WAHYUNING K. SEJATI ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "WAHYUNING K. SEJATI ABSTRAK"

Transkripsi

1 PERUBAHAN TINGKAT KONSUMSI DAN PARTISIPASI RUMAHTANGGA TERHADAP TELUR ITIK WAHYUNING K. SEJATI Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kehyakan Pertanian Jln. A. Yani 70, Bogor ABSTRAK Telur itik merupakan sumber protein hewani yang penting peranannya bagi kesehatan masyarakat. Selain dalam bentuk telur segar, telur itik sangat disukai dalam bentuk telur asin. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat seberapa besar tingkat konsumsi serta partisipasi masyarakat Indonesia terhadap telur itik, baik telur itik segar rpaupun telur asin. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data mentah dari Survai Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik setiap 3 tahun sekali. Data diambil pada tiga titik waktu yaitu tahun 1999, 2002 dan 2005 untuk Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timor, DI Yogyakarta dan Indonesia. Data diolah menurut kelompok wilayah (desa dan kota) dan menurut kelompok pendapatan (pendapatan rendah, sedang dan tinggi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan produksi telur itik segar di Indonesia tahun 2000 sampai dengan 2005 secara nasional terus meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 6,42%/tahun. Produksi tertinggi terdapat di Jawa Barat dimana pada tahun 2005 tercatat sebanyak ton. Secara agregat tingkat partisipasi masyarakat terhadap konsumsi telur itik segar di wilayah pedesaan lebih tinggi dibanding wilayah kota (6,8 vs 4,68% pada tahun 2005), dengan tingkat konsumsi yang sama yaitu 0,28 kg/kapita/tahun pada tahun Secara agregat pada tahun 2005 rumahtangga yang mengkonsumsi telur itik segar meningkat seiring dengan bertambahnya tingkat pendapatan, yaitu 2,94% untuk rumahtangga berpenghasilan rendah, 4,65% penghasilan sedang, dan 5,56% pada penghasilan tinggi, dengan konsumsi berturut-turut 0,20 ; 037 dan 0,52 kg/kapita/tahun. Pada komoditas telur asin, kondisinya berbeda. Di kota, partisipasi masyarakat yang mengkonsumsi telur asin lebih tinggi dibanding didesa, demikian pula dengan tingkat konsumsinya. Kata kunci : Tingkat konsumsi, partisipasi, telur itik PENDAHULUAN Pola konsumsi khususnya konsumsi pangan rumahtangga merupakan salah satu faktor penentu tingkat kesehatan, kecerdasan serta produktivitas rumahtangga. Di tingkat rumah tangga, ketahanan pangan dipengaruhi oleh ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga dan wilayah, serta tingkat pendapatan atau daya beli (RACHMAN dan SuPiuYATi, 2002). Semakin tinggi tingkat pendapatan, maka konsumsi pangan hewani cenderung semakin tinggi (HERMANTO et al., 1996). Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1996 menunjukkan bahwa walaupun secara total konsumsi protein di Indonesia telah melampaui jumlah yang direkomendasikan, namun konsumsi protein hewani masih rendah (BPS, 1999). Sebagai salah satu sumber pangan, telur itik merupakan sumber gizi protein hewani yang sangat digemari masyarakat. Disamping dapat dikonsumsi langsung, telur itik merupakan bahan baku industri makanan jadi, misalnya kerupuk, mie, roti, telur asin dan sebagainya. Sejalan dengan hal tersebut, maka produksi telur itik terus berkembang. Dengan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat partisipasi (%) konsumsi mayarakat terhadap telur itik baik telur itik segar maupun telur asin serta tingkat konsumsi (kg/kapita/ tahun) masyarakat terhadap telur itik. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan den-an menggunakan data mentah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh BADAN PUSAT STATISTIK pada tahun 1999, 2002 dan 2005, untuk Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, DIY dan Indonesia. Data tersebut kemudian diolah berdasarkan tingkat wilayah (desa, kota) serta 216

