LAPORAN ANALISIS HUBUNGAN PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN SELATAN-SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN ANALISIS HUBUNGAN PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN SELATAN-SELATAN"

Transkripsi

1 LAPORAN ANALISIS HUBUNGAN PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN SELATAN-SELATAN Cover source : unep.org, aiddata.org, and chronicle.co.zw PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2015

2 ANALISIS HUBUNGAN PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN SELATAN SELATAN PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN

3 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv KATA PENGANTAR...v ABSTRAK... vi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup... 3 II. METODOLOGI PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Model Gravity... 4 III. GAMBARAN MAKROEKONOMI NEGARA SELATAN SELATAN Indikator Ekonomi Negara Selatan Selatan di Kawasan Asia Indikator Ekonomi Negara Selatan Selatan di Kawasan Afrika (Sub Sahara) Indikator Ekonomi Negara Selatan Selatan Kawasan Amerika IV. ANALISIS KINERJA PERDAGANGAN NEGARA SELATAN SELATAN Kinerja Perdagangan Negara Selatan Selatan di Kawasan Asia dengan Dunia Kinerja Perdagangan Negara Selatan Selatan di Kawasan Afrika (Sub Sahara) dengan Dunia Kinerja Perdagangan Negara Selatan Selatan di Kawasan Amerika dengan Dunia V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI IMPOR PRODUKI MANUFAKTUR NEGARA SELATAN SELATAN DARI INDONESIA Determinan Impor Produk Negara Selatan Selatan Kawasan Asia dari Indonesia Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan ii

4 5.2. Determinan Impor Produk Negara Selatan Selatan Kawasan Afrika (Sub Sahara) dari Indonesia Determinan Impor Produk Negara Selatan Selatan Kawasan Amerika dari Indonesia Hambatan dalam memasuki pasar ekspor Selatan Selatan VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan iii

5 DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Rata-rata Nilai Indikator Ekonomi Negara Selatan Selatan di Kawasan Asia ( ) Tabel 3.2. Pertumbuhan Indikator Ekonomi Negara Selatan Selatan di Kawasan Asia Periode (Persen) Tabel 3.3. Rata-rata Nilai Indikator Ekonomi Negara Selatan Selatan di Kawasan Afrika (Sub Sahara)( ) Tabel Pertumbuhan Indikator Ekonomi Negara Selatan Selatan di Kawasan Afrika (Sub Sahara) Periode (Persen). 15 Tabel 3.5. Rata-rata Nilai Indikator Ekonomi Negara di Kawasan Amerika Selatan ( ) Tabel 3.6. Pertumbuhan Indikator Ekonomi Negara Selatan Selatan di Kawasan Amerika Periode (Persen) Tabel Rata-rata Nilai Neraca Perdagangan Negara Kawasan Asia Selatan ke Dunia Tabel 4.2. Rata-rata Nilai Neraca Perdagangan Negara Kawasan Afrika ke Dunia Tabel 4.3. Rata-rata Nilai Neraca Perdagangan Negara Selatan Selatan Kawasan Amerika ke Dunia Tabel 5.1 Koefisien Variabel Penduga Permintaan Impor NegaraSelatan Selatan Kawasan Asiadari Indonesia Tabel 5.2 Koefisien Variabel Penduga Impor Selatan Selatan Kawasan Afrika (Sub Sahara) dari Indonesia Tabel 5.3 Koefisien Variabel Penduga Impor Selatan Selatan Kawasan Amerika dariindonesia Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan iv

6 KATA PENGANTAR Analisis singkat mengenai hubungan perdagangan Indonesia dengan Selatan Selatan ini merupakan kajian jangka pendek yang telah menjadi salah satu kegiatan pada Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan (BP2KP). Fokus analisis ini adalah untuk mengidentifikasi potensi perdagangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan Indonesia dengan negara Selatan Selatan. Selama ini perdagangan Indonesia dengan kawasan lain, khususnya Afrika masih sangat terbatas. Di sisi lain Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan dengan kawasan Asia. Performa ekspor non migas ke Selatan Selatan baik di kawasan Asia, Amerika dan Afrika sangat penting bagi Indonesia, namun ekspor masih didominasi produk primer. Indonesia seharusnya bisa memaksimalkan pemasaran produk manufaktur terutama ke negara Selatan Selatan. Berdasarkan hal tersebut, maka Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP melakukan Analisis Hubungan Perdagangan Indonesia dengan Selatan Selatan. Hasil analisis ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam upaya meningkatkan kinerja ekspor Indonesia, khususnya ke negara Selatan Selatan. Akhirnya, kami menyadari bahwa laporan hasil analisis singkat ini masih terdapat banyak kekurangan. Kami sangat berterimakasih kepada semua pihak atas segala masukan dan sarannya demi kesempurnaan laporan ini. Jakarta, September 2015 Tim Analisis Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan v

7 ABSTRAK Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi perdagangan di negara anggota Selatan-Selatan, menganalisis faktor yang mempengaruhi perdagangan produk manufaktur di negara tersebut dengan analisis model graviti, serta menyusun rekomendasi kebijakan dalam rangka meningkatkan ekspor produk manufaktur Indonesia ke Selatan-Selatan. Hasil analisis menunjukkan bahwa negara-negara di kawasan Selatan-Selatan memiliki potensi yang cukup tinggi bagi Indonesia karena permintaan negara-negara di kawasan tersebut masih tinggi sementara ekspor Indonesia ke negaranegara tersebut relatif masih rendah. Analisis gravity model menunjukkan bahwa PDB elastis terhadap impor produk tekstil, otomotif, dan produk kimia di pasar Amerika Selatan dan Asia; serta produk kimia, kertas dan elektronik di pasar Afrika. Jarak ekonomi berpengaruh positif terhadap impor produk manufaktur, kecuali otomotif dan alas kaki di pasar Amerika Selatan serta tekstil dan mesin di Afrika. Populasi berpengaruh positif terhadap impor otomotif, alas kaki dan elektronik di pasar Amerika Selatan; produk otomotif dan produk kimia di pasar Asia serta produk kimia dan produk kertas di pasar Afrika. Sementara nilai tukar negara mitra berpengaruh positif terhadap impor produk manufaktur kecuali produk elektronik dan produk kimia di pasar Asia; produk kimia, kertas dan elektronik di pasar Afrika. Untuk meningkatkan ekspor Indonesia ke Selatan-Selatan, maka direkomendasikan antara lain: intensifikasi pameran misi dagang; pendirian bank ekspor impor; pembentukan kelompok kerja untuk mengatasi hambatan ekspor; dan kerjasama pembangunan melalui bantuan teknik. ABSTRACT This study aims to identify the potential trade South-South member countries, analyze factors that affect trade of manufactured products in the South-South with gravity model approach, and to develop policy recommendations in order to increase Indonesia s manufacturing exports to the South-South. The analysis showed that the South-South region has considerable potential for Indonesia due to its high import growth from the world while Indonesia s export to the Souh-South is still relatively low. Analysis of gravity model shows that PDB elastic on Indonesia s exports of textile products, automotive, and chemical products in South America and Asia; chemical products, paper and electronics in Africa. Economic distance positively influences South south s import of manufactured products, except automotive and footwear in America as well as textiles and machinery in Africa. Population has positive effect on imports of automotive, footwear and electronics in South America; automotive products and chemical products in Asia as well as chemical products and paper products in Africa. While the exchange rate has positive influence on the import of manufactured products except electronic products and chemical products in Asia; chemical products, paper and electronics in Africa. Several recommendations for increasing exports to the South South are the intensification of exhibition trade mission and the establishment of export-import bank,the establishment of a working group to overcometrade barrier, and development cooperation between Indonesia and the South South through technical assistance. Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan vi

8 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang South-South cooperation (SSC), dibentuk oleh negara-negara yang tidak termasuk kedalam negara industri atau negara maju, maupun negara sosialis. Escobar (2011) menyebut sebagai negara dunia ketiga (third world). Meskipun anggotanya berasal dari kawasan negara yang berbeda (Asia, Afrika, Amerika, Eropa), namun mempunyai banyak kesamaan. Kebanyakan negara Selatan Selatan merupakan negara yang sedang membangun setelah mengalami penjajahan, menerima imbas akibat perang dingin komunis dengan negara industri. Persamaan kepentingandan saling menguntungkanseperti Gerakan non-blok, G-77 merupakan cikal bakal terbentuknya SSC (Gurria, 2010). Disebut South-South cooperation, karena posisi negara-negara berkembang yang menjadi anggotanya, semula hanya negara berkembang di wilayah selatan. Kini negara-negara pecahan Uni Soviet juga masuk sebagai anggota South-South (David 2010). Nama South- South masih dianggap relevan karena negara-negara eks Soviet tersebut posisinya di bagian selatan, yaitu Eropa Selatan. Gerakan Non Blok dan G77 yang semula untuk kepentingan politik dan collective bargaining, kemudian berkembang pada kepentingan ekonomi (new international economic order). Sehingga ada dua pilar kerjasama dalam SSC. Pertama kerjasama ekonomi terutama pada aliran perdagangan, investasi asing dantransfer teknologi diantara negara berkembang, termasuk menghilangkan diskriminasi kelembagaan dan kebijakan. Kedua, bantuan teknis terutama dalam hal capacity building dari segi teknis melalui training, pertukaran expert dan berbagi pengalaman dan know-how (OECD/WTO,2009), serta bentuk pertukaran lainnya yang menjadikan negarasouth-south semakin terintegrasi (Jha & McCawley, 2012). 1

