oleh sektor bisnis (Privat) dan sektor publik (entitas publik). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perekonomian dan pembangunan di era globalisasi saat ini secara umum digerakkan oleh sektor bisnis (Privat) dan sektor publik (entitas publik). Pemerintah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengendalian organisasi karena pengukuran kinerja diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengendalian organisasi karena pengukuran kinerja diperkuat dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik dalam menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh pemerintah, diperlukan suatu sistem tata kelola pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan publik akan pemerintahan yang baik (Good Governance) memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan publik akan pemerintahan yang baik (Good Governance) memerlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Reformasi yang dimulai beberapa tahun lalu di Indonesia telah merambah hampir keseluruh aspek kehidupan. Penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai organisasi sektor publik, pemerintah daerah dituntut agar memiliki kinerja yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, dan mendorong pemerintah untuk senantiasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor publik diakhiri dengan proses pertanggungjawaban publik, proses inilah

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor publik diakhiri dengan proses pertanggungjawaban publik, proses inilah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akuntabilitas kinerja merupakan salah satu kunci bagi terwujudnya good governance dalam pengelolaan organisasi publik, jika siklus akuntansi sektor publik diakhiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatakan wujud dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatakan wujud dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah yang berakuntabilitas, tidak bisa lepas dari anggaran pemerintah daerah, sesuai dengan pendapat Mardiasmo (2009), yang mengatakan

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang 10 BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA Semenjak krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, Pemerintah Indonesia melakukan reformasi di bidang Pemerintahan Daerah dan Pengelolaan Keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada undang-undang nomor

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada undang-undang nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada undang-undang nomor 22 tahun 1999 digantikan dengan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN 2.1 Telaah Pustaka 2.1.1 Definisi Laporan Keuangan Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004:2) Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi Pemerintah Daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena itu, kepercayaan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Bab pendahuluan ini menjelaskan pemikiran peneliti terkait pertanyaan

BAB I. Pendahuluan. Bab pendahuluan ini menjelaskan pemikiran peneliti terkait pertanyaan BAB I Pendahuluan Bab pendahuluan ini menjelaskan pemikiran peneliti terkait pertanyaan mengapa penelitian ini dilakukan. Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14/SEOJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14/SEOJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14/SEOJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN - 1 - PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI Konglomerasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk senantiasa tanggap dengan lingkungannya, dengan berupaya

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk senantiasa tanggap dengan lingkungannya, dengan berupaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai organisasi sektor publik, pemerintah daerah dituntut agar memiliki kinerja yang berorientasi pada kepentingan masyarakat dan mendorong pemerintah untuk senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persaingan dunia usaha yang berkembang akhir-akhir ini. Persaingan dalam

BAB I PENDAHULUAN. persaingan dunia usaha yang berkembang akhir-akhir ini. Persaingan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesulitan dalam proses perencaan dan pengendalian manajemen disebabkan adanya ketidakpastian lingkungan bisnis yang muncul akibat persaingan dunia usaha yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) SKPD Menurut SK LAN No. 239/IX/6/8/2003 tahun 2003 tentang Perbaikan Pedoman Penyusunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan dunia bisnis yang semakin kompetitif mendorong perusahaan-perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan dunia bisnis yang semakin kompetitif mendorong perusahaan-perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan dunia bisnis yang semakin kompetitif mendorong perusahaan-perusahaan untuk memiliki suatu pengelolaan kinerja manajemen yang baik agar dapat bersaing dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. disusun manajemen dalam jangka waktu satu tahun untuk membawa perusahaan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. disusun manajemen dalam jangka waktu satu tahun untuk membawa perusahaan BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Pengertian Anggaran Anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif, yang diukur dalam satuan moneter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperluas ke semua bidang kegiatan operasional perusahaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. diperluas ke semua bidang kegiatan operasional perusahaan. Dengan demikian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini jangkauan aktivitas dari audit internal tidak hanya menyangkut pada pemeriksaan keuangan saja, akan tetapi jangkauan pemeriksaannya telah diperluas

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan,

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perwujudan good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintah dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, untuk

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.491, 2015 KEMENKOMINFO. Akuntabilitas Kinerja. Pemerintah. Sistem. Penyelenggaraan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus i BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keinginan setiap masyarakat agar terciptanya tata pemerintahan yang baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus berusaha memperbaiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis multidimensional yang tengah melanda bangsa Indonesia telah menyadarkan kepada masyarakat akan pentingnya konsep otonomi daerah dalam arti yang sebenarnya.

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi komunikasi bencana yang dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan pengelolaan komunikasi bencana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan panitia, pengumpulan dan pengklasifikasian data, pengajuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan panitia, pengumpulan dan pengklasifikasian data, pengajuan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian dan Fungsi Anggaran 2.1.1.1 Pengertian Anggaran Penganggaran ialah proses penyusunan anggaran, yang dimulai pembuatan panitia, pengumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan melalui Otonomi Daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kinerja penyelenggaraan pemerintahan sehinggga tercipta suatu ruang lingkup. urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. kinerja penyelenggaraan pemerintahan sehinggga tercipta suatu ruang lingkup. urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah dan dibukanya kesempatan bagi pembentukan daerah otonom baru melalui pemekaran daerah, ditujukan untuk optimalisasi kinerja penyelenggaraan

Lebih terperinci

Struktur Organisasi. PT. Akari Indonesia. Pusat dan Cabang. Dewan Komisaris. Direktur. General Manager. Manajer Sumber Daya Manusia Kepala Cabang

Struktur Organisasi. PT. Akari Indonesia. Pusat dan Cabang. Dewan Komisaris. Direktur. General Manager. Manajer Sumber Daya Manusia Kepala Cabang 134 Struktur Organisasi PT. Akari Indonesia Pusat dan Cabang Dewan Komisaris Direktur Internal Audit General Manager Manajer Pemasaran Manajer Operasi Manajer Keuangan Manajer Sumber Daya Manusia Kepala

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bermacam-macam. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari luasnya wilayah

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bermacam-macam. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari luasnya wilayah BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pengertian Organisasi Sektor Publik Menurut Mardiasmo (2002:2), sektor publik memiliki pengertian yang bermacam-macam. Hal tersebut merupakan konsekuensi

Lebih terperinci

PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN DAN TINGKAT KESULITAN TARGET ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN SISTEM REWARD

PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN DAN TINGKAT KESULITAN TARGET ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN SISTEM REWARD PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN DAN TINGKAT KESULITAN TARGET ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN SISTEM REWARD SEBAGAI VARIABEL MODERATING (Survey pada Perusahaan Manufaktur di Sukoharjo) SKRIPSI

Lebih terperinci