2 berdasarkan tingkat pendapatan (rendah,sedang dan tinggi). Komoditas yang diamati dalam penelitian ini adalah telur itik, yaitu telur itik segar dan telur asin. Variabel yang diamati adalah tingkat konsumsi per kapita berdasarkan wilayah dan tingkat pendapatan, dan tingkat partisipasi konsumsi berdasarkan tingkat pendapatan dan wilayah. Tingkat partisipasi didefinisikan sebagai persentase rumah tangga contoh yang mengkonsumsi komoditas tertentu (SUYANTO, 1992). Dalam penelitian ini perubahan tingkat partisipasi konsumsi dilihat dari dua sisi. yaitu (1) partisipasi menurut wilayah. yaitu wilayah kota dan wilayah desa; dan (2) partisipasi menurut kelompok pendapatan. yaitu kelompok pendapatan rendah. sedang dan tinggi. Data pendapatan diprediksi dari pengeluaran rumahtangga, seperti yang dilakukan oleh ARININGSIH (2002). Hal ini karena nilai pendapatan rumahtangga sering kurang akurat, terutama untuk rumahtangga yang memiliki lebih dari satu orang pencari nafkah. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan produksi telur itik Produksi telur itik di Indonesia pada tahun 2005 tercatat ton. dengan laju pertumbuhan rata- rata selama lima tahun terakhir sebesar 6,42% per tahun (Tabel 1). Tiga provinsi terbesar penghasil telur itik yaitu berturut-turut Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dari ketiga provinsi tersebut Jawa Barat merupakan sentra produksi telur itik terbesar di Indonesia, dengan produksi tahun 2005 sebanyak ton atau menyumbang sekitar 18% dari produksi Indonesia. Sentra produksi terbesar kedua adalah Jawa Tengah, dengan laju pertumbuhan tertinggi yaitu 17,05% per tahun. Perubahan tingkat partisipasi konsumsi telur itik Tabel 2 menyajikan tingkat partisipasi masyarakat terhadap telur itik dilihat dari kelompok wilayah. Pada Tabel tersebut nampak bahwa tingkat partisipasi konsumsi telur itik dari tahun ke tahun terlihat sangat beragam, namun secara agregat tampak bahwa untuk wilayah pedesaan, partisipasi konsumsi-nya terlihat lebih tinggi dibanding wilayah kota, baik pada kondisi tahun 1999, 2002 maupun pada tahun Dilihat dari kelompok pendapatan, perubahan tingkat partisipasi menunjukkan kecenderungan bahwa semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi pula partisipasi rumahtangga mengkonsumsi telur itik (Tabel 3). Tabel 1. Perkembangan produksi telur itik di beberapa provinsi tahun (ton) Tahun R ( %/tahun) Jawa Barat ,09 Jawa Tengah ,05 Jawa Timur ,79 DIY ,81 Indonesia ,42 Tabel 2. Perubahan tingkat partisipasi konsumsi telur itik menurut wilayah (%) Jawa Barat 2,11 7,65 2,77 8,17 6,44 5,43 Jawa Tengah 3,65 4,38 4,67 5,72 5,92 3,66 DIY 4,19 3,33 4,33 3,32 3,41 2,60 Jawa Timur 0,85 2,45 2,00 2,10 1,99 2,51 Indonesia 3,48 4,31 4,68 6,87 7,69 6,