9 Pertumbuhan perdagangan antara negara berkembang dengan South-South lebih tinggi dibandingkan perdagangan antara negara berkembang dengan negara kaya, North-South (The Economist, 2013). Perdagangan antara Afrika dengan BRICS (Brazil, Russia, India, China,and South Africa) tumbuh cepat, melebihi perdagangan antar negara-negara BRICS (Freemantle & Stevens,2013). Strategi Brazil dengan menempatkan 37 duta besar yang tersebar di seluruh Afrika, mampumeningkatkan nilai perdagangan ke Afrika dari USD 4 miliar pada tahun 2000, menjadi USD 28 miliar pada tahun 2012 (Stuenkel, 2013). Kerjasama perdagangan antar Selatan Selatan, menyebabkan terjadinya divergency perkembangan ekonomi antara negara-negara anggotanya (Malhotra, 2008), dimana beberapa negara ekonominya tumbuh cepat menjadi middle income dan emerging countries, lainnya tetap sebagai negara berkembang. Negara middle income dan emerging countries dapat memanfaatkan peluang kerjasama perdagangan, hingga mengalami pertumbuhan ekonomi 5% sampai 10% (JICA, 2012) seperti negara-negara BRICS (Brazil, Russia, India, China/R.R. Tiongkok, and South Africa), beberapa negara ASEAN serta negara-negara Arab. Salah satu fokus Pemerintah Indonesia agar mendapatkan keuntungan dari kerjasama Selatan Selatan adalah dengan mengoptimalkan ekspor ke negara anggota Selatan Selatan, mengingat tujuan ekspor Indonesia masih didominasi kenegara mitra dagang tradisionalseperti Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa. Pemerintah harus cermat dalam melihat potensi ekonomi anggota Selatan Selatan, sehingga dapat dilakukan pemetaan atau analisis terhadap komoditi-komoditi unggulan ekspor Indonesia ke negara anggota Selatan Selatan. Informasi tentang potensi ekspor Indonesia ke negara Selatan Selatan serta faktorfaktor yang mempengaruhi ekspor komoditas unggulan Indonesia ke negara Selatan Selatan penting untuk menyusun rekomendasi pengembangan ekspor yang efektif. Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 2

10 1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi potensi perdagangan di negara anggota Selatan Selatan. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai Impor produki manufaktur negara Selatan Selatan dari Indonesia. 3. Menyusun rekomendasi kebijakan dalam rangka meningkatkan ekspor Indonesia ke Selatan Selatan. 1.3 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini sebagai berikut; 1. Sumber informasi ilmiah dan salah satu referensi bagi pemerintah dalam perumusanan kebijakan, khususnya terkait rencana pengembangan pasar ke negara anggota Selatan Selatan. 2. Referensi pemilihan produk ekspor ke negara anggota Selatan Selatanbagi pelaku usaha. 3. Sumber informasi ilmiah yang dapat memperluas pengetahuan pembaca, serta dapat dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya. 1.4 Ruang Lingkup Analisis mengenai hubungan perdagangan Indonesia dengan Selatan Selatan dibatasi pada 25 negara Selatan Selatan dengan PDB terbesar di setiap kawasan, yaitu kawasan Amerika, kawasan Asia dan kawasan Afrika (Sub Sahara). Sementara itu, komoditi yang dianalisis dibatasi pada 5 kelompok komoditi ekspor Indonesia tebesar di masingmasing kawasan. Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 3

11 II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber yaitu WITS, BPS, ITC, Cepii, IMF dan World Bank selama periode Adapun data sekunder yang digunakan yaitu GDP negara mitra dagang, populasi negara mitra dagang, nilai tukar riil, dan jarak geografi. Negara mitra dagang yang dianalisis adalah 25 negara di masing-masing kawasan yaitu Asia, Amerika dan Afrika. Negara-negara tersebut merupakan negara mitra dagang utama Indonesia di Kawasan Selatan Selatan di Asia, Amerika, dan Afrika. Untuk setiap kawasan, dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai Impor produk manufaktur negara Selatan Selatan dari Indonesia seperti produk tekstil, produk kimia, produk alas kaki, produk otomotif, produk kertas, produk mesin. Nilai impor didekati dari nilai ekspor Indonesia ke kawasan tersebut (mirror). Data sekunder yang digunakan merupakan data panel dengan cross section-nya adalah negara mitra dagang. Semua data ditransformasi dalam bentuk logaritma natural untuk memudahkan interpretasi hasil yang bisa dinyatakan dalam bentuk persentase. Pemilihan negara dari setiap kawasan dilakukan berdasarkan nilai Gross Domestic Products (PDB) terbesar. Sedangkan pemilihan kelompok produk manufaktur berdasarkan pada nilai ekspor tertinggi Indonesia pada tahun Model Gravity Teori model Gravity berasal dari hukum tarik menarik gravitasi yang dikemukakan oleh Isaac Newton yang menyatakan bahwa kedua benda yang memiliki massa akan saling tarik menarik. Besarnya daya tarikmenarik dirumuskan sebagai berikut: Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 4

12 F = G m 1m 2 r (2.1) Dimana: F = besarnya daya tarik menarik antara kedua benda G = konstanta gravitasi m 1 dan m 2 = massa dari benda 1 dan benda 2 r = jarak antara benda 1 dan benda 2 Teori tersebut dapat diterapkan dalam konsep perdagangan internasional dengan mengganti m 1 dan m 2 dengan PDB dari negara 1 dan negara 2, F dengan total perdagangan antara kedua negara, dan r dengan jarak antara kedua negara. Jarak geografi antar Negara merupakan bilangan konstanta (jaraknya tetap). Agar bisa digunakan sebagai variable, maka jarak geografi ditransformasi menjadi jarak ekonomi (d: economic distance). Persamaan interaksi perdagangan antar Negara menjadi (Bhattacharyya dan Banerjee 2006): T = c Y 1Y 2 d (2.2) Dimana: T = Total perdagangan antara kedua negara c = konstanta Y 1 dan Y 2 = PDB dari negara 1 dan negara 2 d = jarak antara negara 1 dan negara 2 Untuk melakukan estimasi persamaan tersebut, digunakan data panel yang terdiri dari kombinasi antara data deret waktu dan cross- Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 5

13 section. Nilai PDB dan jarak ditransformasi dalambentuk logaritma natural (ln) agar, bisa langsung diperoleh koefisien elastisitas ( ). Dengan melakukan logaritma pada persamaan 2.2, diperoleh: ln T 1jt = α + β 1 ln Y 1t + β 2 ln Y jt + β 3 ln d 1i + ε 1jt (2.3) Untuk melakukan analisis secara lebih mendalam, biasanya ada variabel-variabel lain yang dimasukkan ke dalam model gravity selain PDB dan jarak, yaitu populasi yang mengukur besarnya pasar dan nilai tukar. Dengan demikian, bentuk persamaan model gravity yang dianalisis pada kajian ini sebagai berikut: lnvalue_ekspor i,t = a + blnecodistance i,t + clngdp i,t + dlnpop i,t + elnexrate i,t + eror (2.4) Dimana: lnvalue_ekspor i,t =Nilai ekspor Indonesia untuk 5 produk yang dianalisis (mencerminkan nilai impor negara mitra dagang) lnecodistance i,t = Jarak ekonomi lngdp i,t lnpop i,t lnexrate i,t = PDB negara mitra dagang = Populasi negara mitra dagang = Nilai tukar riil negara mitra dagang terhadap USD i=negara mitra dagang Indonesia di Kawasan Selatan Selatan; t= periode waktu Jarak ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus: ecodistance = jarakgeografi i GDP i TotalGDP (2.5) Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 6

14 Dimana: jarakgeografi i = Jarak antara dua ibukota negara yaitu Jakarta dan Ibukota masing-masing negara mitra dagang di Kawasan Selatan Selatan GDP i TotalGDP = PDB negara mitra dagang = Total PDB 25 negara mitra dagang di tiap kawasan. Sedangkan nilai tukar riil yang digunakan dihitung dengan cara: xrate = mata uang negara i USD X CPIAmerika Serikat CPImitradagang (2.6) Dimana: CPI Amerika Serikat = Tingkat inflasi di Amerika Serikat CPI mitra dagang = Tingkat inflasi di negara mitra dagang Jika exchange rate mata uang negara tujuan ekspor terhadap USD semakin tinggi maka terjadi depresiasi mata uang negara tersebut yang menyebabkan harga barang-barang impor termasuk dari Indonesia semakin mahal sehingga permintaan impor berkurang. Sebaliknya jika terjadi apresiasi mata uang negara tujuan ekspor terhadap USD, harga barang-barang impor semakin murah dan permintaan impor meningkat. Oleh karena itu hubungan antara exchange rate dengan barang-barang impor secara umum diduga negatif. Selanjutnya untuk menghasilkan model yang efisien, tidak bias, dan konsisten, maka dilakukan pendeteksian terhadap pelanggaran atau gangguan asumsi dasar model ekonometrika, berupa gangguan antar waktu (time-related disturbance), gangguan antar individu atau dalam kasus ini pasangan negara (cross sectional disturbance), dan gangguan Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 7

15 pengaruh keduanya. Pengujian yang dilakukan menyangkut uji multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 8

16 III. GAMBARAN MAKROEKONOMI NEGARA SELATAN SELATAN Gambaran makroekonomi yang dibahas adalah PDB total, PDB perkapita serta pertumbuhannya. Selain itu juga dibahas tentang jarak ekonomi dan jumlah penduduk, yang diduga berpengaruh terhadap ekspor. PDB total suatu negara menunjukkan daya beli produk impor. Makin tinggi PDB total potensi membeli produk impor semakin tinggi. Namun PDB total yang tinggi memiliki dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, pendapatan per kapita tinggi dengan jumlah penduduk sedikit, seperti Negara Brunai. Kemungkinan kedua, jumlah penduduk besar dengan pendapatan per kapita kecil, misalnya Pakistan. Kedua kemungkinan tersebut memiliki konsenkwensi yang berbeda terhadap produk yang potensial untuk diekspor. Hukum Engle (Nicholson, 2002) menyatakan bahwa bagian pendapatan yang digunakan untuk belanja makanan cenderung menurun jika pendapatannya meningkat. Berdasarkan pernyataan tersebut maka, semakin tinggi pendapatan per kapita konsumsi produk makanan semakin berkurang. Jika produk yang di ekspor adalah produk non pangan, maka Negara tujuan ekspor yang menjadi target adalah negara dengan pendapatan per kapita tinggi. Sebaliknya untuk produk makanan, tujuan ekspor yang relatif potensial adalah negara dengan pendapatan perkapita relatif rendah. Prinsip hukum gravitasi Newton yang memperhitungkan jarak geografi dan ukuran fisik (masa) antara dua objek, dapat menjelaskan hubungan perdagangan antar dua negara. Makin jauh jarak antara dua negara, makin mahal biaya transportasi barang, maka intensitas perdagangan makin kecil. Namun jika dayabeli negara tujuan ekspor Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 9