3 Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam'Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat Tabel 3. Perubahan tingkat partisipasi konsumsi telur itik menurut kelompok pendapatan (%) Pendapatan rendah Pendapatan sedang Pendapatan tinggi Jawa Barat 5,18 7,25 3,67 5,94 5,12 4,50 7,01 4,06 4,19 Jawa Tengah 3,57 4,24 3,67 6,99 5,52 4,24 6,91 7,82 5,18 Jawa Timur 0,75 1,99 2,21 2,26 2,13 2,27 1,91 2,52 2,55 DIY 1,99 2,59 3,04 3,46 3,37 4,13 7,88 5,23 3,69 Indonesia 4,16 5,52 5,16 5,99 6,10 6,52 7,34 7,20 6,31 Kecuali untuk wilayah Jawa Barat pada tahun 2002 dimana semakin tinggi pendapatan semakin rendah partisipasinya. Jawa Tengah cenderung memiliki partisipasi yang paling tinggi khususnya, yaitu 7,82% pada tahun Namun demikian pada tahun 2005 kondisinya menurun menjadi 5,15%. Perubahan tingkat konsumsi telur itik Telur itik banyak dikonsumsi untuk keperluan khusus, seperti pembuatan martabak, bahan dasar pembuatan mie atau bahkan pada dewasa ini telur itik banyak dikonsumsi sebagai campuran minum jamu. Alasan yang dikemukakan penjual jamu tradisional di berbagai kota menyebutkan bahwa telur itik mempunyai nilai gizi yang tinggi serta ukurannya lebih besar daripada telur ayam. Pada umumnya yang mengkonsumsi telur itik untuk jamu adalah kaum laki-laki. Sementara untuk kaum perempuan, lebih banyak meng-konsumsi telur ayam kampung. Perubahan konsumsi telur itik menurut wilayah kota dan desa disajikan dalam Tabel 4. Dari tabel tersebut dapat disimak bahwa perubahan konsumsi telur itik terlihat beragam baik dilihat dari tahun maupun lokasi. Meskipun demikian terdapat kecenderungan bahwa di wilayah desa, konsumsi telur lebih tinggi dibanding di kota. Namun untuk tahun 2005, secara agregat konsumsi telur di desa terlihat sama dengan di kota yaitu 0,28 kg/ kapita/ tabun. Tabel 4. Perubahan konsumsi telur itik menurut wilayah (kg/th/kapita) Jawa Barat 0,09 0,28 0,10 0,36 0,32 0,28 Jawa Tengah 0,14 0, ,23 0,28 0,22 DIY 0,22 0,20 0,28 0,21 0,19 0,17 Jawa Timur 0,05 0,11 0,10 0,08 0,08 0,14 Indonesia 0,18 0,27 0,28 0,31 0,42 0,28 Ditinjau dari kelompok pendapatan (label 5), perubahan tingkat konsumsi telur itik meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan. Namun demikian di Jawa Barat pada tahun 2002 untuk rumahtangga berpendapatan sedang justru konsurnsinya lebih kecil dibanding rumahtangga ber-penghasilan rendah. Hal yang menarik adalah bahwa konsumsi rumahtangga di Indonesia lebih besar dibanding yang terjadi di beberapa provinsi penelitian. Hal ini mengindikasikan bahwa di provinsi lain (luar Jawa) konsumsi telur itik lebih besar dibandingkan di Jawa. 218

4 Tabel 5. Perubahan tingkat konsumsi telur itik menurut kelompok pendapatan (kg/tahun/kapita) Pendapatan rendah Pendapatan sedang Pendapatan tinggi Jawa Barat 0,21 0,39 0,11 0,27 0,22 0,20 0,32 0,26 0,30 Jawa Tengah 0,15 0,22 0,14 0,21 0,25 0,24 0,28 0,33 0,42 Jawa Timur 0,03 0,10 0,09 0,08 0,07 0,13 0,11 0,13 0,17 DIY 0,08 0,15 0,16 0,17 0,20 0,23 0,57 0,30 0,37 Indonesia 0,20 0,34 0,20 0,27 0,35 0,37 0,35 0,37 0,52 Perubahan tingkat partisipasi konsumsi telur asin Telur asin merupakan sumber protein hewani yang cukup banyak diminati masyarakat. Telur asin banyak dijual baik di tingkat kios kecil, pasar tradisional, bahkan hampir semua pasar modem menjual jenis ini. Partisipasi makan telur asin rumahtangga di kota lebih tinggi dibanding di desa. Hal ini berbeda dengan telur itik segar, dimana masyarakat desa mengkonsumsi lebih banyak dibanding yang di kota. Perubahan tingkat partisipasi juga meningkat dari tahun ke tahun, kecuali pada tahun 2005 untuk wilayah Indonesia tingkat partisipasinya sedikit menurun baik di wilayah desa maupun kota. Bila dilihat dari provinsi, nampak bahwa Jawa Tengah, khususnya di wilayah kota, memiliki partisipasi tertinggi yaitu 9,08% pada tahun 2005 (Tabel 6). Hal ini dapat dipahami karena Jawa Tengah, khususnya di Daerah Brebes, merupakan sentra produksi telur asin. Partisipasi rumahtangga yang meng-konsumsi telur asin menurut kelompok pendapatan nampak bahwa Jawa Barat memiliki tingkat partisipasi tertinggi (9,23% pada posisi tahun 2002), yang kemudian disusul oleh Jawa Tengah dan Jawa Timur. Perubahan tingkat partisipasi rumahtangga yang mengkonsumsi telur asin meningkat dari tahun 1999, 2002 dan 2005 untuk semua. Peningkatan partisipasi juga terjadi seiring dengan meningkatnya pendapatan (Tabel 7). Tabel 6. Perubahan tingkat partisipasi konsumsi telur asin menurut wilayah (%) Jawa Barat 4,40 6,75 8,38 4,37 7,97 7,10 Jawa Tengah 4,32 7,39 9,08 2,36 3,62 4,76 DIY 4,39 5,13 8,95 1,67 2,28 3,02 Jawa Timur 4,39 8,20 8,32 1,63 2,48 3,12 Indonesia 3,24 6,97 6,36 1,90 2,68 2,62 Tabel 7. Perubahan tingkat partisipasi konsumsi telur asin menurut kelompok pendapatan (%) Pendapatan rendah Pendapatan sedang Pendapatan tinggi Jawa Barat 3,48 3,59 6,06 4,18 7,95 8,87 6,46 9,23 8,79 Jawa Tengah 2,40 3,34 4,91 3,07 5,34 6,97 4,43 8,61 8,68 Jawa Timur 1,63 2,66 2,67 2,54 4,71 6,07 4,42 6,60 8,73 DIY 2,33 1, ,55 3,72 9,13 5,66 8,48 5,42 Indonesia 1,83 3,68 2,94 2,51 5,31 4,65 3,33 6,01 5,56