17 tinggi (dicerminkan oleh PDB), permintaan impor juga makin besar, sehingga biaya transportasi terkompensasi oleh volume perdagangan yang besar. Oleh karena itu penggunaan variabel jarak geografi harus dibobot dengan PDB, menjadi jarak ekonomi (economic distance), untuk menentukan besarnya permintaan impor (persamaan 2.5). Negara yang dianalisis 25 negara dipilih berdasarkan kelengkapan data serta memiliki PDB terbesar tahun 2013, di masing-masing kawasan. Berikut adalah deskripsi indikator makro ekonomi negara kawasan Selatan Selatan. 3.1 Indikator Ekonomi Negara Selatan Selatan di Kawasan Asia Negara Selatan Selatan di kawasan Asia yang dipilih memiliki PDB rata-rata (tahun ) lebih dari USD 15 juta. PDB tertinggi sebesar USD 7.680,54 juta dicapai oleh Negara R.R. Tiongkok, dan terendah USD 15,53 juta dicapai oleh negara Brunai Darusalam. Meskipun PDB Brunai Darusalam terendah, jumlah penduduk Brunai Darusalam juga paling sedikit. Sehingga jika dilihat dari PDB per kapita, Brunai Darusalam masuk dalam urutan ke-5 terbesar setelah Qatar, Singapura, Kuwait dan Uni Emirat Arab. Tabel 3.1. menunjukkan rata-rata PDB periode tahun negara Selatan Selatan di kawasan Asia. Jarak geografi merefleksikan biaya transportasi untuk perdagangan. Namun jika dibobot dengan share PDB terhadap total PDB kawasan, disebut dengan jarak ekonomi, yang menunjukan kemampuan ekonomi negara menutupi biaya transportasi. Pada kenyataannya, jarak bukan satu-satunya penentu biaya transportasi. Keberadaan pelabuhan negara tujuan, serta baik/buruknya pelayanan di pelabuhan turut mempengaruhi biaya transportasi secara keseluruhan. Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 10

18 Tabel 3.1. Rata-rata Nilai Indikator Ekonomi Negara Selatan Selatan di Kawasan Asia ( ) NO NEGARA PDB total (Billion USD) PDB per capita (USD) Jarak ekonomi Populasi (juta) 1 R.R. Tiongkok 7.680, , , ,48 2 India 1.815, ,08 937, ,90 3 Indonesia 825, ,77-245,30 4 Saudi Arabia 669, ,63 217,62 28,03 United Arab 5 Emirates 352, ,21 39,83 8,98 6 Thailand 354, ,38 226,46 66,69 7 Iran, Islamic Rep. 455, ,60 172,92 75,94 8 Malaysia 288, ,09 158,65 29,00 9 Singapore 273, ,50 161,40 5,24 10 Philippines 236, ,67 129,51 95,90 11 Pakistan 211, ,83 103,90 177,65 12 Iraq 192, ,08 73,97 32,18 13 Qatar 172, ,56 14,81 1,97 14 Kuwait 154, ,21 42,85 3,18 15 Viet nam 144,67 1,635,60 74,18 88,31 16 Bangladesh 131,82 856,05 63,72 153,82 17 Oman 71, ,17 11,85 3,19 18 Sri Lanka 58,83 2,859,33 26,14 20,58 19 Lebanon 41, ,15 9,52 4,40 20 Yemen, Rep, 32, ,55 7,21 23,58 21 Jordan 29, ,77 7,38 6,25 22 Bahrain 29, ,24 1,94 1,30 23 Afghanistan 18,66 631,88 7,72 29,47 24 Nepal 18,34 670,77 9,91 27,32 25 Brunai Darussalam 15, ,55 8,44 0,41 Sumber : IMF, World Bank, CEPII (2015) Berdasarkan data pada Tabel 3.1, terlihat bahwa jarak ekonomi Indonesia ke Negara-negara yang termasuk ke dalam kawasan Selatan Selatan Asia, yang terbesar adalah ke negara R.R. Tiongkok, yaitu sebesar 4.961,97. Sementara itu, jarak ekonomi dari Indonesia ke Bahrain merupakan yang terkecil, yaitu sebesar 1,94. Hal ini menunjukkan bahwa jarak ekonomi Indonesia-R.R. Tiongkok yang tinggi berimplikasi pada Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 11

19 tingginya biaya transportasi, sebaliknya jarak ekonomi Indonesia-Bahrain yang rendah menunjukkan rendahnya biaya transportasi. Disamping ukuran ekonomi negara tujuan ekspor, dinamika ekonomi juga sangat penting untuk mengetahui potensi impor suatu negara. Pertumbuhan PDB total dan PDB perkapita dan pertumbuhan populasi penduduk merupakan potensi untuk pengembangan ekspor. Tabel 3.2 menunjukkan perkembangan indikator ekonomi negara Selatan Selatan di kawasan Asia. Tabel 3.2. Pertumbuhan Indikator Ekonomi Negara Selatan Selatan di Kawasan Asia Periode (Persen) No NEGARA PDB total PDB per capita Populasi 1 R.R. Tiongkok 55,81 53,55 1,47 2 India 9,76 5,68 3,86 3 Indonesia 22,44 17,94 3,82 4 Saudi Arabia 42,07 34,33 5,76 5 United Arab Emirates 40,65 27,04 10,72 6 Thailand Iran, Islamic Rep Malaysia Singapore Philippines Pakistan Iraq Qatar ,05 23,94 14 Kuwait 52,33 35,28 12,60 15 Vietnam 47,84 43,26 3,19 16 Bangladesh 30,11 25,57 3,62 17 Oman 35,84 4,81 29,60 18 Sri Lanka 35,54 36,66-0,82 19 Lebanon 16,69 13,39 2,91 20 Yemen, Rep, 13,26 5,63 7,22 21 Jordan 27,45 19,28 6,85 22 Bahrain 27,91 20,17 6,44 23 Afghanistan 27,44 18,45 7,58 24 Nepal 20,63 16,51 3,54 25 Brunai Darussalam 30,25 24,88 4,30 Sumber: IMF, World Bank, CEPII (2015) Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 12

20 Pertumbuhan PDB periode tahun , tertinggi terjadi di Iraq yang mencapai 65,56%. Sebaliknya di Iran pada periode yang sama terjadi penurunan PDB sebesar -12,7%. Meskipun PDB Iran termasuk tinggi (Tabel 3.1) yaitu USD 455,66 juta, namun penurunan PDB yang terjadi perlu mendapat perhatian khusus, karena akan berdampak pada kemampuan mengimpor produk manufaktur termasuk impor dari Indonesia. Negara Selatan Selatan di kawasan Asia yang masuk dalam 5 besar Negara dengan pertumbuhan PDB total tertinggi adalah Iraq, Qatar, R.R. Tiongkok, Kuwait dan Vietnam. Iraq, R.R. Tiongkok, Vietnam dan Kuwait juga masuk dalam 5 besar negara dengan pertumbuhan PDB per kapita tertinggi. Sri Lanka melengkapi 5 besar Negara dengan pertumbuhan PDB per kapita tertinggi di kawasan Asia. 3.2 Indikator Ekonomi Negara Selatan Selatan di Kawasan Afrika (Sub Sahara) Dua puluh lima negara di Afrika yang termasuk dalam kawasan Selatan Selatan yang dipilih dalam analisis memiliki PDB rata-rata (tahun ) lebih dari USD 12 miliar. Pada Tabel 3.3 terlihat bahwa negara yang memiliki rata-rata nilai PDB tertinggi adalah Nigeria, dengan nilai USD 441,40 miliar. Selain itu, negara tersebut juga memiliki jumlah populasi yang paling tinggi, yaitu sebesar 166,6 juta orang. Sementara itu, negara yang memiliki PDB terendah, yaitu sebesar USD 12,30 miliar adalah Chad. Tabel 3.3 menujukkan bahwa jarak ekonomi Indonesia ke kawasan Afrika yang termasuk ke dalam kawasan Selatan Selatan yang terbesar yaitu 4.961,97 adalah ke negara Nigeria. Sementara itu, jarak ekonomi dari Indonesia ke Mozambik merupakan yang terkecil, yaitu sebesar 53,66. Hal ini menunjukkan bahwa biaya transportasi Indonesia-Nigeria lebih tinggi daripada biaya transportasi Indonesia-Mozambik. Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 13

21 Tabel 3.3. Rata-rata Nilai Indikator Ekonomi Negara Selatan Selatan di Kawasan Afrika (Sub Sahara) ( ) NO NEGARA PDB total (Billion USD) PDB per capita (USD) Jarak ekonomi Populasi (juta org) 1 Nigeria 441, , ,30 166,59 2 Afrika Selatan 388, , ,13 51,96 3 Mesir 247, , ,84 80,06 4 Aljazair 193, , ,00 38,13 5 Angola 106, ,26 533,75 20,51 6 Maroko 97, ,86 601,00 32,31 7 Libya 66, ,10 338,75 6,12 8 Sudan 65, ,05 275,13 36,81 9 Kenya 46, ,83 177,84 42,62 10 Ghana 40, ,97 236,21 25,09 11 Ethiopia 38,18 419,58 142,14 90,58 12 Tunisia 45, ,84 246,50 10,72 13 Tanzania 36,65 798,91 140,60 47,09 14 Congo, Dem. Rep. 27,35 420,26 127,36 64,84 15 Pantai Gading 27, ,79 166,30 19,63 16 Kamerun 26, ,66 138,49 21,43 17 Zambia 23, ,66 100,63 13,87 18 Uganda 21,47 598,58 92,26 35,77 19 Gabon 17, ,67 92,20 1,61 20 Mozambik 13,50 540,32 53,66 24,90 21 Equatorial Guinea 14, ,97 79,20 0,73 22 Senegal 14, ,93 95,50 13,54 23 Botswana 14, ,99 63,24 2,00 24 Congo, Rep. 13, ,81 66,67 4,28 25 Chad 12, ,14 61,05 12,27 Sumber : IMF, World Bank, CEPII (2015) Tabel 3.4 menunjukkan pertumbuhan indikator ekonomi negara Selatan Selatan di kawasan Afrika. Pertumbuhan PDB dan PDB per kapita tertinggi selama dialami oleh negara Ethiopia dengan nilai masing-masing sebesar 58,77% dan 46,95%. Sebaliknya, negara yang mengalami pertumbuhan negatif pada PDB dan PDB per kapita masingmasing sebesar 2,48% dan 6,82% selama periode tersebut adalah Afrika Selatan. Penurunan tersebut perlu mendapat perhatian khusus, mengingat Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 14