5 Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarkkat Bila dilihat dari tingkat konsumsi di masingmasing provinsi, nampak bahwa hampir seluruh angka yang tertera pada Tabel 8 berada di bawah 0,52 (tingkat konsumsi agregat tahun 2005 untuk kelompok pendapatan tinggi), kecuali DIY tahun 1999 untuk rumahtangga dengan pendapatan tinggi (0,72 kg/tahun/kapita). Perubahan tingkat konsumsi telur asin label 8 menyajikan perubahan konsumsi telur asin menurut wilayah desa dan kota. Informasi yang didapat dari tabel ini yaitu bahwa secara agregat tingkat konsumsi telur asin pada tahun 2005 untuk wilayah kota adalah 0,22 kg/kapita/tahun sementara di desa tingkat konsumsi sebesar 0,09 kg/kapita/ tahun. Kondisi tertinggi terjadi di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu 0,40 kg/kapita/tahun. Perubahan yang terjadi dari tahun ke tahun terlihat terus meningkat baik pada wilayah kota maupun desa, di semua provinsi. Di Indonesia, tingkat konsumsi telur asin meningkat seiring dengan tingkat pendapatan. Pada tahun 2005, konsumsi telur asin untuk masyarakat berpendapatan tinggi, tercatat 0,52 kg/tahun/kapita (label 9). Angka ini lebih tinggi dibanding masyarakat berpenghasilan sedang (0,15 kg/tahun/kapita) dan yang berpenghasilan rendah yaitu 0,07 kg/tahun/ kapita. Hal ini dapat dipahami karena untuk masyarakat berpenghasilan tinggi secara otomatis memiliki daya beli yang lebih besar. Namun bila dilihat perkembangan dari tahun ke tahun nampak bahwa tingkat konsumsi telur berfluktuatif untuk semua tingkat pendapatan. Tabel 8. Perubahan konsumsi telur asin menurut wilayah (kg/th/kapita) Jawa Barat 0,13 0,19 0,24 0,13 0,25 0,23 Jawa Tengah 0,14 0,25 0,30 0,07 0,12 0,14 DIY 0,18 0,24 0,40 0,08 0,09 0,12 Jawa Timur 0,14 0,29 0,29 0,06 0,08 0,10 Indonesia 0,09 0,22 0,22 0,05 0,08 0,09 Tabel 9. Perubahan tingkat konsumsi telur asin menurut kelompok pendapatan (kg/th/kapita) Pendapatan rendah Pendapatan sedang Pendapatan tinggi JawaBarat 0,13 0,15 0,12 0,10 0,24 0,28 0,16 0,32 0,30 Jawa Tengah 0,17 0,11 0,10 0,10 0,18 0,23 0,16 0,32 0,42 JawaTimur 0,06 0,07 0,06 0,10 0,17 0,20 0,16 0,35 0,17 DIY ,10 0,14 0,15 0,32 0,39 0,72 0,34 0,37 Indonesia 0,07 0,11 0,07 0,07 0,16 0,15 0,10 0,19 0,52 KESIMPULAN 1. Perkembangan produksi telur itik di Indonesia'dari tahun 2000 s/d 2005 secara nasional terus meningkat dengan rata-rata laju pertumbuhan 6,42 %/tahun. Produksi tertinggi terdapat di Jawa Barat dimana pada tahun 2005 tercatat sebanyak 34,69 ton. 2. Tingkat partisipasi masyarakat terhadap konsumsi telur itik di wilayah pedesaan lebih tinggi dibanding wilayah kota. 3. Secara agregat rumahtangga yang mengkonsumsi (partisipasi) telur itik maupun telur asin meningkat seiring dengan bertambahnya tingkat pendapatan masyarakat. 4. Secara agregat tingkat konsumsi telur itik di wilayah desa lebih tinggi dibanding wilayah kota. Konsumsi telur itik tertinggi dicapai di Jawa Barat pada tahun 1999, yaitu 0,36 kg/ tahun/kapita. 2 20

6 5. Tingkat partisipasi maupun konsumsi telur asin dari kota lebih tinggi daripada di desa. DAFTAR PUSTAKA ARININGSIH, E Perilaku konsumsi pangan sumber protein hewani dan nabati sebelum dan pada masa krisis ekonomi di Jawa. Thesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. BADAN PUSAT STATISTIK Survei sosial ekonomi Nasional : Konsumsi, kalori, protein penduduk Indonesia dan Buku 3. Badan Pusat Statistik. Jakarta. HERMANTO, T. SUDARYANTO dan A. PuRwoTO Pola konsumsi dan pendugaan elastisitas produk peternakan. Dalam : HASTIONO et al., Ed. Prosidings Seminar Peternakan dan Veteriner. Cisarua, 7-8 November Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. RACHMAN, HPS, dan SuPRIYATI Pola konsumsi Jan pengeluaran rumah tangga : Kasus rumah tangga di pedesaan Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Makalah Seminar di Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonmi Pertanian. SuYANTO Demand analysis of poultry products on Java. Jurnal Agroekonomi 1 (20 :1-13). 22 1

I. PENDAHULUAN. salah satu cara memperbaiki keadaan gizi masyarakat (Stanton, 1991).

I. PENDAHULUAN. salah satu cara memperbaiki keadaan gizi masyarakat (Stanton, 1991). 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan zaman, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mengkonsumsi pangan yang bergizi tinggi sudah semakin baik. Kesadaran ini muncul dikarenakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi Permintaan daging sapi di D.I Yogyakarta dipengaruhi oleh beberapa hal seperti pendapatan, jumlah penduduk, harga daging

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan ketahanan pangan Nasional pada hakekatnya mempunyai arti strategis bagi pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA Oleh : I Wayan Rusast Abstrak Pertumbuhan ekonomi telah menggeser pola konsumsi dengan penyediaan produk pangan ternak yang lebih besar.

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama suatu negara, tingkat

I. PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama suatu negara, tingkat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama suatu negara, tingkat kesejahteraan masyarakat serta merta akan menjadi satu tolak ukur dalam menilai keberhasilan pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi pangan hewani seperti daging, telur, susu dan ikan (Jafrinur, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi pangan hewani seperti daging, telur, susu dan ikan (Jafrinur, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kecukupan pangan dan gizi adalah suatu hal yang sangat penting sekali karena itu pembangunan peternakan diarahkan untuk memenuhi kecukupan pangan dan gizi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh manusia guna memenuhi asupan gizi dan sebagai faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Salah satu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan konsumsi daging dan produk-produk peternakan dalam negeri semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan dan daya

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING SAPI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING SAPI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING SAPI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Factors which affecting the demand of beef in Special Region of Yogyakarta Anisa Haryati / 20130220035 Ir. Lestari Rahayu,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KONSUMSI PROTEIN HEWANI DI INDONESIA (Analisis Hasil Susenas ) Nugraha Setiawan

PERKEMBANGAN KONSUMSI PROTEIN HEWANI DI INDONESIA (Analisis Hasil Susenas ) Nugraha Setiawan PERKEMBANGAN KONSUMSI PROTEIN HEWANI DI INDONESIA (Analisis Hasil Susenas 1999-2004) Nugraha Setiawan FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2006 KATA PENGANTAR Mulai sekitar pertengahan tahun 2005