22 Afrika Selatan merupakan salah satu pasar ekspor utama Indonesia di kawasan Afrika. Tabel Pertumbuhan Indikator Ekonomi Negara Selatan Selatan di Kawasan Afrika (Sub Sahara) Periode (Persen) No NEGARA PDB total PDB per capita Populasi 1 Nigeria 41,39 30,06 8,71 2 Afrika Selatan -2,48-6,82 4,66 3 Mesir Aljazair Angola Maroko Libya Sudan ,80 6,49 9 Kenya 38,11 27,38 8,42 10 Ghana 49,61 40,13 6,77 11 Ethiopia 58,77 46,95 8,04 12 Tunisia 5,78 2,48 3,22 13 Tanzania 41,17 28,93 9,52 14 Congo, Dem, Rep Pantai Gading Kamerun Zambia Uganda Gabon ,59 7,42 20 Mozambik 53,76 42,65 7,79 21 Equatorial Guinea 34,51 23,70 8,74 22 Senegal 14,38 4,81 9,13 23 Botswana 7,55 4,79 2,63 24 Congo, Rep, 17,31 8,45 8,17 25 Chad 26,80 15,88 9,42 Sumber : IMF, World Bank, CEPII (2015) Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 15

23 Negara-negara di kawasan Afrika yang masuk dalam 5 besar negara dengan pertumbuhan PDB dan PDB per kapita tertinggi adalah Ethiopia, Mozambik, Republik Demokratik Kongo, Angola, dan Ghana. 3.3 Indikator Ekonomi Negara Selatan Selatan Kawasan Amerika Negara yang dipilih di kawasan Amerika yang termasuk dalam kawasan Selatan Selatan untuk analisis ini berjumlah sebesar 25 negara dengan nilai PDB rata-rata selama tahun lebih dari USD 1 miliar. Rata-ata nilai indikator ekonomi negara-negara terpilih yang disajikan pada Tabel 3.5 menunjukkan bahwa negara yang memiliki ratarata nilai PDB tertinggi adalah Brazil, dengan nilai sebesar USD 2.278,5 miliar. Selain itu, jumlah populasi paling tinggi, sebesar 197,79 juta orang, juga terjadi di Brazil. Sementara itu, negara yang dengan PDB dan populasi terendah, masing-masing sebesar USD 1,52 miliar dan 0,32 juta jiwa, adalah Belize. Bila dilihat berdasarkan jarak ekonomi pada Tabel 3.5, jarak antara Indonesia-Brazil dan jarak antara Indonesia-Cape Verde masing-masing merupakan yang tertinggi dan terendah di antara dua puluh lima negara yang terpilih. Jarak ekonomi antara Indonesia dengan Brazil mencapai 8.749,94 sementara jarak antara Indonesia dengan Cape Verde hanya sebesar 4,03. Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 16

24 Tabel 3.5. Rata-rata Nilai Indikator Ekonomi Negara di Kawasan Amerika Selatan ( ) NO NEGARA PDB total (Billion USD) PDB per capita (USD) Jarak ekonomi Populasi (juta org) 1 Brazil 2.278, , ,94 197,79 2 Argentina 558, , ,23 40,91 3 Venezuela 382, , ,70 29,73 4 Colombia 342, , ,85 47,39 5 Chile 253, ,63 876,16 17,39 6 Peru 178, ,01 712,31 29,81 7 Ecuador 82, ,80 351,35 15,37 8 RepublikDominik 58, ,78 242,45 10,21 9 Uruguay 47, ,51 160,96 3,39 10 Guatemala 48, ,36 192,44 14,90 11 Costa Rica 43, ,14 179,38 4,77 12 Panama 35, ,09 144,03 3,77 13 Bolivia 25, ,40 96,60 10,41 14 Paraguay 24, ,98 87,33 6,63 Trinidad and 15 Tobago 23, ,72 100,85 1,33 16 El Salvador 23, ,65 93,40 6,28 17 Honduras 17, ,44 71,54 7,86 18 Jamaica 14, ,37 58,86 2,70 19 Nicaragua 10, ,79 40,84 5,95 20 Haiti 7,62 753,46 31,60 10,11 21 Bahamas 8, ,06 32,42 0,37 22 Suriname 4, ,69 18,70 0,53 23 Guyana 2, ,00 10,88 0,79 24 Cape Verde 1, ,06 4,03 0,49 25 Belize 1, ,88 6,08 0,32 Sumber: IMF, World Bank, CEPII (2015) Tabel 3.6 menyajikan pertumbuhan indikator ekonomi negara Selatan Selatan di kawasan Amerika. Negara dengan pertumbuhan PDB tertinggi, mencapai 55,73%, selama adalah Bolivia. Tidak hanya pertumbuhan PDB yang tinggi, pertumbuhan PDB per kapita negara tersebut juga merupakan yang tertinggi di antara dua puluh lima negara terpilih, yaitu sebesar 48,22%. Sementara itu, pertumbuhan PDB Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 17

25 dan PDB terendah selama periode masing-masing adalah Brazil dan Bahamas. Tabel 3.6. Pertumbuhan Indikator Ekonomi Negara Selatan Selatan di Kawasan Amerika Periode (Persen) No NEGARA PDB total (Billion USD) PDB per capita (USD) Populasi (juta org) 1 Brazil 4,79 2,09 2,64 2 Argentina 31,81 28,40 2,66 3 Venezuela 11,30 6,31 4,69 4 Colombia 31,84 26,72 4,04 5 Chili 27,45 24,05 2,73 6 Peru 36,24 31,25 3,80 7 Ecuador 35,82 29,46 4,91 8 RepublikDominik 15,31 11,02 3,86 9 Uruguay 43,28 41,80 1,04 10 Guatemala 30,14 20,66 7,86 11 Costa Rica 36,70 31,02 4,34 12 Panama 48,01 40,89 5,06 13 Bolivia 55,73 48,22 5,07 14 Paraguay 44,83 37,53 5,30 15 Trinidad and Tobago 18,70 17,55 0,98 16 El Salvador 13,26 11,08 1,97 17 Honduras 17,11 10,22 6,25 18 Jamaica 8,55 7,60 0,89 19 Nicaragua 25,93 20,58 4,44 20 Haiti 27,74 22,52 4,25 21 Bahamas 6,45 1,69 4,68 22 Suriname 21,30 18,08 2,73 23 Guyana 32,35 30,12 1,72 24 Cape Verde 12,92 10,37 2,32 25 Belize 16,26 8,10 7,55 Sumber : IMF, World Bank, CEPII (2015) Negara Selatan Selatan di kawasan Amerika yang masuk dalam 5 besar negara dengan pertumbuhan PDB tertinggi adalah Bolivia, Panama, Paraguay, Uruguay, dan Costa Rica. Sementara itu, 5 besar negara Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 18

26 dengan pertumbuhan PDB per kapita tertinggi adalah Bolivia, Uruguay, Panama, Paraguay, dan Peru. Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 19

27 IV. ANALISIS KINERJA PERDAGANGAN NEGARA SELATAN SELATAN Kinerja perdagangan antar negara Selatan Selatan menunjukkan potensi ekspor serta peluang kerjasama Indonesia dengan negara-negara di kawasan tersebut masih bisa terus ditingkatkan. Pada bab ini dibahas tentang kinerja perdagangan Indonesia dengan negara di Selatan Selatan di tiga (3) kawasan yaitu Asia, Amerika, dan Afrika (Sub Sahara). Ekspor Indonesia ke negara Selatan Selatan didominasi oleh sektor non migas. Pada tahun 2014 ekspor ke negara Selatan Selatan mencapai USD 6,2 miliar, terdiri dari ekspor non migas sebesar USD 6,2 miliar sementara ekspor migas sebesar USD 0,8 juta. Sebaliknya, impor Indonesia dari negara Selatan Selatan didominasi oleh sektor migas. Pada tahun 2014, impor dari negara Selatan Selatan mencapai USD 5,5 miliar, terdiri dari impor migas sebesar USD 4,0 miliar dan impor non migas sebesar USD 1,5 miliar (BPS, 2015). Selama neraca perdagangan migas Indonesia dengan negara Selatan Selatan mengalami defisit, sementara neraca perdagangan non migas mengalami surplus. Tahun 2014, neraca perdagangan Indonesia surplus USD 774,2 juta, terdiri dari defisit perdagangan migas sebesar USD 4,0 miliar dan surplus perdagangan non migas sebesar USD 4,8 miliar. Pada tahun 2014, negara terbesar penyumbang surplus perdagangan total Indonesia dengan Selatan Selatan antara lain Mesir dan Djibouti, sedangkan penyumbang defisit perdagangan terbesar antara lain Nigeria, Pantai Gading, dan Aljazair (BPS, 2015). Sementara itu, negara penyumbang surplus perdagangan non migas Indonesia dengan negara Selatan Selatan antara lain Mesir, Djibouti, dan Nigeria, sedangkan penyumbang defisit perdagangan non migas terbesar antara lain Pantai Gading, Maroko, Burkina Faso, dan Mali. Negara tujuan utama ekspor non migas Indonesia ke negara Selatan Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 20

28 Selatan pada tahun 2014 antara lain negara Selatan Selatan, Mesir, dan Nigeria (BPS, 2015). Target ekspor 2019 untuk negara Selatan Selatan sebesar USD 17,3 miliar. Target terbesar ditujukan untuk negara Afrika Selatan (USD 4,5 miliar), Mesir (USD 3,6 miliar) dan Nigeria (USD 1,7 miliar). Ekspor produk Manufaktur Indonesia ke negara Selatan Selatan pada tahun 2014 sebesar USD 2,7 miliar (pangsa 27,9%) dan produk Primer sebesar USD 3,5 miliar (pangsa 36,1%). Ekspor produk Manufaktur didominasi oleh Produk kimia dengan pangsa 6,8% dan Unclassified Manufacture dengan pangsa 6,4%. Sementara itu, produk Primer didominasi oleh CPO dan Turunannya dengan pangsa 29,3%. 4.1 Kinerja Perdagangan Negara Selatan Selatan di Kawasan Asia dengan Dunia Perdagangan negara Selatan Selatan dengan dunia, menunjukkan potensi negara tersebut untuk melakukan perdagangan dengan Indonesia. Nilai impor negara Selatan Selatan dari dunia menunjukkan kemampuan negara tersebut menyerap produk ekspor dari negara lain termasuk Indonesia. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa rata-rata nilai perdagangan periode antar negara-negara Asia Selatan sangat beragam. Ekspor terendah sebesar USD 0,43 miliar dilakukan oleh Afganistan dan tertinggi USD 1.933,49 miliar dilakukan oleh R.R. Tiongkok. Demikian juga untuk impor terendah sebesar USD 3,38 miliar dilakukan oleh Brunei dan tertinggi USD 1.726,90 miliar dilakukan oleh R.R. Tiongkok. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa rata-rata nilai perdagangan periode antar negara Selatan Selatan di kawasan Asia sangat beragam. Ekspor terendah sebesar USD 0,43 miliar dilakukan oleh Afganistan dan tertinggi USD 1.933,49 miliar dilakukan oleh R.R. Tiongkok. Demikian juga untuk impor terendah sebesar USD 3,38 miliar dilakukan oleh Brunei dan tertinggi USD 1.726,90 miliar dilakukan oleh R.R. Tiongkok. Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 21

29 Tabel Rata-rata Nilai Neraca Perdagangan Negara Selatan Selatan Kawasan Asia ke Dunia NO Negara Ekspor ke Dunia (USD Miliar) Impor dari Dunia (USD Miliar) Neraca Perdagangan (USD Miliar) Impor dari Indonesia (USD Miliar) Pangsa Impor dari Indonesia (%) 1 R.R. Tiongkok 1.933, ,90 206, India 287,02 441,86-154, Indonesia 183,46 172,85 10, Arab Saudi 344,91 139,44 205, Uni Emirat Arab 209,02 203,93 5, Thailand 220,55 227,29-6, Rep Iran 90,72 55,57 35, Malaysia 220,39 188,54 31, Singapore 395,00 357,33 37, Philippines 51,38 63,15-11, Pakistan 24,12 42,18-18, Iraq 77,53 34,34 43, Qatar 115,04 24,72 90, Kuwait 98,52 26,09 72, Vietnam 103,93 109,35-5, Bangladesh 25,40 34,47-9, Oman 45,64 26,52 19, Sri Lanka 9,42 16,97-7, Lebanon 4,23 20,13-15, Rep. Yaman 6,89 10,96-4, Jordan 7,70 18,95-11, Bahrain 16,30 18,47-2, Afghanistan 0,43 6,58-6, Nepal 0,88 5,88-5, Brunai Darussalam 11,61 3,38 8, Sumber: WITS, diolah (2015) Baik ekspor maupun impor, R.R. Tiongkok merupakan yang tertinggi di kawasan Asia selama kurun waktu Nilai perdagangan R.R. Tiongkok dengan dunia nilainya 10 kali lipat perdagangan Indonesia dengan dunia. Ekspor tertinggi kedua oleh Singapura, dan impor oleh India. Neraca perdagangan surplus tertinggi diperoleh R.R. Tiongkok dan Saudi Arabia (masing-masing sekitar USD 206 dan USD 205 miliar), Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 22

30 sebaliknya defisit tertinggi dialami oleh India (defisit sebesar -154,85 miliar). Kinerja perdagangan Indonesia dengan dunia mengalami surplus sebesar USD 10,61 miliar, masih jauh dibawah R.R. Tiongkok. Negara Selatan Selatan memiliki potensi dan peluang sebagai mitra dagang Indonesia untuk produk manufaktur. Negara yang potensial adalah negara yang saat ini telah menjadi tujuan ekspor Indonesia. Sedangkan negara yang memiliki peluang adalah negara yang dengan nilai impor dari dunia tinggi, namun impor dari Indonesia masih relatif rendah. Negara Selatan Selatan di Asia yang potensial adalah R. R. Tiongkok, India, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Sedangkan negara yang berpeluang adalah Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Filipina, Pakistan dan Vietnam. 4.2 Kinerja Perdagangan Negara Selatan Selatan di Kawasan Afrika (Sub Sahara) dengan Dunia Tabel 4.2 menunjukkan bahwa rata-rata nilai perdagangan periode antar negara Selatan Selatan di kawasan Afrika dengan dunia sangat beragam. Negara dengan ekspor terendah adalah Uganda dengan nilai rata-rata sebesar USD 2,14 miliar selama Sementara itu, ekspor Nigeria merupakan yang tertinggi dengan nilai rata-rata ekspor sebesar USD 111,48 miliar. Di sisi lain, negara yang melakukan impor terendah di kawasan tersebut adalah Chad. Nilai rata-rata impor Chad seama hanya sebesar USD 1,02 miliar. Sedangkan impor tertinggi dilakukan oleh negara Afrika Selatan dengan nilai rata-rata mencapai USD 98,31 miliar selama (Tabel 4.2). Rata-rata perdagangan 25 negara Selatan Selatan di kawasan Afrika dengan dunia selama mengalami surplus sebesar USD 78,2 miliar. Surplus tertinggi disumbang oleh negara Nigeria, dengan ratarata surplus perdagangan mencapai USD 64,31 miliar selama periode Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 23

31 tersebut. Surplus tersebut bahkan lebih besar dari surplus perdagangan Indonesia dengan dunia yang mencapai USD 10,61 miliar. Sementara itu, negara dengan defisit perdagangan terbesar adalah Mesir, dengan ratarata defisit perdagangan mencapai USD 33,9 miliar (Tabel 4.2). Tabel 4.2. Rata-rata Nilai Neraca Perdagangan Negara Selatan Selatan Kawasan Afrika ke Dunia NO NEGARA Ekspor ke Dunia (USD Miliar) Impor dari Dunia (USD Miliar) Neraca Perdagangan (USD Miliar) Impor dari Indonesia (USD Miliar) Pangsa Impor dari Indonesia (%) 1 Nigeria 111,48 47,17 64, Afrika Selatan 96,14 98,31-2, Mesir 29,03 62,95-33, Aljazair 67,09 48,37 18, Angola 66,49 19,16 47, Maroko 20,70 42,40-21, Libya 38,98 17,16 21, Sudan 7,75 9,38-1, Kenya 4,14 10,88-6, Ghana 12,95 11,76 1, Ethiopia 2,98 11,08-8, Tunisia 17,09 23,73-6, Tanzania 4,69 10,86-6, Congo, Dem. 14 Rep. 6,77 5,65 1, Pantai Gading 11,07 9,21 1, Kamerun 3,83 6,09-2, Zambia 9,04 7,87 1, Uganda 2,14 5,54-3, Gabon 9,50 3,49 6, Mozambik 3,34 6,54-3, Equatorial 21 Guinea 13,23 3,48 9, Senegal 2,48 5,95-3, Botswana 6,03 7,10-1, Congo, Rep. 9,66 6,78 2, Chad 3,38 1,02 2, Sumber: WITS, diolah(2015) Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 24

32 Berdasarkan kriteria negara yang potensial adalah negara yang saat ini telah menjadi tujuan ekspor Indonesia, maka negara Selatan Selatan di Afrika yang potensial adalah Nigeria, Mesir, Aljazair, Angola, Sudan. Sementara Afrika Selatan, Maroko, Sudan, Kenya, Tunisia, dan Ghana adalah negara yang memiliki peluang bekerjasama dengan Indonesia karena nilai impor dari dunia tinggi, namun impor dari Indonesia masih relatif rendah. 4.3 Kinerja Perdagangan Negara Selatan Selatan di Kawasan Amerika dengan Dunia Tabel 4.3 juga menunjukkan bahwa rata-rata nilai perdagangan periode antara negara Selatan Selatan di kawasan Amerika dengan dunia juga sangat beragam. Berdasarkan data tersebut, nilai ekspor Brazil ke dunia jauh lebih tinggi dibandingkan 24 negara lainnya. Nilai rata-rata ekspor Brazil selama dengan dunia mencapai USD 234,54 miliar. Sementara itu, negara dengan nilai rata-rata ekspor terendah selama periode tersebut, yaitu sebesar USD 0,06 miliar, adalah negara Cape Verde. Bila dilihat dari sisi impor, Brazil juga merupakan negara dengan nilai impor terbesar dari dunia, dengan rata-rata impor dari dunia mencapai USD 217,37 miliar selama Selan itu Cape Verde juga merupakan negara dengan nilai rata-rata impor terendah yaitu sebesar USD 0,79 miliar (Tabel 4.3). Rata-rata perdagangan 25 negara Selatan Selatan di kawasan Amerika dengan dunia selama mengalami surplus sebesar USD 22,23 miliar. Surplus tertinggi disumbang oleh negara Venezuela, dengan rata-rata surplus perdagangan mencapai USD 38,99 miliar selama Surplus tersebut juga lebih besar dari surplus perdagangan Indonesia dengan dunia yang mencapai USD 10,61 miliar. Sementara itu, negara dengan defisit perdagangan terbesar adalah Republik Dominika, dengan rata-rata defisit perdagangan mencapai USD 10,64 miliar. Negara Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 25