Lebih terperinci

Bab 4 P E T E R N A K A N

Bab 4 P E T E R N A K A N Bab 4 P E T E R N A K A N Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak utama

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai potensi yang sangat baik untuk menopang pembangunan pertanian di Indonesia adalah subsektor peternakan. Di Indonesia kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data

METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data 20 METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data Penelitian ini menggunakan data Susenas Modul Konsumsi tahun 2005 yang dikumpulkan dengan desain cross sectional. Data Susenas Modul Konsumsi terdiri

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi 2017 Terkendali Dan Berada Pada Sasaran Inflasi Inflasi IHK sampai dengan Desember 2017 terkendali dan masuk dalam kisaran sasaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian dari pertumbuhan industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang

Lebih terperinci

syarat penting untuk kemajuan produk-produk pangan lokal di Indonesia khususnya agar dapat bersaing dengan produk lain baik di dalam maupun di

syarat penting untuk kemajuan produk-produk pangan lokal di Indonesia khususnya agar dapat bersaing dengan produk lain baik di dalam maupun di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan (makanan dan minuman) yang halal dan baik merupakan syarat penting untuk kemajuan produk-produk pangan lokal di Indonesia khususnya agar dapat bersaing dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang dikenal

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang dikenal PENDAHULUAN Latar Belakang Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang dikenal dengan sebutan ayam buras (ayam bukan ras) atau ayam sayur. Ayam kampung memiliki kelebihan pada daya adaptasi tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil komoditas pertanian berupa padi. Komoditas padi dikonsumsi dalam bentuk beras menjadi nasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Semakin kompleksnya kebutuhan suatu negara, hampir tidak satupun negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Semakin kompleksnya kebutuhan suatu negara, hampir tidak satupun negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin kompleksnya kebutuhan suatu negara, hampir tidak satupun negara mampu memenuhi sendiri kebutuhannya. Sehingga hal yang lazim disaksikan adalah adanya kerjasama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perkembangan masyarakat yang semakin bertambah tidak hanya dari segi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perkembangan masyarakat yang semakin bertambah tidak hanya dari segi PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan masyarakat yang semakin bertambah tidak hanya dari segi populasi tetapi juga dari segi pengetahuan akan kesehatan menyebabkan pemenuhan akan kebutuhan protein asal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, asam lemak, mineral dan vitamin. Telur juga

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, asam lemak, mineral dan vitamin. Telur juga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telur merupakan salah satu produk peternakan yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang bergizi tinggi dan sangat dibutuhkan oleh tubuh, karena merupakan sumber

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA

DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA Handewi P.S. Rachman, Mewa Ariani, dan T.B. Purwantini Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lapangan kerja, memeratakan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lapangan kerja, memeratakan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan pembagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Secara umum pangan diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain prospective study berdasarkan data hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Provinsi Riau tahun 2008-2010. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

Perkembangan Harga Daging dan Telur Ayam

Perkembangan Harga Daging dan Telur Ayam Dimuat dalam Majalah Poultry Indonesia Edisi Maret 2006 Vol. 1 Perkembangan Harga Daging dan Telur Ayam 1980 2004 Nugraha Setiawan Rata-rata harga daging dan telur ayam, selama 24 tahun terakhir hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara agraris di dunia, peranan tanaman pangan juga telah terbukti secara

I. PENDAHULUAN. negara agraris di dunia, peranan tanaman pangan juga telah terbukti secara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pangan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memiliki peranan sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan wilayah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilakan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Secara sempit

Lebih terperinci

ICASERD WORKING PAPER No.56

ICASERD WORKING PAPER No.56 ICASERD WORKING PAPER No.56 ANALISIS PERILAKU KONSUMSI PANGAN SUMBER PROTEIN HEWANI DAN NABATI PADA MASA KRISIS EKONOMI DI JAWA Ening Ariningsih Juli 2004 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil laut yang berlimpah terutama hasil tangkapan ikan. Ikan merupakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. hasil laut yang berlimpah terutama hasil tangkapan ikan. Ikan merupakan sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wilayah Indonesia sebagian besar merupakan perairan, sehingga diperoleh hasil laut yang berlimpah terutama hasil tangkapan ikan. Ikan merupakan sumber protein