33 Selatan Selatan di Amerika yang potensial adalah Brazil, Argentina, Kolombia, Chile dan Peru. Negara yang berpeluang adalah Venezuela, Ekuador, Guatemala, Costa Rica dan Panama (Tabel 4.3). Tabel 4.3. Rata-rata Nilai Neraca Perdagangan Negara Selatan Selatan Kawasan Amerika ke Dunia NO Negara Ekspor ke Dunia (USD Miliar) Impor dari Dunia (USD Miliar) Neraca Perdagangan (USD Miliar) Impor dari Indonesia (USD Miliar) Pangsa Impor dari Indonesia (%) 1 Brazil 234,54 217,37 17, Argentina 77,45 68,32 9, Venezuela 85,26 46,27 38, Colombia 53,97 53,21 0, Chile 76,80 73,29 3, Peru 42,16 38,35 3, Ekuador 22,16 24,28-2, RepublikDominik 6,50 17,14-10, Uruguay 8,10 10,66-2, Guatemala 9,70 16,23-6, Costa Rica 10,50 17,17-6, Panama 6,80 16,05-9, Bolivia 10,03 7,87 2, Paraguay 7,74 11,52-3, Trinidad and 15 Tobago 17,37 6,75 10, El Salvador 5,16 9,86-4, Honduras 3,81 8,17-4, Jamaika 1,56 6,11-4, Nicaragua 3,32 5,19-1, Haiti 0,90 3,50-2, Bahamas 0,75 3,32-2, Suriname 1,70 1,59 0, Guyana 1,09 1,72-0, Cape Verde 0,06 0,79-0, Belize 0,36 0,84-0, Sumber : WITS, diolah(2015) Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 26

34 V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI IMPOR PRODUKI MANUFAKTUR NEGARA SELATAN SELATAN DARI INDONESIA Lima besar produk ekspor unggulan Indonesia ke negara Selatan Selatan kawasan Amerika, Asia dan Afrika beberapa ada yang sama. Produk elektronik, kimia, tekstil menjadi produk ekspor unggulan di tiga kawasan yang diteliti. Otomotif menjadi produk unggulan di kawasan Amerika dan Asia. Mesin-mesin menjadi produk unggulan di kawasan Asia dan Afrika. Alas kaki menjadi produk unggulan di kawasan Amerika dan kertas menjadi produk unggulan di kawasan Afrika (Sub Sahara). Determinan impor negara di kawasan Selatan Selatan dari Indonesia dianalisis menggunakan metode analisis data panel statis dengan model gravity. Spesifikasi model gravity yang digunakan didasarkan pada teori permintaan. Berdasarkan penelitian Baier dan Bergstrand (2007), perdagangan antar Negara dipengaruhi oleh ukuran ekonomi dan jarak antar negara. Sementara itu, Ibrahim (2012) secara empiris mengkonfirmasi bahwa ada hubungan yang signifikan antara nilai ekspor dengan PDB mitra dagang dan nilai tukar riil. Perumusan model ini digunakan untuk menganalisis determinan ekonomi dan non ekonomi lainnya dalam rentang waktu Variabel dependent yang digunakan adalah nilai impor produk manufaktur Selatan Selatan dari Indonesia, sementara itu variabel independent yang digunakan adalah populasi negara tujuan ekspor (LNPOP), PDB riil negara tujuan ekspor (LNPDB), jarak ekonomi antara ibukota negara (LNECODISTANCE), dan nilai tukar riil (LNXRATE). Determinan yang mempengaruhi impor produk berbeda antar kawasan. Tingkat keakuratan gravity model untuk menduga nilai ekspor, ditunjukkan oleh nilai R 2 (koefisien regresi) yang nilainya berkisar antara 0 Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 27

35 sampai 1. Makin besar nilai R 2 tingkat ketepatan model untuk menduga makin tinggi Determinan Impor Produk Negara Selatan Selatan Kawasan Asia dari Indonesia Hasil analisis model gravity lima produk terbesar ke ke negara Selatan Selatan di kawasan Asia memiliki nilai R 2 yang tinggi. Nilai R 2 terkecil pada Produk kimia yaitu 0,96. Nilai R 2 tersebut menunjukkan bahwa nilai impor produk kimia 96% dapat dijelaskan oleh variable dalam model. Sisanya sebesar 4% dijelaskan oleh variable di luar model. Nilai R 2 terbesar dihasilkan pada model penduga nilai impor elektronik, otomotif dan produk tekstil yaitu sebesar 0,99 yang artinya hanya 1% perilaku impor elektronik, otomotif dan produk tekstil yang tidak dapat diduga dengan model gravity yang dihasilkan (Tabel 5.1). Tabel 5.1 Koefisien Variabel Penduga Permintaan Impor Negara Selatan Selatan Kawasan Asia dari Indonesia Komoditi LNPDB LNECODIS TANCE LNPOP LNXRAT Elektronik 0,95* 1,48* -0,72* 0,99 Produk Kimia 1,16* 0,83* 0,28-1,15* 0,96 Otomotif 2,62* 1,19* 4,56* 0,84* 0,99 Produk Tekstil 1,14* 0,58* 0,42* 0,99 Mesin-mesin 0,82* 0,18 0,76 0,98 Keterangan: *) signifikan pada taraf nyata 5% PDB Riil Hasil analisis pada model penduga nilai impor lima produk unggulan Selatan Selatan di kawasan Asia dari Indonesia (Elektronik, Produk kimia, Otomotif, Produk Tekstil, Mesin-mesin), variabel ln PDB (Gross Domestic Product), seluruhnya berpengaruh nyata dengan nilai koefisien positif (Tabel 5.1). Artinya semakin tinggi pendapatan negara importir di kawasan tersebut, impor terhadap 5 produk unggulan dari Indonesia semakin tinggi. E R 2 Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 28

36 Pengaruh perubahan terbesar LNPDB terhadap nilai impor terjadi pada produk otomotif dengan nilai elastisitas 2,62. Impor produk kimia dan produk tekstil, juga elastis terhadap PDB, dengan nilai elastisitas masingmasing 1,16 dan 1,14. Permintaan impor produk otomotif, produk kimia dan produk tekstil, bersifat elastis terhadap pendapatan negara Selatan Selatan di kawasan tersebut. Jika pendapatan negara importir naik 1%, maka permintaan ekspor terhadap produk otomotif, produk kimia dan produk tekstil meningkat masing-masing sebesar 2,6%; 1,4% dan 1,2%. Sementara itu elastisitas PDB terhadap elektronik dan mesin-mesin kurang dari 1, atau tidak elastis. PDB menjadi salah satu indikator untuk melihat daya beli masyarakat suatu negara. Jarak Ekonomi (ECODIST) Sementara dari sisi jarak ekonomi, hasil analisis impor negara Selatan Selatan kawasan Asia dari Indonesia menunjukkan bahwa jarak ekonomi berpengaruh signifikan dan nyata terhadap nilai impor elektronik dan otomotif, sedangkan pada produk kimia, produk tekstil dan mesinmesin jarak ekonomi tidak berpengaruh pada nilai impor. Kelima produk impor negara Selatan Selatan kawasan Asia dari Indonesia menunjukkan pengaruh yang positif antara jarak ekonomi dengan nilai impor. Artinya semakin jauh jarak ekonomi, nilai impor makin tinggi. Hasil ini diduga dipengaruhi oleh tingkat populasi negara-negara di kawasan tersebut yang cukup tinggi dan lokasi negara tersebut dengan Indonesia yang samasama berada di Asia sehingga biaya impor akan lebih efisien jika dilakukan dalam skala yang besar. Populasi (POP) Hasil analisis impor otomotif dan produk kimia menunjukkan pengaruh yang positif terhadap tingkat populasi. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan jumlah populasi secara nyata dan signifikan akan mempengaruhi ekspor dengan hubungan yang positif. Puskadaglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 29

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.699, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Bea masuk. Impor. Benang kapas. Pengenaan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96/PMK.011/2014 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN

Lebih terperinci

1 of 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 87/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING

Lebih terperinci

PRODUK IMPOR BERUPA BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD) YANG DIKENAKAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN

PRODUK IMPOR BERUPA BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD) YANG DIKENAKAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 87/PMK.011/2011 TENTANG : PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD)

Lebih terperinci

Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan eksternal Negara Schengen dan daftar negara yang tidak memerlukannya.

Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan eksternal Negara Schengen dan daftar negara yang tidak memerlukannya. Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan eksternal Negara Schengen dan daftar negara yang tidak memerlukannya. A. Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan

Lebih terperinci

Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-16/BC/2011 Tanggal : 20 April 2011

Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-16/BC/2011 Tanggal : 20 April 2011 Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-16/BC/2011 Tanggal : 20 April 2011 DAFTAR NEGARA-NEGARA YANG DIKECUALIKAN DARI PEMUNGUTAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.011/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.011/2011 TENTANG Menimbang Mengingat PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK TALI KAWAT BAJA (STEEL WIRE ROPES) DENGAN POS TARIF 7312.10.90.00

Lebih terperinci

Sekilas tentang Bom Curah (cluster bombs) dan Dunia

Sekilas tentang Bom Curah (cluster bombs) dan Dunia Sekilas tentang Bom Curah (cluster bombs) dan Dunia Berikut ini adalah daftar negara-negara yang telah terkena atau telah, atau sedang maupun bom curah. Catatan disertakan di bagian bawah tabel untuk menunjukkan

Lebih terperinci

2017, No Perdagangan Indonesia menerima permohonan perpanjangan Tindakan Pengamanan, maka Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia melakukan pe

2017, No Perdagangan Indonesia menerima permohonan perpanjangan Tindakan Pengamanan, maka Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia melakukan pe No.1292, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan. Impor Produk Canai Lantaian dari Besi atau Baja Bukan Paduan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 55/PMK.011/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 55/PMK.011/2011 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 55/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK TALI KAWAT BAJA (STEEL WIRE ROPES) DENGAN POS TARIF EX 7312.10.10.00 DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1142, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Pengamanan Impor Barang. Kawat Besi/Baja. Bea masuk. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.011/2012 TENTANG PENGENAAN

Lebih terperinci

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 30 SEPTEMBER 2015

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 30 SEPTEMBER 2015 JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 30 SEPTEMBER 2015 NO NEGARA LAKI-LAKI PEREMPUAN Total 1 A F R I K A 2 0 2 2 AFGHANISTAN 61 61 122 3

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN DUNIA. Nuhfil Hanani AR

PRODUKSI PANGAN DUNIA. Nuhfil Hanani AR 49 PRODUKSI PANGAN DUNIA Nuhfil Hanani AR Produksi Pangan dunia Berdasarkan data dari FAO, negara produsen pangan terbesar di dunia pada tahun 2004 untuk tanaman padi-padian, daging, sayuran dan buah disajikan

Lebih terperinci

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015 JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015 NO NEGARA LAKI-LAKI PEREMPUAN Total 1 A F R I K A 2 0 2 2 AFGHANISTAN 61 63 124 3 ALJAZAIR

Lebih terperinci

7 Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Real Estat, Usaha Persewaan, dan

7 Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Real Estat, Usaha Persewaan, dan Tabel 8.4.4. Penggunaan Kerja Asing Di Indonesia Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Pekerjaan/Jabatan sampai dengan 31 Mei 2010 Jenis Pekerjaan/Jabatan Usaha Produksi, No Lapangan Usaha Kepemimpina Tata

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTERI KEUANGAN SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 155/PMK.010/2015 TENT ANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK STEEL WIRE ROD DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTER!

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2010

LAMPIRAN. Lampiran 1. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2010 LAMPIRAN Lampiran 1. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2010 No Kota IPK 1 Denpasar 6.71 2 Tegal 6.26 3 Surakarta 6.00 4 Yogyakarta 5.81 5 Manokwari 5.81 6 Gorontalo 5.69 7 Tasikmalaya 5.68 8 Balikpapan

Lebih terperinci

PRODUK IMPOR BERUPA BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT YANG DIKENAKAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN

PRODUK IMPOR BERUPA BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT YANG DIKENAKAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 6 /PMK.OII/2014 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT MENTERI I

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 87/PMK.011/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 87/PMK.011/2011 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 87/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD) DENGAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-3/BC/2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN

Lebih terperinci

Tinjauan Ketimpangan Ekonomi di Negeri-Negeri Islam

Tinjauan Ketimpangan Ekonomi di Negeri-Negeri Islam Tinjauan Ketimpangan Ekonomi di Negeri-Negeri Islam Hidayatullah Muttaqin Fakultas Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin hidayatullah@muttaq.in Jl.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.44, 2016 HUKUM. Keimigrasian. Kunjungan. Bebas Visa. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG BEBAS VISA KUNJUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGANN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN TENTANG. Tindakan. Perdagangan. dan Tindakan. b. bahwaa. barang. yang.

MENTERI KEUANGANN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN TENTANG. Tindakan. Perdagangan. dan Tindakan. b. bahwaa. barang. yang. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.011/2012 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR BARANG YANG BERBENTUK KOTAKK

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2/PMK.010/2018 TENT ANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2/PMK.010/2018 TENT ANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PMK.010/2018 TENT ANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK I DAN H SECTION DARI

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/PMK.010/2017

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/PMK.010/2017 MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/PMK.010/2017 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK CANAl LANTAIAN DARI

Lebih terperinci

Kajian SSM terhadap komoditas ekspor Indonesia

Kajian SSM terhadap komoditas ekspor Indonesia Kajian SSM terhadap komoditas ekspor Indonesia Latar belakang Special Safeguard Mechanism (SSM) adalah SSM adalah mekanisme yang memungkinkan negara-negara berkembang untuk memberikan perlindungan sementara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 27 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder tahun 2005-2009 yang berasal dari World Integrated Trade Solutions (WITS), United

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian dunia mulai mengalami liberalisasi perdagangan ditandai dengan munculnya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang

Lebih terperinci

MENTER! KEUANGA.N REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 165/PMK.010/2015 TENT ANG

MENTER! KEUANGA.N REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 165/PMK.010/2015 TENT ANG MENTER! KEUANGA.N SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 165/PMK.010/2015 TENT ANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK COATED PAPER DAN PAPER BOARD DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XXXI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Agustus 2016 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XXXI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Agustus 2016 pukul WIB LAPORAN MINGGU XXXI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Agustus 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 22 kasus. Kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw. (2003), pendapatan nasional yang dikategorikan dalam PDB (Produk

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw. (2003), pendapatan nasional yang dikategorikan dalam PDB (Produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw (2003), pendapatan nasional yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 57/PMK.OIl/20Il TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK KAWAT BlNDRAT

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 57/PMK.OIl/20Il TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK KAWAT BlNDRAT MENTERIKEUANGAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 57/PMK.OIl/20Il TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK KAWAT BlNDRAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 58/PMK.Oll/2011

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 58/PMK.Oll/2011 MENTER I KEUANGAN REPUBLIK INDONESiA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 58/PMK.Oll/2011 TENTANG PENGENAAN SEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK SERUPA KAIN TENUNAN DARI KAPAS YANG DIKELANTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan Internasional merupakan salah satu kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang disampaikan Salvatore

Lebih terperinci

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil LAPORAN MINGGU XXXVI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 12 September 2016 pukul 15.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 28 kasus.

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 7 November 2016 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 7 November 2016 pukul WIB LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 7 November 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 31 kasus. Kasus

Lebih terperinci

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN Nomor.: P.3/II-KEU/2010 TENTANG

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN Nomor.: P.3/II-KEU/2010 TENTANG PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN Nomor.: P.3/II-KEU/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN NOMOR P.2/II-KEU/2010 TENTANG PEDOMAN HARGA SATUAN

Lebih terperinci

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil LAPORAN MINGGU XXXIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 29 Agustus 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 24 kasus. Kasus

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.Oll/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.Oll/2011 TENTANG MENTERIKEUANGAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.Oll/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK TALI KAWAT BAJA (STEEL WIRE ROPES) DENGAN POS TARIF 7312.10.90.00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu cepat diiringi dengan derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang maka hal ini

Lebih terperinci

Analisis Kinerja Perdagangan Indonesia: Defisit Neraca Perdagangan Mei 2012 Dapat Ditekan

Analisis Kinerja Perdagangan Indonesia: Defisit Neraca Perdagangan Mei 2012 Dapat Ditekan SIARAN PERS Pusat Hubungan Masyarakat Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Analisis Kinerja Perdagangan Indonesia: Defisit Neraca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ruang lingkup kegiatan ekonominya. Globalisasi menuntut akan adanya

BAB I PENDAHULUAN. ruang lingkup kegiatan ekonominya. Globalisasi menuntut akan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong negara-negara di dunia untuk memperluas ruang lingkup kegiatan ekonominya. Globalisasi menuntut akan adanya keterbukaan, baik keterbukaan

Lebih terperinci

M A K A L A H. Tentang : Negara Maju Dan Berkembang. Disusun Oleh :

M A K A L A H. Tentang : Negara Maju Dan Berkembang. Disusun Oleh : M A K A L A H Tentang : Negara Maju Dan Berkembang Disusun Oleh : KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr..Wb Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, hidayah dan

Lebih terperinci

Meningkatnya Impor Barang Modal Dukung Industri dan Adanya Peningkatan Ekspor ke Pasar Nontradisional

Meningkatnya Impor Barang Modal Dukung Industri dan Adanya Peningkatan Ekspor ke Pasar Nontradisional SIARAN PERS Pusat Hubungan Masyarakat Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Meningkatnya Impor Modal Dukung Industri dan Adanya Peningkatan

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN, REPUBUK INDONESIA SALINAN

MENTERI KEUANGAN, REPUBUK INDONESIA SALINAN MENTERI KEUANGAN REPUBUK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMIC 011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BERUPA TERPAL DARI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

Indonesia dalam Menyampaikan Energi. Hivos

Indonesia dalam Menyampaikan Energi. Hivos Mengkatalisasi Masyarakat Sipil Indonesia dalam Menyampaikan Energi Berkelanjutan untuk Semua Eco Matser Hivos Hivos 2011 1 Isi 1. Tujuan workshop SE4ALL 2. Latar belakang SE4ALL, apa, kapan, dan siapa?

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN SEMENTARA TERHADAP IMPOR TEPUNG GANDUM

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN SEMENTARA TERHADAP IMPOR TEPUNG GANDUM MENTERIKEUANGAN REPUBlIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 193/PMKOll/2012 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN SEMENTARA TERHADAP IMPOR TEPUNG GANDUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN - PMA TRIWULAN I TAHUN 2017

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN - PMA TRIWULAN I TAHUN 2017 Invest in remarkable indonesia indonesia indonesia Invest in remarkable indonesia Invest in remarkable indonesia Invest in remarkable indonesia indonesia remarkable indonesia invest in Invest in Invest

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari aktivitas perdagangan international yaitu ekspor dan impor. Di Indonesia sendiri saat

Lebih terperinci

Ekspor Bulan Juni 2014 Menguat. Kementerian Perdagangan

Ekspor Bulan Juni 2014 Menguat. Kementerian Perdagangan Ekspor Bulan Juni 2014 Menguat Kementerian Perdagangan 5 Agustus 2014 1 Neraca perdagangan non migas bulan Juni 2014 masih surplus Neraca perdagangan Juni 2014 mengalami defisit USD 305,1 juta, dipicu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Hal ini didorong oleh semakin meningkatnya hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama pasca krisis ekonomi global tahun 2008 yang melanda dunia, perekonomian dunia mengalami berbagai penurunan ekspor non migas. Beberapa negara di dunia membatasi

Lebih terperinci

Mendobrak Pasar Ekspor Melalui Pendekatan Total Football

Mendobrak Pasar Ekspor Melalui Pendekatan Total Football Mendobrak Pasar Ekspor Melalui Pendekatan Total Football Oleh Ketua Umum KADIN Indonesia Pada Rapat Kerja Kementerian Perdagangan RI Jakarta, 20 Februari 2016 Strategi Mendobrak Ekspor 1. Memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Neraca perdagangan komoditi perikanan menunjukkan surplus. pada tahun Sedangkan, nilai komoditi ekspor hasil perikanan

BAB I PENDAHULUAN. Neraca perdagangan komoditi perikanan menunjukkan surplus. pada tahun Sedangkan, nilai komoditi ekspor hasil perikanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan menjadi salah satu sektor yang menjadi perhatian utama bagi pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari adanya dukungan kebijakan fiskal maupun non-fiskal.