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap negara memiliki tujuan untuk memakmurkan atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap negara memiliki tujuan untuk memakmurkan atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara memiliki tujuan untuk memakmurkan atau mensejahterakan seluruh rakyatnya, kesejahteraan rakyat sendiri adalah kondisi di mana terpenuhinya kebutuhan dasar

Lebih terperinci

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) I. LATAR BELAKANG 1. Dalam waktu dekat akan terjadi perubahan struktur perdagangan komoditas pertanian (termasuk peternakan)

Lebih terperinci

Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI

Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI Pangan merupakan kebutuhan pokok (basic need) yang paling azasi menyangkut kelangsungan kehidupan setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada tahun 2012 menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan Indonesia sangat besar dimana luas perairan Indonesia sebesar 2 per 3 luas daratan. Luas wilayah daratan Indonesia mencakup 1.910.931,32

Lebih terperinci

ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG. Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng

ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG. Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng wiwifadly@gmail.com ABSTRAK Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah enganalisis dan

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS" Oleh : Imas Nur ' Aini21 Abstrak Usaha peternakan ayam ras yang telah berkembang dengan pesat ternyata tidak disertai dengan perkembangan pemasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia Tenggara, jumlah penduduknya kurang lebih 220 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,5% per

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Populasi ternak sapi di Sumatera Barat sebesar 252

PENDAHULUAN. Populasi ternak sapi di Sumatera Barat sebesar 252 PENDAHULUAN Usaha pengembangan produksi ternak sapi potong di Sumatera Barat selalu dihadapi dengan masalah produktivitas yang rendah. Menurut Laporan Dinas Peternakan bekerja sama dengan Team Institute

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

KINERJA USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA DI SULAWESI SELATAN. Armiati dan Yusmasari

KINERJA USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA DI SULAWESI SELATAN. Armiati dan Yusmasari KINERJA USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA DI SULAWESI SELATAN Armiati dan Yusmasari ABSTRAK Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jln. Perintis Kemerdekaan Km.17,5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis pembuatan kerupuk kulina (kulit ikan nila) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis pembuatan kerupuk kulina (kulit ikan nila) merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN Bisnis pembuatan kerupuk kulina (kulit ikan nila) merupakan salah satu bentuk kegiatan menciptakan nilai tambah kulit ikan nila dengan mengidentifikasi peluang bisnis kerupuk tersebut

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 199 IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Kesimpulan 1. Berdasarkan data Susenas tahun 2008, dapat dikatakan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia di berbagai wilayah lebih banyak mengkonsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia yang semakin meningkat berdampak pada peningkatan kebutuhan bahan makanan yang bergizi. Diantara kebutuhan gizi yang diperlukan manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan mengakibatkan kebutuhan permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kedelai merupakan komoditas strategis yang unik tetapi kontradiktif dalam sistem usaha tani di Indonesia. Luas pertanaman kedelai kurang dari lima persen dari seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak meledaknya pertumbuhan penduduk dunia dan pengaruh perubahan iklim global yang makin sulit diprediksi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

KONSUMSI DAN KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN RUMAHTANGGA PERDESAAN DI INDONESIA: Analisis Data SUSENAS 1999, 2002, dan 2005 oleh Ening Ariningsih

KONSUMSI DAN KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN RUMAHTANGGA PERDESAAN DI INDONESIA: Analisis Data SUSENAS 1999, 2002, dan 2005 oleh Ening Ariningsih Seminar Nasional DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Bogor, 19 Nopember 2008 KONSUMSI DAN KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN RUMAHTANGGA

Lebih terperinci

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA A. Pengertian Pangan Asal Ternak Bila ditinjau dari sumber asalnya, maka bahan pangan hayati terdiri dari bahan pangan nabati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

PERSPEKTIF PENGEMBANGAN AYAM BURAS DI INDONESIA (TINJAUAN DARI ASPEK KONSUMSI DAGING AYAM)

PERSPEKTIF PENGEMBANGAN AYAM BURAS DI INDONESIA (TINJAUAN DARI ASPEK KONSUMSI DAGING AYAM) Seminar Nasional Peternakan dan Peteriner 1998 PERSPEKTIF PENGEMBANGAN AYAM BURAS DI INDONESIA (TINJAUAN DARI ASPEK KONSUMSI DAGING AYAM) Kata kunci : Ayam buras, konsumsi, daging MEWA ARiANi Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola Konsumsi adalah susunan tingkat kebutuhan seseorang atau rumahtangga untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam menyusun pola konsumsi