Lebih terperinci

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTER! KEUANGAN SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 12/PMK.Ol0/2015 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK I DAN H SECTION DARI BAJA PADUAN LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN-PMA

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN-PMA REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN-PMA Triwulan I Tahun 2018 Jakarta, 30 April 2018 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) - RI DAFTAR ISI I. TRIWULAN I 2018: Dibanding Tahun 2017 II. TRIWULAN I 2018: Sektor,

Lebih terperinci

PELUANG DAN TANTANGAN KERJASAMA EKONOMI DENGAN NEGARA-NEGARA DI KAWASAN AMERIKA SELATAN DAN KARIBIA Musthofa Taufik Abdul Latif

PELUANG DAN TANTANGAN KERJASAMA EKONOMI DENGAN NEGARA-NEGARA DI KAWASAN AMERIKA SELATAN DAN KARIBIA Musthofa Taufik Abdul Latif KEMENTERIAN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA PELUANG DAN TANTANGAN KERJASAMA EKONOMI DENGAN NEGARA-NEGARA DI KAWASAN AMERIKA SELATAN DAN KARIBIA Musthofa Taufik Abdul Latif Direktur Amerika Selatan dan Karibia

Lebih terperinci

Elaun - Tugas Rasmi Luar Negara

Elaun - Tugas Rasmi Luar Negara Elaun - Tugas Rasmi Luar Negara Gred Elaun Makan Hotel Lodging Utama/Khas A keatas 370.00 Actual (Standard Suite) Appendix 1 Utama/Khas B dan C 340.00 Actual (Standard Room) Appendix 1 53 to 54 320.00

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. OKI dan Kawasan Afrika sub-sahara Sumber : www.sesric.org (Economic Cooperation and Development Review, 2014) Gambar 4.1 Peta Negara Anggota OKI Organisasi Kerjasama Islam (OKI)

Lebih terperinci

Perkembangan Ekspor Indonesia Biro Riset LMFEUI

Perkembangan Ekspor Indonesia Biro Riset LMFEUI Perkembangan Ekspor Indonesia Biro Riset LMFEUI Pengembangan ekspor tidak hanya dilihat sebagai salah satu upaya meningkatkan pendapatan negara, tetapi juga untuk mengembangkan ekonomi nasional. Perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187jPMK.Ollj2012

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187jPMK.Ollj2012 MENTERIKEUANGAN SALINAN '''. PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 187jPMK.Ollj2012 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR BARANG YANG BERBENTUK KOTAK ATAU MATRAS ATAU SILINDER YANG

Lebih terperinci

Bagian II. Bab III Proses Eksekusi Anggaran

Bagian II. Bab III Proses Eksekusi Anggaran Bagian II Bab III Proses Eksekusi Anggaran Bab ini menyajikan gambaran prosedur dasar yang diikuti setiap pemerintah dalam mengeksekusi anggaran dan dokumen-dokumen yang diperlukan pemerintah untuk mencatat

Lebih terperinci

A. Kakitangan (Bagi kerja lapangan,seminar,bengkel & dll) / Academic staff (workshop,fieldwork,seminar and others)

A. Kakitangan (Bagi kerja lapangan,seminar,bengkel & dll) / Academic staff (workshop,fieldwork,seminar and others) A. Kakitangan (Bagi kerja lapangan,seminar,bengkel & dll) / Academic staff (workshop,fieldwork,seminar and others) Kadar Elaun Makan, Bayaran Sewa Hotel Dan Elaun Lojing Semasa Berkursus Termasuk Menghadiri

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XLIX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Desember 2016 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XLIX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Desember 2016 pukul WIB LAPORAN MINGGU XLIX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Desember 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 37 kasus. Kasus

Lebih terperinci

Surplus Neraca Perdagangan Berlanjut di Bulan April 2015

Surplus Neraca Perdagangan Berlanjut di Bulan April 2015 Impor Seluruh Jenis Golongan Barang Menurun di bulan April 2015, kecuali Bahan Baku/Penolong Perdagangan dengan India di bulan April 2015 menyumbang surplus USD 1,0 miliar Grafik 2. Negara Penyumbang Surplus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri teh mampu memberikan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian dunia saat ini mendorong setiap penganut perekonomian terbuka didalamnya untuk merasakan dampak dari adanya dinamika ekonomi internasional yang dipandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh suatu

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Di banyak negara, perdagangan internasional

Lebih terperinci

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil. C. Informasi minggu ini

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil. C. Informasi minggu ini LAPORAN MINGGU XXX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 1 Agustus 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 21 kasus. Kasus

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12.

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12. 54 V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA 5.1 Perkembangan Produksi Teh Indonesia Perkembangan produksi teh Indonesia selama 1996-2005 cenderung tidak mengalami perubahan yang begitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN-PMA

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN-PMA REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN-PMA Triwulan IV dan Januari Desember Tahun 2017 Jakarta, 30 Januari 2018 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) - RI DAFTAR ISI I. TRIWULAN IV DAN JANUARI - DESEMBER 2017:

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Maret 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Daya Saing Komoditi Mutiara Indonesia di Negara Australia, Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011 Untuk mengetahui daya saing atau keunggulan komparatif komoditi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH DESEMBER 2014

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH DESEMBER 2014 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 02/02/62/Th. IX, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH DESEMBER Nilai ekspor Kalimantan Tengah bulan sebesar US$62,45 juta, turun 29,68 persen dibanding

Lebih terperinci

SIARAN PERS Pusat Hubungan Masyarakat Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

SIARAN PERS Pusat Hubungan Masyarakat Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax: SIARAN PERS Pusat Hubungan Masyarakat Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 1 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Ekspor Bulan Februari 2012 Naik 8,5% Jakarta, 2 April 2012

Lebih terperinci

ANALISIS DETERMINAN EKSPOR KARET INDONESIA DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL TESIS. Oleh. Baida Soraya /MAG

ANALISIS DETERMINAN EKSPOR KARET INDONESIA DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL TESIS. Oleh. Baida Soraya /MAG 1 ANALISIS DETERMINAN EKSPOR KARET INDONESIA DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL TESIS Oleh Baida Soraya 117039030/MAG PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan Aviliani 10 Maret 2016

Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan Aviliani 10 Maret 2016 Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan 2016 Aviliani 10 Maret 2016 SISTEM PEREKONOMIAN Aliran Barang dan Jasa Gross Domestic Bruto Ekonomi Global Kondisi Global Perekonomian Global masih

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif. Ekspor Impor Hasil Industri Bulan Oktober 2014

Ringkasan Eksekutif. Ekspor Impor Hasil Industri Bulan Oktober 2014 Untuk Keperluan Intern Kemenperin Ringkasan Eksekutif Ekspor Impor Hasil Industri Bulan A. Ekspor Impor Bulan Total ekspor bulan adalah sebesar US$ 15,35 miliar (dengan perincian ekspor non migas US$ 12,88

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kegiatan yang terpenting dalam meningkatkan perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional adalah kegiatan untuk memperdagangkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN - PMA TRIWULAN I TAHUN 2016

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN - PMA TRIWULAN I TAHUN 2016 Invest in remarkable indonesia indonesia Invest in remarkable indonesia Invest in remarkable indonesia Invest in remarkable indonesia indonesia remarkable indonesia invest in Invest in indonesia Invest

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 20 Maret 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 20 Maret 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 20 Maret 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 4 kasus yaitu 2 (satu) kasus

Lebih terperinci

CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016

CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016 Policy Dialogue Series (PDS) OUTLOOK PERDAGANGAN INDONESIA 2016 CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016 BP2KP Kementerian Perdagangan, Kamis INSTITUTE FOR DEVELOPMENT OF ECONOMICS AND FINANCE

Lebih terperinci

TABEL 62. PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA KE LUAR NEGERI MENURUT NEGARA TUJUAN D.I YOGYAKARTA TAHUN

TABEL 62. PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA KE LUAR NEGERI MENURUT NEGARA TUJUAN D.I YOGYAKARTA TAHUN TABEL 62. PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA KE LUAR NEGERI MENURUT NEGARA TUJUAN D.I YOGYAKARTA TAHUN 2010-2015 No 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Destination Country 1 Malaysia 1.807 1.320 1.178 804 1.334

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teh ditemukan sekitar tahun 2700 SM di Cina. Seiring berjalannya waktu, teh saat ini telah ditanam di berbagai negara, dengan variasi rasa dan aroma yang beragam. Menurut

Lebih terperinci

Neraca Perdagangan Januari-Oktober 2015 Surplus USD 8,2 M, Lebih Baik dari Tahun Lalu yang Defisit USD 1,7 M. Kementerian Perdagangan

Neraca Perdagangan Januari-Oktober 2015 Surplus USD 8,2 M, Lebih Baik dari Tahun Lalu yang Defisit USD 1,7 M. Kementerian Perdagangan Neraca Perdagangan Januari-Oktober 2015 Surplus USD 8,2 M, Lebih Baik dari Tahun Lalu yang Defisit USD 1,7 M Kementerian Perdagangan 17 Oktober 2015 1 Neraca perdagangan Oktober 2015 kembali surplus Neraca

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 (Business&Economic Review Advisor, 2007), saat ini sedang terjadi transisi dalam sistem perdagangan

Lebih terperinci

Herdiansyah Eka Putra B

Herdiansyah Eka Putra B ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI EKSPOR INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH KRISIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE CHOW TEST PERIODE TAHUN 1991.1-2005.4 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia tiga tahun terakhir lebih rendah dibandingkan Laos dan Kamboja.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia tiga tahun terakhir lebih rendah dibandingkan Laos dan Kamboja. BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di kawasan ASEAN, dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sejak 1980 sampai dengan 2012 (dihitung dengan persentase

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH APRIL 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH APRIL 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 02/06/62/Th. IX, 1 Juni PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH APRIL Nilai ekspor Kalimantan Tengah bulan sebesar US$124,19 juta, turun 13,01 persen dibanding bulan yang

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif. Ekspor Impor Hasil Industri Bulan Mei 2013

Ringkasan Eksekutif. Ekspor Impor Hasil Industri Bulan Mei 2013 Untuk Keperluan Intern Kemenperin Ringkasan Eksekutif Ekspor Impor Hasil Industri Bulan A. Ekspor Impor Bulan Total ekspor bulan adalah sebesar US$ 16,07 miliar (dengan perincian ekspor non migas US$ 13,21

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Ekspor Impor Hasil Industri Bulan Januari 2013

Ringkasan Eksekutif Ekspor Impor Hasil Industri Bulan Januari 2013 Untuk Keperluan Intern Kemenperin Ringkasan Eksekutif Ekspor Impor Hasil Industri Bulan A. Ekspor Impor Bulan Total ekspor bulan adalah sebesar US$ 15,37 miliar (dengan perincian ekspor non migas US$ 12,76

Lebih terperinci