Lebih terperinci

ICASERD WORKING PAPER No. 1

ICASERD WORKING PAPER No. 1 ICASERD WORKING PAPER No. 1 DAMPAK KRISIS EKONOMI TERHADAP KONSUMSI PANGAN SUMBER PROTEIN HEWANI DAN NABATI DI JAWA Ening Ariningsih Agustus 2003 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus diimbangi dengan kesadaran masyarakat akan arti penting peningkatan gizi dalam kehidupan. Hal

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Masih banyak warga negara Indonesia yang bermata

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Masih banyak warga negara Indonesia yang bermata I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam peranan perekonomian nasional. Masih banyak warga negara Indonesia yang bermata pencaharian di sektor pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan pangan yang cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok masyarakat Indonesia adalah beras. Beras

Lebih terperinci

BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN

BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN Faharuddin, M.Si. (Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Sumatera Selatan) 8.1. Konsep Dasar Ketahanan Pangan Ketahanan pangan dikonseptualisasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan perbaikan taraf

I. PENDAHULUAN. masyarakat. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan perbaikan taraf I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang penting bagi masyarakat Indonesia khususnya untuk memenuhi kebutuhan protein hewani sekaligus sebagai komoditas pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memiliki peranan yang cukup penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Salah satu peranan sektor pertanian adalah sebagai penyedia pangan. Menurut Husodo

Lebih terperinci

BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING AYAM BROILER PADA RUMAH TANGGA DI KECAMATAN IDI RAYEUK KABUPATEN ACEH TIMUR

BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING AYAM BROILER PADA RUMAH TANGGA DI KECAMATAN IDI RAYEUK KABUPATEN ACEH TIMUR BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING AYAM BROILER PADA RUMAH TANGGA DI KECAMATAN IDI RAYEUK KABUPATEN ACEH TIMUR Ahmad Ridha Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Samudra Email : achmad.ridha@gmail.com

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam peningkatan. memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Ketidakmampuan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam peningkatan. memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Ketidakmampuan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam peningkatan perekonomian Indonesia walaupun kontribusi sangat sedikit tetapi sangat menentukan kesejahteran masyarakat

Lebih terperinci

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah pengolahan hasil pertanian dan merupakan bagian dari enam subsistem agribisnis yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan peralatan, usaha tani,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM ISSN : 1907-1507 Ukuran Buku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

Konsumsi Protein Hewani dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Di Provinsi Nusa Tenggara Barat

Konsumsi Protein Hewani dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Di Provinsi Nusa Tenggara Barat Naskah diterima : 9 Desember 2010 Revisi Pertama : 10 Desember 2010 Revisi : A R T I K E L Konsumsi Protein Hewani dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Di Provinsi Nusa Tenggara Barat Handewi P.S.Rachman

Lebih terperinci

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN A. KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI YANG DIANJURKAN Tabel 1. Komposisi Konsumsi Pangan Berdasarkan Pola Pangan Harapan Pola Pangan Harapan Nasional % AKG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga meningkat, berdasarkan data dari BPS (2017), dari tahun terjadi

I. PENDAHULUAN. juga meningkat, berdasarkan data dari BPS (2017), dari tahun terjadi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha peternakan ayam petelur berperan penting dalam menyediakan kebutuhan telur masyarakat sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan protein hewani. Sejalan dengan peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PERDESAAN: Analisis Data SUSENAS Handewi P.Saliem dan Ening Ariningsih

PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PERDESAAN: Analisis Data SUSENAS Handewi P.Saliem dan Ening Ariningsih PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PERDESAAN: Analisis Data SUSENAS 1999 2005 1 Handewi P.Saliem dan Ening Ariningsih Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan peranan sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dan berbagai keperluan industri. Protein

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam. Letaknya yang secara geografis dilalui oleh garis khatulistiwa menjadikan Indonesia memiliki iklim tropis yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang mendasar atau bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang penyelenggaraannya

I. PENDAHULUAN. yang mendasar atau bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang penyelenggaraannya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidup, sehingga usaha pemenuhan kebutuhan pangan merupakan suatu usaha kemanusiaan yang mendasar

Lebih terperinci